ABSTRAK
PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP IKATAN KIMIA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE STAD DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT
Oleh
LISTA MISRIA
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran kimia di sekolah SMA
Gajah Mada masih menggunakan Pembelajaran Konvensional dengan metode
ceramah dan diskusi. Pembelajaran seperti itu kurang membimbing siswa untuk
dapat memahami konsep kimia khususnya materi ikatan kimia. Oleh karena itu,
dirancang pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD dan pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan media LKS.
Tujuan penelitian adalah menentukan bagaimana perbedaan rata-rata nilai
penguasaan konsep ikatan kimia antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif
tipe STAD dengan yang diberi pembelajaran kooperatif tipe NHT. Sampel dalam
penelitian ini adalah 37 orang siswa kelas X1 sebagai kelas eksperimen 1 dan 37
Desain penelitian yang digunakan adalah The Matching-Only Posttest-Only
Group Desain, yaitu dengan mengadakan keseimbangan kondisi terhadap kedua
kelompok eksperimen. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata nilai
penguasaan konsep ikatan kimia pada kelas yang diterapkan model pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan kelas yang diterapkan model
pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dalam meningkatkan penguasaan
konsep ikatan kimia.
Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif tipe STAD , Pembelajaran kooperatif tipe
vii
A. Pembelajaran Kooperatif ... 8
B. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) ... 17
C. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) ... 21
D. Media Pembelajaran ... 23
E. Instrumen Penelitian... 34
F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian ... 35
G. Hipotesis Kerja ... 38
H. Hipotesis Statistika ... 39
I. Teknik Analisis Soal ... 40
viii
K. Teknik Pengujian Hipotesis ... 46
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49
A. Hasil Penelitian ... 49
6. Jadwal Kegiatan Pembelajaran ... 152
7. Kisi-Kisi Soal Pretest dan Posttest ... 153
13.Analisis Uji Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Posttest 167
14.Daftar Nilai Pretest dan Posttest kedua Kelas Eksperimen ... 168
15.Analisis Data ... 170
16.Pengujian Hipotesis ... 179
17.Pembagian kelompok kelas eksperimen 1 ... 182
18.Pembagian kelompok kelas eksperimen 2... 184
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Hakekat pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan fasilitas agar siswa
belajar. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru diharapkan mengupayakan
cara-cara komunikasi yang efektif, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang mendorong siswa agar belajar secara berhasil.
Keberhasilan siswa dalam proses belajar tersebut ditandai dengan meningkatnya
penguasaan konsep materi yang telah diajarkan.
Model, metode dan media pembelajaran adalah faktor yang mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran menempati peranan penting dalam proses
pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model, metode
dan media pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat penguasaam konsep
siswa terhadap materi yang diberikan pada proses pembelajaran akan memberikan
hasil yang optimal jika guru mampu memilih dan menerapkan strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat pada bidang IPA adalah strategi
yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembalajaran.
Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,
dengan cara menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Model
2
Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Berdasarkan KTSP kegiatan
pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan karakteristik standar
kompetensi, kompetensi dasar, potensi peserta didik, daerah dan lingkungan.
Berdasarkan kurikulum tersebut siswa harus memiliki standar kompetensi pada
setiap jenjang pendidikannya, standar kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk
kompetensi dasar. Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa
kelas X semester ganjil adalah membadakan proses pembentukan ikatan ion,
ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya
dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Materi pokok untuk kompetensi
dasar tersebut adalah ikatan kimia.
Rendahnya penguasaan konsep ikatan kimia tersebut di atas diduga disebabkan
oleh beberapa faktor, salah satunya karena pembelajaran yang dilakukan pada
umumnya menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah yang bersifat
memberikan informasi saja dan kurang melibatkan siswa dalam proses belajar
mengajar. Pada metode ceramah, siswa dapat memperoleh langsung ilmu yang
diberikan oleh guru, tetapi siswa kurang dapat berkembang dan menggali potensi
dirinya karena dalam metode ini guru lebih berperan aktif. Dalam metode diskusi,
ketika pembelajaran hanya siswa tertentu saja yang berperan aktif, sedangkan
siswa yang lain kurang berperan aktif.
Agar pembelajaran kimia menjadi pelajaran yang disukai dan siswa terlibat aktif
dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah
direncanakan, maka seorang pendidik perlu mempertimbangkan pemilihan
keaktifan belajar siswa khususnya penguasaan konsep materi sesuai dengan tujuan
pembelajaran serta kondisi siswa dan sekolah yang bersangkutan.
Model pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang dapat menarik
minat siswa dalam pembelajaran sehingga siswa turut berperan aktif dalam proses
pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat membangkitkan
aktivitas dan semangat belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif.
Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep ikatan kimia yang sulit. Pembelajaran
kooperatif juga menurut mereka memberikan dampak positif terhadap sikap
penerimaan perbedaan antar individu, baik ras, keragaman budaya, gender, dan
sosial-ekonomi. Selain itu yang terpenting, pembelajaran kooperatif mengajarkan
keterampilan bekerja sama dalam kelompok. Keterampilan ini sangat dibutuhkan
anak saat nanti berada di tengah masyarakat.
Terdapat beberapa bentuk kooperatif, salah satu pembelajaran kooperatif yang
digunakan pada materi ikatan kimia adalah kooperatif tipe STAD ( Student Team
achievement Division). Kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe
pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe pembelajaran ini
diharapkan akan lebih mudah bagi siswa dalam menemukan dan memahami
konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan masalah tersebut dengan
temannya. Siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk
dibimbing oleh temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi,
sedangkan siswa yang lebih tinggi kemampuannya mempunyai kesempatan untuk
4
Selain model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achevment
Devision) ada pula pembelajaran koperatif tipe NHT (Numbered Head Together).
