ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)
(Skripsi)
Oleh :
DEVI HANAFIARTI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
ABSTRACT
ISOLATION AND CHARACTERIZATION OF BACTERIA PRODUCING PROTEASE FROM SHRIMP (Mysis relicta)PASTE
By
DEVI HANAFIARTI
The aim of this study were to isolate the bacteria that found in shrimp paste, to
identify the bacteria producing protease enzyme in shrimp paste and to determine
the activity of protease enzyme in shrimp paste. This research were carried out by
a various steps, such as bacteria isolating, protease candidates isolating, protease
activity test, and identification of selected isolates. The results showed that there
are eight isolates were isolated from shrimp paste origin Labuhan Maringgai, East
Lampung there are T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, and T3e1. The
isolates T1a2, T2c2, T3c2 were chosen for enzyme production because they have
the largest index proteolytic (IP). The protease activity test showed that the
isolates T1a2 had protease activity value of 0.0068, T2c2 at 0.0010, and T3c2 at
0.0051 (Units/mL). The identification of bacteria were detemined using
physiology, morphology and biochemistry method resulted that isolates T1a2 was
identical withCorynebacterium sp, T2c2 withFlavobacteriumsp, and T3c2 with Actinobacillussp.
ABSTRAK
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)
Oleh
DEVI HANAFIARTI
Tujuan dari penelitian ini adalah mengisolasi bakteri yang terdapat pada terasi
udang, mengidentifikasi bakteri penghasil enzim protease pada terasi udang dan
menguji aktifitas enzim protease dari terasi udang. Penelitian ini dilakukan
dengan melakukan isolasi bakteri, isolasi kandidat protease, uji aktivitas protease,
dan identifikasi isolat terpilih. Hasil penelitian menunjukkan bahwa delapan
isolat berhasil diisolasi dari terasi udang rebon asal Labuhan Maringgai Lampung
Timur, masing-masing isolat yaitu T1a2, T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2,
dan T3e1. Isolat T1a2, T2c2, T3c2 dipilih untuk produksi enzim karena memiliki
indeks proteolitik (IP) terbesar. Hasil pengujian aktivitas protease menunjukkan
bahwa isolat T1a2 memiliki nilai aktivitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar
0,0010, dan T3c2 sebesar 0,0051 (Unit/mL). Identifikasi bakteri dengan
menggunakkan metode fisiologi, morfologi dan biokimiawi menunjukkan bahwa
isolat T1a2 identik dengan Corynebacterium sp, T2c2 denganFlavobacterium sp, dan T3c2 denganActinobacillus sp.
ISOLASI DAN IDENTIFIKASI BAKTERI PENGHASIL PROTEASE DARI TERASI UDANG REBON(Mysis relicta)
Oleh :
DEVI HANAFIARTI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Pada
Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ambarawa, Pringsewu pada tanggal 06 Desember 1993,
sebagai putri sulung dari tiga bersaudara pasangan Bapak Sujarwo dan Ibu Indun
Maysaroh.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak di TK PKK Tejosari
Metro pada tahun 1999, Sekolah Dasar di SD Negeri 8 Metro pada tahun 2005,
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di SMP Negeri 4 Metro pada tahun 2008, dan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 4 Metro pada tahun 2011.
Pada tahun 2011, penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional
Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) tertulis. Selama di perguruan tinggi,
penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi pengurus
HMJ THP FP Unila sebagai Anggota Bidang II Seminar dan Diskusi periode
2013/2014. Pada tahun 2014, penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN)
Tematik di Desa Kedaton 1, Kecamatan Batanghari Nuban, Kabupaten Lampung
Timur dan tahun 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT.
Dengan mengucap puji dan syukur kehadirat Allah S.W.T.
Maha Suci Allah Yang Maha Pengasih dan Penyayang
Kupersembahkan sebentuk karya kecil dan curahan pikiranku
sebagai tanda cinta dan baktiku kepada
orang tua ku tercinta bapak dan mamak, adik-adikku
tersayang, dosen-dosen sebagai orang tuaku di kampus yang
SANWACANA
Puji dan syukur senantiasa penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha
Pengasih dan Maha Penyayang, karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul“Isolasi dan Identifikasi Bakteri Penghasil Protease dari Terasi Udang Rebon(Mysis Relicta)”sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Jurusan
Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
2. Ibu Ir. Susilawati, M.S., selaku Ketua Jurusan Teknologi Hasil Pertanian
Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan
untuk kelancaran dalam proses penyusunan skripsi.
3. Ibu Dyah Koesoemawardani, S.Pi., M.P. selaku pembimbing akademik dan
pembimbing utama skripsi yang selalu bersedia membimbing selama
pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas bimbingan, kesabaran, saran,
pengarahan, motivasi serta nasehat-nasehatnya yang telah diberikan hingga
4. Bapak Mahrus Ali, S.Pi.,M.P. selaku pembimbing kedua atas kesediaannya
untuk memberikan bimbingan, evaluasi, kritik dan saran, juga motivasinya
kepada penulis.
5. Bapak Ir. Samsul Rizal, M.Si.selaku penguji yang telah memberikan
saran-saran untuk kemajuan penulisan skripsi.
6. Bapak dan Ibu dosen yang telah memberikan ilmu dan wawasan kepada
penulis, serta seluruh staf karyawan atas bantuan dan kerjasamanya.
7. Keluarga tercinta Bapak Sujarwo, Ibu Indun Maysaroh, serta Adik-adikku
Refi dan Rizky atas cinta, kasih sayang, dando’auntuk keberhasilan penulis.
8. Seluruh Karyawan Laboratorium Bakteriologi Balai Veterenier Bandar
Lampung, Ibu Ari, Ibu Ima, Ibu Ngatini, Pak Kamso, dan Pak Ujang, yang
telah memberikan ilmu, waktu, bimbingan serta arahan kepada penulis.
9. Teman-teman Jurusan THP 2011 “Janji Gerhana” yang aku sayangi dan tidak
bisa aku sebutkan satu persatu, terimakasih untuk cerita, semangat, dukungan
dan canda tawa yang akan selalu dikenang.
10. Keluarga besar Jurusan THP yang telah membuat hidup penulis di kampus
menjadi penuh warna.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca.
Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2. Tujuan ... 4
1.3. Kerangka Pemikiran... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Udang rebon ... 6
2.2. Terasi... 8
2.3. Fermentasi Terasi... 10
2.4. Cita Rasa Terasi ... 13
2.5. Komposisi Kimia dan Nutrisi Terasi ... 14
2.6. Proses Pembuatan Terasi Udang... 16
2.7. Protease ... 22
2.8. Bakteri Proteolitik ... 27
III. METODE PENELITIAN ... 29
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian ... 29
3.2. Bahan dan Alat ... 29
3.4. Pelaksanaan Penelitian... 31
3.4.1. Pengambilan Sampel Terasi... 31
3.4.2. Isolasi Bakteri pada Terasi Udang ... 31
3.4.3. Penapisan Kualitatif Kemampuan Isolat dalam Menghasilkan Protease... 33
3.4.4. Produksi Enzim Kasar... 34
3.4.5. Penentuan Aktivitas Enzim Protease ... 36
3.4.6. Identifikasi Isolat Terpilih... 38
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN... 46
4.1. Isolasi Bakteri dari Terasi ... 46
4.2. Kemampuan Aktivitas Kualitatif Proteolitik Isolat ... 48
4.3. Hasil Pengujian Aktivitas Protease Kasar dari Tiga Isolat Murni Terpilih... 53
4.4. Identifikasi Bakteri Terasi Udang Rebon ... 55
V. SIMPULAN DAN SARAN... 63
5.1. Kesimpulan ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram ... 10
2. Komposisi kimia terasi udang ... 15
3. Profil asam amino terasi... 16
4. Metode pengujian aktivitas enzim protease ... 37
5. Sifat-sifat morfologi sel dari koloni yang diisolasi ... 46
6. Hasil uji indeks proteolitik isolat bakteri dari terasi udang... 49
7. Hasil pengujian aktivitas protease pada isolat terpilih ... 53
8. Uji biokimia tiga isolat bakteri yang menunjukkan aktivitas proteolitik terbaik... 56
9. Nilai absorbansi standar tirosin dengan menggunakkan spektrofotometer 330 nm ... 72
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Udang rebon (Mysis relicta)... 7
2. Proses pengolahan terasi ... 18
3. Diagram alir pembuatan terasi ... 20
4. Proses pembuatan terasi udang rebon produksi Ibu Marni di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur... 21
5. Mekanisme umum hidrolisis enzimatik substrat peptida ... 24
6. Struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixprotein... 25
7. Diagram alir isolasi bakteri ... 32
8. Pengukuran zona bening ... 34
9. Diagram alir produksi enzim kasar ... 36
10. Reaksi kiamiawi yang dikatalis oleh enzim katalase ... 43
11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease dari terasi udang rebon(Mysis relicta)... 45
12. Hasil pewarnaan Gram pada setiap isolat murni bakteri terasi ... 47
13. Hidrolisis substrat protein oleh bakteri protease asal terasi udang ... 51
14. Skema isolasi dan pengujian indeks protease dari terasi udang rebon... 52
15. Gambar grafik kurva standar tirosin yang diperoleh... 73
16. Udang rebon yang telah diberi garam ... 75
17. Proses penjemuran udang rebon... 75
19. Penjemuran terasi setelah pembentukan ... 76
20. Isolasi bakteri terasi... 77
21. Penotolan isolat murni pada media selektif SMA (Skim Milk Agar)... 77
22. Uji Aktivitas Protease ... 78
23. Uji TSIA(Triple Sugar Iron Agar)... 78
24. Uji SCA(Sulfide Indole Motility)... 78
25. Uji LIA(Lysine Iron Agar)... 79
26. Uji OF (Oksidatif/Fermentatif) ... 79
27. Uji Katalase ... 79
28. Uji SIM(Sulfide Indol Motility)... 80
29. Uji MR-VP ... 80
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang dan Masalah
Terasi atau belacan adalah salah satu produk awetan yang berasal dari ikan dan
udang rebon segar yang telah diolah melalui proses pemeraman atau fermentasi,
disertai dengan proses penggilingan dan penjemuran terasi. Pada umumnya
bentuk terasi berupa padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas
aroma yang tajam akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Menurut Afrianto
dan Liviawaty (2005) terasi adalah merupakan satu produk hasil fermentasi ikan
(atau udang) yang hanya mengalami perlakuan penggaraman tanpa diikuti dengan
penambahan asam, kemudian dibiarkan beberapa saat agar terjadi proses
fermentasi.
