• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH TERHADAP PERILAKU RELIGIUS PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMPNEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TP. 2012/2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH TERHADAP PERILAKU RELIGIUS PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMPNEGERI 12 BANDAR LAMPUNG TP. 2012/2013"

Copied!
46
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH IMPLEMENTASI PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH TERHADAP PERILAKU RELIGIUS

PESERTA DIDIK KELAS VII DI SMPNEGERI 12 BANDAR LAMPUNG

TP. 2012/2013

Oleh

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan bagaimanakah pengaruh implementasi pendidikan karakter di sekolah terhadap perilaku religius peserta didik kelas VII di SMP Negeri 12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kuantitatif dengan teknik pengumpulan data menggunakan angket, sampel penelitian ini berjumlah 51 responden, teknik analisa data menggunakan rumus Chi Kuadrat.

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa 1. Implementasi pendidikan karakter masuk kategori kurang terlaksana (49,1%) 2. Perilaku religius masuk kategori baik (50,9%) 3. Memiliki tingkat keeratan yang sedang (0,55%). Artinya implementasi pendidikan karakter di sekolah kurang terlaksana dengan baik tetapi perilaku religius peserta didik masuk kategori baik, hal ini terjadi mungkin karena faktor lain seperti guru menyisipkan pesan moral dan religius dalam proses pembelajarannya.

(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha membina kepribadian dan kemajuan manusia

baik fisik maupun moril, sehingga pendidikan memiliki peranan penting dalam

kehidupan manusia khususnya menjadikan manusia yang lebih bermanfaat dan

berkualitas. Pendidikan juga dapat memajukan bangsa dan berguna untuk

mengubah bangsa agar mampu bersaing diranah internasional. Melalui

pendidikan maka suatu bangsa dapat berdiri kokoh di tengah-tengah globalisasi

dunia. Dalam pasal 2 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No.

20 TH. 2003) dijelaskan bahwa :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Berangkat dari hal tersebut di atas, secara formal upaya menyiapkan kondisi,

sarana/prasarana, kegiatan, pendidikan, dan kurikulum yang mengarah kepada

pembentukan watak dan budi pekerti generasi muda bangsa memiliki landasan

yuridis yang kuat. Namun, hal tersebut baru disadari ketika terjadi krisis akhlak

yang menerpa semua lapisan masyarakat. Termasuk juga pada anak-anak usia

sekolah. Untuk mencegah lebih parahnya krisis akhlak, kini upaya tersebut

(3)

2

pendidikan karakter bangsa di sekolah, para pakar berbeda pendapat.

Setidaknya ada tiga pendapat yang berkembang. Pertama, bahwa pendidikan

karakter bangsa diberikan berdiri sendiri sebagai suatu mata pelajaran.

Pendapat kedua, pendidikan karakter bangsa diberikan secara terintegrasi

dalam mata pelajaran PKn, pendidikan agama, dan mata pelajaran lain yang

relevan. Pendapat ketiga, pendidikan karakter bangsa terintegrasi ke dalam

semua mata pelajaran.

Pendidikan yang bermutu merupakan syarat utama untuk mewujudkan

kehidupan bangsa yang maju, adil dan sejahtera. Sejarah perkembangan dan

pembangunan bangsa-bangsa mengajarkan pada kita bahwa bangsa yang maju,

modern, makmur, dan sejahtera adalah bangsa yang memiliki sistem dan

praktek pendidikan yang bermutu. Dengan demikian pendidikan memiliki

peran yang sangat penting, bukan hanya menghasilkan warga belajar dengan

prestasi tinggi tetapi mampu melahirkan generasi baru yang memiliki karakter

yang baik dan bermanfaat bagi masa depan bangsa. Peranaman pendidikan

karakter sudah tidak bisa ditawar untuk diabaikan, terutama pada

pembelajaran di sekolah disamping lingkungan keluarga dan masyarakat.

Pendidikan dianggap belum berkarakter dan belum mampu melahirkan

warga negara yang berkualitas, baik prestasi belajar maupun berperilaku

baik. Bahkan penekanan pembelajaran masih sangat dominan atau fokus

pada penguasaan materi. Bahkan siswa yang akan menempuh ujian

nasional diberi tambahan jam pelajaran, dengan harapan nilai UN tinggi,

(4)

penunjang prestasi siswa. Padahal apabila pembelajaran dilakukan dengan

penerapan pendidikan karakter, maka akan dihasilkan insan yang cendekia

dan bernurani. Dengan istilah lain bahwa melalui pendidikan karakter yang

positif diharapkan menghasilkan siswa yang bertaqwa kepada Tuhan Yang

Maha Esa, beriman, berprestasi, disiplin, tanggung jawab, sopan, berakhlak

mulia, kreatif, mandiri. Sehingga pendidikan karakter mempunyai andil yang

sangat besar dan sudah sangat penting untuk dicanangkan sebagai bagian

pembentukan akhlak bagi pelajar Indonesia.

Pendidikan karakter adalah pendidikan yang melibatkan aspek

pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Suyanto (2010) pembentukan karakter merupakan salah satu

tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan

bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan

potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak

mulia. Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan

tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga

berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi

bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai

luhur bangsa serta agama.

Pendidikan karakter dalam menjalankan fungsinya adalah sebagai salah satu

sarana untuk mempersiapkan generasi yang akan datang, yang sedang

(5)

4

pendidikan karakter ini merupakan sesuatu yang sangat urgen dan perlu

diperhatikan serta dikembangkan sebaik mungkin.

Salah satu peran pendidikan karakter yang sangat penting adalah menentukan

seseorang dalam perilaku religiusnya. Oleh karena itu menjadi tantangan

dunia pendidikan untuk mengintegrasikan pendidikan karakter pada setiap

mata pelajaran terpadu, agar mampu menyiapkan SDM yang berperilaku

religius. Pengajaran agama bagi peserta didik, khususnya di sekolah-sekolah

umum seperti SD, SMP, SMA dan SMK, bila mengacu pada kurikulum tingkat

satuan pendidikan (KSTP), dirasakan adanya kekurangan jam pelajaran.

Masalah inilah yang kemudian dianggap sebagai penyebab utama kekurangan

peserta didik memahami, mengahayati dan mengamalkan ajaran agama. Dari

kekurangan inlah pada akhirnya peserta didik tidak mampu membentengi

dirinya dari berbagai pengaruh negatif. Hal ini terlihat jelas, karena masih

banyak peserta didik di sekolah yang berperilaku kurang baik.

Implementasi pendidikan karakter sudah lama diterapkan pada dunia

pendidikan, namun pelaksanaannya masih dirasakan kurang atau lemah dalam

pembentukan karakter dan penanaman nilai-nilai religius peserta didik.

