• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUDUL INDONESIA: PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "JUDUL INDONESIA: PENERAPAN MODEL PROBLEM BASED LEARNING (PBL) UNTUK MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

MENINGKATKAN SIKAP PERCAYA DIRI DAN KETERAMPILAN BERFIKIR KRITIS SISWA PADA PEMBELAJARAN TEMATIK

KELAS IV SULAIMAN SD MUHAMMADIYAH METRO PUSAT TAHUN AJARAN 2013/2014

Oleh FAHMI TAMIMI

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh rendahnya sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik. Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat pada pembelajaran tematik melalui penggunaan model problem based learning(PBL).

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (classroom action research). Prosedur penelitian ini dilaksanakan sebanyak dua siklus, dimana setiap siklusnya terdiri dari;(1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (acting), (3) observasi (observing), (4) refleksi (reflecting). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara observasi dan tes tertulis. Data yang terkumpul kemudian dianalisis menggunakan analisis kualitatif dan kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan model problem based learning (PBL) pada pembelajaran tematik di kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat dapat meningkatkan sikap percaya diri dan keterampilan berfikir kritis siswa. Persentase sikap percaya diri siswa secara klasikal pada siklus I yaitu (52,85%) dan pada siklus II (75,02%), terjadi peningkatan sikap percaya diri siswa secara klasikal dari siklus I ke siklus II sebesar (22,86%). Sementara itu persentase nilai keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal pada siklus I yaitu (60%) dan pada siklus II (80%), terjadi peningkatan nilai keterampilan berfikir kritis siswa secara klasikal dari siklus I ke siklus II sebesar (20%).

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Margorejo, Kota Metro, Provinsi Lampung pada tanggal 8 Agustus 1991. Peneliti adalah anak

kelima dari enam bersaudara, dari pasangan Bapak Drs. Hi. Qodirin Nazaly dan Ibu Haiyun Djahidin. Pendidikan

Sekolah Dasar (SD) diselesaikan di SD Muhammadiyah Metro Pusat, Kota Metro pada tahun 2004. Sekolah Menengah Pertama (SMP) diselesaikan di SMP Negeri 1 Metro pada tahun 2007. Sekolah Menengah Atas (SMA) diselesaikan di MA Al-Fatah Natar, Pesawaran pada tahun 2010.

Tahun 2010 peneliti terdaftar sebagai mahasiswa S-1 PGSD Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Lampung melalui jalur ujian mandiri. Selama menjadi mahasiswa peneliti aktif di beberapa kegiatan organisasi kampus. Beberapa organisasi yang pernah peneliti ikuti adalah Forum Mahasiswa Studi Islam (FORMASI) PGSD sebagai anggota 2010/2011, Himpunan Mahasiswa Jurusan Ilmu Pendidikan (HIMAJIP) sebagai anggota bidang kerohanian periode 2011/2013.

.

(7)

MOTO

“Menuntut ilmu adalah adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ngulang ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad”

Imam Ghazali

Semangat hidup untuk beribadah kepada Allah. Beramal solih, hidup dengan ilmu serta mengharapkan hidayahNya

(8)

i PERSEMBAHAN

Puji syukur atas karunia yang telah Allah SWT berikan sehingga saya dapat

menyelesaikan salah satu karya yang semoga bermanfaat bagi diri saya dan orang

lain.Ya Allah ku persembahkan karya ini untuk:

1. Ayahanda dan Ibunda tercinta yaitu Ayah Qodirin Nazaly dan Ibu Haiyun

Djahidin terimakasih atas segala kasih dan sayang serta pendidikan yang

telah engkau berikan kepadaku yang tidak akan pernah anakmu ini dapat

membalasnya. Anakmu hanya bisa berdo’a agar Allah selalu menyayangi dan

mengasihimu sebagaimana engkau telah mengasihi dan menyayangiku,

kakak-kakak dan adik sejak kecil. Aamiin.

2. Kakak-kakakku dan adikku tersayang dan tercinta, ayuk Rosyida Wahida,

abang Latif Khairin Bahri, kakak Melda Amalia, bung Alfi Faizu, dan adinda

Romza Mafaza terimakasih atas segala dukungan, motivasi, bimbingan, dan

doa kalian. semoga karya ini mampu memberi manfaat serta rasa bangga bagi

kalian.

3. Orang-orang luar biasa yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah

memberikan dukungan dan motivasi luar biasa ku ucapkan terimakasih. Hanya

Allah yang bisa membalas kebaikan kalian semua semoga Allah memberikan

balasan yang lebih baik. Aamiin.

(9)

i SANWACANA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan

hidayah-Nya sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)

untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa

Pada Pembelajaran Tematik Kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat

Tahun Ajaran 2013/2014” adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana Keguruan dan Ilmu Pendidikan di Universitas Lampung.

Penyusunan skripsi ini dapat terwujud berkat adanya bantuan dari berbagai

pihak, untuk itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih

kepada:

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung, atas pembinaannya dalam menyelesaikan skripsi ini;

2. Bapak Drs. Baharuddin Risyak, M.Pd., selaku Ketua Jurusan Ilmu Pendidikan

Universitas Lampung, atas dukungannya dalam menyelesaikan skripsi ini;

3. Bapak Dr. Hi. Darsono, M.Pd., selaku Ketua Program Studi PGSD Jurusan

Ilmu Pendidikan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas

Lampung, sekaligus Dosen Penguji yang telah memberikan masukan dan

(10)

ii 4. Ibu Dra. Asmaul Khair, M.Pd., selaku Ketua UPP PGSD Metro FKIP

Universitas Lampung, yang telah memberikan masukan dan saran yang

sangat berarti bagi peneliti;

5. Bapak Drs. A. Sudirman, M.H., selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan

skripsi ini yang telah banyak memberikan bimbingan, masukan dan saran

yang sangat berarti bagi peneliti dengan penuh kesabaran;

6. Ibu Dra. Siti Rachmah S., selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan

skripsi ini, juga selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak

memberikan bimbingan, masukan dan saran yang sangat berarti bagi peneliti

dengan penuh perhatian dan kesabaran;

7. Bapak dan Ibu Dosen serta Staf PGSD UPP Metro yang telah banyak

membantu kelancaran penyusunan skripsi ini;

8. Bapak Zainal Abidin, S.Ag., Kepala SD Muhammadiyah Metro Pusat, serta

dewan guru dan staf administrasi yang telah membantu peneliti selama

penyusunan skripsi ini;

9. Bapak Rusman Ahmadi, S. Pd., selaku guru kelas IV Sulaiman juga selaku

teman sejawat yang telah banyak memfasilitasi, mengerahkan tenaga, waktu

dan fikiran guna membantu peneliti dalam kelancaran penyusunan skripsi ini;

10. Siswa-siswi kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat yang telah

berpartisipasi aktif sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik;

11. Rekan-rekan senasib dan seperjuangan, mahasiswa program studi PGSD

angkatan 2010, terimakasih kebersamaan dan dukungan yang telah diberikan

(11)

iii 12. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan namanya satu per satu yang

telah membantu kelancaran dalam penyusunan skripsi ini.

Akhir kata peneliti menyadari bahwa tulisan ini masih belum sempurna, akan

tetapi peneliti berharap semoga skripsi ini bermafaat bagi kita semua. Aamiin.

