• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengendapan Sulfida Merkuri, Timbal dan Kadmium Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat yang Diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengendapan Sulfida Merkuri, Timbal dan Kadmium Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat yang Diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke"

Copied!
152
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)
(18)
(19)
(20)
(21)
(22)
(23)
(24)
(25)
(26)
(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)
(34)
(35)
(36)
(37)
(38)
(39)
(40)
(41)
(42)
(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)
(52)
(53)
(54)
(55)
(56)
(57)
(58)
(59)
(60)
(61)
(62)
(63)
(64)
(65)
(66)
(67)
(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)
(76)
(77)
(78)
(79)
(80)
(81)
(82)

. C

PENGENDAPAN SULFIDA MERKURI, TIMBAL

DAN KADMIUM MENGGUNAKAN BAKTEFU

PEREDUKSI SULFAT YANG DIISOLASI

DARI CISOLOK DAN

MUARA

ANGKE

Ole11

SANTI

AMBARWATI

PROGRAM PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(83)

SANTI AMBARWATI. Pengendapan Sulfida Merkuri, Timbal dan Kadmium Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat yang Diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke. Dibimbing oleh M.S. SAENI dan D.A. SANTOSA.

Pada saat ini mulai banyak pemanfaatan mikroorganisme dalam pengendalian masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat. Bakteri pereduksi sulfat (SRB) adalah bakteri yang pada kondisi tertentu mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi sulfida sehingga memiliki potensi untuk pengendalian sulfat dan logam berat.

Penelitian ini bertujuan untuk mengisolasi kelompok bakteri pereduksi sulfat dari Muara Angke di Jakarta serta sumber air panas Cisolok di Sukabugi. Selain itu juga bertujuan untuk mendapatkan informasi pengaruh suhu dan lama inkubasi terhadap pembentukan sulfida logam merkuri (Hg), timbal (Pb) dan kadmium (Cd) menggunakan hidrogen sulfida (H2S) yang dihasilkan oleh kelompok' hakteri

' .

pereduksi sulfat.

Masing-masing lima isolat kelompok SRB telah diisolasi dari kedua lhkaii, tersebut dan dipilih masing-masing satu isolat unggul untuk pengujian pengaruh suhu. , (35, 50 dan 65 OC) dan lama inkubasi (7, 14 dan 21 hari) terhadap pembentukan -'

*

sulfida logam Hg, Pb dan Cd serta konsentrasi sulfat.
(84)

Judul Tesis : Pengendapan Sulfida Merkuri, Timbal dan Kadmium Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat yang Diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke

Nama : Santi Arnbanvati

NRP : P 10500013

Program Studi : Ilmu Lingkungan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam

Menyetujui, 1. Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni, MS Ketua

Mengetahui,

Anggota

2. Ketua Program Studi Ilmu Lingkungan 3. Direktur Program Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. M. Sri Saeni. MS

(85)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 25 November 1968 sebagai anak sulung dari keluarga Isbani Santoso (almarhum) dan Isye Sugiharti. Setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Analis Kimia Bogor tahun 1988, pada tahun yang sama mulai beke rja di SEAMEO BIOTROP hingga saat ini.

Tahun 1991 melanjutkan pendidikan S1 di Jurusan Kirnia Fakultas MIPA

(86)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga penelitian dan penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksmakan sejak bulan Juni 2001 sampai dengan Mei 2002 ialah imobilisasi logam berat, dengan judul Pengendapan Sulfida Merkuri, Timbal dan Kadrnium Menggunakan Bakteri Pereduksi Sulfat yang Diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke..

Terima kasih penulis sampaikan kepada SEAMEO Regional Center for Graduate Study and Research in Agriculture (SEARCA) atas beasiswa yang telah diberikan, Direktur SEAMEO BIOTROP : Prof. Dr. Ir. H. Sitanala Arsyad yang telah memberikan ijin penggunaan fasilitas Laboratorium di BIOTROP, Prof. Dr. Ir.

M. Sri Saeni MS serta Dr.

Ir.

Dwi Andreas Santosa MS selaku pembimbing. Disarnping itu, penghargaan dan ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada para Guru dan Dosen yang telah memberikan bimbingan kepada penulis, rekan-rekan di Laboratorium Bioteknologi Lingkungan PPLH-IPB Darmaga, Services Laboratory dan Perpustakaan SEAMEO BIOTROP.

Ungkapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kedua orang tua, suami dan putri kami serta seluruh keluarga, atas segala doa, dukungan dan kasih sayang yang telah diberikan.

Semoga tulisan ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2002

(87)

DAFTAR IS1

... DAFTAR TABEL

...

.

.

...

viii DAFTAR GAMBAR

...

x

DAFTAR LAMPIRAN

...

xi

I

.

PENDAHULUAN

1

.

1. Latar Belakang

...

.

.

...

1

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

...

3 1.3. Hipotesis

...

4 1.4. Perurnusan Masalah dan Kerangka Pernikiran

...

4 I1

.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Logam Berat Terhadap Lingkungan Perair an

....

6

2.2. Logam Merkuri (Hg)

...

8 2.3. Logarn Timbal (Pb)

...

14 2.4. Logam Kadmium (Cd)

...

18 2.5. Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB)

...

21

111

.

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

...

3.2. Bahan dan Alat

...

3.3. Pelaksanaan Penelitian

...

...

Sampling

Isolasi dan Pemumian Bakteri Pereduksi Sulfat

...

Karakterisasi Bakteri Pereduksi Sulfat

...

Pengujian Akivitas Bakteri Pereduksi Sulfat

...

Rancangan Percobaan

...

N

.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Isolasi Bakteri Pereduksi Sulfat dari Cisolok dan Muara

Angke

...

31 4.2. Karakterisasi Bakteri Pereduksi Sulfat: Pengaruh Suhu dan

Lama Inkubasi

...

33 4.3. Pengujian Aktivitas Bakteri Pereduksi Sulfat

...

36

V

.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

...

47

...

Saran 47

(88)

Teks

...

Nilai LCso 96 jam (mg

L')

beberapa biota laut

Konsentrasi total merkuri dan metil merkuri dari air dan sedimen di sungai Tapajos, Amazon

...

Kelompok utama organisme yang terlibat dalam siklus sulfur Pengukuran pH, suhu dan sulfat pada sampel air Cisolok dan Muara Angke

...

Sepuluh isolat SFU3 berpotensi unggul yang diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke

...

Pengukuran kekeruhan sel SFU3 menggunakan turbidimeter

...

Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap

. 2+

konsentrasi Hg (ppm)

...

Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap . 2+

...

konsentrasi Pb (pprn)

Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap

2+

ko lsentrasi Cd (ppm).

...

Pengaruh isolat, iama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap

.

2-

konsentrasi SO4 (ppm)

...

Tabel Lampiran

No Teks

1. Komposisi Medium Posgate B untuk Pereduksi Sulfat

...

2. Hasil pengamatan terhadap isolat-isolat SRB yang diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke

...

Halaman

8

Halaman

(89)

3. Analisis sidik ragam pengaruh isolat, suhu, lama inkubasi dan interaksinya terhadap konsentrasi merkuri pada medium

...

Posgate B yang diberi SRB

4. Analisis sidik ragam pengaruh isolat, suhu, lama inkubasi dan interaksinya terhadap konsentrasi timbal pada medium

...

Posgate B yang diberi SRB

5. Analisis sidik ragam pengaruh isolat, suhu, lama inkubasi dan interaksinya terhadap konsentrasi kadmium pada medium

...

Posgate B yang diberi

SRB

6 . Analisis sidik ragam pengaruh isolat, suhu, lama inkubasi dan

interaksinya terhadap konsentrasi sulfat pada medium

...

(90)

DAFTAR GAMBAR

Teks Halaman

...

Kerangka pemikiran penelitian

.

.

...

Siklus merkuri di pertambangan emas

...

.

.

...

...

Siklus biologis sulfur

Sepuluh isolat SRB berpotensi unggul yang diisolasi dari

...

Cisolok (C) dan Muara Angke (A)

Kultur campuran bakteri pereduksi sulfat yang diisolasi dari Muara Angke dengan pembesaran 400x

...

Kultur campuran bakteri pereduksi sulfat yang diisolasi dari sumber air panas Cisolok dengan pembesaran 400x

...

Pengukuran kekeruhan SRB dari Cisolok (""") dan Muara Angke

(-1

menggunakan turbidimeter..

...

Pengaruh jenis isolat terhadap konsentrasi H~'+, pb2+ dan

Cd2+. ... .. ... .. ...

Pengaruh lama inkubasi terhadap konsentrasi H ~ " , pb2+ dan

Cd2+. ...

10. Pengaruh suhu inkubasi terhadap konsentrasi H ~ ~ + , pb2+ dan

Cd2.. ...

