• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional"

Copied!
114
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT,

MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK

BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL

OLEH

AVY LUTHFIANDY H14070102

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

RINGKASAN

AVY LUTHFIANDY. Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional (dibimbing oleh DEDI BUDIMAN HAKIM).

Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga. Minyak bumi yang merupakan sumber energi utama sebagai bahan bakar industri pun selalu terjadi peningkatan harga hampir tiap tahunnya.

Peningkatan harga yang sangat tinggi pada komoditi minyak bumi mengakibatkan konsumen untuk mencari bahan bakar alternatif yang relatif lebih murah. Salah satu alternatif yang banyak digunakan ialah minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil). Sejalan dengan meningkatnya pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan konsumsi akan minyak nabati juga mengalami kenaikan. Pertumbuhan ekonomi yang pesat di India dan Cina (sebagai negara dengan jumlah penduduk terbanyak) telah mendorong peningkatan terhadap konsumsi minyak nabati dunia. Penggunaan minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif dan sebagai bahan baku industri menyebabkan peningkatan harga minyak nabati. Berdasarkan data UNCTAD (United Nation Conference On Trade And Development) dari tahun 2005 sampai tahun 2010 harga minyak nabati dunia cenderung mengalami peningkatan.

(3)

Penelitian ini menggunakan variabel harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010. Data penelitian ini diperoleh dari USDA, UNCTAD, dan Canola Council of Canada. Metode analisis yang digunakan adalah analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Analisis VECM digunakan untuk melihat apakah terdapat kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari di pasar internasional, sedangkan analisis VAR dengan menggunakan Granger Causality test dapat dilihat hubungan kausalitas antar variabel.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diantara harga-harga tersebut terjadi hubungan kausalitas. Berdasarkan uji kausalitas Granger didapat bahwa antara harga minyak kanola dan minyak kelapa sawit terjadi kausalitas dua arah. Demikian pula antara harga minyak kanola dengan harga minyak bunga matahari dan harga minyak kelapa sawit dengan harga minyak kedelai juga terjadi hubungan kausalitas dua arah. Selain itu juga didapat bahwa harga minyak kedelai dipengaruhi oleh harga minyak bunga matahari sedangkan minyak bunga matahari dipengaruhi oleh harga minyak kelapa sawit.

Berdasarkan hasil uji kointegrasi ditemukan bahwa diantara variabel harga minyak kelapa sawit, minyak kanola, minyak kedelai, dan minyak bunga matahari memilki hubungan kombinasi linier yang bersifat stasioner (kointegrasi). Adanya kointegrasi di dalam persamaan menunjukkan bahwa terdapat hubungan jangka panjang diantara variabel-variabel tersebut. Hasil estimasi VECM menunjukkan bahwa dalam jangka panjang minyak kedelai dan minyak bunga matahari berpengaruh terhadap minyak kelapa sawit sedangkan minyak kanola tidak signifikan berpengaruh. Selain itu dalam penelitian ini juga didapatkan bahwa minyak kelapa sawit merupakan jenis minyak nabati yang memiliki pengaruh paling besar dalam mempengaruhi perubahan harga minyak nabati lainnya. Shock yang terjadi pada minyak kelapa sawit akan memberikan dampak yang besar terhadap harga minyak nabati lainnya. Keragaman pada perubahan harga minyak nabati banyak dijelaskan oleh harga minyak kelapa sawit.

(4)

ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT,

MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK

BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL

OLEH

AVY LUTHFIANDY H14070102

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama : Avy Luthfiandy

NRP : H14070102

Program Studi : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional

Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Menyetujui, Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec NIP. 19641022 198903 1 003

(6)

PERNYATAAN

DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL “ANALISIS KOMODITAS HARGA MINYAK KELAPA SAWIT, MINYAK KEDELAI, MINYAK KANOLA, DAN MINYAK BUNGA MATAHARI DI PASAR INTERNASIONAL” ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Agustus 2011

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 28 Januari 1990. Penulis adalah anak keempat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Duren Sawit 05 Pagi pada tahun 2001 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2004 di SMPN 195 Jakarta. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 50 Jakarta diselesaikan pada tahun 2007.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Komoditas Harga Minyak Kelapa Sawit, Minyak Kedelai, Minyak Kanola, dan Minyak Bunga Matahari di Pasar Internasional”.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari serta menganalisis jenis minyak nabati yang paling berpengaruh terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya di pasar internasional.

Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan akan adanya penelitian lanjutan dari pembaca yang membangun ke arah penyempurnaan dengan tema ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2011

(9)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Penyelesaian penulisan skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih dan dan penghargaan kepada:

1. Orang tua saya yang tercinta Bapak Djoni Hasanudin dan Ibu Hendrina Sriyani, serta kakak-kakak saya Yogi Arsianto, Rio Estika Rianto, dan Dolly Indra Estika yang telah memberikan dukungan moral maupun materi serta doa bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

3. Alla Asmara M.Si selaku dosen penguji utama pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

4. Ranti Wiliasih M.Si selaku dosen penguji dari komisi akademik pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh jajaran staf Departemen Ilmu Ekonomi atas segala bantuan dan kerjasamanya.

6. Azizah Purwitasari yang selalu memberikan semangat, masukan, dan selalu menemani penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

7. Yudi Aditya, Embang Maryana, M. Raffili sebagai teman bimbingan atas dukungan dan kerjasamanya selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan Ilmu Ekonomi 44 yang tak dapat disebutkan satu per satu atas dukungan, masukan, semangat, dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi.

(10)

10. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa dalam menyusun skripsi ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi para civitas akademika pada khususnya dari masyarakat pada umumnya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.

Bogor, Agustus 2011

Avy Luthfiandy H14070102  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

(11)

DAFTAR ISI

2.5 Teori Perdagangan Internasional ... 19

2.5.1 Teori Klasik ... 19

(12)

4.3 Perkembangan Minyak Kedelai Dunia ... 46

4.4 Perkembangan Minyak Kanola Dunia ... 48

4.5 Perkembangan Minyak Bunga Matahari Dunia ... 49

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

4.1 Pengujian Akar Unit (unit root test) ... 51

4.2 Pemilihan Tingkat Lag Optimum ... 52

4.7.1 Respon Variabel PCPO Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 63

4.7.2 Respon Variabel PCAN Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 65

4.7.3 Respon Variabel PSOY Terhadap Shock Variabel Lainnya ... 66

(13)

 

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia

Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 3

1.2 Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 4

1.3 Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati DuniaTahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton) ... 5

4.1 Hasil Pengujian Akar Unit Tingkat Level dan First Difference ... 52

4.2 Hasil Pengujian Lag Optimal ... 53

4.3 Hasil Uji Stabilitas VAR ... 54

4.4 Hasil Granger Causality Test ... 55

4.5 Hasil Uji Kointegrasi Johanssen’s Trace Statistic ... 56

4.6 Hasil Estimasi VECM Jangka Panjang ... 59

(14)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1.1 Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga

Desember 2010 (dalam juta metrik ton) ... 7

2.1 Kerangka Pemikiran ... 34

2.2 Grafik Jumlah Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005- 2009 (dalam juta metrik ton) . ... 44

2.3 Grafik Jumlah Ekspor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005- 2009 (dalam juta metrik ton) ... 45

2.4 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 46

2.5 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kedelai DuniaTahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 47

2.6 Grafik Pergerakan Harga Minyak Kanola Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 49

2.7 Grafik Pergerakan Harga Minyak Bunga Matahari Dunia Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton) ... 50

4.1 Hasil Impuls Response Function PCPO ... 64

4.2 Hasil Impuls Response Function PCAN ... 66

4.3 Hasil Impuls Response Function PSOY ... 68

4.4 Hasil Impuls Response Function PSUN ... 70

4.5 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kelapa Sawit ... 72

4.6 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kanola ... 74

4.7 Analisis Variance Decomposition Harga Minyak Kedelai ... 75

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Uji Stasioneritas Pada Tingkat Level ... 84

2. Uji Stasioneritas Pada Tingkat First Difference ... 85

3. Uji Optimum Lag ... 87

4. Uji Stabilitas VAR ... 87

5. Uji Kausalitas Granger ... 88

6. Uji Johansen Cointegration Test . ... 89

7. Estimasi VECM ... 90

8. Impulse Response Function (IRF) ... 92

(16)

I.

