SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT
DIRECT METHANOL FUEL CELL
HANY FITRI SUSIYANTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT
DIRECT METHANOL FUEL CELL
HANY FITRI SUSIYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRAK
HANY FITRI SUSIYANTI.
Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar
Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat
Direct Methanol Fuel
Cell.
Dibimbing oleh
SRI MULIJANI
dan
ARMI WULANAWATI.
Polistirena (PS) tersulfonasi dapat digunakan sebagai membran penukar
proton (PEM). Karakterisasi dan kinerja PEM dilakukan terhadap polistirena
tersulfonasi (PSS) menggunakan spektrofotometer
fourier transform infrared
,
mikroskopi elektron payaran, dan parameter derajat sulfonasi (DS). Keberhasilan
proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai DS membran PSS 3%, 5%, dan 10%
secara berturut-turut adalah 35.09%; 42.26%; dan 48.15%. Pada spektrum
inframerah terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS 10% dengan
adanya gugus sulfonat (-SO
3) pada bilangan gelombang 1029.39 dan 1178.03 cm
-1. Morfologi permukaan membran PSS dikategorikan non-pori. Uji permeabilitas
metanol secara kualitatif menunjukkan bahwa membran PSS 3%, 5%, dan 10%
tidak ada resapan.
Hasil pengukuran nilai konduktivitas (σ) yang diperoleh PS,
PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511;
3.0919; dan 3.8949) × 10
-6S/cm. Sehingga membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat
dijadikan sebagai bahan perangkat pada
direct methanol fuel cell
.
Kata Kunci: polistirena tersulfonasi, membran penukar proton (PEM),
Direct
Methanol Fuel Cell
(DMFC)
ABSTRACT
HANY FITRI SUSIYANTI.
Synthesis and Characterization of Proton Exhange
Membrane on Sulfonated Polystyrene for Direct Methanol Fuel Cell. Supervised
by
SRI MULIJANI
and
ARMI WULANAWATI.
Sulfonated polystyrene can be used as proton exchange membrane (PEM).
Characterization and performance of PEM has been performed on sulfonated
polystyrene (PSS) using fourier transform infrared spectrophotometer, scanning
electrone microscope, and degree of sulfonation (DS) parameter. The success of
the process indicated by the DS of the membrane PSS 3%, 5%, and 10% were
35.09%; 42,26%; and 48.15%, respectively. The infrared spectrum shows that
sulfonation has been succesful in 10% PSS membranes as indicated by the
presence of sulfonate groups (-SO
3) at wavenumber 1029.39 and 1178.03 cm
-1.
PSS membrane surface morphology is categorized non-porouse. Methanol
permeability with qualitative test showed that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% have no infilt
ration. The results of measurements of the conductivity (σ)
obtained by PS, PSS 3%, PSS 5%, and PSS 10% were (0.0114; 1.5511; 3.0919;
and 3.8949) × 10
-6S/cm, respectively. So that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% can be used as a device in direct methanol fuel cell.
NIM
: G44080082
Disetujui,
Pembimbing I
Dr. Sri Mulijani, MS
NIP. 19630401 199103 2 001
Pembimbing II
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si
NIP. 19690725 200003 2 001
Diketahui,
Ketua Departemen
Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, MS.
NIP. 19501227 197603 2 002
PRAKATA
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul
“Sintesis dan Karakterisasi Membran Penukar Proton Polistirena Tersulfonasi
sebagai Bahan Perangkat
Direct Methanol Fuel Cell
”. Penelitian ini dilaksanakan
dari tanggal 8 Februari 2012 sampai dengan 30 Mei 2012 di Laboratorium
Diploma IPB Cilibende dan Laboratorium Kimia Fisik IPB.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Sri Mulijani, MS dan Ibu
Armi Wulanawati, S.Si, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis dalam penulisan karya tulis ini. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Ibu, Bapak, Yudha, Viyata, Mbah, dan Mas
Hendro atas segala doa dan kasih sayangnya. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian karya tulis
ini. Terima kasih atas bantuan dan semangat yang diberikan, semoga mendapat
balasan pahala dari Allah SWT.
Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat baik bagi penulis maupun bagi
pembaca. Amin.
Wassalamualaikum Wr. Wb.
Bogor, Juni 2012
Infantri Ujang Sumisjana dan Ibu Sri Wuryanti. Penulis merupakan putri pertama
dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kuningan pada tahun 2008 dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI). Penulis memilih Program Studi Kimia, Departemen Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Pada tahun 2011 penulis melaksanakan Praktik Lapangan di PT Indofarma
(Persero) Tbk pada bulan Juli-Agustus. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan
go
field
yang diadakan oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
(LPPM-IPB) di PT Perkebunan Nusantara VIII, kebun Gedeh, Kabupaten Cianjur
pada bulan Juli-Agustus. Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif bergabung
dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama tahun 2008-2009,
Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
2009-2010, Himpunan Profesi Ikatan Mahasiswa Kimia 2010-2011, dan Unit
Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pramuka sejak tahun 2008. Pada tahun 2010 penulis
lolos proposal yang didanai oleh Dikti dalam Program Kreatifitas Mahasiswa
(PKM) bidang pengabdian masyarakat, dan pada tahun 2011 juga lolos proposal
yang didanai oleh Dikti dalam Program Kreatifitas Mahasiswa bidang penelitian.
Pada tahun 2012 penulis lolos proposal pengembangan usaha dalam kegiatan
program mahasiswa wirausaha yang diadakan oleh Direktorat Pengembangan
Karir dan Hubungan Alumni (DPKHA) IPB. Selain itu, penulis menjadi asisten
mata kuliah Kimia Anorganik Layanan pada tahun 2012, Kimia Fisik pada tahun
2012, dan Kimia Fisik Layanan pada tahun 2012.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
PENDAHULUAN ... 1
BAHAN DAN METODE ... 1
Alat dan Bahan ... 1
Metode Penelitian ... 1
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 2
Sintesis Polistirena Tersulfonasi ... 2
Karakterisasi PEM ... 4
Uji Kinerja PEM ... 5
SIMPULAN DAN SARAN ... 6
Simpulan ... 6
Saran ... 6
DAFTAR PUSTAKA ... 6
1
Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para ... 3
2
Ikatan silang pada polistirena tersulfonasi posisi para ... 3
3
Perbedaan warna larutan (a) sebelum dan (b) setelah sulfonasi ... 3
4
Membran PSS 10% ... 3
5
Hasil FTIR uji membran polistirena (
–
) dan polistirena tersulfonasi (
–
) ... 4
6
Hasil uji SEM pada permukaan membran (a) PS dan (b) PSS dengan
perbesaran 20000× ... 5
7
Hasil uji SEM pada penampang lintang membran (a) PS dan (b) PSS
dengan perbesaran 20000×... 5
8
Skema dari DMFC ... 6
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1
Diagram alir penelitian... 8
2
Data hasil penentuan bobot molekul Polistirena tersulfonasi ... 9
3
Penentuan Derajat Sulfonasi (DS) ... 10
4
Hasil pengukuran
water uptake
... 11
PENDAHULUAN
Permintaan dan penawaran energi yang tidak seimbang disertai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan tersedotnya cadangan energi terutama bahan bakar fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Salah satu teknologi pengadaan energi alternatif yang ramah lingkungan adalah fuel cell (sel bahan bakar) yang mengkonversi energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi listrik secara langsung. Teknologi fuel cell ini dipandang lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi (Sopiana 2005; Lu 2005; Byungchan 2005; Albert 2003). Fuel cell yang menggunakan bahan bakar metanol dikenal sebagai Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
Pada umumnya PEM yang digunakan untuk DMFC yaitu politetrafluoroetilena (PTFE) dengan cabang gugus asam sulfonat (Nafion) (Parra 2004; Cho 2005). Hal ini dikarenakan nafion yang merupakan polimer tersulfonasi memiliki konduktivitas ionik yang tinggi (0.1 S/cm pada 25 °C) serta kestabilan mekanik, termal, dan kimia yang baik (Hendrana et al 2007). Selain itu, membran nafion tidak memiliki pori dengan penampang lintang isotropik dan ketebalan 50-500 µm. Karakterisasi PEM yang baik dalam penggunaan sel bahan bakar yaitu memiliki konduktivitas proton yang tinggi, pemisah untuk bahan bakar dan oksigen, rendah tingkat pemindahan bahan bakarnya, tinggi kekuatan mekaniknnya, suhunya stabil, resistensinya tinggi terhadap oksidasi, reduksi dan hidrolisis (Dhuhita dan Kusuma 2010).
