FILOGENI BERDASARKAN SEKUENS DNA MITOKONDRIA
GEN
CYTOCHROME OXIDASE
I (GEN COI) PADA
BEBERAPA BANGSA SAPI LOKAL INDONESIA
ASRI FEBRIANA
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
ABSTRAK
ASRI FEBRIANA. Filogeni Berdasarkan Sekuens DNA Mitokondria Gen Cytochrome Oxidase I (Gen COI) pada Beberapa Bangsa Sapi Lokal Indonesia. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan JAKARIA.
Perkembangan jenis sapi di Indonesia berasal dari sapi asli seperti sapi bali dan juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi madura, sapi aceh, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi lokal Indonesia memiliki keanekaragaman tinggi seperti warna kulit maupun ukuran tubuh. Pendekatan penanda molekuler mampu membedakan bangsa sapi lokal Indonesia secara baik. Penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen Cytochrome Oxidase I (COI). Sampel yang digunakan adalah sampel sapi bali, madura, aceh, pesisir, dan PO. Amplifikasi secara in vitro dilakukan dengan teknik Polymerase Chain reaction (PCR). 10 sampel berhasil diamplifikasi dan menghasilkan produk amplifikasi sebesar 710 pb, namun hanya delapan sampel yang berhasil dirunutkan dan dianalisis. Analisis hubungan kekerabatan pada sapi lokal Indonesia menunjukkan bahwa, sapi bali terpisah dari pengelompokan keempat bangsa sapi lainnya. Sapi aceh, pesisir, PO, dan madura terletak dalam kelompok yang sama dengan Bos indicus. Dari kedua pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa sapi bali mempunyai asal-usul tersendiri sedangkan keempat sapi lainnya berasal dari kelompok sapi zebu.
ABSTRACT
ASRI FEBRIANA. The Phylogeny Based on Mitochondrial DNA Sequences Cytochrome Oxidase I (COI) Gene in Several Indonesian Local Cattle. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and JAKARIA.
iii
FILOGENI BERDASARKAN SEKUENS DNA MITOKONDRIA
GEN
CYTOCHROME OXIDASE
I (GEN COI) PADA
BEBERAPA BANGSA SAPI LOKAL INDONESIA
ASRI FEBRIANA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Biologi
DEPARTEMEN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
iv
Judul : Filogeni Berdasarkan Sekuens DNA Mitokondria Gen
Cytochrome
Oxidase
I (Gen COI) pada Beberapa Bangsa Sapi Lokal Indonesia
Nama
: Asri Febriana
NRP
: G34062747
Menyetujui,
Pembimbing I
Pembimbing II
Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA
Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si
NIP. 19561102 198403 1 003
NIP. 19660105 199303 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Biologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.Si
NIP. 19641002 198903 1 002
v
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul Filogeni Berdasarkan Sekuens DNA Mitokondria Gen Cytochrome Oxidase I (Gen COI) pada Beberapa Bangsa Sapi Lokal Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dan Dr. Jakaria, S.Pt, M.Si selaku dosen pembimbing atas segala bimbingan, kritik, saran, dan ilmu yang diberikan selama penelitian dan penyusunan karya ilmiah ini serta Ibu Dr. Anja Meryandini, M.S selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan bagi perbaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pelaksanaan penelitian dan penyelesaian karya ilmiah ini, antara lain kepada Kak Eryk, Kak Surya, Kak Ires, Ferdy, Pak Andi, Pak Ihsan, Pak Heri, Poppy, Indah, Vina, Enggar, Riri, Adi, Haikal, beserta keluarga besar Lab PAU, Lab Genetika Molekuler Ternak Fakultas Peternakan, teman-teman di Wisma Shambala, serta teman-teman-teman-teman Biologi khususnya Bio 43 atas bantuan, dukungan, persahabatan dan kebersamaan yang indah selama ini.
Ucapan terima kasih tak terhingga penulis berikan untuk Papa dan Mama tercinta yang telah memberi kasih sayang dan cinta yang tiada terkira, dukungan yang begitu berharga, dan do’a yang tiada habisnya. Terima kasih kepada saudariku tercinta Kak Ega dan Dek Aliya atas segala dukungan, pengertian, do’a, dan kasih sayangnya kepada penulis. Ucapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada seluruh keluarga besar atas do’a, dukungan, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.
Bogor, Agustus 2011
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sigli, Nangroe Aceh Darussalam, pada tanggal 01 Februari 1989 dari ayah Muchlis Rosyidi, SE dan Ibu Sri Handayani. Penulis merupakan putri kedua dari tiga bersaudara.
vii
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... viii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan ... 2
Waktu dan Tempat Penelitian ... 2
BAHAN DAN METODE Bahan ... 2
Metode ... 2
Ekstraksi dan Isolasi DNA ... 2
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA ... 2
Perunutan Produk PCR (Sekuensing) ... 3
Analisis Filogeni ... 3
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ... 3
Isolasi DNA Total ... 3
Amplifikasi Daerah COI ... 3
Perunutan Produk PCR Daerah COI ... 3
Analisis Filogeni ... 4
Pembahasan ... 5
Amplifikasi Daerah COI ... 5
Analisis Filogeni ... 6
SIMPULAN ... 6
SARAN ... 7
viii
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Matriks perbedaan rata-rata p-distance berdasarkan metode pairwise distance daerah COI pada sapi B. indicus (NC_005971), PO, pesisir, aceh,
bali dan madura ... 4
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Hasil isolasi DNAtotal darah sapi pada gel agarosa 1.5% ... 3 2 Hasil amplifikasi daerah COI pada gel agarosa 1.5% ... 3 3 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrappedNeighboor-Joining (NJ)
1000 kali pengulangan berdasarkan p-distance dari basa-basa nukleotida COI
(628 nt) pada sapi lokal Indonesia ... 4 4 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrappedNeighboor-Joining (NJ)
1000 kali pengulangan berdasarkan p-distance dari basa-basa nukleotida COI
(628 nt) dengan outgroup sapi B. indicus (NC_005971) ... 5
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Pensejajaran berganda nukleotida (628 nt) pada gen COI bangsa sapi lokal
Indonesia ... 10 2 Pensejajaran berganda nukleotida (628 nt) pada gen COI B. indicus
(NC_005971) dan bangsa sapi lokal Indonesia ... 13 3 Matriks perbedaan rata-rata p-distance berdasarkan metode pairwise distance
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan ditemukan hampir di semua negara termasuk Indonesia. Sapi (Bos sp.) merupakan anggota famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bos (Geraads 1992; Buntjer 1997). Subfamili Bovinae dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Tragelaphini, Boselaphini, dan Bovini. Kelompok Bovini terdiri atas spesies sapi dan kerbau, baik liar maupun yang telah didomestikasi, dan mulai berdiferensiasi lebih dari 4 juta tahun lalu (Lenstra & Bradley 1999). Menurut Perkins (1969), domestikasi sapi pertama kali ditemukan di Turki dengan dua tipe sapi, yaitu tipe berpunuk (Zebu) dan tidak berpunuk (Taurin). Sebagian besar sapi di wilayah Asia merupakan keturunan tipe Bos indicus atau dikenal sebagai sapi zebu, sedangkan sapi yang tersebar di wilayah Eropa termasuk dalam spesies Bos taurus
atau sapi taurin (Bradley & Cunningham 1999).
Sapi bali yang terdapat di Indonesia, berbeda dari tipe B. indicus dan B. taurus, dan berasal dari domestikasi yang terpisah. Sapi bali memiliki karakteristik berukuran sedang, tidak berpunuk, memiliki warna putih pada bagian belakang paha, bagian perut, dan keempat kaki bawah sampai di atas kuku (white stocking) (Payne & Rollinson 1973). Sapi bali yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi Banteng liar (Bibos banteng), dan proses domestikasi sapi bali ini terjadi sebelum 3500 SM (Rollinson 1984). Mereka diklasifikasikan sebagai B. javanicus, serta memiliki kromosom 2n=60, hampir sama dengan B. indicus dan B. taurus (Bradley & Cunningham 1999).
