ABSTRAK
NIKEN PRATIWI. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Scaffold. Di bawah bimbingan Dr. AKHIRUDDIN MADDU, M. Si dan SETYANTO TRI WAHYUDI M. Si.
Hidroksiapatit scaffold dapat dibuat menggunakan metode sol gel. Untuk membentuk pori-pori atau scaffold digunakan polimer polyurethane sebagai alat pencetak. Sampel hasil dikarakerisasi dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa ada dua fasa dalam sampel, yaitu fasa hidroksiapatit dan fasa TCP (Tricalcium Phosphate). Pada sampel scaffold, fasa TCP lebih mendominasi sampel. Pada sampel serbuk, fasa hidroksiapatit yang lebih mendominasi. Hasil karakterisasi FTIR menunjukkan adanya gugus fungsi hidroksida dan gugus fosfat dalam setiap sampel. Mikrograf hasil SEM sampel menunjukkan adanya pori-pori kecil pada sampel scaffold.
PENDAHULUAN
Latar BelakangBiomaterial adalah bahan inert yang dapat diimplantasikan ke dalam sistem atau jaringan hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan alami yang mengalami kerusakan. Material ini bersifat biokompatibel dengan tubuh manusia.1
Biomaterial ini biasanya diaplikasikan pada dunia kedokteran, terutama pada ortopedi dan kedokteran gigi. Biomaterial telah memberi dampak yang cukup besar pada dunia kedokteran,2 khususnya dalam
treatment bagi bagian tubuh yang mengalami kerusakan. Penggunaan biomaterial meningkat dengan cepat pada tahun 1800-an, terutama setelah diperkenalkannya teknik operasi steril oleh dr. Joseph Lister pada tahun 1860, pertama kali digunakan untuk menyambung tulang yang retak pada akhir abad ke-18.3
Salah satu biomaterial yang biokompatibel terhadap tubuh manusia adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit ini mengandung senyawa kalsium fosfat, yaitu senyawa yang banyak terkandung dalam jaringan keras pada tubuh manusia.4 Oleh karena itulah, hidroksiapatit dapat digunakan sebagai implant bagi tulang dan gigi di dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sehat yang lainnya.5
Dalam dunia medis, biomaterial komposit kalsium fosfat hidroksiapatit dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti bagian dari jaringan tulang yang rusak karena trauma, fraktur, defek, atau bahkan karena tumor tulang sekalipun. Komposit kalsium fosfat adalah biomaterial yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki jaringan tulang. Biomaterial dapat diproduksi sebagai gel, pasta, dan blok padatan atau bahkan matriks-matriks berpori. Hidroksiapatit lebih banyak diaplikasikan dalam dunia kedokteran gigi dan ortopedi. Hidroksiapatit dapat digunakan kapan saja dan berapapun jumlahnya.6
Salah satu jenis hidroksiapatit yang sedang dikembangkan saat ini adalah hidroksiapatit dalam bentuk scaffold atau foam, yaitu hidroksiapatit yang berpori. Kelebihan dari hidroksiapatit scaffold adalah memungkinkan sel bergerak melalui pori-pori yang ada. Keunungan lain yang diperoleh dari hidroksiapatit scaffold adalah kondisi pori-pori yang baik untuk transport nutrisi, infiltrasi jaringan, dan vaskularisasi.7
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
Pembuatan hidroksiapatit berbentuk scaffold dengan proses sol-gel.
Karakterisasi hidroksiapatit scaffold dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Elektron Microscopy (SEM), dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
TINJAUAN PUSTAKA
HidroksiapatitHidroksiapatit adalah suatu senyawa kalsium fosfat yang mengandung hidroksida. Hidroksiapatit (HA) merupakan anggota dari mineral apatit8,9 dan mempunyai struktur
kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Struktur kimia
tersebut sama dengan struktur kimia yang dimiliki komponen mineral pada tulang. Kesamaan struktur itulah yang membuat hidroksiapatit mampu menggantikan jaringan tulang yang rusak tanpa menyebabkan kerusakan pada jaringan lain yang sehat.10
Hidroksiapatit secara umum digunakan untuk memperbaiki, mengisi, dan membangun kembali jaringan-jaringan tulang yang telah rusak. Hidroksiapatit juga dapat digunakan pada jaringan lunak.11 Material hidroksiapatit
ini dapat diperoleh dari tulang-tulang mamalia dan juga dari terumbu karang. Di dalam laboratorium, hidroksiapatit dapat dibuat dengan menggunakan beberapa proses, seperti reaksi dalam zat padat, presipitasi, metode hidrotermal, dan proses sol gel.12
Rasio molar antara kalsium dan fostat (Ca/P) pada hidroksiapatit adalah sebesar 1,67. Rasio molar Ca/P di dalam hidroksiapatit ini mendekati rasio molar Ca/P yang tekandung di dalam jaringan tulang.13,14
Hidroksiapatit mempunyai dua struktur kristal, yaitu heksagonal dan monoklinik. Hidroksiapatit yang terdapat dalam gigi dan tulang serta mineral hidroksiapatit menunjukkan struktur heksagonal, sedangkan hidroksiapatit dalam enamel gigi memiliki struktur monoklinik. Struktur dari hidroksiapatit sintetis bergantung pada metode pembuatannya.15
Hidroksiapatit Scaffold
PENDAHULUAN
Latar BelakangBiomaterial adalah bahan inert yang dapat diimplantasikan ke dalam sistem atau jaringan hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan alami yang mengalami kerusakan. Material ini bersifat biokompatibel dengan tubuh manusia.1
Biomaterial ini biasanya diaplikasikan pada dunia kedokteran, terutama pada ortopedi dan kedokteran gigi. Biomaterial telah memberi dampak yang cukup besar pada dunia kedokteran,2 khususnya dalam
treatment bagi bagian tubuh yang mengalami kerusakan. Penggunaan biomaterial meningkat dengan cepat pada tahun 1800-an, terutama setelah diperkenalkannya teknik operasi steril oleh dr. Joseph Lister pada tahun 1860, pertama kali digunakan untuk menyambung tulang yang retak pada akhir abad ke-18.3
Salah satu biomaterial yang biokompatibel terhadap tubuh manusia adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit ini mengandung senyawa kalsium fosfat, yaitu senyawa yang banyak terkandung dalam jaringan keras pada tubuh manusia.4 Oleh karena itulah, hidroksiapatit dapat digunakan sebagai implant bagi tulang dan gigi di dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sehat yang lainnya.5
Dalam dunia medis, biomaterial komposit kalsium fosfat hidroksiapatit dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti bagian dari jaringan tulang yang rusak karena trauma, fraktur, defek, atau bahkan karena tumor tulang sekalipun. Komposit kalsium fosfat adalah biomaterial yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki jaringan tulang. Biomaterial dapat diproduksi sebagai gel, pasta, dan blok padatan atau bahkan matriks-matriks berpori. Hidroksiapatit lebih banyak diaplikasikan dalam dunia kedokteran gigi dan ortopedi. Hidroksiapatit dapat digunakan kapan saja dan berapapun jumlahnya.6
Salah satu jenis hidroksiapatit yang sedang dikembangkan saat ini adalah hidroksiapatit dalam bentuk scaffold atau foam, yaitu hidroksiapatit yang berpori. Kelebihan dari hidroksiapatit scaffold adalah memungkinkan sel bergerak melalui pori-pori yang ada. Keunungan lain yang diperoleh dari hidroksiapatit scaffold adalah kondisi pori-pori yang baik untuk transport nutrisi, infiltrasi jaringan, dan vaskularisasi.7
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
Pembuatan hidroksiapatit berbentuk scaffold dengan proses sol-gel.