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perkembangan industrialisasi modern yang pesat saat ini memberikan dampak kepada semakin besarnya kebutuhan dunia akan energi. Kebutuhan energi sebagai bahan bakar untuk menggerakkan mesin-mesin industri harus tersedia agar roda industrialisasi dapat terus berjalan. Menurut British Petroleum (BP) Statistical Review of World of Energy 2008, dari tahun 1980-1990 telah terjadi peningkatan konsumsi energi primer dunia sebesar 22,18 persen dengan rata-rata peningkatan 2,04 persen per tahun, sedangkan pada tahun 1990-2000 konsumsi energi primer dunia meningkat sebesar 14,44% dengan rata-rata peningkatan 1,36% per tahun.

Minyak merupakan salah satu jenis energi yang paling banyak digunakan oleh negara-negara dunia. Pasar minyak yang besar dan infrastruktur yang memadai di hampir seluruh negara di dunia membuat permintaan akan energi minyak semakin meningkat. Berdasarkan model OWEM (OPEC World Energy Model), permintaan minyak dunia pada tahun 2002-2010 diperkirakan meningkat sebesar 12 juta barel per hari (bph) menjadi 89 juta bph atau tumbuh rata-rata 1,8 % per tahun. Tingginya permintaan minyak dunia direspon oleh pasar dengan peningkatan harga.

(17)

murah. Selain itu, adanya pembatasan produksi minyak bumi oleh OPEC dan beberapa negara produsen lainnya menyebabkan supply minyak bumi di pasar dunia menjadi menurun. Peningkatan harga dan pembatasan produksi minyak bumi ini membuat negara-negara konsumen minyak bumi mencari alternatif bahan bakar yang lebih murah selain minyak bumi. Salah satu alternatif yang banyak digunakan adalah dengan minyak nabati. Minyak nabati adalah minyak alami yang diekstrak dari produk tumbuh-tumbuhan dan limbah biomassa. Jenis minyak yang termasuk dalam minyak nabati adalah minyak kelapa sawit (CPO), minyak bunga matahari (sunflower oil), minyak kedelai (soybean oil), dan minyak kanola (rapeseed oil).

(18)

Tabel 1.1. Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan rata-rata (%/tahun) minyak kelapa

sawit 27.21 27.29 32.05 34.53 35.52 7.09

minyak kedelai 9.84 10.57 10.88 9.06 9.48 -0.44

minyak kanola 1.65 2.03 1.91 2.42 2.36 10.34

minyak bunga

matahari 3.98 3.99 3.45 4.68 4.06 2.28

Sumber : Oilseeds & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Konsumsi minyak nabati dunia yang semakin meningkat merefleksikan terjadinya peningkatan permintaan dunia terhadap minyak nabati. Minyak nabati yang dikonsumsi umumnya digunakan untuk pembuatan margarin, minyak masak, dan lemak kompleks. Selain itu, beberapa minyak nabati dapat juga digunakan untuk industri, yaitu sebagai bahan pembuat sabun dan untuk bahan bakar biodiesel. Adanya isu tentang kelestarian lingkungan, membuat biodiesel menjadi bahan bakar alternatif utama yang banyak digunakan dunia. Peningkatan konsumsi biodiesel dunia ini memiliki konsekuensi semakin tingginya permintaan terhadap minyak nabati. Produksi biodiesel saat ini terkonsentrasi di Eropa dengan minyak rapeseed sebagai bahan baku utama, sedangkan di Brazil dan US, produksi biodiesel meningkat secara signifikan dengan menggunakan minyak kedelai sebagai bahan baku utama, dan di Malaysia produksi biodiesel menggunakan bahan baku crude palm oil (CPO).

(19)

tertinggi, yaitu sebesar 6,45 persen berbeda jauh dengan minyak kedelai sebesar 2,36 persen yang memiliki produksi terbesar kedua setelah minyak kelapa sawit. Sumber minyak nabati lain yang mempunyai pertumbuhan cukup tinggi adalah minyak kelapa sawit sebesar 6,40 persen per tahun.

Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak 2005 2006 2007 2008 2009

Pertumbuhan rata-rata (%/tahun) minyak kelapa

sawit 35.83 37.23 40.94 43.41 45.88 6.40

minyak kanola 17.3 17.02 18.35 20.42 22.12 6.45

minyak kedelai 34.62 36.36 37.54 35.88 37.88 2.36 minyak bunga

matahari 10.58 10.61 9.92 11.82 11.31 2.15

Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Negara produsen minyak kedelai terbesar di dunia ialah US, Brazil, Argentina dengan pangsa pasar sebesar 62,3% dan Eropa sebesar 32,4% dari total produksi dunia. Adapun jumlah produksi masing-masing dari US sebesar 18,5%, Brazil 14,7%, dan Argentina 26,6%. Minyak kelapa sawit (CPO) negara produsen terbesarnya adalah Malaysia dan Indonesia dengan pangsa pasar 82,9% dari produksi dunia. Produksi CPO dari negara Malaysia adalah sebesar 63,5% sedangkan Indonesia menyumbang 15,3% dari produksi CPO dunia, sedangkan untuk minyak bunga matahari, US dan Eropa menjadi produsen minyak bunga matahari terbesar di dunia dengan produksi masing-masing 48,4 persen dan 35,6 persen dari total produksi dunia.

(20)

kedelai terbesar dunia sehingga pasokan minyak kedelai di pasar dunia menjadi turun. Hal ini mengakibatkan perdagangan minyak nabati dunia beralih didominasi oleh minyak kelapa sawit (CPO) sebagai barang substitusi dari minyak kedelai yang banyak diproduksi di negara-negara kawasan Asia Tenggara, terutama Indonesia dan Malaysia.

Tabel 1.3. Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam juta metrik ton)

Jenis Minyak Impor ekspor

2005 2009 2005 2009 minyak kelapa sawit 26.45 34.54 27.21 35.52

minyak kanola 1.47 2.34 1.65 2.36

minyak kedelai 9.09 9.14 9.84 9.48

minyak bunga matahari 3.23 3.55 3.98 4.06

Sumber : Oilseed & Products: World Market & Trade, USDA, 2010

Berdasarkan Tabel 1.3 dapat kita lihat bahwa minyak kelapa sawit (CPO) memegang peranan utama dalam perdagangan minyak nabati dunia. Hal ini terlihat dari volume ekspor dan impor minyak kelapa sawit yang memiliki nilai tertinggi yaitu pada sisi impor sebesar 26,45 juta ton pada tahun 2005 dan 34,54 juta ton pada tahun 2009. Berdasarkan Tabel 1.3 juga dapat dilihat bahwa dari sisi ekspor, minyak kelapa sawit memiliki nilai ekspor ke dunia sebesar 27,21 juta ton pada tahun 2005 dan 35,52 juta ton pada tahun 2009. Minyak yang memiliki volume ekspor dan impor tertinggi kedua ialah minyak kedelai dengan jumlah impor pada tahun 2005 dan 2009 masing-masing sebesar 9,09 dan 9,14 juta ton dan ekspornya masing-masing pada tahun 2005 dan 2009 yaitu sebesar 9,84 dan 9,48 juta ton. Adapun minyak yang lain tidak memiliki peran dominan dalam perdagangan minyak nabati dunia.

(21)

1.2Perumusan Masalah

Peningkatan harga minyak bumi dunia dan krisis energi yang terjadi memberikan dampak kepada meningkatnya konsumsi minyak nabati dunia. Minyak nabati yang memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan minyak bumi menjadi salah satu alasan banyaknya negara-negara yang menggunakan minyak nabati. Selain sebagai bahan baku untuk pembuatan bahan bakar biofuel yang ramah lingkungan, minyak nabati juga merupakan sumber energi penting dalam perindustrian dunia. Pentingnya minyak nabati sebagai bahan bakar alternatif yang banyak dikonsumsi oleh negara-negara di dunia membuat permintaan minyak nabati ini semakin meningkat.

(22)

permintaan dunia akan minyak nabati menjadi rendah dan harganya pun menjadi turun. Perkembangan harga minyak nabati dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Sumber : USDA, 2010

Gambar 1.1. Perkembangan Harga Minyak Nabati Januari 2005 Hingga Desember 2010 (dalam juta metrik ton)

Kesamaan kegunaan diantara minyak kelapa sawit (CPO), minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari sebagai bahan baku biofuel membuat keempat minyak nabati ini saling bersubstitusi maupun berkomplementer. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Librero (1971) yang meneliti tentang permintaan internasional terhadap minyak kelapa Filipina, dalam penelitiannya disimpulkan bahwa minyak kelapa bersubstitusi dengan minyak kelapa sawit dan berkomplementer dengan minyak kedelai. Selain itu dalam penelitian yang lain juga disebutkan bahwa komoditas minyak nabati memiliki hubungan yang bersubstitusi dan komplementer. Suatu komoditas yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer akan membuat komoditas tersebut terintegrasi, sehingga perubahan harga pada salah satu komoditas akan mempengaruhi komoditas yang lain.