Tipe ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan
menimbang jawaban yang paling tepat, kooperatif tipe NHT ini mendorong siswa
untuk meningkatkan aktivitas dan kerjasama antar siswa. Pembelajaran
kooperatif tipe NHT membimbing siswa untuk dapat menemukan konsep dari
materi yang ada secara mandiri melalui sarana pembelajaran yang telah
disediakan oleh guru.
Telah dilakukan penelitian oleh Rashinta Aprillya Putri (2009) tentang penerapan
pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media animasi untuk meningkatkan
aktivitas dan penguasaan konsep ikatan kimia (PTK kelas X10 SMA YP Unila
Bandar Lampung) diperoleh hasil, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas on task
siswa dan penguasaan konsep siswa, dan oleh Siti Komariah (2011) tentang
peningkatan aktivitas dan penguasaan konsep melalui pembelajaran kooperatif
tehnik NHT pada materi ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi
sederhana (PTK pada siswa kelas X2 SMA Budaya Bandar Lampung) diperoleh
hasil, yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT mampu meningkatkan aktivitas dan
penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia, tata nama senyawa dan
persamaan reaksi sederhana.. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, pembelajaran
kooperatif tipe STAD dan kooperatif tipe NHT diduga akan lebih baik dalam
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dilakukan penelitian
dengan judul: ”Perbedaan Penguasaan Konsep Ikatan Kimia antara
Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pembelajaran Kooperatif tipe
NHT ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar balakang masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah
penelitian ini adalah:
1. Adakah perbedaan rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia siswa
antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada?
2. Apakah rata-rata nlai penguasaan konsep ikatan kimia siswa yang model
pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tiinggi dari pada pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini
adalah untuk mendeskripsikan :
1. Perbedaan rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe
6
2. Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia siswa yang pembelajarannya
dengan kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT
siswa SMA Gajah Mada.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:
1. Guru, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan
model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi
pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok ikatan kimia.
2. Siswa, yaitu untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, terutama pada
materi pokok ikatan kimia.
3. Sekolah, yaitu sebagai motivasi dan informasi untuk meningkatkan
penguasaan konsep kimia di sekolah.
4. Peneliti lain, yaitu sebagai bahan/gambaran untuk dapat mengembangkan
penelitian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah:
1. Penguasaan konsep ikatan kimia adalah nilai siswa pada materi pokok ikatan
kimia yang diperoleh melalui posttest.
2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang
melibatkan siswa. Pelaksanaannya melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1)
kelompok, (5) Kuis/tes, (6) Poin peningkatan individu dan (7) Penghargaan
kelompok.
3. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran kooperatif
yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu : penomoran, pengajuan pertanyaan,
berfikir bersama, pemberian jawaban.
4. LKS berisi tahapan pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara konstruktif
yang mengarahkan siswa untuk dapat menarik kesimpulan dalam upaya
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif didasari oleh falsafah homo homini socius. Pembelajaran
kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
konstruktivisme. Menurut Panen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001:69):
Belajar kooperatif kolaboratif merupakan proses konstruktivisme sosial yang menjadi salah satu proses konstruksi pengetahuan yang relatif dominan dalam diri individu sebagai makhluk sosial.
Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasari asas gotong
royong dan kerjasama sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat
mengutamakan asas gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Dengan belajar
hidup bergotong royong atau bersama-sama berarti peduli dan belajar berbagi
pikiran, perasaan dan pengalaman kepada orang lain. Banyak ahli yang telah
mencoba mengemukakan pengertian pembelajaran kooperatif. Menurut Lie
(2007:12) :
Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur, di mana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.
Dalam pengertian lain, Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:42) menyatakan
“pembelajaran kooperatif adalah sekelompok dari strategi yang melibatkan siswa
Manusia merupakan individu yang berbeda satu sama lain yang memiliki derajat
potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda. Karena
adanya perbedaan ini, manusia yang satu membutuhkan manusia yang lain
sehingga manusia harus menjadi mahluk sosial yang berinteraksi dengan sesama.
Seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman dan Bintoro dalam Nurhadi, dkk
(2004:60)
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling mencerdaskan, saling menyayangi dan saling tenggang rasa antar sesama siswa sebagai latihan untuk hidup dalam masyarakat nyata, sehingga sumber belajar bukan hanya dari guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.
Selanjutnya Ibrahim dkk (1996:9) menyatakan:
Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerjasama saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur
penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.
Sedangkan Abdurrahman (1999:122) mengatakan:
Nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata hasil belajar
individu, pembelajaran kooperatif menampakkan wujudnya dalam bentuk belajar kelompok. Dalam belajar kooperatif anak tidak diperkenankan mendominasi atau menggantungkan diri pada orang lain, tiap anggota kelompok dituntut untuk memberikan pendapat bagi keberhasilan kelompok.
Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah
salah satu strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan menjadi beberapa
kelompok yang terdiri dari empat orang atau lebih yang heterogen untuk
bekerjasama, saling membantu diantara anggota kelompok untuk menyelesaikan
10
untuk mengembaangkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana belajar
kelompok yang nantinya dapat mencapai potensi yang optimal.
