• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakterisasi Gen Odorant Receptor (OR) Parsial Serangga Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas (Walker)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakterisasi Gen Odorant Receptor (OR) Parsial Serangga Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas (Walker)"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISASI GEN

ODORANT RECEPTOR

(

OR

) PARSIAL

SERANGGA PENGGEREK BATANG PADI KUNING

Scirpophaga incertulas

(Walker)

ESA AYU PRATAMA

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRAK

ESA AYU PRATAMA. Karakterisasi Gen Odorant Receptor (OR) Parsial Serangga Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas (Walker) Dibimbing oleh RIKA RAFFIUDIN dan I MADE SAMUDRA.

Penggerek batang padi kuning Scirpophaga incertulas (Walker) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan serangga penting yang mengakibatkan kerusakan pada tanaman padi. Secara alami ngengat S. incertulas betina mengeluarkan feromon seks yang ditangkap oleh pheromone binding protein (PBP) yang terdapat pada hemolimfa antena S. incertulas jantan dan dikirim ke protein

odorant receptor di membran dendrit sensila kemosensorik yang mendeteksi stimulus kimia. Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi gen Odorant Receptor (OR) yang memperantarai sistem informasi kimia pada perilaku kawin penggerek batang padi kuning S. incertulas. RNA diekstraksi dari antena ngengat jantan dan betina yang berasal dari Karawang dan pemeliharaan dilakukan di BB-Biogen. Amplifikasi cDNA dilakukan dengan standard PCR, touchdown PCR, dan touchdown-nested PCR. Karakterisasi parsial gen odorant receptor (OR) pada S. incertulas

jantan berhasil dilakukan dengan teknik touchdown-nested PCR. Sekuen parsial OR S. incertulas

yang berukuran 133 bp memiliki homologi dengan sekuen gen OROstrinia nubilalis (Lepidoptera: Crambidae) OnubOR7a (Nomor Aksesi Genbank AB597005.1). Bagian gen ORS. incertulas yang homolog menunjukkan bahwa gen tersebut merupakan kandidat gen OR yang berfungsi sebagai mediator sistem informasi kimia pada perilaku kawin penggerek batang padi kuning S. incertulas. Penelitian ini juga berhasil mengamplifikasi gen beta-aktin yang berukuran 681 bp baik dari ngengat jantan maupun betina sebagai verifikasi keberhasilan ekstraksi RNA.

Kata kunci: Crambidae, feromon, Scirpophaga incertulas, odorant receptor, touchdown-nested

PCR

ABSTRACT

ESA AYU PRATAMA. Characterization of Partial Odorant Receptor (OR) Gene of Yellow Rice Stem Borer Moth Scirpophaga incertulas (Walker). Supervised by RIKA RAFFIUDIN and I MADE SAMUDRA.

Yellow rice stem borer S. incertulas (Lepidoptera: Crambidae) is an important insect causes the damage of the rice crop. The females of S. incertulas naturally release sex pheromones and then captured by pheromone binding protein (PBP) in the haemolymph of male antennaes; subsequently sent to the odorant receptor proteins located on the olfactory sensory neuron dendrites on the antennae sensillae membrane which detect the chemical stimuli. The aim of this study was to characterize the odorant receptor (OR) gene that mediates the chemical information systems on the mating behavior of S. incertulas. RNA was extracted from male and female imago antennaes collected from Karawang and from rearing in Indonesian Centre for Agricultural Biotechnology and Genetic Resources Research and Development (BB-BIOGEN). The OR gene amplification from cDNA was performed by standard PCR, touchdown PCR and nested-touchdown PCR. The characterization of partial OR gene of S. incertulas male successfully performed by using touchdown-nested PCR. The OR partial gene sequence of S. incertulas

revealed 133 bp size was homolog to the OR gene sequence of Ostrinia nubilalis (Lepidoptera: Crambidae) OnubOR7a (GenBank Accession No. AB597005.1). The homologous part showed that 133 bp sequence of S. incertulas was a candidate of OR genes that mediated the chemical information systems on the mating behavior of yellow rice stem borer. This study also successfully amplified beta-actin gene sequence 681 bp size from both male and female insects as the verification to the success of RNA extraction.

(3)

KARAKTERISASI GEN

ODORANT RECEPTOR

(OR) PARSIAL

SERANGGA PENGGEREK BATANG PADI KUNING

Scirpophaga incertulas

(Walker)

ESA AYU PRATAMA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Biologi

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(4)

Judul : Karakterisasi Gen Odorant Receptor (OR) Parsial Serangga Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas (Walker)

Nama : Esa Ayu Pratama NIM : G34080011

Menyetujui

Pembimbing I

Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si. NIP. 19670617 199203 2 001

Pembimbing II

Dr. Ir. I Made Samudra, M.Sc. NIP. 19601220 198903 1 001

Mengetahui, Ketua Departemen Biologi

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, M.S. NIP. 19641002 198903 1 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang berjudul “Karakterisasi Gen Odorant Receptor (OR) Parsial Serangga Penggerek Batang Padi Kuning Scirpophaga incertulas