Kelemahan itu bisa dilihat dari kenakalan remaja, seperti pergaulan bebas,

siswa mengkonsumsi narkoba, tawuran antar pelajar, mencontek, bolos sekolah

dan berbagai hal negatif lainnya yang terjadi di dunia pendidikan. Hal tersebut

merupakan contoh cerminan lunturnya karakter bangsa Indonesia. Oleh sebab

itu, penanaman nilai karakter anak selain dilakukan dalam lingkungan keluarga

(6)

seorang anak tidak mengenal dan memahami nilai karakter bangsa maka akan

berakibat pada kemerosotan nilai bangsa itu sendiri.

Berikut data pelanggaran peserta didik yang tidak sesuai dengan perilaku

religus.

Tabel 1. Data Pelanggaran Peserta Didik Kelas VII SMP N 12 Bandar Lampung (Semester Genap) Tahun Pelajaran 2012/2013

No Keterangan Kelas JUMLAH

Sumber : Guru BK SMP N 12 Bandar Lampung

Berdasarkan data di atas, pelanggaran yang banyak dilakukan siswa adalah

tidak mengikuti kegiatan keagamaan. Menurut pengamatan penulis dari

penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, ternyata alasan siswa melakukan

pelanggaran tersebut dikarenakan malas, kurangnya informasi, dan

menganggap bahwa kegiatan keagamaan yang sering diadakan oleh sekolah

terkesan membosankan sehingga hal tersebut memicu siswa untuk tidak

(7)

6

diberikan sekolah kepada siswa yang melanggar sehingga pelanggaran

semacam itu sering dilakukan berulang-ulang.

Mengingat pendidikan karakter dan perilaku religius merupakan hal yang

mendasari dalam rangka membentengi arus globalisasi, maka penulis

menganggap perlu untuk melakukan penelitian yang berjudul pengaruh

Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius

Peserta Didik Kelas VII DI SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran

2012/2013.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka masalah yang dapat diidentifikasi

adalah sebagai berikut:

1. Efektifitas pendidikan karakter yang dinilai tidak efektif.

2. Pemahaman guru dan siswa terhadap pendidikan karakter dinilai masih

rendah.

3. Tingkat kesadaran siswa yang masih rendah dalam menerapkan perilaku

religius.

4. Program sekolah belum memenuhi standar yang baik dalam melaksanakan

kegiatan bernuansa religi.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, agar penelitian ini tidak terlalu luas

jangkauannya, maka peneliti membatasi masalah yang diteliti, yaitu :

(8)

Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun

Pelajaran 2012/2013.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah

bagaimanakah pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di Sekolah

Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12

Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk

menjelaskan dan mengetahui adanya pengaruh Implementasi Pendidikan

Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII

Di SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoritis

Secara teoretis kegunaan penelitian tentang pengaruh Implementasi

Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta

Didik Kelas VII Di SMP Negeri 12 adalah untuk mengembangkan

konsep-konsep ilmu pendidikan yang termasuk kedalam ruang lingkup

pendidikan kewarganegaraan yang mengkaji tentang upaya

(9)

8

b. Kegunaan Praktis

Kegunaan penelitian secara praktis dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai informasi bagi dinas

pendidikan dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan di

Indonesia.

2. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi

Sekolah/Lembagapendidikan agar berperan untuk meningkatkan

sumber daya manusia yang berkompeten.

3. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi guru untuk

memberikan contoh yang baik aar dapat dijadikan teladan oleh

peserta didik.

4. Hasil penelitian dapat dijadikan masukan bagi siswa dalam

membentuk kepribadian sesuai dengan akhlak yang baik .

F. Ruang Lingkup Penelitian 1. Ruang Lingkup Ilmu

Ruang lingkup ilmu ini adalah ilmu pendidikan khususnya pendidikan

kewarganegaraan yang berhubungan dengan pengaruh Implementasi

Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik.

2. Ruang Lingkup Subyek

Ruang lingkup subyek dalam penelitian ini adalah para siswa kelas VII Di

(10)

3. Ruang Lingkup Obyek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah pengaruh Implementasi

Pendidikan Karakter Di Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik

Kelas VII DI SMP Negeri 12.

4. Ruang Lingkup Wilayah

Ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini adalah SMP Negeri 12 Bandar

Lampung.

5. Ruang Lingkup Waktu

Waktu dalam pelaksanaan penelitian ini adalah sejak dikeluarkannya surat

izin penelitian pendahuluan tanggal 6 februari 2013 oleh Dekan Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai dengan

(11)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Deskripsi Teoritis

1. Tinjauan Tentang Implementasi Pendidikan Karakter a. Pengertian Implementasi

Secara etimologis pengertian implementasi menurut Kamus Webster yang

dikutip oleh Solichin Abdul Wahab adalah:

“Konsep implementasi berasal dari bahasa inggris yaitu to implement. Dalam kamus besar webster, to implement (mengimplementasikan) berati to provide the means for carrying out (menyediakan sarana untuk melaksanakan sesuatu) dan to give practical effect to (untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu)” (Webster dalam Wahab, 2005:64).

Implementasi berasal dari bahasa Inggris yaitu to implement yang berarti

mengimplementasikan. Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk

melaksanakan sesuatu yang menimbulkan dampak atau akibat terhadap

sesuatu. Sesuatu tersebut dilakukan untuk menimbulkan dampak atau

akibat itu dapat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan

peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah

dalam kehidupan kenegaraan.

Menurut Susilo (2007:174) implementasi merupakan suatu penerapan ide,

(12)

memberikan dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, ketrampilan

maupun nilai, dan sikap.

Sementara itu, Lester dan Stewart dalam Agustino (2007:146) menyatakan

bahwa implementasi sebagai suatu proses dan suatu hasil (output) keberhasilan suatu implementasi dapat diukur atau dilihat dari proses dan

pencapaian tujuan hasil akhir (output) yaitu tercapai atau tidaknya tujuan-tujuan yang ingin diraih.

Kemudian menurut Grindle dalam Agustino (2007:154) mengutarakan

tentang keberhasilan tentang keberhasilan dari implementasi diantaranya

sebagai berikut pengukuran keberhasilan implementasi dapat dilihat dari

prosesnya dengan mempertanyakan apakah pelaksanaan program sesuai

dengan yang telah ditentukan dan apakah tujuan program tersebut tercapai.