Akan tetapi para pengajar sangat enggan menerapkan pembelajaran di kelas
dengan azas gotong royong. Lie (2007:27) mengemukakan beberapa alasan
mengapa para pengajar enggan menerapkan azas tersebut, demikian di antaranya :
1. Kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di kelas.
2. Adanya siswa yang tidak suka belajar berkelompok, lebih memilih belajar
secara individu.
3. Siswa yang malas lebih mengandalkan temannya yang tekun dan siswa yang
tekun merasa dituntut bekerja secara ekstra dalam kelompoknya.
4. Adanya perasaan minder bagi siswa yang kurang mampu belajar bersama
siswa yang lebih pandai.
Hal-hal tersebut di atas dapat dikendalikan oleh pembelajaran kooperatif, karena
pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur tertentu untuk memungkinkan
proses belajar dan pembelajaran di kelas secara efektif.
Roger dan David Jhonson dalam Lie (2007:31) mengemukakan, “tidak semua
kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran.” Untuk mencapai hasil yang
maksimal, kerja kelompok harus memiliki unsur-unsur di bawah ini :
1. Saling ketergantungan positif
Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya
untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, tugas harus disusun
sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok memiliki tugas
mencapai tujuan mereka. Berarti setiap anggota harus bertanggung jawab
agar yang lain bisa berhasil. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang
kurang mampu memberikan sumbangan kepada teman sekelompoknya
sehingga mereka tidak merasa minder dan terpacu untuk meningkatkan usaha
mereka untuk yang lebih baik, sedangkan siswa yang lebih pandai tidak
merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu juga telah
memberikan sumbangan.
2. Tanggung jawab perseorangan
Dalam pembelajaran kooperatif, pada saat seorang pengajar akan
melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak boleh tanpa persiapan.
Seorang tenaga pengajar harus mempersiapkan sedemikian rupa sehingga
masing-masing anggota kelompok memiliki tugas masing-masing dan harus
bertanggung jawab agar bisa menyelesaikan tugas selanjutnya.
3. Tatap muka
Dalam pembelajaran kelompok setiap anggota diberi kesempatan untuk
berdiskusi dan bertatap muka. Sehingga untuk memperoleh kesimpulan tidak
berasal dari satu kepala namun dari hasil pemikiran beberapa kepala. Dimana
masing-masing kepala menyumbangkan hasil pemikirannya yang berasal dari
latar belakang keluarga, sosial, ekonomi, agama, ras, dan suku yang berbeda.
Dari proses yang demikian mereka dapat memperoleh hasil yang maksimal
karena berasal dari beberapa pendapat tidak dari satu penadapat saja. Selain
itu dari masing-masing anggota kelompok timbul sikap mampu menghargai
perbedaan, memanfaatkan kelebihan orang lain untuk mengisi kekurangannya
12
4. Komunikasi antar anggota
Tidak semua siswa memiliki keahlian untuk mendengarkan dan berbicara.
Keberhasilan dari suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan untuk
saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengeluarkan pendapat.
Selain itu pada pembelajaran kooperatif siswa juga diajarkan bagaimana
menyatakan sanggahan dan ungkapan positif dengan ungkapan yang baik dan
halus.
5. Evaluasi proses kelompok
Pengevaluasian proses kerja kelompok tidak perlu diadakan setiap ada kerja
kelompok. Namun pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus untuk
kelompok yang hendak dievaluasi. Pengevaluasian berfungsi untuk
meningkatkan efektifitas kerja sama antar anggota kelompok.
Menurut Rusman (2011), mengemukakan lima unsur dasar model cooperative
learning, yaitu :
1. Ketergantungan yang positif
Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat
kaitannya antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibuthkan untuk
mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok
tergantung pada kesuksesan anggotanya.
2. Pertanggung jawaban individual
Kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota
kelompok. Pertanggung jawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam
dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus
menerima tanpa pertolongan dari anggota kelompok.
3. Kemampuan bersosialisasi
Sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas
kelompok. Tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki
kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan.
4. Tatap muka
Setiap kelompok diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi,
kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang
menguntungkan semua anggota.
5. Evaluasi proses kelompok
Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja
kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama
lebih aktif.
Dari uraian di atas, maka dengan pembelajaran kooperatif akan lebih mampu
memotivasi siswa untuk menjadi aktif dalam pembelajaran. Dengan kelompok
belajar akan terjadi saling tukar pikiran, tidak ada lagi kesenjangan antar siswa
karena semuanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Karena anggotanya
bersifat heterogen, siswa yang pandai dapat memberikan masukan bagi temannya
yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh
banyak keuntungan belajar dengan rekannya yang pandai. Di dalam kelompok
akan terlaksana kerjasama yang maksimal sehingga dapat menutupi kekurangan
14
Menurut Lungdren dalam Ibrahim (1996:18), manfaat dari pembelajaran
kooperatif bagi siswa yang berprestasi rendah antara lain :
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri lebih tinggi
3. Memperbaiki sikap terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah 4. Memperbaiki kehadiran
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 6. Perselisihan antar pribadi kurang
7. Sikap apatis kurang
8. Pemahaman lebih mendalam 9. Motivasi lebih mendalam 10.Hasil belajar lebih baik
Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan siswa lebih aktif dalam
mendiskusikan konsep tentang pelajaran mereka. Siswa yang bekerja dalam
situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada tugas bersama
untuk mencapai suatu penghargaan bersama. Satu aspek penting pembelajaran
kooperatif adalah disamping membantu tingkah laku kooperatif adalah hubungan
yang lebih baik diantara siswa, juga secara bersama membantu siswa dalam
pelajaran akademis mereka.
