• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keefektifan ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Keefektifan ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada tanaman jarak pagar (Jatropha curcas L.)"

Copied!
208
0
0

Teks penuh

(1)

TERHADAP Paracoccus marginatus

DAN Tetranychus

sp. PADA

TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

RATNA SARI DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis “Keefektifan Ekstrak Tiga Jenis Tumbuhan terhadap Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2010

(3)

RATNA SARI DEWI. Effectiveness of Extracts of Three Plant Species against Paracoccus marginatus and Tetranychus sp. on Jatropha curcas. Supervised by DADANG and DJOKO PRIJONO.

Broad-spectrum synthetic pesticides which can cause some undesirable side effects, are commonly used by Jatropha curcas farmer. Thus, safe and effective alternatives need to be developed. The objective of this study was to evaluate the potential of extracts of three plant species, i.e. Piper retrofractum (fruits, direct extraction with ethyl acetate [EtOAc]), Tephrosia vogelii (leaves, direct extraction with EtOAc), and A. indica (seeds, sequential extraction with n-hexane, EtOAc, and methanol), to control Paracoccus marginatus and Tetranychus sp. on J. curcas. Based on LC50 and LC95 values, in general all test extracts were slightly

more toxic to P. marginatus and Tetranychus sp. in the tests with residue-on-glass method than with leaf-residue method. In leaf-residue tests, P. retrofractum extract was about 3.3 to 8 times more toxic to P. marginatus (LC50 0.12%) and 1.3

to 21 times more toxic to Tetranychus sp. (LC50 0.22%) than the other test

extracts. In residue-on-glass tests, P. retrofractum extract was about 2 to 6.8 times more toxic to P. marginatus (LC50 0.12%) and 6.8 to 11.7 times more toxic

to Tetranychus sp. (LC50 0.18%) than the other test extracts. In greenhouse

experiments on potted J. curcas, the treatment with P. retrofractum extract reduced the population of P. marginatus by 92.8% compared with control and that of Tetranychus sp. by 98%. This population reduction was better than or comparable with that in the treatment with a synthetic insecticide imidacloprid (78% and 94.7% reduction, respectively). The pest population reduction in the treatment with T. vogelii hexane A. indica extracts was much lower than that in the treatment with imidacloprid.

(4)

@ Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(5)

TERHADAP Paracoccus marginatus

DAN Tetranychus

sp. PADA

TANAMAN JARAK PAGAR (Jatropha curcas L.)

RATNA SARI DEWI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Departemen Proteksi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)

Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas L.)

Nama : Ratna Sari Dewi

NRP : A451064011

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Dadang, MSc. Ketua

Ir. Djoko Prijono, M. AgrSc. Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, MSi.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(7)

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas hidayah dan karunia-Nya yang senantiasa dilimpahkan kepada penulis sehingga penelitian yang berjudul “Keefektifan Ekstrak Tiga Jenis Tumbuhan terhadap Paracoccus marginatus dan Tetranychus sp. pada Tanaman Jarak Pagar (Jatropha curcas Linn.)” dapat diselesaikan. Penelitian ini merupakan salah satu syarat memperoleh gelar Magister Sain pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Hama, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan rumah kaca Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) LPPM, IPB mulai Januari hingga November 2009. Penelitian ini didanai oleh Yayasan Eka Tjipta Foundation sekaligus sebagai pemberi beasiswa.

Penelitian ini tidak semata-mata has il dari jerih payah penulis sendiri, melainkan banyak bantuan dari pihak lain, karena itu melalui kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua, kakak, dan adik serta keluarga di Klaten yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan kepada penulis.

2. Kepada suamiku Wahyu Purnama, MSi yang selalu memberikan semangat dan dorongan dengan ikhlas dan penuh kesabaran, dan si kecil Muhammad Irsyad Purnama yang selalu menambah semangat penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

3. Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku Ketua Komisi Pembimbing atas segala nasihat dan selalu membimbing penulis dengan penuh kesabaran.

4. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. atas segala bimbingan dan ilmu pengetahuan yang diberikan kepada penulis.

5. Staf dan pegawai Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi LPPM-IPB atas kebersamaannya selama ini.

6. Teman-teman Entomologi/Fitopatologi angkatan 2006-2007 dan angkatan 2007-2008, dan teman-teman anggota Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga Hama atas segala bantuan, dukungan, saran, dan kebersamaannya.

Penulis berharap mudah-mudahan hasil penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Januari 2010

(8)

Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 27 November 1978 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Rasin dan Yumiati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas di SMU Negeri 6 Bogor pada tahun 1997. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk Institut Pertanian Bogor) dan menyelesaikannya pada tahun 2002. Pada tahun 2007 penulis memperoleh beasiswa dari Yayasan Eka Tjipta Foundation untuk mengikuti Program Magister Sains pada Program Studi Entomologi-Fitopatologi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Selama rentang waktu 2002-2006, penulis bekerja sebagai asisten dalam penelitian dosen di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Selama rentang waktu tersebut juga ada beberapa hasil penelitian yang penulis presentasikan yaitu yang berjudul:

1. Aktivitas biologi enam jenis ekstrak tumbuhan famili Asteraceae terhadap larva Spodoptera litura (F.) (Lepidoptera: Noctuidae), disajikan pada Seminar dan Kongres Nasional IV Perhimpunan Entomologi Indonesia, Cipayung, Maret 2002.

2. Penghambatan aktivitas peneluran Callosobruchus sp. (Coleoptera: Bruchidae) yang diperlakukan tujuh ekstrak tumbuhan, disajikan pada Simposium Nasional Ketahanan dan Keamanan Pangan pada Era Otonomi dan Globalisasi, kerja sama The International Society for Southeast Asian Agricultural Sciences Indonesian Chapter dan Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor serta Asian Network of Organic Recycling.

(9)
(10)

Halaman

Metode Pengujian ... 23

Uji Mortalitas di Laboratorium ... 23

Metode Residu pada Daun ... 23

Metode Kontak pada Tabung Gelas ... 24

Uji Keefektifan di Rumah Kaca ... 25

Pengujian terhadap P. marginatus. ... 25

Pengujian terhadap Tetranychus sp.. ... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

Hasil Ekstraksi Bahan Uji ... 27

Pengaruh Ekstrak Uji terhadap Mortalitas Paracoccus marginatus ... 27

Metode Residu pada Daun ... 27

Metode Kontak pada Tabung Gelas ... 32

Pengaruh Ekstrak terhadap Mortalitas Tetranychus sp. ... 37

Metode Residu pada Daun ... 37

Metode Kontak pada Tabung Gelas ... 42

Pengaruh Ekstrak Tiga Jenis Tumbuhan terhadap Populasi Hama Uji pada Pengujian di Rumah Kaca ... 46

Pembahasan Umum ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN ... 53

DAFTAR PUSTAKA ... 54

(11)

Halaman

1 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas

nimfa P. marginatus dengan metode residu pada daun... 28

2 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan

terhadap nimfa P. marginatus dengan metode residu pada daun 32

3 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas

nimfa P. marginatus dengan metode residu pada tabung gelas . 34

4 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap nimfa P. marginatus dengan metode residu pada

tabung gelas ... 37

5 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu

pada daun ... 38

6 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode

residu pada daun ... 41

7 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu

pada tabung gelas ... 43

8 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode

residu pada tabung gelas ... 46

9 Pengaruh bahan uji terhadap penurunan populasi nimfa P. marginatus dan imago tungau merah Tetranychus sp. pada

(12)

Halaman 1 Bunga tanaman jarak pagar: bunga jantan (A) dan bunga betina

(B) ... 8

7 Pengujian mortalitas dengan metode residu pada daun terhadap P. marginatus (A) dan Tetranychus sp. (B) ... 24

8 Pemaparan hewan uji pada pengujian mortalitas dengan metode residu pada tabung gelas ... 25

9 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada daun ... 30

10 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu pada daun ... 30

11 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu pada daun ... 31

12 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. indica dengan metode residu pada daun ... 31

13 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode residu pada daun ... 31

14 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada tabung gelas ... 35

15 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu pada tabung gelas ... 35

(13)

Halaman 17 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi

perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A . indica dengan metode

residu pada tabung gelas ... 36

18 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode

residu pada tabung gelas ... 36

19 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode

residu pada daun ... 39

20 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu

pada daun ... 40

21 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu

pada daun ... 40

22 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. indica dengan metode

residu pada daun ... 40

23 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode

residu pada daun ... 41

24 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode

residu pada tabung gelas ... 44 25 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi

perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu

pada tabung gelas ... 44

26 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu

pada tabung gelas ... 45

27 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. indica dengan metode

residu pada tabung gelas ... 45

28 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode

residu pada tabung gelas ... 45

29 Pengaruh bahan uji terhadap penurunan populasi nimfa P.

(14)

Halaman 30 Pengaruh bahan uji terhadap penurunan populasi imago

(15)

Latar Belakang

Persediaan sumber energi, terutama minyak bumi yang berasal dari fosil semakin menipis sehingga mendorong banyak negara di dunia termasuk Indonesia melakukan penghematan penggunaan energi minyak bumi dan berupaya mengembangkan berbagai energi alternatif, dari meningkatkan pemanfaatan gas alam, batu bara, dan lain- lain, hingga muncul gagasan untuk mengembangkan energi alternatif yang berasal dari makhluk hidup atau dikenal dengan sebutan biofuel. Biofuel dapat diartikan sebagai sumber energi yang berasal dari minyak yang dihasilkan oleh organisme hidup. Saat ini organisme yang umum digunakan sebagai sumber minyak adalah tumbuhan.

Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku energi altenatif memiliki beberapa keunggulan, di antaranya ketersediaannya bersifat berkelanjutan (sustainable) dan dapat diperbaharui (renewable) sehingga pemenuhannya dapat tetap terjamin. Selain itu, dari segi lingkungan pemanfaatan biofuel lebih ramah lingkungan (environmentally friendly) (Hambali et al. 2006).

Jarak pagar (Jatropha curcas L., Euphorbiaceae) merupakan salah satu tumbuhan potensial untuk dijadikan sebagai sumber bahan baku biodiesel. Tumbuhan ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tumbuhan lain, di antaranya minyak yang dihasilkan jarak pagar tidak termasuk minyak makan (nonedible oil) seperti halnya minyak yang berasal dari kelapa sawit, sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan minyak makan nasional (Hambali et al. 2006).

(16)

Salah satu masalah yang sangat serius pada budi daya jarak pagar jika dilakukan penanaman secara monokultur dalam skala luas adalah serangan hama dan penyakit. Selain penyakit tanaman, serangan hama merupakan salah satu faktor pembatas yang sangat penting untuk diperhatikan dalam upaya mencapai produksi yang optimal, karena serangan hama tidak hanya dapat menurunkan kuantitas, tetapi juga dapat menurunkan kualitas produk yang dihasilkan dan pada akhirnya dapat menimbulkan kerugian secara ekonomi.

Beberapa jenis hama dilaporkan menyerang tanaman jarak pagar, di antaranya yang cukup penting ialah tungau merah Tetranychus sp. (Acarina: Tetranychidae), dan kutu putih Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink (Hemiptera: Pseudococcidae). Kedua jenis hama tersebut menyerang tanaman jarak pagar baik pada fase pembibitan, tanaman muda, maupun tanaman dewasa. Tetranychus sp. merupakan hama pemakan tumbuhan yang bersifat polifag. Selain jarak pagar, Tetranychus sp. memiliki tanaman inang lain seperti tanaman kapas, tomat, kacang-kacangan, jeruk, pepaya, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan tanaman hias (Kalshoven 1981).

(17)

Penyebaran hama P. marginatus terjadi sangat cepat. Selain tanaman pepaya, P. marginatus juga menyerang tanaman budi daya lain seperti ubi kayu, tanaman hias, dan jarak pagar. Pada tanaman jarak pagar, hama ini menyerang dari fase pembibitan, tanaman muda, hingga tanaman dewasa. Serangan hama menyebabkan daun keriting dan melipat dan serangan pada bunga dapat menyebabkan bunga menjadi kering sehingga buah tidak terbentuk. Serangan berat pada fase bibit dapat menyebabkan tanaman mati, demikian pula pada tanaman dewasa.

Pengendalian hama yang umum dilakukan oleh petani jarak pagar terhadap kedua jenis hama tersebut adalah dengan aplikasi pestisida. Pestisida yang umum digunakan untuk mengendalikan kedua jenis hama tersebut adalah pestisida berbahan aktif imidakloprid. Pengendalian melalui aplikasi pestisida memberikan hasil yang cukup efektif, namun dibandingkan dengan kelebihannya, penggunaan pestisida lebih banyak menimbulkan efek yang merugikan. Meskipun jarak pagar bukan merupakan komoditas yang dikonsumsi, sehingga efek residunya pada produk tidak membahayakan, dari segi hama dan patogen aplikasi pestisida dikhawatirkan dapat mengakibatkan terjadinya resistensi. Selain itu, aplikasi pestisida dapat membahayakan organisme berguna bukan sasaran seperti serangga penyerbuk yang kehadirannya sangat diperlukan untuk penyerbukan tanaman jarak pagar. Aplikasi pestisida pada pertanaman jarak pagar yang luas juga dapat mencemari lingkungan.

(18)

Cabai jawa Piper retrofractum Vahl. (Piperaceae), kacang babi Tephrosia vogelii Hook. f. (Fabaceae), dan mimba Azadirachta indica A. Juss. (Meliaceae) merupakan tiga jenis tumbuhan yang diketahui memiliki sifat beracun terhadap berbagai jenis hama. Ekstrak metanol buah cabai jawa pada konsentrasi 0,5% dapat mematikan larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) hingga 100% (Prijono et al. 2006) dan menurut Zarkani (2008), ekstrak kasar cabai jawa dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 0,12% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana sekitar 85%. Selain untuk hama dari kelompok Lepidoptera, ekstrak cabai jawa juga efektif terhadap hama menusuk-mengisap. Menurut Insung (2005 dalam Pumnuan et al. 2008), ekstrak kasar cabai jawa pada konsentrasi 1% dapat menghambat perkembangan larva, nimfa, dan imago tungau Tyrophagus putrescentiae (Schrank) masing-masing sebesar 98,8%, 98,9%, dan 79,2%. Sementara itu bahan tanaman kacang babi telah lama dilaporkan memiliki aktivitas insektisida. Menurut Zarkani (2008), ekstrak kasar daun kacang babi pada konsentrasi 0,14% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana sebesar 80%. Selain itu, serbuk daun T. vogelii yang dicampur dengan serbuk daun A. indica dapat digunakan untuk mengendalikan hama kacang-kacangan Callosobruchus maculatus L. (Coleoptera: Bruchidae) di penyimpanan (Reuben et al. 2006). Tanaman A. indica sendiri sudah sejak lama dikenal sebagai bahan baku pestisida nabati yang tidak hanya dapat mengendalikan hama pertanian, tetapi juga dapat mengendalikan hama kesehatan dan hama gudang. Menurut Okumu et al. (2007), formulasi minyak A. indica pada konsentrasi 16 ppm dapat menyebabkan kematian larva nyamuk vektor penyakit malaria Anopheles gambiae (Diptera: Culicidae) >80%.

(19)

dosis yang terlalu tinggi umumnya dapat menyebabkan kerusakan pada tanaman (efek fitotoksisitas), 4) tidak di semua daerah terdapat tumbuhan tersebut, selain itu aktivitasnya dapat beragam menurut sebaran geografi tanaman, dan 5) bagian tumbuhan yang efektif belum tentu terdapat sepanjang tahun. Berdasarkan berbagai pertimbangan tersebut, perlu dilakukan pengembangan teknologi untuk mengatasi atau meminimumkan beberapa kelemahan di atas di antaranya dengan mengembangkan penelitian pemanfaatan tumbuhan sebagai sarana pengendalian hama dengan melakukan ekstraksi untuk mendapatkan senyawa aktif tumbuhan tersebut.

Penelitian mengenai pengaruh ekstrak P. retrofractum, T. vogelii, dan A. indica terhadap tungau merah Tetranychus sp. dan kutu putih P. marginatus pada tanaman jarak pagar dan potensinya dalam menurunkan populasi kedua jenis hama tersebut belum pernah dilaporkan. Karena itu, penelitian tentang hal tersebut perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi potensi ekstrak tiga jenis tumbuhan (buah P. retrofractum, daun T. vogelii, dan biji A. indica) untuk mengendalikan dua jenis hama menusuk-mengisap pada tanaman jarak pagar, yaitu P. marginatus dan tungau merah Tetranychus sp.

Ruang Lingkup Penelitian

1. Koleksi dan ekstraksi tiga jenis tumbuhan yang telah dipilih sebagai sumber ekstrak, yaitu P. retrofractum (buah), T. vogelii (daun), dan A. indica (biji). Pemilihan ini didasarkan pada hasil penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa ketiga jenis tumbuhan tersebut memiliki sifat insektisida.

(20)

3. Pengujian semilapangan ekstrak ketiga jenis tumbuhan terhadap P. marginatus dan Tetranychus sp. untuk mengetahui tingkat keefektifannya dalam menekan perkembangan populasi hama uji.

Manfaat Penelitian

(21)

Jarak Pagar Taksonomi, Botani, dan Syarat Tumbuh

Jarak pagar (Jatropha curcas L.) merupakan tanaman perdu (semak) yang tergolong dalam famili Euphorbiaceae. Tanaman ini berasal dari Amerika Selatan, namun pada berbagai pustaka disebutkan bahwa jarak pagar berasal dari Amerika Tengah dan Meksiko, kemudian menyebar ke Afrika dan Asia. Di Indonesia, tanaman ini diperkenalkan oleh orang Jepang pada tahun 1942 sebagai tanaman pekarangan (Hambali et al. 2006).