Salah satu daerah di Provinsi Lampung yang memberikan kontribusi yang besar
terhadap hasil laut yaitu Kabupaten Lampung Timur. Hasil laut berupa udang
yang dihasilkan di Indonesia termasuk di Kabupaten Lampung Timur yaitu udang
rebon (Mysis relicta). Udang rebon mempunyai kandungan gizi yang tinggi.
Berdasarkan Direktorat Gizi Depkes (1992) dalam 100 gram udang rebon segar
mengandung protein 16,2 gram dan mengandung kalsium 757 mg. Namun, udang
2
dahulu agar tidak kehilangan nilai gizinya, salah satu contoh produk olahan yaitu
terasi.
Pada pembuatan terasi, proses fermentasi dapat berlangsung karena ada aktivitas
enzim yang berasal dari tubuh ikan atau udang itu sendiri atau berasal dari
mikroorganisme. Selama fermentasi terjadi hidrolisis protein menjadi asam
amino dan peptida dilanjutkan dengan perubahan asam amino menjadi komponen
lainnya dan akhirnya produk akan berubah menjadi bentuk pasta atau cairan
(Davies, 1982). Kelompok asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi
dalam jumlah yang tinggi adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino
esensial adalah leusin (Moeljohardjo, 1972). Adanya degradasi protein menjadi
senyawa yang lebih sederhana selama fermentasi terasi memungkinkan adanya
enzim protease yang terbentuk. Bakteri halofilik anaerobik memiliki peranan
yang penting selama fermentasi (Moeljohardjo, 1972). Menurut Praptiningsih
dkk. (1988), berpendapat bahwa mikroorganisme yang diisolasi dari terasi adalah
Micrococcus, Neisseria, Aerococcusdan beberapa jenis kapang. Berdasarkan
hasil identifikasi terhadap terasi yang dibeli di Bogor, Susilowati (1988) dan
Rahayu dkk. (1989) mendapatkan bahwa bakteri yang diisolasi adalah
Micrococcus, Corynebacterium, Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus,
HalobacteriumdanAcinobacter.
Protease adalah salah satu enzim yang memiliki prospek paling baik untuk
dikembangkan karena dipandang cukup luas aplikasinya dalam berbagai industri,
baik pangan maupun non pangan. Menurut Gupta dkk ( 2002), industri pengguna
3
penjernih bir, pembuatan keju dan pembuatancrackerdan dibidang non pangan
yaitu industri deterjen, industri kulit, industri tekstil, biomedis sampai industri
pakan ternak. Protease merupakan satu dari tiga kelompok enzim terbesar dari
industri enzim dan diperkirakan sebesar 60% dari total enzim yang diperjual
belikan di seluruh dunia (Rao dkk., 1998; Singh dkk, 2001; Gupta dkk, 2005).
Mikroorganisme adalah sumber enzim yang paling banyak digunakan
dibandingkan hewan dan tanaman. Sebagai sumber enzim, mikroorganisme
dianggap lebih menguntungkan karena pertumbuhannya cepat dan mudah diatur,
dapat tumbuh pada substrat yang murah, dapat diproduksi dalam skala besar dan
mutu lebih seragam (Suhartono, 1989). Hingga saat ini sebagian besar enzim
yang digunakan dalam industri di Indonesia masih diimpor. Hal ini didasarkan
pada pernyataan Rajasa (2003) bahwa nilai perdagangan enzim dunia mencapai
3-4 miliar dolar per tahun, 3-4-5 juta dolar di antaranya dari pasar Indonesia yang
keseluruhannya diimpor dari negara-negara produsen enzim. Kondisi ini tentunya
sangat merugikan jika ditinjau secara ekonomi, padahal Indonesia merupakan
negara tropis yang kaya akan sumber alam hayati, terutama mikroba penghasil
enzim, termasuk protease. Oleh karena itu, pencarian mikroorganisme indigenous
penghasil protease perlu dilakukan di Indonesia. Pada penelitian ini terasi udang
digunakan sebagai sumber untuk mendapatkan isolat penghasil protease (bakteri
4
1.2. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Mengisolasi bakteri yang terdapat pada terasi udang.
2. Mengidentifikasi bakteri penghasil enzim protease pada terasi udang.
3. Menguji aktifitas enzim protease dari terasi udang.
1.3. Kerangka Pemikiran
Protease adalah enzim yang dapat menghidrolisis protein menjadi
senyawa-senyawa yang lebih sederhana seperti peptida kecil dan asam amino (Bains,
1998). Prinsip pengolahaan dalam pembuatan terasi yaitu didasarkan pada proses
penguraian daging udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam
tubuh udang atau ikan itu sendiri (Yunizal,1998). Terjadinya proses autolisis atau
enzimatis dengan adanya aktivitas bakteri selama proses fermentasi terasi yang
berasal pada tubuh ikan atau media protein memungkinkan adanya enzim protease
yang terbentuk.
Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri
pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lainBacillus,
Pediococcus, Crynebacterium,danBrevibacterium(Moeljanto, 1992).
Berdasarkan beberapa penelitian menyatakan bahwa mikroba yang berperan
dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Ada berbagai mikroba yang
terdapat pada terasi seperti bakteri, kapang dan khamir. Menurut Rahayu dkk.
5
Penicilliumsp.,Aspergillussp.,Micrococcussp.,Aerococuccussp. danNeisseria
sp. Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Salah satu bakteri
yang diduga banyak sebagai penghasil enzim proteolitik adalahBacillus(Gupta
dkk, 2002).
Jenis-jenis mikroba yang terdapat pada terasi perlu diketahui dengan melakukan
identifikasi mikroorganisme melalui isolasi dan karakterisasi. Secara alami
bakteri di alam ditemukan dalam populasi campuran. Hanya dalam keadaan
tertentu saja populasi bakteri ditemukan dalam keadaan murni. Ini berarti
diperlukan biakan murni yang hanya mengandung satu macam bakteri (Lay,
1994). Selain itu untuk memastikan kemampuan bakteri terasi dalam
menghidrolisis protein menjadi senyawa yang lebih sederhana maka diperlukkan
pengujian mengenai aktivitas bakteri penghasil enzim protease.
Asam amino non-esensial yang terdapat pada terasi dalam jumlah yang tinggi
adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin
(Moeljohardjo, 1972). Adanya degradasi protein menjadi senyawa yang lebih
sederhana selama fermentasi terasi memungkinkan adanya enzim protease yang
terbentuk. Oleh karena itu, terasi sangat potensial apabila dikembangkan menjadi
salah satu bahan penghasil isolat bakteri protease. Selain itu diharapkan
penelitian ini juga dapat memberikan informasi ilmiah tentang bakteri yang
berpotensi menghasilkan protease yang bersumber dari terasi udang rebon serta
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Udang Rebon
Udang rebon adalah salah satu hasil laut dari jenis udang-udangan namun dengan
ukuran yang sangat kecil dibandingkan dengan jenis udang-udangan lainnya.
Karena ukurannya yang kecil inilah, udang ini disebut dengan udang “rebon”. Di
mancanegara, udang ini lebih dikenal denganterasi shrimpkarena memang udang
ini merupakan bahan baku utama pembuatan terasi. Di pasaranpun, udang ini
lebih mudah ditemukan sebagai bahan seperti terasi, atau telah dikeringkan dan
sangat jarang dijual dalam keadaan segar (Astawan, 2009).
