PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Oleh : ANDI ALFURQON
I34052087
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
Ringkasan
ANDI ALFURQON. Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani (Kasus: Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor), ENDRIATMO SOETARTO.
Sejarah menunjukkan, berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh tidak tepatnya berbagai kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber agraria.
Sebagai dampak dari permasalahan tersebut, setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun. Jumlah petani gurem baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani penyakap yang kesemuaannya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara itu, konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh pihak tetentu begitu mencuat dan konflik agraria pun merupakan kenyataan yang sering kali terjadi di Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan melaksanakan program reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat dalam UUPA 1960.
Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program reforma agraria dan program-program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya adalah di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007. Bentuk program reforma agraria yang dilaksanakan di Desa Pamagersari berupa pembagian sertifikat lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga. Sertifikat ini dibagikan kepada 864 warga Pamagersari dengan berbagai ketentuan dan proses yang telah disepakati bersama.
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jumlah responden dan informan sebanyak 23 orang, terdiri dari 21 orang termasuk dalam subjek program sertifikasi dan 2 orang tidak termasuk subjek program sertifikasi. Melalui pendekatan
kualitatif peneliti berusaha menggambarkan proses pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa Pamagersari,
bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa setelah adanya
program sertifikasi terbentuklah struktur kepemilikan lahan yang baru di Desa Pamagersari. Struktur agraria yang pada awalnya belum jelas menjadi lebih
jelas dengan adanya pemberian sertifikat yang memiliki kekuatan hukum. Program ini mampu mewujudkan terbentuknya struktur kepemilikan lahan yang lebih merata dan adil. Akan tetapi, terdapat fakta yang mengindikasikan adanya ketimpangan dalam pemilikan lahan yang disebabkan karena ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengakumulasi kepemilikan lahan eks-HGU dengan cara membelinya, selain itu ada juga sasaran yang sengaja menjual lahannya dengan alasan kebutuhan ekonomi.
Lahan eks-HGU yang diberikan kepada sasaran program di Desa Pamagersari dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda. Akan tetapi sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang ditanami bermacam-macam tanaman. Program sertifikasi ini sangat membantu para petani yang menggarap lahan eks-HGU. Seluruh sasaran program merasa senang mendapatkan sertifikat, merekapun merasa leluasa menggarap lahannya dan tidak takut akan kehilangan lahannya.
Berdasarkan hasil penelitian ini masih sulit dilihat adanya pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan masih singkatnya masa pelaksanaan program karena baru berlangsung selama dua tahun. Selain itu, ada faktor lain yang menyebabkan belum meningkatnya kesejahteraan petani setelah program Reforma Agaria, diantaranya adalah belum adanya pemberian access reform
yang memadai untuk sasaran, kurang optimalnya pemanfaatan lahan oleh sasaran (kerena latar belang SDM yang rendah), kurang tepatnya pemilihan sasaran program, serta adanya beberapa penerima manfaat yang telah menjual lahan eks-HGU.
Abstract
There are many agrarian’s problems have impeded processes of development in Indonesia. These problems are coused by unfairly agrarian structure. In this condition farmers always stood in subordinate position where they were defeated by capital power. Farmers did not get access to exploit agrarian resources easily, so they felt so hard to gain their prosperity. In other side, agrarian policy in Indonesia has been partial for private interestes only. There were two different condition, it was called as social gap.
The solution to solve these problems is by supporting farmers rights to get agrarian access (ownership and utilization). Agrarian reform program is one way to
supports farmer’s rights. The main aim of agrarian reform implementation is to create the social justice and people prosperity. One form of agrarian reform program is eks-HGU area certification, this program is implemented by giving the land certificate to the farmers who have worked on eks-HGU area before this program.
Certification program makes farmers happy, now they feel safe also to work on their land. This psychology condition is one modal to gain their prosperity in the future. Except certificate distribution, farmers need also the supporting program that called by access reform. Access reform needed to supports and helps farmers in exploting their lands. The examples of access reform are, giving production modal, technology, and training. Asset reform (certification) and access reform that gave to farmers can gain
farmer’s capacity, this capacity can help them to get their prosperity.
ROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI
(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)
Oleh :
ANDI ALFURQON I34052087
Skripsi
Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN
MASYARAKAT
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :
Nama : Andi Alfurqon
NRP : I34052087
Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul : Program Reforma Agraria dan Peningkatan
Kesejahteraan Petani
dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi
dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA 19521225 198603 1 002
Mengetahui,
Ketua Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS.
NIP. 19580827 198303 1 001
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL
“PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN
KESEJAHTERAAN PETANI ” ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN
TINGGI MANAPUN. SEMUA DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN
TELAH DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA
KEBENARANNYA.
Bogor, Agustus 2009
Andi Alfurqon
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 07 November 1984. Penulis adalah
anak ke empat dari pasangan suami isteri Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Hj.
Aspinah Kamsyari. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SDN 07
Kedondong (sekarang SDN 04), Lampung Selatan. Kemudian melanjutkan
pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Kedondong, Pondok
Pesantren Daar El-Qolam Tangerang, dan Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat
Menes Pandeglang, Banten. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis diterima sebagai
mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan
menjadi mahasiswa pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.
Ketika diterima menjadi mahasiswa di Departemen SKPM pernah menjadi
anggota Divisi Cinematografi HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) periode 2007/2008. Selain itu penulis juga
aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai
tahun 2009. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan perlombaan, seperti
lomba MTQ tingkat mahasiswa IPB (juara II) dan lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa
UCAPAN TERIMA KASIH
Bismillahirrohmaanirrohiim,
Allahumma Sholli „alaa Sayyidinaa Muhammad
Segala puji hanya bagi Allah SWT, sholawat dan salam semoga tercurah bagi
Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia. Atas segala
taufik dan hidayah Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan proses
penyusunan skripsi yang berjudul “Program Reforma Agraria dan Peningkatan
Kesejahteraan Petani”. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan berbagai fakta
sosial terkait dengan pelaksanaan program reforma agraria, terbentuknya struktur
kepemilikan lahan, serta berupaya menganalisis pengaruh pelaksanaan program bagi
peningkatan kesejahteraan petani.