Karakterisasi hidroksiapatit scaffold dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Elektron Microscopy (SEM), dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
TINJAUAN PUSTAKA
HidroksiapatitHidroksiapatit adalah suatu senyawa kalsium fosfat yang mengandung hidroksida. Hidroksiapatit (HA) merupakan anggota dari mineral apatit8,9 dan mempunyai struktur
kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Struktur kimia
tersebut sama dengan struktur kimia yang dimiliki komponen mineral pada tulang. Kesamaan struktur itulah yang membuat hidroksiapatit mampu menggantikan jaringan tulang yang rusak tanpa menyebabkan kerusakan pada jaringan lain yang sehat.10
Hidroksiapatit secara umum digunakan untuk memperbaiki, mengisi, dan membangun kembali jaringan-jaringan tulang yang telah rusak. Hidroksiapatit juga dapat digunakan pada jaringan lunak.11 Material hidroksiapatit
ini dapat diperoleh dari tulang-tulang mamalia dan juga dari terumbu karang. Di dalam laboratorium, hidroksiapatit dapat dibuat dengan menggunakan beberapa proses, seperti reaksi dalam zat padat, presipitasi, metode hidrotermal, dan proses sol gel.12
Rasio molar antara kalsium dan fostat (Ca/P) pada hidroksiapatit adalah sebesar 1,67. Rasio molar Ca/P di dalam hidroksiapatit ini mendekati rasio molar Ca/P yang tekandung di dalam jaringan tulang.13,14
Hidroksiapatit mempunyai dua struktur kristal, yaitu heksagonal dan monoklinik. Hidroksiapatit yang terdapat dalam gigi dan tulang serta mineral hidroksiapatit menunjukkan struktur heksagonal, sedangkan hidroksiapatit dalam enamel gigi memiliki struktur monoklinik. Struktur dari hidroksiapatit sintetis bergantung pada metode pembuatannya.15
Hidroksiapatit Scaffold
2
dapat bervariasi, bergantung pada volume scaffold yang diproduksi.16
Hidroksiapatit yang berpori dapat berikatan dengan kuat pada jaringan tulang. Struktur hidroksiapatit dengan porositas teratur mirip dengan struktur alami jaringan tulang. Hal ini membuat hidroksiapatit scaffold lebih mudah diimplant ke dalam jaringan tulang. Hidroksiapatit scaffold yang diinduksi ke dalam jaringan tulang tidak menghambat pertumbuhan jaringan tulang alami, dan dapat mencegah pergeseran dan kehilangan implant yang sudah diinduksikan ke dalam tubuh.17
Scaffold atau pori-pori dalam hidroksiapatit dapat dibentuk dari berbagai macam bahan, termasuk polimer, keramik, logam, dan komposit-komposit lainnya.18
Pori-pori tersebut memiliki struktur yang terbuka dan permukaannya yang biokompatibel mempunyai kondisi ideal untuk pertumbuhan sel dan diferensiasi jaringan. Pori-pori yang terdapat di dalam hidroksiapatit ini dapat digunakan sebagai matriks untuk penggantian jaringan tulang. Pori-pori tersebut juga dapat ditingkatkan respon biologinya dengan menambahkan molekul-molekul seperti collagen dan chitosan.19
Ada beberapa metode yang pernah dilakukan para peneliti untuk membuat pori-pori di dalam hidroksiapatit, di antaranya adalah metode replikasi polimer, gel casting (pembentukan gel), gas scaffolding (pembuatan scaffold dengan menggunakan gas), slip casting, fiber compacting (pemadatan serat), solid free form fabrication (pembentukan padatan bebas), dan freeze casting (pembekuan).20 Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode replikasi polimer. Polimer yang digunakan adalah polyurethane. Polyurethane bisa didapatkan dari spons. Spons polyurethane digunakan sebagai cetakan untuk membentuk pori-pori tersebut nantinya. Pada metode ini, ukuran pori-pori yang terbentuk bergantung dari ukuran pori-pori yang terdapat di dalam polimer pencetaknya.21
Gambar1. Struktur Hidroksiapatit Scaffold22
Gambar 2. Struktur matriks tulang23
X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan suatu metode yang berdasarkan pada sifat-sifat difraksi sinar-X, yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperoleh dari metode XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) dan intensitas cahaya difraksi. Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi bergantung pada lebar pada lebar celah kisi sehingga mempengaruhi pola difraksi, sedangkan intensitas cahaya difraksi bergatung dari banyaknya kisi kristal yang memiliki orientasi sama. Hal tersebut dinyatakan dalam Hukum Bragg24. Skema
difraksi sinar-X ditunjukkan pada gambar 3. Berkas sinar-X dapat terdiri dari dua jenis spektrum, yaitu kontinyu dan diskrit. Spektrum kontinyu timbul akibat adanya pengereman elektron-elektron berenergi kinetic tinggi oleh anoda. Pada saat pengereman terjadi, energy kinetiknya diubah menjadi sinar-X. Sinar-X yang dihasilkan oleh pengereman tersebut disebut sinar-X Bremsstrahlung.25 Spektrum diskrit sinar X
dihasilkan oleh tumbukan antara elektron kecepaan tinggi dengan logam target. Gambar 4 (halaman 3) merupakan skema tabung sinar-X.26
2
3
Gambar 4. Skema tabung sinar-X
XRD dapat digunakan untuk menentukan sistem kristal, parameter kisi, derajat kristalinitas, dan fasa yang terdapat dalam suatu sampel. Metode XRD dapat memberi informasi secara umum, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif tentang komposisi fasa-fasa yang terdapat dalam suatu sampel (misalnya komposisi yang teradapat dalam suatu campuran). Salah satu analisis komposisi fasa dalam suatu bahan adalah dengan membandingkan pola XRD yang terukur dengan data yang ada.27
Scanning Elektron Microscopy (SEM) Scanning Elektron Microscopy (SEM) digunakan untuk mengamati morfologi suatu bahan. Keunggulan SEM disebabkan oleh beragamnya sinyal yang dihasilkan oleh interaksi antara berkas elektron dan sampel. Deteksi dan pengolahan terhadap sinyal yang beragam itu menghasilkan berbagai tampilan data.28
Ditinjau dari jalannya berkas media, SEM dapat dianalogikan dengan mikroskop optik. Keduanya menggunakan prinsip refleksi, yaitu permukaan sampel memantulkan berkas media. Teknik SEM pada hakekatnya merupakan pemeriksaan dan analisis permukaan. Data atau tampilan yang diperoleh adalah data dari permukaan atau dari lapisan yang tebalnya sekitar 20 µm dari permukaan. Gambar permukaan yang diperoleh merupakan gambar topografi. Gambar topografi tersebut didapat dari penangkapan dan pengolahan elektron sekunder yang dipancarkan oleh sampel.29
Kata kunci dari prinsip kerja SEM adalah scanning, yang berarti bahwa berkas elektron “menyapu” permukaan sampel, titik demi titik dengan sapuan membentuk garis demi garis. Sinyal elektron sekunder yang dihasilkan juga berasal dari titik pada permukaan, yang selanjutnya ditangkap oleh SE detector dan kemudian diolah dan ditampilkan pada layar CRT (TV). Scanning coil yang mengarahkan berkas elektron bekerja secara sinkron dengan pengarah berkas-berkas elektron pada tabung
layar TV, sehingga didapatkan gambar permukaan sampel pada layar TV.30
Fourier Transform Infra Red (FTIR) Fourier Transform Infra Red (FTIR) merupakan metode analisis spektroskopi dengan menggunakan sinar infra merah. Skema kerja FTIR dapat dilihat pada gambar 4. FTIR dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk bisa mengukur frekuensi inframerah suatu sampel secara bersamaan. Pada spektroskopi ini, sinar infra merah melaju dengan menembus sampel. Spektrum yang dihasilkan menunjukkan transmisi dan absorpsi molekuler, yang hasilnya berupa spektrum. Spektrum infra merah yang dihasilkan oleh dua sampel yang unik dan berbeda akan berbeda juga.31
Spektroskopi FTIR dapat
mengidentifikasi suatu material yang tidak diketahui jenisnya. Kualitas sampel dan juga komponen-komponen penyusun suatu campuran juga dapat diketahui dengan mengunakan spektroskopi FTIR. Kelebihan spektroskopi FTIR dibandingkan dengan yang lain antara lain adalah kecepatan, sensitivitas, peralatan yang sederhana, dan tidak perlu dikalibrasi karena alat tersebut dapat mengkalibrasi dirinya sendiri.32
Analisis sampel pada spektroskopi FTIR diawali dengan dipancarkannya sinar infra merah dari sumber benda hitam. Sinar tersebut melaju dan melewati celah yang mengontrol jumlah energi yang disediakan untuk sampel. Sinar ini masuk ke dalam interferometer di mana ada kode khusus. Hasil interferogramnya kemudian keluar dari interferometer.33 Sinar tersebut kemudian memasuki ruang sampel, di mana sinar tersebut ditransmitasikan keluar atau dipantulkan kembali oleh permukaan sampel, tergantung dari tipe analisis yang diselesaikan. Setelah itu, sinar tersebut masuk ke detector untuk analisis akhir. Hasil analisis akhir diolah menjadi sinyal digital dan dikirimkan ke komputer di mana ada transformasi Fourier di dalamnya. Gambar 4 merupakan skema kerja spektroskopi FTIR.34
4
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat PenelitianPenelitian dilaksanakan pada bulan November 2009 hingga bulan Juni 2010. Penelitian dilakukan di Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah labu takar, gelas kimia, pipet Bohr, magnetic stirrer dan hot plate stirrer, alumunium foil, furnace, neraca analitik dan pompa (syringe pump).
Bahan yang diperlukan untuk penelitian ini adalah kalsium klorida (CaCl2), asam
fosfat (H3PO4), etanol (C2H5OH) 96%, dan
spons (polyurethane).
Metode Penelitian 1. Preparasi Sampel
1.1.Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk dengan Metode Sol Gel
Larutan kalsium klorida dalam etanol 96% dan larutan asam fosfat dalam etanol 96% disiapkan pada gelas piala yang berbeda. Pencampuran kedua larutan dilakukan dengan meneteskan larutan asam fosfat ke larutan kalsium klorida dengan menggunakan syringe pump sambil di aduk dengan magnetic stirrer. Penetesan ini dilakukan hingga larutan asam fosfat habis. Campuran diletakkan pada water bath pada suhu 60ºC selama 1 jam. Larutan di aging selama ± 24 jam.
Larutan yang telah di aging dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 120oC sambil kembali di-stir hingga
larutan mengental dan menjadi gel. Saat larutan mulai mengental, suhu plate tersebut diturunkan supaya gel tidak hangus. Pada hari berikutnya, larutan tersebut di-stir sambil dipanaskan pada plate bersuhu 120oC sampai larutan
tersebut menjadi gel. Setelah itu, gel yang sudah terbentuk itu dikeringkan di dalam furnace pada suhu 110oC selama 24 jam.
