• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014"

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

TUTURAN BERTANYA SISWA PAUD NUSA JAYA

SEPUTIH MATARAM LAMPUNG TENGAH DI LINGKUNGAN SEKOLAH DAN IMPLIKASINYA DALAM PEMBELAJARAN BAHASA

DAN SASTRA INDONESIA TAHUN PELAJARAN 2013/2014

(Skripsi)

Oleh

NI KETUT RIA WANTINI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 34

3.4 Teknik Analisis Data ... 34

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil dan Pembahasan Penelitian... 39

4.1.1 Bentuk Tuturan Bertanya ... 40

4.1.1.1 Tuturan Langsung ... 40

4.1.1.2 Tuturan Tidak Langsung ... 57

4.1.2 Implikasi pada Pembelajaran Bahasa di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD)... 71

BAB V SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan ... 76

5.2 Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA

(5)
(6)
(7)

MOTO

Kesakitan membuat Anda berpikir. Pikiran membuat Anda bijaksana. Kebijaksanaan membuat kita bisa

bertahan dalam hidup. (John Pattrick).

Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan

(8)
(9)

Dengan penuh rasa syukur dan bahagia atas segala rahmat yang telah diberikan Tuhan Yang Maha Esa, penulis mempersembahkan karya tulis ini kepada orang-orang terkasih berikut ini:

1. Ayahanda tercinta I Made Suryana dan Ibunda Tersayang Ni Ketut Karci dengan segala limpahan kasih sayang, doa, dorongan, motivasi, dan pengorbanan yang tidak akan mungkin terbalas.

2. Kakaku Ni Komang Maryuti, Adikku I Wayan Ardana Putra, yang telah memberi doa, dukungan , motivasi dan kasih sayang yang tiada henti.

3. Keluarga besarku, atas motivasi yang telah diberikan dan doa yang selalu terucap untuk keberhasilanku.

4. Sahabat suka dukaku, NurAisah, Reka Umami, Wayan Budi, Suryo Pranoto, Roni Afrian Pane, Reti dan Tiwi, yang telah memberikan semangat untuk kesuksesanku. 5. Teman-teman Kosku, Mbak leli, Tia, Winda, Elmina, Ulva, kiki, Indri, Pak mamad, Tante, Adel dan Vita, yang selalu member dukungan , doa dan motivasi untuk keberhasilanku.

6. Teman-teman dari angkatan 2007, 2008, 2009 yang juga terus mendoakan keberhasilanku.

7. Seseorang yang semoga kelak ditakdirkan menjadi pendamping dalam hidupku. 8. Bapak dan Ibu dosen FKIP Unila.

(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Siak pada 27 November 1988. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak I Made Suryana dan Ibu Ni Ketut Karci.

Jenjang akademik penulis dimulai dengan menyelesaikan pendidikan diSekolah Dasar (SD) Negeri 040 Lubuk Dalam pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2001, kemudian melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri 1 Kerinci Kanan pada tahun 2002 dan selesai pada tahun 2003. Memasuki jenjang berikutnya, penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Sidomulyo dan selesai pada tahun 2007.

Pada tahun 2008, Penulis diterima sebagai mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah, jurusan Pendidikan dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung melalui Ujian Mandiri (UM).

(11)

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Tuturan Bertanya Siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah Di Lingkungan Sekolah Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Dan Sastra Indonesia Tahun Pelajaran 2013/2014”.

Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung. Dalam penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan ,bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Nurlaksana Eko R., M.Pd., selaku Pembimbing I yang selama ini telah banyak membantu, membimbing, mengarahkan, dan memberikan saran kepada penulis dengan penuh kesabaran dalam penulisan skripsi ini;

2. Eka Sofia Agustina, S.Pd.,M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah banyak membantu, membimbing dengan cermat, penuh kesabaran, mengarahkan, dan member nasihat kepada penulis;

3. Dr. Mulyanto Widodo, M. Hum., selaku Penguji Utama yang telah membe-rikan nasihat, arahan, saran dan motivasi kepada penulis;

(12)

saran-5. Drs. Kahfie Nazaruddin, M. Hum., selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah membimbing penulis selama menempuh studi di Universitas Lampung;

6. Dr. Muhammad Fuad, M. Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung; 7. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

yang telah member penulis ilmu yang bermanfaat;

8. Ayahanda dan Ibunda tercinta (I Made Suryana dan Ni Ketut Karci), yang selalu memberikan kasih sayang, motivasi dalam bentuk moral maupun material dan untaian doa yang tiada terputus untuk keberhasilan penulis; 9. Kakakku, Ni Komang Maryuti, dan Adikku, I Wayan Ardana Putra,

Keponakanku tersayang, Wayan Nopreya, Made Fabrio yang selalu memberikan semangat kepada penulis;

10.Keluarga besarku yang senantiasa menantikan kelulusan dengan memberikan dorongan, semangat, dan doa kepada penulis;

11.Sahabat-sahabatku tercinta: NurAisah, Prans Doy, Roni Afrian, Reka Umami, Mbak Budi, Rida;

(13)

yang telah teman-teman berikan;

14.Kakak dan adik tingkat, terimakasih atas dukungan, persahabatan dan kebersamaan yang telah kalian berikan;

15.Sahabat-sahabat PPL seperjuanganku yang senantiasa berjuang bersama dan takhenti-hentinya member semangat dan kebersamaannya selama ini;

16.Seseorang yang semoga kelak ditakdirkan menjadi pendamping dalam hidupku yang senantiasa mendoakan dan memotivasi untuk keberhasilanku; 17.Semua pihak yang telah membantu penyelesaian studi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu persatu, penulis hanya dapat menyampaikan ucapan terimakasih sedalam-dalamnya;

Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan berkah dan rahmat-Nya serta membalas kebaikan kita semua. Akhir kata dengan penuh harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan Tuhan Yang Maha Esa akan selalu memberikan kekuatan kepada kita semua, swaha.

Bandar Lampung, 2014 Penulis

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Bahasa merupakan komponen terpenting dalam kehidupan manusia. Bahasa ada-lah salah satu identitas sebuah bangsa. Bahasa merupakan sarana komunikasi yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengekspresikan diri dalam budaya bermasyarakat. Dilihat dari sudut penutur, bahasa berfungsi personal atau pribadi (fungsi emotif). Si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, melainkan juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini Chaer (2004:15) mengemukakan bahwa pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah, atau gembira.

(15)

terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut isi pembicaraan.

Usia empat sampai enam tahun merupakan masa peka bagi anak. Masa peka ialah masa terjadinya pematangan fungsi-fungsi fisik dan psikis yang siap merespon stimulus yang diberikan oleh lingkungan hal ini ditegaskan oleh kurikulum TK (2006:2). Pada masa peka anak mulai sensitif untuk menerima berbagai upaya perkembangan seluruh potensi anak. Masa ini merupakan masa untuk meletakkan dasar pertama dalam mengembangkan kemampuan fisik, kognitif, bahasa, sosial emosional, konsep diri, kemandirian, seni, moral, dan nilai-nilai agama. Lenneberg dalam Tarigan (1986:94) menyebutkan bahwa usia tiga sampai sepuluh tahun merupakan masa pemerolehan bahasa yang spesial karena otak plastis bahasa anak berkembang. Anak akan lebih mudah menerima masukan bahasa dari lingkungan sekitarnya, bahasa yang diperoleh diinternalisasikan dan akhirnya digunakan oleh sang anak dalam berkomunikasi.

(16)

sangat ditentukan oleh interaksi, baik kematangan biologis, kognitif, maupun so-sial. Semua aspek itu akan berkembang seiring dengan perubahan si anak.