Tanaman jarak pagar memiliki beberapa nama lokal sesuai dengan daerah tempat tumbuhnya. Beberapa nama daerah jarak pagar adalah jarak kosta atau jarak budeg (Sunda), jarak gundul atau jarak pager (Jawa), kalekhe paghar (Madura), jarak pager (Bali), lulu mau, paku kase, dan jarak pageh (Nusa Tenggara), kuman nema (Alor), jarak kosta, jarak wolanda, bindalo, bintalo, dan tondo utomene (Sulawesi), serta ai huwa kamala, balacai, dan kadoto (Maluku) (Heyne 1987).

Tanaman jarak pagar mampu tumbuh hingga ketinggian 7 m dengan sistem perakaran berupa akar tunggang yang berwarna putih kecokelatan. Batang berwarna putih kotor (abu-abu), berkayu, dan silindris dengan percabangan tidak teratur. Batang dapat mengeluarkan getah bila terluka.

Jarak pagar termasuk tanaman berdaun lebar dengan lebar daun 6-16 cm. Panjang tangkai daun 4-15 cm. Helai daun bertoreh, berlekuk, dan ujungnya meruncing. Tulang daun menjari dengan 5-7 tulang daun utama. Susunan daun pada batang (filotaksis) membentuk spiral dengan posisi berselang-seling. Permukaan atas dan bawah daun berwarna hijau, namun permukaan bawah lebih pucat dibandingkan dengan permukaan atas (Puslitbangbun 2006).

(22)

(whorl) masing-masing terdiri atas lima tangkai sari yang menyatu membentuk tabung. Bunga betina berukuran lebih besar daripada bunga jantan, terdiri atas bakal buah (ovarium) dengan lima lokus (ruang) yang masing-masing berisi satu bakal biji (ovulum). Tangkai putik (stylus) melekat pada pangkal bunga dengan kepala putik (stigma) terpecah tiga. Sementara buah jarak pagar berbentuk bulat telur dengan diameter 2-4 cm dan panjang 2 cm serta ketebalan kulit buah sekitar 1 cm. Buah jarak pagar rata-rata terbagi menjadi tiga ruang yang masing-masing ruang berisi satu biji, namun terkadang dalam satu buah terdapat dua atau empat biji (Gambar 2).

Gambar 1 Bunga tanaman jarak pagar: bunga jantan (A) dan bunga betin a (B)

Gambar 2 Buah dan biji jarak pagar

Jarak pagar tumbuh baik di lahan kering dataran rendah beriklim kering (LKDRIK) pada ketinggian 0-500 m dpl dan curah hujan 300-1000 mm/tahun, serta suhu > 20 oC. Tanah yang cocok untuk jarak pagar adalah tanah yang

(23)

memiliki pH 5,5-6,5 dan drainase yang baik, karena tanaman ini sangat tidak tahan terhadap genangan (Puslitbangbun 2006).

Arti Penting Tanaman Jarak Pagar

Jarak pagar merupakan salah satu jenis tumbuhan yang potensial dijadikan sebagai sumber bahan baku biodiesel. Tanaman ini memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan tanaman lain yang juga dapat dijadikan bahan baku biodiesel seperti kelapa, kelapa sawit, jagung, dan kedelai. Keunggulan tersebut di antaranya ialah minyak jarak pagar bukan merupakan minyak makan (nonedible oil) seperti minyak tanaman lain yang disebutkan di atas, sehingga pemanfaatannya tidak mengganggu pemenuhan kebutuhan minyak makan nasional.

Biji jarak pagar mengandung 30%-35% minyak yang menjadi bahan baku pembuatan biodiesel (Hambali et al. 2006). Biji jarak pagar dapat langsung digunakan sebagai bahan bakar pada kompor biji jarak tanpa harus melalui pengolahan terlebih dahulu menjadi minyak (Widaryanto 2008). Minyak jarak hasil pengepresan dapat digunakan langsung sebagai bahan bakar kompor tanpa melalui proses pemurnian terlebih dahulu (Sumangat et al. 2007). Selain menghasilkan biodiesel, beberapa produk hasil samping pengolahan minyak juga masih dapat dimanfaatkan seperti bungkil jarak pagar dan gliserin. Bungkil jarak pagar dapat dimanfaatkan atau diolah menjadi kompos, bahan baku pembuatan biobriket, dan pakan ternak (setelah didetoksifikasi). Dalam bungkil masih terdapat senyawa yang bersifat racun (toksik) yaitu forbol ester dan kursin. Senyawa ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai biopestisida terutama insektisida botani. Sementara gliserin dapat dimanfaatkan dalam pembuatan sabun.

(24)

dari kulit batang dan kulit buah yang dapat digunakan dalam pembuatan tinta, penyamakan kulit, dan zat antioksidan. Selain itu daun dan getah tanaman ini secara tradisional digunakan sebagai obat beberapa penyakit seperti obat panas, sariawan, dan luka bakar (Gubitz et al. 1999; Openshaw 2000; Augustus et al. 2002).

Kutu Putih Paracoccus marginatus

Bioekologi

Paracoccus marginatus Williams and Granara de Willink. (Hemiptera: Pseudococcidae) atau dikenal dengan sebutan kutu putih buah pepaya merupakan serangga asli Meksiko atau Amerika Tengah. Serangga ini dilaporkan menjadi hama pertama kali di Kepulauan Karibia pada tahun 1994 dan ditemukan di Florida pada tahun 1998 (Walker et al. 2008). P. marginatus merupakan salah satu jenis hama yang memiliki kisaran inang yang cukup luas. Menurut Miller & Miller (2002) hama ini memiliki lebih dari 25 suku tanaman yang bernilai ekonomi sebagai inangnya, di antaranya tanaman jeruk, pepaya, ubi kayu, dan Hibiscus sp. Selain itu hama ini juga menyerang tanaman jambu, Jatropha sp. dan Ipomoea sp.

Persebaran P. marginatus cukup cepat. Sejak ditemukan pertama kali di Meksiko pada tahun 1955, P. marginatus kemudian ditemukan di Florida pada tahun 1998, dan pada Januari 2002 dilaporkan telah menyebar di 30 negara (Walker et al. 2008).

(25)

tubuh 0,3-0,5 mm (rata-rata 0,4 mm) dan lebar 0,2-0,3 mm (rata-rata 0,2 mm), instar II memiliki panjang tubuh 0,5-0,8 mm (rata-rata 0,7 mm) dan lebar 0,3-0,5 mm (rata-rata 0,4 mm), sementara instar III memiliki panjang tubuh 0,7-1,8 mm (rata-rata 1,1 mm). Berbeda dengan nimfa serangga betina, nimfa serangga jantan memiliki empat instar. Instar II memiliki panjang tubuh 0,5-1,0 mm (rata-rata 0,6 mm) dan lebar 0,2-0,6 mm (rata-rata 0,3 mm). Instar III merupakan masa prapupa berukuran panjang 0,8-1,1 mm (rata-rata 0,9 mm) dan lebar 0,3-0,4 mm (rata-rata 0,4 mm), sementara instar IV disebut fase pupa berukuran panjang 0,9-1,0 mm (rata-rata 1,0 mm) dan lebar 0,3-0,4 mm (rata-rata 0,3 mm). Imago betina berukuran lebih besar dibandingkan dengan jantan yaitu panjang 1,5-2,7 mm (rata-rata 2,2 mm) dan lebar 0,9-1,7 mm (rata-rata 1,4 mm), sementara imago jantan berukuran panjang 0,9-1,1 mm (rata-rata 1,0 mm) dan lebar 0,2-0,3 mm (rata-rata 0,3 mm) (Miller & Miller 2002).

Gambar 3 Kutu putih Paracoccus marginatus

(26)

Serangan pada tangkai buah terutama pada buah yang masih muda dapat menyebabkan kelayuan dan buah dapat gugur karena aliran nutrisi terganggu. Pada tanaman muda (bibit), serangan yang berat dapat menyebabkan tanaman kering dan mati (Dadang et al. 2007).

