• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP IKATAN KIMIA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP IKATAN KIMIA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE STAD DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT"

Copied!
58
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

ABSTRAK

PERBEDAAN PENGUASAAN KONSEP IKATAN KIMIA ANTARA PEMBELAJARAN KOOPERATIF

TIPE STAD DENGAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE NHT

Oleh

LISTA MISRIA

Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa pembelajaran kimia di sekolah SMA

Gajah Mada masih menggunakan Pembelajaran Konvensional dengan metode

ceramah dan diskusi. Pembelajaran seperti itu kurang membimbing siswa untuk

dapat memahami konsep kimia khususnya materi ikatan kimia. Oleh karena itu,

dirancang pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD dan pembelajaran kooperatif tipe NHT menggunakan media LKS.

Tujuan penelitian adalah menentukan bagaimana perbedaan rata-rata nilai

penguasaan konsep ikatan kimia antara siswa yang diberi pembelajaran kooperatif

tipe STAD dengan yang diberi pembelajaran kooperatif tipe NHT. Sampel dalam

penelitian ini adalah 37 orang siswa kelas X1 sebagai kelas eksperimen 1 dan 37

(3)

Desain penelitian yang digunakan adalah The Matching-Only Posttest-Only

Group Desain, yaitu dengan mengadakan keseimbangan kondisi terhadap kedua

kelompok eksperimen. Hasil dari penelitian ini diperoleh bahwa rata-rata nilai

penguasaan konsep ikatan kimia pada kelas yang diterapkan model pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan kelas yang diterapkan model

pembelajaran kooperatif tipe NHT. Hal ini menunjukkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih baik dalam meningkatkan penguasaan

konsep ikatan kimia.

Kata kunci : Pembelajaran Kooperatif tipe STAD , Pembelajaran kooperatif tipe

(4)
(5)
(6)

vii

A. Pembelajaran Kooperatif ... 8

B. Pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Teams Achievement Division) ... 17

C. Pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Head Together) ... 21

D. Media Pembelajaran ... 23

E. Instrumen Penelitian... 34

F. Prosedur dan Pelaksanaan Penelitian ... 35

G. Hipotesis Kerja ... 38

H. Hipotesis Statistika ... 39

I. Teknik Analisis Soal ... 40

(7)

viii

K. Teknik Pengujian Hipotesis ... 46

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

A. Hasil Penelitian ... 49

6. Jadwal Kegiatan Pembelajaran ... 152

7. Kisi-Kisi Soal Pretest dan Posttest ... 153

13.Analisis Uji Tingkat Kesukaran dan Daya Pembeda Soal Posttest 167

14.Daftar Nilai Pretest dan Posttest kedua Kelas Eksperimen ... 168

15.Analisis Data ... 170

16.Pengujian Hipotesis ... 179

17.Pembagian kelompok kelas eksperimen 1 ... 182

18.Pembagian kelompok kelas eksperimen 2... 184

(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hakekat pembelajaran adalah memberikan bimbingan dan fasilitas agar siswa

belajar. Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru diharapkan mengupayakan

cara-cara komunikasi yang efektif, sehingga dapat dijadikan sebagai alat untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang mendorong siswa agar belajar secara berhasil.

Keberhasilan siswa dalam proses belajar tersebut ditandai dengan meningkatnya

penguasaan konsep materi yang telah diajarkan.

Model, metode dan media pembelajaran adalah faktor yang mendukung

pencapaian tujuan pembelajaran menempati peranan penting dalam proses

pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model, metode

dan media pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat penguasaam konsep

siswa terhadap materi yang diberikan pada proses pembelajaran akan memberikan

hasil yang optimal jika guru mampu memilih dan menerapkan strategi

pembelajaran. Strategi pembelajaran yang tepat pada bidang IPA adalah strategi

yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembalajaran.

Pada saat ini pemerintah telah berupaya untuk meningkatkan mutu pendidikan,

dengan cara menerapkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Model

(9)

2

Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL). Berdasarkan KTSP kegiatan

pembelajaran dirancang dan dikembangkan berdasarkan karakteristik standar

kompetensi, kompetensi dasar, potensi peserta didik, daerah dan lingkungan.

Berdasarkan kurikulum tersebut siswa harus memiliki standar kompetensi pada

setiap jenjang pendidikannya, standar kompetensi ini dijabarkan dalam bentuk

kompetensi dasar. Salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh siswa

kelas X semester ganjil adalah membadakan proses pembentukan ikatan ion,

ikatan kovalen, ikatan kovalen koordinasi dan ikatan logam serta hubungannya

dengan sifat fisika senyawa yang terbentuk. Materi pokok untuk kompetensi

dasar tersebut adalah ikatan kimia.

Rendahnya penguasaan konsep ikatan kimia tersebut di atas diduga disebabkan

oleh beberapa faktor, salah satunya karena pembelajaran yang dilakukan pada

umumnya menggunakan pembelajaran dengan metode ceramah yang bersifat

memberikan informasi saja dan kurang melibatkan siswa dalam proses belajar

mengajar. Pada metode ceramah, siswa dapat memperoleh langsung ilmu yang

diberikan oleh guru, tetapi siswa kurang dapat berkembang dan menggali potensi

dirinya karena dalam metode ini guru lebih berperan aktif. Dalam metode diskusi,

ketika pembelajaran hanya siswa tertentu saja yang berperan aktif, sedangkan

siswa yang lain kurang berperan aktif.

Agar pembelajaran kimia menjadi pelajaran yang disukai dan siswa terlibat aktif

dalam belajar sehingga dapat mencapai hasil yang sesuai dengan tujuan yang telah

direncanakan, maka seorang pendidik perlu mempertimbangkan pemilihan

(10)

keaktifan belajar siswa khususnya penguasaan konsep materi sesuai dengan tujuan

pembelajaran serta kondisi siswa dan sekolah yang bersangkutan.

Model pembelajaran yang tepat adalah model pembelajaran yang dapat menarik

minat siswa dalam pembelajaran sehingga siswa turut berperan aktif dalam proses

pembelajaran. Salah satu model pembelajaran yang dapat membangkitkan

aktivitas dan semangat belajar siswa adalah model pembelajaran kooperatif.

Beberapa ahli berpendapat bahwa model pembelajaran kooperatif unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep ikatan kimia yang sulit. Pembelajaran

kooperatif juga menurut mereka memberikan dampak positif terhadap sikap

penerimaan perbedaan antar individu, baik ras, keragaman budaya, gender, dan

sosial-ekonomi. Selain itu yang terpenting, pembelajaran kooperatif mengajarkan

keterampilan bekerja sama dalam kelompok. Keterampilan ini sangat dibutuhkan

anak saat nanti berada di tengah masyarakat.

Terdapat beberapa bentuk kooperatif, salah satu pembelajaran kooperatif yang

digunakan pada materi ikatan kimia adalah kooperatif tipe STAD ( Student Team

achievement Division). Kooperatif tipe STAD merupakan salah satu tipe

pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Tipe pembelajaran ini

diharapkan akan lebih mudah bagi siswa dalam menemukan dan memahami

konsep-konsep yang sulit jika mereka mendiskusikan masalah tersebut dengan

temannya. Siswa yang berkemampuan rendah mendapat kesempatan untuk

dibimbing oleh temannya yang memiliki pengetahuan yang lebih tinggi,

sedangkan siswa yang lebih tinggi kemampuannya mempunyai kesempatan untuk

(11)

4

Selain model pembelajaran kooperatif tipe STAD (Student Team Achevment

Devision) ada pula pembelajaran koperatif tipe NHT (Numbered Head Together).

Tipe ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide dan

menimbang jawaban yang paling tepat, kooperatif tipe NHT ini mendorong siswa

untuk meningkatkan aktivitas dan kerjasama antar siswa. Pembelajaran

kooperatif tipe NHT membimbing siswa untuk dapat menemukan konsep dari

materi yang ada secara mandiri melalui sarana pembelajaran yang telah

disediakan oleh guru.