Udang rebon merupakanzooplanktondengan ukuran panjang 1 - 1,5 cm yang
terdiri dari kelompokCrustaceayaituMysidocea acetesdanlarva peraedaeyang
ditemukan disekitar muara (Nontji, 1986). Ciri-ciri udang rebon adalah
mempunyai tiga pasang kaki yang sempurna, restum dan telsonnya pendek,
mempunyai kaki renang yang sempurna dan tampak berbulu dan panjang antena
sekitar 2-3 kali panjang tubuhnya (Hutabarat dan Evans, 1986). Walaupun tidak
setenar seperti daging ayam, daging sapi atau ikan, seperti jenis udang lainnya,
udang rebon memiliki kandungan protein yang tinggi. Dari setiap 100 g udang
7
protein udang rebon kering, kandungan lemak udang rebon termasuk rendah,
hanya 3,6 g dari setiap 100 g udang rebon kering (PERSAGI, 2009).
Klasifikasi udang rebon menurut Saanin (1984) adalah sebagai berikut :
Phylum : Arthropoda
Class : Crustacea
Ordo : Decapoda
Famili : Penaidae
Genus : Penaeus
Spesies : Panaeus monodon
Gambar 1. Udang rebon (Mysis relicta) (sumber. www.google.com)
Selain kaya akan sumber zat gizi protein, kalsium dan zat besi ternyata terdapat
satu manfaat unik dari udang rebon yang bisa jadi sulit didapatkan dari jenis
udangan lain, yaitu kulitnya yang berbeda. Berbeda dengan jenis
udang-udangan lain yang biasanya hanya dimakan dagingnya saja tanpa kulitnya, seluruh
8
sangat kecil sehingga tidak memungkinkan untuk membuang kulit atau kepalanya
seperti ketika akan memakan udang-udangan lain. Hasilnya, justru inilah yang
menjadi salah satu keunggulan udang rebon dibandingkan udang-udangan lain,
maupun makanan sumber protein lainnya (Astawan, 2009).
Selain kaya kalsium, kulit udang ternyata mengandung satu zat unik yang
ditemukan dalam cangkang serangga dan cangkang kepiting, yaitu kitosan (Nasir,
2008). Menurut beberapa penelitian kulit udang sangat bermanfaat dalam
mengikat kolesterol dalam tubuh sehingga sangat bermanfaat jika dikonsumsi.
Kitosan mulai bekerja saat bercampur dengan asam lambung. Pencampuran ini
akan merubah kitosan menjadi semacam gel yang akan mengikat kolesterol dan
lemak yang berasal dari makanan. Hasilnya, terjadi penurunan LDL, sekaligus
perubahan perbandingan HDL terhadap LDL (Astawan, 2009).
2.2. Terasi
Terasi adalah produk fermentasi udang atau udang rebon. Tahapan proses
pembuatan terasi meliputi penjemuran, penggilingan atau penumbukan, serta
penambahan garam yang kemudian dilanjutkan fermentasi (Afrianto dan
Liviawaty, 1989). Selama proses fermentasi tersebut, garam sebagai pengawet
dan penyeleksi mikrobia yang tumbuh selama proses fermentasi. Fermentasi
adalah suatu proses penguraian menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
oleh enzim yang berasal dari mikroorganisme dalam kondisi tertentu. Fermentasi
ada yang berlangsung secara spontan yaitu fermentasi yang dalam pembuatannya
9
golongan tertentu dari lingkungan tetap bisa berkembang biak dalam media yang
terseleksi (Suprihatin, 2010).
Ada dua macam terasi diperdagangkan di pasar, yaitu terasi udang dan terasi ikan.
Jenis terasi udang umumnya mempunyai warna cokelat kemerahan pada produk
yang dihasilkan, sedangkan pada terasi ikan hasilnya berwarna kehitaman. Terasi
biasa digunakan sebagai penyedap sehingga pemakaian terasi dalam masakan
sangat sedikit, hal ini mengakibatkan kandungan yang terdapat dalam terasi tidak
banyak berperan (Yuniar, 2010). Sedangkan menurut Afrianto dan Liviawaty
(2005) terasi terdiri dari 3 jenis dilihat dari bahan dasar yang digunakan dalam
produksi yaitu terasi udang, ikan, dan terasi campuran antara ikan dan udang.
Masyarakat lebih menyukai terasi berbahan dasar udang, karena aromanya lebih
sedap dan rasanya lebih lezat.
Pengolahan terasi adalah fermentasi dengan garam sebagai media penyeleksi (Van
Veen, 1965). Prinsip pengolahan terasi didasarkan pada proses penguraian daging
udang atau ikan oleh enzim pemecah protein yang ada dalam tubuh udang atau
ikan itu sendiri (Yunizal, 1998). Proses ini terjadi dalam suasana beragam dan
dalam kondisi tertentu sehingga diperoleh terasi udang atau ikan dengan bau,
aroma dan rasa yang sangat spesifik. Pada umumnya bentuk terasi berupa
padatan, kemudian teksturnya agak kasar, dan memiliki khas aroma yang tajam
akan tetapi rasanya gurih (Pierson, 2013). Bau khas dari terasi sangatlah tajam
dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi (Nasution, 2013). Berikut
10
Tabel 1. Kandungan unsur gizi terasi per berat bahan 100 gram
Zat gizi Komposisi
Sumber : Daftar komposisi zat gizi pangan indonesia 1995 (Suprapti, 2002).
2.3. Fermentasi Terasi
Pada dasarnya fermentasi adalah pemecahan karbohidrat menjadi alkohol dan
karbondioksida. Tetapi dalam proses fermentasi tidak selalu menghasilkan
senyawa tersebut. Fermentasi adalah suatu proses penguraian senyawa dari
bahan-bahan protein kompleks menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana
dalam keadaan terkontrol(controlled condition)(Moeljanto, 1982). Terjadinya
fermentasi dapat menyebabkan perubahan sifat bahan pangan sebagai akibat
pemecahan kandungan-kandungan bahan tersebut (Winarno dkk, 1980). Tujuan
proses fermentasi biasanya untuk a) membuat produk baru, b) memperbaiki nilai
gizi, c) memperbaiki sifat fisik misalnya rupa, bentuk, kekerasan danflavourdan
11
Proses fermentasi ikan dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kelompok yang
menghasilkan senyawa-senyawa sebagai pengawet seperti pada pengolahan
bekasang dan proses fermentasi yang terjadi yang menghasilkan produk-produk
yang mempunyai sifat yang sama sekali berbeda dengan sifat asalnya, misalnya
pengolahan terasi dan kecap ikan atau ikan peda (Moeljanto, 1982). Pada awal,
selama dan setelah fermentasi, terasi akan mengalami perubahan. Campuran
garam, rebon dan bahan lain pada awalnya mempunai pH 6 dan selama proses
fermentasi pH terasi naik menjadi 6,5 dan pada tahap akhir turun menjadi 4,5.
Bila fermentasi dilanjutkan akan terjadi peningkatan pH dan produksi amonia.
Bila garam yang ditambahakan kurang dari 10% campuran akan mengalami
fermentasi lebih lanjut menjadi mudah busuk atau rusak karena produksi amonia
dalam jumlah besar (Winarno dkk, 1980). Menurut Potter (1987), fermentasi
dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti asam, alkohol, penggunaanstarter,
kandungan oksigen, suhu dan garam.
Selama fermentasi, protein dihidrolisa menjadi turunannya seperti pepton, peptida
dan asam amino. Fermentasi akan berlangsung secara aerob yaitu pada awal
fermentasi di bagian permukaan, sedangkan bagian dalam bongkahan bahan akan
bersifat anaerob (Rahayu dkk, 1992). Proses fermentasi terjadi oleh aktivitas
mikroba atau oleh enzim pada jaringan bahan mentah (Winarno dkk, 1980).
Seperti juga produk fermentasi ikan lain, fermentasi terasi juga menimbulkan
citarasa dan aroma yang khas oleh adanya komponen yang mudah menguap
12
Setelah proses fermentasi, cairan dari dalam udang terekstrak keluar akibat kadar
garam yang tinggi. Kandungan nitrogen pada cairan mula-mula rendah namun
setelah disimpan beberapa hari (selama proses fermentasi) akan menyebabkan
terjadinya proses hidrolisis protein sehingga kandungan nitrogen terlarut naik.
Pada prinsipnya protein akan didegradasi menjadi asam-asam amino dan
turunannya. Proses fermentasi ini menghasilkan gas amonia dimana gas tersebut
yang menyebabkan aroma yang menyengat pada terasi (Astawan dan Astawan,
1988).
Mikroba yang tumbuh selama fermentasi sangat mempengaruhi mutu hasil
produksi hasil fermentasi. Dari beberapa penelitian menyatakan bahwa mikroba
yang berperan dalam fermentasi terasi berbeda jenis dan jumlahnya. Mikroba
yang berperan dalam fermentasi terasi adalah bakteri asam laktat, asam asetat,
khamir dan jamur (Perderson, 1971). Strain dari bakteri asam laktat adalah
Leuconostoc mesenteroides, Pediococcus cereviceae, Lactobacillus plantarum,
danSteptococcus faecalis. Menurut Marliana (1992), mikroba dalam terasi
berasal dari genusBacillus, Sarcina, Staphylococcus, Clostridium,menyerupai
Brevibacterium, menyerupaiFlavobacteriumdan menyerupaiCorynebacterium.