Menurut Ibrahim dkk (1996:6) pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai
berikut :
1. Siswa bekerjasama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.
2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.
Ada tiga bentuk keterampilan kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh
Lundgren (1994), yaitu:
a. Keterampilan kooperatif tingkat awal
Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c)
mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e)
berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain
untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; (i) menghormati
individu.
b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah
Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; (b) mengungkapkan
ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan
dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g)
mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i)
mengurangi ketegangan.
c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir
Meliputi: (a) mengolaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c)
menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; dan (e) berkompromi.
Terdapat enam langkah utama di dalam pelajaran yang menggunakan
pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan
pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian
informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya
siswa dikelompokkan dalam tim-tim belajar.tahap ini diikuti bimbingan guru pada
saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase
16
atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan
terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.
Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif ditunjukan pada Tabel 1
sebagai berikut :
Tabel 1. Enam langkah/fase dalam model pembelajaran kooperatif
Langkah/Fase Kegiatan Guru
a. Fase 1
Menyampaikan informasi
Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa. b. Fase 2
Menyajikan Informasi
Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan.
c. Fase 3
Mengorganisasikan siswa dalam kelompok bekerja dan belajar
Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien. d. Fase 4
Membimbing kelompok bekerja dan belajar
Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka
e. Fase 5 Evaluasi
Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.
f. Fase 6
Memberikan penghargaan
Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya atau hasil belajar individu dan kelompok.
Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif meliputi: Student Teams Achievement
Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), Jigsaw II, Group
Investigation (GI), Team Accelerated Instruction (TAI), dan Cooperative
B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)
Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan
teman-temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan tipe pembelajaran
kooperatif yang paling sederhana diterapkan dimana siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang yang bersifat
heterogen. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok
siswa yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa menggunakan
presentasi verbal atau teks.
Menurut Kunandar (2007:364) :
Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, para siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 anggota secara
heterogen. Tiap kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individu / kelompok, tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasan konsep siswa. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau kelompok yang meraih prestasi tinggi akan diberi penghargaan.
Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa:”Gagasan utama di belakang STAD adalah
memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai
keterampilan yang diajarkan guru”. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh
hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari
pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik,
memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan.
Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan guru, tetapi tidak
saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu
18
jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka
bisa mendiskusikan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka
bisa saling memberikan pertanyaan tentang materi yang mereka pelajari.
Dalam melaksanakan pembelajaran mengunakan model pembelajaran kooperatif
tipe STAD ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:
1. Penyampaian Tujuan dan Informasi
Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran
tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.
2. Pembagian Kelompok
Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri
dari 5 orang siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas
dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik,
masing-masing kelompok diberi LKS. Pembagian kelompok yang akan dilakukan
dapat dilihat pada bagan dibawah ini :
Gambar 1. Ilustrasi pembelajaran kelompok STAD
Keterangan :
T : siswa yang mendapat prestasi akademik tinggi
R : siswa yang mendapat prestasi akademik rendah
L : siswa yang berjenis kelamin laki-laki
P : siswa yang berjenis kelamin perempuan
3. Presentasi dari Guru
Guru menyampaikan materi pelajaran yang dibantu oleh media yang berupa
LKS. Disampaikan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang
diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta
cara-cara mengerjakannya.
4. Kegiatan Belajar Dalam Tim (Kerja Tim)
Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Selama tim bekerja, guru
melakukan pengamatan apakah diantara kelompok siswa ada yang mengalami
kesulitan belajar, jika ada siswa yang mengalami kesulitan, guru akan
membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. sehingga semua anggota
menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.
5. Kuis (Evaluasi)
Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang
telah disampaikan. Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja
siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian
penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan
melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:
1. Menghitung Skors Individu
Menurut Slavin (Trianto, 2007:55), untuk menghitung perkembangan
20
Tabel 2. Penghitungan Perkembangan Skors Individu
No Nilai Tes Skors
Perkembangan 1 Lebih dari 10 dibawah skors dasar 0
2 10 sampai 1 dibawah skors dasar 10
3 Skors 0 sampai 10 di atas skors dasar 20 4 Lebih dari 10 di atas skors dasar 30 5 Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan
skor dasar
30
2. Menghitung Skors Kelompok
Skors kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skors perkembangan
anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skors
perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah
anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skors perkembangan
kelompok, diperoleh skors kelompok sebagaimana dalam kelompok
sebagaimana dalam tabel 3 sebagai berikut:
No Skors Kualifikasi
1 0 ≤ N ≤ 5 _
2 6 ≤ N ≤ 15 Tim yang baik
3 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang baik sekali
4 21 ≤ N ≤ 30 Tim yang istimewa
Untuk peningkatan skors kelompok digunakan rumus (Slavin, 1995:82) :
C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)
Dalam penerapannya, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik
pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).
Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide
dan menimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong
siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam
semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Teknik ini
melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu
pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.
Pada pembelajaran kooperatif teknik NHT terdapat empat struktur langkah utama
yaitu:
1. Penomoran
Guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok atau tim yang
beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga
setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Setiap kelompok
diberi LKS yang sama.
2. Pengajuan Pertanyaan
Guru mengajukan pertanyaan atau memberikan tugas dan masing-masing
kelompok mengerjakannya. Sebelum guru mengajukan pertanyaan, guru
terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan
22
3. Berfikir Bersama
Setiap anggota kelompok harus berfikir bersama untuk mengerjakan
pertanyaan yang terdapat pada LKS, sehingga setiap anggota kelompok bisa
memberikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok
dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.