Bangsa sapi memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi-sapi yang terdapat di Indonesia mempunyai karakteristik warna kulit maupun ukuran tubuh yang berbeda tergantung dari asal tetuanya. Perkembangan jenis sapi di Indonesia berasal dari sapi asli seperti sapi bali dan juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi
madura, sapi aceh, sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Martojo 2003; Jakaria 2008). Dalam upaya membedakan masing-masing sapi lokal Indonesia tersebut, struktur morfogenetik saja tidak cukup untuk membedakan keaslian dan asal-usulnya. Untuk memperjelas asal-usul sapi tersebut dapat digunakan penanda genetik molekuler.
Salah satu penanda molekuler yang sering digunakan sebagai pembeda adalah gen cytochrome oxidase subunit I (COI). Salah satu kelebihan gen COI sebagai penanda analisis filogeni adalah asam amino pada fragmen COI jarang mengalami substitusi. Namun demikian, basa-basa pada
triple codonnya masih berubah dan bersifat
silent (perubahan basa yang tidak merubah jenis asam amino). Perubahan yang bersifat
silent tersebut berasal dari substitusi basa kodon ketiga (Lynch & Jarrell 1993). Fragmen basa nukleotida COI bersifat
conserved (lestari) maka berguna untuk merekonstruksi filogenetik pada cabang evolusi tingkat spesies (Palumbi 1996). Selain itu, COI juga dapat digunakan sebagai DNA barcoding karena sedikit sekali delesi dan insersi dalam sekuennya, serta variasinya juga sedikit. Oleh karena itu, sekuens yang bersifat conserved merupakan identitas spesies (Hebert et al. 2003). Beberapa penelitian telah menggunakan daerah COI sebagai penanda pada beberapa hewan seperti pada primata (Wu et al. 2000), Cestoda (Taenia) (Gasser et al. 1999), dan Hemiptera (Rahayuwati 2009).
Filogeni adalah sejarah mengenai garis evolusi suatu kelompok organisme atau makhluk hidup (Coccone 1999). Filogeni sapi telah dipelajari berdasarkan analisis morfologi (Geraads 1992) dan molekuler seperti sekuensing gen mitokondria
cytochrome oxidase subunit II (COII) (Janecek et al. 1996), sekuensing D-loop
DNA mitokondria (Sutopo 2001; Abdullah 2008), dan sekuensing mitokondria
2
Abdullah (2008) menunjukkan bahwa sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama dengan sapi madura, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah.
Penelitian mengenai filogeni sapi berdasarkan DNA mitokondria gen COI belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman genetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia dan mengetahui hubungan kekerabatannya berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen COI.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga April 2011 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknolgi (PPSHB) dan Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Sampel darah sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah sapi bali (n = 2), madura (n = 2), aceh (n = 2), pesisir (n = 2), dan PO (n = 2) koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan purifikasi yang digunakan yaitu etanol absolut, etanol 70%, ddH2O, SDS 10%,
Proteinase K 5 mg/ml, 1X STE, larutan fenol, CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), NaCl 5 M, dan larutan TE.
Metode
Ekstraksi dan Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol (Sambrook et al. 1989). Sampel darah sapi yang disimpan dalam etanol absolut dipindahkan ke tabung 1.5 ml sebanyak 200 µl, ditambah dengan 1000 µl low TE, divortex dan didiamkan ± 5 menit. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit dan
supernatannya dibuang. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan alkohol yang terdapat di dalam sampel darah sapi. Setelah itu, ditambah 40 µl SDS 10%, 10 µl Proteinase K 5 mg/ml, dan 1X STE sampai 400 µl, dikocok pelan dalam inkubator pada suhu 55oC selama 2 jam.
Suspensi yang telah diinkubasi pada suhu 55ºC selama 2 jam ditambah 400 µl larutan fenol, 400 µl CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), dan 40 µl 5 M NaCl, dikocok pelan pada suhu ruang selama 1 jam dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung 1.5 ml baru ditambah 800 µl etanol absolut, dan 40 µl 5 M NaCl lalu didinginkan dalam
freezer selama semalam. Setelah itu, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, ditambah dengan 800 µl etanol 70%, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit dan bagian supernatan dibuang. Sampel selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang lalu ditambah 100 µl TE dan sampel DNA disimpan dalam freezer sampai akan digunakan pada tahap selanjutnya.
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Amplifikasi mtDNA daerah COI dilakukan dengan menggunakan primer koleksi Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dengan primer forward BICOIF (5’-TTC- TCAACCAACCATAAAGATATTGG-3’) dan primer reverse BICOIR (5’-TAG- ACTTCGGGGTGTCCAAAGAATCA-3’).
Komposisi pereaksi PCR terdiri atas sampel DNA 4 µl, primer forward dan reverse
dalam 0.5 ρmol/µl, dNTPs 0.1 mM/µ l,
MgCl2 0.5 mM/µl, dan Taq Polymerase
(Fermentase) beserta buffernya sebesar 0.5 unit dalam volume total 25 µl.
Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin Thermocycler Eppendorf dengan kondisi yaitu, predenaturasi 95 oC selama lima menit. Siklus PCR dilakukan sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi 95 ºC selama 45 detik, penempelan primer 58 oC selama 1 menit, ekstensi 72 oC selama 1 menit, dan diakhiri oleh post-ekstensi 72 oC selama 5 menit. Produk PCR yang dihasilkan sebesar 710 pb
3
700 pb diwarnai dengan etidium bromida (0.8%
g/ml), diamati, dan difoto dibawah sinar
Ultraviolet (365 nm). Selanjutnya sampel dipurifikasi.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Pembacaan sekuens DNA menjadi alat penting dan utama dalam biologi molekular karena dapat mengetahui komposisi nukleotida dan asam amino suatu gen, juga menganalisis kekerabatan dan jalur evolusinya (Albert et al.1994). Produk PCR gen COI dari penelitian ini berupa pita tunggal berukuran 710 pb. Analisis perunutannya dilakukan di Macrogen, Korea Selatan.
Analisis Filogeni
Runutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan dengan urutan baku nukleotida
B. indicus dari GeneBank (kode akses NC_005971). Proses pensejajaran (alignment) dilakukan dengan menggunakan program Clustal W yang terdapat dalam program MEGA 4.0 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis 4.0; Tamura
et al. 2007). Perhitungan komposisi basa nukleotida, jarak genetik dan konstruksi pohon filogeni dilakukan menggunakan program MEGA 4.0. Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar sampel yang dianalisis. Nilai jarak genetik diperoleh dengan membagi jumlah nukleotida yang berbeda dengan jumlah total nukleotida. Perhitungan pairwise distance digunakan untuk melihat jarak rata-rata p-distance dari basa nukleotida daerah COI. Pohon filogeni direkonstruksi dengan menggunakan metode
bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali pengulangan (Nei & Kumar 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi DNA Total
Penelitian ini menggunakan 10 sampel yang terdiri atas lima bangsa sapi yaitu sapi bali, sapi madura, sapi PO, sapi pesisir, dan sapi aceh koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gambar 1 menunjukkan hasil isolasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1.5% dan dilihat dengan UV
transilluminator. DNA total tersebut selanjutnya digunakan sebagai cetakan DNA untuk mengamplifikasi gen COI dengan menggunakan teknik PCR.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 1 Hasil isolasi DNAtotal darah sapi pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= DNA total sapi PO, kolom 3-4= DNA total sapi pesisir, kolom 5-6= DNA total sapi aceh, kolom 7-8= DNA total sapi bali, kolom 9-10= DNA total sapi madura.
Amplifikasi Daerah COI
Amplifikasi daerah COI mtDNA pada kesepuluh sampel menghasilkan pita tunggal berukuran 710 pb (Gambar 2). Sampel sapi bali (kolom 7-8) dan sampel sapi madura (kolom 9) menghasilkan pita tunggal yang lebih tipis dibandingkan sampel sapi lainnya.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M
Gambar 2 Hasil amplifikasi daerah COI pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= sapi PO, kolom 3-4= sapi pesisir, kolom 5-6= sapi aceh, kolom 7-8= sapi bali, kolom 9-10= sapi madura, kolom M= penanda 100 pb.
