• Tidak ada hasil yang ditemukan

pengaruh Modernisasi Adminstrasi Perpjakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (survey Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "pengaruh Modernisasi Adminstrasi Perpjakan Dan Kesadaran Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (survey Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying)"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH MODERNISASI ADMINISTRASI PERPAJAKAN DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK

(Survey pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Cibeunying) PEMBIMBING:

Dr. Ely Suhayati, SE., M.Si., Ak.,CA Oleh : suggestions of some of the elements that undermine confidence. Then of consciousness taxpayer is a taxpayer still cynical and less trusting to kebedaraan taxes because it is still the same as tribute, burdensome, often have difficulty payment and taxpayer compliance are taxpayers who do not understand the tax system and administration system, so that the taxpayer difficult to follow procedures which has existed.

This study aimed to analyze the influence of the Taxation Administration Modernization and Compliance Awareness taxpayer against taxpayer on the Tax Office (KPP) Pratama Bandung Cibeunying. Based on the results of the calculation of the average value of the respondents regarding the Tax Administration Modernization included in the criteria for Good, for Consciousness Taxpayer included in the criteria Fair, while the Taxpayer Compliance included in the criteria Good.

The survey results revealed that there is a fairly strong positive correlation between the modernization of tax administration with taxpayer compliance, these results indicate that the relationship between the modernization of tax administration with taxpayer compliance is a significant relationship and there is also a low positive correlation between awareness of taxpayers with taxpayer compliance.

Keywords: Tax Administration Modernization, Consciousness Taxpayer, Taxpayer Compliance

I. PENDAHULUAN

Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang sehingga dapat dipaksakan dengan tiada mendapat balas secara langsung (Diaz Priantara, 2012:2). Negara dalam konteksnya sebagai organisasi kekuasaan didalamnya terdapat suatu mekanisme atau tata hubungan kerja yang mengatur suatu kelompok manusia agar berbuat atau bersikap sesuai kehendak negara, agar mematuhi aturan yang telah dibuat negara (Siti Kurnia Rahayu, 2010:2). Pajak mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan bernegara, khususnya dalam pembangunan karena pajak merupakan sumber pendapatan negara untuk membiayai semua pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh negara, termasuk salah satunya berupa pengeluaran pembangunan (Ida Zuraida dan LY. Hari Sih Advianto, 2011:4).

(2)

2

tindakan penghindaran, pengelakan dan pelalaian pajak yang pada akhirnya akan merugikan negara yaitu berkurangnya penerimaan pajak (Fuadi, 2013).

Masalah kepatuhan wajib pajak adalah masalah penting di seluruh dunia baik bagi negara maju maupun di negara berkembang, karena jika wajib pajak tidak patuh akan menimbulkan keinginan untuk melakukan tindakan penghindaraan, pengelakan, penyelundupan dan pelalaian pajak, yang ada akhirnya tindakan tersebut akan menyebabkan penerimaan pajak negara akan berkurang, kesadaraan dan kepatuhan memenuhi kewajiban perpajakan tidak hanya tergantung kepada masalah-masalah teknis saja yang menyagkut metode pemungutan, tarif pajak, teknis pemeriksaan, penyidikan, penerapan sanksi sebagai perwujudan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dan pelayanan kepada wajib pajak selaku pemberi dana bagi negara dalam hal membayar pajak, disamping itu tergantung kemauan wajib pajak juga, sampai sejauh mana wajib pajak tersebut akan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan (Siti Kurnia Rahayu, 2010:141).

Wajib pajak yang kurang memahami sistem perpajakan dan sistem administrasi, sehingga wajib pajak sulit mengikuti prosedur yang sudah ada, dikarenakan kurangnya informasi yang diperlukan dan kurangnya unit-unit khusus yang bertugas memberikan informasi dan bantuan kepada wajib pajak, mengakibatkan wajib pajak tidak membayar kewajiban pajaknya (tidak patuh) dan dampaknya banyak pihak beranggapan Dirjen Pajak, tidak memenuhi target penerimaan pajak ( Agus Martowardojo, 2013).

Tahun 2012 tepat satu dekade Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menjalankan program reformasi birokrasi atau disebut juga modernisasi perpajakan. Sejak tahun 2002 DJP telah melakukan berbagai perubahan mendasar, mulai dari restrukturisasi organisasi sampai dengan pengembangan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan, sepuluh tahun bukan waktu yang sebentar dalam berbenah, tidak terhitung banyaknya sumber daya yang telah dikeluarkan, dukungan dan kepercayaan masyarakat penting untuk kelanjutan proses modernisasi ini kedepannya, Munculnya anjuran dari beberapa elemen masyarakat untuk tidak membayar pajak menunjukkan bahwa dukungan dan kepercayaan masyarakat terhadap DJP masih kecil, hal ini harus disikapi dengan serius karena tanpa dukungan dan kepercayaan masyarakat satu dekade modernisasi perpajakan akan kembali ke titik nol (Wahyu Agung Priyadi, 2012).

Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya tidak hanya untuk mencapai target penerimaan pajak semata, juga penting dilakukan untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan, Dimana ketentuan prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat, Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, modernisasi sistem dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima, dengan memberikan pelayanan yang prima dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi (Siti Kurnia Rahayu, 2010:125).

Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak masih belum mencapai tingkat sebagaimana yang diharapkan, umumnya masyarakat masih sinis dan kurang percaya terhadap kebedaraan pajak karena masih sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan, ketidak mengertian masyarakat apa dan bagaimana pajak dan ribet menghitung dan melaporkannya (Herry Susanto, 2012). Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela (Manik Asri, 2009:137).

(3)

3

wajib pajak merupakan Kesadaran wajib pajak atas fungsi perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, wajib pajak yang sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara, mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan, mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara, memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela, menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar (Manik Asri, 2009). Berdasarkan permasalahan-permasalahan dan fenomena diatas, penulis tertarik untuk melakukan

penelitian dengan mengambil judul “Pengaruh Modernisasi Administrasi perpajakan dan Kesadaran wajib pajak terhadap kepatuhan wajib pajak”.

II. KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS 2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Modernisasi Administrasi Perpajakan

Menurut Pandiangan (2007:43) definisi modernisasi administrasi perpajakan adalah Modernisasi administrasi perpajakan adalah tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi dan Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:125) definisi modernisasi administrasi perpajakan adalah Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya tidak hanya untuk mencapai target penerimaan pajak semata, juga penting dilakukan untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan. Dimana ketentuan, prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Modernisasi sistem dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima. Dengan memberikan pelayanan yang prima dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi.

Dari kedua pengertian tersebut diatas, Maka dapat disimpulkan bahwa Modernisasi administrasi perpajakan adalah tercapainnya target penerimaan pajak, tercapainya perubahan paradigma perpajakan, tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Dimana ketentuan, prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat.

2.1.2 Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Manik Asri (2009:137 ) definisi kesadaran wajib pajak adalah Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui,memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat

(4)

4

Dari kedua pengertian tersebut diatas, Maka dapat disimpulkan bahwa Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi dimana wajib pajak merasa sadar untuk membayar pajak, mengatahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara, memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar. kesadaran wajib pajak akan meningkat apabila wajib pajak memiliki persepsi positif terhadap instansi pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut James et all dalam Timbul Hamonangan (2012:84) Secara sederhana definisi kepatuhan adalah Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekedar menyangkut sejauh mana Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan perpajakan yang berlaku. Dan menurut Gunadi (2009) Definisi kepatuhan wajib pajak adalah Kepatuhan wajib pajak adalah kesediaan pemenuhan kewajiban wajib pajak sesuai aturan tanpa suatu paksaan baik secara hukum maupun administrasi, adanya peningkatan pelayanan yang memuakan bagi para wajib pajak diharapkan dapat menciptakan kenyamanan dan kemudahan dalam memenuhi kewajiban pajak.

Dapat disimpulkan bahwa kepatuhan wajib pajak merupakan keadaan dimana wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan melaksanakan hak perpajakannya.

