• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor"

Copied!
61
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN

DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,

KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Muhammad Taufiq Hidayat

(4)

ABSTRAK

MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT. Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

Sebagian besar penduduk Indonesia mengkonsumsi sayuran sebagai pelengkap makanan dan memenuhi kebutuhan gizinya, salah satu sayuran yang sering dikonsumsi masyarakat adalah mentimun. Pertumbuhan konsumsi mentimun selama periode 2005 – 2008 rata-rata sebesar 51.31 kg perkapita per tahun. Desa Laladon merupakan salah satu daerah produksi mentimun di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan keragaan usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor, dan menganalisis tingkat pendapatan usahatani mentimun di Desa laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor. Penelitian menunjukkan produksi mentimun di Desa Laladon sebesar 32 982 ton/ha. Pendapatan atas biaya tunai mentimun sebesar Rp56 732 268. Pendapatan atas biaya total sebesar Rp50 092 769. R/C rasio atas biaya tunai adalah 3.23 sedangkan R/C rasio atas biaya total adalah 2.56. Return to labor yang diperoleh sebesar Rp223 077 sementara Return to capital sebesar 156 persen. Kegiatan usahatani mentimun perlu dipertahankan agar tercipta pendapatan yang tinggi di Desa Laladon.

Kata kunci: pendapatan usahatani, Return to labor, Return to capital, R/C rasio

ABSTRACT

MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT. Revenue Analysis of Cucumber Farming in Laladon Village, Ciomas Subdistrict, Bogor Regency. Supervised by DWI RACHMINA.

Most Indonesian consume vegetables as their complementary food to fulfill the nutritional needs. One of vegetables that often consumed is cucumber. During 2005-2008, cucumber consumption growth is in the amount of 51.31 kg/capita/year. This study aims to identify the variability of cucumber farming and to analyze the level of cucumber farming revenue in Laladon Village, as one of the cucumber production area in Ciomas Bogor. The result showed that cucumber production in Laladon Village is in the amount of 32 982 kgs/ha. Revenue from cash cost of cucumber is Rp56 732 268 while the revenue from total cost is Rp50 092 769. Besides, R/C ratio based on cash cost is 3.23 while R/C ratio toward the total cost is 2.56. Moreover, return to labor obtained is in the amount of Rp223 077 while return to capital attains 160 percent. Cucumber farming activity need to be maintained so that created a high income in the Village of Laladon.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

ANALISIS PENDAPATAN USAHATANI MENTIMUN

DI DESA LALADON, KECAMATAN CIOMAS,

KABUPATEN BOGOR

MUHAMMAD TAUFIQ HIDAYAT

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor

Nama : Muhammad Taufiq Hidayat NIM : H34090061

Disetujui oleh

Dr Ir Dwi Rachmina MSi Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, MSi dan Ibu Dra Yusalina, MSi selaku dosen pembimbing atas bimbingan dan arahan kepada penulis serta saran selama penyelesaian skripsi ini. Terimakasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen penguji utama dan Ibu Eva Yolynda Aviny, SP. MM selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis. Di samping itu, penulis sampaikan terima kasih kepada Bapak Kedung, Bapak Halim, dan Ibu Endah yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih yang besar juga disampaikan kepada Abi Drs Mardhon Umar, Umik Nur Indayati, mas Mahar, adik Mudif, Ayah Budi, Mama Sri, serta seluruh keluarga besar atas segala doa, motivasi dan kasih sayangnya. Penghargaan terima kasih juga penulis sampaikan kepada dek Fudin, dek Ipin, dek Yuli, mba Ayu, cak Pi’i, Samson dan Tile. Terakhir penulis sampaikan salam semangat dan terimakasih atas segala dukungan dan bantuan dari rekan-rekan Agribisnis 46, Alumni Darul Ulum, dan Arek Gudang Ruwet atas kebersamaan dan kerjasamanya selama penulis kuliah di Institut Pertanian Bogor.

Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, Desember 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penulisan 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Perkembangan Mentimun di Indonesia 7

Pendapatan Usahatani Sayuran 8

KERANGKA PEMIKIRAN 12

Kerangka Pemikiran Teoritis 12

Kerangka Pemikiran Operasional 16

METODE PENELITIAN 19

Waktu dan Lokasi 19

Jenis dan Sumber Data 19

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel 19

Metode Analisis dan Pengolahan Data 19

GAMBARAN UMUM DESA LALADON 22

Kondisi Geografis 22

Keadaan Penduduk 23

Karakteristik Responden 24

ANALISIS USAHATANI MENTIMUN 29

Keragaan Usahatani Mentimun di Desa Laladon 29

Analisis Penggunaan Faktor Produksi 32

Analisis Pendapatan Usahatani 39

R/C Rasio 41

Imbalan terhadap Tenaga Kerja Keluarga dan Imbalan terhadap Modal 42

SIMPULAN DAN SARAN 43

Simpulan 43

Saran 44

DAFTAR PUSTAKA 44

(11)

DAFTAR TABEL

1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008 – 2010 1 2 Perkembangan produksi tanaman sayuran di Indonesia tahun 2008 -

2011 2

3 Produktivitas tanaman mentimun nasional tahun 2008 – 2012 2 4 Produksi mentimun menurut propinsi di Indonesia tahun 2007-2011 3 5 Produktivitas tanaman mentimun di Kabupaten Bogor tahun 2007 –

2011 4

6 Komposisi lahan di Desa Laladon tahun 2012 22

7 Jumlah penduduk berdasarkan usia di Desa Laladon tahun 2012 23 8 Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Laladon tahun 2012 23 9 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012 24 10 Sebaran responden menurut usia petani mentimun di Desa Laladon

musim tanam April – Mei 2013 25

11 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan petani mentimun di

Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013 26

12 Sebaran responden menurut pengalaman usahatani petani mentimun di

Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013 26

13 Sebaran responden menurut luas lahan petani mentimun di Desa

Laladon musim tanam April – Mei 2013 27

14 Sebaran responden menurut status kepemilikan lahan petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013 28 15 Sebaran responden menurut status usahatani petani mentimun di Desa

Laladon musim tanam April – Mei 2013 28

19 Perbandingan rata-rata dosis penggunaan obat-obatan per hektar di

Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013 35

20 Penggunaan rata-rata tenaga kerja HOK per hektar di Desa Laladon

musim tanam April – Mei 2013 36

21 Perbandingan rata-rata penyusutan peralatan petani mentimun di Desa

Laladon musim tanam April – Mei 2013 37

22 Perbedaan penggunaan pupuk petani mentimun di Desa Laladon musim

tanam April - Mei 2013 37

23 Perbedaan penggunaan tenaga kerja petani mentimun di Desa Laladon

musim tanam April - Mei 2013 38

24 Perbedaan produktifitas petani mentimun di Desa Laladon musim

tanam April - Mei 2013 38

25 Biaya usahatani mentimun per hektar di Desa Laladon musim tanam

April – Mei 2013 39

26 Produksi dan penjualan rata-rata usahatani mentimun hektar di Desa

(12)

27 Pendapatan usahatani mentimun per hektar di Desa Laladon musim

tanam April – Mei 2013 41

28 Nilai R/C rasio usahatani mentimun per hektar di Desa Laladon musim

tanam April – Mei 2013 42

29 Return to labor petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April –

Mei 2013 42

30 Return to capital petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April

– Mei 2013 43

DAFTAR GAMBAR

1 Konsumsi mentimun nasional per kapita di Indonesia tahun 2005 –

2008 3

2 Harga mentimun per Kilogram (Rp) di pasar induk Kemang Bogor

Tahun 2012 5

DAFTAR LAMPIRAN

1

Karakteristik responden petani mentimun di Desa Laladon 46 2 Analisis pendapatan usahatani petani mentimun per hektar di Desa

(13)
(14)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hortikultura merupakan salah satu sumberdaya di Indonesia yang hasilnya banyak memberikan keuntungan bagi manusia dan lingkungan hidup. Hortikultura juga merupakan salah satu subsektor pertanian yang sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Hortikultura terdiri dari sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan biofarmaka. Produk hortikultura tersebut selain memberikan gizi juga berperan dalam memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan petani, dan pelestarian lingkungan. Salah satu produk hortikultura yang memiliki prospek bagus untuk dikembangkan adalah sayuran. Sayuran merupakan bahan makanan yang dibutuhkan oleh tubuh manusia sebagai sumber vitamin dan mineral.