Selain itu, Cook dalam Tarigan (1993:22) mendefinisikan kalimat pertanyaaan adalah kalimat yang dibentuk untuk memancing responsi yang berupa jawaban. Strategi yang digunakan sang anak dalam mengajukan tuturan bertanya tidak biasa lepas dari konteks yang melatarinya, baik konteks tempat, konteks situasi, konteks waktu, maupun kontek keberadan orang sekitar. Pertanyaan yang diajukan oleh sang anak berkaitan dengan sesuatu yang ada dalam pikiran mereka pada saat itu sehingga peran konteks sangat mendukung keberhasilan tuturan yang diungkapkan oleh anak. Tuturan bertanya oleh sang anak juga tidak bisa dilepas dari prinsip-prinsip perca-kapan. Prinsip-prinsip mengatur supaya komunikasi antara penutur dan mitra tutur dapat berjalan dengan lancar. Prinsip percakapan yang dimaksud ialah prinsip kerja sama dan prinsip sopan santun. Prinsip kerja sama mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga percakapan dapat berlangsung sesuai dengan yang dharapkan antara penutur dan mitra tutur. Di dalam tindak tutur bertanya, prinsip percakapan yang dianjurkan tidak hanya prinsip kerja sama, tetapi harus dilengkapi dilengkapi dengan prinsip sopan santun menjaga keseimbangan sosial dan keramahan hubungan dalam sebuah percakapan.

(17)

sederhana. Berdasarkan hal tersebut, peneliti merasa perlu meneliti tindak tutur bertanya anak usia prasekolah.

Penulis memilih PAUD Nusa Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah sebagai tempat penelitian yang berlokasi di desa Trimulyo Mataram kec. Seputih Mataram Kab. Lampung Tengah. Sekolah tersebut merupakan sekolah yang memiliki kuali-tas yang baik dalam pendidikan, baik dalam kegiatan belajar mengajar (KBM), guru yang berpotensi, sarana dan prasarana yang menunjang, serta tempat pene-litian yang sangat strategis.

Kajian tindak tutur telah dilakukan oleh Wahyuni (2001), Megaria (2008), Supri-yati (2010), dan Agus (2011). Wahyuni dalam skripsinya mengkaji tentang tindak tutur direktif, Megaria mengkaji tentang tindak tindak tutur memerintah pada anak usia prasekolah, Supriyati mengkaji tentang tindak tutur memerintah pada dialog film Laskar Pelangi, sedangkan Agus mengkaji tentang tindak tutur bertanya siswa taman kanak-kanak. Penelitian ini berbeda dengan penelitian yang sudah dilakukan, yakni pada penelitian terdahulu membahas tentang tindak tutur direktif dan tindak tutur memerintah, sedangkan perbedaan dengan skripsi Agus terdapat pada subjek penelitian. Agus meneliti anak taman kanak-kanak sedang penelitian ini meneliti siswa PAUD.

(18)

“tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah tahun

pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pem-belajaran bahasa”.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, masalah penelitian ini dapat dirumuskan se-bagai berikut. “Bagaimanakah tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih

Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa?”

1.3Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran 2011/2012 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat-manfaat, antara lain 1. menambah referensi penelitian dibidang tindak tutur langsung dan tidak

langsung . Sehingga penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi para peneliti selanjutnya dalam pengembangan teori analisis heuristik yang memusatkan perhatian pada kajian tindak tutur;

(19)

3. memberikan informasi kepada pembaca mengenai jenis-jenis tuturan dalam berkomunikasi, khususnya tuturan bertanya.

4. Manfaat praktis dalam penelitian ini meliputi (a) dapat dijadikan sebagai salah satu dasar atau pedoman untuk mengkaji lebih lanjut tentang tindak tutur yang diteliti khususnya anak usia PAUD, dan (b) dapat dijadikan sebagai salah satu bahan alternatif tambahan dalam pengajaran bahasa Indonesia.

1.5 Ruang Lingkup

(20)

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Peristiwa Tutur

Peristiwa tutur adalah suatu kegiatan di mana para peserta berinteraksi dengan ba-hasa dalam cara-cara konvensional untuk mencapai suatu hasil menurut Yule (1996:99). Sementara, menurut Chaer (2004:47) Peristiwa tutur (Inggris: speech event) adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu ben-tuk

ujaran yang melibatkan dua pihak, yaitu penutur dan lawan tutur, dengan satu pokok tuturan, di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu.

2.2 Tindak Tutur

(21)

bahwa (1) tuturan merupakan sarana utama komunikasi dan (2) tuturan baru memiliki makna jika direalisasikan dalam tindak komunikasi nyata, misalnya membuat pertanyaan.

2.3 Jenis-jenis Tindak Tutur

Berkenaan dengan tuturan menurut Austin (1962: 91) membagi tindak tutur atas tiga klasifikasi , yaitu (i) tindak lokusi (locutionary act), (ii) tindak ilokusi (illo-cutionary act), (iii) tindak perlokusi (perlocutionary act). Berikut adalah uraiannya.

2.3.1 Tindak Lokusi (Locutionary Act)

Tindak lokusi adalah (locutionary act) adalah tindak proposisi yang berada pada kategori mengatakan sesuatu (The Act of Saying Something) karena tindak tutur ini hanya berkaitan dengan makna. Di dalam tindak lokusi yang diutamakan adalah isi dari tuturan yang diungkapkan oleh penutur dengan kata lain, lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu da-lam arti berkata atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami (Chaer, 2004:53).

Pada tindak tutur jenis ini seorang penutur mengatakan sesuatu secara pasti, gaya bahasa si penutur langsung dihubungkan dengan sesuatu yang diutamakan dalam isi ujaran. Dengan demikian, tuturan yang diutamakan dalam tindak lokusi adalah isi ujaran yang diungkapkan oleh penutur.

(22)

Kalimat bajumu kotor sekali apabila ditinjau dari segi lokusi memiliki mak-na sebenarnya, seperti yang dimilikinya oleh komponen-komponen kali-matnya. Dengan demikian, dari segi lokusi kalimat diatas mengatakan atau menginformasikan sebuah pernyataan bahwa baju itu kotor sekali (makna dasar) dapat ditarik simpulan bahwa tindak lokusi hanya berupa tindakan yang menyatakan sesuatu dalam arti yang sebenarnya tanpa disertai unsur nilai dan efek terhadap mitra tuturnya.

2.3.2 Tindak Tutur Ilokusi (Illocutionary Act)

Tindak tutur ilokusi merupakan tuturan yang berfungsi untuk menyatakan atau menginformasikan sesuatu, dapat juga dipergunakan untuk melakukan sesuatu. Tindak ilokusi ini disebut an act of doing something in saying something. Tindak ilokusi lebih sulit diidentifikasi jika dibandingkan de-ngan tindak lokusi karena terlebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan lawan tutur, kapan dan dimana tuturan terjadi, serta saluran apa yang digunakan. Oleh karena itu, tindak ilokusi merupakan bagian penting dalam memahami tindak tutur (Chaer, 2004:53).

Berkaitan dengan tindak ilokusi, Austin dalam Chaer (2004:55) melihat tin-dak tutur dari pembicara. Dalam hal penutur dalam tuturannya mengandung maksud dan daya ujaran yang bersangkutan, untuk apa ujaran itu dilakukan. Pernyataan ini lebih jelas terungkap pada contoh berikut.

Ayo Bu, pak! Tiga kilo sepuluh ribu saja, manis lo Pak dukunya. Ayo-ayo beli

(23)

Pada kalimat (2) diatas dituturkan oleh seorang pedagang yang menawar-kan dagangannya. Dalam tuturan itu mengandung maksud agar orang-orang mau membeli dagangannya. Dengan demikian, tindak ilokusi tersebut me-nekankan pentingnya pelaksanaan isi ujaran bagi penuturnya. Secara khu-sus (Leech, 1993:163-166) mendeskripsikan tindak ilokusi ke dalam lima jenis tindak tutur diantaranya (a) asertif (assertives), (b) direktif (direk-tives), (c) komisif (commissives), (d) ekspresif (expressives), dan (e) kali-mat deklaratif (declarations). Berikut ini adalah uraiannya.

1. Asertif (Assertives)

Tuturan yang mengikat penuturnya akan kebenaran atas apa yang diujar-kan, misalnya menyatakan, mengusulkan, membual, mengeluh, mengemu-kakan pendapat, melaporkan. Berikut ini adalah contoh kalimat asertif je-nis usulan.

Bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke Bali?

Kalimat bagaimana kalo liburan tahun ini kita ke bali ? berupa usulan untuk memberitahukan mitra tutur bahwa penutur mengusulkan suatu tempat yang penutur ketahui, bahwa tempat tersebut merupakan tempat wisata yang indah. 2. Direktif (Directives)

(24)

Kalimat kak, tolong belikan ayah obat! merupakan kalimat direktif meme-rintah, pada tuturan di atas penutur menghendaki mitra tutur menghasilkan sesuatu efek berupa tindakan untuk membelikan obat.

