• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing Di Jawa Timu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing Di Jawa Timu"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan

produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan

langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal

mempengaruhi tinggi rendahnya. pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan

marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian

setiap negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi.

Sasaran yang dituju bukan hanya masyarakat atau kalangan swasta dalam negeri,

tetapi juga investor asing (Dumairy, 1997).

Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan

kedaulatan politik dan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal untuk

mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan

modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping

menggali sumber pembiayaan asli daerah, pemerintah daerah juga mengundang

sumber pembiayaan luar negeri salah satunya adalah Penanaman Modal Asing

Langsung (Foreign Direct Investment) (Sarwedi 2002).

Penanaman modal asing (PMA) sebagai salah satu komponen aliran modal

yang masuk ke suatu daerah dianggap sebagai aliran modal yang relatif stabil dan

mempunyai resiko yang kecil dibandingkan dengan aliran modal lainnya,

(2)

2

lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya permanen (jangka

panjang), banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih ketrampilan

manajemen dan membuka lapangan kerja baru.

Kesempatan untuk berinvestasi di Provinsi Jawa Timur semakin terbuka

dengan adanya kebijakan deregulasi baik di sektor riil maupun di sektor moneter.

Disamping dalam rangka untuk menarik investasi langsung, keterbukaan ini

sejalan dengan era globalisasi dan perdagangan bebas.

Peluang dan jaminan kepastian hukum diberikan oleh pemerintah

Indonesia kepada investor terutama investor asing dengan menerbitkan

Undang-Undang pada tahun 1967, yaitu Undang-Undang-Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang

Penanaman Modal Asing yang ditujukan untuk mempercepat pembangunan

ekonomi Indonesia serta digunakan dalam bidang-bidang dan sektor-sektor yang

dalam waktu dekat belum dan atau tidak dapat dilaksanakan oleh modal Indonesia

sendiri yang disebabkan oleh ketiadaan modal, pengalaman dan teknologi.

Undang-undang ini kemudian disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 11

Tahun 1970 tentang penanaman modal asing yaitu dengan memberikan

kelonggaran-kelonggaran perpajakan kepada investor asing, antara lain

kelonggaran dalam bea materai modal, bea masuk dan pajak penjualan, bea balik

nama, pajak perseroan dan pajak deviden.

Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui

berbagai peraturan untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif

dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan daerah serta

(3)

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. Penetapan

undang-undang tersebut juga ditujukan untuk menciptakan iklim penanaman modal yang

kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum, keadilan dan efisien dengan

tetap memperhatikan kepentingan ekonomi nasional. Sebelumya, melalui

kebijakan paket 23 Oktober 1993, berbagai wewenang pengambilan keputusan

yang berkaitan dengan investasi telah dilimpahkan kepada daerah dan tidak lagi

harus diputuskan oleh pemerintah pusat.

Dalam kurun waktu tahun 1996 sampai dengan 2010 penanaman modal

asing di Provinsi Jawa Timur mengalami pasang surut dikarenakan berbagai

kondisi perekonomian antara lain krisis ekonomi pada tahun 1998 yang

dampaknya tidak hanya dirasakan oleh Provinsi Jawa Timur saja tetapi juga

dirasakan oleh daerah-daerah lain di Indonesia. Suruji et.al. (1998) dalam

Sutarsono (2010) menyatakan bahwa tahun 1998 menjadi titik terendah tingkat

investasi Indonesia. Ketidakstabilan ekonomi yaitu inflasi dan tingkat

pengangguran yang tinggi serta ketidakstabilan politik telah memicu pelarian

modal (capital outflow) dalam skala yang cukup tinggi hingga mencapai US$ 20

milyar. Ketidakstabilan tersebut juga mengakibatkan banyak pengusaha

meninggalkan Indonesia, terhambatnya jaringan distribusi nasional, terputusnya

pembiayaan luar negeri, dan ditangguhkannya banyak rencana investasi asing di

Indonesia.

Iklim investasi dapat didefinisikan sebagai semua kebijakan, kelembagaan

dan lingkungan, baik yang sedang berlangsung maupun yang diharapkan terjadi di

(4)

4

suatu investasi. Perbaikan iklim penanaman modal tak henti-hentinya dilakukan

pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan cadangan devisa guna mendorong

perekonomian karena posisi iklim investasi menjadi salah satu alasan utama

investor untuk menanamkan modalnya. Masih rendahnya pelayanan publik,

kurangnya kepastian hukum, dan berbagai Peraturan Daerah yang tidak “pro

-bisnis” diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tidak kondusif. Pelayanan

publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya

waktu berurusan dengan perijinan dan birokrasi. Ini diperparah dengan masih

berlanjutnya berbagai pungutan, baik resmi maupun tidak resmi. Alasan utama

mengapa investor masih khawatir untuk melakukan bisnis di Indonesia adalah

ketidakstabilan ekonomi makro antara lain tingkat inflasi yang tinggi, rendahnya

Produk Domestik Regional Bruto, fasilitas infrastruktur yang kurang memadai,

ketidakpastian kebijakan, korupsi multilevel dari pusat hingga daerah, perijinan

usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja (Kuncoro, 2000).

Oleh karena itu pemerintah Provinsi Jawa Timur berusaha terus

melakukan peningkatan pengembangan tata kelola pemerintahan yang baik dan

peningkatan kestabilan keamanan dan ketertiban daerah melalui Peraturan Daerah

Nomor 1 Tahun 2009 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah

Provinsi Jawa Timur Tahun 2005-2025.

1.2. Perumusan Masalah

Perkembangan penanaman modal asing yang masuk ke Indonesia dari

(5)

Jawa Timur relatif kecil jika dibandingkan dengan besarnya nilai investasi asing

yang masuk ke Indonesia (Gambar 1.1). Investasi tertinggi dicapai pada tahun

1993 sebesar 33,13 persen dari total investasi asing nasional. Peningkatan

investasi ini sejalan dengan perubahan struktur ekonomi di Jawa Timur yang

semula pada periode 1990-1992 kontribusi sektor pertanian merupakan

penyumbang terbesar Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), kemudian

bergeser ke sektor industri pengolahan. Hal ini juga berdampak pada laju

pertumbuhan ekonomi pada tahun 1994 yang meningkat sebesar 13,76 persen,

dimana merupakan laju pertumbuhan tertinggi dalam periode 1990-2010.

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Asing Provinsi Jawa Timur Gambar 1.1. Perkembangan nilai PMA Nasional dan Provinsi Jawa Timur

Tahun 1990-2010

Sedangkan pada tahun 2009-2010 investasi asing yang masuk ke Provinsi

(6)

6

investasi asing nasional. Meskipun persentase terhadap total investasi nasional

menurun tetapi nilai investasi asing yang masuk ke Provinsi Jawa Timur pada

tahun 2010 mengalami peningkatan yaitu dari 1.561,79 juta USD menjadi

2.053,72 juta USD. Adapun perkembangan penanaman modal asing di Pulau Jawa

pada tahun 2000-2010 menunjukkan bahwa rata-rata investasi asing yang masuk

sebesar 80,50 persen dari total investasi nasional, dimana rata-rata investasi asing

terbesar yaitu Provinsi DKI Jakarta sebesar 37,97 persen dan Provinsi Jawa Barat

sebesar 21,71 persen. Sedangkan Provinsi Jawa Timur pada periode tersebut

rata-rata investasi asing yang masuk sebesar 9,31 persen.

Eiotman dalam Sodik dan Nuryadin (2008) menyatakan bahwa motif yang

mendasari kegiatan penanaman modal asing adalah motif strategis, motif perilaku

dan motif ekonomi. Beberapa hal yang termasuk dalam motif strategis adalah

usaha mencari pasar, mencari bahan baku dan mencari efisiensi produksi.

Dalam usaha mencari pasar, potential market adalah motivasi paling

utama dibelakang keputusan investasi untuk memilih suatu lokasi, semakin besar

potential market suatu daerah/provinsi memberikan harapan kepada investor atas

besarnya permintaan barang atau jasa yang dihasilkan. Market size ditunjukkan

oleh tingkat pendapatan domestik regional bruto, semakin tinggi nilai pendapatan

domestik suatu daerah berarti tingkat pendapatan masyarakat juga tinggi, daya

beli masyarakat yang tinggi berarti permintaan barang dan jasa yang dihasilkan

akan tinggi pula.