11. Pembentukan sulfida logam pada media Postgate B berisi isolat SRB dari Cisolok (C), Muara Angke (A) serta tanpa penambahan isolat (K) yang diisolasi pada 65

OC

selama 21

Gambar Lampiran

(91)

DAFTAR LAMPIRAN

Teks

1. Penetapan Merkuri Metoda Spektrofotometri Serapan Atom Uap Dingin ...

(92)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pada saat ini masyarakat modem tengah menghadapi banyak masalah lingkungan dan pendekatan secara biologi mulai banyak dilakukan untuk mengatasi masalah lingkungan tersebut. Menurut Citroreksono (1996) serta Said dan Fauzi (1996), bioteknologi lingkungan merupakan salah satu cara pemulihan komponen lingkungan secara biologis (bioremediasi) yang dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan masalah lingkungan. Salah satu masalah lingkungan yang dapat diminimalkan melalui pendekatan bioteknologi adalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh logam berat.

Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di alam namun dengan kadar yang sangat rendah. Kadar logarn berat akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan laut. Logam berat memasuki lingkungan perairan alami melalui saluran pernbuangan dan hanya sebagian kecil yang dibuang ke perairan setelah melalui perlakuan. Logam berat yang sangat toksik ini sangat sukar terurai dan banyak terdapat di lingkungan. Logam berat tersebut antara lain adalah merkuri (Hg), timah hitam atau timbal (Pb) dan kadmium (Cd) (Connel &

(93)

Pada saat ini telah banyak mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mendekontaminasi efluen yang mengandung logam berat. Mikroorganisme yang digunakan dapat berbentuk kultur murni maupun campuran dan mampu bekerja sebaik tanaman lebih tinggi (Kauffman et al., 1986) Salah satu contoh pemanfaatan bioteknologi lingkungan untuk mengatasi pencemaran oleh logam

Hg telah dilaporkan oleh Canstein et al., (1999). Mereka mengisolasi strain bakteri resistan merkuri (Pseudomonas putida Spi 3) dari sedimen sungai tercemar dengan efisiensi retensi 90-98 %. Penemuan ini menjadi biological treatment bagi limbah pabrik elektrolisis klor akali.

Bakteri pereduksi sulfat (SRB) adalah bakteri yang pada kondisi tertentu mampu mereduksi senyawa sulfat menjadi sulfida. Menurut Brierley dan Brierley (1997), kelompok bakteri pereduksi sulfat banyak digunakan dalam pengendalian sulfat dan logam berat. Bakteri pereduksi sulfat yang termasuk dalam genus

Desulfovibrio dan Desulfotomaculurn mengoksidasi senyawa organik maupun Hz

menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron menghasilkan H2S dan bikarbonat (Reaksi 1 dan 2). Sulfida yang dihasilkan pada reaksi 1 dan 2, kemudian bereaksi dengan ion logam berat untuk selanjutnya membentuk logam sulfida yang mengendap dan sukar larut (Reaksi 3).

(94)

2 CHzO + ~0.4'-

+

H2S

+

2 HCOF (Reaksi 1)

Bahan organik

5

HZ

+

~ 0 4 ' -

-+

H2S

+

4 H20

+

2e (Reaksi 2)

M2+

+

s2-

-+

M S & (Reaksi 3)

Secara umum, keberadaan kelompok bakteri pereduksi sulfat pada lingkungan anoksik dapat diketahui dari pembentukan sedimen yang berwama hitam dan bau khas dari gas hidrogen sulfida. Untuk mengetahui laju reduksi sulfat dapat dilakukan dengan cara mengukur penyusutan konsentrasi sulfat maupun akumulasi sulfida yang terbentuk (Suflita et al. 1997).

Penelitian ini mengkaji upaya pengendapan sulfida Hg, Pb dan Cd dengan memanfaatkan kemampuan kelompok bakteri sulfat dalam mereduksi sulfat menjadi sulfida.

1.2. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengisolasi kelompok bakteri pereduksi sulfat dari ekosistem laut yang tercemar, Muara Angke di Jakarta serta sumber air panas Cisolok, Sukabumi.

(95)

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat mernberikan informasi dalam pengelolaan limbah yang mengandung Hg, Pb dan Cd secara biologis.

1.3. Hipotesis

Pada kondisi yang sesuai, kelompok bakteri pereduksi sulfat dapat menghasilkan gas hidrogen sulfida yang dapat mengendapkan logam-logam tertentu. Serangkaian uji efektifitas yang dilakukan terhadap kelompok bakteri tersebut akan dapat memberikan informasi tentang kondisi optimal dalam pengendapan logam yang dikehendaki.

1.4. Perumusan Masalah dan Kerangka Pemikiran

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, dapat dibuat rumusan masalah sebagai berikut : bagaimana mengisolasi dan mengoptimasi kondisi kelompok bakteri pereduksi sulfat untuk mengendapkan Hg, Pb dan Cd sebagai garam sulfidanya.

Kerangka Pemikiran.

(96)

pengendapan, pengenceran, dispersi dan metilasi oleh aktivitas mikroba dan selanjutnya akan diserap oleh organisme di perairan tersebut. Organisme laut akan mengalami biomagnifikasi dalam rantai makanan dan akhimya mencemari manusia. Kerangka pemikiran penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Imobilisasi merkuri oleh

9Rn

Manusia

0

Mencemari sungai

dan laut

Keterangan :

SRB = Sulfate reducer bacteria (Bakteri pereduksi sulfat)

[image:96.552.69.481.198.667.2]

M = Logam

(97)

11.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pencemaran Logam Berat Terhadap Lingkungan Perairan

Logam berat adalah unsur-unsur kimia yang mempunyai bobot jenis lebih besar dari 5 .g1cm3 serta mempunyai afinitas yang tinggi terhadap unsur S. Dalam daftar periodik, logam berat bernomor atom 22 sampai dengan 92 terletak pada periode 4 sampai 7 dan merupakan kation. Afinitas yang tinggi terhadap unsur S menyebabkan logam ini rnenyerang jembatan disulfida dalam enzim, sehingga enzim menjadi inaktif. Logam berat yang nonesensial dapat bersenyawa dengan protein jaringan dan tertimbun lalu pada akhimya berikatan dengan protein sebagai metalotionein yang bersifat toksik ( Darmono, 1995).

Secara alamiah berbagai unsur logam berat terdapat dalam air laut . Unsur logam ini berasal dari sedimen yang dibawa oleh air sungai, erosi atau jatuhan debu di atmosfer. Peningkatan kadar logam berat dapat juga disebabkan oleh meningkatnya kegiatan manusia dalam sektor pertambangan, pertanian dan industri (Hariono, 1998).

(98)

air membentuk senyawa dan diserap oleh tanaman air, sehingga terakumulasi dalam tanaman dan hewan air. Setelah itu logam bersenyawa dengan bahan kimia dalam jaringan dan membentuk senyawa organik (Gaad, 1990).

Kantor Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup telah

mengelompokkan sifat toksisitas logam berat ke dalam 3 kelompok, yaitu (1) bersifat toksik tinggi yang terdiri unsur-unsur Hg, Pb, Cd, Cu dan Zn, (2) bersifat toksik menengah yang terdiri atas unsur-unsur Cr, Ni clan Co, dan (3) bersifat toksik sangat rendah yang terdiri atas unsur-unsur Mn dan Fe. (Mulyaningsih,l998).

Secara alamiah, unsur logam berat terdapat di alam namun dengan kadar yang sangat rendah. Kadar logam berat akan meningkat bila limbah perkotaan, pertambangan, pertanian dan perindustrian yang banyak mengandung logam berat masuk ke lingkungan laut.

(99)

8

Tabel 1. Nilai LCso 96 Jam (mg L-') beberapa logam terhadap biota laut

Sumber : Connel dan Miller (1995) Kelompok mahluk hidup Ikan Crustaseae Moluska Polychaeta Echindodermis

2.2. Logam Merkuri (Hg)

Merkuri adalah unsur stabil yang terdapat secara alami dalam bentuk berbagai senyawa. Merkuri banyak digunakan dalam berbagai terapan industri karena sifat caimya pada suhu kamar, mampu mengantarkan arus listrik, dan mampu membentuk amalgam dengan hampir semua logam biasa.

Penggunaan merkuri secara besar-besaran adalah dalam industri klor alkali yang memproduksi gas klor (Clz) dan kaustik soda (NaOH) melalui elektrolisis larutan garam NaCI. Kegunaan merkuri dalam proses ini didasarkan pada sifatnya yang berupa cairan, konduktivitas listriknya, dan kemampuannya membentuk amalgam dengan logam natrium. Fungsi merkuri dalam proses ini adalah sebagai katode dari sel elektrolisis (Sunu, 2001).