Telah dilakukan penelitian oleh Rashinta Aprillya Putri (2009) tentang penerapan

pembelajaran kooperatif tipe STAD disertai media animasi untuk meningkatkan

aktivitas dan penguasaan konsep ikatan kimia (PTK kelas X10 SMA YP Unila

Bandar Lampung) diperoleh hasil, yaitu terjadinya peningkatan aktivitas on task

siswa dan penguasaan konsep siswa, dan oleh Siti Komariah (2011) tentang

peningkatan aktivitas dan penguasaan konsep melalui pembelajaran kooperatif

tehnik NHT pada materi ikatan kimia, tata nama senyawa dan persamaan reaksi

sederhana (PTK pada siswa kelas X2 SMA Budaya Bandar Lampung) diperoleh

hasil, yaitu pembelajaran kooperatif tipe NHT mampu meningkatkan aktivitas dan

penguasaan konsep siswa pada materi ikatan kimia, tata nama senyawa dan

persamaan reaksi sederhana.. Berdasarkan kedua penelitian tersebut, pembelajaran

kooperatif tipe STAD dan kooperatif tipe NHT diduga akan lebih baik dalam

(12)

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka dilakukan penelitian

dengan judul: ”Perbedaan Penguasaan Konsep Ikatan Kimia antara

Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD dengan Pembelajaran Kooperatif tipe

NHT ”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar balakang masalah yang diuraikan di atas, rumusan masalah

penelitian ini adalah:

1. Adakah perbedaan rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia siswa

antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran

kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada?

2. Apakah rata-rata nlai penguasaan konsep ikatan kimia siswa yang model

pembelajaran kooperatif tipe STAD lebih tiinggi dari pada pembelajaran

kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, tujuan penelitian ini

adalah untuk mendeskripsikan :

1. Perbedaan rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe

(13)

6

2. Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia siswa yang pembelajarannya

dengan kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT

siswa SMA Gajah Mada.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Guru, yaitu sebagai bahan pertimbangan dalam pemilihan dan penerapan

model pembelajaran dan media pembelajaran yang sesuai dengan materi

pembelajaran kimia, terutama pada materi pokok ikatan kimia.

2. Siswa, yaitu untuk meningkatkan penguasaan konsep siswa, terutama pada

materi pokok ikatan kimia.

3. Sekolah, yaitu sebagai motivasi dan informasi untuk meningkatkan

penguasaan konsep kimia di sekolah.

4. Peneliti lain, yaitu sebagai bahan/gambaran untuk dapat mengembangkan

penelitian sejenis dengan ruang lingkup yang lebih luas.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah:

1. Penguasaan konsep ikatan kimia adalah nilai siswa pada materi pokok ikatan

kimia yang diperoleh melalui posttest.

2. Pembelajaran kooperatif tipe STAD merupakan pembelajaran yang

melibatkan siswa. Pelaksanaannya melalui tahap-tahap sebagai berikut: (1)

(14)

kelompok, (5) Kuis/tes, (6) Poin peningkatan individu dan (7) Penghargaan

kelompok.

3. Model pembelajaran kooperatif tipe NHT merupakan pembelajaran kooperatif

yang terdiri dari beberapa tahapan yaitu : penomoran, pengajuan pertanyaan,

berfikir bersama, pemberian jawaban.

4. LKS berisi tahapan pertanyaan-pertanyaan yang disusun secara konstruktif

yang mengarahkan siswa untuk dapat menarik kesimpulan dalam upaya

(15)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif didasari oleh falsafah homo homini socius. Pembelajaran

kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham

konstruktivisme. Menurut Panen, Mustafa, dan Sekarwinahyu (2001:69):

Belajar kooperatif kolaboratif merupakan proses konstruktivisme sosial yang menjadi salah satu proses konstruksi pengetahuan yang relatif dominan dalam diri individu sebagai makhluk sosial.

Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang didasari asas gotong

royong dan kerjasama sesuai dengan kehidupan masyarakat Indonesia yang sangat

mengutamakan asas gotong royong dalam kehidupan sehari-hari. Dengan belajar

hidup bergotong royong atau bersama-sama berarti peduli dan belajar berbagi

pikiran, perasaan dan pengalaman kepada orang lain. Banyak ahli yang telah

mencoba mengemukakan pengertian pembelajaran kooperatif. Menurut Lie

(2007:12) :

Pembelajaran kooperatif atau pembelajaran gotong royong adalah sistem pengajaran yang memberikan kesempatan kepada anak didik untuk bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas terstruktur, di mana dalam sistem ini guru bertindak sebagai fasilitator.

Dalam pengertian lain, Eggen dan Kauchak dalam Trianto (2007:42) menyatakan

“pembelajaran kooperatif adalah sekelompok dari strategi yang melibatkan siswa

(16)

Manusia merupakan individu yang berbeda satu sama lain yang memiliki derajat

potensi, latar belakang historis, serta harapan masa depan yang berbeda. Karena

adanya perbedaan ini, manusia yang satu membutuhkan manusia yang lain

sehingga manusia harus menjadi mahluk sosial yang berinteraksi dengan sesama.

Seperti yang diungkapkan oleh Abdurrahman dan Bintoro dalam Nurhadi, dkk

(2004:60)

Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang saling mencerdaskan, saling menyayangi dan saling tenggang rasa antar sesama siswa sebagai latihan untuk hidup dalam masyarakat nyata, sehingga sumber belajar bukan hanya dari guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa.

Selanjutnya Ibrahim dkk (1996:9) menyatakan:

Pembelajaran kooperatif memberikan peluang kepada siswa yang berbeda latar belakang dan kondisi untuk bekerjasama saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama, dan melalui penggunaan struktur

penghargaan kooperatif, belajar untuk menghargai satu sama lain.

Sedangkan Abdurrahman (1999:122) mengatakan:

Nilai hasil belajar kelompok ditentukan oleh rata-rata hasil belajar

individu, pembelajaran kooperatif menampakkan wujudnya dalam bentuk belajar kelompok. Dalam belajar kooperatif anak tidak diperkenankan mendominasi atau menggantungkan diri pada orang lain, tiap anggota kelompok dituntut untuk memberikan pendapat bagi keberhasilan kelompok.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan pembelajaran kooperatif adalah

salah satu strategi pembelajaran dimana siswa dikelompokkan menjadi beberapa

kelompok yang terdiri dari empat orang atau lebih yang heterogen untuk

bekerjasama, saling membantu diantara anggota kelompok untuk menyelesaikan

(17)

10

untuk mengembaangkan pengetahuan dan keterampilan dalam suasana belajar

kelompok yang nantinya dapat mencapai potensi yang optimal.

Akan tetapi para pengajar sangat enggan menerapkan pembelajaran di kelas

dengan azas gotong royong. Lie (2007:27) mengemukakan beberapa alasan

mengapa para pengajar enggan menerapkan azas tersebut, demikian di antaranya :

1. Kekhawatiran akan terjadinya kekacauan di kelas.

2. Adanya siswa yang tidak suka belajar berkelompok, lebih memilih belajar

secara individu.

3. Siswa yang malas lebih mengandalkan temannya yang tekun dan siswa yang

tekun merasa dituntut bekerja secara ekstra dalam kelompoknya.

4. Adanya perasaan minder bagi siswa yang kurang mampu belajar bersama

siswa yang lebih pandai.

Hal-hal tersebut di atas dapat dikendalikan oleh pembelajaran kooperatif, karena

pembelajaran kooperatif memiliki unsur-unsur tertentu untuk memungkinkan

proses belajar dan pembelajaran di kelas secara efektif.

Roger dan David Jhonson dalam Lie (2007:31) mengemukakan, “tidak semua

kelompok dapat disebut sebagai pembelajaran.” Untuk mencapai hasil yang

maksimal, kerja kelompok harus memiliki unsur-unsur di bawah ini :

1. Saling ketergantungan positif

Keberhasilan kelompok sangat tergantung pada usaha setiap anggotanya

untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, tugas harus disusun

sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok memiliki tugas

(18)

mencapai tujuan mereka. Berarti setiap anggota harus bertanggung jawab

agar yang lain bisa berhasil. Dalam pembelajaran kooperatif siswa yang

kurang mampu memberikan sumbangan kepada teman sekelompoknya

sehingga mereka tidak merasa minder dan terpacu untuk meningkatkan usaha

mereka untuk yang lebih baik, sedangkan siswa yang lebih pandai tidak

merasa dirugikan karena temannya yang kurang mampu juga telah

memberikan sumbangan.