Peixiang (2008) menggunakan poli (eter eter keton), PEEK tersulfonasi sebagai alternatif membran penukar proton. Konduktivitas ionik yang diperoleh adalah 0.1 S/cm pada 90 °C. PEEK ini merupakan polimer termoplastik yang memiliki ketahanan kimia yang sangat baik, termo-oksidatif dengan stabilitas yang tinggi, dan sifat mekanik yang baik.
Styrofoam merupakan polistirena (PS) yang tergolong polimer termoplastik. Styrofoam adalah limbah yang tidak dapat diuraikan oleh alam sehingga berakibat buruk bagi kesehatan (BPOM 2008). Polistirena dapat disulfonasi untuk meningkatkan konduktivitas proton dengan menangkap gugus sulfonat sehingga dapat digunakan sebagai PEM. Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilakukan sintesis polistirena dari styrofoam yang termasuk
limbah berbahaya menjadi polistirena tersulfonasi (PSS) sebagai PEM pada DMFC. Selanjutnya dilakukan karakterisasi meliputi: penentuan bobot molekul, pengujian struktur menggunakan spektrofotometer FTIR, pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM), pengukuran permeabilitas metanol, dan pengukuran konduktivitas proton. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengurangi limbah stryrofoam yang tidak dapat diuraikan oleh alam dan memberikan alternatif sumber energi yang ramah lingkungan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pengaduk mekanik, labu leher 3, spektrofotometer Fourier transform infrared (FTIR) Bruker Tensor 27, Scanning Electrone Microscope (SEM) JEOL JSM-836OLA dan impedansi spektroskopi LCR-meter (HIOKI 3532-50). Bahan yang digunakan adalah styrofoam, asam sulfat berasap 65% SO3 (oleum),
metanol, kloroform, diklorometana, gas nitrogen, dan air deionisasi.
Metode Penelitian
Pembuatan membran penukar proton (PEM) menggunakan polistirena tersulfonasi. Polistirena tersulfonasi ini diperoleh dari hasil sintesis gabus polistirena. Membran yang diperoleh, dikarakterisasi dengan 6 pengujian (Lampiran 1), yaitu: penentuan bobot molekul, pengujian struktur menggunakan spektrofotometri FTIR, pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM), pengukuran permeabilitas metanol, dan pengukuran konduktivitas proton.
Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PSS) (Peixiang et al 2004)
Styrofoam dilarutkan ke dalam kloroform sehingga diperoleh larutan PS dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 10%. Larutan oleum diteteskan secara bertahap ke dalam labu leher 3 dan gas SO3 yang
2
Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam diklorometana kemudian diaduk hingga homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot molekul PSS dihitung menggunakan viskometer untuk mengukur waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform hingga diperoleh konsentrasi 1.015%; 1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%. Pengukuran viskositas menggunakan viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu konstan menggunakan penangas air) dengan cara menghitung waktu alir kloroform sebagai pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada berbagai konsentrasi. Viskositas relatif ditentukan dengan membandingkan waktu alir PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t0).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu. Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan 0.725.
Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan dengan metode titrasi. Sampel membran sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10% dilakukan menggunakan FTIR dengan resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS
dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit sehingga membran menjadi beku. Membran beku kemudian dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke dalam chamber. Selanjutnya dilakukan pemotretan membran terhadap permukaan dan penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%, 5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber (chamber A dan chamber B). Sebanyak 50 mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1 jam untuk mengetahui permeabilitas metanol dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang dari membran PSS diukur menggunakan impedansi spektroskopi. Membran dengan ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm dijepit diantara 2 stell elektroda karbon. Kemudian nilai konduktans membran terbaca. Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian dihubungkan dengan alat voltmeter untuk mengetahui nilai voltase pada masing-masing membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi
Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan dengan mengalirkan oleum pada larutan polistirena menggunakan gas nitrogen sebagai gas pembawa. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan polistirena merupakan polistirena yang dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan gugus ~SO3 pada molekul organik melalui
Gambar 1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para.
Polistirena yang digunakan berasal dari gabus styrofoam. Menurut BPOM (2008) Styrofoam atau gabus polistirena mengandung 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana dan n-pentana. Polistirena merupakan polimer termoplastik yang aromatik, dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tersulfonasi akan memberi kekuatan antifouling dan suasana hidrodinamis pada membran yang merupakan mekanisme yang sangat penting dalam perpindahan proton. Pada umumnya polistirena tersulfonasi (PSS) memiliki gugus ~SO3 pada posisi para dan ikatan silang yang
berguna untuk penukar ion dan membran penukar proton serta bersifat higroskopis (Gambar 2).
Gambar 2 Ikatan silang pada polistirena tersulfonasi posisi para.
Proses sulfonasi mengubah warna larutan awal yang tidak berwarna menjadi kuning bening (Gambar 3). Warna kuning ini secara fisik menunjukkan adanya gugus sulfonat pada larutan.
(a) (b)
Gambar 3 Perbedaan warna larutan (a) sebelum dan (b) setelah sulfonasi.
Hasil sulfonasi yang telah diperoleh ini, dikeringudarakan selama 1 hari untuk menghilangkan kloroform sebagai pelarutnya. Selanjutnya, padatan PSS dilarutkan dalam 10 mL diklorometana agar menjadi pasta. Pasta PSS ini segera dicetak pada plat kaca dengan ketebalan 30-100 µm (Gambar 4). Ketebalan membran yang dihasilkan akan mempengaruhi nilai konduktivitas membran.
Gambar 4 Membran PSS 10%.
4
relatifnya. Bobot molekul relatif (Mv) PSS ditentukan dengan mengukur waktu alir menghasilkan Mv sebesar 9.1 × 104 g mol-1 (Lampiran 2). Pelarut kloroform digunakan pada pengukuran bobot molekul PSS karena bersifat non polar dan tidak higroskopis sehingga mudah melarutkan PSS dan tidak mengubah konsentrasi larutan.
Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai Derajat Sulfonasi. Derajat Sulfonasi adalah jumlah rerata atom H pada benzena yang diubah menjadi gugus sulfonat. Derajat Sulfonasi membran PSS 3%, 5%, dan 10% secara berturut-turut adalah 35.09%, 42.26%, dan 48.15% (Lampiran 3). Semakin meningkat Derajat Sulfonasi, maka semakin besar transport proton dalam membran.