Perunutan Produk PCR Daerah COI
4
Tabel 1 Matriks perbedaan rata-rata p-distance berdasarkan metode pairwise distance daerah COI pada sapi B. indicus (NC_005971), PO, pesisir, aceh, bali dan madura
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 NC_005971 -
2 PO 1 0 -
3 Pesisir 1 0.002 0.002 -
4 Pesisir 2 0.003 0.003 0.005 -
5 Aceh 1 0 0 0.002 0.003 -
6 Aceh 2 0 0 0.002 0.003 0 -
7 Bali 2 0.176 0.176 0.177 0.176 0.176 0.176 -
8 Madura 1 0.047 0.047 0.048 0.050 0.047 0.047 0.203 -
9 Madura 2 0 0 0.002 0.003 0 0 0.176 0.047 - pendek dan memiliki banyak huruf N yang
menunjukkan basa nukleotida tidak terdeteksi. Sampel PO 2 setelah dianalisis tidak menunjukkan hasil yang sesuai harapan atau berbeda bila dibandingkan dengan literatur (Abdullah 2008), sehingga diduga sampel PO 2 bukan sampel sapi PO asli.
Panjang DNA hasil perunutan setelah diedit, diperoleh hasil sekuen sepanjang 628 nukleotida (nt), dan hasil pensejajaran berganda (multiple alignment) diperoleh nilai conserved sebanyak 492, nilai variable
sebanyak 133, dan terdapat 3 insersi dari 628 nt (Lampiran 1). Data sekuens bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia dari penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan sekuens mitokondria COI B. indicus (sapi Nellore dari India) yang memiliki genom mitokondria utuh dari GeneBank dengan kode akses NC_005971. Setelah kedelapan sekuens sapi-sapi lokal Indonesia disejajarkan dengan NC_005971 diperoleh nilai conserved, variable, dan insersi yang sama dengan hasil pensejajaran berganda pada delapan sapi lokal Indonesia (Lampiran 2).
Analisis Filogeni
Hubungan kekerabatan bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia dapat dibandingkan berdasarkan jarak genetik p-distance
dari basa-basa nukleotidanya. Tabel 1 menunjukkan nilai jarak genetik bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia yang berkisar antara 0-0.203. Bangsa sapi bali dengan sapi madura 1 memiliki jarak genetik yang paling besar yaitu 0.203 (20.3%), sedangkan jarak genetik rata-rata antara sapi bali dengan sapi madura 0.1895 (18.95%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai jarak genetik atau persentase jarak genetik maka semakin besar perbedaan jumlah basa
nukleotidanya. Sebaliknya semakin kecil nilai jarak genetiknya, maka semakin sedikit perbedaan jumlah basa nukleotidanya. Semakin besar perbedaan susunan nukleotidanya, maka semakin jauh hubungan kekerabatannya. Perbedaan susunan basa nukleotida hasil pensejajaran berganda pada gen COI dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Matriks perbedaan rata-rata p-distance pada sapi lokal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3.
Gambar 3 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) 1000 kali pengulangan berdasarkan p- distance dari basa-basa nukleotida COI (628 nt) pada sapi lokal Indonesia.
Konstruksi pohon filogeni bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia berdasarkan jarak genetik p-distance dari basa-basa nukleotida COI dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3 tersebut menunjukkan bangsa sapi pesisir, aceh, PO, dan madura terletak dalam kelompok yang sama (kluster
B). Namun, madura 1 dan madura 2 terletak terpisah, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah sendiri (kluster A).
5
Gambar 4 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) 1000 kali pengulangan berdasarkan p- distance dari basa-basa nukleotida COI (628 nt) dengan
outgroup sapi B. indicus
(NC_005971).
Konstruksi pohon filogeni sapi lokal Indonesia dan outgroup B. indicus
(NC_005971) sebagai pembanding (Gambar 4) tidak mengalami banyak perubahan pada posisi pengelompokan. Pada Gambar 4 tersebut menunjukkan bangsa sapi pesisir, aceh, PO, madura dan B. indicus terletak dalam kelompok yang sama (kluster B), sedangkan sapi bali tetap terletak dalam kelompok yang terpisah (kluster A).
Pembahasan
Amplifikasi Daerah COI
Sampel sapi bali dan sampel sapi madura (madura 1) menghasilkan pita tunggal yang lebih tipis dibandingkan sampel sapi lainnya. Keberhasilan amplifikasi daerah COI sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kemurnian DNA hasil ekstraksi, komposisi bahan pereaksi yang digunakan seperti volume DNA cetakan dan primer yang digunakan, dan kondisi reaksi PCR yang tepat, terutama pada saat penempelan primer.
Suhu penempelan primer berperan penting dalam reaksi PCR. Penggunaan suhu penempelan primer yang sesuai, memungkinkan masing-masing primer dapat menempel pada kedua ujung DNA cetakan. Suhu penempelan primer dapat dihitung berdasarkan urutan nukleotida primer yang digunakan. Umumnya suhu penempelan primer optimum berkisar ± 5 0C dari suhu perhitungan penempelan primer. Jika suhu
penempelan primer terlalu tinggi dari suhu optimum, menyebabkan primer tidak menempel dengan DNA cetakan. Jika suhu penempelan primer terlalu rendah dari suhu penempelan primer optimum menyebabkan
mispriming, yaitu penempelan primer pada tempat yang salah pada DNA cetakan sehingga dihasilkan produk non spesifik. Oleh karena itu, dilakukan optimasi terhadap suhu penempelan primer (Newton & Graham 1997).
Selain suhu penempelan primer, perlu juga dilakukan optimasi terhadap volume DNA cetakan yang digunakan dalam reaksi PCR. Ketersediaan DNA cetakan yang cukup diperlukan agar dapat dilakukan visualisasi hasil PCR dengan etidium bromida, sehingga dapat diperoleh pita DNA yang jelas saat elektroforesis. Adanya pita DNA yang jelas menunjukkan bahwa proses PCR telah berhasil mengamplifikasi fragmen DNA cetakan. Disamping itu, penggunaan DNA cetakan yang terlalu banyak juga dapat menurunkan efisiensi PCR karena DNA cetakan sulit diamplifikasi (Newton & Graham 1997). Penggunaan DNA cetakan yang terlalu sedikit, dapat menyebabkan pita yang dihasilkan kurang tebal dan jelas karena DNA cetakan tidak dapat teramplifikasi dengan baik.
Beberapa hambatan yang sering terjadi pada saat mengamplifikasi DNA cetakan yaitu, pita yang dihasilkan multistrand atau banyak pita yang bukan target. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan beberapa modifikasi pada komposisi dan kondisi PCR. Modifikasi yang dilakukan pada komposisi antara lain dengan menurunkan volume MgCl2, menambah volume taq polimerase dan volume DNA cetakan (apabila pita yang dihasilkan tipis). Modifikasi pada kondisi PCR dilakukan dengan menaikkan suhu penempelan primer sehingga lebih spesifik. Kadangkala munculnya multistrand seringkali sulit dihilangkan. Usaha yang dilakukan yaitu beberapa sampel dipurifikasi kembali untuk mendapatkan pita tunggal yang sesuai target. Sampel sapi bali 1, bali 2, dan madura 1 menghasilkan pita tunggal yang lebih tipis dibandingkan sampel lainnya. Hal ini kemungkinan disebabkan karena primer yang digunakan kurang spesifik terhadap ketiga sampel DNA tersebut terutama pada sampel sapi bali. Pasangan primer BICOIF dan BICOIR dibuat berdasarkan sekuens basa COI B. indicus. Sapi bali dan madura 1 kemungkinan memiliki sekuens
6
basa nukleotida yang berbeda dari B. indicus
dan sampel lainnya, sehingga primer yang digunakan tidak komplementer atau tidak menempel secara spesifik pada target.
