PENGAR
MOR
RUH DET
RTALITA
(HEM
A
DEPAR
INS
TERJEN D
AS KUTU
MIPTERA:
AGUS FIT
RTEMEN
FAKULT
STITUT P
DALAM P
PUTIH, P
: PSEUDO
TRIANI T
PROTEK
TAS PERT
ERTANIA
BOGOR
2013
PELURUH
Paracoccu
OCOCCID
TAMBUN
KSI TANA
TANIAN
AN BOGO
HAN LILI
us margina
DAE)
AMAN
OR
ABSTRAK
AGUS FITRIANI TAMBUN. Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan Mortalitas Kutu Putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Dibimbing oleh DADANG dan DEWI SARTIAMI.
Kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan salah satu hama penting yang dapat menurunkan produksi pepaya. Salah satu langkah efektif yang dapat digunakan untuk mengurangi populasi hama ini adalah dengan menggunakan insektisida. Selain itu, deterjen juga dapat digunakan sebagai agens pengendali untuk hama ini. Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan jenis deterjen dalam peluruhan lilin dan menilai keefektifan insektisida dalam mengendalikan kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya. Deterjen yang digunakan dalam penelitian ini adalah deterjen bubuk, deterjen cair dan deterjen krim. Deterjen uji disemprotkan ke nimfa instar ketiga P. marginatus dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1%, 0.2% dan kontrol. Perhitungan persentase penurunan lilin dilakukan pada 1, 2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan. Metode yang sama dilakukan pada uji dua insektisida sintetik, yaitu profenofos dan deltametrin. Perlakuan deterjen cair menunjukkan peluruhan lilin yang lebih tinggi dibandingkan dengan deterjen bubuk dan krim dengan persentase masing-masing 64%, 58% dan 48%. Rata-rata kematian serangga pada perlakuan kombinasi deltametrin dan deterjen yang lebih tinggi dari pada perlakuan kombinasi profenofos dan deterjen.
ABSTRACT
AGUS FITRIANI TAMBUN.The effect of detergent in shedding wax layer and causing mortality of papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae). Supervised by DADANG and DEWI SARTIAMI.
Papaya mealybug, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) is one of important pests that can decrease papaya production. An effective control effort to reduce the population of this insect pest is by using insecticides but the excessive and improper uses cause undesirable effect to human and environments. Moreover, detergents can be also used as control agents to this insect pest. The objective of this research was to study the role of detergent in controling the papaya mealybug. Detergents used in this experiment were powder detergent (a.i: sodium dodecyl benzene sulfonate), liquid detergent (a.i: sodium alkyl benzene sulfonate) and cream detergent (a.i: sodium alkylbenzene sulfonate). Each test detergent was sprayed to third instar nymph of P. marginatus
with the detergent concentrations of 0.05%, 0.1%, 0.2% and control. Observation of decreasing wax layer was carried out at 1, 2, 3, 4 and 5 days after treatment. Two syntetic insecticides were used in this experiment; profenofos and deltamethrin. The same method was used in testing the syntetic insecticides, both single and the combination treatment of insecticide and liquid detergent. Insect mortality was assessed at 1, 2, 3, 4 and 5 days after treatment. Liquid detergent treatment showed higher activity in causing shed of wax layer than powder and cream detergents with the percentage for each treatment of 64%, 58%, and 48%, respectively.The average of insect mortalities on the treatments of combination of deltamethrin and detergent were higher than the treatment of combination of profenofos and detergents.
Key words: Carica papaya, deltametrin, Paracoccus marginatus, profenofos
PENGARUH DETERJEN DALAM PELURUHAN LILIN DAN
MORTALITAS KUTU PUTIH, Paracoccus marginatus
(HEMIPTERA: PSEUDOCOCCIDAE)
AGUS FITRIANI TAMBUN
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
Judul Skripsi : Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan Mortalitas Kutu Putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)
Nama Mahasiswa : Agus Fitriani Tambun NIM : A34070002
Disetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. NIP. 19640204 1990021 002 NIP. 19641204 1991032 00
Diketahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si. NIP.19650621 1989102 001
Tanggal lulus:
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga skripsi dengan judul “Pengaruh Deterjen dalam Peluruhan Lilin dan Mortalitas Kutu Putih, Parcoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae)”. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Sistematika Serangga dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor pada Agustus 2011 sampai Mei 2012 Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan YME sebagai penolong, penopang, pemberi kehidupan, dan semua yang boleh saya dapatkan hingga saat ini.
2. Kedua orang tua (Jonner Tambun dan Ruslina Rosalina Rumapea) dan semua keluarga yang telah memberikan doa, motivasi, kasih sayang dan kesabaran. 3. Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc. dan Dra. Dewi Sartiami, M.Si. yang telah bersedia
menjadi dosen pembimbing dan telah memberikan bimbingan, arahan, perhatian, dan pemecahan dalam setiap permasalahan, serta ilmu yang sangat bermanfaat kepada penulis sehingga penelitian dan penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
4. Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku dosen penguji tamu.
5. Dra. Dewi Sartiami, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memperhatikan, menyayangi dan memberikan arahan pada saya.