Metro, 12 Mei 2014 Peneliti

(12)

v Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 6

C. Batasan Masalah ... 7

D. Rumusan Masalah ... 8

E. Tujuan Penelitian ... 8

F. Manfaat Penelitian... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Belajar ... 10

B. Model Problem Based Learning (PBL) ... 12

1. Pengertian Model Pembelajaran ... 12

2. Macam – Macam Model Pembelajaran ... 13

3. Pengertian Model PBL ... 15

4. Karakteristik Model PBL ... 16

5. Langkah-langkah Model PBL ... 17

6. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL ... 20

C. Keterampilan Berfikir Kritis Siswa ... 20

1. Pengertian Berfikir... 20

2. Pengertian Keterampilan Berfikir Kritis ... 21

3. Indikator Keterampilan Berfikir Kritis ... 24

D. Sikap Percaya Diri . ... 26

1. Pengertian Sikap Percaya Diri ... 26

2. Indikator Sikap Percaya Diri ... 27

E. Pembelajaran Tematik ... 29

1. Pengertian Pembelajaran Tematik ... 29

2. Implementasi Pembelajaran Tematik Dalam Kurikulum 2013... 30

F. Pendekatan Saintifik (Ilmiah) ... 32

(13)

vi

2. Fungsi dan Manfaat Penilaian Autentik ... 37

3. Prinsip-prinsip Penilaian Autentik ... 39

4. Langkah-langkah ... 39

H. Hipotesis Tindakan ... 40

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 41

B. Setting Penelitian ... 43

C. Teknik Pengumpulan Data ... 43

D. Alat Pengumpulan Data ... 44

E. Teknik Analisis Data ... 44

F. Indikator Keberhasilan... ... 50

G. Urutan Penelitian Tindakan Kelas... 51

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Profil SD Muhammadiyah Metro Pusat ... 56

B. Hasil ... 57

1. Siklus I ... 57

2. Siklus II... 72

C. Pembahasan ... 85

1. Sikap Percaya Diri Siswa... 85

2. Keterampilan Berfikir Kritis Siswa ... 88

3. Kinerja Guru ... 90

4. Hasil Belajar Siswa ... 92

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 95

B. Saran ... 96

(14)

v DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Sintaks Model PBL dan Prilaku Guru yang Relevan ... 18

2. Indikator Sikap Percaya Diri ... ... 27

3. Kategori Sikap Percaya Diri Siswa Per Individu Berdasarkan

Perolehan Nilai ... 45

4. Kriteria Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal Dalam Satuan

Persen (%) ... 46

5. Kategori Kinerja Guru Mengajar Berdasarkan Perolehan Nilai ... 46

6. Kategori Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Per Individu

Berdasarkan Perolehan Nilai ... 47

7. Kategori Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Secara Klasikal dalam

Satuan Persen (%) ... 48

8. Kategori Tingkat Keberhasilan Belajar Siswa dalam Persen (%) ... 49

9. Jadwal Kegiatan Penelitian Tindakan Kelas ... 57

10. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus I

Pertemuan 1 ... 62

11. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus I Pertemuan 1 ... 64

12. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus

I Pertemuan 2 ... 67

(15)

vi 16. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus II

Pertemuan 1 ... 76

17. Rekapitulasi Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 1 ... 77

18. Daftar Distribusi Nilai Sikap Percaya Diri Siswa Siklus II

Pertemuan 2 ... 81

19. Rekapitulasi Nilai Kinerja Guru Siklus II Pertemuan 2 ... 82

20. Daftar Distribusi Nilai Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Siklus II . 83

21. Daftar Distribusi Hasil Belajar Siswa Siklus II ... 84

22. Rekapitulasi Persentase Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal

Siklus I dan II ... 86

23. Rekapitulasi Persentase Keterampilan berfikir kritis siswa secara

klasikal siklus I dan II ... 89

24. Rekapitulasi nilai kinerja guru siklus I dan II ... 91

(16)

v

Gambar Halaman

1. Prosedur Berfikir Kritis ... 23 2. Siklus PTK ... 42 3. Grafik Rekapitulasi persentase rata-rata sikap percaya diri siswa

secara klasikal siklus I dan II ... 87 4. Grafik Rekapitulasi persentase keterampilan berfikir kritis siswa

secara klasikal siklus I dan II ... 90 5. Grafik Rekapitulasi nilai rata-rata kinerja guru siklus I dan II ... 92 6. Grafik Nilai rata-rata hasil belajar siswa siklus I dan II ... 93 7. Grafik Rekapitulasi persentase ketuntasan hasil belajar siswa secara

(17)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah suatu aspek yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pendidikan membekali manusia akan ilmu pengetahuan, keterampilan, serta sikap yang positif sehingga dapat membetuk sumberdaya insani yang cerdas, terampil, dan bertaqwa. Sumberdaya insani tersebut yang nantinya dapat membangun dan memperbaiki seluruh aspek kemajuan masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) pasal I dinyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

(18)

Menurut Bloom (dalam Sardiman 2004: 23-24) bahwa ada tiga ranah hasil belajar, yaitu:

1. Kognitif: Knowledge (pengetahuan, ingatan), comperhension (pemahaman, menjelaskan, dan meringkas), analysis (menguraikan dan menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan, merencanakan, dan membentuk bangunan baru), evaluation (menilai), application(menerapkan).

2. Affective: receiving (sikap menerima), responding (memberi respon), valuing (menilai), organization (organisasi), characterization(karakterisasi).

3. Psychomotor: initiatory level (mulai melakukan), pre-routine level (tahap dapat melakukan dengan benar), and routinized level (terampil dan menjadi kebiasaan).

Siswa yang ingin mengembangkan potensinya, hendaknya mengikuti kegiatan belajar di sekolah, dengan begitu diharapkan mereka dapat memiliki wawasan yang lebih luas dan dapat lebih mengembangkan diri. Sebagai seorang gurupun demikian, hendaknya harus memiliki wawasan yang luas untuk dapat menyalurkan pengetahuan mereka kepada siswa. Guru harus bertindak lokal, berfikir global, dan berfikir kedepan terhadap siswa. Artinya, guru menyadari kewajibannya untuk mendidik siswa saat ini dan berfikir bahwa mereka nantinya akan hidup diera yang semakin penuh dengan tantangan kehidupan. Sehingga, siswa tersebut harus memiliki bekal pengetahuan, sikap dan keterampilan yang akan berguna bagi kehidupannya kelak. Khususnya bagi guru sekolah dasar, dimana sekolah dasar merupakan jenjang pendidikan awal yang harus diikuti oleh siswa. Disanalah siswa akan mendapatkan pengetahuan-pengetahuan baru selain dari pengetahuan yang ia dapatkan sebelum di sekolah dasar, misalkan pengetahuan dari lingkungan keluarga ataupun lingkungan sekitar tempat tinggalnya.

(19)

dan Kebudayaan No. 67 Tahun 2013 menegaskan bahwa Kurikulum 2013 untuk sekolah dasar didesain dengan menggunakan pembelajaran tematik yang diberlakukan mulai dari kelas 1 hingga kelas 6. Siswa mempelajari beberapa mata pelajaran secara terpadu melalui tema-tema kehidupan yang dijumpai siswa sehari-hari. Pada kurikulum 2013 dalam proses pembelajarannya menggunakan pendekatan scientific.

Pendekatan scientific dilakukan melalui proses kegiatan mengamati, menanya, mengumpulkan informasi/eksperimen, mengasosiasi/mengolah informasi, dan mengkomunikasikan. Pendekatan scientific diimplementasikan dalam pembelajaran bertujuan untuk melatih siswa berpikir tingkat tinggi. Menurut Faiq (penelitiantindakankelas.blogspot.com) salah satu kaidah pendekatan scientificadalah substansi atau materi pembelajaran berbasis pada fakta atau fenomena yang dapat dijelaskan dengan logika atau penalaran tertentu; bukan sebatas kira-kira, khayalan, legenda, atau dongeng semata. Pembelajaran mendorong dan menginspirasi siswa berpikir secara kritis, analitis, dan tepat dalam mengidentifikasi, memahami, memecahkan masalah, dan mengaplikasikan substansi atau materi pembelajaran.

(20)

masih malu, takut atau ragu untuk mengajukan pertanyaan atau pendapat mereka. Hal ini menyebabkan pembelajaran lebih didominasi oleh guru.

Guru belum maksimal dalam menggunakan model pembelajaran yang melatih kemampuan kognitif siswa aspek tingkat tinggi seperti analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan. Akibatnya siswa juga belum terbiasa menyelesaikan suatu permasalahan yang didahului dengan kegiatan penyelidikan. Hal ini menyebabkan siswa kurang terlatih mengembangkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

Selaras dengan hal di atas, berdasarkan wawancara yang telah peneliti lakukan dengan wali kelas diketahui terdapat beberapa permasalahan yang terjadi pada saat pembelajaran diantaranya adalah keterampilan berfikir kritis siswanya masih tergolong rendah. Diketahui pada saat siswa diberikan soal latihan atau evaluasi, jawaban dari siswa kebanyakan belum memuaskan sehingga hasil belajar siswa pada aspek kognitif masih rendah. Kebanyakan dari siswa mendapat kesulitan untuk menjawab soal yang diberikan terutama pada soal yang tergolong membutuhkan jawaban yang bersifat analisis, hubungan sebab-akibat kejadian permasalahan, dan kesimpulan pemecahan masalah. Siswa belum terbiasa mengerjakan suatu tugas yang membutuhkan langkah-langkah ilmiah dalam penyelesaiannya.

