• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KETAHANAN LELAH BAJA KARBON AISI 1045 YANG DITEMPERING

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS KETAHANAN LELAH BAJA KARBON AISI 1045 YANG DITEMPERING"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

ANALISIS KETAHANAN LELAH BAJA KARBON AISI 1045

YANG DITEMPERING

Oleh

HENDRA PRAWIRA

Baja karbon sedang merupakan material yang banyak diproduksi dan digunakan dalam dunia industri. Baja karbon AISI 1045 adalah salah satu jenis baja karbon yang banyak digunakan sebagai bahan pembuat poros untuk komponen mesin. Pada penggunaannya, poros beroperasi menerima beban dinamik dalam waktu yang lama, sehingga rentan mengalami kegagalan saat digunakan akibat mengalami kegagalan lelah. Ketahanan lelah suatu baja dipengaruhi sifat mekanis dan struktur mikro baja tersebut.

Perlakuan panas merupakan salah satu cara yang dilakukan untuk merubah sifat mekanis dan struktur mikro suatu baja dan salah satu jenis perlakuan panas yang dapat diberikan pada baja AISI 1045 adalah metode tempering yang dapat meningkatkan keuletan baja tersebut. Untuk mengetahui nilai ketahanan lelah baja AISI 1045 yang telah diberikan perlakuan panas tempering, dilakukan dengan melakukan pengujian ketahanan lelah menggunakan alat rotary bending. Adapun metode pengujian yang dilakukan adalah memberikan variasi pembebanan sebesar 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% dari nilai tegangan tarik maksimum dari baja tersebut, serta melakukan pengamatan makroskopik tehadap pola perpatahan yang terjadi pada spesimen pengujian.

(2)

pembebanan 50% dan 60%, patah ulet-getas pada pembebanan, 40%, dan patah ulet pada pembebanan 30%.

(3)

ABSTRACT

ENDURANCE FATIGUE TEST ANALYSIS OF CARBON STEEL AISI 1045 WITH TEMPERING

By

HENDRA PRAWIRA

Steel is a material that is widely used in the industrial world. One of the widely used type of steel is AISI 1045 steel as the material of the shaft for the engine components maker. On its use, the axis of operation receive dynamic load in a long time, so that the vulnerable experienced a failure when used due to experiencing fatigue failure. A weary resilience steel affected by mechanical properties and microstructure of the steel.

(4)

The test results show that the value of the maximum fatigue strength is able to accomplish is 1.107.150 cycle on the 30% loading, accompanied by brittle fracture on the 50% and 60% loading, ductile-brittle fracture on the 40% loading and ductile fracture on the 30% loading.

(5)

ANALISIS KETAHANAN LELAH BAJA KARBON AISI 1045

YANG DITEMPERING

Oleh

HENDRA PRAWIRA

(Skripsi)

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNIK

Pada

Jurusan Teknik Mesin

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)
(8)

PERNYATAAN PENULIS

SKRIPSI INI DIBUAT SENDIRI OLEH PENULIS DAN BUKAN HASIL PLAGIAT SEBAGAIMANA DIATUR DALAM PASAL 27 PERATURAN AKADEMIK UNIVERSITAS LAMPUNG DENGAN SURAT KEPUTUSAN REKTOR NO.3187/H26/PP/2010

YANG MEMBUAT PERNYATAAN

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 20 februari 1990 sebagai anak ke 3 dari 4 bersaudara pasangan suami istri Abi Zahrin Thoni dan Suryati.

Pendidikan penulis diawali dari TK AL-Azhar SD N 2 Palapa durian payung pada tahun 1996 dan diselesaikan pada tahun 2002, selanjutnya penulis melanjutkan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama AL-Azhar 3 Bandar Lampung dan selesai pada tahun 2005, kemudian melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan 2 Mei Jurusan Otomotif dan selesai pada tahun 2008.

Pada jenjang pendidikan perguruan tinggi, penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi S1 Teknik Mesin di Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Lampung melalui Jalur SNMPTN pada tahun 2008.

(10)
(11)

PERSEMBAHAN

Saya mempersembahkan skripsi ini untuk:

1.

Kedua orang tua, Abi Zahrin Thoni dan Suryati, karna selalu

mendoakan dan memberikan segala pengorbanan, cinta kasih dan

segala yang terbaik.

2.

Seluruh keluarga besar yang senantiasa mendukung, membantu

dan mendoakan.

3.

Teman-teman seperjuangan Teknik Mesin 2008 (Solidarity

Forever).

(12)

MOTTO

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.

Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan

Tuhanmulah yang maha pemurah. Yang mengajarkan (manusia)

dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa

ya g tidak diketahui ya,

(Al-Alaq, 1-5)

Te pat di a a setiap ora g e yerah da kalah, aka disitu

saya harus e a g

(Iswadi pratama)

You learn stand by standing, you learn walk by walking

(Robert Wilson)

Happi ess is seei g your other s ile

a d proud of you

Tetap erdiri, terus per aya, erusaha, erharap lalu erdoa.

Karna jawaban berada bukan pada tempat tujuan, tetapi dalam

(13)

SANWACANA

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Alhamdulillaahirabbil’aalamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas berkat rahmat, hidayah dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Ketahanan Lelah Baja Karbon AISI 1045 yang ditempering”. Shalawat serta salam penulis panjatkan kepada junjungan Nabi besar, Muhammad SAW yang telah membuka jalan serta membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga sampailah kita pada zaman yang terang benderang pada saat sekarang ini.

(14)

1. Ayahanda (Abi zahrin thoni) dan Ibunda (suryati) tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, sabar menunggu dan mendoakan atas harapan akan kesuksesan penulis hingga dapat menyelesaikan studi S-1 Di Universitas Lampung.