6. Keluarga LAFADELARYC: Leo, Ayu, Fitri, Anton, Diah, Ellen, Lucia, Ambrose, Rendrat, Yuni, dan Chrisye yang telah memberikan motivasi dan pelajaran hidup. 7. Keluarga Puella Domini Choir, KEMAKI, UKM Sepak Bola IPB, UKM Futsal
IPB, PTN 44, dan Keluarga besar PTN IPB.
8. Mahasiswa, dosen, staf, beserta Laboran Departemen Proteksi Tanaman, serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk kedepannya.
Bogor, Juni 2013
Agus Fitriani Tambun
DAFTAR
ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR ix
DAFTAR LAMPIRAN x
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2 Manfaat Penelitian 2
BAHAN DAN METODE 3
Waktu dan Tempat Penelitian 3
Metode Penelitian 3
Persiapan Tanaman Inang 3
Perbanyakan Serangga Kutu Putih Pepaya pada Inang 3
Persiapan Kurungan Serangga 4
Pemeliharaan Serangga Uji pada Tanaman Pepaya 4 Pengujian Pengaruh Deterjen 4
Pengujian Keefektifan Insektisida 5
Pengujian Keefektifan Campuran Deterjen dan Insektisida 5 HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Uji Pengaruh Deterjen terhadap Peluruhan Lilin P. marginatus 6
Uji Keefektifan Insektisida 10
Uji Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen 11
SIMPULAN DAN SARAN 14
Simpulan 14
Saran 14
DAFTAR PUSTAKA 14
LAMPIRAN 18
DAFTAR
TABEL
1. Rata-rata persen peluruhan lilin pada perlakuan tiga jenis deterjen
DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus 3 2 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus menurut Tanwar 4 3 Kutu putih yang mengalami peluruhan (a), kutu putih dengan lilin baru (b) 6 4 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin
DAFTAR
LAMPIRAN
1. Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen bubuk 17 2. Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen cair 18 3. Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan
lilin oleh deterjen krim 19 4. Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
insektisida profenofos 20 5. Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
insektisida deltamethrin 21 6. Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
profenofos dan deterjen cair 22
7. Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan
1
Pendahuluan
Latar Belakang
Pepaya merupakan salah satu komoditas buah yang dikonsumsi oleh hampir seluruh lapisan masyarakat. Buah ini sering dinamakan sebagai the health fruit of the angels karena kandungan nutrisinya yang sangat bermanfaat untuk kesehatan manusia. Di Indonesia tanaman pepaya ditanam sebagai tanaman pekarangan dan juga sebagai tanaman perkebunan. Luas lahan panen pepaya di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 9 571 ha dengan produksi mencapai 772 844 ton (Departemen Pertanian 2010). Umumnya, tanaman pepaya dapat tumbuh optimal pada ketinggian 200-500 m di atas permukaan laut dengan kisaran suhu antara 25-30 oC (Sujiprihati dan Suketi 2009).
Kutu putih, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) merupakan salah satu hama penting yang dapat menyebabkan kerugian besar bagi petani pepaya. Hama ini dapat menyebabkan kegagalan panen jika terjadi serangan berat terutama pada musim kemarau. Hal ini juga disebabkan oleh sifat hama kutu putih yang polifag, yaitu melalui manusia, terbawa angin dan burung sehingga potensi penyebarannya sangat cepat. Pada tahun 2009, P. marginatus
dilaporkan menyerang lebih dari 21 spesies tanaman di Indonesia dari famili Apocynaceae, Araceae, Caricaceae, Convolvulaceae, Cucurbitaceae, Euphorbiaceae, Fabaceae, Malvaceae, Moraceae, Myrtaceae, Rubiaceae dan Solanaceae (Sartiami et al. 2009).
Kutu putih merusak tanaman dengan cara menghisap cairan tanaman sehingga mengakibatkan terjadinya klorosis, kerdil, malformasi daun, dan dapat merontokkan daun muda dan buah. Pada tanaman muda (bibit), serangan berat dapat menyebabkan tanaman kering dan mati. Pada tanaman dewasa, gejala yang muncul adalah daun menguning, dan kadang kala juga dapat menyebabkan daun gugur. Serangan pada buah yang belum matang mengakibatkan bentuk buah yang tidak sempurna. Pada populasi hama kutu tinggi dapat menutupi permukaan buah (Pentoja et al. 2002).
Kerusakan yang ditimbulkan oleh hama kutu putih akan menurunkan produksi buah jika tidak dilakukan pengendalian. Hama kutu putih memiliki lapisan lilin tebal yang digunakan sebagai pertahanan diri. Insektisida sangat sulit menembus lapisan lilin pada hama kutu putih sehingga diperlukan bahan lain yang dapat meluruhkan lilin pada hama ini dan dapat membantu memaksimalkan kerja insektisida dalam mengendalikan hama kutu putih. Upaya pengendalian yang cepat dan efektif adalah menggunakan insektisida secara tepat dan bijaksana. Salah satu bahan yang dapat digunakan untuk meluruhkan lilin dan sekaligus mengendalikan hama kutu putih adalah deterjen.
2
2000). Menurut English (2005), deterjen telah digunakan untuk mengendalikan perkembangan populasi hama pada awal tahun 1800-an. Cara-cara tersebut cukup efektif meski harus diaplikasikan berkali-kali, namun perlu kehati-hatian karena dapat mematikan tanaman.