Gambar 1.2. PDRB Provinsi Jawa Timur memiliki pendapatan domestik

(7)

menarik investor. Potensi pasar (Potential market) yang besar sebenarnya

merupakan modal awal untuk bisa menarik investor asing.

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS)

Gambar 1.2. Distribusi persentase PDRB menurut Provinsi Tahun 2010 (persen)

Berdasarkan klasifikasi United Nation Conference on Trade and

Development (UNCTAD) determinan penanaman modal asing (Foreign Direct

Investmen) yaitu pengaruh ekonomi dan non ekonomi. Pengaruh ekonomi yang

menentukan arus masuknya penanaman modal asing antara lain yang pertama

yaitu faktor yang berhubungan dengan pasar (besar kecilnya pangsa pasar dan

struktur pasar), kedua, faktor yang berhubungan dengan sumberdaya ekonomi

yaitu sumberdaya alam dan biaya tenaga kerja ketiga faktor yang berhubungan

dengan efisiensi yaitu biaya transportasi, komunikasi dan produktifitas tenaga

(8)

8

Sedangkan pengaruh nonekonomi antara lain variabel kebijakan yaitu

kebijakan pajak, kebijakan perdagangan, privatisasi dan stabilitas politik. Selain

itu insentif untuk investasi juga mempengaruhi keputusan investor untuk

melakukan penanaman modal di suatu daerah. Jadi apabila suatu daerah

mempunyai iklim yang kondusif, berarti faktor-faktor yang mempengaruhi nilai

investasi, seperti pangsa pasar yang besar, nilai tukar rupiah, tersedianya fasilitas

infrastruktur jalan, pelabuhan dan alat transportasi lainnya yang memadai serta

aliran listrik yang mencukupi untuk proses produksi, angkatan kerja dan

keterbukaan ekonomi berada pada kondisi yang memungkinkan untuk investasi

yang menghasilkan keuntungan maka hal tersebut akan menarik investor

menanamkan modalnya dan pada akhirnya diharapkan akan mendorong

pertumbuhan dan pembangunan ekonomi jangka panjang di daerah tersebut.

Dengan uraian diatas maka dalam penelitian ini dapat dirumuskan

beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut :

1. Bagaimanakah perkembangan Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa

Timur?

2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi nilai investasi asing di Provinsi

Jawa Timur?

1.3. Tujuan Penelitian

Dari rumusan masalah diatas maka tujuan yang ingin dicapai dalam

(9)

1. Menggambarkan perkembangan penanaman modal asing di Provinsi Jawa

Timur .

2. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi penanaman modal asing di

Provinsi Jawa Timur.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran

mengenai perkembangan penanaman modal asing di Provinsi Jawa Timur periode

1996-2010 dan faktor-faktor yang memengaruhinya. Selanjutnya bagi pembaca

diharapkan dapat digunakan untuk menambah wawasan dan sebagai salah satu

bahan acuan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. Bagi penulis, penelitian ini

merupakan sarana untuk menambah wawasan dan ilmu di bidang ekonomi serta

sebagai sarana pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah nilai

Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur, PDRB Provinsi Jawa Timur

atas dasar harga berlaku, keterbukaan ekonomi yang diproxi dengan jumlah

ekspor dan impor dibagi dengan PDRB, inflasi dan upah minimum provinsi.

Seluruh variabel yang digunakan series dari tahun 1996 sampai dengan 2010.

Pemilihan variabel ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh

(10)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Pengertian Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment).

Krugman dalam Sondakh (2009), menjelaskan bahwa yang dimaksud FDI

adalah arus modal internasional dimana perusahaan dari suatu negara mendirikan

atau memperluas perusahaannya ke negara lain. Oleh karena itu tidak hanya

terjadi pemindahan sumberdaya, tetapi juga pemberlakuan kontrol terhadap

perusahaan di luar negeri.

Investasi asing merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan jumlah

modal untuk pembangunan ekonomi yang bersumber dari luar negeri. Sedangkan

dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang penanaman modal,

penanaman modal asing didefinisikan sebagai kegiatan menanam modal untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh

penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun

yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri dengan tujuan antara lain

untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, menciptakan lapangan kerja,

meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan, meningkatkan kemampuan

daya saing dunia usaha dalam negeri, meningkatkan kapasitas dan kemampuan

teknologi nasional, mendorong pengembangan ekonomi kerakyatan, mengolah

ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana

yang berasal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri dan meningkatkan

(11)

Investasi dibedakan atas investasi asing langsung (foreign direct

investment) dan investasi portofolio (portofolio investment). Investasi asing

langsung meliputi investasi ke dalam aset-aset secara nyata yaitu berupa

pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal,

pembelian tanah untuk keperluan produksi, pembelanjaan berbagai peralatan

inventaris dan sebagainya, dan biasanya dibarengi dengan penyelenggaraan

fungsi-fungsi manajemen, dan pihak investor sendiri tetap mempertahankan

kontrol terhadap dana-dana yang telah ditanamkannya. Sedangkan investasi

portofolio adalah investasi yang melibatkan hanya aset-aset finansial saja, seperti

obligasi dan saham, yang didenominasikan atau ternilai dalam mata uang

nasional. Kegiatan-kegiatan investasi portofolio atau finansial ini biasanya

berlangsung melalui lembaga-lembaga keuangan seperti bank, perusahaan dana

investasi, yayasan pensiun dan sebagainya (Salvatore,1997).

Dibandingkan dengan investasi portofolio, penanaman modal asing lebih

banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak

memberikan andil dalam alih teknologi, alih ketrampilan manajemen, membuka

lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini sangat penting bagi negara sedang

berkembang seperti Indonesia, mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah

untuk menyediakan lapangan pekerjaan.

2.2. Landasan Teori Investasi

Dalam analisis teori neoklasik tradisional dan teori pertumbuhan endogen,

(12)

12

berkembang. Dengan adanya investasi asing, maka diharapkan dapat mengisi

kesenjangan antara persediaan tabungan, cadangan devisa, penerimaan pemerintah

dan keahlian manajerial yang terdapat di negara penerimanya dengan tingkat

persediaan yang dibutuhkan untuk mencapai target-target pertumbuhan dan

pembangunan.

Model pertumbuhan Harrod-Domar mengungkapkan adanya suatu bentuk

hubungan langsung antara tingkat tabungan neto suatu negara (s) dengan tingkat

pertumbuhan outputnya (g) dengan persamaan g = s/k dimana k adalah rasio

modal-output. Jika pertumbuhan output nasional (g) ditargetkan sebesar 7 persen

per tahun dan rasio modal-output sama dengan 3, maka tingkat tabungan yang

dibutuhkan negara tersebut adalah sebesar 21 persen yang diperoleh dari

persamaan s=gk. Tetapi jika jumlah tabungan domestik yang dapat dimobilisasi

hanya 16 persen dari GDP, maka terdapat kesenjangan tabungan (saving gap)

sebesar 5 persen. Negara tersebut dapat mengisi kesenjangan tabungan dengan

sumber-sumber finansial dari luar negeri agar dapat mencapai sasaran

pertumbuhannya (Todaro dan Smith, 2006)

Pos pendapatan nasional membagi Produk Domestik Bruto (Gross

Domestik Product) menjadi empat kelompok pengeluaran dan investasi

merupakan salah satu komponennya. Produk Domestik Bruto merupakan

penjumlahan dari keempat komponen yang dituliskan dengan persamaan :

Y = C + I + G + NX

Dimana :

(13)

C = Konsumsi

I = Investasi

G = Belanja pemerintah

NX = Ekspor netto

Persamaan ini disebut persamaan pos pendapatan nasional (national income

accounts identity).

Gambar 2.1. menunjukkan hubungan antara tingkat bunga dan investasi yang

dapat dituliskan dalam fungsi investasi dengan persamaan sebagai berikut :

I = I(r)

Gambar 2.1. Hubungan investasi dan pertumbuhan ekonomi

(14)

14

Tingkat bunga merupakan biaya dari investasi, maka penurunan suku bunga dari

r1 ke r2 akan meningkatkan jumlah investasi, dengan demikian slope fungsi

investasi negatif yang ditunjukkan oleh grafik panel a. Pada Keynessian cross

peningkatan investasi yang terjadi menggeser fungsi pengeluaran yang

direncanakan (E1) keatas dari E1 ke E2. Pergeseran fungsi pengeluaran akan

meningkatkan pendapatan (output) dari Y1 ke Y2.Penurunan tingkat bunga akan

menaikkan investasi yang kemudian berdampak pada kenaikan output

(pendapatan).