2. Bapak Prof. Drs. Suharno, M.Sc., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Lampung.

3. Bapak Harmen Burhanuddin, S.T., M.T., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung.

4. Bapak Zulhanif, S.T., M.Sc. selaku pembimbing utama tugas akhir, terima kasih atas semua arahan, bimbingan, motivasi dan ilmu yang diberikan selama penyelesaian tugas akhir penulis.

5. Dr. Muhammad Badaruddin S.T., M.T., selaku dosen pembimbing pendamping tugas akhir, terima kasih atas semua saran-saran, bimbingan, dan juga atas segala nasehat dan motivasinya terhadap penulis.

6. Bapak Harnowo S.T, M.T. selaku dosen pembahas dan selaku dosen pembimbing akademik, terima kasih atas semua saran-saran, motivasi serta nasehat terhadap penulis.

7. Seluruh Dosen dan staf pengajar Jurusan Teknik Mesin yang telah banyak memberikan ilmunya kepada penulis dan membantu penulis dalam menyelesaikan studi di Jurusan Teknik Mesin.

(15)

Lampung, Mas Wanto dan seluruh pegawai serta teknisi laboratorium yang telah banyak membantu penulis dalam meyelesaikan studi di jurusan Teknik Mesin Universtas Lampung .

9. Kakak-kakakku (Kurnia Zulyana beserta suami Bang Rinto, Ramonda Karuwana beserta istri Kanjeng Pipit, dan saudara kembar saya Hendri Prawira) yang selalu memberikan banyak bantuan baik secara materi dan moril selama penulis menyelesaikan studi di Universitas Lampung.

10.Teman terdekatku Lismayanti, rekan skripsi Jaya Sukmana, yang selalu berjuang bersama dan memberikan dukungan atas semua kerja kerasku untuk menyelesaikan Skripsi ini.

11.Teman-teman seperjuangan, Laras utami S. Pd, Arfan Prayogo S.T, Rama Kapitan S.T , M.T., Catur septiawan S.T, Yoan saputra S.T, Refdi bangor Zaputra yang insya allah S.T, Randi wahyuono S.T, Yudistira Saputra S.T, yang telah membantu dan memberikan dukungannya dalam penyelesaian skripsi ini.

12..Teman-teman Teknik mesin angkatan 2008 Semoga persaudaraan kita tetap terjaga dengan slogan “SolidarityForever”

(16)

Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih penulis ucapkan atas bantuan yang diberikan sehingga terselesaikannya skripsi ini.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakaatuh.

Bandar Lampung, 20 Agustus 2014 Penulis

(17)

xii

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

PERNYATAAN ... iv

RIWAYAT HIDUP ... v

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

MOTTO ... viii

SANWACANA ... vix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xviii

DAFTAR LAMPIRAN ... xvix

(18)

xiii

B. Perumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Batasan Masalah ... 5

E. Sistematika Penulisan ... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA

F. Skematik Permukaan Patah Fatik ... 18

1. Awal Retak (initiation crack) ... 18

2. Perambatan Retak (crack propagation) ... 20

3. Perpatahan Akhir (fracture failure)... 20

G. Faktor yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah ... 24

1. Faktor Kelembaban Lingkungan ... 25

2. Tipe Pembebanan ... 25

3. Faktor Putaran ... 25

4. Faktor Suhu ... 26

(19)

xiv

6. Faktor Kompisisi Kimia ... 27

a. Awal retak ... 21

b. Perambatan retak ... 22

c. Perpatahan ... 22

d. Skematik permukaan patah fatik ... 23

e. Faktor - faktor yang mempengaruhi kekuatan fatik ... 23

H. Klasifikasi Mesin Uji Fatik ... 27

1. Axial (Direct-Stress) ... 27

2. Bending Fatique Machines ... 27

3. Torsional Fatique Testing Machines ... 28

4. Special-Purpose Fatique Testing Machines ... 29

5. MultiaxialFatique Testing Machines ... 29

(20)

xv

5. Mesin Uji Fatik Tipe Rotary Bending dan Kelengkapannya ... 33

C. Prosedur Pengujian ... 34

D. Data Hasil Yang Hendak Diperoleh Dari Hasil Pengujian ... 36

E. Diagram Alir Penelitian ... 40

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pembentukan Speimen Uji ... 41

B. Pengujian Kekasaran Permukaan ... 42

C. Proses Perlakuan Panas ... 43

D. Pengujian Kekuatan Tarik ... 44

E. Penentuan Nilai Pembebanan ... 46

F. Pengujian Kekuatan Fatik ... 48

G. Pembahasan ... 49

H. Analisis Pola Perpatahan ... 54

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 57

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA

(21)

xvii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Unsur pada baja AISI 1045 ... 8

2. Nilai pembebanan ... 37

3. Data hasil pengujian kekuatan tarik ... 37

4. Data hasil pengujian Kekasaran Permukaan spesimen uji fatik ... 38

5. Data hasil pengujian kekuatan fatik ... 39

6. Hasil uji kekasaran spesimen ... 42

7. Hasil uji tarik Baja AISI 1045 dengan perlakuan panas tempering ... 45

8. Nilai pembebanan ... 47

9. Hasil Pengujian Fatik Baja AISI 1045 tempering ... 48

(22)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

1. Gambar Alat dan Bahan 2. Gambar Proses Penelitian

(23)

xviii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

(24)

xix

18.Pengukuran sempel uji kekasaran ... 43 19.Pengambilan sempel perlakuan panas ... 43 20.Spesimen uji setelah dilakukan perlakuan panas tempering ... 44 21.Mesin uji tarik tipe tano grocki ... 44 22.Grafik hasil uji tarik baja AISI 1045 yang telah ditempering. ... 45 23.Patahan Spesimen setelah uji tarik ... 46 24.Diagram S-N Pengujian Fatik Baja AISI 045 tempering ... 49 25.Foto sepesimen uji fatik ... 52 26.Diagram S-N Baja AISI 1045 yang dirawmatrial,qunching dan

(25)

I.PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Baja karbon AISI 1045 adalah jenis baja yang tergolong dalam baja paduan karbon sedang yang banyak digunakan sebagai bahan utama pada mesin seperti poros, gear, dan batang penghubung piston pada kendaraan bermotor. Baja karbon sedang merupakan salah satu material yang banyak diproduksi dan digunakan untuk membuat alat-alat atau bagian-bagian mesin, karena baja karbon sedang memiliki sifat yang dapat dimodifikasi, sedikit ulet (ductile) dan tangguh (toughness) (Davis, 1982).