Hortikultura juga menjadi salah satu subsektor yang penting dalam perekonomian nasional, karena memiliki kontribusi besar terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Kontribusi komoditas hortikultura terhadap perekonomian nasional dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008 – 2010

Komoditas Nilai PDB (Milyar Rp) Laju (%/th)

2008 2009 2010

Sayuran 28 205 30 506 31 244 5.29

Buah-buahan 47 060 48 437 45 481 -158

Tanaman Hias 5 085 5 494 6 173 10.19

Biofarmaka 3 853 3 897 3 665 -240

Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura 2011 (diolah).

(15)

2

Tabel 2 Perkembangan produksi tanaman sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2011 Komoditas

Sayuran

Produksi (ton) Laju

(%/th)

2008 2009 2010 2011

Bawang merah 853 615 965 164 1 048 934 893 124 2.30

Kentang 1 071 543 1 176 304 1 060 805 955 488 -3.32

Kubis 1 323 702 1 358 113 1 385 044 1 363 741 1.01

Mentimun 540 122 583 139 547 141 521 535 -0.96

Bawang putih 12 339 15 419 12 295 14 749 8.22

Kacang panjang 455 524 483 793 489 449 458 307 0.34

Tomat 725 973 853 061 891 616 954 046 9.68

Terung 427 166 451 564 482 305 519 481 6.74

Kangkung 323 757 360 992 350 879 355 466 3.34

Sumber: Badan Pusat Statistik (2011)

Berdasarkan Tabel 2, kuantitas produksi sayuran setiap tahunnya beragam. Salah satu komoditas sayuran tersebut adalah mentimun. Mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran di Indonesia yang telah lama diusahakan oleh petani. Perkembangan produksi mentimun setiap tahunnya menurun sebesar 0.96 persen. Menurunnya produksi mentimun di Indonesia disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca yang tidak menentu. Selain itu, merupakan faktor yang menarik untuk dilakukan penelitian mengenai usahatani mentimun. Adapun perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas mentimun nasional dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Produktivitas tanaman mentimun nasional tahun 2008 – 2012

Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2008 55 795 540 122 96.80

Berdasarkan Tabel 3, pertumbuhan produktivitas mentimun nasional mengalami penurunan. Penurunan terhadap luas panen sebesar 2.04 persen, penurunan terhadap produksi sebesar 1.20 persen, sementara peningkatan terhadap produktivitas hanya sebesar 0.89 persen. Hal ini disebabkan oleh faktor iklim dan cuaca yang mengakibatkan terjadinya penurunan produktivitas.

(16)

3 cenderung meningkat. Pertumbuhan konsumsi mentimun dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Konsumsi mentimun nasional per kapita di Indonesia tahun 2005 – 2008

Berdasarkan Gambar 1, konsumsi mentimun per kapita cenderung naik, pada tahun 2005 sebesar 35.3 kg per kapita per tahun dan 2006 sebesar 35.30 kg per kapita per tahun. Pada tahun 2008, konsumsi mentimun per kapita per tahun mengalami peningkatan yang signifikan mencapai 51.31 kg per kapita per tahun. Oleh karena itu, permintaan mentimun diperkirakan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap kesehatan. Peningkatan konsumsi terhadap mentimun yang tinggi harus diiringi dengan peningkatan produksi, agar permintaan konsumen terpenuhi. Berikut data sentra produksi mentimun per Propinsi pada Tabel 4.

Tabel 4 Produksi mentimun menurut propinsi di Indonesia tahun 2007-2011

Propinsi Produksi (ton) Laju

Berdasarkan Tabel 4, menunjukkan bahwa propinsi Jawa Barat sebagai salah satu provinsi penghasil utama dalam memproduksi mentimun dibandingkan dengan propinsi-propinsi lainnya. Hal ini dapat dilihat dari segi pertumbuhan dan produksi, Jawa Barat menunjukkan tingkat pertumbuhan paling tinggi dari propinsi-propinsi lainnya, yaitu sebesar 5.29 persen. Meskipun produksinya

(17)

4

sempat menurun pada tahun 2010, tetapi tetap menjadi penghasil sayuran mentimun terbesar di Indonesia.

Salah satu daerah yang memproduksi mentimun di Propinsi Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki suhu rata-rata setiap bulannya 260C dan suhu rata-rata terendahnya adalah 21,80C serta kelembaban udaranya kurang lebih 70 persen yang sesuai dengan kondisi untuk budidaya mentimun. Adapun perkembangan luas panen, produksi dan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5 Produktivitas tanaman mentimun di Kabupaten Bogor tahun 2007 – 2011 Tahun Luas Panen (ha) Produksi (ton) Produktivitas (ton/ha)

2007 1 543 22 060 14.30

2008 1 242 18 352 14.78

2009 1 152 13 978 12.13

2010 1 182 16 866 14.27

2011 1 015 11 918 11.74

Laju (%/th) -9.57 -12.3 -3.66

Sumber: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2012)

Berdasarkan Tabel 5, pertumbuhan produktivitas tanaman mentimun setiap tahunnya di Kabupaten Bogor mengalami penurunan. Penurunan luas panen sebesar 9.57 persen, penurunan produksi sebesar 12.3 persen, sedangkan penurunan produktivitas sebesar 3.66 persen. Penurunan produktivitas mentimun di Kabupaten Bogor ini disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain: iklim dan cuaca yang tidak menentu, serangan hama dan penyakit, serta beralihnya petani kekomoditas lain. Faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi produktivitas tanaman, sehingga menjadikan faktor yang menarik untuk dilakukan mengenai penelitian usahatani mentimun.

Berdasarkan informasi yang didapat dari pasar Induk Kemang Bogor, Desa Laladon merupakan desa penghasil mentimun terbesar di Kecamatan Ciomas. Hampir setiap bulan petani mentimun di Desa Laladon menjual hasil panennya ke pasar Induk Kemang Bogor.

Perumusan Masalah

(18)

5 Rp2500 per kilogram. Data mengenai fluktuasi harga mentimun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Harga mentimun per kilogram (Rp) di pasar induk Kemang Bogor tahun 2012

Berdasarkan Gambar 2, harga mentimun di pasar Induk Kemang Bogor berkisar antara Rp2 500 – 3 500 per kilogram. Harga yang diterima petani sangat penting untuk keberlanjutan usahataninya. Selain harga, produksi berpengaruh pada usahatani mentimun, dimana produksi akan mempengaruhi pendapatan petani. Semakin banyak produksi yang dihasilkan oleh petani, maka semakin banyak pendapatan yang diterima petani.

Luas lahan berpengaruh positif terhadap produksi yang dihasilkan oleh petani. Rata-rata luas lahan yang digunakan petani dalam budidaya mentimun masih kurang dari satu hektar. Sebagian besar petani menggunakan lahan sewa dalam proses budidaya mentimun, banyaknya petani yang menggunakan lahan sewa akibat dari petani yang menjual lahannya pada perusahaan. Alasan petani menjual lahannya pada perusahaan adalah keterbatasan ekonomi dan tidak adanya modal untuk berusahatani.

Petani harus merencanakan usahatani dengan tepat akibat keterbatasan modal yang dialami petani mentimun di Desa Laladon, supaya usahatani tetap berjalan dengan modal yang ada. Keterbatasan modal membuat petani harus cermat dalam menerapkan teknologi pada usahataninya. Teknologi yang digunakan oleh petani mentimun di Desa Laladon yaitu sprayer dan mulsa, teknologi ini mampu membantu petani pada proses budidaya mentimun.

(19)

6

Dengan demikian analisis pendapatan usahatani mentimun menjadi hal yang penting untuk diteliti. Apakah dengan harga jual yang relatif tinggi dan biaya usahatani yang tinggi mampu memberikan keuntungan terhadap petani mentimun. Berdasarkan uraian diatas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini antara lain:

1. Bagaimana keragaan usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor?

2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor?

