Lampiran 1
Perumusan Model Program Linier dengan Menggunakan LINDO MAX 3944359X1 + 3926036X2
SUBJECT TO X1 + X2 <= 311000
Hasil Olahan Output dengan Menggunakan LINDO
LP OPTIMUM FOUND AT STEP 3
OBJECTIVE FUNCTION VALUE
1) 0.1016081E+13
VARIABLE VALUE REDUCED COST X1 136114.531250 0.000000
X2 122056.101562 0.000000
ROW SLACK OR SURPLUS DUAL PRICES 2) 52829.375000 0.000000 3) 7048.099609 0.000000
4) 0.000000 1797672.625000 5) 3920.950195 0.000000
15) 574.388611 0.000000 16) 984.014832 0.000000 17) 1934.697388 0.000000 18) 4274.120605 0.000000 19) 3933.894043 0.000000 20) 121.332489 0.000000 21) 1736.241699 0.000000 22) 2288.926514 0.000000 23) 991.559021 0.000000 24) 0.000000 984407.625000 25) 136114.531250 0.000000 26) 122056.101562 0.000000
NO. ITERATIONS= 3
RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED:
OBJ COEFFICIENT RANGES
VARIABLE CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE
X1 3944359.000000 357677.781250 208393.000000 X2 3926036.000000 218995.156250 326416.500000
RIGHTHAND SIDE RANGES
ROW CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, A dan B. Nasendi. 1985. Program Liniear dan Variasinya. Jakarta: PT Gramedia.
Assauri, S. 1999. Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Ginting, Rosnani. 2007. Sistem Produksi. Yogyakarta: Graha Ilmu
Handoko, T. Hani. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.
Kususmastoanto T. 2002. Metode Kuantitatif untuk Bisnis. [Diktat Kuliah]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Schrange, Linus. 1991. Lindo An Optimazation Modeling System. Chicago: The Scientific Press.
Sitorus, P. 1997. Program Liner. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.
Subagyo, P., Asri, M., dan Handoko, T.H. 2000. Dasar-Dasar Operation Research. Yogyakarta: BPFE.
Supranto, J. 1988. Riset Operasi untuk Pengambilan Keputusan. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia.
Taha, Hamdy A. 1982. Operation Research an Introduction. New York: MacMillan Publishing Co, Inc.
Wignjosoebroto, S. 2003. Pengantar Teknik dan Manajemen Industri. Surabaya: Guna Widya.
BAB 3
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1Pengumpulan Data
Pada dasarnya untuk menyelesaikan suatu masalah perlu adanya data angka yang berhubungan dengan masalah tersebut, baik data primer maupun data sekunder. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari objek penelitian, sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari dokumen-dokumen yang telah dilakukan orang lain.
3.1.1 Gambaran Umum Perusahaan
Usaha industri pengolahan minyak sawit saat ini mulai berkembang pesat di Indonesia, khususnya di daerah-daerah yang memiliki perkebunan kelapa sawit. Didukung dengan semakin majunya teknologi di bidang industri untuk mengolah kelapa sawit menjadi minyak.
3.1.2 Diagram aliran untuk pengolahan minyak goreng
Gambar 3. Keterangan:
Mesin 1 : Mesin Heat Eschanger I (HE001A) Mesin 2 : Mesin Heat Eschanger II (HE001) Mesin 3 : Mesin Static Mixer (M001A) Mesin 4 : Mesin Degumming Mixer (M001) Mesin 5 : Mesin Slurry Mixing Tank
Mesin 10 : Mesin Plate Heat Exchanger I (HE702) Mesin 11 : Mesin Shell & Tube Heat Exchanger (E703) Mesin 12 : Mesin Deodorizer (D702)
Mesin 13 : Mesin Scrubber
Mesin 14 : Mesin Heat Exchanger III (HE705) Mesin 15 : Mesin Heat Exchanger IV (HE704) Mesin 16 : Mesin Polishing Filter II (F701 – F704) Mesin 17 : Mesin Plate Heat Exchanger II (PHE1) Mesin 18 : Mesin Crystallizer
Mesin 19 : Mesin Filter Press
CPO merupakan bahan baku ditunjukkan oleh selama proses produksi sebagai bahan pembantu dibutuhkan Phosporic Acid (H3PO4) dan Bleaching Earth yang digunakan pada mesin 3 dan mesin 5. Input yaitu bahan mentah yang dimodifikasi oleh recovery rate tiap mesin, jadi sejumlah input diproses pada mesin 1. Kemudian masuk mesin 2, yang masuk ke mesin 2 dinyatakan persen dari , sisanya (yang tidak masuk mesin 2) dibuang, demikian seterusnya sampai diperoleh produk akhir. Masing-masing mesin mempunyai kapasitas tertentu dan diukur dalam satuan ton.
3.1.3 Data Jumlah Produksi, Biaya Produksi, dan Harga Jual Produk
Data yang dikumpulkan meliputi data jumlah produksi, data harga jual, data biaya produksi untuk kurun waktu antara bulan Januari 2011 sampai dengan bulan Desember 2011. Data tersebut dapat dilihat pada tabel 3.1.
Tabel 3.1 Data Jumlah Produksi, Biaya Produksi, dan Harga Jual Produk Jenis Minyak
Goreng
Jumlah Produksi (ton)
Harga Jual (Rp/ton)
Biaya Produksi (Rp/ton)
Olein 1 132.188 12.854.000 8.909.641
3.2Perumusan Model Program Linier
3.2.1 Perumusan Fungsi Tujuan
Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk menentukan serta mengetahui tingkat kombinasi produksi yang paling optimum dari produksi minyak goreng sehingga memberikan tingkat keuntungan yang maksimum. Selama periode Januari sampai dengan Desember 2011, PT Pacific Palmindo Industri memproduksi minyak goreng dalam dua bentuk yaitu olein 1 ( ) dan olein 2 . Berdasarkan data yang diperoleh dari pihak perusahaan harga jual dan biaya produksi dari minyak goreng adalah sama selama periode tahun 2011.
Koefisen dari fungsi tujuan merupakan keuntungan per ton dari masing-masing minyak goreng. Nilai keuntungan diperoleh melalui selisih antara harga jual dengan biaya produksi per ton dari masing-masing minyak goreng yang dihasilkan. Biaya produksi diperoleh langsung dari bagian produksi. Komponen biaya produksi diperoleh dengan menjumlahkan seluruh biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk memproduksi setiap satu kilogram jenis minyak goreng.
Berdasarkan tabel 3.1 maka nilai fungsi tujuan dari model program linier untuk memaksimumkan keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.2.2 Perumusan Fungsi Kendala
3.2.2.1Perumusan Fungsi Kendala Bahan Baku Utama
Bahan baku utama yang digunakan perusahaan untuk memproduksi minyak goreng adalah CPO. Total bahan baku yang tersedia selama periode 1 tahun, jumlahnya adalah 311.000 Ton. Penjabaran rinci CPO per bulan terdapat pada lampiran.