(26)

2

berkembang hingga terjadi perambatan yang kemudian menyebabkan bahan menjadi patah.

Untuk mencegah timbulnya kegagalan pada bahan, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan mekanik dari bahan tersebut. Sehingga tidak mudah mengalami kegagalan, salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menghasilkan kekuatan mekanis yaitu dengan cara perlakuan panas (heat treatment). Perlakuan panas diberikan pada baja untuk menghasilkan sifat-sifat yang diinginkan sehingga memiliki kekuatan yang sesuai dengan kebutuhan. Salah satu metode perlakuan panas yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kekuatan baja AISI 1045 adalah dengan metode tempering, yang mana dalam teorinya mampu meningkatkan keuletan yang diharapkan dapat meningkatkan sifat mekanis yang digunakan sebagi poros dalam menerima beban.

(27)

3

oleh Teguh Sugiarto yang berjudul “Analisis Uji Ketahanan Lelah Baja Karbon Sedang Aisi 1045 Dengan Heat Treatment (Quenching) Dengan Menggunakan Alat Rotary Bending”, dengan material dasar pengujian yang sama yaitu baja AISI 1045 dengan penambahan variasi pembebanan fatik yaitu sebesar 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% dari nilai ultimate tensile stress (UTS), serta dibedakan atas perlakuan panas yang diberikan kapada material uji berupa perlakuan panas berupa quenching. Hasilnya nilai kekuatan fatik meningkat pada masing-masing variasi pembebanan sebesar 518760 siklus, 15182,87 siklus, 10836,32 siklus, 6515,58 siklus dan 4321,5 siklus. Adapun kedua penelitian tersebut merupakan rujukan utama yang melatar belakangi diadakannya penelitian ini selain hal – hal yang telah disebutkan diatas sebelumnya. Penelitian ini dilakukan sebagai suatu pengembangan terhadap penelitian mengenai analisis uji ketahanan lelah pada baja karbon sedang AISI 1045 yang dalam penelitian ini baja AISI 1045 tersebut diberikan proses perlakuan panas yang berbeda yaitu tempering dengan variasi pembebanan fatik sebesar 20%, 30%, 40%, 50% dan 60% dari nilai ultimate tensile stress (UTS).

(28)

4

material baja AISI 1045 dalam menerima beban fatik yang diberikan, setelah mengalami perlakuan panas berupa quenching dan tempering.

B.Perumusan Masalah

Poros adalah komponen mesin yang berfungsi sebagai penerus daya. Dimana beban yang diterima oleh poros berupa beban puntir dan bending. Beban akibat adanya perubahan temperatur di lingkungan poros tersebut terjadi secara berulang (fatik). Dalam penelitian ini permasalahan yang diangkat adalah untuk mengetahui waktu terjadinya kegagalan poros akibat adanya beban fatik yang dialami oleh poros.

Penelitian ini dilakukan untuk memprediksi umur lelah poros dengan bahan baja karbon sedang AISI 1045. Pengujian dilakukan dengan menggunakan baja karbon sedang yang mendapat proses perlakuan panas (heat treatment) berupa quenching dan kemudian dilanjutkan proses tempering. Pengujian dilakukan dengan menggunakan mesin uji fatik tipe Rotary Bending dengan variasi beban yang diberikan adalah 20%, 30%, 40%, 50%, 60% dari ultimate tensile strength.

C. Tujuan Penelitian

(29)

5

D. Batasan Masalah

Dalam tugas akhir ini penulis membatasinya dengan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Material yang digunakan adalah baja karbon sedang AISI 1045 yang diberi perlakuan panas (heat treatment) dengan metode tempering.

2. Analisa yang dilakukan untuk mengetahui umur kelelahan dari benda uji dan melakukan analisa terhadap hasil pengujian.

3. Beban fatik yang diberikan antara 20%, 30%, 40, 50%, 60% dari ultimate tensile strength.

4. Mesin uji fatik yang digunakan adalah mesin uji fatik rotary bending, pengujian dilakukan pada kondisi suhu ruangan.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian ini adalah:

I : PENDAHULUAN

(30)

6

II : TINJAUAN PUSTAKA

Berisikan teori tentang kelelahan (fatik) suatu material, klasifikasi mesin uji fatik khususnya tipe rotary bending¸ klasifikasi baja karbon dan penjelasan tentang poros dan perlakuan panas khususnya tempering.

III : METODE PENELITIAN

Terdiri atas hal-hal yang berhubungan dengan pelaksanaan penelitian, diantaranya tempat penelitian, bahan penelitian, peralatan penelitian, prosedur pengujian dan diagram alir pelaksanaan penelitian.

IV : HASIL DAN PEMBAHASAN

Berisikan hasil penelitian dan pembahasan dari data-data yang diperoleh setelah pengujian.

V : SIMPULAN DAN SARAN

Berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Memuat referensi yang dipergunakan penulis untuk menyelesaikan laporan Tugas Akhir.

LAMPIRAN

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Baja AISI 1045

Pemilihan baja AISI 1045 karena baja ini banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran. Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan rantai. Adapun data-data dari baja ini adalah sebagai berikut :

1. AISI 1045 diberi nama menurut standar american iron and steel institude (AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx menyatakan karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon persentase (0,45 %).

2. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450.

3. Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin.

4. Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan karbon < 0,8 % C).

(32)

8

berkurang bila bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur yang rendah ketangguhannya menurun secara dratis.

