• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH SUPLEMENTASI HIDROLISAT BULU AYAM DAN MINERAL ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KADAR VFA SERTA NH3 PADA CAIRAN RUMEN SAPI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENGARUH SUPLEMENTASI HIDROLISAT BULU AYAM DAN MINERAL ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KADAR VFA SERTA NH3 PADA CAIRAN RUMEN SAPI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SUPLEMENTASI HIDROLISAT BULU AYAM DAN MINERAL ORGANIK UNTUK MENINGKATKAN KADAR VFA

SERTA NH3 PADA CAIRAN RUMEN SAPI Oleh

Dhimas Angger Kusuma

Penelitian ini bertujuan: 1) mengoptimalkan pemanfaatan limbah agroindustri melalui suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral organik dalam ransum sebagai upaya meningkatkan kecernaan sapi; 2) mengetahui pengaruh terbaik tingkat pemberian suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral organik dalam ransum terhadap VFA dan NH3 pada cairan rumen sapi.

Penelitian dilaksanakan pada Agustus sampai Oktober 2013, bertempat di

Kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Analisis bahan pakan dan VFA serta NH3 dilaksanakan di Laboratorium Makanan Ternak,

Jurusan Peternakan. Penelitian menggunakan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL) dengan 3 perlakuan dan 3 ulangan. R0 = Ransum Basal, R1 = Ransum basal + 3% hidrolisat bulu ayam, R2 = R1 + Mineral Makro-organik (0,5% Ca organik, 0,04% Mg organik) serta Mineral Mikro-organik (40 ppm Zn organik, 10 ppm Cu organik, 0,10 ppm Se organik, dan 0,30 Cr organik). Data yang diperoleh diuji statistik untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati dengan analisis ragam. Kemudian dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa; suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral makro organik (0,5% Ca organik, 0,04% Mg organik) serta Mineral Mikro-organik (40 ppm Zn organik, 10 ppm Cu organik, 0,10 ppm Se organik, dan 0,30 Cr organik) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap VFA dan NH3

pada cairan rumen sapi.

(2)

ABSTRACT

THE EFFECT OF HIDROLYZED POULTRY FEATHER AND ORGANIC MINERAL SUPPLEMENTATION IN INCREASING VFA AND NH3

VALUE IN RUMEN LIQUID OF COWS By

Dhimas Angger Kusuma

This study aimed: 1) to optimalize the using of agroindustry by product through the hidrolyzed poultry feather and organic mineral supplementation in ration to increase the digestion of cows; 2) to determine the best effect of hidrolyzed poultry feather and organic mineral supplementation level to VFA and NH3 value

in rumen liquid of cows.

This study was conducted in August until October 2013 located in the Stall of Animal Husbandry Department, Faculty of Agriculture Lampung University. The analysis of feed stuff, VFA and NH3 was conducted in Laboratory of Animal

Feed, Animal Husbandry Department. This study used Latin Square Design with 3 treatments and 3 replications. R0 = Bassal Ration, R1 = Bassal Ration + 3% hidrolyzed poultry feather, R2 = R1 + macro-organic Mineral (0,5% organic Ca, 0,04% organic Mg) and macro-organic Mineral (40 ppm organic Zn, 10 ppm organic Cu, 0,10 ppm organic Se, dan 0,30 organic Cr). Data obtained was statistically tested to determine the effect of treatments to the variables observed by variance analysis. Then, it was continued by using Least Significance

Difference on significant level of 5% and or 1%.

The result of this study showed that: the hidrolyzed poultry feather and macro-organic mineral supplementation (0,5% macro-organic Ca, 0,04% macro-organic Mg) and macro-organic Mineral (40 ppm organic Zn, 10 ppm organic Cu, 0,10 ppm

organic Se, dan 0,30 organic Cr) were significantly different (P>0,05) to VFA and NH3 value in rumen liquid of cows.

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandar Jaya, Lampung Tengah pada tanggal 3 Maret 1992, sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari Bapak Mursidi dan Ibu Elfierti.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK Al-Azhar pada tahun 1997, sekolah dasar di SDN 1 Pugungraharjo pada tahun 2003; sekolah menengah pertama di SMP Negeri 1 Sekampung Udik pada tahun 2006; sekolah menengah atas di SMA Ma’arif 3 Sekampung Udik pada tahun 2009. Pada tahun yang sama penulis terdaftar sebagai Mahasiswa Program Studi Peternakan,

Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

(7)

Alhamdulillahirobbil’alamin...

Dengan penuh rasa syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan berkah, rahmat, dan karunia-Nya.

Saya persembahkan maha karya ini sebagai bentuk bakti dan terima kasih kepada:

Kedua orang tua saya, adik saya, keluarga besar serta para sahabat atas segala cinta kasih dan doa-doa tulus yang selalu

tercurah dan senantiasa mengiringi dalam setiap langkah dan perjalanan hidup saya.

Orang-orang yang selalu memotivasi, membantu dan menguatkan dikala sulit sehingga aku dapat menjalani

proses pembelajaran ini hingga akhir.

Serta…

Almamater terkasih yang saya banggakan dan turut serta membentuk diri dan mendewasakanku dalam bersikap,

(8)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan ke hadirat Allah subhanahu wa ta’ala karena hanya atas segala karunia dan rahmat yang diberikan oleh-Nyalah sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

Skripsi dengan judul “Pengaruh Suplementasi Hidrolisat Bulu Ayam dan Mineral Organik Untuk Meningkatkan Kadar VFA serta NH3 Pada Cairan Rumen Sapi“

adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Peternakan di Universitas Lampung.

Dalam kesempatan ini Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., -- selaku Dekan Fakultas Pertanian, Universitas Lampung;

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Muhtarudin, M.S., -- selaku Ketua Jurusan Peternakan dan pembimbing anggota atas bimbingan, saran, dan kritik dalam proses

penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Dr. Ir. Rudy Sutrisna, M.S -- selaku pembimbing utama atas bimbingan, saran, dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

(9)

5. Ibu Ir. Nining Purwaningsih -- selaku Pembimbing Akademik atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran, dan kritik kepada Penulis selama menempuh pendidikan;

6. Bapak dan Ibu Dosen Jurusan Peternakan, atas ilmu yang telah diberikan kepada Penulis selama menempuh pendidikan, serta staff administrasi Jurusan Peternakan;

7. Bapak Mursidi dan Ibu Elfierti serta adikku tersayang, yang telah

memberikan restu, do’a, nasehat, perhatian, kesabaran, kasih sayang, materil serta dukungan yang tiada henti-hentinya sehingga skripsi ini dapat

diselesaikan;

8. Bapak Rajino beserta istri atas bantuan, do’a dan motivasi yang diberikan sehingga dapat terselesaikannya skripsi ini;

9. Alden Imawan Nugroho dan Ziaulkhaq atas tali persahabatan dan kebersamaan yang telah terjalin;

10. Rahdian Martha Wijaya, S. Pt. dan Rezza Kurniawan, S. Pt. teman

seperjuangan yang telah memberikan banyak cerita susah dan senang selama penelitian.

(10)

12. Seluruh kakanda serta adinda baik yang masih menyelesaikan studinya di Jurusan Peternakan dan yang sudah menyelesaikan masa studinya atas dukungan dan arahan yang diberikan;

13. Seluruh pihak yang telah ikut andil dalam menyelesaikan skripsi ini akhir kata, penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, akan tetapi sedikit harapan semoga skripsi yang sederhana ini dapat berguna dan bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.