Di samping itu, insektisida sintetik diketahui memiliki banyak keunggulan di antaranya efektif pada dosis rendah, memberikan hasil yang cepat, dan ekonomis. Insektisida sintetik merupakan salah satu sarana penting yang dapat digunakan untuk mengendalikan hama dalam keadaan darurat ketika populasi hama telah mendekati atau melampaui ambang ekonomi (Metcalf 1982; Djojosumarto 2008).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui keefektifan jenis deterjen dalam peluruhan lilin dan menilai keefektifan insektisida dalam mengendalikan kutu putih pepaya, Paracoccus marginatus (Hemiptera: Pseudococcidae) pada tanaman pepaya.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas deterjen dan insektisida yang terbaik, terhadap kutu putih P. marginatus
pada tanaman pepaya yang selanjutnya dapat digunakan sebagai landasan dalam pemanfaatan pestisida tersebut di lapangan.
3
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Biosistematika Serangga dan Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan mulai bulan Agustus 2011 sampai dengan bulan Mei 2012.
Metode Penelitian
Persiapan Tanaman Inang
Bibit tanaman pepaya (Carica papaya L) varietas California digunakan sebagai tanaman inang kutu putih, Paracoccus marginatus. Bibit tanaman berumur 2 minggu dipindahtanamkan ke polybag berkapasitas 5 kg (25 cm x 30 cm) yang telah diisi campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1 (w/w). Bibit tanaman pepaya diperoleh dari Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT), Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Pemeliharaan tanaman yang dilakukan adalah penyiraman dan penyiangan gulma yang ada di sekitar tanaman. Tanaman-tanaman yang dipelihara digunakan sebagai inang serangga uji.
Perbanyakan Serangga Kutu Putih Pepaya pada Tanaman Inang
Beberapa imago kutu putih pepaya diambil dari Desa Rancabungur, Kecamatan Rancabungur, Kabupaten Bogor, lalu dipelihara di laboratorium, kemudian diperbanyak pada tanaman pepaya yang berumur 1.5 bulan atau telah mencapai tinggi 20 cm. Serangga kutu putih pada tanaman pepaya dibiarkan berkembang biak hingga didapatkan jumlah yang cukup untuk pengujian. Serangga uji yang digunakan adalah serangga instar III. Untuk mengetahui tahap perkembangan serangga instar III, mengacu pada Gambar 1. Pada Gambar 2 tertera tahapan perkembangan kutu putih menurut Tanwar et al. (2010).
Gambar 1 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus
Imago Betina Instar 3
Instar 2 Instar 2
Instar 4 (Pupa)
Imago Jantan Insr 3
4
Gambar 2 Tahapan perkembangan Paracoccus marginatus menurut Tanwar et al.
(2010)
Persiapan Kurungan Serangga
Kurungan serangga berbentuk tabung yang terbuat dari plastik mika dengan ukuran tinggi 25 cm dan diameter 10 cm, kemudian bagian atas kurungan serangga ditutup kain kasa yang direkatkan menggunakan lem. Kurungan serangga tersebut digunakan juga untuk pengujian.
Pemeliharaan Serangga Uji pada Tanaman Perlakuan
Telur yang telah menetas (crawler) dipindahkan ke tanaman uji yang telah disediakan. Selanjutnya, dilakukan pengamatan yang meliputi perkembangan setiap instar mulai instar I sampai instar III dan memastikan kecukupan jumlah serangga uji yang akan digunakan dalam perlakuan.
Pengujian Pengaruh Deterjen
Pada pengujian ini digunakan tiga jenis deterjen, yaitu berbentuk bubuk (b.a: sodium dodecyl benzene sulfonate), cair (b.a: natrium alkyl benzene sulfonate), dan krim (b.a: sodium alkyl benzene sulfonate). Masing-masing sediaan sabun tersebut diencerkan dengan menambahkan akuades hingga mendapatkan cairan sabun dengan konsentrasi masing-masing 0.05%, 0.1% dan 0.2% untuk kemudian diaplikasikan pada serangga uji.
Periode peletakan telur
10 hari
Betina Jantan
Instar I
Instar II
Instar III
Instar IV Telur
150‐600 butir
Siklus hidup
24‐26 hari pada betina 27‐30 hari pada jantan pada suhu 25oC & 65%
5
Sebanyak 10 ekor serangga uji nimfa instar III per tanaman disemprot dengan masing-masing konsentrasi deterjen. Serangga uji yang berada di atas dan bawah permukaan daun disemprot sebanyak 10 kali semprot (volume ± 4.4 ml) menggunakan botol semprot (handsprayer). Tanaman percobaan dikurung dengan kurungan mika-kasa (p = 25 cm, d = 16 cm). Kemudian kutu putih yang mengalami peluruhan lilin dicatat.
Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin dihitung pada 1, 2, 3, 4, dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan kaca pembesar dan mikroskop binokuler.
Percobaan disusun dalam rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan dan 5 kali ulangan. Data serangga uji pada setiap waktu pengamatan diolah menggunakan program komputer Statistical Analysis System (SAS) ver. 9.1.3. Perbandingan nilai tengah antar perlakuan dilakukan dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.
Perhitungan persentase dilakukan dengan menghitung seluruh jumlah serangga uji yang mengalami peluruhan lilin dan membagi dengan jumlah seluruh serangga uji dan mengalikannya dengan seratus persen, sehingga diperoleh rata-rata persentase peluruhan setiap hari setelah perlakuan selama 5 hari.