Berdasarkan pendapat di atas dapat dikatakankan bahwa implementasi

merupakan suatu proses yang dinamis, dimana pelaksana kebijakan

melakukan suatu aktivitas atau kegiatan sehingga pada akhirnya akan

mendapatkan suatu hasil yang sesuai dengan tujuan atau sasaran kebijakan

itu sendiri.

b. Pengertian Pendidikan Karakter

Menurut Nurul Zuriah (2008: 53-57) dalam buku Pendidikan Moral &

Budi Pekerti Dalam Perspektif Perubahan, pendidikan karakter sering

disamakan dengan pendidikan budi pekerti.

(13)

12

menghayati nilai-nilai dan keyakinan masyarakat sebagai kekuatan moral dalam hidupnya melalui kejujuran, dapat dipercaya, disiplin, dan kerja sama yang menekankan ranah afektif(perasaan dan sikap) tanpa meninggalkan ranah kognitif (berpikir rasional) dan ranah skill/psikomotorik (keterampilan, terampil mengolah data, mengemukakan pendapat, dan kerja sama).

Menurut Thomas Lickona dalam Heri Gunawan (2012:23) menyebutkan

bahwa “pendidikan untuk membentuk kepribadian seseorang melalui

pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat dalam tindakan nyata

seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung jawab,

menghormati hak orang lain, kerja keras, dan sebagainya”.

Menurut Ramli dalam Heri Gunawan (2012:23) pendidikan karakter

adalah segala sesuatu yang dilakukan guru, yang mampu mempengarui

karakter peserta didik. Guru membantu membentuk watak peserta didik.

Hal ini mencangkup keteladanan bagaimana prilaku guru, cara guru

berbicara atau menyampaikan materi, bagaimana guru bertoleransi, dan

bagaimana hal terkait lainnya.

Pandangan lain tentang karakter yang dikemukakan oleh Kusuma

(2007:80) sebagai berikut:

Istialah karakter dianggap sama dengan kepribadian, kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari seseorang yang bersumber dari bentuk-bentukan yang diterima dari lingkungan. Istilah karakter juga dipahami oleh seseorang yang memiliki kepribadian, seseorang dipandang memiliki karakter atau tidak memiliki karakter atau karakter disamakan dengan kepribadian.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa karakter adalah

sifat khas yang terpatri pada diri seseorang, diwujudkan melalui nilai-nilai

(14)

kehidupan sehari-hari. Seseorang dapat dikatakan berkarakter atau

berwatak jika telah berhasil menyerap nilai dan keyakinan yang

dikehendaki masyarakat serta digunakan sebagai kekuatan moral dalam

hidupnya.

c. Implementasi Pendidikan Karakter

Pemahaman mengenai arti implementasi pendidikan karakter akan ikut

menentukan isi pendidikan. Implementasi pendidkan karakter untuk

menjadikan seseorang bermoral, maka isi pendidikan merupakan pilihan

yang beranggapan paling tepat dalam mengantarkan seseorang hidup

bermasyarakat.

Menurut paham ahli pendidikan karakter, jika tujuan pendidikan karakter

akan mengarahkan seseorang menjadi berkarakter, yang penting adalah

bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tujuan hidup

bermasyarakat (Dreeben, 1968) . Oleh karena itu, dalam tahap awal perlu

dilakukan pengondisian pendidikan karakter yang melibatkan aspek

pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). 1. Pengetahuan (cognitive)

Secara sederhana dalam perkembangan aspek pengetahuan tahap

pemikiran itu dapat dilihat dari beberapa hal yang dapat mempengaruhi

pendidikan karakter. Pada tahap ini dalam penanaman nilai karakter,

anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik

dan tidak baik. Dari sini dapat dimengerti bahwa dalam penanaman

nilai budi pekerti pada anak perlu dimulai dari suatu yang konkret,

(15)

14

lebih ditekankan praktik dan pengalaman nyata, sedangkan pada usia

selanjutnya dengan penyadaran kognitif dan pengertian. Pada anak kecil

harus diberi banyak latihan, praktik dan dihadapkan pada kenyataan

kongkret. Misalnya, melatih penghargaan terhadap orang lain melalui

latihan memberikan pujian, hadiah, dan lain-lain. Sedangkan pada umur

yang lebih tua akan dijelaskan apa maksud dari penghargaan. Pada anak

yang semakin besar, semakin ditanamkan nilai sosialitas.

2. Perasaan (feeling)

Perasaan adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan

keadaan yang dialami orang lain. Perasaan ini penting sebagai bagian

dalam proses penanaman nilai hidup. Untuk sampai pada kemampuan

ini orang harus mempunyai kesadaran dan pemahaman terlebih dahulu.

Hubungan menjadi lebih baik karena adanya penghayatan akan

perasaan orang lain.

3. Tindakan (action)

Tidakan merupakan gabungan kemampuan emosional dan sosial.

Seseorang akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam

kehidupan karena biasanya orang tersebut mempunyai kesadaran akan

emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu

tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan

yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan baik

dan kontrol dirinya sangat kuat. Suatu tindakan mempunyai peranan

yang sangat besar, dan proses pembentukannya pun bukan ditentukan

(16)

pengasuhan di dalam keluarga dan proses pendidikan di sekolah serta

lingkungan sosialnya. Orang tua dan sekolah yang menekankan sistem

pendidikan dengan model memberi kesempatan anak untuk mengatur

dirinya serta model membimbing anak dalam setiap aktivitasnya akan

melahirkan anak-anak yang mandiri, imajinatif dan mudah

menyesuaikan dirinya.

d. Nilai-nilai Pendidikan Karakter

Secara umum telah kita ketahui bahwa nilai adalah sesuatu yang berharga

dan berguna bagi kehidupan manusia. Namun nilai yang dimaksud dalam

karakter ini dapat dikatakan sebagai keyakinan seseorang dalam

menentukan pilihan. Seperti yang dikemukakan oleh Gordon Allfort

seorang ahli psikologi kepribadian sebagaimana dikutip oleh Mulyana

(2004:9) “nilai adalah keyakinan yang membuat seseorang bertindak atas

dasar pilihannya. Allfort menetapkan keyakinan pada posisi yang lebih

tinggi, ketimbang hasrat, motif, sikap keinginan dan kebutuhan”.

Selanjutnya, menurut Richard Eyre dan Linda (1995) dalam Heri Gunawan

(2012 : 31) menyebutkan bahwa :

(17)

16

Menurut Heri Gunawan (2012 : 31) “nilai adalah merupakan rujukan untuk

bertindak. Nilai merupakan standar untuk mempertimbangkan dan meraih

perilaku tentang baik atau tidak baik dilakukan”.