2. Tanggung jawab perseorangan

Dalam pembelajaran kooperatif, pada saat seorang pengajar akan

melaksanakan kegiatan belajar mengajar tidak boleh tanpa persiapan.

Seorang tenaga pengajar harus mempersiapkan sedemikian rupa sehingga

masing-masing anggota kelompok memiliki tugas masing-masing dan harus

bertanggung jawab agar bisa menyelesaikan tugas selanjutnya.

3. Tatap muka

Dalam pembelajaran kelompok setiap anggota diberi kesempatan untuk

berdiskusi dan bertatap muka. Sehingga untuk memperoleh kesimpulan tidak

berasal dari satu kepala namun dari hasil pemikiran beberapa kepala. Dimana

masing-masing kepala menyumbangkan hasil pemikirannya yang berasal dari

latar belakang keluarga, sosial, ekonomi, agama, ras, dan suku yang berbeda.

Dari proses yang demikian mereka dapat memperoleh hasil yang maksimal

karena berasal dari beberapa pendapat tidak dari satu penadapat saja. Selain

itu dari masing-masing anggota kelompok timbul sikap mampu menghargai

perbedaan, memanfaatkan kelebihan orang lain untuk mengisi kekurangannya

(19)

12

4. Komunikasi antar anggota

Tidak semua siswa memiliki keahlian untuk mendengarkan dan berbicara.

Keberhasilan dari suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan untuk

saling mendengarkan dan kemampuan mereka mengeluarkan pendapat.

Selain itu pada pembelajaran kooperatif siswa juga diajarkan bagaimana

menyatakan sanggahan dan ungkapan positif dengan ungkapan yang baik dan

halus.

5. Evaluasi proses kelompok

Pengevaluasian proses kerja kelompok tidak perlu diadakan setiap ada kerja

kelompok. Namun pengajar perlu menjadwalkan waktu khusus untuk

kelompok yang hendak dievaluasi. Pengevaluasian berfungsi untuk

meningkatkan efektifitas kerja sama antar anggota kelompok.

Menurut Rusman (2011), mengemukakan lima unsur dasar model cooperative

learning, yaitu :

1. Ketergantungan yang positif

Ketergantungan yang positif adalah suatu bentuk kerja sama yang sangat erat

kaitannya antara anggota kelompok. Kerja sama ini dibuthkan untuk

mencapai tujuan. Siswa benar-benar mengerti bahwa kesuksesan kelompok

tergantung pada kesuksesan anggotanya.

2. Pertanggung jawaban individual

Kelompok tergantung pada cara belajar perseorangan seluruh anggota

kelompok. Pertanggung jawaban memfokuskan aktivitas kelompok dalam

(20)

dalam kelompok siap menghadapi aktivitas lain dimana siswa harus

menerima tanpa pertolongan dari anggota kelompok.

3. Kemampuan bersosialisasi

Sebuah kemampuan bekerja sama yang biasa digunakan dalam aktivitas

kelompok. Tidak berfungsi secara efektif jika siswa tidak memiliki

kemampuan bersosialisasi yang dibutuhkan.

4. Tatap muka

Setiap kelompok diberi kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi,

kegiatan interaksi ini akan memberi siswa bentuk sinergi yang

menguntungkan semua anggota.

5. Evaluasi proses kelompok

Guru menjadwalkan waktu bagi kelompok untuk mengevaluasi proses kerja

kelompok dan hasil kerja sama mereka agar selanjutnya bisa bekerja sama

lebih aktif.

Dari uraian di atas, maka dengan pembelajaran kooperatif akan lebih mampu

memotivasi siswa untuk menjadi aktif dalam pembelajaran. Dengan kelompok

belajar akan terjadi saling tukar pikiran, tidak ada lagi kesenjangan antar siswa

karena semuanya saling berinteraksi satu sama lainnya. Karena anggotanya

bersifat heterogen, siswa yang pandai dapat memberikan masukan bagi temannya

yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh

banyak keuntungan belajar dengan rekannya yang pandai. Di dalam kelompok

akan terlaksana kerjasama yang maksimal sehingga dapat menutupi kekurangan

(21)

14

Menurut Lungdren dalam Ibrahim (1996:18), manfaat dari pembelajaran

kooperatif bagi siswa yang berprestasi rendah antara lain :

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri lebih tinggi

3. Memperbaiki sikap terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah 4. Memperbaiki kehadiran

5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 6. Perselisihan antar pribadi kurang

7. Sikap apatis kurang

8. Pemahaman lebih mendalam 9. Motivasi lebih mendalam 10.Hasil belajar lebih baik

Melalui pembelajaran kooperatif diharapkan siswa lebih aktif dalam

mendiskusikan konsep tentang pelajaran mereka. Siswa yang bekerja dalam

situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekerjasama pada tugas bersama

untuk mencapai suatu penghargaan bersama. Satu aspek penting pembelajaran

kooperatif adalah disamping membantu tingkah laku kooperatif adalah hubungan

yang lebih baik diantara siswa, juga secara bersama membantu siswa dalam

pelajaran akademis mereka.

Menurut Ibrahim dkk (1996:6) pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai

berikut :

1. Siswa bekerjasama dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan materi belajarnya.

2. Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

3. Bilamana mungkin, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku, jenis kelamin berbeda-beda.

(22)

Ada tiga bentuk keterampilan kooperatif sebagaimana diungkapkan oleh

Lundgren (1994), yaitu:

a. Keterampilan kooperatif tingkat awal

Meliputi: (a) menggunakan kesepakatan; (b) menghargai kontribusi; (c)

mengambil giliran dan berbagi tugas; (d) berada dalam kelompok; (e)

berada dalam tugas; (f) mendorong partisipasi; (g) mengundang orang lain

untuk berbicara; (h) menyelesaikan tugas pada waktunya; (i) menghormati

individu.

b. Keterampilan kooperatif tingkat menengah

Meliputi: (a) menunjukkan penghargaan dan simpati; (b) mengungkapkan

ketidaksetujuan dengan cara yang dapat diterima; (c) mendengarkan

dengan aktif; (d) bertanya; (e) membuat ringkasan; (f) menafsirkan; (g)

mengatur dan mengorganisir; (h) menerima, tanggung jawab; (i)

mengurangi ketegangan.

c. Keterampilan kooperatif tingkat mahir

Meliputi: (a) mengolaborasi; (b) memeriksa dengan cermat; (c)

menanyakan kebenaran; (d) menetapkan tujuan; dan (e) berkompromi.

Terdapat enam langkah utama di dalam pelajaran yang menggunakan

pembelajaran kooperatif, pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan

pelajaran dan memotivasi siswa untuk belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian

informasi, sering kali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya

siswa dikelompokkan dalam tim-tim belajar.tahap ini diikuti bimbingan guru pada

saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase

(23)

16

atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan

terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu.

Langkah-langkah dalam pembelajaran kooperatif ditunjukan pada Tabel 1

sebagai berikut :

Tabel 1. Enam langkah/fase dalam model pembelajaran kooperatif

Langkah/Fase Kegiatan Guru

a. Fase 1

Menyampaikan informasi

Guru menyampaikan semua tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa. b. Fase 2

Menyajikan Informasi

Guru menyajikan informasi kepada siswa lewat bahan bacaan.

c. Fase 3

Mengorganisasikan siswa dalam kelompok bekerja dan belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaimana cara membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok belajar agar melakukan transisi secara efisien. d. Fase 4

Membimbing kelompok bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka

e. Fase 5 Evaluasi

Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi yang telah dipelajari/masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

f. Fase 6

Memberikan penghargaan

Guru mencari cara untuk menghargai baik upaya atau hasil belajar individu dan kelompok.