Aspek transmisi harga dari suatu pasar antar komoditi yang memiliki hubungan substitusi maupun komplementer merupakan aspek yang penting untuk

(23)

dikaji. Hal ini dilakukan karena aspek ini dapat memberikan informasi yang berharga mengenai tingkat integrasi dan akan mengarah kepada efesiensi pasar. Pengetahuan tentang keselarasan transmisi harga dalam suatu pasar merupakan indikator apakah suatu komoditi terintegrasi dengan komoditi lainnya dalam suatu pasar. Pengetahuan ini dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar dalam menghadapi perubahan harga sehingga dapat melakukan pengambilan keputusan secara tepat dan cepat. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu analisis untuk mengetahui apakah keadaan harga suatu komoditi bergerak selaras dengan komoditi lain yang merupakan barang substitusinya ataupun komplementer di pasar dunia.

Berdasarkan uraian di atas beberapa masalah yang dapat diidentifikasi adalah sebagai berikut:

1. Apakah terdapat hubungan kointegrasi harga diantara minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, dan minyak bunga matahari dunia ?

2. Variabel minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya ?

1.3Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang dihadapi, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Menganalisis kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

(24)

1.4Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi penulis sendiri juga bagi pihak-pihak lain, seperti :

1. Memperoleh gambaran yang lebih jelas mengenai kointegrasi harga minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

2. Bagi pemerintah, diharapkan dapat menjadi masukan dan referensi dalam menentukan kebijakan yang terkait dengan harga minyak nabati dunia.

3. Bagi penulis dapat meningkatkan pengetahuan, wawasan dan memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai kointegrasi minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari dunia.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada perdagangan internasional komoditas minyak kelapa sawit (CPO), harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari. Alasan pemilihan komoditas tersebut adalah peranannya sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak bumi yang banyak digunakan di berbagai negara di dunia. Variabel yang diteliti adalah harga rata-rata bulanan komoditas tersebut di pasar dunia dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010.

(25)

minyak nabati manakah yang memiliki pengaruh paling besar terhadap perubahan harga minyak nabati lainnya. Selain itu dalam penelitian ini hanya mengkaji faktor harga.

 

 

 

 

 

 

 

 

(26)

II.

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1 Teori Harga

Dalam perekonomian pasar, harga merupakan tanda atau sinyal yang mengarahkan keputusan ekonomi dalam melakukan alokasi terhadap sumber daya yang langka. Jadi, jika terjadi fluktuasi harga di suatu pasar dan dapat segera ditangkap oleh pasar lain maka perubahan tersebut dapat digunakan sebagai sinyal dalam pengambilan keputusan harga bagi produsen. Harga pasar mempunyai dua fungsi utama, yaitu sebagai: 1) Pemberi informasi tentang jumlah komoditas yang sebaiknya dipasok oleh produsen untuk memperoleh keuntungan maksimum dan 2) Penentu tingkat permintaan bagi konsumen yang menginginkan kepuasan maksimum (Nicholson, 2002). Untuk setiap barang dalam perekonomian, harga barang memberikan jaminan bahwa penawaran dan permintaan berada dalam keseimbangan.

(27)

kelebihan permintaan yang mendorong harga untuk naik atau kelebihan penawaran yang menyebabkan harga menjadi turun (Lipsey et al, 1997).

Berkaitan dengan peningkatan harga minyak dunia, menurut Helbling et al. (2008) selain karena faktor spesifik dari setiap komoditas, yaitu resiko geopolitik, kondisi iklim dan cuaca serta gagal panen, peningkatan harga suatu komoditas juga diakibatkan oleh faktor penawaran dan permintaan yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor yang memberikan pengaruh pada peningkatan harga komoditas adalah sebagai berikut: 1) Pertumbuhan ekonomi telah mendorong permintaan akan berbagai komoditas, 2) Biofuel telah mendorong permintaan akan berbagai tanaman pangan yang dapat dikonversi menjadi biofuel, 3) Respon penawaran yang lambat, 4) Keterkaitan di antara berbagai komoditas, dan 5) Tingkat suku bunga yang rendah dan depresiasi nilai US Dollar.

2.2 Teori Permintaan

(28)

1. Perubahan Selera Konsumen

Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi dapat terjadi karena adanya advertensi, informasi baru atau tipe produk baru sehingga menyebabkan jumlah yang diminta lebih banyak dibanding jumlah yang diminta sebelumnya pada masing-masing harga atau terjadi kenaikan permintaan. Perubahan selera konsumen terhadap suatu komoditi juga dapat menurunkan jumlah permintaan dibanding dengan permintaan sebelumnya pada masing-masing-masing harga. 2. Pendapatan

Kenaikan pendapatan akan meningkatkan permintaan suatu komoditas. Jika rumah tangga menerima pendapatan rata-rata yang lebih besar, maka rumah tangga akan membeli lebih banyak komoditi tersebut pada tingkat harga yang sama. Komoditas yang mempunyai hubungan secara langsung dengan jumlah pendapatan disebut dengan barang normal atau barang superior. Barang-barang yang mempunyai hubungan terbalik dengan perubahan pendapatan disebut barang-barang inferior.

3. Jumlah Penduduk

(29)

4. Harga Barang Lain

Jumlah permintaan terhadap suatu komoditas tertentu akan mengalami kenaikan atau penurunan akibat perubahan harga barang-barang lain yang merupakan barang substitusi maupun barang komplementernya. Pada kasus barang lain merupakan substitusi, kenaikan harga pada barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta untuk barang tersebut. Sedangkan pada kasus barang lain merupakan barang komplementer, kenaikan harga pada barang lain akan menurunkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut dan penurunan harga barang lain akan meningkatkan jumlah barang yang diminta pada barang tersebut.

5. Ekspektasi Harga dan Pendapatan di Masa yang Akan Datang

Adanya ekspektasi harga yang lebih tinggi di masa yang akan datang menyebabkan konsumen meningkatkan permintaannya. Hal ini dikarenakan dengan ekspektasi harga yang lebih tinggi menyebabkan rumah tangga meningkatkan konsumsinya karena mengharapkan terjadinya peningkatan pendapatan di masa yang akan datang. Seringkali perubahan harga dan pendapatan tersebut bekerja sama sehingga memungkinkan rumah tangga untuk meningkatkan pembelian sehingga terjadi kenaikkan permintaan terhadap suatu komoditi. Sebaliknya ekspektasi harga yang lebih rendah cenderung menurunkan permintaan saat ini.

(30)

bawah, dimana jika terjadi penurunan harga akan menambah jumlah komoditi yang diminta. Perubahan harga barang yang diminta terhadap jumlahnya digambarkan sebagai pergerakan sepanjang kurva permintaan. Sedangkan perubahan variabel lain seperti harga barang lain, pendapatan, dan selera digambarka sebagai pergeseran kurva permintaan. Penawaran pasar komoditi tergantung pada semua faktor yang menentukan penawaran produsen secara individu dan, seterusnya, pada jumlah produsen dalam pasar.

2.3 Teori Penawaran

Penawaran adalah jumlah produk yang mampu dan bersedia untuk dijual oleh produsen dengan harga tertentu. Semakin tinggi harga maka semakin banyak produk yang bersedia ditawarkan oleh produsen. Penawaran pasar atau penawaran agregat dari suatu komoditi memberikan jumlah alternatif dari penawaran komoditi dalam periode waktu tertentu pada berbagai harga alternatif oleh semua produsen komoditi tersebut dalam pasar. Mankiw (2000) mengemukakan beberapa faktor yang menentukan jumlah kuantitas barang yang dijual yaitu:

1. Harga Barang Tersebut

(31)

2. Harga input

Jika harga barang yang digunakan untuk memproduksi barang tersebut naik maka keuntungan yang diperoleh oleh produsen tersebut akan menurun, sehingga produsen akan menawarkan barang tersebut dengan jumlah yang lebih sedikit. Jadi, jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen memiliki hubungan negatif terhadap harga input untuk membuat barang tersebut.

3. Teknologi

Teknologi yang digunakan untuk memproses input menjadi suatu barang merupakan salah satu faktor yang menentukan jumlah barang yang akan ditawarkan. Adanya teknologi baru dapat meminimumkan biaya produksi, sehingga akan meningkatkan keuntungan produsen. Oleh karena itu, penurunan biaya produksi dan perkembangan teknologi akan meningkatkan jumlah barang yang ditawarkan oleh produsen.