(Walker)”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si dan Dr. Ir. I Made Samudra, M.Sc. selaku pembimbing atas bimbingan, nasihat, waktu, dan sarana yang telah diberikan. Terima kasih kepada Hibah Penelitian I-MHERE tahun 2012 atas nama Dr. Ir. Rika Raffiudin, M.Si yang telah memberikan dana penelitian. Terima kasih juga saya sampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Aris Tri Wahyudi, M.Si selaku penguji yang telah memberikan saran sehingga tulisan ini menjadi lebih baik. Terima kasih kepada seluruh staf Bagian Fungsi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor terutama Ibu Tini, Ibu Ani, dan Bapak Adi atas bantuan dan sarana dalam pelaksanaan penelitian ini. Terima kasih kepada Bapak Jusuf dan Bapak Suwito yang sangat membantu pada saat koleksi sampel dan pemeliharaan S. incertulas di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-Biogen), Bogor. Terima kasih kepada Bapak Wawan dari Departemen Proteksi Tanaman yang telah membantu saat koleksi sampel di Karawang. Terima kasih kepada Ibu Dr. Utut Widiyastuti untuk kesempatannya bekerja di Lab BIORIN. Terima kasih kepada Mbak Pevi Elvavina, Ibu Dr. Saleha Hanum M.Si, dan Kak Hayatul Fajri, S.Si atas seluruh bimbingan, nasihat, dan waktu diskusi yang telah diberikan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada kedua orang tua dan adik-adik yang senantiasa mencurahkan doa, kasih sayang, dukungan, dan semangat sehingga penulis mampu menyelesaikan karya ilmiah ini. Terima kasih untuk teman-teman Biologi angkatan 45, dan keluarga besar Biosains Hewan di Zoo Corner, Issanto Putra, S.Si, Rani Parawitasari Den Ka’a, Roby Saputra, S.P, dan Indah Prastiwi S.P atas bantuannya selama pemeliharaan serangga dan kegiatan di lab. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2013

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Seputih Banyak pada tanggal 15 Juni 1990 dari pasangan Sujiat dan Tri Supeni. Penulis merupakan anak pertama dari delapan bersaudara. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Kotagajah pada tahun 2008. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) mayor Biologi.

(7)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN Latar Belakang... 1

Tujuan ... 1

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat ... 1

Bahan ... 2

Koleksi Sampel S. incertulas... 2

Pemeliharaan S. incertulas ... 2

Ekstraksi RNA ... 2

RT-PCR, Verifikasi mRNA, dan Amplifikasi cDNA... 2

Analisis Sekuen cDNA ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Koleksi Sampel dan Pemeliharaan S. incertulas ... 5

Verifikasi mRNA ... 5

Amplifikasi Gen OR ... 6

SIMPULAN ... 9

SARAN ... 9

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Daftar degenerate primer untuk gen Odorant Receptor (OR) S. incertulas ... 3

2. Jumlah antena S. incertulas yang dikoleksi dari sawah di Kabupaten Karawang dan pemeliharaan di BB-Biogen ... 5

3. BLASTn sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas yangberasal dari Karawang ... 6

4. BLASTx sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas yang berasal dari Karawang ... 6

5. BLASTn sekuen nukleotida ORS. incertulas yang berasal dari Karawang ... 8

6. Prediksi sekuen protein Ostrinia nubilalis OnubOR7a dengan menggunakan basis data PSORT ... 9

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Imago penggerek batang padi kuning S. incertulas ... 1

2. Posisi degenerate primer untuk mengamplifikasi gen OR S. incertulas pada sekuen gen OROstrinia furnacalis AB467327 (OfurOR1) ... 4

3. Pita amplikon gen beta-aktin S. incertulas dengan suhu penempelan primer 73˚C diperkirakan berukuran 800 bp. M: marker 100 bp DNA Ladder ... 5

4. Sekuen nukleotida gen beta-aktin S. incertulas asal Karawang ... 6

5. Hasil amplifikasi cDNA bagian I OR S. incertulas ... 7

6. Sekuen nukleotida ORS. incertulas jantan asal Karawang ... 7

(9)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Penggerek batang padi kuning

Scirpophaga incertulas (Walker) (Lepidoptera: Crambidae) merupakan serangga penting pada tanaman padi di Asia termasuk di Indonesia (Gambar 1). Larva

S.incertulas menginfestasi tanaman pada stadium vegetatif dengan menggerek pangkal batang padi muda sehingga aliran vegetatif tidak terlalu besar dibandingkan dengan serangan yang terjadi pada fase generatif, karena tanaman masih mungkin untuk membentuk anakan baru. Pada stadium generatif, larva menggerek tanaman pada pangkal malai yang dapat menyebabkan aliran fotosintat dan air tidak sampai ke dalam malai padi, sehingga malai hampa dan mengering. Gejala serangan pada stadium ini disebut gejala beluk (Hendarsih & Sembiring 2007).