4. Pemberian Jawaban
Guru menunjuk salah satu nomor anggota kelompok, setiap nomor anggota
kelompok yang ditunjuk guru akan menjawab secara bergilir, nomor anggota
kelompok lain menanggapi jawaban yang disampaikan oleh nomor anggota
yang telah ditunjuk oleh guru, guru kemudian menuntun siswa untuk
mendapatkan jawaban yang benar dan menarik kesimpulan tentang materi
pembelajaran yang telah dipelajari.
Berikut ini adalah gambar ilustrasi kelompok NHT dalam pembelajaran di kelas.
Gambar 2. Ilustrasi pembelajaran kelompok NHT
GURUMITRA
OBSERVER 1 OBSERVER 2
D. Media Pembelajaran
Kata media berasal dari bahasa latin medus yang secara haarfiah berarti „tengah‟,
„perantara‟, atau „pengantar‟. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)
mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi
antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, radio, foto, rekaman, audio,
gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media
komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang
bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka
media itu disebut media pembelajaran. Secara umum media mempunyai
kegunaan:
1. Memperjelas pesan agar tidak verbalitas.
2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra.
3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan
sumber belajar.
4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan
visual, auditori, dan kinestatiknya.
5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan
menimbulkan persepsi yang sama.
Selain itu, konstribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985)
dalam Arsyad (2006) adalah:
1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih standar. 2. Pembelajar akan lebih menarik.
3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.
24
6. Proses pembelajaran dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun diperlukan.
7. Peran guru berubah kearah yang positif.
Dua sisi penting dari fungsi media dalam proses pembelajaran dikelas yaitu:
1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat
berlangsungnya proses belajar mengajar, penyajian informasi atau keterampilan
secara utuh dan lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan
secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu;
2) Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara
lain dalam pemusatan dan mempertahankan perhatian, memelihara, keseimbangan
mental, serta belajar mendorong mandiri (Arifin et al., 2003).
E. Lembar Kerja Siswa
Media pembelajaran yang digunakan dalaam pembelajaran ini berupa Lembar
Kerja Siswa (LKS). Pada proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai
sarana pembelajaran untuk menuntun siswa mendalami materi dari suatu
materi pokok atau submateri pokok mata pelajaran yang telah atau sedang
dijalankan. Melalui LKS siswa harus mengemukakan pendapat dan mampu
mengambil kesimpulan. Dalam hal ini LKS digunakan untuk meningkatkan
keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sriyono (1992),
Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang
berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat
untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu
Menurut Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2006), fungsi LKS adalah :
a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.
b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa.
c) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru. d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran. e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada
siswa.
f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran
mempunyai nilai tinggi.
Menurut Sriyono (1992 : 25) LKS dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu :
a. LKS Fakta, LKS ini merupakan tugas yang sifatnya hanya mengarahkan siswa untuk mencari fakta atau hal-hal yang berhubungan dengan bahan yang akan diajarkan.
b. LKS Pengkajian, LKS ini merupakan penggalian pengertian tentang bahan ke arah pemahaman, dapat berupa tugas, baik untuk bereksperimen maupun untuk mengamati.
c. LKS Pemantapan/Kesimpulan, LKS ini sifatnya untuk
memantapkan materi pelajaran yang telah dikaji dalam diskusi kelas dimana kebenaran atau kesimpulannya telah ditemukan dan diterima oleh semua peserta diskusi, dapat berupa tugas untuk mengarang, merangkum, membuat paper menyusun bagan yang dikerjakan secara individual.
Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain: a) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.
b) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.
c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.
d) Membantu guru dalam menyusun pelajaran.
e) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.
f) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.
26
LKS yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses
pembelajaran adalah berupa LKS eksperimen dan LKS noneksperimen.
a. LKS Eksperimen
LKS eksperimen adalah LKS yang berisi tujuan percobaan, alat, bahan,
langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, pertanyaan-pertanyaan, dan
kesimpulan akhir dari percobaan yang dilakukan pada materi pokok yang
bersangkutan.
b. LKS Non Eksperimen
Dalam materi ikatan kimia, tidak dilakukan eksperimen. Oleh karena itu,
untuk memudahkan siswa memahami teori tersebut dapat digunakan
media berupa LKS non eksperimen. LKS noneksperimen dirancang
sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil
percobaan yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami.
Siswa dapat menemukan konsep pembelajaran berdasarkan hasil
percobaan dan soal-soal yang dituliskan dalam LKS noneksperimen
tersebut.
F. Penguasaan Konsep
Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena
konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip-prinsip. Penguasaan konsep
yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks.
Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang
diberikan. Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip
dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan.
Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka
diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu.
Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya ke arah pemahaman siswa untuk
memahami hal-hal lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa di tuntut
untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.
Menurut Dahar (1998 : 96) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu
kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan
yang mempuyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan
berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal
konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep
dengan konsep yang lainnya.
Piaget dalam Dimyati dan Madjiono (2002 : 13) menyatakan bahwa pengetahuan
dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus-menerus dengan
lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya
interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.
Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, fase-fase itu adalah fase eksplorasi,
pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase pengenalan konsep, siswa
mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi
konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut.
Posner dalam Suparno (1997 : 50) menyatakan bahwa dalam proses belajar
28
tahap asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki
untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Pada tahap akomodasi, siswa
mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka
hadapi.
G. Kerangka Pikir
Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran
yang dilaksanakan oleh seorang guru. Pelaksanaan pembelajaran akan
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran
yang telah ditentukan.