Penghargaan serta ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan, baik moral maupun materi sehingga penulisan skripsi
ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Ibu Hj. Aspinah.
Terimakasih atas nasehat, dukungan, dan do’a nya. Perjuangan yang Abah dan Ibu
berikan sangat berarti, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-Nya untuk kita
semua.
2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Selaku dosen pembimbing Studi
Pustaka dan Pembimbing Skripsi yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan
3. Kaka-kaka ku tercinta, Ka’ Mumu, Teh Iha, dan Teh Leli. Terima kasih untuk
bantuan, semangat, dan do’anya. Begitu juga untuk keluarga besar di Lampung.
4. Sahabat-sahabat ku KPM 42: Oel, Avira, Reni, Aida, Rofian, Furqon, Yayan, Reza,
Janu, Cuple, Tubagus, Liza, Hesti, Khoerini, dan Indah. Terimakasih dukungan,
kritik, dan sarannya, semoga persahabatan kita tetap terjalin.
5. Egi Massardy, teman senasib dan seperjuangan dalam penyusunan Studi Pustaka dan
skripsi, yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan masukannya.
6. Teman-teman SKPM 42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, salam kompak
selalu.
7. Teman-teman kost: Akri, Wolfy, Ardy, dan Zai. Terima kasih atas bantuannya.
8. Pak H. Iwan, Pak Lurah Nur, Kang Sholeh, serta masyarakat Desa
Pamagersari. Atas bantuan dan informasi yang diberikan ketika penelitian.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih ditemukan banyak kekurangan
dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan
saran yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak.
Bogor, Agustus 2009
KATA PENGANTAR
Segala puji hanya bagi Allah SWT., atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul
“Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani” ini disusun sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,
Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sekripsi ini merupakan hasil
penelitian yang dilakukan di Desa Pamagersari, Kecamatan jasinga, Kabupaten Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya
kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. sebagai dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran.
Selain itu, penulis juga mengucapakan terimaksih kepada Bapak Martua Sihaloho, SP.,
MSi. selaku dosen penguji utama, kepada Ibu Heru Purwandari, SP., MSi.
selaku dosen penguji wakil Departeman Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, dan kepada pihak-pihak yang telah memberikan
dukungan baik moril maupun materil.
Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan
manfaat dan berguna dalam penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT.
senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua. Amin.
Bogor, Agustus 2009
DAFTAR ISI
2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani ... 72.1.1 Konsep Agraria (Obyek dan Subyek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria) ... 7
2.1.2 Struktur Agraria ... 9
2.1.3 Reforma Agraria ... 11
2.1.4 Objek Reforma Agraria ... 13
2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria ... 14
2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subyek Reforma Agraria ... 15
2.2 Tingkat Kesejahteraan ... 16
2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21
2.4 Hipotesis Penelitian ... 23
2.5 Definisi Konseptual ... 24
BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian ... 25
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 26
3.3 Penentuan Subjek Penelitian ... 27
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30
3.6 Organisasi Penulisan ... 31
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis Desa ... 32
4.2 Demografi Desa ... 34
4.2.1 Jumlah Penduduk ... 34
4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan ... 34
4.3 Mata Pencaharaian penduduk... 35
4.4 Struktur Agraria Lokal ... 37
4.5 Kelembagaan ... 38
4.6 Saran dan Prasarana ... 39
BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria ... 41
5.1.1 Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga ... 41
5.1.2 Perjuangan Masyarakat Pamagersari ... 44
5.2 Pelaksanaan Reforma Agraria di Pamagersari ... 48
5.2.1 Musyawarah Pembagian Lahan ... 51
5.2.2 Access Reform ... 52
BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria... 54
6.2 Struktur Kepemilikan Lahan Setelah Sertifikasi ... 56
6.2.1 Indikasi Ketimpangan dalam Kepemilkan Lahan ... 57
BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN NINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi ... 62
7.2 Pemanfaatan Lahan Eks-HGU Jasinga ... 64
7.2.2 Areal Pertanian (berkebun, berladang, dan sawah) ... 65
7.2.3 Sarana Umum ... 69
7.3 Program Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 69
BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ... 76
8.2 Saran ... 77
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN ... 82
1. Jadwal Penelitian ... 82
Tabel 18: Jadwal Penelitian ... 82
2. Dokumentasi ... 83
Photo 1. Kantor Desa Pamagersari ... 83
Photo 2: Tugu Jasinga ... 83
Photo 3: Salah Satu Warga Penerima Sertifikat ... 83
Photo 4: Keakraban Bersama Warga ... 83
Photo 5: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Ladang ... 83
Photo 6: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Kebun Sengon... 83
Photo 7: Pemukiman dan Mushola yang Berdiri di atas Lahan Eks-HGU ... 84
Photo 8: Lahan Eks-HGU yang Dijadikan Sawah ... 84
Photo 9: Peta Desa Pamagersari ... 84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria ... 9
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21
Gambar 3. Bagan Pergerakan Paguyuban Kepala Desa se-Kecamatan
Jasinga ... 48
Gambar 4. Sertifikat lahan... 50
Gambar 5. Pemukiman Citeureup ... 64
Gambar 6. Sawah CH (53 tahun) yang berbatasan dengan Blok Ancol .. 67
Gambar 7. Pohon Sengon yang ditanam di atas lahan eks-HGU yang
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan ... 28
Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari ... 33
Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya ... 33
Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari ... 34
Tabel 5: Angkatan Kerja ... 34
Tabel 6: Kualitas Angkatan Kerja ... 35
Tabel 7: Subsektor Pertanian Tanaman Pangan ... 35
Tabel 8: Subsektor Perkebunan/Perladangan ... 35
Tabel 9: Subsektor Peternakan ... 36
Tabel 10: Subsektor Perikanan/Nelayan ... 36
Tabel 11: Subsektor Industri Kecil/Kerajinan ... 36
Tabel 12: Sektor Jasa/Perdagangan ... 36
Tabel 13: Struktur Pemilikan Tanah ... 37
Tabel 14: Access Reform ... 52
Tabel 15 :Ketentuan-ketentuan Penentuan Subjek Reforma Agraria yang Telah Dilakukan . ………60
Tabel 16: Pemanfaat Lahan eks-HGU ... 66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan
penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah
masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang
terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan
sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh berbagai
kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak
memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan
sumber-sumber agraria.