Pengujian water uptake dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang diserap oleh membran karena air pada permukaan membran merupakan media transport proton. Nilai water uptake pada membran PS, PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah 0.52; 5.72; 0.05; dan 4 .29% (Lampiran 4). Nilai water uptake ini menunjukkan kemampuan membran dalam transport proton. Semakin kecil nilai water
uptake, maka semakin kecil nilai
konduktivitas proton.
Karakterisasi PEM
Struktur membran elektrolit dapat dianalisis secara kualitatif menggunakan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektrum FTIR diukur pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Serapan khas membran polistirena ditunjukkan dengan
bilangan gelombang 3081.97; 3060.16; 3025.24; 2924.19 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-H pada cincin aromatik. Selain itu juga terdapat regang C=C aromatik pada bilangan gelombang 1601.30 cm-1. Hasil analisis FTIR membran polistirena tersulfonasi (PSS) berbeda dengan membran polistirena (PS). Gambar 5 menunjukkan perbedaan hasil uji FTIR membran PS dan PSS.
Pada spektrum FTIR terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS yang ditunjukkan dengan adanya gugus sulfonat (-SO3) pada bilangan gelombang
1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1. Bilangan gelombang 1029.39 cm-1 merupakan vibrasi regang –SO3 simetrik dan 1178.03 cm-1
merupakan vibrasi regang S=O. Adanya gugus sulfonat diperkuat dengan adanya serapan hidroksil pada bilangan gelombang 3435.02 cm-1.
Reaksi sulfonasi yang terjadi dipengaruhi oleh substituen alkil yang terdapat pada cincin aromatik. Substituen alkil ini merupakan salah satu gugus penyumbang elektron sehingga dapat meningkatkan rapatan elektron pada cincin. Oleh karena itu, reaksi sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto dan para. Gugus sulfonat yang terikat pada benzena tersubstitusi 1.4 (posisi para) dilihat dari bilangan gelombang 838.66 cm-1, sedangkan posisi orto ditunjukkan oleh bilangan gelombang 757.70 cm-1. Puncak serapan posisi orto lebih besar dari pada posisi para, sehingga gugus -SO3 lebih cenderung
terikat pada posisi orto.
Gambar 5 Hasil FTIR uji membran polistirena (
–
) dan polistirena tersulfonasi 10% (–).S=O
-SO
3-OH
o-SO
3Analisis morfologi membran dilakukan dengan menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM).
SEM digunakan untuk menentukan ukuran pori-pori di permukaan membran dan penampang lintang membran polistirena (PS) dan polistirena tersulfonasi (PSS). Analisis SEM menunjukkan pori pada permukaan membran sangat rapat, sehingga ukuran pori tidak dapat ditentukan. Gambar 6 menunjukkan hasil uji SEM pada permukaan membran PS dan PSS.
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil uji SEM pada permukaan membran (a) PS dan (b) PSS 10% dengan perbesaran 20000× .
Mulder (1996) mengatakan bahwa membran dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan struktur dan prinsip pemisahannya, yaitu membran berpori, non pori, dan pembawa (carier). Berdasarkan penampang lintang PS yang tidak berpori, membran PS dikategorikan membran non pori. Sementara itu, penampang lintang PSS tampak adanya lapisan berpori pada bagian sublayer membran, sedangkan pada bagian toplayer membran cenderung tidak berpori. Dengan demikian membran PSS dikategorikan pula membran non pori (Gambar 7). Hal ini membuktikan membran
PSS cukup baik untuk diaplikasikan sebagai Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
(a)
(b)
Gambar 7 Hasil uji SEM pada penampang lintang membran (a) PS dan (b) PSS dengan perbesaran 20000×. Ket: 1 (toplayer); 2 (sublayer)
Uji Kinerja PEM
Kriteria utama untuk memilih Proton
Exchange Membrane pada DMFC adalah
konduktivitas protonnya tinggi sedangkan permeabilitas metanolnya rendah. Permeabilitas adalah kemampuan membran untuk melewatkan senyawa spesifik. Pengukuran permeabilitas metanol memberikan informasi mengenai mekanisme transport dan pengaruh dari struktur PEM. Difusi metanol disebabkan oleh gradien konsentrasi PEM. Pengukuran permeabilitas metanol dilakukan secara kualitatif dari membran PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10%. Setelah 1 jam pengujian tidak terlihat adanya adanya resapan metanol dari membran-membran tersebut.
Hasil pengukuran nilai konduktivitas
(σ) yang diperoleh PS, PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511; 3.0919; dan 3.8949) × 10-6 S/cm (Lampiran 5). Nilai konduktivitas yang diperoleh ini 105 lebih kecil dari nilai
(2) (1)
6
konduktivitas nafion. Direct Methanol Fuel Cell merupakan salah satu jenis Fuel cell yang dapat menghasilkan energi listrik, air dan panas, dengan cara mengoksidasi bahan bakar secara elekrokimia (Smith et al 2001). Prinsip kerja fuel cell merupakan kebalikan dari elektrolisis, hidrogen direaksikan dengan oksigen dan menghantarkan listrik (Larminie 2000). Komponen dasar sel bahan bakar DMFC (Gambar 8) terdiri dari dua buah elektroda (katoda dan anoda) yang dipisahkan oleh sebuah membran. Katoda langsung bertindak sebagai katalis (elektrokatalis) yang mempercepat terjadinya reaksi perubahan metanol di anoda.
Gambar 8 Skema dari DMFC.
Berdasarkan adanya peningkatan nilai konduktivitas membran PSS 10% sebesar 341× dari membran PS, maka membran yang diperoleh relatif baik apabila dijadikan sebagai bahan perangkat Direct Methanol Fuel Cell. Konduktivitas proton yang tinggi diharapkan dapat memindahkan proton secara maksimal dan memungkinkan perpindahannya dari anoda ke katoda agar dapat mempertinggi kinerjanya (Agoumba 2004). Dengan adanya konduktivitas proton tersebut, membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat dijadikan sebagai bahan perangkat pada DMFC (Gambar 9) dan menghasilkan nilai voltase secara berturut-turut adalah 9.0; 13.5; dan 14.0 volt pada arus 1 ampere.
Gambar 9 Direct Methanol Fuel Cell menggunakan bahan perangkat membran PSS 10%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Polistirena tersulfonasi (PSS) telah berhasil disintesis dari limbah styrofoam. Hal ini dibuktikan dengan analisis FTIR, yaitu adanya gugus sulfonat (-SO3) pada bilangan
gelombang 1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1 serta adanya serapan hidroksil pada bilangan gelombang 3435.02 cm-1. Nilai Derajat Sulfonasi membran polistirena tersulfonasi 10% adalah 48.15% dengan bobot molekul relatif sebesar 91693,42 g mol-1. Membran PSS ini dapat digunakan sebagai bahan perangkat Direct Methanol Fuel Cell dan digolongkan membran non pori dengan ketebalan membran 5.5-7.5 mm.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sintesis Proton Exchange Membrane (PEM) polistirena tersulfonasi dalam penentuan kondisi suhu terbaik reaksi sehingga menghasilkan nilai konduktivitas membran yang tinggi. Selain itu perlu adanya pengukuran secara kuantitatif mengenai permeabilitas metanol, analisis termal menggunakan DSC dan TGA, dan derajat kristalinitas membran menggunakan XRD.