Model dan media pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung
pencapaian tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses
pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model dan
media pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat prestasi belajar siswa
terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini
akan diteliti bagaimana perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT
siswa SMA Gajah Mada.
Masing-masing kelas diberi pretest, ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan
konsep awal siswa terhadap materi pokok ikatan kimia sekaligus untuk
menyetarakan atau menyeimbangkan kondisi kedua kelas yang digunakan sebagai
Baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran kooperatif tipe
NHT, keduanya mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan model
pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah siswa yang kurang mengerti dan malu
bertanya kepada guru dapat bertanya dengan teman sebaya, sehingga siswa dapat
lebih memahami materi. Siswa juga dapat lebih mengembangkan potensi dirinya,
dan siswa dapat berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif juga dapat melatih
tanggung jawab siswa dalam kelompok dan lebih mampu memotivasi siswa untuk
menjadi aktif dalam pembelajaran. Dengan kelompok belajar akan terjadi saling
tukar pikiran, tidak ada lagi kesenjangan antar siswa karena semuanya saling
berinteraksi satu sama lainnya. Karena anggotanya bersifat heterogen, siswa yang
pandai dapat memberikan masukan bagi temannya yang berkemampuan rendah
dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh banyak keuntungan belajar
dengan rekannya yang pandai. Didalam kelompok akan terlaksana kerjasama
yang maksimal sehingga dapat menutupi kekurangan dari anggota kelompok.
Menurut Lungdren dalam Ibrahim (2000:18), manfaat dari pembelajaran
kooperatif bagi siswa yang berprestasi rendah antara lain :
1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri lebih tinggi
3. Memperbaiki sikap terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah 4. Memperbaiki kehadiran
5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 6. Perselisihan antar pribadi kurang
7. Sikap apatis kurang
8. Pemahaman lebih mendalam 9. Motivasi lebih mendalam 10.Hasil belajar lebih baik
Sedangkan kelemahannya adalah siswa yang tidak suka belajar berkelompok,
30
temannya yang tekun sehingga siswa yang tekun merasa dituntut bekerja secara
ekstra dalam kelompoknya. Terkadang juga ada perasaan minder bagi siswa yang
kurang mampu belajar bersama siswa yang lebih pandai.
Tidak jauh berbeda, pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki kelebihan, yaitu
setiap siswa menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan
sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.
Sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan nomor yang telah dipanggil akan
dipanggil kembali oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru,
dan masalah tempat duduk yang kadang sulit atau kurang mendukung ketika
diatur kegiatan kelompok.
H. Anggapan Dasar
Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:
1. Siswa kelas X1 dan X2 semester ganjil SMA Gajah Mada tahun pelajaran
2012-2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang
sama dalam penguasaan konsep kimia.
2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama.
3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep ikatan kimia siswa
kelas X semester ganjil SMA Gajah Mada tahun pelajaran 2012-2013
diabaikan.
4. Perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia semata-mata karena perbedaan
I. Hipotesis Umum
Hipotesis umum dalam penelitian ini jika kedua kelas eksperimen diberi
pembelajaran kooperatif dengan tipe yang berbeda maka hasil penguasaan
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Gajah Mada
Bandar Lampung tahun ajaran 2012-2013 yang berjumlah 200 siswa dan tersebar
dalam lima kelas yaitu kelas X1 sampai X5. Penyebaran siswa ke dalam kelas
dilakukan secara acak sehingga tidak terdapat kelas unggulan, tetapi kelima kelas
relatif setara. Siswa tersebut merupakan satu kesatuan populasi yang homogen.
2. Sampel
Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai sampel adalah bagian dari populasi
penelitian (siswa kelas X SMA Gajah Mada Bandar Lampung). Pengambilan
sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel
yang didasarkan pada hasil nilai tes sebelumnya dengan tujuan dan pertimbangan
tertentu berdasarkan saran ahli (guru mitra SMA Gajah Mada), berdasarkan ciri
dan sifat-sifat populasi sebelumnya. Dalam hal ini diambil dua kelas untuk
dijadikan sampel kelompok eksperimen 1 yang diberi pembelajaran kooperatif
tipe STAD dan kelompok eksperimen 2 yang diberi pembelajaran kooperatif tipe
B. Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yaitu model
pembelajaran kooperatif tipe STAD (eksperimen 1) dan model pembelajaran
kooperatif tipe NHT (eksperimen 2).
2. Variabel terikat
Variabel terikatnya adalah penguasaan konsep materi pokok ikatan kimia.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat
kuantitatif yaitu data hasil posttest siswa.
Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas eksperimen 1 dan siswa kelas
eksperimen 2.
D.Desain dan Metode Penelitian
1. Desain penelitian
Desain penelitian ini adalah The Matching-Only Posttest-Only Group Desain
yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia
antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif
tipe NHT dengan mengadakan keseimbangan kondisi terhadap kedua kelompok
(kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2). Desain ini menggunakan
34
eksperimen 2. Desian penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada bagan di
bawah ini:
Tabel 4. Desain Penelitian
Kelas Pretest Perlakuan Posttest
Eksperimen I X1 Y1 Z
Eksperimen II X1 Y2 Z
Keterangan :
X1 : Pretest yang dilakukan sebelum perlakuan
Y1 : Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD
Y2 : Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT
Z : Posttest yang diberikan setelah perlakuan
2. Metode penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Di dalam
penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah
perlakuan diberikan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan
sesudah perlakuan disebut posttest.