3. Komisif (Commissives)

Ilokusi yang penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa depan, missal-nya menjanjikan, menawarkan, berkaul/bernazar. Contohmissal-nya adalah. Lusa ibu segera pulang.

Kalimat lusa ibu segera pulang berupa komisif menjanjikan, tuturan yang berupa janji untuk segera pulang. Pada kalimat diatas penuturnya terikat pada suatu tindakan di masa yang akan dating berupa janji untuk segera pulang. 4. Ekspresif (Expressives)

Ilokusi yang berfungsi untuk mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang tersirat dalam ilokusi, misalnya mengucapkan teri-ma kasih, mengucapkan selamat, memberi maaf, mengancam, memuji,

me-ngucapkan belasungkawa. Ilokusi ekspresif terlihat pada contoh berikut. Saya

turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu.

Kalimat saya turut belasungkawa atas meninggalnya ayahmu berupa ilo-kusi ekspresif yang mengungkapkan sikap psikologis penutur terhadap ke-adaan yang tersirat dalam ilokusi.

5. Kalimat Deklaratif (Declarations)

(25)

memecat, memberi nama, menjatuhkan hukuman, mengucil-kan, memangkat.

Ilokusi deklaratif terlihat pada contoh berikut.

Mulai besok, silakan anda angkat kaki dari perusahaan ini!.

Kalimat mulai besok, silakan anda angkat kaki dari perusahaan!. ini berupa ilokusi deklaratif, yakni ilokusi yang digunakan untuk memastikan kesesuaian antara isi proposisi dengan kenyataan. Kalimat ini berupa kalimat pemecatan yang disampaikan oleh kepala pegawai kepada bawahannya.

Dalam kaitannya dengan pembagian jenis tindak ilokusi. Dalam hal ini, Leech (1993:161-163) mengklasifikasikan jenis ilokusi dengan tujuan-tujuan sosial berupa pemeliharaan prilaku yang sopan dan terhormat men-jadi empat jenis diantaranya (i) kompetitif (competitive), (ii) menyenang-kan (convivial), (iii) bekerja sama (collaborative), dan (iv) bertentangan (conflicitive). Berikut ini adalah urainnya.

(i)Kompetitif (competitive), dalam kompetitif tujuan ilokusi ini bersaing dengan tujuan sosial, misalnya memerinta, memintah, meminta, menun-tut, mengemis. Pada jenis ini, sopan santun mempunyai sifat negatif dan

(26)

(ii)Menyenangkan (convivial) ialah ilokusi yang tujuannya sejalan dengan tujuan sosial, misalnya menyatakan mengajak atau mengundang, me-nyapa, mengucapkan terima kasih, mengucapkan selamat. Jenis lokusi ini

mempunyai kesopan santunan dalam bentuk yang lebih positif. Ke-sopan santunan positif mengandung makna menghormati atau menja-lankan prinsip-prinsip sopan santun dan bertujuan mencari kesempatan untuk beramah tamah. Misalnya bila ada kesempatan mengucapkan selamat ulang tahun

(iii) Bekerja sama (collaborative) merupakan ilokusi yang tujuannya tidak menghiraukan tujuan sosial, misalnya menyatakan melaporkan, meng-umumkan, mengajarkan. Pada ilokusi jenis ini tidak melibatkan sopan

santun, karena pada fungsi ini sopan santun tidak relevan. Sebagai besar wacana tulisan termasuk dalam katagori ini.

(iv) Bertentangan (conflictive) merupakan ilokusi yang tujuannya berten-tangan denagn tujuan sosial, misalnya mengancam, menuduh, menyum-pahi, memarahi. Pada jenis ilokusi ini unsur sopan santun tidak ada sa-ma

sekali. Misalnya, mengancam orang tidak mungkin dilakukan de-ngan santun.

2.3.3 Tindak Direktif (Direktives)

(27)

merekomendasikan, member nasihat. Direktif mengekspresi-kan sikap

penutur terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh mitra tutur menurut Ibrahim (1997:27). Apabila sebatas pengertian ini yang diekspresikan, maka direktif merupakan konstantif (constatives) dengan batasan pada isi proposisinya bahwa tindakan yang akan dilakukan di-tujukan kepada mitra tutur. Direktife juga bias mengekspresikan maksud seperti keinginan, harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan maksud penutur

seperti keinginan, harapan sehingga ujaran atau sikap yang diekspresikan dijadikan sebagai alasan untuk bertindak oleh mitra tutur.

Dalam hal ini Searle dalam Ibrahim (1993:27-33) membagi jenis tindak direktif ke dalam enam jenis, yaitu (a) requestives (permohonan), (b) questions (pertanyaan), (c) requirements (perintah), (d) probibitives

(larangan, membatasi), (e) permissives (pemberian izin), (f) advisories (menasihati). Enam jenis tindak direktif ini diuraikan sebagai berikut.

a) Requestives (permohonan) mengekspresikan keinginan penutur

(28)

bervariasi dalam kekuatan sikap yang diekspresikan yang ter-diri dari mengundang (invite), mendorong (insist), meminta (ask), mengemis (beg). Verba lebih kuat mengandung pengertian kepentingan diantara

mendesak (beseecb) dan memohon (suppli-cate) merupakan penyampaian upaya untuk menarik simpati dalam performansi tertentu. Memanggil atau mengundang secara sempit mengacu pada permohonan terhadap permintaan agar mitra tutur datang.

b) Questions (pertanyaan) merupakan request (permohonan) dalam kasus

yang khusus. Khusus dalam pengertian bahwa apa yang di-mohon adalah bahwa mitra tutur memberikan kepada penutur infor-masi tertentu. Questions terdiri dari bertanya, berinkuiri, menginte-rogasi.

c) Requerements (perintah), dalam requerements penutur

(29)

memerintah, mengkomando, menuntut, mendikte, mengarahkan,

mengintruksikan, mengatur.

d) Probibitives (larangan, membatasi), seperti melarang atau memba-tasi

(proscribing), pada dasarnya adalah requirements (perintah/ suruhan)

supaya mitra tutur tidak mengerjakan sesuatu. Dalam pro-bibitives, penutur melarang mitra tutur untuk melakukan sesuatu apabila petutur mengekspresikan (i) kepercayaan bahwa ujarannya, dalam hubungannya dengan otoritasnya terhadap mitra tutur, me-nunjukan alasan yang cukup bagi mitra tutur untuk tidak melaku-kan sesuatu ; (ii) maksud bahwa oleh karena ujaran petutur, mitra tutur tidak melakukan sesuatu. Melarang orang merokok sama hal-nya menyuruh untuk tidak merokok.

e) Permissives (pemberian izin), seperti halnya dengan requirements

(30)

membolehkan, member wewenang, menganu-grahi, mengabulkan,

membiarkan, mengizinkan, melepaskan, me-maafkan,

memperkenankan.

f) Advisories (menasehati), apa yang diekspresikan penutur bukanlah keinginan bahwa mitra tutur melakukan tindakan tertentu tetapi ke-percayaan bahwa melakukan sesuatu merupakan hal yang baik, bahwa tindakan itu merupakan kepentingan mitra tutur misalnya, menasehati,

memperingatkan, mengkonseling, mengusulkan, me-nyarankan,

mendorong. Penutur juga mengekspresiakn maksud bahwa mitra tutur

mengambil kepercayaan tentang ujaran petutur sebagai alasan untuk bertindak. Maksudnya adalah mitra tutur me-nyikapi petutur untuk percaya bahwa petutur sebenarnya memiliki sikap yang diekspresikan dan mitra tutur melakukan tindakan yang dirasakan untuk dilakukan. Mungkin petutur sebenarnya tidak pe-duli, advisories bervariasi menurut kekuatan kepercayaan yang di-ekspresikan. Disamping itu, advisories mengimplikasikan adanya alasan khusus sehingga tindakan

yang dirasakan merupakan gagas-an yang baik.

2.3.4 Tindak Tutur Langsung (Direct Speech) dan Tidak Langsung (Indirect Spech)

(31)

konteks situasi tindak tutur dibagi menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung (direct speech) dan tindak tutut tidak langsung (indirect speech). Secara formal berdasarkan modusnya, kalimat dibedakan menjadi kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah (imperatif). Kalimat berita (deklaratif) digunaakan untuk memberikan sesuatu (informasi), kalimat tanya untuk menanyakan sesuatu, dan kalimat perintah untuk menyatakan perintah, ajakan, permintaan atau permihonan menurut Wijana (1996:30).

