• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

Oleh : ANDI ALFURQON

I34052087

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

Ringkasan

ANDI ALFURQON. Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani (Kasus: Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor), ENDRIATMO SOETARTO.

Sejarah menunjukkan, berbagai permasalahan muncul terkait dengan penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh tidak tepatnya berbagai kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan sumber-sumber agraria.

Sebagai dampak dari permasalahan tersebut, setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun. Jumlah petani gurem baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani penyakap yang kesemuaannya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara itu, konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh pihak tetentu begitu mencuat dan konflik agraria pun merupakan kenyataan yang sering kali terjadi di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan melaksanakan program reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat dalam UUPA 1960.

Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program reforma agraria dan program-program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya adalah di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan tahun 2007. Bentuk program reforma agraria yang dilaksanakan di Desa Pamagersari berupa pembagian sertifikat lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga. Sertifikat ini dibagikan kepada 864 warga Pamagersari dengan berbagai ketentuan dan proses yang telah disepakati bersama.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan jumlah responden dan informan sebanyak 23 orang, terdiri dari 21 orang termasuk dalam subjek program sertifikasi dan 2 orang tidak termasuk subjek program sertifikasi. Melalui pendekatan

kualitatif peneliti berusaha menggambarkan proses pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa Pamagersari,

(3)

bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan kualitas hidupnya.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa setelah adanya

program sertifikasi terbentuklah struktur kepemilikan lahan yang baru di Desa Pamagersari. Struktur agraria yang pada awalnya belum jelas menjadi lebih

jelas dengan adanya pemberian sertifikat yang memiliki kekuatan hukum. Program ini mampu mewujudkan terbentuknya struktur kepemilikan lahan yang lebih merata dan adil. Akan tetapi, terdapat fakta yang mengindikasikan adanya ketimpangan dalam pemilikan lahan yang disebabkan karena ada pihak-pihak tertentu yang berupaya mengakumulasi kepemilikan lahan eks-HGU dengan cara membelinya, selain itu ada juga sasaran yang sengaja menjual lahannya dengan alasan kebutuhan ekonomi.

Lahan eks-HGU yang diberikan kepada sasaran program di Desa Pamagersari dimanfaatkan dengan cara yang berbeda-beda. Akan tetapi sebagian besar dimanfaatkan sebagai lahan pertanian yang ditanami bermacam-macam tanaman. Program sertifikasi ini sangat membantu para petani yang menggarap lahan eks-HGU. Seluruh sasaran program merasa senang mendapatkan sertifikat, merekapun merasa leluasa menggarap lahannya dan tidak takut akan kehilangan lahannya.

Berdasarkan hasil penelitian ini masih sulit dilihat adanya pengaruh yang signifikan bagi peningkatan kesejahteraan petani. Hal ini disebabkan masih singkatnya masa pelaksanaan program karena baru berlangsung selama dua tahun. Selain itu, ada faktor lain yang menyebabkan belum meningkatnya kesejahteraan petani setelah program Reforma Agaria, diantaranya adalah belum adanya pemberian access reform

yang memadai untuk sasaran, kurang optimalnya pemanfaatan lahan oleh sasaran (kerena latar belang SDM yang rendah), kurang tepatnya pemilihan sasaran program, serta adanya beberapa penerima manfaat yang telah menjual lahan eks-HGU.

(4)

Abstract

There are many agrarian’s problems have impeded processes of development in Indonesia. These problems are coused by unfairly agrarian structure. In this condition farmers always stood in subordinate position where they were defeated by capital power. Farmers did not get access to exploit agrarian resources easily, so they felt so hard to gain their prosperity. In other side, agrarian policy in Indonesia has been partial for private interestes only. There were two different condition, it was called as social gap.

The solution to solve these problems is by supporting farmers rights to get agrarian access (ownership and utilization). Agrarian reform program is one way to

supports farmer’s rights. The main aim of agrarian reform implementation is to create the social justice and people prosperity. One form of agrarian reform program is eks-HGU area certification, this program is implemented by giving the land certificate to the farmers who have worked on eks-HGU area before this program.

Certification program makes farmers happy, now they feel safe also to work on their land. This psychology condition is one modal to gain their prosperity in the future. Except certificate distribution, farmers need also the supporting program that called by access reform. Access reform needed to supports and helps farmers in exploting their lands. The examples of access reform are, giving production modal, technology, and training. Asset reform (certification) and access reform that gave to farmers can gain

farmer’s capacity, this capacity can help them to get their prosperity.

(5)

ROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI

(Kasus : Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor)

Oleh :

ANDI ALFURQON I34052087

Skripsi

Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar

Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh :

Nama : Andi Alfurqon

NRP : I34052087

Departemen : Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Judul : Program Reforma Agraria dan Peningkatan

Kesejahteraan Petani

dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi

dan Pengembangan Masyarakat pada Departemen Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA 19521225 198603 1 002

Mengetahui,

Ketua Departemen

Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

Dr. Ir. Lala M. Kolopaking, MS.

NIP. 19580827 198303 1 001

(7)

LEMBAR PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL

“PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN PENINGKATAN

KESEJAHTERAAN PETANI ” ADALAH BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN

TINGGI MANAPUN. SEMUA DATA DAN INFORMASI YANG DIGUNAKAN

TELAH DINYATAKAN DENGAN JELAS DAN DAPAT DIPERIKSA

KEBENARANNYA.

Bogor, Agustus 2009

Andi Alfurqon

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lampung pada tanggal 07 November 1984. Penulis adalah

anak ke empat dari pasangan suami isteri Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Hj.

Aspinah Kamsyari. Pada tingkat sekolah dasar penulis bersekolah di SDN 07

Kedondong (sekarang SDN 04), Lampung Selatan. Kemudian melanjutkan

pendidikannya di Madrasah Tsanawiyah Mathla’ul Anwar Kedondong, Pondok

Pesantren Daar El-Qolam Tangerang, dan Madrasah Aliyah Mathla’ul Anwar Pusat

Menes Pandeglang, Banten. Selanjutnya pada tahun 2005 penulis diterima sebagai

mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan

menjadi mahasiswa pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, IPB.

Ketika diterima menjadi mahasiswa di Departemen SKPM pernah menjadi

anggota Divisi Cinematografi HIMASIERA (Himpunan Mahasiswa Peminat Ilmu-Ilmu

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat) periode 2007/2008. Selain itu penulis juga

aktif mengikuti berbagai kepanitiaan selama berkuliah di IPB sejak tahun 2005 sampai

tahun 2009. Penulis juga pernah mengikuti beberapa kegiatan perlombaan, seperti

lomba MTQ tingkat mahasiswa IPB (juara II) dan lomba Pekan Kreativitas Mahasiswa

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Bismillahirrohmaanirrohiim,

Allahumma Sholli „alaa Sayyidinaa Muhammad

Segala puji hanya bagi Allah SWT, sholawat dan salam semoga tercurah bagi

Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, serta umatnya yang setia. Atas segala

taufik dan hidayah Allah SWT akhirnya penulis dapat menyelesaikan proses

penyusunan skripsi yang berjudul “Program Reforma Agraria dan Peningkatan

Kesejahteraan Petani”. Dalam skripsi ini penulis mencoba memaparkan berbagai fakta

sosial terkait dengan pelaksanaan program reforma agraria, terbentuknya struktur

kepemilikan lahan, serta berupaya menganalisis pengaruh pelaksanaan program bagi

peningkatan kesejahteraan petani.

Penghargaan serta ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak

yang telah memberikan bantuan, baik moral maupun materi sehingga penulisan skripsi

ini dapat diselesaikan dengan baik. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Orang tua tercinta, yaitu Bapak Drs. H. Hidayat Zakaria (alm) dan Ibu Hj. Aspinah.

Terimakasih atas nasehat, dukungan, dan do’a nya. Perjuangan yang Abah dan Ibu

berikan sangat berarti, semoga Allah SWT selalu memberikan rahmat-Nya untuk kita

semua.

2. Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. Selaku dosen pembimbing Studi

Pustaka dan Pembimbing Skripsi yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan

(10)

3. Kaka-kaka ku tercinta, Ka’ Mumu, Teh Iha, dan Teh Leli. Terima kasih untuk

bantuan, semangat, dan do’anya. Begitu juga untuk keluarga besar di Lampung.