E. Instrumen Penelitian
Adapun rincian bentuk instrumen penelitian untuk kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2 adalah :
1. LKS Kimia materi pokok ikatan kimia sejumlah empat LKS, dengan rincian :
b. LKS 2 berisi sub materi Ikatan Kovalen.
c. LKS 3 berisi sub materi Ikatan Kovalen Koordinasi dan Kepolaran.
d. LKS 4 berisi sub materi Ikatan Logam dan sifat-sifat Ikatan Ion, Ikatan
Kovalen, dan Ikatan Logam.
2. Soal pretest dan posttest.
F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian
Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:
1. Observasi
Tujuan observasi:
a. Untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai
kelas X, model pembelajaran yang digunakan, jadwal dan tata tertib sekolah,
serta sarana dan prasarana yang ada disekolah yang dapat digunakan sebagai
sarana pendukung pelaksanaan penelitian.
b. Menentukan dua kelas sebagai sampel
2. Pelaksanaan Penelitian
Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
1. Membuat dan menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari silabus,
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS, dan soal pretest dan
posttest.
2. Memberikan pretest.
3. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi
36
4. Menjelaskan kepada siswa karakteristik model pembelajaran kooperatif
tipe STAD pada kelas eksperimen 1 dan kooperatif tipe NHT pada kelas
eksperimen 2 yang akan dilaksanakan.
5. Membimbing siswa menemukan konsep ikatan kimia yang akan dicapai
dengan menggunakan LKS pada kelas eksperimen 1 dan kelas
eksperimen 2.
6. Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran ikatan kimia
pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.
7. Memberikan postest.
8. Analisis Data
Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian sebagai
berikut:
Gambar 3. Alur Penelitian
Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :
Tabel 5. Rancangan kegiatan kedua kelas eksperimen
No. Pertemuan Ke- Kegiatan
1 1 Pretest
2 2,3,4, dan 5 Pelaksanaan pembelajaran
3 6 Posttest
Kelas eksperimen 2
Pembelajaran kooperatif tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe NHT
Kelas eksperimen 1
Penentuan populasi dan sampel
posttest pretest
posttest pretest
Analisis data
Kesimpulan Tahap persiapan dan observasi
38
Berdasarkan pada program semester yang dimiliki guru mata pelajaran kimia kelas
X tercantum jumlah jam pelajaran yang dialokasikan untuk materi ikatan sebanyak
16 jam pelajaran. Pada penelitian ini akan dialokasikan 4 jam pelajaran untuk tes (2
jam pelajaran untuk pretest dan 2 jam pelajaran untuk posttest). Artinya ada 12 jam
pelajaran yang akan digunakan sebagai tahap perlakuan.
G. Hipotesis Kerja
Hipotesis pertama :
Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara pembelajaran
kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dari siswa SMA
Gajah Mada Bandar Lampung.
Hipotesis kedua :
Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran kooperatif tipe
STAD lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi
pembelajaran kooperatif tipe NHT dari siswa SMA Gajah Mada Bandar Lampung.
H. Hipotesis Statistik
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis
dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).
Hipotesis pertama :
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe
H0 : µ1 = µ2
H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
H1 : µ1≠ µ2
Jika dalam pengujian statistik ternyata tolak H0 atau terima H1, maka pengujian
dilanjutkan dengan hipotesis berikut :
Hipotesis kedua :
H0 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih rendah daripada yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe NHT .
H0 : µ1≤ µ2
H1 : Rata-rata penguasaan ikatan kimia yang diberi pembelajaran kooperatif
tipe STAD lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
H0 : µ1 > µ2
Keterangan :
µ1 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia siswa dengan pembelajaran
kooperatif tipe STAD.
µ2 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia siswa dengan pembelajaran
40
I. Teknik Analisis Soal
Pada kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 terdapat instrumen tes berupa soal
pretest dan posttest yang masing-masing berisi 20 soal pilihan jamak. Untuk
memperoleh hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan maka instrumen yang
digunakan harus baik, dengan syarat valid, reliabel, daya pembeda cukup dan taraf
kesukaran seimbang. Untuk memperoleh instrumen yang baik tersebut maka
instrumen perlu diujicobakan lebih dulu. Tes diujicobakan pada siswa kelas XI
IPA1 SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Setelah soal diujicobakan, selanjutnya
dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran.
1. Validitas dan reliabilitas
Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka dilakukan pengujian
terhadap butir soal pretest dan posttest yang akan digunakan.
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen.
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan
dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk
variabel penguasaan konsep ikatan kimia siswa dihitung validitas butir soal atau
validitas item.
Dalam penelitian ini, pengujian validitas dapat dicari dengan menggunakan rumus
sebagai berikut.
=
Keterangan :
x = Skor item
y = Skor total
n = Banyaknya subjek
Sebagai acuan (Rusman, 2008) uji validitas dapat dilihat dari tabel 6. untuk kriteria valid atau tidak valid untuk masing-masing butir soal yang akan digunakan.
Tabel 6. Makna validitas butir soal
Angka Korelasi Makna
>0,30 Valid (Diterima)
0,10 – 0,30 Tidak Valid (Direvisi)
<0,10 Tidak Valid (Ditolak)
Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat
dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen yang akan digunakan
sudah baik. Sesuatu instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.