Pengeringan tersebut dilanjutkan kembali dengan pemanasan pada suhu 550oC
selama 6 jam. Gel yang sudah dikeringakan dan dipanaskan akan berubah bentuk menjadi padatan. Padatan tersebut dihaluskan dengan menggunakan mortar dan akan di dapatkan hidroksiapatit dalam bentuk serbuk.
Hidroksiapatit serbuk ini kemudian diukur massanya dengan menggunakan neraca analitik.
1.2. Pembuatan Hidroksiapatit
Scaffold dengan metode Sol Gel Larutan kalsium klorida dalam etanol 96% dan larutan asam fosfat dalam etanol 96% disiapkan pada gelas piala yang berbeda. Pencampuran kedua larutan dilakukan dengan meneteskan larutan asam fosfat ke larutan kalsium klorida dengan menggunakan syringe pump sambil di campur dengan magnetic stirrer. Penetesan ini dilakukan hingga larutan asam fosfat habis. Campuran diletakkan pada water bath pada suhu 60ºC selama 1 jam. Larutan di aging selama ± 24 jam.
Larutan yang telah di aging dipanaskan di atas hot plate dengan suhu 120oC sambil kembali diaduk hingga
larutan mengental dan menjadi gel. Saat larutan mulai mengental, suhu plate tersebut diturunkan supaya gel tidak hangus.
Setelah terbentuk gel, spons yang sudah dipotong-potong dengan ukuran 2x2x0,5 cm direndam didalam gel. Spons yang sudah menyerap gel dikeringkan pada suhu 110oC selama 24 jam lalu
dipanaskan pada suhu 1000oC selama 3
jam.
Sampel divariasikan pada jenis sampel dan laju penetesan asam fosfat dengan menggunakan syringe pump. Masing-masing variasi sampel diberi kode yang ditampilkan dalam Tabel 1.
Tabel 1. Kode sampel dan variasi perlakuan Kode sampel Jenis sampel Laju penetesan asam fosfat PA Serbuk 100 ml/jam
PB Serbuk 50 ml/jam
SA Scaffold 100 ml/jam SB Scaffold 50 ml/jam
2. Karakterisasi Sampel 2.1.Karakterisasi XRD
Karakterisasi XRD dilakukan dengan menggunakan Shimadzu XRD610 dengan sudut difraksi antara 10o-80o.
5
2.2.Karakterisasi FTIR
Karakterisasi FTIR dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR BRUKER model TENSOR 37. Karakterisasi FTIR dilakukan terhadap semua jenis sampel. Setiap jenis sampel diambil satu contoh untuk karakterisasi FTIR.
2.3.Karakterisasi SEM dan Mikroskop Optik
Karakterisasi SEM dilakukan dengan menggunakan JEOL JCM-35C. sebelum dikarakterisasi, masing-masing sampel dilapisi dengan emas-palladium (80% emas dan 20% Pd). Setiap jenis sampel diambil satu caontoh untuk karakterisasi SEM.
Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik menggunakan mikroskop optik portabel. Pengamatan dilakukan pada satu contoh yang diambil dari setiap jenis sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Preparasi Sampel1.1. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk
Pada penelitian ini, hidroksiapatit dibuat dalam dua macam bentuk, yaitu serbuk dan scaffold atau bepori. Pembuatan hidroksiapatit serbuk dilakukan dengan membuat delapan kali ulangan untuk dua macam laju penetesan asam fosfat yang berbeda. Laju pertama (laju A) adalah 100 ml/jam dan laju yang kedua (laju B) adalah 100 ml/jam.
Massa CaCl2 yang digunakan dan
massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada masing-masing ulangan tiap laju dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Dari Tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa perbedaan laju penetasan asam fosfat dalam proses pencampuran antara larutan CaCl2 dan larutan asam fosfat
tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap massa hidroksiapatit pada hasil akhir sampel. Rerata massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada sampel PA adalah 5.41 g, dengan rerata massa CaCl2 yang digunakan
adalah 9.27 g.
Tabel 2. Rerata Massa CaCl2 Sampel PA
No. CaCl2 (g) Massa HA (g)
1 9.28 4.93
2 9.27 5.76
3 9.29 5.64
4 9.28 6.11
5 9.28 5.59
6 9.27 5.56
7 9.28 5.26
8 9.29 5.43
Rerata 9.28 5.54
Tabel 3. Rerata Massa CaCl2 Sampel PB
Rerata massa hidroksiapatit yang dihasilkan pada sampel PB adalah 5.53 g, dengan rerata massa CaCl2 yang
digunakan adalah 9.28 g. Massa sampel hidroksiapatit yang dihasilkan lebih kecil daripada massa CaCl2 yang digunakan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan CaCl2 sebagai prekursor
tidak efisien.
1.2. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit
Scaffold
Hidroksiapatit scaffold dibuat dengan menggunakan spons berukuran (2x2x0.5) cm3. Masing-masing jenis
sampel dibuat dalam delapan kali ulangan, sehingga dihasilkan total enam belas sampel scaffold. Massa akhir sampel scaffold tidak dihitung karena dari satu gel dapat dihasilkan empat hingga lima sampel scaffold berukuran (2 x 2 x 0.5) cm3.
No. CaCl2 (g) Massa HA (g)
1 9.27 4.33
2 9.27 4.16
3 9.27 5.79
4 9.27 5.88
5 9.27 5.73
6 9.27 5.74
7 9.27 5.82
8 9.27 5.87
5
2.2.Karakterisasi FTIR
Karakterisasi FTIR dilakukan dengan menggunakan spektroskopi FTIR BRUKER model TENSOR 37. Karakterisasi FTIR dilakukan terhadap semua jenis sampel. Setiap jenis sampel diambil satu contoh untuk karakterisasi FTIR.
2.3.Karakterisasi SEM dan Mikroskop Optik
Karakterisasi SEM dilakukan dengan menggunakan JEOL JCM-35C. sebelum dikarakterisasi, masing-masing sampel dilapisi dengan emas-palladium (80% emas dan 20% Pd). Setiap jenis sampel diambil satu caontoh untuk karakterisasi SEM.
Pengamatan dengan menggunakan mikroskop optik menggunakan mikroskop optik portabel. Pengamatan dilakukan pada satu contoh yang diambil dari setiap jenis sampel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Preparasi Sampel1.1. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk
Pada penelitian ini, hidroksiapatit dibuat dalam dua macam bentuk, yaitu serbuk dan scaffold atau bepori. Pembuatan hidroksiapatit serbuk dilakukan dengan membuat delapan kali ulangan untuk dua macam laju penetesan asam fosfat yang berbeda. Laju pertama (laju A) adalah 100 ml/jam dan laju yang kedua (laju B) adalah 100 ml/jam.
Massa CaCl2 yang digunakan dan
massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada masing-masing ulangan tiap laju dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.
Dari Tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa perbedaan laju penetasan asam fosfat dalam proses pencampuran antara larutan CaCl2 dan larutan asam fosfat
tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap massa hidroksiapatit pada hasil akhir sampel. Rerata massa hidroksiapatit serbuk yang dihasilkan pada sampel PA adalah 5.41 g, dengan rerata massa CaCl2 yang digunakan
adalah 9.27 g.
Tabel 2. Rerata Massa CaCl2 Sampel PA
No. CaCl2 (g) Massa HA (g)
1 9.28 4.93
2 9.27 5.76
3 9.29 5.64
4 9.28 6.11
5 9.28 5.59
6 9.27 5.56
7 9.28 5.26
8 9.29 5.43
Rerata 9.28 5.54
Tabel 3. Rerata Massa CaCl2 Sampel PB
Rerata massa hidroksiapatit yang dihasilkan pada sampel PB adalah 5.53 g, dengan rerata massa CaCl2 yang
digunakan adalah 9.28 g. Massa sampel hidroksiapatit yang dihasilkan lebih kecil daripada massa CaCl2 yang digunakan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa penggunaan CaCl2 sebagai prekursor
tidak efisien.
1.2. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit
Scaffold
Hidroksiapatit scaffold dibuat dengan menggunakan spons berukuran (2x2x0.5) cm3. Masing-masing jenis
sampel dibuat dalam delapan kali ulangan, sehingga dihasilkan total enam belas sampel scaffold. Massa akhir sampel scaffold tidak dihitung karena dari satu gel dapat dihasilkan empat hingga lima sampel scaffold berukuran (2 x 2 x 0.5) cm3.
No. CaCl2 (g) Massa HA (g)
1 9.27 4.33
2 9.27 4.16
3 9.27 5.79
4 9.27 5.88
5 9.27 5.73
6 9.27 5.74
7 9.27 5.82
8 9.27 5.87
6
2. Karakterisasi Sampel
2.1. Karakterisasi menggunakan XRD Karakterisasi XRD dilakukan untuk mengetahui fasa-fasa yang terkandung di dalam sampel. Karakterisasi XRD juga digunakan untuk menentukan parameter-parameter kristal, diantaranya parameter kisi.
Pola XRD pada masing-masing sampel menunjukkan adanya material kalsium fosfat lain yang terbentuk pada saat pembuatan hidroksiapatit dilakukan. Material tersebut dapat terbentuk pada saat pencampuran larutan CaCl2 dengan larutan asam
fosfat dan juga dapat terbentuk pada saat proses pemanasan yang dilakukan pada sampel. Berdasarkan penentuan fasa dari database JCPDS (JCPDS 090169 dan JCPDS 090432) diketahui bahwa komponen kalsium fosfat lain yang terdapat pada masing-masing sampel adalah TCP atau Tricalcium Phosphate.