Gambar 1 Imago penggerek batang padi kuning S. incertulas

Pengendalian serangga penggerek batang padi terutama menggunakan pestisida telah diketahui dapat membawa dampak negatif, misalnya bagi serangga non-target, predator dan juga meninggalkan residu bagi lingkungan (Cork et al. 2003). Selain itu, penggunaan pestisida juga tidak efektif mancapai serangga target karena larva yang menetas langsung masuk dan menggerek batang padi hingga berkembang menjadi pupa. Oleh karena itu, diperlukan cara lain untuk pengendalian, misalnya dengan memanipulasi perilaku kawin melalui pemanfaatan feromon seks sintetik.

Secara alami, serangga betina menge-luarkan feromon seks dari abdomen sebagai sinyal kimia yang dapat dikenali oleh sistem olfaktori (penciuman) serangga jantan. Hemolimfa pada antena S. incertulas jantan yang mengandung pheromone binding protein (PBP) mengikat feromon dari serangga betina dan dibawa ke protein reseptor di membran dendrit sebagai sinyal kehadiran serangga betina (Merrit et al.

1998). Odorant receptor (OR) merupakan protein membran yang terdapat pada permukaan dendrit sensila kemosensorik yang mendeteksi stimulus kimia (Garczynski

et al. 2012). Serangga jantan merespon sinyal dengan mendekati serangga betina untuk berkopulasi.

Penelitian terhadap gen OR S. incertulas merupakan suatu langkah penting untuk mengenali informasi kimia dalam sistem komunikasi serangga. Karakterisasi gen OR telah dilakukan pada beberapa spesies serangga, misalnya pada lalat buah

Drosophila melanogaster (Diptera: Drosophilidae) dan ulat sutera Bombyx mori

(Lepidoptera: Bombycidae) (Hallem et al.

2006). Gen OR pada Ostrinia spp. (Lepidoptera: Crambidae) juga telah dikarakterisasi dan didaftarkan ke bank data DDJB/GenBank/EBI (Miura et al. 2009). Pengetahuan sekuen DNA pada gen OR

pada Ostrinia spp. dapat digunakan untuk mendesain primer untuk mengamplifikasi gen OR pada S. incertulas.

Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah meng-karakterisasi gen Odorant Receptor (OR)

yang memperantarai sistem informasi kimia pada perilaku kawin S. incertulas.

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2011 hingga Oktober 2012 di Bagian Fungsi dan Perilaku Hewan, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Pemelihara-an S. incertulas

dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB-BIOGEN), Bogor.

(10)

Bahan

Bahan yang digunakan dalam peneli-tian ini adalah RNA yang diekstraksi dari antena S. incertulas yang dikoleksi dari sawah di Kabupaten Karawang dan Bogor.

Koleksi Sampel S. incertulas

Koleksi imago S. incertulas jantan dan betina dari sawah di Kabupaten Karawang dan Bogor dilakukan pada malam hari dengan menggunakan insect net dan juga dengan penangkapan langsung (hand capture).

Pemeliharaan S. incertulas

Imago asal Bogor dimasukkan ke dalam pot berdiameter 12 cm yang berisi tanaman padi varietas Pelita dan diberi sungkup berupa tabung plastik silindris agar dapat melakukan kopulasi. Sehari kemudian terlihat beberapa kelompok telur yang me-nempel di daun atau batang padi. Lima hari kemudian, kelompok telur diambil dengan cara memotong daun-daun tersebut dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu disumbat dengan kapas. Kelompok telur dibiarkan hingga muncul larva instar 1 yang berwarna hitam kecokelatan, yaitu sekitar 2-3 hari kemudian. Larva diinokulasikan ke dalam tanaman padi yang berumur 45 hari sebanyak 25 individu/pot dengan mengguna-kan tabung reaksi. Sebelum inokulasi, tanaman padi telah dipersiapkan sampai umur 45 hari pada pot berdiameter 30 cm. Pada hari ke-30 setelah inokulasi, tanaman padi ditutup dengan kasa nyamuk. Imago mulai keluar pada hari ke-38 setelah inokulasi, selama 23 hari. Setiap pagi ngengat yang berumur 1 hari dikoleksi untuk mendapatkan antena. Selanjutnya antena di-potong dan disimpan di dalam RNAlater®

(Ambion) dan digunakan untuk ekstraksi RNA.