Berdasarkan pendapat di atas, dapat dinyatakan bahwa nilai adalah suatu

keyakinan seseorang yang menjadi pertimbangan sebelum ia bertindak

dalam menentukan pilihannya yang menghasilkan perilaku positif baik

bagi yang menjalankan maupun bagi orang lain.

Ada 18 nilai-nilai dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter

bangsa yang dibuat oleh Diknas. Mulai tahun ajaran 2011, seluruh tingkat

pendidikan di Indonesia harus menyisipkan pendidikan berkarakter

tersebut dalam proses pendidikannya. 18 nilai-nilai dalam pendidikan

karakter menurut Diknas adalah:

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama

yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan

hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

pekerjaan.

3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis,

(18)

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai

ketentuan dan peraturan.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil

baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain

dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan

kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih

mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan

didengar.

10. Semangat Kebangsaan

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

(19)

18

11. Cinta Tanah Air

Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan

kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan

kelompoknya.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat / Komunikatif

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta

menghormati keberhasilan orang lain.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang

memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada

lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya

(20)

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang

lain dan masyarakat yang membutuhkan.

18. Tanggung Jawab

Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan

kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri,

masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan

Yang Maha Esa.

Dilihat dari beberapa point nilai karakter yang dijelaskan, SMP N 12

Bandar Lampung hanya menerapkan 7 nilai karakter sesuai dengan visinya

yaitu : religius, disiplin, menghargai prestasi, cinta damai, cinta tanah air,

peduli lingkungan, dan peduli sosial.

2. Tinjauan Tentang Perilaku Religius a. Pengertian Religius

Secara bahasa ada tiga istilah yang masing-masing kata tersebut memilki

perbedaan arti yakni religi, religiusitas dan religius. Slim (Rasmanah,

2003) mendefenisikan istilah tersebut dari bahasa Inggris. Religi berasal

dari kata religion sebagai bentuk dari kata benda yang berarti agama atau kepercayaan akan adanya sesuatu kekuatan kodrati di atas manusia.

Religiusitas berasal dari kata religiosity yang berarti keshalihan, pengabdian yang besar pada agama. Religiusitas berasal dari

(21)

20

Religiusitas berasal dari bahasa latin “relegare” yang berarti mengikat

secara erat atau ikatan kebersamaan (Mansen, dalam Kaye & Raghavan,

2000). Religiusitas adalah sebuah ekspresi Spiritual seseorang yang

berkaitan dengan sistem keyakinan, nilai, hukum yang berlaku dan ritual

(Kaye & Raghavan, 2000).

Religiusitas merupakna aspek yang telah dihayati oleh individu di dalam

hati, getaran hati nurani pribadi dan sikap personal (Mangunwija, 1986).

Hal serupa juga diungkapkan oleh Glock & Stark (Dister, 1988) mengenai

religiusitas yaitu sikap keberagamaan yang berarti adanya unsur

internalisasi agama ke dalam diri

seseorang.

Definisi lain mengatakan bahwa religiusitas merupakan sebuah proses

untuk mencari sebuah jalan kebenaran yang berhubungan dengan sesuatu

yang sacral (Chatters, 2000). Sedangkan menurut Majid (1992) religiusitas

adalah tingkah laku manusia yang sepenuhnya dibentuk oleh kepercayaan

kepada kegaiban atau alam gaib, yaitu kenyataan-kenyataan supra-empiris.

Manusia melakukan tindakan empiris sebagaimana layaknya tetapi

manusia yang memiliki religiusitas meletakan harga dan makna tindakan

empirisnya dibawah supra-empiris.

Secara mendalam Chaplin (1997) mengatakan bahwa religi merupakan

system yang konfleks yang terdiri dari kepercayaan, keyakinan yang

tercermin dalam sikap dan melaksanakan upacara-upacara keagaman yang

(22)

Berdasarkan definisi yang diungkapakan di atas, dapat diambil kesimpulan

bahwa religius merupakan suatu bentuk hubungan manusia dengan

penciptanya melalui ajaran agama yang sudah terinternalisasi dalam diri

seseorang dan tercermin dalam sikap dan perilakunya sehari-hari.

b. Nilai-nilai (Religiusitas) Agama

Istilah nilai keberagamaan (religius) merupakan istilah yang tidak mudah

untuk diberikan batasan secara pasti. Ini disebabkan karena nilai merupakan

sebuah realitas yang abstrak. Secara etimologi nilai keberagamaan berasal

dari dua kata yakni: nilai dan keberagamaan.

Menurut Gay Hendricks dan Kate Ludeman dalam Ari Ginanjar (2001)

terdapat beberapa perilaku religius yang tampak dalam diri seseorang dalam

menjalankan tugasnya, di antaranya:

a. Kejujuran

Rahasia untuk meraih sukses menurut mereka adalah dengan selalu

berkata jujur. Mereka menyadari, justru ketidakjujuran kepada

pelanggan, orangtua, pemerintah dan masyarakat, pada akhirnya akan

mengakibatkan diri mereka sendiri terjebak dalam kesulitan yang

berlarut-larut. Total dalam kejujuran menjadi solusi, meskipun

kenyataan begitu pahit.

b. Keadilan

Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil

(23)

22

"pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah mengganggu

keseimbangan dunia.

c. Rendah Hati

Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau mendengarkan

pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan atau kehendaknya.

Dia tidak merasa bahwa dirinyalah yang selalu benar mengingat

kebenaran juga selalu ada pada diri orang lain.

d. Bekerja Keras

Mereka mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan

saat itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya.

Mereka menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu

memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja.

e. Disiplin Tinggi

Mereka sangatlah disiplin. Kedisiplinan mereka tumbuh dari semangat

penuh gairah dan kesadaran, bukan berangkat dari keharusan dan

keterpaksaan. Mereka beranggapan bahwa tindakan yang berpegang

teguh pada komitmen untuk diri sendiri dan orang lain adalah hal yang

dapat menumbuhkan energi tingkat tinggi

Dalam kontek pembelajaran, beberapa nilai agama tersebut bukankan

tanggung jawab guru agama semata. Kejujuran tidak hanya disampaikan

lewat mata pelajaran agama saja, tetapi juga lewat mata pelajaran

lainnya. Misalnya seorang guru matematika mengajarkan kejujuran lewat

rumus-rumus pasti yang menggambarkan suatu kondisi yang tidak

(24)

ekonomi bisa menanamkan nilai-nilai keadilan lewat pelajaran ekonomi.

Seseorang akan menerima untung dari suatu usaha yang dikembangkan

sesuai dengan besar kecilnya modal yang ditanamkan.

Budaya religius sekolah adalah cara berfikir dan cara bertindak warga

sekolah yang didasarkan atas nilai-nilai religius (keberagamaan).