Berbagai permasalahan yang terdapat dalam bidang agraria, baik bidang
pertanahan, perkebunan, kehutanan, serta perairan berakar pada kurang tepatnya arah
kebijakan politik agraria di Indonesia. Sebagai suatu upaya perbaikan dalam bidang
agraria, pemerintahan Soekarno telah menerapkan kebijakan politik agraria yang
didasarkan pada paradigma populis. Pada saat itu inti dari arah kebijakan agraria adalah
tanah untuk rakyat yang melahirkan Undang-Undang Pokok
Agraria Tahun (UUPA) 1960 yang sampai saat ini dijadikan sebagai payung hukum
kebijakan agraria di Indonesia. Kebijkan agraria ini juga diikuti oleh program land reform pada kisaran tahun 1963-1965, yang memberikan harapan baru bagi rakyat kecil yang sebagian besar petani.
Akan tetapi, pergolakan politik di Indonesia pada saat itu begitu hebat yang
menyebabkan Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto
agrariapun belum dapat terimplementasi secara nyata. Pada masa pemerintahan
Soeharto kebijakan politik agraria lebih mengarah pada paradigma tanah untuk negara
dan swasta, dengan alasan untuk mempercepat pembangunan nasional sebagian besar
aset-aset agraria dikuasai oleh negara untuk kepentingan perusahaan swasta. Masyarakat
kecil sangat sulit mendapatkan akses yang layak untuk memiliki dan memanfaatkan
sumber-sumber agraria untuk memenuhi kebutuhan mereka, terutama akses kepemilikan
dan pemanfaatan lahan pertanian (tanah).
Setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun, jumlah petani gurem
baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani
penyakap yang semuanya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara
itu konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh segelintir orang saja begitu
mencuat, karena didukung oleh berbagai undang-undang sektoral baik pada bidang
perkebunan, kehutanan, pertambangan, kelautan, dan sebagainya. Konflik agraria pun
merupakan kenyataan yang kerapkali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.
Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang
agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang
sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan
kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting
untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan mencapai kesejahteraan masyarakat.
Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan mencuatkan kembali pentingnya
pelaksanaan reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat
dalam UUPA 1960. Upaya perbaikan ini juga terlihat dengan adanya TAP MPR No.
IX/2001 dan Tap MPR No. V/2003, inti dari dua ketetapan ini adalah pentingnya
Program reforma agraria dalam agenda pemerintahan SBY-JK merupakan bagian
dari program Perbaikan dan Penciptaan Kesempatan Kerja dan Revitalisasi Pertanian
dan Pedesaan (Setiawan, 2009). Presiden RI DR. H. Susilo
Bambang Yudhoyono telah menyampaikan pidato politiknya terkait dengan masalah
agraria di Indonesia. Pidato politik ini disampaikan pada awal tahun 2007, salah satu
penggalan pidato tersebut adalah:
“Program reforma agraria…secara bertahap…akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat…[yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan”.
Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu
tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program
reforma agraria dan program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di
beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di Desa Pamagersari Kecamatan Jasinga,
Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan
tahun 2007.
Secara rasional program reforma agraria dan program penunjangnya akan
memberikan pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat (petani) yang
mendapatkannya. Ketika suatu masyarakat diberikan bantuan berupa aset dan akses
produksi, sewajarnya bantuan tersebut mampu memberikan dorongan bagi upaya
peningkatan taraf hidupnya. Akan tetapi, perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses
implementasi program reforma agraria tersebut.
Begitu juga halnya dengan pelaksanaan program sertifikasi lahan eks-HGU di
Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga. Perlu dilakukan penelitian sebagai upaya
pengkajian lebih lanjut mengenai fakta-fakta sosial yang berhubungan dengan program
reforma agraria tersebut di Desa Pamagersari? Selain itu, perubahan struktur
kepemilikan lahan juga merupakan hal yang perlu dikaji lebih dalam, apakah setelah
dilaksanakan program reforma agraria struktur kepemilikan lahan menjadi lebih merata
dan adil, atau bahkan ada fakta-fakta lain yang dapat mengindikasikan kondisi
sebaliknya?
Mengingat program reforma agraria erat kaitannya dengan tujuan peningkatan
kesejahteraan masyarakat, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah program serifikasi
lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga dapat memberikan dorongan yang berarti
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.
1.2Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa
permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :
1. Bagaimanakah proses implementasi program reforma agraria di Desa
Pamagersari setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya
mengutamakan kepentingan pribadinya?
2. Bagaimanakah perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT.
Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program
sertifikasi?
3. Sejauhmanakah pelaksanaan reforma agraria dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan petani di Desa Pamagersari?
Berdasarkan permasalahan-permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian
ini, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Menjelaskan proses implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari
setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya mengutamakan
kepentingan pribadinya.
2. Menganalisis perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT.
Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program
sertifikasi.
3. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan petani setelah dilaksanakannya program
reforma agraria di Desa Pamagersari.
1.4Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam
menerapkan berbagai konsep, khususnya yang berkaitan dengan reforma agraria. Selain
untuk peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi berbagai
kalangan diantaranya:
1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi,
atau literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya
yang terkait dengan pelaksanaan reforma agraria.