Kurva IS menghubungkan tingkat bunga dengan pendapatan yang berasal

dari fungsi investasi dan Keynessian cross. Semakin rendah tingkat bunga akan

mendorong peningkatan investasi, selanjutnya akan menyebabkan meningkatnya

pendapatan yang juga berarti terjadi peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jadi

adanya peningkatan investasi di suatu negara akan mengakibatkan peningkatan

pertumbuhan ekonomi di negara tersebut.

Pengeluaran untuk konsumsi barang bertujuan untuk menyediakan

kebutuhan rumah tangga pada saat sekarang, sedangkan pengeluaran untuk barang

investasi bertujuan untuk meningkatkan standar hidup di tahun-tahun yang akan

datang. Tetapi belanja investasi ini mempunyai peran yang penting tidak hanya

pada jangka panjang saja, namun juga pada siklus bisnis jangka pendek karena

investasi merupakan unsur dari GDP yang paling sering berubah.

Ada tiga jenis pengeluaran investasi yaitu investasi tetap bisnis (business

fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk

(15)

baru yang dibeli orang untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk

disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang–barang

yang disimpan perusahaan digudang termasuk bahan-bahan dan persediaan,

barang dalam proses dan barang setengah jadi (Mankiw, 2006).

2.3. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penanaman Modal Asing

Pilihan investor asing untuk menanamkan investasinya dalam bentuk

penanaman modal asing langsung dibanding modal lainnya di suatu Negara

dipengaruhi oleh kondisi dari negara penerima penanaman modal asing (pull

factor) yang dapat terdiri dari kondisi pasar, sumber daya, daya saing, kebijakan

yang terkait dengan perdagangan dan industri serta kebijakan penanaman modal

asing itu sendiri. Selain itu juga kondisi dan strategi dari penanam modal asing

(push factor) dari investor.

Dengan adanya perubahan global pendekatan penanaman modal asing

yang dilakukan oleh negara industri maju berbeda dengan pendekatan yang

dilakukan oleh negara berkembang yang besar. Negara industri maju lebih

mempertimbangkan kebijakan pemerintah yang transparan serta dukungan

infrastruktur. Sementara itu, aliran penanaman modal asing langsung dari negara

berkembang yang besar masih tergantung pada determinan tradisional seperti

market size, tingkat pendapatan, ketrampilan tenaga kerja (labour skill),

infrastruktur dan sumber-sumber lainnya yang dapat memfasilitasi spesialisasi

produksi yang efisien, serta stabilitas politik dan ekonomi yang terjaga.

(16)

16

(misalnya keringanan pajak dan penghapusan hambatan untuk masuk)

diperkirakan dapat memengaruhi aliran penanaman modal asing baik secara

langsung maupun tidak langsung (Kurniati, 2007) Adapun faktor-faktor ekonomi

yang memengaruhi aliran masuk penanaman modal asing adalah :

a. Produk Domestik Regional Bruto

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) merupakan jumlah nilai tambah

yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu wilayah tertentu, atau

merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit

ekonomi (BPS, 2008). Menurut Dumairy (1996), penghitungan PDRB dapat

dihitung atau diukur dengan tiga macam pendekatan yaitu :

1. Pendekatan Produksi.

Menurut pendekatan produksi PDRB merupakan jumlah nilai barang dan

jasa akhir yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di wilayah suatu

negara dalam jangka waktu setahun. Unit-unit produksi dimaksud secara

garis besar dipilah-pilah menjadi sembilan sektor atau lapangan usaha

yaitu (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri

pengolahan, (4) listrik, gas dan air minum, (5) bangunan, (6) perdagangan,

(7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaa dan jasa

perusahaan, dan lainnya, dan (9) jasa-jasa.

2. Pendekatan Pendapatan.

PDRB adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor

(17)

jangka waktu setahun. Balas jasa produksi dimaksud meliputi upah dan

gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan. Semuanya dihitung

sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya.

Dalam definisi ini PDRB juga mencakup penyusutan dan pajak-pajak tak

langsung neto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut

nilai tambah bruto sektoral. Oleh sebab itu PDRB menurut pendekatan

pendapatan merupakan penjumlahan dari nilai tambah bruto seluruh sektor

atau lapangan usaha.

3. Pendekatan pengeluaran.

PDRB adalah jumlah seluruh komponen permintaan akhir, meliputi (1)

pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak

mencari keuntungan, (2) pembentukan modal tetap domestik bruto dan

perubahan stok, (3) pengeluaran konsumsi pemerintah dan (4) ekspor neto,

dalam jangka waktu setahun.

Salah satu faktor yang mendorong investor melakukan investasi di suatu

daerah adalah karena faktor ekonomi di daerah tujuan, seperti potensi pasar,

sumber daya alam dan daya saing. Potensi pasar digambarkan dengan besarnya

pendapatan daerah tersebut yang dicerminkan oleh nilai Produk Domestik Bruto

(PDRB).

Peranan pendapatan daerah (PDRB) terhadap investasi sangat penting,

karena pendapatan yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan

selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi akan memperbesar permintaan

(18)

18

keuntungan perusahaan dan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi.

Dengan kata lain, apabila PDRB meningkat maka investasi akan bertambah tinggi

juga. Dengan demikian investasi mendapat pengaruh dari pendapatan daerah

(PDRB).

b. Inflasi

Inflasi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum secara

terus menerus. Sedangkan tingkat inflasi menggambarkan perubahan harga-harga

dalam suatu tahun tertentu. Indikator yang digunakan untuk mengukur inflasi

adalah indeks harga konsumen, dengan perhitungan sebagai berikut :

Dimana :

: Tingkat inflasi pada periode t

: Indeks Harga Konsumen pada periode t

: Indeks Harga Konsumen pada periode t-1

Inflasi secara tidak langsung mempengaruhi penanaman modal asing,

inflasi yang tinggi membuat harga barang dan jasa menjadi mahal sehingga biaya

input produksi menjadi meningkat. Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha harus

meningkatkan harga output sehingga daya saing menjadi rendah. Inflasi juga

mengakibatkan daya beli masyarakat menjadi rendah, permintaan terhadap barang

dan jasa menurun, akibatnya kegiatan perdagangan lesu dan investor sulit untuk

(19)

c. Keterbukaan Ekonomi

Derajat keterbukaan yang merefleksikan kesediaan suatu Negara/daerah

untuk menerima investasi asing merupakan faktor yang penting untuk menarik

investasi. Globalisasi telah mendorong setiap Negara untuk melonggarkan aturan

mengenai mobilitas barang dan jasa, tenaga kerja, teknologi dan modal. Sehingga

negara menjadi lebih terbuka terhadap ekonomi luar, dimana penanaman modal

asing dan perdagangan menjadi faktor pendorong yang tidak dapat dihindari

(Moosa, 2002).

d. Upah Minimum Provinsi

Upah minimum provinsi adalah standar upah yang ditetapkan oleh

pemerintah provinsi dalam rangka melindungi kepentingan kaum buruh dengan

tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ketika terjadi kenaikan

upah maka biaya faktor produksi perusahaan semakin meningkat, jika tidak

diimbangi dengan kenaikan produktivitas pekerja maka keuntungan yang

diperoleh investor berkurang dan investasi akan menurun.

2.4. Penelitian terdahulu

Asiedu (2002) yang melakukan penelitian tentang determinan FDI pada

negara berkembang khususnya negara-negara di sub Sahara Afrika menghasilkan

bahwa tingginya tingkat pengembalian investasi (return of investment) atau

keuntungan dari investasi dan fasilitas infrastruktur yang baik mempunyai

(20)

20

tetapi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan di negara-negara sub Sahara

Afrika. Kedua bahwa margin keuntungan (maginal benefit) dari peningkatan

keterbukaan ekonomi lebih kecil untuk negara-negara di sub Sahara Afrika. Jadi

dari penelitian ini bisa ditarik kesimpulan bahwa keberhasilan dari

kebijakan-kebijakan untuk menarik FDI di negara-negara lain belum tentu juga berhasil bila

diterapkan di Afrika.