Bentuk-bentuk pembelajaran kooperatif meliputi: Student Teams Achievement

Division (STAD), Team Games Tournament (TGT), Jigsaw II, Group

Investigation (GI), Team Accelerated Instruction (TAI), dan Cooperative

(24)

B. Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD (Student Teams Achievement Division)

Model pembelajaran kooperatif tipe STAD dikembangkan oleh Robert Slavin dan

teman-temannya di Universitas John Hopkins, dan merupakan tipe pembelajaran

kooperatif yang paling sederhana diterapkan dimana siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 sampai 6 orang yang bersifat

heterogen. Guru yang menggunakan STAD mengacu kepada belajar kelompok

siswa yang menyajikan informasi akademik baru kepada siswa menggunakan

presentasi verbal atau teks.

Menurut Kunandar (2007:364) :

Dalam pembelajaran kooperatif tipe STAD, para siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 4-6 anggota secara

heterogen. Tiap kelompok menggunakan lembar kerja akademik, kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusi antar sesama anggota kelompok. Secara individu / kelompok, tiap minggu atau dua minggu dilakukan evaluasi oleh guru untuk mengetahui penguasan konsep siswa. Tiap siswa dan tiap kelompok diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individu atau kelompok yang meraih prestasi tinggi akan diberi penghargaan.

Lebih jauh Slavin memaparkan bahwa:”Gagasan utama di belakang STAD adalah

memacu siswa agar saling mendorong dan membantu satu sama lain untuk menguasai

keterampilan yang diajarkan guru”. Jika siswa menginginkan kelompok memperoleh

hadiah, mereka harus membantu teman sekelompok mereka dalam mempelajari

pelajaran. Mereka harus mendorong teman sekelompok untuk melakukan yang terbaik,

memperlihatkan norma-norma bahwa belajar itu penting, berharga dan menyenangkan.

Para siswa diberi waktu untuk bekerja sama setelah pelajaran diberikan guru, tetapi tidak

saling membantu ketika menjalani kuis, sehingga setiap siswa harus menguasai materi itu

(25)

18

jawaban, mendiskusikan ketidaksamaan, dan saling membantu satu sama lain, mereka

bisa mendiskusikan pendekatan-pendekatan untuk memecahkan masalah itu, atau mereka

bisa saling memberikan pertanyaan tentang materi yang mereka pelajari.

Dalam melaksanakan pembelajaran mengunakan model pembelajaran kooperatif

tipe STAD ada beberapa tahap yang harus dilakukan yaitu:

1. Penyampaian Tujuan dan Informasi

Menyampaikan tujuan pelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran

tersebut dan memotivasi siswa untuk belajar.

2. Pembagian Kelompok

Siswa dibagi dalam beberapa kelompok, dimana setiap kelompoknya terdiri

dari 5 orang siswa yang memprioritaskan heterogenitas (keragaman) kelas

dalam prestasi akademik, gender/jenis kelamin, rasa atau etnik,

masing-masing kelompok diberi LKS. Pembagian kelompok yang akan dilakukan

dapat dilihat pada bagan dibawah ini :

Gambar 1. Ilustrasi pembelajaran kelompok STAD

Keterangan :

T : siswa yang mendapat prestasi akademik tinggi

(26)

R : siswa yang mendapat prestasi akademik rendah

L : siswa yang berjenis kelamin laki-laki

P : siswa yang berjenis kelamin perempuan

3. Presentasi dari Guru

Guru menyampaikan materi pelajaran yang dibantu oleh media yang berupa

LKS. Disampaikan juga tentang keterampilan dan kemampuan yang

diharapkan dikuasai siswa, tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan serta

cara-cara mengerjakannya.

4. Kegiatan Belajar Dalam Tim (Kerja Tim)

Siswa belajar dalam kelompok yang telah dibentuk. Selama tim bekerja, guru

melakukan pengamatan apakah diantara kelompok siswa ada yang mengalami

kesulitan belajar, jika ada siswa yang mengalami kesulitan, guru akan

membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar. sehingga semua anggota

menguasai dan masing-masing memberikan kontribusi.

5. Kuis (Evaluasi)

Guru mengevaluasi hasil belajar melalui pemberian kuis tentang materi yang

telah disampaikan. Setelah pelaksanaan kuis, guru memeriksa hasil kerja

siswa dan diberikan angka dengan rentang 0-100. Selanjutnya pemberian

penghargaan atas keberhasilan kelompok dapat dilakukan oleh guru dengan

melakukan tahapan-tahapan sebagai berikut:

1. Menghitung Skors Individu

Menurut Slavin (Trianto, 2007:55), untuk menghitung perkembangan

(27)

20

Tabel 2. Penghitungan Perkembangan Skors Individu

No Nilai Tes Skors

Perkembangan 1 Lebih dari 10 dibawah skors dasar 0

2 10 sampai 1 dibawah skors dasar 10

3 Skors 0 sampai 10 di atas skors dasar 20 4 Lebih dari 10 di atas skors dasar 30 5 Pekerjaan sempurna (tanpa memerhatikan

skor dasar

30

2. Menghitung Skors Kelompok

Skors kelompok dihitung dengan membuat rata-rata skors perkembangan

anggota kelompok, yaitu dengan menjumlahkan semua skors

perkembangan individu anggota kelompok dan membagi sejumlah

anggota kelompok tersebut. Sesuai dengan rata-rata skors perkembangan

kelompok, diperoleh skors kelompok sebagaimana dalam kelompok

sebagaimana dalam tabel 3 sebagai berikut:

No Skors Kualifikasi

1 0 ≤ N ≤ 5 _

2 6 ≤ N ≤ 15 Tim yang baik

3 16 ≤ N ≤ 20 Tim yang baik sekali

4 21 ≤ N ≤ 30 Tim yang istimewa

Untuk peningkatan skors kelompok digunakan rumus (Slavin, 1995:82) :

(28)

C. Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT)

Dalam penerapannya, pembelajaran kooperatif memiliki beberapa teknik

pembelajaran, salah satunya adalah teknik Numbered Head Together (NHT).

Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk saling membagikan ide-ide

dan menimbang jawaban yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong

siswa untuk meningkatkan kerjasama mereka. Teknik ini bisa digunakan dalam

semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik. Teknik ini

melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu

pelajaran untuk mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Pada pembelajaran kooperatif teknik NHT terdapat empat struktur langkah utama

yaitu:

1. Penomoran

Guru mengelompokkan siswa ke dalam kelompok atau tim yang

beranggotakan tiga hingga lima orang dan memberi mereka nomor sehingga

setiap siswa dalam kelompok memiliki nomor yang berbeda. Setiap kelompok

diberi LKS yang sama.

2. Pengajuan Pertanyaan

Guru mengajukan pertanyaan atau memberikan tugas dan masing-masing

kelompok mengerjakannya. Sebelum guru mengajukan pertanyaan, guru

terlebih dahulu memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengerjakan

(29)

22

3. Berfikir Bersama

Setiap anggota kelompok harus berfikir bersama untuk mengerjakan

pertanyaan yang terdapat pada LKS, sehingga setiap anggota kelompok bisa

memberikan jawaban yang benar dan memastikan tiap anggota kelompok

dapat mengerjakannya/mengetahui jawabannya.

4. Pemberian Jawaban

Guru menunjuk salah satu nomor anggota kelompok, setiap nomor anggota

kelompok yang ditunjuk guru akan menjawab secara bergilir, nomor anggota

kelompok lain menanggapi jawaban yang disampaikan oleh nomor anggota

yang telah ditunjuk oleh guru, guru kemudian menuntun siswa untuk

mendapatkan jawaban yang benar dan menarik kesimpulan tentang materi

pembelajaran yang telah dipelajari.

Berikut ini adalah gambar ilustrasi kelompok NHT dalam pembelajaran di kelas.

Gambar 2. Ilustrasi pembelajaran kelompok NHT

GURUMITRA

OBSERVER 1 OBSERVER 2

(30)

D. Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa latin medus yang secara haarfiah berarti „tengah‟,

„perantara‟, atau „pengantar‟. Heinich dkk (1982) dalam Arsyad (2006)

mengemukakan istilah medium sebagai perantara yang mengantar informasi

antara sumber dan penerima. Jadi televisi, film, radio, foto, rekaman, audio,

gambar yang diproyeksikan, bahan-bahan cetakan dan sejenisnya adalah media

komunikasi. Apabila media itu membawa pesan-pesan atau informasi yang

bertujuan instruksional atau mengandung maksud-maksud pengajaran maka

media itu disebut media pembelajaran. Secara umum media mempunyai

kegunaan:

1. Memperjelas pesan agar tidak verbalitas.

2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga, dan daya indra.