2. Masyarakat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengaruh positif bagi
masyarakat penerima manfaat program, salah satunya adalah motivasi untuk
memanfaatkan lahan seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
3. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk kegiatan
evaluasi program reforma agraria yang telah atau sedang dilaksanakan oleh
pemerintah di Indonesia. Sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan terhadap
kebijakan-kebijakan agraria yang dikeluarkan baik secara substansial maupun
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani
Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan
serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan politik yang tidak memihak
pada kepentingan masyarakat luas merupakan penyebab timbulnya berbagai
permasalahan dalam bidang agraria. Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan sepanjang
sejarah pembangunan bangsa memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial
dan kesejahteraan rakyat.
Reforma agraria merupakan agenda bangsa yang diharapakan dapat memberikan
titik terang bagi terwujudnya keadilan sosial dan tercapainya kesejahteraan masyarakat.
Reforma agraria dengan berbagai program pelengkapnya diharapkan dapat membantu
masyarakat miskin (sebagian besar petani) untuk dapat beranjak dari keterpurukan
ekonomi menuju kehidupan yang layak dan mandiri. Terdapat berbagai konsep yang
menjelaskan makna dari kata agraria dan reforma agraria itu sendiri, hal ini perlu
dipahami sebagi sebuah landasan teoritis dari penelitian ini.
2.1.1 Konsep Agraria (Objek dan Subjek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria)
Istilah agraria berasal dari bahasa latin “aeger” yang artinya: a) lapangan; b)
pedusunan (lawan dari perkotaan); c) wilayah: tanah negara (lihat Kamus Bahasa
kembar dari istilah itu adalah “agger”, artinya: a) tanggul penahan/pelindung; b)
pematang; c) tanggul sungai; d) jalan tambak; e) reruntuhan tanah; f) bukit.1
Berdasarkan konsep-konsep di atas, tampak bahwa yang dicakup oleh istilah
agraria bukanlah sekedar tanah atau pertanian saja. Kata-kata pedusunan, bukit, dan
wilayah jelas menunjukkan arti yang lebih luas karena di dalamnya tercakup segala
sesuatu yang terwadahi olehnya. Wilayah pedusunan memiliki berbagai macam
tumbuhan, air, sungai, mungkin juga tambang, perumahan, dan masyarakat manusia.2
Menurut Sitorus (2002) konsep agraria juga merujuk pada berbagai hubungan antara
manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka
penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber graria.
Subjek agraria merujuk pada orang, sekelompok orang, atau pihak-pihak yang
memiliki kepentingan dalam mengakses dan atau memanfaatkan
sumber-sumber agraria. Secara kategoris subjek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas
(sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi
negara), dan swasta (private sector) (Sitorus, 2002). Ketiga subjek agraria tersebut memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan
(tenure institution). Hubungan di antara subjek agraria akan menimbulkan kepentingan yang berbeda, hal ini berkaitan dengan perbedaan dalam penguasaan dan
pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Bentuk dari hubungan ini adalah
hubungan sosial atau hubungan sosio-agraria yang berpangkal pada akses pemilikan dan
pemanfaatan sumber agraria.
1
Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi ( 2001) dalam Sitorus (2002). 2
Hubungan Sosio Agraria
Hubungan atau interaksi yang terjadi di antara subjek-subjek agraria baik
pemerintah, swasta, dan masyarakat telah membentuk suatu dinamika sosial. Dampak
hubungan antar subjek agraria tersebut pada kenyataannya sering kali menimbulkan
permasalahan sosial, hal ini dikarenakan satu pihak mendominasi dan pihak lain
terdominasi yang berujung pada munculnya ketidakadilan bagi subjek yang terdominasi.
Untuk memperbaiki hubungan-hubungan sosio-agraria tersebut maka dicuatkan suatu
program reforma agraria sebagi sebuah agenda bangsa untuk keadilan dan kemakmuran
rakyat.
2.1.2 Struktur Agraria
Struktur agraria yaitu3 suatu fakta yang menunjuk kepada fakta kehadiran
minoritas golongan atau lapisan sosial yang menguasai lahan yang luas di satu pihak
3
Dikutip dari pengantar penerbit pada buku Sosiologi Agraria oleh Sediono M.P. Tjondronegoro, penyunting M.T. Felix Sitorus & Gunawan Wiradi, AKATIGA, Bandung 1999.
Komunitas
Swasta Pemerintah
Sumber agraria
Hubungan teknisAgraria
dan mayoritas golongan yang menguasai hanya sedikit atau bahkan tanpa tanah sama
sekali di lain pihak.
Struktur agraria dapat mempengaruhi munculnya hubungan sosial agraris yang
berbeda antara satu tipe struktur agraria dengan tipe struktur agraria lain. Ada tiga
macam struktur agraria yaitu:
1. Tipe Kapitalis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh non-penggarap
(swasta/perusahaan)
2. Tipe Sosialis : sumber-sumber agraria dikuasai oleh negara/kelompok pekerja
3. Tipe Populis/Neo-Populis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh keluarga/ rumah
tangga penguna. (Wiradi 1998, dalam Sitorus 2002).
Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi pembangunan. Hampir
semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan,
perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. Semakin hari kebutuhan akan
lahan semakin meningkat, sementara itu ketersediaan akan lahan tidak pernah
bertambah. Hal ini mengakibatkan banyak sekali terjadi benturan kepentingan antar
pihak karena setiap pihak mempunyai kepentingannya masing-masing dalam
pemanfaatan lahan.
Berbagai masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan kepentingan tersebut
diantaranya adalah (Utomo, dkk. 1992) :
1. Tumpang tindih dalam peruntukan lahan;
2. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali;
4. Penggunaan lahan yang tidak efisien atau tidak sesuai dengan fungsinya sehingga
menimbulkan berbagai dampak negatif seperti kerusakan tanah, kemerosotan
produktivitas, tanah longsor, dan banjir.