2.2 Kerangka Pemikiran

Kepatuhan Wajib Pajak dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu, kondisi sistem administrasi perpajakan, pelayanan pada wajib pajak, penegakan hukum perpajakan, pemeriksaan pajak dan tarif pajak. Patut disyukuri bahwa perkembangan perpajakan nasional kita mengarahnyaya kepada sistem yang lebih baik malui kebijakan modernisasi perpajakan di semua lini birokrasi dan sitem teknologi informasi.

Adanya modernisasi administrasi perpajakan ini juga diharapkan mampu meningkatkan tingkat kepuasan wajib pajak ini dapat tercermin dalam ketepatan waktu menyampaikan SPT, berkurangnya denda atau penalti atas keterlambatan pembayaran angsuran wajib pajak (WP) akan berimplikasi pada meningktanya kepatuhan membayar pajak dan penerimaan pajak. Untuk mencapai target, perlu ditumbuhkan terus menerus kesadaran dan kepatuhan masyarakat Wajib Pajak untuk memenuhi kewajiban pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Mengingat kesadaran da kepatuhan wajib pajak serupakan faktor penting bagi meningkatkan penrimaan pajak.

2.3 Hipotesis

Menurut Sugiyono (2011:64)yang menjelaskan bahwa hipotesis adalah merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian, dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat pernyataan. Dikatakan sementara, karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta – fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data. Jadi hipotesis juga dinyatakan sebagai jawaban teoritis terhadap rumusan masalah penelitian. Berdasarkan kerangka pemikiran yang dijelaskan di atas maka penulis menarik hipotesis penelitian sebagai berikut :

a) : Modernisasi Administrasi Perpajakan berpengaruh signifikan terhadap kepatuhan wajib pajak

b) : Kesadaran wajib pajak berpengaruh signifikan terhadap Kepatuhan wajib pajak

III. Metodologi Penelitian

3.1 Metodologi Penelitian

(5)

5

Definisi Metode deskriptif menurut Sugiyono (2011:147) Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisis data dengan cara mendeskripsikan atau menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

Tujuan metode deskriptif adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki Dalam penelitian ini, metode deskritif digunakan untuk mengetahui kondisi Modernisasi administrasi perpajakan, Kesadaran wajib pajak dan kepatuhan wajib pajak pada kantor pelayanan pajak.

Definisi Metode Verifikatif Menurut Mashuri (2008) dalam Umi Narimawati (2010:29) Metode verifikatif yaitu memeriksa benar tidaknya apabila dijelaskan untuk menguji suatu cara dengan atau tanpa perbaikan yang telah dilaksanakan di tempat lain dengan mengatasi masalah yang serupa dengan kehidupan. Penelitian ini dalam metode verifikatif dimaksudkan untuk menguji hipotesis dengan menggunakan perhitungan statistik apakah diterima atau ditolak. Penelitian ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel X1 dan X2 terhadap Y yang diteliti, sehingga menghasilkan kesimpulan yang akan memperjelas gambaran mengenai objek yang diteliti.

3.1.1 Operasional Variabel

Definisi operasionalisasi variabel menurut Umi Narimawati (2008:57) Operasionalisasi variabel adalah proses penguraian variabel penelitian kedalam sub variabel, dimensi, indicator sub variabel, dan pengukuran. Adapun syarat penguraian operasionalisasi dilakukan bila dasar konsep dan indikator masing-masing variabel sudah jelas, apabila belum jelas secara konseptual maka perlu dilakukan analisis faktor. Variabel-variabel yang akan diukur dalam penelitian ini yaitu :

1. Variabel Bebas (Independent Variabel) (x1 dan x2)

Definisi variabel bebas Menurut Sugiyono (2009:3) Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat).

2. Variabel Dependen (Y)

Definisi variabel dependen menurut Sugiyono (2009:39)Variabel dependen adalah variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas.

3.1.2 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dengan dua cara, yaitu Penelitian studi kepustakaan (Library Reseach) dan Lapangan (Field Research). Teknik pengumpulan data dapat diperoleh dengan cara:

1. Studi Kepustakaan (LibraryResearch) yaitu untuk memperoleh data dengan cara membaca dan mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan pembahasan penelitian.

2. Studi Lapangan (Field Research) yaitu dengan mencari dan memperoleh data dari perusahaan yang penulis teliti dengan cara :

a. Wawancara, yaitu cara pengumpulan data yang dilakukan langsung melalui tanya jawab antara penulis dengan petugas yang berwenang yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

b. Observasi, yaitu cara pengambilan data dengan mengadakan pengamatan secara langsung terhadap masalah yang sedang diteliti, dengan maksud untuk membandingkan keterangan-keterangan yang diperoleh dengan kenyataan. c. Kuesioner, yaitu teknik pengumpulan data dengan menyebar daftar pertanyaan

(6)

6 3.1.3 Metode Penarikan sampel

Definisi Populasi menurut Umi Narimawati (2008:161) Populasi adalah objek atau subjek yang memiliki karakteristik tertentu sesuai informasi yang ditetapkan oleh peneliti, sebagai unit analisis penelitian.

Berdasarkan definisi Populasi diatas menerangkan bahwa pada penelitian ini adalah Seluruh Wajib Pajak khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi yang terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Patama Bandung Cibeunying. Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 109.000 yang wajib melaporkan SPT tahunannya ke Kantor Pelayanan Pajak Patama Bandung Cibeunying 2015.

Definisi Sampel menurut Umi Narimawati (2010:38) Sampel adalah sebagian dari populasi yang terpilih untuk menjadi unit pengamatan dalam penelitian.

Dalam menentukan jumlah sampel, penulis menggunakan rumus Slovin Suliyanto (2006) sebagai berikut :

(Suliyanto : 2006) Keterangan :

N = Jumlah Populasi

e = batas Kesalahan yang ditoleransi dalam penarikan sampel n = Jumlah sampel (1%, 5 %, 10 % )

Seluruh jumlah Sampel dari penelitian ini yaitu 100 wajib pajak orang pribadi yang terdaftar di Kantor pelayanan pajak Pratama Bandung Cibeunying 2015, dengan melakukan penyebaran quesioner kepada 100 orang wajib pajak.

3.1.4 Metode Analisis

Dalam menganalisis penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Uji Validitas

Pengujian validitas digunakan untuk mengukur alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data. Menurut Cooper dalam Umi Narimawati (2010:42), validitas adalah Validity is a characteristic of measuraenment concerned with the extent that a test measures what the researcher actually wishes to measure.

2. Uji Reabilitas

Menurut Sugiyono (2009:3) reliabiltas adalah Derajat konsistensi atau keajegan data dalam interval waktu tertentu.

3. Analisis Deskriptif

Penelitian deskriptif digunakan untuk menggambarkan bagaimana Pengaruh dari Pengaruh Modernisasi Administrasi perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap kepatuhan Wajib Pajak sehingga diperoleh kesimpulan. Menurut Umi Narimawati, dkk (2010:41) langkah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

a. Setelah semua kuesioner terkumpul, data dipilih dan dikelompokkan menurut kelompok variabel masing-masing, diteruskan dengan memberikan skor untuk jawaban dari setiap item pertanyaan/pertanyaan yang diajukan.

b. Menyusun data yang sudah diberi skor ke dalam tabel (tabulasi data).

c. Dihitung besarnya tingkat variabel laten dengan melihat jumlah total skor jawaban variabel laten (skor aktual) yang dibandingkan dengan skor tertinggi yang dicapai dikalikan dengan jumlah responden (skor ideal). Skor aktual adalah jawaban seluruh responden atas kuesioner yang telah diajukan. Skor ideal adalah skor atau bobot tertinggi atau semua responden diasumsikan memilih jawaban dengan skor tertinggi.

d. Analisis Verifikatif

Menurut Sugiyono (2010:8) menjelaskan bahwa analisis verifikatif adalah Metode penelitian yang berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat

(7)

7

kuantitatif/statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Analisis Verifikatif dalam penelitian ini dengan menggunakan alat uji statistik yaitu dengan uji Model Persamaan Struktural (Structural Equation Modeling/SEM) dengan metode alternatif partial least square (PLS) menggunakan software SmartPLS 2.0.

e. SEM Partial Least Square (PLS)

Alat uji statistik yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan uji persamaan strukturan berbasis variance atau yang lebih dikenal dengan nama Partial Least Square (PLS) menggunakan software SmartPLS 2.0. Pendekatan PLS memiliki beberapa karaketristik yaitu seperti yang dikutip oleh Nils Urbach (2010:12) pertama memiliki distribusi bebas, tidak ada asumsi mengenai bentuk distribusi variable yang akan diukur. Menurut Fornell and Bookstein (1982) yang dikutip oleh Nils bahwa PLS tidak akan menghasilkan solusi yang tidak dapat diterima atau mendapat faktor ketidakpastian. Selain itu, dalam kondisi tertetntu dapat bekerja atau diolah dengan ukuran sampel yang relatif kecil (Cassel et al. 1999). dikatakan model analisis PLS merupakan pengembangan dari model analisis jalur, adapun beberapa kelebihan yang didapat jika menggunakan model analisis PLS yaitu data tidak harus berdistribusi tertentu, model tidak harus berdasarkan pada teori dan adanya indeterminancy, dan jumlah sampel yang kecil.