3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan

sumber belajar.

4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan

visual, auditori, dan kinestatiknya.

5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan

menimbulkan persepsi yang sama.

Selain itu, konstribusi media pembelajaran menurut Kemp and Dayton (1985)

dalam Arsyad (2006) adalah:

1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih standar. 2. Pembelajar akan lebih menarik.

3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar.

(31)

24

6. Proses pembelajaran dapat dilaksanakan kapanpun dan dimanapun diperlukan.

7. Peran guru berubah kearah yang positif.

Dua sisi penting dari fungsi media dalam proses pembelajaran dikelas yaitu:

1) Membantu guru dalam mempermudah, menyederhanakan, dan mempercepat

berlangsungnya proses belajar mengajar, penyajian informasi atau keterampilan

secara utuh dan lengkap, serta merancang lingkup informasi dan keterampilan

secara sistematis sesuai dengan tingkat kemampuan dan alokasi waktu;

2) Membantu siswa dalam mengaktifkan fungsi psikologis dalam dirinya antara

lain dalam pemusatan dan mempertahankan perhatian, memelihara, keseimbangan

mental, serta belajar mendorong mandiri (Arifin et al., 2003).

E. Lembar Kerja Siswa

Media pembelajaran yang digunakan dalaam pembelajaran ini berupa Lembar

Kerja Siswa (LKS). Pada proses belajar mengajar, LKS digunakan sebagai

sarana pembelajaran untuk menuntun siswa mendalami materi dari suatu

materi pokok atau submateri pokok mata pelajaran yang telah atau sedang

dijalankan. Melalui LKS siswa harus mengemukakan pendapat dan mampu

mengambil kesimpulan. Dalam hal ini LKS digunakan untuk meningkatkan

keaktifan siswa dalam proses pembelajaran. Menurut Sriyono (1992),

Lembar Kerja Siswa (LKS) adalah salah satu bentuk program yang

berlandaskan atas tugas yang harus diselesaikan dan berfungsi sebagai alat

untuk mengalihkan pengetahuan dan keterampilan sehingga mampu

(32)

Menurut Sudjana dalam Djamarah dan Zain (2006), fungsi LKS adalah :

a) Sebagai alat bantu untuk mewujudkan situasi belajar mengajar yang efektif.

b) Sebagai alat bantu untuk melengkapi proses belajar mengajar supaya lebih menarik perhatian siswa.

c) Untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian pengertian yang diberikan guru. d) Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar sebab tidak hanya

mendengarkan uraian guru tetapi lebih aktif dalam pembelajaran. e) Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan pada

siswa.

f) Untuk mempertinggi mutu belajar mengajar, karena hasil belajar yang dicapai siswa akan tahan lama, sehingga pelajaran

mempunyai nilai tinggi.

Menurut Sriyono (1992 : 25) LKS dibagi ke dalam 3 jenis, yaitu :

a. LKS Fakta, LKS ini merupakan tugas yang sifatnya hanya mengarahkan siswa untuk mencari fakta atau hal-hal yang berhubungan dengan bahan yang akan diajarkan.

b. LKS Pengkajian, LKS ini merupakan penggalian pengertian tentang bahan ke arah pemahaman, dapat berupa tugas, baik untuk bereksperimen maupun untuk mengamati.

c. LKS Pemantapan/Kesimpulan, LKS ini sifatnya untuk

memantapkan materi pelajaran yang telah dikaji dalam diskusi kelas dimana kebenaran atau kesimpulannya telah ditemukan dan diterima oleh semua peserta diskusi, dapat berupa tugas untuk mengarang, merangkum, membuat paper menyusun bagan yang dikerjakan secara individual.

Menurut Prianto dan Harnoko (1997), manfaat dan tujuan LKS antara lain: a) Mengaktifkan siswa dalam proses belajar mengajar.

b) Membantu siswa dalam mengembangkan konsep.

c) Melatih siswa untuk menemukan dan mengembangkan proses belajar mengajar.

d) Membantu guru dalam menyusun pelajaran.

e) Sebagai pedoman guru dan siswa dalam melaksanakan proses pembelajaran.

f) Membantu siswa memperoleh catatan tentang materi yang dipelajari melalui kegiatan belajar.

(33)

26

LKS yang digunakan untuk meningkatkan keaktifan siswa dalam proses

pembelajaran adalah berupa LKS eksperimen dan LKS noneksperimen.

a. LKS Eksperimen

LKS eksperimen adalah LKS yang berisi tujuan percobaan, alat, bahan,

langkah kerja, pernyataan, hasil pengamatan, pertanyaan-pertanyaan, dan

kesimpulan akhir dari percobaan yang dilakukan pada materi pokok yang

bersangkutan.

b. LKS Non Eksperimen

Dalam materi ikatan kimia, tidak dilakukan eksperimen. Oleh karena itu,

untuk memudahkan siswa memahami teori tersebut dapat digunakan

media berupa LKS non eksperimen. LKS noneksperimen dirancang

sebagai media teks terprogram yang menghubungkan antara hasil

percobaan yang telah dilakukan dengan konsep yang harus dipahami.

Siswa dapat menemukan konsep pembelajaran berdasarkan hasil

percobaan dan soal-soal yang dituliskan dalam LKS noneksperimen

tersebut.

F. Penguasaan Konsep

Konsep merupakan salah satu pengetahuan awal yang harus dimiliki siswa karena

konsep merupakan dasar dalam merumuskan prinsip-prinsip. Penguasaan konsep

yang baik akan membantu pemakaian konsep-konsep yang lebih kompleks.

Penguasaan konsep adalah kemampuan siswa menguasai materi pelajaran yang

diberikan. Penguasaan konsep merupakan dasar dari penguasaan prinsip-prinsip

(34)

dahulu konsep-konsep yang menyusun prinsip dan teori yang bersangkutan.

Untuk mengetahui sejauh mana penguasaan konsep dan keberhasilan siswa, maka

diperlukan tes yang akan dinyatakan dalam bentuk angka atau nilai tertentu.

Penguasaan konsep juga merupakan suatu upaya ke arah pemahaman siswa untuk

memahami hal-hal lain di luar pengetahuan sebelumnya. Jadi, siswa di tuntut

untuk menguasai materi-materi pelajaran selanjutnya.

Menurut Dahar (1998 : 96) konsep adalah suatu abstraksi yang memiliki suatu

kelas objek-objek, kejadian-kejadian, kegiatan-kegiatan, hubungan-hubungan

yang mempuyai atribut yang sama. Setiap konsep tidak berdiri sendiri melainkan

berhubungan satu sama lain, oleh karena itu siswa dituntut tidak hanya menghafal

konsep saja, tetapi hendaknya memperhatikan hubungan antara satu konsep

dengan konsep yang lainnya.

Piaget dalam Dimyati dan Madjiono (2002 : 13) menyatakan bahwa pengetahuan

dibentuk oleh individu. Individu melakukan interaksi terus-menerus dengan

lingkungan. Lingkungan tersebut mengalami perubahan. Dengan adanya

interaksi dengan lingkungan maka fungsi intelek semakin berkembang.

Belajar pengetahuan meliputi tiga fase, fase-fase itu adalah fase eksplorasi,

pengenalan konsep, dan aplikasi konsep. Dalam fase pengenalan konsep, siswa

mengenal konsep yang ada hubungannya dengan gejala. Dalam fase aplikasi

konsep, siswa menggunakan konsep untuk meneliti gejala lebih lanjut.

Posner dalam Suparno (1997 : 50) menyatakan bahwa dalam proses belajar

(35)

28

tahap asimilasi, siswa menggunakan konsep-konsep yang telah mereka miliki

untuk berhadapan dengan fenomena yang baru. Pada tahap akomodasi, siswa

mengubah konsepnya yang tidak cocok lagi dengan fenomena baru yang mereka

hadapi.