2.1.3 Reforma Agraria
Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna reforma agraria adalah
restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan
sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan
peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisikan, terdapat lima
komponen mendasar di dalamnya, yaitu:
1. Restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan
politik yang lebih berkeadilan (equity);
2. Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare);
3. Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara
optimal (efficiency);
4. Keberlanjutan (sustainability); dan 5. Penyelesaian sengketa tanah (harmony).
Berdasarkan makna reforma agraria di atas, maka dapat dirumuskan tujuan
reforma agraria sebagai berikut:
1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah
yang lebih adil;
2. Mengurangi kemiskinan;
3. Menciptakan lapangan kerja;
5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;
6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan
7. Meningkatkan ketahanan pangan.
Sementara itu Soetarto dan Shohibuddin (2006) mengemukakan bahwa inti dari
reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur
penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang
memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh
perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian,
perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya.
Pada tataran implementasi, istilah land reform sering dipandang sama dengan
agrarian reform, sementara itu Mocodompis (2006) mengatakan bahwa land reform
hanyalah bagian dari agrarian reform, jadi agrarian reform tidak sebatas redistribusi tanah, tetapi sesuatu yang lebih besar lagi namun tidak bisa dijalankan tanpa adanya
land reform. Hal ini serupa dengan apa yang diutarakan oleh Cohen (1987) seperti dikutip Syahyuti (2004), bahwa reforma agraria memiliki pengertian yang lebih
luas yang mencakup dua tujuan pokok, yaitu bagaimana mencapai produksi yang lebih
tinggi, dan bagaimana agar lebih dicapai keadilan.
Syahyuti (2004) mengutarakan bahwa dalam konteks reforma agraria,
peningkatan produksi tidak akan mampu dicapai secara optimal apabila tidak didahului
oleh land reform. Sementara, keadilan juga tidak mungkin dapat dicapai tanpa land reform. Jadi, land reform tetaplah menjadi langkah dasar yang menjadi basis pembangunan pertanian dan pedesaan. reforma agraria mencakup permasalahan
redistribusi tanah, peningkatan produksi dan produktifitas, pengembangan kredit untuk
buruh tani, dan konsolidasi tanah. Dengan kata lain, ada dua reforma yang harus
dilakukan dalam reforma agraria, yaitu land tenure reform (hubungan pemilik dan penyakap) dan land operation reform (perubahan luas penguasaan, pola budidaya, hukum penguasaan, dan lain-lain). Adapun tujuan dari land reform menurut Michael Lipton dalam Mocodompis (2006) adalah:
1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah di antara para pemilik tanah. Ini dilakukan
melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi
perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil sebagai usaha memperbaiki
persamaan diantara petani secara menyeluruh.
2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan, dengan
ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya
meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk pertanian
tersebut. Hal ini secara langsung akan mengurangi jumlah petani penggarap yang
hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan para petani.
Apabila dicermati tujuan reforma agraria di atas bermuara pada peningkatan
kesejahteraan rakyat dan penyelesaian berbagai permasalahan agraria.
2.1.4 Objek Reforma Agraria4
Tanah merupakan komponen dasar dalam reforma agraria, karenanya kegiatan
penyediaan tanah merupakan langkah strategis bagi keberhasilan reforma agraria.
Oleh karena itu tanah harus disediakan dalam luasan yang memadai dan kualitas yang
baik, serta harus disesuaikan dengan sebaran masyarakat yang akan dipilih sebagai
subjek program .
4
Berkenaan dengan penetapan objek reforma agraria, maka pada dasarnya tanah
yang ditetapkan sebagai objek reforma agraria adalah tanah-tanah negara dari berbagai
sumber yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan sebagai objek
reforma agraria. Sesuai dengan tahapan perencanaan luas tanah yang dibutuhkan untuk
menunjang reforma agraria, maka luas kebutuhan tanah objek reforma agraria di
Indonesia dalam kurun waktu 2007-2014 adalah seluas 9,25 juta hektar.
2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria
Sesuai dengan tujuan reforma agraria yang telah ditetapkan, maka subjek
reforma agraria pada dasarnya adalah penduduk miskin di pedesaan baik petani, nelayan
maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori ini dapat dimulai dari
yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan
untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).5
Mekanisme penentuan subjek reforma agraria harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya, hal ini untuk memastikan bahwa subjek reforma agraria memenuhi ketentuan
yang telah ditetapkan. Penentuan subjek didasarkan hasil identifikasi subjek secara
teliti, partisipatif, dan dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi kriteria yang
ditetapkan.
Proses penentuan subjek reforma agraria ini perlu memperhatikan
ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagai berikut (BPN, 2007):
a. Berazaskan keadilan
b. Tidak bersifat diskriminatif baik berdasarkan gender, suku, ras, agama, golongan,
dan lain-lain.
c. Penentuannya melibatkan partisipasi civil society.
d. Diselenggarakan mekanisme musyawarah/kesepakatan masyarakat.
e. Diidentifikasi atau diusulkan oleh unit administrasi terkecil/terdekat.
f. Memperhatikan aspek ketepatan dan efektivitas sasaran, sebagai contoh adalah
efektivitas faktor usia, jenis usaha, jenis pekerjaan, dan sebagainya.
2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subjek Reforma Agraria
Pengembangan kapasitas masyarakat (capacity building) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis kepada kekuatan-kekuatan dari bawah secara
nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumber daya alam, sumber daya ekonomi
dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity (Maskun seperti dikutip oleh Aly, 2005).
Eade dalam Aly (2005) mengemukakan bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang
sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.
Program reforma agraria yang dicanangkan pemerintah merupakan suatu program yang
terdiri dari kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas subjek reforma agraria
(masyarakat miskin). Pengembangan kapasitas dapat dilakukan dalam bentuk pemberian
akses terhadap sumber-sumber agraria, pembinaan kelembagaan ekonomi (produksi dan
distribusi), maupun pengembangan sumber daya manusia (pelatihan dan penyuluhan).
Pengembangan kapasitas petani miskin merupakan suatu proses penguatan
mandiri dapat meneyelesaikan masalahnya sendiri. Ismawan dalam Aly (2005)
menyatakan kemandirian adalah suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri
sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan, tanpa menutup
diri terhadap berbagai kemungkinan kerja sama yang saling menguntungkan.
Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan kapasitas dapat diartikan
sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi
keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka, sehinga memperoleh hak yang
sama tehadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.