Bandar Lampung, 12 Juli 2014 Penulis

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan Penelitian ... 3

C. Kegunaan Penelitian... 3

D. Kerangka Pemikiran ... 4

E. Hipotesis ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Sapi ... 7

B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia ... 8

C. Hidrolisat Bulu Ayam ... 10

D. Mineral ... 11

1. Seng (Zn)... ... 13

2. Cuprum (Cu)... ... 14

3. Selenium (Se)... ... 15

4. Kromium (Cr)... ... 15

(12)

6. Magnesium (Mg)... ... 17

E. Produksi Volatile Fatty Acid (VFA) ... 18

F. Produksi Amonia (NH3) ... 20

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

B. Alat dan Bahan Penelitian ... 22

1. Alat Penelitian ... 22

2. Bahan Penelitian ... 22

C. Rancangan Penelitian ... 23

D. Analisis Data ... 23

E. Pelaksanaan Penelitian ... 23

1. Persiapan bahan ransum ... 24

2. Persiapan mineral makro organik (Ca dan Mg) ... 25

3. Persiapan mineral mikro organik (Zn, Cu, Se, dan Cr) ... 26

F. Persiapan Hidrolisat Bulu Ayam ... 27

G. Pengambilan Cairan Rumen ... 28

H. Peubah yang Diamati ... 29

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengaruh Perlakuan terhadap Volatile Fatty Acid (VFA) Cairan Rumen Sapi ... 32

(13)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan ... 37

B. Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1.Kebutuhan mineral pada ternak ... 12

2.Kandungan bahan penyusun ransum basal ... 24

3.Komposisi dan kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R0 ... 24

4.Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R1 ... 25

5.Komposisi dan kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R2 ... 25

6.Data kadar VFA cairan rumen sapi penelitian ... 32

7.Data kadar NH3 cairan rumen sapi penelitian ... 35

8.Pelaksanaan kegiatan penelitian... 44

9.Pelaksanaan penelitian ... 44

10.Tata letak percobaan ... 44

11.Data kadar VFA isi rumen ... 45

12.Analisis ragam kadar VFA isi rumen ... 45

13.Data kadar NH3 isi rumen ... 45

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA pada

ruminansia .... ... 19

2.Proses metabolisme protein dalam rumen ternak ruminansia ... 21

3.Skema pembuatan bulu ayam terhidrolisat ... 28

4.Pembuatan hidrolisat bulu ayam ... 28

(16)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah limbah tidak dapat lepas dari adanya aktifitas industri, termasuk industri ternak ayam pedaging. Semakin meningkat sektor industri maka taraf hidup masyarakat meningkat pula. Namun, perlu dipikirkan efek samping yang

ditimbulkan berupa limbah, yang merupakan hasil samping dari suatu usaha atau kegiatan. Dampak yang ditimbulkan dari limbah bulu ayam begitu besar terutama bagi kesehatan masyarakat, karena limbah bulu ayam yang berserakan di

lingkungan rumah potong ayam, menimbulkan bau yang tidak sedap dan merupakan sumber penyebaran penyakit. Salah satu alternatif yang dapat dikembangkan meminimalisasi dampak limbah bulu ayam di lingkungan yaitu dengan pemanfaatan limbah sebagai pakan ternak (Imansyah, 2006).

Bulu ayam merupakan limbah yang berpotensi untuk dimanfaatkan, karena masih memiliki kandungan nutrisi protein yang sangat tinggi. Bulu ayam mempunyai kandungan protein kasar sebesar 80—91% dari bahan kering, melebihi kandungan protein kasar bungkil kedelai (42,5%) dan tepung ikan (66,2%) (Adiati dan

Puastuti, 2004).

(17)

2

pembatas merupakan teknologi yang dapat dimanfaatkan. Mineral yang dipadukan dengan asam amino pembatas seperti lisin dapat merupakan solusi karena peran gandanya sebagai suplai asam amino pembatas dan mineral esensial. Perpaduan penelitian penggunaan asam amino pembatas, mineral organik dan limbah agroindustri sangat perlu dilakukan untuk mendapatkan optimalisasi pemanfaatan limbah agroindustri pada ternak ruminansia.

Bioproses dalam rumen dan pasca rumen juga harus didukung kecukupan mineral makro dan mikro. Mineral-mineral ini berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan metabolisme zat-zat makanan. Mineral mikro dan makro di dalam alat pencernaan ternak dapat saling berinteraksi positif atau negatif dan faktor lainnya seperti asam fitat, serat kasar, dan zat-zat lainnya dapat

menurunkan ketersediaan mineral. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaannya sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak (Muhtarudin et al., 2003).

(18)

3

Asam lemak terbang (VFA) adalah produk akhir fermentasi dalam rumen. Senyawa VFA merupakan sumber utama sebagai penyedia energi dan karbon untuk pertumbuhan ternak inang dan mempertahankan kehidupan mikroorganisme di dalam rumen (Hungate,1966). Amonia adalah sumber nitrogen utama untuk sintesis protein mikroba. Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urine dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva.

B. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. mengoptimalkan pemanfaatan limbah agroindustri melalui suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral organik dalam ransum sebagai upaya meningkatkan kecernaan sapi;

2. mengetahui perlakuan terbaik pemberian suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral organik dalam ransum terhadap VFA dan NH3 pada cairan rumen

sapi.

C. Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada para peternak serta pihak-pihak untuk pencapaian swasembada daging serta masyarakat

(19)

4

D. Kerangka Pemikiran

Produktifitas ternak yang tinggi diperlukan berbagai unsur – unsur mikro seperti vitamin dan mineral. Peningkatan produktifitas ternak sapi dapat dilakukan dengan cara manajemen pakan yang baik dan pemanfaatan limbah agroindustri secara maksimal yang didukung dengan teknologi pengolahan pakan, serta suplementasi bahan-bahan yang dapat memacu pertumbuhan ternak.

Pakan adalah faktor yang paling besar mempengaruhi produktitifitas ternak, dan 60% dari biaya produksi berasal dari pakan (Williamson dan Payne, 1993). Pemberian pakan ruminansia harus memenuhi kebutuhan nutrien ternak, menjaga kondisi optimum cairan rumen untuk proses fermentasi, dan mensuplai nutrien bagi pertumbuhan mikroba rumen. Nutrien yang cukup bagi pertumbuhan

mikroba rumen mempengaruhi proses pencernaan di dalam rumen. Pasokan asam amino pembatas yang dilindungi dari degradasi dalam rumen perlu dilakukan agar pemanfaatan pakan serta pencernaan pasca rumen tersebut optimal.

Asam amino bersulfur dan asam amino bercabang (brain chain amino acid/BCAA) merupakan asam amino yang dibutuhkan, pembatas dalam

optimalisasi bioproses rumen dan asam amino lisin, treonin, serta metionin merupakan asam amino pembatas pada optimalisasi pascarumen. Suplementasi BCAA, asam amino bersulfur, serta treonin memacu pertumbuhan bakteri

(20)

5

81,0% (NRC, 1988). Protein bulu ayam terikat oleh ikatan keratin, sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan oleh ternak. Pengolahan secara kimiawi dapat dilakukan dengan hidrolisis menggunakan HCl 12% atau NaOH 3--6% dan secara fisik dapat dilakukan dengan tekanan 3 bar dan suhu 150˚C. Pengolahan yang dipilih yaitu hidrolisis menggunakan HCl 12%, dengan pertimbangan produksi NH3 tertinggi dan kerusakan asam amino yang seminimal

mungkin (Muhtarudin et al., 2001; Wahyuni et al., 2001). Asam amino lisin merupakan asam amino pembatas karena ketersediaannya di bahan pakan kurang, sehingga diperlukan penambahan atau bahan pakan sumber lisin. Hidrolisat bulu ayam merupakan sumber lisin dan ketersediaannya tinggi (Klemesrud et al., 1998; Muhtarudin 2002).

Mineral berperan dalam optimalisasi bioproses dalam rumen dan pascarumen, metabolisme zat-zat makanan, dan pertumbuhan mikroba rumen. Pemberian mineral dalam bentuk organik dapat meningkatkan ketersediaan mineral sehingga dapat lebih tinggi diserap dalam tubuh ternak. Penentuan jumlah penggunaan mineral mikro dan makro organik dalam ransum diharapkan dapat

mengoptimalkan bioproses dalam rumen (pertumbuhan mikroba meningkat) dan pascarumen (penyerapan zat makanan meningkat) serta metabolisme zat-zat makanan lebih baik (metabolisme protein, karbohidrat, dan mineral serta zat lainnya meningkat) sehingga berimplikasi positif terhadap pertumbuhan ternak ruminansia.

(21)

6

lemak menjadi VFA, NH3, gas CO2 dan metan. Hasil pencernaan fermentatif

berupa VFA, NH3, dan air diserap sebagian di rumen dan sebagian lagi di

omasum. Selanjutnya, pakan yang tidak tercerna disalurkan ke abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim--enzim pencernaan sama seperti yang terjadi pada hewan monogastrik (Sutardi, 1980).

E. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah

1) terdapat pengaruh penggunaan limbah agroindustri melalui suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral organik terhadap kandungan VFA serta NH3

pada isi rumen sapi;

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Sapi

Sapi potong merupakan sapi yang dipelihara dengan tujuan utama sebagai penghasil daging. Sapi potong biasa disebut sebagai sapi tipe pedaging. Adapun ciri-ciri sapi pedaging adalah tubuh besar, berbentuk persegi empat atau balok, kualitas dagingnya maksimum, laju pertumbuhan cepat, cepat mencapai dewasa, efisiensi pakannya tinggi, dan mudah dipasarkan (Santosa, 1995). Menurut Abidin (2006) sapi potong adalah jenis sapi khusus dipelihara untuk digemukkan karena karakteristiknya, seperti tingkat pertumbuhan cepat dan kualitas daging cukup baik. Sapi-sapi ini umumnya dijadikan sebagai sapi bakalan, dipelihara secara intensif selama beberapa bulan, sehingga diperoleh pertambahan bobot badan ideal untuk dipotong.

Sistem pemeliharaan sapi potong dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu sistem pemeliharaan ekstensif, semi intensif dan intensif. Sistem ekstensif semua

aktivitasnya dilakukan di padang penggembalaan yang sama. Sistem semi intensif adalah memelihara sapi untuk digemukkan dengan cara digembalakan dan pakan disediakan oleh peternak, atau gabungan dari sistem ekstensif dan intensif. Sementara sistem intensif adalah pemeliharaan sapi-sapi dengan cara

(23)

8 atau jantan kastrasi, umur sebaiknya 1,5--2,5 tahun atau giginya sudah poel satu, mata bersinar, kulit lentur, sehat, nafsu makan baik, bentuk badan persegi

panjang, dada lebar dan dalam, temperamen tenang, dari bangsa yang mudah beradaptasi dan berasal dari keturunan genetik yang baik (Ngadiyono, 2007).

B. Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia

Pencernaan adalah rangkaian proses perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan makanan di dalam saluran pencernaan ternak ruminansia. Proses

pencernaan makanan relatif lebih kompleks bila dibandingkan dengan pencernaan pada jenis ternak non ruminansia. Menurut Sutardi (1980), proses pencernaan ternak ruminansia terjadi secara mekanis (di dalam mulut), secara fermentatif (oleh enzim-enzim yang berasal dari mikroba rumen), dan secara hidrolitis (oleh enzim-enzim pencernaan). Menurut Church (1979), pencernaan fermentatif pada ternak ruminansia terjadi di dalam rumen (retikulo-rumen) berupa perubahan-perubahan senyawa tertentu menjadi senyawa lain yang sama sekali berbeda dari molekul zat makanan asalnya.

(24)

9 Pakan berserat (hijauan) yang dimakan oleh ternak untuk sementara ditahan dalam rumen. Pada waktu ternak tersebut beristirahat, pakan yang ada di dalam rumen lalu dikembalikan ke mulut (proses regurgitasi) untuk dikunyah kembali

(remastikasi) kemudian pakan ditelan kembali (proses redeglutasi). Selanjutnya pakan tersebut dicerna oleh enzim-enzim mikroba rumen (mikrobial attack). Ukuran rumen dan retikulo sangat besar, dapat mencapai 15--22% dari bobot tubuh ternak (Sutardi, 1981). Jumlah tersebut meliputi sekitar 75% dari seluruh volume organ pencernaan ruminansia.

Pada ternak ruminansia, bakteri dan protozoa lebih berperan dalam memecah bahan pakan. Terutama jenis bahan pakan berserat kasar tinggi yang tidak mampu dipecah dengan baik oleh saluran pencernaan ternak non-ruminansia. Arora (1995), menyatakan bahwa di dalam rumen terdapat mikroorganisme yang dikenal dengan mikroba rumen. Melalui mikroba ini, maka bahan-bahan makanan yang berasal dari hijauan yang mengandung polisakarida kompleks, selulosa, dan lignoselulosa, sehingga dapat dipecah menjadi bagian-bagian sederhana.

Proses pencernaan fermentatif di dalam retikulorumen terjadi sangat intensif dan dalam kapasitas yang sangat besar. Keuntungan dari pencernaan fermentatif ini adalah mudah diserap usus, dapat mencerna selulosa, dapat menggunakan non-protein nitrogen seperti urea, dan dapat memperbaiki kualitas non-protein pakan yang nilai hayatinya rendah. Kerugiannya adalah banyak energi yang terbuang sebagai methan dan panas, protein bernilai hayati tinggi mengalami degradasi menjadi amonia (NH3) sehingga menurunkan nilai protein dan peka terhadap ketosis atau

(25)

10

C. Hidrolisat Bulu Ayam

Pertumbuhan mikroba yang tinggi menuntut ketersediaan nutrisi prekursor termasuk energi, nitrogen, asam amino, mineral, dan vitamin yang optimum. Efesiensi fermentasi dan pertumbuhan mikroba dapat dimaksimumkan bila semua prekursor tersebut tersedia cukup. Hal ini berarti suplementasi nutrisi harus diselaraskan dengan ketersediaan nutrisi lainnya.

Perbaikan nutrisi protein pakan ternak sapi dapat ditempuh dengan meningkatkan pasokan protein asal mikroba dan protein asal pakan yang lolos degradasi. Amonia adalah sumber nitrogen yang utama dan penting untuk sintesis protein mikroba. Sekitar 82% spesies mikroba mampu menggunakan ammonia sebagai sumber N. Penelitian Sutardi (1993) dan Budiarti (1998) memperlihatkan bahwa amoniasi pakan serat dengan urea berhasil meningkatkan kadar N dan fermentasi pakan. Oleh sebab itu peningkatan kadar N dengan amoniasi menjadi salah satu pilihan. Hidrolisat bulu ayam mengandung asam amino sistein (3,6 g/16 g N) yang tinggi serta sedikit metionin (0,7 g/16 g N) (Cunningham et al., 1994) dan total proteinnya mencapai 81,0% (NRC, 1988). Namun, protein bulu ayam terikat oleh ikatan keratin, sehingga perlu pengolahan terlebih dahulu sebelum dimanfaatkan oleh ternak.

Pengolahan secara kimiawi dapat dilakukan dengan hidrolisis memakai HCl 12% atau NaOH 3--6%. Secara fisik dapat dilakukan dengan tekanan 3 bar dan suhu 150˚C. Pengolahan yang dipilih adalah dengan hidrolisis memakai HCl 12%, dengan pertimbangan bahwa produksi NH3 yang tertinggi dan kerusakan asam

(26)

11

Hidrolisat bulu ayam juga merupakan sumber asam amino pembatas lainnya pada ternak ruminansia, hidrolisat bulu ayam juga dapat merupakan sumber asam amino rantai cabang (valin, isoleusin, dan leusin) dan lisin (Muhtarudin, 2002). Asam amino lisin merupakan asam amino pembatas karena ketersediaannya di bahan pakan kurang, sehingga diperlukan penambahan atau bahan pakan sumber lisin. Hidrolisat bulu ayam merupakan sumber lisin dan ketersediaannya tinggi (Klemesrud et al., 1998; Muhtarudin 2002).

D. Mineral

Mineral merupakan bagian tubuh yang memegang peranan penting dalam

pemeliharaan fungsi tubuh, baik tingkat sel, jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan. Selain itu, mineral berperan dalam berbagai tahap

metabolisme terutama sebagai kofaktor dalam aktivitas enzim. Keseimbangan ion-ion mineral di dalam cairan tubuh diperlukan untuk pengaturan kegiatan enzim. Bagi ternak ruminansia mineral merupakan nutrisi yang esensial, selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen.

Untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan yang optimal, mikroba rumen membutuhkan mineral makro (Ca, P, Mg, Cl dan S), mikro (Cu, Fe, Mn dan Zn) dan langka (I, Co dan Se). Mineral mikro dan mineral langka dibutuhkan mikroba untuk melakukan berbagai aktivitas termasuk sintesis vitamin B12, dan

(27)

12

Table 1. Kebutuhan mineral pada ternak Mineral Makro Kebutuhan (g/kg

bobot tubuh)

Mineral Mikro Kebutuhan (mg/kg bobot tubuh) Kalsium (Ca) Fosfor (P) Magnesium (Mg) Sulfur (S) Natrium (Na) Kalium (K) Klor (Cl) 15,00 10,00 0,40 1,50 1,60 2,00 1,10 Besi (Fe) Seng (Zn) Tembaga (Cu) Molibdenum (Mo) Selenium (Se) Iodin (I) Mangan (Mn) Kobalt (Co) 20-80 10-50 1-5 1-4 1-2 0,3-0,6 0,2-0,5 0,02-0,01 Sumber : McDonald et al. (2002)

Tubuh hewan memerlukan mineral untuk membentuk jaringan tulang dan urat, untuk memproduksi dan mengganti mineral dalam tubuh yang hilang, serta untuk memelihara kesehatan (Sugeng, 1998). Mineral berfungsi untuk bahan

pembentuk tulang dan gigi yang menyebabkan adanya jaringan yang keras dan kuat, memelihara keseimbangan asam basa dalam tubuh, sebagai aktivator sistem enzim tertentu, sebagai komponen dari suatu sistem enzim (Tillman et al., 1991). Mineral harus disediakan dalam perbandingan yang tepat dan dalam jumlah yang cukup, karena apabila terlalu banyak mineral akan membahayakan tubuh ternak (Anggorodi, 1994).

(28)

13

1. Seng (Zn)

Pemberian mineral Zn dapat memacu pertumbuhan mikroba rumen (Putra, 1999) dan meningkatkan penampilan ternak (Hartati, E. 1998). Sementara kebutuhan Zn pada ternak adalah sapi perah 40 ppm, sapi potong pada masa pertumbuhan dan finishing 20 sampai 30 ppm, domba 35 sampai 50 ppm (NRC, 1980). Little (1986) melaporkan bahwa kandungan Zn pada pakan ruminansia berkisar antara 20 hingga 38 mg/kg bahan kering. Hal ini menunjukkan bahwa sumber Zn dari pakan belum dapat memenuhi kebutuhan mineral seng ternak maupun mikroba rumen, dibutuhkan dalam jumlah yang cukup tinggi sekitar 130 sampai 220 ppm (Hungate 1966). Zn dalam bentuk organik dapat meningkatkan metabolism zat-zat makanan hal ini diindikasikan dengan meningkatnya retensi nitrogen (Fathul et al., 2002). Bentuk organik Zn meningkatkan penyerapan Zn pascarumen. Rojas et al., (1995) membandingkan penggunaan Zn-lysin, Zn-metionin, dan ZnSO4 ternyata didapat Zn-lysin terserap lebih banyak dibandingkan perlakuan

lainnya yang digambarkan dengan kandungan Zn yang tinggi pada ginjal, liver, dan pankreas.

(29)

14 Pemberian Zn dalam bentuk Zn-organik meningkatkan jumlah Zn yang terserap dan pemberian asam lemak tak jenuh rantai panjang memberikan pengaruh positip pada ternak. penggabungan lysin, Zn, dan asam lemak tak jenuh rantai panjang sebagai ikatan lysin-Zn-minyak lemuru diharapkan dapat memberikan keuntungan ganda yaitu melindungi lysin dari degradasi dalam rumen dan meningkatkan penyerapan Zn serta PUFA yang dikandung oleh minyak lemuru di pascarumen.

2. Cuprum (Cu)

Status mineral Cuprum (Cu) pada ruminansia dilaporkan marjinal sampai defisien (Sutrisno, 1983). Pada kebanyakan ternak Cu sangat sedikit diserap pada ternak dewasa 5--10%, ternak muda antara 15%--30%, dan pada ternak ruminansia hanya 1%--3% (McDowell, 1992).

Toleransi spesies pada toksisitas Cu berbeda. Ruminansia sangat sensitif pada toksisitas Cu, sedangkan nonruminansia sangat toleran pada Cu. NRC (1988) merekomendasikan kebutuhan Zn dan Cu masing-masing 50 ppm dan 10 ppm. Cu berbentuk Cu lisinat berpengaruh menurunkan pertumbuhan, namun sebaliknya dalam bentuk Zn, Cu proteinat mampu menghasilkan pertumbuhan terbaik pada domba. Oleh karena itu suplementasi Cu sebaiknya dalam bentuk Cu proteinat. Fungsi Cu anatar lain pembentukan hemoglobin, bekerja sebagai aktivator pada beberapa sistem enzim: Asam askorbat oksidase, metaloprotein, sitokrom oksidase, urat oksidase, tirosinase, katalase.

(30)

15

3. Selenium (Se)

Selenium adalah bagian integral dari enzim glutation peroksidase yang berfungsi sebagai pereduksi peroksida, sehingga Se merupakan salah satu unsur pertahanan tubuh. Selenium kurang dapat dimanfaatkan oleh ternak ruminansia, karena selenit direduksi menjadi senyawa yang tidak larut dalam rumen. Kebutuhan Se untuk ternak belum diketahui secara pasti. Namun, kemungkinan kebutuhan Se ternak mulai 0,05--0,30 ppm, kebutuhan Se sapi perah adalah 0,30 ppm

(NRC,1988).

Kadarnya dalam pakan banyak yang belum diketahui, sedangkan dalam pakan yang telah diketahui kadarnya, ketersediaan biologisnya sangat beragam. Dengan demikian peluang untuk defisien atau marjinal cukup besar. Defisiensi Se terkait erat dengan defisiensi vitamin E. Antara lain menyebabkan diatesis eksudatif pada unggas dan penyakit daging putih pada domba, dan kemandulan pada sapi perah betina (Arthur, 1997). Sumber Se yang baik ketersediaann biologisnya 73--74% adalah Na-selenat dan Se-dl-sitin (Cantor,1997)

4. Kromium (Cr)

(31)

16 Anis Muktiani (2002) melaporkan bahwa suplementasi kromium-proteinat dapat meningkatkan glukosa darah yang dapat digunakan sebagai indikator peningkatan suplai glukosa ke dalam sel-sel alveolus susu. Kadar Cr pada sapi perah belum diperhitungkan dengan tepat. Beberapa peneliti lain memperlihatkan efektifitas Cr organik dalam meningkatkan respons imunologis dan hormonal, toleransi terhadap glukosa serta produksi ternak (Mallard dan Borgs, 1997).

5. Kalsium (Ca)

Kalsium (Ca) adalah salah satu mineral yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ternak. Mineral Ca sangat penting sebagai komponen struktural (tulang dan gigi) dan non struktural (metabolisme dan jaringan lemak). Mineral ini dibutuhkan untuk proses pembentukan dan perawatan jaringan rangka tubuh serta beberapa kegiatan

penting dalam tubuh. Ca diperlukan untuk mengaktifkan enzim tertentu misalnya lipase dari kelenjar pankreas plasma lipoprotein, fosfolipase A dan fosfolipase kinase.

Untuk melepaskan beberapa neuro transmiter tertentu, misalnya asetil kolin, serotonine dan non epinephrine diperlukan mineral Ca (Tillman, et al., 1998). Penyerapan Ca dipengaruhi oleh jumlah dan bentuk mineral ini, juga oleh

(32)

17

6. Magnesium (Mg)

Magnesium adalah kation terbanyak setelah natrium di dalam cairan interselular. Magnesium merupakan bagian dari klorofil daun. Peranan magnesium dalam tumbuh-tumbuhan sama dengan peranan zat besi dalam ikatan hemoglobin dalam darah manusia yaitu untuk pernafasan. Magnesium terlibat dalam berbagai proses metabolisme. Nasution dan Karyadi (1988) menyebutkan mangnesium berperan sangat penting sebagai ion esensial di dalam berbagai reaksi enzimatis dasar pada metabolisme senyawa. Enzim-enzim yang dimaksud salah satunya termasuk kelompok fospat pemindah (fosfokinase), karena itu Mg terlihat dalam fosforilase glukosa dan pengaktif asam amino (sintesa asam amino asli).