Gambar 4 Serangan P. marginatus pada bunga tanaman jarak pagar

Pengendalian

Pengendalian P. marginatus dapat dilakukan dengan menggunakan musuh alami seperti Cryptolaemus montrouzieri Mulsant (Coleoptera: Coccinellidae) dan parasitoid. Beberapa jenis parasitoid dari ordo Hymenoptera famili Encyrtidae dilaporkan berpotensi mengendalikan hama ini, yaitu Acerophagus papayae (Noyes and Schauff), Anagyrus loecki (Noyes and Menezes), Anagyrus californicus Compere, dan Pseudaphycus sp. Keempat jenis parasitoid ini mampu menurunkan populasi P. marginatus sekitar 97% di Puerto Rico. Pengendalian kimiawi dapat dilakukan, meskipun belum terdapat jenis bahan aktif yang spesifik untuk hama tersebut. Jenis bahan aktif yang dapat digunakan di antaranya karbaril, klorpirifos, diazinon, dimetoat, dan malation, namun kurang efektif karena aplikasi harus dilakukan berkali-kali dan dengan dosis yang diberikan dua kali lipat dari dosis normal (Walker et al. 2008).

Tungau Merah Tetranychus sp.

Bioekologi

(27)

pemakan tumbuhan yang bersifat polifag. Selain tanaman jarak pagar, hama ini juga dapat menyerang tanaman kapas, tomat, kacang-kacangan, jeruk, pepaya, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, dan tanaman hias (Kalshoven 1981).

Secara umum, tungau dari famili Tetranychidae dalam perkembangannya melewati beberapa fase. Menurut Huffaker et al. (1969) dan Zang (2003), sebagian besar Tetranychidae dalam satu siklus hidupnya melewati fase telur, larva, nimfa (protonimfa dan deutonimfa), dan dewasa. Setiap pergantian fase aktif pradewasa (larva dan nimfa) diikuti oleh fase istirahat sebagai pertahanan dari kondisi lingkungan yang kurang baik. Fase ini disebut chrysalis (Kalshoven 1981).

Telur Tetranychus sp. berbentuk bulat, berwarna kuning pucat yang kemudian berubah menjadi kuning tua. Telur diletakkan satu per satu yang diikatkan oleh benang-benang pada permukaan bawah daun (Asbani et al. 2007). Telur akan segera menetas jika telah terdapat bintik merah. Larva memiliki tiga pasang tungkai yang berwarna kuning muda dan berubah sesuai dengan warna cairan yang diisapnya (Deciyanto et al. 1991). Pada saat larva akan berganti kulit menjadi protonimfa (nimfa), larva mengalami fase istirahat yang disebut nimfokrisalis. Protonimfa kemudian mengalami fase istirahat yang disebut deutokrisalis yang kemudian berganti kulit menjadi deutonimfa. Fase deutonimfa kemudian mengalami fase istirahat yang disebut masa teliokrisalis yang akhirnya menjadi imago (Deciyanto et al. 1991). Imago berwarna merah (Gambar 5). Tungau ini membutuhkan waktu 7-14 hari untuk menyelesaikan satu siklus hidupnya.

(28)

Seperti halnya tungau dari jenis yang lain, perkembangan populasi tungau merah juga sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan seperti suhu, cuaca, curah hujan, angin, cahaya, dan musuh alaminya. Populasi meningkat pada suhu panas dan kering (kelembapan rendah) bahkan dapat menyebabkan ledakan populasi, namun curah hujan yang tinggi dapat menyebabkan kematian yang tinggi sehingga populasinya akan turun atau rendah. Penyebaran tungau dapat dibantu oleh angin melalui benang-benang suteranya, selain itu juga dapat terbawa oleh binatang lain (Kalshoven 1981).

Pengendalian

Pengendalian hama Tetranychus sp. dapat dilakukan dengan memanfaatkan musuh alami. Musuh alami utamanya adalah predator telur dan larva Phytoseiulus persimilis (Henr) (Acarina: Phytoseiidae) (Kalshoven 1981). Selain itu kumbang Coccinellidae Stethorus juga memangsa hama ini. Pengendalian juga dapat dilakukan dengan sanitasi lahan dan tidak menanam tanaman yang juga merupakan tanaman inangnya seperti ubi kayu di sekitar pertanaman. Pengendalian dengan cara memangkas bagian tanaman yang terserang juga dapat dilakukan dengan tujuan mengurangi populasi atau mencegah penyebaran yang lebih luas atau mengurangi populasi. Pada kegiatan pemangkasan, telur-telur, nimfa, dan imago dapat terbuang. Pengendalian secara kimia dapat menggunakan akarisida berbahan aktif propargit, dikofol, tetradifon, amitraz, dan dinobuton (Anonim 2008; Dadang et al. 2007).

Cabai Jawa Piper retrofractum

Botani

(29)

berupa bulir tegak, sedikit merunduk, bertangkai 0,5-2 cm, tangkai daun berbentuk bundar, panjang 1,5-2 mm, melekat pada tangkai yang hanya pada satu titik (Syukur 1999). Sama seperti bunganya, buah P. retrofractum juga berupa buah majemuk yang berbentuk bulir. Bulir buah berbentuk silindris dengan panjang ± 4 cm (Gambar 6). Untuk proses pematangan buah dibutuhkan waktu ± 6,5 bulan. Buah semula berwarna hijau, kemudian berwarna kuning gading dan akhirnya menjadi merah lunak. Bulir-bulir berwarna kehitaman dan keras.

Buah cabai jawa oleh kebanyakan masyarakat digunakan sebagai rempah karena memiliki bau yang harum dan rasanya yang pedas. Selain itu juga dimanfaatkan sebagai bahan obat seperti untuk menyembuhkan gangguan usus dan pencernaan, diare, disentri, antipendarahan, antiiritasi, karminatif, obat kuat, ekspektoran, oksitoksik, stimulan, bronkitis, batuk, diuretik, gonorhoe, rematik, iritasi ringan, mempermudah kelahiran, obat cuci mulut, dan sakit gigi (Heyne 1987; Guzman & Siemonsma 1999).

A B C

Gambar 6 Tumbuhan cabai jawa (A), buah cabai jawa segar masih di pohon (B), dan buah cabai jawa kering (C)

Potensi Insektisida

P. retrofractum sudah cukup sering dilaporkan memiliki sifat insektisida. Menurut Chansang et al. (2005), perlakuan dengan ekstrak aseton cabai jawa mengakibatkan kematian pada larva nyamuk Aedes aegypti (L.) dengan LC50

12,45 mg/l dan LC90 50,12 mg/l. Selain mengakibatkan kematian pada hama

(30)

cabai jawa pada konsentrasi 0,5% dapat mematikan larva hama tanaman kubis-kubisan Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae) sebesar 100%. Sementara menurut Zarkani (2008), ekstrak kasar P. retrofactum dengan pelarut etil asetat pada konsentrasi 0,12% dapat menyebabkan kematian larva C. pavonana sebesar 84,6%. Ekstrak kasar metanol cabai jawa pada konsentrasi 1% dapat mengakibatkan kematian rayap tanah Coptotermes curvignathus Holmgren (Isoptera: Rhinotermetidae) sebesar 86,62% (Sari 2008). Selain memiliki sifat insektisida, ekstrak cabai jawa juga memiliki sifat sebagai akarisida. Menurut Insung (2005 dalam Pumnuan et al. 2008), ekstrak kasar cabai jawa pada konsentrasi 1% dapat menghambat perkembangan larva, nimfa, dan imago tungau Tyrophagus putrescentiae (Schrank) sebesar 98,8%, 98,9%, dan 79,2%.

Senyawa yang terdapat dalam tumbuhan Piperaceae di antaranya guininsin, pelitorin, piperisida, piperin, piperlonguminin, dan retrofraktamida A yang telah dilaporkan memiliki sifat insektisida (Miyakado et al. 1989; Parmar et al. 1997; Scott et al. 2008). Buah cabai jawa sendiri mengandung senyawa piperin, pipernonalin, guininsin (Ahn et al. 1992), dan berbagai senyawa amida tidak jenuh lainnya (Kikuzaki et al. 1993). Sekitar 20 senyawa amida tidak jenuh telah diisolasi dari P. retrofractum, yaitu (2E,4E)-N-eikosadienoil piperidin, (2E,14E)-N-eikosadienoil piperidin, filfilin, guininsin, (2E,4E,14E)-N-isobutileikosatrienamida, (2E,4E,12E)-N-isobutilokta-dekatrienamida, (2E,8E)-N-9-(3,4-metilendioksifenil) nonadienoilpiperidin, 1-(2E,4E)-N-oktadekadienoil-piperidin, 1-(2E,4E,12E)-N-oktadekatrienoil-piperi-din, pelitorin, pipereikosalidin, piperisida, piperin, piperlonguminin, piperokta-dekalidin, piplartin, retrofraktamida A, retrofraktamida C, retrofraktamida D, dan silvatin (Ahn et al. 1992; Kikuzaki et al. 1993; Parmar et al. 1997). Selain itu, senyawa lain yang terdapat dalam P. retrofractum yaitu sesamin (lignan), sitosterol (steroid), dan metil piperat (ester) (Kikuzaki et al. 1993; Parmar et al. 1997).

(31)

pembukaan dan penutupan saluran ion natrium pada akson saraf sehingga menghambat aliran impuls saraf (Miyakodo et al. 1989).