Dalam perumusan fungsi kendala bahan baku, nilai koefesien dari pertidaksamaan fungsi kendala ketersediaan bahan baku merupakan jumlah bahan baku berupa CPO yang dibutuhkan untuk memproduksi masing-masing produk yaitu olein 1 dan olein 2. Berdasarkan satu Ton CPO yang digunakan dalam proses produksi akan selalu dihasilkan olein 1 dan olein 2. Nilai ruas kanan merupakan nilai dari ketersediaan bahan baku selama periode 1 tahun.
Berdasarkan uraian di atas, maka fungsi kendala bahan baku dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.2.2.2Perumusan Fungsi Kendala Bahan Baku Penolong
1. Phosporic Acid (H3PO4)
Berikut merupakan kebutuhan H3PO4 yang dibutuhkan selama periode 1 tahun. Tabel 3.2 Data Phosporic Acid (H3PO4) Tahun 2011
Jenis Minyak Goreng
Kebutuhan H3PO4 (kiloliter)
Jumlah Minyak Goreng yang
diproduksi (ton)
Koefisien (kiloliter/ton)
Olein 1 20.818 132.188 0,157
Nilai koefisien dari pertidaksamaan fungsi kendala ketersediaan bahan baku penolong diperoleh dari komposisi yang digunakan dalam proses produksi dengan cara membagi antara kebutuhan selama periode 1 tahun dengan jumlah minyak goreng yang dihasilkan selama periode 1 tahun. Nilai sebelah kanan kendala merupakan jumlah ketersedian yang dimiliki oleh perusahaan selama periode 1 tahun.
Berdasarkan tabel 3.2, nilai koefesien dari pertidaksamaan fungsi kendala ketersediaan bahan baku dapat dihitung dengan cara berikut :
Untuk Olein 1:
Untuk Olein 2:
Maka fungsi kendala bahan baku dapat dirumuskan sebagai berikut :
Penjabaran rinci kebutuhan selama periode 1 tahun terdapat pada lampiran.
2. Bleaching Earth
Berikut merupakan kebutuhan Bleaching Earth yang dibutuhkan selama periode 1 tahun.
Tabel 3.3 Data Bleaching Earth Tahun 2011
Jenis Minyak Goreng
Kebutuhan Bleaching Earth
(ton)
Jumlah Minyak Goreng yang
diproduksi (ton)
Koefisien (kg/ton)
Olein 1 116.457 132.188 0,881
Olein 2 101.123 125.776 0,804
Nilai koefisien dari pertidaksamaan fungsi kendala ketersediaan bahan baku penolong diperoleh dari komposisi Bleaching Earth yang digunakan dalam proses produksi dengan cara membagi antara kebutuhan Bleaching Earth selama periode 1 tahun dengan jumlah minyak goreng yang dihasilkan selama periode 1 tahun. Nilai sebelah kanan kendala merupakan jumlah ketersedian Bleaching Earth yang dimiliki oleh perusahaan selama periode 1 tahun.
Berdasarkan tabel 3.3, fungsi kendala bahan baku Bleaching Earth dapat dirumuskan sebagai berikut :
3.2.2.3Perumusan Fungsi Kendala Jam Kerja Mesin
PT Pacific Palmindo menggunakan 19 jenis mesin dalam proses produksinya. Nilai koefisien masing-masing variabel merupakan waktu yang dibutuhkan setiap jenis mesin ntuk mengolah satu ton CPO. Kebutuhan jam kerja mesin tersebut dapat dilihat pada tabel 3.4.
Tabel 3.4 Data Koefisien Jam Kerja Mesin Tahun 2011
Jenis Mesin Koefisien
Olein 1 Olein 2
Heat Eschanger I 0,013 0,010
Heat Eschanger II 0,012 0,009
Static Mixer 0,020 0,015
Degumming Mixer 0,021 0,017
Slurry Mixing Tank 0,015 0,012
Bleacher 0,023 0,018
Niagara Filter 0,021 0,016
Polishing Filter I 0,030 0,024
Dearator 0,017 0,014
Plate Heat Exchanger I 0,022 0,018
Shell & Tube Heat Exchanger 0,029 0,023
Deodorizer 0,025 0,020
Scrubber 0,021 0,016
Heat Exchanger III 0,015 0,012
Heat Exchanger IV 0,013 0,011
Polishing Filter II 0,029 0,024
Plate Heat Exchanger II 0,024 0,018
Crystallizer 0,019 0,016
Filter Press 0,028 0,022
Berdasarkan penjelasan tabel 3.4, maka dapat dirumuskan fungsi kendala jam kerja mesin produksi dari model program linier adalah sebagai berikut:
3.2.2.4Perumusan Fungsi Kendala Jam Tenaga Kerja
Koefisien jam tenaga kerja langsung diperoleh dengan cara mengalikan ketersediaan jam kerja per hari dengan jumlah tenaga kerja per hari kemudian dibagi dengan jumlah minyak goreng yang dihasilkan rata-rata per hari dan nilai ruas kanan merupakan nilai dari ketersediaan jam tenaga kerja selama periode 1 tahun. Berdasarkan data perusahaan diketahui jumlah hari kerja selama tahun 2011 adalah 312 hari, maka diperoleh:
Tabel 3.5 Data Koefisien Jam Tenaga Kerja Tahun 2011
Jenis Minyak
Berdasarkan uraian diatas maka didapat model matematika program linier dalam rangka mencapai kondisi optimal yang dituliskan sebagai berikut :
Primal
Kendala:
Dual
Kendala:
3.3Pengolahan data
3.3.1 Analisis Primal
3.3.1.1Hasil Produksi Optimal
Berikut merupakan perbandingan kondisi produksi antara Olein 1 dan Olein 2 pada kondisi aktual dan optimal.