Pengujian Keefektifan Insektisida
Keefektifan insektisida diuji dengan 3 konsentrasi, yaitu 0.05%, 0.1%, dan 0.2%. Insektisida yang digunakan dalam perlakuan adalah insektisida berbahan aktif propenofos (Curacron 500 EC) dan deltametrin (Decis 25 EC). Formulasi insektisida deltametrin ataupun profenofos dicampur dengan akuades dan dimasukkan ke dalam botol semprot (sprayer) lalu diaplikasikan.
Nimfa instar III P. marginatus sebanyak 10 ekor per tanaman diletakkan pada permukaan atas daun dan dibiarkan selama 1 hari pada tanaman sebelum penyemprotan agar kutu serangga uji beradaptasi pada tanaman uji. Setelah itu, tanaman pepaya disemprot dengan insektisida maupun campuran antara insektisida dan deterjen sebanyak 10 kali semprot. Jumlah kutu yang mati dihitung pada 1, 2, 3, 4 dan 5 hari setelah perlakuan (HSP). Rancangan percobaan dan analisis data sama seperti pada percobaan sebelumnya.
Pengamatan dilakukan dengan mengamati jumlah kutu putih yang mati karena terpapar oleh insektisida. Jumlah mortalitas hama kutu putih pada tanaman uji di hitung.
Pengujian Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen
Satu jenis deterjen yang dianggap paling efektif berdasarkan hasil uji deterjen diencerkan dengan menggunakan akuades hingga mencapai konsentrasi 0.05%, 0.1% dan 0.2%. Deterjen yang paling efektif dalam meluruhkan lilin berdasarkan hasil uji adalah deterjen cair. Kombinasi yang digunakan dalam perlakuan adalah campuran insektisida prefonofos dengan deterjen cair dan deltametrin dengan deterjen cair. Perbandingan campuran insektisida dan deterjen adalah 1:1 dengan masing-masing konsentrasi. Metode penyemprotan dan pengamatan dilakukan sama dengan pengujian keefektifan insektisida.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Deterjen terhadap Peluruhan Lilin P. marginatus
Terdapat tiga jenis deterjen dilihat dari bentuk fisiknya, yaitu deterjen cair, deterjen krim (pasta) dan deterjen bubuk. Secara umum, fungsi deterjen cair hampir sama dengan deterjen bubuk dan deterjen krim, yang membedakan hanyalah dari segi bentuk, yaitu bubuk, krim dan cair (Permono 2002). Kandungan deterjen yang dibuat pada saat ini memungkinkan untuk memperoleh hasil yang sama atau lebih baik pada temperatur pencucian yang lebih rendah dan energi yang lebih sedikit serta menghasilkan proses uraian biologis yang lebih efisien yang dapat melindungi lingkungan dari pencemaran (Myers 1946).
Kutu putih memiliki lilin yang tebal sebagai pertahanan diri. Lilin yang dihasilkan oleh kutu putih dapat dikategorikan dalam golongan lemak. Dari penelitian ini lilin tersebut dapat luruh oleh larutan deterjen pada konsentrasi 0.05, 0.1 dan 0.2%. Beberapa literatur menyebutkan bahwa deterjen dapat menawarkan cara yang relatif aman dan mudah untuk mengendalikan banyak hama serangga khususnya yang memiliki lapisan lilin dan pada penelitian ini kutu putih
Paracoccus marginatus. Deterjen dapat berperan sebagai insektisida kontak tanpa efek residu. Menurut Crawshaw (2008), deterjen yang digunakan untuk mengendalikan serangga diencerkan dengan air untuk menghasilkan konsentrasi sekitar 2 persen sampai 3 persen, namun aplikasi perlu dilakukan pengulangan pada interval yang relatif singkat (4-7 hari) untuk mengendalikan hama tertentu, seperti laba-laba, tungau dan kutu-kutuan. Pengaruh deterjen pada lilin kutu putih dapat dilihat dari gambar di bawah ini (Gambar 3).
a b
Gambar 3 Kutu putih yang mengalami peluruhan (a), kutu putih dengan lilin baru (b)
7
kutu putih sebesar 32% pada konsentrasi 0.05%, 54% pada konsentrasi 0.1% dan 64% pada konsentrasi 0.2% pada 1 HSP. Sementara itu, deterjen krim memberikan peluruhan lilin sebesar 20% pada konsentrasi 0.05%, 38% pada konsentrasi 0.1% dan 48% pada konsentrasi 0.2% (Tabel 1).
Pengujian deterjen yang dilakukan pada serangga uji menunjukkan keragaman hasil. Pada perlakuan deterjen cair yang berbahan aktif natrium alkyl benzene sulfonat memiliki tingkat peluruhan yang paling tinggi diantara dua jenis deterjen lainnya. Persentase peluruhan lilin kutu putih pada perlakuan deterjen cair tertinggi sebesar 64% pada konsentrasi 0.2%, sedangkan pada deterjen bubuk dan deterjen krim hanya memberikan persentase sebesar 54% dan 48%. Hal ini dikarenakan deterjen cair memiliki bahan aktif yang lebih bersifat lifofilik (suka lemak) dibandingkan dengan deterjen bubuk maupun deterjen krim. Hal ini pula menyebabkan deterjen cair lebih potensial digunakan sebagai peluruh lilin kutu putih. Deterjen bubuk dan deterjen krim lebih bersifat mengendalikan. Hal ini yang menyebabkan kedua deterjen ini lebih potensial dalam mematikan kutu putih daripada sebagai peluruh lilin kutu putih.