Mikroba yang berperan dalam fermentasi udang atau udang rebon adalah bakteri
pembentuk spora dan bakteri haloteran (tahan garam) antara lainBacillus,
Pediococcus, Crynebacterium,danBrevibacterium(Moeljanto, 1992).
Sedangkan menurut Perangin (1981). Khamir dan kapang tidak berperan selama
13
terasi terdapat mikroba dari jenisMicrococcus, Corynebacterium,
Flavobacterium, Cytophaga, Bacillus, Halobacterium,danAcinetobacter.
2.4. Cita Rasa Terasi
Terasi yang bermutu menurut Adawiyah (2007) berwarna gelap, tidak terlalu
keras dan lembek. Dengan kandungan protein 15-20%, terasi sangat baik sebagai
penyedap rasa masakan. Terasi umumnya terbuat dari udang kecil (rebon) dan
dari ikan kecil atau teri. Proses pembuatan produk terasi juga ditambahkan garam
yang berfungsi untuk bahan pengawet, bentuknya seperti pasta dan berwarna
hitam-coklat, dan bisa dengan bahan pewarna sehingga menjadi kemerahan. Bau
khas dari terasi sangatlah tajam dan biasanya dipergunakan sebagai sambal terasi
(Nasution, 2013). Bahan lainnya adalah tepung terigu, tepung beras dan tepung
lainnya. Bahan-bahan campuran inilah yang selanjutnya menentukan mutu dan
citarasa dari terasi yang dihasilkan.
Komponen cita rasa yang terdapat pada terasi dapat dijabarkan sebagai berikut ini.
Asam lemak yang bersifat volatil menyebabkan bau keasaman, sedangkan amonia
dan amin menyebabkan bau anyir. Senyawa belerang sederhana seperti sulfida,
merkaptan, dan disulfida menyebabkan bau yang merangsang pada terasi.
Senyawa-senyawa karbonil besar sekali kemungkinannya dapat memberikan bau
khusus yang terdapat pada hasil-hasil perairan yang diawetkan dengan cara
pengeringan, penggaraman, atau dengan cara fermentasi. Senyawa-senyawa
volatil yang terdapat dalam terasi berasal dari lemak melalui proses oksidasi dan
14
kandungan senyawa volatil yang terbesar diantara komponen volatil lainnya.
senyawa tersebut merupakan senyawa yang sangat menentukan citarasa dari terasi
(Adawiyah, 2007).
Proses fermentasi akan menghasilkan cita rasa yang khas pada terasi. Aroma khas
pada terasi disebabkan oleh senyawa volatil yang dihasilkan oleh hidrolisis
protein selama fermentasi. Yang bertanggung jawab atas pembentukan cita rasa
khas yang dihasilkan produk fermentasi adalahStaphylococcussp (Sjafi’i,1988).
Saisthi (1967), menemukan bahwa bakteri Gram positif batang yang
menghasilkan aroma asam organik yang khas, Gram negatif oval batang nonmotil
yang memproduksi bau khas daging yang merangsang, dan Gram positif
berbentuk batang panjang, memproduksi aroma yang berasal dari degradasi asam
amino.
2.5. Komposisi Kimia dan Nutrisi Terasi
Komposisi kimia terasi udang bervariasi seperti dapat dilihat pada Tabel 2, yaitu
kadar air 30-50%, kadar protein 20-40%, kadar abu 10-40% dan kadar garam
20,21-23%. Terasi yang diperoleh dari pengecer di Jakarta memiliki kadar air dan
kadar garam masing-masing sekitar 8,85-17,24% dan 33,04-44,08% (Sarnianto
dkk, 1984). Menurut Van Ven (1965) terasi ikan mengandung 35-50% air,
20-45% protein dan produk-produk hasil degradasi protein, 10-25% mineral (NaCl
dan garam kalsium), dan sejumlah kecil senyawa-senyawa lemak. Terasi juga
15
Tabel 2. Komposisi kimia terasi udang
Komposisi Terasi I*) Terasi II**) Terasi III***)
Kadar air (%)
Sumber: *) Soedarmo dan Sediaoetama (1977) **) Anonimous (1979)
***) Moeljohardjo (1972)
Asam amino non-esensial yang terdapat dalam jumlah yang tinggi pada terasi
adalah asam glutamat dan dari kelompok asam amino esensial adalah leusin
(Tabel 3). Soedarmo (1972) menyatakan bahwa terdapat 138 komponen volatile
pada terasi masak yang terdiri dari 16 hidrokarbon, 7 alkohol, 46 karbonil, 7 asam
lemak, 3 ester, 34 senyawa nitrogen, 15 senyawa sulfur dan 10 senyawa lainnya.
Asam lemak volatil memberikan bau keasaman, sedangkan amonia dan senyawa
amin menghasilkan bau amoniak. Senyawa-senyawa sulfur seperti H2S,
merkaptan, sulfit dan bisulfit memberikan karakteristik bau terasi yang menusuk.
Senyawa-senyawa pirazin menghasilkan bau coklat yang enak. Senyawa-senyawa
karbonil berkontribusi terhadap bau khas ikan yang diawetkan melalui
penggaraman atau pengeringan yang diikuti dengan fermentasi mikrobiologi.
16
1,20-24,22 mg% dan masih lebih rendah dari batas yang diperbolehkan terdapat
pada produk perikanan (Sarnianto dkk, 1984).
Tabel 3. Profil asam amino terasi
Asam amino Kandungan (mg/16gN)
2.6. Proses Pembuatan Terasi Udang
Cara pengolahan terasi secara tradisional yaitu bahan mentah berupa rebon, udang
atau ikan kecil-kecil dicuci terlebih dahulu kemudian dilakukan proses
penjemuran. Setelah kering, ditumbuk halus, untuk hasil yang baik dapat
17
terlalu asin, tetapi cukup memberi rasa (Hadiwiyoto, 1993). Van Veen (1965),
Rahayu dkk, (1992), Putro (1993) dan Winarno (1973) memberikan gambaran
prosedur pengolahan terasi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 2. Bagi
pembuatan terasi udang, udang segar hasil tangkapan pada saat di atas kapal
segera dicampur dengan garam sebanyak 10 persen. Ketika kapal mendarat di
tempat pendaratan ikan, garam sebanyak 5 persen ditambahkan lagi. Setelah itu,
udang dihamparkan di atas alas anyaman bambu atau lantai penjemuran dan
kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 1-3 hari, tergantung
keadaan cuaca.
Selama pengeringan, kadar air udang akan menurun dari 80 menjadi 50 persen.
Udang setengah kering yang diperoleh ditumbuk selama 15-20 menit, kemudian
dikeringkan di bawah sinar matahari dan ditumbuk lagi menjadi pasta. Pada tahap
pengolahan ini pewarna sintetis seperti carthamine DD atau rhodamine B sering
ditambahkan sebagai pewarna. Pasta dicetak secara manual menjadi bentuk
silinder dan kadang-kadang dibungkus dengan daun pisang kering. Selanjutnya
pasta dibiarkan untuk proses fermentasi sampai bau spesifik terasi yang
diinginkan terbentuk. Proses fermentasi biasanya memakan waktu 1-4 minggu
dengan suhu optimum 20-30oC. Menurut Clucas dan Ward (1996), secara
18
Gambar 2. Proses pengolahan terasi (Rahayu dkk, 1992)
Sedangkan menurut Suprapti (2002), tahapan pembuatan terasi rebon tradisional
yakni, pertama dilakukan pembersihan, pencucian, pengukusan, penjemuran 1
(setengah kering), penggaraman, penumbukkan 1, pemeraman (fermentasi) 24
jam, penjemuran 2, penumbukan 2, pemeraman 24 jam, penjemuran 3,
penumbukan 3, pemeraman 3 selama 4-7 hari hingga berbau khas terasi, dicetak
dipotong-potong dan terakhir pengemasan. Sedangkan cara pembuatan terasi
rebon modern, yakni pertama pembersihan, pencucian, penggaraman, Udang kecil/rebon
Pencucian
Pengeringan matahari (1-2 hari)
Penumbukan dan penambahan garam
Pencetakan/penggumpalan
Pengeringan dan penumbukan
Pencetakan/penggumpalan
Pembungkusan dengan daun pisang
Fermentasi (1-4 minggu)
19
penggilingan, pemanasan (mendidih 5 menit), pemeraman 1 (fermentasi) 7 hari,
penjemuran 1 (setengah kering).
Proses pembutaan terasi dengan cara lainnya menurut Hadiwiyoto (1983) adalah
sebagai berikut:
1. Pencucian
Rebon, udang kecil atau ikan yang masih segar dicuci dengan air bersih agar
kotoran, lendir dan bahan-bahan asing yang terikut serta pada waktu penangkapan
menghilang.