4. Sahabat-sahabat ku KPM 42: Oel, Avira, Reni, Aida, Rofian, Furqon, Yayan, Reza,

Janu, Cuple, Tubagus, Liza, Hesti, Khoerini, dan Indah. Terimakasih dukungan,

kritik, dan sarannya, semoga persahabatan kita tetap terjalin.

5. Egi Massardy, teman senasib dan seperjuangan dalam penyusunan Studi Pustaka dan

skripsi, yang selalu memberikan semangat, dukungan, dan masukannya.

6. Teman-teman SKPM 42 yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, salam kompak

selalu.

7. Teman-teman kost: Akri, Wolfy, Ardy, dan Zai. Terima kasih atas bantuannya.

8. Pak H. Iwan, Pak Lurah Nur, Kang Sholeh, serta masyarakat Desa

Pamagersari. Atas bantuan dan informasi yang diberikan ketika penelitian.

Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini masih ditemukan banyak kekurangan

dan masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis menerima segala kritik dan

saran yang bersifat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2009

(11)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah SWT., atas berkat rahmat dan hidayah-Nya lah

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi yang berjudul

“Program Reforma Agraria dan Kesejahteraan Petani” ini disusun sebagai salah satu

syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat,

Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Sekripsi ini merupakan hasil

penelitian yang dilakukan di Desa Pamagersari, Kecamatan jasinga, Kabupaten Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya

kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo Soetarto, MA. sebagai dosen pembimbing skripsi

yang telah memberikan dukungan, bimbingan, dan arahan dengan penuh kesabaran.

Selain itu, penulis juga mengucapakan terimaksih kepada Bapak Martua Sihaloho, SP.,

MSi. selaku dosen penguji utama, kepada Ibu Heru Purwandari, SP., MSi.

selaku dosen penguji wakil Departeman Sains Komunikasi dan

Pengembangan Masyarakat, dan kepada pihak-pihak yang telah memberikan

dukungan baik moril maupun materil.

Akhirnya, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat memberikan

manfaat dan berguna dalam penelitian di masa yang akan datang. Semoga Allah SWT.

senantiasa melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya pada kita semua. Amin.

Bogor, Agustus 2009

(12)

DAFTAR ISI

2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani ... 7

2.1.1 Konsep Agraria (Obyek dan Subyek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria) ... 7

2.1.2 Struktur Agraria ... 9

2.1.3 Reforma Agraria ... 11

2.1.4 Objek Reforma Agraria ... 13

2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria ... 14

2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subyek Reforma Agraria ... 15

2.2 Tingkat Kesejahteraan ... 16

2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

2.4 Hipotesis Penelitian ... 23

2.5 Definisi Konseptual ... 24

BAB III PENDEKATAN LAPANG 3.1 Metode Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 26

3.3 Penentuan Subjek Penelitian ... 27

(13)

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 30

3.6 Organisasi Penulisan ... 31

BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI 4.1 Letak Geografis Desa ... 32

4.2 Demografi Desa ... 34

4.2.1 Jumlah Penduduk ... 34

4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan ... 34

4.3 Mata Pencaharaian penduduk... 35

4.4 Struktur Agraria Lokal ... 37

4.5 Kelembagaan ... 38

4.6 Saran dan Prasarana ... 39

BAB V PROSES IMPLEMENTASI PROGRAM REFORMA AGRARIA 5.1 Latar Belakang Lokasi Reforma Agraria ... 41

5.1.1 Sejarah Lahan Eks-HGU Jasinga ... 41

5.1.2 Perjuangan Masyarakat Pamagersari ... 44

5.2 Pelaksanaan Reforma Agraria di Pamagersari ... 48

5.2.1 Musyawarah Pembagian Lahan ... 51

5.2.2 Access Reform ... 52

BAB VI PERUBAHAN STRUKTUR KEPEMILIKAN LAHAN 6.1 Struktur Kepemilikan Lahan sebelum Program Reforma Agraria... 54

6.2 Struktur Kepemilikan Lahan Setelah Sertifikasi ... 56

6.2.1 Indikasi Ketimpangan dalam Kepemilkan Lahan ... 57

BAB VII PROGRAM REFORMA AGRARIA DAN NINGKATAN KESEJAHTERAAN PETANI 7.1 Tanggapan Warga Terhadap Program Sertifikasi ... 62

7.2 Pemanfaatan Lahan Eks-HGU Jasinga ... 64

(14)

7.2.2 Areal Pertanian (berkebun, berladang, dan sawah) ... 65

7.2.3 Sarana Umum ... 69

7.3 Program Reforma Agraria dan Peningkatan Kesejahteraan Petani ... 69

BAB VIII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ... 76

8.2 Saran ... 77

DAFTAR PUSTAKA ... 79

LAMPIRAN ... 82

1. Jadwal Penelitian ... 82

Tabel 18: Jadwal Penelitian ... 82

2. Dokumentasi ... 83

Photo 1. Kantor Desa Pamagersari ... 83

Photo 2: Tugu Jasinga ... 83

Photo 3: Salah Satu Warga Penerima Sertifikat ... 83

Photo 4: Keakraban Bersama Warga ... 83

Photo 5: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Ladang ... 83

Photo 6: Lahan eks-HGU yang Dijadikan Kebun Sengon... 83

Photo 7: Pemukiman dan Mushola yang Berdiri di atas Lahan Eks-HGU ... 84

Photo 8: Lahan Eks-HGU yang Dijadikan Sawah ... 84

Photo 9: Peta Desa Pamagersari ... 84

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

Gambar 1. Lingkup Hubungan-hubungan Agraria ... 9

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual ... 21

Gambar 3. Bagan Pergerakan Paguyuban Kepala Desa se-Kecamatan

Jasinga ... 48

Gambar 4. Sertifikat lahan... 50

Gambar 5. Pemukiman Citeureup ... 64

Gambar 6. Sawah CH (53 tahun) yang berbatasan dengan Blok Ancol .. 67

Gambar 7. Pohon Sengon yang ditanam di atas lahan eks-HGU yang

(16)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan ... 28

Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari ... 33

Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya ... 33

Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari ... 34

Tabel 5: Angkatan Kerja ... 34

Tabel 6: Kualitas Angkatan Kerja ... 35

Tabel 7: Subsektor Pertanian Tanaman Pangan ... 35

Tabel 8: Subsektor Perkebunan/Perladangan ... 35

Tabel 9: Subsektor Peternakan ... 36

Tabel 10: Subsektor Perikanan/Nelayan ... 36

Tabel 11: Subsektor Industri Kecil/Kerajinan ... 36

Tabel 12: Sektor Jasa/Perdagangan ... 36

Tabel 13: Struktur Pemilikan Tanah ... 37

Tabel 14: Access Reform ... 52

Tabel 15 :Ketentuan-ketentuan Penentuan Subjek Reforma Agraria yang Telah Dilakukan . ………60

Tabel 16: Pemanfaat Lahan eks-HGU ... 66

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sejarah menunjukkan terdapat berbagai permasalahan muncul terkait dengan

penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria. Baik sebelum maupun sesudah

masa kemerdekaan, masyarakat Indonesia dihadapkan pada berbagai persoalan yang

terkait dengan ketidakadilan dalam mendapatkan hak atas penguasaan dan pemanfaatan

sumber-sumber agraria. Fakta ketidakadilan agraria seringkali dipicu oleh berbagai

kebijakan politik pada setiap fase pemerintahan. Kebijakan politik yang tidak

memberikan kelayakan akses bagi masyarakat untuk memiliki dan memanfaatkan

sumber-sumber agraria.

Berbagai permasalahan yang terdapat dalam bidang agraria, baik bidang

pertanahan, perkebunan, kehutanan, serta perairan berakar pada kurang tepatnya arah

kebijakan politik agraria di Indonesia. Sebagai suatu upaya perbaikan dalam bidang

agraria, pemerintahan Soekarno telah menerapkan kebijakan politik agraria yang

didasarkan pada paradigma populis. Pada saat itu inti dari arah kebijakan agraria adalah

tanah untuk rakyat yang melahirkan Undang-Undang Pokok

Agraria Tahun (UUPA) 1960 yang sampai saat ini dijadikan sebagai payung hukum

kebijakan agraria di Indonesia. Kebijkan agraria ini juga diikuti oleh program land reform pada kisaran tahun 1963-1965, yang memberikan harapan baru bagi rakyat kecil yang sebagian besar petani.