Selama berabad-abad, merkuri digunakan sebagai diuretik, antibakteri, antiseptik, dan salep kulit. Sekarang ini cara pengobatan yang lebih efektif dan spesifik telah menggantikan Hg. Tanda keracunan Hg dari obat jarang terjadi, namun demikian keracunan Hg dari pencemaran lingkungan semakin terlihat. Kadar Hg di udara, tanah dan air telah meningkat karena (1) penggunaan bahan

Logam (mg L-')

Ni 350 6.47 72-320 24-72 150 Pb 188

-

-

7.7- 20

-

Zn 60 0.4-50 10-50 1.8-55 39 Cd 22-25 0.015-47 2.2-35 2.5-12.1 0.82 Co

-

4.5

-

-

-

Cr
(100)

bakar fosil yang mengandung Hg dalam jumlah besar; dan (2) meningkatnya penggunaan Hg di bidang industri dan pertanian. Selama berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun epidemi keracunan Hg pada hewan dan manusia telah mengalami salah diagnosis. Sebab keterlambatan diagnosis yang tragis ini antara lain karena onset yang lambat, tanda klinis dini yang tidak jelas, dan profesi kedokteran tidak mengenal penyakit tersebut (Klaassen, 1980).

Tingkat bahaya Hg yang tinggi dapat diketahui dari banyaknya korban yang tewas akibat keracunan Hg. Menurut Lacerda et al. (1995), sampai tahun 1995 diperkirakan lebih dari 800 orang tewas dan lebih dari 17.000 orang di dunia menderita sakit karena keracunan Hg. Semakin beragamnya pemakaian Hg telah menimbulkan dampak pencemaran ikan di banyak wilayah sehingga mengakibatkan kerugian ekonomi bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada perikanan dan sumberdaya perairan lainnya

(101)

Minamata yang mengkonsumsi ikan dalam jumlah besar menjadi korban pertama. Di Amerika Serikat, keracunan serupa tejadi akibat dikonsurnsinya daging babi yang diberi makan biji-bijian yang telah diawetkan dengan fungisida organomerkuri.

Hg merupakan racun sistemik dan dapat terakumulasi pada hati, ginjal, limpa dan tulang. Oleh tubuh sebagian Hg dapat dieksresikan lewat urine, feses, keringat, saliva dan air susu. Secara umum, keracunan Hg menimbulkan gejala gangguan susunan saraf pusat seperti kelainan kepribadian dan tremor, konvulsi, pikun, insomnia, kehilangan kepercayaan diri, iritasi, depresi dan rasa ketakutan (WHO, 1990).

Keberadaan Hg di alarn berasal dari pelepasan secara alamiah maupun dari kegiatan manusia. Selain pabrik klor alkali dan fungisida, salah satu kegiatan manusia yang menghasilkan limbah Hg secara besar-besaran adalah penambangan emas. Masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan pemanfaatan Hg dalam pertambangan emas dan perak telah banyak dilaporkan (Hariono, 1998). Siklus Hg di pertarnbangan emas dapat dilihat pada Gambar 2.

Deposisi

[image:101.552.70.482.508.681.2]
(102)

Lacerda et al. 1995, mengklasifikasikan Hg di alam ke dalam tiga kelompok yaitu :

1) Unsur Hg.

2) Garam Hg misalnya Hg klorida serta oksida Hg

3) Senyawa-senyawa alkil, yaitu senyawa Hg yang mengandung gugus metil

(-CH3) maupun gugus etil (-C2H5)

Unsur Hg adalah Hg bebas yang paling mudah menguap. Pemaparan manusia terhadap uap Hg sudah lama dikenal dan sebagian besar disebabkan oleh jenis pekerjaan seseorang. Pemaparan kronis Hg dalam udara adalah akibat kontaminasi yang tidak disengaja dalam ruangan berventilasi b u d , misalnya dalarn laboratorium penelitian.

Garam Hg terdapat dalam bentuk garam monovalen dan divalen. HgCI2 atau kalomel merupakan senyawa Hg yang paling dikenal, masih terdapat dalam sejurnlah krim kulit sebagai antiseptik dan dulu dipakai sebagai diuretik atau katartik. Hg anorganik merupakan salah sat11 racun yang sangat kuat dan masih digunakan dalam industri klor alkali.

Senyawa alkil maupun organomerkuri yang digunakan dewasa ini mengandung Hg dengan satu ikatan kovalen dengan atom karbon. Hal ini merupakan suatu kelompok senyawa heterogen, dan masing-masing mempunyai kemampuan yang berbeda untuk menghasilkan efek toksik. Dibandingkan senyawa Hg lainnya, alkilmerkuri merupakan senyawa Hg yang paling berbahaya.

(103)

bentuk metil ini lebih mudah diserap oleh mahluk hidup daripada Hg bebas maupun anorganik. Beberapa organisme mempunyai kemampuan yang besar dalam menyerap metil merkuri, sehingga berpotensi untuk mengakumulasi Hg. Hal inilah yang menyebabkan Hg dapat diketemukan secara luas pada hewan maupun tumbuhan di air dan di darat. Mikroba-mikroba yang berperan dalam metilasi Hg terlarut antara lain yaitu streptococcus, staphylococcus, lactobacillus, ragi dan cendawan.

Metil merkuri dapat diserap oleh biota perairan sehingga terjadi biomagnifikasi pada rantai pangan. Tabel 2 memperlihatkan konsentrasi metil merkuri yang mencapai 10% dari kandungan merkuri total dalam air, namun hanya 2% dari kandungan Hg total sedimen di Sungai Tapajos, Amazone (Lacerda et al., 1995)

Tabel 2. Konsentrasi total merkuri dan metil merkuri dari air dan sedimen di sungai Tapajos, Amazon.

(Lacerda et al., 1995)

Farmakokinetik Merkuri

Hg mudah membentuk ikatan kovalen dengan sulfir, dan sifat inilah yang mendasari sebagian besar efek biologisnya. Apabila s u l h terdapat dalam bentuk Persen total metil

merkuri 8.8 8.4 0.6 2.2 Air (ngll) Itaituba Itaituba selatan Sedimen (p k g )

(104)

sulfhidril, maka Hg divalen menggantikan atom hidrogen membentuk merkaptida, X-Hg-SR dan Hg (SR)2. X menunjukkan suatu radikal elektronegatif dan R adalah protein. Hg organik membentuk merkaptida tipe RHg-SR'. Akibatnya aktivitas gugus sulfhidril terhambat, sehingga metabolisme dan fimgsi gel terganggu (Klaassen, 1980).

Unsur Hg. Unsur Hg tidak toksik bila termakan karena absorpsi dari saluran cerna sangat rendah dan Hg dalam bentuk ini tidak bereaksi dengan molekul penting secara biologis. Uap Hg yang terhirup diserap seluruhnya oleh paru dan dioksidasi menjadi kation merkuri divalen oleh katalase dalam eritrosit. Garam Hg Anorgauik. Garam Hg yang larut ( H ~ ~ + ) memasuki sirkulasi bila diberikan secara oral dan sejumlah besar H ~ ~ + tetap terikat pada mukosa usus. Sedangkan senyawa Hg anorganik yang tidak dapat larut seperti kalomel (HgCI2), bisa mengalami oksidasi menjadi senyawa yang larut yang lebih mudah diabsorpsi. Kadar tertinggi H~~~ diternukan dalam ginjal dan bertahan lebih lama daripada di jaringan lain. Kadar Hg anorganik d;lam darah sama tinggi dengan dalam plasma. Hg anorganik sukar melewati sawar darah otak (blood brain

barrier) maupun plasenta dan logam ini diekskresi melalui urin dan tinja.

(105)

anorganik. Metil merkuri terdistribusi ke seluruh jaringan lebih merata daripada garam anorganik sehingga sebagian besar Hg organik terdapat dalam sel darah merah. Ikatan karbon-merkuri dari beberapa Hg organik terurai setelah diabsorpsi. Penguraian ini sangat lambat pada metil merkuri dan Hg anorganik yang terbentuk tidak berperan dalam toksisitasnya. Salah satu bentuk aril merkuri, misalnya merkurofen, mempunyai ikatan merkuri karbon yang labil dan toksisitas senyawa ini serupa dengan toksisitas Hg anorganik.

Hubungan antara kadar Hg anorganik dalam darah dan toksisitasnya tergantung dari bentuk paparan. Misalnya paparan uap Hg mengakibatkan kadar dalam otak kira-kira sepuluh kali lebih tinggi daripada kadar akibat paparan garam Hg anorganik dengan dosis sama.

Kadar Hg dalam urin juga digunakan sebagai ukuran kandungan Hg dalam tubuh. Batas tertinggi untuk ekskresi Hg dalam urin pada orang normal adalah 25

pgll. Terdapat suatu hubungan linear antara kadar dalam plasma dan ekskresi Hg

dalam urin setelah paparan uap Hg. Hal ini terbukti pada pekerja sebuah pabrik

klor alkali yang mengalami tremor bila kadar dalam urin mencapai 500 pg/l. Tetapi, ekskresi Hg dalam urin bukan merupakan indikator bagi jumlah metil merkuri dalam darah, karena metil merkuri sebagian besar dieliminasi dalam tinja.