Perhitungan penentuan fasa untuk masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 4. Material TCP dapat terbentuk pada saat pencampuran kedua prekursor dilakukan dan juga pada saat proses pemanasan. Material TCP lebih banyak terbentuk saat pemanasan sampel pada suhu tinggi.
Pola difraksi XRD yang dihasilkan pada sampel PA menunjukkan bahwa
puncak-puncak pola XRD didominasi oleh fasa hidroksiapatit. Puncak tertinggi dari sampel PA terdapat pada sudut 33,08o dan merupakan fasa hidroksiapatit.
Keberadaan TCP pada sampel PA terdeteksi dengan adanya puncak-puncak pada sudut antara lain 20,78o; 28,82o;
29,22o; dan 35,76o. Pola difraksi sampel
PA dapat dilihat pada Gambar 6.
Pola difraksi pada sampel PB juga menunjukkan bahwa fasa pada sampel PB juga didominasi oleh fasa hidroksiapatit. Puncak tertinggi pada sampel PB pada sudut 29,26o merupakan fasa hidroksiapatit. Keberadaan TCP pada sampel diketahui dengan adanya puncak-puncak pada sudut antara lain 18,68o;
20,88o; 26,72o; dan 29,8o.
Pada sampel PB, fasa TCP yang terbentuk lebih banyak dibandingkan fasa TCP pada sampel PA. Fasa TCP yang lebih banyak terdapat pada sampel PB disebabkan oleh perbedaan laju penetesan larutan asam fosfat. Laju penetesan asam fosfat pada sampel PB lebih lambat dibandingkan laju penetesan asam fosfat pada sampel PA. Perbedaan laju tersebut juga dapat mengakibatkan perbedaan kecepatan terjadinya reaksi kimia dalam campuran. Laju yang lebih lambat akan menyebabkan reaksi yang terjadi lebih baik. Pola difraksi XRD sampel PB dapat dilihat pada Gambar 7 (halaman 7).
Gambar 6. Pola XRD sampel PA
HA
7
Gambar 7. Pola XRD sampel PB
Pola XRD pada sampel SA menunjukkan bahwa sampel didominasi oleh fasa TCP. Fasa hidroksiapatit yang terdapat pada sampel SA sangat sedikit. Fasa hidroksiapatit tersebut tampak pada sudut antara lain 18,74o; 28,92o; 45,58o;
dan 63,42o. Puncak tertinggi pada sampel
SA pada sudut 31,04o yang merupakan
fasa TCP. Pola difraksi XRD sampel SA dapat dilihat pada Gambar 8.
Pola XRD pada sampel SB juga menunjukkan bahwa sampel didominasi oleh fasa TCP. Fasa hidroksiapatit pada sampel SB tampak sangat sedikit. Puncak-puncak untuk fasa hidroksiapatit tampak
pada sudut antara lain 39,88o; 45,44o; dan
53,0o. Puncak tertinggi pada sampel SB
pada sudut 31,06o merupakan fasa TCP.
Perbedaan laju penetesan asam fosfat pada kedua sampel (SA dan SB) menyebabkan fasa TCP yang terdapat pada sampel SB lebih banyak dibandingkan dengan fasa TCP yang terdapat pada sampel SA. Pada sampel SA, masih tampak adanya fasa hidroksiapatit di sekitar sudut 18,74o,
sedangkan pada sampel SB, dari sudut 10o
hingga 38o hanya terdapat fasa TCP. Pola
difraksi XRD sampel SB dapat dilihat pada Gambar 9 (halaman 8).
Gambar 8. Pola XRD sampel SA
HA
TCP
HA
8
Gambar 9. Pola XRD sampel SB
Fasa TCP pada sampel scaffold lebih mendominasi, sedangkan pada sampel serbuk fasa hidroksiapatit lebih mendominasi. Hal tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan suhu pemanasan antara sampel serbuk dan scaffold. Pemanasan untuk sampel serbuk hanya
pada suhu 550oC, sedangkan sampel
scaffold dipanaskan pada suhu 1000oC.
Nilai parameter kisi untuk setiap sampel pada fasa HA dan TCP dapat dilihat pada Tabel 4 dan 5. Perhitungan lengkap parameter kisi pada masing-masing sampel dapat dilihat pada Lampiran 5.
Tabel 4. Parameter kisi HA pada setiap sampel
Sampel a=b (Ǻ) Akurasi (%) c (Ǻ) Akurasi (%)
PA 9,556516 98,529242 6,94794 99,07118
PB 9,405481 99,86707 6,956925 98,94066
SA 9,612492 97,93489 7,01873 98,04285
SB 9,411603 99,93208 6,87723 99,90166
Tabel 5. Parameter kisi TCP pada setiap sampel
Sampel a=b (Ǻ) Akurasi (%) c (Ǻ) Akurasi (%) PA 10,27994 98,655854 36,58367 97,869636
PB 10,788761 96,461031 38,982898 95,711883
SA 10,480409 99,420256 37,64423 99,293124
SB 10,50131 99,21967 37,7017 99,13938
Pada perhitungan penentuan parameter kisi untuk masing-masing sampel pada setiap fasa (HA dan TCP) didapatkan ketepatan perhitungan diatas 95%. Perhitungan parameter kisi tersebut dibandingkan dengan
parameter kisi HA dan TCP yang didapatkan dari data JCPDS, yaitu JCPDS 090432 untuk HA dan JCPDS 090169 untuk TCP. Parameter kisi untuk HA adalah a=b=9.418; c=6.884, dan parameter kisi untuk TCP adalah a=b=10.42; c=37.38.
HA
2.2. Karakterisasi m Karakterisasi untuk mengetahui gu yang terkandung Hidroksiapatit mem gugus HPO42-, dan
Gugus fungsi dari su ditunjukkan dengan a spektrum absorpsi bilangan gelombang t
Spektrum untu menunjukkan adanya OH- pada bilangan ge
Dalam sampel ters adanya pita absorpsi bilangan gelombang absorpsi gugus PO43
bending (ν4) tamp
gelombang 600.62 cm Pita absorpsi yang PO43- bervibrasi asim
tampak pada bilangan cm-1 sampai 934.95
untuk gugus PO4
3-bending (ν2) munc
gelombang 452 cm-1
tidak terdeteksi ad gugus fosfat bervibra
menggunakan FTIR FTIR dilakukan gugus-gugus senyawa di dalam sampel. emiliki gugus OH-,
n juga gugus PO43-.
suatu senyawa tertentu n adanya puncak pada i sampel pada suatu g tertentu.35
ntuk sampel PA ya pita absorpsi gugus gelombang 3436 cm-1.
ersebut juga tampak si gugus HPO42- pada
ng 2926 cm-1. Pita 3- bervibrasi asimetri
pak pada bilangan cm-1 dan 564.43 cm-1.
menunjukkan gugus simetri stretching (ν3)
an gelombang 1144.81 5 cm-1. Pita absorpsi
- bervibrasi simetri
ncul pada bilangan
1. Dalam sampel PA
adanya pita absorpsi rasi simetri stretching.
Pita absorpsi pada bi 1638.41 cm-1 menunju
yang diserap sampel untuk sampel PA d Gambar 10.
Spektrum yang sampel PB menunju absorpsi gugus OH gelombang 3439 cm-1.
HPO42- muncul pada b
2926.28 cm-1. Pita ab
bervibrasi asimetri be pada bilangan gelomba 564.88 cm-1. Pita abs bervibrasi asimetri stre pada bilangan gelomb sampai 936.48 cm-1. P
PO43- bervibrasi sim
muncul pada bilangan cm-1. Pada sampel P
adanya pita absorp bervibrasi simetri stretc yang muncul pada bi 1638.28 cm-1 menunju
yang diserap sampel untuk sampel PB d Gambar 11
Gambar 10. Spektrum FTIR sampel PA
9
bilangan gelombang njukkan adanya H2O
el. Spektrum FTIR dapat dilihat pada
g dihasilkan pada njukkan adanya pita H- pada bilangan
. Pita absorpsi gugus bilangan gelombang absorpsi gugus PO4
3-bending (ν4) tampak
bang 602.83 cm-1 dan
bsorpsi gugus PO4
3-tretching (ν3) muncul
mbang 1144.69 cm-1
. Pita absorpsi gugus imetri bending (ν2)
an gelombang 452.14 PB tidak terdeteksi rpsi gugus PO4
3-retching. Pita absorpsi bilangan gelombang njukkan adanya H2O
Spektrum untu menunjukkan adanya OH- pada bilangan
cm-1. Pita absorpsi H
bilangan gelombang absorpsi gugus PO43
bending (ν4) tamp
gelombang 562.80 gugus PO43- bervibra
(ν3) tampak pada bil
antara 1188.10 cm 940.10 cm-1. Pita ab
bervibrasi simetri be pada bilangan gelom Pita absorpsi untuk gu simetri stretching pa terdeteksi. Spektrum SA dapat dilihat (halaman 11).