6. Kandungan unsur pada AISI 1045 menurut standard ASTM A 827-85 adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Unsur pada baja AISI 1045

Unsur % Sifat mekanis lainnya

Karbon 0,42 – 0,50 Tensile strength Mangan 0,60 – 0,90 Yield strength

Fosfor Maksimum 0,035 Elongation Sulfur Maksimum 0,040 Reduction in area

Silicon 0,15 – 0,40 Hardness

B. Perlakuan Panas (Heat Treatment).

Perlakuan panas (Heat Treatment) adalah suatu proses mengubah sifat logam dengan jalan mengubah struktur mikro melalui proses pemanasan, penahanan waktu dan pengaturan kecepatan pendinginan dengan tanpa/merubah komposisi kimia yang bersangkutan. Tujuan dilakukannya proses perlakuan panas yaitu untuk merekayasa atau mendapatkan kekerasan baja sesuai dengan rencana yang diinginkan. Baja yang biasa dilakukan proses perlakuan panas yaitu baja perkakas, baja karbon rendah tidak dapat dilakukan proses perlakuan panas karena kandungan karbonnya tidak mencukupi. Adapun prinsip-prinsip proses perlakuan panas yaitu:

(33)

9

merubah bentuk komponen (tetap dalam keadaan solid, temperatur pemanasan tidak sampai fasa (delta), karena fasa terbatas, pemanasan tidak sampai pada fasa γ yang bertemperatur tinggi, karena butir akan

menjadi kasar.

2.Penahanan waktu (holding time) dimana setelah material mencapai temperatur austenite kemudian dilakukan penahanan waktu pada temperatur tertentu untuk mendapatkan struktur fasa yang seragam.

3.Media pendingin dimana media pendingin yang digunakan yaitu oli, air, tungku dan udara terbuka. Untuk baja karbon, medium pendingin yang digunakan adalah air, sedangkan untuk baja paduan medium yang disarankan adalah oli, cairan polimer atau garam.

o

(34)

10

1. Quenching

Proses quenching melibatkan beberapa faktor yang saling berhubungan. Pertama yaitu jenis media pendingin dan kondisi proses yang digunakan, yang kedua adalah komposisi kimia dan hardenability dari logam. Hardenability merupakan fungsi dari komposisi kimia dan ukuran butir pada temperatur tertentu. Selain itu, dimensi dari logam juga berpengaruh terhadap hasil proses quenching.

Quenching yang dilakukan pada logam spesimen panas (setelah proses austenisasi) pada media pendingin akan mengalami mekanisme pendinginan seperti pada gambar diatas, yang memperlihatkan laju pendinginan panas dari logam sebagai fungsi dari temperatur permukaan logam. Gambar dibawah, juga menghubungkan temperatur permukaan logam dan waktu yang perlukan pada mekanisme pelepasan panas. Awal pencelupan, logam pertama kali akan diselimuti oleh selubung uap, yang akan pecah saat logam mendingin. Perpindahan panas saat terbentuknya selubung uap ini buruk, dan logam akan mendingin dengan lambat pada tahap ini.

(35)

11

permukaan logam telah bertemperatur dibawah titik didih air. Tahap ini hanya mengalami perpindahan panas melalui konveksi dan konduksi.

Gambar 2. Mekanisme pendinginan dibagi dalam 3 tahapan.(Dowling,1991)

2. Tempering

(36)

12

Proses temper adalah proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan dengan tujuan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, duktilitas dan ketangguhan yang tinggi. Pada proses ini, material dipanaskan sampai temperatur austenite kemudian setalah itu dilakukan penahanan waktu pada temperatur tertentu dan dinginkan di udara terbuka. Proses ini merupakan proses memanaskan kembali baja yang sudah dikeraskan karena sebelumnya telah dilakukan proses pengerasan baja (hardening).

Tujuannya dilakukan proses tempering yaitu mengembalikan keuletannya/meningkatkan keuletannya tapi kekerasan dan kekuatannya menurun. Pada sebagian besar baja struktur, proses tempering dimaksudkan untuk memperoleh kombinasi antara kekuatan, keuletan dan ketangguhan yang tinggi. Dengan demikian, proses tempering yang dilakukan setelah proses hardening akan menjadikan baja lebih bermanfaat karena adanya struktur yang lebih stabil.

Temperatur proses tempering yaitu :

a) 100C-200C : bertujuan untuk menghilangkan tegangan sisa b) 200C-300C : bertujuan untuk menurunkan kekerasan

(37)

13

C. Pengujian Tarik

Pengujian tarik adalah pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat-sifat mekanis suatu logam dan paduannya. Pengujian ini paling sering dilakukan karena merupakan dasar pengujian pengujian dan studi mengenai kekuatan bahan. Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinyu dan pelan pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpanjangan yang dialami benda uji. Kemudian dapat dihasilkan tegangan dan regangan.

Pu

σu = —— ...(1)

A0

Dimana :

σu = Tegangan tarik maxsimal (εPa)

Pu = Beban tarik (kN)

A0 = Luasan awal penampang (mm²)

Regangan yang dipergunakan pada kurva diperoleh dengan cara membagi perpanjangan panjang ukur dengan panjang awal,

(38)

14

Pembebanan tarik dilaksanakan dengan mesin pengujian tarik yang selama pengujian akan mencatat setiap kondisi bahan sampai terjadinya tegangan ultimate, juga sekaligus akan menggambarkan diagram tarik benda uji, adapun panjang Lf akan diketahui setelah benda uji patah dengan mengunakan pengukuran secara normal tegangan ultimate adalah tegangan tertinggi yang bekerja pada luas penampang semula. Diagram yang diperoleh dari uji tarik pada umumnya digambarkan sebagai diagram tegangan regangan.