3. Mengetahui Return to labor dan Return to capital usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan pemikiran yang diuraikan diatas maka tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan keragaan usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor.

2. Menganalisis tingkat pendapatan usahatani mentimun di Desa laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

3. Menganalisis Return to labor dan Return to capital usahatani mentimun di Desa Laladon Kecamatan Ciomas Kabupaten Bogor

Manfaat Penulisan

Penelitian ini merupakan karya ilmiah yang hasilnya dipublikasikan agar dapat digunakan sebagaimana mestinya termasuk sebagai bahan masukan dan kajian. Adapun manfaat yang diperoleh dengan adanya penelitian ini antara lain: 1. Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan manfaat bagi

petani mentimun dan dapat membantu petani dalam membuat keputusan. 2. Penelitian ini diharapkan pula dapat memberikan informasi dan pengetahuan

serta pengalaman bagi penulis dalam menganalisis permasalahan agribisnis. 3. Hasil penelitian ini juga dapat dijadikan bahan referensi dan sumber

informasi bagi penelitian berikutnya.

4. Hasil penelitian ini juga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai informasi terbaru di dunia pertanian.

(20)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Mentimun di Indonesia

Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L.

mentimun termauk dalan keluarga labu-labuan (cucurbitaceae). Sejarah mentimun berasal dari Himalaya di benua Asia Utara dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia mentimun umumnya mempunyai masing-masing nama yang berbeda untuk setiap wilayah, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), hantimun

(Lampung), dan timon (Aceh) (Balitbang Pertanian, 2013).

Wahyudi (2010) menyebutkan bahwa mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag, dengan menggunakan lanjaran atau dibiarkan merambat ditanah. Mentimun merupakan tanaman semusim yang bersifat menjalar atau memanjat dengan perantaraan alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvensional lainnya yaitu: (1) melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian. (2) melakukan persiapan penanaman dimana menyiapkan lahan dan penanaman. (3) melakukan pemupukan. (4) melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan pemangkasan cabang, pemasangan ajir, pengikatan ajir, pengikat tanaman, sanitasi lahan dan pengairan. (5) melakukan pencegahan atau pemberantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun. (6) melakukan panen dan pascapanen.

Menurut Wahyudi (2010), mentimun memiliki beberapa varietas, terdapat tiga contoh varietas yaitu Mayapada F-1, Wulan F-1, dan Venus. Mayapada F-1 memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, mayapada F-1 memiliki ukuran panjang 16.0 – 16.5 cm dan diameter 3.0 – 3.5 cm serta bobot perbuah 120 – 130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50 - 60 ton per hektar. Wulan F-1 memiliki bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda. Berukuran panjang 12 cm diameter 3.5 – 5 cm, serta bobot perbuah berkisar 115 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50 - 60 ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis, sehingga varietas ini cocok untuk bahan lalapan. Varietas ini memiliki ukuran 15 - 16 cm dengan diameter 3.5 – 4 cm serta bobot perbuah berkisar 120 – 130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50 - 60 ton per hektar.

(21)

8

mg asam, 0.45 mg vitamin A, 0.3 mg vitamin B1, dan 0.2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2007).

Menurut Anwar et al. (2005), tanaman mentimun (Cucumis sativus L.) merupakan salah satu dari tujuh jenis tanaman sayuran utama yang dibudidayakan oleh petani di Indonesia selain bawang merah, cabai, kacang panjang, kentang, kubis, dan tomat. Produksi nasional mentimun di Indonesia dari tahun 2000 hingga 2002 adalah 423 282; 431 921; 505 241 ton, dan rata-rata hasilnya adalah 9.67; 8.94; 12.15 ton per hektar. Keputusan Menteri Pertanian (2006), berdasarkan rata-rata hasil mentimun yang masih sangat rendah jika dibandingkan dengan potensi hasil dari salah satu varietas timun hibrida Spring Swallow yang mencapai 45 ton per hektar, serta belum adanya peningkatan produksi mentimun yang signifikan secara nasional dari kurun waktu tahun 2000 hingga 2009, maka harus diupayakan untuk meningkatkan produksi dan hasil mentimun per hektarnya agar dapat tercapai sesuai potensi hasilnya.

Hasil penelitian Irianto (2009), menunjukkan meningkatnya kebutuhan sayuran sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk dan kesadaran masyarakat terhadap gizi. Namun, sampai saat ini tingkat konsumsi sayuran per kapita bagi masyarakat Indonesia masih tergolong rendah, jika dibandingkan dengan rekomendasi FAO yaitu 73 kg per tahun. Menurut Saptana et al. (2005) bahwa konsumsi sayuran secara nasional masih berkisar antara 38.92 hingga 43.92 kg per kapita per tahun.

Pendapatan Usahatani Sayuran

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Besarnya pendapatan usahatani merupakan ukuran keberhasilan usahatani. Petani dapat mengetahui gambaran keadaan aktual usahatani melalui analisis pendapatan usahatani, sehingga dapat melakukan evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Penelitian tentang analisis pendapatan usahatani sudah banyak dilakukan, diantaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Darius (2006), Sumiyati (2006), Osin (2010), Karmizon (2011), Florent (2012), dan Safitri (2012).

(22)

9 Analisis yang dilakukan para peneliti cukup beragam dalam menentukan kategori petani. Darius dan Florent menganalisis pendapatan petani berdasarkan dua kelompok, yaitu petani lahan luas dan petani lahan sempit. Petani luas adalah petani yang luas lahan garapannya berada di atas atau sama dengan rata-rata luas lahan seluruh responden, sedangkan petani sempit adalah petani yang luas lahannya berada di bawah rata-rata luas lahan seluruh responden. Perbedaan kedua peneliti dalam menganalisis pendapatan usahatani adalah satuan luas lahan. Darius menggunakan satuan luas per 1000 m2sedangkan Florent menggunakan satuan per hektar. Analisis usahatani yang dilakukan Osin juga dibedakan berdasarkan dua kategori, yaitu berdasarkan rata-rata luasan lahan 0.4 hektar dan luas lahan satu hektar. Sementara itu, Sumiyati, Karmizon dan Safitri tidak membagi petani berdasarkan golongan tertentu dalam menganalisis usahatani, namun hanya mengkonversi satuan luas yang sama yaitu per hektar.

Musim tanam yang digunakan para peneliti untuk selanjutnya dilakukan analisis juga beragam. Darius dan Florent menganalisis pendapatan usahatani komoditas sayuran selama satu tahun terakhir atau tiga musim tanam terakhir. Karmizon juga menganalisis pendapatan usahatani selama satu terakhir tetapi pada komoditas ubi jalar. Sementara itu Sumiyati, Osin dan Safitri menganalisis pendapatan usahatani selama satu musim tanam terakhir. Komoditas yang dianalisis Sumiyati adalah bawang daun, Osin menganalisis kembang kol, sedangkan Safitri menganalisis ketimun.

Keragaan usahatani sayuran akan berbeda-beda pada tiap komoditas dan tiap lokasi yang berbeda. Hasil penelitian Darius menggambarkan bahwa kegiatan usahatani dilakukan dengan sistem tumpangsari dan monokultur. Tanaman sayuran yang biasanya digunakan untuk tanaman tumpangsari antara lain bawang daun, lobak dan ceisin. Tanaman sayuran yang biasanya monokultur adalah brokoli, horinso, cabai, selada, bawang daun, dan tomat. Pola tanam yang dilakukan oleh petani Desa Cipendawa dilakukan sangat beragam. Alasan petani menerapkan pola tanam secara beragam adalah menghindari hama dan penyakit pada musim tanam sebelumnya. Selain itu untuk mempertahankan produktivitas tanaman agar tetap tinggi. Sementara itu, dalam penelitian Sumiyati dijelaskan bahwa petani di Desa Sindangjaya pada umumnya menanam bawang daun pada lahan yang sempit dan terpencar-pencar dengan waktu penanaman dan pemanenan yang berbeda-beda. Pada umumnya petani Desa Sindangjaya menggunakan sebagian lahan untuk menanam bawang daun secara khusus dan lahan sisanya digunakan petani untuk melakukan tumpangsari tanaman bawang daun dengan tanaman lain seperti wortel dan daun mint.