Sampel SB menu absorpsi gugus O
Gambar 11. Spektrum FTIR sampel PB
ntuk sampel SA ya pita absorpsi gugus n gelombang 3436.78 i HPO42- tampak pada
g 2924.27 cm-1. Pita 3- bervibrasi asimetri
pak pada bilangan cm-1. Pita absorpsi
rasi asimetri stretching ilangan gelombang di cm-1 sampai dengan
absorpsi gugus PO4
3-bending (ν2) muncul
ombang 454.32 cm-1.
gugus PO43- bervibrasi
pada sampel SA tidak m FTIR untuk sampel t pada Gambar 12
nunjukkan adanya pita OH- pada bilangan
gelombang 3436.97 c dengan adanya pita HPO42- pada bilan
2923.60 cm-1. Pita ab
bervibrasi asimetri be pada bilangan gelomba 553.83 cm-1. Pita abs bervibrasi asimetri stre pada bilangan gelomb sampai bilangan gelom Pita absorpsi gugus simetri bending (ν bilangan gelombang absorpsi untuk gug bervibrasi simetri stret SB juga tidak terdetek untuk sampel SB d Gambar 13 (halaman 1
10
cm-1, yang diikuti
ita absorpsi gugus angan gelombang absorpsi gugus PO4
3-bending (ν4) tampak
bang 609.35 cm-1 dan
bsorpsi gugus PO4
3-tretching (ν3) tampak
mbang 1187.36 cm-1
ombang 941.60 cm-1.
us PO43- bervibrasi
(ν2) muncul pada
g 453.62 cm-1. Pita
Gambar 12. Spektrum FTIR sampel SA
Gambar 13. Spektrum FTIR sampel SB
12
2.3. Karakterisasi menggunakan SEM dan Mikroskop Optik
2.3.1. Sampel Serbuk
Hidroksiapatit pada umumnya dibuat dalam bentuk serbuk. Karena berbentuk serbuk, jika diamati secara visual tampak bahwa sampel tersusun atas butiran-butiran halus. Dengan pengamatan menggunakan mikroskop optik dan SEM dapat dilihat morfologi sampel dan butiran-butiran tersebut akan tampak lebih jelas bentuknya.
Hasil pengamatan sampel dengan menggunakan mikroskop optik menunjukkan bahwa sampel yang berbentuk serbuk tersusun atas butiran-butiran halus. Dari gambar terlihat bahwa butiran yang menyusun sampel tampak berbentuk bulat. Morfologi sampel PA dan PB yang diamati dengan menggunakan mikroskop optik dapat dilihat pada Gambar 14 dan 15.
Gambar 14. Morfologi sampel PA dengan mikroskop optik perbesaran 190x
Gambar 15. Morfologi sampel PB dengan mikroskop optik perbesaran 190x
Hasil karakterisasi SEM akan memperjelas bentuk butiran penyusun sampel serbuk. Karakterisasi SEM menunjukkan bahwa partikel penyusun sampel serbuk tidak berbentuk bulat. Bentuk partikel tersebut bervariasi dan menyerupai bentuk kristal. Susunan dan jarak partikel penyusun sampel serbuk tersebut juga tidak teratur. Pada mikrograf sampel PA, tampak bahwa partikel-partikel di dalam sampel tersebut melekat antara satu partikel dengan yang lainnya. Mikrograf sampel PB menunjukkan bahwa sampel tersebut tersusun atas partikel yang bentuknya seperti persegi panjang dan seperti kristal. Gambar hasil karakterisasi SEM untuk sampel PA dan PB dapat dilihat pada Gambar 16 dan 17.
Gambar 16. Mikrograf sampel PA – SEM 5000x.
2.3.2. Sampel Scaffo
Hidroksiapat merupakan hidroksia pori-pori berukuran tersebut tidak terlihat mata telanjang biasa. ini juga tampak ba dimiliki sampel hid tidak terlihat jelas d mikroskop optik. hidroksiapatit sc menggunakan mikro dilihat pada Gambar 1 Gambar hidroksi diambil dengan meng optik tidak dapat mem jelas pori-pori ya hidroksiapatit scaffold scaffold yang menggunakan mikro tampak seperti pa permukaannnya tida hidroksiapatit scaffo dengan menggunak karakterisasi SEM un dapat dilihat pada Gam
Gambar 18. Morfologi mikroskop optik perbesara
affold
atit scaffold siapatit yang memiliki an mikro. Pori-pori hat jika dilihat dengan a. Di dalam penelitian bahwa pori-pori yang hidroksiapatit scaffold dengan menggunakan . Hasil foto dari scaffold dengan kroskop optik dapat
r 18 dan 19.
siapatit scaffold yang nggunakan mikroskop emperlihatkan dengan yang dimiliki oleh fold ini. Hidroksiapatit diamati dengan kroskop optik hanya padatan biasa yang idak rata. Pori-pori affold dapat terlihat akan SEM. Hasil untuk sampel scaffold
ambar 20 dan 21.
i sampel SA dengan aran 170x.
Gambar 19. Morfologi S mikroskop optik perbesaran
Gambar 20. Mikrograf sa 5000x.
Gambar 21. Mikrograf sa 5000x.
Dari gambar yang menggunakan SEM da pori-pori yang hidroksiapatit scaffold tersebut juga tampak yang terdapat dalam tidak teratur ukura Ketidakteraturan ini dis teraturnya jumlah atau hidroksipatit yang di pada saat spons diren tersebut. Pori-pori ya sampel SA lebih dibandingkan dengan terdapat pada sampel P
KESIMPU
Hidroksiapatit scaffo dengan menggunakan polyurethane sebagai med pori yang terdapat pada hid yang dibuat dengan sp ukurannya. Pola XRD m pada semua sampel terdap hidroksiapatit, yaitu fase PA dan PB, fasa hi13
Sampel SB dengan ran 180x.
sampel SA – SEM
sampel SB – SEM
ng dihasilkan dengan dapat terlihat adanya terdapat dalam old. Pada gambar ak bahwa pori-pori am hidroksiapatit ini ran dan jaraknya. disebabkan oleh tidak au volume gel sampel diserap oleh spons endam ke dalam gel yang terdapat pada ih jelas terlihat an pori-pori yang l PB.
ULAN
ffold dapat dibuat n spons atau edia pencetak.
14
mendominasi dibandingkan dengan fasa TCP. Pada sampel SA dan SB, fasa yang mendominasi adalah TCP, sementara fasa hidroksiapatit sangat kecil jumlahnya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan suhu pemanasan antara sampel serbuk dan scaffold. Spektrum FTIR pada masing-masing sampel menunjukkan bahwa di dalam semua sampel, baik serbuk maupun scaffold terdapat gugus fungsi OH-, HPO
42-, dan PO43-.
Gugus-gugus fungsi tersebut ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak spektrum absorpsi pada bilangan gelombang tertentu. Pada semua sampel tidak terdeteksi adanya gugus fungsi fosfat bervibrasi simetri stretching.
Butiran-butiran penyusun sampel hidroksiapatit serbuk tidak berbentuk bulat. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa butiran-butiran tersebut berbentuk seperti kristal. Pori-pori dalam hidroksiapatit scaffold berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop optik. Pori-pori tersebut dapat dilihat dengan menggunakan SEM. Pori-pori yang terdapat pada sampel hidroksiapatit scaffold tidak teratur ukuran dan jaraknya.
SARAN
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan simulasi untuk mendapatkan data ketahanan sampel pada saat diimplantasikan ke dalam tubuh manusia. Bahan kalsium untuk sampel lebih baik menggunakan bahan biologi seperti cangkang telur. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk membuat hidroksiapatit scaffold yang ukuran dan jarak pori-porinya teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Teixeira S., et al, Physical Characterization of Hydroxyapatit Porous Scaffolds for Tissue Engineering, Material Science and
Engineering C, doi:
10.1016/j.msec.2008.09.052, 2008, hal. 1. 2. Pallson, B., et al, Tissue Engineering. Florida: CRC Press, 2003, hal.78.
3. Enderle, J. D., Blanchard, S. M., Bronzino, J. D., Introduction to Biomedical Engineering, Second Edition, London: Elsevier Academic Press, 2005, hal 30.
4. Santos, M. H., et al., Synthesis Control and Characterization of Hydroxyapatite Prepared by Wet Precipitation Process, Material Research Vol 7, No 4, 625-630, 2004, hal. 1. 5. Santos, ibid.
6. Teixeira, loc. cit. 7. Teixeira, ibid.
8. Rajabi, A. H., Behnamghader, A., Kazamzadeh, A., Moztarzadeh, F., Synthesis and Characerizations of Nanocrystalline Hydroxyapatite Powder Via Sol Gel Method. Springerlink: Biomed 06, IFMBE Proceedings 15, pp. 149 – 151, 2007, hal. 1.
9. Earl, J. S., Wood, D. J., and Mine, S. J., Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite. Journal of Physics: Conference Series 26 (2006) 268-271. Institute of Physics Publishing, 2006, hal 1.
10. Earl, ibid. 11. Pallson, loc. cit.
12. Prasahar, V. K., Sayah, A., and Gijs, M. A, M., The Sol Gel Process For Realisation of optikal Micro-Structures in Glass. Key Engineering Materials Vols. 264-268 pp 371-374. Trans Tech Public, 2004, hal 1.