Gambar 4. Kurva tegangan – regangan rekayasa. (Harsono,2006)

(39)

15

D. Kekuatan Tarik

Proses pengujian tarik mempunyai tujuan utama untuk mengetahui kekuatan tarik bahan uji. Bahan uji adalah bahan yang akan digunakan sebagai konstruksi, agar siap menerima pembebanan dalam bentuk tarikan. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya yang berlawanan pada benda dengan arah menjauh dari titik tengah atau dengan memberikan gaya tarik pada salah satu ujung benda dan ujung benda yang lain diikat.

Penarikan gaya terhadap bahan akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Kemungkinan ini akan diketahui melalui proses pengujian tarik. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pengujian pergeseran butiran-butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepasnya ikatan tersebut oleh penarikan gaya maksimum. Penyusunan butiran Kristal logam yang diakibatkan oleh adanya penambahan volume ruang gerak dari setiap butiran dan ikatan atom yang masih memiliki gaya elektromagnetik, secara otomatis bisa memperpanjang bahan tersebut.

(40)

16

... (3)

Dimana :

σu : Ultimate tensile strength

Pmaks : Beban maksimum

Ao : Luas penampang awal

Sifat mekanik yang ke dua adalah kekuatan luluh yang diberi simbol

σ

y dimana y diambil dari kata yield atau luluh. Kekuatan luluh dinyatakan oleh suatu tegangan pembatas dari tegangan yang memberikan regangan elastis saja dengan tegangan yang memberikan tegangan elastis bersama plastis. Titik luluh adalah suatu titik perubahan pada kurva pada bagian yang berbentuk linier dan yang tidak linier.

(41)

17

Gambar 5. Diagram Tegangan Regangan. (Harsono,2006)

a) Bahan tidak ulet, tidak ada deformasi plastis misalnya besi cor b) Bahan ulet dengan titik luluh misalnya pada baja karbon rendah

c) Bahan ulet tanpa titik luluh yang jelas misalnya alumunium, diperlukan Metode off set untuk mengetahui titik luluhnya

d) Kurva tegangan regangan sesungguhnya regangan-tegangan nominal σp = kekuatan patah

σu = kekuatan tarik maksimum σy = kekuatan luluh

ef = regangan sebelum patah x = titik patah

YP = titik luluh

E.

Fatik

(42)

18

akibat beban berulang ini disebut patah lelah (fatigue failures) karena umumnya perpatahan tersebut terjadi setelah periode pemakaian yang cukup lama. Mekanisme terjadinya kegagalan fatik dapat dibagi menjadi tiga fase yaitu : awal retak (initiation crack), perambatan retak (crack propagation), dan perpatahan akhir (fracture failure).

F. Skematik permukaan patah fatik

Jenis perpatahan yang terjadi pada material umumnya dapat dilihat dari pola atau skema perpatahan pada permukaan material yang mengalami perpatahan dengan pengamatan secara makro. Pada dasarnya ada 3 jenis patahan yang didasarkan pada sifat material yaitu perpatahan ulet, perpatahan getas serta gabungan perpatahan ulet dan getas

Gambar 6. Skematik permukaan patah fatik rotational bending dan torsi

1. Awal Retak (initiation crack)

(43)

19

a. Cacat yang terbentuk selama masa fabrikasi, disebabkan oleh :

1) Cacat lateral yang terjadi pada material (material defect).

2) Cacat yang disebabkan karena proses pengerjaan material (manufacturing defect). Contohnya seperti tumpulnya peralatan peralatan atau jeleknya peralatan yang digunakan untuk pengerjaan material, panas yang berlebihan yang disebabkan karena pengelasan dan sebagainya.

3) Pemilihan material yang salah atau proses perlakuan panas material (poor choise of material or heat treatment). Contoh pemilihan material yang salah seperti, material yang seharusnya digunakan untuk fatigue tetapi cenderung digunakan untuk corrosion cracking oleh karena pemilihan perlakuan panas yang tidak diketahui. Perlakuan panas seperti carburizing pengerasan permukaan hampir selalu menyebabkan perubahan pada permukaan.

4) Teknik produksi dari material yang salah (poor choise of production technique).

5) Desain material yang salah (poor detail design).

b. Cacat yang terbentuk selama service struktur, diantaranya disebabkan oleh:

1) Kelelahan struktur, terjadi saat struktur mencapai umur kelelahannya.

(44)

20

2. Perambatan retak (crack propagation )

Jumlah total siklus yang menyebabkan kegagalan fracture merupakan penjumlahan jumlah siklus yang menyebabkan retakan awal dan fase perambatannya. Initiation Crack ini berkembang menjadi microcracks. Perambatan atau perpaduan microcracks ini kemudian membentuk macrocracks yang akan berujung pada failure.

3. Perpatahan akhir (fracturefailure)

Final fracture adalah proses akhir kerusakan pada struktur saat mengalami pembebanan, sehingga struktur tersebut mengalami kegagalan. Ketika terjadi penjalaran retak, penampang pada bagian tersebut akan berkurang. Sampai pada kondisi dimana penampang pada bagian tersebut tidak mampu menahan beban.

Pada tahap ini penjalaran retak yang terjadi sangat cepat sehingga struktur akan pecah menjadi dua. Penjalaran yang cepat tersebut sering disebut fast fracture.

(45)

21

Progressive mengandung pengertian proses fatik terjadi selama jangka waktu tertentu atau selama pemakaian, sejak komponen atau struktur digunakan. Localized berarti proses fatik beroperasi pada luasan lokal yang mempunyai tegangan dan regangan yang tinggi karena : pengaruh beban luar, perubahan geometri, perbedaan temperatur, tegangan sisa dan tidak kesempurnaan diri. Crack merupakan awal terjadinya kegagalan fatik dimana kemudian crack merambat karena adanya beban berulang. Fracture merupakan tahap akhir dari proses fatigue dimana bahan tidak dapat menahan tegangan dan regangan yang ada sehingga patah menjadi dua bagian atau lebih.