(21)

enggan berpartisipasi untuk memberikan masukan-masukan berupa gagasan. Terindikasi bahwa kepercayaan diri siswa sebagian besar masih kurang atau rendah. Kepercayaan diri dan daya berfikir kritis harus selalu muncul dalam jiwa siswa karena pendidikan menuntut siswa untuk selalu mengembangkan potensi dan daya kreatifitas yang dimilikinya agar tetap survive dalam hidupnya.

Dalam pembelajaran guru hendaknya membantu atau memberikan jalan keluar bagi siswa untuk dapat meningkatkan kepercayaan diri dan daya kritis serta partisipatif siswa. Keterampilan berpikir kritis melatih siswa untuk membuat keputusan dari berbagai sudut pandang secara cermat, teliti, dan logis serta memecahkan masalah. Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan. Dengan kemampuan berpikir kritis siswa dapat mempertimbangkan pendapat orang lain serta mampu mengungkapkan pendapatnya sendiri. Diharapkan pula sikap percaya diri siswa dapat meningkat.

(22)

menyelesaikan hal yang belum pernah dilakukan, mengeluarkan bakat serta kemampuan sepenuhnya, dan tidak mengkhawatirkan kegagalan.

Jika prinsip penyelesaian masalah diterapkan dalam pembelajaran dan menggunakan model yang relevan maka siswa dapat terlatih dan membiasakan diri berpikir kritis secara mandiri serta yakin atas kemampuan dirinya untuk dapat bekerjasama dengan orang lain. Pembelajaran hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah atau pengajuan masalah rill atau nyata. Salah satu model pembelajaran yang memenuhi tuntutan tersebut adalah pembelajaran berbasis masalah atau Problem Based Learning(PBL). Menurut Rusman (2010: 236), berpikir digunakan dalam PBL ketika siswa merencanakan, membuat hipotesis, mengemukakan gagasan secara sistematis. Resolusi masalah melibatkan analisis logis dan kritis, penggunaan analogi, integrasi kreatif dan sintesis.

Berkaitan dengan uraian di atas, maka penulis pada penelitian tindakan kelas ini mengambil judul “Penerapan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Sikap Percaya Diri Dan Keterampilan Berfikir Kritis Siswa Pada Pembelajaran Tematik Kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat Tahun Pelajaran 2013/2014”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat diidentifikasi masalah yang ada yaitu sebagai berikut:

(23)

2. Rendahnya keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

3. Siswa belum sepenuhnya berpartisipasi aktif, siswa enggan bertanya serta mengemukakan pendapat. Sehingga proses pembelajaran didominasi oleh guru.

4. Guru belum optimal dalam menggunakan model pembelajaran yang melatih kemampuan kognitif siswa yaitu aspek tingkat tinggi seperti analisis mengolah masalah, mengevaluasi, dan menciptakan.

5. Kebanyakan dari siswa mendapat kesulitan dalam menjawab soal yang tergolong membutuhkan jawaban yang bersifat analisis, hubungan sebab-akibat kejadian permasalahan, dan kesimpulan pemecahan masalah.

6. Siswa kurang terlatih mengembangkan keterampilan berpikir dalam memecahkan masalah dan menerapkan konsep-konsep yang dipelajari di sekolah ke dalam dunia nyata.

C. Batasan Masalah

(24)

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan batasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penerapan model PBL pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?

2. Bagaimanakah penerapan model PBL pada pembelajaran tematik dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat tahun pelajaran 2013/2014?

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari pelaksanaan penelitian ini adalah untuk:

1. Meningkatkan sikap percaya diri siswa pada pembelajaran tematik kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat melalui penerapan model PBL tahun pelajaran 2013/2014.

2. Meningkatkan Keterampilan berfikir kritis siswa pada pembelajaran tematik kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat melalui penerapan model PBL tahun pelajaran 2013/2014.

F. Manfaat Penelitian

(25)

1. Siswa

a. Melalui penerapan model PBL diharapkan dapat meningkatkan sikap percaya diri siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

b. Melalui penerapan model PBL diharapkan dapat meningkatkan keterampilan berfikir kritis siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah Metro Pusat.

2. Guru

Sebagai bahan evaluasi untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dikelasnya, serta menambah kemampuan guru dalam menerapkan model PBL dalam proses pembelajaran secara tepat. 3. Sekolah

Merupakan bahan masukan bagi sekolah dalam upaya meningkatkan kualitas pendidikan melalui inovasi pembelajaran, yakni penerapan model PBL pada pembelajaran tematik.

4. Peneliti

(26)

BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Belajar

Belajar merupakan aktifitas yang dilakukan manusia semenjak lahir hingga sepanjang hayatnya untuk memperoleh pengetahuan dan memperbaiki dirinya dengan memanfaatkan indra pendengaran dan penglihatan serta daya nalar yang dimilikinya. Hal ini tercantum dalam Al Qur’an (Al-Nahl: 78) yang artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui apa-apa, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan af-idah (daya nalar), agar kamu bersyukur.

Banyak teori tentang belajar yang dikembangkan oleh para ahli, diantaranya terdapat tiga teori belajar yang relevan dengan pendekatan pembelajaran yang digunakan saat ini yaitu pendekatan ilmiah, diantaranya teori Bruner, teori Piaget, dan teori Vygotsky. Teori belajar Bruner merupakan teori belajar penemuan (discovery learning), dimana siswa aktif mengembangkan pemikirannya dan melakukan proses penemuan. Menurut Bruner (dalam Suwarsono 2002: 25) belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar (melebihi) informasi yang diberikan kepada dirinya.

(27)

Piaget (dalam Ibrahim 2000: 17) menyatakan bahwa siswa dalam segala usianya secara aktif terlibat dalam proses perolehan informasi dan membangun pengetahuannya sendiri. Teori Piaget (dalam Komalasari 2011: 20) menyatakan bahwa belajar berkaitan dengan pembentukan dan perkembangan skema (jamak skemata). Skema adalah suatu struktur mental atau struktur kognitif yang dengannya seseorang secara intelektual beradaptasi dan mengkoordinasi lingkungan sekitarnya. Skema tidak pernah berhenti berubah, skemata seorang anak akan berkembang menjadi skemata orang dewasa.

Proses yang menyebabkan terjadinya perubahan skemata disebut dengan adaptasi. Proses terbentuknya adaptasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu asimilasi dan akomodasi. Asimilasi merupakan proses kognitif yang dengannya seseorang mengintegrasikan stimulus yang dapat berupa persepsi, konsep, hukum, prinsip ataupun pengalaman baru ke dalam skema yang sudah ada didalam pikirannya. Akomodasi dapat berupa pembentukan skema baru yang dapat cocok dengan ciri-ciri rangsangan yang ada atau memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan ciri-ciri stimulus yang ada. Dalam pembelajaran diperlukan adanya penyeimbangan atau ekuilibrasi antara asimilasi dan akomodasi.

(28)

saat ini yang didefinisikan sebagai kemampuan pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau teman sebaya yang lebih mampu.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses pembentukan pengetahuan dan perubahan tingkah laku individu yang baru sebagai hasil pemerolehan dari lingkungannya melalui berinteraksi dengan lingkungan melalui indra pendegaran, indra penglihatan dan daya nalar. Individu aktif melakukan proses penemuan, mengembangkan pemikirannya, mengembangkan potensinya, menyusun konsep dan memberi makna tentang hal-hal yang harus dipelajari.

B. Model Problem Based Learning (PBL) 1. Pengertian Model Pembelajaran

(29)

memiliki keterampilan sosial, dan pencapaian hasil pembelajaran yang lebih optimal.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual dalam wujud suatu perencanaan yang menggambarkan prosedur sistematis pembelajaran. Sebagai pedoman, model pembelajaran digunakan oleh guru dalam pembelajaran dalam upaya tercapainya hasil belajar tuntas serta perubahan spesifik pada perilaku siswa seperti yang diharapkan.

2. Macam - Macam Model Pembelajaran

Terdapat macam-macam model pembelajaran yang ada di dalam dunia pendidikan. Bern dan Erikson (dalam Komalasari 2011: 23) mengemukakan lima model pembelajaran dalam mengimplementasikan pembelajaran yang mengaitkan materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa sebagai berikut:

a. Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah), pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Pendekatan ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi dan mempresentasikan penemuan.