Akan tetapi, pergolakan politik di Indonesia pada saat itu begitu hebat yang

menyebabkan Soekarno turun dari kursi kepresidenan dan digantikan oleh Soeharto

(18)

agrariapun belum dapat terimplementasi secara nyata. Pada masa pemerintahan

Soeharto kebijakan politik agraria lebih mengarah pada paradigma tanah untuk negara

dan swasta, dengan alasan untuk mempercepat pembangunan nasional sebagian besar

aset-aset agraria dikuasai oleh negara untuk kepentingan perusahaan swasta. Masyarakat

kecil sangat sulit mendapatkan akses yang layak untuk memiliki dan memanfaatkan

sumber-sumber agraria untuk memenuhi kebutuhan mereka, terutama akses kepemilikan

dan pemanfaatan lahan pertanian (tanah).

Setiap tahun penguasaan tanah oleh petani semakin menurun, jumlah petani gurem

baik pemilik maupun penyewa semakin meningkat, begitu juga halnya dengan petani

penyakap yang semuanya dapat dikategorikan sebagai masyarakat miskin. Sementara

itu konsentrasi penguasaan sumber-sumber agraria oleh segelintir orang saja begitu

mencuat, karena didukung oleh berbagai undang-undang sektoral baik pada bidang

perkebunan, kehutanan, pertambangan, kelautan, dan sebagainya. Konflik agraria pun

merupakan kenyataan yang kerapkali terjadi di berbagai wilayah di Indonesia.

Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai upaya perbaikan dalam bidang

agraria. Lengsernya Orde Baru merupakan titik tolak perbaikan dan penataan ulang

sistem perundang-undangan yang mengatur masalah agraria di Indonesia. Penataan

kembali arah kebijakan politik agraria disadari bersama sebagai hal yang sangat penting

untuk mewujudkan suatu keadilan sosial dan mencapai kesejahteraan masyarakat.

Salah satu upaya perbaikan tersebut adalah dengan mencuatkan kembali pentingnya

pelaksanaan reforma agraria sebagai salah satu agenda bangsa seperti yang termuat

dalam UUPA 1960. Upaya perbaikan ini juga terlihat dengan adanya TAP MPR No.

IX/2001 dan Tap MPR No. V/2003, inti dari dua ketetapan ini adalah pentingnya

(19)

Program reforma agraria dalam agenda pemerintahan SBY-JK merupakan bagian

dari program Perbaikan dan Penciptaan Kesempatan Kerja dan Revitalisasi Pertanian

dan Pedesaan (Setiawan, 2009). Presiden RI DR. H. Susilo

Bambang Yudhoyono telah menyampaikan pidato politiknya terkait dengan masalah

agraria di Indonesia. Pidato politik ini disampaikan pada awal tahun 2007, salah satu

penggalan pidato tersebut adalah:

“Program reforma agraria…secara bertahap…akan dilaksanakan mulai tahun 2007 ini. Langkah itu dilakukan dengan mengalokasikan tanah bagi rakyat termiskin yang berasal dari hutan konversi dan tanah lain yang menurut hukum pertanahan kita boleh diperuntukkan bagi kepentingan rakyat. Inilah yang saya sebut sebagai prinsip tanah untuk keadilan dan kesejahteraan rakyat…[yang] saya anggap mutlak untuk dilakukan”.

Berbagai upaya perbaikan dalam bidang agraria memiliki suatu muara, yaitu

tercapainya keadilan sosial demi kesejahteraan rakyat Indonesia. Saat ini program

reforma agraria dan program penunjangnya telah/sedang diimplementasikan di

beberapa wilayah di Indonesia, salah satunya di Desa Pamagersari Kecamatan Jasinga,

Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Program ini dilaksanakan pada pertengahan

tahun 2007.

Secara rasional program reforma agraria dan program penunjangnya akan

memberikan pengaruh bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat (petani) yang

mendapatkannya. Ketika suatu masyarakat diberikan bantuan berupa aset dan akses

produksi, sewajarnya bantuan tersebut mampu memberikan dorongan bagi upaya

peningkatan taraf hidupnya. Akan tetapi, perlu dikaji lebih lanjut mengenai proses

implementasi program reforma agraria tersebut.

Begitu juga halnya dengan pelaksanaan program sertifikasi lahan eks-HGU di

Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga. Perlu dilakukan penelitian sebagai upaya

pengkajian lebih lanjut mengenai fakta-fakta sosial yang berhubungan dengan program

(20)

reforma agraria tersebut di Desa Pamagersari? Selain itu, perubahan struktur

kepemilikan lahan juga merupakan hal yang perlu dikaji lebih dalam, apakah setelah

dilaksanakan program reforma agraria struktur kepemilikan lahan menjadi lebih merata

dan adil, atau bahkan ada fakta-fakta lain yang dapat mengindikasikan kondisi

sebaliknya?

Mengingat program reforma agraria erat kaitannya dengan tujuan peningkatan

kesejahteraan masyarakat, maka perlu dianalisis lebih lanjut apakah program serifikasi

lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga dapat memberikan dorongan yang berarti

terhadap upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa

permasalahan utama yang akan dikaji dalam penelitian ini, antara lain sebagai berikut :

1. Bagaimanakah proses implementasi program reforma agraria di Desa

Pamagersari setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya

mengutamakan kepentingan pribadinya?

2. Bagaimanakah perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT.

Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program

sertifikasi?

3. Sejauhmanakah pelaksanaan reforma agraria dapat mendorong peningkatan

kesejahteraan petani di Desa Pamagersari?

(21)

Berdasarkan permasalahan-permasalahan pokok yang terdapat dalam penelitian

ini, maka ada beberapa tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti diantaranya adalah

sebagai berikut:

1. Menjelaskan proses implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari

setelah diperoleh informasi adanya pihak tertentu yang berupaya mengutamakan

kepentingan pribadinya.

2. Menganalisis perubahan struktur kepemilikan lahan eks-HGU PT.

Perkebunan Jasinga setelah diketahui adanya upaya jual-beli lahan pasca program

sertifikasi.

3. Mengidentifikasi tingkat kesejahteraan petani setelah dilaksanakannya program

reforma agraria di Desa Pamagersari.

1.4Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan peneliti dalam

menerapkan berbagai konsep, khususnya yang berkaitan dengan reforma agraria. Selain

untuk peneliti, hasil penelitian ini juga diharapkan dapat berguna bagi berbagai

kalangan diantaranya:

1. Akademisi. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumber data, informasi,

atau literatur bagi kegiatan-kegiatan penelitian maupun penulisan ilmiah selanjutnya

yang terkait dengan pelaksanaan reforma agraria.

2. Masyarakat. Diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan pengaruh positif bagi

masyarakat penerima manfaat program, salah satunya adalah motivasi untuk

memanfaatkan lahan seoptimal mungkin sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan

(22)

3. Pemerintah. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai rujukan untuk kegiatan

evaluasi program reforma agraria yang telah atau sedang dilaksanakan oleh

pemerintah di Indonesia. Sehingga dapat dilakukan upaya perbaikan terhadap

kebijakan-kebijakan agraria yang dikeluarkan baik secara substansial maupun

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Reforma Agraria dan Tingkat Kesejahteraan Petani

Berbagai permasalahan yang muncul dalam bidang agraria merupakan hambatan

serius bagi proses pembangunan bangsa. Arah kebijakan politik yang tidak memihak

pada kepentingan masyarakat luas merupakan penyebab timbulnya berbagai

permasalahan dalam bidang agraria. Upaya-upaya perbaikan yang dilakukan sepanjang

sejarah pembangunan bangsa memiliki suatu muara, yaitu tercapainya keadilan sosial

dan kesejahteraan rakyat.

Reforma agraria merupakan agenda bangsa yang diharapakan dapat memberikan

titik terang bagi terwujudnya keadilan sosial dan tercapainya kesejahteraan masyarakat.

Reforma agraria dengan berbagai program pelengkapnya diharapkan dapat membantu

masyarakat miskin (sebagian besar petani) untuk dapat beranjak dari keterpurukan

ekonomi menuju kehidupan yang layak dan mandiri. Terdapat berbagai konsep yang

menjelaskan makna dari kata agraria dan reforma agraria itu sendiri, hal ini perlu

dipahami sebagi sebuah landasan teoritis dari penelitian ini.