Kacang Babi Tephrosia vogelii

Botani

Kacang babi Tephrosia vogelii Hook.f. (Fabaceae) merupakan tumbuhan perdu berumur pendek yang berasal dari Afrika tropis, tumbuh tegak, bercabang banyak, memiliki tinggi 2-3 m. Di sekitar Bogor, tanaman ini tumbuh di daerah dengan ketinggian 350-1200 m dpl (Heyne 1987).

T. vogelii memiliki akar tunggang, batang berbentuk bulat, berkayu, dan berwarna hijau. Daun berwarna hijau, bunganya ada yang berwarna ungu dan putih, sedangkan biji berukuran kecil, keras, dan berwarna hitam (Kardinan 2002). Tanaman T. vogelii pada awalnya digunakan untuk pupuk hijau, namun dengan perjalanan ilmu pengetahuan, ternyata daun T. vogelii diketahui memiliki sifat insektisida.

Potensi Insektisida

T. vogelii merupakan salah satu tumbuhan yang telah banyak digunakan oleh petani sebagai pengendali hama tanaman pertanian secara tradisional. Selain itu tumbuhan ini juga digunakan masyarakat sebagai bahan racun untuk menangkap ikan.

(32)

dapat menurunkan persentase kerusakan biji dibandingkan kontrol. Persentase kerusakan biji kacang-kacangan yang diberi perlakuan serbuk daun T. vogelii sebesar 7%, sementara kerusakan pada kontrol sebesar 33,1%. Untuk hama tanaman pertanian, ekstrak daun kacang babi yang diekstrak dengan pelarut heksana dan etil asetat secara bertahap pada konsentrasi 0,5% mengakibatkan kematian larva C. pavonana > 80% dengan LC95 masing-masing sebesar 0,48%

dan 1,23% (Wulan 2008). Selain itu, campuran ekstrak metanol T. vogelii dan P. retrofractum pada konsentrasi 0,5% dengan metode celup daun dapat mengakibatkan kematian larva C. pavonana sebesar 100% (Saryanah 2008).

Senyawa aktif yang terkandung dalam daun T. vogelii termasuk ke dalam golongan rotenoid seperti rotenon dan deguelin (Delfel et al. 1970; Hagemann et al. 1972). Menurut Hagemenn et al. (1972), kandungan senyawa aktif rotenon dan deguelin dalam daun T. vogelii dipengaruhi oleh umur tanaman. Kandungan rotenon dan deguelin semakin meningkat dengan bertambahnya umur tanaman.

Rotenon bekerja sebagai racun respirasi sel, yaitu menghambat transfer elektron dalam NADH-koenzim ubiquinon reduktase (kompleks I) dari sistem transpor elektron di dalam mitokondria. Rotenon menyekat pemindahan elektron dari Fe-S ke koenzim ubiquinon sehingga menghambat proses respirasi sel dan menurunkan produksi ATP, akibatnya aktivitas sel terhambat dan serangga menjadi lumpuh dan mati (Hollingworth 2001).

Mimba Azadirachta indica

Botani

(33)

pada ketinggian lebih dari 1500 m dpl. Tumbuhan ini dapat tumbuh pada lokasi dengan berbagai tipe tanah tetapi tidak pada daerah bergaram, tergenang atau tanah liat.

A. indica merupakan pohon berkayu berukuran sedang, tingginya mencapai lebih dari 15 m dengan batang tegak, kulit batang berwarna abu-abu tua, tebal, dan beralur. Daun A. indica tersusun dengan posisi berhadapan/berpasangan. Dalam satu tangkai terdapat 7-17 pasang daun, berbentuk lonjong, tepi daun bergerigi dengan ujung lancip dan bagian pangkalnya meruncing dengan tulang daun yang menyirip. Panjang daun 6-8 cm, lebar 1-3 cm. Bunga merupakan bunga majemuk berkelamin dua, di ujung cabang dengan tangkai silindris, panjang 8-15 cm, kelopak bunga berwarna hijau, benang sari silindris, putih kekuningan, putik lonjong, cokelat muda, mahkota halus berwarna putih. Buah berbentuk buni, bulat telur, dan berwarna hijau. Biji berbentuk bulat telur dengan diameter ± 1 cm dan berwarna putih (Joker 2001).

Potensi Insektisida

A. indica merupakan salah satu tanaman yang sudah dikenal lama sebagai sumber bahan baku pestisida nabati. Potensi A. indica sebagai pestisida botani telah banyak dilaporkan (Isman 1997). Setidaknya lebih dari 25 jenis senyawa aktif telah diisolasi dari tanaman mimba seperti azadiraktin, meliantriol, deasetilnimbin, azadiradion, nimbin, salanin, epoksiazadiradion, dan 6ß-hidroksigedunin (Govindachari et al. 1998; Koul et al. 2003). Cara kerja senyawa-senyawa ini bersifat sebagai antifeedant, repellent, dan menghambat perkembangan (growth regulator).

(34)

Senyawa aktif A. indica tidak hanya dapat mengendalikan hama pertanian, tetapi juga dapat mengendalikan hama kesehatan dan hama di penyimpanan (gudang). Di bidang kesehatan, formulasi minyak A. indica pada konsentrasi 16 ppm dapat mengakibatkan kematian larva nyamuk vektor penyakit malaria Anopheles gambiae >80% (Okumu et al. 2007). Di bidang pertanian, bahan aktif A. indica efektif terhadap berbagai jenis hama (Schmutterer 1995). Senyawa azadiraktin diketahui dapat menghambat aktivitas makan larva Spodoptera littoralis F. (Lepidoptera: Noctuidae) sebesar 98% pada konsentrasi 1 ppm (Ley et al. 1991 dalam Kraus 1995). Selain efektif terhadap hama pemakan daun, senyawa azadiraktin juga efektif terhadap hama menusuk-mengisap. Kraiss dan Cullen (2007) melaporkan bahwa minyak biji A. indica dapat menyebabkan kematian nimfa kutu daun sebesar 77%. Penelitian lain menyebutkan bahwa ekstrak air biji mimba dapat menurunkan kerusakan pada tanaman padi yang diakibatkan oleh kepik Oebalus poecilus (Dallas) (Hemiptera: Pentatomidae) (2,7%) dibandingkan dengan kontrol (3,4%) (Sutherland et al. 2002). Selain itu senyawa aktif azadiraktin dapat mengakibatkan kematian pada caplak Hyalomma dromedarii Koch. (Acarina: Ixodidae) dengan LC50 > 2500 mg/liter (Al-Rajhy et

(35)

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (IPB), dan rumah kaca Pusat Penelitian Surfaktan dan Bioenergi (SBRC) IPB. Penelitian berlangsung dari Januari hingga November 2009.

Penanaman Tanaman Pakan

Dalam penelitian ini pakan yang digunakan baik untuk perbanyakan hewan uji maupun untuk pengujian adalah jarak pagar. Benih jarak pagar yang dig unakan berasal dari Lampung yang telah dibudidayakan di daerah Cibedug-Ciawi, Bogor. Sebelum disemai, benih direndam terlebih dahulu dalam air selama 6 jam. Setelah 6 jam, benih dibilas dan ditiriskan. Benih kemudian disemai dalam nampan semai yang berisi arang sekam. Semaian disiram pada pagi dan sore hari. Setelah bibit berumur 1 bulan, bibit dipindahkan ke polybag berukuran 35 cm x 35 cm yang telah diisi campuran tanah, pupuk kandang, dan sekam dengan perbandingan 1:1:1. Setiap polybag diisi satu bibit tanaman. Pemupukan dilakukan ketika jarak pagar sudah berumur 3 bulan. Jenis pupuk yang digunakan adalah NPK dengan dosis 2 g per polybag. Pupuk ditabur melingkar mengelilingi tanaman, lalu ditutup tanah. Setelah berumur 3-4 bulan tanaman dapat digunakan sebagai pakan untuk pemeliharaan hewan uji dan untuk pakan saat pengujian.

Pemeliharaan Hewan Uji

(36)

Tumbuhan Sumber Ekstrak

Tumbuhan yang menjadi sumber ekstrak sebagai bahan uji adalah buah cabai jawa Piper retrofractum yang dibeli di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balitro), Bogor, daun kacang babi Tephrosia vogelii yang dikoleksi dari Megamendung- Bogor, dan biji Azadirachta indica berasal dari daerah Situbondo, Jawa Timur.