(23)

10

Berdasarkan hasil analisis biaya, penelitian yang dilakukan Darius menunjukkan bahwa pada petani luas lahan diatas 1000 m2 komponen biaya terbesarnya adalah tenaga kerja karena petani memerlukan banyak buruh tani untuk mengolah lahan. Sementara itu pada petani luas lahan dibawah 1000 m2 komponen biaya terbesarnya adalah pestisida. Hal ini dikarenakan petani tersebut bergantung pada lahan yang digarap sehingga tidak mau mengambil risiko terhadap kerusakan yang mungkin akan dihadapi. Komponen biaya terkecil dalam usahatani keduanya adalah biaya penyusutan karena umur pemakaian alat relatif lama dan petani hanya memiliki peralatan dalam jumlah yang sedikit. Hasil yang serupa juga ditunjukkan oleh Florent. Analisis biaya yang dilakukan Florent menunjukkan bahwa komponen biaya terbesar untuk petani adalah biaya tenaga kerja, sedangkan komponen biaya terkecil adalah penyusutan peralatan. Lain halnya dengan hasil analisis yang dilakukan Sumiyati. Pada hasil analisisnya, komponen biaya produksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani adalah biaya untuk bibit yaitu sebesar 56.52 persen dari total biaya. Sementara itu, komponen biaya produksi terbesar kedua adalah biaya untuk tenaga kerja, terutama untuk tenaga kerja luar keluarga (TKLK) yaitu sebesar 16.97 persen dari biaya total.

Sayuran merupakan komoditas yang memerlukan biaya input yang lebih intensif jika dibandingkan padi, buah maupun palawija. Hal ini dapat dibuktikan melalui perbandingan biaya dan pendapatan dengan komoditas lainnya seperti padi, buah dan palawija. Hasil penelitian Sumiyati (2006) mengenai pendapatan bawang daun menunjukkan bahwa biaya total rata-rata per hektar per musim tanam adalah Rp27 040 198 sedangkan pendapatan atas biaya total adalah Rp31 753 163. Penelitian lain yang dilakukan oleh Tuti (2007) mengenai pendapatan petani padi sawah menunjukkan bahwa rata-rata biaya produksi per hektar selama dua kali musim tanam (satu tahun) yaitu Rp12 413 935 dan pendapatan rata-rata per hektar per tahun adalah Rp23 758 118. Berdasarkan hasil perbandingan antara sayuran dan padi terlihat bahwa sayuran merupakan komoditas yang memerlukan biaya produksi tinggi jika dibandingkan padi. Akan tetapi walaupun biaya inputnya tinggi, pendapatan yang diperoleh juga lebih tinggi jika dibandingkan padi dalam satuan luas yang sama dan dalam kurun waktu yang sama.

Sayuran merupakan komoditas bernilai jual tinggi. Hal ini dapat dibuktikan dengan cara membandingkan pendapatan dari sayuran dengan komoditas lain, misalnya antara komoditas ketimun dibandingkan dengan padi. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Safitri (2012), pendapatan ketimun atas biaya total berdasarkan rata-rata luasan lahan satu hektar sebesar Rp38 967 976 per musim tanamnya. Perbandingan pendapatan dilakukan terhadap penelitian yang dilakukan oleh Nor Laila (2012) mengenai pendapatan usahatani padi benih varietas Ciherang yang bersertifikat dan tidak bersertifikat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan rata-rata benih padi bersertifikat adalah Rp5 842 648 per hektar per satu musim tanam dan pendapatan rata-rata benih padi tidak bersertifikat adalah Rp2 764 365 per hektar per satu musim tanam. Hal ini menunjukkan bahwa sayuran merupakan high value commodity karena mampu menciptakan pendapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan padi per satuan luas yang sama dan dalam kurun waktu tertentu. Bahkan sayuran dapat dipanen tiga kali selama satu tahun, sedangkan padi hanya dua kali panen selama satu tahun.

(24)

11 Berdasarkan penelitian terdahulu, seluruh kegiatan usahatani yang dilakukan efisien karena nilai R/C lebih besar daripada satu. Hasil analisis Sumiyati menunjukkan bahwa usahatani petani responden pada kondisi optimal lebih menguntungkan dibandingkan pada kondisi aktual. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C pada kondisi optimal sebesar 8.13 lebih besar dibandingkan nilai R/C pada kondisi aktual sebesar 2.32 per musim tanam terakhir. Oleh karena itu usahatani bawang daun di Desa Sindangjaya dapat memberikan keuntungan bagi petani walaupun tingkat produksinya rendah yaitu 20.82 ton per hektar jika dibandingkan dengan tingkat produksi idealnya yaitu 40 ton per hektar. Karmizon mendapatkan hasil nilai R/C atas biaya total adalah 1.23 per tahun. Oleh karena itu usahatani ubi jalar di Desa Purwasari efisien untuk diusahakan karena nilai R/C lebih dari satu. Berdasarkan hasil perhitungan R/C rasio dari seluruh penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran sudah efisien untuk dilakukan di berbagai daerah dan berbagai komoditas.

Perhitungan efisiensi dilakukan oleh setiap peneliti yang menganalisis pendapatan usahatani, karena analisis pendapatan selalu diikuti dengan analisis efisiensi. Analisis R/C yang dilakukan Osin menunjukkan bahwa R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani dengan luasan lahan satu hektar adalah sebesar 2.6 per musim tanam sedangkan R/C rasio atas biaya total yang diperoleh petani kembang kol dengan luasan lahan 0.4 hektar adalah sebesar 2.5 per musim tanam. Oleh karena itu luasan lahan yang sempit juga masih efisien untuk dilakukan usahatani kembang kol. Safitri juga melakukan analisis R/C rasio untuk melihat efisiensi usahatani ketimun di Desa Citapen. Usahatani ketimun menunjukkan nilai R/C > 1 menurut rata-rata luasan lahan satu hektar baik dilihat dari nilai R/C atas biaya tunai maupun nilai R/C atas biaya total. Dapat disimpulkan bahwa petani lahan luas lebih efisien daripada petani lahan sempit.

Perbedaan luasan lahan yang digarap juga akan berpengaruh terhadap tingkat efisiensi yang mampu diciptakan. Penelitian Darius menunjukkan bahwa rata-rata R/C rasio petani lahan luas untuk ketiga musim tanam sebesar 2.02 sedangkan untuk petani lahan sempit R/C rasio yang didapatkan sebesar 1.41. Penyebab rendahnya R/C rasio petani lahan sempit dikarenakan petani menggunakan tenaga kerja lebih besar dibandingkan petani lahan luas. R/C rasio petani lahan luas yang lebih besar dibandingkan R/C rasio petani lahan sempit menunjukkan petani lahan luas lebih efisien dalam menjalankan usahataninya. Pada penelitian Florent, R/C rasio petani luas adalah 1.10 dan R/C rasio petani sempit adalah 1.06 selama satu tahun terakhir. Hal ini berarti penerimaan terhadap biaya yang dikeluarkan oleh petani luas dan petani sempit tidak berbeda jauh. Dapat disimpulkan bahwa usahatani sayuran yang dilakukan petani luas lebih efisien dibandingkan petani sempit.

Terdapat persamaan dan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian terdahulu. Persamaannya adalah pada struktur analisis usahatani yaitu mengenai pendapatan usahatani yang terdiri dari penerimaan, biaya, pendapatan dan R/C rasio. Perbedaannya adalah mengenai komoditas yang diteliti serta waktu dan lokasi penelitian. Komoditas yang akan diteliti adalah sayuran di Desa Panundaan, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Selain itu, penelitian ini menghitung

(25)

12

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa tiap komoditas yang diusahakan oleh para petani menguntungkan untuk diusahakan sehingga petani mampu memperoleh pendapatan dari kegiatan usahatani. Hal yang membedakan jumlah pendapatan yang diterima masing-masing petani adalah jenis komoditas yang diusahakan karena berbeda komoditas akan berbeda juga perlakuannya dari segi biaya yang dikeluarkan serta penerimaan yang diterima. Luas lahan juga berpengaruh terhadap tingkat produksi yang dapat dihasilkan petani. Selain itu faktor produksi dan harga jual juga berpengaruh terhadap pendapatan petani.