4. Ekspektasi Harga di Masa Depan

Jumlah barang yang ditawarkan suatu produsen juga bergantung pada ekspektasi terhadap masa depan. Jika produsen berharap bahwa di masa depan harga barang tersebut akan meningkat, maka produsen tersebut akan menyimpan sejumlah barangnya yang diproduksi saat ini dan mengurangi penawaran barang tersebut pada saat ini untuk ditawarkan di masa yang akan datang.

(32)

mau menerima harga yang lebih tinggi untuk jumlah tertentu tapi tidak lebih rendah.

Sugiarto et al. (2007) berpendapat bahwa analisis permintaan dan penawaran merupakan alat yang penting untuk: 1) memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan variabel-variabel ekonomi seperti teknologi, selera konsumen, harga komoditas lain, dan harga faktor produksi, 2) Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas, 3) Menunjukkan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen, 4) Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar, seperti pengendalian harga, kuota, pajak subsidi, dan lain-lain.

2.4 Teori Integrasi Pasar

Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui efisiensi pasar yaitu adalah dengan melakukan analisis integrasi pasar. Melalui analisis integrasi pasar kita dapat mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga sehingga dapat dilakukan pengambilan keputusan yang tepat dan cepat. Pasar yang terintegrasi akan membentuk harga kesetimbangan yang berkaitan secara langsung (Aji, 2010).

(33)

menyebabkan perubahan yang terjadi di suatu pasar seperti adanya perubahan harga akan ditransmisikan ke pasar lain dengan perubahan harga. Hal ini dapat digunakan oleh produsen sebagai pertimbangan dalam pengambilan keputusan.

Berdasarkan hubungan pasar yang dianalisis, integrasi pasar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu integrasi pasar horizontal (spasial) dan integrasi vertikal. integrasi horizontal (spasial) merupakan tingkat keterkaitan hubungan antara suatu pasar regional dan pasar regional lainnya. Integrasi pasar spasial memiliki konsep bahwa pasar-pasar yang terpisah secara geografis memiliki keterkaitan harga dimana harga yang terjadi merupakan pengaruh dari harga di pasar lain yang saling berinteraksi. Dua pasar dapat dikatakan terintegrasi secara spasial jika diantara lokasi pasar terjadi perdagangan dan harga pada daerah importir sama dengan harga pada daerah eksportir ditambah dengan biaya transportasi dan biaya transfer lainnya. Menurut Campenhout (2005) pasar dikatakan terintegrasi jika dihubungkan oleh sebuah proses arbitrase. Jika perbedaan harga antara dua pasar lebih rendah dari biaya transaksi, maka seorang produsen akan berfikir untuk menghentikan perdagangan.

(34)

Integrasi pasar vertikal menunjukkan perubahan harga di suatu pasar akan direfleksikan pada perubahan harga di pasar lain secara vertikal dalam produk yang sama (Suparmin, 2005). Pada pasar yang terintegrasi secara vertikal, intervensi pada suatu pasar akan berdampak nyata terhadap pasar lainnya, atau sebaliknya pada pasar yang tidak terintegrasi vertikal intervensi pada suatu pasar tidak akan berpengaruh nyata terhadap pasar lainnya.

2.5 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional adalah transaksi dagang antar subyek ekonomi negara yang satu dengan subyek ekonomi negara lain yang mencakup barang maupun jasa. Adapun subyek yang dimaksud adalah penduduk, perusahaan ekspor dan impor, perusahaan industri, perusahaan negara ataupun departemen pemerintah yang dapat dilihat dari neraca perdagangan (Sobri, 2000). Teori perdagangan internasional merupakan teori yang mencoba mmengapa sebuah negara menginginkan untuk melakukan kegiatan perdagangan dengan negara lain. Pada dasarnya terdapat dua teori yang menerangkan timbulnya teori perdagangan internasional.

2.5.1 Teori Klasik

(35)

1) Teori Absolute Adventage

Teori keunggulan absolut ini dikemukakan oleh Adam Smith. Menurutnya perdagangan akan meningkatkan kemakmuran melalui mekanisme perdagangan bebas dengan melakukan spesialisasi oleh para pelaku ekonomi agar mencapai efisiensi. Setiap negara yang melakukan perdagangan internasional akann melakukan spesialisasi terhadap barang tertentu yang di negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute adventage) untuk diproduksi dan diekspor ke negara lain, serta melakukan impor terhadap barang yang di negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak (absolute adventge). Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor suatu barang jika negara tersebut dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibandingkan dengan negara lain. Sebaliknya suatu negara akan mengimpor suatu barang jika negara tersebut tidak dapat memproduksinya dengan efisien atau lebih murah dibanding dengan negara lain 2) Teori Comparative Adventage

(36)

melakukan perdagangan sehingga dapat menciptakan keunggulan bagi negara-negara tersebut. Suatu negara-negara dikatakan mempunyai keungulan komparatif dalam memproduksi suatu komoditas jika biaya pengorbanannya (opportunity cost) dalam memproduksi barang tersebut lebih rendah dari negara lainnya (Krugman dan Obstfeld 2000).

2.5.2 Teori Modern

Heckscher-Ohlin mengemukakan bahwa perdagangan internasional tidak banyak berbeda dan hanya merupakan kelanjutan dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar ini Ohlin mengemukakan anggapan bahwa dalam perdagangan internasional ongkos transport dapat diabaikan. Selain itu Heckscher-Ohlin juga mengemukakan bahwa komoditas yang diperdagangkan antar negara tidak didasarkan atas keuntungan alami seperti yang dikemukakan oleh Adam Smith tapi atas dasar proporsi serta intensitas faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan komoditas tersebut. Jadi, suatu negara sebaiknya mengekspor komoditas yang menggunakan faktor produksi yang melimpah dan mengimpor komoditas yang memrlukan faktor produksi yang langka di negaranya.

2.6 Model Vector Autoregression (VAR)

(37)

simultan tidak cukup dalam menyediakan spesifikasi yang tepat atas hubungan dinamis antar variabel. Berdasarkan penjelasan di atas VAR merupakan metode lebih lanjut dari sistem persamaan simultan yang setiap variabelnya dianggap simetris karena sulit untuk menentukan secara pasti apakah suatu variabel bersifat endogen atau eksogen.

Vector Autoregression (VAR) adalah suatu sistem persamaan yang memperlihatkan setiap peubah sebagai fungsi linier dari konstanta dan nilai lag (lampau) dari peubah itu sendiri serta nilai lag dari peubah lain dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam persamaan. Hal ini berarti peubah penjelas dalam VAR meliputi nilai lag dari peubah tak bebas (dependent) yang ada dalam sistem persamaan. Secara umum, VAR dengan ordo p dengan n buah peubah tak bebas pada waktu t dapat dimodelkan sebagai berikut :

ε (2.1)

Dimana :

Yt = Vektor peubah tak bebas ( , , , ,, )

Ao = Vektor intersep berukuran n x 1

A1 = Matrik parameter berukuran n x n untuk setiap i = 1,2,3,…,p

εt = Vektor sisaan (ε1,t ,…, εn,t ) berukuran n x 1

(38)

= + (2.2)

Secara rinci teorima pola hubungan antara variabel dalam sistem variabel berdasarkan nilai dalam aij sebagai berikut:

1. Bila variabel X tidak mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) = 0 2. Bila variabel X mempengaruhi Z, maka syaratnya adalah : a32(L) ≠ 0

3. Hubungan timbal balik antara variabel X dan Z, bila : a32(L) ≠ 0 dan a23(L) ≠ 0

4. Hubungan tidak langsung dari variabel X dan Z melalui Y, syaratnya adalah : a32(L) = 0 ; a31(L) ≠ 0 ; a12(L) ≠ 0

5. Hubungan palsu jenis 1 dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a21(L) = 0 ; a32(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag

6. Hubungan palsu jenis II dari variabel X terhadap Z jika dan hanya jika terdapat kondisi : a32(L) = 0 ; a12(L) = 0, untuk semua panjang lag k dan a31(L) ≠ 0 ; a21(L) ≠ 0, untuk semua panjang lag k

(39)

2.6.1 Uji Akar Unit (Unit Root Test)

Stasioneritas data merupakan permasalahan utama yang biasa dihadapi dalam penelitian yang menggunakan data time series. Uji akar unit merupakan hal penting yang harus dilakukan untuk mengetahui data tersebut stasioner atau tidak. Suatu deret waktu dikatakan stasioner jika data tersebut menunjukkan pola yang konstan dari waktu ke waktu atau dengan kata lain tidak terdapat pertumbuhan atau penurunan pada data atau secara kasar data tersebut harus horizontal sepanjang sumbu waktu. Data yang tidak stasioner akan menghasilkan spurious regression, yaitu regresi yang menggambarkan hubungan dua variabel atau lebih yang terlihat signifikan secara statistik namun pada kenyataannya tidak sesuai dengan hasil dari regresi tersebut (Enders, 2004).