Penulis menggunakan Partial Least Square (PLS) dengan alasan bahwa variabel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel laten (tidak terukur langsung) yang dapat diukur berdasarkan pada indikator-indikatornya (variable manifest), serta secara bersama-sama melibatkan tingkat kekeliruan pengukuran (error). Sehingga penulis dapat menganalisis secara lebih terperinci indikator-indikator dari variabel laten yang merefleksikan paling kuat dan paling lemah variabel laten yang mengikutkan tingkat kekeliruannya.

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Pengujian Alat Analisis 1. Uji validitas

Uji Validitas dimaksudkan untuk mengukur valid tidaknya suatu kuesioner. Suatu kuesioner dikatakan sahih atau valid jika pernyataan pada kuesioner mampu mengungkapkan sesuatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut serta memiliki nilai koefisien validitas yang lebih besar dari nilai kritis yang direkomendasikan yakni sebesar 0,3. Berdasarkan penelitian yang dilakukan seluruh pernyataan yang digunakan untuk mengukur Modernisasi Administrasi Perpajakan, Kesadaran Wajib Pajak dan Kepatuhan Wajib Pajak memiliki nilai koefisien validitas yang lebih besar dari titik kritis yang direkomendasikan yakni sebesar 0,3, sehingga seluruh pernyataan tersebut dinyatakan valid dengan kriteria good dan acceptable.

2. Uji Reliabilitas

Uji reliabilitas dimaksudkan untuk menguji keandalan dan konsistensi alat ukur penelitian. Dalam penelitian ini, untuk menguji keandalan dari alat ukur penelitian digunakan tehnik Split Half. Suatu konstruk (variabel) dapat diterima jika memilki nilai koefisien reliabilitas yang lebih besar dengan 0,7. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan terlihat bahwa ketiga variabel yang digunakan memiliki nilai Split Half yang lebih besar dari titik kritis yang direkomendasikan yakni sebesar 0,7, maka dapat disimpulkan bahwa alat ukur yang digunakan dinyatakan reliabel.

Berdasarkan hasil pengujian validitas dan reliabilitas yang telah diuraikan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa seluruh pernyataan yang digunakan dalam penelitian sudah teruji kesahihan, keandalan serta konsistensinya sehingga seluruh pernyataan layak digunakan sebagai alat ukur penelitian.

4.1.2 Analisis Deskriptif

1. Modernisasi Administrasi Perpajakan

(8)

8

persentase antara 68,01%-84%. Hasil tersebut menunjukan bahwa modernisasi administrasi perpajakan di KPP Pratama Cibeunying sudah dilaksanakan dengan baik.

2.Kesadaran Wajib Pajak

Secara keseluruhan nilai persentase skor untuk kesadaran wajib pajak adalah sebesar 67,72% dan termasuk dalam kriteria cukup dikarenakan ada pada interval persentase antara 52,01%-68%. Hasil tersebut menunjukan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Bandung Cibeunying memiliki kesadaran yang cukup terhadap kewajiban perpajakan itu sendiri 3. Kepatuhan Wajib Pakak

Secara keseluruhan nilai persentase skor untuk kepatuhan Wajib Pajak adalah sebesar 69,96% dan termasuk dalam kriteria baik dikarenakan berada pada interval persentase antara 68,01%-84%. Hasil tersebut menunjukan bahwa Wajib Pajak Orang Pribadi di KPP Pratama Cibeunying memiliki kepatuhan yang baik terhadap kewajiban perpajaknnya.

4.1.3 Analisis Verifikatif

1. Nilai korelasi yang diperoleh antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama bandung cibeunying adalah sebesar 0,426 dan termasuk dalam kategori hubungan yang cukup kuat (moderate correlation) berada pada interval korelasi antara 0,40-0,699. Koefisien korelasi bertanda positif yang menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin baik modernisasi administrasi perpajakan, maka semakin baik pula kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama bandung cibeunying. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak. Nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 4,856 lebih besar dari nilai tkritis yang direkomendasikan yakni sebesar 1,645. Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak merupakan hubungan yang signifikan. 2. Koefisien korelasi yang diperoleh antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak pada wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama bandung cibeunying adalah sebesar 0,261 dan termasuk dalam kategori hubungan yang rendah (low correlation) berada pada interval korelasi antara 0,20-0,399. Koefisien korelasi bertanda positif yang menunjukan hubungan yang terjadi antara keduanya adalah searah, artinya semakin baik kesadaran wajib pajak, maka akan semakin baik pula kepatuhan wajib pajak. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif yang rendah antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak orang pribadi di kantor pelayanan pajak pratama bandung cibeunying. Nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,565 lebih besar dari nilai tkritis yang direkomendasikan yakni sebesar 1,645. Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak merupakan hubungan yang signifikan. 3. Modernisasi administrasi perpajakan memberikan kontribusi pengaruh sebesar 16,9%

terhadap kepatuhan wajib pajak dengan rincian sebesar 15,8% merupakan pengaruh langsung dan 1,1% merupakan pengaruh tidak langsung melalui kesadaran wajib pajak. Hal tersebut menunjukan bahwa modernisasi administrasi perpajakan memberikan pengaruh sebesar 16,9% terhadap kepatuhan wajib pajak.

4. Kesadaran wajib pajak memberikan pengaruh sebesar 5,4% terhadap kepatuhan wajib pajak dengan rincian 4,3% merupakan pengaruh langsung dan 1,1% merupakan pengaruh secara tidak langsung melalui modernisasi administrasi perpajakan. Hal tersebut menunjukan bahwa kesadaran wajib pajak memberikan pengaruh sebesar 5,4% terhadap kepatuhan wajib pajak.

4.2 Pembahasan

4.1.1 Pengaruh Modernisasi Administrasi Perpajakan (X1) terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

(9)

9

direkomendasikan yakni sebesar 1,645 yang hasilnya tersebut menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak merupakan hubungan yang signifikan, hal tersebut menunjukan bahwa yang artinya semakin baik modernisasi administrasi perpajakan, maka semakin baik pula kepatuhan wajib pajak.

DJP telah melakukan berbagai perubahan mendasar, mulai dari restrukturisasi organisasi sampai dengan pengembangan sumber daya manusia dan penggunaan teknologi informasi dalam administrasi perpajakan. Penyebab modernisasi administrasi perpajakan direformasi yaitu untuk megubah citra petugas pajak dengan membuat perubahan pada struktur organisasi dan sumber daya manusia supaya fenomena ketidak percayaan wajib pajak terhadap petugas pajak tidak terjadi kembali.

Hasil penelitian juga didukung oleh landasan teori pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa modernisasi administrasi perpajakan merupakan salah satu rencana untuk tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi (Pandiangan, 2007:122). Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya tidak hanya untuk mencapai target penerimaan pajak semata, juga penting dilakukan untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan, Dimana ketentuan prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat, Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi (Siti Kurnia Rahayu, 2010:125).