2. Penjemuran
Rebon yang telah bersih dijemur pada tempat terbuka yang terkena sinar matahari
langsung. Pada proses penjemuran tidak diperkenankan memakai lapisan tebal
agar rebon cepat kering. Rebon yang dijemur harus dibolak-balik dan apabila
terdapat kotoran maka dibuang. Tujuan penjemuran adalah untuk mengeringkan
rebon agar tidak basah atau lembek pada saat digiling.
3. Penggilingan
Rebon yang sudah kering digiling atau ditumbuk sampai halus, kemudian
ditambahkan garam atau kadang-kadang ditambahkan zat warna dan tepung
tapioka. Jumlah bahan-bahan yang ditambahkan akan menentukan mutu terasi
tersebut.
4. Pemeraman
Setelah itu adonan yang telah jadi dibuat gumpalan-gumpalan dengan
dikepal-kepal, lalu dibungkus dengan tikar atau daun kering. Kemudian diperam selama
20
5. Pemeraman II
Setelah hari kedua bungkusnya dibuka, kemudian adonan dihancurkan lagi
dengan cara digiling atau ditumbuk sampai halus. Setelah dianggap cukup, dibuat
gumpalan-gumpalan sekali lagi dan dibungkus seperti semula.
6. Pemeraman III
Pemeraman selanjutnya dilakukan selama 4-7 hari. Pemeraman ini merupakan
proses fermentasi tahap II, pada proses ini akan mulai timbul bau khas terasi.
Setelah pemeraman selesai, terasi diiris-iris dalam ukuran-ukuran tertentu untuk
dijual. Diagram alir pembuatan terasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Diagram alir pembuatan terasi (Hadiwiyoto, 1983) Terasi
Pencucian
Penjemuran
Penggilingan
Pemeraman II
21
Pembuatan terasi yang dilakukkan di Desa Margasari Kecamatan Labuhan
Maringgai Lampung Timur sebagian besar sama dengan pembuatan terasi pada
umumnya. Pertama udang rebon yang diperoleh dari nelayan kemudian langsung
dicuci. Setelah melalui proses pencucian, ditambahkan garam sekitar 10% dari
berat udang. Setelah merata, udang rebon dijemur diatas para-para dibawah sinar
matahari sambil sortir atau dibuang kotorannya. Ikan-ikan kecil yang tercampur
dengan udang rebon juga dipisahkan untuk mempertahankan mutu terasi udang
rebon yang dihasilkan. Penjemuran dilakukkan selama 2 hari tergantung dari
panas sinar matahari. Setelah kadar air berkurang, selanjutnya udang di tumbuk
hingga halus dan dibentuk menjadi bulatan-bulatan kemudian dijemur kembali
hingga benar-benar kering (Data Primer, 2015).
Gambar 4. Proses pembuatan terasi udang rebon produksi Ibu Marni di Desa Margasari Kecamatan Labuhan Maringgai Lampung Timur (Data Primer, 2015).
Udang Rebon
Pencucian
Penjemuran hingga kering Penambahan garam sebanyak 10%
Penumbukkan dan pembulatan Penjemuran dengan bantuan sinar matahari
22
2.7. Protease
Enzim merupakan katalisator protein yang mempercepat reaksi kimia dalam
makhluk hidup atau dalam sistem biologik. Sebagi protein, enzim memiliki
sifat-sifat umum protein, seperti enzim terdenaturasi pada suhu tinggi atau kondisi
ekstrim lainnya. Beberapa oksidator, keadaan polaritas larutan, tekanan osmotik
yang abnormal juga dapat menghambat kerja enzim (Suhartono, 1989). Enzim
memiliki kelebihan terhadap katalisator non-biologis pada kecepatan reaksi serta
spesifikasi terhadap substrat yang tinggi. Enzim Orotidin 5’-fosfat (OMP)
dekarboksilase dapat mempercepat reaksi sampai 1017dengan waktu paruh 78 juta
tahun, enzim lain rata-rata masih dibawah 1014kali (Radzicka dan Wolfenden,
1995).
Protease merupakan kelompok enzim-enzim yang sangat kompleks yang
menduduki posisi sentral dalam aplikasinya pada bidang fisiologis dan
produk-produk komersil. Protease merupakan enzim yang digunakan secara luas pada
aplikasi industri melalui reaksi sintesis dan reaksi hidrolisis, hampir mencapai
65% dari total penjualan enzim di dunia (Huang, 2006). Enzim protease
merupakan enzim penghidrolisa protein yang banyak digunakan dalam bidang
industri, seperti pembuatan keju, penjernih bir, pembuatan roti, pengempuk
daging hidrolisat protein dan lain sebagainya. Pemakaian enzim protease
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 1983, penjualan enzim protease
mencapai 40% dari total penjualan enzim dunia (Word, 1983), pada tahun 1995
meningkat 60% dari total pemakaian enzim dunia yang bernilai lebih dari 2 milyar
23
Salah satu contoh penggunaan enzim protease dalam industri pengolahan pangan
yaitu pada produksi kejucottage. Kejucottagedihasilkan dari fermentasi susu
tanpa pematangan dadih. Kejucottagedapat langsung dikonsumsi setelah dadih
(curd)diambil. Keju ini biasa digunakkan masyarakat sebagai bahan campuran
dalam pembuatan kue, dan juga dapat dijadikan sebagai isi roti. Pada produksi
keju, terdapat suatu proses koagulasi susu yang dapat terjadi dengan
meningkatkan keasaman susu melalui fermentasi menggunakkan kultur bakteri
asam laktat dengan penambahan enzim rennet pada susu (Buckle, 2007).
Protease merupakan enzim yang berfungsi untuk menguraikan protein di dalam
tubuh dan merupakan enzim proteolitik, yang berperan penting dalam struktur dan
fungsi semua sel dari makhluk hidup. Penggunaan protease tidak hanya
dimanfaatkan dalam tubuh makhluk hidup saja, tetapi juga dimanfaatkan untuk
keperluan di berbagai bidang di luar kehidupan makhluk hidup. Sebagai contoh
dalam bidang farmasi, protease digunakan dalam proses deproteinasi yaitu proses
menghilangkan protein. Proses deproteinasi ini misalnya digunakan dalam proses
pembuatan chitosan, di mana chitosan ini adalah bahan alami yang
direkomendasikan untuk digunakan sebagai pengawet makanan karena tidak
beracun dan aman bagi kesehatan (non-formalin). Protease memiliki daya katalitik
yang spesifik dan efisien terhadap ikatan peptida dari suatu molekul polipeptida
atau protein.
Protease ekstraseluler sebagian besar berperan dalam dihidrolisis substrat
polipeptida besar. Enzim proteolitik intraseluler memainkan peran penting dalam
24
Seperti mengganti protein, memelihara keseimbangan antara degradasi dan
sintesis protein. Protease intraseluler berperan dalam fungsi fisiologis lainnya,
seperti pencernaan, maturasi hormon, perakitan virus, respon imun, imflamantasi,
fertilasi, koagulasi darah, fibrinolisis, kontrol tekanan darah, sporulasi, germinasi
dan patogenesisi (Rao dkk, 1998). Banyak protease mengkatalisasi dengan reaksi
yang sama dengan reaksi kimia umum, reaksi hidrolisis yang serupa ditunjukkan
pada Gambar 5.
25
Hidrolisis ikatan peptida adalah reaksi penambahan-penghilangan, dimana
protease bertindak sebagai nukleofili atau bereaksi dengan membentuk satu
molekul air (Bauer dkk,1996). Protease disebut juga peptidase atau proteinase,
merupakan enzim golongan hidrolase yang akan memecah protein menjadi
molekul yang lebih sederhana, seperti menjadi oligopeptida pendek atau asam
amino, dengan reaksi hidrolisis pada ikatan peptide. Enzim ini diperlukan oleh
semua mahkluk hidup karena bersifat esensial dalam metabolism protein. Protein
ini memiliki banyak struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixyang sangat
pendek (Poliana, 2007).
Gambar 6. Struktur sekunderbeta-sheetdanalpha-helixprotein
Berdasarkan jenis residu asam amino dalam sisi aktifnya, protease dapat
dibedakan menjadi empat golongan, yaitu protease serin, protease tiol, protease
logam, dan protease karboksil (Creighton, 1986). Enzim protease dapat
dihasilkan dari berbagai sumber, yaitu bakteri, jamur, virus, tumbuhan, hewan dan
26
dan netral, sedangkan protease yang dihasilkan oleh berbagai jamur dapat bersifat
asam, netral, dan basa (Rao dkk, 1998).
Untuk memproduksi enzim protease dari bakteri, diperlukan proses pencarian,
identifikasi dan isolasi galur unggul, yaitu galur yang menghasilkan enzim
protease dalam jumlah dan aktivitas yang lebih tinggi. Selain itu, kondisi
produksi juga perlu dikontrol dengan mengoptimasi berbagai faktor yang
mempengaruhi laju pertumbuhan dan laju produksi enzim, seperti suhu, pH,
komposisi medium (penambahan surfaktan dan logam), dan kondisi aerasi
(transfer oksigen) (Palmer, 1995).