Analisis mengenai perhitungan return to labor dan return to capital pernah dilakukan oleh Kamiliah (2009). Kamiliah menganalisis imbalan bagi faktor-faktor produksi pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi Kabupaten Tanah Laut.

Hasil analisis Kamiliah menunjukkan bahwa rata-rata imbalan bagi tenaga kerja petani (return to labor) pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi adalah sebesar Rp4 143 436 per usahatani per musim tanam atau Rp84 698.20 per HKSP. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa imbalan bagi tenaga kerja lebih besar daripada rata-rata upah tenaga kerja yang berlaku di daerah penelitian yaitu sebesar Rp20 000 per HKSP. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani sayuran secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang besar bagi faktor produksi tenaga kerja yang telah dicurahkan untuk menyelenggarakan usatani sayuran tersebut.

Berdasarkan perhitungan return to capital menunjukkan bahwa rata-rata imbalan bagi modal pada usahatani sayuran di Desa Batulicin Irigasi adalah sebesar Rp3 835 809 per usahatani per musim tanam. Rata-rata modal untuk menyelenggarakan usahatani di Desa Batulicin Irigasi adalah sebesar Rp1 625 600 dan diperoleh imbalan sebesar Rp2.36, artinya setiap Rp1 modal yang dimiliki akan memperoleh imbalan sebesar Rp2.36. Hasil perhitungan tersebut menunjukkan bahwa imbalan bagi modal jauh lebih besar daripada biaya modal yang dikeluarkan dalam mengelola usahatani sayuran di daerah penelitian.

Berdasarkan hasil kedua perhitungan yang dilakukan Kamiliah dapat diambil kesimpulan bahwa usahatani sayuran di daerah penelitian secara ekonomis menguntungkan. Hal ini dikarenakan usahatani sayuran mampu memberikan imbalan yang sangat besar bagi faktor produksi tenaga kerja yang telah dicurahkan serta modal yang telah dipergunakan untuk menyelenggarakan usahatani sayuran.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

(26)

13 sebagai bagian dari permukaan bumi, dimana petani atau suatu badan tertentu lainnya bercocok tanam atau memelihara ternak. Usahatani dapat dipandang sebagai suatu cara hidup (a way of life) atau sebagai bagian dari perusahaan (farm business).

Hernanto (1996) menyatakan bahwa keberhasilan usahatani dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor-faktor pada usahatani itu sendiri (internal) dan faktor-faktor di luar usahatani (eksternal). Adapun faktor internal antara lain para petani pengelola, lahan, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, jumlah keluarga, dan kemampuan petani dalam mengaplikasikan penerimaan keluarga. Disisi lain, faktor eksternal yang berpengaruh pada keberhasilan usahatani adalah tersedianya sarana transportasi, dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan bahan usahatani (harga jual, harga saprodi, dan lain-lain), fasilitas kredit, dan sarana penyuluhan bagi petani.

Menurut Hernanto (1996), terdapat empat unsur pokok usahatani, yaitu: 1. Tanah atau Lahan

Lahan merupakan faktor produksi yang mewakili unsur alam, dan lahan merupakan faktor yang relatif langka dibanding dengan faktor produksi lain serta distribusi penguasaannya tidak merata di masyarakat. Lahan usahatani dapat berupa pekarangan, sawah, tegalan dan sebagainya. Lahan usahatani dapat diperoleh dengan membeli, menyewa, pemberian Negara, membuka lahan sendiri, ataupun wakaf.

2. Tenaga kerja

Tenaga kerja dalam hal ini petani merupakan faktor penting dan perlu diperhitungkan dalam proses produksi komoditas pertanian. Tenaga kerja harus mempunyai kualitas berpikir yang maju seperti petani yang mampu mengadopsi inovasi-inovasi baru, terutama dalam menggunakan teknologi untuk pencapaian komoditas yang bagus sehingga nilai jual tinggi. Penggunaan tenaga kerja dapat dinyatakan sebagai curahan tenaga kerja. Curahan tenaga kerja adalah besarnya tenaga kerja efektif yang dipakai. Usahatani yang mempunyai ukuran lahan berskala kecil biasanya disebut usahatani skala kecil, dan biasanya pula menggunakan tenaga kerja keluarga. Lain halnya dengan usahatani berskala besar, selain menggunakan tenaga kerja luar keluarga juga memiliki tenaga kerja ahli. Ukuran tenaga kerja dapat dinyatakan dalam harian orang kerja (HOK), sedangkan dalam analisis ketenagakerjaan diperlukan standarisasi tenaga kerja yang biasanya disebut dengan hari kerja setara pria (HKSP).

3. Modal

(27)

14

yang dipakai, begitu pula sebaliknya. Macam komoditas tertentu dalam proses produksi komoditas pertanian juga menentukan besar kecilnya modal yang dipakai. Tersedianya kredit sangat menentukan keberhasilan usahatani.

4. Pengelolaan atau Managemen

Pengelolaan usahatni adalah kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi dengan sebaik-baiknya sehingga mampu memberikan produksi pertanian sedemikian rupa sebagaimana yang diharapkan. Untuk dapat menjadi pengelola yang berhasil, maka pemahaman mengenai prinsip teknik maupun ekonomis harus dikuasai oleh pengelola. Kemampuan dalam mengelola usahatani yang baik akan menjadikan setiap keputusan baik teknis maupun ekonomis yang akan memberikan resiko sekecil mungkin bagi usahanya dan memberikan keuntungan yang maksimum.

Konsep Penerimaan Usahatani

Penerimaan disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm income). Penerimaan usahatani dapat didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al. 1986). Besarnya proporsi penerimaan tunai dari total penerimaan dapat digunakan untuk perbandingan keberhasilan petani satu terhadap petani lainnya (Hernanto 1996). Menurut soekartawi (1995), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Pernyataan ini dapat ditulis sebagai berikut:

TR = Y . Py

Keterangan,

TR : Total penerimaan

Y : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani

Py : Harga Y

Konsep Biaya Usahatani

Biaya usahatani adalah biaya yang digunakan untuk menghitung berapa pendapatan kerja petani ketika modal dan nilai kerja keluarga diperhitungkan. Biaya total usahatani adalah semua input yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi (Soekartawi 1995). Menurut Hernanto (1996) ada empat kategori biaya, yaitu:

1. Biaya tetap (fixed cost) adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi, misalnya: pajak tanah, sewa tanah, penyusutan bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.

2. Biaya variabel (variabel cost) adalah biaya yang besar kecilnya sangat bergantung pada skala produksi, misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan biaya tenaga kerja. Secara matematis dinotasikan sebagai berikut:

TC = TFC + TVC

(28)

15 TFC = total fixed cost

TVC = total variabel cost

3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang dibayar tunai. Biaya tetap misalnya: pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan biaya variabel misalnya: pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat pengalokasian modal yang dimiliki petani.

4. Biaya tidak tunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap), dan tenaga kerja dalam keluarga (biaya variabel). Secara matematis dapat dirumuskan sebagai berikut:

TC = Bt + Bd

yaitu: TC = total biaya Bt = biaya tunai

Bd = biaya diperhitungkan Konsep Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk menghitung seberapa besar penerimaan yang diterima petani dalam berusahatani yang dikurangi dengan biaya. Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengukur keberhasilan usahatani. Dengan adanya analisis pendapatan usahatani petani dapat mengetahui gembaran keadaan aktual usahatani sehingga dapat melakukan evaluasi dengan perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang.

Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dengan semua biaya (soekartawi 1995). Analisis pendapatan usahatani dilakukan untuk mengetahui keberhasilan usahatani dilihat dari pendapatan yang diterima petani. pendapatan secara matematis dapat ditulis sebagai berikut:

π = TR – TC

yaitu: π = pendapatan usahatani TR = total penerimaan TC = total biaya

Terdapat beberapa istilah yang dipergunakan dalam menganalisis pendapatan usahatani menurut Soekartawi et al. (1986), diantaranya:

1. Penerimaan tunai usahatani merupakan nilai yang diterima dari penjualan produk usahatani.

2. Pengeluaran tunai usahatani adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.

3. Pendapatan tunai usahatani adalah produk usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual.

4. Pengeluaran total usahatani merupakan nilai semua yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam kegiatan produksi termasuk biaya yang diperhitungkan. 5. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan kotor usahatani

(29)

16

Selain pengertian diatas pendapatan juga dapat diartikan sebagai sisa dari pengurangan nilai penerimaan yang diperoleh dengan biaya yang dikeluarkan. Pendapatan yang diharapkan tentu saja memiliki nilai positif dan semakin besar nilainya maka semakin baik, meskipun besar pendapatan tidak selalu mencerminkan efisiensi yang tinggi karena pendapatan yang besar mungkin saja diperoleh dari investasi yang jumlahnya besar pula.

Dalam melakukan analisis pendapatan usahatani diperlukan informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu yang ditetapkan. Penerimaan usahatani merupakan nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan dari hasil produksi tersebut. Sementara yang disebut pengeluaran usahatani adalah nilai penggunaan faktor-faktor produksi dalam melakukan proses produksi usahatani.

Konsep Return to Labor dan Return to Capital

Imbalan bagi tenaga kerja dihitung berdasarkan nilai total produksi/penerimaan dari usahatani sayuran dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya tenaga kerja. Sementara itu, imbalan bagi modal dihitung berdasarkan nilai total produksi/penerimaan dari usahatani sayuran dikurangi dengan semua biaya produksi kecuali biaya modal.

Sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani seyogyanya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, seyogyanya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut disimpannya di bank (Kamiliah W, 2009).

Jika imbalan bagi tenaga kerja dan modal lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran tadi secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor-faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran tersebut. Sementara itu apabila imbalan bagi faktor-faktor produksi tersebut lebih rendah dari biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran tersebut secara ekonomis merugikan (Kamiliah W, 2009).

Jika keuntungan merupakan keberhasilan pengelolaan usahatani secara menyeluruh, maka untuk mengukur keberhasilan pengelolaan usahatani secara parsial (per bagian) perlu dihitung imbalan bagi faktor-faktor produksi yaitu imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan bagi modal (return to capital) (Kamiliah W, 2009). Menurut Soekartawi et al (1986) imbalan kepada modal dan tenaga kerja merupakan patokan yang baik untuk mengukur penampilan usahatani.

Kerangka Pemikiran Operasional

(30)

17 serta merta meningkatkan produktivitas mentimun di Desa Laladon, hal ini dikarenakan dalam peningkatan produktivitas harus didukung pula dengan penggunaan input-input produksi yang berimbang.

Sayuran merupakan produk yang bernilai jual tinggi. Nilai jual menentukan pendapatan yang akan diperoleh petani. Akan tetapi penerimaan yang besar dalam bertani sayuran tidak bermakna bila harus didapatkan dengan mencurahkan biaya produksi dalam jumlah besar juga. Hal yang harus dilakukan petani adalah memperoleh rasio yang besar antara pendapatan yang diperoleh dari kegiatan usahataninya bila dibandingkan dengan total biaya produksi yang telah dikeluarkan. Besar kecilnya pendapatan yang diperoleh petani juga tergantung kepada jenis tanaman yang diusahakan.

Masalah yang dihadapi petani mentimun di Desa Laladon dalam usahatani mentimun, antara lain penggunaan faktor produksi yang belum efisien. Contohnya pupuk, penggunaan pupuk pada setiap petani belum merata, beberapa petani menggunakan pupuk yang melebihi anjuran dan masih kurang dari anjuran pemerintah. Sementara harga pupuk yang semakin lama cenderung meningkat. Selain itu, keterbatasan modal dan luas lahan yang kurang dari satu hektar menjadi salah satu penyebab terganggunya proses kegiatan usahatani mentimun di Desa Laladon. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan dengan melihat fakta dilapangan menggunakan analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio,

Return to labor dan Return to capital pada petani mentimun di Desa Laladon. Dengan harapan bermafaat bagi petani atau pihak lain dalam penyajian informasi tentang usahatani mentimun dan sebagai rekomendasi bagi pihak pemerintah dalam pembuatan kebijakan. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan petani di Desa Laladon sebagai salah satu sentra produksi mentimun di Kabupaten Bogor.

Sebagai pemilik tenaga kerja yang telah dicurahkan dalam usahatani, petani sewajarnya menerima upah sekurang-kurangnya sama besarnya dengan upah seandainya petani tadi bekerja pada usahatani milik petani lain. Begitu pula bila sebagai pemilik modal, sewajarnya petani menerima sejumlah jasa atau bunga yang sekurang-kurangnya sama besarnya dengan kalau dana modal tersebut disimpannya di bank. Jika imbalan bagi tenaga kerja (return to labor) dan imbalan terhadap modal (return to capital) lebih tinggi daripada biaya imbangannya, berarti usahatani sayuran secara ekonomis menguntungkan karena mampu memberikan imbalan yang wajar bagi faktor produksi yang telah dipergunakan dalam menyelenggarakan usahatani sayuran tersebut (Kamilah W, 2009).

(31)

18

Gambar 3. Kerangka Operasional Penelitian Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun.

Pendapatan usahatani R/C rasio

Return to Labor Return to Capital

Keragaan usahatani mentimun

Rekomendasi

- Keterbatasan modal petani dan pelaku agribisnis - Lahan kurang dari satu hektar

- Rendahnya aplikasi teknologi di sektor pertanian - Harga pupuk yang cenderung meningkat

Harga Input Penggunaan input

Output Harga

Output

(32)

19

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pemilihan lokasi tersebut dilakukan secara sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Desa Laladon merupakan daerah penghasil sayuran mentimun di Kabupaten Bogor. Waktu pengumpulan data dan penelitian dilakukan pada bulan April – Mei 2013.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder, baik data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh dari hasil pengamatan dan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder diperoleh dari data monografi Desa Laladon, Kementrian pertanian, Dinas pertanian, Badan Pusat Statistik. Berbagai sumber lain seperti buku, jurnal, internet, dan literatur pendukung yang relevan dengan topik penelitian.

Metode Pengumpulan Data dan Penentuan Sampel

Metode pengumpulan data dilakukan melalui survey, hasil pengamatan dan wawancara langsung kepada petai-petani sayuran mentimun. wawancara dilakukan menggunakan teknik wawancara individual, diskusi kelompok dan penyebaran kuesioner.

Responden dalam penelitian ini adalah petani yang menanam sayuran mentimun di Desa Laladon, Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor. Populasi petani sayuran mentimun di Desa Laladon sebanyak 35 petani. Pemilihan sampel dilakukan menggunakan metode sensus. Setiap anggota populasi menjadi sampel, sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 35 responden.

Metode Analisis dan Pengolahan Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang dikumpulkan diolah dengan menggunakan kalkulator dan komputer yang menggunakan software Microsoft Excel. Setelah itu data disajikan dalam bentuk tabulasi serta diuraikan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan analisis dalam kerangka teoritis. Sebelum dilakukan pengolahan data terlebih dahulu dilakukan proses editing. Proses editing merupakan kegiatan memperbaiki kualitas data mentah yang diperoleh dari hasil wawancara dan pengisian kuesioner oleh para petani. Setelah proses editing senjutnya dilakukan proses analisis data.

(33)

20

data kuantitatif yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis pendapatan usahatani, analisis R/C rasio, Return to labor dan Return to capital.

Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan usahatani akan menggambarkan secara kuantitatif pendapatan yang diperoleh petani dari berusahatani sayuran. Variabel-variabel yang akan dianalisis pada usahatani sayuran yaitu biaya, penerimaan dan pendapatan usahatani. Perhitungan analisis usahatani tersebut menggunakan penjabaran rumus yang diuraikan sebagai berikut:

1. Penerimaan

Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) didefinisikan sebagai nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani (Soekartawi et al, 1986). Sementara itu penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usahatani yang tidak dijual secara tunai, tetapi digunakan untuk konsumsi sendiri dan atau untuk keperluan lain. Penerimaan total dari suatu usahatani merupakan nilai produksi dari usahatani, yaitu harga jual dari produksi dikalikan total produksi.