Keberadaan stasioneritas dalam data dapat diukur dengan beberapa cara, salah satunya adalah dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Hipotesis yang diuji dalam uji ADF ini adalah apakah = 0 (data bersifat tidak stasioner) dengan hipotesis alternative < 0 (data bersifat stasioner). Nilai diduga melalui metode kuadrat terkecil dan pengujian dilakukan dengan menggunakan uji-t. Statistik uji dapat dituliskan sebagai berikut :

thit = / (2.3)

dimana :

= nilai dugaan

= simpangan baku dari

(40)

berdasarkan uji ADF diketahui bahwa suatu data time series tidak stasioner maka salah satu solusi yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan difference non stationary processes.

2.6.2 Penetapan Tingkat lag Optimal

Enders, 2004 berpendapat bahwa untuk menetapkan tingkat lag yang optimal menggunakan kriteria informasi Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC). Pada awalnya AIC dan SC dipergunakan sebagai alternatif uji goodness of fit atau pengganti R2 (coefficient determination), sehingga R2 bukan satu-satunya indikator validitas sebuah model ekonomi. Perkembangan selanjutnya AIC dan SC dapat digunakan untuk menetapkan tingkat lag yang optimal.

Penetapan tingkat lag yang optimal dapat ditetapkan dengan cara mengestimasi model VAR tersebut dengan tingkat lag yang berbeda-beda, lalu dibandingkan dengan nilai AIC dan SC-nya. Penetapan lag optimal ditentukan oleh lag yang memiliki nilai kriteria terendah dari nilai AIC dan SC.

2.6.3 Kointegrasi

(41)

jangka panjang atau tidak. Apabila persamaan estimasi lolos dari uji ini maka persamaan estimasi tersebut memiliki keseimbangan jangka panjang (Gujarati,2004).

Konsep keseimbangan dalam kointegrasi berbeda dengan keseimbangan dalam teori ekonomi. Pada teori ekonomi, keseimbangan adalah nilai transaksi yang diinginkan sama dengan nilai aktualnya. Sedangkan pada kointegrasi, kesimbangan dalam jangka panjang merupakan hubungan jangka panjang dari peubah-peubah non stasioner (Ulama, 2002).

Konsep kointegrasi pertamakali dikenalkan oleh Engle-Granger (1987), dimana analisis formalnya dimulai dengan mendasarkan pada himpunan peubah (variabel) ekonomi yang berada pada keseimbangan jangka panjang. Penyimpangan dari keseimbangan jangka panjang disebut galat (error) ekuilibrium (et), sehingga et = βxt dimana et pada kondisi stasioner. Menurut

Engle-Granger komponen suatu vector xt = (x1t, x2t, … , xnt) dikatakan berkointegrasi ordo (d,b) dan dinyatakan dengan CI (d,b), jika :

1. Semua komponen dari xt adalah berintegrasi ordo d

2. Terdapat vektor β = (β1, β2, … , βn) sehingga kombinasi linear βxt = β1x1t + β2x2 + … + βnx adalah berintegrasi orde d-b, dimana b > 0 dan β disebut vektor kointegrasi.

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan identifikasi model kointegrasi, antara lain :

(42)

2. Semua peubah harus mempunyai ordo integrasi yang sama namun tidak berarti peubah dengan integrasi sama adalah kointegrasi. Jika peubah yang ordo integrasinya tidak sama maka peubah tersebut tidak dapat berkointegrasi.

3. Jika komponen xt ada sebanyak n komponen yang tidak stasioner, maka vektor kointegrasi tak bebas yang linear yang ada paling banyak adalah sebesar n-1.

4. Pada literatur-literatur kointegrasi, pada umumnya difokuskan pada peubah-peubah yang mempunyai satu unit root.

Metodologi Engle-Granger adalah metode yang umumnya digunakan dalam menguji kointegrasi. Namun menurut Enders (2004), meskipun metode ini mudah digunakan tapi memiliki beberapa kekurangan, yaitu :

1. Metode tersebut tidak mempunyai prosedur yang sistematik untuk mengestimasi vector kointegrasi pengali (multiple cointegration) secara terpisah.

2. Estimasi keseimbangan jangka panjang memerlukan peneliti untuk menempatkan satu variabel di sebelah kiri persamaan dan menggunakan variabel lainnya sebagai pengregresi.

(43)

karena itu, setiap eror yang dimasukan peneliti dalam langkah pertama akan diteruskan pada langkah kedua.

Metode lain yang dapat digunakan untuk melakukan uji kointegrasi selain metode Engle-Granger salah satunya adalah metode Johansen Cointegration Test. Metode ini dapat mengatasi permasalahan yang terdapat pada metode Engle-Granger.

2.7 Model VECM (Vector Error Correction Model)

Vector Error Correction Model (VECM) merupakan bentuk VAR yang terestriksi. Restriksi tambahan ini harus diberikan karena adanya data yang tidak stasioner tapi terkointegrasi. VECM memanfaatkan informasi restriksi kointegrasi tersebut ke dalam spesifikasinya. Oleh karena itu VECM sering disebut sebagai VAR untuk data yang nonstasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.

2.8 Penelitian Terdahulu

2.8.1 Penelitian Mengenai Kointegrasi Harga

(44)

digunakan untuk mengetahui kecepatan respon pelaku pasar terhadap perubahan harga. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti menganalisis kointegrasi harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat berdasarkan provinsi-provinsi yang terdapat di pulau Sumatera dan Jawa. Adapun variabel yang digunakan adalah harga jagung, kacang tanah, dan ketea rambat di tingkat produsen dan konsumen dengan menggunakan model analisis VAR (Vector Autoregression) dan VECM (Vector Error Correction Model).

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan peneliti menyimpulkan dari hasil uji kointegrasi menunjukkan bahwa terdapat kointegrasi antar variabel-variabel harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tingkat produsen dan konsumen, baik di pulau Sumatera maupun pulau Jawa. Artinya dalam jangka panjang terjadi transmisi harga di tingkat produsen dan konsumen antar provinsi dan terjadi penguasaan informasi harga yang cukup sempurna baik oleh produsen maupun konsumen. Sedangkan dari hasil uji kausalitas disimpulkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga lain. Hal ini membuktikan bahwa tidak terdapat pemimpin harga jagung, kacang tanah, dan ketela rambat di tigkat produsen dan konsumen.

(45)

Causality Test untuk menganalisis apakah terdapat pemimpin harga di tingkat produsen dan konsumen. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan uji kointegrasi didapat bahwa terdapat kointegrasi harga cabai merah tingkat produsen dan kointegrasi harga bawang merah tingkat produsen. Selain itu, hasil uji kointegrasi harga di tingkat konsumen menunjukkan bahwa terdapat kointegasi harga cabai merah, bawang merah, kentang, dan kubis tingkat konsumen. Pada uji kausalitas multivariat pada harga keempat sayuran pentig di tingkat produsen dan konsumen, menunjukkan bahwa tidak terdapat salah satu variabel harga yang memiliki hubungan kausalitas dengan seluruh variabel harga yang lain, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pemimpin harga cabai merah, bawang merah, kentang dan kubis di tingkat produsen dan konsumen.

(46)

2.8.2 Penelitian Mengenai Minyak Nabati

Arianto, Daryanto, Arifin, dan Nuryartono (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Harga Minyak Sawit, Tinjauan Kointegrasi Minyak Nabati Dengan Minyak Bumi” mencoba menganalisis keterkaitan jangka panjang di antara berbagai jenis minyak nabati utama, yaitu minyak sawit, minyak kedelai, dan minyak rapa. Selain itu dalam penelitian ini juga dikaji tentang keterkaitan minyak nabati terhadap minyak bumi karena adanya perkembangan bahan bakar biofuel yang menggunakan bahan baku minyak nabati. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model VECM dan data yang digunakan adalah data bulanan periode 1980-2008. Adapun variabel yang digunakan adalah harga minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak rapa, dan minyak bumi. Untuk mengetahui dinamika yang terjadi, penelitian ini dibagi menjadi dua bagian yaitu pada periode sebelum peningkatan harga komoditas (1980-2003) dan pada periode peningkatan harga komoditas (2004-2008).