Untuk menguji suatu biakan bakteri menghasilkan enzim protease ekstraseluler,
maka bakteri tersebut harus ditumbuhkan pada medium padat yang mengandung
kasein yaitu Skim Milk Agar (Fardiaz, 1993). Kasein adalah salah satu jenis
protein. Hidrolisis kasein digunakan untuk memperlihatkan aktivitas hidrolitik
protease yang memutuskan ikatan peptida CO-NH. Hidrolisis protein ditunjukkan
dengan adanya zona bening di sekeliling pertumbuhan bakteri (Susanti, 2003).
Pengujian secara kualitatif bakteri penghasil enzim protease ekstraseluler
dilakukan dengan cara mengamati zona bening yang berada disekitar koloni
bakteri, kemudian membagi diameter zona bening dengan diameter koloni bakteri.
Hasil bagi diameter tersebut dinyatakan sebagai aktifitas protease secara relatif
(Sastono, 2008). Besar-kecil diameter zona menunjukkan konsentrasi dan
aktivitas enzim yang dihasilkan (Palmer, 1995). Bakteri penghasil enzim protease
27
2.8. Bakteri Proteolitik
Bakteri proteolitik adalah bakteri yang mampu memproduksi enzim protease
ekstraseluler, yaitu enzim pemecah protein yang diproduksi di dalam sel
kemudian dilepaskan keluar dari sel (Abraham dkk, 1993). Pada umumnya
bakteri proteolitik adalah bakteri dari genusBacillus,Pseudomonas,Proteus
(Schlegel,1994),Steptobacillus,Staphylococcus(Akmal,1996).
Tingkat aktivitas proteolitik dapat dilihat dari keaktifan enzim dalam
menghidrolisis protein. Aktivitas bakteri proteolitik dapat diketahui secara
kuantitatif dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang ultra
violet 280 nm. Panjang gelombang tersebut dapat ditangkap dan dipantulkan
kembali oleh asam amino suatu protein berdasarkan gugus aromatik terutama
asam amino tirosin, triptofan dan fenilalanin. Kelebihan metode ini yaitu
sederhana, mudah serta tidak memerlukan penambahan reagen tertentu (Walker,
2002).
Semua bakteri umumnya mempunyai enzim protease di dalam sel, tetapi tidak
semua mempunyai enzim protease ekstraseluler. Struktur protein yang lebih
kompleks menyebabkan dekomposisi protein oleh mikroorganisme lebih
kompleks dibandingkan pemecahan karbohidrat dan produk akhirnya juga lebih
bervariasi. Mikroorganisme melalui suatu sistem enzim yang kompleks, memecah
protein menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana. Senyawa-senyawa
28
dkk, 1998). Bakteri proteolitik dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok
(Rao dkk, 1998):
1. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, tidak membentuk spora, misalnya
PseudomonasdanProteus.
2. Bakteri aerobik atau anaerobik fakultatif, membentuk spora, misalnyaBacillus.
3.Bakteri anaerobik pembentuk spora, misalnya sebagian spesiesClostridium.
Berbagai jenis bakteri sepertiBacillus,Pseudomonas,Clostridium,Proteus, dan
Seratiamerupakan penghasil enzim protease yang cukup potensial (Suhartono
1989). Beberapa penelitian yang telah dilakukan Choi dan Kim (2000) yang
memproduksi protease serin dengan menggunakanBacillus amyloliquefaciens
DJ-4 hanya menitikberatkan pada pengaruh NaCl dan kestabilannya terhadap panas.
Son dan Kim (2003) selanjutnya melakukan penelitian tentang identifikasi
protease dengan menggunakan bakteriBacillus amyloliquefaciensS-94 yang
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan Mei 2015 di
Laboratorium Bakteriologi, Balai Veterenier Bandar Lampung.
3.2. Bahan dan Alat
Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah terasi yang diproduksi dari
industri rumah tangga di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan Maringgai,
Kabupaten Lampung Timur.
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah aquadest,Nutrient Agar(NA),
Nutrient Broth(NB), Kristal Violet, larutan mordan, larutan safarin, minyak
imersi, medium O/F, MediaSulfide Indole Motility(SIM), mediaMotility Indol
Ornithyn(MIO), reagen kovac, mediaLysine Iron Agar(LIA), mediaTriple
Sugar Iron Agar(TSIA), mediaSimmons’s Citrat Agar(SCA), media MR/VP,
TCA (Trichloroacetic Acid), larutan H2O2,Skim Milk Agar(SMA) (0,1 %NaCl,
0,1 % K2HPO4, 0,01 % MgSO4.7H2O, 0,05 %yeastekstrak, 1%skim milk, 2%
Bacto Agar), gelatin, Na2CO3,folin Ciocalteau, Kasein Hammerstein, alkohol
30
Alat-alat yang digunakan adalah dalam penelitian ini meliputi autoklaf, inkubator,
kompor,sentrifuge, pH meter, erlenmeyer,shaker, cawan petri,stirrer, bunsen,
tusuk gigi steril, labu ukur, pipet tetes, kapas, alumunium foil, gelas ukur, vortex,
bunsen, mikropipet, pipet tip, gelas preparat, jarum ose, tabung reaksi, rak tabung
reaksi, spektrofotometer, timbangan digital,refrigerator, thermometer, kertas
label, sarung tangan karet, dan tutup sumbat.
3.3. Metode Penelitian
Penelitian ini menggguanakan 5 tahap metode yaitu 1) pengambilan sampel terasi,
2) isolasi bakteri terasi udang, 3) isolasi kandidat protease, 4) uji aktivitas
protease, dan 5) identifikasi isolat terpilih. Data yang diperoleh kemudian
disajiakan dalam bentuk grafik dan tabel yang dianalisis dengan metode
deskriptif. Menurut Sugiyono (2005), metode deskriptif adalah suatu metode
yang digunakan untuk menggambarkan atau menganalisis suatu hasil penelitian
tetapi tidak digunakan untuk membuat kesimpulan yang lebih luas. Pengertian
metode deskriptif menurut Umi Narimawati (2008), yaitu metode yang
menggambarkan atau menguraikan hasil penelitian yang dijabarkan melalui
narasi, grafik, maupun gambar. Dengan kata lain penelitian deskriptif merupakan
suatu bentuk metode penyajian data yang sistematis, faktual dan akurat mengenai
31
3.4. Pelaksanaan Penelitian
3.4.1. Pengambilan Sampel Terasi
Sampel terasi yang digunakan diambil dari industri rumah tangga terasi sekaligus
sebagai penjual oleh ibu Marni di Desa Margasari, Kecamatan Labuhan
Maringgai, Kabupaten Lampung Timur. Pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan sampel terasi yang sudah jadi yaitu pada hari ke 3 setelah fermentasi.
Terasi yang telah jadi kemudian dibawa dengan wadah tertutup dan diusahakan
dalam kondisi dingin yaitu menggunakkan (cool box). Semua proses
pengambilan sampel dilakukan secara steril dan aseptis untuk kemudian dilakukan
pengujian di laboratorium.
3.4.2. Isolasi Bakteri pada Terasi Udang Rebon
Tujuan dari tahap isolasi bakteri terasi adalah untuk untuk memisahkan
koloni-koloni bakeri yang terdapat pada terasi udang rebon sehingga didapatkan isolat
murni yang selanjutnya akan dilakukan pengujian lanjutan untuk mengetahui
karakteristik bakteri (Waluyo, 2005). Metode yang digunakkan dalam isolasi
terasi udang rebon dilakukan menurut Amin Fatoni (2008), yaitu dengan
membiakkan bakteri terasi ke medium NA dengan pengenceran 10-0sampai 10-5.
Pada tahapan awal isolasi dilakukan dengan pengamatan morfologi koloni dan sel
yang terlihat (bentuk, tepian, elevansi dan warna). Selanjutnya masing-masing
koloni dimurnikan dengan metode goresan kuadran dan diinkubasi pada suhu
370C selama 24-48 jam dalam posisi terbalik. Setiap koloni yang memiliki
32
melihat bentuk dan sifat Gram bakteri. Hasil permunian koloni yang terpisah
tunggal atau disebut dengan isolat murni selanjutnya ditumbuhkan pada media
SIM dan disimpan pada suhu ruang. Isolat yang dikatakan murni yaitu apabila
bentuk sel dan sifat bakteri adalah seragam apabila dilihat dibawah mikroskop.