8
Tabel 1 Rata-rata persen peluruhan lilin pada perlakuan tiga jenis deterjen terhadap nimfa instar III Paracoccus marginatus
Konsentrasi (%)
Waktu pengamatan
HSPa
Persen peluruhan P. marginatus (±SD)b Deterjen bubuk Deterjen cair
Deterjen krim Kontrol 1 6.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c
2 2.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 3 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 4 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 5 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0,05 1 30.0±12.3b 32.0±13.0b 20.0±7.1c
2 30.0±12.3b 24.0±15.2b 18.0±4.5b 3 16.0±11.4ab 18.0±13.0b 16.0±8.9b 4 2.0±4.5ab 12.0±13.0ab 10.0±7.1ab
5 0.0±0.0a 0.0±0.0a 0.0±0.0a
0,10 1 4.0±15.2b 54.0±11.4a 38.0±8.4b 2 8.0±13.0b 40.0±15.8ab 34.0±8.9a 3 0.0±23.4a 32.0±16.4a 26.0±8.9ab 4 14.0±13.4ab 20.0±14.1a 12.0±10.9ab 5 0.0±0.0a 0.0±0.0a 0.0±0.0a
0,20 1 8.0±10.9a 64.0±8.9a 48.0±4.5a 2 48.0±16.4a 46.0±18.2a 36.0±11.4a
3 28.0±22.8a 36.0±11.4a 30.0±10.0a 4 12.0±13.0a 18.0±16.4a 18.0±13.0a 5 0.0±0.0a 0.0±0.0a 0.0±0.0a
a
HSP: hari setelah perlakuan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi
9
a) Deterjen bubuk
b) Deterjen cair
c) Deterjen krim
Gambar 4 Perkembangan jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh deterjen bubuk (a), deterjen cair (b) dan deterjen krim (c)
10
menyebabkan tegangan permukaan air berkurang, sehingga kotoran dapat terbuang saat pembilasan.
Deterjen mempunyai dua struktur gugus yang berbeda yaitu gugus hidrofobikik (CH3(CH2)14) dan gugus hidrofilikik (CO2Na). Gugus hidrofilik berfungsi untuk mengikat air sedangkan gugus hidrofobikik berfungsi untuk mengikat lemak atau minyak. Kedua gugus tersebut dapat menurunkan tegangan permukaan sehingga deterjen dapat mengikat kotoran berupa minyak atau lemak yang menempel di kulit (Ghaim dan Elizabeth 1995).
Bagaimana deterjen bekerja merupakan kajian yang kompleks karena melibatkan banyak fungsi bahan yang berbeda, variasi substrat dan campuran berbagai jenis pengotor (soiling). Efektifitas dalam menurunkan tegangan antarmuka antara air, partikel pengotor (soil) dan subtrat (permukaan bahan yang dicuci) merupakan faktor penting agar proses wetting dapat berlangsung dengan baik (Hargreaves 2003).
Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel. Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak–air dan detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Apabila kotoran yang berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent
(zat pembentuk suspensi) (Hargreaves 2003).
Uji Keefektifan Insektisida
Mortalitas nimfa instar III P. marginatus dengan metode semprot serangga pada daun dengan insektisida berbahan aktif profenofos berpengaruh nyata terhadap mortalitas P. marginatus pada taraf uji 5%. Perlakuan dengan konsentrasi yang berbeda mengakibatkan persentase rata-rata mortalitas P.
marginatus berbeda. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi persentase rata-rata mortalitas P. marginatus. Pada konsentrasi 0.05% pensentase rata-rata mortalitasnya hanya 16%, konsentrasi 0.1% sebesar 26%, sedangkan pada konsentrasi 0.2% sebesar 44% pada hari ketiga setelah perlakuan (3 HSP). Pada konsentrasi yang diberikan paling tinggi yaitu sebesar 0.2%, namun persentase rata-rata kematian P. marginatus masih kurang dari 50% (Tabel 2).
Tabel 2 Mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida profenofos Insektisida
(%)
Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
1 2 3 4 5 kontrol 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d
0.05 4.0±5.5b 10.0±7.1c 16.0±5.5c 16.0±5.5c 16.0±5.5c 0.10 10.0±7.1b 20.0±10.0b 26.0±11.4b 26.0±11.4b 26.0±11.4b 0.20 18.0±14.8a 30.0±7.1a 44.0±5.5a 44.0±5.5a 44.0±5.5a
a
11
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi
Mortalitas serangga uji dengan insektisida tunggal berbahan aktif deltametrin berpengaruh nyata terhadap mortalitas P. marginatus pada taraf uji 5%. Perlakuan pada konsentrasi yang berbeda mengakibatkan persentase rata-rata mortalitas P. marginatus berbeda juga. Hal ini dapat dilihat bahwa semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi persentase rata-rata mortalitas P. marginatus. Pada konsentrasi 0.05% persentase rata-rata mortalitasnya hanya sebesar 18%, konsentrasi 0.1% sebesar 30%, sedangkan pada konsentrasi 0.2% sebesar 44% pada hari ketiga setelah perlakuan (3 HSP). Perlakuan pada konsentrasi yang paling tinggi yaitu 0.2%, masih mengakibatkan persentase rata-rata kematian P.
marginatus kurang dari 50% (Tabel 3).