Analisis Filogeni
Bangsa sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama dengan
B. indicus. Hal ini disebabkan nenek moyang (ancestor) ketiga sapi lokal tersebut berasal dari hibridisasi dengan sapi zebu (B. indicus) (Abdullah 2008; Jakaria 2008), sehingga sapi aceh, pesisir, dan PO memiliki komposisi genetik yang sama dengan sapi zebu (Mohamad et al. 2009). Berdasarkan analisis metode pairwise distance diperoleh nilai jarak genetik yang sama antara sapi aceh, PO, madura 2, dan B. indicus yaitu 0. Hal ini menunjukkan tidak terdapat perbedaan basa nukleotida antara sapi-sapi tersebut dan menunjukkan bahwa sapi lokal Indonesia merupakan hasil introgresi dari sapi zebu (Bradley & Cunningham 1999; Abdullah 2008; Mohamad et al. 2009).
Sapi madura 1 dan 2 terletak terpisah. Hal ini kemungkinan disebabkan madura 2 merupakan sapi madura campuran, dan kemungkinan terjadi percampuran antara sapi madura dengan sapi zebu (B. indicus), PO, dan sapi aceh karena memiliki jarak genetik yang sama yaitu 0, sedangkan madura 1 merupakan sapi madura asli. Namun, sapi madura sekarang telah banyak berubah akibat persilangan yang tak teratur (bebas) dengan bangsa sapi lain seperti dengan PO dan SO. Dengan demikian, sapi madura asli hasil turunan sapi bali dan zebu (Nijman et al. 2003) dapat dipisahkan dari sapi madura yang telah mengalami modifikasi atau campuran material genetik sehingga lebih dekat ke zebu (Gambar 3 dan 4).
Sapi bali terletak terpisah karena merupakan sapi asli Indonesia dan hasil domestikasi langsung dari banteng (Martojo 2003). Menurut Mohamad et al. (2009), berdasarkan penanda genetik molekuler DNA mitokondria bangsa sapi aceh, pesisir, PO, dan madura memiliki komposisi genetik yang sama dengan sapi zebu, sedangkan sapi bali, berdasarkan penanda molekuler genetik DNA mitokondria, kromosom Y, dan mikrosatelit menunjukkan memiliki komposisi genetik yang sama dengan banteng. Hal ini membuktikan bahwa sapi bali merupakan hasil domestikasi langsung
dari banteng. Pada sapi aceh, pesisir, dan madura komposisi genetik berdasarkan penanda molekuler kromosom Y menunjukkan ketiga bangsa sapi tersebut berasal dari pejantan zebu (Lampiran 3).
Sapi pesisir terindikasi merupakan campuran antara sapi aceh dan sapi madura karena memiliki jarak genetik yang sama yaitu 0.002 dan 0.003. Menurut Abdullah (2008), kedekatan hubungan beberapa sapi lokal kemungkinan karena ada aliran gen yang terjadi akibat letak geografis sapi-sapi tersebut berdekatan. Sapi aceh dan pesisir terletak di wilayah Barat Indonesia dalam satu pulau yang sama (Sumatera), sehingga mempunyai hubungan kekerabatan yang lebih dekat. Sapi aceh dan pesisir lebih dekat dengan sapi PO yang berasal dari Pulau Jawa karena letak kedua pulau lebih berdekatan dibanding sapi bali yang ada di Pulau Bali dan sapi madura di Pulau Madura.
Persilangan antara spesies mungkin terjadi jika spesies yang berhubungan dekat berbagi habitat yang sama atau melalui intervensi manusia sewaktu dipelihara. Persilangan yang tidak terkontrol, seperti yang terjadi di alam, memungkinkan adanya pengaruh yang signifikan pada pembentukan bangsa sapi, dan juga dapat mempengaruhi integritas genetik spesies baik yang liar maupun yang telah didomestikasi (Nijman et al. 2003). Informasi mengenai sejarah filogeni sapi penting untuk strategi penentuan manajemen dan koservasi bangsa sapi. Selain itu, analisis filogenetik memiliki beberapa tujuan diantaranya membantu dalam menentukan keputusan program pemuliaan, pelestarian, persilangan bangsa-bangsa, dan pola migrasi (Kidd & Pirchner 1974).
SIMPULAN
7
SARAN
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai bangsa-bangsa sapi lokal dengan sampel yang lebih banyak dan asal daerah yang berbeda sehingga diperoleh hasil dan informasi yang lebih lengkap untuk mengetahui keragaman dan hubungan kekerabatannya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah MAN. 2008. Karakteristik genetik sapi aceh menggunakan analisis keragaman fenotipik, daerah D-loop DNA mitokondria dan DNA mikrosatelit [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Albert J, Wahlberg J, Leitner T, Escamilla D, Uhlen M. 1994. Analysis of a rape case by direct sequencing of the human immunodeficiency virus type 1 pol and gag genes. J. Virol 68: 5018-24. Bradley DG, Cunningham EP. 1999.
Genetic aspects of domestication. In
Fries S, Ruvinsky A. The Genetics of Cattle. Oxfordshire: CAB Int.
Buntjer JB. 1997. DNA repeats in the vertebrate genome as probes in phylogeny and species identification. Academic thesis, Utrecht University. Coccone A, Amato G, Gratry OC, Behler J,
Powell JR. 1999. A molecular phylogeny of four endangered Madagascar tortoises based on mtDNA sequences. Mol Phylogenet Evol 12: 1-9.
Felius M. 1995. Cattle Breeds: An Encyclopedia Misset, Doetinchem, The Netherlands.
Gasser RB, Zhu X, McManus DP. 1999. NADH dehydrogenase subunit 1 and cytochrome c oxidase subunit I sequences compared for members of the genus Taenia (Cestoda). Inter J Parasit 29: 1965-1970.
Geraads D. 1992. Phylogenetic analysis of the tribe bovine (mammalia: Artiodactyla). Zool J Linn soc 104: 193-207.
Hebert PD, Cywinska A, Ball SL, deWaard JR. 2003. Biological identifications through DNA barcodes. Proc. R. Soc. Lond 270: 313-321.
Jakaria. 2008. Keragaman genetik gen hormon pertumbuhan pada sapi pesisir
Sumatera Barat [disertasi]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Janecek LL, Honeycutt RL, Adkins RM, Davis SK. 1996. Mitochondrial gene sequences and the molecular systematics of the artiodactyl subfamily Bovinae. Mol Phylogenet Evol 6: 107-119.
Kidd KK, Osterhoff D, Erhard L, Stone WH. 1974. The use of genetic relationships among cattle breeds in the formulation of rational breeding policies: an example with South Devon (South Africa) and Gelbvieh (Germany). Anim Blood Groups Biochemical Genetics 5: 21-28.
Lenstra JA, Bradley DG. 1999. Systematics and phylogeny of cattle. In: Fries R, Ruvinsky A (eds) The Genetics of Cattle. Wallingford: CAB Int.
Lynch M, Jarrel PE. 1993. A method for calibrating molecular clocks and its application to animal mitochondrial DNA. Genetics 135: 1197-1208. Martojo H. 2003. Indigenous Bali Cattle:
The best suited cattle breed for sustainable small farm in indonesia.
The Chinese society of animal science. 112 Farm road, Hsinhua, Tainan, Taiwan.
Mohamad K, Olsson M, van Tol HTA, Mikko S, Vlamings BH, et al. 2009. On the origin of Indonesia cattle. PLos ONE 4(5): e5490.
Nei M, Kumar S. 2000. Molecular Evolution and Phylogenetics. New York: Oxford Univ Pr.
Newton CR, Graham A. 1997. PCR Introduction to Biotechnique, 2nd ed. Oxford: Bios Scientific Publisher Ltd, Nijman IJ et al. 2003. Hybridization of
banteng (Bos javanicus) and zebu (Bos indicus) revealed by mitochondrial DNA, satellite DNA, AFLP, and microsatellites. Heredity 90: 10-16. Palumbi SR. 1996. Nucleic acids II: the
polymerase chain reaction. Dalam
Molecular systematics. Ed ke-2. Edited by Hillis DM, Moritz C, Mable BK. Massachusetts: Sinauer.
Payne WJA, Rollinson DHL. 1973. Bali cattle. Word Anim Rev 7: 13-21. Perkins D Jr. 1969. Fauna of catal huyuk:
Evidence for early cattle domestication in Anatolia. Sci 164: 177-178.