Diagram alir proses isolasi bakteri pada terasi udang rebon dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Diagram alir isolasi bakteri (Amin Fatoni, 2008) Sampel
diinkubasi pada suhu sesuai habitat asal selama 48 jam diinokulasi kedalam medium NA &diinkubasi selama
24 jam pada kondisi yang sesuai
0,1 ml sampel dari medium pengayaan
ditumbuhkan secara sebaran pada medium NA dan diinkubasi 48 jam
ditumbuhkan pada medium NA secara goresan dilakukan pengamatan koloni yang menunjukkan
kenampakan yang berbeda
33
3.4.3. Penapisan Kualitatif Kemampuan Isolat dalam Menghasilkan Protease
Setelah dilakukan tahapan isolasi mikroba selanjutnya isolat murni bakteri terasi
tersebut kemudian diuji kemampuannya dalam menghasilkan protease. Isolasi
dapat dilakukan dengan menggunakan medium yang mengandung kasein, yang
merupakan substrat yang baik untuk mengisolasi bakteri penghasil enzim protease
dan menginduksi sintesis enzim protease alkalin (Ward, 1983; Fujiwara dan
Yamamoto, 1987). Kemampuan bakteri dalam menghidrolisis protein ditandai
dengan pembentukan zona jernih. Masing-masing isolat bakteri yang memiliki
aktivitas proteolitik ditumbuhkan pada media selektif agar susu skim (pH 6,5).
Media selektif yang digunakan yaituMinimal Synthetic Medium(MSM) dengan
komposisi 0.1% NaCl, 0.1% K2HPO4, 0.01% MgSO4.7H2O, 0.05%yeast extract,
1%skim milkdan 2% bacto Agar. Sebanyak 4gr susu skim dilarutkan dalam 200
ml aquadest kemudian dipasteurisasi (700C selama 1 jam). Bahan-bahan lainnya
kemudian dicampurkan dalam 200 ml aquadest, disterilkan dan dicampur dengan
larutan susu waktu masih panas. Isolat bakteri kemudian ditanam secara gores
dan diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C. Selanjutnya isolat yang tumbuh
diambil sebanyak 1 ose dan dipoint plateke dalam cawan petri yang berisi
Minimal Synthetic Medium(MSM), lalu diinkubasi kembali selama 24 jam pada
suhu 370C. Indeks proteolitik dihitung dengan cara mengukur luas areal bening
dan luas koloni bakteri.
Perhitungan indeks proteolitik adalah perbandingan luas areal bening dengan luas
34
merupakan penghasil protease dan digunakan untuk tahap selanjutnya yaitu
pembuatan ekstrak enzim kasar. Nilai indeks proteolitik (IP) diukur dengan
membandingkan diameter zona bening terhadap diameter koloni. Isolat dengan
nilai indeks proteolitk relatif tinggi diduga sebagi isolat potensial untuk diuji lebih
lanjut. Hasil bagi zona bening dan zona pertumbuhan dinilai sebagai kekuatan
enzim secara nisbi (Widyastuti dan Dewi, 2001). Isolat dengan indeks proteolitik
terbesar kemudian diambil untuk dilakukan proses pengujian selanjutnya yaitu
pengujian aktivitas protease dan indentifikasi bakteri terasi udang rebon.
Pengukuran indeks proteolitik dapat dilihat seperti pada Gambar 8.
Gambar 8. Pengukuran zona bening (Setyaningsih, 2013 )
Rumus indeks proteolitik:
Keterangan:
a = diameter zona bening b = diameter koloni
3.4.4. Produksi Enzim Kasar
Isolat dengan nilai indeks proteolitik terbesar dipilih untuk diproduksi. Isolat
35
diinokulasikan ke dalam erlenmeyer yang berisi 50 ml mediaNutrient Broth
kemudian diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C di atasshakerdengan
kecepatan 120 rpm. Selanjutnya sebanyak 1ml biakan bakteri dari stater
dipindahkan pada media produksi 100 ml yang mengandung media MSM cair
ditambah skim milk 0,5% dan diinkubasi pada suhu 370C selama ± 48 jam dengan
pengocokan menggunakanshaker. Enzim kasar diperoleh dengan
mensentrifugasi medium kultivasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
Kemudian diambil supernatan untuk diuji aktivitas enzim proteasenya (Baehaki
dkk, 2011). Diagram alir proses produksi enzim kasar dapat dilihat pada Gambar
36
Gambar 9. Diagram alir produksi enzim kasar (Baehaki dkk, 2011)
3.4.5. Penentuan Aktivitas Enzim Protease
Aktivitas protease diukur dengan metode Bergmeyer dan Grassl (1983), dengan
menggunakan substrat Kasein Hammerstein 2% (w/v). Prosedur pengujian
aktivitas protease adalah mereaksikan 0,2 ml enzim dengan 1 ml substrat Kasein
Hammerstein dan 1 ml bufer borat. Campuran reaksi diinkubasi pada suhu 370C
selama 10 menit, lalu ditambahkan 0,1 M TCA (Trichloroacetic Acid). Larutan Protease kasar
Endapan Supernatan
3 ose isolat bakteri proteolitik
diinokulasi ke dalam 50 ml medium cair(Nutrient Broth)
diinkubasi pada suhu 370C selama 24 jam dan dishakerdengan kecepatan 120 rpm.
disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm selama 10 menit.
1ml biakan bakteri dari stater dipindahkan pada 100 ml media yang mengandung media MSM cair ditambah skim milk 0,5%
37
diinkubasi kembali pada suhu 370C selama 10 menit, dilanjutkan dengan
sentrifugasi pada kecepatan 4000 rpm 10 menit. Dari campuran hasil sentrifugasi
diambil 1,5 ml supernatan dan ditambahkan ke dalam tabung reaksi yang berisi 5
ml Na2CO30,4 M, kemudian ditambahkan 1 ml pereaksiFolin Ciocalteau(1:2)
dan diinkubasi pada suhu 370C selama 20 menit. Hasil inkubasi diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 578 nm.
Tabel 4. Metode pengujian aktivitas enzim protease
Blanko
Inkubasi pada 370C selama 10 menit
TCA (0,1 M)
Inkubasi pada 370C selama 10 menit Sentrifugasi 4000 rpm selama 10 menit Filtrat
Diamkan selama 20 menit pada suhu 370C Baca absorbansinya pada panjang gelombang 578 nm
Aktivitas ptotease dihitung dalam satuan PU (Protease Unit) per ml ekstrak enzim
38
Keterangan :
PU : Unit Aktivitas Protease (Unit/ml)
Asb : Nilai Absorbansi Sampel
Ast : Nilai Absorbansi Standard
Abl : Nilai Absorbansi Blanko
T : Waktu
3.4.6. Identifikasi Isolat Terpilih
Isolat yang telah dipilih dengan indeks protease tertinggi, selanjutnya dilakukan
identifikasi sifat morfologi dan biokimianya. Karakterisasi sifat morfologi
mencakup bentuk sel, motilias, dan sifat Gram. Motilitas diamati dengan
menggunakan medium semi padatSulfide Indole Motily(SIM). Pengujian
biokimia merupakan salah satu hal yang sangat penting di dalam dunia
mikrobiologi (Lim, 1998). Sifat biokimia yang diamati mencakup uji sitrat
dengan mediaSimons Citrat Agar(SCA), uji LIA, uji TSIA, uji MR-VP, uji,
MIO, dan uji katalase dengan menggunakan larutan 3% H2O2(Cappuccino dan
Sherman, 1983). Identifikasi isolat terpilih mengacu pada Cowan and Steels
“Manual for the Identification of medical Bacteria” (1974). Tata cara uji
39
1. Pewarnaan Gram
Menurut Lay (1994), koloni yang tumbuh diatas agar lempengan perlu
diperhatikan bentuk, warna tepi elevansi dan sifat tembus cahaya untuk
memperoleh ciri morfologinya. Sifat Gram bakteri dapat diketahui dengan
perubahan warnanya. Bakteri Gram negatif menghasilkan warna merah,
sedangkan Gram positif menghasilkan warna biru. Pada bakteri Gram positif
dinding sel bakteri terdiri dari peptidoglikan yang tidak larut oleh aseto alkohol
sehingga warna biru komples zat warna kristal violet tetap dipertahankan pada
waktu pewarnaan (Lay, 1994).
Pengamatan mikroskopik bakteri dilakukan dengan membuat sediaan tipis diatas
gelas preparat, dan diwarnai menurut teknik pengecatan yang dikehendaki. Cara
kerja dilakukan yaitu mula-mula gelas preparat dibersihkan menggunakan
alkohol, kemudian suspense bakteri dibuat dengan mencampur setetes aquades
dengan sebagian kecil koloni bakteri dan diratakan hingga menjadi sediaan yang
tipis. Preparat selanjutnya dikering anginkan dan difiksasi di atas nyala api dan
ditetesi dengan larutan Kristal violet sebanyak 2-3 tetes,diamkan selama 1 menit.
Kemudian preparat dicuci dengan air mengalir, dan dikering anginkan.
Selanjutnya preparat ditetesi dengan larutan mordan, dibiarkan selama 1 menit,
dicuci dengan air mengalir dan kering anginkan. Preparat dicuci dengan larutan
peluntur selama ± 30 detik cuci dengan air mengalir kemudian dikering anginkan
dan diberi larutan safranin selama 2 menit. Selanjutnya dicuci dengan air
mengalir dan dikering anginkan kembali. Terakhir preparat diamati dengan
40
Positif berwarna violet, Gram Negatif berwarna merah, sedangkan Gram Variabel
dapat berwarna merah dan atau violet.