2.1.1 Konsep Agraria (Objek dan Subjek Agraria Serta Hubungan Teknis dan Sosio-Agraria)

Istilah agraria berasal dari bahasa latin “aeger” yang artinya: a) lapangan; b)

pedusunan (lawan dari perkotaan); c) wilayah: tanah negara (lihat Kamus Bahasa

(24)

kembar dari istilah itu adalah “agger”, artinya: a) tanggul penahan/pelindung; b)

pematang; c) tanggul sungai; d) jalan tambak; e) reruntuhan tanah; f) bukit.1

Berdasarkan konsep-konsep di atas, tampak bahwa yang dicakup oleh istilah

agraria bukanlah sekedar tanah atau pertanian saja. Kata-kata pedusunan, bukit, dan

wilayah jelas menunjukkan arti yang lebih luas karena di dalamnya tercakup segala

sesuatu yang terwadahi olehnya. Wilayah pedusunan memiliki berbagai macam

tumbuhan, air, sungai, mungkin juga tambang, perumahan, dan masyarakat manusia.2

Menurut Sitorus (2002) konsep agraria juga merujuk pada berbagai hubungan antara

manusia dengan sumber-sumber agraria serta hubungan antar manusia dalam rangka

penguasaan dan pemanfaatan sumber-sumber graria.

Subjek agraria merujuk pada orang, sekelompok orang, atau pihak-pihak yang

memiliki kepentingan dalam mengakses dan atau memanfaatkan

sumber-sumber agraria. Secara kategoris subjek agraria dibedakan menjadi tiga yaitu komunitas

(sebagai kesatuan dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi

negara), dan swasta (private sector) (Sitorus, 2002). Ketiga subjek agraria tersebut memiliki ikatan dengan sumber-sumber agraria melalui institusi penguasaan/pemilikan

(tenure institution). Hubungan di antara subjek agraria akan menimbulkan kepentingan yang berbeda, hal ini berkaitan dengan perbedaan dalam penguasaan dan

pemanfaatan sumber-sumber agraria tersebut. Bentuk dari hubungan ini adalah

hubungan sosial atau hubungan sosio-agraria yang berpangkal pada akses pemilikan dan

pemanfaatan sumber agraria.

1

Tjondronegoro dan Gunawan Wiradi ( 2001) dalam Sitorus (2002). 2

(25)

Hubungan Sosio Agraria

Hubungan atau interaksi yang terjadi di antara subjek-subjek agraria baik

pemerintah, swasta, dan masyarakat telah membentuk suatu dinamika sosial. Dampak

hubungan antar subjek agraria tersebut pada kenyataannya sering kali menimbulkan

permasalahan sosial, hal ini dikarenakan satu pihak mendominasi dan pihak lain

terdominasi yang berujung pada munculnya ketidakadilan bagi subjek yang terdominasi.

Untuk memperbaiki hubungan-hubungan sosio-agraria tersebut maka dicuatkan suatu

program reforma agraria sebagi sebuah agenda bangsa untuk keadilan dan kemakmuran

rakyat.

2.1.2 Struktur Agraria

Struktur agraria yaitu3 suatu fakta yang menunjuk kepada fakta kehadiran

minoritas golongan atau lapisan sosial yang menguasai lahan yang luas di satu pihak

3

Dikutip dari pengantar penerbit pada buku Sosiologi Agraria oleh Sediono M.P. Tjondronegoro, penyunting M.T. Felix Sitorus & Gunawan Wiradi, AKATIGA, Bandung 1999.

Komunitas

Swasta Pemerintah

Sumber agraria

Hubungan teknisAgraria

(26)

dan mayoritas golongan yang menguasai hanya sedikit atau bahkan tanpa tanah sama

sekali di lain pihak.

Struktur agraria dapat mempengaruhi munculnya hubungan sosial agraris yang

berbeda antara satu tipe struktur agraria dengan tipe struktur agraria lain. Ada tiga

macam struktur agraria yaitu:

1. Tipe Kapitalis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh non-penggarap

(swasta/perusahaan)

2. Tipe Sosialis : sumber-sumber agraria dikuasai oleh negara/kelompok pekerja

3. Tipe Populis/Neo-Populis: sumber-sumber agraria dikuasai oleh keluarga/ rumah

tangga penguna. (Wiradi 1998, dalam Sitorus 2002).

Lahan merupakan sumber daya alam strategis bagi pembangunan. Hampir

semua sektor pembangunan fisik memerlukan lahan seperti sektor pertanian, kehutanan,

perumahan, industri, pertambangan, dan transportasi. Semakin hari kebutuhan akan

lahan semakin meningkat, sementara itu ketersediaan akan lahan tidak pernah

bertambah. Hal ini mengakibatkan banyak sekali terjadi benturan kepentingan antar

pihak karena setiap pihak mempunyai kepentingannya masing-masing dalam

pemanfaatan lahan.

Berbagai masalah yang ditimbulkan oleh perbedaan kepentingan tersebut

diantaranya adalah (Utomo, dkk. 1992) :

1. Tumpang tindih dalam peruntukan lahan;

2. Perubahan penggunaan lahan yang tidak terkendali;

(27)

4. Penggunaan lahan yang tidak efisien atau tidak sesuai dengan fungsinya sehingga

menimbulkan berbagai dampak negatif seperti kerusakan tanah, kemerosotan

produktivitas, tanah longsor, dan banjir.

2.1.3 Reforma Agraria

Menurut Badan Petanahan Nasional RI (2007) makna reforma agraria adalah

restrukturisasi penggunaan, pemanfaatan, penguasaan, dan pemilikan

sumber-sumber agraria, terutama tanah yang mampu menjamin keadilan dan keberlanjutan

peningkatan kesejahteraan rakyat. Apabila makna ini didekomposisikan, terdapat lima

komponen mendasar di dalamnya, yaitu:

1. Restrukturisasi penguasaan aset tanah ke arah penciptaan struktur sosial-ekonomi dan

politik yang lebih berkeadilan (equity);

2. Sumber peningkatan kesejahteraan yang berbasis keagrariaan (welfare);

3. Penggunaan atau pemanfaatan tanah dan faktor-faktor produksi lainnya secara

optimal (efficiency);

4. Keberlanjutan (sustainability); dan 5. Penyelesaian sengketa tanah (harmony).

Berdasarkan makna reforma agraria di atas, maka dapat dirumuskan tujuan

reforma agraria sebagai berikut:

1. Menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan penggunaan tanah ke arah

yang lebih adil;

2. Mengurangi kemiskinan;

3. Menciptakan lapangan kerja;

(28)

5. Mengurangi sengketa dan konflik pertanahan;

6. Memperbaiki dan menjaga kualitas lingkungan hidup; dan

7. Meningkatkan ketahanan pangan.

Sementara itu Soetarto dan Shohibuddin (2006) mengemukakan bahwa inti dari

reforma agraria adalah upaya politik sistematis untuk melakukan perubahan struktur

penguasaan tanah dan perbaikan jaminan kepastian penguasaan tanah bagi rakyat yang

memanfaatkan tanah dan kekayaan alam yang menyertainya, dan yang diikuti pula oleh

perbaikan sistem produksi melalui penyediaan fasilitas teknis dan kredit pertanian,

perbaikan metode bertani, hingga infrastruktur sosial lainnya.

Pada tataran implementasi, istilah land reform sering dipandang sama dengan

agrarian reform, sementara itu Mocodompis (2006) mengatakan bahwa land reform

hanyalah bagian dari agrarian reform, jadi agrarian reform tidak sebatas redistribusi tanah, tetapi sesuatu yang lebih besar lagi namun tidak bisa dijalankan tanpa adanya

land reform. Hal ini serupa dengan apa yang diutarakan oleh Cohen (1987) seperti dikutip Syahyuti (2004), bahwa reforma agraria memiliki pengertian yang lebih

luas yang mencakup dua tujuan pokok, yaitu bagaimana mencapai produksi yang lebih

tinggi, dan bagaimana agar lebih dicapai keadilan.