Secara alami logam berbentuk kristalin artinya atom-atom disusun berurutan. Kebanyakan struktur logam berbentuk poli kristalin yaitu terdiri atas sejumlah besar kristal-kristal yang tersusun individu. Tiap-tiap butir memiliki sifat mekanik yang khas, arah susunan dan susunan tiap arah, dimana beberapa butir diorientasikan sebagai bidang-bidang yang mudah slip atau meluncur dalam arah tegangan geser maksimum. Slip terjadi pada logam-logam liat dengan gerakan dislokasi sepanjang bidang kristalografi. Slip terjadi disebabkan oleh beban siklik monotonic.

(46)

22

permukaan yang menghasilkan tegangan sisa tarik menurunkan ketahanan fatigue-nya. Hal itu terjadi karena pada permukaan terjadi konsentrasi tegangan tekan atau tarik yang paling tinggi. Pada kondisi permukaan sedang menerima tegangan tarik maka tegangan sisa tekan pada permukaan akan menghasilkan resultan tegangan tekan yang semakin besar. Tegangan tekan akan menghambat terjadinya initial crack atau laju perambatan retak. Sehingga ketahanan lelah meningkat, dan akan terjadi sebaliknya apabila terjadi tegangan sisa tarik di permukaan.

Pada dasarnya kegagalan fatik dimulai dengan terjadinya retakan pada permukaan benda uji. Hal ini membuktikan bahwa sifat-sifat fatik sangat peka terhadap kondisi permukaan, yang dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan, perubahan sifat-sifat permukaan dan tegangan sisa permukaan. (Dieter,1992)

(47)

23

Gambar 7. Kurva S-N. (Sisworo,2009)

Kurva tersebut didapat dari pemetaan tegangan terhadap jumlah siklus sampai terjadi kegagalan pada benda uji. Pada kurva ini siklus menggunakan skala logaritma. Batas ketahan fatik (endurance limit ) baja ditentukan pada jumlah siklus N>107.(Dieter,1992)

Persamaan umum kurva S-N dinyatakan oleh persamaan ( dowling,1991) S = B + C ln (Nf) ... (4)

Dengan :

B dan C adalah konstanta empiris material

Pengujian fatik dilakukan dengan cara memberikan stress level tertentu sehingga spesimen patah pada siklus tertentu. (Dieter, 1992) menyatakan untuk mendapatkan kurva S-N dibutuhkan 8-12 spesimen.

(48)

24

karena itu, batas ketahanan (endurance limit) sangat tergantung pada kualitas penyelesaian permukaan. (Van Vlack,1983)

Pengujian fatik dilakukan dengan Rotary Bending Machine. Jika benda uji diputar dan diberi beban, maka akan terjadi momen lentur pada benda uji. Momen lentur ini menyebabkan terjadinya beban lentur pada permukaan benda uji dan besarnya dihitung dengan persamaan (international for use of

ONO’S,-)

...(5)

Dengan: σ = Tegangan lentur ( kg/cm2) W = Beban lentur (kg)

d = Diameter benda uji (cm)

G. Faktor Yang Mempengaruhi Kekuatan Lelah

(49)

25

selama pengujian sehingga tidak ada pengaruh yang signifikan terhadap kekuatan lelah.

1. Faktor kelembaban lingkungan

Faktor kelembaban lingkungan sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang telah diteliti (Haftirman, 1995) bahwa pada kelembaban relatif 70 % sampai 80%. Lingkungan kelembaban tinggi membentuk pit korosi dan retak pada permukaan spesimen yang menyebabkan kegagalan lebih cepat terjadi.

2. Tipe pembebanan

Tipe pembebanan ini sangat mempengaruhi kekuatan lelah sebagaimana yang diteliti oleh (Ogawa, 1989) bahwa baja S45S yang diberikan tipe pembebanan lentur putar dan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah yang sangat berbeda, baja S45S dengan pembebanan aksial mempunyai kekuatan lelah lebih rendah dari baja yang menerima pembebanan lentur putar.

3. Faktor putaran

(50)

26

yang berada diantara 750 rpm sampai 1500 rpm tidak mempengaruhi kekuatan lelah dengan signifikan.

4. Faktor suhu

Faktor suhu sangat mempengaruhi kekuatan lelah karena suhu menaikan konduktifitas elektrolit lingkungan sehingga dapat mempercepat proses oksidasi. Untuk mengkondisikan pengujian standar terhadap suhu, pengujian dilakukan pada temperatur kamar. Pada pengujian di suhu 40o C retakan pada spesimen memanjang dari pada pengujian di suhu 20oC dengan retakan yang halus, karena suhu yang tinggi menyebabkan molekul air yang terbentuk mengecil di permukaan baja sehingga mempercepat terjadinya reaksi oksidasi dan membuat jumlah pit korosi jauh lebih banyak, akibatnya pit korosi cepat bergabung membentuk retakan yang memanjang. Mengemukakan secara umum kekuatan lelah baja akan turun dengan bertambahnya suhu diatas suhu kamar kecuali baja lunak dan kekuatan lelah akan bertambah besar apabila suhu turun. (Dieter, 1986)

5. Faktor tegangan sisa

(51)

27

6. Faktor komposisi kimia

Pengaruh faktor komposisi kimia terhadap kekuatan lelah diharapkan sama untuk seluruh spesimen uji dengan pemilihan bahan yang diproduksi dalam satu kali proses pembuatan, sehingga didapat kondisi pengujian yang standar untuk seluruh spesimen uji.

H. Klasifikasi Mesin Uji Fatik

1. Axial (Direct-Stress)

Mesin uji fatik ini memberikan tegangan ataupun regangan yang seragam ke penampangnya. Untuk penampang yang sama mesin penguji ini harus dapat memberikan beban yang lebih besar dibandingkan mesin lentur statik dengan maksud untuk mendapatkan tegangan yang sama.

2. Bending Fatique Machines

(52)

28

Gambar 8. RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. (Sastrawan, 2010)

Gambar diatas RR. Moore-Type Machines dapat beroperasi sampai 10.000 rpm. Dalam seluruh pengujian tipe-lenturan, hanya material yang didekat permukaan yang mendapat teganagn maksimum.