Ekstraksi Bahan Uji

Buah cabai jawa P. retrofractum dan daun kacang babi T. vogelii yang telah dikeringudarakan dipotong-potong menjadi bagian yang lebih kecil, sementara biji mimba A. indica dipisahkan dari kulit bijinya sehingga didapatkan bagian endospermanya. Setiap bahan tumbuhan dihaluskan dengan menggunakan blender, kemudian diayak menggunakan pengayak bermata 0,5 mm hingga dihasilkan serbuk. Pada penelitian ini, metode serta jenis pelarut organik yang digunakan dalam ekstraksi merujuk pada hasil penelitian sebelumnya (Wulan 2008; Zarkani 2008). Ekstraksi daun kacang babi T. vogelii dan cabai jawa P. retrofractum dilakukan dengan perendaman langsung serbuk tanaman dalam pelarut etil asetat dengan perbandingan 1: 10 (w/v). Sementara untuk biji mimba, A. indica ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi bertahap. Ektraksi bertahap adalah metode pengambilan senyawa yang terkandung dalam bahan tumbuhan dengan menggunakan beberapa jenis pelarut yang makin meningkat kepolarannya. Jenis pelarut yang digunakan dalam penelitian ini adalah heksana (nonpolar), etil asetat (semipolar), dan metanol (polar).

(37)

kedua (etil asetat) dengan perbandingan yang sama. Kegiatan yang dilakukan pada tahap kedua ini sama dengan tahap pertama. Pelarut etil asetat diuapkan pada suhu 50 oC dan tekanan 240 mbar. Pada tahap kedua, ekstrak yang diperoleh adalah fraksi ekstrak etil asetat. Pada tahap ketiga, ampas dari hasil perendaman dengan etil asetat yang telah dikeringkan dalam ruang asap kemudian direndam dengan pelarut ketiga yaitu metanol dengan perbandingan yang sama. Langkah-langkah yang dilakukan sama seperti pada tahap pertama dan kedua. Pelarut metanol diuapkan pada suhu 50 oC dan tekanan 337 mbar. Ekstrak yang diperoleh pada tahap terakhir ini adalah fraksi ekstrak metanol. Semua ekstrak yang diperoleh disimpan di dalam lemari pendingin pada suhu ± 4 °C hingga saat digunakan untuk pengujian.

Metode Pengujian

Uji Mortalitas di Laboratorium

Hewan uji yang digunakan pada pengujian ini adalah nimfa instar III kutu putih P. marginatus dan imago tungau Tetranychus sp. Metode yang digunakan pada pengujian mortalitas ini adalah metode residu pada daun dengan pencelupan daun dan metode kontak pada permukaan tabung gelas. Pada uji pendahuluan, baik perlakuan dengan metode residu pada daun maupun kontak pada permukaan tabung gelas digunakan beberapa taraf konsentrasi. Konsentrasi yang digunakan berkisar dari 0,01% sampai 2,0% yang terbagi menjadi beberapa taraf konsentrasi hingga diperoleh tingkat kematian hewan uji sebesar >90%.

(38)

Daun jarak pagar berukuran 3 cm x 3 cm dicelupkan dalam suspensi ekstrak yang telah disiapkan, kemudian daun dikeringanginkan. Daun dimasukkan ke dalam cawan petri yang telah dialasi tissue (untuk pengujian P. marginatus) atau spons dan kapas lembap (untuk pengujian Tetranychus sp.) (Gambar 7). Sebanyak 10 ekor hewan uji (nimfa instar III P. marginatus atau imago Tetranychus sp.) dimasukkan ke dalam cawan petri. Pemberian daun berperlakuan dilakukan selama 48 jam kemudian diganti dengan daun segar tanpa perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali dengan 10 ekor hewan uji untuk setiap ulangannya. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 5 hari dengan mencatat jumlah hewan uji yang mati.

Gambar 7 Pemaparan hewan uji pada pengujian mortalitas dengan metode residu pada daun terhadap P. marginatus (A) dan Tetranychus sp. (B)

Metode kontak pada tabung gelas. Setiap ekstrak uji diencerkan dengan aseton sehingga didapatkan larutan ekstrak sesuai dengan konsentrasi yang telah ditetapkan. Sebanyak 0,5 ml larutan ekstrak disebarkan secara merata pada permukaan dalam tabung gelas berukuran tinggi 5,8 cm dan diameter 2,2 cm kemudian dikeringkan dalam ruang asap. Sebagai kontrol, permukaan dalam tabung gelas hanya diberi aseton saja. Setelah pelarut menguap, sebanyak 10 ekor hewan uji (nimfa instar III P. marginatus atau imago Tetranychus sp.) dimasukkan ke dalam tabung gelas yang ditutup kasa dan dipaparkan selama 2 jam (Gambar 8). Setelah 2 jam, hewan uji dipindahkan ke dalam cawan petri yang berisi daun jarak pagar segar tanpa perlakuan. Penempatan daun pada cawan petri baik pada pengujian terhadap P. marginatus maupun Tetranychus sp. sama

(39)

seperti pada pengujian mortalitas dengan metode residu pada daun (Gambar 7). Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali dengan 10 ekor hewan uji untuk setiap ulangannya. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 5 hari dengan mencatat jumlah hewan uji yang mati.

Data hasil pengujian baik dengan metode residu pada daun maupun dengan metode kontak pada permukaan tabung gelas dianalisis dengan metode probit (Finney 1971) untuk mengetahui nilai LC (lethal concentration). Nilai LC yang dihitung adalah LC50 dan LC95. Analisis probit dilakukan dengan menggunakan

program POLO-PC (LeOra Software 1987).

Gambar 8 Pemaparan hewan uji pada pengujian mortalitas dengan metode residu pada tabung gelas

Uji Keefektifan di Rumah Kaca

(40)

konsentrasi 1 ml/l, dan (5) kontrol. Konsentrasi ekstrak yang diuji setara dengan 2 x LC95 metode residu pada daun. Setiap perlakuan diulang sebanyak empat kali.

Tanaman yang digunakan adalah bibit jarak pagar yang berumur 3 bulan yang ditanam dalam polybag. Metode perlakuan yang digunakan adalah penyemprotan langsung pada bibit jarak pagar. Setiap polybag disemprot dengan sediaan ekstrak atau insektisida sesuai konsentrasi yang telah ditentukan. Penyemprotan dilakukan secara merata pada permukaan atas dan permukaan bawah daun dengan menggunakan handsprayer. Setelah deposit bahan uji pada daun mengering, sebanyak 25 ekor nimfa instar III P. marginatus diinfestasikan pada tanaman, kemudian tanaman diletakkan di rumah kaca. Pengamatan dilakukan setiap hari selama 1 minggu dengan menghitung jumlah hewan uji yang masih terdapat pada setiap tanaman.

Pengujian terhadap Tetranychus sp. Jenis ekstrak yang diuji sama seperti

pada uji keefektifan terhadap P. marginatus. Percobaan disusun dalam rancangan acak kelompok dengan perlakuan (1) ekstrak P. retrofractum dengan konsentarasi 1,820%, (2) ekstrak T. vogelii dengan konsentrasi 2,810%, (3) ekstrak A. indica dengan konsentrasi 2,582%, (4) insektisida sintetik Confidor 200 SL berbahan aktif imidakloprid dengan konsentrasi 1 ml/l, dan (5) kontrol. Konsentrasi ekstrak yang diuji setara dengan 2 x LC95 metode residu pada daun. Metode pengujian

dan pengamatan sama seperti pada uji keefektifan terhadap P. marginatus. Jumlah hewan uji yang diinfestasikan sebanyak 15 ekor imago tungau merah per tanaman (per ulangan).

(41)

Hasil Ekstraksi Bahan Uji

Ekstraksi langsung serbuk buah P. retrofractum sebanyak 200 g dengan

pelarut etil asetat menghasilkan 27,83 g (13,91%) ekstrak kasar. Sementara

ekstraksi 150 g serbuk daun T. vogelii dengan pelarut etil asetat menghasilkan

13,98 g ekstrak kasar (9,32%). Untuk ekstraksi serbuk biji A. indica (150 g)

secara bertahap, hasil ekstrak terbesar (88,80 g [59,20%]) diperoleh dari ekstraksi

dengan heksana, kemudian diikuti metanol dan etil asetat, masing-masing 13,67 g

(9,11%) dan 11,32 g (7,55%).