Mineral ini sangat penting sebagai komponen struktural (tulang dan gigi), dan sebagai komponen enzim yang terlibat dalam transfer fosfat dari bentuk ATP ke bentuk ADP. Mineral K, pH rumen, asam fitat dan lemak berpengaruh terhadap penggunaan Mg. Suplementasi Mg dalam bentuk mineral organik dapat

meningkatkan penyerapan Mg (Maynard et al., 1982). Sumber utama Magnesium adalah hijauan dan biji-bijian. Kekurangan Mg pada ternak ruminan dapat

menyebabkan gangguan nafsu makan, populasi mikroba rumen, dan pencernaan pada rumen (Parakkasi, 1998). Tempat utama absorpsi Mg pada ternak

(33)

18

E. Produksi Volatile Fatty Acid (VFA)

Asam lemak terbang (VFA) adalah produk akhir fermentasi dalam rumen. Hasil dari aktivitas fisik dan mikrobiologi yang mengubah komponen pada pakan menjadi produk yang berguna seperti VFA, protein mikrobial, serta vitamin B dan yang tidak berguna seperti CH4 dan CO2 (Church, 1988). Proses pencernaan

karbohidrat di dalam rumen ternak ruminansia akan menghasilkan energi berupa asam-asam lemak atsiri (VFA) antara lain yang utama yaitu asetat, propionat, butirat, valerat dan format dengan perbandingan di dalam rumen berkisar pada 50%--70% asetat, 17%--21% propionat, 14%--20% butirat, valerat dan format hanya terbentuk dalam jumlah kecil (Arora, 1995).

Unsur-unsur yang terkandung pada VFA berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroba rumen dan merupakan sumber kerangka karbon bagi pembentukan protein mikroba. Kisaran produksi total VFA cairan rumen yang mendukung pertumbuhan mikroba yaitu 70 sampai 160 mM (Tillman et al., 1998). Produksi VFA di dalam cairan rumen dapat digunakan sebagai tolak ukur fermentabilitas pakan (Hartati, 1998).

Senyawa VFA juga merupakan produk akhir fermentasi karbohidrat dan merupakan sumber energi utama ruminansia asal rumen. Peningkatan jumlah VFA menunjukkan mudah atau tidaknya pakan tersebut didegradasi oleh mikroba rumen. Komposisi VFA di dalam rumen berubah dengan adanya perbedaan bentuk fisik, komposisi pakan, taraf dan frekuensi pemberian pakan, serta

(34)

19 terdiri dari karbohidrat. Di dalam rumen, polisakarida dihidrolisa menjadi

[image:34.595.128.472.205.580.2]

monosakarida oleh enzim-enzim mikroba rumen. Kemudian monosakarida tersebut, seperti glukosa difermentasi menjadi VFA (Volatile Fatty Acid) berupa asetat, propionat, butirat dan gas CH4 serta CO2.

Gambar 1. Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA pada ruminansia (McDonald et al., 2002).

(35)

20 20% diserap di abomasum dan omasum, dan sisanya sekitar 5% diserap di usus halus (McDonald et al., 2002).

Parakkasi (1998) menambahkan bahwa sebagian besar VFA diserap langsung melalui dinding rumen, hanya sedikit asetat, beberapa propionat dan sebagian besar butirat termetabolisme dalam dinding rumen. Senyawa VFA yang terbentuk merupakan sumber energi yang merupakan salah satu ciri khas dari ruminansia. Hasil pencernaan fermentatif berupa VFA, NH3, dan air diserap sebagian di rumen

dan sebagian lagi di omasum. Selanjutnya pakan yang tidak tercerna disalurkan ke dalam abomasum dan dicerna secara hidrolitik oleh enzim-enzim pencernaan.

F. Produksi Amonia (NH3)

Mikroorganisme di dalam rumen dan retikulum ternak ruminansia dapat mensintesis asam-asam amino esensial untuk kebutuhannya. Untuk memenuhi hal itu, dibutuhkan protein makanan yang berkualitas baik namun juga terdapat kelemahan dimana protein yang masuk akan dirombak oleh mikroba rumen menjadi amonia untuk sintesis protein tubuhnya (McDonald et al., 2002).

Produksi NH3 berasal dari protein yang didegradasi oleh enzim proteolitik.

Tingkat hidrolisis protein tergantung dari daya larutnya yang berkaitan dengan kenaikan kadar NH3 (Arora, 1995). Menurut Sutardi (1979) protein bahan

(36)
[image:36.595.131.508.87.394.2]

21

Gambar 2. Proses metabolisme protein dalam rumen ternak ruminansia (McDonald et al., 2002).

Amonia merupakan sumber nitrogen utama dan penting untuk sintesis protein mikroba. Menurut Arora (1995) sumbangan NH3 pada ternak ruminansia sangat

penting mengingat bahwa prekusor protein mikroba adalah amonia dan senyawa sumber karbon, makin tinggi kadar NH3 di dalam rumen maka kemungkinan

makin banyak protein mikroba yang terbentuk sebagai sumber protein tubuh. Amonia hasil fermentasi tidak semuanya disintesis menjadi protein mikroba, sebagian akan diserap ke dalam darah. Amonia yang tidak terpakai dalam rumen akan dibawa ke hati diubah menjadi urea, sebagian dikeluarkan melalui urine dan yang lainnya dibawa ke kelenjar saliva. Konsentrasi NH3 yang mampu dan baik

(37)

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai Oktober 2013, bertempat di kandang Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung. Pengukuran VFA serta NH3 dan analisis bahan pakan dilakukan di Laboratorium

Nutrisi dan Makanan Ternak, Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung.

B. Alat dan Bahan Penelitian

1. Alat Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang dengan 9 x 5 m, timbangan sapi, timbangan duduk, tali, skop, ember, cangkul, golok/arit, selang air. Alat yang digunakan untuk analisis VFA dan NH3 cawan conway, tabung

tempat rumen, buret untuk titrasi, alat destilasi uap, labu erlenmeyer, gelas ukur, pipet, dan plastik.

2. Bahan Penelitian

(38)

23 tepung bulu ayam dan mineral makro (Ca dan Mg) dan mikro (Cu, Se, Zn dan Cr) organik.

C. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan 3 ekor sapi pedaging dengan Rancangan Bujur Sangkar Latin (RBSL), 3 perlakuan dan 3 ulangan.

R0 = Ransum basal,

R1 = Ransum basal + 3% hidrolisat bulu ayam,

R2 = R1 + Mineral Makro-organik (0,50% Ca organik, 0,04% Mg organik) serta Mineral Mikro-organik (40 ppm Zn organik, 10 ppm Cu organik, 0,10 ppm Se organik, dan 0,30 ppm Cr organik).

D. Analisis Data

Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis of varian (ANOVA) apabila dari hasil analisis varian berpengaruh nyata pada satu peubah maka analisis akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5% dan atau 1%.

E. Pelaksanaan Penelitian

(39)

24 1. Persiapan Bahan Ransum

A.Pembuatan ransum basal

[image:39.595.113.514.317.464.2]

Ransum basal yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas silase hijauan, janggel jagung, onggok, dedak halus, dan urea. Ransum basal yang disusun mengandung 12 % protein kasar. Kandungan nutrisi penyusun ransum basal (% Berdasarkan Bahan Kering)

Tabel 2. Kandungan bahan penyusun ransum basal

Bahan Pakaan Kandungan Nutrisi (%)

BK PK LK SK Abu BETN Ca

Silase hijauan 17,15 7,52 8,00 16,10 17,71 46,30 0,08

Onggok 86,80 1,36 1,28 9,21 7,59 79,02 0,22

Bekatul 88,00 12,80 8,10 7,13 9,98 61,09 0,08

Dedak halus 90,68 5,95 5,70 32,45 18,95 36,95 0,07

Kulit kopi 86,85 12,90 4,00 29,97 6,54 58,40 −

Bungkil kelapa 88,60 16,67 14,46 15,46 6,12 47,29 0,04

Bungkil kelapa sawit 92,02 18,37 15,53 22,60 4,65 38,85 −

Urea 261,87

Sumber :Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Unila (2013) Tabel 3. Komposisi dan kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R0

Bahan Pakaan Imbangan KU (%)

Kandungan Nutrisi (%)