(47)

akan biodiesel, yang mana akan menyebabkan peningkatan permintaan terhadap minyak nabati. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji keterkaitan jangka panjang antar harga minyak nabati utama dan menganalisis hubungan antara harga minyak nabati dan minyak bumi. Jenis minyak yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah minyak bumi, minyak kedelai, minyak bunga matahari, minyak kanola, dan minyak kelapa sawit.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan metode kointegrasi multivariat dihasilkan bahwa terdapat hubungan kointegrasi jangka panjang di antara lima harga minyak yang dikaji. Selain itu ditemukan juga bahwa harga minyak kelapa sawit yang memberikan adanya aliran informasi lalu pasar minyak bunga matahari sebagai penerima informasi tersebut dan disebarkan ke minyak lainnya secara serentak. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini juga menyimpulkan bahwa shock pada minyak bumi tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan harga minyak nabati. Hal ini mungkin dikarenakan pengaruh minyak bumi terhadap minyak nabati akan signifikan bila lonjakan harga minyak bumi terus berlanjut dan meningkatnya permintaan terhadap biodiesel.

2.9 Kerangka Penelitian

(48)

minyak bumi melonjak karena pasokannya yang lebih rendah dibandingkan dengan permintaan pasar yang tinggi. Sebagai sumber energi alternatif dari minyak bumi, peningkatan harga minyak bumi membuat permintaan minyak nabati menjadi semakin meningkat. Peningkatan permintaan ini akan direspon oleh pasar dengan peningkatan harga-harga komoditas minyak nabati.

Minyak nabati yang dapat digunakan sebagai bahan bakar biofuel menjadikan setiap jenis minyak nabati menjadi mempunyai hubungan antar komoditi yang bersubstitusi maupun komplementer. Jika beberapa jenis minyak nabati tersebut memiliki hubungan yang saling bersubstitusi maupun komplementer maka harga dari jenis minyak tersebut dapat saling mempengaruhi. Berdasarkan penelitian Susilowati (1989) minyak kelapa sawit bersubstitusi dengan minyak kedelai dan minyak kelapa serta berkomplemen dengan minyak kanola (rapeseed oil). Hal ini berarti jika harga minyak kedelai atau minyak kelapa dunia meningkat, maka negara pengkonsumsi minyak kedelai atau minyak kelapa akan mengurangi konsumsinya dan beralih untuk mengkonsumsi minyak kelapa sawit. Peningkatan harga pada minyak kanola tidak hanya menurunkan konsumsi terhadap minyak kanola tapi juga akan menurunkan konsumsi minyak kelapa sawit karena sebagai barang komplementernya.

(49)

dapat digambarkan sebagai kerangka pemikiran sebagaimana terlihat pada Gambar 2.1 di bawah.

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran

Ruang Lingkup Penelitian

Harga Minyak Kelapa Sawit

Harga Minyak Kanola

Harga Minyak Kedelai Harga Minyak

Bunga Matahari Permintaan Minyak Nabati

Harga Minyak Nabati

Harga Minyak Bumi

(50)

III.

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini merupaka data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi terkait dengan harga minyak nabati dunia. Adapun data utama yang digunakan untuk penelitian ini adalah harga rata-rata bulanan minyak kelapa sawit (PCPO), harga miyak kanola (PCAN), harga minyak kedelai (PSOY), dan harga minyak bunga matahari (PSUN) di dunia. Data-data tersebut diperoleh dari USDA, dan Canola Council of Canada. Bentuk data yang digunakan adalah data time series dari bulan Januari 2005 hingga Desember 2010.

3.2 Metode Analisis dan Pengolahan Data

Metode analisis yang digunakan dalam menganalasis kointegrasi harga beberapa komoditas minyak nabati utama dunia adalah dengan metode analisis Vector Autoregression (VAR) dan Vector Error Correction Model (VECM). Diharapkan dengan menggunakan mtode ini dapat diketahui apakah terdapat kointegrasi harga diantara beberapa minyak nabati utama dunia. Analisis data dengan menggunakan pendekatan model VAR dan VECM mencakup tiga alat analisis utama yaitu Granger causality test, impuls response function (IRF), dan forecast error decomposition of variance (FEDV).

(51)

lag optimum, dan uji kointegrasi (Johansen cointegration test). Adapun perangkat lunak yang digunakan untuk proses pengolahan adalah Eviews 6.

3.2.1 Pengujian Praestimasi 3.2.1.1Uji Stasioneritas Data

Langkah awal yang harus dilakukan dalam mengestimasi sebuah model adalah dengan melakukan uji stasioneritas data. Pengujian stasioneritas data ini dilakukan dengan menguji akar unit (unit root) dalam model. Data yang tidak stasioner akan mempunyai akar unit, sedangkan data yang stasioner tidak mengandung akar unit. Pengujian stasioneritas data sangat penting jika data yang digunakan dalam bentuk time series. Hal ini karena data time series pada umumnya mengandung akar unit (unit root) dan nilai rata-rata serta variansnya berubah sepanjang waktu. Data yang tidak stasioner atau memiliki unit root jika dimasukkan dalam pengolahan statistik maka akan memberikan hasil estimasi yang spurious, maksudnya hasil estimasi terlihat bagus dengan koefesien determinasi R2 yang tinggi dan t statistik yang terlihat signifikan, namun hasil estimasi variabel tersebut tidak memiliki arti ekonomi.

Cara yang digunakan untuk melihat apakah di dalam data terdapat akar unit adalah dengan melakukan uji stasioneritas Augmented Dickey-Fuller (ADF).

Misal suatu bentuk persamaan time series adalah sebagai berikut yt = ρ yt-1 + εt.

dimana εt. adalah error term. Jika kedua sisi persamaan tersebut dikurangi dengan

yt-1 maka didapat persamaan :

yt – yt-1 = ρ yt-1 – yt-1 + εt ...(3.1)

(52)

Persamaan tersebut dapat disederhanakan menjadi :

Δyt = δ yt-1 + εt ...(3.3)

Dimana δ = (ρ – 1) dan Δ merupakan pembeda utama (first difference).

Berdasarkan persamaan (3) hipotesis yang diuji adalah H0 : δ = 0 dan hipotesis

alternatifnya H1 : δ < 0. Jika δ = 0, maka ρ = 1, berarti hipotesis yang diterima

adalah H0 artinya data tersebut terdapat unit root dan data time series tersebut tidak stasioner.

Pada persamaan (3) diasumsikan bahwa error term (εt) tidak memiliki

korelasi. Jika error term memiliki korelasi maka persamaan yang diuji stasioneritas dengan menggunakan uji ADF dapat ditulis sebagai berikut:

Δy δ Δy ε … … … .

dimana ε = pure white noise error term dan Δy = (yt-1 – yt-2), Δy = (2 – yt-3) dan seterusnya. Dalam persamaan seperti ini pengujian hipotesis yang

(53)

3.2.1.2Pengujian Lag Optimal

Penentuan jumlah lag optimal yang digunakan dalam model merupakan langkah penting dalam analisis model VECM. Pengujian panjang lag optimal dapat memanfaatkan beberapa kriteria yaitu dengan menggunakan Akaike Information Criterion (AIC), Schwarz Criterion (SC), Final Prediction Error (FPE), dan Hannan-Quinn Information Criterion (HQ). Namun, kriteria yang biasa digunakan dalam penelitian adalah kriteria AIC dan SC. Langkah pertama yang dilakukan untuk dapat menentukan lag ini adalah menentukan nilai determinan dari kovarian residual (|Ω|) yang dapat dihitung sebagai berikut (Eviews 6 User’s Guide):

|Ω| = det ∑ ̂ ̂ ………..……...(3.5)

dimana p adalah angka parameter dari tiap persamaan VAR. Selanjtnya, log likelihoodvalue dengan mengasumsikan distribusi normal (Gaussian) dapat dihitung :

l = - T { k (1 + log 2π) + log |Ω }………...(3.6) dimana k adalah banyaknya parameter yang diestimasi dan T adalah jumlah observasi. Setelah itu dilanjutkan dengan menggunakan nilai kriteria yang terkecil.