2. Biaya

Biaya adalah semua pengorbanan input yang dipergunakan untuk menghasilkan produksi. Pengeluaran tunai usahatani (farm payment) didefinisikan sebagai jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani (Soekartawi et al, 1986). Biaya tidak tunai yaitu dengan memperhitungkan sumberdaya yang digunakan tetapi tidak dihitung atau dibayar secara tunai sebagai biaya yang dikeluarkan. Biaya total merupakan jumlah seluruh biaya (tunai maupun tidak tunai) yang dikeluarkan untuk melakukan kegiatan budidaya.

3. Pendapatan Usahatani

Pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) adalah selisih antara penerimaan tunai usahatani dan pengeluaran tunai usahatani (Soekartawi etal,

1986). Perhitungan pendapatan usahatani atas biaya tunai dapat dituliskan sebagai berikut:

Y tunai = Penerimaan Tunai – BTU

Keterangan:

Y Tunai = Pendapatan tunai (Rupiah) BTU = Biaya tunai (Rupiah)

Pendapatan total usahatani (total farm income) merupakan selisih antara penerimaan total dengan biaya total, dengan rumus:

Y total = TR – BTO

Keterangan:

(34)

21 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio)

Pendapatan yang besar tak selalu menunjukkan efisiensi yang tinggi. Oleh karena itu analisa pendapatan selalu diikuti dengan pengukuran efisiensi. R/C merupakan salah satu ukuran efisiensi yang menggambarkan penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan (revenue cost ratio).

Pengukuran efisiensi masing-masing usahatani terhadap setiap penggunaan satu unit input dapat digambarkan oleh nilai rasio antara jumlah penerimaan dengan jumlah biaya (R/C). R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total, yang secara sederhana dapat diturunkan dari rumus:

Keterangan:

R = Revenue atau penerimaan (Rp) C = Cost atau pengeluaran (Rp)

Nilai R/C secara teoritis menunjukkan bahwa setiap satu rupiah biaya yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan, jika R/C >1 maka kegiatan usahatani efisien untuk dijalankan. Akan tetapi apabila R/C <1 maka kegiatan usahatani tidak efisien untuk dijalankan.

Return to Labor dan Return to Capital

Perhitungan return to labor dan return to capital merupakan patokan yang baik untuk menilai penampilan usahatani (Soekartawi, 1986). Jika hasil return to labor lebih tinggi daripada upah rata-rata maka keputusan petani responden sudah tepat untuk mengusahakan sayuran daripada menjadi buruh tani. Sementara itu, jika return to capital lebih tinggi daripada suku bunga kredit yang berlaku maka pilihan petani responden untuk menginvestasikan modalnya di sektor pertanian sudah tepat daripada menginvestasikan modalnya di bank. Adapun rumus return to labor dan return to capital adalah:

(35)

22

GAMBARAN UMUM DESA LALADON

Kondisi Geografis

Desa Laladon terletak di Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Laladon berada di sebelah utara Desa Sindang Barang, sebelah selatan Kelurahan Padasuka, sebelah timur Desa Ciomas Rahayu, sebelah barat Desa Ciherang. Total luas wilayah Desa Laladon yang terdiri dari pemukiman dan perumahan, persawahan dan ladang, perkuburan, kolam / empang, dan prasarana umum sebesar 129 240 Ha.

Tabel 6 Komposisi lahan di Desa Laladon tahun 2012

Komponen Luas Lahan (ha) Presentase (%)

Pemukiman dan perumahan 81.517 63.07

Persawahan dan ladang 36.419 28.18

Perkuburan 0.467 0.36

Kolam / empang 0.238 0.18

Prasarana umum 10.599 8.20

Total 129.240 100.00

Sumber : Monografi Desa Laladon, 2012

Berdasarkan Tabel 6, sebagian besar luas tanah dari desa Laladon digunakan sebagai pemukiman dan perumahan, seiring dengan perkembangan zaman dan bertambahnya jumlah penduduk yang mengacu pada kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dibuat pemerintah setempat, yaitu pembangunan perumahan untuk pemukiman penduduk, serta didukung letak desa yang strategis untuk dijadikan bangunan permanen. Penggunaan tanah terbesar kedua di Desa Laladon yaitu digunakan sebagai persawahan dan ladang untuk tanaman pangan seperti padi, jagung, dan sayuran.

Kondisi Geografis Desa Laladon yaitu mempunyai ketinggian tanah dari permukaan laut sebesar 250 m dpl. Iklim di Desa Laladon mempunyai curah hujan sebesar 41.3 mm. Kelembapan suhu udara rata-rata sebesar 20 ºC hingga 29 °C. Berdasarkan orbitasi, jarak Desa Laladon ke ibu kota kecamatan yaitu 2.5 km. Jarak ke ibu kota kabupaten / kota yaitu 20 km. Jarak ke ibu kota provinsi yaitu 120 km. Jarak Desa Laladon ke ibu kota negara yaitu 75 km.

(36)

23 Keadaan Penduduk

Desa Laladon terdiri atas 52 RT dan 12 RW, jumlah penduduk desa ini berdasarkan data pada tahun 2012 yaitu sebanyak 10 856 orang. Jumlah penduduk Desa Laladon terdiri dari 5 478 orang berjenis kelamin laki - laki dan sebanyak 5 378 orang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk berdasarkan sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7 Jumlah penduduk berdasarkan usia di Desa Laladon tahun 2012 Kelompok Umur Jumlah Penduduk (Jiwa) Presentase (%)

0 – 14 3 138 29

15 – 24 1 940 18

25 – 34 1 763 16

35 – 44 1 947 18

45 – 54 1 340 12

≥ 55 728 7

Total 10 856 100

Sumber : Monografi Desa Laladon (2012) (data diolah)

Berdasarkan Tabel 7, penduduk dengan kelompok umur balita mempunyai jumlah penduduk terbanyak karena adanya perumahan dan padatnya penduduk didesa ini, sehingga banyak pasangan usia subur yang bermukim didesa laladon, rata-rata setiap kepala keluarga mempunyai dua orang anak. Jumlah penduduk terbanyak kedua yaitu pada kelompok umur 35 – 44 tahun yang merupakan usia produktif. Penduduk Desa Laladon sebagian besar memiliki tingkat pendidikan formal sampai tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan penduduk desa dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah penduduk menurut pendidikan di Desa Laladon tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah Penduduk (Jiwa) Presentase (%)

Belum Sekolah 1 837 17

SD 1 114 10

SMP 2 146 20

SMA 4 896 45

Akademi 255 2

Universitas 608 6

Total 10 856 100

Sumber : Monografi Desa Laladon, 2012

(37)

24

pendidikannya hingga tingkat SMP sebanyak 20 persen, sedangkan 17 persen dari jumlah penduduk tidak menempuh pendidikan, keterbatasan ekonomi menjadi alasan utama penduduk untuk tidak sekolah. Tingkat pendidikan warga desa berkaitan dengan jenis pekerjaan yang dimiliki oleh warga desa. Daftar jenis pekerjaan warga Desa Laladon dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Jumlah penduduk Desa Laladon berdasarkan jenis pekerjaan tahun 2012

Jenis Pekerjaan Jumlah Penduduk

Karyawan Hotel dan Restoran 4 0.19

Sopir 216 10.22

Tukang ojek 35 1.66

Karyawan bank / lembaga keuangan 13 0.62

Pegawai Negeri Sipil (PNS) 356 16.84

Guru 23 1.09

Tukang cuci 283 13.39

Pangkas rambut / salon 7 0.33

Sumber : Monografi Desa Laladon, 2012

Berdasarkan Tabel 9, jenis pekerjaan penduduk Desa Laladon beragam, mata pencaharian penduduk terbesar didesa ini sebagai buruh pabrik (karyawan swasta) diusaha dagang dan perusahaan yang ada disekitar Ciomas, Cibinong dan Jakarta. Pegawai Negeri Sipil (PNS) merupakan pekerjaan kedua terbanyak setelah buruh pabrik, sedangkan jumlah penduduk yang menjadi petani di Desa Laladon terdapat 74 jiwa. Hal ini dapat dikaitkan dengan tingkat pendidikan yang ditemuh warga desa, warga yang bekerja sebagai PNS atau karyawan mempunyai tingkat pendidikan minimal sampai SMA, hal ini dapat dilihat pada Tabel 8 bahwa warga desa yang memiliki pendidikan terakhir SMA, Akademi dan Universitas sebanyak 53 persen. Warga desa yang memiliki pendidikan terakhir Belum Sekolah, SD dan SMP dapat dikatakan memiliki pekerjaan sebagai petani, buruh tani, sopir, tukang ojek dan tukang cuci.