Azam dan Lukman dalam penelitiannya tentang determinan FDI di India,

Pakistan dan Indonesia dengan pendekatan kuantitatif dan data periode tahun

1971 sampai tahun 2005 menggunakan model log regresi linier (log linier

regression) menyimpulkan bahwa di Pakistan ukuran pasar, infrastuktur,

keterbukaan ekonomi, ekspektasi investasi domestik mempunyai hubungan yang

positif dan berpengaruh signifikan terhadap FDI pada tingkat 1 persen, sedangkan

hubungan hutang luar negeri dan pajak langsung terhadap aliran FDI mempunyai

hubungan yang negatif. Namun meskipun tingkat inflasi dan konsumsi pemerintah

dalam penelitian ini tidak signifikan bukan berarti variabel tersebut tidak

mempunyai pengaruh pada aliran FDI. Untuk kasus di India hutang luar negeri

mempunyai pengaruh signifikan yang tinggi dan berhubungan negatif pada tingkat

5 persen, infrastruktur signifikan dan positif pada tingkat 1 persen, investasi

domestik berpengaruh signifikan yang tinggi dan positif pada tingkat 5 persen.

Sedangkan tingkat inflasi dan konsumsi pemerintah sama dengan kasus di

Pakistan. Sedangkan hasil penelitian untuk Indonesia mempunyai hasil yang

berbeda dengan studi empiris pada Pakistan dan India. Di Indonesia hampir semua

(21)

data yang digunakan diambil dari indikator pembangunan internasional, sementara

untuk Pakistan dan India data yang digunakan bersumber dari survei ekonomi

yang dilakukan di negara masing-masing.

Jadi dari penelitian ini bisa disimpulkan bahwa hutang luar negeri

mempunyai hubungan yang negatif dengan arus masuk FDI, fasilitas infrastruktur

berpengaruh positif dan signifikan, pada kasus Pakistan efek dari pajak langsung

berpengaruh negatif dan signifikan, sesuai dengan kenyataan bahwa perusahaan

multinasional bertujuan untuk memperoleh keuntungan lebih, sehingga bisa

diasumsikan bahwa perusahaan ini sensitif terhadap pajak dikarenakan pajak

mempunyai dampak langsung terhadap keuntungannya. Investasi domestik

memperlihatkan hubungan yang positif dan signifikan. Keterbukaan ekonomi

berpengaruh secara signifikan dan ini menunjukkan liberalisasi yang mana

kondusif dalam memengaruhi arus masuk FDI.

Untuk meningkatkan FDI di Pakistan, India dan Indonesia, otoritas

manajemen pada negara masing-masing dibutuhkan untuk menjamin stabilitas

ekonomi dan politik, perlengkapan fisik kualitas infrastruktur, menjaga tingkat

inflasi, menarik investasi domestik, membatasi hutang luar negeri, insentif

keuangan, mengurangi bea cukai, kedamaian dan keamanan, hukum dan

kebijakan pemerintah yang konsisten merupakan faktor kunci yang potensial

untuk investor dalam membuat keputusan investasi.

Kurniati, et.al (2007) dalam penelitiannya tentang faktor-faktor

determinan masuknya aliran modal FDI di Asia dan Indonesia serta menguji

(22)

22

menggunakan series data tahun 1992 sampai dengan 2006 menyimpulkan bahwa

determinan emerging Asia, khususnya Indonesia memperkuat hasil survey yang

telah dilakukan oleh lembaga-lembaga internasional seperti World Economic

Forum, JICA dan lain-lain mengenai motif dari investor asing menanamkan

modalnya di Asia dan Indonesia, dimana investor menaruh perhatian besar

terhadap potensi pasar, masalah efisiensi terkait dengan tenaga kerja dan

infrastruktur serta stabilitas finansial yang tercermin dari stabilitas nilai tukar serta

adanya insentif investasi yang dapat tercermin dari terlibatnya home dan host

country dalam perjanjian investasi bilateral ataupun regional.

Dalam penelitian tersebut untuk kasus Indonesia, kestabilan politik

menjadi faktor yang sangat dipertimbangkan oleh investor disamping

faktor-faktor yang telah disebutkan diatas. Oleh karena itu untuk dapat lebih

meningkatkan daya tarik investor asing agar menanamkan modalnya di Indonesia,

maka pemerintah Indonesia harus meningkatkan laju pertumbuhan ekonominya,

menjaga stabilitas politik dan keuangan serta memacu penyediaan sarana

infrastruktur (transportasi, listrik, komunikasi), sehingga peningkatan investasi

asing yang masuk akan meningkatkan manfaat yang diperoleh Indonesia sebagai

host country untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih sustainable.

Demikian juga investor sebagai home country akan memperoleh manfaat ekonomi

dari perluasan usaha dan profit usaha. Sedangkan upah buruh tidak signifikan

pengaruhnya terhadap aliran modal FDI ke Indonesia. Diperkirakan bahwa

investor sudah cenderung mempertimbangkan produktivitas tenaga kerja, dengan

(23)

pendidikan agar dapat menyediakan tenaga kerja yang memiliki produktivitas

yang tinggi.

Selanjutnya, model gravity yang digunakan dalam penelitian ini

menunjukkan adanya pengaruh positif dari setiap peningkatan FDI ke China

terhadap masuknya investasi ke Indonesia. Hasil ini menunjukkan kesesuaian

dengan teori production networking, dimana tumbuhnya investasi di China

menyebabkan peningkatan produksi dan negara-negara yang melakukan ekspor

bahan baku ke China.

Sutarsono (2010), melakukan penelitian menggunakan data time series

triwulanan dari tahun 1990-2010 tentang determinantforeign direct investment di

Indonesia menyimpulkan bahwa dalam jangka pendek determinan domestik tidak

signifikan terhadap aliran FDI, tetapi variabel lag, PDB, infrastruktur dan nilai

tukar berkorelasi positif terhadap FDI sedangkan ekspor dan keterbukaan ekonomi

berkorelasi negatif. Dalam jangka panjang aliran FDI secara positif dan signifikan

dipengaruhi oleh PDB, infrastruktur, keterbukaan ekonomi dan nilai tukar,

sedangkan ekspor dan krisis ekonomi berpengaruh negatif terhadap FDI.

Sodik dan Nuryadin (2008), yang melakukan penelitian dengan judul

determinan investasi di daerah : studi kasus provinsi di Indonesia periode tahun

1993 sampai dengan 2003 dengan menggunakan metode panel dinamik. Hasil dari

penelitian tersebut menunjukkan bahwa indikator market size yaitu laju PDRB

berpengaruh terhadap pilihan lokasi berinvestasi di daerah tetapi dengan arah

(24)

24

menarik bagi investor. Indikator infrastruktur yaitu daya listrik terpasang tidak

berpengaruh terhadap pilihan lokasi berinvestasi di daerah.

Indikator ketenagakerjaan yaitu angkatan kerja dan upah, hanya angkatan

kerja saja yang berpengaruh terhadap pilihan lokasi berinvestasi meskipun dengan

arah yang negatif. Untuk variabel upah tidak berpengaruh terhadap pilihan lokasi

berinvestasi, ini dikarenakan investor sekarang ini sudah tidak lagi

mempertimbangkan upah yang murah, tetapi lebih ke hal efisiensi biaya produksi

dan optimalisasi produktivitas sumberdaya yang ada. Adapun indikator

keterbukaan ekonomi (openness) yaitu ekspor berpengaruh positif dan signifikan

terhadap pilihan lokasi berinvestasi di daerah.

Sarwedi (2002), melakukan penelitian tentang investasi asing langsung di

Indonesia dan faktor yang memengaruhinya, menggunakan perhitungan kuadrat

terkecil sederhana Ordinary Least Square (OLS) dengan mengaplikasikan model

koreksi kesalahan (error correction model) dan uji kausalitas Granger. Hasil

perhitungan menunjukkan bahwa variabel ekonomi (GDP, growth, wage dan

ekspor) mempunyai hubungan positif dengan FDI, sedangkan variabel

nonekonomi yaitu stabilitas ekonomi mempunyai hubungan negatif.