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Semakin tinggi tingkat pengaruh Modernisasi Administrasi perpajakan maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, kemudian indikator terendah adalah Perubahan dari sektor pegawai pajak khususnya dari tingkat kepercayaan wajib pajak terhadap petugas pajak dilihat dari perubahan sumber daya manusia dan stuktur organisasi yang telah dilakukan oleh DJP, hal tersebut terjadi dikarenakan banyaknya wajib pajak yang kurang percaya terhadap petugas pajak walaupun setelah perubahan sumber daya manusia yang dilakukan oleh DJP. Itu menunjukan bahwa apa yang dialakukan oleh DJP atau Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying belum sepenuhnya memberikan pengaruh terhadap pemahaman dan kepercayaan wajib pajak itu sendiri.

Sehingga saran yang baik untuk dilakukan oleh DJP dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying yaitu DJP atau KPP harus lebih selektif dalam merekrut pegawai pajak supaya tingkat kepercayaan wajib pajak tidak kembali pada titik terendah dan harus lebih meyakinkan wajib pajak bahwa perubahan yang dilakukan DJP adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak itu sendiri, karena tanpa dukungan dan kepercayaan masyarakat satu dekade modernisasi administrasi perpajakan akan kembali ke titik nol, dukungan dan kepercayaan masyarakat penting untuk kelanjutan proses modernisasi administrasi perpajakan. Hasil penelitian ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Widi Widodo (2010:98). 4.1.2 Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak (X2) Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Y)

Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa modernisasi administrasi perpajakan memberikan pengaruh sebesar 5,4% terhadap kepatuhan wajib pajak. Hal tersebut menunjukan bahwa Kesadaran wajib pajak memberikan pengaruh terhadap kepatuhan wajib pajak dengan Nilai thitung yang diperoleh adalah sebesar 2,565 lebih besar dari nilai tkritis yang direkomendasikan yakni sebesar 1,645. Hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak merupakan hubungan yang signifikan, hal tersebut menunjukan bahwa semakin baik kesadaran wajib pajak, maka akan semakin baik pula kepatuhan wajib pajak.

(10)

10

untuk turut serta mewujudkan tanggung jawabnya dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya. Sehingga pajaknya dapat meningkat.

Hasil penelitian juga didukung oleh landasan teori pada pembahasan sebelumnya yang menyatakan bahwa Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak mengetahui, memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan (Manik Asri, 2009:137), selain itu Kesadaran wajib pajak sangat diperlukan guna meningkatkan kepatuhan wajib pajak, kesadaran wajib pajak dikatakan memiliki kesadaran antara lain apabila mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan dan mau memahaminya, mengetahui fungsi pajak, untuk menyejahterakan rakyat, menghitung, membayar, melaporkan pajak tepat waktu, dan secara sukarela tanpa terpaksa (Suyatmin, 2006:87).

Dari hasil analisis dapat disimpulkan bahwa Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, kemudian indikator terendah adalah Menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan benar, wajib pajak bisa Menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan benar namun cara atau prosesnya yang menurut wajib pajak itu cukup sulit. Hal tersebut bisa terjadi karena kurangnya informasi, kurangnya petunjuk untuk menghitung, membayar dan melaporkan pajak dan masih ada sebagian wajib pajak yang menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan cara kolektif.

Wajib pajak yang sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara mengetahui adanya ketentuan perpajakan, mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara dan memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku akan sadar dengan hak dan kewajibannya sebagai wajib pajak.

Sehingga saran yang baik untuk dilakukan oleh DJP dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying yaitu DJP atau KPP harus selalu memberikan penyuluhan kepada wajib pajak tentang cara menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar dan mengingatkan pada wajib pajak seberapa pentingnya membayar pajak dengan itu DJP pun harus memberikan pelayanan yang baik terhadap wajib pajak, agar wajib pajak percaya terhadap pajak yang akan dibayarkanya. Sesuai dengan teori yang mendukung bahwa Kesadaran dan kepatuhan yang tinggi dari wajib pajak merupakan faktor penting dalam pelaksanaannya(Priyantini, 2008:3) dan masyarakat harus sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara (Suardika, 2007:74).

V Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang telah dilakukan, peneliti mengambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Modernisasi administrasi perpajakan berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak karena dari hasil penelitian bahwa artinya semakin baik modernisasi administrasi perpajakan, maka semakin baik pula kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying.

2. Kesadaran wajib pajak berpengaruh positif terhadap kepatuhan wajib pajak, artinya semakin baik kesadaran wajib pajak, maka akan semakin baik pula kepatuhan wajib pajak. Hasil tersebut menunjukan bahwa terdapat hubungan positif antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Cibeunying.

5.2 Saran

(11)

11

1. DJP atau KPP harus lebih selektif dalam merekrut pegawai pajak supaya tingkat kepercayaan wajib pajak tidak kembali pada titik terendah dan harus lebih meyakinkan wajib pajak bahwa perubahan yang dilakukan DJP adalah untuk meningkatkan penerimaan pajak itu sendiri, karena tanpa dukungan dan kepercayaan masyarakat satu dekade modernisasi administrasi perpajakan akan kembali ke titik nol.

2. DJP atau KPP harus selalu memberikan informasi terhadap wajib pajak tentang cara menghitung, membayar dan melaporkan pajaknya dengan benar dan selalu melakukan perubahan dalam segi pelayanan, pemanfaatan supaya apa yang wajib pajak bayarkan , wajib pajak merasa puas dengan pelayanan dan kinerja petugas pajak itu sendiri. Melakuakn perbaikan pada pelayanan yang baik terhadap wajib pajak, agar wajib pajak percaya terhadap pajak yang akan dibayarkanya.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Agus, Andrian. 2013. Pengaruh Kualitas pelayanan pajak terhadap kepatuhan wajib pajak orang pribadi.Studi Pada WPOP yang Terdaftar Di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Pasuruan. Jawa Timur : Fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya.

Agus, Martowardojo. 2012. Tunggakan Pajak mencapai RP 900 Miliar. www.pajak.go.id Agus, Martowardojo. 2013. Dengan membayar pajak kita membangun. www.pajak.go.id Agus, Purwoto.2007. Metode Statistik. Jakarta : Grasindo

Andi, Supangat. (2007). Statistik: Dalam Kajian Deskriptif, Inferensi, dan Nonparametrik. Jakarta: Kencana.

Bambang, Supomo dan Nur indrianto. 2002. Metodologi penelitian bisnis untuk akuntansi dan manajemen edisi 1. Jogjakarta :BPFE

Bambang, Prasetyo dan Jannah, Lina Miftahul. 2011. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Barker, C. Pistrang., & Elliot, R. (2002). Research Methods in Clinical Psychology ( 2nd ed.). Chichester: John Wiley & Sons.

Boediono.2003. Pelayanan prima perpajakan. Jakarta:Rineka Cipta

Cahaya, Shinta dan Luh, Ni. 2014. Pengaruh Pemeriksaan pajak, kesadaran wajib pajak, Kualitas pelayanan pada tingkat kepatuhan wajib pajak badan. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana.

Cassel et all.1999. Ukuran sampel yang relatif kecil. Jurnal internasional. German

Chaizil, Nasucha. (2004). Reformasi Administrasi PublikTeori dan Praktik. Jakarta: PT. Grasindo Chris Barker, Nancy Pistrang & Robert Elliot (2002). Research Methods in Clinical

Psychology. (2nd ed.). John Wiley & Sons, LTD Chichester England.

Darussalam. (2012). Pemerintah diminta Tingkatkan Kepatuhan Wajib Pajak. Diakses pada 7 November 2012 dari World Wide Web : http://www.tempo.com.

Diana Sari dan Rima Rachmawati. 2008. Pengaruh Modernisasi Administrasi perpajakan terhadap pencapaian akuntabilitas pada kantor pelayanan pajak modern. Bandung : Universitas Widyatama.

Doni, Halim dan Juli, Ratnawati. 2009. Pengaruh kualitas pelayanan dan sikap wajib pajak terhadap kepatuhan pelaporan wajib pajak. Studi Kasus Pada WPOP di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Semarang Barat.

Fidel. 2010. Cara memahami masalah-masalah perpajakan. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Fuadi, Arabella oentari dan Yenni Mangoting, 2013. “Pengaruh Kualitas Pelayanan Petugas Pajak, Sanksi Perpajakan dan Biaya Kepatuhan Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak UMKM”, Jurnal Tax & Accounting Review, Vol. 1, No.1.