DAFTAR PUSTAKA
Albert Giulio et al. 2003. Preparation of Nano-Structured Polymeric Proton Conducting Membranes for Use in
Fuel cells. Annals of the New York
Academy of Sciences 984: 208-225.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam). Vol 9 no 5. ISSN 1829-9334.
Byungchan Bae. 2005. Nafion®-graft-polystyrene sulfonic acid membranes
for Direct Methanol Fuel Cells. J:
Membrane Science. 276(1-2): 51-58.
Cho et al. 2005. Surface modified Nafion®
membrane by ion beam bombardment for fuel cell applications. J: Power Sources. 155(2): 286-290.
Universitas Diponegoro, Teknik Kimia.
Hendrana Sunit, Pujiastuti Sri, Sudirman, Rahayu Imam, dan Rustam H. Yandhitra. 2007. Pengaruh Suhu dan Tekanan Proses Pembuatan Terhadap Konduktivitas Ionik Membran PEMFC Berbasis Polistirena Tersulfonasi. J: Indonesian Journal of Materials Science. Vol 8 No 3 hal 187-191.
Larminie J dan Dicks A. 2000. Fuel cell Systems Explained. John Wiley and Sons.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Dordrecht:
Kluwer.
Parra et al. 2004. Synthesis, Testing, and Characterization of a Novel Nafion Membrane with Superior Performance in Photoassisted
Immobilized Fenton Catalysis. J: American Chemical Society 20: 5621 -5629.
Peixiang Xing et al. 2004. Synthesis and characterization of sulfonated poly(ether ether ketone) for Proton
Exchange Membranes. J: Membrane
Science 229: 95-106.
Smith JM, Van Ness HC, Abbott MM. 2001.
Chemical Engineering Thermodynamics 6 th. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Sopiana dan Wan RamLi Wan Daud. 2005. Challenges and future developments
in Proton Exchange Membrane fuel
cells. renewable energi 31(5): 719-727.
8
Polistirena
(Styrofoam)
Membran PSS
Membran PS
Pengukuran
bobot
Uji Kinerja
Uji
Karakterisasi
Aplikasi
SEM
FTIR
Derajat Sulfonasi
Permeabilitas
metanol
Lampiran 2 Data hasil penentuan bobot molekul Polistirena tersulfonasi
Sampel [PSS] (%b/v)
Waktu alir, t (detik)
η
Ulangan
rerata
1 2 3 Relatif Spesifik Reduktif
1 0 32.67 32.77 32.07 32.5033
2 1.015 52.76 52.87 52.98 52.8700 1.6266 0.6266 0.6173
3 1.539 65.6 65.87 66.03 65.8333 2.0254 1.0254 0.6663
4 2.12 84.11 84.83 84.78 84.5733 2.6020 1.6020 0.7557
5 2.527 100.11 100.37 100.67 100.3833 3.0884 2.0884 0.8264
6 3.061 125.87 126.45 126.32 126.2133 3.8831 2.8831 0.9419
Contoh perhitungan: Sampel 6
η relatif =
= .
.
η relatif = 3.8831
η spesifik = η relatif – 1 = 3.8831 – 1
η spesifik = 2.8831
η reduktif = η
[ SS]
= .
.
η reduktif = 0.9419 Keterangan: t pelarut = t sampel 1
Hubungan [PSS] terhadap viskositas reduktif
Penentuan bobot molekul
Persamaan garis: y = 0.1588x + 0.4356
ηred = k intrinsik . C + [η]
Viskositan intrinsik PSS = [η] = 0.4356
[η] = k (Mv)a
0.4356 = 11 × 10-5 × (Mv)a
log Mv = (log 0.4356 - log 11 × 10-5)/ 0.725
= 4.9623
Mv = 91693.42 g mol-1 y = 0,1588x + 0,4356
R² = 0,9789
0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0.8000 0.9000 1.0000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
η
re
d
ukt
if
10
Lampiran 3 Penentuan Derajat Sulfonasi (DS)
Larutan Bobot membran (g)
Volume NaOH 1 N (mL)
Volume HCl (mL) Derajat Sulfonasi, DS (%) Awal Akhir Terpakai
Blangko - 10 0.00 11.00 11.00 -
PSS 3% 0.1037 10 27.70 38.20 10.50 35.09 PSS 5% 0.1033 10 17.30 27.70 10.40 42.26 PSS 10% 0.1058 10 7.00 17.30 10.30 48.15
Contoh pehitungan: PSS 10%
VHCl terpakai = Vakhir – Vawal
= 11.00 mL – 0.00 mL
VHCl terpakai = 11.00 mL
VNaOH × NNaOH = VHCl × NHCl
10 mL× 1 N = 11 mL× NHCl
NHCl = 0.9090 N
DS = (V w −V )× HCl ×BES × 100%
=
( . − . ) L × . �L × . �
. ×
L
L × 100%
Lampiran 4 Hasil pengukuran
water uptake
.
Membran Ulangan Bobot membran (g) Water uptake (%)
Sebelum Setelah Xi ��
PS
1 0.0519 0.0522 0.57
0.52 2 0.0404 0.0408 0.99
3 0.0524 0.0524 0.00
PSS 3%
1 0.0178 0.0194 8.98
5.72 2 0.0116 0.0122 5.17
3 0.0165 0.0170 3.03
PSS 5%
1 0.0171 0.0171 0.00
0.05 2 0.0170 0.0170 0.00
3 0.0197 0.0200 0.15
PSS 10%
1 0.0231 0.0251 8.65
4.29 2 0.0204 0.0210 2.94
3 0.0233 0.0236 1.28 Keterangan: Xi = nilai water uptake ulangan ke-
�� = nilai water uptake rerata
Contoh perhitungan:
• Membran PSS 3% ulangan 1
%water uptake = −
bobot membran sebelum × 100%
= . − .
. × 100%
12
Lampiran 5 Konduktivitas membran
Membran Konduktans, G (µs)
Tebal membran, d (cm)
Luas elektroda, A (cm2)
Konduktivitas, σ (S/cm) PS 0.51321 0.10 4.48 0.0114 × 10-6 PSS 3% 12.635 0.55 4.48 1.5511 × 10-6 PSS 5% 18.469 0.75 4.48 3.0919 × 10-6 PSS 10% 26.845 0.65 4.48 3.8949 × 10-6
Contoh perhitungan:
• Membran PSS 3%
σ = G �
�
= 12.635 µs . .
Proton Polistirena Tersulfonasi sebagai Bahan Perangkat
Direct Methanol Fuel
Cell.
Dibimbing oleh
SRI MULIJANI
dan
ARMI WULANAWATI.
Polistirena (PS) tersulfonasi dapat digunakan sebagai membran penukar
proton (PEM). Karakterisasi dan kinerja PEM dilakukan terhadap polistirena
tersulfonasi (PSS) menggunakan spektrofotometer
fourier transform infrared
,
mikroskopi elektron payaran, dan parameter derajat sulfonasi (DS). Keberhasilan
proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai DS membran PSS 3%, 5%, dan 10%
secara berturut-turut adalah 35.09%; 42.26%; dan 48.15%. Pada spektrum
inframerah terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS 10% dengan
adanya gugus sulfonat (-SO
3) pada bilangan gelombang 1029.39 dan 1178.03 cm
-1. Morfologi permukaan membran PSS dikategorikan non-pori. Uji permeabilitas
metanol secara kualitatif menunjukkan bahwa membran PSS 3%, 5%, dan 10%
tidak ada resapan.