Pengaruh Ekstrak Uji terhadap Mortalitas Paracoccus marginatus

Metode Residu pada Daun

Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas nimfa P.

marginatus dengan metode residu pada daun disajikan pada Tabel 1. Secara

umum semua ekstrak yang diuji berpengaruh terhadap kematian nimfa P.

marginatus. Ekstrak etil asetat P. retrofractum pada konsentrasi =0,5% dapat

mengakibatkan kematian nimfa P. marginatus >86% pada hari ke-5 setelah

perlakuan. Sementara pada perlakuan dengan ekstrak etil asetat T. vogelii,

kematian >80% baru diperoleh pada konsentrasi =1,5%. Sama halnya dengan

ekstrak etil asetat T. vogelii, pada pengujian dengan ekstrak heksana A. indica,

kematian >80% juga baru diperoleh pada konsentrasi = 1,5%. Sementara pada

perlakuan dengan fraksi ekstrak etil asetat, kematian nimfa P. marginatus sebesar

80% baru diperoleh pada konsentrasi 2%. Perlakuan dengan fraksi ekstrak

metanol A. indica pada konsentrasi 2% hanya dapat mengakibatkan kematian

(42)

Tabel 1 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas nimfa P. marginatus dengan metode residu pada daun

Jenis ekstrak Konsentrasi (%) Mortalitas (%)a

Ekstraksi langsung 1,00 96a

Piper retrofractum (etil asetat) 0,50 86a

0,25 70b

0,10 44c

0,05 26d

Kontrol 0e

Tephrosia vogelii (etil asetat) 2,00 94a

1,50 84b

Ekstraksi bertahap 2,00 94a

Azadirachta indica (heksana) 1,50 88a

1,00 72b

(43)

Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus akibat perlakuan ekstrak uji

ditunjukkan pada Gambar 9-13. Kematian nimfa P. marginatus pada semua

perlakuan ekstrak sudah mulai tampak pada satu hari setelah perlakuan (HSP) dan

terus meningkat. Pada pengujian dengan ekstrak P. retrofractum pada konsentrasi

1%, kematian pada hari pertama pengamatan sudah mencapai 62% kemudian

meningkat sampai pada hari keempat dengan kematian sebesar 96%. Kematian

nimfa pada pengujian dengan konsentrasi 0,5% dan 1% tidak bertambah setelah

hari ke-4 pengamatan, sedangkan pada konsentrasi yang lebih rendah, kematian

sudah tidak bertambah setelah hari ke-3 pengamatan (Gambar 9).

Pada pengujian ekstrak T. vogelii, pola perkembangan kematian relatif sama.

Kematian sudah terjadi pada hari pertama pengamatan. Pada konsentarsi 1%,

kematian pada hari pertama sebesar 40%, meningkat menjadi 60% pada hari ke-2,

dan terus meningkat menjadi 72% pada hari ke-3. Setelah hari ke-3 sampai

berakhirnya pengamatan (hari ke-5) tidak ada peningkatan kematian. Pada

pengujian dengan konsentrasi yang lebih tinggi (1,5% dan 2%), kematian nimfa

masih meningkat sampai hari ke-4 (Gambar 10).

Berbeda dengan pengujian P. retrofractum dan T. vogelii dimana kematian nimfa umumnya terjadi pada hari pertama sampai hari ke-3 kemudian konstan, pada pengujian ketiga fraksi ekstrak biji A. indica kematian nimfa terus meningkat

sampai hari ke-4 pengamatan. Hal ini kemungkinan karena cara kerja bahan aktif

dari A. indica yang lebih bersifat mempengaruhi perkembangan, sehingga waktu

yang dibutuhkan untuk mematikan hama uji relatif lebih lama dibandingkan

dengan ekstrak P. retrofractum dan T. vogelii yang senyawa aktifnya

masing-masing bersifat racun saraf dan racun respirasi yang bekerja lebih cepat dalam

mematikan serangga uji.

Perlakuan dengan ekstrak heksana A. indica pada konsentrasi tertinggi yaitu

2% mengakibatkan kematian sebesar 74% pada hari pertama pengamatan,

kemudian meningkat menjadi 90% pada hari ke-2, 92% pada hari ke-3 dan 94%

pada hari ke-4 (Gambar 11). Pada perlakuan dengan fraksi ekstrak etil asetat A.

(44)

meningkat menjadi 54% pada hari ke-2, 68% pada hari ke-3, dan 80% pada hari

ke 4, yang selanjutnya tidak ada penambahan kematian (Gambar 12).

Kematian nimfa pada perlakuan dengan fraksi ekstrak metanol A. indica

lebih rendah dibandingkan dengan dua jenis ekstrak A. indica lainnya. Pada

konsentrasi 2%, kematian yang diperoleh hanya sebesar 44% pada hari pertama,

62% pada hari ke-2, 66% pada hari ke-3, dan 74% pada hari ke-4 (Gambar 13).

Gambar 9 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada daun

Gambar 10 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu pada daun

(45)

Gambar 11 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu pada daun

Gambar 12 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. indica dengan metode residu pada daun

Gambar 13 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode residu pada daun

(46)

Berdasarkan nilai LC (lethal concentation) yang merupakan tolok ukur

toksisitas suatu bahan, ekstrak etil asetat P. retrofractum lebih aktif terhadap

nimfa P. marginatus dengan LC50 dan LC95 berturut-turut 0,120% dan 1,005%,

kemudian diikuti oleh ekstrak heksana A. indica (0,515% dan 2,311%), ekstrak

etil asetat T. vogelii (0,392% dan 3,937%), fraksi ekstrak etil asetat A . indica

(0,688% dan 3,704%), dan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan LC50 sebesar

0,955% dan LC95 sebesar 5,774% (Tabel 2).

Tabel 2 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap nimfa P. marginatus dengan metode residu pada daun

Jenis ekstrak a ± GBa b ± GBa LC50

a)a = intersep regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang

kepercayaan. f.e = fraksi ekstrak.

Metode Kontak pada Tabung Gelas

Pengaruh ekstrak uji terhadap mortalitas nimfa P. marginatus dengan

metode residu pada permukaan gelas disajikan pada Tabel 3. Sama halnya pada

pengujian ekstrak dengan metode residu pada daun, secara umum semua ekstrak

memiliki efek kontak terhadap nimfa P. marginatus. Kematian nimfa P.

marginatus pada pengujian dengan metode kontak pada permukaan gelas tidak

jauh berbeda jika dibandingkan dengan kematian yang diperoleh pada pengujian

dengan metode residu pada daun, kecuali ekstrak T. vogelii yang agak lebih

beracun pada pengujian dengan metode residu pada tabung gelas. Perlakuan

ekstark T. vogelii dengan metode residu pada tabung gelas pada konsentrasi 1 %

(47)

pengujian dengan metode residu pada daun hanya mengakibatkan kematian

sebesar 72%.

Perlakuan dengan ekstrak etil asetat P. retrofractum pada konsentrasi 0,5%

dan 1% mengakibatkan kematian nimfa masing-masing sebesar 88% dan 98%,

yang tidak jauh berbeda jika dibandingkan kematian dengan metode residu pada

daun (86% dan 96%).

Hal yang sama juga terlihat pada perlakuan tiga jenis ekstrak A. indica.

Efek kontak ekstrak T. vogelii relatif lebih tinggi pada pengujian dengan metode

residu pada tabung gelas dibandingkan dengan metode residu pada daun meskipun

perbedaannya tidak terlalu jauh.

Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus akibat perlakuan ekstrak

dengan metode residu pada tabung gelas ditunjukkan pada Gambar 14-18. Secara

umum perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus pada pengujian dengan metode residu pada tabung gelas sama dengan perkembangan mortalitas pada pengujian dengan metode residu pada daun. Kematian nimfa sudah terjadi pada hari pertama pengamatan dan terus meningkat. Kematian relatif konstan atau tidak terjadi penambahan kematian setelah 3 hari.

Toksisitas ekstrak dengan metode residu pada tabung gelas berdasarkan nilai LC dapat dilihat pada Tabel 4. Di antara kelima jenis ekstrak yang diuji,

ekstrak P. retrofractum memiliki efek kontak yang lebih tinggi dibandingkan

dengan ekstrak lainnya yang dapat dilihat dari nilai LC50 dan LC95. Nilai LC50

ekstrak etil asetat P. retrofractum, T. vogelii, A. indica (heksana), A. indica (etil

asetat), dan A. indica (metanol) berturut-turut 0,119%, 0,242%, 0,465%, 0,622%,

dan 0,812%. Sementara LC95 masing-masing ekstrak secara berurutan adalah

(48)

Tabel 3 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas nimfa P. marginatus dengan metode residu pada tabung gelas

Jenis ekstrak Konsentrasi (%) Mortalitas (%)a

Ekstraksi langsung 1,00 98a

P. retrofractum (etil asetat) 0,50 88a

0,25 72b

(49)

Gambar 14 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada tabung gelas

Gambar 15 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu pada tabung gelas

Gambar 16 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu pada tabung gelas

(50)

Gambar 17 Perkembangan mortalitas nimfa P. marginatus yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. Indica dengan metode residu pada tabung gelas

(51)

Tabel 4 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap nimfa P. marginatus dengan metode residu pada tabung gelas

Jenis ekstrak a ± GBa b ± GBa LC50

a = intersep regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang kepercayaan. f.e = fraksi ekstrak.

Pengaruh Ekstrak Uji terhadap Mortalitas Tetranychus sp.

Metode Residu pada Daun

Pengaruh ekstrak uji terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus

sp. dengan metode residu pada daun disajikan pada Tabel 5. Secara umum semua

ekstrak yang diuji memberikan efek kematian terhadap imago Tetranychus sp.