Tabel 3.6 Hasil Produksi Aktual dan Optimal Jenis Minyak
Goreng Variabel
Produksi Aktual (ton)
Produksi Optimal (ton)
Olein 1 132.188 136.114
Olein 2 125.776 122.056
Dengan asumsi bahwa penjualan setiap jenis olein 1 dan olein 2 dalam satu tahun sama dengan jumlah produksi serta seluruh produk terjual pada tingkat keuntungan per unit seperti pada Tabel 7, maka laba perusahaan berdasarkan hasil produksi :
1. Produksi Aktual
2. Produksi Optimal
3.3.1.2Penggunaan Bahan Baku CPO
Jumlah bahan baku CPO yang tersedia selama tahun 2011 adalah sebesar 311.000 ton dan berdasarkan hasil olahan optimal penggunaan bahan baku untuk proses produksi olein 1 dan olein 2 belum dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilihat pada nilai
sisa atau slack. Nilai sisa atau slack memiliki nilai sebesar 52.829,38 yang artinya bahwa bahan baku CPO yang diperlukan untuk memproduksi olein 1 dan olein 2 berlebih sebanyak 52.829,38 ton. Penggunaan bahan baku CPO dalam kondisi aktual sebesar 311.000 ton sedangkan pada kondisi optimal hanya sebesar 258.170,62. Penggunaan bahan baku dalam kondisi optimal tersebut diperoleh dari selisih antara penggunaan CPO pada kondisi aktual dan nilai sisa atau slack. Pemanfaatan optimal bahan baku CPO untuk periode tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.7 Penggunaan Bahan Baku CPO Aktual dan Optimal
Jenis Bahan Baku Kondisi Aktual (ton)
Kondisi Optimal (ton)
Tersedia Terpakai Slack/Surplus
CPO 311.000 311.000 258.170,62 52.829,38
3.3.1.3Penggunaan Bahan Baku Penolong Phosporic Acid (H3PO4)
Pemanfaatan optimal bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) selama periode tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.8 Penggunaan Bahan Baku Penolong Phosporic Acid (H3PO4) Aktual dan Optimal
Jenis Bahan Baku Penolong
Kondisi Aktual (ton)
Kondisi Optimal (ton)
Tersedia Terpakai Slack / Surplus Phosporic Acid
Ketersediaan bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) perlu diperhatikan oleh perusahaan, karena penggunaan Phosporic Acid (H3PO4) yang tepat mampu meningkatkan keuntungan perusahaan. Pada tabel 3.8 dapat dilihat bahwa pada kondisi optimal ketersediaan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) memiliki nilai sisa artinya ketersediaan Phosporic Acid (H3PO4) selalu lebih besar dari jumlah Phosporic Acid (H3PO4) yang diperlukan untuk memproduksi olein 1 dan olein 2
untuk hasil produksi yang optimal. Hal ini disebabkan karena terdapatnya perbedaan penggunaan bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) antara kondisi aktual sebesar 39.867 kiloliter sedangkan pada kondisi optimal hanya sebesar 32.818,91 kiloliter yang menunjukkan bahwa Phosporic Acid (H3PO4) mempunyai nilai sisa atau slack sebesar 7.048,09 kiloliter. Nilai sisa atau slack tersebut diperoleh dari selisih antara penggunaan Phosporic Acid (H3PO4) pada kondisi aktual dan pada kondisi optimal.
3.3.1.4Penggunaan Bahan Baku Penolong Bleaching Earth
Pemanfaatan optimal bahan baku penolong Bleaching Earth selama periode tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.9 Penggunaan Bahan Baku Penolong Bleaching Earth Aktual dan Optimal
Jenis Bahan Baku Penolong
Kondisi Aktual (ton)
Kondisi Optimal (ton)
Tersedia Terpakai Slack / Surplus
Bleaching Earth 217.580 218.050 217.580 0
3.3.1.5Penggunaan Jam Kerja Mesin
Pemanfaatan optimal jam kerja mesin selama periode tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.10 Penggunaan Jam Kerja Mesin Aktual dan Optimal
Jenis Mesin Kondisi Aktual (jam)
Kondisi Optimal (ton)
Penggunaan Slack / Surplus
Heat Eschanger I 6.911 2.990,05 3.920,95
Heat Eschanger II 7.106 2.731,88 4.374,12
Static Mixer 6.611 4.553,13 2.057,87
Degumming Mixer 6.971 4.933,36 2.037,64
Slurry Mixing Tank 6.864 3.506,39 3.357,61
Bleacher 6.923 5.327,64 1.595,36
Niagara Filter 7.212 4.811,31 2.400,69
Polishing Filter I 7.330 7.012,78 317,22
Dearator 6.564 4.022,73 2.541,27
Plate Heat Exchanger I 6.912 5.191,53 1.720,47
Shell & Tube Heat Exchanger 7.329 6.754,61 574,39
Deodorizer 6.828 5.843,99 984,01
Scrubber 6.746 4.811,31 1.934,69
Heat Exchanger III 7.006 2.731,88 4.274,12
Heat Exchanger IV 7.046 3.112,11 3.933,89
Polishing Filter II 6.998 6.876,67 121,33
Plate Heat Exchanger II 7.200 5.463,76 1.736,24
Crystallizer 6.828 4.539,07 2.288,93
Filter Press 7.488 6.496,44 991,56
menambah ketersediaan mesin, karena akan merupakan suatu pemborosan yang dapat merugikan perusahaan. Namun hal yang seharusnya dapat perusahaan lakukan untuk memanfaatkan jam kerja mesin yang menganggur adalah dengan cara menambah produksi CPO untuk menghasilkan olein 1 dan olein 2 sehingga dapat menekan kelebihan jam kerja mesin yang menganggur dan pada akhirnya akan memberikan keuntungan yang lebih besar bagi perusahaan.
3.3.1.6Penggunaan Jam Tenaga Kerja
Jumlah jam tenaga kerja langsung yang tersedia pada PT Pacific Palmindo Industri selama tahun 2011 adalah sebesar 633.984. Sedangkan berdasarkan hasil olahan optimal penggunaan jam tenaga kerja langsung untuk proses produksi olein 1 dan olein 2 telah dimanfaatkan secara optimal. Hal ini dapat dilihat pada nilai sisa atau
slack. Nilai sisa atau slack pada jam tenaga kerja langsung memiliki nilai sebesar nol,
yang artinya bahwa jam tenaga kerja langsung yang diperlukan untuk memproduksi olein 1 dan olein 2 telah digunakan seoptimal mungkin. Nilai sisa atau slack bernilai
nol hal ini berarti bahwa jam tenaga kerja langsung produksi telah habis digunakan dalam produksi. Pemanfaatan optimal jam tenaga kerja langsung untuk periode tahun 2011 dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.11 Penggunaan Jam Tenaga Kerja Aktual dan Optimal
Jam Tenaga Kerja Langsung
Kondisi Aktual (jam)
Kondisi Optimal (jam)
Tersedia Terpakai Slack / Surplus
633.984 633.984 633.984 0
3.3.2 Analisis Dual
Apabila nilai slack/surplus bernilai lebih besar dari nol berarti sumberdaya tersebut berlebih dan berstatus sebagai sumberdaya bukan pembatas (BP).
Nilai dual price menjelaskan besarnya pengaruh akibat penambahan atau pengurangan pada nilai ruas kanan kendala terhadap nilai fungsi tujuan. Besarnya pengaruh tersebut ditunjukkan oleh nilai dual price-nya. Sumberdaya yang berstatus sebagai sumberdaya pembatas akan memiliki nilai dual price lebih besar dari nol, sebaliknya sumberdaya berstatus sebagai sumber daya bukan pembatas akan memiliki nilai dual price sama dengan nol sehingga apabila terjadi penambahan atau pengurangan pada persediaan sumberdaya tersebut tidak akan mempengaruhi fungsi tujuan. Selain itu nilai dual juga memperlihatkan batas harga maksimum perusahaan bersedia untuk membeli satu unit sumberdaya. Oleh karena itu nilai dual sangat berperan dalam pengambilan keputusan terutama dalam pembelian sumberdaya. Dual price juga sering disebut sebagai harga bayangan (shadow price).