8
mitokondria sitokrom oksidase I
Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Rollinson DHL. 1984. Bali Cattle. In : Evolution of Domesticated Animals. NewYork: Longman.
Sambrook J, Fritsch EF, Maniatis T. 1989. Molecular cloning. A laboratory manual. Cold Spring Harbor Lab Press, USA.
Schreiber A, Erker D, Bauer K. 1999. Artiodactyl phylogeny: an immunogenetic study based on comparative determinant analysis. Expl Clin Immunogenet7: 234-243.
Sutopo. 2001. Phylogenetic studies on Indoesian native cattle based on blood protein markers and dna polymorphism [thesis]. Tokyo: Tokyo University of Agriculture.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA4: Molecular Evolutionary Genetics Analysis (MEGA) software version 4.0. Mol Bio Evol 24: 1596-1599.
9
10
Lampiran 1. Pensejajaran berganda nukleotida (628 nt) pada gen COI bangsa sapi lokal Indonesia
#MEGA
!Title COI delapan sapi lokal Indonesia; !Format
DataType=Nucleotide NSeqs=8 NSites=628
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
[ 1 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #PO_1 TTTGGTGCTT GGGCCGGTAT AGTAGGAACA GCTTTAAGCC TTCTAATTCG -CGCTGAATT AGGCCAACCC GGAACTCTGC #Pesisir_1 ... ... ... ... ...A... G... ... ... #Pesisir_2 ..G... ... ... ... ... -... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... -... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... -... ... ... #Bali_2 ..GA.CT.C. .AT....G.G CCG.A..-.. .TA.CTT... .GT..G...A -..G... ...T... ..G..C.... #Madura_1 ...- ... ...-.. ... ... -... ... ... #Madura_2 ... ... ... ... ... -... ... ...
11
Lampiran 1. Lanjutan
[ 1111111111 1111111111 1111111111 1111111112 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 ] [ 6666666667 7777777778 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #PO_1 AATTGGAGGG TTCGGTAACT GACTTGTTCC CCTAATAATT GGTGCT-CCC GATATAGCAT TTCCCCGAAT AAATAATATA #Pesisir_1 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Bali_2 ... ..T... ...C.. TG.G... ...C-... A...A.. ... ...G-- #Madura_1 ... ... ... ...A. ...A... ...A.. ... ...G.. #Madura_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ...
[ 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 2222222223 3333333333 3333333333 ] [ 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #PO_1 AGCTTCTGAC TTCTCCCTCC CTCATTCCTA CTACTCCTCG CATCCTCTAT AGTTGAAGCT GGGGCAGGAA CAGGCTGAAC #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 ....C... .C...T ...T... ...T..G. ....A..C.C ...C... ...G.... ....T... #Madura_1 ... ... ... ... ... ..GA....GG ....GG.... .G..G... #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
12
Lampiran 1. Lanjutan
[ 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 ] [ 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #PO_1 GAGTTTCCTC AATTTTAGGA GCCATCAACT TCATTACAAC AATTATCAAC ATAAAGCCCC CCGCAATGTC ACAATACCAA #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 .T... ... ..T..T..T. .T..C... ...T..T ...A.... .T... ... #Madura_1 ... .T...A.. ..TT... ... ... ... ... ....C....C #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
[ 4444444444 4444444445 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 ] [ 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #PO_1 ACCCCTCTAT TCGTATGATC CGTAATAATT ACCGCCGTAC TACTACTACT CTCGCTCCCT GTATTAGCAG CCGGCATCAC #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 ...C.... .T..G... ....C.C..C ...A... ....G..C.. ...A..T... ... .T...T.. #Madura_1 ... G... ... ...CT. ... ....T... ...A... ...T.... #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
13
Lampiran 2. Pensejajaran berganda nukleotida (628 nt) pada gen COI B. indicus (NC_005971) dan bangsa sapi lokal Indonesia
#MEGA
!Title COI NC 005971 dan delapan sapi lokal Indonesia; !Format
DataType=Nucleotide NSeqs=9 NSites=628
Identical=. Missing=? Indel=-;
!Domain=Data;
[ 1 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #NC_005971 TTTGGTGCTT GGGCCGGTAT AGTAGGAACA GCTTTAAGCC TTCTAATTCG -CGCTGAATT AGGCCAACCC GGAACTCTGC #PO_1 ... ... ... ... ... -... ... ... #Pesisir_1 ... ... ... ... ...A... G... ... ... #Pesisir_2 ..G... ... ... ... ... -... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... -... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... -... ... ... #Bali_2 ..GA.CT.C. .AT....G.G CCG.A..-.. .TA.CTT... .GT..G...A -..G... ...T... ..G..C.... #Madura_1 ...- ... ...-.. ... ... -... ... ... #Madura_2 ... ... ... ... ... -... ... ...
14
Lampiran 2. Lanjutan
[ 1111111111 1111111111 1111111111 1111111112 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 ] [ 6666666667 7777777778 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #NC_005971 AATTGGAGGG TTCGGTAACT GACTTGTTCC CCTAATAATT GGTGCT-CCC GATATAGCAT TTCCCCGAAT AAATAATATA #PO_1 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Pesisir_1 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ... #Bali_2 ... ..T... ...C.. TG.G... ...C-... A...A.. ... ...G-- #Madura_1 ... ... ... ...A. ...A... ...A.. ... ...G.. #Madura_2 ... ... ... ... ...-... ... ... ...
[ 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 2222222222 2222222223 3333333333 3333333333 ] [ 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #NC_005971 AGCTTCTGAC TTCTCCCTCC CTCATTCCTA CTACTCCTCG CATCCTCTAT AGTTGAAGCT GGGGCAGGAA CAGGCTGAAC #PO_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 ....C... .C...T ...T... ...T..G. ....A..C.C ...C... ...G.... ....T... #Madura_1 ... ... ... ... ... ..GA....GG ....GG.... .G..G... #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
15
Lampiran 2. Lanjutan
[ 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 4444444444 ] [ 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 6666666667 7777777778 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #NC_005971 GAGTTTCCTC AATTTTAGGA GCCATCAACT TCATTACAAC AATTATCAAC ATAAAGCCCC CCGCAATGTC ACAATACCAA #PO_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 .T... ... ..T..T..T. .T..C... ...T..T ...A.... .T... ... #Madura_1 ... .T...A.. ..TT... ... ... ... ... ....C....C #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
[ 4444444444 4444444445 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 5555555555 ] [ 8888888889 9999999990 0000000001 1111111112 2222222223 3333333334 4444444445 5555555556 ] [ 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 1234567890 ] #NC_005971 ACCCCTCTAT TCGTATGATC CGTAATAATT ACCGCCGTAC TACTACTACT CTCGCTCCCT GTATTAGCAG CCGGCATCAC #PO_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Pesisir_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_1 ... ... ... ... ... ... ... ... #Aceh_2 ... ... ... ... ... ... ... ... #Bali_2 ...C.... .T..G... ....C.C..C ...A... ....G..C.. ...A..T... ... .T...T.. #Madura_1 ... G... ... ...CT. ... ....T... ...A... ...T.... #Madura_2 ... ... ... ... ... ... ... ...
16
Lampiran 3. Matriks perbedaan rata-rata p-distance berdasarkan metode pairwise distance daerah COI pada sapi PO, pesisir, aceh, bali dan madura
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8
1 PO 1 -
2 Pesisir 1 0.002 -
3 Pesisir 2 0.003 0.005 -
4 Aceh 1 0 0.002 0.003 -
5 Aceh 2 0 0.002 0.003 0 -
6 Bali 2 0.176 0.177 0.176 0.176 0.176 -
7 Madura 1 0.047 0.048 0.05 0.047 0.047 0.203 -
8 Madura 2 0 0.002 0.003 0 0 0.176 0.047 -
Keterangan sampel:
1. PO1 : PO20820 BET 2. PO2 : PO20816 BET 3. Pesisir 1 : A033
17
Lampiran 4. Komposisi genetik pada beberapa populasi sapi lokal Indonesia (Felius 1995; Mohamad et al. 2009)
ii
ABSTRAK
ASRI FEBRIANA. Filogeni Berdasarkan Sekuens DNA Mitokondria Gen Cytochrome Oxidase I (Gen COI) pada Beberapa Bangsa Sapi Lokal Indonesia. Dibimbing oleh DEDY DURYADI SOLIHIN dan JAKARIA.