Ekstraksi RNA

RNA diekstraksi dari dua sumber, yaitu imago asal Karawang dan imago hasil pemeliharaan di Bogor. Total RNA dieks-traksi dari 80-150 antena S. incertulas

dengan menggunakan Kit RNAqueous® -4PCR (Ambion). RNA diekstraksi dari antena ngengat jantan dan betina secara terpisah untuk mengetahui ekspresinya. Antena digerus dalam larutan lysis/binding

dengan menggunakan grinder, lalu ditam-bahkan 1x volume etanol 64%, dipindahkan ke dalam filter cartridge dan disentrifugasi dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1

menit. Supernatan dibuang lalu ditambahkan 700 µL wash solution #1 dan 2x 500 µL

wash solution #2/3 kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 14.000 rpm selama 1 menit. Selanjutnya RNA dielusi dengan 60 µL elution solution kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 5.000 rpm selama 30 detik. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung 1,5 mL yang baru kemudian ditam-bahkan 0,1 µL Buffer DNase 1 dan 1 µL enzim DNase bebas-RNase (2 U/µL) untuk memurnikan RNA, lalu diinkubasi pada suhu 37 ºC selama 30 menit. Selanjutnya ditambahkan 0,1 µL DNase innactivation reagent, diinkubasi pada suhu ruang selama 2 menit, kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 10.000 rpm selama 1 menit. Supernatan yang merupakan total RNA selanjutnya dipindahkan ke dalam tabung baru.

RT-PCR, Verifikasi mRNA, dan Amplifikasi cDNA

RT-PCR. RNA hasil ekstraksi diguna-kan sebagai cetadiguna-kan bagi sintesis cDNA melalui RT-PCR. Proses ini dilakukan dengan mencampur 5 µL RNA dengan 7,6 µL ddH2O-DPEC 0,1%, 2 µL primer oligo dT21 (5’TTTTTTTTTTTTTTTTTTTTT3’), 4 µL 5x buffer reaksi, 0,2 µ L dNTP 10 mM, 1 µL dTT, dan 0,2 µL enzim Reverse Transcriptase-SuperScript III (Invitrogen) (200 U/ µL). Reaksi transkripsi balik (RT) dilakukan pada suhu 30 ºC selama 10 menit, 42 ºC selama 50 menit, dan 95 ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus dengan mengguna-kan mesin PCR Esco.

(11)

Amplifikasi cDNA. Amplifikasi gen

OR S. incertulas dilakukan dengan menggunakan primer degenerate yang didesain berdasarkan gen OR Ostrinia spp. (Miura et al. 2009) yang telah didaftarkan ke bank data DDJB/GenBank/EBI dengan nomor aksesi AB467318 (OscaOR2), Sekuen OR Ostrinia digunakan untuk mendesain primer karena Ostrinia termasuk ke dalam famili yang sama dengan S. incertulas, yaitu Crambidae, sehingga diharapkan terdapat konservasi di antara keduanya. Gen OR pada Ostrinia spp. yang diketahui berukuran besar, yaitu 1280 bp (OfurOR1) dibagi menjadi empat bagian untuk mengoptimalkan amplifikasi pada 300-450 bp. Selanjutnya enam pasang primer degenerate didesain pada keempat bagian tersebut, yang terdiri atas empat pasang primer eksternal dan dua pasang primer internal. Posisi keenam pasang primer pada gen OR O. furnacalis

AB467327 (OfurOR1) ditunjukkan pada Gambar 2 dan urutan nukleotida primer ditunjukkan pada Tabel 1.

Terdapat tiga jenis PCR yang dilaku-kan untuk mengamplifikasi gen OR, yaitu

standard PCR, touchdown PCR, dan

touchdown-nested PCR. (1) Standard PCR mengamplifikasi bagian I OR S. incertulas

dengan menggunakan pasangan primer eksternal OR_Os_F1 dan OR_Os_R1. Kondisi dan komposisi PCR gen OR sama dengan PCR gen beta-aktin, namun menggunakan suhu penempelan primer 50 ºC. (2) Touchdown PCR menggunakan komposisi PCR sama dengan standard PCR namun berbeda dalam hal pengaturan suhu penempelan primer yaitu menggunakan suhu penempelan primer yang bertingkat (53 ºC pada 10 siklus pertama, 50 ºC pada 10 siklus kedua, dan 47 ºC pada 10 siklus terakhir). Teknik PCR ini dilakukan untuk amplikon hasil standard PCR dengan konsentrasi rendah dan beberapa pita DNA. (3)

Touchdown-nested PCR dilakukan dengan

mengamplifikasi amplikon touchdown PCR dengan menggunakan pasangan primer internal (OR_Os_F1a dan OR_Os_R1a) dengan suhu penempelan primer sebesar 52 ºC. Kondisi dan komposisi PCR ini sama dengan standard PCR.

Tabel 1 Daftar degenerate primer untuk gen

Odorant Receptor (OR) S.