Phytaloka (2010), melakukan penelitian dengan judul analisis faktor-faktor

yang memengaruhi penanaman modal asing dan peluang investasi : studi kasus

Kota Cimahi, Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan model

analisis regresi linier berganda OLS dan analisis shift share. Hasil dari penelitian

ini adalah variabel PDRB, tenaga kerja dan dummy peraturan berpengaruh

(25)

2.5. Kerangka Pemikiran

Sebagaimana telah dijelaskan pada latar belakang bahwa penanaman

modal asing (PMA) merupakan modal pembangunan dan salah satu sumber

pembiayaan pembangunan yang cukup penting bagi Indonesia khususnya Provinsi

Jawa Timur. Dalam perkembangannya aliran penanaman modal asing yang masuk

dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti determinan domestik, krisis ekonomi dan

regulasi. Dalam penelitian ini digunakan determinan domestik utama yang secara

teoritis berkaitan erat dengan aliran penanaman modal asing yaitu Produk

Domestik Bruto (PDRB), keterbukaa ekonomi, inflasi dan upah minimum

provinsi.

Provinsi Jawa Timur dipilih karena nilai investasi masih terbilang rendah

dibandingkan dengan investasi asing yang masuk di provinsi-provinsi lain di

Pulau Jawa. Digunakan determinan domestik sebagai variabel karena secara

teknis variabel tersebut dapat digunakan oleh pemerintah Provinsi Jawa Timur

dalam pengambilan kebijakan untuk menarik investor asing.

Secara skematis kerangka pemikiran diatas dapat digambarkan dalam

(26)

26

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

2.6. Hipotesis Penelitian

Dalam penelitian ini variabel penanaman modal asing di Provinsi Jawa

Timur merupakan variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi. Sedangkan

PDRB, keterbukaan ekonomi, inflasi dan upah minimum provinsi merupakan

variabel yang memengaruhi atau variabel independen. Berdasarkan teori dan

penelitian terdahulu hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah bahwa Rendahnya

Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur

Determinan Domestik

PDRB Inflasi

Gambaran Perkembangan PMA di Provinsi Jawa Timur Keterbukaan

ekonomi

(27)

PDRB dan keterbukaan ekonomi berpengaruh positif terhadap penanaman modal

asing, sedangkan inflasi dan upah minimum provinsi mempunyai hubungan

(28)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder (time

series) yang diperoleh dari beberapa lembaga dan instansi pemerintah, antara lain

berasal dari Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur, Badan Koordinasi

Penanaman Modal Provinsi Jawa Timur dan Bank Indonesia serta beberapa situs

website yang mendukung dan berhubungan dengan penelitian ini. Data-data yang

digunakan adalah data penanaman modal asing yang disetujui pemerintah Provinsi

Jawa Timur, PDRB Provinsi Jawa Timur atas dasar harga berlaku, keterbukaan

ekonomi, inflasi dan upah minimum provinsi.

Tabel 3.1. Variabel-Variabel yang Digunakan dalam Penelitian

Variabel Satuan Sumber Simbol

Penanaman Modal Asing yang

Juta Rp Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur

PDRB

Keterbukaan ekonomi dengan

proxy rasio jumlah ekspor dan impor terhadap PDRB

persen Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur

OPEN

Inflasi persen Badan Pusat Statistik

(BPS) Provinsi Jawa Timur

INF

Upah Minimum Provinsi Rupiah Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Timur

(29)

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data tahunan periode

1996 sampai dengan periode 2010. Tabel 3.1 menjelaskan tentang

variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini beserta satuan, sumber dan

simbolnya.

3.2. Metode Analisis Data

Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang

mempengaruhi Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Jawa Timur.

Memberikan gambaran tentang perkembangan penanaman modal asing periode

1996-2010 kepada Pemerintah Provinsi Jawa Timur sehingga dapat dijadikan

sebagai acuan pengambilan kebijakan untuk mendorong peningkatan Penanaman

Modal Asing (PMA) sebagai salah satu modal dalam melaksanakan pembangunan

yang selanjutnya diharapkan dapat meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi.

Analisis kuantitatif dilakukan dengan menggunakan regresi linier berganda.

Metode analisis data yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS). Untuk

memudahkan dalam melakukan pengolahan data yang digunakan dalam penelitian

ini, maka data tersebut dimasukkan ke dalam Microsoft Exel dan diolah dengan

menggunakan Eviews 6.0.

3.2.1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif merupakan analisis penggambaran dari apa yang akan

(30)

30

Analisis ini digunakan untuk menggambarkan keberadaan penanaman modal

asing di Provinsi Jawa Timur. Dalam penelitian ini, analisis deskriptif yang

digunakan menekankan pada aspek perkembangan aliran penanaman modal asing

serta aliran penanaman modal asing per sektor.

3.2.2. Metode Regresi Linier Berganda

Analisis regresi merupakan suatu alat analisis untuk mengetahui pengaruh

variabel bebas terhadap variabel tak bebas yang dinyatakan dalam koefisien

regresi. Variabel bebas adalah variabel yang nilainya dapat ditentukan dan bersifat

menerangkan variabel tak bebas yang nilainya tergantung kepada variabel bebas.

Dalam analisis regresi diketahui dua bentuk model yaitu model persamaan tunggal

dan model persamaan simultan. Pada model persamaan tunggal ada satu variabel

tak bebas Y yang diterangkan oleh satu atau beberapa variabel X. Sementara

dalam persamaan simultan suatu variabel Y tidak hanya ditentukan oleh variabel

X tetapi beberapa variabel X juga ditentukan oleh variabel Y atau ada dua variabel

Y1 dan Y2 yang dipengaruhi secara bersama-sama oleh suatu variabel X. Adapun

dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan model persamaan

tunggal yaitu analisis regresi linier berganda.

Ordinary Least Square (OLS) merupakan salah satu metode yang sering

digunakan karena kemudahannya dalam mengolah data. Gujarati (1993)

menyatakan bahwa ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi dalam model ini

(31)

1. Semua penaksir tak bias linier atau penaksir OLS mempunyai varians

minimum.

2. Varians tiap unsur disturbance ei tergantung (conditional) pada nilai yang

dipilih dari variabel yang menjelaskan adalah suatu angka konstan yang

sama dengan yang merupakan asumsi homoskedastisitas yaitu varians

yang sama.

3. Tidak ada autokorelasi artinya tidak ada korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti dalam data

deret waktu) atau seperti dalam data cross sectional.

4. Variabel yang menjelaskan adalah non stokastik yaitu terdiri dari

angka-angka yang tetap (fixed) dan ei didistribusikan secara normal.

5. Tidak ada multikolinearitas antara variabel yang menjelaskan X.

Jika asumsi ini terpenuhi maka penaksiran OLS koefisien regresi menjadi

BLUE (Best Linier Unbiassed Estimator). Salah satu regresi dalam OLS adalah

regresi berganda. Analisis regresi linier berganda menunjukkan hubungan sebab

akibat antara variabel X (variable eksogen) yang merupakan penyebab dari

variabel Y (variable endogen) yang merupakan akibat. Analisis regresi linier

berganda digunakan untuk menguraikan pengaruh varibel-variabel yang

menjelaskan (eksogen) yang mempengaruhi varibel bebasnya (endogen). Regresi

linier berganda tidak hanya melihat keterkaitan antar variabel-variabel namun juga

(32)

32

3.2.3. Model Umum Analisis Regresi Linier Berganda

Gujarati (1993), model umum analisis regresi linier berganda dapat

dituliskan sebagai berikut :

(3.1.)

Dimana :

Y : Variabel endogen atau variabel tak bebas

i : Periode

: Intersep atau nilai Y saat X = 0

: Variabel eksogen atau variabel bebas

: Parameter dari

: Error term atau derajat kesalahan

3.2.4. Model Analisis Penelitian

Dalam penelitian ini variabel yang digunakan dalam menganalisis

faktor-faktor yang mempengaruhi PMA di Provinsi Jawa Timur adalah PDRB dan nilai

tukar rupiah terhadap dolar Amerika. PDRB digunakan karena PDRB

menggambarkan besarnya pangsa pasar, nilai tukar menggambarkan kestabilan

moneter suatu Negara/wilayah. Sehingga model analisis regresi linier berganda

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

(3.2)

Dimana :

PMA : Penanaman Modal Asing (000 USD)

(33)

OPEN : Keterbukaan ekonomi (persen)

INF : Inflasi (persen)

UMP : Upah minimum provinsi (Rupiah)

: Error term atau derajat kesalahan

3.3. Pengujian Kriteria Ekonomi dan Statistik

Pengujian dapat dilakukan dengan kriteria ekonomi dan statistik.