(30)

c. Project based learning (pembelajaran berbasis proyek), pembelajaran memusat pada prinsip dan konsep utama suatu disiplin, melibatkan siswa dalam pemecahan masalah dan tugas penuh makna lainya, mendorong siswa untuk bekerja mandiri membangun pembelajaran, dan pada akhirnya menghasilkan karya nyata.

d. Service learning (pembelajaran pelayanan), pembelajaran menyediakan suatu aplikasi praktis pengembangan pengetahuan dan keterampilan baru untuk kebutuhan di masyarakat melalui proyek dan aktivitas.

e. Work based learning (pembelajaran berbasis kerja), dimana kegiatan pembelajaran mengintegrasikan antara tempat kerja, atau seperti tempat kerja dengan materi di kelas untuk kepentingan para siswa dan bisnis.

(31)

3. Pengertian Model PBL

Pembelajaran berbasis masalah dikenal dengan Problem Based Learning (PBL) adalah strategi pembelajaran yang berpusat pada siswa dimana siswa berupaya menemukan pemecahan masalah dengan menggunakan informasi dari berbagai sumber serta pengalaman sehari-hari. PBL membiasakan siswa untuk percaya diri dalam menghadapi masalah dengan membantu siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis dan keterampilan menyelesaikan masalah. Bern dan Erickson (dalam Komalasari 2010: 59 ) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempresentasikan penemuan.

(32)

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa model PBL merupakan model pembelajaran yang menyajikan masalah sebagai materi pembelajaran sehingga membantu siswa untuk mengembangkan keaktifan dalam kegiatan penyelidikan. Selain itu Model PBL dapat mengembangkan keterampilan berpikir dalam upaya menyelesaikan masalah dalam kehidupan nyata sehari-hari.

4. Karakteristik Model PBL

Barrows (dalam Sadia 2008: 225) mengungkapkan dalam tulisannya yang berjudul Problem Based Learning in Medicine and Beyondbeberapa karakteristik Problem Based Learning sebagai berikut:

1. Proses pembelajaran bersifat Student-Centered; 2. Proses pembelajaran berlasung dalam kelompok kecil; 3. Guru berperan sebagai fasilitator atau pembimbing;

4. Permasalahan-permasalahan yang disajikan dalam setting pembelajaran diorganisasi dalam bentuk dan fokus tertentu dan merupakan stimulus pembelajaran;

5. Informasi baru diperoleh melalui belajar secara mandiri (Self-directed learning); dan

6. Masalah (problems) merupakan wahana untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah klinik.

(33)

1. dikembangkan dari pertanyaan atau masalah. PBL mengorganisasikan pengajaran pada sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, yang baik secara sosial maupun personal bermakna bagi siswa. Pendekatan ini mengaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata;

2. fokusnya antar disiplin. Walau PBL dapat diterapkan memusat untuk membahas subyek tertentu (sains, matematika, sejarah atau lainnya), tetapi lebih dipilih pembahasan masalah aktual yang dapat diinvestigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu;

3. penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan dengan masalah yang timbul dikehidupan nyata, yang langsung dapat diamati. Oleh karena itu masalah yang timbul juga harus dicarikan penyelesaian secara nyata.

4. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program komputer, naskah drama, dan lain-lain;

5. Ada kalaborasi. Implementasi PBL ditandai adanya kerjasama antar siswa satu sama lain, biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan memberikan motivasi untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks, meningkatkan kesempatan untuk saling bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta mengembagka dialog untuk mengembangkan kecakapan sosial.

Berdasarkan penjelasan dari para ahli dapat disimpulkan bahwa karakteristik model PBL adalah menyajikan masalah untuk diselesaikan melalui penyelidikan otentik. Siswa dituntut aktif mencari informasi dari segala sumber berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi dan bekerja secara kalaborasi. Hasil analisis siswa digunakan sebagai solusi permasalahan dan dikomunikasikan.

5. Langkah – langkah Model PBL

(34)

a. Merumuskan masalah, yakni langkah peserta didik dalam menentukan masalah yang akan dipecahkan.

b. Menganalisis masalah, yakni langkah peserta didik meninjau masalah secara kritis dari berbagai sudut pandang.

c. Merumuskan hipotesis, yakni langkah peserta didik dalam merumuskan pemecahan masalah berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Mengumpulkan data, yakni langkah peserta didik untuk mencari informasi dalam upaya pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, yakni langkah peserta didik untuk merumuskan kesimpulan sesuai dengan penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah, yakni langkah peserta didik menggambarkan rumusan hasil pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

[image:34.612.168.511.362.709.2]

Arends (dalam Warsono dan Hariyanto 2012: 151) mengemukakan sintaks serta prilaku guru yang relevan seperti di bawah ini.

Tabel 1. Sintaks PBL dan Prilaku Guru yang Relevan

No Fase Prilaku Guru

1. Fase 1 : Melakukan orientasi masalah kepada siswa

Guru menyampaikan tujuan pelajaran, menjelaskan logistik (bahan dan alat) apa yang diperlukan bagi penyelesaian masalahserta memberikan motivasi kepada siswa agar menaruh perhatian terhadap aktivitas penyelesaian masalah. 2. Fase 2 : Mengorganisasikan

siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan

mengorganisasikan pembelajaran agar relevan dengan penyelesaian masalah.

3. Fase 3 : Mendukung kelompok investigasi

Guru mendorong siswa untuk mencari informasi yang sesuai, melakukan eksperimen dan mencari penjelasan dan pemecahan masalahnya 4. Fase 4 : Mengembangkan dan

menyajikan artefak dan memamerkannya

(35)

5. Fase 5 : Menganalisis dan mengevaluasi proses penyelesaian masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi terhadap penyelidikannya serta proses-proses pembelajaran yang telah dilaksanakan.

Sumber : Arends (2009)

Menurut Yatim Riyanto (2009: 288), langkah-langkah model PBL adalah sebagai berikut :

a. Guru memberikan permasalahan kepada peserta didik.

b. Peserta didik dibentuk kelompok kecil, kemudian masing-masing kelompok tersebut mendiskusikan masalah dengan pengetahuan dan keterampilan dasar yang mereka miliki. Peserta didik juga membuat rumusan masalah serta hipotesisnya.

c. Peserta didik aktif mencari informasi dan data yang berhubungan dengan masalah yang telah dirumuskan.

d. Peserta didik rajin berdiskusi dengan kelompoknya untuk menyelesaikan masalah yang diberikan dengan melaporkan data-data yang telah diperoleh.

e. Kegiatan diskusi penutup dilakukan apabila proses sudah memperoleh solusi yang tepat.

Berdasarkan uraian di atas penulis menyimpulkan langkah-langkah atau sintaks dalam menggunakan model PBL yaitu:

a. Pengenalan masalah kepada siswa berdasarkan materi yang diajarkan kepada siswa.

b. Siswa diorgaisasikan dalam beberapa kelompok untuk melakukan

diskusi dalam penyelesaian masalah.

c. Hasil analisis kelompok siswa dipresentasikan kepada kelompok siswa yang lain.

(36)

6. Kelebihan dan Kekurangan Model PBL

Secara umum terdapat kelebihan serta kekurangan dalam model pembelajaran, begitu pula dengan model PBL. Warsono dan Hariyanto (2012: 152) mengungkapkan bahwa secara umum kelebihan dan kekurangan model PBL antara lain:

a. Kelebihan model PBL:

1) siswa akan terbiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk menyelesaikan masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran di kelas, tetapi juga menghadapi masalah dalam kehidupan sehari-hari (real word).

2) memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelasnya.

3) makin mengakrabkan guru dengan siswa.

4) karena ada kemungkinan suatu masalah harus diselesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.

b. Kekurangan model PBL:

1) tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah.

2) seringkali memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang panjang.

3) aktivitas siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.

C. Keterampilan Berfikir Kritis 1. Pengertian Berfikir

(37)

sebagainya. Sementara itu Trianto (2010: 95) menjelaskan bahwa berpikir adalah kemampuan untuk menganalisis, mengkritik, dan mencapai kesimpulan berdasar pada inferensi atau pertimbangan yang saksama.