Dalam tindak tutur langsung harus ada kesesuaian antara modus yang diguna-kan dengan konvensi sintaksis, misalnya modus imperatif untuk perintah, modus deklaratif untuk proposisi, modus introgatif untuk bertanya. Menurut Wijana (1996:30) menemukan jenis tindak tutur langsung seperti (1) kons-truksi deklaratif melahirkan makna perintah dan bertanya, (2) konstruksi in-terogatif memiliki makna perintah dan proposisi, (3) konstruksi imperatif memiliki muatan makna proposisi dan bertanya. Menurut Djajasudarma (1994:63) mengemukakan bahwa tindak tutur langsung adalah tindak tutur yang menunjukan fungsinya dalam keadaan (tindakan) langsung dan literar (penutur sesuai dengan kenyataan). Sebagai contoh adalah kalimat-kalimat berikut ini. Ambilkan baju saya!

(32)

tindak tutur tidak langsung. Tindak tutur tidak langsung adalah tindak tutur yang dinyatakan dengan menggunakan bentuk lain dan tidak literal. Contohnya sebagai berikut. Ada makanan di almari.

Kalimat (a) bukan hanya menginformasikan ada makanan di almari, tetapi juga dimaksudkan untuk memerintah lawan tuturnya mengambil makanan yang ada di alamari. Kelangsungan atau ketidak langsungan sebuah tuturan berkaitan dengan dua hal pokok, yaitu masalah bentuk dan isi tuturan. Masa-lah bentuk tuturan berkaitan dengan realisasimaksim cara, yakni berkaitan dengan bagaimana sebuah tuturan dituturkan untuk mewujudkan sebuah ilo-kusi. Masalah isi tuturan berkaitan dengan maksud yang terkandung pada ilokusi tersebut. Jika ilokusi mengandung maksud yang sama dengan ung-kapannya, maka tuturan tersebut adalah turan langsung. Sebaliknya, jika maksud suatu ilokusi berbeda dengan ungkapannya, maka tuturan tersebut merupakan tuturan tidak langsung. Kelangsungan dan ketidak langsungan se-buah tuturan dapat dilihat pada contoh berikut. a. Aku minta makan, b. Aku lapar sekali.

(33)

PAUD Nusa Jaya Trimulyo Mataram Lampung Tengah tahun pelajaran 2013/2014 di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembel-ajaran bahasa. Kalimat Tanya adalah kalimat yang mengandung maksud menanyakan sesuatu kepada si mitra tutur. Dengan perkataan lain, apabila seorang penutur ber-maksud mengetahui jawaban terhadap suatu hal atau suatu keadaan, penutur akan bertutur dengan menggunakan kalimat tanya kepada si mitra tutur menurut Rahardi (2005:79). Bentuk tuturan bertanya dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tuturan langsung dan tuturan tidak langsung. Tuturan tidak langsung dibedakan menjadi lima, yaitu tuturan bertanya sebagai ekspresi memerintah, tuturan bertanya sebagai ekspresi memberitahukan, tuturan bertanya sebagai ekspresi memberitahukan, tuturan bertanya sebagai ekspresi memohon. Tuturan bertanya langsung merupakan tuturan yang menunjukan fungsinya dalam keadaan (tindakan) langsung dan sesuai kenyataan menurut Djajasudarma (1994:65). Sebagai contoh adalah kalimat-kalimat berikut ini.

1. Berapa saudaramu, Nul?

2. Siapa orang itu?

3. Berapa skor pertandingan sepak bola kemarin?

(34)

Tuturan tidak langsung merupakan tuturan bertanya yang bermak-sud untuk memerintah, memberitahukan, mengajak, dan memohon seseorang melakukan sesuatu secara tidak langsung dengan memanfaatkan kalimat Ta-nya. Contoh dari tuturan tidak langsung sebagai berikut:

1. “Inul, sapunya dimana?”

Tuturan tersebut disampaikan seorang ibu kepada anaknya untuk meng-ambil sapu. Kalimat tersebut selain untuk bertanya sekaligus memerintah anaknya untuk mengambilkan sapu.

2. “Buk… aku takut sendiri disini. Ibu sudah selesai belum kerjanya? Aku tidak mau sendiri, loh. Buk.”

Tuturan ini disampaikan oleh seorang anak kecil kepada ibunya yang se-dang sibuk mengerjakan pekerjaan kantornya yang dibawa ke rumah. Kali-mat tersebut selain untuk bertanya sekaligus mengajak ibunya untuk mene-mani belajar di ruang belajar.

3. “Dokter apakah saya akan diberi obat antibiotik lagi? Tahun lalu alergi obat karena obat itu, lho, Dok.”

Tuturan ini disampaikan pasien kepada dokter. Dalam kalimat tersebut se-lain bertanya pasien tersebut juga memohon agar Dokter tersebut tidak memberinya obat antibiotik.

(35)

Tuturan tersebut disampaikan seorang siswa dalam suatu kelas. Tuturan ini bertujuan untuk memberitahukan bahwa ada penghapus terjatuh dan juga menanyakan siapa yang sudah kehilangan penghapus tersebut.

2.3.5 Modus Tuturan

Tuturan merupakan kalimat yang di ujarkan. Bertutur berarti aktivitas de-ngan menggunakan bahasa. Bahasa digunakan untuk mengatakan infor-masi, meminta informasi, memerintah, mengajukan permohonan, menjan-jikan, dan sebagainya. Menurut Rustono (1998:9) mengatakan bahwa mo-dus tuturan adalah tuturan verba yang mengungkapkan suasana psikologis perbuatan menuntut tafsiran penutur atau sikap penutur tentang apa yang dituturkannya. Secara formal, berdasarkan modusnya menurut Wijana (1996:32) membe-dakan tuturan menjadi tiga yakni, tuturan bermodus deklaratif, modus in-trogatif, dan modus imperatif.

(1) Modus deklaratif, digunakan untuk memberitakan sesuatu (informasi). Secara konvensional modus deklaratif ditandai dengan tanda titik, dan diucapkan dengan intonasi yang datar.

Misalnya; (2) Ibu pergi ke pasar pagi ini.

(36)

(2) Modus interogatif, digunakan untuk menanyakan sesuatu. Secara kon-vensional modus interogatif di tandai dengan tanda Tanya, dan disertai dengan intonasi yang sedikit naik.

Misalnya; (3) Frans pergi?

Tuturan (3) termasuk kedalam modus interogatif karena isinya mena-nyakan apakah frans pergi atau tidak. Intonasi yang digunakan dalam tuturan (3) dapat dituturkan dengan intonasi sedikit naik.

(3) Modus imperatif, digunakan untuk menanyakan perintah, ajakan, per-mintaan, atau permohonan. Secara konvensional di tandai dengan tanda seru dan di ucapkan dengan intonasi naik.

Misalnya; (3) Pergilah!

Tuturan (3) termasuk modus imperative, karena isinya perintah untuk per-gi.tuturan (3) di atas ditandai dengan tanda seru dan dengan intonasi yang naik. Berdasarkan deskripsi tersebut dapat si simpulkan bahwa modus tu-turan adalah sebuah cara untuk mengungkapkan suasana psikologis per-buatan yang terkandung dalam sebuah tuturan menurut tafsiran penutur atau sikap penuturnya.

2.3.6 Tindak Perlokusi (Perlokutiony Act)

(37)

di timbulkan oleh tuturan terhadap mitra tutur sehingga mitra tutur melakukan tindakan berdasarkan isi tuturan (the act of offecting someone). Misalnya, karena adanya ucapan dokter kepada pasiennya “Mung-kin ibu menderita penyakit jantung koroner”, maka si pasien akan panik atau sedih.

Dengan demikian perlokusi mencerminkan reaksi atau ujaran ter-hadap mitra tutur.

2.4 Konteks

Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang saling berkaitan satu sama lain. Ba-hasa membutuhkan konteks tertentu dalam pemakaiannya, demikian juga sebalik-nya konteks baru memiliki makna jika terdapat tindak berbahasa di dalamnya (Durati dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:51).