13. Vazquez, C. G., Barba, C. P., and Mungula, N., Stoichiometric Hydroxyapatite Obtained by Precipitation and Sol Gel Processes. Instituto de Investigaciones en Materiales, UNAM, Ciudad Universitaria, 2005, hal 1.
14. Rajabi, loc. cit. 15. Vazquez, loc. cit. 16. Teixeira, loc. cit.
17. Sepulveda, P., et al., In Vivo Evaluation of Hidroksiapatit Foams. Material Research, Vol 5, No. 3, 253-256, 2002, hal. 1.
18. Sepulveda, ibid. 19. Sepulveda, ibid. 20. Teixeira, loc. cit. 21. Teixeira, ibid. 22. Teixiera, ibid, hal. 2.
23. [Anonim], Struktur Matriks dalam Tulang, Wikipedia, 27 November 2009.
http://www.wikipedia.com/matrikstulang.htm
24. Cullity, B. D., and Stock, S. R., Elements of X-Ray Diffraction, Third Edition. New Jersey: Prentice Hall, 2001, hal 8.
25. Kardiawarman. Sinar-X. Bandung: IKIP Bandung. 1996.
26. [Anonim], Teknik Pemeriksaan Material Menggunakan XRD, XRF, dan SEM-EDS. Labinfo’s Web blog, 2009.
26. Culliy, op. cit. hal 9. 27. Cullity, ibid.
28. [Anonim], Scanning Elektron Microscope.
Wikipedia, 30 April 2009.
http://www.wikipedia.com/sem.htm
29. [Anonim], ibid. 30. [Anonim], ibid, hal 3.
31.[Anonim], Introduction to Fourier Transform Infra Red Sepctroscopy. USA: Thermo Nicolet, 2001, hal 1.
2.3.2. Sampel Scaffo
Hidroksiapat merupakan hidroksia pori-pori berukuran tersebut tidak terlihat mata telanjang biasa. ini juga tampak ba dimiliki sampel hid tidak terlihat jelas d mikroskop optik. hidroksiapatit sc menggunakan mikro dilihat pada Gambar 1 Gambar hidroksi diambil dengan meng optik tidak dapat mem jelas pori-pori ya hidroksiapatit scaffold scaffold yang menggunakan mikro tampak seperti pa permukaannnya tida hidroksiapatit scaffo dengan menggunak karakterisasi SEM un dapat dilihat pada Gam
Gambar 18. Morfologi mikroskop optik perbesara
affold
atit scaffold siapatit yang memiliki an mikro. Pori-pori hat jika dilihat dengan a. Di dalam penelitian bahwa pori-pori yang hidroksiapatit scaffold dengan menggunakan . Hasil foto dari scaffold dengan kroskop optik dapat
r 18 dan 19.
siapatit scaffold yang nggunakan mikroskop emperlihatkan dengan yang dimiliki oleh fold ini. Hidroksiapatit diamati dengan kroskop optik hanya padatan biasa yang idak rata. Pori-pori affold dapat terlihat akan SEM. Hasil untuk sampel scaffold
ambar 20 dan 21.
i sampel SA dengan aran 170x.
Gambar 19. Morfologi S mikroskop optik perbesaran
Gambar 20. Mikrograf sa 5000x.
Gambar 21. Mikrograf sa 5000x.
Dari gambar yang menggunakan SEM da pori-pori yang hidroksiapatit scaffold tersebut juga tampak yang terdapat dalam tidak teratur ukura Ketidakteraturan ini dis teraturnya jumlah atau hidroksipatit yang di pada saat spons diren tersebut. Pori-pori ya sampel SA lebih dibandingkan dengan terdapat pada sampel P
KESIMPU
Hidroksiapatit scaffo dengan menggunakan polyurethane sebagai med pori yang terdapat pada hid yang dibuat dengan sp ukurannya. Pola XRD m pada semua sampel terdap hidroksiapatit, yaitu fase PA dan PB, fasa hi13
Sampel SB dengan ran 180x.
sampel SA – SEM
sampel SB – SEM
ng dihasilkan dengan dapat terlihat adanya terdapat dalam old. Pada gambar ak bahwa pori-pori am hidroksiapatit ini ran dan jaraknya. disebabkan oleh tidak au volume gel sampel diserap oleh spons endam ke dalam gel yang terdapat pada ih jelas terlihat an pori-pori yang l PB.
ULAN
ffold dapat dibuat n spons atau edia pencetak.
14
mendominasi dibandingkan dengan fasa TCP. Pada sampel SA dan SB, fasa yang mendominasi adalah TCP, sementara fasa hidroksiapatit sangat kecil jumlahnya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan suhu pemanasan antara sampel serbuk dan scaffold. Spektrum FTIR pada masing-masing sampel menunjukkan bahwa di dalam semua sampel, baik serbuk maupun scaffold terdapat gugus fungsi OH-, HPO
42-, dan PO43-.
Gugus-gugus fungsi tersebut ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak spektrum absorpsi pada bilangan gelombang tertentu. Pada semua sampel tidak terdeteksi adanya gugus fungsi fosfat bervibrasi simetri stretching.
Butiran-butiran penyusun sampel hidroksiapatit serbuk tidak berbentuk bulat. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa butiran-butiran tersebut berbentuk seperti kristal. Pori-pori dalam hidroksiapatit scaffold berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop optik. Pori-pori tersebut dapat dilihat dengan menggunakan SEM. Pori-pori yang terdapat pada sampel hidroksiapatit scaffold tidak teratur ukuran dan jaraknya.
SARAN
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan simulasi untuk mendapatkan data ketahanan sampel pada saat diimplantasikan ke dalam tubuh manusia. Bahan kalsium untuk sampel lebih baik menggunakan bahan biologi seperti cangkang telur. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk membuat hidroksiapatit scaffold yang ukuran dan jarak pori-porinya teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Teixeira S., et al, Physical Characterization of Hydroxyapatit Porous Scaffolds for Tissue Engineering, Material Science and
Engineering C, doi:
10.1016/j.msec.2008.09.052, 2008, hal. 1. 2. Pallson, B., et al, Tissue Engineering. Florida: CRC Press, 2003, hal.78.
3. Enderle, J. D., Blanchard, S. M., Bronzino, J. D., Introduction to Biomedical Engineering, Second Edition, London: Elsevier Academic Press, 2005, hal 30.
4. Santos, M. H., et al., Synthesis Control and Characterization of Hydroxyapatite Prepared by Wet Precipitation Process, Material Research Vol 7, No 4, 625-630, 2004, hal. 1. 5. Santos, ibid.
6. Teixeira, loc. cit. 7. Teixeira, ibid.
8. Rajabi, A. H., Behnamghader, A., Kazamzadeh, A., Moztarzadeh, F., Synthesis and Characerizations of Nanocrystalline Hydroxyapatite Powder Via Sol Gel Method. Springerlink: Biomed 06, IFMBE Proceedings 15, pp. 149 – 151, 2007, hal. 1.
9. Earl, J. S., Wood, D. J., and Mine, S. J., Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite. Journal of Physics: Conference Series 26 (2006) 268-271. Institute of Physics Publishing, 2006, hal 1.
10. Earl, ibid. 11. Pallson, loc. cit.
12. Prasahar, V. K., Sayah, A., and Gijs, M. A, M., The Sol Gel Process For Realisation of optikal Micro-Structures in Glass. Key Engineering Materials Vols. 264-268 pp 371-374. Trans Tech Public, 2004, hal 1.
13. Vazquez, C. G., Barba, C. P., and Mungula, N., Stoichiometric Hydroxyapatite Obtained by Precipitation and Sol Gel Processes. Instituto de Investigaciones en Materiales, UNAM, Ciudad Universitaria, 2005, hal 1.
14. Rajabi, loc. cit. 15. Vazquez, loc. cit. 16. Teixeira, loc. cit.
17. Sepulveda, P., et al., In Vivo Evaluation of Hidroksiapatit Foams. Material Research, Vol 5, No. 3, 253-256, 2002, hal. 1.
18. Sepulveda, ibid. 19. Sepulveda, ibid. 20. Teixeira, loc. cit. 21. Teixeira, ibid. 22. Teixiera, ibid, hal. 2.
23. [Anonim], Struktur Matriks dalam Tulang, Wikipedia, 27 November 2009.
http://www.wikipedia.com/matrikstulang.htm
24. Cullity, B. D., and Stock, S. R., Elements of X-Ray Diffraction, Third Edition. New Jersey: Prentice Hall, 2001, hal 8.
25. Kardiawarman. Sinar-X. Bandung: IKIP Bandung. 1996.
26. [Anonim], Teknik Pemeriksaan Material Menggunakan XRD, XRF, dan SEM-EDS. Labinfo’s Web blog, 2009.
26. Culliy, op. cit. hal 9. 27. Cullity, ibid.
28. [Anonim], Scanning Elektron Microscope.
Wikipedia, 30 April 2009.
http://www.wikipedia.com/sem.htm
29. [Anonim], ibid. 30. [Anonim], ibid, hal 3.
31.[Anonim], Introduction to Fourier Transform Infra Red Sepctroscopy. USA: Thermo Nicolet, 2001, hal 1.