Hasil amplifikasi cDNA dipisahkan dengan elektroforesis PAGE 6% pada 200 V dalam 1x TBE selama 50 menit. Amplikon cDNA divisualisasi dengan pewarnaan sensitif perak nitrat Byun et al. (2009). Analisis sekuen cDNA

DNA gen beta-aktin hasil amplifikasi disekuen ke perusahaan 1st BASE yang menerima jasa sekuen. Hasil sekuen (lampiran 1) diedit menggunakan program

Genetyx Win versi 4.0 lalu sekuen forward

dan reverse cDNA beta-aktin S. incertulas

disejajarkan menggunakan program Clustal X (Thompson et al. 1997) dan program MEGA 5.0 (Tamura et al. 2011). Homologi sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas

dengan sekuen serangga lain dieksplorasi berdasarkan Basic Local Alignment Search Tool (BLAST: blast.ncbi.nlm.nih.gov/) melalui BLASTn (homologi nukleotida) dan BLASTx (homologi protein) dengan pilihan organisme berdasarkan subset pencarian “Crambidae” sehingga pencarian dibatasi pada urutan dalam basis data yang sesuai dengan subset tersebut.

Hasil sekuen OR S. incertulas diedit menggunakan program Genetyx Win versi 4.0 lalu dianalisis dengan menggunakan program BLASTn untuk mengetahui kesamaan nukleotida dan BLASTx untuk mengetahui kesamaan protein dengan memasukkan subset pencarian “Ostrinia” (taxid: 29056) pada kolom organisme. Sekuen asam amino dari hasil BLASTn yang menunjukkan homologi dengan OR S. incertulas selanjutnya dianalisis berdasarkan

(12)

Bagian I Bagian II Bagian III Bagian IV

F1a F2

F1 F3 F4

R1 R2 R3 R4

R1a R2a

319 bp

386 bp 448 bp 250 bp

1

1280

(13)

untuk mengetahui prediksi lokalisasi protein di dalam sel. Asam amino dibandingkan dengan basis data sekuen protein UniProt (http://www.uniprot.org).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Koleksi Sampel dan Pemeliharaan S. incertulas

Pemeliharaan S. incertulas yang telah dilakukan pada bulan Desember 2011-April 2012 menghasilkan 67 antena dari 64 imago jantan (ScRearM) dan 129 antena dari 63 yang berhasil dikoleksi kemudian diekstraksi sehingga dapat diketahui perbedaan ekspresi gen OR antara imago jantan dan imago betina. Menurut Miura et al. (2009), mRNA

OscaOR1 Ostrinia spp. secara spesifik diekspresikan pada antena jantan, sedangkan mRNA OscaOR2 diekspresikan pada kepala larva, tungkai depan, belalai (proboscis) dan antena imago betina.

Verifikasi mRNA berdasarkan Gen Beta-Aktin S. incertulas

Sebelum mengamplifikasi gen OR, terlebih dahulu dilakukan amplifikasi gen beta-aktin yang merupakan house-keeping gene sehingga keberhasilan ekstraksi RNA dapat diketahui. Amplikon gen beta-aktin berukuran 800 bp muncul pada jantan (ScKrM) maupun betina (ScKrF) (Gambar 3), namun amplikon tersebut tidak muncul pada cDNA ScRearM maupun ScRearF. Hal ini disebabkan karena penyimpanan antena dalam larutan RNAlater® (Ambion) selama 3 minggu ternyata tidak cukup baik untuk mempertahankan kualitas RNA dalam sampel tersebut, sehingga untuk amplifikasi selanjutnya hanya dilakukan pada sampel ScKrM.

Hasil sekuen amplikon gen beta aktin yang diperoleh berukuran 681 bp (Gambar 4). Hasil analisis homologi nukleotida menggunakan program BLASTn menunjuk-kan bahwa beta-aktin ScKrM homolog dengan skor alignment ≥ 200 untuk 100

BLAST hits pertama, dengan tiga hits teratas yaitu Spodoptera frugiperda (HQ008727.1), Helicoverpa armigera (HM629437.1), dan

Papilio polytes (AK402249.1)dengan nilai

Sumber antenna Jumlah antenna Jantan Betina pemeliharaan di BB-Biogen, ScRearF: imago S. incertulas betina hasil pemeli-ukuran similiaritas sekuen, semakin rendah

e-value menunjukkan semakin tinggi kesamaan sekuen query dengan BLAST hits. Nilai e-value 0.0 menunjukkan bahwa pencocokan sangat tepat untuk sekuen tersebut (Baxivanis & Quillette 2001).

Sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas juga dianalisis dengan menggunakan program BLASTx. Melalui program ini diketahui bahwa sekuen beta-aktin S. incertulas memiliki homologi dengan sekuen aktin O. scapulalis,

Cnaphalocrocis medinalis, dan O. furnacalis (Lepidoptera:Crambidae) (Tabel 4). Hal tersebut menunjukkan adanya keselarasan antara hasil BLASTn dengan BLASTx. Adanya sekuen beta-aktin S. incertulas menunjukkan bahwa ekstraksi RNA telah berhasil sehingga amplifikasi gen

OR dapat dilakukan. incertulas dengan suhu penem-pelan primer 73 ˚C diperkirakan berukuran 800 bp. M: marker 100 bp DNA Ladder

Tabel 2 Jumlah antena S. incertulas yang dikoleksi dari sawah di Kabupaten Karawang dan pemeliharaan di BB-Biogen