G. Kerangka Pikir

Hasil belajar yang dicapai oleh siswa ada kaitannya dengan kegiatan pembelajaran

yang dilaksanakan oleh seorang guru. Pelaksanaan pembelajaran akan

berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran

yang telah ditentukan.

Model dan media pembelajaran sebagai salah satu faktor yang mendukung

pencapaian tujuan pembelajaran menempati peran penting dalam proses

pembelajaran. Kemampuan guru untuk memilih dan menerapkan model dan

media pembelajaran yang tepat akan menentukan tingkat prestasi belajar siswa

terhadap konsep yang diberikan dalam proses pembelajaran. Dalam penelitian ini

akan diteliti bagaimana perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT

siswa SMA Gajah Mada.

Masing-masing kelas diberi pretest, ini bertujuan untuk mengetahui penguasaan

konsep awal siswa terhadap materi pokok ikatan kimia sekaligus untuk

menyetarakan atau menyeimbangkan kondisi kedua kelas yang digunakan sebagai

(36)

Baik model pembelajaran kooperatif tipe STAD dan pembelajaran kooperatif tipe

NHT, keduanya mempunyai kelemahan dan kelebihan. Kelebihan model

pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah siswa yang kurang mengerti dan malu

bertanya kepada guru dapat bertanya dengan teman sebaya, sehingga siswa dapat

lebih memahami materi. Siswa juga dapat lebih mengembangkan potensi dirinya,

dan siswa dapat berfikir kritis. Pembelajaran kooperatif juga dapat melatih

tanggung jawab siswa dalam kelompok dan lebih mampu memotivasi siswa untuk

menjadi aktif dalam pembelajaran. Dengan kelompok belajar akan terjadi saling

tukar pikiran, tidak ada lagi kesenjangan antar siswa karena semuanya saling

berinteraksi satu sama lainnya. Karena anggotanya bersifat heterogen, siswa yang

pandai dapat memberikan masukan bagi temannya yang berkemampuan rendah

dan siswa yang berkemampuan rendah memperoleh banyak keuntungan belajar

dengan rekannya yang pandai. Didalam kelompok akan terlaksana kerjasama

yang maksimal sehingga dapat menutupi kekurangan dari anggota kelompok.

Menurut Lungdren dalam Ibrahim (2000:18), manfaat dari pembelajaran

kooperatif bagi siswa yang berprestasi rendah antara lain :

1. Meningkatkan pencurahan waktu pada tugas 2. Rasa harga diri lebih tinggi

3. Memperbaiki sikap terhadap ilmu pengetahuan dan sekolah 4. Memperbaiki kehadiran

5. Penerimaan terhadap perbedaan individu lebih besar 6. Perselisihan antar pribadi kurang

7. Sikap apatis kurang

8. Pemahaman lebih mendalam 9. Motivasi lebih mendalam 10.Hasil belajar lebih baik

Sedangkan kelemahannya adalah siswa yang tidak suka belajar berkelompok,

(37)

30

temannya yang tekun sehingga siswa yang tekun merasa dituntut bekerja secara

ekstra dalam kelompoknya. Terkadang juga ada perasaan minder bagi siswa yang

kurang mampu belajar bersama siswa yang lebih pandai.

Tidak jauh berbeda, pembelajaran kooperatif tipe NHT memiliki kelebihan, yaitu

setiap siswa menjadi siap semua, dapat melakukan diskusi dengan

sungguh-sungguh, siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai.

Sedangkan kelemahannya adalah kemungkinan nomor yang telah dipanggil akan

dipanggil kembali oleh guru, tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru,

dan masalah tempat duduk yang kadang sulit atau kurang mendukung ketika

diatur kegiatan kelompok.

H. Anggapan Dasar

Anggapan dasar dalam penelitian ini adalah:

1. Siswa kelas X1 dan X2 semester ganjil SMA Gajah Mada tahun pelajaran

2012-2013 yang menjadi sampel penelitian mempunyai kemampuan dasar yang

sama dalam penguasaan konsep kimia.

2. Tingkat kedalaman dan keluasan materi yang dibelajarkan sama.

3. Faktor-faktor lain yang mempengaruhi penguasaan konsep ikatan kimia siswa

kelas X semester ganjil SMA Gajah Mada tahun pelajaran 2012-2013

diabaikan.

4. Perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia semata-mata karena perbedaan

(38)

I. Hipotesis Umum

Hipotesis umum dalam penelitian ini jika kedua kelas eksperimen diberi

pembelajaran kooperatif dengan tipe yang berbeda maka hasil penguasaan

(39)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Gajah Mada

Bandar Lampung tahun ajaran 2012-2013 yang berjumlah 200 siswa dan tersebar

dalam lima kelas yaitu kelas X1 sampai X5. Penyebaran siswa ke dalam kelas

dilakukan secara acak sehingga tidak terdapat kelas unggulan, tetapi kelima kelas

relatif setara. Siswa tersebut merupakan satu kesatuan populasi yang homogen.

2. Sampel

Dalam penelitian ini yang bertindak sebagai sampel adalah bagian dari populasi

penelitian (siswa kelas X SMA Gajah Mada Bandar Lampung). Pengambilan

sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling, yaitu pengambilan sampel

yang didasarkan pada hasil nilai tes sebelumnya dengan tujuan dan pertimbangan

tertentu berdasarkan saran ahli (guru mitra SMA Gajah Mada), berdasarkan ciri

dan sifat-sifat populasi sebelumnya. Dalam hal ini diambil dua kelas untuk

dijadikan sampel kelompok eksperimen 1 yang diberi pembelajaran kooperatif

tipe STAD dan kelompok eksperimen 2 yang diberi pembelajaran kooperatif tipe

(40)

B. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran, yaitu model

pembelajaran kooperatif tipe STAD (eksperimen 1) dan model pembelajaran

kooperatif tipe NHT (eksperimen 2).

2. Variabel terikat

Variabel terikatnya adalah penguasaan konsep materi pokok ikatan kimia.

C. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang bersifat

kuantitatif yaitu data hasil posttest siswa.

Sumber data dalam penelitian ini adalah siswa kelas eksperimen 1 dan siswa kelas

eksperimen 2.

D.Desain dan Metode Penelitian

1. Desain penelitian

Desain penelitian ini adalah The Matching-Only Posttest-Only Group Desain

yang bertujuan untuk mengetahui perbedaan penguasaan konsep ikatan kimia

antara model pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif

tipe NHT dengan mengadakan keseimbangan kondisi terhadap kedua kelompok

(kelompok eksperimen 1 dan kelompok eksperimen 2). Desain ini menggunakan

(41)

34

eksperimen 2. Desian penelitian yang akan dilakukan dapat dilihat pada bagan di

bawah ini:

Tabel 4. Desain Penelitian

Kelas Pretest Perlakuan Posttest

Eksperimen I X1 Y1 Z

Eksperimen II X1 Y2 Z

Keterangan :

X1 : Pretest yang dilakukan sebelum perlakuan

Y1 : Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe

STAD

Y2 : Pembelajaran kimia menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe NHT

Z : Posttest yang diberikan setelah perlakuan

2. Metode penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah quasi eksperimen. Di dalam

penelitian ini tes dilakukan sebanyak dua kali yaitu sebelum dan sesudah

perlakuan diberikan. Tes yang dilakukan sebelum perlakuan disebut pretest dan

sesudah perlakuan disebut posttest.

E. Instrumen Penelitian

Adapun rincian bentuk instrumen penelitian untuk kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2 adalah :

1. LKS Kimia materi pokok ikatan kimia sejumlah empat LKS, dengan rincian :

(42)

b. LKS 2 berisi sub materi Ikatan Kovalen.

c. LKS 3 berisi sub materi Ikatan Kovalen Koordinasi dan Kepolaran.

d. LKS 4 berisi sub materi Ikatan Logam dan sifat-sifat Ikatan Ion, Ikatan

Kovalen, dan Ikatan Logam.