Syahyuti (2004) mengutarakan bahwa dalam konteks reforma agraria,

peningkatan produksi tidak akan mampu dicapai secara optimal apabila tidak didahului

oleh land reform. Sementara, keadilan juga tidak mungkin dapat dicapai tanpa land reform. Jadi, land reform tetaplah menjadi langkah dasar yang menjadi basis pembangunan pertanian dan pedesaan. reforma agraria mencakup permasalahan

redistribusi tanah, peningkatan produksi dan produktifitas, pengembangan kredit untuk

(29)

buruh tani, dan konsolidasi tanah. Dengan kata lain, ada dua reforma yang harus

dilakukan dalam reforma agraria, yaitu land tenure reform (hubungan pemilik dan penyakap) dan land operation reform (perubahan luas penguasaan, pola budidaya, hukum penguasaan, dan lain-lain). Adapun tujuan dari land reform menurut Michael Lipton dalam Mocodompis (2006) adalah:

1. Menciptakan pemerataan hak atas tanah di antara para pemilik tanah. Ini dilakukan

melalui usaha yang intensif yaitu dengan redistribusi tanah, untuk mengurangi

perbedaan pendapatan antara petani besar dan kecil sebagai usaha memperbaiki

persamaan diantara petani secara menyeluruh.

2. Untuk meningkatkan dan memperbaiki daya guna penggunaan lahan, dengan

ketersediaan lahan yang dimilikinya sendiri maka petani akan berupaya

meningkatkan produktivitasnya terhadap lahan yang diperuntukkan untuk pertanian

tersebut. Hal ini secara langsung akan mengurangi jumlah petani penggarap yang

hanya mengandalkan sistem bagi hasil yang cenderung merugikan para petani.

Apabila dicermati tujuan reforma agraria di atas bermuara pada peningkatan

kesejahteraan rakyat dan penyelesaian berbagai permasalahan agraria.

2.1.4 Objek Reforma Agraria4

Tanah merupakan komponen dasar dalam reforma agraria, karenanya kegiatan

penyediaan tanah merupakan langkah strategis bagi keberhasilan reforma agraria.

Oleh karena itu tanah harus disediakan dalam luasan yang memadai dan kualitas yang

baik, serta harus disesuaikan dengan sebaran masyarakat yang akan dipilih sebagai

subjek program .

4

(30)

Berkenaan dengan penetapan objek reforma agraria, maka pada dasarnya tanah

yang ditetapkan sebagai objek reforma agraria adalah tanah-tanah negara dari berbagai

sumber yang menurut peraturan perundang-undangan dapat dijadikan sebagai objek

reforma agraria. Sesuai dengan tahapan perencanaan luas tanah yang dibutuhkan untuk

menunjang reforma agraria, maka luas kebutuhan tanah objek reforma agraria di

Indonesia dalam kurun waktu 2007-2014 adalah seluas 9,25 juta hektar.

2.1.5 Sasaran/Subjek Reforma Agraria

Sesuai dengan tujuan reforma agraria yang telah ditetapkan, maka subjek

reforma agraria pada dasarnya adalah penduduk miskin di pedesaan baik petani, nelayan

maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam kategori ini dapat dimulai dari

yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat dengan lokasi, dan dibuka kemungkinan

untuk melibatkan kaum miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).5

Mekanisme penentuan subjek reforma agraria harus dilakukan dengan

sebaik-baiknya, hal ini untuk memastikan bahwa subjek reforma agraria memenuhi ketentuan

yang telah ditetapkan. Penentuan subjek didasarkan hasil identifikasi subjek secara

teliti, partisipatif, dan dapat dipertanggungjawabkan serta memenuhi kriteria yang

ditetapkan.

Proses penentuan subjek reforma agraria ini perlu memperhatikan

ketentuan-ketentuan yang berlaku sebagai berikut (BPN, 2007):

a. Berazaskan keadilan

(31)

b. Tidak bersifat diskriminatif baik berdasarkan gender, suku, ras, agama, golongan,

dan lain-lain.

c. Penentuannya melibatkan partisipasi civil society.

d. Diselenggarakan mekanisme musyawarah/kesepakatan masyarakat.

e. Diidentifikasi atau diusulkan oleh unit administrasi terkecil/terdekat.

f. Memperhatikan aspek ketepatan dan efektivitas sasaran, sebagai contoh adalah

efektivitas faktor usia, jenis usaha, jenis pekerjaan, dan sebagainya.

2.1.6 Pengembangan Kapasitas Subjek Reforma Agraria

Pengembangan kapasitas masyarakat (capacity building) merupakan suatu pendekatan pembangunan yang berbasis kepada kekuatan-kekuatan dari bawah secara

nyata. Kekuatan-kekuatan itu adalah kekuatan sumber daya alam, sumber daya ekonomi

dan sumber daya manusia sehingga menjadi suatu local capacity (Maskun seperti dikutip oleh Aly, 2005).

Eade dalam Aly (2005) mengemukakan bahwa pengembangan kapasitas merupakan suatu pendekatan pembangunan dimana semua orang memiliki hak yang

sama terhadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.

Program reforma agraria yang dicanangkan pemerintah merupakan suatu program yang

terdiri dari kegiatan-kegiatan pengembangan kapasitas subjek reforma agraria

(masyarakat miskin). Pengembangan kapasitas dapat dilakukan dalam bentuk pemberian

akses terhadap sumber-sumber agraria, pembinaan kelembagaan ekonomi (produksi dan

distribusi), maupun pengembangan sumber daya manusia (pelatihan dan penyuluhan).

Pengembangan kapasitas petani miskin merupakan suatu proses penguatan

(32)

mandiri dapat meneyelesaikan masalahnya sendiri. Ismawan dalam Aly (2005)

menyatakan kemandirian adalah suatu sikap yang mengutamakan kemampuan diri

sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai suatu tujuan, tanpa menutup

diri terhadap berbagai kemungkinan kerja sama yang saling menguntungkan.

Berdasarkan penjelasan di atas, pengembangan kapasitas dapat diartikan

sebagai upaya meningkatkan kemampuan masyarakat untuk dapat mengatasi

keterbatasan yang membatasi kesempatan hidup mereka, sehinga memperoleh hak yang

sama tehadap sumber daya dan menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.

Melalui pengembangan kapasitas, masyarakat akan lebih berdaya dan mandiri dalam

meningkatkan kualitas hidupnya.

2.2 Tingkat Kesejahteraan

Tingkat kesejahteraan merupakan konsep yang digunakan untuk menyatakan

kualitas hidup suatu masyarakat atau individu di suatu wilayah pada kurun waktu

tertentu. Konsep kesejahteraan atau rasa sejahtera yang dimiliki bersifat relatif,

tergantung bagaimana penilaian masing-masing individu terhadap kesejahteraan itu

sendiri. Sejahtera bagi seseorang dengan tingkat pendapatan tertentu belum dapat juga

dikatakan sejahtera bagi orang lain.

Suharto (2006) mengartikan kesejahteraan sebagai kondisi sejahtera ( well-being). Pengertian ini biasanya merujuk pada istilah kesejahteraan sosial (social welfare) sebagai kondisi terpenuhinya kebutuhan material dan non-material. Midgley, et al (2000: xi) seperti dikutip oleh Suharto (2006) mendefinisikan kesejahteraan sosial sebagai “…a condition or state of human well-being.” Kondisi sejahtera terjadi

(33)

kesehatan, pendidikan, tempat tinggal, dan pendapatan dapat dipenuhi; serta manakala

manusia memperoleh perlindungan dari resiko-resiko utama yang mengancam

kehidupannya.

Menurut Sadiwak seperti dikutip oleh Munir (2008) kesejahteraan merupakan

sejumlah kepuasan yang diperoleh seseorang dari hasil mengkonsumsi pendapatan yang

diterima, namun tingkatan kesejahteraan itu sendiri merupakan sesuatu yang bersifat

relatif karena tergantung dari besarnya kepuasan yang diperoleh dari hasil

mengkonsumsi pendapatan tersebut. Konsumsi itu sendiri pada hakekatnya bukan hanya

sesuatu yang mengeluarkan biaya, karena dalam beberapa hal konsumsipun dapat

dilakukan tanpa menimbulkan biaya bagi konsumennya.