1500 bp

(14)

Tabel 3 BLASTn sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas asal dari Karawang AK402249.1 Papilio polytes mRNA for

aktin, muscle-type A1,

L13764.1 Manduca sexta aktin mRNA, complete cds

996 996 98% 0.0 93%

JN857938.1 Grapholita molesta aktin mRNA, partial cds

992 992 100% 0.0 93%

Tabel 4 BLASTx sekuen nukleotida beta-aktin S. incertulas yang berasal dari Karawang

Aksesi Deskripsi Skor

maks BAJ49799.1 Homolog aktin (Ostrinia

scapulalis)

465 465 99% 6e-168 99%

AEG78682.1 Aktin (Cnaphalocrocis medinalis)

462 462 99% 4e-166 99%

AFJ19355.1 Aktin, parsial (Chilo infuscatellus) Amplikon cDNA yang diperoleh, selain dari bagian 1 adalah pita cDNA yang tidak spesifik (multiband) dan tidak sesuai dengan ukuran amplikon target. Dengan demikian, karakterisasi selanjutnya dilakukan hanya pada bagian 1. Amplifikasi bagian 1 dengan metode standard PCR yang dilakukan pada suhu penempelan primer 50ºC menghasilkan amplikon multiband (Gambar 5a) dengan amplikon utama mendekati ukuran target,

yaitu 500 bp. Melalui PCR ini dapat diketahui bahwa amplikon OR_Os_F1 dan OR_Os_R1 hanya terdapat pada sumur 1 dan 2 yaitu cDNA ScKrM. Artinya, gen OR yang diamplifikasi hanya terekspresi pada antena S. incertulas jantan, tidak pada antena betina.

Teknik PCR dimodifikasi dengan

touchdown PCR yang merupakan PCR dengan suhu penempelan primer bertingkat, yaitu 53 ºC pada 10 siklus pertama, 50 ºC pada 10 siklus kedua, dan 47 ºC pada 10 siklus ketiga. Melalui teknik ini diperoleh

>ScKrM_BACT_contig

nukleotida

ke- CCTGACTGAG GCCCCCCTGA ACCCTAAGGC CAACAGGGAA AAGATGACCC AAATCATGTT 60 TGAAACCTTC AACTCCCCGG CTATGTATGT AGCCATCCAA GCCGTGCTGT CCCTGTACGC 120 CTCCGGTCGT ACCACTGGTA TCGTCTTGGA CTCTGGTGAT GGTGTCTCTC ACACCGTACC 180 CATCTACGAA GGTTATGCCC TTCCCCACGC CATCCTCCGT CTGGACTTGG CTGGCCGTGA 240 CTTGACCGAC TACCTCATGA AGATCCTTAC TGAGAGGGGT TACTCATTCA CCACCACCGC 300 TGAGCGGGAA ATTGTTCGTG ACATCAAGGA GAAGCTTTGC TATGTCGCTC TGGACTTCGA 360 GCAGGAAATG GCCACCGCCG CTGCCTCCAC CTCCCTGGAG AAGTCGTACG AACTTCCCGA 420 CGGTCAGGTC ATCACCATCG GTAACGAGAG GTTCCGTTGC CCTGAGGCCC TGTTCCAGCC 480 TTCCTTCCTG GGTATGGAAT CGTGCGGCAT CCACGAGACT GTGTACAACT CCATCATGAA 540 GTGCGACGTT GACATCCGTA AGGACCTGTA TGCCAACACC GTCATGTCCG GTGGTACCAC 600 CATGTACCCC GGTATCGCTG ACAGGATGCA GAAGGAAATC ACCGCCCTCG CTCCCTCCAC 660 CATCAAGATC AAGATCATCG C 681

(15)

amplikon yang lebih spesifik, sehingga

multiband berkurang, yaitu berukuran 600 bp dan 1500 bp (Gambar 5b) namun konsentrasinya rendah, sehingga dilakukan teknik ketiga yaitu touchdown-nested PCR.

Teknik Touchdown-nested PCR merupakan teknik PCR yang menggunakan pasangan primer internal (OR_Os_F1a dan OR_Os_R1a) dan menggunakan amplikon

touchdown PCR sebagai cetakan DNA. Amplikon yang tampak pada visualisasi PAGE 6% muncul sebagai pita tunggal yang berukuran 400 bp (Gambar 5c). Amplikon tersebut disekuen dan diedit sehingga pada kromatogram diperoleh sekuen yang memiliki puncak-puncak yang jelas. Sekuen tersebut berukuran 133 bp yang diduga merupakan sekuen parsial OR S. incertulas.

(Gambar 6). Sekuen tersebut dianalisis dengan menggunakan program BLASTx namun tidak diperoleh hasil sekuen yang memiliki homologi. Oleh karena itu, sekuen nukleotida OR S. incertulas dianalisis dengan menggunakan BLASTn untuk mengetahui homologi nukleotidanya.