3.2.1.3Uji Kausalitas Granger

(54)

satu arah atau hubungan kausalitas dua arah atau timbal balik. Terdapat empat macam kasus yang dapat terjadi pada uji Granger causality :

1. Undirectional causality dari variabel A terhadap variabel B, diindikasikan jika koefesien yang diestimasi pada lag variabel A secara statistik tidak sama dengan nol, dan koefesien estimasi pada lag variabel B secara statistik sama dengan nol. Hal ini berarti variabel A mempengaruhi variabel B namun variabel B tidak mempengaruhi variabel A.

2. Undirectional causality dari variabel B terhadap variabel A, diindikasikan jika koefesien yang diestimasi pada lag variabel A secara statistik sama dengan nol, dan koefesien estimasi pada lag variabel B secara statistik tidak sama dengan nol. Hal ini berarti variabel B mempengaruhi variabel A tapi variabel A tidak mempengaruhi variabel B.

3. Feedback atau bilateral causality. Kondisi ini terjadi ketika baik variabel A maupun variabel B secara statistik tidak sama dengan nol pada persamaan regresi variabel tersebut.

4. Independence. Kondisi ini terjadi ketika koefesien variabel-variabel yang diuji secara statistik tidak signifikan pada semua persamaan regresinya.

3.2.1.4Uji Kointegrasi

(55)

linier dua atau lebih tersebut mengandung arti bahwa dalam model tersebut terdapat keseimbangan jangka panjang. Keseimbangan jangka panjang tersebut dapat tercapai dengan syarat galat keseimbangan harus berfluktuasi serkitar nol atau dengan kata lain error term harus menjadi sebuah data time series yang stasioner.

Terdapat beberapa metode yang dapat digunakan dalam melakukan uji kointegrasi, yaitu metode Engle-Granger cointegration test, Johansen cointegrastion test, dan cointegration regression Durbin-Watson test. Suatu data dikatakan terintegrasi pada tingkat ke-d jika data tersebut stasioner setelah di-difference sebanyak d kali. Uji kointegrasi Johansen dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut :

Δy Г Δy ε … … . … … … .

Komponen dari vector yt dapat dikatakan terkointegrasi bila terdapat vektor =

( 1, 2, … , n) sehingga kombinasi linier yt stasioner. Vektor disebut vektor

kointegrasi. Rank kointegrasi pada vector yt adalah banyaknya vektor kointegrasi yang saling bebas, rank kointegrasi ini dapat diketahui melualui uji Johansen (Aji, 2010).

(56)

3.2.2 Vector Error Correction Model (VECM)

VECM merupakan bentuk VAR yang terestriksi karena keberadaan bentuk data yang tidak stasioner namun terkointegrasi. Ketika dua atau lebih variabel yang terlibat dalam suatu persamaan pada data level tidak stasioner, maka ada kemungkinan terdapat kointegrasi dalam persamaan tersebut. Jika setelah dilakukan uji kointegrasi terdapat kointegrasi pada model persamaan maka dianjurkan untuk memasukkan persamaan kointegrasi kedalam model yang digunakan.

Pada uji sebelumnya didapat bahwa data yang digunakan pada penelitian ini stasioner pada first difference atau I(1) dan terdapat satu persamaan yang terkointegrasi. Oleh karena itu, untuk menangkap informasi jangka panjang yang terdapat pada model digunakan model VECM. Oleh karena itu VECM disebut juga desain VAR bagi series non stasioner yang memiliki hubungan kointegrasi.

VECM merestriksi hubungan jangka panjang variabel-variabel endogen agar konvergen ke dalam hubungan kointegrasinya, namun tetap membiarkan keberadaan jangka pendeknya. Istilah kointegrasi yang dimaksudkan adalah eror, karena deviasi terhadap ekuilibrium jangka panjang dikoreksi secara bertahap melalui series parsial penyesuaian jangka pendek. Adapun persamaan VECM ditunjukkan dengan persamaan berikut :

Δy ГΔy – y ε … … … . … … … .

Dimana :

Г = koefesien hubungan jangka pendek = koefesien hubungan jangka panjang

(57)

3.3 Model Penelitian

Penelitian ini menggunakan empat variabel yang terdiri dari harga minyak kelapa sawit, harga minyak kedelai, harga minyak kanola, dan harga minyak bunga matahari. Model persamaan VAR dalam bentuk vektor yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :

PCPO PSOY PCAN PSUN

PCPO PSOY PCAN PSUN

e e e e

………..(3.9)

Dimana :

PCPO = Harga Minyak Kelapa Sawit (US$/ton) PSOY = Harga Minyak Kedelai (US$/ton) PCAN = Harga Minyak Kanola (US$/ton)

PSUN = Harga Minyak Bunga Matahari (US$/ton) C1 = Intersep

eit = Error

(58)

IV.

GAMBARAN UMUM

4.1 Perdagangan Minyak Nabati Dunia

Perdagangan bebas yang terjadi di dunia membuat semakin mudahnya proses transfer suatu barang dari satu negara ke negara lain. Proses perdagangan antar negara akan semakin mudah terjadi sehingga secara otomatis perdagangan juga akan meningkat. Begitu pula dengan komoditi minyak nabati dunia, perdagangan bebas menyebabkan perdagangan minyak nabati berubah menjadi meningkat. Semakin tingginya permintaan terhadap minyak nabati membuat perdagangan minyak nabati semakin menguntungkan. Hal ini membuat negara-negara yang semula melakukan proteksi terhadap minyak nabati mengurangi proteksinya agar mendapatkan keuntungan yang lebih besar dalam perdagangan minyak nabati dunia.

Minyak nabati merupakan salah satu komoditas penting dalam perdagangan dunia. Pasar yang kompetitif dan melibatkan lebih dari sembilan jenis minyak serta hampir diproduksi dan dikonsumsi di semua negara, baik negara maju maupun negara berkembang merupakan bukti dari pentingnya minyak nabati dalam perdagangan internasional. Minyak nabati yang banyak diperdagangkan di pasar internasional antara lain minyak kelapa sawit, minyak kedelai, minyak kanola, minyak bunga matahari, minyak kelapa, minyak biji kapas, minyak kacang tanah, minyak jagung, minyak olive, dan minyak lobak.

(59)

kelapa sawit yang mengalami peningkatan setiap tahunnya. China, India, dan beberapa negara Eropa merupakan pengimpor minyak nabati terbesar di dunia. tingginya konsumsi minyak nabati menyebabkan negara-negara tersebut melakukan impor untuk memenuhi permintaan minyak nabati domestiknya. Grafik impor minyak nabati dunia dapat dilihat di Gambar 4.2.

Sumber: USDA, 2010

Gambar 4.2. Grafik Jumlah Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam metrik ton)

Gambar 4.3 memperlihatkan jumlah ekspor minyak nabati dunia dari tahun 2005 hingga tahun 2009. Berdasarkan grafik dilihat bahwa ekspor minyak nabati dunia dari tahun 2005 hingga 2009 cenderung mengalami peningkatan dengan minyak kelapa sawit sebagai jenis minyak nabati dengan kontribusi terbesar dalam menjelaskan peningkatan ekspor tersebut. Indonesia dan Malaysia merupakan dua negara pengekspor minyak nabati terbesar di dunia. Sebagai negara produsen minyak kelapa sawit terbesar di dunia, semakin meningkatnya kebutuhan minyak kelapa sawit dunia menyebabkan negara ini untuk meningkatkan ekspornya untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar.

0

2005 2006 2007 2008 2009

(60)

Sumber: USDA ,2010

Gambar 4.3. Grafik Jumlah Ekspor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009 (dalam metrik ton)

4.2 Perkembangan Minyak Kelapa Sawit Dunia

Indonesia dan Malaysia merupakan negara penghasil minyak kelapa sawit terbesar di dunia, berdasarkan data USDA pada tahun 2009 produksi minyak kelapa sawit Indonesia dan Malaysia menyumbang masing-masing 46,8% dan 40,3% dari total produksi minyak kelapa sawit dunia. Sebagai penghasil minyak kelapa sawit terbesar, Indonesia dan Malaysia juga merupakan pengekspor minyak kelapa sawit terbesar di dunia. Jumlah ekspor Indonesia dan Malaysia pada tahun 2009 mencapai 16446 metrik ton dan 15600 metrik ton. Adapun negara pengimpor minyak kelapa sawit terbesar dunia adalah India, China, dan negara Eropa. Tingginya konsumsi minyak kelapa sawit sebagai bahan makan dan industri serta sebagai bahan baku pembuatan biofuel di negara-negara tersebut menyebabkan mereka harus melakukan impor minyak kelapa sawit.