Tabel 3 Mortalitas serangga uji pada perlakuan insektisida deltametrin Insektisida
(%)
Mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
1 2 3 4 5 Kontrol 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c 0.0±0.0c
0.05 6.0±5.5b 14.0±5.5b 18.0±4.5b 20.0±7.1b 20.0±7.1b 0.10 8.0±8.4b 24.0±5.5a 30.0±12.2b 30.0±12.2b 30.0±12.2b 0.20 18.0±8.4a 30.0±7.1a 44.0±11.4a 44.0±11.4a 44.0±11.4a
a
HSP: Hari setelah perlakuan.
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi
Mortalitas serangga uji yang diperlakukan dengan insektida tunggal berbahan aktif profenofos tampaknya menunjukkan perbedaan dengan mortalitas serangga uji insektisida tunggal berbahan aktif deltametrin. Hal ini terlihat dari persentase dari kedua perlakuan pada konsentrasi yang sama yaitu 0.2% sebesar 44% pada 3 HSP. Faktor yang menyebabkan tingkat mortalitas kurang dari 50% (Tabel 2 dan Tabel 3) adalah tebalnya lapisan lilin yang melindungi kutu putih sehingga kedua insektisida baik profenofos maupun deltametrin sulit menembus tubuh serangga uji. Dengan demikian, perlu ditambahkan bahan lain yang dapat membantu memaksimalkan kerja kedua insektisida.
Uji Keefektifan Campuran Insektisida dan Deterjen
Mortalitas nimfa instar III P. marginatus pada metode semprot serangga pada daun terlihat berbeda tiap konsentrasi. Pada hari pertama, rata-rata persentase mortalitas yang paling tinggi terdapat pada konsentrasi 0.2% sebesar 40%. Rata-rata persentase mortalitas yang paling tinggi terjadi pada hari ke-3 sebesar 74% dan setelah itu tidak terjadi perubahan persentase mortalitas (Tabel 4). Insektisida masuk ke tubuh serangga melalui, yaitu melalui bagian tarsus tungkai kutu yang kontak dengan lapisan residu pada permukaan daun dan melalui kutikula tubuh aktif akibat terkena semprotan langsung.
12
28% dan 52% pada 4 HSP (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa campuran antara insektisida dan deterjen cukup potensial untuk digunakan dalam pengendalian hama kutu P. marginatus dengan cara penyemprotan hama tersebut pada tanaman pepaya.
Tabel 4 Mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran insektisida profenofos dan deterjen cair
Insektida dan deterjen
(%)
Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa(± SD)b
1 2 3 4 5 Kontrol 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d
0.05+0.05 10.0±7.1bc 18.0±8.4c 26.0±11.4c 28.0±8.4c 28.0±8.4c 0.10+0.10 18.0±8.4b 36.0±11.4b 52.0±8.4b 52.0±8.4b 52.0±8.4b 0.20+0.20 40.0±12.2a 60.0±10.0a 74.0±5.5a 74.0±5.5a 74.0±5.5a
a
HSP: Hari setelah perlakuan
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi
Perlakuan tanaman pepaya dengan insektisida berbahan aktif deltametrin yang dicampur dengan deterjen menghasilkan nilai persentase sangat baik. Persentase rata-rata mortalitas yang diperoleh mencapai 80% pada konsentrasi 0.2% dan 60% pada konsentrasi 0.1% (Tabel 5). Jika dilihat dari hasil rata-rata persentase mortalitas yang diperoleh, dapat diketahui bahwa semakin tinggi konsentrasi campuran insektisida dan deterjen maka semakin tinggi jumlah mortalitas yang diperoleh. Faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat mortalitas adalah adanya korelasi yang baik campuran antara insektisida dan deterjen. Deterjen berperan sebagai peluruh lilin kutu putih yang digunakan sebagai pertahanan dan berperan sebagai insektisida juga, serta insektida profenofos dan deltametrin berpengaruh sebagai pengendali hama. Pada perlakuan juga diperoleh mortalitas yang kurang dari 50% untuk konsentrasi 0.05%.
13
Tabel 5 Mortalitas serangga uji pada perlakuan campuran insektisida deltametrin dan deterjen cair
Insektisida dan Deterjen
(%)
Rata-rata mortalitas (%) pada HSPa (± SD)b
1 2 3 4 5
kontrol 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.0±0.0d 0.05+0.05 10.0±10.0bc 24.0±11.4c 38.0±8.4c 38.0±8.4c 38.0±8.4c 0.10+0.10 20.0±12.2b 46.0±5.5b 56.0±5.5b 60.0±7.1b 60.0±7.1b 0.20+0.20 44.0±13.4a 62.0±16.4a 76.0±11.4a 80.0±7.1a 80.0±7.1a
a
HSP: Hari setelah perlakuan
Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan pada taraf 5%.
b
SD: standar deviasi
14
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Deterjen cair memberikan pengaruh yang lebih baik dari pada deterjen bubuk dan deterjen krim dalam meluruhkan lilin hama kutu putih. Perlakuan insektisida dengan menggunakan beberapa konsentrasi memperoleh hasil yang beragam. Kombinasi antara insektisida berbahan aktif deltametrin dan deterjen cair lebih berpotensi dalam pengendalian P. marginatus.