Hasil pengukuran nilai konduktivitas (σ) yang diperoleh PS,
PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511;
3.0919; dan 3.8949) × 10
-6S/cm. Sehingga membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat
dijadikan sebagai bahan perangkat pada
direct methanol fuel cell
.
Kata Kunci: polistirena tersulfonasi, membran penukar proton (PEM),
Direct
Methanol Fuel Cell
(DMFC)
ABSTRACT
HANY FITRI SUSIYANTI.
Synthesis and Characterization of Proton Exhange
Membrane on Sulfonated Polystyrene for Direct Methanol Fuel Cell. Supervised
by
SRI MULIJANI
and
ARMI WULANAWATI.
Sulfonated polystyrene can be used as proton exchange membrane (PEM).
Characterization and performance of PEM has been performed on sulfonated
polystyrene (PSS) using fourier transform infrared spectrophotometer, scanning
electrone microscope, and degree of sulfonation (DS) parameter. The success of
the process indicated by the DS of the membrane PSS 3%, 5%, and 10% were
35.09%; 42,26%; and 48.15%, respectively. The infrared spectrum shows that
sulfonation has been succesful in 10% PSS membranes as indicated by the
presence of sulfonate groups (-SO
3) at wavenumber 1029.39 and 1178.03 cm
-1.
PSS membrane surface morphology is categorized non-porouse. Methanol
permeability with qualitative test showed that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% have no infilt
ration. The results of measurements of the conductivity (σ)
obtained by PS, PSS 3%, PSS 5%, and PSS 10% were (0.0114; 1.5511; 3.0919;
and 3.8949) × 10
-6S/cm, respectively. So that the membrane PSS 3%, 5%, and
10% can be used as a device in direct methanol fuel cell.
1
PENDAHULUAN
Permintaan dan penawaran energi yang tidak seimbang disertai laju pertumbuhan penduduk yang tinggi menyebabkan tersedotnya cadangan energi terutama bahan bakar fosil yang merupakan sumber energi utama dunia. Salah satu teknologi pengadaan energi alternatif yang ramah lingkungan adalah fuel cell (sel bahan bakar) yang mengkonversi energi kimia dari bahan bakar dan oksidan menjadi energi listrik secara langsung. Teknologi fuel cell ini dipandang lebih efisien dan tidak menimbulkan polusi (Sopiana 2005; Lu 2005; Byungchan 2005; Albert 2003). Fuel cell yang menggunakan bahan bakar metanol dikenal sebagai Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
Pada umumnya PEM yang digunakan untuk DMFC yaitu politetrafluoroetilena (PTFE) dengan cabang gugus asam sulfonat (Nafion) (Parra 2004; Cho 2005). Hal ini dikarenakan nafion yang merupakan polimer tersulfonasi memiliki konduktivitas ionik yang tinggi (0.1 S/cm pada 25 °C) serta kestabilan mekanik, termal, dan kimia yang baik (Hendrana et al 2007). Selain itu, membran nafion tidak memiliki pori dengan penampang lintang isotropik dan ketebalan 50-500 µm. Karakterisasi PEM yang baik dalam penggunaan sel bahan bakar yaitu memiliki konduktivitas proton yang tinggi, pemisah untuk bahan bakar dan oksigen, rendah tingkat pemindahan bahan bakarnya, tinggi kekuatan mekaniknnya, suhunya stabil, resistensinya tinggi terhadap oksidasi, reduksi dan hidrolisis (Dhuhita dan Kusuma 2010).
Peixiang (2008) menggunakan poli (eter eter keton), PEEK tersulfonasi sebagai alternatif membran penukar proton. Konduktivitas ionik yang diperoleh adalah 0.1 S/cm pada 90 °C. PEEK ini merupakan polimer termoplastik yang memiliki ketahanan kimia yang sangat baik, termo-oksidatif dengan stabilitas yang tinggi, dan sifat mekanik yang baik.
Styrofoam merupakan polistirena (PS) yang tergolong polimer termoplastik. Styrofoam adalah limbah yang tidak dapat diuraikan oleh alam sehingga berakibat buruk bagi kesehatan (BPOM 2008). Polistirena dapat disulfonasi untuk meningkatkan konduktivitas proton dengan menangkap gugus sulfonat sehingga dapat digunakan sebagai PEM. Dengan demikian, pada penelitian ini akan dilakukan sintesis polistirena dari styrofoam yang termasuk
limbah berbahaya menjadi polistirena tersulfonasi (PSS) sebagai PEM pada DMFC. Selanjutnya dilakukan karakterisasi meliputi: penentuan bobot molekul, pengujian struktur menggunakan spektrofotometer FTIR, pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM), pengukuran permeabilitas metanol, dan pengukuran konduktivitas proton. Manfaat dari penelitian ini adalah dapat mengurangi limbah stryrofoam yang tidak dapat diuraikan oleh alam dan memberikan alternatif sumber energi yang ramah lingkungan.
BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah pengaduk mekanik, labu leher 3, spektrofotometer Fourier transform infrared (FTIR) Bruker Tensor 27, Scanning Electrone Microscope (SEM) JEOL JSM-836OLA dan impedansi spektroskopi LCR-meter (HIOKI 3532-50). Bahan yang digunakan adalah styrofoam, asam sulfat berasap 65% SO3 (oleum),
metanol, kloroform, diklorometana, gas nitrogen, dan air deionisasi.
Metode Penelitian
Pembuatan membran penukar proton (PEM) menggunakan polistirena tersulfonasi. Polistirena tersulfonasi ini diperoleh dari hasil sintesis gabus polistirena. Membran yang diperoleh, dikarakterisasi dengan 6 pengujian (Lampiran 1), yaitu: penentuan bobot molekul, pengujian struktur menggunakan spektrofotometri FTIR, pencirian morfologi dengan mikroskopi elektron payaran (SEM), pengukuran permeabilitas metanol, dan pengukuran konduktivitas proton.
Sintesis Polistirena Tersulfonasi (PSS) (Peixiang et al 2004)
Styrofoam dilarutkan ke dalam kloroform sehingga diperoleh larutan PS dengan konsentrasi 3%, 5%, dan 10%. Larutan oleum diteteskan secara bertahap ke dalam labu leher 3 dan gas SO3 yang
Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam diklorometana kemudian diaduk hingga homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot molekul PSS dihitung menggunakan viskometer untuk mengukur waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform hingga diperoleh konsentrasi 1.015%; 1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%. Pengukuran viskositas menggunakan viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu konstan menggunakan penangas air) dengan cara menghitung waktu alir kloroform sebagai pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada berbagai konsentrasi. Viskositas relatif ditentukan dengan membandingkan waktu alir PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t0).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu. Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan 0.725.
Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan dengan metode titrasi. Sampel membran sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10% dilakukan menggunakan FTIR dengan resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS
dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit sehingga membran menjadi beku. Membran beku kemudian dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke dalam chamber. Selanjutnya dilakukan pemotretan membran terhadap permukaan dan penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%, 5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber (chamber A dan chamber B). Sebanyak 50 mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1 jam untuk mengetahui permeabilitas metanol dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang dari membran PSS diukur menggunakan impedansi spektroskopi. Membran dengan ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm dijepit diantara 2 stell elektroda karbon. Kemudian nilai konduktans membran terbaca. Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian dihubungkan dengan alat voltmeter untuk mengetahui nilai voltase pada masing-masing membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi
Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan dengan mengalirkan oleum pada larutan polistirena menggunakan gas nitrogen sebagai gas pembawa. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan polistirena merupakan polistirena yang dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan gugus ~SO3 pada molekul organik melalui
2
Sintesis Membran (Peixiang et al 2004)
Bubuk PSS kering dilarutkan dalam diklorometana kemudian diaduk hingga homogen. Larutan dituangkan ke dalam piring kaca, kemudian dikeringkan pada kondisi ambien selama 1 hari.
Pengukuran Bobot Molekul
Bobot molekul PSS dihitung menggunakan viskometer untuk mengukur waktu alir. PSS dilarutkan dalam kloroform hingga diperoleh konsentrasi 1.015%; 1.539%; 2.120%; 2.527%; dan 3.061%. Pengukuran viskositas menggunakan viskometer Ostwald pada suhu 30 °C (suhu konstan menggunakan penangas air) dengan cara menghitung waktu alir kloroform sebagai pelarutnya dan waktu alir larutan PSS pada berbagai konsentrasi. Viskositas relatif ditentukan dengan membandingkan waktu alir PSS dengan waktu alir larutan pelarut (t/t0).
Viskositas intrinsik ditentukan dengan cara memplotkan viskositas spesifik/konsentrasi PSS sebagai sumbu Y dan konsentrasi PSS sebagai sumbu X.
Bobot molekul (Mv) ditentukan berdasarkan persamaan Mark-Houwink:
[η] = k (Mv)a
k dan a merupakan tetapan yang bergantung pada pelarut, polimer, dan suhu. Nilai k dan a secara berturut turut 11×10-5 dan 0.725.
Penentuan Derajat Sulfonasi
Derajat Sulfonasi (DS) ditentukan dengan metode titrasi. Sampel membran sekitar 0.1 gram direndam dalam larutan NaOH 1 N selama 3 hari. Selanjutnya dititrasi dengan larutan HCl.
Pengujian Struktur
Pengujian struktur PS dan PSS 10% dilakukan menggunakan FTIR dengan resolusi 4 dan payar 32. Pengujian ini dilakukan untuk melihat gugus fungsi dari membran PS dan PSS.
Analisis Morfologi Membran (SEM)
Analisis morfologi membran dilakukan pada PS dan PSS 10%. Membran PS dan PSS
dibekukan dengan nitrogen cair selama 10 menit sehingga membran menjadi beku. Membran beku kemudian dipatahkan dan ditempelkan pada cell holder. Membran dilapisi dengan emas lalu dimasukkan ke dalam chamber. Selanjutnya dilakukan pemotretan membran terhadap permukaan dan penampang lintang membran.
Pengukuran Permeabilitas Metanol
Pengukuran permeabilitas metanol dilakukan secara kualitatif. Membran PSS 3%, 5%, dan 10% dijepit diantara 2 chamber (chamber A dan chamber B). Sebanyak 50 mL larutan metanol 3 M dimasukkan kedalam chamber A. Pengukuran dilakukan selama 1 jam untuk mengetahui permeabilitas metanol dari membran tersebut.
Pengukuran Konduktivitas Proton
Konduktivitas proton yang melintang dari membran PSS diukur menggunakan impedansi spektroskopi. Membran dengan ukuran panjang 5,6 cm dan lebar 0,8 cm dijepit diantara 2 stell elektroda karbon. Kemudian nilai konduktans membran terbaca. Membran PSS yang diperoleh diaplikasikan sebagai Direct Methanol Fuel Cell, kemudian dihubungkan dengan alat voltmeter untuk mengetahui nilai voltase pada masing-masing membran.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Polistirena Tersulfonasi
Sintesis polistirena tersulfonasi dilakukan dengan mengalirkan oleum pada larutan polistirena menggunakan gas nitrogen sebagai gas pembawa. Polistirena tahan terhadap asam, basa, dan zat pengarat lainnya, tetapi mudah larut dalam hidrokarbon aromatik dan berklor (Cowd 1991). Larutan polistirena merupakan polistirena yang dilarutkan dalam kloroform. Reaksi sulfonasi merupakan suatu reaksi substitusi yang bertujuan untuk mensubstitusi atom H dengan gugus ~SO3 pada molekul organik melalui
Gambar 1 Reaksi sulfonasi polistirena pada posisi para.
Polistirena yang digunakan berasal dari gabus styrofoam. Menurut BPOM (2008) Styrofoam atau gabus polistirena mengandung 90-95% polistirena dan 5-10% gas seperti n-butana dan n-pentana. Polistirena merupakan polimer termoplastik yang aromatik, dapat meleleh jika dipanaskan dan kembali menjadi padatan jika didinginkan (Steven 2007). Polistirena tersulfonasi akan memberi kekuatan antifouling dan suasana hidrodinamis pada membran yang merupakan mekanisme yang sangat penting dalam perpindahan proton. Pada umumnya polistirena tersulfonasi (PSS) memiliki gugus ~SO3 pada posisi para dan ikatan silang yang
berguna untuk penukar ion dan membran penukar proton serta bersifat higroskopis (Gambar 2).
Gambar 2 Ikatan silang pada polistirena tersulfonasi posisi para.
Proses sulfonasi mengubah warna larutan awal yang tidak berwarna menjadi kuning bening (Gambar 3). Warna kuning ini secara fisik menunjukkan adanya gugus sulfonat pada larutan.
(a) (b)
Gambar 3 Perbedaan warna larutan (a) sebelum dan (b) setelah sulfonasi.
Hasil sulfonasi yang telah diperoleh ini, dikeringudarakan selama 1 hari untuk menghilangkan kloroform sebagai pelarutnya. Selanjutnya, padatan PSS dilarutkan dalam 10 mL diklorometana agar menjadi pasta. Pasta PSS ini segera dicetak pada plat kaca dengan ketebalan 30-100 µm (Gambar 4). Ketebalan membran yang dihasilkan akan mempengaruhi nilai konduktivitas membran.
Gambar 4 Membran PSS 10%.
4
relatifnya. Bobot molekul relatif (Mv) PSS ditentukan dengan mengukur waktu alir menghasilkan Mv sebesar 9.1 × 104 g mol-1 (Lampiran 2). Pelarut kloroform digunakan pada pengukuran bobot molekul PSS karena bersifat non polar dan tidak higroskopis sehingga mudah melarutkan PSS dan tidak mengubah konsentrasi larutan.
Keberhasilan proses sulfonasi ditunjukkan oleh nilai Derajat Sulfonasi. Derajat Sulfonasi adalah jumlah rerata atom H pada benzena yang diubah menjadi gugus sulfonat. Derajat Sulfonasi membran PSS 3%, 5%, dan 10% secara berturut-turut adalah 35.09%, 42.26%, dan 48.15% (Lampiran 3). Semakin meningkat Derajat Sulfonasi, maka semakin besar transport proton dalam membran.
Pengujian water uptake dilakukan untuk mengetahui jumlah air yang diserap oleh membran karena air pada permukaan membran merupakan media transport proton. Nilai water uptake pada membran PS, PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah 0.52; 5.72; 0.05; dan 4 .29% (Lampiran 4). Nilai water uptake ini menunjukkan kemampuan membran dalam transport proton. Semakin kecil nilai water
uptake, maka semakin kecil nilai
konduktivitas proton.