Analisis status sumberdaya pada kondisi optimal dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 3.12 Analisis Status Sumberdaya
Jenis Sumberdaya Slack/Surplus Dual Price Status sumberdaya
CPO 52.829,38 0 Berlebih
Phosporic Acid (H3PO4) 7.048,09 0 Berlebih
Bleaching Earth 0 1.797.672,625 Langka
Heat Eschanger I 3.920,95 0 Berlebih
Heat Eschanger II 4.374,12 0 Berlebih
Static Mixer 2.057,87 0 Berlebih
Degumming Mixer 2.037,64 0 Berlebih
Slurry Mixing Tank 3.357,61 0 Berlebih
Bleacher 1.595,36 0 Berlebih
Niagara Filter 2.400,69 0 Berlebih
Polishing Filter I 317,22 0 Berlebih
Dearator 2.541,27 0 Berlebih
Plate Heat Exchanger I 1.720,47 0 Berlebih
Deodorizer 984,01 0 Berlebih
Scrubber 1.934,69 0 Berlebih
Heat Exchanger III 4.274,12 0 Berlebih
Heat Exchanger IV 3.933,89 0 Berlebih
Polishing Filter II 121,33 0 Berlebih
Plate Heat Exchanger II 1.736,24 0 Berlebih
Crystallizer 2.288,93 0 Berlebih
Filter Press 991,56 0 Berlebih
Tenaga Kerja Langsung 0 984.407,625 Langka
Berdasarkan hasil olahan pada tabel 3.12 dapat diketahui bahwa sumberdaya yang menjadi pembatas atau kendala aktif adalah bahan baku penolong Bleaching Earth dan jam kerja tenaga kerja langsung dengan nilai dual price masing-masing sebesar 1.797.672,625 dan 984.407,625 , yang berarti setiap terjadi penambahan satu unit bahan baku penolong Bleaching Earth akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar Rp 1.797.672,625 dan apabila terjadi penambahan satu satuan jam tenaga kerja langsung akan meningkatkan fungsi tujuan sebesar Rp 984.407,625. Akan tetapi jika dilakukan penambahan lebih dari satu satuan maka nilai keuntungan optimalnya akan bertambah sebesar perkalian antara nilai dual-nya dengan jumlah penambahan. Apabila biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan untuk satu satu unit bahan baku penolong Bleaching Earth dan jam tenaga kerja langsung lebih besar dari nilai dual price-nya,
maka perusahaan tidak perlu menambah jumlah produksi minyak goreng karena tidak akan menambah keuntungan.
3.3.3 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas sangat diperlukan mengingat dunia nyata penuh dengan ketidakpastian. Analisis ini dilakukan setelah solusi optimal tercapai, yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana solusi optimal tersebut dapat diterapkan apabila terjadi perubahan dalam model. Pengaruh perubahan dapat dilihat dari selang kepekaan yang terdiri dari batas minimum dan batas maksimum. Batas minimum (allowable decrease) merupakan batas penurunan kendala yang diijinkan dan batas maksimum
(allowable increase) adalah batas kenaikan nilai kendala yang dizinkan. Semakin
sempit selang kepekaan yang dimiliki suatu kendala, maka kendala akan semakin peka dalam mengubah solusi optimal. Berdasarkan hasil olahan analisis sensitivitas pada penelitian ini dilakukan pada dua bagian yang meliputi analisis sensitivitas nilai koefesien fungsi tujuan dan nilai ruas kanan kendala (RHS).
3.3.3.1Analisis Sensitivitas Koefisien Tujuan
Analisis sensitifitas dalam penelitian ini menunjukkan selang perubahan terhadap koefisen fungsi tujuan tanpa merubah nilai optimal dari variabel, walaupun nilai dapat berubah. Analisis sensitivitas terhadap nilai koefisen fungsi tujuan memberikan informasi mengenai rentang perubahan keuntungan per satuan produksi dari setiap jenis produk yang masih diijinkan agar solusi optimal dalam perencanaan produksi tetap berlaku dengan parameter lain dianggap konstan. Koefisien nilai fungsi tujuan adalah keuntungan per unit dari setiap jenis produksi yang dihasilkan oleh perusahaan yaitu berupa olein 1 dan olein 2. Selang perubahan tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.13 Analisis Sensitivitas Hasil Produksi Jenis Minyak
Goreng Variabel Nilai Awal
Allowable
Increase
Allowable
Decrease
Olein 1 3.944.359 357.677,781 208.393
Berdasarkan tabel 3.13, dapat dilihat bahwa olein 1 memiliki nilai kenaikan maksimum yang diijinkan adalah sebesar 357.677,781. sehingga total maksimum besarnya keuntungan yang diperbolehkan agar tidak merubah nilai optimal variabel keputusan adalah sebesar 4.302.036,781. Sedangkan nilai minimum keuntungannya adalah 208.393, yang berarti penurunan maksimum keuntungan yang diijinkan adalah Sebesar 3.735.966. Nilai tersebut diperoleh dari selisih antara keuntungan produksi dengan penurunan yang diijinkan.
Sedangkan untuk olein 2 memiliki nilai kenaikan maksimum yang diijinkan adalah 218.995,156 , sehingga total maksimum besarnya keuntungan yang diperbolehkan agar tidak merubah nilai optimal variabel keputusan adalah sebesar 4.145.031,156. Sedangkan nilai minimum keuntungannya adalah sebesar 326.416,5 , sehingga total minimal besarnya keuntungan yang tidak menyebabkan berubahnya nilai optimal variabel keputusan adalah 3.599.619,5.
3.3.3.2Analisis Sensitivitas Ruas Kanan Kendala
Tabel 3.14 Analisis Sensitivitas Sumberdaya
Jenis Sumberdaya Allowable Increase
Allowable
Decrease RHS
CPO INFINITY 52.829,375 311.000
Phosporic Acid (H3PO4) INFINITY 7.048,099 40.000
Bleaching Earth 2.282,626 15.778,910 218.050
Heat Eschanger I INFINITY 3.920.950 6.911
Heat Eschanger II INFINITY 4374.121 7.106
Static Mixer INFINITY 2.057.868 6.611
Degumming Mixer INFINITY 2.037.641 6.971
Slurry Mixing Tank INFINITY 3.357.608 6.864
Bleacher INFINITY 1595.356 6.923
Niagara Filter INFINITY 2.400.697 7.212
Polishing Filter I INFINITY 317.218 7.330
Dearator INFINITY 2.541.268 6.564
Plate Heat Exchanger I INFINITY 1.720.471 6.912 Shell & Tube Heat Exchanger INFINITY 574.389 7.329
Deodorizer INFINITY 984.014 6.828
Scrubber INFINITY 1.934.697 6.746
Heat Exchanger III INFINITY 4.274.121 7.006
Heat Exchanger IV INFINITY 3.933.894 7.046
Polishing Filter II INFINITY 121.332 6.998
Plate Heat Exchanger II INFINITY 1.736.242 7.200
Crystallizer INFINITY 2.288.927 6.828
Filter Press INFINITY 991.559 7.488
Tenaga Kerja Langsung 49.456,281 1.6318.879 633.984
penolong Phosporic Acid (H3PO4) dan jam kerja seluruh mesin (19 jenis). Hal tersebut dikarenakan sumberdaya sumberdaya bahan baku CPO, bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) dan jam kerja seluruh mesin memiliki nilai dual yang sama
dengan nol (seperti yang terlihat pada tabel ). Oleh sebab itu perusahaan tidak perlu lagi untuk menambah atau meningkatkan ketersediaan sumberdaya yang berlebih tersebut, karena berapapun peningkatan ketersediaan sumberdaya bahan baku CPO, bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) dan jam kerja seluruh mesin yang dilakukan perusahaan tetap tidak akan mengubah nilai dual price-nya.