2.3. Logam Timbal (Pb)

(106)

baterei kendaraan bermotor seperti timbal dalam bentuk logam itu sendiri dan komponen-komponennya. Timbal banyak digunakan untuk cat, pestisida dan bahan anti letup kendaraan bermotor. Disamping itu, timbal juga banyak digunakan dalarn peralatan pelengkap berbahan kuningan untuk pipa air minum, produk mainan, lapisan kaca keramik yang melapisi banyak jenis porselen dan peralatan makan.

Makanan dan minuman yang bersifat asam, seperti air tomat, air buah, minuman kola, air ape1 dan asinan dapat melarutkan Pb yang terdapat pada lapisan mangkuk dan panci. Makanan dan minuman yang terkena kontarninasi tersebut menyebabkan keracunan fatal pada manusia. Pb juga merupakan kontaminan pada wiski yang disuling secara gelap di Amerika Latin karena digunakannya radiator mobil sebagai kondensor, dan komponen lain yang disolder dengan Pb.

(107)

Farmakokinetik Timbal

Absorpsi Pb terutama melalui saluran cema dan saluran nafas. Absorpsi melalui usus pada orang dewasa kira-kira 10 % sedangkan pada anak kira-kira 40 % .Tidak banyak yang diketahui tentang absorpsi Pb dari saluran cema. Ada dugaan bahwa timbal (Pb) dan kalsium (Ca) berkompetisi dalam transport lewat mukosa usus, karena ada suatu hubungan timbal balik antara kadar Ca makanan dan absorpsi Pb. Selain itu, kekurangan zat besi dilaporkan dapat meningkatkan absorpsi Pb melalui saluran cema. Absorpsi Pb yang dihirup berbeda-beda tergantung dari bentuk (uap atau partikel) dan kadar Pb. Kira-kira 90 % partikel Pb di udara diabsorpsi melalui saluran napas (Klaassen, 1980).

Pb anorganik mula-mula terdistribusi di jaringan lemak, terutama dalam ginjal dan hati. Kemudian Pb mengalami redistribusi ke dalam tulang (95 %), gigi dan rambut. Sejumlah kecil Pb anorganik ditimbun dalam otak, sebagian besar dari jumlah tersebut berada di substansia grisea dan ganglia basal. Harnpir semua Pb anorganik terikat dengan eritrosit dalam sirkulasi. Bila kadar Pb relatif tinggi dalam sirkulasi, barulah ditemukan Pb dalam plasma.

Akumulasi Pb dalam tulang mirip dengan akumulasi Ca, tetapi sebagai Pb

(108)

berupa cincin dengan densitas tinggi pada pusat osifikasi tulang rawan epifisili, juga sebagai garis transversal pada diafisis. Gambaran tersebut khas untuk diagnosis keracunan Pb pada anak.

Menurut Klaassen (1980), faktor yang mempengaruhi distribusi Ca juga mernpengaruhi distribusi Pb. Selain itu, asupan fosfat yang tinggi akan rnempermudah penirnbunan Pb dalam tulang dan mengurangi kadar Pb dalam jaringan lunak. Asupan Ca dosis tinggi tanpa peninggian asupan fosfat menyebabkan efek serupa, disebabkan persaingan dalam pengikatan fosfat antara Pb dan Ca. Jika fosfat cukup, vitamin D mempermudah penimbunan Pb dalam tulang; bila fosfat kurang, deposisi Ca melebihi Pb.

Pada hewan uji, ekskresi Pb melalui empedu dan tinja jumlahnya jauh lebih banyak daripada yang dikeluarkan melalui win. Pada manusia ekskresi Pb melalui urin lebih penting, dan kadar Pb dalam urin berbanding langsung dengan kadarnya dalam plasma. Tetapi kebanyakan Pb berada dalam eritrosit sehingga sangat : edikit Pb ditemukan dalam urin.

Pb juga diekskresi melalui AS1 dan keringat, ditimbun dalam rambut dan kuku. Selain itu Pb juga dapat mencapai plasenta. Waktu paruh Pb dalam darah adalah 1 -2 bulan, kadar mantap (steady state concentration) dicapai dalam waktu kira-kira 6 bulan. Namun demikian kadar Pb dalam tulang meningkat, dan waktu paruh dalam tulang diperkirakan 20-30 tahun.

(109)

hari. Orang normal dengan asupan Pb 0,6 mg per hari dalam jangka sangat lama dapat menderita keracunan. Asupan Pb yang lebih besar dari 0,6 mg per hari mempercepat akumulasi dan timbulnya keracunan. Misalnya dengan asupan Pb

2,s mg/hari keracunan terjadi setelah 4 tahun, sedangkan asupan 3,5 mglhari hanya memerlukan waktu beberapa bulan.

Paparan Pb kadang-kadang menimbulkan kemunduran mental yang jelas dan progresif pada anak. Kadar Pb dalam darah anak antara 0,30-0,50 ppm, meningkatkan frekuensi kejadian hiperkinetik dan rnenyebabkan penurunan IQ yang berarti (Klaassen, 1980).

2.4. Logam Kadmium (Cd)

(110)

udara namun bagi kebanyakan penduduk yang paling utama ialah pada kontarninasi makanan. Bahan makanan yang tidak tercemar mengandung kadmium kurang dari 0,051 pg/g berat basah, dan jumlah asupan rata-rata per hari

kira-kira 50 pg. Air minum biasanya tidak memberikan tambahan yang berarti

bagi tingkat cemaran Cd, tetapi rokok sebaliknya. Setiap batang rokok mengandung 1 sampai 2 pg Cd. Walaupun absorpsi Cd melalui paru 10 % dari

jumlah Cd yang terkandung dalam rokok, mengisap satu bungkus rokok per hari berarti mengkonsumsi kira-kira 1 mg Cd per tahun. Kerang serta hati dan ginjal hewan merupakan bahan makanan yang mengandung Cd melebihi 0,05 pglg.

Bila beras dan gandum terkontaminasi Cd dari tanah dan air, maka kadar Cd bisa

meningkat secara mencolok menjadi 11 pg/g.

Setelah Perang Dunia I1 sejumlah besar masyarakat Fuchu Jepang, menderita nyeri reumatik serta otot dan gejala tersebut diberi nama itai-itai. Kemudian diketahui bahwa Cd yang berasal dari limbah sebuah pabrik pengolahan Pb-seng telah mencemari sawah setempat (Klaassen, 1980).

Farmakokinetik Kadmium

Cd sukar diabsorpsi darl saluran cerna. Absorpsinya pada hewan uji kira- kira 1,s %, dan pada manusia kira-kira 5 %. Absorpsi Cd melalui saluran napas para perokok antara 10-40%. Selanjutnya Cd diangkut dalam darah, sebagian besar terikat pada sel darah merah dan albumin. Setelah distribusi, kira-kira 50 %

(111)

dalam tubuh berkisar antara 10-30 tahun. Eliminasi Cd melalui feses secara kuantitatif lebih penting daripada melalui urin.

Keracunan akut biasanya terjadi karena menghirup debu dan asap yang mengandung kadmium oksida maupun garam Cd yang termakan. Efek toksik ini disebabkan oleh peradangan setempat. Cd yang termakan akan menimbulkan mual, muntah, salivasi, diare dan kejang perut. Tanda dan gejala yang timbul dalam waktu beberapa jam meliputi peradangan saluran napas atas, sakit dada, mual, pusing dan diare.

Efek toksik paparan kronis Cd agak berbeda, tergantung dari caranya masuk ke dalarn tubuh. Ginjal terkena akibat paparan melalui paru atau saluran cerna. Efek yang berarti pada paru hanya terlihat setelah adanya paparan lewat

jalan napas. Kadar Cd 200 pglg dalam ginjal, akan menyebabkan cedera ginjal dan ada kemungkinan bahwa metalotionein sebagai pengikat kadmium, melindungi ginjal pada kadar kadmium yang lebih rendah.

(112)

2.5. Bakteri Pereduksi Sulfat (SRB)

Sulfur (S) merupakan salah satu unsur penting dalam proses biogeokimia. S u l h menyusun sekitar 1% bobot kering organisme dan berperan dalam banyak fimgsi enzimatik maupun struktural. Selain itu, S dapat berfungsi sebagai donor elektron maupun akseptor elektron pada metabolisme bakteri (Hines et al., 1997)

Menurut Trudinger (1997), sulfur memiliki valensi +6 sampai -2. Sulfur yang paling melimpah di alam memiliki valensi +6 (dalam bentuk sulfat dan ester sulfat). Sulfur valensi 0 berupa unsur s u l h dan sulfur valensi -2 berupa sulfida.