Menurut Glock & Stark dalam Muhaimin, ada lima macam dimensi

keberagamaan, yaitu:

a. Dimensi keyakinan yang berisi pengharapan-pengharapan dimana

orang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan

mengakui keberadaan doktrin tersebut.

b. Dimensi praktik agama yang mencakup perilaku pemujaan, ketaatan

dan hal-hal yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen

terhadap agama yang dianutnya.

c. Dimensi pengalaman. Dimensi ini berisikan dan memperhatikan fakta

bahwa semua agama mengandung pengharapan-pengharapan tertentu.

d. Dimensi pengetahuan agama yang mengacu kepada harapan bahwa

orang-orang yang beragama paling tidak memiliki sejumlah minimal

pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci

dan tradisi.

e. Dimensi pengamalan atau konsekuensi. Dimensi ini mengacu pada

identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, praktik, pengalaman,

(25)

24

c. Aplikasi Nilai Religius di Sekolah

Strategi Mewujudkan Budaya Agama di Sekolah Koentjaraningrat dalam

Muhaimin mengatakan bahwa strategi pengembangkan budaya agama

dalam komunitas sekolah, dapat dilakukan dalam tiga tataran, yaitu:

1. Tataran nilai yang dianut.

Pada tataran nilai yang dianut, dirumuskan secara bersama nilai-nilai

agama yang disepakati dan perlu dikembangkan dalam lingkungan

sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen bersama diantara semua

warga sekolah khususnya para siswa terhadap pengembangan nilai-nilai

yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan

horizontal. Nilai-nilai yang bersifat vertikal berwujud hubungan manusia

atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal

berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (halb

min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitar.

2. Tataran praktik keseharian.

Dalam tataran praktik keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah

disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku

keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut

dapat dilakukan melalui tiga tahapan, yaitu: pertama, sosialisasi

nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin

dicapai pada masa mendatang di sekolah. Kedua, penetapan action plan

mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang

(26)

agama yang telah disepakati, Ketiga, pemberian penghargaan terhadap

prestasi warga sekolah.

3. Tataran simbol-simbol budaya.

Dalam tataran simbol-simbol budaya, pengembangan yang perlu

dilakukan adalah mengganti simbol-simbol budaya yang kurang sejalan

dengan ajaran dan nilai-nilai agama dengan simbol budaya yang agamis.

Tujuan utama pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq ialah

keberagamaan peserta didik itu sendiri, bukan terutama pada pemahaman

tentang agama. Dalam hal ini, yang diutamakan pendidikan agama (Islam)

dalam mengembangkan lingkungan berwawasan imtaq bukanhanya

knowing (mengetahui tentang ajaran dan nilai-nilai agama) ataupun doing

(bisa mempraktikan apa yang diketahui) setalah diajarkannya di sekolah,

justru lebih mengutamakanbeing-nya (beragama atau menjalani hidup atas

dasar ajaran dan nilai-nilai agama). Karena itu, pendidikan agama Islam

harus lebih diorientasikan pada tataran moral action, yakni agar peserta

didik tidak hanya berhenti pada tataran kompeten (competence), tetapi

samapi memiliki kemauan (will), dan kebiasaan (habit) dalam mewujudkan

ajaran dan nilai-nilai agama tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun konsep pengembangan lingkungan sekolah berwawasan imtaq

meliputi:

1. Penciptaan Suasana Religius.

Penciptaan suasana religius merupakan upaya untuk mengkondisikan

suasana sekolah dengan nilai-nilai dan perilaku religius (keagamaan).

(27)

26

penciptaan suasana religius, (3) tempat ibadah, (4) dukungan warga

masyarakat.

2. Internalisasi Nilai.

Internalisasi nilai dilakukan dengan memberikan pemahaman tentang

nilai-nilai agama kepada para siswa, terutama tentang tanggung jawab

manusia sebagai pemimpin (khalifah) yang harus arif dan bijaksana.

Internalisasi nilai merupakan suatu proses menanamkan dan

menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri

(self) orang yang bersangkutan, yaitu peserta didik. Penanaman dan

menumbuhkembangkan nilai tersebut dapat dilakukan melalui

pendidikan dan pengajaran. Internalisasi nilai, dapat dirumuskan secara

bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan

dalam lingkungan sekolah, untuk salanjutnya dibangun komitmen

bersama diantara semua warga sekolah khususnya para siswa terhadap

pengembangan nilai-nilai yang telah disepakati. Nilai-nilai tersebut ada

yang bersifat vertikal dan horizontal.

3. Keteladanan.

Anak dalam pertumbuhannya memerlukan contoh. Dalam Islam

percontohan yang diperlukan itu disebut uswah hasanah, atau

keteladanan. Berkait dengan keteladanan ini, persoalan yang biasanya

muncul adalah (1) tidak adanya keteladanan atau disebut krisis

keteladanan, (2) suri tauladan yang jumlahnya banyak justru saling

kontradiktif. Anak juga tidak akan tumbuh secara wajar jika terdapat

(28)

menjadikan kepala sekolah sebagai pemimpin dan guru agama dan

petugas sekolah sebagai figur dan cermin manusia yang berkepribadian

agama. Kepribadian kepala sekolah dalam memimpin sangat

dibutuhkan siswa dalam rangka mengembangkan lingkungan sekolah

berwawasn imtaq melalui keteladanan.

4. Pembiasaan.

Perilaku seseorang tidak lebih dari hasil pembiasaan saja. Oleh karena

itu, anak harus dibiasakan, misalnya dibiasakan mengucapkan salam

tatkala bertemu maupun berpisah dengan orang lain, membaca

basmalahsebelum makan dan mengakhirinya dengan membaca

hamdalah, dibiasakan shalat berjama’ah, serta memperbanyak

silaturrahim,dan sebagainya.

5. Membentuk Sikap dan Perilaku.

Pembentukan sikap dan perilaku siswa berarti proses menanamkan dan

menumbuhkembangkan suatu nilai atau budaya menjadi bagian diri

(self) orang yang bersangkutan. Penanaman dan penumbuhkembangan

nilai tersebut dilakukan melalui berbagai didaktik metodik pendidikan

dan pengajaran. Seperti pendidikan, pengarahan, indoktrinasi,brain

washing dan lain sebagainya. Pembentukan sikap dan perilaku siswa

oleh kepala sekolah sebagai pemimpin dilakukan dengan berbagai

macam cara, misalnya dengan memberikan nasehat kepada siswa dan

adab bertutur kata yang sopan dan bertata krama baik terhadap guru

maupun orang tua. Proses pembentukan sikap dan perilaku siswa tidak

(29)

28

pengetahuan (cognitive) yang secara sederhana penanaman nilai karakter anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk menemukan nilai yang baik dan tidak baik,

perasaan (feeling) yaitu kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain, dan tindakan (action) yaitu gabungan kemampuan emosional dan sosial .

Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun

juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir

generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas

nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan karakter mempunyai peran

yang sangat penting dalam menentukan seseorang dalam perilaku religiusnya.

Oleh karena itu menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan

pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran terpadu, agar mampu

menyiapkan SDM yang berperilaku religius.

Dari uraian diatas, maka kerangka pikir adalah sebagai berikut:

(30)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Kegiatan penelitian berupaya untuk menemukan data yang valid, dan serta

dalam usaha mengadakan analisa secara logis rasional diperlukan

langkah-langkah pengkajian dengan menggunakan metode penelitian agar tujuan

penelitian dapat tercapai seperti yang diharapkan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif

kuantitatif, yaitu dimana suatu metode penelitian yang bertujuan

menggambarkan dan memaparkan secara tepat keadaan tertentu dalam

masyarakat. Metode deskriptif adalah suatu penyelidikan yang bertujuan

untuk menggambarkan atau menunjukkan keadaan seseorang, lembaga atau

masyarakat tertentu pada masa sekarang ini berdasarkan pada faktor-faktor

yang nampak saja (surface factor) di dalam situasi yang diselidikinya.

Mohamad Ali ( 1985 : 120 ) menjelaskan bahwa:

Metode penelitian deskriptif dipergunakan untuk memecahkan masalah atau menjawab masalah yang sedang dihadapi pada situasi sekarang, dilakukan dengan langkah-langkah pengumpulan, klasifikasi, dengan analisis atau pengolahan data, menarik kesimpulan atau melaporkan dengan tujuan untuk membuat gambaran tentang suatu keadaan dengan cara objektif dalam suatu deskripsi situasi.

Berdasarkan pendapat di atas, maka penggunaan metode deskriptif sangat

(31)

30

adalah untuk menjelaskan “Pengaruh Implementasi Pendidikan Karakter Di

Sekolah Terhadap Perilaku Religius Peserta Didik Kelas VII DI SMP Negeri

12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013, dan menggambarkan serta

menganalisis masalah yang ada sesuai kenyataan berdasarkan data-data

dilapangan”.

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Sugiyono (2008 : 117) menyatakan bahwa populasi adalah wilayah

generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya.

Populasi dalam penelitian ini adalah dewan guru dan seluruh peserta didik

kelas VII DI SMP Negeri 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013.

Untuk lebih jelasnya, berikut data populasi yang dijadikan objek dalam

penelitian ini.

Tabel 2. Jumlah Peserta Didik Kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung

No. Kelas Jumlah

1. VII A 36

2. VII B 31

3. VII C 30

4. VII D 33

5. VII E 30

6. VII F 30

7. VII G 34

8. VII H 30

Jumlah 254

(32)

2. Sampel

Sampel merupakan bagian dari populasi yang dijadikan sasaran dalam

penelitian. Menurut Mohammad Ali ( 1987 : 62 ), sampel merupakan

sebagian besar yang diambil dari keseluruhan objek penelitian yang dianggap

mewakili populasi dan pengambilannya menggunakan teknik tertentu.

Menentukan besarnya sampel, peneliti berpedoman pada pendapat Suharsimi

Arikunto (2006 : 144) yaitu sebagai berikut :

Untuk sekedar ancer-ancer, maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih

baik diambil semua sehingga penelitian ini merupakan penelitian populasi.

Selanjutnya bila subjeknya lebih besar dari 100 dapat diambil 10 %-15 %

atau 20 %-25 % atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari :

1. Kemampuan peneliti dilihat dari segi waktu, tenaga dan dana.

2. Sempitnya wilayah pengamatan dari setiap subjek kerena

menyangkut hal banyak sedikitnya data.

3. Besar kecilnya resiko yang ditanggung peneliti.

Berdasarkan pendapat di atas, maka jumlah sampel yang ditetapkan dalam

penelitian ini adalah sebesar 20% dari jumlah populasi. Jumlah populasi

siswa kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung sebanyak 254 siswa. Sehingga

sampelnya adalah 20% x 254 = 50,8 dengan demikian jumlah keseluruhan

sampel dibulatkan menjadi 51 orang.

3. Teknik Sampling

Teknik yang digunakan dalam menetukan sampel penelitian ini adalah

dengan menggunakan sampel random yaitu mencampurkan subjek di dalam

populasi sehingga semua subjek-subjek di dalam populasi dianggap sama

(33)

32

dipilih menjadi sampel (Suharsimin Arikunto 1997 : 120). Untuk mengetahui

berapa besar penelitian sampel ini dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 3. Distribusi Sampel Penelitian di SMPN 12 Bandar Lampung

No Kelas Perhitungan

1. VII A 36 siswa x 20% = 7,2

2. VII B 31 siswa x 20% = 6,2

3. VII C 30 siswa x 20% = 6

4. VII D 33 siswa x 20%= 6,6

5. VII E 30 siswa x 20% = 6

6. VII F 30 siswa x 20%= 6

7. VII G 34 siswa x 20%= 6,8

8. VII H 30 siswa x 20%= 6

Jumlah 50,8 = 254

Sumber : Hasil perhitungan proposional random sampling

C. Variabel Penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 96) “variabel penelitian adalah objek

suatu penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Jadi,

variabel adalah sesuatu yang mempunyai nilai, dan yang menjadi titik

perhatian dalam suatu penelitian.”

a. Variabel Bebas (X)

Variabel bebas dalam penelitian ini ialah Implementasi Pendidikan

Karakter.

b. Variabel Terikat (Y)

(34)

D. Definisi Konseptual dan Definisi Operasional

1. Definisi Konseptual

a. Implementasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang melibatkan aspek

pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas,

namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya

akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan

karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama.

b. Perilaku Religius

Pendidikan karakter mempunyai peran yang sangat penting dalam

menentukan seseorang dalam perilaku religiusnya. Oleh karena itu

menjadi tantangan dunia pendidikan untuk mengintegrasikan

pendidikan karakter pada setiap mata pelajaran terpadu, agar mampu

menyiapkan SDM yang berperilaku religius. Seseorang yang

berperilaku religius mampu menunjukkan sikap sebagai berikut :

kejujuran, keadilan, rendah hati, bekerja efisien dan keseimbangan.