Sebagian besar ekstrak yang diuji sedikit lebih aktif terhadap Tetranychus sp.

daripada terhadap P. marginatus, namun perbedaannya tidak terlalu jauh. Ekstrak

etil asetat P. retrofractum pada konsentrasi 1% sudah mengakibatkan kematian

imago tungau merah sebesar 100%, sementara pada pengujian pada P. marginatus

pada konsentrasi yang sama memberikan kematian sebesar 96%.

Hal yang sama juga terjadi pada ekstrak yang lain, kecuali perlakuan dengan

fraksi ekstrak metanol A. indica yang mengakibatkan kematian Tetranychus sp.

lebih rendah dibandingkan dengan kematian P. marginatus. Perlakuan dengan

fraksi ekstrak metanol A. indica pada konsentrasi tertinggi (2%) hanya

(52)

Tabel 5 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu pada daun

Jenis ekstrak Konsentrasi (%) Mortalitas (%)a

Ekstraksi langsung

P. retrofractum (etil asetat) 1,00 100a

0,50 82b

a Mortalitas kumulatif pada hari ke-5 setelah perlakuan. Untuk setiap kelompok ekstrak,

(53)

Perkembangan mortalitas imago Tetranychus yang diberi perlakuan ekstrak

selama 5 hari pengamatan ditunjukkan pada Gambar 19-23. Perkembangan

mortalitas Tetranychus sp. sudah mulai terjadi pada hari pertama setelah

perlakuan, dan pada perlakuan dengan beberapa jenis ekstrak, kematian pada hari

pertama cukup tinggi, bahkan telah mencapai 100%. Pada perlakuan dengan

ekstrak etil asetat P. retrofractum pada konsentrasi tertinggi 1%, kematian pada

hari pertama sudah mencapai 98% dan meningkat menjadi 100% pada hari ke-3

pengamatan (Gambar 19). Pada perlakuan dengan ekstrak etil asetat T. vogelii

dengan konsentrasi 1%, kematian pada hari pertama sebesar 46% dan meningkat

tajam pada hari ke-2 yaitu menjadi 96%, namun pada pengamatan berikutnya

sudah tidak ada lagi penambahan kematian (Gambar 20). Pada perlakuan dengan

ekstrak A. indica baik ekstrak heksana, fraksi etil asetat, maupun fraksi metanol,

pola perkembangan mortalitas relatif sama dengan ekstrak P. retrofractum dan T.

vogelii, yaitu tingkat kematian sudah relatif konstan atau tidak ada lagi

peningkatan kematian setelah hari ke-3 pengamatan.

Gambar 19 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada daun

0 20 40 60 80 100

1 2 3 4 5

Waktu pengamatan (HSP)

Mortalitas (%)

(54)

Gambar 20 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat T. vogelii dengan metode residu pada daun

Gambar 21 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu pada daun

(55)

Gambar 23 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode residu pada daun

Toksisitas ekstrak uji terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan

metode residu pada daun berdasarkan nilai LC ditunjukkan pada Tabel 6. Ekstrak

etil asetat P. retrofractum memiliki toksisitas tertinggi diikuti oleh ekstrak

heksana A. indica, ekstrak etil asetat T. vogelii, fraksi etil asetat A. indica, dan

terendah fraksi metanol A. indica.

Tabel 6 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu pada daun

Jenis ekstrak a ± GBa b ± GBa

a = intersep regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang kepercayaan. f.e = fraksi ekstrak.

(56)

Metode Kontak pada Tabung Gelas

Pengaruh ekstrak uji terhadap mortalitas imago Tetranychus sp. dengan

metode residu pada tabung gelas disajikan pada Tabel 7. Sama halnya dengan

pengujian pada P. marginatus, mortalitas imago tungau merah tidak jauh berbeda

dengan mortalitas pada pengujian dengan metode residu pada daun, namun tingkat

mortalitas akibat perlakuan dengan beberapa ekstrak cenderung lebih tinggi.

Perlakuan dengan ekstrak etil asetat P. retrofractum, ekstrak etil asetat T. vogelii,

ekstrak heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol A. indica pada konsentrasi

1% mengakibatkan kematian hewan uji masing-masing 100%, 98%, 96%, 76%,

dan 32% . Sementara pada perlakuan dengan metode residu pada daun kematian

imago Tetranychus sp. akibat perlakuan masing-masing ekstrak adalah 100%,

96%, 96%, 70%, dan 14%.

Perkembangan mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp. pada

pengujian dengan metode residu pada tabung gelas memiliki pola yang sama

dengan pengujian dengan metode residu pada daun, yaitu kematian sudah terlihat

pada hari pertama pengamatan dan cenderung konstan atau tidak ada penambahan

setelah hari ke-3 (Gambar 24-28).

Toksisitas ekstrak uji terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan

metode residu pada tabung gelas berdasarkan nilai LC ditunjukkan pada Tabel 8.

Berdasarkan LC95, ekstrak etil asetat P. retrofractum memiliki toksisitas tertinggi

(0,836%) diikuti oleh ekstrak heksana A. indica (1,238%), ekstrak etil asetat T.

vogelii (1,276%), fraksi etil asetat A. indica (2,424%), dan terendah fraksi metanol

A. indica (17,450%).

(57)

Tabel 7 Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu pada tabung gelas

Jenis ekstrak Konsentrasi (%) Mortalitas (%)a

Ekstraksi langsung

P. retrofractum (etil asetat) 1,00 100a

0,50 88b

a Mortalitas pada hari ke-5 setelah perlakuan. Untuk setiap kelompok ekstrak, rataan

(58)

Gambar 24 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak etil asetat P. retrofractum dengan metode residu pada tabung gelas

(59)

Gambar 26 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan ekstrak heksana A. indica dengan metode residu pada tabung gelas

Gambar 27 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak etil asetat A. indica dengan metode residu pada tabung gelas

Gambar 28 Perkembangan mortalitas imago Tetranychus sp. yang diberi perlakuan fraksi ekstrak metanol A. indica dengan metode residu pada tabung gelas

(60)

Tabel 8 Penduga parameter toksisitas ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap imago tungau merah Tetranychus sp. dengan metode residu pada tabung gelas

Jenis ekstrak a ± GBa b ± GBa

a = intersep regresi probit. b = kemiringan regresi probit. GB = galat baku. SK = selang kepercayaan. f.e = fraksi ekstrak.

Pengaruh Ekstrak Tiga Jenis Tumbuhan terhadap Populasi Hama Uji pada Pengujian di Rumah Kaca

Jenis ekstrak yang digunakan pada uji di rumah kaca (semilapangan) adalah

ekstrak etil asetat P. retrofractum dan T. vogelii serta ekstrak heksana A. indica.

Ekstrak heksana A. indica dipilih berdasarkan hasil terbaik pada pengujian

laboratorium terhadap dua jenis hama uji, yaitu nimfa P. marginatus dan imago

Tetranychus sp. Konsentrasi ekstrak yang diuji setara dengan 2 x LC95 metode

residu pada daun. Pada uji semilapangan ini juga disertakan perlakuan insektisida

sintetik sebagai pembanding, yaitu Confidor 200 SL dengan bahan aktif

imidakloprid.

Gambar

Gambar 8  Pemaparan hewan uji pada pengujian mortalitas dengan metode residu pada tabung gelas
Tabel 1  Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas nimfa P. marginatus dengan metode residu pada daun
Tabel 3  Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas nimfa P. marginatus dengan metode residu pada tabung gelas
Tabel 5  Pengaruh ekstrak tiga jenis tumbuhan terhadap mortalitas imago tungau merah Tetranychus sp
+7

Referensi

Dokumen terkait

Namun demikian, ditemui beberapa kultivar lokal yang memiliki jumlah anakan dan jumlah anakan produktif yang lebih banyak dibandingkan dengan Dodokan sehingga berpotensi untuk

Dari hasil analisa data penelitian didapatkan adanya hubungan yang signifikan antara tingkat pengetahuan terhadap kemauan melakukan Pap smear pada perempuan yang

Terutama nitrogen yang dapat membuat tanaman menjadi lebih hijau karena mengandung banyak butir-butir hijau yang penting dalam proses fotosintesa Nitrogen juga

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Kualitas membaca Al-Quran santri di Pondok Pesantren Roudlotul Quran mayoritas sudah baik, hal ini ditunjukkan dengan

Berdasarkan hasil pemodelan yang telah didapatkan yaitu pemodelan inversi 2D dan visualisasi 3D yaitu reservoir panasbumi berada pada kedalaman berkisar antara 746 m hingga

Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai data kualitas fisik dan mikrobiologi udara dalam ruang kantor dan data kasus Sick Building Syndrome pada pegawai

Berkaitan dengan perkembangan jiwa agama pada masa remaja, zakiah derajat membagi kepada dua tahap, yaitu (1) Masa Remaja Awal, (2) Masa Remaja Akhir..