Analisis dengan menggunakan program BLASTn menghasilkan 6 BLAST hits

(Tabel 5), di antaranya adalah OnubOR7a

(AB597005.1) yang merupakan gen OR

serangga penggerek batang jagung Eropa O. nubilalis pada posisi keempat. Melalui

penyejajaran dengan program BLASTn diketahui bahwa sekuen parsial gen OR S. incertulas homolog pada nukleotida ke 98-133 dengan sekuen gen OR O. nubilalis OnubOR7a yang berukuran 18.320 bp (Gambar 7). Sekuen tersebut terdapat pada nukleotida ke 9798-9881 OnubOR7a. Gen

OR OnubOR7a terpaut kromosom Z dan diketahui bertanggung jawab terhadap perilaku serangga jantan merespon feromon seks yang dikeluarkan oleh serangga betina secara konspesifik (Yasukochi et al. 2011).

Sistem olfaktori memiliki peranan yang penting dalam kesuksesan reproduksi dan pertahanan hidup serangga, memperantarai respon terhadap pasangan lawan jenis, makanan, dan situs oviposisi (Hallem et al.

2006). Dalam sistem ini terdapat proses yang melibatkan dua stimulus utama, yaitu

odorant dan feromon (Touhara & Vosshall 2009). Ngengat S. incertulas adalah serangga nokturnal yang sistem penglihatan dan pendengarannya tidak berkembang dengan baik, sehingga memerlukan sistem olfaktori yang baik untuk kelangsungan hidupnya (Tegoni 2004).

Odorant dan feromon adalah molekul organik yang berukuran kecil, umumnya hidrofobik dan volatil. Odorant ditangkap oleh Odorant Binding Protein (OBP) dan feromon oleh Pheromone Binding Protein

1500 bp

Gambar 5 Hasil amplifikasi cDNA bagian I OR S. incertulas

Keterangan: M: marker 100 bp DNA Ladder; (a) amplikon OR_Os_F1 dan OR_Os_R1 dengan metode standard PCR, kolom 1-2: ScKrM, 3- 4: ScKrF; (b) amplikon OR_Os_F1 dan OR_Os_R1 dengan metode touchdown PCR, kolom 1-5: ScKrM; (c) amplikon OR_Os_F1a dan OR_Os_R1a dengan metode touchdown nested PCR, 1’: ScKrM dari amplikon 1 touchdown PCR, 2’: ScKrM dari amplikon 2 touchdown PCR

OR_Reg1_ScKrM

CCTTACGTAG GAGACTATAT AATCCAAATT AGCGCCCATC GGATGGATCA GGAGGAATGC 60 CGTCATGACA CTAATAAGTT TGCCCTCTAA CGGCGAGTTA TGGCCAGATT TCATGATCTT 120 CATTTCATCA GGA 133

(16)

(PBP) kemudian diterima oleh protein

Odorant Receptor (OR) yang terdapat pada sensila khusus yang terdapat pada antena dan palpus maksilla.

Protein OR merupakan protein tujuh domain transmembran yang berpasangan dan mangaktivasi protein G (Touhara & Vosshall 2009). Karakterisasi protein OR pertama kali dilakukan pada tikus dan sampai saat ini telah dilakukan pada berbagai spesies hewan. Walaupun ribuan jenis, namun terdapat bagian yang conserve

dari protein OR, terutama pada bagian integral membran. Hasil analisis

mengguna-kan basis data PSORT menunjukmengguna-kan bahwa protein OfurOR7a merupakan protein integral membran yang memiliki jarak genetik sebesar 63,6 dengan ikan zebra

Danio rerio (EDG5_BRARE), 66,0 dengan lalat buah Drosophila melanogaster

(ACH2_DROME) dan tikus Ratus norvegicus (TA12_RAT) (Tabel 6). Adanya homologi antara sekuen parsial OR S. incertulas dengan OfurOR7a menunjukkan bahwa gen OR S. incertulas juga berfungsi sebagai mediator sistem informasi kimia pada perilaku kopulasi penggerek batang padi kuning S. incertulas.

Tabel 5 BLASTn sekuen nukleotida ORS. incertulas yang berasal dari Karawang

Nomor

GQ225749.1 Ostrinia nubilalis clone BAC 57P12 acyl-CoA desaturase Z9-1 gene, complete cds

33.7 33.7 17% 0.011 91%

GQ225748.1 Ostrinia nubilalis clone BAC 48C4 acyl-CoA desaturase Z9-1 gene, partial cds

33.7 33.7 17% 0.011 91%

GQ225747.1 Ostrinia nubilalis clone BAC 31B16 acyl-CoA

>dbj|AB597005.1|Ostrinia nubilalis OnubOR7a, OnubOR5b genes, complete cds and complete sequence, clone: 11K16

(17)

Tabel 6 Prediksi sekuen protein Ostrinia nubilalis OnubOR7a dengan menggunakan basis data PSORT