Bono (1990: 55) menjelaskan bahwa berfikir merupakan keterampilan pelaksanaan yang mendorong kecerdasaan bawaan bekerja. Terdapat unsur-unsur dalam keterampilan berfikir seseorang. Fogarty (dalam Sari 2012: 25), mengidentifikasi unsur-unsur keterampilan berpikir yaitu Prediction, Inference, Hypothesize, Conmpare/contrast, Classify, Generalize, Prioritize, Evaluate.Menurut Isjoni dan Arif (2008: 164), ada empat keterampilan berpikir, yaitu menyelesaikan masalah (problem solving), membuat keputusan (decision making), berpikir kritis, dan berpikir kreatif. Semuanya bermuara pada keterampilan berpikir tingkat tinggi yang meliputi aktivitas seperti analisis, sintesis, dan evaluasi.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berfikir merupakan eksplorasi pengalaman secara sadar dalam hal memahami, menilai, memecahkan masalah, pengambilan keputusan, bertindak, meyakini, mempercayai dan sebagainya. Terdapat keterampilan berfikir tingkat tinggi yaitu menyelesaikan masalah (problem solving), membuat keputusan (decision making), berfikir kritis, dan berfikir kreatif.

2. Pengertian Keterampilan Berfikir Kritis

(38)

ketimbang dengan menerima berbagai hal dari orang lain sebagaian besarnya secara pasif.

Menurut Glaser (dalam Fisher 2009: 3) definisi berfikir kritis sebagai (1) suatu sikap mau berfikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang; (2) pengetahuan tentang metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis; dan (3) semacam suatu keterampilan untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berfikir kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan yang diabaikannya.

(39)

Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan. Menurut Rosyada ( dalam Sari 2012: 23), kemampuan berpikir kritis (critical thinking) adalah menghimpun berbagai informasi lalu membuat sebuah kesimpulan evaluatif dari berbagai informasi tersebut. Inti dari kemampuan berpikir kritis adalah aktif mencari berbagai informasi dan sumber, kemudian informasi tersebut dianalisis dengan pengetahuan dasar yang telah dimiliki siswa untuk membuat kesimpulan.

Alur pengembangan berpikir kritis, menurut Kauchak (dalam Sari 2012: 24), dapat dilihat dalam Gambar 1.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa berfikir kritis merupakan sebuah proses aktif, proses dimana seseorang memikirkan berbagai hal secara lebih mendalam, berfokus untuk memutuskan apa yang mesti dipercaya atau dilakukan dengan mendefinisikan permasalahan, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, dan membuat solusi permasalahan.

Basis Keilmuan

Sikap dan Kecendrungan Basis Proses

Sikap dan Kecendrungan

[image:39.612.176.465.363.466.2]

Berfikir

(40)

Hasil pengembangan kemampuan berpikir kritis akan meningkatkan siswa untuk mampu mengakses informasi dan definisi masalah berdasarkan fakta dan data akurat. Selain itu, siswa juga akan mampu menyusun dan merumuskan pertanyaan secara tepat, berani mengungkapkan ide, gagasan serta menghargai perbedaan pendapat. Melalui berpikir kritis siswa akan memiliki kesadaran kognitif sosial dan berpartisipasi aktif dalam bermasyarakat.

3. Indikator Keterampilan Berfikir Kritis

Seseorang dikatakan berfikir kritis dapat dilihat dari beberapa indikator. Ennis (dalam Komalasari 2010: 266) membagi indikator keterampilan berfikir kritis menjadi lima kelompok, yaitu : (1) memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), (2) membangun keterampilan dasar (basic support), (3) membuat inferensi (inferring), (4) membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), (5) mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics).

Menurut Dike (2010: 18-24), kemampuan berpikir kritis terdapat 3 aspek yakni definisi dan klarifikasi masalah, menilai dan mengolah informasi berhubungan dengan masalah, solusi masalah / membuat kesimpulan dan memecahkan.

Menurut Dike (2010: 22), aspek dan sub indikator kemampuan berpikir kritis adalah sebagai berikut :

1. Definisi dan Klarifikasi Masalah

Aspek ini memiliki beberapa sub indikator antara lain :

a. Mengidentifikasi isu-isu sentral atau pokok-pokok masalah.

(41)

c. Membuat dan merumuskan pertanyaan secara tepat (critical question).

2. Menilai Informasi yang Berhubungan dengan Masalah

a. Siswa menemukan sebab-sebab kejadian permasalahan. b. Siswa mampu menilai dampak atau konsekuensi.

c. Siswa mampu memprediksi konsekuensi lanjut dari dampak kejadian.

3. Solusi Masalah/ Membuat Kesimpulan dan memecahkan

a. Siswa mampu menjelaskan permasalahan dan membuat kesimpulan sederhana.

b. Siswa merancang sebuah solusi sederhana.

c. Siswa mampu merefleksikan nilai atau sikap dari peristiwa.

Penelitian menggunakan indikator kemampuan berpikir kritis menurut Dike. Peneliti mengambil tiga aspek kemampuan berpikir kritis untuk dijadikan acuan penelitian. Aspek definisi dan klarifikasi masalah, peneliti menggunakan sub indikator mengidentifikasi masalah dan menyusun pertanyaan sesuai dengan wacana. Aspek menilai informasi yang berhubungan dengan masalah, peneliti menggunakan indikator menemukan sebab-sebab kejadian peristiwa, menilai dampak kejadian, dan memprediksi dampak lanjut. Aspek solusi masalah/ membuat kesimpulan peneliti menggunakan indikator merancang solusi berdasarkan masalah.

Berikut indikator keterampilan berfikir kritis dalam penelitian ini: a. Mengidentifikasi masalah sesuai dengan wacana/informasi yang

diberikan

b. Menyusun pertanyaan sesuai dengan wacana/informasi yang diberikan c. Menemukan sebab-sebab kejadian peristiwa

d. Menilai dampak kejadian e. Memprediksi dampak lanjut

(42)

D. Sikap Percaya Diri

1. Pengertian Sikap Percaya Diri

Pengertian sikap (http://id.wikipedia.org) adalah pernyataan evaluatif terhadap objek, orang atau peristiwa. Sikap mempunyai tiga komponen utama: kesadaran, perasaan, dan perilaku. Menurut Sarnoff (Sarwono dalam Hapsary 2012: 1) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react)secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. D.Krech dan R.S Crutchfield (http://www.duniapsikologi.com) berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu.

Sikap percaya diri adalah perasaan memiliki keyakinan yang kuat akan potensi dirinya, bahwasannya ia bisa melakukan sesuatu yang positif didalam kehidupannya. Keyakinan merupakan pondasi diri seseorang dalam menempuh problematika kehidupan. Ibarat pohon, maka keyakinan adalah akarnya. Jika akar mencengkram tanah dengan ikatan yang kuat maka banyak masalah yang menerpa pohon tersebut bisa teratasi, hujan badai pun pohon masih bisa bertahan. Bahkan dapat memberikan kebermanfaatan bagi lingkungan sekitarnya. Pondasi keyakinan seseorang dapat meningkat seiring dengan meningkatnya kualitas hidup. Semakin sering seseorang menyelesaikan berbagai tipe masalah kehidupan, maka semakin kuat pondasi keyakinannya.

Tercantum dalam Al qur’an (Ibrahim: 24-26) yang artinya:

(43)

dan cabangnya menjulang ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpaman-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi, tidak dapat tegak sedikitpun.

Terdapat pendapat dari para ahli mengenai pengetian sikap percaya diri. Hakim (2002: 6) mengemukakan bahwa sikap percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan di dalam hidupnya. Menurut Fereira (dalam Agustian 2001: 79) seseorang yang memiliki kepercayaan diri, disamping mampu untuk mengendalikan dan menjaga keyakinan dirinya, juga akan mampu membuat perubahan dilingkungannya.

Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa definisi dari sikap percaya diri adalah evaluasi diri seseorang sehingga dapat meyakini kemampuannya dalam melakukan tindakan untuk mencapai tujuan hidup dan kebahagian dirinya. Sikap percaya diri merupakan dasar dari motivasi diri untuk berhasil.