Frederik, ahleman dan Niels Urbach.2010. Sem Partial Least Square(PLS). Bingley, UK Fornel and Bookstein.1982. Solusi PLS. German

Gunadi. 2009. Akuntansi Perpajakan. Jakarta : Grasindo Hair et all.1995. Istilah SEM. Toronto, Canada

(12)

12

Kualitas Pelayanan Terhadap Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan pada Kantor

Pelayanan Pajak Denpasar Barat”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Haula Rosdiana dan Edi Slamet Irianto.2010. pengantar Ilmu Perpajakan, kebijakan dan Implementasi di Indonesia. Jakarta: Rajagrafindo Persada.

Heri, Susanto. 2012. Pajak dibayar , pelayanan Publik Wajib ditingkatkan. www.pajak.go.id Ida, Zuraida dan LY.Hari Sih Advianto.2011. Penagihan pajak pusat dan daerah. Bogor: Ghalia

Indonesia

Imam, Ghozali. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Semarang : BP Undip.

Imam, Ghozali. (2008). Structural Equation Modeling, Metode Alternatif Dengan Partial Least Squares (PLS). Semarang: Universitas Diponegoro.

Jatmiko, agus (2006).Pengaruh sikap wajib pajak dan pelaksanaan. Sanksi denda, pelayanan Fiskus. Jakarta : Salemba empat

Jonathan, Sarwono. 2006. Metode penelitian kuantitatif dan kualitatif. Yogyakarta:Graha Ilmu Lena, Elintan dan Liana Anatan.2007. Sistem Informasi. Bandung : Alfabeta

Lena, Elintan dan Liana Anatan.2009. Sistem Informasi. Bandung : Alfabeta

Manik Asri, Wuri. 2009. ”Pengaruh Kualitas Pelayanan, Biaya Kepatuhan Pajak,

dan Kesadaran Wajib Pajak pada Kepatuhan Pelaporan Wajib Pajak Badan

yang Terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak Madya Denpasar”. Skripsi Jurusan Akuntansi Pada Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.

Marini, Jesica. 2013. Pengaruh sistem administrasi perpajakan modern dan kualitas pelayanan terhadap kepatuhan wajib pajak. Survey pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Bandung Karees. Bandung : Universitas Komputer Indonesia.

Moh, Nazir. 2009. Metode penelitian. Bogor : Ghalia Indonesia

Ni ketut Muliari dan Putu Ery Setiawan. 2008. Pengaruh persepsi tentang sanksi perpajakan dan kesadaran wajib pajak pada kepatuhan pelaporan wajib pajak orang pribadi. Studi Empiris pada kantor pelayanan pajak Pratama Denpasar Timur. Denpasar Bali : Universitas Udayana.

Nugroho, Agus. 2006. Pengaruh Sikap wajib pajak pada pelaksanaan sanksi denda, pelayanan fiskus dan kesadaran perpajakan terhadap kepatuhan wajib pajak. Studi Empiris Terhadap Wajib Pajak Orang Pribadi di Kota Semarang. Jurnal penelitian. Semarang : Universitas Diponegoro.

Ni Luh Supadmi. 2006. Meningkatkan wajib pajak melalui kualitas pelayanan. Fakultas Ekonomi: Universitas Udayana. Denpasar.

Ni Luh Supadmi. 2009. Meningkatkan wajib pajak melalui kualitas pelayanan edisi 2. Fakultas Ekonomi: Universitas Udayana. Denpasar.

Pandiangan, Liberti. 2007. Modernisasi dan pelayanan perpajakan berdasarkan undang-undang terbaru, cetakan pertama, Jakarta:Elek Media Komputindo

Pandiangan, Liberti.2008. Modernisasi dan pelayanan perpajakan berdasarkan undang-undang terbaru, Jakarta:Elek Media Komputindo

Pandiangan, Liberti. 2014. Administrasi Perpajakan. Jakarta : Erlangga

Pratama, Margareth. 2012. Analisis faktor-faktor yang memepengaruhi kesadaran wajib pajak orang pribadi terhadap kepatuhan kewajiban perpajakan. Studi Empriris pada kantor pelayanan pajak kota Tangerang Selatan. Jakarta : Universitas Bina Nusantara.

Priantara, Diaz. 2012. Perpajakan Indonesia. Jakarta:Mitra Wacana Media

Purnomo, Adi. 2008. ”Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Persepsi Wajib Pajak

tentang Sanksi Perpajakan dan Hasrat Membayar Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak (Studi Empiris terhadap Wajib Pajak yang Terdaftar di KantorPelayanan Pajak Gubeng

Surabaya)”. Skripsi Sarjana Jurusan Akuntansi Universitas Trunojoyo. Rohmat, Soemitro.1988. Pajak dan pembangunan. Jakarta : Ghalia Indonesia

(13)

13

Safri, Nurmantu. 2005. Pengantar Perpajakan, edisi 2. Jakarta : Granit

Sinta setiana, Tan Kwang dan Lidya Agustina. 2010. Pengaruh Penerapan sistem adminitrasi perpajakan modern terhadap kepatuhan wajib pajak(survey terhadap kantor pelayanan pajak Bandung Bojonegara). Bandung: Universitas Kristen Maranatha

Siti, Kurnia. R. 2010. Perpajakan: Konsep dan Aspek Formal. Yogyakarta: Graha Ilmu. Soemarso, S.R. 2007. Perpajakan Pendekatan Komprehensif. Jakarta: Salemba Empat. Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Suratno, Purnama. (2004). Analisa Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Terhadap Kualitas Pelayanan Kantor Pelayanan Pajak Yogyakarta Dua. Jurnal FE Universitas Islam Yogyakarta.

Suryadi. 2006. ”Model Hubungan Kausal Kesadaran, Pelayanan, Kepatuhan Wajib Pajak dan

Pengaruhnya terhadap Kinerja Penerimaan Pajak: Suatu Survei di Wilayah Jawa Timur”.

Jurnal Keuangan Publik. 4 (1),h:105-121. Supranto. 2005. Ekonometri. Bogor : Ghalia Indonesia.

Suyatmin (2006), Pengaruh Sikap Wajib Pajak Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Dalam Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan : Studi Empiris di Wilayah KP PBB Surakarta, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Sains Akuntansi Universitas Diponegoro.

Timbul, Hamonangan., & Imam, Mukhlis. (2012). Dimensi Ekonomi Perpajakan dalam Pembangunan Ekonomi. Bogor: Penerbit Raih Asa Sukses.

Uce, Indahyanti. 2013. Penulisan karya ilmiah, panduan awal menyusun skripsi dan tugas akhir. Jakarta : Salemba Empat

Umar, Husein. 2005. Metode penelitian untuk skripsi dan thesis bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka

Umi, Narimawati. 2007. Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Aplikasi Contoh dan Perhitungannya. Bandung : Agung Media.

Umi, Narimawati. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Agung Media Umi, Narimawati, Dewi Anggadini, Linna Ismawati (2010), Penulisan karya Ilmiah: Panduan awal

Menyusun Skripsi dan Tugas Akhir Aplikasi Pada Fakultas Ekonomi UNIKOM, Genesis,Bekasi. Jakarta :Penerbit Genesis.

Umi, Narimawati. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Bandung : Agung Media Utomo, Pudjo Susilo.(2002). Pengaruh tingkat kesadaran wajib wajib pajak. Universitas

Diponegoro

Wahyu, agung priyadi. 2013. Praktik korupsi pegawai pajak menurunkan kepercayaan wajib pajak. www.pajak.go.id

Widi, Widodo., & Dedy Djefris. (2010). Moralitas, Budaya dan Kepatuhan Wajib Pajak. Bandung: Alfabeta.