2.4.1 Pengertian Konteks

(38)

2.4.2 Jenis Konteks

Presto (dalam supardo, 1988:48-51) menyatakan, berdasarkan fungsi dan cara kerjannya, konteks dapat dibedakan menjadi dua jenis, yakni (i) konteks ba-hasa (konteks linguistic atau konteks kode); (ii) konteks non bahasa (konteks nonlinguistik) berikut uraiannya.

(i)Konteks Bahasa (konteks linguistik atau konteks kode)

Konteks ini berupa unsur yang secara langsung membentuk struktur lahir, yakni kata, kalimat, dan bangun ujaran atau teks.

(ii) Konteks Nonbahasa (Konteks nonlinguistik)

a. Konteks dialektal yang meliputi usia, jenis kelamin, daerah (regi-onal), dan spesialisasi. Spesialisasi adalah identitas seseorang atau sekelompok orang dan menunjuk profesi orang yang bersangkutan.

b. Konteks diatipik mencakup setting, yakni konteks yang berupa tem-pat, jarak interaksi, topic pembicaraan, dan fungsi. Setting meliputi, waktu, tempat, panjang dan besarnya interaksi.

c. Konteks realisasi merupakan cara dan saluran yang digunakan orang untuk menyampaikan pesannya.

2.4.3 Pendayaan Konteks dalam Tindak Tutur

(39)

dimiliki oleh penutur dan mitra tutur yang memungkinkan mitra tutur untuk memperhitungkan tuturan dan memaknai arti tuturan dari si penutur. Sementara itu, Schiffrin (dalam Rusminto, 2010: 56) mendefinisikan konteks sebagai sebuah dunia yang diisi orang-orang yang memproduksi tuturan-tuturan atau situasi tentang susunan keadaan sosial sebuah tuturan sebagai bagian konteks pengetahuan di tempat tuturan tersebut diproduksi dan diinterpretasi. Dengan demikian, konteks tidak saja berkenaan dengan pengetahuan, tetapi merupakan suatu rangkaian lingkungan tempat tuturan dimunculkan dan diinterpretasikan sebagai realisasi yang didasarkan pada aturan-aturan yang berlaku dalam masyarakat pemakaian bahasa.

Tarigan (1990: 35) mengemukakan bahwa konteks sebagai latar belakang penge-tahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh pembicara (atau pe-nulis) dan penyimak (atau pembaca) serta yang menunjang interpretasi penyimak (atau pembaca) terhadap apa yang dimaksud pembicara (atau penulis) dengan suatu ucapan tertentu. Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kon-teks adalah sesuatu yang dapat mempengaruhi makna tuturan dari seorang yang memiliki latar belakang situasi, sosial, dan budaya yang sama.

(40)

1) Setting, yang meliputi waktu, tempat atau kondisi fisik lain yang berada di sekitar tempat terjadinya peristiwa tutur.

2) Participants, yang meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam peristiwatutur.

3) Ends, yaitu tujuan atau hasil yangdiharapkan dapat dicapai dalam peristiwa tutur yang sedang terjadi.

4) Act sequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.

5) Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh penutur. 6) Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan bentuk tuturan yang

dipakai oleh penutur dan mitra tutur,

7) Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang

berlangsung.

8) Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur.

2.5 Prinsip-prinsip Percakapan

Dalam percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah dan meka-nisme percakapan, sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Supaya per-cakapan berjalan dengan lancar, maka pembicaran harus menaati dan memper-hatikan prinsip-prinsip yang berlaku dalam percakapan. Prinsip percakapan tersebut adalah prinsip kerja sama (cooperative principle) dan prinsip sopan santun (politeness principle).

(41)

Grice dalam Rusminto dan Sumarti (2006:80-83) berpendapat bahwa dalam ber-komunikasi, seseorang akan menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan komunikasi tidak berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, untuk mengatur kegiatan komunikasi agaar berlangsung sesuai dengan yang diharapkan dapat mengatur hak dan kewajiban penutur dan mitra tutur sehingga tercipta kerja sama yang baik antara penutur dan mitra tutur. Pola tersebut dikenal sebagai prinsip kerja sama (cooperative principles). Prinsip kerja sama tersebut berbunyi “Buatlah sumbangan percakapan anda sedemikian rupa sebagaimana diharapkan; pada

tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan percakapan yang disepakati, atau

oleh arah percakapan yang sedang anda ikuti”, secara rinci, prinsip kerja sama

tersebut dituangkan kedalam empat maksim, yaitu (1) maksim kuantitas, (2) maksim kulitas, (3) maksim relasi, dan (4) maksim cara.

Maksim kuantitas menyatakan “berikan informasi dalam jumlah yan g tepat”.

Maksim ini terdiri atas dua prinsip khusus. Prinsip yang pertama berbentuk per-nyataan negative. Kedua prinsip tersebut adalah

(1) Buatlah sumbangan informasi yang anda berikan sesuai dengan yang diperlu-kan;

(2) Janganlah Anda memberikan sumbangan informasi lebih dari pada yang di-perlukan.

(42)

bahwa informasi lebih tersebut hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Dengan demikian, hal tersebut dapat menimbulkan salah pengertian.

Maksim kualitas menyatakan “usahakanlah agar informasi Anda yang benar”.

Maksim ini juga terdiri atas dua prinsip sebagai berikut:

(1) Jangan mengatakan sesuatu yang Anda yakini bahwa hal itu tidak benar; (2) Jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan.

Maksim kualitas ini mengisyaratkan penyampaian informasi yang mengandung kebenaran. Artinya agar, dalam sebuah percakapan tercipta kerja sama yang baik maka seseorang dituntut menyampaikan informasi yang benar, bahkan hanya in-formasi yang mengandung kebenaran yang meyakinkan.

Maksim relasi menyatakan “usahakan agar perkataan yang anda lakukan ada rele-vansinya”. Leech dalam Rusminto dan Sumarti (2006:82) menyatakan bahwa sua-tu

pernyataan P dikatakan relevan dengan pernyataan Q apa bila P dan Q berbeda dalam latar belakang pengetahuan yang sama, menghasilkan informasi baru yang diperoleh bukan hanya dari P ataupun Q, melainkan secara bersama-sama dan da-lam latar belakang pengetahuan yang sama pula. Dikatakan pula bahwa “sebuah tuturan T

relevan dengan sebuah situasi tutur apabila interpretasi T tersebut dapat memberikan sumbangan kepada tujuan percakapan”.

Maksim cara menyatakan “usahakan agar Anda berbicara dengan teratur, ringkas, dan jelas”. Secara lebih rinci, maksimini dapat diuraikan sebagai berikut:

(43)

(3) Hindari kata-kata berlebihan yang tidak perlu; (4) Anda harus berbicara dengan teratur.

Dengan demikian, tampak bahwa maksim ini tidak sama dengan ketiga maksim sebelumnya. Maksim cara tidak bersangkut paut dengan “apa yang dikatakan”, melainkan dengan “bagaimana hal itu dikatakan.

2.5.2 Prinsip Sopan Santun

Prinsip sopan santun berfungsi untuk menjaga keseimbangan sosial dan keramah-an hubungan dalam percakapan. Hanya dengan hubungan yang demikian, kita da-pat mengharapkan bahwa keberlangsungan percakapan akan dapat dipertahankan (Leech dalam Rusminto dan Sumarti, 2006:83). Disamping itu, kehadiran prinsip sopan santun ini diperlukan untuk menjelaskan dua hal berikut: (1) mengapa orang sering menggunakan cara yang tidak langsung (indirect speech acts) untuk me-nyampaikan pesan yang mereka maksudkan, dan (2) hubungan antara arti (dalam semantic konvensional) dengan maksud atau nilai (dalam pragmatik situasional) dalam kalimat-kalimat yang bukan pernyataan (non-declarative). Oleh karena itu, prinsip sopan santun tidak dapat dianggap hanya sebagai prinsip yang sekedar pe-lengkap, tetapi lebih dari itu, prinsip sopan santun merupakan prinsip percakapan yang memiliki kedudukan yang sama dengan prinsip percakapan yang lain.

Leech dalam Rusminto dan Sumarti (2006:84-91) mengemukakan bahwa prinsip sopan santun dapat dirumuskan kedalam enam butir maksim berikut.