Pengujian kriteria ekonomi dilakukan untuk melihat besaran dan tanda parameter

yang akan diestimasi, apakah sesuai dengan teori atau tidak. Sedangkan pengujian

statistik dimaksudkan untuk mengetahui apakah model yang digunakan

merupakan model yang tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel.

Selain itu untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan diantara

variabel-variabel dependen dengan variabel independen.

3.3.1. Uji t

Uji t digunakan untuk melihat apakah masing-masing variabel bebas

(variable eksogen) secara parsial berpengaruh pada variabel tak bebasnya

(variable endogen). Selain itu juga untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan

membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan atau

tidak.

Hipotesis : : = 0

(34)

34

Statistik uji yang dilakukan dalam uji t adalah sebagai berikut :

(3.4)

Hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel .

Dimana :

b : Koefisien regresi parsial sampel

B : Koefisien regresi parsial populasi

Sb : Simpangan baku koefisien dugaan

Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji-t adalah sebagai berikut :

1. Apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai , maka tolak H0. Hal

ini berarti bahwa variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap

variabel tak bebas (variable endogen).

2. Apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai , maka terima H0. Hal

ini berarti variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap

variabel tak bebas (variabel eksogen).

3.3.2. Uji F

Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas (variable

eksogen) secara serempak berpengaruh nyata pada variabel terikatnya (variable

endogen). Apabila uji F lebih kecil dari taraf nyata artinya H0 diterima, hal ini

menandakan bahwa ada minimal satu variabel yang berpengaruh secara signifikan

atau berpengaruh nyata pada keragaman variabel terikatnya.

Mekanisme untuk menguji hipotesis dari parameter dugaan secara serentak

(35)

Hipotesis : :

: minimal ada satu

Untuk i = 1, 2, 3, …, k

= dugaan parameter

Statistik uji yang dilakukan dalam uji-F adalah sebagai berikut :

(3.5)

Keterangan :

Hasil dari F-hitung dibandingkan dengan F-tabel (F-tabel = , dimana :

R2 = Koefisien determinasi

n = Banyaknya data

K = Jumlah koefisien regresi dugaan

Kriteria uji yang digunakan dalam pengujian model penduga adalah

sebagai berikut :

1. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari , maka tolak H0.

Maksudnya adalah terdapat minimal parameter dugaan yang tidak nol dan

berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel tak bebas.

2. Apabila nilai F-hitung lebih kecil dari , maka terima H0. Hal ini

berarti secara bersamaan variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan

secara nyata keragamaan dari variabel tak bebas.

3.3.3. Uji Koefisien Determinasi (R2)

Uji koefisien determinasi R2 (R2 adjusted) digunakan untuk melihat sejauh

(36)

36

R2 mengukur tingkat keberhasilan model regresi yang digunakan dalam

memprediksi nilai variabel terikatnya. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat

R2 yaitu :

1. Merupakan besaran non negatif.

2. Batasnya adalah antara 0 dan 1. Jika R2 bernilai 1 berarti suatu kecocokan

sempurna, sedangkan jika R2 bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara

variabel terikat dengan variabel bebasnya.

R2 =

= 1 -

= 1 – ∑

a

atau (3.6)

= 1 -

(3.7)

Dimana :

ESS = Jumlah kuadrat yang dijelaskan (explained sum square)

TSS = Jumlah kuadrat total (total sum square)

= Varians residual

= Varians sampel dari Y

Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai

baik buruknya suatu model adalah mendapatkan nilai yang terus naik seiring

dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga adjusted R-squared

secara umum memberikan penalty atau hukuman terhadap penambahan variabel

(37)

R-squared tidak akan pernah melebihi nilai R-squared bahkan bisa turun jika

ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu. Bahkan model yang memiliki

kecocokan rendah (goodness of fit), adjusted R-squared dapat memiliki nilai

negative. Nilai Adjusted R-squared dapat dihitung sebagai berikut :

(3.8)

k adalah banyaknya parameter dalam model termasuk faktor intersep.

3.3.4. Uji Kriteria Ekonometrika 1. Uji Normalitas

Kenormalan sisaan diperlukan agar dihasilkan nilai estimasi parameter

yang tidak bias, efisien dan konsisten. Selain itu, pengujian parameter dalam

analisis regresi menggunakan nilai kritis distribusi t dan F yang keduanya berasal

dari distribusi normal. Pemeriksaan kenormalan sisaan dapat dlakukan melalui

Plot Persentil-Persentil (P-P Plot), jika nilai sisaan membentuk garis lurus maka

sisaan berdistribusi normal.

Pengujian asumsi kenormalan secara formal dapat dilakukan dengan uji

Kolmogorov-Smirnov yang merupakan suatu uji mengenai tingkat kesesuaian

antara distribusi serangkaian nilai sisaan dengan distribusi normal. Hipotesis yang

digunakan adalah :

H0 : distribusi sisaan mengikuti distribusi normal

(38)

38

Statistik uji :

D = maksimum F0(Xi) – Sn(Xi) dengan i = 1, 2, 3, …, n.

F0(X) merupakan distribusi frekuensi kumulatif teoritis mengikuti distribusi

normal, sedangkan Sn(X) merupakan distribusi frekuensi kumulatif sisaan yang

diamati sesuai jumlah sampel.

Pada pengujian dengan tingkat kepercayaan sebesar (1-α) persen dapat

diambil keputusan menerima H0 jika D < Dtabel dan menolak H0 jika D ≥ Dtabel.

Dtabel merupakan nilai kritis dari tabel Kolmogorov-Smirnov. Selain itu

pengambilan keputusan dapat didasarkan pada nilai p-value yaitu jika p-value≥ α

maka H0 diterima, sedangkan jika p-value < α maka H0 ditolak.

2. Autokorelasi

Secara harfiah autokorelasi berarti adanya korelasi antara anggota

observasi dengan observasi lain yang berlainan waktu atau disebut juga serial

correlation. Menurut Gujarati (1993), dalam model regresi akan terjadi

autokorelasi apabila terjadi bentuk fungsi yang tidak tepat, peubah penting

dihilangkan dari model, terjadi interpolasi data. Untuk mendeteksi ada tidaknya

autokorelasi first degree dapat digunakan nilai Durbin-Watson (DW) dari hasil

regresi, namun untuk melihat autokorelasi pada tingkat yang lebih tinggi

digunakan Uji Breuch Godfrey Serrial Corelation Lagrange LM Test.

Autokorelasi akan menyebabkan diantaranya sebagai berikut :

a. Dugaan parameter tidak bias.

(39)

c. Ragam galat tidak jelas.

d. Terjadi pendugaan kurang tepat pada ragam galat (standar error

underestimated), sehingga Sb underestimated. Oleh karena itu, t

overestimate cenderung lebih besar dari yang sebenarnya.

H0 = β = 0 (tidak terdapat serial autokorelasi)

H1 = β≠ 0 (terdapat serial autokorelasi)

Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya autokorelasi adalah sebagai

berikut :

1. Apabila nilai obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan,

maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah

autokorelasi.

2. Apabila nilai obs*R-squared lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan,

maka model persamaan yang digunakan mengalami masalah autokorelasi.

Solusi dari masalah autokorelasi yaitu dengan menghilangkan variabel yang

sebenarnya tidak berpengaruh terhadap variabel bebas. Jika terjadi kesalahan

dalam spesifikasi model, hal ini dapat diatasi dengan mentransformasi model,

misalnya dari model linier menjadi non linier atau sebaliknya.

3. Heterokedastisitas

Seringkali pada data yang dianalisis ditemukan masalah varians residual

yang bervariasi (heterokedastisitas), sementara itu analisis regresi menghendaki

asumsi bahwa residual memiliki varians konstan (homokedastisitas).