Melalui pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih berdaya dan mandiri dalam
meningkatkan kualitas hidupnya.
2.2 Tingkat Kesejahteraan
Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan
kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu
tertentu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif,
tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu
sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum dapat juga
dikatakan sejahtera bagi orang lain.
Suharto (2006) mengartikan kesejahteraan sebagai kondisi sejahtera ( well-being). Pengertian ini biasanya merujuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi) seperti dikutip oleh Suharto (2006) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi
kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala
manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam
kehidupannya.
Menurut Sadiwak seperti dikutip oleh Munir (2008) kesejahteraan merupakan
sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang
diterima, namun tingkatan kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat
relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil
mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi itu sendiri pada hakekatnya bukan hanya
sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsipun dapat
dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.
Menurut Agusniar (2006) masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa
setiap angota masyarakat dapat memperoleh kebahagiaan, tetapi kesejahteraan salah
satu individu belum menjamin adanya kesejahteraan seluruh masyarakat. Usaha
mensejahterakan masyarakat berarti usaha untuk menjadikan semua anggota masyarakat
dapat hidup bahagia (Su’ud dalam Agusniar, 2006). Menurut Su’ud seperti dikutip
Agusniar (2006) terdapat dua hal penting mengenai kesejahteraan, yaitu: (1)
Kesejahteraan menuntut adanya kekayaan yang meningkat yaitu mengukur
kesejahteraan dengan keluaran fisik dan (2) Kesejahteraan tercapai bila ada distribusi
pendapatan yang dirasa adil oleh masyarakat.
Menetapkan kesejahteraan keluarga serta cara pengukurannya merupakan hal
yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ni disebabkan permasalahan keluarga
sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan perbidang saja, tetapi menyangkut
berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di
pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga
sejahtera yang berlaku secara umum dan spesifik (Badan Pusat Statistik tahun 1995
dalam Munir, 2008).
Indikator kesejahteraan rakyat menyajikan gambaran mengenai taraf
kesejahteraan rakyat Indonesia antar waktu, perkembangannya antar waktu serta
perbandingannya antar populasi dan daerah tempat tinggal (perkotaan dan pedesaan).
Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf
kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu.
Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan dibahas oleh BPS tahun 1995
seperti dikutip oleh Munir (2008), antara lain :
1. Kependudukan
Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi
penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan.
Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam
penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya
pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Selain itu itu, program perencanaan pembangunan sosial disegala
bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan
penduduk.
2. Kesehatan dan gizi
Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang
dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama
turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain
diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.
3. Pendidikan
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek
sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat
menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan
bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dapat dikatakan
masyarakat tersebut semakin sejahtera.
4. Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk
mencapai kepuasan tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan
kesejahteraan seluruh masyarakat.
5. Taraf dan pola konsumsi
Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur
tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan
peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut
terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun
didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah
tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diungkapakan tentang pola konsumsi rumah
tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk
makanan dan bukan makanan.
Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi
pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera
rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat
mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai
rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat
penampungan kotoran akhir (jamban).
7. Sosial dan budaya
Secara umum semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk
melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki
tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya
lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan,
seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang
mencakup menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar.
BPS tahun 1995 seperti dikutip oleh Munir (2008) kemudian memberikan
gambaran tentang cara yang lebih baik untuk mengukur kesejahteraan dalam sebuah
rumah tangga mengingat sulitnya memperoleh data yang akurat. Cara yang dimaksud
adalah dengan mengukur pola konsumsi rumah tangga. Pola konsumsi rumah tangga
merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini
berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi
makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran
kesejahteraan rumah tangga tersebut.
Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi
makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Semakin tinggi
terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah
tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan
jauh lebih kecil dibandingkan persentase untuk non makanan.
2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Permasalahan agraria di Indonesia merupakan hambatan yang serius bagi proses
pembangunan yang sedang berlangsung. Berbagai komponen bangsa sesuai dengan
status dan perannya telah berupaya melakukan perbaikan dalam bidang agraria, baik
penataan konstitusi maupun upaya perbaikan dalam bentuk program nyata.
Sejak tahun 2007 pemerintahan SBY-JK telah mengimplementasikan program
reforma agraria di beberapa daerah di Indonesia. Program utama dari reforma agraria ini
adalah dengan mendistribusikan tanah kepada rakyat termiskin untuk dikelola guna
memenuhi kebutuhan hidup. Selain pendistribusian tanah, ada juga program-program
lainya yang bersifat pendukung yang disebut dengan pemberian access reform, kegiatan ini antara lain dengan pemberian kredit lunak, pelatihan kelompok tani, bantuan
teknologi pertanian, pupuk, bibit tanaman, dan lain sebagainya.
Program reforma agraria diharapkan dapat membentuk struktur kepemilikan
lahan yang lebih merata dan adil, sehingga ketimpangan dalam kepemilikan lahan dapan
teratasi. Begitu juga dengan permasalahan-permasalahan sosial penyerta lainnya, seperti
konflik ataupun sengketa lahan.
Program reforma agraria ini diperuntukan bagi masyarakat miskin, terutama
petani dengan berbagai kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bantuan yang
diberikan melalui program reforma agraria diharapkan dapat meningkatkan kapasitas
sasaran program, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia
melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses terhadap sumber agraria berupa
tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, memiliki dan memahami penggunaan
teknologi pertanian, dan sebagainya.
Meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi
pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi
ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang
diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu
produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan
(memasarkan) hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak
pada kondisi perekonomian rumah tangganya.
Akan tetapi, dalam pelaksanaannya program reforma agraria sudah pasti
berasal dari dalam diri individu masyarakat yang menjadi subjek program, sedangkan
hambatan eksternal berasal dari luar diri individu subjek, mislanya dari pemerintah,
resistensi pihak swasta, faktor alam, dan lain sebagainya. Sehingga setelah mendapatkan
bantuan-bantuan dari pemerintah kondisi perekonomian petani tidak mengalami
peningkatan yang signifikan.