BK PK LK SK Abu BETN Ca Silase hijauan 30 5,15 2,26 2,40 4,83 5,31 13,89 0,02

Onggok 14 12,15 0,19 0,18 1,29 1,06 11,06 0,03

Bekatul 13 11,44 1,66 1,05 0,93 1,30 7,94 0,01

Dedak halus 18 16,32 1,07 1,03 5,84 3,41 6,65 0,01

Kulit kopi 8 6,95 1,03 0,32 2,40 0,52 4,67 −

Bungkil kelapa 8 7,09 1,33 1,16 1,24 0,49 3,78 0,003

Urea 1 − 2,62 − − − − −

Bungkil kelapa sawit

8 7,36 1,47 1,24 1,81 0,37 3,11

Jumlah 100 66,46 11,64 7,38 18,33 12,47 51,11 0,08

Kebutuhan 100 12,00 <8,00 >14,00 12,00 60,00

Sumber : Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Unila (2013) Keterangan :

[image:39.595.113.518.526.694.2]
(40)
[image:40.595.113.503.132.214.2]

25

Tabel 4. Kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R1

Bahan Pakan Imbangan

KU (%)

Kandungan Nutrisi (%)

BK PK LK SK Abu BETN Ca

Ransum basal 97 64,46 11,29 7,16 17,78 12,09 49,58 0,08

Tep. Bulu 3 2,60 2,05 0,21 0,00 0,19 0,26 0,40

Jumlah 100,00 67,07 13,34 7,37 17,78 12,29 49,84 0,48

Kebutuhan 100 12,00 <8,00 >14,00 12,00 .60,00

Sumber : Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Unila (2013) Keterangan :

R1 = Ransum Basal + 3% Hidrolisat Bulu Ayam

Tabel 5. Komposisi dan kandungan nutrisi bahan penyusun ransum R2

Bahan Pakan

Imbangan

KU (%) ---Kandungan Nutrisi (%)--- ---ppm---

BK PK LK SK Abu BETN Ca Mg Zn Cu Cr Se

Ransum Basal

97 64,46 11,29 7,16 17,78 12,09 49,58 0,08

Tep. Bulu 3 2,60 2,05 0,21 0 0,19 0,26 0,40

SabunCa 0.50

Sabun Mg 0.4

Zn-lysinat 4-3

Cu-lysinat 1-3

Cr-lysinat 3-5

Se-lysinat 1-5

Jumlah 100 66,06 13,34 7,37 17,78 12,29 49,84 0.48 0.4 4-3 1-3 3-5 1-5

Kebutuhan 100 12,00 <8,0 >14,00 >60,00 0.5 0.4 4-3 1-3 3-5 1-5

Sumber : Analisis di Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak Unila (2013) Keterangan :

R2 = R1+ 0,50% Ca Organik; 0,04% Mg Organik; 40 ppm Zn Organik, 10 ppm Cu Organik; 0,10 ppm Se Organik;dan 0,30 ppm Cr Organik

2. Persiapan Mineral Makro Organik (Ca dan Mg)

A.Persiapan Mineral Organik Ca

Menurut Muhtarudin et al. (2004) pembuatan mineral organik Ca adalah a. menentukan penyabunan minyak goreng

b. menyiapkan minyak minyak goreng sebanyak 912 g (larutan a);

[image:40.595.113.548.290.455.2]
(41)

26 d. membuat larutan CaCO3 5 M sebanyak 680,33 g yang dilarutkan dalam

aquades sampai 1000 ml (larutan c);

e. mencampur larutan a dan b, setelah itu dicampur dengan larutan c dan kemudian dicurahkan pada ember.

Ca (CO3) + 2 Na (OH) Ca (OH)2 + 2 Na (SO4)

Menurut Muhtarudin et al, (2004) pembuatan mineral organik Mg adalah sebagai berikut :

a. menentukan penyabunan minyak goreng

b. menyiapkan minyak goreng sebanyak 912 g (larutan a)

c. menyiapkan NaOH 5 M sebanyak 400 g lalu dilarutkan ke dalam aquades sampai 1000 ml (larutan b)

d. membuat larutan MgSO4 5 M sebanyak 601,84 g yang dilarutkan dalam

aquades sampai 1000 ml (larutan c)

e. mencampur larutan a dan b, setelah itu dicampur dengan larutan c. Mg (SO4) + 2 Na (OH) Mg (OH)2 + Na2 (SO4)

f. mencampur larutan a dan b, setelah itu dicampur dengan larutan c.

3. Persiapan Mineral Mikro Organik (Zn, Cu, Se, dan Cr)

1. Zn-lysinat

2 Lys (HCl)2 + ZnSO4 Zn (Lys(HCl)2) + SO42-

Campur lysin 43,823 glysin HCl yang dilarutkan dalam 100 ml air + ZnSO4

(42)

27 2. Cu- lysinat

2 Lys (HCl)2 + CuSO4 Cu (Lys(HCl)2) + SO4-

Campur lysin 43,823 glysin HCl yang dilarutkan dalam 100 ml air + CuSO4

15,995 g yang dilarutkan dalam 100 ml air.

3. Se- lysinat

2 Lys (HCl)2 + Na2SeO3.5H2O LysSO3 + 2 NaCl

Campur 0,8712 g lysin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,627 g

NaSeO3 yang dilarutkan dalam 100 ml air.

4. Cr-lysinat

3 Lys (HCl)2 + CrCl3.6H2O Lys3Cr + H2O

Campur 11,2 g lysin (HCl)2 yang dilarutkan dalam 100 ml air + 0,5 g CrCl3.6H2O

yang dilarutkan dalam 100 ml air

F. Persiapan Hidrolisat Bulu Ayam

Bulu ayam yang dihidrolisat terlebih dahulu dikeringkan sampai kadar air15%. Selanjutnya, bahan tersebut dicampur dengan larutan HCl 12%. Perbandingan berat bulu ayam dengan volume HCl 12% dalam pencampuran adalah 2:1 (100 kg bulu ayam dicampur dengan 50 liter HCl 12%). Bulu ayam dan HCl 12%

(43)

28

Gambar 4. Pembuatan hidrolisat bulu ayam

[image:43.595.165.439.82.266.2]

Adapun proses pembuatan hidrlosat bulu ayam secara lengkap sebagai berikut

Gambar 3. Skema pembuatan bulu ayam terhidrolisat Bulu ayam

Dikeringkan

Bulu ayam KA 15%

Ditambahkan NaOH

Pencampuran

Penyemprotan bulu ayam

Pemeraman selama 3

Pengeringan

Pengeringan

Matahari Oven 60 0C

Kadar Air 13-15%

NaOH 3% (50 L) Bulu ayam (100 kg)

(44)

29 G. Pengambilan Cairan Rumen Sapi

a) menyiapkan peralatan yang akan digunakan pada saat pengambilan cairan rumen;

b) kambing yang akan diambil cairan rumennya dipuasakan dari pakan dan diberi air minum;

c) cairan rumen yang telah diambil sebelum dimasukan ke dalam wadah disaring terlebih dahulu menggunakan kain kasa;

d) cairan rumen hasil saringan dimasukkan ke dalam tabung film dan ditetesi larutan HgCl 2% sebanyak 2-3 tetes;

e) tabung-tabung film yang telah berisi cairan rumen ditutup rapat

menggunakan lakban, masukan ke dalam plastik lalu dimasukan ke dalam termos yang berisi es batu.