(1) Maksim kearifan (tact maxim)

(44)

(a) Buatlah kerugian orang lain sekecil mungkin; (b) Buatlah keuntungan orang lain sebesar mungkin. (2) Maksim kedermawanan (generosity maxim)

Maksim ini mengandung maksim sebagai berikut: (a) Buatlah keuntungan diri sendiri sekecil mungkin; (b) Buatlah kerugian diri sendiri sebesar mungkin. (3) Maksim pujian (approbation maxsim)

Meksim ini mengandung prinsip sebagai berikut: (a) Kecamlah orang lain sedikit mungkin; (b) Pujilah orang lain sebaanyak mungkin. (4) Maksim kerendahan hati (modesty maxsim)

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut: (a) Pujilah diri sendiri sesedikit mungkin; (b) Kecamlah diri sendiri sebanyak mungkin. (5) Maksim kesepakatan (agreement maxim)

Maksim ini mengandung prinsip sebagai berikut:

(a) Usahakan agar ketaksepakatan antara diri sendiri dan orang lain terjadi sedikit mungkin;

(b) Usahakan agar kesepakatan antara diri sendiri dengan orang lain terjadi sebanyak mungkin.

(6) Maksim simpati (sympathy maxim)

(45)

(a) Kurangilah rasa antipasti antara diri sendiri dengan orang lain hingga sekecil mungkin;

(b) Tingkatkan rasa simpati sebanyak-banyaknya antara diri sendiri dan orang lain.

2.6 Pembelajaran Bahasa di PAUD

Keberhasilan Suatu sistem pengajaran bahasa ditentukan oleh tujuan yang realitas dapat diterima oleh suatu pihak, sarana dan organisasi yang baik, intensitas penga-jaran yang relative tinggi, kurikulum dan silabus yang tepat guna. Kurikulum me-rupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan ke-giatan atau pembelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyeleng-garan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan.

Pembelajaran yang berlangsung di Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dilengkapi dengan kurikulum yang di dalamnya terdapat kompetensi, sub kompetensi, substansi, dan indikator perkembangan yang akan dicapai anak yaitu berupa pembentukan perilaku melalui pembiasaan. Muatan kurikulum tersebut mencakup beberapa aspek kompetensi yaitu perkembangan agama dan moral atau nilai, perkembangan berbahasa, perkembangan kognitif, fisik, seni, dan sosial emosional.

Kurikulum pada kemampuan berbahasa ialah keterampilan mendengarkan (melaksanakan perintah sekaligus, mengerti kata-kata yang ditujukan kepadanya, dan mulai mengerti larangan), keterampilan menggunakan bahasa sesuai aturan

(46)

pertanyaan lebih banyak, minta dibacakan buku, menyebut nama benda dan

fungsinya), menggunakan bahasa untuk memengaruhi orang lain (menceritakan suatu

kejadian sederhana, menyebut nama diri dan jenis kelaminnya, dan dapat

menyatakan hak milik) (Kurikulum PAUD).

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan bentuk tuturan bertanya yang dila-kukan oleh anak usia PAUD. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan desain deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang dilakukan untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih (independen) tan-pa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan variabel yang lain (Sugi-yono, 2008:5). Penelitian kualitatif adalah prosedur penilaian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata tertulis atau lisan dari orang dan perilaku yang dapat diamati (Sudarto, 1997:62) .Dengan demikian penelitian deskriptif kualitatif ada-lah metode penelitian yang menghasilkan data desktiptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan prilaku yang diamati. Penggunaan metode

deskrip-tif kualitadeskrip-tif diharapkan dapat memberikan bentuk tuturan bertanya pada usia PAUD dan implikasinya dalam pembelajaran bahasa.

3.2Sumber Data

(48)

sekolah pada siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah Tahun pelajaran 2013/2014.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik pe-ngamatan dan catatan lapangan. Teknik pengamatan dilakukan dengan dua cara, yakni pengamataan partisipasi dan nonpartisipasi. Pengamatan partisipasi diguna-kan apabila peneliti terlibat dalam percakapan dengan sang anak, sedangkan pe-ngamatan nonpartisipasi digunakan pada saat sang anak bertanya dengan orang lain selain peneliti. Kehadiran peneliti tidak terlibat dalam percakapan, hanya se-bagai pengamat. Catatan lapangan digunakan untuk mencatat tuturan bertanya yang muncul dari sang anak. Catatan tersebut yakni catatan deskriptif reflektif. Catatan deskriptif berupa catatan tentang semua ujaran dari sang anak termasuk konteks yang melatarinya, dan catatan reflektif adalah interpretasi/penapsiran peneliti terhadap tuturan yang disampaikan oleh sang anak.

3.4 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis heuristik. Teknik analisis heuristik merupakan proses berpikir seseorang untuk

(49)

sesuaikan dengan fakta-fakta pendukung yang ada dilapangan. Analisis heuristik berusaha mengidentifikasi daya pragmatik sebuah tuturan dengan merumuskan hi-potesis-hipotesis dan kemudian mengujinya berdasarkan data-data yang tersedia. Bila hipotesis tidak teruji, akan dibuat hipotesis yang baru. Hipotesis yang dimaksud dalam penelitian ini adalah praanggapan atau dugaan sementara.

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik

Sumber: Leech (1993 :61)

(50)

ma-ka proses pengujian ini dapat berulang-ulang sampai diperoleh hipotesis yang dapat diterima.

Berikut contoh analisis konteks.

Gambar 2. Analisis konteks

1.Masalah (interpretasi tuturan) “Yang ini bukan Bu?”

2. Hipotesis

1. Penutur hanya bertanya untuk memastikan halaman yang ia buka benar.

2. Penutur merasa takut apabila ia salah membuka halaman.

3. Pemeriksaan

1. Ekspresi siswa saat membolak-balikan buku.

2. Saat itu suasana kelas tenang.

3. Penutur duduk di bagian belakang.

4. Penutur merupakan siswa yang aktif di kelas.

4a. Pengujian 2 Berhasil

5. Interpretasi Defaul

(51)

Tuturan tersebut merupakan kalimat yang berupa pertanyaan, tetapi setelah dipe-riksa menggunakan analisis heuristik dengan memasukkan data-data tuturan tidak langsung berupa tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memohon, maksud dari penutur adalah untuk memohon agar guru memeriksa halaman yang ia buka, sudah benar atau belum. Langkah-langkah yang dilakukan dalam menganalisis da-ta adalah sebagai berikut.

a. Data yang didapat langsung dianalisis dengan menggunakan catatan des-kriptif dan reflektif juga menggunakan analisis heuristik. Catatan lapangan adalah catatan tentang segala sesuatu yang terjadi dalam data sebagaimana adanya yang dapat diamati (Rusminto, 2010). Sedangkan catatan data secara reflektif adalah catatan lapangan yang berupa komentar penulis secara ring-kas terhadap fenomena-fenomena yang diamati. Teknik analisis heuristik merupakan proses berfikir seseorang untuk memaknai sebuah tuturan. Di dalam analisis heuristik sebuah tuturan diinterpretasikan berdasarkan berba-gai kemungkinan/dugaan sementara oleh mitra tutur, kemudian dugaan se-mentara itu disesuaikan dengan fakta-fakta pendukung yang ada dilapangan. b. Mengklasifikasikan data bentuk tuturan bertanya, berdasarkan tuturan

lang-sung dan tidak langlang-sung.

c. Berdasarkan hasil identifikasi dan klasifikasi data, dilakukan kegiatan pena-rikan kesimpulan sementara.

(52)
(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Objek penelitian ini adalah tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah di lingkungan sekolah dan implikasinya dalam pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia tahun pelajaran 2013/2014. Materi yang menjadi pokok penelitian adalah bentuk tuturan bertanya, yakni tuturan langsung dan tuturan tidak langsung.

4.1 Hasil dan Pembahasan

Hasil dan pembahasan penelitian menunjukkan bahwa bentuk tuturan bertanya siswa PAUD Nusa Jaya Seputih Mataram Lampung Tengah sebanyak 44 data dan dilakukan dengan dua cara, yakni tuturan bertanya langsung sebanyak 31 data sedangkan tuturan bertanya tidak langsung sebanyak 13 data. Tuturan bertanya tidak langsung terdiri atas tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memerintah sebanyak 3 data, tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memberitahukan sebanyak 3 data, tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur mengajak hanya 1 data, dan tuturan bertanya sebagai ekspresi tindak tutur memohon sebanyak 6 data. Adapun uraiannya sebagai berikut.