Karakterisasi PEM
Struktur membran elektrolit dapat dianalisis secara kualitatif menggunakan spektroskopi FTIR (Fourier Transform Infra Red). Spektrum FTIR diukur pada daerah bilangan gelombang 400-4000 cm-1. Serapan khas membran polistirena ditunjukkan dengan
bilangan gelombang 3081.97; 3060.16; 3025.24; 2924.19 cm-1 yang menunjukkan adanya ikatan C-H pada cincin aromatik. Selain itu juga terdapat regang C=C aromatik pada bilangan gelombang 1601.30 cm-1. Hasil analisis FTIR membran polistirena tersulfonasi (PSS) berbeda dengan membran polistirena (PS). Gambar 5 menunjukkan perbedaan hasil uji FTIR membran PS dan PSS.
Pada spektrum FTIR terlihat bahwa sulfonasi telah terjadi pada membran PSS yang ditunjukkan dengan adanya gugus sulfonat (-SO3) pada bilangan gelombang
1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1. Bilangan gelombang 1029.39 cm-1 merupakan vibrasi regang –SO3 simetrik dan 1178.03 cm-1
merupakan vibrasi regang S=O. Adanya gugus sulfonat diperkuat dengan adanya serapan hidroksil pada bilangan gelombang 3435.02 cm-1.
Reaksi sulfonasi yang terjadi dipengaruhi oleh substituen alkil yang terdapat pada cincin aromatik. Substituen alkil ini merupakan salah satu gugus penyumbang elektron sehingga dapat meningkatkan rapatan elektron pada cincin. Oleh karena itu, reaksi sulfonasi dapat terjadi pada posisi orto dan para. Gugus sulfonat yang terikat pada benzena tersubstitusi 1.4 (posisi para) dilihat dari bilangan gelombang 838.66 cm-1, sedangkan posisi orto ditunjukkan oleh bilangan gelombang 757.70 cm-1. Puncak serapan posisi orto lebih besar dari pada posisi para, sehingga gugus -SO3 lebih cenderung
terikat pada posisi orto.
Gambar 5 Hasil FTIR uji membran polistirena (
–
) dan polistirena tersulfonasi 10% (–).S=O
-SO
3-OH
o-SO
3Analisis morfologi membran dilakukan dengan menggunakan peralatan Scanning Electron Microscopy (SEM).
SEM digunakan untuk menentukan ukuran pori-pori di permukaan membran dan penampang lintang membran polistirena (PS) dan polistirena tersulfonasi (PSS). Analisis SEM menunjukkan pori pada permukaan membran sangat rapat, sehingga ukuran pori tidak dapat ditentukan. Gambar 6 menunjukkan hasil uji SEM pada permukaan membran PS dan PSS.
(a)
(b)
Gambar 6 Hasil uji SEM pada permukaan membran (a) PS dan (b) PSS 10% dengan perbesaran 20000× .
Mulder (1996) mengatakan bahwa membran dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis berdasarkan struktur dan prinsip pemisahannya, yaitu membran berpori, non pori, dan pembawa (carier). Berdasarkan penampang lintang PS yang tidak berpori, membran PS dikategorikan membran non pori. Sementara itu, penampang lintang PSS tampak adanya lapisan berpori pada bagian sublayer membran, sedangkan pada bagian toplayer membran cenderung tidak berpori. Dengan demikian membran PSS dikategorikan pula membran non pori (Gambar 7). Hal ini membuktikan membran
PSS cukup baik untuk diaplikasikan sebagai Direct Methanol Fuel Cell (DMFC).
(a)
(b)
Gambar 7 Hasil uji SEM pada penampang lintang membran (a) PS dan (b) PSS dengan perbesaran 20000×. Ket: 1 (toplayer); 2 (sublayer)
Uji Kinerja PEM
Kriteria utama untuk memilih Proton
Exchange Membrane pada DMFC adalah
konduktivitas protonnya tinggi sedangkan permeabilitas metanolnya rendah. Permeabilitas adalah kemampuan membran untuk melewatkan senyawa spesifik. Pengukuran permeabilitas metanol memberikan informasi mengenai mekanisme transport dan pengaruh dari struktur PEM. Difusi metanol disebabkan oleh gradien konsentrasi PEM. Pengukuran permeabilitas metanol dilakukan secara kualitatif dari membran PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10%. Setelah 1 jam pengujian tidak terlihat adanya adanya resapan metanol dari membran-membran tersebut.
Hasil pengukuran nilai konduktivitas
(σ) yang diperoleh PS, PSS 3%, PSS 5%, dan PSS 10% secara berturut-turut adalah (0.0114 ; 1.5511; 3.0919; dan 3.8949) × 10-6 S/cm (Lampiran 5). Nilai konduktivitas yang diperoleh ini 105 lebih kecil dari nilai
(2) (1)
6
konduktivitas nafion. Direct Methanol Fuel Cell merupakan salah satu jenis Fuel cell yang dapat menghasilkan energi listrik, air dan panas, dengan cara mengoksidasi bahan bakar secara elekrokimia (Smith et al 2001). Prinsip kerja fuel cell merupakan kebalikan dari elektrolisis, hidrogen direaksikan dengan oksigen dan menghantarkan listrik (Larminie 2000). Komponen dasar sel bahan bakar DMFC (Gambar 8) terdiri dari dua buah elektroda (katoda dan anoda) yang dipisahkan oleh sebuah membran. Katoda langsung bertindak sebagai katalis (elektrokatalis) yang mempercepat terjadinya reaksi perubahan metanol di anoda.
Gambar 8 Skema dari DMFC.
Berdasarkan adanya peningkatan nilai konduktivitas membran PSS 10% sebesar 341× dari membran PS, maka membran yang diperoleh relatif baik apabila dijadikan sebagai bahan perangkat Direct Methanol Fuel Cell. Konduktivitas proton yang tinggi diharapkan dapat memindahkan proton secara maksimal dan memungkinkan perpindahannya dari anoda ke katoda agar dapat mempertinggi kinerjanya (Agoumba 2004). Dengan adanya konduktivitas proton tersebut, membran PSS 3%, 5%, dan 10% dapat dijadikan sebagai bahan perangkat pada DMFC (Gambar 9) dan menghasilkan nilai voltase secara berturut-turut adalah 9.0; 13.5; dan 14.0 volt pada arus 1 ampere.
Gambar 9 Direct Methanol Fuel Cell menggunakan bahan perangkat membran PSS 10%.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Polistirena tersulfonasi (PSS) telah berhasil disintesis dari limbah styrofoam. Hal ini dibuktikan dengan analisis FTIR, yaitu adanya gugus sulfonat (-SO3) pada bilangan
gelombang 1029.39 cm-1 dan 1178.03 cm-1 serta adanya serapan hidroksil pada bilangan gelombang 3435.02 cm-1. Nilai Derajat Sulfonasi membran polistirena tersulfonasi 10% adalah 48.15% dengan bobot molekul relatif sebesar 91693,42 g mol-1. Membran PSS ini dapat digunakan sebagai bahan perangkat Direct Methanol Fuel Cell dan digolongkan membran non pori dengan ketebalan membran 5.5-7.5 mm.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut sintesis Proton Exchange Membrane (PEM) polistirena tersulfonasi dalam penentuan kondisi suhu terbaik reaksi sehingga menghasilkan nilai konduktivitas membran yang tinggi. Selain itu perlu adanya pengukuran secara kuantitatif mengenai permeabilitas metanol, analisis termal menggunakan DSC dan TGA, dan derajat kristalinitas membran menggunakan XRD.