(45)

30 H. Peubah Yang Diamati

1. Volatile Fatty Acids (VFA)

Produksi asam lemak terbang (VFA) cairan rumen dapat diukur dengan metode destilasi uap (Muhtarudin, et al., 2002) yaitu :

a. cairan rumen di-centrifuge pada kecepatan 8000 rpm selama 10 menit pada suhu 40C, kemudian dipisahkan antara supernatan dan endapan; b. mengambil sebanyak 5 ml supernatan cairan rumen menggunakan spet lalu

dimasukan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian menambahkan H2SO4

15% sebanyak 1 ml dan menutup labu erlenmeyer yang telah dirangkai dengan alat destilasi uap. Larutan H2SO4 akan mendesak VFA, sehingga

VFA akan menguap dan dibawa oleh uap panas. Selanjutnya uap panas dan VFA setelah melewati tabung pendingin akan terkondensasi dan ditampung dalam labu erlenmeyer yang berisi 5 ml NaOH 0,5 N; c. menghentikan proses destilasi setelah volume cairan didalam labu

erlenmeyer mencapai volume 150 ml. Selanjutnya ditambahkan 2-3 tetes indikator fenolptalein ke dalam labu erlenmeyer dan dititrasi dengan larutan HCl 0,5 N sampai terjadi perubahan warna dari merah jambu menjadi tidak berwarna lagi;

d. menghitung kadar VFA cairan dengan rumus sebagai berikut : VFA Total = (b-s) x N HClx 1000/5 mM

(46)

31 2. Amonia (NH3)

Konsentrasi Amonia cairan rumen diukur dengan metode mikrodifusi Conway dan metode destilasi uap (Widyantoro, 1996) sebagai berikut :

a. mengambil sebanyak 1 ml larutan H3BO3 lalu dituangkan ke dalam cawan

Conway bagian tengah. Kemudian ditetesi larutan indikator metil red

metil blue sehingga berubah warna menjadi ungu;

b. mengambil sebanyak 1 ml supernatant lalu dituangkan ke dalam cawan Conway bagian luar sebelah kiri. Kemudian mengambil sebanyak 1 ml larutan Na2CO3 jenuh, lalu dituangkan ke dalam cawan Conway sebelah

kanan;

c. menutup rapat cawan Conway dengan bantuan vaselin. Selanjutnya diputar-putar sehingga kedua larutan tersebut tercampur rata. Ion Na+ dari Na2CO3 akan menggeser ion NH4+ (ammonium) dari cairan rumen

sehingga menguap menjadi NH3. Kemudian diinkubasi selama 90 menit

pada suhu kamar;

d. setelah diinkubasi selama 90 menit pada suhu kamar, larutan ammonium borat berubah menjadi warna hijau. Selanjutnya dititrasi dengan larutan H2SO4 0,0143 N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi warna

ungu kembali;

(47)

37

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :

suplementasi hidrolisat bulu ayam dan mineral mikro (Zn, Cu, Se, dan Cr) serta mineral makro organik (Ca dan Mg) berpengaruh tidak nyata, terhadap kadar VFA dan NH3 cairan rumen sapi.

B. Saran

1. Diharapkan ada penelitian lanjutan yang lebih mendalam tentang peranan hidrolisat tepung bulu ayam dan bahan-bahan penunjang yang dapat membantu penyerapan protein pada hidrolisat tepung bulu ayam. 2. Masa istirahat diperpanjang minimal satu bulan agar pengaruh dari

(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Z. 2006. Penggemukan Sapi Potong. Agro Media Pustaka, Jakarta. Adiati, U. dan W. Puastuti. 2004. Bulu Unggas Untuk Pakan Ruminansia. Balai

Peternakan. Ciawi. Bogor.

Anggorodi. 1994. Ilmu Makanan Ternak Umum. Penerbit Gramedia. Jakarta.

Anggorodi, R. 1979. Ilmu Makanan Ternak Umum. PT.Gramedia, Jakarta.

Anis Muktiani. 2002. Penggunaan Hidrolisat Bulu Ayam dan Sorgum serta Suplemen Kromium Organik untuk Meningkatkan Produksi Susu pada Sapi Perah. Disertasi, Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Arora.1995. Pencernaan Mikroba pada Ruminansia. Diterjemahkan oleh R. Murwanidan B. Srigandono. Gajah Mada University Press.Yogyakarta. Arthur, J.R 1997. Non-glutathione proxidase fuction of selenium. Pp.143-154. In:

Biotechnology and feed industry. Proc. Alltech’s 13th

Annual Symposium. T.P. Lyons and K.A. Jacques Eds. Nortingham University Press.Notingham. Banerjee, G.C. 1978. Animal Nutrition. Oxford and IBH Publishing Company,

New Delhi.

Budiarti, E. 1998. Peningkatan Mutu Pod Kakao melalui Amoniasi dengan Urea dan Biofermentasi dengan Phanerochaetechy sosporium Serta Penjabarannya kedalam Formulasi Ransum Ruminansia. Disertasi, Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Cantor, A.H. 1997. The role of selenium in poultry nutrition. PP.155-164. In: Biotechnology and feed industry. Proc. Alltech’s 13th

Annual Symposium. T.P. Lyons and K.A. Jacques Eds. Nortingham University Press.Notingham. Church, D.C. 1979. Digestive Physiology and Nutrition of Ruminant.Vol : 1

Second Edition. John Wiley and Sons. New York.

(49)

39

Cunningham, K.D.; M.J. Cecava; and T.R. Johnson. 1994. Flows of nitrogenand amino acids in diary cows feed diets containing supplemental feather meal and blood meal. J. Dairy Sci. 77 : 3666-3675.

Ensminger, M. E., J. E. Oldfield, and W. W. Heinemann. 1990. Feed and Nutrition. 2nd Ed. The Ensminger Publishing Company. California

Fathul, F; Muhtarudin, Liman, Yusuf W. 2002. Pengaruh Perbedaan Zn Organik dan Anorganik Terhadap Ketersediaan Seng dan Pertumbuhan Kambing Kacang. Jurnal Penelitian PertanianTerapan. Vol. III (4): 253—258.

Gill, P. E., & Murray, W. 1973.Mineral Organic and Nutrition of Ruminant. New York: Academic Press.

Hartati, E. 1998. Suplementasi Minyak Lemuru dan Seng ke Dalam Ransum yang mengandung Silase Pod Coklat dan Urea untuk Memacu Pertumbuhan Sapi Holstein Jantan. Disertasi, Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Hogan, J. 1996. Ruminant Nutrition and Production in the Tropics and Subtropics. Australian Centre for International Agricultural Research, Canberra. 47 p. Hungate, R. E. 1966. The Rumen and it Mikrobes. 2nd Ed.Academic Press. New

York.

Imansyah, B. 2006. Mendaur Ulang Limbah Jadi Konsumsi Ternak. Tim Teknologi Informasi Peternakan. Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran. Bandung.

Klemesrud, M.J., T.J. Klopfenstein, and A,J. Lewis 1998. Complementary responses between feather meal and poultry by-product meal with or without ruminally protected methionine and lysine in growing calves. J. Anim. Sci. 76: 1970.

Little, D.A. 1986.The Mineral Content of Rumniant Feeds and Potential for Mineral Supplementation in South-East Asia with Particular Reference to Indonesia.In : R.M. Dixon (Ed.). Ruminant Feeding Systems Utilizing Fibrous Agricultural Residues 1986. IDP, Canberra.

Mallards, B.A. and P. Borgs. 1997. Effect of suplementasi trivalent chromium on hormone and immune responses in cattle. Pp.241-250. In: Biotechnology and feed industry. Proc. Alltech’s 13th

Annual Symposium. T.P. Lyons and K.A. Jacques Eds. Nortingham University Press.Notingham.

Maynard, L. A.,J.K. Loosly, H.f. Hintz, and R.G. Warner. 1982. Animal Nutrition. 7th edition.Mc Grew-Hill book Co. Inc. New York

(50)

40

McDonald, P., R. A. Edward, and J. E. D. Greenhalgh. 2002. Animal Nutrtion. 4th Ed. John Willey and Sons Inc. New York

McDowell, L. R. 1992. Mineral in Animal and Human Nutrition.Academic Press, INC, San Diego.

Muhtarudin. 2002. Pengaruh Amoniasi, Hidrolisat Bulu Ayam, Daun Singkong, dan Campuran Lisin-Zn-Minyak Lemuru terhadap Penggunan Pakan pada Ruminansia. Disertasi. Program Pascasarjana IPB. Bogor.

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2003. Penggunaan Seng Organik dan Polyunsaturated Fatty Acid dalamUpaya Meningkatkan Ketersediaan Seng, Pertumbuhan, serta Kualitas Daging Kambing. Laporan Penelitian Hibah Bersaing Perguruan Tinggi.

Muhtarudin, Liman, dan Y. Widodo. 2004. Prosedur pembuatan zn-lysinat, cu-lysinat, cr-cu-lysinat, se-lysinat. Naskah Jurnal. Belum dipublikasikan.

Nasution, A. H. dan Karyadi D. 1988. Pengetahuan Gizi Mutakhir Mineral Jakarta : PT Gramedia.