2. Uji O/F
Tujuan uji oksidatif fermentatif adalah untuk mengetahu sifat oksidasi dan
fermentasi suatu bakteri terhadap glukosa. Uji ini dilakukan untuk mengetahui
kemampuan mikroorganisme untuk menggunakan karbohidrat dengan cara
fermentasi atau oksidasi (Cowan danSteel’s, 1974). Cara kerja pengujian O/F
yaitu yang pertama disediakan dua medium O/F dalam tabung reaksi. Kemudian
masing-masing bakteri diinokulasikan kedalam medium dan diberi paraffin cair
steril setebal 1 cm pada salah satu tabung reaksi. Selanjutnya diinkubasi pada
suhu kamar selama 18-24 jam dan diamati perubahan warna yang terjadi dalam
medium. Bakteri bersifat fermentatif jika kedua medium yang diinokulasi
berubah warna menjadi kuning. Bakteri bersifat oksidatif jika tabung terbuka
berwarna kuning, sedangkan yang ditutup paraffin warnanya tetap.
3. Uji MIO(Motility Indol Ornithyn)
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah bakteri dapat membentuk Indol dari
degradasi asam amino tryptophan karena tidak semua bakteri mampu
mendegradasi tryptophan menjadi bentuk indol. Medium yang digunakan untuk
pengujian ini adalah medium tryptone broth, uji ini dilakukan dengan cara
41
diinkubasi selama 24 jam. Setelah inkubasi, kemudian ditambahkan beberapa
tetes reagen Kovac’spada kultur broth tersebut. Pada pengujian ini kultur broth
yang telah ditetesi reagen Kovac’stidak perlu dihomogenkan. Hasil positif
menunjukkan warna merah muda pada permukaan broth. Warna merah muda ini
terbentuk karena indol yang dihasilkan oleh bakteri bereaksi dengan
para-dimetilaminobenzaldehid (p-para-dimetilaminobenzaldehid) yang terkandung dalam
reagen Kovac’s(Cappuccino dan Sherman, 2005)
4. Uji SIM (Sulfide Indole Motily)
Uji Motilitas dilakukan dengan cara menginokulasikan isolat bakteri dengan cara
menusukkan jarum ose secara tegak lurus hingga setengah tinggi mediaSulfit
Indol Motilitypada tabung reaksi. Tabung diinkubasi selama 48 jam pada suhu
400C, setelah itu diperhatikan jejak pergerakan bakteri.
5. Uji LIA(Lysine Iron Agar)
Uji LIA dilakukan untuk mengetahui jika bakteri hanya memfermentasi dekstrosa
maka dasarnya akan berwarna kuning, tetapi bakteri yang memfermentasi
dekstros serta memotong ikatan karboksil asam amino lysine, maka pH kembali
menjadil alkali sehingga akan terlihat medium secara keseluruhan bewarna ungu
dengan adanya indikatorBrom crose purple. Terjadinya warna ungu pada seluruh
bagian media uji berarti tes positif. Jika tidak ada perubahn warna atau dasarnya
42
Kemudian diinkubasi pada inkubator selama 18-24 jam. Setelah diinkubasikan
amati perubahan reaksi yang terjadi, bakteri dikatakan memiliki enzimLysin
decarboxilaseditandai dengan perubahan warna yang makin merah, sebaliknya
jika medium semakin pudar maka bakteri dikatakan tidak memiliki enzim
tersebut.
6. Uji TSIA(Triple Sugar Iron Agar)
Uji TSIA merupakan uji biokimiawi untuk mengetahui kemampuan mikroba
dalam memfermentasi glukosa, sukrosa dan laktosa yang terkadung pada medium.
Proses fermentasi pada medium TSIA akan dihasilkan Asam format yang
kemudian dioksidasi sempurna menjadi gas hidrogen (H2) dan karbondioksida
(CO2) dengan bantuan enzim Formate Hydrogenase. Gas H2bersifat tidak larut
dalam media sehingga terakumulasi dalam bentuk gelembung udara di sepanjang
jalur inokulasi, antara media dan tabung, atau di bagian dasar tabung. Gas H2
tersebut menyebabkan media agar menjadi terangkat atau pecah. Berbeda dengan
gas CO2yang bersifat lebih mudah larut dalam media sehingga tidak terbentuk
gelembung udara di jalur inokulasi.
7. Uji Katalase
Menurut Lay (1994), katalase adalah enzim yang dapat mengkatalis penguraian
hidrogen peroksida (H2O2) menjadi air dan O2. Karena kemampuannya
43
bagi sistem enzimnya sendiri. Namun demikian bakteri tersebut masih dapat
hidup dengan adanya anti metabolit (enzim katalase) yang dihasilkannya yaitu
mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigan (Hadioetomo, 1985). Uji
katalase menunjukkan hasil positif ditandai dengan pembentukkan gelembung
udara (seperti busa sabun) pada koloni dan sekitarnya Reaksi terbentuknya
gelembung udara pada proses katalisasi enzim katalase dapat dilihat pada Gambar
10.
Gambar 10. Reaksi kiamiawi yang dikatalis oleh enzim katalase
8. Uji MR-VP(Methyl Red-Voges Proskauer)
Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah medium MR-VP broth. Uji
Methyl Red(MR) digunakan untuk menentukan apakah glukosa dapat diubah
menjadi produk asam seperti asam laktat, asam asetat, atau asam format. Uji ini
dilakukan dengan cara menginokulasikan masing-masing isolat bakteri kedalam
MR-VP broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian
ditambahkan 3-5 tetesmethyl redpada masing-masing tabung reaksi lalu
dihomogenkan. Hasil positif menunjukkan warna merah muda pada broth. Hasil
negatif menunjukkan warna kuning (Cappuccino dan Sherman, 2005). katalase
44
UjiVoges-Proskauer(VP) Medium yang digunakan untuk pengujian ini adalah
medium MR-VP broth. UjiVoges-Proskauer(VP) digunakan untuk menentukan
apakah glukosa dapat diubah menjadi asetil metil karbinol. Uji ini dilakukan
dengan cara menginokulasi masing-masing isolat bakteri ke dalam medium
MR-VP broth lalu diinkubasi selama 24 jam. Setelah diinkubasi kemudian
ditambahkan 5 tetes reagen VP A (yang mengandung naphtol) dan ditambahkan
pula 5 tetes reagen VP B (yang mengandung KOH), kemudian dikocok hingga
homogen. Sebelum memastikan hasilnya, dibiarkan dahulu selama 15-20 menit
agar bereaksi. Reaksi positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna
menjadi pink atau merah yang mengindikasikan adanya kehadiran aseton.
Sedangkan reaksi negatif pada broth adalah tidak berubahnya warna medium atau
menjadi warna tembaga (Cappuccino dan Sherman, 2005).
9. Uji Simmon’s Sitrat Agar
Tujuan dari uji SCA ini adalah untuk mengetahui jenis bakteri yang mengutilisasi
sitrat. Bakteri yang bermanfaat sitrat sebagai sumber karbon akan menghasilkan
Natrium Karbonat yang bersifat alkali, sehingga dengan adanya indikatorBrom
Thymol Bluemenyebabkan warna biru pada media. Bakteri dinokulasi pada
mediumsimmon’s citrateselama 18-24 jam, dan diamati perubahan yang terjadi.
Apabila berubah biru, maka bakteri mampu memanfaatkan sitrat sebagai sumber
karbon untuk proses metabolisme dengan menghasilkan kondisi yang alkali,
45
sitrat. Secara umum, diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri protease
dari terasi udang rebon dapat dilihat pada Gambar 11.
Gambar 11. Diagram alir proses isolasi dan identifikasi bakteri penghasil protease dari terasi udang rebon(Mysis relicta)
Kualitatif
Uji Proteolitik Uji Fisiologi bakteri
penghasil protease
Terbentuk Zona Bening
Kuantitatif
uji SCA, uji LIA, uji TSIA, uji O/F, uji MIO, uji SIM,
uji katalase
Identifikasi jenis bakteri dengan pewarnaan gram Produksi Enzim
Protease
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Diperoleh 8 isolat murni bakteri terasi udang rebon dari Labuhan
Maringgai, Lampung Timur, masing-masing isolat yaitu pada T1a2 ,
T2b1, T2b2, T2c1, T2c2, T3b1, T3c2, dan T3e1.
2. Hasil pengujian aktivitas protease menunjukkan bahwa isolat T1a2
memiliki nilai aktifitas protease sebesar 0,0068, T2c2 sebesar 0,0010, dan
T3c2 sebesar 0,0051(Unit/mL).
3. Hasil identifikasi bakteri dengan menggunakkan metode fisiologi,
morfologi dan biokimiawi pada isolat T1a2 identik dengan
Corynebacteriumsp, T2c2 denganFlavobacteriumsp,dan T3c2 dengan