LAMPIRAN

Tabel 1

Rekapitulasi Skor Tanggapan Responden Mengenai Modernisasi Administrasi Perpajakan di KPP Pratama Bandung Cibeunying

No. Indikator Indeks Skor Persentase

(14)

14 Tabel 2

Rekapitulasi Skor Tanggapan Responden Mengenai Kesadaran Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying

No. Indikator Indeks Skor Persentase

Skor Kriteria Aktual Ideal

1 Menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan sukarela

701 1000 70,10% Baik

2 Menghitung, membayar dan melaporkan pajak dengan benar

992 1500 66,13% Cukup

Total 1693 2500 67,72% Cukup

Tabel 3

Rekapitulasi Skor Tanggapan Responden Mengenai Kepatuhan Wajib Pajak di KPP Pratama Bandung Cibeunying

No. Indikator Indeks Skor Persentase

Skor Kriteria Aktual Ideal

1 Kepatuhan Wajib pajak dalam mendaftarkan diri

779 1000 77,90% Baik

2 Kepatuhan dalam pembayaran tunggakan pajak

970 1500 64,67% Cukup

Total 1749 2500 69,96% Baik

(15)

15 Gambar 2

(16)

ii

ABSTRACT

A phenomenon that occurs related modernization of tax administration is the taxpayer still much less confidence in the tax officials for corruption and there are suggestions of some of the elements that undermine confidence. Then of consciousness taxpayer is a taxpayer still cynical and less trusting to kebedaraan taxes because it is still the same as tribute, burdensome, often have difficulty payment and taxpayer compliance are taxpayers who do not understand the tax system and administration system, so that the taxpayer difficult to follow procedures which has existed.

This study aimed to analyze the influence of the Taxation Administration Modernization and Compliance Awareness taxpayer against taxpayer on the Tax Office (KPP) Pratama Bandung Cibeunying. Based on the results of the calculation of the average value of the respondents regarding the Tax Administration Modernization included in the criteria for Good, for Consciousness Taxpayer included in the criteria Fair, while the Taxpayer Compliance included in the criteria Good.

The survey results revealed that there is a fairly strong positive correlation between the modernization of tax administration with taxpayer compliance, these results indicate that the relationship between the modernization of tax administration with taxpayer compliance is a significant relationship and there is also a low positive correlation between awareness of taxpayers with taxpayer compliance.

(17)

i ABSTRAK

Fenomena yang terjadi terkait modernisasi administrasi perpajakan adalah wajib pajak masih banyak yang kurang percaya terhadap petugas pajak karena praktik korupsi dan ada anjuran dari beberapa elemen yang menurunkan kepercayaan. Kemudian dari kesadaran wajib pajak adalah wajib pajak masih sinis dan kurang percaya terhadap kebedaraan pajak karena masih sama dengan upeti, memberatkan, pembayarannya sering mengalami kesulitan dan kepatuhan wajib pajak adalah Wajib pajak yang kurang memahami sistem perpajakan dan sistem administrasi, sehingga wajib pajak sulit mengikuti prosedur yang sudah ada.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh Modernisasi Adminitrasi Perpajakan dan Kesadaran Wajib Pajak terhadap Kepatuhan Wajib Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bandung Cibeunying. Berdasarkan hasil penghitungan nilai rata-rata dari responden mengenai Modernisasi Adminitrasi Perpajakan termasuk dalam kriteria Baik, untuk Kesadaran Wajib Pajak termasuk dalam kriteria Cukup Baik, sedangkan Kepatuhan Wajib Pajak termasuk dalam kriteria Baik.

Dari hasil penelitian diketahui bahwa terdapat hubungan positif yang cukup kuat antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak, hasil tersebut menunjukan bahwa hubungan yang terjadi antara modernisasi administrasi perpajakan dengan kepatuhan wajib pajak merupakan hubungan yang signifikan dan terdapat juga hubungan positif yang rendah antara kesadaran wajib pajak dengan kepatuhan wajib pajak.

(18)

9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Modernisasi Administrasi Perpajakan

2.1.1.1 Pengertian Modernisasi Administrasi Perpajakan

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:125) definisi modernisasi administrasi perpajakan adalah :

“Modernisasi perpajakan yang dilakukan pemerintah tentunya

tidak hanya untuk mencapai target penerimaan pajak semata, juga penting dilakukan untuk menuju adanya perubahan paradigma perpajakan. Dimana ketentuan, prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi

business friendly bagi masyarakat. Upaya peningkatan kualitas pelayanan dapat dilakukan dengan cara peningkatan kualitas dan kemampuan teknis pegawai dalam bidang perpajakan, perbaikan infrastruktur seperti perluasan tempat pelayanan terpadu (TPT), penggunaan sistem informasi dan teknologi untuk dapat memberikan kemudahan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Modernisasi sistem dilingkungan DJP bertujuan untuk menerapkan Good Governance dan pelayanan prima. Dengan memberikan pelayanan yang prima dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak, meningkatkan kepercayaan administrasi perpajakan dan mencapai tingkat produktivitas

pegawai pajak yang tinggi”.

Menurut Pandiangan (2007:43) definisi modernisasi administrasi perpajakan adalah :

“Modernisasi administrasi perpajakan adalah tercapainya tingkat

(19)

10

Dari kedua pengertian tersebut diatas, Maka dapat disimpulkan bahwa Modernisasi administrasi perpajakan adalah tercapainnya target penerimaan pajak, tercapainya perubahan paradigma perpajakan, tercapainya tingkat kepatuhan pajak (tax compliance) yang tinggi, tercapainya tingkat kepercayaan (trust) terhadap administrasi perpajakan yang tinggi, tercapainya tingkat produktivitas pegawai pajak yang tinggi. Dimana ketentuan, prosedur dan aktivitas perpajakan juga terus diarahkan untuk peningkatan pelayanan agar menjadi business friendly bagi masyarakat.

2.1.1.2Perubahan Modernisasi Administrasi Perpajakan

Untuk mewujudkan program reformasi administrasi perpajakan perlu dirancang dan dilaksanakan secara menyeluruh dan komprehensif.

Perubahan-perubahan yang dilakukan meliputi bidang-bidang berikut :

1. Perubahan dari sektor pegawai Pajak, sebagai berikut : a) Struktur Organisasi

(20)

11

a. Kantor Pelayanan Pajak (KPP)

b. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB)

c. Kantor pemeriksaan dan penyidikan pajak (KARIPKA) menjadi kantor pelayanan pajak (KPP)

b) Business process dan teknologi Informasi dan Komunikasi

Perbaikan Business process merupakan pilar penting program modernisasi DJP, yang diarahkan pada penerapan full automation dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi, terutama untuk pekerjaan yang sifatnya klerikal. Langkah awal untuk perbaikan business process adalah dengan penulisan dan dokumentasi SOP untuk setiap unit DJP. Perbaikan dilakukan juga pada e-system dengan dibukanya fasilitas

e-filling (Pengiriman SPT secara online melalui internet), e-spt

(penyerahan SPT dalam media digital), e-payment (fasilitas pembayaran

online untuk PBB) dan e-registation (pnedaftaran NPWP secara online

melalui internet). Semua fasilitas diciptakan untuk memeudahkan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya.

c) Manajemen Sumber Daya Manusia

(21)

12

dapat berjalan dengan optimal tanpa dukungan SDM yang capable dan terintegtitas.

d) Pelaksanaan Good Governance

Dalam praktek berorganisasi, Good Governance biasanya dikaitkan dengan mekanisme pengawasan internal (internal control) yang bertujuan untuk meminimalkan penyimpangan ataupun penyelewengan dalam organisasi, baik itu dilakukan oleh pegawai maupun pihak lainnya. DJP dengan program modernisasinya senantiasa berupaya menerapkan prinsip-prinsip Good Governance tersebut. Salah satunya adalah dengan cara pembuatan dan penegakan kode etik pegawai yang secara tegas mencantumkan kewajiban dan laranagn bagi para pegawai DJP dalam pelaksanaan tugasnya, termasuk sanksi-sanksi bagi setiap pengaggaran kode etik pegawai tersebut.