Menurut Agusniar (2006) masyarakat yang sejahtera mengandung arti bahwa

setiap angota masyarakat dapat memperoleh kebahagiaan, tetapi kesejahteraan salah

satu individu belum menjamin adanya kesejahteraan seluruh masyarakat. Usaha

mensejahterakan masyarakat berarti usaha untuk menjadikan semua anggota masyarakat

dapat hidup bahagia (Su’ud dalam Agusniar, 2006). Menurut Su’ud seperti dikutip

Agusniar (2006) terdapat dua hal penting mengenai kesejahteraan, yaitu: (1)

Kesejahteraan menuntut adanya kekayaan yang meningkat yaitu mengukur

kesejahteraan dengan keluaran fisik dan (2) Kesejahteraan tercapai bila ada distribusi

pendapatan yang dirasa adil oleh masyarakat.

Menetapkan kesejahteraan keluarga serta cara pengukurannya merupakan hal

yang sulit untuk dirumuskan secara tuntas. Hal ni disebabkan permasalahan keluarga

sejahtera bukan hanya menyangkut permasalahan perbidang saja, tetapi menyangkut

berbagai bidang kehidupan yang sangat kompleks. Untuk itu diperlukan pengetahuan di

(34)

pengamatan empirik berbagai kasus untuk dapat menemukan indikator keluarga

sejahtera yang berlaku secara umum dan spesifik (Badan Pusat Statistik tahun 1995

dalam Munir, 2008).

Indikator kesejahteraan rakyat menyajikan gambaran mengenai taraf

kesejahteraan rakyat Indonesia antar waktu, perkembangannya antar waktu serta

perbandingannya antar populasi dan daerah tempat tinggal (perkotaan dan pedesaan).

Dimensi kesejahteraan rakyat disadari sangat luas dan kompleks, sehingga suatu taraf

kesejahteraan rakyat hanya dapat terlihat jika dilihat dari suatu aspek tertentu.

Berbagai aspek mengenai indikator kesejahteraan dibahas oleh BPS tahun 1995

seperti dikutip oleh Munir (2008), antara lain :

1. Kependudukan

Masalah kependudukan yang meliputi jumlah, komposisi dan distribusi

penduduk merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan.

Oleh sebab itu, untuk menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam

penanganan masalah kependudukan, pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya

pengendalian jumlah penduduk, tetapi juga menitikberatkan pada peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Selain itu itu, program perencanaan pembangunan sosial disegala

bidang harus mendapat prioritas utama yang berguna untuk peningkatan kesejahteraan

penduduk.

2. Kesehatan dan gizi

Salah satu aspek penting kesejahteraan adalah kualitas fisik penduduk yang

dapat dilihat dari derajat kesehatan penduduk dengan menggunakan indikator utama

(35)

turut mempengaruhi kualitas fisik penduduk adalah status kesehatan yang antara lain

diukur melalui angka kesakitan dan status gizi.

3. Pendidikan

Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek

sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Faktor kemiskinan

merupakan salah satu faktor yang menyebabkan belum semua anak Indonesia dapat

menikmati kesempatan pendidikan dasar. Berdasarkan hal tersebut dapat diasumsikan

bahwa semakin tinggi pendidikan yang dicapai suatu masyarakat, maka dapat dikatakan

masyarakat tersebut semakin sejahtera.

4. Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan merupakan salah satu aspek penting yang tidak hanya untuk

mencapai kepuasan tetapi juga untuk memenuhi perekonomian rumah tangga dan

kesejahteraan seluruh masyarakat.

5. Taraf dan pola konsumsi

Jumlah penduduk miskin merupakan indikator yang cukup baik untuk mengukur

tingkat kesejahteraan rakyat. Aspek lain yang perlu dipantau berkenaan dengan

peningkatan pendapatan penduduk tersebut adalah bagaimana pendapatan tersebut

terdistribusi diantara kelompok penduduk. Indikator distribusi pendapatan, walaupun

didekati dengan pengeluaran akan memberikan petunjuk aspek pemerataan yang telah

tercapai. Dari data pengeluaran dapat juga diungkapakan tentang pola konsumsi rumah

tangga secara umum dengan menggunakan indikator proporsi pengeluaran untuk

makanan dan bukan makanan.

(36)

Rumah tangga dijadikan sebagai salah satu indikator kesejahteraan bagi

pemiliknya. Semakin baik fasilitas yang dimiliki, dapat diasumsikan semakin sejahtera

rumah tangga yang menempati rumah tersebut. Berbagai fasilitas yang dapat

mencerminkan tingkat kesejahteraan tersebut antara lain dapat dilihat dari luas lantai

rumah, sumber air minum, fasilitas buang air besar rumah tangga, dan tempat

penampungan kotoran akhir (jamban).

7. Sosial dan budaya

Secara umum semakin banyak seseorang memanfaatkan waktu luang untuk

melakukan kegiatan sosial budaya maka dapat dikatakan bahwa orang tersebut memiliki

tingkat kesejahteraan yang semakin meningkat. Pembahasan mengenai sosial budaya

lebih difokuskan pada kegiatan sosial budaya yang mencerminkan aspek kesejahteraan,

seperti melakukan perjalanan wisata dan akses pada informasi dan hiburan, yang

mencakup menonton televisi, mendengarkan radio dan membaca surat kabar.

BPS tahun 1995 seperti dikutip oleh Munir (2008) kemudian memberikan

gambaran tentang cara yang lebih baik untuk mengukur kesejahteraan dalam sebuah

rumah tangga mengingat sulitnya memperoleh data yang akurat. Cara yang dimaksud

adalah dengan mengukur pola konsumsi rumah tangga. Pola konsumsi rumah tangga

merupakan salah satu indikator kesejahteraan rumah tangga/keluarga. Selama ini

berkembang pengertian bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk konsumsi

makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga dapat memberikan gambaran

kesejahteraan rumah tangga tersebut.

Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk konsumsi

makanan mengindikasikan rumah tangga yang berpenghasilan rendah. Semakin tinggi

(37)

terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga. Sehingga dapat dikatakan bahwa rumah

tangga/keluarga akan semakin sejahtera bila persentase pengeluaran untuk makanan

jauh lebih kecil dibandingkan persentase untuk non makanan.

2.3 Kerangka Pemikiran Konseptual

Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual

Permasalahan agraria di Indonesia merupakan hambatan yang serius bagi proses

pembangunan yang sedang berlangsung. Berbagai komponen bangsa sesuai dengan

status dan perannya telah berupaya melakukan perbaikan dalam bidang agraria, baik

penataan konstitusi maupun upaya perbaikan dalam bentuk program nyata.

Sejak tahun 2007 pemerintahan SBY-JK telah mengimplementasikan program

reforma agraria di beberapa daerah di Indonesia. Program utama dari reforma agraria ini

adalah dengan mendistribusikan tanah kepada rakyat termiskin untuk dikelola guna

(38)

memenuhi kebutuhan hidup. Selain pendistribusian tanah, ada juga program-program

lainya yang bersifat pendukung yang disebut dengan pemberian access reform, kegiatan ini antara lain dengan pemberian kredit lunak, pelatihan kelompok tani, bantuan

teknologi pertanian, pupuk, bibit tanaman, dan lain sebagainya.

Program reforma agraria diharapkan dapat membentuk struktur kepemilikan

lahan yang lebih merata dan adil, sehingga ketimpangan dalam kepemilikan lahan dapan

teratasi. Begitu juga dengan permasalahan-permasalahan sosial penyerta lainnya, seperti

konflik ataupun sengketa lahan.

Program reforma agraria ini diperuntukan bagi masyarakat miskin, terutama

petani dengan berbagai kriteria yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Bantuan yang

diberikan melalui program reforma agraria diharapkan dapat meningkatkan kapasitas

sasaran program, di antaranya berupa peningkatan kualitas sumber daya manusia

melalui pelatihan atau penyuluhan, memiliki akses terhadap sumber agraria berupa

tanah garapan, mampu memiliki modal produksi, memiliki dan memahami penggunaan

teknologi pertanian, dan sebagainya.

Meningkatnya kapasitas petani sebagai komponen penting dalam produksi

pertanian berpengaruh terhadap pemanfaatan sumber daya alam secara optimal. Kondisi

ini akan mendorong peningkatan hasil produksi. Selanjutnya, keterampilan yang

diperoleh dari pelatihan maupun penyuluhan akan dimanfaatkan untuk membuat suatu

produk olahan yang lebih bernilai. Jika sasaran program dapat mendistribusikan

(memasarkan) hasil produksi olahan tersebut dengan baik, maka ini akan berdampak

pada kondisi perekonomian rumah tangganya.