Seperti yang terlihat pada kendala bahan baku CPO, Analisis sensitivitas terhadap nilai ruas kanan kendala bahan baku CPO menunjukan nilai kenaikan yang tidak terbatas (infinity), hal ini menunjukan persediaan CPO dalam keadaan berlebih, dan nilai penurunan sebesar nilai tertentu. Sumberdaya CPO merupakan sumberdaya yang bersifat bukan pembatas dengan nilai batas kenaikan (allowable increase) menunjukan nilai tidak terbatas (infinity). Nilai allowable decrease yang dapat diterima adalah sebesar 52.829,375. Apabila penggunaan CPO masih berada dalam selang kepekaan maka koefisien RHS tidak akan mengalami perubahan, namun apabila penggunaan CPO berada diluar selang kepekaan maka akan terjadi perubahaan pada koefisien RHS-nya. Bahan baku CPO termasuk ke dalam kendala sumberdaya bukan pembatas, hal tersebut dapat dilihat berdasarkan nilai allowable increase atau batas kenaikan yang diijinkan tak terbatas, sehingga apabila terjadi
penambahan ketersediaan bahan baku CPO nilai dual price yang dihasilkan akan tetap bernilai nol. Hal yang sama juga berlaku pada kendala bahan baku penolong Phosporic Acid (H3PO4) dan jam kerja seluruh mesin.
Sedangkan untuk kendala yang memiliki nilai pada allowable decrease dan allowable increase, maka nilai sebelah kanan kendala tersebut sebaiknya berada pada
Untuk bahan baku penolong Bleaching Earth, batas atas kenaikan yang diijinkan adalah seperti yang ditunjukkan pada kolom allowable increase yaitu 2.282,626 , sedangkan batas penurunan yang diperbolehkan adalah seperti yang ditunjukkan pada kolom allowable decrease yaitu 15.778,910 sehingga tidak akan menyebabkan perubahan pada nilai dual price-nya. Hal ini menunjukkan bahwa selama interval bahan baku penolong Bleaching Earth berada pada selang tersebut maka setiap penambahan satu ton Bleaching Earth akan meningkatkan keuntungan perusahaan sebesar nilai dual price-nya yaitu sebesar Rp 1.797.672,625 seperti yang telah ditunjukkan pada tabel 3.12.
BAB 4
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1Kesimpulan
Berdasarkan hasil olahan data dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut ;
1. Perusahaan belum berproduksi pada kondisi optimal. Pada kondisi aktual untuk dua jenis minyak goreng yaitu Olein 1 dan Olein 2 diproduksi sebanyak 132.188 ton dan 125.776 ton. Sedangkan berdasarkan hasil olahan program linier dengan software LINDO, pada kondisi optimal, jumlah yang diproduksi untuk Olein 1 dan Olein 2 yaitu sebesar 136.114 ton dan 122.056 ton. Jika perusahaan dapat melakukan kegiatan produksi dengan kondisi optimal maka perusahaan dapat meningkatkan laba atau keuntungan sebesar
2. Hasil optimalisasi produksi menunjukan bahwa sumberdaya yang berlebih pada kondisi optimal adalah CPO, Phosporic Acid (H3PO4), dan seluruh jam kerja mesin, sedangkan sumberdaya lain seperti Bleaching Earth dan jam tenaga kerja langsung telah habis terpakai.
3. Hasil analsis sensitivitas menunjukan bahwa Olein 1 memiliki batas kenaikan keuntungan sebesar Rp 357.677,781 dan batas penurunan keuntungan sebesar Rp 208.393,00. Batas kenaikan keutungan untuk Olein 2 adalah Rp 218.995,156 dan batas penurunan keuntungan adalah sebesar Rp 326.416,50. 4. Analisis sensitivitas terhadap nilai ruas kanan kendala menunjukan bahwa
terhadap bahan baku penolong Bleaching Earth dan jam kerja tenaga kerja langsung menunjukan bahwa kedua sumberdaya tersebut termasuk kedalam sumberdaya pembatas atau kendala aktif.
4.2Saran
BAB 2
LANDASAN TEORI
Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metode-metode ilmiah dari teori-teori yang digunakan dalam penyelesaian persoalan untuk menentukan model program linier dalam produksi.
.
2.1 Teori Produksi
Secara umum, produksi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang mentransformasikan masukan (input) menjadi hasil keluaran (output) yang berupa barang atau jasa yang lebih berguna. Masukan ini adalah berupa bahan mentah, tenaga kerja, modal, energi dan informasi. Masukan-masukan ini diproses menjadi barang - barang dan jasa - jasa oleh teknologi proses yang merupakan metode atau cara tertentu yang kemudian digunakan untuk melakukan proses tranformasi (Handoko, 1997). Adapun transformasi input – output sistem produksi dapat dilihat pada gambar :
Gambar 2.1 Skema Sistem Produksi (Sumber: Ginting, R 2007) INPUT
Tenaga Kerja Modal
Bahan Baku Informasi
OUTPUT
BARANG DAN JASA PROSES
TRANSFORMAS
Informasi umpan balik untuk pengawasan input, proses dan
Metode atau cara tertentu yang digunakan untuk melakukan proses tranformasi terkait dalam pengertian produksi operasi. Kaitannya adalah penambahan atau penciptaan kegunaan atau utilitas karena bentuk dan tempat membutuhkan faktor - faktor produksi (Assauri, 2004). Kegiatan produksi yang dilakukan oleh perusahaan harus memperhatikan setiap faktor produksi. Hal ini dilakukan agar perusahaan dapat menentukan tingkat efisiensi dan produkfitas dari kegiatan produksi dari kegiatan produksi dengan cara mengoptimalkan setiap penggunaan faktor produksi itu.
Faktor - faktor yang menentukan produksi suatu perusahaan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Tersedianya bahan dasar
2. Tersedianya kapasitas mesin yang dimiliki 3. Tersedianya tenaga kerja
4. Tersedianya faktor-faktor produksi yang lain
Faktor produksi juga tidak dapat terlepas dari fungsi produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antar jumlah input dengan jumlah output. Hubungan antara input dan output ini dapat diformulasikan oleh sebuah fungsi produksi, yang dalam bentuk matematis dapat ditulis :
Q = f(K, T, M, n)
Keterangan :
Q = output yang dihasilkan selama satu periode tertentu
K = Kapital
T = tenaga kerja
M = material
n = faktor-faktor produksi lainnya.