2.4 Hipotesis Penelitian
Penelitian ini memiliki beberapa hipotesis pengarah yang terdiri dari hipotesis
umum dan beberapa hipotesis khusus sebagai berikut:
a. Hipotesis Umum
Implementasi/pelaksanaan program reforma agraria dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan subjek/sasaran (petani miskin).
b. Hipotesis Khusus
1) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka kapasitas subjek
reforma agraria (petani) akan meningkat.
2) Jika kapasitas subjek reforma agraria mengalami peningkatan yang signifikan,
maka mereka akan mampu meningkatkan taraf hidup/kesejahteraannya.
3) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka akan terbentuk
struktur kepemilikan lahan yang merata dan adil.
4) Jika struktur kepemilikan lahan merata dan adil, maka subjek program dapat
lebih meningktakan kesejahteraan hidupnya.
2.5 Definisi Konseptual
a. Implementasi kegiatan reforma agraria adalah pelakasanaan serangkaian kegiatan
reforma agraria yang ditujukan kepada subjek/sasaran yang telah memenuhi
kriteria guna terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
b. Subjek reforma agraria adalah penduduk miskin yang berada di daerah pedesaan
baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam
kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat
dengan lokasi reforma agraria, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum
miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).
c. Pengembangan kapasitas subjek adalah upaya meningkatkan kemampuan subjek
reforma agraria untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan
hidup mereka, sehingga memperoleh hak yang sama tehadap sumber daya dan
menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.
d. Kesejahteraan petani adalah suatu kondisi kehidupan dimana kebutuhan moril
BAB III
PENDEKATAN LAPANG
3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan kualitatif dipilih
karena peneliti akan mengkaji fenomena sosial yang sedang berlangsung di lapangan
melalui studi kasus. Pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam
dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali berbagai
realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang
berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian.
Melalui pendekatan kualitatif, peneliti berusaha menggambarkan proses
pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa
Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Selain itu, peneliti juga akan
mengidentifikasi bentuk kegiatan reforma agraria yang diberikan kepada sasaran
(petani), menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi proses
peningkatan kapasitas petani melalui program reforma agraria. Berdasarkan data-data
yang diperoleh melalui proses pengamatan dan wawancara mendalam, Peneliti berupaya
melakukan pengkajian terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh program
reforma agraria bagi kehidupan subjek yang mendapatkan program. Salah satunya
adalah bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan
kualitas hidupnya.
Strategi penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah studi
kasus. Studi kasus berarti memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan
bertujuan menjelaskan penyebab-penyebab gejala sosial serta keterkaitan sebab akibat
dengan gejala sosial lainnya (Sitorus, 1998). Penelitian ini dilakukan guna menerangkan
berbagai gejala sosial yang terjadi pada masyarakat, dalam hal ini mengenai
implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga,
yang meliputi identifikasi fakta pelaksanaan program, dampaknya terhadap perubahan
struktur kepemilikan lahan, dan pengaruhnya bagi peningkatan kesejahteraan petani.
Tipe studi kasus yang digunakan adalah tipe intrinsik. Studi kasus intrinsik
adalah studi yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang lebih
baik tentang suatu kasus (Stake, 1994 : 236 dalam Sitorus, 1998).
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lokasi pelaksanaan program reforma agraria, yaitu di
Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan lokasi dalam penelitian ini,
diantaranya karena latar belakang sejarah lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga,
adanya gerakan sosial yang memobilisasi perjuangan masyarakat agar terwujudnya
pelaksananya reforma agraria, keunikan proses pembagian lahan dari penggarap awal
kepada masyarakat lain, dan sebagainya.
Penelitian ini berlangsung selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni hingga bulan
Juli 2009. Penelitian yang dimaksud mencakup waktu sejak peneliti intensif di daerah
penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, hingga pembuatan draft skripsi.
Subjek dalam penelitian ini ditentukan secara purposive, yaitu dengan sengaja memilih masyarakat Desa Pamagersari yang dianggap mengetahui informasi mengenai
pelaksanaan program reforma agraria, terutama masyarakat sasaran program dan pihak
pelaksana program (Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor dan aparat desa).
Selain itu, peneliti juga mencari informasi kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan
pelaksanaan program reforma agraria.
Terdapat dua subjek penelitian yang dapat dijadikan sumber informasi, yaitu
responden dan informan. Responden adalah masyarakat yang dapat memberikan
informasi mengenai hidup atau gejala sosial yang terjadi pada dirinya, sedangkan
informan merupakan masyarakat yang bisa memberikan informasi mengenai gejala
sosial yang terjadi pada orang lain. Subjek dalam penelitian ini tidak menutup
kemungkinan dapat diposisikan sebagai responden sekaligus sebagai informan.
Subjek yang terdapat dalam proses penelitian ini sebanyak 23 orang, yang
terdiri dari 21 orang penerima manfaat program reforma agraria dan dua orang bukan
penerima manfaat. Dari 21 subjek penelitian ini dapat diidentifikasi ciri atau
karakteristik masing-masing subjek seperti pada tabel di bawah ini:
Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan.
2 Aki Momo Petani Asli Jasinga > 5 thn 45000
23 Bapak Nur Kepala Desa Asli Jasinga Bukan sasaran
3.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, Pengumpulan
data). Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi lapang,
sedangkan data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen.
Teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam dilakukan melalui
interaksi dua arah dengan prinsip kesetaraan antara peneliti dengan subjek dalam
suasana yang akrab dan informal. Wawancara mendalam dilakukan untuk memahami
pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial yang
dihadapinya yang diungkapkan menggunakan bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan
dalam Sitorus ,1998). Sementara itu observasi dilakukan untuk mengamati langsung
aktivitas subjek penelitian pada situasi dan kondisi yang relevan. Data primer yang
diperoleh dari subjek penelitian akan dianggap cukup jika informasi yang diberikan
sudah jenuh, dalam arti banyak responden dan informan yang memberikan informasi
sama.