Dalam penelitian ini, menurut (Arikunto, 2006: 195) pengujian reliabilitas
instrumen dengan menggunakan rumus Alpha sebagai berikut.
r : koefisien reliabilitas instrumen (tes)
k : banyaknya item
2b
: jumlah varians dari tiap-tiap item tes
2
t
42
Tabel 7. Makna reliabilitas butir soal
Angka korelasi Makna
1,000 Sempurna
0,900 – 0,999 Sangat tinggi 0,700 – 0,899 Tinggi 0,400 – 0,699 Sedang 0,200 – 0,399 Rendah
< 0, 199 Tidak ada korelasi
2. Daya pembeda soal
Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara
siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah.
Daya pembeda soal ditentukan dengan rumus:
keterangan:
DP = daya pembeda soal
MA = mean kelompok atas
MB = mean kelompok bawah
Untuk menentukan kelompok atas dengan kelompok bawah yaitu dengan
membagi kelas menjadi dua bagian sama banyak berdasarkan rentang nilai yang
diperoleh.
D ≤ 0,00 : Tidak baik.
0,00 < D ≤ 0,20 : Jelek
0,20 < D ≤ 0,40 : Cukup
0,40 < D ≤ 0,70 : Baik
0,70 < D ≤ 1,0 : Baik sekali
3. Taraf kesukaran
Menurut Suharsimi Arikunto, soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah
dan juga tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat
kesukaran yaitu:
keterangan:
P = Indeks kesukaran
B = Banyaknnya siswa yang menjawab soal itu dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriteria taraf kesukaran yang digunakan sebagai berikut:
P ≤ 0,30 : sukar
0,30 < P ≤ 0,70 : sedang
0,70 < P ≤ 1,00 : mudah
44
Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti
yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,
tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.
Nilai pretest dan posttest dirumuskan sebagai berikut:
Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas dan uji
homogenitas dua varians.
1. Uji normalitas
Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal
dari populasi berdistribusi normal atau tidak.
Hipotesis untuk uji normalitas :
H0 = data penelitian berdistribusi normal
H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal
Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :
X2 =
e e o
f f f )2 (
Keterangan : X2 = uji Chi- kuadrat
fo = frekuensi observasi
fe = frekuensi harapan
2. Uji homogenitas dua varians
Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok
sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.
H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen
H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen
Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat
dalam sudjana (2002) :
F= 2 2 2 1 s s
Keterangan : F = Kesamaan dua varians 2
1
s = varians kelas eksperimen I
2 2
s = varians kelas eksperimen II
Kriteria : Pada taraf 0.05, terima Ho jika F hitung < F tabel
I. Teknik Pengujian Hipotesis
Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji
hipotesis yang digunakan adalah uji parametik (Sudjana, 2002). Uji parametrik
menggunakan uji-t . Sedangkan untuk data sampel yang berasal dari populasi tidak
berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji nonparametik
46
1. Uji kesamaan dua rata-rata
Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan
penguasaan konsep ikatan kimia antara pembelajaran kooperatif tipe STAD
dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada.
a. Rumusan hipotesis
H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe
NHT siswa SMA Gajah Mada.
H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe
NHT siswa SMA Gajah Mada.
b. Langkah statistik:
s = varians kelas eksperimen 2
n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen 1
Menurut Sudjana (2002), kriteria ujinya adalah Terima H0 jika thitungttabel dan
tolak H0 jika sebaliknya dengan dk = (n1n22).
2. Uji perbedaan dua rata-rata
Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan penguasaan konsep ikatan
kimia yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran
kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada Bandar Lampung.
Langkah-langkah pengujian perbedaan dua rata-rata sebagai berikut:
a. Pengujian perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji-t (t student) pada
tingkat kepercayaan 95 persen pada derajat kebebasan df = n1+n2-2
H0 : Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe STAd lebih rendah dibandingkan dengan pembelajaran
kooperatif tipe NHT
H1 : Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran
koopertif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe
NHT.
b. Menghitung statistik t yang akan digunakan yang mengacu pada Riyanto
(1996) :
X = Rata-rata kelas eksperimen I
2
48
∑X2
= jumlah rata-rata nilai pangkat dua
n = jumlah kasus pada setiap sampel
c. Menentukan level signifikan, yaitu 0,05.
d. Menentukan daerah penolakan hipotesis
Apabila :
t hitung > t tabel : Ho ditolak dan H1 diterima
t hitung < t tabel : Ho diterima dan H1 ditol ak
Mencari harga t tabel pada tabel distribusi student dengan level signifikan
0,05 dan df = n1+n2-2.
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara
pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT
dari siswa SMA Gajah Mada.
2. Nilai rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran
kooperatif tipe NHT dari siswa SMA Gajah Mada.
B.Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :
1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar
pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran lebih diperhatikan sehingga
pembelajaran lebih efektif dan dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal
yang telah ditetapkan sekolah.
2. LKS sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Arifin, M. Et al. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.
Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara.Jakarta.
Arsyad, A. 2006. Media Pembelajaran. PT. Raja grafindo Persada. Jakarta.
Bintoro, Abdurahman. 2004. Pembelajaran Kooperatif. Raja Grafindo Persada.Jakarta.
Dahar, R. W. 1998. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.
Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.
Djamarah dan Aswan, Z. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.
Ibrahim, M, dkk. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.
Kunandar. 2007. Guru Profesional. Rajawali Pers. Jakarta.
Lie, A. 2007. Cooperatif Learning(Mempraktikkan Kooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas). Gramedia, Jakarta.
Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. UM Press. Malang.
Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Kontruvisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.
Priyanto . 1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta.
Rusman. 2011. Modul Pendekatan dan Model Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.
Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning; Teory, Research, and Practise. Allyn Balcon. Boston.
Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta.
Sudjana, N. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.
Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktuvisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.