(40)

40

tersebut ditandai dengan varians tidak tetap. Heterokedastisitas tidak merusak sifat

ketidakstabilan dan konsistensi dari penaksir OLS, tetapi penaksir dihasilkan tidak

lagi mempunyai varians minimum (efisien). Menurut Gujarati (1993), jika terjadi

heterokedastisitas maka akan berakibat sebagai berikut :

1. Estimasi dengan menggunakan OLS tidak akan memiliki varians yang

minimum atau estimator tidak efisien.

2. Prediksi (nilai Y untuk X tertentu) dengan estimator dari data yang

sebenarnya akan mempunyai varians yang tinggi, sehingga prediksi tidak

efisien.

3. Tidak akan ditetapkannya uji nyata koefisien atau selang kepercayaan

dengan menggunakan formula yang berkaitan dengan varians.

Secara umum ada beberapa cara atau teknik yang dapat digunakan untuk

mendeteksi adanya heterokedastisitas, yaitu :

1. Uji Park.

2. Uji Breusch Pagan Godfrey.

3. Uji White (White General Heterokedastisity Test).

Dalam penelitian ini untuk menguji ada tidaknya heterokedastisitas dengan

menggunakan Breusch Pagan Godfrey dan White General Heteroskedastisity

Test. Kriteria uji yang digunakan untuk melihat adanya heterokedastisitas adalah

jika nilai probability obs*R-squared lebih besar dari taraf nyata yang digunakan,

maka model persamaan yang digunakan tidak mengalami masalah

(41)

taraf nyata yang digunakan, maka persamaan tersebut mengalami masalah

heterokedastisitas.

Untuk mengatasi masalah heterokedastisitas ada beberapa teknik,

diantaranya :

a. Metode Generalized Least Square (GLS).

b. Transformasi dengan logaritma.

4. Uji Multikolinearitas

Pada regresi linier berganda digunakan lebih dari satu variabel bebas untuk

menjelaskan variabel tak bebas. Asumsi yang harus dipenuhi adalah bahwa antar

variabel bebas ini tidak terdapat korelasi sehingga estimasi parameter koefisien

regresi dari masing-masing variabel bebas benar-benar mencerminkan

pengaruhnya terhadap variabel tak bebas. Multikolinearitas terjadi apabila pada

regresi linier berganda terjadi hubungan antar variabel bebas atau terjadi karena

adanya korelasi yang nyata antar peubah bebas. Pelanggaran asumsi ini akan

menyebabkan kesulitan untuk menduga yang diinginkan.

Menurut Gujarati (1993), untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas

adalah dengan memperlihatkan hasil probabilitas t-statistik hasil regresi. Jika

banyak koefisien parameter yang diduga menunjukkan hasil yang tidak signifikan,

maka hal ini mengindikasikan adanya multikolinieritas. Salah satu cara yang

paling mudah untuk mengatasi pelanggaran ini adalah dengan menghilangkan

salah satu variabel yang tidak signifikan tersebut. Hal ini sering tidak dilakukan

(42)

42

lain adalah dengan mencari variabel instrumental yang berkorelasi dengan

variabel terikat tetapi tidak berkorelasi dengan variabel bebas lainnya. Hal ini

agak sulit dilakukan mengingat tidak adanya informasi tentang tipe variabel

tersebut. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikolinieritas,

salah satunya yaitu melalui correlation matric, dimana batas terjadinya korelasi

antar sesama variabel bebas adalah tidak lebih dari │0,80│.

Selain correlation matric dapat juga menggunakan Uji Klien, apabila

terdapat nilai korelasi yang lebih tinggi dari │0,80│, maka menurut Uji Klien

multikolinieritas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi

Adjusted R-squared. Jika tetap menggunakan OLS dalam menghitung estimasi

parameter model regresi linier berganda yang mengandung multikolinieritas maka

kita harus menghadapi konsekuensi sebagai berikut :

1. Estimator yang dihasilkan masih merupakan BLUE (Best Linear Unbiased

Estimator) tetapi memiliki varians dan kovarians yang besar sehingga sulit

mendapatkan estimasi yang tepat.

2. Interval estimasi akan cenderung melebar, sehingga nilai statistik hitung t

akan kecil akibatnya variabel bebas tidak signifikan secara individual

meskipun secara simultan signifikan.

3. Nilai korelasi simultan R-square tinggi tetapi korelasi parsial rendah.

3.4. Beberapa Kelemahan Metode Ordinary Least Square (OLS)

Ketika menggunakan data runtun waktu (time series), seringkali muncul

(43)

seksi silang (cross section). Sebagian besar kesulitan tersebut berkaitan dengan

urutan pengamatan. Ada hal yang menjadi kelemahan metode Ordinary Least

Square (OLS) dengan menggunakan data time series (Gujarati, 1993) antara lain :

1. Suatu kondisi dimana satu variabel time series berubah secara konsisten

dan terprediksi sebelum variabel lain yang ditentukan demikian. Jika suatu

variabel mendahului variabel yang lain, tidak dapat dipastikan bahwa

variabel pertama tersebut menyebabkan variabel lain berubah.

2. Variabel-variabel independen Nampak lebih signifikan dari sebenarnya,

yaitu apabila variabel-variabel itu memiliki trend menarik yang sama

dengan variabel dependennya dalam kurun waktu periode sampel.

3. Terkadang variabel time series tidak stasioner. Maksudnya rata-rata dan

variannya tidak konstan sepanjang waktu dan nilai kovarian antara dua

periode waktu tergantung dari jarak atau lag antara kedua periode dari

waktu sesungguhnya dimana kovarian itu dihitung dan bukan dari periode

pada waktu.

4. Variabel time series terkadang tidak mempunyai kointegrasi yaitu dalam

jangka waktu tertentu tidak terdapat keseimbangan.

5. Sulit untuk menentukan kapan sebuah variabel tersebut penting

sebagaimana dijelaskan dalam teori atau sebaliknya teorinya kurang jelas,

(44)

BAB IV

GAMBARAN UMUM

4.1. Perkembangan Penanaman Modal Asing (PMA)

Nilai proyek Penanaman Modal Asing (PMA) di Provinsi Jawa Timur dari

tahun ke tahun mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif (Gambar 4.1). Hal

ini tidak dapat dilepaskan dari kondisi ekonomi global, dimana ketidakpastian

perekonomian dunia akan sangat berpengaruh terhadap keputusan berinvestasi

yang dilakukan oleh negara-negara maju.

Laju pertambahan nilai penanaman modal asing yang masuk pada tahun

2005 sebesar 50,68 persen, hal ini seiring dengan jumlah proyek yang juga

meningkat sebesar 20,00 persen. Pada tahun 2006 peningkatan jumlah proyek

sebesar 6,41 persen mampu meningkatkan nilai penanaman modal asing sebesar

172,22 persen. Sedangkan pada tahun berikutnya peningkatan jumlah proyek

sebesar 2,41 persen tidak diiringi dengan peningkatan nilai penanaman modal

asing yang masuk tetapi justru nilainya menurun sebesar 41,72 persen. Jadi nilai

penanaman modal asing tidak ditentukan oleh seberapa banyak jumlah proyek

yang masuk. Adapun jumlah proyek yang masuk pada tahun 2010 meningkat

sebesar 18,75 persen, demikian juga nilai penanaman modal asing meningkat

sebesar 31,50 persen.

Pada periode 1990-2010 menunjukkan bahwa penanaman modal asing

tahun 1994 merupakan investasi yang paling tinggi yaitu mencapai 6.771 juta

(45)

dibandingkan jumlah penanaman modal asing yang masuk ke Provinsi Jawa

Timur tahun 1993. Sedangkan pada tahun 1998 penanaman modal asing

mengalami penurunan cukup tajam yaitu sebesar 86,25 persen. Hal ini disebabkan

krisis ekonomi dunia yang terjadi pada tahun 1997, dimana kejadian tersebut

sangat berpengaruh pada penanaman modal asing yang masuk tidak hanya dalam

lingkup nasional saja tetapi juga dalam lingkup daerah.

Penanaman modal asing yang masuk di Provinsi Jawa Timur pada

tahun-tahun berikutnya tetap berfluktuasi tetapi dengan arah yang terus meningkat, krisis

finansial yang terjadi pada tahun 2008 juga tidak begitu berpengaruh pada aliran

masuk investasi asing. Meskipun sempat mengalami penurunan pada tahun 2009,

penanaman modal asing kembali meningkat sebesar 31,50 persen di tahun 2010.