2. Perubahan dari sektor Kualitas pelayanan pajak, sebagai berikut : a) Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)

(22)

13

b) Account Resentative

Salah satu ciri khas dari KPP modern adalah adanya Account resentative (AR). AR adalah pegawai Direktorat jenderal Pajak yang diberikan wewenang khusus untuk memberikan pelayanan dan mengawasi wajib pajak secara langsung. Dengan adanya Account Resentative ini diharapkan dapat menciptakan hubungan yang dilandaskan kepercayaan antara KPP dan wajib pajak.

c) Help Disk

Dengan adanya Help Disk diharapkan unutuk menghilangkan kebingungan dan kesulitan yang kadang-kadang dialami wajib pajak bila berhubungan dengan suatu kantor pajak temasuk instansi pemerintahan, fasilitas help disk dengan teknologi tax knowledge base, menyangkut :

a. Peraturan Pajak yang komprehensif dan terkini

b. Dikompilasi sesuai standar Q&A, Flowchart dan penjelasan singkat c. Tersedia dalam komputer, sehingga mudah untuk diakses

d. Diharapkan mampu untuk menjawab berbagai permasalahan mengenai pajak.

d) Complaint Center

(23)

14

e) Call Center

Fungsi Call utama yang ditangani oleh Call Center menyangkut pelayanan (Konfirmasi, prosedur, peraturan, Material Perpajakan dan yang lainnya).

f) Media Informasi Pajak

Dengan adanya media informasi, wajib pajak dapat mengakses segala sesuatu hal yang berhubungan dengan pajak yang dibutuhkan secara gratis.

g) Website

Untuk memeprmudah akses informasi perpajakaan kepada masyarakat, terlebih lagi dengan iklim yang mengglobal, maka dibuat

website perpajakan yang dikelola oleh DJP, yaitu www.pajak.go.id.

h) e-System Perpajakan

Pemanfaatan dan penerapana e-system dimaksudkan agara semua proses kerja dan pelayanan perpajakan berjalan dengan baik, lancar, cepat dan akurat. Beberapa e-system yang dimanfaatkan wajib pajak, yaitu :

i) e-Registration

(24)

15

j) e-SPT

e-SPT adalah penyampain SPT dalam bentu digital ke KPP secara elektrik atau dengan menggunakan media komputer. Yang dapat diaplikasikan adalah Lampiran SPT masa PPh, SPT Tahunan PPh dan SPT masa PPN.

k) e-Filling

e-Filling adalah suatu cara penyampaian SPT yang dilakukan melalui sistem online dan red time.

l) e-Payment

e-Payment adalah suatu cara pembayaran yang dapat dilakukan dengan menggunakan media elektronik online seperti internet, sehingga memudahkan wajib pajak dalam pembayaran pajak.

Dengan adanya program modernisasi ini diharpakn dapat memberi manfaat bagi wajib pajak Siti Kurnia Rahayu ( 2010 :133) sebagai berikut :

“ 1. Pelayanan yang lebih baik, terpadu dan personal, melalui :

a. Konsep One Stop Service yang melayani seluruh jenis pajak (PPh, PPN,PBB dan BPHTB)

b. Adanya tenaga Account Reprecentative (AR)dengan tugas anttara lain : a) Konsultasi untuk membantu segala pemenuhan permasalahn wajib

pajak.

(25)

16

c) Update atas peraturan perpajakan yang terbaru.

2.Pemanfaatan IT secara maksimal email, e-SPT, e-Filling dan lain-lain.

3. SDM yang profesional

a. Adanya fit and proper test dan Competency Mapping

b. Pelaksanaan kode etik yang tegas dan konsisten

c. Pemberian tunjangan khusus (Peningkatan Remunerasi)

4. Pemeriksaan yang lebih terbuka dan Profesional dengan konsep

spesialisasi penerapan”.

2.1.1.3 Indikator Modernisasi Administrasi perpajakan

Menurut Siti Kurnia Rahayu (2010:128) Modernisasi Administrasi perpajakan dilakukan pada dasarnya meliputi :

1. Perubahan dari sektor pegawai pajak

(26)

17

2. Perubahan dari sektor Kualitas pelayanan pajak a. Tempat Pelayanan Terpadu (TPT)

Tempat pelayanan terpadu adalah tempat wajib pajak menyetorkan pajak tahunan.

b. E-System Perpajakan (e-Registration, e-SPT, e-Filling, e-Payment)

E-system adalah bentuk kemajuan yang diterapkan oleh DJP.

2.1.2 Kesadaran Wajib Pajak

2.1.2.1 Pengertian Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Manik Asri (2009:137 ) definisi kesadaran wajib pajak adalah :

“Kesadaran wajib pajak adalah suatu kondisi di mana wajib pajak

mengetahui,memahami, dan melaksanakan ketentuan perpajakan dengan benar dan sukarela. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan” dan

“Kesadaran wajib pajak adalah Kesadaran wajib pajak atas fungsi

perpajakan sebagai pembiayaan negara sangat diperlukan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak, wajib pajak yang sadar akan keberadaannya sebagai warga negara yang selalu menjunjung tinggi Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar hukum penyelenggaraan negara mengetahui adanya undang-undang dan ketentuan perpajakan. Mengetahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara. memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Memahami fungsi pajak untuk pembiayaan negara. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. Menghitung, membayar,

melaporkan pajak dengan benar”.

Definisi Kesadaran menurut Jatmiko (2006) yang menyatakan bahwa :

“Kesadaran adalah keadaan mengetahui atau mengerti”.

(27)

18

untuk membayar pajak, mengatahui fungsi pajak untuk pembiayaan negara, memahami bahwa kewajiban perpajakan harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan suka rela. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar. kesadaran wajib pajak akan meningkat apabila wajib pajak memiliki persepsi positif terhadap instansi pajak. Semakin tinggi tingkat kesadaran wajib pajak maka pemahaman dan pelaksanaan kewajiban perpajakan semakin baik sehingga dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

2.1.2.2Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kesadaran dan

Kepedulian Sukarela Wajib Pajak

1. Faktor yang cukup menonjol adalah kepemimpinan, kualitas pelayanan, dan motivasi. Menurut Utomo Pudjo Susilo (2002) :

“Pelayanan masyarakat merupakan salah satu tugas untuk memberi pelayanan yang berkualitas telah menjadi obsesi yang selalu ingin dicapai, Motivasi adalah dorongan agar orang mau melakukan sesuatu dengan ikhlas dengan sebaik-baiknya, Dan kepemimpinan yang baik, pelayanan yang berkualitas dan motivasi yang baik akan dapat mempengaruhi kesadaran masyarakat untuk membayar

Pajak”.

2. Faktor ekonomi /tingkat pendapatan. Sekretaris Kamar Dagang dan Industri (KADIN) sebagaimana dikutip Rohmat Soemitro (1988:299) menyatakan :

“Masyarakat tidak akan menemui kesulitan dalam memenuhi

kewajiban membayar pajaknya kalau nilai yang harus dibayar itu masih di bawah penghasilan yang sebenarnya mereka peroleh

(28)

19

Faktor ekonomi merupakan hal yang sangat fundamental dalam hal melaksanakan kewajiban, masyarakat yang miskin akan menemukan kesulitan untuk membayar pajak, kebanyakan mereka akan memenuhi kebutuhan hidup terlebih dahulu sebelum membayar pajak, karenanya tingkat pendapatan seseorang dapat mempengaruhi bagaimana seseorang tersebut memiliki kesadaran dan kepatuhan akan ketentuan hukum dan kewajibannya (Rohmat Soemitro, 1988: 299).

2.1.2.3 Faktor Negatif yang dapat Menghambat Tingkat Kesadaran wajib

pajak dan Langkah untuk Membangun kesadaran wajib pajak

1. Faktor penghambat tingkat kesadaran Wajib Pajak menurut Utomo Pudjo Susilo (2002), Antara lain:

a. Prasangka negatif kepada aparat perpajakan

“Mereka akan cenderung menahan informasi dan tidak coperatif.