Ngadiyono, N.2007. Beternak Sapi. PT Citra Aji Pratama, Yogyakarta.

NRC (National Reseach Council).1980. Mineral Tolerance of Domestic Animals. National Academy Press, Washington, D.C.

[NRC] National Research Council. 1988. Nutrient Requirement of Dairy Cattle. 6thEd. National Academy Science. Washington, D.C.

Parakkasi, A., 1998. Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak Ruminansia. UI Press. Jakarta.

Putra, S. 1999. Peningkatan Performans Sapi Bali Melalui Perbaikan Mutu Pakan dan Suplementasi Seng Asetat. Disertasi, Program Pascasarjana IPB. Bogor. Rojas, L.X., L.R.Mc. Dowell, R.J. Consins, F.G. Martin. N.S. Wilkinson, A.B.

Johnson, and J.B. Velasquez. 1995. Relative bioavailability of two organic and two in organic zinc sources fed to sheep. J. Anim. Sci. 73: 1202. Santosa, U. 1995. Tata Laksana Pemeliharaan Ternak Sapi. Cetakan I. Penebar

Swadaya. Jakarta.

Satter, R. D. and L. L. Styler. 1974. Effect of ammonia concentrtion on rumen mikrobial production in vitro. British Journal of Nutrtion32:199.

(51)

41

Sugeng, Y.B. 1998. Beternak Sapi Potong. Penebar Swadaya, Jakarta.

Supriyati. 2008. Pengaruh suplementasi zink-biokompleks dan Zink-metionat dalam ransum domba. JITV 13(2): 89 – 94.

Susilorini, E. T. 2008. Budi Daya 22 Ternak Potensial. Penebar Swadaya, Jakarta. Sutardi, T. 1979. Ketahanan protein bahan makanan terhadap degradasi oleh

mikroba rumen dan manfaatnya bagi peningkatan produktifitas ternak.Di dalam : Prosiding Seminar Penelitian dan Penunjang Peternakan. Bogor : LPP IPB.

Sutardi, T. 1980. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sutardi,T.1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor,Bogor.

Sutardi,T.1993. Peningkatan Produksi Ternak Ruminansia melalui Amoniasi Pakan Serat Bermutu Rendah, Defaunasi dan Suplementasi Protein Tahan Degradasi dalam Rumen.Laporan Penelitian Hibah Bersaing I/1.

Sutardi,T.2001. Revitalisasi peternakan sapi perah melalui penggunaan ransum berbasis limbah perkebunan dan suplemen mineral organik. Laporan Akhir RUT VIII. 1 IPB. Bogor.

Sutardi, T. 2002. Teknologi Pakan dan Aplikasinya. Pelatihan Manajemen

Pengelolaan Ternak Potong. Pemerintah Propinsi Kepulauan Bangka Belitung Dinas Pertanian dan Kehutanan. Pangkalpinang, 29 Oktober-2 November 2002.

Sutrisno, C.I. 1983. Pengaruh minyak nabati dalam mengatasi defisiensi Zn pada sapi yang memperoleh ransum berbahan dasar jerami padi. Disertasi. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Tillman, A.D., H. Hartadi, S. Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, dan S.

Lebdosoekojo. 1984. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Tillman, A. D, S, Reksohadiprodjo, S. Prawirokusumo, H. Hartadi dan S. Lebdosoekojo. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

(52)

42

Wahyuni T. A, Sutardi, and U. H. Tanuwiria. 2001. In vitro evaluation of some agroindustrial byproducts for dairy cattle feeds. Seminar Pengembangan Peternakan Berbasis Sumberdaya Lokal. Fakultas Peternakan IPB 8-9 Agustus. Bogor.

Widyantoro.1996. Penetapan Amonia cairan Rumen. Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Williamson, G. dan W.J.A. Payne.1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan Oleh S.G.N. Dwija, D. Gadjah Mada University Press.

(53)
(54)
[image:54.595.114.522.113.265.2]

44

Tabel 8. Pelaksanaan kegiatan penelitian

No Kegiatan Waktu Pelaksanaan (bulan ke) 8 9 10 11 12 1 2

1 Persiapan X

2 Pembuatan Suplemen (tepung bulu ayam dan mineral organik)

X 3 Penelitian in vivo

a. Pra penelitian

b. Pelaksanaan penelitian

X X X X

4 Analisis Laboraturium X

[image:54.595.116.523.320.468.2]

5 Analisis Data dan Laporan X

Tabel 9. Pelaksanaan penelitian

No Kegiatan waktu pelaksanaan (hari ke)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 Prelium x x x x x x x x x x

waktu pelaksanaan (hari ke)

2 Pengambilan data 11 12 13 14 15 x x x x x

waktu pelaksanaan (hari ke)

3 Masa istirahat 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 x x x x x x x x x x x x x x x

Tabel 10. Tata letak percobaan

Periode SAPI

1 R0 R2 R1

2 R2 R1 R0

3 R1 R0 R2

Keterangan :

R0 = Ransum basal R1 = R0 + 3% bulu ayam

(55)
[image:55.595.113.441.104.234.2]

45

Tabel 11. Data kadar VFA isi rumen

Perlakuan

Periode R0 R1 R2

---(mM)---

I 115,00 120,00 130,00

II 120,00 145,00 155,00

III 145,00 145,00 160,00

Jumlah 380,00 410,00 445,00

Rata-rata 126,67 136,67 148,33

[image:55.595.113.481.286.382.2]

STDEV 16,07 14,43 16,07

Tabel 12. Analisis ragam kadar VFA isi rumen

SK Db JK KT F Hitung F 5% F 1% Baris 2 1238.89 619.44 8.92 19.0 99.0 Kolom 2 705.56 352.78 5.08

Perlakuan 2 72.22 36.11 0.52 Error 2 138.89 69.44

Total 8 2155.56

Tabel 13. Data kadar NH3 isi rumen

Perlakuan

Periode R0 R1 R2

---(mM)---

I 7,87 7,87 8,58

II 6,44 7,87 6,08

III 8,58 7,15 9,30

Jumlah 22,88 22,88 23,95

Rata-rata 7,63 7,63 7,98

STDEV 1,09 0,41 1,69

Tabel 14. Analisis ragam kadar NH3 isi rumen

SK Db JK KT F Hitung F 5% F 1%

Baris 2 4.18 2.09 2.58 19.0 99.0

Kolom 2 0.26 0.13 0.16

Perlakuan 2 2.64 1.32 1.63

Error 2 1.62 0.81

[image:55.595.114.443.433.565.2] [image:55.595.111.488.617.712.2]

Gambar

Tabel
Table 1. Kebutuhan mineral pada ternak
Gambar 1.  Proses metabolisme karbohidrat dan pembentukan VFA
Gambar 2.  Proses metabolisme protein dalam rumen ternak ruminansia
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh penggunaan hasil samping kelapa sawit yang disuplementasi dengan hidrolisat bulu ayam dan mineral esensial terhadap konsumsi

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kadar kandungan mineral kalsium dan magnesium pada dedak padi yang difermentasi menggunakan cairan rumen pada level dan

Berkaitan dengan pemanfaatan cairan rumen sapi asal rumah potong hewan (RPH) sebagai sumber asam amino, vitamin dan mineral untuk meningkatkan kualitas pakan ternak,

Abstrak: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas penambahan cairan isi rumen sapi pada sampah organik dalam memproduksi biogas sebagai pengembangan

Hasil penelitian memperlihatkan bahwasannya penggunaan pupuk organik cair (POC) fermentasi cairan rumen sapi berpengaruh terhadap tinggi tanaman, produksi segar,

Kecernaan bahan kering, kecernaan bahan organik, produksi VFA dan NH 3 pakan komplit dengan level jerami padi berbeda secara in vitro.. Animal Agricultural

Penelitian yang berjudul “Uji Kecernaan Bahan Kering, Bahan Organik, Kadar NH3 dan VFA Pada Pelepah Sawit Terolah Pada Sapi Secara Invitro” telah dilakukan dengan tujuan

Berdasarkan pernyataan diatas maka pemanfaatan cairan rumen sapi dapat digunakan sebagai salah satu starter pengomposan kertas bekas dan limbah organik rumah