2. Indikator Sikap Percaya Diri

Santrock (dalam Setiti 2011: 17) mengemukakan indikator-indikator kepercayaan diri sebagai berikut :

No Indikator positif Indikator Negatif

1. Mengarahkan atau memerintah orang lain

Memposisikan diri secara submisif

2. Menggunakan kualitas suara yang disesuaikan dengan situasi

Berbicara terlalu keras, tiba-tiba, atau dengan nada suara yang dogmatis

[image:43.612.165.501.612.708.2]
(44)

gagal melakukan sesuatu 4. Duduk dengan orang lain

dalam aktivitas sosial

Melihat sekeliling untuk memonitor orang lain 5. Bekerja secara koperatif

dalam kelompok

Membual secara berlebihan tentang prestasi, keterampilan, dan penampilan fisik

6. Memandang lawan bicara ketika mengajak atau diajak bicara

Tidak mengekspresikan pandangan terutama ketika ditanya

7. Menjaga kontak mata selama pembicaraan berlangsung

Melakukan sentuhan yang tidak sesuai, atau menghindari kontak fisik

8. Memulai kontak yang ramah dengan orang lain

Menggerakkan tubuh secara dramatis, atau tidak sesuai konteks

9. Menjaga jarak yang sesuai antara diri sendiri dengan orang lain

Merendahkan diri sendiri secara verbal, depresi

10. Berbicara dengan lancar, hanya mengalami sedikit keraguan

Merendahkan orang lain dengan cara menggoda, memberi nama panggilan dan menggosip

Dalam penilaian kompetensi sikap yang dikeluarkan oleh

Kemendikbud dalam kurikulum 2013 mengutarakan indikator-indikator sikap percaya diri siswa yaitu : (1) berani presentasi di depan kelas; (2) berani berpendapat, bertanya, atau menjawab pertanyaan; (3) berpendapat atau melakukan kegiatan tanpa ragu-ragu; (4) mampu membuat keputusan dengan cepat; (5) tidak mudah putus asa/pantang menyerah.

Dalam penelitian ini, indikator-indikator yang akan digunakan adalah yang dikeluarkan oleh Kemendikbud serta mengambil beberapa indikator dalam teori Santrock yaitu : (1) memulai kontak yang ramah dengan orang lain; (2) menjaga kontak mata selama pembicaraan berlangsung; (3) bekerja secara koperatif dalam kelompok.

(45)

E. Pembelajaran Tematik

1. Pengertian Pembelajaran Tematik

Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang didasari oleh tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan pembelajaran terpadu. Pusat Kurikulum Depdiknas (2006: 5) menjelaskan bahwa pembelajaran tematik pada dasarnya adalah model pembelajaran terpadu yang menggunakan tema untuk mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa . Menurut Trianto (2011: 147) istilah pembelajaran terpadu sebagai konsep sering dipersamakan dengan intergrated teaching and learning, intergrated curriculum approach, a coherent curriculum approach. Jadi berdasarkan istilah tersebut, maka pembelajaran terpadu pada dasarnya lahir salah satunya dari pola pendekatan kurikulum yang terpadu (intergrated curriculum approach).

Menurut Indrawati (dalam Trianto 2011: 150) secara umum seluruh definisi kurikulum terpadu atau kurikulum interdisipliner mencakup:

1. kombinasi mata pelajaran; 2. penekanan pada proyek; 3. sumber diluar buku teks 4. keterkaitan antar konsep;

5. unit-unit tematis sebagai prinsip-prinsip organisasi; 6. jadwal yang flexibel; dan

(46)

Menurut Dewey (Beans 1993 dalam Sa’ud dkk 2006: 4) konsep pembelajaran terpadu adalah sebagai upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan siswa dan kemampuan pengetahuannya. Pembelajaran terpadu adalah pendekatan untuk mengembangkan pengetahuan siswa dalam pembentukan pengetahuan berdasarkan pada interaksi dengan lingkungan dan pengalaman kehidupannya.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang menggunakan tema untuk mengkombinasikan/mengaitkan konsep dari beberapa mata pelajaran sebagai upaya untuk mengintegrasikan perkembangan dan pertumbuhan pengetahuan siswa.

2. Implementasi Pembelajaran Tematik Dalam Kurikulum 2013

(47)

peserta didik tidak belajar konsep dasar secara parsial. Dengan demikian pembelajarannya memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.

Dalam Permendikbud No. 67 tahun 2013 dijelaskan bahwa pendekatan yang digunakan untuk mengintegrasikan kompetensi dasar dari berbagai mata pelajaran yaitu intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner. Tematik integratif disusun berdasarkan gabungan proses integrasi intra-disipliner, inter-disipliner, multi-disipliner, dan trans-disipliner sehingga berbeda dengan pengertian tematik seperti yang diperkenalkan pada kurikulum sebelumnya. Integrasi intra-disipliner dilakukan dengan cara mengintegrasikan dimensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan menjadi satu kesatuan yang utuh disetiap mata pelajaran.

Integrasi inter-disipliner dilakukan dengan menggabungkan kompetensi kompetensi dasar beberapa matapelajaran agar terkait satu dengan yang lainnya, sehingga dapat saling memperkuat, menghindari terjadinya tumpang tindih, dan menjaga keselarasan pembelajaran. Integrasi multi-disipliner dilakukan tanpa menggabungkan kompetensi dasar tiap matapelajaran sehingga tiap matapelajaran masih memiliki kompetensi dasarnya sendiri. Integrasi trans-disipliner dilakukan dengan mengaitkan berbagai matapelajaran yang ada dengan permasalahan-permasalahan yang dijumpai di sekitarnya sehingga pembelajaran menjadi kontekstual.

(48)

pembelajaran tematik-integratif yang mengintegrasikan sikap, keterampilan dan pengetahuan dalam proses pembelajaran dan berbagai k o n s e p d a s a r y a n g b e r k a i t a n d a r i b e b e r a p a m a t a p e l a j a r a n . P e m b e l a j a r a n t e m a t i k - integratif memberikan makna yang utuh kepada peserta didik seperti tercermin pada berbagai tema yang tersedia.

F. Pendekatan Scientific(Ilmiah)

1. Pengertian Pendekatan Scientific

Pendekatan pembelajaran adalah konsep dasar yang mewadahi, menginspirasi dan melatarbelakangi pemikiran tentang bagaimana metode pembelajaran diterapkan berdasarkan teori tertentu. Menurut Komalasari (2011: 54) pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginspirasi, menguatkan, dan melatarbelakangi metode pembelajaran dengan cakupan teoritis tertentu.

(49)

data, menarik kesimpulan dan mengomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang “ditemukan”.

Pendekatan scientific dimaksudkan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik dalam mengenal, memahami berbagai materi menggunakan pendekatan ilmiah, bahwa informasi bisa berasal dari mana saja, kapan saja, tidak bergantung pada informasi searah dari guru. Oleh karena itu kondisi pembelajaran yang diharapkan tercipta diarahkan untuk mendorong peserta didik dalam mencari tahu dari berbagai sumber melalui observasi, dan bukan hanya diberi tahu (Kemendikbud dalam Sugiyanto, 2013. http://www.academia.edu).

(50)

Berdasarkan uraian di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pendekatan scientificmerupakan konsep dasar yang menginspirasi atau melatarbelakangi perumusan pendekatan pembelajaran dengan menggunakan penalaran induktif yaitu memandang fenomena atau situasi spesifik untuk kemudian menarik simpulan secara keseluruhan dan menerapkan karakteristik ilmiah, siswa secara aktif mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyimpulkan dan mengkomunikasikan.

2. Langkah-Langkah Pendekatan Scientific

Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam pembelajaran, yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Menurut Kemendikbud (2013) pendekatan ilmiah (scientific appoach) dalam pembelajaran sebagaimana dimaksud meliputi mengamati, menanya, menalar, mencoba, mengolah, menyajikan, menyimpulkan dan mengkomunikasikan yang dijelaskan sebagai berikut :

a. Mengamati

Dalam penyajian pembelajaran, guru dan peserta didik perlu memahami apa yang hendak dicatat, melalui kegiatan pengamatan. Mengingat peserta didik masih dalam jenjang Sekolah Dasar, maka pengamatan akan lebih banyak menggunakan media gambar, alat peraga yang sedapat mungkin bersifat kontekstual.

b. Menanya

(51)

c. Menalar

Penalaran adalah proses berfikir yang logis dan sistematis atas fakta-kata empiris yang dapat diobservasi untuk memperoleh simpulan berupa pengetahuan. Kemamuan mengelompokkan beragam ide dan mengasosiasikan beragam peristiwa untuk kemudian memasukannya menjadi penggalan memori. Selama mentransfer peristiwa-peristiwa khusus ke otak, pengalaman tersimpan dalam referensi dengan peristiwa lain. Pengalaman-pengalaman yang sudah tersimpan di memori otak berelasi dan berinteraksi dengan pengalaman sebelumnya yang sudah tersedia. Proses itu dikenal sebagai asosiasi atau menalar.

d. Mencoba

Peserta didik pun harus memiliki keterampilan proses untuk mengembangkan pengetahuan tentang alam sekitar, serta mampu menggunakan metode ilmiah dan bersikap ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya sehari-hari.