DAFTAR PUSTAKA
Albert Giulio et al. 2003. Preparation of Nano-Structured Polymeric Proton Conducting Membranes for Use in
Fuel cells. Annals of the New York
Academy of Sciences 984: 208-225.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2008. Kemasan Polistirena Foam (Styrofoam). Vol 9 no 5. ISSN 1829-9334.
Byungchan Bae. 2005. Nafion®-graft-polystyrene sulfonic acid membranes
for Direct Methanol Fuel Cells. J:
Membrane Science. 276(1-2): 51-58.
Cho et al. 2005. Surface modified Nafion®
membrane by ion beam bombardment for fuel cell applications. J: Power Sources. 155(2): 286-290.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT
DIRECT METHANOL FUEL CELL
HANY FITRI SUSIYANTI
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
SINTESIS DAN KARAKTERISASI MEMBRAN PENUKAR PROTON
POLISTIRENA TERSULFONASI SEBAGAI
BAHAN PERANGKAT
DIRECT METHANOL FUEL CELL
HANY FITRI SUSIYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains pada
Departemen Kimia
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Universitas Diponegoro, Teknik Kimia.
Hendrana Sunit, Pujiastuti Sri, Sudirman, Rahayu Imam, dan Rustam H. Yandhitra. 2007. Pengaruh Suhu dan Tekanan Proses Pembuatan Terhadap Konduktivitas Ionik Membran PEMFC Berbasis Polistirena Tersulfonasi. J: Indonesian Journal of Materials Science. Vol 8 No 3 hal 187-191.
Larminie J dan Dicks A. 2000. Fuel cell Systems Explained. John Wiley and Sons.
Mulder M. 1996. Basic Principles of
Membrane Technology. Dordrecht:
Kluwer.
Parra et al. 2004. Synthesis, Testing, and Characterization of a Novel Nafion Membrane with Superior Performance in Photoassisted
Immobilized Fenton Catalysis. J: American Chemical Society 20: 5621 -5629.
Peixiang Xing et al. 2004. Synthesis and characterization of sulfonated poly(ether ether ketone) for Proton
Exchange Membranes. J: Membrane
Science 229: 95-106.
Smith JM, Van Ness HC, Abbott MM. 2001.
Chemical Engineering Thermodynamics 6 th. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Sopiana dan Wan RamLi Wan Daud. 2005. Challenges and future developments
in Proton Exchange Membrane fuel
cells. renewable energi 31(5): 719-727.
8
Polistirena
(Styrofoam)
Membran PSS
Membran PS
Pengukuran
bobot
Uji Kinerja
Uji
Karakterisasi
Aplikasi
SEM
FTIR
Derajat Sulfonasi
Permeabilitas
metanol
Lampiran 2 Data hasil penentuan bobot molekul Polistirena tersulfonasi
Sampel [PSS] (%b/v)
Waktu alir, t (detik)
η
Ulangan
rerata
1 2 3 Relatif Spesifik Reduktif
1 0 32.67 32.77 32.07 32.5033
2 1.015 52.76 52.87 52.98 52.8700 1.6266 0.6266 0.6173
3 1.539 65.6 65.87 66.03 65.8333 2.0254 1.0254 0.6663
4 2.12 84.11 84.83 84.78 84.5733 2.6020 1.6020 0.7557
5 2.527 100.11 100.37 100.67 100.3833 3.0884 2.0884 0.8264
6 3.061 125.87 126.45 126.32 126.2133 3.8831 2.8831 0.9419
Contoh perhitungan: Sampel 6
η relatif =
= .
.
η relatif = 3.8831
η spesifik = η relatif – 1 = 3.8831 – 1
η spesifik = 2.8831
η reduktif = η
[ SS]
= .
.
η reduktif = 0.9419 Keterangan: t pelarut = t sampel 1
Hubungan [PSS] terhadap viskositas reduktif
Penentuan bobot molekul
Persamaan garis: y = 0.1588x + 0.4356
ηred = k intrinsik . C + [η]
Viskositan intrinsik PSS = [η] = 0.4356
[η] = k (Mv)a
0.4356 = 11 × 10-5 × (Mv)a
log Mv = (log 0.4356 - log 11 × 10-5)/ 0.725
= 4.9623
Mv = 91693.42 g mol-1 y = 0,1588x + 0,4356
R² = 0,9789
0.0000 0.1000 0.2000 0.3000 0.4000 0.5000 0.6000 0.7000 0.8000 0.9000 1.0000
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
η
re
d
ukt
if
10
Lampiran 3 Penentuan Derajat Sulfonasi (DS)
Larutan Bobot membran (g)
Volume NaOH 1 N (mL)
Volume HCl (mL) Derajat Sulfonasi, DS (%) Awal Akhir Terpakai
Blangko - 10 0.00 11.00 11.00 -
PSS 3% 0.1037 10 27.70 38.20 10.50 35.09 PSS 5% 0.1033 10 17.30 27.70 10.40 42.26 PSS 10% 0.1058 10 7.00 17.30 10.30 48.15
Contoh pehitungan: PSS 10%
VHCl terpakai = Vakhir – Vawal
= 11.00 mL – 0.00 mL
VHCl terpakai = 11.00 mL
VNaOH × NNaOH = VHCl × NHCl
10 mL× 1 N = 11 mL× NHCl
NHCl = 0.9090 N
DS = (V w −V )× HCl ×BES × 100%
=
( . − . ) L × . �L × . �
. ×
L
L × 100%
Lampiran 4 Hasil pengukuran
water uptake
.
Membran Ulangan Bobot membran (g) Water uptake (%)
Sebelum Setelah Xi ��
PS
1 0.0519 0.0522 0.57
0.52 2 0.0404 0.0408 0.99
3 0.0524 0.0524 0.00
PSS 3%
1 0.0178 0.0194 8.98
5.72 2 0.0116 0.0122 5.17
3 0.0165 0.0170 3.03
PSS 5%
1 0.0171 0.0171 0.00
0.05 2 0.0170 0.0170 0.00
3 0.0197 0.0200 0.15
PSS 10%
1 0.0231 0.0251 8.65
4.29 2 0.0204 0.0210 2.94
3 0.0233 0.0236 1.28 Keterangan: Xi = nilai water uptake ulangan ke-
�� = nilai water uptake rerata
Contoh perhitungan:
• Membran PSS 3% ulangan 1
%water uptake = −
bobot membran sebelum × 100%
= . − .
. × 100%
12
Lampiran 5 Konduktivitas membran
Membran Konduktans, G (µs)
Tebal membran, d (cm)
Luas elektroda, A (cm2)
Konduktivitas, σ (S/cm) PS 0.51321 0.10 4.48 0.0114 × 10-6 PSS 3% 12.635 0.55 4.48 1.5511 × 10-6 PSS 5% 18.469 0.75 4.48 3.0919 × 10-6 PSS 10% 26.845 0.65 4.48 3.8949 × 10-6
Contoh perhitungan:
• Membran PSS 3%
σ = G �
�
= 12.635 µs . .