Peneliti menyusun panduan pertanyaan yang berguna untuk membantu dalam
proses pengumpulan data di lapangan. Panduan pertanyaan ini berkaitan dengan
informasi mengenai profil dan sejarah lokasi, latar belakang penentuan lokasi reforma
agraria, persepsi masyarakat terhadap program, pengaruh yang mereka rasakan baik
secara moral maupun materil, ataupun hambatan dan kendala yang mereka rasakan
dalam mengikuti program reforma agraria.
Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen atau yang disebut
dengan studi dokumentasi, yaitu mempelajari dan menelaah dokumen, catatan tertulis,
maupun arsip yang relevan dengan masalah yang dikaji. Analisis dokumen-dokumen
terkait dengan konsep reforma agraria, prosedur dan ketentuan pelaksanaan, gambaran
umum lokasi pelaksanaan program reforma agraria, serta tentang masyarakat di sekitar
Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah penduduk, data kepemilikan
lahan pertanian, mata pencaharian penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber
daya manusia, data angkatan kerja dan tingkat pendidikan, batas-batas wilayah desa,
serta sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pamagesari. Sumber data sekunder
didapat dari laporan dinas sektoral yang relevan, dokumen-dokumen hasil penelitian dan
pengkajian yang ada sebelumnya tentang program sejenis, dokumen pemerintah desa
atau dokumen lainnya.
3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data
Teknik analisis data kualitatif dilakukan melalui proses reduksi data, penyajian
data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Sitorus 1998). Dalam
penelitian ini data-data yang diperoleh akan diringkas, dibuat kode, dibuat gugus-gugus,
dalam rangka memilah, memilih dan mengarahkan data yang diperlukan. Proses ini
berlangsung secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.
Setelah proses reduksi, data-data tersebut selanjutnya disusun dan disajikan
dalam bentuk matriks, grafik maupun bagan, sehingga tersusun, terpadu, dan mudah
disimpulkan. Penyimpulan dilakukan secara terus-menerus selama proses analisis
dengan mempertimbangkan data yang diperoleh selama proses penelitian.
3.6 Organisasi Penulisan
Penelitian ini membahas gambaran umum wilayah yang mencakup karakteristik
wilayah, mata pencaharian penduduk, jumlah penduduk, potensi sumberdaya alam dan
sumberdaya manusia, sebaran kepemilkan lahan pertanian, serta sarana dan prasarana .
pelaksanaan program reforma agraria, perubahan struktur kepemilkan lahan yang
terjadi, dan pengaruh pelaksanaan program reforma agraria terhadap tingkat
kesejahteraan petani. Pada bagian akhir peneliti akan memaparkan simpulan dari hasil
penelitiannya berdasarkan hubungan-hubungan antara konsep-konsep agraria dan
fakta-fakta sosial yang didapat di lokasi penelitian, serta beberapa pemaparan saran untuk
BAB IV
GAMBARAN UMUM LOKASI
4.1 Letak Geografis Desa
Desa Pamagersari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan
Jasinga, yaitu berada di sebelah barat Kabupaten Bogor. Desa Pamagersari merupakan
desa hasil pemekaran, sebelumnya Pamagersari termasuk dalam wilayah Desa Jasinga,
pada tahun 1984 dilakukan pemekaran Desa Jasinga, sehingga menjadi dua desa, Desa
Jasinga dan Desa Pamagersari. Letak Desa Pamagersari tepat di tengah Kecamatan
Jasinga, jarak tempuh ke ibu kota kecamatan hanya 0,1 kilo meter, sementara jarak
antara Desa dan ibu kota Kabupaten Bogor sejauh 64 kilo meter, dan jarak desa
terhadap ibu kota Provinsi Jawa Barat sejauh 160 kilo meter.
Secara geografis Desa Pamagersari terletak pada ketinggian 120 meter di
bawah permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 25,75 mm/tahun. Kondisi topografi
atau bentang lahan Desa Pamagersari terdiri dari dataran dan perbukitan/pegunungan.
Luas dataran yang terdapat di Desa Pamagersari adalah 301, 668 hektar, sedangkan luas
perbukitannya adalah 13,102 hektar. Desa Pamagersari memiliki kondisi tanah yang
baik, dengan luas tanah yang termasuk dalam kategori tanah sangat subur adalah seluas
80,679 hektar dan tanah subur seluas 234,090 hektar (Profil Desa Pamagersari tahun
2003).
Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari
Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003
Sementara itu, berdasarkan data dasar Profil Desa Pamagersari tahun 2003
tercatat bahwa luas wilayah Desa Pamagersari menurut penggunaannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya
No Penggunaan Luas (hektar)
1 Pemukiman
5 Perkebunan swasta 100,240
6 Padang rumput/ stepa/ ladang/ gembala/ pangonan 78,618
7 Lapangan sepak bola 1
8 Perikanan darat/ air tawar (kolam) 0,5
Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003
Rata-rata masyarakat Desa Pamagersari merupakan penduduk asli Jasinga,
sedangkan masyarakat pendatang yang berada di Desa Pamagersari sebagian besar
berasal dari Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Jumlah penduduk desa Pamager Sari
dapat di lihat pada Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari pada Bulan
Mei 2009.
Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari
No Perincian Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Penduduk bulan lalu 2. 625 2. 903 5. 528
2 Kelahiran bulan ini 4 7 11
3 Kematian bulan ini 3 2 5
4 Pendatang bulan ini - - -
5 Pindah bulan ini 8 6 14
6 Penduduk akhir bulan ini 2. 618 2. 903 5. 521 Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003
4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan
1. Angkatan Kerja
Sebaran angkatan kerja di Deasa Pamagersari adalah sebagai berikut:
Tabel 5: Angkatan Kerja
No Angkatan Kerja Jumlah (orang)
1 Penduduk Usia Kerja 2700
2 Penduduk Usia Kerja yang Bekerja 2110
3 Penduduk Usia Kerja yang Belum Bekerja 590
Jumlah 2727
Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003