3. Torsional Fatique Testing Machines

Sama dengan mesin tipe Axial hanya saja menggunakan penjepit yang sesuai jika puntiran maksimal yang dibutuhkan itu kecil. Gambar dibawah ini adalah “εesin Uji Fatik akibat Torsi” yang dirancang khusus.

(53)

29

4. Special-Purpose Fatique Testing Machines

Dirancang khusus untuk tujuan tertentu. Dan merupakan modifikasi dari mesin penguji fatik yang sudah ada. Penguji kawat adalah modifikasi dari “Rotating Beam Machines”.

5. Multiaxial Fatique Testing Machines

(54)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Terpadu Jurusan Teknik Mesin Universitas Lampung. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada rentang waktu pada bulan Oktober 2013 hingga bulan Maret 2014.

B. Alat dan Bahan

Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Spesimen uji

a.Spesimen uji tarik

Bentuk dan ukuran benda uji tarik berdasarkan standar JIS Z2201 No. 14A.

(55)

31

b.Spesimen uji fatik

Bentuk dan ukuran benda uji tarik berdasarkan standar ASTM E 466

Gambar 11. Dimensi benda uji fatikstandar ASTM E 466

Benda uji tarik dan uji fatik dibuat dengan mesin bubut konvensional selanjutnya diuji tarik dengan menggunakan mesin uji tarik. Dari pengujian tarik yang dilakukan maka akan didapatkan nilai tegangan ultimate dari bahan yang diuji.

2. Furnace

Gambar 12. Furnace.

(56)

32

3. Roughness tester

Gambar 13. Roughness tester.

Roughness tester digunakan untuk mengetahui nilai kekasaran permukaan spesimen uji, sebagai variabel untuk melakukan analisa terhadap hasil pengujian fatik.

4. Mesin uji tarik

Gambar 14. Mesin uji tarik tarno grocki

(57)

33

5. Mesin uji fatik tipe rotary bending dan kelengkapannya

a. Motor listrik

b. Cekam dan indikator pencatat siklus c. Rangka (Chasis)

d. Beban / pemberat e. Voltage regulator f. Tachometer g. Stop watch

Alat uji fatik tipe Rotary Bending yang akan digunakan dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 15. Mesin uji fatik

Data-data mesin :

(58)

34

C. Prosedur Pengujian

Sebelum pengujian dimulai, terlebih dahulu dilakukan pembentukan terhadap spesimen uji dengan dimensi yang sesuai dengan standar JIS Z2201 No. 14A untuk uji tarik, dan standar ASTM E 466 untuk uji fatik.

Selanjutnya, dilakukan pengujian kekasaran permukaan dengan batas kekasaran maksimal 3,0 µ m pada setiap spesimen dengan cara sebagai berikut :

1. Membersihkan permukaan spesimen dengan bensin atau alkohol untuk menghilangkan kotoran pada spesimen dan sisa serpihan material pada saat pembentukan.

2. Menghidupkan surface tester sesuai harga kekasaran yang hendak diukur 3. Meletakkan spesimen pada permukaan yang rata (diatas kaca)

4. Meletakkan surface tester diatas permukaan spesimen secara tegak lurus dari arah makan mata pahat, kemudian menekan tombol start untuk memulai pengambilan data, dan mencatat nilai hasil pengukuran yang tertera pada layar surface tester.

5. Mengulangi langkah 4 pada beberapa bagian dari spesimen yang mewakili seluruh permukaan yang di uji.

6. Mengulangi langkah 4 dan 5 terhadap seluruh spesimen yang akan di uji.

(59)

35

Tahap selanjutnya melakukan pengujian kekuatan tarik pada 3 spesimen yang telah dilakukan tempering untuk mengetahui nilai dari ultimate tensile strength (UTS), dimana nilai hasil pengujian tersebut akan digunakan untuk menentukan nilai beban yang akan diberikan pada spesimen yang hendak dilakukan pengujian fatik..

Adapun beban yang akan diberikan pada saat uji fatik yaitu sebesar 20%, 30%, 40%, dan 50%, 60% dalam satuan Kilogram (Kg) dari nilai UTS yang mengacu pada standar pengujian logam baja. Berikut merupakan persamaan yang digunakan dalam menentukan berat beban yang akan diberikan:

� =

�/ ��� / 3

��/ ��

…………(5)

Dimana: σ = Tegangan lentur ( kg/cm2) W = Beban lentur (kg)

d = Diameter benda uji (cm) L = Panjang benda uji (cm)

Kemudian pengujian dilanjutkan dengan melakukan pengujian lelah pada spesimen. Adapun langkah-langkah dari pengujian fatik yang akan dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Memasang spesimen pada mesin uji fatik. 2. Memasang beban.

(60)

36

4. Melihat putaran motor secara berkala untuk menentukan putaran stabil dari motor.

5. Saat material patah seketika pula mematikan motor dan menghentikan penghitung waktu.

6. Mencatat waktu dan rpm yang tertera pada indikator. 7. Menandai material untuk pengujian pertama.

8. Mengulangi langkah 2-7 untuk pengujian menggunakan beban selanjutnya. 9. Mencatat seluruh data dan kejadian selama pengambilan data.

Setelah pengujian lelah selesai, selanjutnya dilakukan pengambilan gambar dengan alat mikroskop optik, terhadap patahan yang terjadi pada masing – masing spesimen uji lelah untuk dilakukan analisa terhadap pola patahan yang terjadi.

D. Data Hasil Yang Hendak Diperoleh Dari Pengujian

(61)

37

Nilai pembebanan digunakan untuk mencantumkan besarnya nilai pembebanan yang diberikan pada masing – masing variasi pembebanan.