2. Definisi Operasional

Rencana Pengukuran variabel untuk mempermudah pengukuran di

lapangan, maka beberapa konsep dalam penelitian ini perlu

dioperasionalkan, yaitu:

1. Implementasi Pendidikan Karakter ( X ) dengan indikator sebagai

(35)

34

a. pengetahuan (cognitive)

Secara sederhana dalam perkembangan aspek pengetahuan tahap

pemikiran itu dapat dilihat dari beberapa hal yang dapat

mempengaruhi pendidikan karakter. Pada tahap ini dalam

penanaman nilai karakter, anak sudah dapat diajak berdiskusi untuk

menemukan nilai yang baik dan tidak baik.

b. perasaan (feeling)

Perasaan adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan

keadaan yang dialami orang lain. Perasaan ini penting sebagai

bagian dalam proses penanaman nilai hidup.

c. tindakan (action).

Tidakan merupakan gabungan kemampuan emosional dan sosial.

Seseorang akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam

kehidupan karena biasanya orang tersebut mempunyai kesadaran

akan emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya

karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin

mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan

perasaan dengan baik dan kontrol dirinya sangat kuat.

2. Perilaku Religius (Y ) dengan indikator sebagai berikut:

a. Kejujuran

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai

orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan

(36)

b. keadilan

Salah satu skill seseorang yang religius adalah mampu bersikap adil

kepada semua pihak, bahkan saat ia terdesak sekalipun. Meraka

berkata, "pada saat saya berlaku tidak adil, berarti saya telah

mengganggu keseimbangan dunia.

c. rendah hati

Sikap rendah hati merupakan sikap tidak sombong mau

mendengarkan pendapat orang lain dan tidak memaksakan gagasan

atau kehendaknya.

d. bekerja keras

Mampu memusatkan semua perhatian mereka pada pekerjaan saat

itu, dan begitu juga saat mengerjakan pekerjaan selanjutnya. Mereka

menyelesaikan pekerjaannya dengan santai, namun mampu

memusatkan perhatian mereka saat belajar dan bekerja.

e. disiplin tinggi

Kedisiplinan tumbuh dari semangat penuh gairah dan kesadaran,

bukan berangkat dari keharusan dan keterpaksaan.

E. Rencana Pengukuran Variabel

Dalam penelitian ini variabel diukur dengan ketentuan sebagai berikut :

1. Implementasi Pendidikan Karakter (X) :

a. Terlaksana

b. Kurang terlaksana

(37)

36

2. Perilaku Religius (Y) meliputi :

a. Baik

b. Cukup Baik

c. Kurang Baik

F. Teknik Pengumpulan Data 1. Teknik Pokok

Teknik pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Angket

Angket adalah pertanyaan yang dibuat oleh peneliti yang akan diberikan

kepada responden. Metode ini peneliti gunakan dengan tujuan

mengumpulkan data secara langsung dari responden.

Menurut Husaini Usman dan Purnomo Setiadi Akbar (2004: 10) “angket

adalah daftar pernyataan atau pertanyaan yang dikirimkan pada responden

baik secara langsung atau tidak langsung (melalui pos atau perantara)”

Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini penulis menggunakan

angket. Teknik angket adalah teknik pokok yang penulis gunakan untuk

mengumpulkan data dengan cara membuat daftar pertanyaan secara

tertulis yang kemudian diajukan kepada responden.

Dalam penelitian ini bentuk angket yang digunakan adalah angket tertutup.

Setiap item soal memiliki 3 alternatif jawaban terdiri dari A, B, dan C

sehingga responden dengan mudah memilih salah satu diantara jawaban

yang tersedia. Adapun pemberian nilai dengan ketentuan sebagai berikut :

(38)

2. Memilih alternatif B atau jawaban yang kurang dikehendaki diberi skor

2

3. Memilih alternatif C atau jawaban yang tidak dikehendaki diberi skor 1

2. Teknik Penunjang

Teknik penunjang dalam penelitian ini adalah :

a. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian

dengan tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau

pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan

alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Metode

wawancara yang digunakan oleh peneliti bertujuan untuk menunjang hasil

angket yang belum lengkap.

b. Dokumentasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 206) teknik dokumentasi

adalah“mencari data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan,

transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen, rapat, lager,

agenda. Dalam penelitian ini dilakukan dengan cara mengadakan

pencatatan dokumen yang telah ada pada objek penelitian, seperti ;

arsip-arsip, laporan, buku-buku yang menyangkut dengan penelitian ini.”

c. Observasi

Teknik observasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara melakukan

pengamatan secara langsung terhadap objek yang akan diteliti sehingga

(39)

38

G. Validitas Alat Ukur dan Uji Reliabilitas 1. Uji Validitas

Validitas adalah ukuran kevalidan instrument pengumpul data, seperti yang

dikemukakan oleh Suharsimi Arikunto (2006 : 144) bahwa “validitas adalah

suatu ukuran yang menunjukkan tingkat kevalidan suatu instrument.”

Sesuai pendapat di atas, untuk menentukan validitas item, penelitian

menggunakan logikal validity yaitu melalui kontrol langsung terhadap

teori-teori yang melahirkan indikator-indikator dengan cara konsultasi kepada para

pembimbing kemudian dilakukan perbaikan atau revisi sesuai dengan

keperluan.

2. Uji Reliabilitas

Menurut Suharsimi Arikunto (2006 : 170) “uji reliabilitas merupakan suatu

instrumen yang cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrumen tersebut sudah baik sehingga mampu

mengungkap data yang bisa dipercaya”.

Uji reliabilitas angket dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

1. Menyebarkan angket kepada 10 orang di luar responden.

2. Hasil uji coba dikelompokkan dalam belahan ganjil dan genap.

(40)

Keterangan :

rxy : Koefisien korelasi antar gejala x dan y

xy : Product dari gejala x dan y

n : Jumlah sampel. ( Sutrisno Hadi, 1989 : 318 )

4. Untuk reliabilitas angket digunakan rumus Sperman Brown, yaitu :

rxy =

rxy = koefisien reliabilitas seluruh item

rgg = koefisien antara item genap dan ganjil

( Sutrisno Hadi, 1989 : 37 )

5. Adapun hasil perhitungan di masukan dalam kriteria reliabilitas menurut

Manase Malo ( 1989 : 139 ) adalah sebagai berikut :

0,90 – 1,00 = reliabilitas tinggi

0,50 – 0,89 = reliabilitas sedang

0,00 – 0,49 = reliabilitas rendah

H. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik

analisis deskriptif yaitu dengan cara menangkap secara objektif

temuan-temuan dilapangan yang dibantu dengan mempergunakan tabel distribusi

frekuensi untuk kemudian diinterprestasikan dengan kalimat-kalimat atau

(41)