Akan tetapi, dalam pelaksanaannya program reforma agraria sudah pasti

(39)

berasal dari dalam diri individu masyarakat yang menjadi subjek program, sedangkan

hambatan eksternal berasal dari luar diri individu subjek, mislanya dari pemerintah,

resistensi pihak swasta, faktor alam, dan lain sebagainya. Sehingga setelah mendapatkan

bantuan-bantuan dari pemerintah kondisi perekonomian petani tidak mengalami

peningkatan yang signifikan.

2.4 Hipotesis Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa hipotesis pengarah yang terdiri dari hipotesis

umum dan beberapa hipotesis khusus sebagai berikut:

a. Hipotesis Umum

Implementasi/pelaksanaan program reforma agraria dapat mendorong peningkatan

kesejahteraan subjek/sasaran (petani miskin).

b. Hipotesis Khusus

1) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka kapasitas subjek

reforma agraria (petani) akan meningkat.

2) Jika kapasitas subjek reforma agraria mengalami peningkatan yang signifikan,

maka mereka akan mampu meningkatkan taraf hidup/kesejahteraannya.

3) Jika reforma agraria dapat diimplementasikan secara tepat, maka akan terbentuk

struktur kepemilikan lahan yang merata dan adil.

4) Jika struktur kepemilikan lahan merata dan adil, maka subjek program dapat

lebih meningktakan kesejahteraan hidupnya.

2.5 Definisi Konseptual

(40)

a. Implementasi kegiatan reforma agraria adalah pelakasanaan serangkaian kegiatan

reforma agraria yang ditujukan kepada subjek/sasaran yang telah memenuhi

kriteria guna terwujudnya keadilan sosial dan kesejahteraan masyarakat.

b. Subjek reforma agraria adalah penduduk miskin yang berada di daerah pedesaan

baik petani, nelayan maupun non-petani/nelayan. Penduduk miskin dalam

kategori ini dapat dimulai dari yang di dalam lokasi ataupun yang terdekat

dengan lokasi reforma agraria, dan dibuka kemungkinan untuk melibatkan kaum

miskin dari daerah lain (pedesaan dan perkotaan).

c. Pengembangan kapasitas subjek adalah upaya meningkatkan kemampuan subjek

reforma agraria untuk dapat mengatasi keterbatasan yang membatasi kesempatan

hidup mereka, sehingga memperoleh hak yang sama tehadap sumber daya dan

menjadi perencana pembangunan bagi diri mereka.

d. Kesejahteraan petani adalah suatu kondisi kehidupan dimana kebutuhan moril

(41)

BAB III

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, pendekatan kualitatif dipilih

karena peneliti akan mengkaji fenomena sosial yang sedang berlangsung di lapangan

melalui studi kasus. Pendekatan ini mampu memberikan pemahaman yang mendalam

dan rinci tentang suatu peristiwa atau gejala sosial, serta mampu menggali berbagai

realitas dan proses sosial maupun makna yang didasarkan pada pemahaman yang

berkembang dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian.

Melalui pendekatan kualitatif, peneliti berusaha menggambarkan proses

pelaksanaan program reforma agraria di Indonesia, khususnya di Desa

Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Selain itu, peneliti juga akan

mengidentifikasi bentuk kegiatan reforma agraria yang diberikan kepada sasaran

(petani), menganalisis hambatan-hambatan apa saja yang menghalangi proses

peningkatan kapasitas petani melalui program reforma agraria. Berdasarkan data-data

yang diperoleh melalui proses pengamatan dan wawancara mendalam, Peneliti berupaya

melakukan pengkajian terhadap pengaruh-pengaruh yang ditimbulkan oleh program

reforma agraria bagi kehidupan subjek yang mendapatkan program. Salah satunya

adalah bagaimana subjek program dapat terdorong untuk berupaya meningkatkan

kualitas hidupnya.

Strategi penelitian kualitatif yang digunakan pada penelitian ini adalah studi

kasus. Studi kasus berarti memilih suatu kejadian atau gejala untuk diteliti dengan

(42)

bertujuan menjelaskan penyebab-penyebab gejala sosial serta keterkaitan sebab akibat

dengan gejala sosial lainnya (Sitorus, 1998). Penelitian ini dilakukan guna menerangkan

berbagai gejala sosial yang terjadi pada masyarakat, dalam hal ini mengenai

implementasi program reforma agraria di Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga,

yang meliputi identifikasi fakta pelaksanaan program, dampaknya terhadap perubahan

struktur kepemilikan lahan, dan pengaruhnya bagi peningkatan kesejahteraan petani.

Tipe studi kasus yang digunakan adalah tipe intrinsik. Studi kasus intrinsik

adalah studi yang dilakukan karena peneliti ingin mendapatkan pemahaman yang lebih

baik tentang suatu kasus (Stake, 1994 : 236 dalam Sitorus, 1998).

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di lokasi pelaksanaan program reforma agraria, yaitu di

Desa Pamagersari, Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat.

Terdapat beberapa hal yang melatarbelakangi pemilihan lokasi dalam penelitian ini,

diantaranya karena latar belakang sejarah lahan eks-HGU PT. Perkebunan Jasinga,

adanya gerakan sosial yang memobilisasi perjuangan masyarakat agar terwujudnya

pelaksananya reforma agraria, keunikan proses pembagian lahan dari penggarap awal

kepada masyarakat lain, dan sebagainya.

Penelitian ini berlangsung selama dua bulan, yaitu dari bulan Juni hingga bulan

Juli 2009. Penelitian yang dimaksud mencakup waktu sejak peneliti intensif di daerah

penelitian, pengumpulan dan pengolahan data, hingga pembuatan draft skripsi.

(43)

Subjek dalam penelitian ini ditentukan secara purposive, yaitu dengan sengaja memilih masyarakat Desa Pamagersari yang dianggap mengetahui informasi mengenai

pelaksanaan program reforma agraria, terutama masyarakat sasaran program dan pihak

pelaksana program (Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Bogor dan aparat desa).

Selain itu, peneliti juga mencari informasi kepada pihak-pihak lain yang terkait dengan

pelaksanaan program reforma agraria.

Terdapat dua subjek penelitian yang dapat dijadikan sumber informasi, yaitu

responden dan informan. Responden adalah masyarakat yang dapat memberikan

informasi mengenai hidup atau gejala sosial yang terjadi pada dirinya, sedangkan

informan merupakan masyarakat yang bisa memberikan informasi mengenai gejala

sosial yang terjadi pada orang lain. Subjek dalam penelitian ini tidak menutup

kemungkinan dapat diposisikan sebagai responden sekaligus sebagai informan.

Subjek yang terdapat dalam proses penelitian ini sebanyak 23 orang, yang

terdiri dari 21 orang penerima manfaat program reforma agraria dan dua orang bukan

penerima manfaat. Dari 21 subjek penelitian ini dapat diidentifikasi ciri atau

karakteristik masing-masing subjek seperti pada tabel di bawah ini:

Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan.

(44)

2 Aki Momo Petani Asli Jasinga > 5 thn 45000

23 Bapak Nur Kepala Desa Asli Jasinga Bukan sasaran

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, Pengumpulan

(45)

data). Data primer diperoleh dari hasil wawancara mendalam dan observasi lapang,

sedangkan data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen.

Teknik pengambilan data dengan wawancara mendalam dilakukan melalui

interaksi dua arah dengan prinsip kesetaraan antara peneliti dengan subjek dalam

suasana yang akrab dan informal. Wawancara mendalam dilakukan untuk memahami

pandangan tineliti mengenai hidupnya, pengalamannya, ataupun situasi sosial yang

dihadapinya yang diungkapkan menggunakan bahasanya sendiri (Taylor dan Bogdan

dalam Sitorus ,1998). Sementara itu observasi dilakukan untuk mengamati langsung

aktivitas subjek penelitian pada situasi dan kondisi yang relevan. Data primer yang

diperoleh dari subjek penelitian akan dianggap cukup jika informasi yang diberikan

sudah jenuh, dalam arti banyak responden dan informan yang memberikan informasi

sama.