(54)

Tuturan bertanya adalah tuturan yang bermaksud menanyakan informasi dari lawan tutur. Bentuk tuturan bertanya terbagi atas dua cara yakni secara langsung dan tidak langsung.

4.1.1.1 Tuturan Langsung

Berdasarkan hasil penelitian ditemukan tuturan bertanya langsung sebanyak 31 data dari 44 data keseluruhan. Tuturan bertanya langsung adalah tuturan yang menunjukkan fungsinya untuk menanyakan sesuatu. Di bawah ini adalah uraian-nya 15 data dari data keseluruhan tuturan bertanya langsung.

No.1 (1) Siswa : Yang ini bukan Bu?

Guru : Iya, benar yang ada angka satunya ya (sambil menulis angka 1 di papan tulis).

Pada tuturan (1) terjadi di ruang kelas pada saat pagi hari. Pada saat itu pelajaran baru saja dimulai. Setelah guru mengucapkan salam dan mengkondisikan kelas, kemudian guru menyuruh para siswa untuk membuka buku paket mereka halaman pertama.

(55)

Pada tuturan (1) yakni Yang ini bukan Bu? Termasuk dalam maksim kualitas ka-rena siswa yakin halaman buku yang ia buka sesuai dengan perintah guru. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Siswa tersebut termasuk siswa yang arif karena dengan melakukan pertanyaan tersebut maka teman-teman yang lainnya menjadi lebih paham tugas yang diberikan guru kepada mereka serta telah terjadi kesepakatan antara guru dan siswa tersebut bahwa mereka akan memulai pelajaran dari halaman pertama.

Tuturan (1) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hu-bungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang se-dang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 2 (2) Siswa : Tanggal berapa itu Bu?

Guru : Tanggal 15, ini angka satu dan lima jadi lima belas.

Pada tuturan (2) terjadi di ruang kelas pada saat pelajaran baru saja dimulai. Se-belum para siswa menulis di buku mereka, guru memerintah mereka untuk menu-lis tanggal pada hari itu di bukunya sesuai contoh yang diberikan, maka ada salah seorang siswa yang bertanya kepada gurunya “Tanggal berapa itu Bu?”.

(56)

menggunakan maksim kualitas, kuantitas, dan maksim cara dan prin-sip sopan santun yakni menggunakan maksim kerendahan hati.

Pada tuturan (2) yakni Tanggal berapa itu Bu? Termasuk dalam maksim kualitas karena siswa menanyakan tanggal yang sudah tertera dipapan tulis. Siswa tersebut telah bertanya sesuai dengan informasi yang ia butuhkan. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Siswa terse-but termasuk siswa yang rendah hati karena ia tidak ingin sok pintar dengan pe-ngetahuannya tentang tanggal dan angka-angka.

Tuturan (2) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hu-bungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang se-dang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 3 (3) Siswa : Sampai berapa Bu?

Guru : Sampai sepuluh ya, nulisnya yang bagus.

Pada tuturan (3) terjadi saat pagi hari ketika pelajaran sedang berlangsung dan ter-jadi di ruang kelas. Guru menyuruh siswa untuk mengikuti tulisan abjad di papan tulis ke buku mereka.

(57)

kerja sama yakni menggunakan maksim kualitas, kuantitas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kese-pakatan.

Pada tuturan (3) yakni Sampai berapa Bu? Termasuk dalam maksim kualitas ka-rena siswa menanyakan dan memperjelas tugas yang diberikan guru kepada me-reka. Siswa tersebut telah bertanya sesuai dengan informasi yang ia butuhkan. Pertanyaan siswa tersebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk sis-wa lainnya. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Percakapan antara penutur dan lawan tutur (guru) tersebut te-lah menimbulkan kesepakatan antar siswa dan guru bahwa tugas yang diberikan hanya sampai nomor sepuluh.

Tuturan (3) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hu-bungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang se-dang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 4 (4) Siswa : Ibu, dikumpul apa enggak?

Guru : Iya nanti kalau sudah selesai dikumpul, nanti ibu nilai tugas kalian

Pada tuturan (4) terjadi pada saat pelajaran berlangsung. Setelah guru selesai me-nulis di papan tulis dan mengajarkan mereka mengeja dan membaca, kemudian guru menugaskan kepada para siswa untuk menyalin di buku mereka masing-masing kata-kata yang ditulis guru di papan tulis tersebut.

(58)

untuk menanyakan tugas yang diberikan guru tanpa adanya tujuan untuk mempengaruhi lawan tutur dengan maksud-maksud lain. Tuturan yang disampai-kan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kuantitas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kesepakatan.

Pada tuturan (4) yakni Ibu, dikumpul apa enggak? Termasuk dalam maksim kuan-titas karena siswa tersebut telah bertanya sesuai dengan informasi yang ia butuh-kan. Pertanyaan siswa tersebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk siswa lainnya. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Percakapan antara penutur dan lawan tutur (guru) terse-but telah menimbulkan kesepakatan antar siswa dan guru bahwa tugas yang dibe-rikan nantinya akan dikumpul dan dinilai.

Tuturan (4) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hubungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang sedang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 5 (5) Siswa : Ini harganya berapa Pak? Penjual : Seribu.

Siswa : Ini Pak (memberikan uangnya ke penjual).

(59)

Tuturan bertanya langsung terdapat pada tuturan Ini harganya berapa Pak? Tu-turan ini dapat dimaknai oleh mitra tutur (penjual) sebagai pertanyaan yang hanya berfungsi untuk menanyakan harga makanan dengan maksud adanya kesepakatan jual-beli antara siswa dan penjual. Tuturan yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kuantitas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kesepakatan.

Pada tuturan (5) yakni Ini harganya berapa Pak? Termasuk dalam maksim kuan-titas karena siswa tersebut telah bertanya sesuai dengan informasi yang ia butuh-kan. Pertanyaan siswa tersebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk dirinya. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Percakapan antara penutur dan lawan tutur (penjual) tersebut telah menimbulkan kesepakatan antar siswa dan guru bahwa harga jajanan terse-but adalah seribu rupiah dan siswa sepakat untuk membelinya.

Tuturan (5) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (penjual) termasuk klasifikasi hubungan jauh sebab antara siswa dan penjual hanya bertujuan untuk mencapai kesepakatan jual-beli. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan per-tanyaan langsung kepada mitra tutur.

(60)

Pada tuturan (6) terjadi setelah jam istirahat dan pelajaran baru saja dimulai. Se-perti biasa, sebelum para siswa menulis di buku mereka, guru memerintah mereka untuk menulis tanggal pada hari itu di bukuny karena guru sudah menuliskan tanggal di papan tulis tanggal 16, maka ada salah seorang siswa yang bertanya ke-pada gurunya “Tanggal 16 Bu?”.

Tuturan bertanya langsung terdapat pada tuturan Tanggal 16 Bu? Tuturan ini da-pat dimaknai oleh mitra tutur (guru) sebagai pertanyaan yang hanya berfungsi un-tuk mempertegas tanggal pada hari itu tanpa adanya tujuan untuk mempengaruhi lawan tutur dengan maksud-maksud lain. Tuturan yang disampaikan penutur ter-masuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kualitas, kuantitas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kesepakatan.

Pada tuturan (6) yakni Tanggal 16 Bu? Termasuk dalam maksim kualitas karena siswa menanyakan dan memperjelas tanggal hari tersebut. Siswa tersebut juga telah bertanya sesuai dengan informasi yang ia butuhkan. Pertanyaan siswa ter-sebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk siswa lainnya. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Percakapan antara penutur dan lawan tutur (guru) tersebut telah menimbulkan kesepakatan antar siswa dan guru bahwa tanggal terjadi peristiwa tersebut adalah tanggal 16.

(61)

menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 7 (7) Siswa : “Permennya ada berapa Bu?”

Guru : Ya coba dihitung ada berapa permennya. Siswa : Ada enam Bu.

Guru : Iya benar, di buku kalian gambar enam juga ya permennya.

Pada tuturan (7) terjadi pada saat belajar berhitung. Guru menggambar permen berjumlah enam buah di papan tulis dan siswa diperintahkan untuk menggambar di buku mereka masing-masing yang jumlahnya sesuai dengan yang guru gambar. Tuturan bertanya langsung terdapat pada tuturan Permennya ada berapa Bu? Tu-turan ini dapat dimaknai oleh mitra tutur (guru) sebagai pertanyaan yang hanya berfungsi untuk mendapatkan informasi jumlah permen yang guru gambar di pa-pan tulis tanpa adanya tujuan untuk mempengaruhi lawan tutur dengan maksud-maksud lain. Tuturan yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya lang-sung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kualitas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggu-nakan maksim kerendahan hati.