40

Teknik untuk mengolah dan menganalisis data dalam penelitian ini digunakan

rumus Chi kuadrat yaitu:

Kriteria uji hipotesis = adalah H0 ditolak jika hit < tab dengan signifikansi

5 % (Sudjana, 1992 : 280). Untuk menguji hipotesis yang kedua digunakan

tabel kontrol Chi Kuadrat, dengan kriteria uji : H1 diterima jika hit ≥

tab pada taraf signifikansi 5% N : 25. Untuk mengolah dan menganalisis data,

akan digunakan teknik analisis data dengan merumuskan :

(42)

NR : Nilai Terendah

K : Kategori (Sutrisno Hadi, 1996 : 12)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi

: Chi Kuadrat

n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor

diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi

maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

(43)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh

implementasi pendidikan karkter di sekolah terhadap perilaku religius peserta

didik kelas VII di SMPN 12 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2012/2013

maka dapat dilihat bahwa implementasi pendidikan karakter dengan perilaku

religius siswa SMPN12 Bandar Lampung tahun pelajaran 2012/2013 adalah

20 responden (39,2%) menyatakan baik, 23 responden (45,1%) menyatakan

cukup baik, dan sisanya 8 responden (15,7%) menyatakan kurang baik.

Berdasarkan hasil perhitungan ini maka pengaruh implementasi pendidikan

karakter dengan perilaku religius peserta didik SMPN12 Bandar Lampung

tahun pelajaran 2012/2013 masuk ke dalam cukup baik karena sebagian besar

siswa belum memahami konsep dasar pendidikan karakter sehingga siswa

belum sepenuhnya mengaplikasikan perilaku religius dalam kehidupan

sehari-hari .

B. Saran 1. Orang tua

Diharapkan orang tua mampu menerapkan pendidikan kerakter di

(44)

yang baik pada anak serta selalu membiasakan diri untuk berperilaku

religius . Pengalaman interaksi di dalam keluarga akan menentukan pula

pola tingkah laku anak karena dengan menerapkan pendidikan karakter di

lingkungan keluarga maka senantiasa anak akan mengamalkan nilai-nilai

karakter tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

2. Sekolah

Sekolah merupakan lembaga pendidikan setelah keluarga, oleh karena itu

guru diharapkan mampu berperan dan bertanggung jawab dalam

pengembangan pendidikan karakter dengan cara menanamkan nilai-nilai

karakter ke dalam setiap mata pelajaran.

3. Guru

Peran dan tanggung jawab guru sebagai pendidik karakter peserta didik

banyak terfokus pada pembelajaran di kelas untuk itu guru harus menjadi

model dan memberikan keteladanan bagi peserta didik.

4. Peserta didik

Diharapkan peserta didik mampu memahami konsep dasar dari

pendidikan karakter sehingga dengan begitu peserta didik akan terbiasa

untuk menanamkan nilai karakter untuk diterapkan dalam kehidupan

(45)

DAFTAR PUSTAKA

Ancok, D dan Suroso, F. N. 2001. Psikologi Islami,. Yogyakarta : Penerbit Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian (Suatu Pendekatan Praktik). Jakarta: Rineke Cipta.

Caroline, C. 1999. Hubungan antara Religiusitas Dengan Tingkat Penalaran Moral Pada Pelajar Madrasah Mu”Allimat Muhammadiyah Yogyakarta, Yoyakarta: Fakultas Psikologi UGM

Depdiknas. 2003. UU No. 20 Tahun 2003. Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara

Gunawan, Heri. 2012. Pendidikan Karakter Konsep Dan Implementasi. Bandung : Alfabeta.

Hadi, Sutrisno. 1986. Metodologi Research. Fakultas Psikologi UGM. Yogyakarta. 434 Halaman.

Koesoema, Doni A. 2012. Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta : KANISIUS.

Madjid, R. 1997. Islam Kemoderenan dan Ke-Indonesiaan. Bandung : Mizan Pustaka

Majid, Abdul. 2011. Pendidikan Karakter Perspektif Islam. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya

Mangunwijaya, Y. B. 1986. Menumbuhkan Sikap Religiusitas Anak. Jakarta : Gramedia

Nazir, Mohammad. 1999. Metode Penelitian . Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sahlan, Asmaun dan Prasetyo, Teguh Angga. 2012. Desain Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter. Yogyakarta : AR-RUZZ MEDIA.

Sudjana. 1986. Metode Statistika. Tarsito. Bandung. 508 Halaman.

(46)

Susilo, Muhammad Joko. 2007. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan Manajemen Pelaksanaan dan Kesiapan Sekolah Menyongsongnya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Universitas Lampung. 2012. Format Penulisan Karya Ilmiah. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijakan : Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara Edisi Kedua. Jakarta: PT. Bumi Aksara

Gambar

gambar porno
Gambar 1. Kerangka Pikir
Tabel 2. Jumlah Peserta Didik Kelas VII SMPN 12 Bandar Lampung
Tabel 3. Distribusi Sampel Penelitian di SMPN 12 Bandar Lampung

Referensi

Dokumen terkait

Disarankan, seorang penilai melakukan penilaian kinerja guru maksimal lima (5) orang. Dimungkinkan, pengawas sesuai dengan tupoksinya dapat ditugaskan oleh Dinas Pendidikan

Pengaruh kadar polietilen glikol (peg) 400 terhadap Pelepasan natrium diklofenak dari sediaan Transdermal patch type matriks. diklofenak berwarna putih, kaku sampai rapuh

Teknik pengumpulan data berupa dokumentasi penulis gunakan untuk memperkaya data dalam penelitian dengan cara mengumpulkan data, dokumen, hasil laporan penelitian

Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah biaya produksi,penerimaan dan keuntungan usaha pupuk organik CV Agroniaga Mandiri Kecamatan Bintauna Kabupaten Bolaang

Dalam melaksanakan tugas setiap pimpinan satuan organisasi wajib menerapkan prinsip koordinasi, integrasi dan sinkronisasi di lingkungan masing-masing maupun an tar

Artinya makna ini tidak hanya terjadi dalam kreasi sastra saja, melainkan makna konotasi juga dapat diartikan sebagai makna yang terdapat pada kata atau kelompok

Our findings were the following: (1) the lethal effects of toxins dissolved in milk were observed, with T-2 toxin being the most lethal and malathion being the least, (2) except

Lembaga Pendidikan di Kota Salatiga membutuhkan sistem informasi untuk mengelola data Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang diselenggarakan setiap tahunnya. Sistem