Aplikasi metode eksperimen atau mencoba dimaksudkan untuk mengembangkan berbagai ranah tujuan belajar, yaitu sikap, keterampilan, dan pengetahuan.

e. Mengolah

Tahapan mengolah ini peserta didik sedapat mungkin dikondisikan belajar secara kolaboratif. Maka akan menyentuh tentang identitas peserta didik terutama jika mereka berhubungan atau berinteraksi dengan yang lain atau guru. Dalam situasi kolaboratif itu, peserta didik berinteraksi dengan empati, saling menghormati, dan menerima kekurangan atau kelebihan masing-masing. Dengan cara semacam ini akan tumbuh rasa aman, sehingga memungkinkan peserta didik menghadapi aneka perubahan dan tuntutan belajar secara bersama-sama.

f. Menyimpulkan

Kegiatan menyimpulkan merupakan kelanjutan dari kegiatan mengolah, bisa dilakukan bersama-sama dalam satu kesatuan kelompok, atau bisa juga dengan dikerjakan sendiri setelah mendengarkan hasil kegiatan mengolah informasi.

g. Menyajikan dan mengkomunikasikan

Peserta didik harus dapat menyajikan mengkomunikasikan hasil pekerjaan yang telah disusun baik secara bersama-sama dalam kelompok dan atau secara individu dari hasil kesimpulan yang telah dibuat bersama. Kegiatan mengkomunikasikan ini dapat diberikan klarifikasi oleh guru agar supaya peserta didik akan mengetahui secara benar apakah jawaban yang telah dikerjakan sudah benar atau ada yang harus diperbaiki.

(52)

a. Ranah sikap menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu mengapa.”

b. Ranah keterampilan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu bagaimana”.

c. Ranah pengetahuan menggamit transformasi substansi atau materi ajar agar peserta didik “tahu apa.”

d. Hasil akhirnya adalah peningkatan dan keseimbangan antara kemampuan untuk menjadi manusia yang baik (soft skills) dan manusia yang memiliki kecakapan dan pengetahuan untuk hidup secara layak (hard skills) dari peserta didik yang meliputi aspek kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. (kemendikbud 2013).

G. Penilaian Autentik

1. Pengertian Penilaian Autentik

Dalam kegiatan pembelajaran tentunya sangat diperlukan penilaian, untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran di kelas. Menurut Komalasari (2011: 146) istilah penilaian (assessment) dalam pendidikan adalah merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk mengukur pencapaian hasil belajar peserta didik. Kegiatan mengumpulkann informasi sebagai bukti untuk dijadikan dasra menetapkan terjadinya perubahan dan derajat perubahan yang telah dicapai sebagai hasil belajar peserta didik.

(53)

kemampuan siswa dalam bermacam-macam kemungkinan pemecahan masalah yang dihadapi dalam situasi atau konteks dunia nyata.

Menurut Mueller (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23), penilaian autentik merupakan suatu bentuk tugas yang mengehendaki pembelajar untuk menunjukkan kinerja di dunia nyata secara bermakna yang merupakan penerapan esensi pengetahuan dan keterampilan. Sedangkan menurut Stiggins (dalam Nurgiyantoro, 2011: 23), penilaian autentik merupakan penilaian kinerja (performansi) yang meminta pembelajar untuk mendemonstrasikan keterampilan dan kompetensi tertentu yang merupakan penerapan pengetahuan yang dikuasainya.

Dalam suatu proses pembelajaran, penilaian autentik mengukur, memonitor, dan menilai semua aspek hasil belajar (yang tercakup dalam domain kognitif, afektif, dan psikomotor), baik yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran maupun berupa perubahan dan perkembangan aktivitas, dan perolehan belajar selama proses pembelajaran di dalam kelas ataupun di luar kelas (Komalasari, 2011: 148)

Berdasarkan pendapat-pendapat para ahli tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa penilaian autentik adalah suatu bentuk penilaian belajar yang menilai semua aspek hasil belajar yang mencakup domain kognitif, afektif, dan psikomotor yang tampak sebagai hasil akhir dari suatu proses pembelajaran.

2. Fungsi dan Manfaat Penilaian Autentik

(54)

keputusan-keputusan yang menyangkut (a) pengajaran, (b) hasil belajar, (c) diagnosis dan usaha perbaiakan, (d) penempatan, (e) seleksi, (f) bimbingan dan konseling, (g) kurikulum, dan (h) penilaian kelembagaan.

Merujuk pada pendapat tersebut, Depdiknas (dalam Komalasari, 2011: 149-150) menjabarkan lebih lanjut fungsi penilaian autentik sebagai berikut:

a. Menggambarkan sejauh mana seorang peserta didik telah menguasai suatu kompetensi;

b. Mengevaluasi hasil belajar peserta didik dalam rangka membantu peserta didik memahami kemampuan dirinya, membuat keputusan tentang langkah berikutnya, baik untuk pemilihan program, pengembangan kepribadian, maupun untuk penjurusan (sebagai bimbingan);

c. Menemukan kesulitan belajar dan kemungkinan prestasi yang bisa dikembangkan peserta didik dan sebagai alat diagnosis yang membantu pendidik menentukan apakah seseorang perlu mengikuti remedial atau pengayaan;

d. Menemukan kelemahan dan kekurangan proses pembelajaran yang sedang berlangsung guna perbaikan proses pembelajaran berikutnya;

e. Sebagai kontrol bagi pendidik dan satuan pendidikan tentang kemajuan perkembangan peserta didik.

Kemudian manfaat dari penilaian autentik (Komalasari, 2011: 150)

yaitu guru memanfaatkan hasil penilaian autentik untuk hal-hal berikut:

a. Mengetahui tingkta pencapaian kompetensi selama dan setelah proses pembelajaran berlangsung;

b. Memberikan umpan balik bagi peserta didik agar mengetahui kekuatan dan kelemahannya dalam proses pencapaian kompetensi;

c. Memantau kemajuan dan mendiagnosis kesulitan belajar yang dialami peserta didik sehingga dapat dilakukan pengayaan dan remedial;

d. Umpan balik bagi guru dalam memperbaiki metode, pendekatan, kegiatan, dan sumber belajar yang digunakan;

e. Memberikan pilihan alternatif kepada guru;

(55)

g. Memberi umpan balik bagi pengambil kebijakan (Diknas Daerah) dalam mempertimbangkan konsep penilaian kelas yang digunakan.

3. Prinsip-Prinsip Penilaian Autentik

Dalam melakukan penilaian autentik hendaknya memperhatikan beberapa prinsip penting. Komalasari (2011: 151) menyatakan prinsip-prinsip yang dimaksud adalah:

a. Validitas

Validitas berarti menilai apa yang seharusnya dinilai dengan menggunakan alat yang sesuai untuk mengukur kompetensi. b. Reliabilitas

Reliabilitas berkaitan dengan konsistensi (keajegan) hasil penilaian. Penilaian yang reliabel (ajeg) memungkinkan perbandingan yang reliabeldan menjamin konsistensi.

c. Menyeluruh

Penilaian harus dilakukan secara menyeluruh mencakup seluruh domain yang tertuang pada setiap kompetensi dasar (kognitif, afektif, dan psikomotor).

d. Berkesinambungan

Penilaian dilakukan secara terencana, bertahap dan terus-menerus untuk memperoleh gambaran pencapaian kompetensi peserta didik dalam kurun waktu tertentu.

e. Objektif

Penilaian harus dilaksanakan secara objektif, maka penilaian harus adil, terencana, dan menerapkan kriteria yang jelas dalam pemberian skor.

f. Mendidik

Proses dan hasil penilaian dapat dijadikan dasar untuk memotivasi, memperbaiki proses pembelajaran bagi guru, meningkatkan kualitas belajar dan membina peserta didik agar tumbuh dan berkembang secara optimal.