Id Jarak Identitas Keterangan

EDG5_BRARE 63,6 12% [Uniprot] SWISS-PROT: protein integral membran ACH2_DROME 66,0 15% [Uniprot] SWISS-PROT: protein integral membran TA12_RAT 66,0 17% [Uniprot] SWISS-PROT: protein integral membran

Selain sebagai mediator perilaku kopulasi, banyak protein OR lain yang memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup, keberhasilan reproduksi, memperan-tarai respon terhadap makanan dan pasangan (Hallem et al. 2006). Dengan mengetahui struktur OR maka dimungkinkan untuk memblokir reseptor tersebut sehingga dapat dikembangkan dan dimanfaatkan untuk pengendalian populasi serangga penggerek batang padi kuning S. incertulas.

SIMPULAN

Sekuen parsial gen Odorant Receptor (OR) pada penggerek batang padi kuning S. incertulas jantan berukuran 133 bp. Gen tersebut memiliki homologi pada nukleotida ke 98-133 dengan sekuen gen OnubOR7a

(AB597005.1) yaitu gen OR Ostrinia nubilalis yang diketahui memperantarai sistem komunikasi kimia dalam perilaku kopulasi O. nubilalis.

yang berukuran 400 bp hanya menghasilkan sekuen yang berukuran 133 bp karena tidak dilakukan klon. Oleh karena itu, perlu dilakukan klon sehingga ukuran hasil sekuen lebih optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Baxevanis AD, Quellette BFF. 2001. Bioinformatics: A Practical Guide Analysis of Genes and Proteins, Ed ke-2. New York: John Willey & Sons.

Byun SO, fang Q, Zhou H, Hickford JGH. 2009. An effective method for silver staining DNA in large number of

polyacrylamide gels. Anal Biochem

385: 174-175.

Cork A, Quarishi KN, Alam SN, Saha CCJ, Talekar NS. 2003. Pheromones and their application to insect pest control.

Bangladesh J Entomol 13: 1-13. Garczynski SF, Wanner KW, Unruh TR.

2012. Identification and initial characterization of the 3’ end of gene transcripts encoding putative members of the pheromone receptor subfamily in Lepidoptera. Insect Sci 19: 64-74. Hallem EA, Dahanukar A, Carlson JR. 2006.

Insect odor and taste receptors. Annu Rev Entomol 51: 113-135.

Hendarsih, Sembiring. 2007. Status Hama Penggerek Batang Padi di Indonesia.

Apresiasi Penelitian Hama Padi. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi : 61-71.

Merritt TJS, LaForest S, Prestwich GD, Quattro JM, Vogt RG. 1998. Patterns of gene duplication in Lepidopteran Pheromone Binding Proteins. J Mol Evol 46: 272–276.

Miura N, Nakagawa T, Tatsuki S, Touhara K, Ishikawa Y. 2009. A male-specific odorant receptor conserved through the evolution of sex pheromones in

Ostrinia moth species. Int J Biol Sci 5: 319-330.

(18)

alignment aided by quality analysis tools. Nucl Acid Res 25: 4876–4882. Yasukochi Y, Miura N, Nakano R, Sahara

(19)
(20)

Lampiran 1

Gambar

Tabel 1 Daftar degenerate primer untuk gen
Gambar 2 Posisi primer degenerate untuk mengamplifikasi gen OR S. incertulas pada sekuen gen OR Ostrinia furnacalis AB467327 (OfurOR1)
Gambar 3 Pita amplikon gen beta-aktin S.
Tabel 4 BLASTx sekuen  nukleotida beta-aktin S. incertulas yang berasal dari Karawang
+2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam hal sudah terdapat harga penawaran yang sama atau dibawah Owner Estimate, spesifikasi kapal yang ditawarkan telah sesuai atau lebih baik dari spesifikasi

Relasi ini digunakan apabila terdapat dua atau lebih aktor melakukan hal yang sama (use case yang sama). Use case tersebut kemudian dipisahkan dan dihubungkan dengan

Sangat disayangkan, Situs Kubur Prasejarah Plawangan yang merupakan satu-satunya situs kubur yang dapat menjelaskan tentang budaya dan manusia penutur bahasa

Berbeda dengan penelitian tersebut, penelitian yang dilakukan oleh Penulis akan difokuskan untuk membahas strategi pemenuhan kebutuhan hidup serta etos kerja para penambang

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Desain pembelajaran yang dibuat dalam penelitian ini mengadopsi model Dick and Carey. Langkah desain pembelajaran diawali dengan analisis karakteristik peserta

Merupakan kebanggaan tersendiri karena telah melalui perjuangan sangat berat, dan akhirnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul “Penggunaan Metode Sosiodrama Melalui

di RSUP Dr.Kariadi Semarang periode 2009-2013. Pengumpulan data dilakukan dengan mencatat data dari rekam medik. Sesuai kriteria WHO tentang malaria berat, didapatkan