Beberapa bakteri mampu menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron terminal dalam respirasi anaerobik dan proses yang dilakukan oleh bakteri yang menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron disebut reduksi disimilatori. Kelompok bakteri ini dikenal sebagai pereduksi anaerob obligat dan termasuk di dalamnya adalah Desulfovibrio dan Desulfotomaculum (Krouse dan M c Cready,

1979).

(113)

2 CH20 +

sod2-

-+

HzS

+

2 HCO3-

Bahan organik

(Reaksi 1)

5 Hz

+

sod2-

-+

H2S + 4 H 2 0

+

2e (Reaksi 2)

M ~ +

+

s2-

+

M S & (Reaksi 3)

Bakteri pereduksi sulfat mengoksidasi senyawa organik maupun Hz menggunakan sulfat sebagai akseptor elektron menghasilkan H2S dan bikarbonat (Reaksi 1 dan 2). Sulfida yang dihasilkan pada reaksi 1 dan 2, kernudian bereaksi dengan ion logam berat (M~+) untuk selanjutnya membentuk logam sulfida yang mengendap dan sukar larut (Reaksi 3). Menurut Vogel (1979), nilai tetapan kelarutan untuk HgS, PbS dan CdS berturut-turut adalah 3 x 3.4 x d m 3.6

x

molll. Berdasarkan nilai tetapan kelarutan tersebut maka dapat diketahui bahwa ketiga senyawa sulfida logam tersebut relatif stabil dan sukar

Secara mum, keberadaan kelompok bakteri pereduksi sulfat pada lingkungan anoksik dapat diketahui dari pembentukan sedimen yang benvarna hitarn dan bau khas dari gas hidrogen sulfida. Untuk mengetahui laju reduksi sulfat dapat dilakukan dengan cara mengukur penyusutan konsentrasi sulfat maupun akumulasi sulfida yang terbentuk (Suflita et a[., 1997).

(114)

Selanjutnya Brierley dan Brierley (1997) melaporkan salah satu aplikasi pernanfaatan kelompok SiU3 dalam pengendalian cemaran logam berat terhadap air tanah di Belanda. Sedikitnya 5000 m3 air tanahlhari yang terkontaminasi logam berat dan sulfat dapat dikurangi kandungan sulfat dan logam beratnya menggunakan SRB. H2S dapat diproduksi rnelalui reaktor terpisah maupun reaktor yang sama dengan air tanah yang diolah. Kelebihan H2S dialirkan ke dalam bioreaktor aerobik dan selanjutnya mengalami oksidasi menjadi sulfir elementer oleh aktivitas bakteri Thiobacillus. Sulfida logam yang telah mengendap maupun unsur sulfur dapat diperoleh kembali (Reaksi 4).

2 H2S

+

O2 ---b 2s'

+

2 H20 (reaksi 4)

Menurut Schlegel dan Schmidt (1994), bakteri pereduksi sulfat merupakan kelompok fisiologik yang dicirikan oleh kemampuannya dalam mereduksi sulfat dengan menggunakan ion sulfat sebagai akseptor elektron dan menghasilkan gas hidrogen sulfida. Sebagai donor elektron pada reaksi tersebut adalah senyawa-senyawa organik sederilana berbobot molekul rendah seperti laktat, asetat, propionat, butirat, format, etanol, asam-asam lemak berbobot molekul tinggi serta hidrogen.

(115)

111. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian yang berupa isolasi, karakterisasi, uji aktivitas bakteri pereduksi sulfat, analisis kandungan sulfat dan logam berat dilaksanakan di Laboratorium Kimia Tanah, SEAMEO BIOTROP, Bogor. Penelitian ini dilaksanakan mulai akhir bulan Juni 2001 sampai dengan Mei 2002.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah sampel sedimen tanah yang diperoleh dari beberapa tempat di sumber air panas Cisolok dan Muara Angke, serta bahan- bahan kimia yang digunakan dalarn mengisolasi, karakterisasi, uji aktivitas SRB serta menganalisa konsentrasi sulfat maupun logam Hg, Pb dan Cd.

Alat-alat yang digunakan meliputi neraca analitik, pH meter, autoklaf, inkubator, anaerobic chamber, Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS), Turbidimeter, mikroskop, serta peralatan gelas.

3.3. Pelaksanaan Penelitian

(116)

Sampling

Sampel diambil secara representatif bagi daerah sampling untuk menentukan mikroba yang akan diisolasi. Pengambilan sampel dilakukan secara acak (random) di lokasi sampling dengan memperhatikan faktor ketinggian lokasi dan perbedaan fisik bahan. Banyaknya sampel sekitar 100 g (untuk sedimen) atau

100 rnl (untuk air) disimpan secara anaerob dalam botol bertutup rapat.

Isolasi dan Pemurnian Bakteri Pereduksi Sulfat

Kegiatan Isolasi dilakukan dengan cara mengencerkan 1 gram sedimen tanah ke dalam tabung reaksi berisi 9 ml larutan garam fisiologis (Larutan NaCl 0.85%) yang telah disterilkan. Larutan ini dikocok memakai vorteks selama 1 menit setelah itu didiamkan selama beberapa menit untuk mengendapkan bagian yang kasar. 1 ml suspensi dipipet ke dalam tabung reaksi yang berisi 9 ml larutan garam fisiologis (pengenceran 100 kali), kemudian dihomogenkan kembali memakai vorteks. Selanjutnya dilakukan ha1 yang sama untuk memperoleh pengenceran 1000 kali, 1 ml suspensi dari pengenceran 1000 kali ini dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup ulir yang telah berisi 213 media Postgate B steril (Atlas, 1993). R a n m a n pengerjaan ini dilakukan dalam anaerobic chamber

sambil dialiri gas nitrogen untuk merninimalkan kontaminasi oleh oksigen.

Anerobic chamber yang digunakan dapat dilihat pada Garnbar Lampiran 1,

(117)

steril sampai penuh dan ditutup rapat. Biakan kemudian diinkubasikan dalam

inkubator pada suhu 50" C untuk sampel yang diperoleh dari Cisolok dan 35°C untuk sample yang diperoleh dari Muara Angke. Bakteri pereduksi sulfat tumbuh pada bagian dasar tabung ulir yang digunakan.

Bakteri pereduksi sulfat yang tumbuh pada isolasi awal sampel sedimen segera dimurnikan menggunakan metode pengenceran (Stanier, et al., 1982). Dengan menggunakan pipet steril, cairan yang terletak di bagian dasar tabung ulir diambil secara hati-hati untuk selanjutnya diencerkan menggunakan larutan garam fisiologis. Tiga pengenceran yang terakhir kemudian ditumbuhkan pada medium cair yang baru (menggunakan cara yang sama pada saat mengisolasi sampel awal). Pengerjaan ini dilakukan sebanyak tiga ulangan (triplo). Apabila pada pengenceran terakhir bakteri pereduksi sulfat tumbuh pada dua tabung atau lebih, maka perlu dilakukan pengenceran yang lebih tinggi sampai didapatkan tingkat pengenceran dengan pertumbuhan bakteri pereduksi sulfat pada satu tabung saja. Isolat yang tumbuh pada satu tabung dari pengenceran yang paling tinggi ini pada umurnnya dalam keadaan hampir murni. Isolat bakteri pereduksi sulfat ini kemudian disimpan dalam tiga macam media yang sudah disterilkan yaitu : campuran gliserol 2096, media Postgate B serta kompos clan untuk selanjutnya disimpan dalam lemari pendingin bersuhu -10" C.

Karakterisasi Bakteri Pereduksi Sulfat

(118)

morfologi sel dan uji Gram. Selain itu dilakukan penentuan 2 isolat unggul terhadap 10 isolat SRB dari Cisolok dan Muara Angke pada temperatur yang berbeda. Penentuan isolat unggul didasarkan pada kemampuannya dalam mereduksi sulfat menjadi sulfida dan kemarnpuannya tumbuh pada kondisi suhu yang berbeda. Prosedur penentuan 2 isolat unggul tersebut adalah sebagai berikut

1 ml suspensi isolat bakteri pereduksi sulfat (masing-masing 5 isolat dari Cisolok dan Muara Angke) dipipet kedalam tabung ulir 10 ml yang berisi media steril sebanyak 2/3 volume tabung. Selanjutnya tabung ulir dipenuhi dengan media kemudian ditutup rapat. Pengerjaan dilakukan sebanyak 3 kali untuk 3 taraf temperatur yang berbeda. Kesemua isolat bakteri dalam tabung ulir beserta tabung kontrol (berisi media tanpa isolat bakteri) diinkubasikan dalam inkubator dengan

suhu yang berbeda yaitu : 35, 50 dan 65 OC. Pada hari ke 7, 14 dan 21 dilakukan

pengamatan visual dan pengukuran kandungan sulfat sisa dengan tabung kontrol sebagai pembanding.