2. Soal pretest dan posttest.

F. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah yang digunakan penelitian ini adalah:

1. Observasi

Tujuan observasi:

a. Untuk mendapatkan informasi tentang keadaan sekolah, data siswa, data nilai

kelas X, model pembelajaran yang digunakan, jadwal dan tata tertib sekolah,

serta sarana dan prasarana yang ada disekolah yang dapat digunakan sebagai

sarana pendukung pelaksanaan penelitian.

b. Menentukan dua kelas sebagai sampel

2. Pelaksanaan Penelitian

Prosedur pelaksanaan penelitian terdiri dari beberapa tahap, yaitu:

1. Membuat dan menyusun instrumen penelitian yang terdiri dari silabus,

Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), LKS, dan soal pretest dan

posttest.

2. Memberikan pretest.

3. Menjelaskan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dan memotivasi

(43)

36

4. Menjelaskan kepada siswa karakteristik model pembelajaran kooperatif

tipe STAD pada kelas eksperimen 1 dan kooperatif tipe NHT pada kelas

eksperimen 2 yang akan dilaksanakan.

5. Membimbing siswa menemukan konsep ikatan kimia yang akan dicapai

dengan menggunakan LKS pada kelas eksperimen 1 dan kelas

eksperimen 2.

6. Membimbing siswa menyimpulkan materi pembelajaran ikatan kimia

pada kelas eksperimen 1 dan kelas eksperimen 2.

7. Memberikan postest.

8. Analisis Data

(44)

Adapun langkah-langkah penelitian tersebut ditunjukkan pada alur penelitian sebagai

berikut:

Gambar 3. Alur Penelitian

Kegiatan yang dilaksanakan pada kedua kelas dapat dilihat pada Tabel 5 berikut :

Tabel 5. Rancangan kegiatan kedua kelas eksperimen

No. Pertemuan Ke- Kegiatan

1 1 Pretest

2 2,3,4, dan 5 Pelaksanaan pembelajaran

3 6 Posttest

Kelas eksperimen 2

Pembelajaran kooperatif tipe STAD Pembelajaran kooperatif tipe NHT

Kelas eksperimen 1

Penentuan populasi dan sampel

posttest pretest

posttest pretest

Analisis data

Kesimpulan Tahap persiapan dan observasi

(45)

38

Berdasarkan pada program semester yang dimiliki guru mata pelajaran kimia kelas

X tercantum jumlah jam pelajaran yang dialokasikan untuk materi ikatan sebanyak

16 jam pelajaran. Pada penelitian ini akan dialokasikan 4 jam pelajaran untuk tes (2

jam pelajaran untuk pretest dan 2 jam pelajaran untuk posttest). Artinya ada 12 jam

pelajaran yang akan digunakan sebagai tahap perlakuan.

G. Hipotesis Kerja

Hipotesis pertama :

Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara pembelajaran

kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT dari siswa SMA

Gajah Mada Bandar Lampung.

Hipotesis kedua :

Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran kooperatif tipe

STAD lebih tinggi daripada rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi

pembelajaran kooperatif tipe NHT dari siswa SMA Gajah Mada Bandar Lampung.

H. Hipotesis Statistik

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan analisis statistik, hipotesis

dirumuskan dalam bentuk pasangan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (H1).

Hipotesis pertama :

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe

(46)

H0 : µ1 = µ2

H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe

NHT.

H1 : µ1≠ µ2

Jika dalam pengujian statistik ternyata tolak H0 atau terima H1, maka pengujian

dilanjutkan dengan hipotesis berikut :

Hipotesis kedua :

H0 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih rendah daripada yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe NHT .

H0 : µ1≤ µ2

H1 : Rata-rata penguasaan ikatan kimia yang diberi pembelajaran kooperatif

tipe STAD lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran kooperatif tipe

NHT.

H0 : µ1 > µ2

Keterangan :

µ1 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia siswa dengan pembelajaran

kooperatif tipe STAD.

µ2 : Rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia siswa dengan pembelajaran

(47)

40

I. Teknik Analisis Soal

Pada kelas eksperimen 1 dan eksperimen 2 terdapat instrumen tes berupa soal

pretest dan posttest yang masing-masing berisi 20 soal pilihan jamak. Untuk

memperoleh hasil penelitian yang bisa dipertanggungjawabkan maka instrumen yang

digunakan harus baik, dengan syarat valid, reliabel, daya pembeda cukup dan taraf

kesukaran seimbang. Untuk memperoleh instrumen yang baik tersebut maka

instrumen perlu diujicobakan lebih dulu. Tes diujicobakan pada siswa kelas XI

IPA1 SMA Gajah Mada Bandar Lampung. Setelah soal diujicobakan, selanjutnya

dianalisis validitas, reliabilitas, daya pembeda, dan taraf kesukaran.

1. Validitas dan reliabilitas

Agar data yang diperoleh sahih dan dapat dipercaya, maka dilakukan pengujian

terhadap butir soal pretest dan posttest yang akan digunakan.

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan kesahihan suatu instrumen.

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan

dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti secara tepat. Untuk

variabel penguasaan konsep ikatan kimia siswa dihitung validitas butir soal atau

validitas item.

Dalam penelitian ini, pengujian validitas dapat dicari dengan menggunakan rumus

sebagai berikut.

=

Keterangan :

(48)

x = Skor item

y = Skor total

n = Banyaknya subjek

Sebagai acuan (Rusman, 2008) uji validitas dapat dilihat dari tabel 6. untuk kriteria valid atau tidak valid untuk masing-masing butir soal yang akan digunakan.

Tabel 6. Makna validitas butir soal

Angka Korelasi Makna

>0,30 Valid (Diterima)

0,10 – 0,30 Tidak Valid (Direvisi)

<0,10 Tidak Valid (Ditolak)

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrumen cukup dapat

dipercaya sebagai alat pengumpul data karena instrumen yang akan digunakan

sudah baik. Sesuatu instrumen yang sudah dapat dipercaya, yang reliabel akan

menghasilkan data yang dapat dipercaya juga.

Dalam penelitian ini, menurut (Arikunto, 2006: 195) pengujian reliabilitas

instrumen dengan menggunakan rumus Alpha sebagai berikut.



r : koefisien reliabilitas instrumen (tes)

k : banyaknya item

2

b

 : jumlah varians dari tiap-tiap item tes

2

t

(49)

42

Tabel 7. Makna reliabilitas butir soal

Angka korelasi Makna

1,000 Sempurna

0,900 – 0,999 Sangat tinggi 0,700 – 0,899 Tinggi 0,400 – 0,699 Sedang 0,200 – 0,399 Rendah

< 0, 199 Tidak ada korelasi

2. Daya pembeda soal

Daya pembeda soal adalah kemampuan suatu soal untuk membedakan antara

siswa berkemampuan tinggi dengan siswa berkemampuan rendah.

Daya pembeda soal ditentukan dengan rumus:

keterangan:

DP = daya pembeda soal

MA = mean kelompok atas

MB = mean kelompok bawah

Untuk menentukan kelompok atas dengan kelompok bawah yaitu dengan

membagi kelas menjadi dua bagian sama banyak berdasarkan rentang nilai yang

diperoleh.

(50)

D ≤ 0,00 : Tidak baik.

0,00 < D ≤ 0,20 : Jelek

0,20 < D ≤ 0,40 : Cukup

0,40 < D ≤ 0,70 : Baik

0,70 < D ≤ 1,0 : Baik sekali

3. Taraf kesukaran

Menurut Suharsimi Arikunto, soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah

dan juga tidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mencari tingkat

kesukaran yaitu:

keterangan:

P = Indeks kesukaran

B = Banyaknnya siswa yang menjawab soal itu dengan benar

JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes

Kriteria taraf kesukaran yang digunakan sebagai berikut:

P ≤ 0,30 : sukar

0,30 < P ≤ 0,70 : sedang

0,70 < P ≤ 1,00 : mudah

(51)

44

Tujuan analisis data yang dikumpulkan adalah untuk memberikan makna atau arti

yang digunakan untuk menarik suatu kesimpulan yang berkaitan dengan masalah,

tujuan, dan hipotesis yang telah dirumuskan sebelumnya.

Nilai pretest dan posttest dirumuskan sebagai berikut:

Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan uji normalitas dan uji

homogenitas dua varians.

1. Uji normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok sampel berasal

dari populasi berdistribusi normal atau tidak.