2.1.1 Kombinasi Produksi Optimum
Pada dasarnya, tujuan utama suatu perusahaan didirikan adalah untuk melakukan kegiatan produksi barang atau jasa guna memperoleh laba atau keuntungan maksimum. Tujuan utama tersebut seringkali sulit dicapai oleh perusahaan karena adanya keterbatasan dari ketersediaan faktor-faktor produksi (sumber daya) yang dimiliki oleh perusahaan. Oleh karena itu pihak pengambil keputusan dalam suatu perusahaan perlu mempertimbangkan kombinasi produksi optimum yang akan dicapai dari penggunaan faktor-faktor produksi tersebut guna menghasilkan laba atau keuntungan maksimum. Dalam rangka untuk menentukan kombinasi terbaik dari setiap faktor produksi untuk menghasilkan output, produsen harus mengetahui jumlah faktor produksi dan sumberdaya yang terbatas sehingga kombinasi output dapat dilakukan dan menghasilkan keuntungan. yang diharapkan tetapi harus memperhatikan juga sumberdaya yang terbatas.
2.2 Optimalisasi
Optimalisasi dapat diartikan sebagai pencapaian keluaran tertentu dengan menggunakan masukan yang paling sedikit atau dengan kata lain proses yang secara ekonomis paling efesien. Optimalisasi juga dapat diartikan sebagai pencapaian suatu keadaan yang terbaik. Apabila dikaitkan dengan produksi, maka pengertian optimalisasi produksi berarti pencapaian suatu keadaan terbaik dalam kegiatan produksi. Optimalisasi produksi diperlukan perusahaan dalam rangka mengoptimalkan sumber daya yang digunakan agar suatu produksi dapat menghasilkan produk dalam kuantitas dan kualitas yang diharapkan, sehingga perusahaan dapat mencapai tujuannya.
Pada optimalisasi dengan kendala, faktor-faktor yang menjadi kendala pada fungsi tujuan diperhatikan dan turut menentukan titik maksimum dan minimum fungsi tujuan. Menurut Supranto (1988), persoalan optimalisasi dengan kendala pada dasarnya merupakan persoalan menentukan nilai variabel-variabel suatu fungsi menjadi maksimum dan minimum dengan memperhatikan keterbatasan-keterbatasan yang ada. Keterbatasan itu biasanya meliputi semua faktor-faktor produksi yang sudah pasti memiliki kapasitas terbatas (tertentu) seperti tenaga kerja, modal, dan bahan baku. Masalah optimalisasi dapat diselesaikan dengan menggunakan salah satu teknik optimalisasi yaitu metode program linier. Metode program linier merupakan metode yang digunakan untuk memecahkan masalah optimalisasi berkendala dimana semua fungsi baik fungsi tujuan maupun fungsi kendala merupakan fungsi linier.
2.3 Program Linier
2.3.1 Pengertian Program Linier
Program linier yang diterjemahkan dari Linear Programming (LP) ditemukan dan diperkenalkan pertamakali oleh George Dantzig yang berupa metode mencari solusi masalah program linier dengan banyak variabel keputusan. Program linier adalah salah satu teknik dari riset operasi untuk memecahkan persoalan optimisasi (maksimisasi atau minimisasi) dengan menggunakan persamaan dan ketidaksamaan linier dalam rangka untuk mencari pemecahan yang optimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada (Supranto, 1988).
Program linier digunakan sehingga berbagai tujuan yang telah ditetapkan yaitu maksimasi laba atau minimisasi biaya dapat dicapai atau dioptimalkan.
Dalam memecahkan masalah program linier menggunakan model matematis. Linier yang berarti bahwa semua fungsi-fungsi matematis yang disajikan dalam model haruslah fungsi-fungsi linier. Disebut ”linier” dalam program linier berarti hubungan -hubungan antara faktor adalah bersifat linier atau konstan, atau fungsi-fungsi matematis yang disajikan dalam model haruslah fungsi-fungsi linier (Handoko, Subagyo dan Asri, 2000). Hubungan-hubungan linier berarti bahwa apabila satu faktor berubah maka suatu faktor lain juga berubah dan dengan jumlah yang konstan secara proporsional.
Agar suatu persoalan dapat dipecahkan dengan teknik program linier harus memenuhi syarat berikut:
1. Harus dapat dirumuskan secara matematis.
2. Memiliki kriteria tujuan (fungsi objektif) yang linier. 3. Sumber daya yang tersedia sifatnya terbatas.
4. Semua variabel dalam model memiliki hubungan matematis bersifat linier. 5. Koefisien model diketahui dengan pasti.
6. Bilangan yang digunakan dapat bernilai bulat atau pecahan. 7. Semua variabel keputusan harus bernilai non-negatif.
2.3.2 Kelebihan dan Kekurangan Program Linier
Sebagai alat kuantitatif untuk melakukan pemrograman, program linier mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan. Kelebihan-kelebihan program linier yaitu :
1. Mudah dilaksanakan terutama jika menggunakan alat bantu komputer.
2. Dapat menggunakan banyak variabel sehingga berbagai kemungkinan untuk memperoleh pemanfaatan sumberdaya yang optimal dapat dicapai.
Kekurangan - kekurangan dari program linier yaitu :
1. Apabila alat bantu komputer tidak tersedia, maka program linier dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya bahkan mungkin tidak dapat dikerjakan secara manual. Metode ini tidak dapat digunakan secara bebas dalam setiap kondisi, tetapi dibatasi oleh asumsi-asumsi.
2. Metode ini hanya dapat digunakan untuk satu tujuan misalnya hanya untuk maksimisasi keuntungan atau minimisasi biaya.
2.3.3 Asumsi dalam Model Program Linier
Agar program linier dapat diterapkan, asumsi-asumsi dasar berikut ini harus ditepati : 1. Fungsi tujuan dan persamaan setiap batasan harus linier. Hal ini mencakup
pengertian bahwa perubahan nilai-nilai dan penggunaan sumberdaya terjadi secara proporsional dengan perubahan tingkat kegiatan.
2. Parameter-parameter harus diketahui atau dapat diperkirakan dengan pasti. 3. Variabel-variabel keputusan harus dapat dibagi. Hal ini berarti bahwa suatu
penyelesaian feasible dapat berupa bilangan pecahan.
Dalam menggunakan model program linier diperlukan beberapa asumsi, untuk memudahkan perumusan model tanpa mengurangi kedekatannya dengan keadaan nyata atau sebenarnya. Asumsi-asumsi yang digunakan sebagai berikut (Handoko, Subagyo dan Asri, 2000) :
1. Asumsi Kesebandingan (Proportionality)
Asumsi ini berarti bahwa naik turunnya nilai (Nilai Tujuan) dan penggunaan sumber atau fasilitas yang tersedia akan berubah secara sebanding (proportional) dengan perubahan tingkat kegiatan.
a.
Setiap penambahan 1 unit akan menaikkan Z dengan . Setiap penambahan 1 unit akan menaikkan nilai Z dengan , dan seterusnya. b.
penggunaan sumber atau fasilitas 1 dengan , dan seterusnya. Dengan kata lain, setiap ada kenaikan kapasitas rill tidak perlu ada biaya persiapan (set up cost).