Peneliti menyusun panduan pertanyaan yang berguna untuk membantu dalam

proses pengumpulan data di lapangan. Panduan pertanyaan ini berkaitan dengan

informasi mengenai profil dan sejarah lokasi, latar belakang penentuan lokasi reforma

agraria, persepsi masyarakat terhadap program, pengaruh yang mereka rasakan baik

secara moral maupun materil, ataupun hambatan dan kendala yang mereka rasakan

dalam mengikuti program reforma agraria.

Data sekunder diperoleh melalui analisis dokumen-dokumen atau yang disebut

dengan studi dokumentasi, yaitu mempelajari dan menelaah dokumen, catatan tertulis,

maupun arsip yang relevan dengan masalah yang dikaji. Analisis dokumen-dokumen

terkait dengan konsep reforma agraria, prosedur dan ketentuan pelaksanaan, gambaran

umum lokasi pelaksanaan program reforma agraria, serta tentang masyarakat di sekitar

(46)

Data sekunder yang dikumpulkan meliputi jumlah penduduk, data kepemilikan

lahan pertanian, mata pencaharian penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber

daya manusia, data angkatan kerja dan tingkat pendidikan, batas-batas wilayah desa,

serta sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Pamagesari. Sumber data sekunder

didapat dari laporan dinas sektoral yang relevan, dokumen-dokumen hasil penelitian dan

pengkajian yang ada sebelumnya tentang program sejenis, dokumen pemerintah desa

atau dokumen lainnya.

3.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Teknik analisis data kualitatif dilakukan melalui proses reduksi data, penyajian

data, dan penarikan kesimpulan (Miles dan Huberman dalam Sitorus 1998). Dalam

penelitian ini data-data yang diperoleh akan diringkas, dibuat kode, dibuat gugus-gugus,

dalam rangka memilah, memilih dan mengarahkan data yang diperlukan. Proses ini

berlangsung secara terus-menerus selama penelitian berlangsung.

Setelah proses reduksi, data-data tersebut selanjutnya disusun dan disajikan

dalam bentuk matriks, grafik maupun bagan, sehingga tersusun, terpadu, dan mudah

disimpulkan. Penyimpulan dilakukan secara terus-menerus selama proses analisis

dengan mempertimbangkan data yang diperoleh selama proses penelitian.

3.6 Organisasi Penulisan

Penelitian ini membahas gambaran umum wilayah yang mencakup karakteristik

wilayah, mata pencaharian penduduk, jumlah penduduk, potensi sumberdaya alam dan

sumberdaya manusia, sebaran kepemilkan lahan pertanian, serta sarana dan prasarana .

(47)

pelaksanaan program reforma agraria, perubahan struktur kepemilkan lahan yang

terjadi, dan pengaruh pelaksanaan program reforma agraria terhadap tingkat

kesejahteraan petani. Pada bagian akhir peneliti akan memaparkan simpulan dari hasil

penelitiannya berdasarkan hubungan-hubungan antara konsep-konsep agraria dan

fakta-fakta sosial yang didapat di lokasi penelitian, serta beberapa pemaparan saran untuk

(48)

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI

4.1 Letak Geografis Desa

Desa Pamagersari merupakan salah satu desa yang terletak di Kecamatan

Jasinga, yaitu berada di sebelah barat Kabupaten Bogor. Desa Pamagersari merupakan

desa hasil pemekaran, sebelumnya Pamagersari termasuk dalam wilayah Desa Jasinga,

pada tahun 1984 dilakukan pemekaran Desa Jasinga, sehingga menjadi dua desa, Desa

Jasinga dan Desa Pamagersari. Letak Desa Pamagersari tepat di tengah Kecamatan

Jasinga, jarak tempuh ke ibu kota kecamatan hanya 0,1 kilo meter, sementara jarak

antara Desa dan ibu kota Kabupaten Bogor sejauh 64 kilo meter, dan jarak desa

terhadap ibu kota Provinsi Jawa Barat sejauh 160 kilo meter.

Secara geografis Desa Pamagersari terletak pada ketinggian 120 meter di

bawah permukaan laut, dengan curah hujan rata-rata 25,75 mm/tahun. Kondisi topografi

atau bentang lahan Desa Pamagersari terdiri dari dataran dan perbukitan/pegunungan.

Luas dataran yang terdapat di Desa Pamagersari adalah 301, 668 hektar, sedangkan luas

perbukitannya adalah 13,102 hektar. Desa Pamagersari memiliki kondisi tanah yang

baik, dengan luas tanah yang termasuk dalam kategori tanah sangat subur adalah seluas

80,679 hektar dan tanah subur seluas 234,090 hektar (Profil Desa Pamagersari tahun

2003).

(49)

Tebel 2: Batas Wilayah Desa Pamagersari

Sumber: Profil Desa Pamagersari tahun 2003

Sementara itu, berdasarkan data dasar Profil Desa Pamagersari tahun 2003

tercatat bahwa luas wilayah Desa Pamagersari menurut penggunaannya adalah sebagai

berikut:

Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya

No Penggunaan Luas (hektar)

1 Pemukiman

5 Perkebunan swasta 100,240

6 Padang rumput/ stepa/ ladang/ gembala/ pangonan 78,618

7 Lapangan sepak bola 1

8 Perikanan darat/ air tawar (kolam) 0,5

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

(50)

Rata-rata masyarakat Desa Pamagersari merupakan penduduk asli Jasinga,

sedangkan masyarakat pendatang yang berada di Desa Pamagersari sebagian besar

berasal dari Kabupaten Lebak dan Pandeglang. Jumlah penduduk desa Pamager Sari

dapat di lihat pada Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari pada Bulan

Mei 2009.

Tabel 4: Laporan Bulanan Penduduk Desa Pamagersari

No Perincian Laki-laki Perempuan Jumlah 1 Penduduk bulan lalu 2. 625 2. 903 5. 528

2 Kelahiran bulan ini 4 7 11

3 Kematian bulan ini 3 2 5

4 Pendatang bulan ini - - -

5 Pindah bulan ini 8 6 14

6 Penduduk akhir bulan ini 2. 618 2. 903 5. 521 Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

4.2.2 Angkatan Kerja dan Tingkat Pendidikan

1. Angkatan Kerja

Sebaran angkatan kerja di Deasa Pamagersari adalah sebagai berikut:

Tabel 5: Angkatan Kerja

No Angkatan Kerja Jumlah (orang)

1 Penduduk Usia Kerja 2700

2 Penduduk Usia Kerja yang Bekerja 2110

3 Penduduk Usia Kerja yang Belum Bekerja 590

Jumlah 2727

Sumber: Profil Desa Pamagersari Tahun 2003

Gambar

Gambar.1 Lingkup Hubungan-hubungan Agraria (Sumber : Sitorus 2002)  Keterangan:
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
Tabel 1: Ciri atau Karakteristik Responden dan Informan.
Tabel 3: Luas Wilayah Desa Berdasarkan Penggunaanya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pencegahan preventif yang dilakukan oleh Kepolisian dalam penanggulangan tindak pidana pelaku penyebaran Berita Hoax adalah dengan cara membentuk Satuan Tugas

menunjukkan bahwa dak ada hubungan yang signifikan antara pendidikan dengan kepatuhan diet diabetes melitus pe 2.Peneli an ini sejalan dengan peneli an yang dilakukan

[r]

T ext mining juga dapat diartikan sebagai sebuah proses untuk menemukan suatu informasi atau tren baru yang sebelumnya tidak terungkap dengan memroses dan

Secara garis besar Bidang P2P Dinas Kesehatan Provinsi Lampung telah berhasil melaksanakan tugas pokok, fungsi dan misi yang diembannya dalam pencapaian

Di dalam kasus ahli waris pengganti di desa Kalisoka, peneliti menyimpulkan bahwa pembagian harta ahli waris pengganti tidak sesuai dengan pembagian yang ada di

Proses pembelajaran dengan romobongan belajar maksimum 36 siswa Proses pembelajaran dengan romobongan belajar maksimum 32 siswa Proses pembelajaran dengan romobongan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa populasi hama wereng hijau Nephoettix virescens pada tanaman padi sawah di Kecamatan Tomohon Barat Kota Tomohon, tertinggi