Hipotesis untuk uji normalitas :

H0 = data penelitian berdistribusi normal

H1 = data penelitian berdistribusi tidak normal

Untuk uji normalitas data digunakan rumus sebagai berikut :

X2 =

e e o

f f f )2 (

Keterangan : X2 = uji Chi- kuadrat

fo = frekuensi observasi

fe = frekuensi harapan

(52)

2. Uji homogenitas dua varians

Uji homogenitas dua varians digunakan untuk mengetahui apakah dua kelompok

sampel mempunyai varians yang homogen atau tidak.

H0 = data penelitian mempunyai variansi yang homogen

H1 = data penelitian mempunyai variansi yang tidak homogen

Untuk uji homogenitas dua peubah terikat digunakan rumus yang terdapat

dalam sudjana (2002) :

F= 2 2 2 1 s s

Keterangan : F = Kesamaan dua varians 2

1

s = varians kelas eksperimen I

2 2

s = varians kelas eksperimen II

Kriteria : Pada taraf 0.05, terima Ho jika F hitung < F tabel

I. Teknik Pengujian Hipotesis

Untuk data sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal, maka uji

hipotesis yang digunakan adalah uji parametik (Sudjana, 2002). Uji parametrik

menggunakan uji-t . Sedangkan untuk data sampel yang berasal dari populasi tidak

berdistribusi normal, maka uji hipotesis yang digunakan adalah uji nonparametik

(53)

46

1. Uji kesamaan dua rata-rata

Uji kesamaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan ada tidaknya perbedaan

penguasaan konsep ikatan kimia antara pembelajaran kooperatif tipe STAD

dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada.

a. Rumusan hipotesis

H0 : Tidak ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe

NHT siswa SMA Gajah Mada.

H1 : Ada perbedaan rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe

NHT siswa SMA Gajah Mada.

b. Langkah statistik:

s = varians kelas eksperimen 2

n1 = Jumlah siswa kelas eksperimen 1

(54)

Menurut Sudjana (2002), kriteria ujinya adalah Terima H0 jika thitungttabel dan

tolak H0 jika sebaliknya dengan dk = (n1n22).

2. Uji perbedaan dua rata-rata

Uji perbedaan dua rata-rata digunakan untuk menentukan penguasaan konsep ikatan

kimia yang lebih tinggi antara pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran

kooperatif tipe NHT siswa SMA Gajah Mada Bandar Lampung.

Langkah-langkah pengujian perbedaan dua rata-rata sebagai berikut:

a. Pengujian perbedaan dua rata-rata dilakukan dengan uji-t (t student) pada

tingkat kepercayaan 95 persen pada derajat kebebasan df = n1+n2-2

H0 : Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe STAd lebih rendah dibandingkan dengan pembelajaran

kooperatif tipe NHT

H1 : Rata-rata nilai penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran

koopertif tipe STAD lebih tinggi dibandingkan pembelajaran kooperatif tipe

NHT.

b. Menghitung statistik t yang akan digunakan yang mengacu pada Riyanto

(1996) :

X = Rata-rata kelas eksperimen I

2

(55)

48

∑X2

= jumlah rata-rata nilai pangkat dua

n = jumlah kasus pada setiap sampel

c. Menentukan level signifikan, yaitu 0,05.

d. Menentukan daerah penolakan hipotesis

Apabila :

t hitung > t tabel : Ho ditolak dan H1 diterima

t hitung < t tabel : Ho diterima dan H1 ditol ak

Mencari harga t tabel pada tabel distribusi student dengan level signifikan

0,05 dan df = n1+n2-2.

(56)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Terdapat perbedaan nilai rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia antara

pembelajaran kooperatif tipe STAD dengan pembelajaran kooperatif tipe NHT

dari siswa SMA Gajah Mada.

2. Nilai rata-rata penguasaan konsep ikatan kimia yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe STAD lebih tinggi daripada yang diberi pembelajaran

kooperatif tipe NHT dari siswa SMA Gajah Mada.

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, disarankan bahwa :

1. Bagi calon peneliti lain yang tertarik melakukan penelitian serupa agar

pengelolaan waktu dalam proses pembelajaran lebih diperhatikan sehingga

pembelajaran lebih efektif dan dapat mencapai kriteria ketuntasan minimal

yang telah ditetapkan sekolah.

2. LKS sebagai media pembelajaran perlu upaya pengembangan yang lebih baik

(57)

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi anak Berkesulitan Belajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Arifin, M. Et al. 2003. Strategi Belajar Mengajar Kimia. Jurusan Pendidikan Kimia FPMIPA UPI. Bandung.

Arikunto, S. 1997. Penilaian Program Pendidikan. Edisi III. Bina Aksara.Jakarta.

Arsyad, A. 2006. Media Pembelajaran. PT. Raja grafindo Persada. Jakarta.

Bintoro, Abdurahman. 2004. Pembelajaran Kooperatif. Raja Grafindo Persada.Jakarta.

Dahar, R. W. 1998. Teori-teori Belajar. Erlangga. Jakarta.

Dimyati dan Mudjiono. 2002. Belajar dan Pembelajaran. Rineka Cipta. Jakarta.

Djamarah dan Aswan, Z. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Rineka Cipta. Jakarta.

Ibrahim, M, dkk. 1996. Pembelajaran Kooperatif. Universitas Negeri Surabaya. Surabaya.

Kunandar. 2007. Guru Profesional. Rajawali Pers. Jakarta.

Lie, A. 2007. Cooperatif Learning(Mempraktikkan Kooperatif Learning di Ruang-Ruang Kelas). Gramedia, Jakarta.

Nurhadi, dkk. 2004. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. UM Press. Malang.

Pannen, P., Dina Mustafa, dan Mestika Sekarwinahyu. 2001. Kontruvisme dalam Pembelajaran. Dikti. Jakarta.

Priyanto . 1997. Perangkat Pembelajaran. Depdikbud. Jakarta.

(58)

Rusman. 2011. Modul Pendekatan dan Model Pembelajaran. Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Slavin, R.E. 1995. Cooperative Learning; Teory, Research, and Practise. Allyn Balcon. Boston.

Sriyono. 1992. Teknik Belajar Mengajar dalam CBSA. Rineka Cipta. Jakarta.

Sudjana, N. 1996. Metode Statistika. Tarsito. Bandung.

Sukardi. 2003. Metodologi Penelitian Pendidikan. Bumi Aksara. Jakarta.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktuvisme dalam Pendidikan. Kanisius. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Enam langkah/fase dalam model pembelajaran kooperatif
Gambar 1. Ilustrasi pembelajaran kelompok STAD
Tabel 2. Penghitungan Perkembangan Skors Individu
Gambar 2. Ilustrasi pembelajaran kelompok NHT
+5

Referensi

Dokumen terkait

dalam rangka memproduksi lipase dengan teknik imobilisasi, (3) melakukan pemakain berulang sel terimobilisasi dengan matriks penyangga terpilih untuk produksi

(3) Evaluasi pembelajaran IPS kelas V di SD 1 Gulang Kecamatan Mejobo Kabupaten Kudus dilaksanakan pada akhir pembelajaran, setiap SK 1 kali evaluasi, evaluasi dalam bentuk

Apabila hubungan antara Attitude toward the behavior, subjective norms, dan perceived behavioral control berhubungan erat, maka pasien yang memiliki sikap

Sesuai dengan pendapat Lakitan (1996) tanaman menyatakan bahwa kadar senyawa nitrogen yang memadai akan berpengaruh terhadap kontribusi hara yang berasal dari pupuk

Proses belajar mengajar yang baik adalah dengan menciptakan proses belajar mengajar yang aktif, sehingga perlu dikembangkan bentuk pengajaran yang tidak hanya berpusat pada guru

Di negara neSara duia ketiSn, !€Pitalisma n olileral mmyelall ::::dinya de industlialisasi dan mcmi.u krbis eronomi, lmjata lmg ggum, ts:dalpastia pen8hasilan

Tujuan penelitian ini untuk : (1) Mengetahui pengaruh komposisi dan struktur mikro daerah las hasil repair welding dengan metode pengelasan TIG dengan perlakuan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi penetapan harga yang diterapkan oleh Biro Perjalanan Umum (BPU) Rosalia Indah. Untuk mencapai tujuan