4. Langkah-Langkah Penilaian Autentik

(56)

penggunaan informasi tentang hasil belajar peserta didik (Komalasari, 2011: 148-149).

Komalasari (2011: 149) menjelaskan bahwa teknik penilaian autentik dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti penilaian unjuk kerja (performance), penilaian tertulis (paper and pencil test) atau lisan, penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui kumpulan hasil kerja/ karya peserta didik (portofolio), dan penilaian diri. Stiggins (dalam Komalasari, 2011: 149) mengemukakan empat jenis assessment dasar yaitu:

a. Selected Response Assessment, termasuk ke dalamnya pilihan ganda, benar-salah, menjodohkan atau mencocokkan, dan isian singkat;

b. Essay Assessment, dalam assessment ini siswa diberikan beberapa persoalan kompleks yang menuntut jawaban tertulis berupa paparan dari solusi terhadap persoalan tersebut;

c. Performance Assessment, merupakan pengukuran langsung terhadap prestasi yang ditunjukkan siswa dalam proses pembelajaran terutama didasarkan pada kegiatan observasi dan evaluasi terhadap proses di mana suatu keterampilan, sikap, dan produk ditunjukkan oleh siswa;

d. Personal Communication Assessment, termasuk ke dalamnya adalah pertanyaan-pertanyaan yang diajukan guru selama pembelajaran, wawancara, perbincangan, percakapan, dan diskusi yang menuntut munculnya keterampilan siswa dalam mengemukakan jawaban/gagasan.

H. Hipotesis Tindakan

(57)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas yang difokuskan

pada situasi kelas atau yang lazim dikenal dengan classroom action research.

Wardani (2007: 1.4) mengungkapkan bahwa penelitian tindakan kelas adalah

penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelas melalui refleksi diri,

dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil

belajar siswa menjadi meningkat.

Prosedur penelitian tindakan kelas ini berbentuk daur siklus yang

memiliki empat tahap kegiatan yang saling terkait dan berkesinambungan,

yaitu (1) perencanaan (planning), (2) pelaksanaan (action), (3) pengamatan

(observing), dan (4) refleksi (reflecting) (Wardani, 2007: 2.3). Siklus

penelitian tindakan ini dilakukan sampai tercapainya tujuan pembelajaran

(58)

Adapun daur siklus dalam penelitian tindakan kelas ini digambarkan

sebagai berikut:

[image:58.612.162.527.155.626.2]

Dst.

Gambar 2. Siklus PTK.

Prosedur PTK Sunyono (2009: 24).

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi

Siklus II

Perencanaan Tindakan

Pelaksanaan Tindakan Observasi

Refleksi

(59)

B. Seting Penelitian 1. Subjek Penelitian

Subjek tindakan dalam pelaksanaan penelitian tindakan kelas ini

adalah seorang guru dan siswa kelas IV Sulaiman SD Muhammadiyah

Metro Pusat dengan jumlah 35 orang siswa yang terdiri dari 13 siswa

laki-laki dan 22 siswa perempuan.

2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Muhammadiyah Metro Pusat,

Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.

3. Waktu Penelitian

Waktu pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada semester genap

tahun pelajaran 2013/2014 selama 4 bulan.

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini yaitu :

1. Tekni non tes yaitu dengan cara mengobservasi. Teknik nontes

digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kualitatif, dalam

teknik ini data diambil dengan menggunakan lembar observasi.

2. Teknik tes menurut Arikunto (1999: 139) adalah serentetan

pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk

mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan

atau bakat yang dimiliki oleh individu. Teknik tes ini akan

menghasilkan data yang bersifat kuantitatif berupa nilai-nilai siswa

(60)

D. Alat Pengumpul Data

1. Lembar observasi, instrumen ini digunakan sebagai panduan observasi

atau pengamatan untuk mengukur sikap percaya diri siswa dan kinerja

guru selama pelaksanaan peneltian tindakan kelas pada pembelajaran

tematik dengan menggunakan model PBL.

2. Soal-soal tes tertulis, instrumen ini digunakan untuk mengukur hasil

belajar dan tingkat keterampilan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran.

Instrumen ini menguji penguasaan siswa terhadap materi yang telah

diajarkan oleh guru menggunakan model PBL. Dalam instrumen ini

terdapat indikator kemampuan berpikir kritis siswa yang akan dinilai.

Bentuk tes yang digunakan adalah tipe uraian dengan pertimbangan bahwa

dalam menjawab soal, siswa dituntut untuk menjawabnya secara rinci,

agar proses berpikir, ketelitian, kejelasan dan sistematika penyusunan

jawaban dapat terlihat.

E. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh melalui penelitian ini dianalisis menggunakan

analisis kualitatif dan analisis kuantitatif, bagaimana menganalisis data

tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Analisis Kualitatif

Analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data sikap percaya

diri siswa dan kinerja guru dalam proses pembelajaran

menggunakan model PBL. Skor sikap percaya diri siswa dan

(61)

diisi dengan memberi tanda check list (√). Berikut adalah teknik analisis kualitatif sikap percaya diri siswa perindividu dan secara

klasikal dan pemerolehan nilai kategori kinerja guru mengajar :

a. Nilai sikap percaya diri setiap siswa diperoleh dengan rumus:

NP = x 100

Keterangan:

NP = nilai yang dicari atau diharapkan

R = skor mentah yang diperoleh siswa

SM = skor maximum dari tes yang ditentukan

100 = bilangan tetap

Purwanto (2008: 102)

Tabel 3. Kategori Sikap Percaya Diri Siswa Per Individu Berdasarkan Perolehan Nilai.

Konversi Nilai Akhir

Kategori Sikap Skala 0 – 100 Skala 1 – 4

86 –100 4

Sangat baik 81 – 85 3.66

76 – 80 3.33

Baik 71 – 75 3.00

66 – 70 2.66

61 – 65 2.33

Cukup baik

56 – 60 2

51 – 55 1.66

46 – 50 1.33

Kurang baik 0 – 45 1.00

[image:61.612.210.462.412.664.2]
(62)

b. Nilai persentase sikap percaya diri siswa secara klasikal

diperoleh dengan rumus:

P = x 100

Tabel 4. Kriteria Sikap Percaya Diri Siswa Secara Klasikal dalam Satuan Persen(%)

Siswa Percaya Diri (%) Arti

≥ 80 Sangat baik

60 – 79 Baik

40 – 59 Cukup baik

20 – 39 Kurang baik

≤ 20 Sangat kurang Poerwanti (2008: 7.8)

c. Nilai kinerja guru diperoleh dengan rumus:

N = x 100

Keterangan:

N = nilai yang dicari atau diharapkan

R = skor mentah yang diperoleh

SM = s

Gambar

Tabel 1. Sintaks PBL dan Prilaku Guru yang Relevan
Gambar 1. Prosedur Berpikir Kritis menurut Kauchak dalam Dede   Rosyada (2004: 170)
Tabel 2. Indikator Sikap Percaya Diri
Gambar 2. Siklus PTK.Prosedur PTK Sunyono (2009: 24).
+6

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan gambar Linesplan yang dapat dilihat pada Gambar yang sudah di desain, maka dilanjutkan dengan pembuatan General Arrangement untuk merencakan ruangan

Richardus Adelbertus Bala Ujan. Pemahaman Konsep Matematis Siswa dalam Menyelesaikan Masalah Matematika Pada Pokok Bahasan Bangun Datar Segi Empat Kelas VII di SMP Budi

manusia prophet dapat bekerja dengan baik karena setiap node memiliki nilai probabilitas bertemu.

bank advancing funds to meet payments to Canadia..r1 suppliers will also be reimbursed by Canada from the development

Identifikasi bahan dilakukan dengan menganalisis kadar pro ksimat untuk pati ganyong termodifikasi hasil optimasi pada tahap pertama, dilakukan juga analis is proksimat

Situasi yang menjadi potensi konflik adalah ditengah meningkatnya kemerdekaan berfikir tentang agama yang notabenenya menghasilkan juga progress pemahaman yang

[r]

Dan juga pada kesempatan ini penulis pun menggunakan program aplikasi tersebut untuk membuat sebuah iklan animasi sebuah produk minuman kaleng yang di kemas rapi dan di susun