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Jatim

(46)

46

Peningkatan yang terjadi pada tahun 2010 salah satunya disebabkan oleh

masuknya investasi perusahaan multinasional dari Swiss yang bergerak dibidang

pembenihan, hal ini memberikan harapan positif dan sesuai dengan visi

Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menjadikan daerah Jawa Timur sebagai

wilayah agribisnis terkemuka di Asia (BPM Provinsi Jatim, 2011).

Sedangkan jika dilihat dari sektor, penanaman modal asing yang masuk ke

Provinsi Jawa Timur didominasi oleh sektor industri pengolahan. Adapun

penanaman modal asing yang masuk ke Provinsi Jawa Timur selama 2000-2010

menunjukkan bahwa secara rata-rata sektor terbesar adalah investasi di sektor

industri sebesar 63,96 persen, kemudian sektor lainnya (sektor bangunan, hotel

dan restoran, jasa-jasa) sebesar 34,69 serta sektor pertanian dan pertambangan

sebesar 1,35 persen.

Gambar 4.1. menunjukkan penanaman modal asing yang masuk pada

tahun 2001 dominan pada sektor industri pengolahan, jenis industri yang paling

banyak adalah industri kimia sebesar 95,29 persen, yang kedua industri barang

logam sebesar 2,25 persen dan yang ketiga adalah industri makanan sebesar 0,86

persen. Pada periode 2002-2005 sektor industri pengolahan masih juga

mendominasi dengan rata-rata persentase sebesar 68,48 persen. Sedangkan pada

tahun 2006 dan 2008 penanaman modal asing bergeser pada sektor lainnya yang

didominasi oleh sektor konstruksi/bangunan, perdagangan dan jasa. Penanaman

modal asing di sektor industri pengolahan kembali meningkat pada tahun 2010

sebesar 77,86 persen, sektor lainnya sebesar 22,05 persen dan sektor pertanian dan

(47)

utamanya adalah sektor industri makanan/minuman dan sektor industri kimia dan

farmasi.

Peningkatan yang terjadi pada sektor indutsri makanan/minuman

dikarenakan penambahan nilai investasi yang dilakukan oleh PT Nestle dengan

nilai kontrak sebesar 490 juta USD. Sedangkan peningkatan yang terjadi di sektor

industri kimia dan farmasi dikarenakan investasi dari PT Chiel Jedang (CJ) yaitu

perusahaan multinasional dari Korea Selatan yang memproduksi asam amino,

Hcl-L, Lysne, MSG.

4.2. Perkembangan Produk Domestik Regional Bruto

Pembangunan ekonomi adalah suatu proses kenaikan pendapatan total dan

pendapatan perkapita dengan memperhitungkan adanya pertambahan penduduk Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Provinsi Jatim

Gambar 4.2. Persentase Penanaman Modal Asing di Provinsi Jawa Timur Berdasarkan sektor Tahun 2001-2010

2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

(48)

48

dan disertai dengan perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu

negara/daerah dan pemerataan pendapatan bagi penduduknya. Pembangunan

ekonomi tak dapat lepas dari pertumbuhan ekonomi karena pembangunan

ekonomi mendorong pertumbuhan dan sebaliknya pertumbuhan ekonomi

memperlancar proses pembangunan (Kuncoro, 2010). Produk Domestik Regional

Bruto (PDRB) mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.

Perkembangan PDRB Provinsi Jawa Timur dari tahun ke tahun terus

meningkat, hal ini mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang positif. Gambar

4.2. menunjukkan pertumbuhan ekonomi Provinsi Jawa Timur yang terus

mengalami peningkatan, kecuali pada tahun 1998 terjadi penurunan sebesar 11,21

persen, hal ini dikarenakan krisis ekonomi global yang terjadi pada tahun 1998.

Karena perekonomian dunia cukup terintegrasi, sebagai konsekuensi dari arus

globalisasi, setiap terjadi krisis global akan berpengaruh terhadap perekonomian

di Indonesia termasuk Provinsi Jawa Timur. Pada tahun 1999 pertumbuhan

ekonomi mengalami sedikit peningkatan meskipun hanya sebesar 1,21 persen

sebagai bentuk proses pemulihan ekonomi.

Pada perkembangan selanjutnya dari tahun 1999 sampai dengan 2009

PDRB Provinsi Jawa Timur terus mengalami peningkatan, demikian juga pada

tahun 2010 terjadi peningkatan sebesar 6,88 persen yaitu dari 320,21 miliar Rp

menjadi 342,24 miliar Rp pada tahun 2010. Adapun krisis finansial yang terjadi

pada tahun 2008 hanya mengakibatkan laju pertumbuhan sedikit melambat.

(49)

peluang bagi para investor asing untuk melakukan investasi di Provinsi Jawa

Timur.

4.3. Perkembangan Inflasi

Pada triwulan I-2010, inflasi IHK 7 kota di Jawa Timur sebesar 3,01

persen (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan inflasi triwulan sebelumnya yang

mencapai 3,40 persen maupun dengan inflasi nasional yang mencapai 3,56 persen.

Tingkat inflasi Jawa Timur hingga triwulan ini terus menunjukkan tren

perlambatan. Kondisi ini secara umum dipengaruhi oleh cukup terjaganya tekanan

inflasi pada kelompok yang mendominasi seperti kelompok bahan makanan,

kelompok makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, serta kelompok

perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar. Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jatim

Gambar 4.3. Pertumbuhan Ekonomi Provinsi Jawa Timur Tahun 1990-2010

(50)

50

Secara umum, tren penurunan inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh

terkendalinya harga bahan makanan (sebagai kelompok yang memiliki bobot

terbesar kedua di Jawa Timur). Meskipun sempat terjadi kenaikan harga pada

kelompok tersebut pada bulan Januari dan Pebruari 2010, namun deflasi yang

terjadi pada bulan Maret 2010 mampu menekan inflasi keseluruhan pada triwulan

satu. Hal ini juga dipengaruhi oleh kecukupan distribusi, ketegasan pemerintah

provinsi dalam pengendalian harga komoditas strategis (terutama gula pasir), serta

didukung oleh ekspektasi masyarakat yang terjaga.

4.4. Perkembangan Ekspor

Selama bulan Desember 2010 ekspor hasil pertanian menunjukkan

kenaikan sebesar 34,60 persen disbanding bulan sebelumnya, dari 80,58 juta USD Sumber : BPS Provinsi Jawa Timur

Gambar

Gambar 1.1. Perkembangan nilai PMA Nasional dan Provinsi Jawa Timur
Gambar 1.2. Distribusi persentase PDRB menurut Provinsi Tahun 2010 (persen)
Gambar 2.1. Hubungan investasi dan pertumbuhan ekonomi
Gambaran Perkembangan PMA
+7

Referensi

Dokumen terkait

Teacher should inform the importance of learning speaking, increase students’ interest by giving an activity or a task that able to attract students’ curiosity to learn.. Autonomy

eksekusi obyek hak tanggungan dengan perantaraan Balai Lelang Swasta. Wawancara dilakukan secara langsung dengan para narasumber yang telah dipilih,.

Bapak/Ibu dimohon untuk memberi jawaban atas daftar pertanyaan berikut ini dengan memberikan tanda silang (X) atau mengisi pada tempat yang disediakan

8 Pengalaman yang saya dapat dimasa lalau akan membantu saya untuk berwirausaha. 9 Kemampuan yang saya miliki akan membantu saya untuk

Pada percakapan ini terdapat aimai dalam bentuk deiksis karena terjadi.. kesalahpahaman dalam pengertian

Relevansi, objektivitas, ketepatan waktu, dan keberadaan bukti audit lain yang menguatkan kesimpulan, seluruhnya berpengaruh terhadap kompetensi bukti, dan dari bukti

Manfaat dari penelitian tentang minat berwirausaha pada mahasiswa Program Studi Pendidikan Teknik Bangunan JPTS FPTK UPI adalah:. Memberi sumbangan informasi mengenai minat

Adapun tahap tindakan yang dilakukan, meliputi (a) melaksanakan tindakan dalam pembelajaran pada sub tema Perubahan Wujud Benda sesuai dengan Rencana Pelaksanaan