2. Asumsi Penambahan (Additivity)
Asumsi ini berarti bahwa nilai tujuan tiap kegiatan tidak saling mempengaruhi, atau dalam program linier dianggap bahwa kenaikan dari nilai tujuan ( ) yang diakibatkan oleh kenaikan suatu kegiatan dapat ditambahkan tanpa mempengaruhi bagian nilai Z yang diperoleh dari kegiatan lain.
3. Asumsi Pembagian (Divisibility)
Asumsi ini menyatakan bahwa peubah - peubah pengambilan keputusan ( ) jika diperlukan dapat dibagi ke dalam nilai - nilai tidak perlu integer (hanya 0 dan 1 atau bilangan bulat), tetapi boleh non integer (pecahan – pecahan). Asumsi ini menyatakan bahwa keluaran (output) yang dihasilkan oleh setiap kegiatan dapat berupa bilangan pecahan. Demikian pula dengan nilai yang dihasilkan.
4. Asumsi Kepastian (Deterministic / Certainty)
Asumsi ini menyatakan bahwa semua parameter yang terdapat dalam model program linier ( , , ) tetap, dapat diketahui, dan dapat diperkirakan secara pasti, meskipun jarang dengan tepat.
2.3.4 Fungsi dalam Program Linier
Pada program linier terdapat dua macam fungsi, antara lain : 1. Fungsi Tujuan (Objective Function)
Fungsi tujuan dalah fungsi yang menggambarkan tujuan atau sasaran di dalam permasalahan program linier yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumberdaya-sumberdaya untuk memperoleh keuntungan maksimal atau biaya minimal.
2. Fungsi Pembatas (Constraint Function)
Fungsi batasan merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan-batasan kapasitas yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.
2.3.5 Formulasi Matematika Program Linier
Secara matematika, persoalan program linier ini dapat diformulasikan sebagai berikut: 1. Memaksimumkan / meminimumkan fungsi tujuan :
∑
2. Dengan fungsi-fungsi pembatas linier :
. . . . . .
. . . . . .
Dapat disederhanakan menjadi :
Keterangan :
Z = Fungsi tujuan.
= variabel keputusan atau kegiatan ke-j. = Nilai kontribusi dari variabel keputusan j.
= koefisien teknis dalam kendala ke-m pada aktivitas ke-i. = sumberdaya yang terbatas / konstanta dari kendala ke-i.
3. Dengan pembatas non-negatif
, untuk j = 1, 2, 3, …, n untuk i = 1, 2, 3, …, m
4. , , adalah konstanta yang diketahui harganya.
Dapat pula persamaan atau ketidaksamaan linier ini dinyatakan sebagai perkalian matriks A ( m x r ) dengan matriks kolom X ( r x l ) yang hasilnya adalah
Sebelum model program linier ini digunakan, maka satu hal yang perlu diperhatikan adalah masalah kelinieran fungsi-fungsi tujuan dan fungsi pembatas yang digunakan.
Secara umum, kelinieran dapat digolongkan ke dalam dua sifat, yaitu : 1. Sifat menambahkan
Contohnya adalah bila untuk membuat produk 1 pada mesin A diperlukan waktu jam dan untuk membuat produk 2 pada mesin A diperlukan waktu jam, maka untuk membuat produk 1 dan 2 pada mesin A diperlukan waktu ( + ) jam.
2. Sifat Mengalikan
Karena model program linier disajikan dalam berbagai variasi, yaitu fungsi tujuan yang dapat berupa maksimisasi atau minimimasi, dan fungsi-fungsi pembatas yang dapat berbentuk dan / atau , maka perlu diadakan pengenalan terhadap sifat-sifat dari setiap bentuk-bentuk model program linier. Dengan mengenali sifat dari bentuk tersebut untuk memudahkan dalam penyelesaian selanjutnya. Untuk tujuan ini akan dikemukakan 2 bentuk :
1. Bentuk Standard
Bentuk ini biasanya digunakan untuk menyelesaikan masalah program linier secara langsung. Karakteristik bentuk ini adalah :
a. Semua fungsi pembatas berbentuk persamaan, kecuali pembatas non negatif bertanda ≥ 0.
b. Ruas kanan setiap fungsi pembatas adalah non-negatif. c. Semua variabel adalah non-negatif.
d. Fungsi tujuan dapat berupa maksimisasi atau minimisasi.
Untuk melakukan perubahan ke dalam bentuk standard, ada beberapa transformasi dasar yang harus dilakukan dan akan diuraikan sebagai berikut :
a. Minimasi suatu fungsi secara sistematis adalah ekivalen dengan maksimisasi daripada negatif fungsi tersebut - .
Contoh : Minimasi adalah ekivalen dengan Maksimasi
b. Suatu bentuk ketidaksamaan ≤ atau ≥ dapat diubah kedalam bentuk ketidaksamaan dengan arah berlawanan dengan mengalikan -1.
Contoh : , ekivalen dengan
c. Suatu bentuk persamaan dapat diubah menjadi 2 buah ketidaksamaan dengan arah berlawanan.
Contoh : ekivalen dengan
0
Contoh :| | | |
e. Suatu variabel yang tidak diketahui tandanya (bisa positif, nol atau negatif) adalah ekivalen dengan selisih antara 2 variabel non – negatif.
Contoh : tidak diketahui tandanya, maka dapat dinyatakan sebagai adalah
Bentuk standard ini sangat berkaitan dengan penyelesaian persoalan program linier dengan menggunakan metode simpleks. Karena setiap persoalan program linier yang akan dipecahkan dengan menggunakan metode simpleks harus terlebih dahulu ke dalam bentuk standard.
Di samping kelima bentuk transformasi dasar yang telah diuraikan di atas diperlukan pula pengertian variabel Slack, Surplus, dan Artificial. Variabel-variabel ini berfungsi untuk merubah ketidaksamaan dengan fungsi pembatas menjadi bentuk persamaan (bentuk standard) tanpa mempengaruhi fungsi tujuannya.
2. Bentuk Kanonik
Secara umum model program linier dalam bentuk kanonik dapat dinyatakan sebagai berikut :
Maksimasi :
∑
Fungsi Pembatas / Kendala :
∑
Karakteristik dari bentuk ini adalah : a. Semua variabel adalah non-negatif. b. Semua fungsi pembatas bertanda ≤. c. Fungsi tujuan adalah maksimasi.
Bentuk ini khususnya digunakan untuk menyelesaikan masalah program linier dengan teori dualitas.
2.3.6 Variabel Slack dan Surplus
Fungsi Pembatas dalam bentuk dapat dirubah ke dalam persamaan dengan menambahkan variabel baru non-negatif di ruas kiri pertidaksamaan sedemikian hingga variabel baru tersebut secara numerik sama dengan selisih diantara ruas kanan dan ruas kiri pertidaksamaan. Misalnya diketahui pada persoalan program linier bahwa salah satu fungsi pembatas ke h adalah ∑ . Selanjutnya akan ditentukan suatu variabel dimana memenuhi hubungan ∑ . ini disebut variabel slack karena dapat dianggap sebagai batas maksimum daripada sumber yang tersedia, sedangkan ∑ adalah pemakaian yang sebenarnya daripada sumber tersebut. Perbedaan antara sumber yang tersedia dan yang dipakai ini adalah slack. Persamaan tersebut dapat ditulis : ∑ . Jadi dengan menambahkan variabel slack , maka bentuk ketidaksamaan pada fungsi pembatas ke h dapat dirubah menjadi bentuk persamaan.