Perkembangan jenis sapi di Indonesia berasal dari sapi asli seperti sapi bali dan juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi madura, sapi aceh, dan sapi Peranakan Ongole (PO). Sapi lokal Indonesia memiliki keanekaragaman tinggi seperti warna kulit maupun ukuran tubuh. Pendekatan penanda molekuler mampu membedakan bangsa sapi lokal Indonesia secara baik. Penelitian ini dilakukan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen Cytochrome Oxidase I (COI). Sampel yang digunakan adalah sampel sapi bali, madura, aceh, pesisir, dan PO. Amplifikasi secara in vitro dilakukan dengan teknik Polymerase Chain reaction (PCR). 10 sampel berhasil diamplifikasi dan menghasilkan produk amplifikasi sebesar 710 pb, namun hanya delapan sampel yang berhasil dirunutkan dan dianalisis. Analisis hubungan kekerabatan pada sapi lokal Indonesia menunjukkan bahwa, sapi bali terpisah dari pengelompokan keempat bangsa sapi lainnya. Sapi aceh, pesisir, PO, dan madura terletak dalam kelompok yang sama dengan Bos indicus. Dari kedua pengelompokan tersebut menunjukkan bahwa sapi bali mempunyai asal-usul tersendiri sedangkan keempat sapi lainnya berasal dari kelompok sapi zebu.
ABSTRACT
ASRI FEBRIANA. The Phylogeny Based on Mitochondrial DNA Sequences Cytochrome Oxidase I (COI) Gene in Several Indonesian Local Cattle. Supervised by DEDY DURYADI SOLIHIN and JAKARIA.
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sapi merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis yang tinggi dan ditemukan hampir di semua negara termasuk Indonesia. Sapi (Bos sp.) merupakan anggota famili Bovidae, subfamili Bovinae, genus Bos (Geraads 1992; Buntjer 1997). Subfamili Bovinae dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu Tragelaphini, Boselaphini, dan Bovini. Kelompok Bovini terdiri atas spesies sapi dan kerbau, baik liar maupun yang telah didomestikasi, dan mulai berdiferensiasi lebih dari 4 juta tahun lalu (Lenstra & Bradley 1999). Menurut Perkins (1969), domestikasi sapi pertama kali ditemukan di Turki dengan dua tipe sapi, yaitu tipe berpunuk (Zebu) dan tidak berpunuk (Taurin). Sebagian besar sapi di wilayah Asia merupakan keturunan tipe Bos indicus atau dikenal sebagai sapi zebu, sedangkan sapi yang tersebar di wilayah Eropa termasuk dalam spesies Bos taurus
atau sapi taurin (Bradley & Cunningham 1999).
Sapi bali yang terdapat di Indonesia, berbeda dari tipe B. indicus dan B. taurus, dan berasal dari domestikasi yang terpisah. Sapi bali memiliki karakteristik berukuran sedang, tidak berpunuk, memiliki warna putih pada bagian belakang paha, bagian perut, dan keempat kaki bawah sampai di atas kuku (white stocking) (Payne & Rollinson 1973). Sapi bali yang ada saat ini diduga berasal dari hasil domestikasi Banteng liar (Bibos banteng), dan proses domestikasi sapi bali ini terjadi sebelum 3500 SM (Rollinson 1984). Mereka diklasifikasikan sebagai B. javanicus, serta memiliki kromosom 2n=60, hampir sama dengan B. indicus dan B. taurus (Bradley & Cunningham 1999).
Bangsa sapi memiliki karakteristik tertentu yang sama. Berdasarkan karakteristik tersebut mereka dapat dibedakan dari ternak lainnya meskipun masih dalam spesies yang sama. Karakteristik yang dimiliki dapat diturunkan ke generasi berikutnya. Sapi-sapi yang terdapat di Indonesia mempunyai karakteristik warna kulit maupun ukuran tubuh yang berbeda tergantung dari asal tetuanya. Perkembangan jenis sapi di Indonesia berasal dari sapi asli seperti sapi bali dan juga sapi hasil silangan yang telah menjadi sapi lokal seperti sapi pesisir, sapi
madura, sapi aceh, sapi Sumba Ongole (SO) dan sapi Peranakan Ongole (PO) (Martojo 2003; Jakaria 2008). Dalam upaya membedakan masing-masing sapi lokal Indonesia tersebut, struktur morfogenetik saja tidak cukup untuk membedakan keaslian dan asal-usulnya. Untuk memperjelas asal-usul sapi tersebut dapat digunakan penanda genetik molekuler.
Salah satu penanda molekuler yang sering digunakan sebagai pembeda adalah gen cytochrome oxidase subunit I (COI). Salah satu kelebihan gen COI sebagai penanda analisis filogeni adalah asam amino pada fragmen COI jarang mengalami substitusi. Namun demikian, basa-basa pada
triple codonnya masih berubah dan bersifat
silent (perubahan basa yang tidak merubah jenis asam amino). Perubahan yang bersifat
silent tersebut berasal dari substitusi basa kodon ketiga (Lynch & Jarrell 1993). Fragmen basa nukleotida COI bersifat
conserved (lestari) maka berguna untuk merekonstruksi filogenetik pada cabang evolusi tingkat spesies (Palumbi 1996). Selain itu, COI juga dapat digunakan sebagai DNA barcoding karena sedikit sekali delesi dan insersi dalam sekuennya, serta variasinya juga sedikit. Oleh karena itu, sekuens yang bersifat conserved merupakan identitas spesies (Hebert et al. 2003). Beberapa penelitian telah menggunakan daerah COI sebagai penanda pada beberapa hewan seperti pada primata (Wu et al. 2000), Cestoda (Taenia) (Gasser et al. 1999), dan Hemiptera (Rahayuwati 2009).
Filogeni adalah sejarah mengenai garis evolusi suatu kelompok organisme atau makhluk hidup (Coccone 1999). Filogeni sapi telah dipelajari berdasarkan analisis morfologi (Geraads 1992) dan molekuler seperti sekuensing gen mitokondria
cytochrome oxidase subunit II (COII) (Janecek et al. 1996), sekuensing D-loop
DNA mitokondria (Sutopo 2001; Abdullah 2008), dan sekuensing mitokondria
2
Abdullah (2008) menunjukkan bahwa sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama dengan sapi madura, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah.
Penelitian mengenai filogeni sapi berdasarkan DNA mitokondria gen COI belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman genetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia dan mengetahui hubungan kekerabatannya berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen COI.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga April 2011 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknolgi (PPSHB) dan Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Sampel darah sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah sapi bali (n = 2), madura (n = 2), aceh (n = 2), pesisir (n = 2), dan PO (n = 2) koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan purifikasi yang digunakan yaitu etanol absolut, etanol 70%, ddH2O, SDS 10%,
Proteinase K 5 mg/ml, 1X STE, larutan fenol, CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), NaCl 5 M, dan larutan TE.
Metode
Ekstraksi dan Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol (Sambrook et al. 1989). Sampel darah sapi yang disimpan dalam etanol absolut dipindahkan ke tabung 1.5 ml sebanyak 200 µl, ditambah dengan 1000 µl low TE, divortex dan didiamkan ± 5 menit. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit dan
supernatannya dibuang. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan alkohol yang terdapat di dalam sampel darah sapi. Setelah itu, ditambah 40 µl SDS 10%, 10 µl Proteinase K 5 mg/ml, dan 1X STE sampai 400 µl, dikocok pelan dalam inkubator pada suhu 55oC selama 2 jam.