Karakteristik Responden

(38)

25 pengalaman usahatani, pekerjaan utama, luas lahan, dan status kepemilikan lahan. Petani responden di Desa Laladon terdiri dari 1 perempuan dan 34 laki – laki. Keragaman karakteristik akan mempengaruhi keputusan petani responden dalam melakukan kegiatan usahatani.

Usia

Usia berpengaruh terhadap produktivitas kerja petani per satuan waktu. Satuan produktivitas kerja sama halnya dengan kerja petani yaitu Hari Orang Kerja (HOK). Usia yang semakin tua maka akan semakin tidak produktif dan tidak intensif dalam melakukan aktivitas usahatani. Selain itu, usia juga mempengaruhi pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani, usia yang semakin tua cenderung sulit untuk menerima perubahan cara bertani. Umumnya cara bertani mereka merupakan kegiatan yang diperoleh secara turun temurun. Sebaran responden menurut usia selengkapnya ada pada Tabel 10.

Tabel 10 Sebaran responden menurut usia petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013

Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

21-30 5 14

31-40 13 37

41-50 9 26

51-60 5 14

≥ 61 3 9

Jumlah 35 100

Sumber: Data Primer, 2013 (diolah)

Berdasarkan Tabel 10, mayoritas petani responden di Desa Laladon berusia antara 31 sampai 40 tahun yang merupakan usia produktif, usia tersebut mempengaruhi pengambilan keputusan dalam usahatani, karena petani dengan usia antara 31 – 40 tahun lebih peka terhadap perubahan harga, kondisi pasar, dan permintaan serta penawaran. Petani dengan usia produktif lebih kritis dalam menerapkan manajemen, menentukan komoditi yang akan ditanam dengan menyesuaikan biaya penerimaan dan biaya yang dikeluarkan dalam usahatani. Tingkat Pendidikan

(39)

26

Tabel 11 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013

Tingkat Pendidikan Jumlah (orang) Persentase (%)

SD 14 40

SMP 10 29

SMA/Sederajat 5 14

Diploma 1 3

Sarjana 5 14

Jumlah 35 100

Responden yang mengenyam pendidikan hingga Sarjana sebanyak 5 orang atau 14 persen. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Laladon disebabkan keterbatasan biaya dan rendahnya tingkat kesadaran masyarakat untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi.

Pengalaman Usahatani

Pengalaman usahatani berpengaruh terhadap keterampilan dalam melakukan kegiatan usahatani. semakin tinggi tingkat keterampilan dalam bertani, maka akan semakin baik pula kegiatan usahatani yang dijalankan petani tersebut. Petani yang telah berpengalaman akan lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi, sesuai dengan keadaan lahan tempat melakukan kegiatan usahataninya. Petani lebih tanggap terhadap serangan hama dan penyakit yang menyerang, dan lebih paham tentang solusi yang harus dilakukan apabila terjadi masalah pada kegiatan budidaya mentimun sehingga resiko produksi dapat diminimalisir. Tabel 12 menunjukkan pengalaman usahatani petani di Desa Laladon.

Tabel 12 Sebaran responden menurut pengalaman usahatani petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013

Pengalaman Usahatani (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%)

≤ 5 12 34

6-10. 7 20

11-15. 6 17

16-20 3 9

21-25 3 9

≥ 26 4 11

Jumlah 35 100

(40)

27 lama melakukan usahatani mentimun dengan lama pengalaman lebih dari 25 tahun.

Luas lahan

Luas lahan adalah luas lahan sawah yang diusahakan petani responden untuk usahatani mentimun, baik lahan milik sendiri, bagi hasil, maupun sewa. Luas lahan yang digarap oleh petani akan menentukan besarnya produksi yang akan didapat petani, sehingga berpengaruh terhadap besar kecilnya pendapatan yang akan diterima petani. Luas lahan yang digunakan para petani responden untuk budidaya mentimun beragam mulai dari 2 000 m2 sampai 6 000 m2, luas lahan petani responden rata – rata berkisar antara 2 500 - 5 000 m2. Sebaran responden menurut luas lahan terdapat pada Tabel 13.

Tabel 13 Sebaran responden menurut luas lahan petani mentimun di Desa Laladon musim tanam April – Mei 2013

Luas Lahan (ha) Jumlah (orang) Presentase (%)

≤ 0.25 3 9

0.26 - 0.49 24 69

≥ 0.5 8 23

Jumlah 35 100

Tabel 13 menunjukkan terdapat 24 petani atau 69 persen yang mengusahakan kegiatan usahataninya pada luas lahan 0.26 – 0.49 hektar. Rata-rata luas lahan yang digunakan petani untuk usahatani mentimun di Desa Laladon sebesar 0,3797 atau 3797 m2. Luas lahan tersebut bergantung dengan pemilik lahan yang menyewakan lahannya pada petani, dan bergantung juga pada keputusan petani dalam menentukan luas lahan untuk usahataninya dengan mempertimbangkan biaya sewa lahan. Rata-rata biaya sewa lahan di Desa Laladon kurang lebih sebesar Rp1 000 000 per 1 000 m2 per tahun.

Banyaknya lahan sewa adalah akibat petani menjual lahannya pada perusahaan dengan alasan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari dan kurangnya modal untuk berusahatani. Terbatasnya jumlah lahan pertanian yang terdapat di Desa Laladon dikarenakan sebagian besar lahan tersebut dijadikan sebagai komplek perumahan penduduk.

Status Kepemilikan Lahan

Gambar

Tabel 1  Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) komoditas hortikultura berdasarkan harga berlaku di Indonesia tahun 2008 – 2010
Tabel 2  Perkembangan produksi tanaman sayuran di Indonesia tahun 2008 - 2011
Gambar 1.
Tabel 5  Produktivitas tanaman mentimun di Kabupaten Bogor tahun 2007 – 2011
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penjelasan diatas bahwa petani di Desa Laantula Jaya memiliki lahan pertanian yang luas, namun petani masih kurangnya pemahaman dalam pemanfaatan lahan,

5 Distribusi tingkat pendidikan petani responden tahun 2012 16 6 Distribusi pengalaman petani responden tahun 2012 16 7 Distribusi jumlah tanaman yang dimiliki petani responden 16

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui besarnya biaya produksi, penerimaan, pendapatan dan keuntungan petani dari usahatani semangka di lahan gambut Desa Palingkau

Tinggi atau rendahnya pendapatan petani di Desa Sidole dipengaruhi oleh besarnya biaya yang dikeluarkan dan besarnya penerimaan petani yang diperoleh dari hasil

Hasil Penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar luas lahan yang digarap petani responden padi Sawah di Desa Sinei Kecamatan Tinombo Selatan Kabupaten Parigi

Disamping memang lahannya yang kurang mendukung untuk menanam padi, petani Desa Kaliori Kecamatan Kalibagor sudah dapat membandingkan tanaman yang cukup

Luas lahan petani responden dalam usahatani padi mempengaruhi produktivitas seorang petani. Luas areal usahatani akan membuka kesempatan bagi seorang petani untuk

Variabel yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petani tebu di Desa Bae Kabupaten Kudus, yaitu luas lahan, biaya tenaga kerja, biaya pestisida, dan Jumlah Produksi.. Sedangkan