(119)

Pengujian Aktivitas Bakteri Pereduksi Sulfat

Pengujian aktivitas bakteri pereduksi sulfat dilakukan untuk melihat kemampuan isolat-isolat unggul dalam mereduksi sulfat dan mengendapkan logam-logam Hg, Pb dan Cd sebagai sulfidanya yang tidak larut. Pada pengujian ini terdapat 3 faktor yaitu :

1. Suhu, 3 taraf (35, 50 dan 65 "C)

2. Lama inkubasi, 3 taraf (7,14 dan 21 hari)

3. Jenis isolat, 3 taraf (Cisolok, Muara Angke dan Kontrol) Sebagai respons atas perlakuan tersebut dilakukan pengukuran konsentrasi sulfat menggunakan metode turbidimetri serta logam Hg, Pb dan Cd menggunakan alat Spektrofotometer Serapan Atom (Greenberg et al., 1992 dan Price, 1979). Ringkasan prosedur pengukuran konsentrasi sulfat dan logam Hg, Pb serta Cd dapat dilihat pada Lampiran 1 sampai dengan 4.

Pada pengujian aktivitas bakteri pereduksi sulfat ini dilakukan sebanyak 2 ulangan dan pengukuran dilakukan pada akhir inkubasi hari ke 7, 14 dan 21.

Prosedur pengujian secara lengkap adalah sebagai berikut :

(120)

berbeda, yaitu 35, 50 dan 65 "C. Pengambilan sampel dilakukan pada akhir inkubasi 7

,

14 dan 2 1 hari.

Rancangan Percobaan

Pada pengujian aktivitas bakteri pereduksi sulfat ini digunakan rancangan faktorial acak lengkap 3 faktor yaitu : suhu inkubasi, lama inkubasi dan jenis isolat. Adapun model rancangannya adalah sebagai berikut (Steel dan Tome, 1980) :

Keterangan :

= Nilai respons pada faktor isolat taraf ke-i, faktor suhu taraf ke-j,

ulangan ke-k dan waktu pengamatan ke-1.

= Rataan umum

= Pengaruh isolat taraf ke-i

= Pengaruh suhu inkubasi taraf ke-j

= Pengaruh interaksi isolat taraf ke-i dan suhu inkubasi taraf ke-j

= Komponen acak perlakuan

= Pengaruh waktu pengamatanlpengukuran ke-1

= Komponen acak waktu pengamatan

= Pengaruh interaksi isolat dan waktu pengamatan

= Pengaruh interaksi suhu inkubasi clan waktu pengamatan = Pengaruh interaksi isolat, suhu inkubasi dan waktu pengamatan

= Komponen acak dari interaksi isolat, suhu inkubasi, dan waktu

(121)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Isolasi Bakteri Pereduksi Sulfat dari Cisolok dan Muara Angke

Dari 16 sampel yang diperoleh dari Cisolok dan 16 sampel Muara Angke didapatkan masing-masing 5 isolat

SRB

yang digolongan dalam kategori berpotensi unggul. Penentuan isolat berpotensi unggul ini didasarkan pada kemampuan kelima isolat tersebut dalam mereduksi sulfat menjadi sulfida pada

suhu inkubasi 35, 50 dan 65" C. Pemilihan variasi temperatur ini disesuaikan dengan kondisi ekstrirnnya di lokasi Sumber Air Panas Cisolok yang pada

umumnya bertemperatur 65-98 "C dan 34-35 "C di lokasi Muara Angke. Nilai

pH, suhu dan konsentrasi sulfat di sekitar lokasi sampling dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Pengukuran pH, suhu dan sulfat pada sampel air Cisolok dan Muara Angke.

Menurut Trudinger (1979), reduksi sulfat disimilatori merupakan proses metabolisme yang banyak dilakukan oleh bakteri genus Desulfovibrio,

Desulfotomaculum dan Desulfomonas. Bakteri-bakteri tersebut secara luas

terdistribusi pada lingkungan dan berperan dalam pembentukan H2S di bumi pada

suhu di bawah 100°C. Aktivitas bakteri tersebut umumnya berlangsung pada

kondisi sebagai berikut : Eh +350

-

500 mV, pH 4.2

-

10.4, tekanan 0.1 - 100

MPa, suhu 0-104 "C dan salinitas <1%

-

sampai jenuh. Lokasi

Muara Angke Cisolok

Suhu ("C) 34 - 35 65 - 98

PH

6.25 - 6.45 6.95 - 7.05

(122)

Pada penelitian ini, pengamatan terhadap pembentukan sulfida pada ke sepuluh isolat berpotensi unggul dilakukan secara visual yaitu berdasarkan pembentukkan endapan hitam pada dasar maupun dinding tabung reaksi yang berisi medium Postgate B. Semakin pekat warna endapan hitam yang terbentuk, semakin tinggi skor yang diberikan terhadap isolat tersebut. Hasil pengamatan isolat-isolat SRB yang diisolasi dari Cisolok dan Muara Angke dapat dilihat pada Tabel Larnpiran 2, sedangkan 10 isolat berpotensi unggul dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Sepuluh isolat SRB berpotensi unggul yang diisolasi dari Cisolok (C) dan Muara Angke (A)

[image:122.538.69.471.196.817.2]
(123)

mengetahui laju reduksi sulfat dapat dilakukan dengan cara mengukur penyusutan konsentrasi sulfat maupun akumulasi sulfida yang terbentuk.

Pada Tabel Larnpiran 2 dapat dilihat bahwa pembentukkan sulfida berwarna hitam antara isolat SRB Cisolok dan Muara Angke berbeda satu sama lain. Hal ini berkaitan dengan kemampuan SRB dalam mereduksi sulfat menjadi sulfida. Oleh karena itu dipilih masing-masing 5 isolat dari Cisolok dan Muara Angke untuk menentukan isolat berpotensi unggul. Hasil penentuan 10 isolat SRB

beserta kandungan sulfat dapat dilihat pada Tabel 5

Tabel 5. Sepuluh isolat SRB berpotensi unggul yang diisolasi dari Cisolok d m Muara Angke.

Keterangan :

-

Lzpisan sulfida yang berwanla hitam belum terbentuk

*

Konsentrasi sulfat diukur pada hari ke 2 1 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11

4.2. Karakterisasi Bakteri Pereduksi Sulfat : Pengaruh Suhu dan Lama

Inkubasi

Menurut Holt et al., (1994), genus-gt:~.us SRB umumnya bersifat Gram Kode Isolat C 4 C 5 C 7 C 10 C 13 A 3 A 7 A 9 A l l A 14 Kontrol

negatif dan memiliki filamen namun beberapa genus yang membentuk spora Hari ke

Pembentukkan sulfida

Harike14 Harike21

-

+ +

++++

-

+ +

+++

-

+ +

++++

-

+ +

++++

-

+

+++

-

+ +

+++

-

+

+++

-

+

+++

-

+ +

++++

-

+ +

+++

-

-

Konsentrasi sulfat (ppm) * [image:123.557.75.490.323.727.2]
(124)

bersifat Gram positif. Koloni SRB yang ditumbuhkan pada media agar umumnya benvarna kuning kecoklatan, merah jambu dan beberapa benvama agak kemerahan. SRB bersifat anaerob obligat dan mampu mereduksi sulfat serta sulfur menjadi H2S.

Berdasarkan pengamatan yang dilakukan terhadap kelompok SRB yang diisolasi baik dari Cisolok maupun Muara Angke, diketahui bahwa pada umumnya bakteri tersebut termasuk dalam kelompok Gram negatif dan berbentuk batang. Selain itu diketahui pula bahwa SRB yang berpotensi mereduksi sulfat menjadi sulfida pada penelitian ini bukan dalam bentuk kultur murni melainkan bercarnpur dengan bakteri lain (kultur campwan). Berkaitan dengan ha1 ini, Trudinger (1979) menjelaskan melalui istilah sulfureta, yaitu suatu gambaran komunitas ekologi yang terdiri atas organisme pereduksi sulfat dan pengoksidasi sulfur dalam ekosistem. Contoh sederhana sulfureta adalah komunitas yang terdiri atas campuran kultur Desulfovibrio dan bakteri fotosintesa Chromatiurn

(125)
[image:125.528.45.513.14.694.2]

Gambar 5. Kultur campuran pereduksi sulfat yang diisolasi dari Muara Angke dengan pembesaran 400x.

(126)

Penelitian yang dilakukan oleh Nilsen et a1 (1996) melaporkan bahwa pereduksi sulfat thermofilik yang mereka isolasi dari ladang minyak di Norwegia (tekanan 15-80 MPa dan suhu 60-200°C) termasuk genus Archaeglobus dan

Thermodesulforhabdus.