Suspensi yang telah diinkubasi pada suhu 55ºC selama 2 jam ditambah 400 µl larutan fenol, 400 µl CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), dan 40 µl 5 M NaCl, dikocok pelan pada suhu ruang selama 1 jam dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung 1.5 ml baru ditambah 800 µl etanol absolut, dan 40 µl 5 M NaCl lalu didinginkan dalam
freezer selama semalam. Setelah itu, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, ditambah dengan 800 µl etanol 70%, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit dan bagian supernatan dibuang. Sampel selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang lalu ditambah 100 µl TE dan sampel DNA disimpan dalam freezer sampai akan digunakan pada tahap selanjutnya.
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Amplifikasi mtDNA daerah COI dilakukan dengan menggunakan primer koleksi Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dengan primer forward BICOIF (5’-TTC- TCAACCAACCATAAAGATATTGG-3’) dan primer reverse BICOIR (5’-TAG- ACTTCGGGGTGTCCAAAGAATCA-3’).
Komposisi pereaksi PCR terdiri atas sampel DNA 4 µl, primer forward dan reverse
dalam 0.5 ρmol/µl, dNTPs 0.1 mM/µ l,
MgCl2 0.5 mM/µl, dan Taq Polymerase
(Fermentase) beserta buffernya sebesar 0.5 unit dalam volume total 25 µl.
Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin Thermocycler Eppendorf dengan kondisi yaitu, predenaturasi 95 oC selama lima menit. Siklus PCR dilakukan sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi 95 ºC selama 45 detik, penempelan primer 58 oC selama 1 menit, ekstensi 72 oC selama 1 menit, dan diakhiri oleh post-ekstensi 72 oC selama 5 menit. Produk PCR yang dihasilkan sebesar 710 pb
2
Abdullah (2008) menunjukkan bahwa sapi aceh, pesisir, dan PO terletak dalam kelompok yang sama dengan sapi madura, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah.
Penelitian mengenai filogeni sapi berdasarkan DNA mitokondria gen COI belum pernah dilakukan sebelumnya, sehingga hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk merekonstruksi pohon filogenetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan menganalisis keragaman genetik beberapa bangsa sapi lokal Indonesia dan mengetahui hubungan kekerabatannya berdasarkan sekuens DNA mitokondria gen COI.
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2010 hingga April 2011 di Laboratorium Biologi Molekuler Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknolgi (PPSHB) dan Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
BAHAN DAN METODE
Bahan
Sampel darah sapi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel darah sapi bali (n = 2), madura (n = 2), aceh (n = 2), pesisir (n = 2), dan PO (n = 2) koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak Institut Pertanian Bogor, Bogor. Bahan purifikasi yang digunakan yaitu etanol absolut, etanol 70%, ddH2O, SDS 10%,
Proteinase K 5 mg/ml, 1X STE, larutan fenol, CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), NaCl 5 M, dan larutan TE.
Metode
Ekstraksi dan Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan dengan menggunakan metode fenol (Sambrook et al. 1989). Sampel darah sapi yang disimpan dalam etanol absolut dipindahkan ke tabung 1.5 ml sebanyak 200 µl, ditambah dengan 1000 µl low TE, divortex dan didiamkan ± 5 menit. Kemudian disentrifugasi pada kecepatan 8000 rpm selama 5 menit dan
supernatannya dibuang. Hal ini dilakukan sebanyak dua kali dengan tujuan untuk menghilangkan kandungan alkohol yang terdapat di dalam sampel darah sapi. Setelah itu, ditambah 40 µl SDS 10%, 10 µl Proteinase K 5 mg/ml, dan 1X STE sampai 400 µl, dikocok pelan dalam inkubator pada suhu 55oC selama 2 jam.
Suspensi yang telah diinkubasi pada suhu 55ºC selama 2 jam ditambah 400 µl larutan fenol, 400 µl CIAA (kloroform: isoamil alkohol =24:1), dan 40 µl 5 M NaCl, dikocok pelan pada suhu ruang selama 1 jam dan disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Bagian DNA (bening) dipindahkan menggunakan pipet ke tabung 1.5 ml baru ditambah 800 µl etanol absolut, dan 40 µl 5 M NaCl lalu didinginkan dalam
freezer selama semalam. Setelah itu, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit. Supernatan dibuang, ditambah dengan 800 µl etanol 70%, disentrifugasi pada kecepatan 12000 rpm selama 5 menit dan bagian supernatan dibuang. Sampel selanjutnya didiamkan dalam keadaan terbuka sampai alkohol hilang lalu ditambah 100 µl TE dan sampel DNA disimpan dalam freezer sampai akan digunakan pada tahap selanjutnya.
Amplifikasi dan Visualisasi Fragmen DNA
Amplifikasi mtDNA daerah COI dilakukan dengan menggunakan primer koleksi Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA dengan primer forward BICOIF (5’-TTC- TCAACCAACCATAAAGATATTGG-3’) dan primer reverse BICOIR (5’-TAG- ACTTCGGGGTGTCCAAAGAATCA-3’).
Komposisi pereaksi PCR terdiri atas sampel DNA 4 µl, primer forward dan reverse
dalam 0.5 ρmol/µl, dNTPs 0.1 mM/µ l,
MgCl2 0.5 mM/µl, dan Taq Polymerase
(Fermentase) beserta buffernya sebesar 0.5 unit dalam volume total 25 µl.
Reaksi PCR dilakukan menggunakan mesin Thermocycler Eppendorf dengan kondisi yaitu, predenaturasi 95 oC selama lima menit. Siklus PCR dilakukan sebanyak 35 kali dengan kondisi denaturasi 95 ºC selama 45 detik, penempelan primer 58 oC selama 1 menit, ekstensi 72 oC selama 1 menit, dan diakhiri oleh post-ekstensi 72 oC selama 5 menit. Produk PCR yang dihasilkan sebesar 710 pb
3
700 pb diwarnai dengan etidium bromida (0.8%
g/ml), diamati, dan difoto dibawah sinar
Ultraviolet (365 nm). Selanjutnya sampel dipurifikasi.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Pembacaan sekuens DNA menjadi alat penting dan utama dalam biologi molekular karena dapat mengetahui komposisi nukleotida dan asam amino suatu gen, juga menganalisis kekerabatan dan jalur evolusinya (Albert et al.1994). Produk PCR gen COI dari penelitian ini berupa pita tunggal berukuran 710 pb. Analisis perunutannya dilakukan di Macrogen, Korea Selatan.
Analisis Filogeni
Runutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan dengan urutan baku nukleotida
B. indicus dari GeneBank (kode akses NC_005971). Proses pensejajaran (alignment) dilakukan dengan menggunakan program Clustal W yang terdapat dalam program MEGA 4.0 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis 4.0; Tamura
et al. 2007). Perhitungan komposisi basa nukleotida, jarak genetik dan konstruksi pohon filogeni dilakukan menggunakan program MEGA 4.0. Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar sampel yang dianalisis. Nilai jarak genetik diperoleh dengan membagi jumlah nukleotida yang berbeda dengan jumlah total nukleotida. Perhitungan pairwise distance digunakan untuk melihat jarak rata-rata p-distance dari basa nukleotida daerah COI. Pohon filogeni direkonstruksi dengan menggunakan metode
bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali pengulangan (Nei & Kumar 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi DNA Total
Penelitian ini menggunakan 10 sampel yang terdiri atas lima bangsa sapi yaitu sapi bali, sapi madura, sapi PO, sapi pesisir, dan sapi aceh koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gambar 1 menunjukkan hasil isolasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1.5% dan dilihat dengan UV
transilluminator. DNA total tersebut selanjutnya digunakan sebagai cetakan DNA untuk mengamplifikasi gen COI dengan menggunakan teknik PCR.
[image:30.595.331.506.142.213.2]1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 1 Hasil isolasi DNAtotal darah sapi pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= DNA total sapi PO, kolom 3-4= DNA total sapi pesisir, kolom 5-6= DNA total sapi aceh, kolom 7-8= DNA total sapi bali, kolom 9-10= DNA total sapi madura.