Saran
Perlu dilakukan pengujian insektisida sintetik dan deterjen dari bahan aktif yang lain sebagai alternatif untuk mengendalikan P. marginatus. Selain itu, perlu diperhatikan keamanannya terhadap tanaman yang diberi perlakuan.
DAFTAR PUSTAKA
Crabshaw WS. 29 Agustus 2011. Insect Control: Soaps and Detergents. Colorado (US): State University Extention.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2010. Keberhasilan dan kinerja hortikultura [Internet]. Tersedia pada: www.hortikultura.deptan.go.id.
Djojosumarto P. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
English LM. 2005. Organic Gardening-Natural Insecticides [Internet]. Mexico (US): New Mexico State University; [diunduh 2011 Juli 15]. Tersedia pada https://docs.google.com/insecticide.or.id.
Ghaim J, Elisabeth DV. 1995. Skin cleansing bar. editor: Barel AO, Paye M dan Maibach. Handbook of Cosmetic Science and Technology. New York:
Marcel Dekker Inc.
Hargreaves T. 2003. Chemical Formulation: An Overview Surfactant-Based Preaparation Used In Everyday Life. Cambridge(US): RSC Paperbacks. Imai T, Tsuchiya S, Fujimori T. 1995.Humidity effects on activity of insecticidal
soap for the green peach aphid, Myzus persicae (Sulzer) (Hemiptera: Aphididae). Appl.Entomol and Zool.30 (1): 185-188.
Jatmika A. 1998. Aplikasi enzim lipase dalam pengolahan minyak sawit dan minyak inti sawit untuk produk pangan, Warta PPKS.6(1):31-37
Metcalf RL. 1982. Insecticides in pest management. Di dalam: Metcalf RL, Luckman WH, editor. Introduction to Insect Pest Management. Ed ke-2. New York (US): John Wiley & Sons. hlm 215-275.
Miller DR, Miller GL. 2002. Redescription of Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Coccidae: Peudococcidae) including descriptions of the immature stage nd adult Male. Proceeding of the Entomological Society of Washington 104(1):1-23.
15
Penjota A, Follet PA, Jimenez AV. 2002. Pests of papaya. Di dalam: Pena JE, Sharp JL, Wysoki M, editor. Tropical Fruit Pest and Pollinator: Biology, Economic Inportance, Natural Enemies, and Control. Trowbrige (GB): Crowmwell Press.
Permono A. 2002 . Membuat Detergen Bubuk. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sartiami D, Dadang, Anwar R, Harahap IS. 2009. Persebaran hama baru
Paracoccus marginatus di Provinsi Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta. Di dalam: Prosiding Seminar Nasional Perlindungan Tanaman; 2009 Agustus 5-6; Bogor (ID): Pusat Kajian Pengendalian Hama Terpadu IPB. hlm 453-462.
Sujiprihati S, Suketi K. 2009. Budi Daya Pepaya Unggul. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Suryani A, Hambali E, Sailah I. 2002. Teknologi Emulsi. Bogor (ID): Jurusan Industri Pertanian, Fakultas Pertanian, IPB.
Tanwar RK, Jeyakumar P, Vennila S. 2010. Papaya mealybug and its management strategies. New Delhi: National Centre for integrated pest management.
16
LAMPIRAN
17
Tabel Lampiran 1 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh deterjen bubuk (b.a: sodium dodecyl benzene sulfonate). Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan lilin (%) HSP*
1 2 3 4 5 Kontrol 1 10 20 0 0 0 0
2 10 10 10 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 5 10 0 0 0 0 0 0.05 1 10 50 50 20 0 0 2 10 20 30 30 0 0 3 10 30 20 0 0 0 4 10 20 30 20 0 0 5 10 30 20 10 10 0 0.10 1 10 50 40 50 20 0 2 10 40 30 50 20 0 3 10 40 20 0 0 0 4 10 10 40 40 30 0 5 10 30 10 10 0 0 0.20 1 10 60 60 30 10 0 2 10 60 60 50 20 0 3 10 40 20 10 0 0 4 10 70 50 50 30 0 5 10 60 50 0 0 0
Keterangan:
18
Tabel Lampiran 2 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh deterjen cair (b.a: natrium alkyl benzena sulfonate).
Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan lilin (%) HSP*
1 2 3 4 5
Kontrol 1 10 0 0 0 0 0 2 10 0 0 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 5 10 0 0 0 0 0 0.05 1 10 40 40 30 30 0 2 10 50 30 30 20 0 3 10 20 20 10 10 0 4 10 20 0 0 0 0 5 10 30 30 20 0 0 0.10 1 10 60 60 40 40 0 2 10 70 40 40 10 0 3 10 50 50 50 30 0 4 10 40 20 10 10 0 5 10 50 30 20 10 0 0.20 1 10 70 70 50 30 0 2 10 60 30 20 0 0 3 10 70 60 40 40 0 4 10 50 30 40 10 0 5 10 70 40 30 10 0
Keterangan:
19
Tabel Lampiran 3 Jumlah kutu putih yang mengalami peluruhan lilin oleh deterjen krim(b.a: sodium alkyl benzene sulfonate). Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Jumlah kutu yang mengalami peluruhan lilin (%) HSP*
1 2 3 4 5
Kontrol 1 10 0 0 0 0 0
2 10 0 0 0 0 0
3 10 0 0 0 0 0
4 10 0 0 0 0 0
5 10 0 0 0 0 0
0.05 1 10 20 20 20 20 0 2 10 20 20 20 10 0 3 10 30 20 20 10 0 4 10 20 20 20 10 0 5 10 10 10 0 0 0 0.10 0 10 50 40 20 10 0
2 10 40 40 40 30 0 3 10 30 20 30 1 0 4 10 30 30 20 10 0 5 10 40 40 20 0 0 0.20 1 10 40 40 20 20 0
2 10 50 30 30 30 0 3 10 50 20 20 0 0 4 10 50 50 40 10 0 5 10 50 40 40 30 0
Keterangan:
20
[image:30.612.103.504.127.581.2]
Tabel Lampiran 4 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan insektisida berbahan aktif profenofos 500 EC dengan metode semprot serangga pada daun.
Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan
Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Mortalitas (%) pada HSP*
1 2 3 4 5
Kontrol 1 10 0 0 0 0 0 2 10 0 0 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 5 10 0 0 0 0 0 0.05 1 10 0 0 10 10 10
21
[image:31.612.98.504.124.658.2]
Tabel Lampiran 5 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan insektisida berbahan aktif deltamethrin dengan metode semprot serangga pada daun.
Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Mortalitas (%) pada HSP*
1 2 3 4 5 Kontrol 1 10 0 0 0 0 0
2 10 0 0 0 0 0
3 10 0 0 0 0 0
4 10 0 0 0 0 0
5 10 0 0 0 0 0
0.05 1 10 10 10 10 10 10 2 10 0 20 20 20 20 3 10 10 20 20 20 20 4 10 0 10 20 20 20 5 10 10 10 20 30 30 0.10 1 10 10 20 20 20 20 2 10 0 20 30 30 30 3 10 10 30 30 30 30 4 10 20 30 40 40 40 5 10 0 20 20 20 20 0.20 1 10 20 30 40 40 40 2 10 10 20 30 40 40 3 10 20 30 30 30 30 4 10 10 30 40 40 40 5 10 30 40 50 50 50
Keterangan:
22
[image:32.612.100.505.128.522.2]
Tabel Lampiran 6 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan profenofos
500 EC dan deterjen cair dengan metode semprot serangga pada daun.
Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Mortalitas (%) pada HSP
1 2 3 4 5 Kontrol 1 10 0 0 0 0 0
2 10 0 0 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 5 10 0 0 0 0 0 0.05 1 10 0 10 10 20 20
2 10 10 10 20 20 20 3 10 10 20 40 40 40 4 10 20 30 30 30 30 5 10 10 20 30 30 30 0.10 1 10 10 20 30 30 30 2 10 20 30 40 40 40 3 10 30 30 50 50 50 4 10 20 30 40 40 40 5 10 10 30 50 50 50 0.20 1 10 40 50 70 70 70 2 10 60 70 70 70 70 3 10 30 50 50 50 50 4 10 10 30 40 40 40 5 10 30 40 40 40 40
Keterangan:
23
[image:33.612.110.507.116.493.2]
Tabel Lampiran 7 Mortalitas P. marginatus yang diberi perlakuan deltametrin
dan deterjen cair dengan metode semprot serangga pada daun.
Konsentrasi
(%, w/v) Ulangan
Jumlah hewan
uji
Mortaliras (%) pada HSP*
1 2 3 4 5 Kontrol 1 10 0 0 0 0 0 2 10 0 0 0 0 0 3 10 0 0 0 0 0 4 10 0 0 0 0 0 5 10 0 0 0 0 0 0.05 1 10 0 10 30 30 30
2 10 0 20 20 20 20 3 10 20 40 40 40 40 4 10 20 30 30 30 30 5 10 10 10 30 30 30 0.10 1 10 20 40 40 40 40 2 10 0 30 30 30 30 3 10 30 30 40 40 40 4 10 30 40 50 50 50 5 10 20 50 60 60 60 0.20 1 10 50 70 80 80 80 2 10 30 50 60 60 60 3 10 60 70 80 80 80 4 10 50 80 80 80 80 5 10 30 40 60 60 60
Keterangan:
*HSP = Hari Setelah Perlakuan
24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Air Hitam, Langkat, Sumatera Utara pada tanggal 15 Agustus 1989 sebagai putri pertama dari Ibunda Ruslina Rumapea dan Ayahanda Jonner Tambun.Penulis memperoleh pendidikan formal sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Tanjung Pura, Langkat, Sumatera Utara dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Setelah menjalani Tingkat Persiapan bersama (TPB), pada tahun 2008 penulis memasuki jurusan di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif dalam unit kegiatan mahasiswa (UKM) sebagai Manager di UKM Sepak Bola IPB tahun 2009-2012, anggota UKM Futsal Putri IPB, anggota koor Puella Domini, dan Kepala divisi Olahraga dan Seni KEMAKI. Selain itu penulis juga pernah mengikuti turnamen Futsal Nasional Putri tahun 2009, pemenang lomba paduan suara se-JaBoDeTaBek tahun 2011, dan berwirausaha tahun 2012-2013.