Mereka akan berusaha memperkecil nilai pajak yang dikenakan pada mereka dengan memberikan informasi sesedikit mungkin. Perlu usaha keras dari lembaga perpajakan dan media massa untuk membantu

menghilangkan prasangka negatif tersebut”.

b. Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain

“Hambatan atau kurangnya intensitas kerjasama dengan Instansi lain (pihak ketiga) guna mendapatkan data mengenai potensi Wajib Pajak

baru, terutama dengan instansi daerah atau bukan instansi vertikal”.

c. Bagi Calon Wajib Pajak

(29)

ber-20

NPWP. Data-data tentang dirinya selalu diupayakan untuk ditutupi sehingga tidak tersentuh oleh DJP”.

d. Kurangnya Informasi

“Masih sedikitnya informasi yang semestinya disebarkan dan dapat

diterima masyarakat mengenai peranan pajak sebagai sumber penerimaan negara dan segi-segi positif lainnya”.

e. Timbal balik yang tidak bisa dirasakan oleh masyarakat

“Adanya anggapan masyarakat bahwa timbal balik (kontra prestasi) pajak tidak bisa dinikmati secara langsung, bahkan wujud pembangunan sarana prasana belum merata, meluas, apalagi

menyentuh pelosok tanah air”.

f. Tidak adanya keterbukaan

“Adanya anggapan masyarakat bahwa tidak ada keterbukaan

pemerintah terhadap penggunaan uang pajak”.

2. Langkah Alternatif Membangun Kesadaran Wajib Pajak (Utomo Pudjo Susilo, 2002), antara lain :

a. Melakukan Sosialisasi

“Melakukan sosialisasi sebagaimana dinyatakan Dirjen Pajak bahwa kesadaran membayar pajak datangnya dari diri sendiri, maka menanamkan pengertian dan pemahaman tentang pajak bisa diawali dari lingkungan keluarga sendiri yang terdekat, melebar kepada tetangga, lalu dalam forum-forum tertentu dan ormas-ormas tertentu melalui sosialisasi, Dengan tingginya intensitas informasi yang diterima oleh masyarakat, maka dapat secara perlahan merubah mindset masyarakat tentang pajak ke arah yang positif, Beragam bentuk sosialisasi bisa dikelompokkan berdasarkan: metode penyampaian, segmentasi maupun

(30)

21

b. Memberikan fasilitas kemudahan

“Memberikan kemudahan dalam segala hal pemenuhan kewajiban perpajakan dan meningkatkan mutu pelayanan kepada wajib pajak, Jika pelayanan tidak beres atau kurang memuaskan maka akan menimbulkan keengganan Wajib Pajak melangkah ke kantor Pelayanan Pajak, pelayanan sebagai wajah DJP harus mencitrakan sebuah keramahan, keanggunan dan kenyamanan. Pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang dapat menciptakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan

wajib pajak”.

c. Meningkatkan Citra Saling percaya antara wajib pajak dan petugas Pajak

“Meningkatkan citra Good Governance yang dapat menimbulkan adanya rasa saling percaya antara pemerintah dan masyarakat wajib pajak, sehingga kegiatan pembayaran pajak akan menjadi sebuah kebutuhan dan kerelaan, bukan suatu kewajiban, dengan demikian tercipta pola hubungan antara negara dan masyarakat dalam memenuhi hak dan kewajiban yang dilandasi dengan rasa

saling percaya”.

d. Meberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan

“Memberikan pengetahuan melalui jalur pendidikan khususnya pendidikan perpajakan Melalui pendidikan diharapkan dapat mendorong individu kearah yang positif dan mampu menghasilkan pola pikir yang positif yang selanjutnya akan dapat memberikan pengaruh positif sebagai pendorong untuk melaksanakan

kewajiban membayar pajak”.

e. Merealisasikan prorgam yang telah direncanakan oleh Petugas Pajak

“Merealisasikan program Sensus Perpajakan Nasional yang dapat menjaring potensi pajak yang belum tergali, dengan program sensus ini diharapkan seluruh masyarakat mengetahui dan memahami masalah perpajakan serta sekaligus dapat membangkitkan kesadaran dan kepedulian, sukarela menjadi Wajib

(31)

22

2.1.2.4Indikator Kesadaran Wajib Pajak

Menurut Manik Asri (2009) Indikator Kesadaran wajib pajak adalah :

1. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan sukarela.

Menghitung pajaknya sendiri yang harus dibayarkan, membayarkan pajaknya sendiri tanpa memakai perantara dan melaporkan pajaknya sendiri ke tempat pembayara pajak dengan sukarela tanpa ada paksaan. 2. Menghitung, membayar, melaporkan pajak dengan benar.

Menghitung pajaknya sendiri yang harus dibayarkan dengan benar, membayarkan pajaknya sendiri tanpa memakai perantara dan melaporkan pajaknya sendiri ke tempat pembayara pajak dengan benar dan jika ada kesalahan lebih lanjur koreksi.

2.1.3 Kepatuhan Wajib Pajak

2.1.3.1 Pengertian Kepatuhan Wajib Pajak

Menurut James et all dalam Timbul Hamonangan (2012:84) Secara sederhana definisi kepatuhan adalah :

“Kepatuhan Wajib Pajak adalah sekedar menyangkut sejauh mana

Wajib Pajak memenuhi kewajiban perpajakannya sesuai aturan

perpajakan yang berlaku”.

Menurut Gunadi (2009) Definisi kepatuhan wajib pajak adalah :

(32)

23

memuakan bagi para wajib pajak diharapkan dapat menciptakan

kenyamanan dan kemudahan dalam memenuhi kewajiban pajak”.

Menurut Safri Nurmanto dalam Siti Kurnia (2010:138) definisi kepatuhan adalah :

“Kepatuhan dapat didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana

wajib pajak memenuhi semua kewajiban perpajakan dan

melaksanakan hak perpajakannya”.

Kewajiban dan hak perpajakan menurut Safri Nurmantu dibagi ke dalam dua kepatuhan meliputi kepatuhan formal dan kepatuhan material, Kepatuhan formal dan material ini lebih jelasnya diidentifikasi kembali dalam Keputusan Menteri Keuangan No.544/KMK.04/2000. Menurut Keputusan Menteri Keuangan No. 544/KMK.04/2000. kepatuhan wajib pajak dapat diidentifikasi dari:

“Tepat waktu dalam menyampaikan SPT untuk semua jenis pajak dalam 2 tahun terakhir; tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak; tidak pernah dijatuhi hukuman karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan dalam jangka waktu 10 tahun terakhir; dalam 2 tahun terakhir menyelenggarakan pembukuan dan dalam hal terhadap wajib pajak pernah dilakukan pemeriksaan, koreksi pada pemeriksaan yang terakhir untuk masing-masing jenis pajak yang terutang paling banyak 5%;wajib pajak yang laporan keuangannya untuk 2 tahun terakhir diaudit oleh akuntan publik dengan pendapat wajar tanpa pengecualian, atau pendapat dengan pengecualian sepanjang tidak

mempengaruhi laba rugi fiskal”.

Menurut Safri Nurmantu (2005:70), kepatuhan perpajakan didefinisikan sebagai berikut :

”suatu keadaan dimana Wajib Pajak memenuhi semua kewajiban

Gambar

Tabel 1 Rekapitulasi Skor Tanggapan Responden Mengenai Modernisasi Administrasi Perpajakan
Gambar 1 Model Penelitian
Gambar 2 Diagram Jalur Model Lengkap
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
+2

Referensi

Dokumen terkait

Citraan alam adalah kata-kata dalam aspek puisi yang dapat menggambarkan dan merepresentasikan objek alam sehingga menimbulkan kesan mental, membangun pengalaman

Jumlah layer yang digunkan pada jaringan syaraf tiruan ini mulai dari 1 hingga 5, dan hasilnya telah dibandingkan sehingga diperoleh hasil kesimpulan bahwa jaringan syaraf tiruan

Mobil A berjalan dari kota Surabaya menuju Bandung dengan kecepatan rata-rata x dengan waktu 20 jam dan berangkat 2 jam lebih dahulu dari mobil B.. Mobil B

Perjalanan ziarah adalah alat bantu mengajar, tidak saja mengajar tenang akar-akar Iman yang dimana dengan pengalaman perjalanan ziarah ke tanah suci, para peziarah dapat

Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 13 Tahun

[r]

Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar, yang dapat disingkat SKPDLB, adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena

Dari penelitian terhadap pembelajaran tenses bahasa Inggris berbasis web yang telah dilakukan, terdapat saran yang diusulkan peneliti diantaranya sebagai berikut. Perancangan