Amplifikasi Daerah COI
Amplifikasi daerah COI mtDNA pada kesepuluh sampel menghasilkan pita tunggal berukuran 710 pb (Gambar 2). Sampel sapi bali (kolom 7-8) dan sampel sapi madura (kolom 9) menghasilkan pita tunggal yang lebih tipis dibandingkan sampel sapi lainnya.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M
Gambar 2 Hasil amplifikasi daerah COI pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= sapi PO, kolom 3-4= sapi pesisir, kolom 5-6= sapi aceh, kolom 7-8= sapi bali, kolom 9-10= sapi madura, kolom M= penanda 100 pb.
Perunutan Produk PCR Daerah COI
[image:30.595.330.513.432.613.2]3
700 pb diwarnai dengan etidium bromida (0.8%
g/ml), diamati, dan difoto dibawah sinar
Ultraviolet (365 nm). Selanjutnya sampel dipurifikasi.
Perunutan Produk PCR (Sekuensing)
Pembacaan sekuens DNA menjadi alat penting dan utama dalam biologi molekular karena dapat mengetahui komposisi nukleotida dan asam amino suatu gen, juga menganalisis kekerabatan dan jalur evolusinya (Albert et al.1994). Produk PCR gen COI dari penelitian ini berupa pita tunggal berukuran 710 pb. Analisis perunutannya dilakukan di Macrogen, Korea Selatan.
Analisis Filogeni
Runutan nukleotida yang telah diedit disejajarkan dengan urutan baku nukleotida
B. indicus dari GeneBank (kode akses NC_005971). Proses pensejajaran (alignment) dilakukan dengan menggunakan program Clustal W yang terdapat dalam program MEGA 4.0 (Molecular Evolutionary Genetics Analysis 4.0; Tamura
et al. 2007). Perhitungan komposisi basa nukleotida, jarak genetik dan konstruksi pohon filogeni dilakukan menggunakan program MEGA 4.0. Jarak genetik digunakan untuk melihat kedekatan hubungan genetik antar sampel yang dianalisis. Nilai jarak genetik diperoleh dengan membagi jumlah nukleotida yang berbeda dengan jumlah total nukleotida. Perhitungan pairwise distance digunakan untuk melihat jarak rata-rata p-distance dari basa nukleotida daerah COI. Pohon filogeni direkonstruksi dengan menggunakan metode
bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) dengan 1000 kali pengulangan (Nei & Kumar 2000).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Isolasi DNA Total
Penelitian ini menggunakan 10 sampel yang terdiri atas lima bangsa sapi yaitu sapi bali, sapi madura, sapi PO, sapi pesisir, dan sapi aceh koleksi Laboratorium Genetika Molekuler Ternak Bagian Pemuliaan dan Genetika Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Gambar 1 menunjukkan hasil isolasi DNA total setelah dimigrasikan pada gel agarosa 1.5% dan dilihat dengan UV
transilluminator. DNA total tersebut selanjutnya digunakan sebagai cetakan DNA untuk mengamplifikasi gen COI dengan menggunakan teknik PCR.
[image:31.595.331.506.142.213.2]1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Gambar 1 Hasil isolasi DNAtotal darah sapi pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= DNA total sapi PO, kolom 3-4= DNA total sapi pesisir, kolom 5-6= DNA total sapi aceh, kolom 7-8= DNA total sapi bali, kolom 9-10= DNA total sapi madura.
Amplifikasi Daerah COI
Amplifikasi daerah COI mtDNA pada kesepuluh sampel menghasilkan pita tunggal berukuran 710 pb (Gambar 2). Sampel sapi bali (kolom 7-8) dan sampel sapi madura (kolom 9) menghasilkan pita tunggal yang lebih tipis dibandingkan sampel sapi lainnya.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 M
Gambar 2 Hasil amplifikasi daerah COI pada gel agarosa 1.5%. Keterangan: kolom 1-2= sapi PO, kolom 3-4= sapi pesisir, kolom 5-6= sapi aceh, kolom 7-8= sapi bali, kolom 9-10= sapi madura, kolom M= penanda 100 pb.
Perunutan Produk PCR Daerah COI
[image:31.595.330.513.432.613.2]4
Tabel 1 Matriks perbedaan rata-rata p-distance berdasarkan metode pairwise distance daerah COI pada sapi B. indicus (NC_005971), PO, pesisir, aceh, bali dan madura
No Sampel 1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 NC_005971 -
2 PO 1 0 -
3 Pesisir 1 0.002 0.002 -
4 Pesisir 2 0.003 0.003 0.005 -
5 Aceh 1 0 0 0.002 0.003 -
6 Aceh 2 0 0 0.002 0.003 0 -
7 Bali 2 0.176 0.176 0.177 0.176 0.176 0.176 -
8 Madura 1 0.047 0.047 0.048 0.050 0.047 0.047 0.203 -
9 Madura 2 0 0 0.002 0.003 0 0 0.176 0.047 - pendek dan memiliki banyak huruf N yang
menunjukkan basa nukleotida tidak terdeteksi. Sampel PO 2 setelah dianalisis tidak menunjukkan hasil yang sesuai harapan atau berbeda bila dibandingkan dengan literatur (Abdullah 2008), sehingga diduga sampel PO 2 bukan sampel sapi PO asli.
Panjang DNA hasil perunutan setelah diedit, diperoleh hasil sekuen sepanjang 628 nukleotida (nt), dan hasil pensejajaran berganda (multiple alignment) diperoleh nilai conserved sebanyak 492, nilai variable
sebanyak 133, dan terdapat 3 insersi dari 628 nt (Lampiran 1). Data sekuens bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia dari penelitian ini selanjutnya dibandingkan dengan sekuens mitokondria COI B. indicus (sapi Nellore dari India) yang memiliki genom mitokondria utuh dari GeneBank dengan kode akses NC_005971. Setelah kedelapan sekuens sapi-sapi lokal Indonesia disejajarkan dengan NC_005971 diperoleh nilai conserved, variable, dan insersi yang sama dengan hasil pensejajaran berganda pada delapan sapi lokal Indonesia (Lampiran 2).
Analisis Filogeni
Hubungan kekerabatan bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia dapat dibandingkan berdasarkan jarak genetik p-distance
dari basa-basa nukleotidanya. Tabel 1 menunjukkan nilai jarak genetik bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia yang berkisar antara 0-0.203. Bangsa sapi bali dengan sapi madura 1 memiliki jarak genetik yang paling besar yaitu 0.203 (20.3%), sedangkan jarak genetik rata-rata antara sapi bali dengan sapi madura 0.1895 (18.95%). Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar nilai jarak genetik atau persentase jarak genetik maka semakin besar perbedaan jumlah basa
nukleotidanya. Sebaliknya semakin kecil nilai jarak genetiknya, maka semakin sedikit perbedaan jumlah basa nukleotidanya. Semakin besar perbedaan susunan nukleotidanya, maka semakin jauh hubungan kekerabatannya. Perbedaan susunan basa nukleotida hasil pensejajaran berganda pada gen COI dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2. Matriks perbedaan rata-rata p-distance pada sapi lokal Indonesia dapat dilihat pada Lampiran 3.
[image:32.595.328.515.226.392.2]
Gambar 3 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) 1000 kali pengulangan berdasarkan p- distance dari basa-basa nukleotida COI (628 nt) pada sapi lokal Indonesia.
Konstruksi pohon filogeni bangsa-bangsa sapi lokal Indonesia berdasarkan jarak genetik p-distance dari basa-basa nukleotida COI dapat dilihat pada Gambar 3. Pada Gambar 3 tersebut menunjukkan bangsa sapi pesisir, aceh, PO, dan madura terletak dalam kelompok yang sama (kluster
B). Namun, madura 1 dan madura 2 terletak terpisah, sedangkan sapi bali terletak dalam kelompok yang terpisah sendiri (kluster A).
5
Gambar 4 Konstruksi pohon filogeni dengan metode bootstrapped Neighboor-Joining (NJ) 1000 kali pengulangan berdasarkan p- distance dari basa-basa nukleotida COI (628 nt) dengan
outgroup sapi B. indicus
(NC_005971).
Konstruksi pohon filogeni sapi lokal Indonesia dan outgroup B. indicus
(NC_005971) sebagai pembanding (Gambar 4) tidak mengalami banyak perubahan