(62)

Tuturan (7) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hu-bungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang se-dang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 8 (10) Siswa 1 : “Ada empat ya Bu?” Siswa 2 : Salah, itu lima. Guru : Iya benar ada lima.

Tuturan (10) terjadi pada saat pelajaran berlangsung. Guru mengajarkan pelajaran berhitung. Guru menggambar buah apel di papan tulis yang berjumlah lima buah, kemudian guru mengajak para siswa bersama-sama menghitung. Setelah selesai menghitung para siswa ditugaskan untuk menyalin di buku mereka masing-ma-sing gambar yang ada di papan tulis.

(63)

untuk siswa lainnya bahwa apel tersebut berjumlah lima. Cara yang di-gunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan jelas dan pembicaraan teratur. Percakapan tersebut telah menghasilkan kesepakatan antara siswa dan guru bahwa jumlah apel tersebut ada lima.

Tuturan (10) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (siswa lain dan guru) termasuk klasifikasi hubungan sangat dekat sebab siswa lain adalah teman sepermainannya sehari-hari dan guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang sedang me-nempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 9 (11) Siswa 1 : “Kamu bisa?” Siswa 2 : Bisa lah.

Siswa 1 : Aku ga bisa lagi.

Tuturan (11) terjadi pada pagi hari ketika pelajaran baru dimulai. Peristiwa tutur terjadi di ruang kelas saat guru memerintah para siswa untuk maju ke depan kelas satu per satu untuk hafalan Pancasila. Kemudian ada salah seorang siswa yang ti-dak hafal Pancasila,kemudian siswa tersebut menanyakan kepada teman sebang-kunya apakah temannya itu hafal Pancasila dan teman sebangkunya tersebut ter-nyata hafal Pancasila.

(64)

sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kuan-titas, relasi dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan mak-sim kerendahan hati.

Pada tuturan (11) yakni Kamu bisa? Termasuk dalam maksim kuantitas karena siswa menanyakan informasi kesanggupan temannya dalam membaca Pancasila. Pertanyaan siswa tersebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk diri-nya bahwa temannya sudah hafal Pancasila. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan singkat, jelas dan pembicaraan teratur. Pembicaraan ke-dua siswa tersebut menggunakan maksim kerendahan hati karena keduanya tidak menyombongkan diri dan mengejek satu sama lain.

Tuturan (11) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (siswa lain) termasuk klasifi-kasi hubungan sangat dekat sebab siswa lain adalah teman sepermainannya sehari-hari di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyam-paikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No. 10 (12) Siswa : i itu kayak angka 1 ada titik ya Bu? Guru : Iya nak, kayak gitu. Pinter.

Tuturan (12) terjadi saat pelajaran berlangsung. Peristiwa tutur terjadi di dalam kelas. Guru menulis abjad-abjad di papan tulis kemudian siswa diperintahkan un-tuk menyalin di buku mereka masing-masing.

(65)

mempengaruhi lawan tutur dengan maksud-maksud lain. Tuturan yang disampai-kan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kualitas, kuantitas, dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kesepakatan.

Pada tuturan (12) yakni i itu kayak angka 1 ada titik ya Bu? Termasuk dalam maksim kuantitas karena siswa menanyakan informasi tentang ciri-ciri huruf i. Pertanyaan siswa tersebut pun telah menghasilkan informasi tambahan untuk te-man lainnya tentang huruf i. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan per-tanyaan singkat, jelas dan pembicaraan teratur. Pembicaraan kedua siswa tersebut menggunakan maksim kesepakatan karena antara siswa dan guru sepakat tentang penulisan huruf i.

Tuturan (12) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (guru) termasuk klasifikasi hu-bungan sangat dekat sebab guru ialah pengganti orang tua pada saat seseorang se-dang menempuh pendidikan di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyampaikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

No.11 (13) Siswa 1 : “Aku nya di mana?” Siswa 2 : Nanti aja lho, gantian.

(66)

Tuturan bertanya langsung terdapat pada tuturan Aku nya di mana? Tuturan ini dapat dimaknai oleh mitra tutur (siswa lain) sebagai pertanyaan yang hanya ber-fungsi untuk mendapatkan informasi tempat duduk untuk bermain enjotan serta meminta persetujuan apakah ia sudah diizinkan bermain. Tuturan yang disampai-kan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kuantitas, relasi, dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kearifan dan kesepakatan.

Pada tuturan (13) yakni Aku nya di mana? Termasuk dalam maksim kuantitas ka-rena siswa menanyakan informasi di mana ia harus duduk. Pertanyaan siswa terse-but pun telah menghasilkan informasi lain bahwa bermain enjotan tidaklah bisa beramai-ramai melainkan harus secara bergantian. Cara yang digunakan siswa dalam mengucapkan pertanyaan singkat, jelas dan pembicaraan teratur. Pembica-raan kedua siswa tersebut menggunakan maksim kearifan karena kedua siswa ter-sebut arif dalam mengambil keputusan dan mengasilkan kesepakatan bahwa mere-ka akan bermain secara bergantian.

Tuturan (13) yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Hal ini karena hubungan antara penutur dan mitra tutur (siswa lain) termasuk klasifi-kasi hubungan sangat dekat sebab siswa lain adalah teman sepermainannya sehari-hari di suatu instansi pendidikan. Penutur tidak merasa terbebani untuk menyam-paikan pertanyaan langsung kepada mitra tutur.

(67)

Tuturan (14) terjadi saat jam pelajaran berlangsung. Guru memerintah siswa jika sudah selesai mengerjakan tugasnya. Siswa diperintah untuk mengumpul tugas mereka di meja guru kemudian dinilai oleh guru.

Tuturan bertanya langsung terdapat pada tuturan Ditaro di mana Bu? Tuturan ini dapat dimaknai oleh mitra tutur (siswa lain) sebagai pertanyaan yang hanya ber-fungsi untuk mendapatkan informasi di mana meletakkan tugas yang telah diberi-kan guru kepada mereka tanpa adanya tujuan untuk mempengaruhi lawan tutur dengan maksud-maksud lain. Tuturan yang disampaikan penutur termasuk tuturan bertanya langsung. Tuturan ini sudah menggunakan prinsip kerja sama yakni menggunakan maksim kualitas, kuantitas, relasi, dan maksim cara dan prinsip sopan santun yakni menggunakan maksim kedermawanan dan maksim simpati.

Gambar

Gambar 1. Bagan Analisis Heuristik
Gambar 2. Analisis konteks

Referensi

Dokumen terkait

Dalam perancangan ini dilakukan melalui perpaduan antara ilustrasi dengan narasi yang dapat membangun dan menggambarkan sebuah pesan ataupun makna yang

Setelah melakukan analisis terhadap hasil simulasi dan hasil pengukuran antena monopole array, maka diperoleh material radiator antena monopole terbuat dari stainless steel

Jumlah DNA yang dikesan pada sampel pakaian mengandungi darah, air kencing dan najis sebelum dan selepas basuhan dobi dan mesin basuh adalah seperti di dalam Jadual

Video musik sherina juga akan dijadikan referensi dalam pengadeganan akan tetapi di dalam video musik sherina pemeran pantomim tidak menggunakan make up

Sekolah harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi kebijakan makro pendidikan serta memahami kindisi lingkunganya (kelebihan dan kekurangannya) untuk

Hal yang lebih penting adalah menciptakan strategi yang berpegang pada prinsip berkelanjutan (konservasi, daur ulang, penggunaan sumber daya yang dapat

Penelitian ini dilaksanakan pada siswa kelas 4 SD Negeri 4 Lebak Kecamatan GroboganKabupaten Grobogan, Siklus I Dilakasanakan pada bulan September Sedangkan

OLEH OLEH KELOMPOK III : KELOMPOK III : HAYATUNUUPUS HAQIQI HAYATUNUUPUS HAQIQI JELLY OKTAVIANI JELLY OKTAVIANI DODI DODI WITA RESTI WITA RESTI DOSEN PEMBIMBING : DOSEN PEMBIMBING