Tabel 3. Data hasil pengujian kekuatan tarik

Nomor Diameter Spesimen Uji (mm) Nilai UTS (N/mm2)

Rata – rata

(62)

38

Tabel 4. Data hasil pengujian Kekasaran Permukaan spesimen uji fatik.

No Spesimen

Nilai Kekasaran Permukaan

(µ m)

1 20% x UTS

2 30% x UTS

3 40% x UTS

4 50% x UTS

5 60% x UTS

(63)

39

Tabel 5. Data hasil pengujian kekuatan fatik.

No Spesimen σ

(MPa) Rpm

t

(menit) Siklus

Siklus Rata –Rata 1 20% x UTS

2

30% x UTS

3

40% x UTS

4

50% x UTS

5

60% x UTS

(64)

40

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 16.Diagram alir penelitian Melakukan uji fatik dengan Mesin Uji Fatik Tipe Rotary

Bending

Analisis Hasil

Selesai

Pengumpulan data dan melakukan persiapan serta pembentukan spesimen uji

Melakukan heat treatment quenching dan tempering

Melakukan uji tarik Mulai

Kesimpulan Melakukan uji kekasaran

(65)

57

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil pengujian dan analisa yang telah dilakukan dalam penelitian ini, maka didapatkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai kekuatan fatik dari baja AISI 1045 yang diberikan proses perlakuan panas tempering mencapai nilai ketahan lelah maksimum pada 1.107.150 siklus pada pembebanan 30 %.

2. Faktor pembebanan sangat mempengaruhi hasil pengujian, hal ini terlihat dari hasil pengujian yang menunjukkan bahwa semakin besar nilai pembebanan, maka semakin cepat material mengalami kegagalan.

3. Dari pola patahan yang telah diamati, diketahui bahwa terdapat dua jenis patahan yang terjadi yaitu patah getas pada pembebanan 50% dan 60%, patah ulet-getas pada pembebanan, 40%, dan patah ulet pada pembebanan 30%.

(66)

58

B. Saran

1. Untuk mendapatkan gambar yang lebih jelas sehingga memudahkan proses analisa pola perpatahan, pengambilan gambar untuk foto makro sebaiknya menggunakan alat khusus.

2. Dimensi dari spesimen harus lebih diperhatikan ketelitiannya. Karena selain mempengaruhi hasil pengujian, pada kondisi yang lebih kritis dapat menyebabkan spesimen mengalami patah prematur akibat adanya pengaruh takik.

(67)

DAFTAR PUSTAKA

Collins,J.A., 1981, Failure of Material in Mechanical Design, Analysis Predection and Prevention, John Willey & Son, Inc US

Davis, Troxell, dan Hauck. 1998. The Testing of Engineering Materials Edisi 4. Penerbit Mc Graw Hill. New York

Dowling, N,E, 1991, Mechanical Behaviour of Material, Prentice, New Jersey

Dieter, George E., 1992, Metalurgi Mekanik, Jilid 1, edisi ketiga, alih bahasa oleh Sriati Djafrie, Erlangga, Jakarta.

Harsono, Charis Sonny. 2006.,Skripsi: Karakteristik Kekuatan Fatik Pada Paduan Aluminium Tuang. Semarang. Universitas Negeri Semarang.

Sisworo dan Sudjito. 2009. Ketahanan Fatik Rotary Bending. http://aguskreatif.blogspot.com. Diakses pada 31 Maret 2011.

Sastrawan, Iwayan Gede Budi. 2010., Skripsi: Analisis Kekuatan Fatik Baja Karbon Sedang AISI 1045 Dengan Type Rotary Bending. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Satoto, Ibnu. 2002. Kekuatan Tarik, Struktur Mikro, dan Struktur Makro Lasan Stainless Steel Dengan Las Gesek (friction welding). Yogyakarta.

(68)

Sugiarto, Teguh. 2012., Skripsi: Analisis Uji Ketahanan Lelah Baja Karbon Sedang Aisi 1045 Dengan Heat Treatment (tempering) Dengan Menggunakan Alat Rotary Bending. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Van, V. 2005. Ilmu dan Teknologi Bahan. Erlangga. Jakarta.

Gambar

Tabel 1. Unsur pada baja AISI 1045
Gambar 1. diagram fasa fe3c.(sjsu.edu 2012)
Gambar 3. Proses tempering. (Dowling,1991)
Gambar 4. Kurva tegangan – regangan rekayasa. (Harsono,2006)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pada pengujian ini bahan yang digunakan sebagai spesimen adalah baja St 37 Sifat mekanik yang dianalisi adalah kekuatan tarik regangan pada lingkungan temperatur yang tinggi..

Mengetahui nilai kekuatan tarik tak langsung (tensile strength) material campuran AC (Asphalt Concrete) menggunakan spesimen yang dipadatkan dengan alat pemadat Roller

Pengujian Kelelahan ( fatigue ) ... Alat uji fatik ... Komponen alat uji fatik ... Klasifikasi Mesin Uji Fatik ... Bending Fatique Machines ... Torsional Fatique Testing Machines

Data hasil pengujian terhadap spesimen uji baja k-460 yang diberikan proses tempering yaitu berupa : data tingkat kekerasan, data struktur mikro, dan data kekuatan tarik..

Semua Tensile Test spesimen merupakan tahap pertama dalam pengujian tarik untuk mendapatkan gaya tarik untuk perpanjangan suatu spesimen yang menyebabkan adanya regangan,

alur kampuh 2 mm yang hanya memiliki nilai rata-rata kekuatan tarik sebesar 586.13 MPa, hal ini terjadi karena tinggi akar las dari kampuh V pengelasan sebelumnya adalah 3

Dari hasil penelitian yang dilakukan maka dapat diambil kesimpulan bahwa kekuatan tarik spesimen baja karbon AISI 1040 yang paling tinggi diperoleh pada perlakuan

Dari grafik tersebut dapat dilihat bahwa kekuatan tarik hasil pengelasan dengan menggunakan elektroda RD 716-G dan LB-52 standar ASTM cenderung lebih