SINTESIS DAN K
FAKULTAS ME
N KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT S
NIKEN PRATIWI
DEPARTEMEN FISIKA
ETEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
SCAFFOLD
14
mendominasi dibandingkan dengan fasa TCP. Pada sampel SA dan SB, fasa yang mendominasi adalah TCP, sementara fasa hidroksiapatit sangat kecil jumlahnya. Hal tersebut disebabkan oleh perbedaan suhu pemanasan antara sampel serbuk dan scaffold. Spektrum FTIR pada masing-masing sampel menunjukkan bahwa di dalam semua sampel, baik serbuk maupun scaffold terdapat gugus fungsi OH-, HPO
42-, dan PO43-.
Gugus-gugus fungsi tersebut ditunjukkan dengan adanya puncak-puncak spektrum absorpsi pada bilangan gelombang tertentu. Pada semua sampel tidak terdeteksi adanya gugus fungsi fosfat bervibrasi simetri stretching.
Butiran-butiran penyusun sampel hidroksiapatit serbuk tidak berbentuk bulat. Mikrograf SEM menunjukkan bahwa butiran-butiran tersebut berbentuk seperti kristal. Pori-pori dalam hidroksiapatit scaffold berukuran sangat kecil, bahkan tidak dapat terlihat jelas dengan menggunakan mikroskop optik. Pori-pori tersebut dapat dilihat dengan menggunakan SEM. Pori-pori yang terdapat pada sampel hidroksiapatit scaffold tidak teratur ukuran dan jaraknya.
SARAN
Penelitian ini dapat dilanjutkan dengan simulasi untuk mendapatkan data ketahanan sampel pada saat diimplantasikan ke dalam tubuh manusia. Bahan kalsium untuk sampel lebih baik menggunakan bahan biologi seperti cangkang telur. Penelitian lebih lanjut dapat dilakukan untuk membuat hidroksiapatit scaffold yang ukuran dan jarak pori-porinya teratur.
DAFTAR PUSTAKA
1. Teixeira S., et al, Physical Characterization of Hydroxyapatit Porous Scaffolds for Tissue Engineering, Material Science and
Engineering C, doi:
10.1016/j.msec.2008.09.052, 2008, hal. 1. 2. Pallson, B., et al, Tissue Engineering. Florida: CRC Press, 2003, hal.78.
3. Enderle, J. D., Blanchard, S. M., Bronzino, J. D., Introduction to Biomedical Engineering, Second Edition, London: Elsevier Academic Press, 2005, hal 30.
4. Santos, M. H., et al., Synthesis Control and Characterization of Hydroxyapatite Prepared by Wet Precipitation Process, Material Research Vol 7, No 4, 625-630, 2004, hal. 1. 5. Santos, ibid.
6. Teixeira, loc. cit. 7. Teixeira, ibid.
8. Rajabi, A. H., Behnamghader, A., Kazamzadeh, A., Moztarzadeh, F., Synthesis and Characerizations of Nanocrystalline Hydroxyapatite Powder Via Sol Gel Method. Springerlink: Biomed 06, IFMBE Proceedings 15, pp. 149 – 151, 2007, hal. 1.
9. Earl, J. S., Wood, D. J., and Mine, S. J., Hydrothermal Synthesis of Hydroxyapatite. Journal of Physics: Conference Series 26 (2006) 268-271. Institute of Physics Publishing, 2006, hal 1.
10. Earl, ibid. 11. Pallson, loc. cit.
12. Prasahar, V. K., Sayah, A., and Gijs, M. A, M., The Sol Gel Process For Realisation of optikal Micro-Structures in Glass. Key Engineering Materials Vols. 264-268 pp 371-374. Trans Tech Public, 2004, hal 1.
13. Vazquez, C. G., Barba, C. P., and Mungula, N., Stoichiometric Hydroxyapatite Obtained by Precipitation and Sol Gel Processes. Instituto de Investigaciones en Materiales, UNAM, Ciudad Universitaria, 2005, hal 1.
14. Rajabi, loc. cit. 15. Vazquez, loc. cit. 16. Teixeira, loc. cit.
17. Sepulveda, P., et al., In Vivo Evaluation of Hidroksiapatit Foams. Material Research, Vol 5, No. 3, 253-256, 2002, hal. 1.
18. Sepulveda, ibid. 19. Sepulveda, ibid. 20. Teixeira, loc. cit. 21. Teixeira, ibid. 22. Teixiera, ibid, hal. 2.
23. [Anonim], Struktur Matriks dalam Tulang, Wikipedia, 27 November 2009.
http://www.wikipedia.com/matrikstulang.htm
24. Cullity, B. D., and Stock, S. R., Elements of X-Ray Diffraction, Third Edition. New Jersey: Prentice Hall, 2001, hal 8.
25. Kardiawarman. Sinar-X. Bandung: IKIP Bandung. 1996.
26. [Anonim], Teknik Pemeriksaan Material Menggunakan XRD, XRF, dan SEM-EDS. Labinfo’s Web blog, 2009.
26. Culliy, op. cit. hal 9. 27. Cullity, ibid.
28. [Anonim], Scanning Elektron Microscope.
Wikipedia, 30 April 2009.
http://www.wikipedia.com/sem.htm
29. [Anonim], ibid. 30. [Anonim], ibid, hal 3.
31.[Anonim], Introduction to Fourier Transform Infra Red Sepctroscopy. USA: Thermo Nicolet, 2001, hal 1.
15
34. [Anonim], ibid.
SINTESIS DAN K
FAKULTAS ME
N KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT S
NIKEN PRATIWI
DEPARTEMEN FISIKA
ETEMATIKA DAN ILMU PENGETAHU
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
SCAFFOLD
ABSTRAK
NIKEN PRATIWI. Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Scaffold. Di bawah bimbingan Dr. AKHIRUDDIN MADDU, M. Si dan SETYANTO TRI WAHYUDI M. Si.
Hidroksiapatit scaffold dapat dibuat menggunakan metode sol gel. Untuk membentuk pori-pori atau scaffold digunakan polimer polyurethane sebagai alat pencetak. Sampel hasil dikarakerisasi dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD), Fourier Transform Infra Red (FTIR), dan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hasil karakterisasi XRD menunjukkan bahwa ada dua fasa dalam sampel, yaitu fasa hidroksiapatit dan fasa TCP (Tricalcium Phosphate). Pada sampel scaffold, fasa TCP lebih mendominasi sampel. Pada sampel serbuk, fasa hidroksiapatit yang lebih mendominasi. Hasil karakterisasi FTIR menunjukkan adanya gugus fungsi hidroksida dan gugus fosfat dalam setiap sampel. Mikrograf hasil SEM sampel menunjukkan adanya pori-pori kecil pada sampel scaffold.
SINTESIS DAN KARAKTERISASI HIDROKSIAPATIT SCAFFOLD
NIKEN PRATIWI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Sains pada Departemen Fisika
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS METEMATIKA DAN PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul : Sintesis dan Karakterisasi Hidroksipatit Scaffold Nama Mahasiswa : Niken Pratiwi
NRP : G74052286
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Akhiruddin Maddu, M. Si) (Setyanto Tri Wahyudi, M. Si)
Mengetahui Kepala Departemen Fisika
FMIPA IPB
( Dr. Ir. Irzaman, M. Si. ) NIP. 19630708 199512 1 001
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan YME, karena kasih karunia-Nya saya dapat melaksanakan dan menyelesaaikan penelitian dan menulis laporan tugas akhir dengan judul “Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Scaffold”.
Saya juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Ucapan terima kasih tersebut saya sampaikan kepada: Bapak Dr. Akhiruddin Maddu, M. Si selaku dosen pembimbing pertama atas kesabaran dan bimbingannya untuk penulis.
Bapak Setyanto Tri Wahyudi, M. Si selaku dosen pembimbing kedua atas kesabaran dan segala arahannya dalam membimbing penulis
Seluruh dosen, staf dan laboran Departemen Fisika IPB.
Bapak, Ibu, adikku Dito dan seluruh keluarga besarku yang telah memberikan semangat dan doa. Eko Anfiyanto, terimakasih untuk semangat, perhatian, dan nasehat yang sudah diberikan untuk Tiwi.
Sahabat-sahabatku: Via, Dessi, Deslie, Ida, Novi, Dita, Vera, Margie, Febri dan semua anggota YoNM. Terimakasih atas dukungan dan doa teman-teman.
Kak Ita, makasih untuk dukungan dan doa kakak untukku.
Teman-teman Fisika 42: Agung, Ahmad, Ais, Aji, Amel, Andre, Andri, Astri, Ario, Azam, Azki, Cinot, Cucu, Dahrul, Deni, Dewi, Dian, Eka, Fahmi, Faiz, Fitri Amanah, Gita, Hartip, Rizal, Jessi, Lili, Linda, Mahe, Mena, Mitha, Nani, Neneng, Nita, Obi, Pipit, Radot, Roni, Surya, Taufik, Wenny.