Menurut Holt et al. (1994), SRB yang banyak dijumpai pada sumber air panas dan ladang minyak adalah genus ~ermodesulfobacterium yang memiliki suhu optimal 6570°C dan pH optimal 6.6

-

7.5. Sedangkan pada sedimen

perairan tercemar maupun laut umumnya adalah Desulvofibrio yang memiliki suhu optimal 2540°C serta pH optimal pertumbuhan 6.6-7.4.

4.3. Pengujian Aktivitas Bakteri Pereduksi Sulfat

Pada pengujian aktivitas bakteri pereduksi sulfat digunakan masing- masing 1 isolat dari Muara Angke dan Cisolok dengan tujuan untuk melihat kemampuan isolat-isolat unggul dalam mereduksi sulfat dan mengendapkan logarn-logam Hg, Pb dan Cd sebagai sulfidanya yang tidak larut. Pengukuran kandungan sulfat serta sisa logam-logam yang tidak mengendap sebagai sulfidanya dilakukan pada hari ke 7, 14 dan 21 setelah inkubasi. Penentuan lama inkubasi ini mengacu pada hasil pengukuran kekeruhan massa sel SRB

menggunakan turbidimeter. Pada pengukuran tersebut didapatkan informasi I

bahwa pertumbuhan sel maksimal dicapai pada hari ke 11-13 setelah inkubasi pada suhu kamar. Hasil pengukuran kekeruhan sel bakteri dapat dilihat pada Tabel

(127)
[image:127.552.93.480.90.653.2]

Tabel 6 . Pengukuran kekeruhan sel

SRB

menggunakan turbidimeter.

Gambar

7. Pengukuran kekeruhan SRB dari Cisolok (....) dan Muara

Angke

(-1

menggunakan turbidimeter. Hari pengukuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

120

-

100

3

+

Z 80

-

C

s o - -

5

40.:

Y 20 - - -- * _ . . -- --

0 7 : : ; : ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; ; l , , a

Kekeruhan isolat Muara Angke

5 1 5 1 52 53 55 56 60 65 68 72 98 98 98 92 85 8 1 75 71 62 5 8 52

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21

Hari pengukuran

SRB

Cisolok

(128)

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa asal isolat SRB berpengaruh nyata terhadap konsentrasi logam Hg, Pb dan Cd yang tidak mengendap (Tabel Lampiran 3, 4, 5 dan 6 ) . Isolat yang berasal dari surnber air panas Cisolok lebih banyak mereduksi sulfat menjadi sulfida dibandingkan isolat dari Muara Angke, yang berarti lebih banyak logam yang diendapkan sebagai sulfidanya. Perbedaan asal isolat mempengaruhi kultur campuran bakteri yang terdapat didalamnya sehingga mempengaruhi kemampuannya mereduksi sulfat. Menurut Trudinger (1979), suatu kultur campuran umumnya mempunyai laju pertumbuhan yang lebih cepat dibandingkan dengan kultur tunggal. Hal ini disebabkan karena kultur campuran memiliki viabilitas yang lebih lama tanpa perlakuan subculture.

Campuran kultur yang stabil dari Desulfovibrio desulfuricans, Chlorobium

sp dan E. coli dapat bekeja sama dengan saling menguntungkan. Tahapan biogeokimia yang terjadi dalam kultur campuran tersebut dapat dilihat pada reaksi berikut :

E. coli :

2 Glukosa

+

HzO

+

2 Laktat

+

Asetat + Etanol

+

2 COz + 2H2

D. desulfuricans

2 Laktat + Sulfat

-+

2 Asetat

+

Sulfida

+

2 COz

+

H 2 0 Etanol

+

0.5 sulfat

+

Asetat + 0.5 Sulfida

+

H 2 0 2 HZ

+

0.5 Sulfat

-+

0.5 sulfida + H20

Chlorobium

(129)

Konsentrasi H~~~

Pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi H ~ ' + sisa pada medium yang diberi isolat SRB Cisolok (3.70 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan medium yang berisi isolat SRB Muara Angke (7.02 pprn). Dibandingkan dengan kontrol, medium yang berisi isolat SRB Cisolok memiliki persentase pengendapan H$+ menjadi HgS sebesar 55.53% sedangkan Muara Angke 15.63% (Tabel 7).

Tabel 7. Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi Hg2+ ( P P ~ )

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Tabel 7 menunjukkan bahwa lama waktu inkubasi berpengaruh nyata Perlakuan

Isolat

Muara Angke Cisolok Kontrol Lama Inkubasi (hari)

7 14 2 1

Suhu inkubasi (" C) 3 5 5 0 65

terhadap pembentukkan HgS. Konsentrasi H ~ ' + sisa pada lama inkubasi 21

hari

(5.04 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan lama iriubasi 14 hari (6.69 ppm) dan 7

hari

(7.31 ppm). Ellwood et al. (1992) melaporkan

Konsentrasi H$ (ppm)

[image:129.552.76.438.250.723.2]
(130)

bahwa Desufvofibrio yang diinkubasi pada 37 "C dapat mengendapkan Hg menjadi sulfidanya, pada konsentrasi awa12.5 ppm menjadi 0.2 ppm.

Konsentrasi pb2+

Pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi pb2+ sisa pada medium yang diberi isolat

SRB

Cisolok (4.14 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan medium yang berisi isolat

SRB

Muara Angke (6.67 ppm). Dibandingkan dengan kontrol, medium yang berisi isolat SRB Cisolok rnemiliki persentase pengendapan pb2+ menjadi PbS sebesar 50.12% sedangkan Muara Angke 19.64% (Tabel 8).

Tabel 8. Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi pb2' (pprn)

Perlakuan Isolat

Muara Angke Cisolok Kontrol

Lama Inkubasi (hari)

7

Konsentrasi pb2+ @pm)

65 6.48 a

[image:130.559.69.482.372.668.2]
(131)

Lama waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap pernbentukkan PbS. Konsentrasi ~ b ~ ' sisa pada lama inkubasi 21 hari (4.92 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan lama inkubasi 14 hari (6.47 ppm) dan 7 hari (7.73 pprn). Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi pb2+ (pprn) dapat dilihat pada Tabel 8.

Menurut Ellwood et al. (1992), Desulvojbrio yang diinkubasi pada 37 "C

dapat mengendapkan Pb menjadi sulfidanya, pada konsentrasi awal 30.0 pprn menjadi 0 ppm.

Konsentrasi Cd

'+

Pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi Cd 2+ sisa pada medium

yang diberi isolat SRB Cisolok (5.25 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan medium yang berisi isolat

SRB

Muara Angke (7.01 ppm). Dibandingkan dengan kontrol, medium yang berisi isolat SRB Cisolok memiliki persentase pengendapan cd2+ rnenjadi CdS sebesar 36.62% sedangkan Muara Angke 15.64%.
(132)

Tabel 9. Pen aruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi CdBi (ppm)

Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji Duncan pada taraf 5%.

Perlakuan Isolat

Muara Angke

Cisolok Kontrol

Lama Inkubasi (hari) 7

14 2 1

Suhu inkubasi (" C) 3 5

50 65

Dovark et al. (1991) mengemukakan bahwa penanganan limbah yang terkontaminasi Fe, Zn, Mn dan Cd secara biologis menggunakan bakteri pereduksi sulfat dalarn suatu bioreaktor, mampu menurunkan kadar logam-logam tersebut hingga 95%.

Secara umum hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dibandingkan Pb dan Cd, persentase pembentukkan sulfida Hg relatif lebih tinggi baik pada isolat yang berasal dari Cisolok maupun Muara Angke. Diduga ha1 ini disebabkan oleh relatif kecilnya nilai tetapan kelarutan HgS dibandingkan PbS dan CdS. Menurut Vogel (1979), nilai tetapan kelarutan untuk HgS, PbS dan CdS berturut-turut adalah 3

x

3,4

x

d m 3.6 x lo-*' moV1.

Konsentrasi cd2+ (ppm)

[image:132.557.86.388.107.348.2]
(133)

Selain suhu inkubasi, jenis isolat dan lama inkubasi berpengaruh nyata terhadap konsentrasi Hg2+, pb2+ dan cd2' yang mengendap sebagai logam sulfidanya. Pengaruh jenis isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi Hg2', pb2+ d m cd2+ dapat dilihat pada Gambar 8,9 dan 10.

[image:133.552.71.473.164.717.2]

Muara Angke Kontrol Cisolok Jenis isolat

Gambar 8. Pengaruh jenis isolat terhadap konsentrasi H~~~ (

F

J

)

,

pb2' (

IIUJ

) dan cd2' (

1

)

7

14 21

Lama inkubasi (hari)

Gambar 9. Pengaruh lama inkubasi terhadap konsentrasi Hg2+ (B )

,

2t

I.':I

(134)

- . -

35 50 65

[image:134.559.125.484.72.327.2]

Suhu inkubasi ('C)

Gambar 10. Pengaruh suhu inkubasi terhadap konsentrasi H~~~ (

~ - 1

)

pb2+ (

m

dm cd2+ (

n

)

Pada pengujian ini, selain konsentrasi logam sisa juga dilakukan pengukuran konsentrasi sulfat ( ~ 0 4 ~ 3

.