Permintaan dunia terhadap minyak kelapa sawit menunjukkan tren yang meningkat dari waktu ke waktu. Sesuai dengan hukum pasar, tingginya permintaan terhadap suatu komoditi akan menyebabkan peningkatan harga pada

0

2005 2006 2007 2008 2009

(61)

komoditi tersebut, sehingga peningkatan permintaan minyak kelapa sawit akan menyebabkan peningkatan pada harganya. Berdasarkan Gambar 4.4 dapat dilihat bahwa pergerakan harga minyak kelapa sawit dari tahun ke tahun cenderung meningkat. Meskipun sempat mengalami penurunan dari tahun 1998 hingga 2000 namun setelah itu harga minyak kelapa sawit memiliki tren meningkat. Harga minyak kelapa sawit mencapai titik tertinggi pada tahun 2007 yaitu mencapai US$ 1.058 per ton, sedangkan titik terendah harga minyak kelapa sawit terjadi pada tahun 2000 dimana harganya adalah US$ 235 per ton.

Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010

Gambar 4.4. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kelapa Sawit Dunia Tahun 1998- 2009* (dalam US$ per metrik ton)

4.3 Perkembangan Minyak Kedelai Dunia

Sejak tahun 1975 hingga 1985 minyak kedelai merupakan jenis minyak nabati yang mendominasi perdagangan internasional. Pada tahun 1975 minyak kedelai memiliki pangsa pasar hingga mencapai 41,6% dari pasar minyak nabati dunia. Namun, sejak masuknya minyak kelapa sawit sebagai salah satu jenis minyak nabati pada tahun 1985 pangsa pasar minyak kedelai mengalami

0 200 400 600 800 1000 1200

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Harga US$

(62)

penurunan hingga menjadi 35,4%. Sejak saat itu, perdagangan minyak nabati dunia mengalami pergeseran dengan minyak kelapa sawit yang mendominasi perdagangan minyak nabati dunia. Adapun negara pengekspor minyak kedelai terbesar dunia adalah Argentina, USA, dan Brazil dengan tujuan impornya yang terbesar adalah negara China dan India.

Seiring dengan meningkatnya penggunaan minyak nabati sebagai bahan pangan maupun bahan baku industri, permintaan terhadap minyak kedelaipun mengalami peningkatan. Jumlah permintaan terhadap minyak kedelai akan mempengaruhi harga dari minyak kedelai tersebut. Gambar 4.5 menunjukkan bahwa harga minyak kedelai dunia sejak tahun 1998 hingga tahun 2009 memiliki kecenderungan mengalami peningkatan. Pada tahun 1998 harga minyak kedelai dunia sebesar US$ 483 per ton sedangkan pada tahun 2009 harganya meningkat menjadi US$ 919 per ton.

Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010

Gambar 4.5. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kedelai Dunia Tahun 1998- 2009* (dalam US$ per metrik ton)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

Harga US$

(63)

4.4 Perkembangan Minyak Kanola Dunia

Perdagangan minyak kanola dunia didominasi oleh negara-negara Eropa. Eropa merupakan penghasil minyak kanola terbesar di dunia, dengan jumlah produksi sebesar 9432 metrik ton pada tahun 2009. Produsen minyak kanola terbesar selanjutnya adalah China lalu India. Meskipun Eropa merupakan penghasil minyak kanola terbesar namun pengekspor terbesar minyak kanola dunia adalah Canada dengan jumlah ekspor sebesar 1580 metrik ton pada tahun 2009. Hal ini mungkin dikarenakan Eropa, China dan India mengalokasikan hampir seluruh produksinya untuk konsumsi domestik, sehingga hanya sedikit yang dapat di ekspor ke negara lain. Bahkan menurut data USDA negara Eropa dan China merupakan pengimpor minyak kanola terbesar. Hal ini mengindikasikan bahwa konsumsi minyak kanola di negara Eropa dan China sangat tinggi.

(64)

Ket: * Angka sementara Sumber : USDA, 2010

Gambar 4.6. Grafik Pergerakan Harga Minyak Kanola Tahun 1998-2009* (dalam US$ per metrik ton)

4.5 Perkembangan Harga Minyak Bunga Matahari Dunia

Perkembangan harga minyak bunga matahari dunia dilihat dari Gambar 4.7 menunjukkan kecennderungan yang meningkat. Kecenderungan harga yang semakin meningkat ini dikarenakan semakin meningkatnya pula permintaan terhadap komoditas minyak bunga matahari. Biaya produksi yang lebih besar dibandingkan dengan minyak nabati lain membuat harga minyak bunga matahari lebih mahal dibandingkan dengan harga minyak nabati lainnya, namun hal tersebut tidak mempengaruhi negara-negara dalam mengkonsumsi minyak bunga matahari. Data menyebutkan bahwa negara Rusia dan negara-negara Eropa merupakan negara pengkonsumsi minyak bunga matahari terbesar di dunia dengan konsumsi domestik masing-masing sebesar 1.885 juta ton dan 2.901 juta ton pada tahun 2007, lalu konsumsi ini pada tahun 2009 meningkat menjadi 2.026 juta ton dan 3.072 juta ton.

0

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

harga US$

(65)

Tingginya permintaan minyak bunga matahari ini memberikan konsekuensi pada peningkatan harga minyak bunga matahari. Berdasarkan Gambar 4.7 dilihat bahwa meskipun sempat turun menjadi US$ 413 per ton pada tahun 1999, harga minyak bunga matahari selanjutnya meningkat hingga menjadi US$ 937 per ton pada tahun 2009. Lonjakan harga minyak bunga matahari terjadi pada tahun 2007 yaitu mencapai US$ 1.639 per ton.

  Ket: * Angka sementara

Sumber : USDA, 2010

Gambar 4.7. Grafik Pergerakan Harga Minyak Bunga Matahari Tahun 1998- 2009* (dalam US$ per metrik ton)

0 200 400 600 800 1000 1200 1400 1600 1800

1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009*

harga US$

(66)

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Pengujian Akar Unit (unit root test)

Pengujian stasioneritas merupakan tahap awal sebelum melakukan estimasi model time series. Pengujian ini dilakukan agar tidak terjadi regresi yang spurious yang menyebabkan hasil estimasi menjadi tidak tepat karena adanya unit root dalam variabel penelitian. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji unit root untuk melihat kestasioneran data time series. Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF). Pengujian akar unit atau unit root test dilakukan dengan uji Augmented Dickey Fuller (ADF) dengan menggunakan taraf nyata 5%. Pengujian ini didasarkan pada nilai absolut statistik t dan nilai kritis MacKinon. Jika nilai statistik t lebih kecil dari nilai kritis MacKinon maka tolak Ho, artinya data yang digunakan adalah stasioner atau tidak mengandung akar unit.

Gambar

Tabel 1.1. Perkembangan Konsumsi Domestik Minyak Nabati Dunia Tahun
Tabel 1.2. Perkembangan Produksi Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009
Tabel 1.3. Volume Ekspor dan Impor Minyak Nabati Dunia Tahun 2005-2009
Gambar 2.1 di bawah.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Raja-raja), karangan Bukhari al-Jauha.. Buku ini selesai dituliis pada 1603 M menguraikan adab pemerintahan yang ideal menurut Islam. Konsep-konsep dan pemerintahan

PERUBAHAN ATAS PERATURAN WALIKOTA SURAKARTA NOMOR 58 - A TAHUN 2 01 23. TENTANG PERLIN

Pembahasan terakhir mengenai pengelolaan hubungan yang dilakukan oleh Departemen Komunikasi dalam antar divisi juga berkaitan dengan bagaimana melakukan komunikasi

Marketing Public Relations dapat mampu meningkatkan loyalitas konsumen guna mempertahankan, serta mengembangkan, dan mencapai tujuan utama perusahaan, karena bukan

dengan menambahkan sensor level yang bertujuan untuk memastikan apakah pada saat proses perendaman, media cair mengalir dari wadahnya ke wadah kultur jaringan

yang mana rataan total biaya produksi tertinggi pada perlakuan P0 (Penggunaan ransum kontrol dengan tepung limbah ikan gabus pasir sebanyak 0% dan tepung ikan komersil

Preferensi bila dilihat dari Axis saja, prioritas yang perlu ditekankan untuk ke depannya yaitu tarif sms yang selama ini bisa dikatakan masih belum murah, kualitas sinyal,

Oleh sebab itu, peneliti mempunyai harapan bahwa dengan penggunaan metode demonstrasi dalam proses pembelajaran akan dapat meningkatkan pemahaman serta hasil belajar murid