Saya menyadari bahwa penyusunan laporan tugas akhir ini masih belum sempurna. Oleh karena itu saya mengharapkan saran dan kritik yang dapat membangun dan memperbaiki penulisan skripsi ini. Atas perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Bogor, Desember 2010
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Salatiga, Jawa Tengah pada tanggal 21 Maret 1987 sebagai anak pertama dari pasangan Pdt. Dwi Putranto dan Ira Ireene, S.Pd. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur SPMB dan mengikuti Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada tahun 2006, Penulis mendapatkan program studi Fisika sebagai program studi mayor. Selama masa studi di IPB, penulis aktif sebagai pengurus Youth of Nations Ministry. Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian dengan judul Sintesis dan Karakterisasi Hidroksiapatit Scaffold sebagai
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ... i RIWAYAT HIDUP ... ii DAFTAR ISI ... iii DAFTAR GAMBAR ... iv DAFTAR TABEL ... v DAFTAR LAMPIRAN ... vi PENDAHULUAN... 1 Latar Belakang ... 1 Tujuan Penelitian ... 1
TINJAUAN PUSTAKA ... 1 Hidroksiapatit ... 1 Hidroksiapatit Scaffold ... 1 X-Ray Diffraction (XRD) ... 2 Scanning Electron Microscopy (SEM) ... 3 Fourier Transform Infra Red (FTIR) ... 3
BAHAN DAN METODE ... 4 Waktu dan Tempat Penelitian ... 4 Alat dan Bahan ... 4 Metode Penelitian ... 4 1. Preparasi Sampel ... 4 1.1. Pembuatan Hidroksiapatit serbuk ... 4 1.2. Pembuatan Hidroksiapatit scaffold ... 4 2. Karakterisasi ... 4 2.1. Karakerisasi XRD ... 4 2.2. Karakterisasi FTIR ... 5 2.3. Karakterisasi SEM dan Mikroskop Optik ... 5
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 5 1. Hasil Preparasi Sampel ... 5 1.1. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Serbuk ... 5 1.2. Hasil Pembuatan Hidroksiapatit Scaffold ... 5 2. Karakterisasi Sampel ... 6 2.1. Karakerisasi XRD ... 6 2.2. Karakterisasi FTIR ... 9 2.3. Karakterisasi SEM dan Mikroskop Optik ... 12 2.3.1. Sampel Serbuk ... 12 2.3.2. Sampel Scaffold ... 13
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Kode sampel dan variasi perlakuan ... 5 Tabel 2. Rataan Massa CaCl2 Sampel PA ... 5
Tabel 3. Rataan Massa CaCl2 Sampel PB ... 5
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar BelakangBiomaterial adalah bahan inert yang dapat diimplantasikan ke dalam sistem atau jaringan hidup sebagai pengganti fungsi dari jaringan alami yang mengalami kerusakan. Material ini bersifat biokompatibel dengan tubuh manusia.1
Biomaterial ini biasanya diaplikasikan pada dunia kedokteran, terutama pada ortopedi dan kedokteran gigi. Biomaterial telah memberi dampak yang cukup besar pada dunia kedokteran,2 khususnya dalam
treatment bagi bagian tubuh yang mengalami kerusakan. Penggunaan biomaterial meningkat dengan cepat pada tahun 1800-an, terutama setelah diperkenalkannya teknik operasi steril oleh dr. Joseph Lister pada tahun 1860, pertama kali digunakan untuk menyambung tulang yang retak pada akhir abad ke-18.3
Salah satu biomaterial yang biokompatibel terhadap tubuh manusia adalah hidroksiapatit. Hidroksiapatit ini mengandung senyawa kalsium fosfat, yaitu senyawa yang banyak terkandung dalam jaringan keras pada tubuh manusia.4 Oleh karena itulah, hidroksiapatit dapat digunakan sebagai implant bagi tulang dan gigi di dalam tubuh manusia dan tidak menyebabkan kerusakan pada jaringan tubuh sehat yang lainnya.5
Dalam dunia medis, biomaterial komposit kalsium fosfat hidroksiapatit dibutuhkan untuk memperbaiki atau mengganti bagian dari jaringan tulang yang rusak karena trauma, fraktur, defek, atau bahkan karena tumor tulang sekalipun. Komposit kalsium fosfat adalah biomaterial yang paling banyak digunakan untuk memperbaiki jaringan tulang. Biomaterial dapat diproduksi sebagai gel, pasta, dan blok padatan atau bahkan matriks-matriks berpori. Hidroksiapatit lebih banyak diaplikasikan dalam dunia kedokteran gigi dan ortopedi. Hidroksiapatit dapat digunakan kapan saja dan berapapun jumlahnya.6
Salah satu jenis hidroksiapatit yang sedang dikembangkan saat ini adalah hidroksiapatit dalam bentuk scaffold atau foam, yaitu hidroksiapatit yang berpori. Kelebihan dari hidroksiapatit scaffold adalah memungkinkan sel bergerak melalui pori-pori yang ada. Keunungan lain yang diperoleh dari hidroksiapatit scaffold adalah kondisi pori-pori yang baik untuk transport nutrisi, infiltrasi jaringan, dan vaskularisasi.7
Tujuan
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk:
Pembuatan hidroksiapatit berbentuk scaffold dengan proses sol-gel.
Karakterisasi hidroksiapatit scaffold dengan teknik X-Ray Diffraction (XRD), Scanning Elektron Microscopy (SEM), dan Fourier Transform Infra Red (FTIR).
TINJAUAN PUSTAKA
HidroksiapatitHidroksiapatit adalah suatu senyawa kalsium fosfat yang mengandung hidroksida. Hidroksiapatit (HA) merupakan anggota dari mineral apatit8,9 dan mempunyai struktur
kimia Ca10(PO4)6(OH)2. Struktur kimia
tersebut sama dengan struktur kimia yang dimiliki komponen mineral pada tulang. Kesamaan struktur itulah yang membuat hidroksiapatit mampu menggantikan jaringan tulang yang rusak tanpa menyebabkan kerusakan pada jaringan lain yang sehat.10
Hidroksiapatit secara umum digunakan untuk memperbaiki, mengisi, dan membangun kembali jaringan-jaringan tulang yang telah rusak. Hidroksiapatit juga dapat digunakan pada jaringan lunak.11 Material hidroksiapatit
ini dapat diperoleh dari tulang-tulang mamalia dan juga dari terumbu karang. Di dalam laboratorium, hidroksiapatit dapat dibuat dengan menggunakan beberapa proses, seperti reaksi dalam zat padat, presipitasi, metode hidrotermal, dan proses sol gel.12
Rasio molar antara kalsium dan fostat (Ca/P) pada hidroksiapatit adalah sebesar 1,67. Rasio molar Ca/P di dalam hidroksiapatit ini mendekati rasio molar Ca/P yang tekandung di dalam jaringan tulang.13,14
Hidroksiapatit mempunyai dua struktur kristal, yaitu heksagonal dan monoklinik. Hidroksiapatit yang terdapat dalam gigi dan tulang serta mineral hidroksiapatit menunjukkan struktur heksagonal, sedangkan hidroksiapatit dalam enamel gigi memiliki struktur monoklinik. Struktur dari hidroksiapatit sintetis bergantung pada metode pembuatannya.15
Hidroksiapatit Scaffold
2
dapat bervariasi, bergantung pada volume scaffold yang diproduksi.16
Hidroksiapatit yang berpori dapat berikatan dengan kuat pada jaringan tulang. Struktur hidroksiapatit dengan porositas teratur mirip dengan struktur alami jaringan tulang. Hal ini membuat hidroksiapatit scaffold lebih mudah diimplant ke dalam jaringan tulang. Hidroksiapatit scaffold yang diinduksi ke dalam jaringan tulang tidak menghambat pertumbuhan jaringan tulang alami, dan dapat mencegah pergeseran dan kehilangan implant yang sudah diinduksikan ke dalam tubuh.17
Scaffold atau pori-pori dalam hidroksiapatit dapat dibentuk dari berbagai macam bahan, termasuk polimer, keramik, logam, dan komposit-komposit lainnya.18
Pori-pori tersebut memiliki struktur yang terbuka dan permukaannya yang biokompatibel mempunyai kondisi ideal untuk pertumbuhan sel dan diferensiasi jaringan. Pori-pori yang terdapat di dalam hidroksiapatit ini dapat digunakan sebagai matriks untuk penggantian jaringan tulang. Pori-pori tersebut juga dapat ditingkatkan respon biologinya dengan menambahkan molekul-molekul seperti collagen dan chitosan.19
Ada beberapa metode yang pernah dilakukan para peneliti untuk membuat pori-pori di dalam hidroksiapatit, di antaranya adalah metode replikasi polimer, gel casting (pembentukan gel), gas scaffolding (pembuatan scaffold dengan menggunakan gas), slip casting, fiber compacting (pemadatan serat), solid free form fabrication (pembentukan padatan bebas), dan freeze casting (pembekuan).20 Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode replikasi polimer. Polimer yang digunakan adalah polyurethane. Polyurethane bisa didapatkan dari spons. Spons polyurethane digunakan sebagai cetakan untuk membentuk pori-pori tersebut nantinya. Pada metode ini, ukuran pori-pori yang terbentuk bergantung dari ukuran pori-pori yang terdapat di dalam polimer pencetaknya.21
Gambar1. Struktur Hidroksiapatit Scaffold22
Gambar 2. Struktur matriks tulang23
X-Ray Diffraction (XRD)
X-Ray Diffraction (XRD) merupakan suatu metode yang berdasarkan pada sifat-sifat difraksi sinar-X, yakni hamburan cahaya dengan panjang gelombang λ saat melewati kisi kristal dengan sudut datang θ dan jarak antar bidang kristal sebesar d. Data yang diperoleh dari metode XRD adalah sudut hamburan (sudut Bragg) dan intensitas cahaya difraksi. Berdasarkan teori difraksi, sudut difraksi bergantung pada lebar pada lebar ce