Menurut Hines et al., (1997) pengukuran laju konsentrasi sulfat merupakan metode rutin dalam kajian SRB pada lingkungan anoksik. Penentuan konsentrasi sulfat pada penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah sulfat sisa yang tidak direduksi menjadi sulfat. Semakin rendah kandungan sulfat mengindikasikan semakin efektifnya kine rja SRB.

Pada penelitian ini diketahui bahwa konsentrasi

so4'-

sisa pada medium yang diberi isolat SRB Cisolok (563.56 ppm) lebih rendah dan berbeda nyata dibandingkan dengan medium yang berisi isolat SRB Muara Angke (78 1.2 1 ppm). Dibandingkan dengan kontrol, medium yang berisi isolat SRB Cisolok memiliki persentase reduksi ~ 0 4 ~ - menjadi sulfida sebesar 13.89% sedangkan Muara Angke
(135)

Lama waktu inkubasi berpengaruh nyata terhadap pernbentukkan sufida. Konsentrasi ~ 0 4 ~ ' sisa p d a lama inkubasi 21 hari (639.84 ppm) lebih rendah dan

berbeda nyata dibandingkan dengan lama inkubasi 14 hari (746.85 ppm) dan 7 hari (865.77 ppm). Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi SO: (ppm) dapat diiihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh isolat, lama inkubasi dan suhu inkubasi terhadap konsentrasi ~ 0 4 ~ ' ( p ~ m )

Perlakuan Isolat

Muara Angke Cisolok Kontrol

I

Lamainkubasi (hari)

Suhu inkubasi (" C )

35 50

/

Konsentrasi SO? (pprn)

I

Menurut S i d a (2001), beberapa isolat SRB yang diisolasi dari Ekosistem Air Hitam, Kalimantan Tengah, mampu mereduksi suifat dan meningkatkan pH contoh tanah masam, tailing dan overburden.

Saida (2001) juga melaporkan bahwa isolat ICBB 1220 yang diisolasi dari ckosistem air hitam di Kalimantan Tengah berpengaruh nyata dalam menaikkan

1

65 738.86 b [image:135.557.73.486.257.554.2]
(136)

pH tanah, merduksi sulfat dan mengendapkan logam-logam pada tanah sulfat

Pada penelitian ini terdapat perbedaan kemampuan reduksi sulfat menjadi sulfida antara isolat Cisolok dan Muara Angke sehingga berpengaruh terhadap pembentukkan logam sulfida. Perbedaan logam sulfida yang terbentuk oleh isolat

Cisolok maupun Muara Angke dapat dilihat pada Gambar 11.

m

r,

;*

Gambar 1 1. Pembentukan sulfida logam pada media Postgate B berisi isolat SRB dari Cisolok (C), ~ u a i &gke (A) serta G p a penambahan isolat

(K) yang diisolasi pada 65 OC selama 2 1 hari.

(137)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Hasil yang diperoleh pada penelitian ini memberikan kesirnpulan sebagai berikut : 1. Diperoleh masing-masing 5 isolat

SRB

berpotensi unggul dari Muara Angke dan Cisolok (dalam bentuk kultw campuran) yang mampu mereduksi sulfat dan mengendapkan sulfida logam Hg, Pb dan Cd.

2. Persentase reduksi sulfat terbesar diperoleh pada isolat Cisolok (3 7.88%). Demikian juga persentase reduksi logam menjadi sulfidanya :

Hg ( 55.53%), Pb (50.12%) dan Cd (36.62%).

3. Persentase pembentukan sulfida logam oleh isolat SRB dari Cisolok dan Muara Angke paling tinggi didapatkan pada lama inkubasi selama 21 hari. 4. Dibandingkan dengan isolat SRB dari Muara Angke, isolat Cisolok lebih

tahan terhadap suhu tinggi (65 "C) dan termasuk dalam kelompok

termotoleran.

5.2. Saran

(138)

DAFTAR PUSTAKA

Anderson

IH,

Parkman, Jenlelov A. 1990. The Role of sediments as sink or source for environmental contaminants: A case study of Hg and chlorinated organic compounds. Limnologica 20:347-359.

Atlas

RM,

Bartha R. 198 1. Microbial Ecology : Fundamentals and Applications. Philippines : Addison-Wesley Publishing Cornnay, Inc.

Atlas RM. 1993. Handbook of Microbiological Media. Florida : CRC. Press. Inc. Boca Raton.

Blurn JE, Bartha R. 1980. Effects of salinity on methylation of Hg. Bull. Environ. Contam.Toxicol. 25 : 404-408.

Brierley CL, Brierley JA. 1997. Microbiology for the metal mining industry. dalam Hurst CJ. (Ed.), Manual of Environmental Microbiology. Washington : ASM Press.

Canstein H. von, Timmis YKN, Deckwer WD, Wagner Dobler I. 1999. Removal of mercury from chloralkali electrolysis wastewater by a mercury- resistant Pseudomonas putida strain. Appl. Environ. Microbiol. 65 : 5279- 5284.

Citroreksono P. 1996. Pengantar Bioremediasi. dalam Prosiding : Pelatihan dan Lokakarya Peranan Bioremediasi dalam Pengelolaan Lingkungan. Cibinong, 24-28 Juni 1996.

Compeau G, Bartha R. 1985. Sulfate Reducing Bacteria: Principal methilators of Hg in anoxic estuarin sediments. Appl. Environ. Microbiol. 50 : 498-502. Connel DW, Miller GJ. 1995. Kimia dar, Ekotoksikologi Pencemaran. Yanti K :

Penerjemah. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Terjemahan dari : Chemistry and Ecotoxicology of Pollution.

Darmono.1995. Logam dalam Sistem Biologi Mahluk Hidup. dalam Sriwibawa (Ed). Jakarta : Universitas Indonesia Press.

(139)

Ellwood DC, Hill MJ, Watson JHP. 1992. Pollution control using microorganisms and magnetic separation dalam Fry JC, Gadd GM, Herbert RA, Jones CW, Watson LA. (Eds.), Microbial Control of Pollution. Fourty-eighth Symposium of the Society for General Microbiology. Cardiff, March 1992. Cardiff : Cambridge University Press.

Gaad GM. 1990. Metal Tolerance. Microbiology of Extreme Environments. Mc. Graw Hill Publishing Company, Chapter 7.

Greenberg AE, Clesceri LS, Eaton AD. 1992. Standard Methods for the Examination of Water and Wastewater. Edisi 18. Washington DC :

American Public Health Association.

Hariono B.1998. Berbagai masalah pencemaran logam berat di lingkungan kita. Manusia dan Lingkungan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian
Gambar 2. Siklus merkuri di pertambangan emas (Lacerda et al. 1995 ).
Tabel Larnpiran 2, sedangkan 10 isolat berpotensi unggul dapat dilihat pada
Tabel 5. Sepuluh isolat SRB berpotensi unggul yang diisolasi dari Cisolok dm
+7

Referensi

Dokumen terkait

Nurhadi |Cerai Bersyarat (Shighat Ta’liq) menurut Dual Sistem Hukum.... 30 Begitu juga berdasarkan hadis yang diriwayatkatkan Imam Bukhari dalam hal perjanjian. Kata

dapat diketahui bahwa skor hasil penilaian panelis kriteria rasa pada masing-masing perlakuan permen karamel susu dengan penambahan ekstrak daun kelor, yaitu total

Hal ini juga didukung dengan perolehan total skor yang tergolong sedang hingga tinggi dari pemaknaan mereka selama proses caregiving, yang diperoleh menggunakan skala

Selain adanya konflik kerja-keluarga yang dialami individu, adanya perasaan terancam atau tidak aman dari pekerjaan yang sedang dijalani juga dapat mengganggu kesejahteraan

menarik bagi peneliti. Dalam penelitian ini penulis menemukan pengobatan alternative yang selama ini sudah ada dalam masyarakat dan keberadaannya sangat membantu

perlakuan terbaik jamur merang adalah perlakuan KT2 (campuran tongkol jagung 250g, jerami 250g penanaman dalam keranjang) yaitu jumlah tubuh buah rata-rata 12,3 buah dan

Dari data tabel kepadatan menurt kategori tersebut maka kecamatan yang mengalami perubahan pada tahun 2005-2009 adalah kecamatan miri, kecamatan

Selain itu, alat ini dilengkapi dengan kipas yang berguna untuk memisahkan antara kulit ari dengan kacang tanah yang telah dikupas sehingga hasil akhir berupa