2.3.7 Variabel Artificial
Untuk dapat memecahkan persoalan program linier dengan menggunakan metode simpleks harus ada 1 variabel - variabel basis dalam fungsi-fungsi pembatas untuk memperoleh solusi basis awal yang feasible. Untuk fungsi-fungsi pembatas dengan tanda , maka variabel basis dapat diperoleh dengan menambah variabel slack. Tetapi bila fungsi pembatas mempunyai bentuk ketidaksamaan dengan tanda , maka variabel slack yang bersangkutan bertanda “ negatif ”.
Misalnya :
diubah menjadi bentuk persamaan :
Demikian pula bila fungsi pembatas berbentuk persamaan, maka tidak selalu dapat diperoleh variabel basis.
Untuk mengatasi kesulitan memperoleh variabel basis tersebut, dapat ditambahkan suatu variabel khayal, yang disebut variabel artifical. Variabel artificial ini mempunyai suatu koefisien fungsi tujuan yang sangat besar. Harga koefisien ini dapat positif maupun negatif, tergantung pada sifat fungsi tujuannya maksimisasi atau minimisasi. Bila dinyatakan dengan notasi, maka koefisien variabel artifical pada fungsi tujuan adalah :
untuk maksimisasi. untuk minimisasi.
M adalah bilangan positif sangat besar, dan adalah koefisien fungsi tujuan untuk variabel artifical .
2.3.8 Metode Simpleks
Dalam bentuk matematis, persolan program linier ini dapat dinyatakan sebagai
Untuk lebih jelasnya, maka fungsi pembatas akan diuraikan/dijelaskan dalam bentuk perkalian matriks. Fungsi pembatas dalam bentuk perkalian matriks adalah :
= Koefisien fungsi tujuan untuk variabel ke-j
= Koefisien fungsi tujuan pembatas ke-i untuk variabel ke-j
m = Jumlah fungsi pembatas
r = Jumlah variabel asli
= Harga ruas kanan fungsi pembatas ke-i dan [
] Matriks Satuan
Tabel 2.1 Iterasi Simpleks
. . .
. . .
Keterangan :
= Variabel basis untuk fungsi pembatas ke-i = Koefisien fungsi tujuan variabel ke = Variabel-variabel asli
= Variabel-variabel basis awal
∑
Untuk melakukan iterasi metode simpleks ini, ada 3 langkah yang perlu dilakukan, yaitu :
1. Mencari variabel yang akan menjadi variabel basis yang baru. 2. Mencari variabel basis yang lama yang akan diganti.
Ketiga langkah tersebut akan dijelaskan sebagai berikut :
1. Mencari variabel yang akan menjadi variabel basis yang baru, dengan cara : a. Menghitung harga untuk j = 1, 2 , … , r + m
b. Jika ada satu atau lebih harga , maka variabel dengan harga negatif terbesar adalah sebagai variabel basis yang terbaru.
c. Bila semua harga , maka iterasi telah mencapai kondisi optimal dan perhitungan dihentikan sampai disini.
d. Bila adalah negatif terbesar, dan untuk setiap i = 1, … ,m maka solusi yang diperoleh adalah unbounded. Apabila untuk paling sedikit harga 1, maka iterasi dilanjutkan dengan terlebih dahulu mencari variabel basis lama yang akan digantikan oleh variabel basis baru ( ).
2. Mencari variabel basis lama yang akan digantikan oleh variabel basis baru ( ). a. Hitung harga
, i = 1, 2,...,m
b. Varibel basis lama yang akan digantikan adalah variabel basis dengan harga positif terkecil (misalkan = 1).
3. Menyusun tabel simpleks yang baru dengan adalah variabel basis baru yang menggantikan . Transformasi yang akan dilakukan adalah :
a.
b. c.
Ketiga langkah ini diulang terus untuk setiap iterasi sampai diperoleh harga semuanya positif untuk j = 1,2, … , r + m yang berarti bahwa solusi yang diperoleh telah optimum yaitu fungsi tujuan adalah maksimum.
Contoh penggunaan metode simpleks: Maksimum
Kendala :
Penyelesaian:
Ubah kedalam bentuk Standar : Maksimum
Kendala :
Iterasi 0
Basis / C 3 5 4 0 0 0
B
0 1 2 3 1 0 0 10
0 2 3 1 0 1 0 16
0 3 2 1 0 0 1 20
-3 -5 -4 0 0 01 0
Keterangan :
Pada baris : -5 adalah yang paling minimum, maka masuk dalam basis.
{ } Baris pivot adalah baris dikalikan .
Iterasi 1
Basis / C 3 5 4 0 0 0
B
5 0,5 1 1,5 0,5 0 0 5
0 0,5 0 -3,5 -1,5 1 0 1
0 2 0 -2 -1 0 1 10
-0,5 0 3,5 2,5 0 0 25
Keterangan :
Pada baris : -0,5 adalah yang paling minimum, maka masuk dalam basis.
{ } Baris pivot adalah baris dikalikan .
Baris yang baru adalah baris Baris yang baru adalah baris
Iterasi 2
Basis / C 3 5 4 0 0 0
B
5 0 1 5 2 -1 0 4
3 1 0 -7 -3 2 0 2
0 0 0 12 5 -4 1 6
0 0 4 1 1 0 26
2.4 Teori Dualitas
Teori Dualitas merupakan salah satu konsep program linier yang penting dan menarik ditinjau dari segi teori dan praktisnya. Ide dasar yang melatarbelakangi teori ini adalah bahwa setiap persoalan program linier mempunyai suatu program linier lain yang saling berkaitan yang disebut dual, sedemikian sehingga solusi pada persoalan semula (yang disebut primal) juga member solusi pada dualnya.
2.4.1 Analisis Primal
Dalam program linier, masalah yang dikemukakan mula-mula disebut sebagai masalah primal. Solusi optimal masalah primal ini menunjukkan nilai dari variabel-variabel keputusan yang memaksimumkan atau meminimumkan nilai dari fungsi tujuan. Analisis primal digunakan untuk mengetahui dan menentukan kombinasi produksi terbaik yang dapat menghasilkan tujuan dengan keterbatasan sumberdaya yang ada. Maka dari itu, akan diperoleh diperoleh berapa jumlah setiap variabel keputusan ( ) yang akan diproduksi dan dapat memaksimumkan nilai fungsi tujuan ( ) dengan dihadapkan pada sumberdaya yang ada. Hasil analisis primal akan dibandingkan dengan tingkat kombinasi produk aktual perusahaan, sehingga dapat diketahui apakah perusahaan sudah melakukan kombinasi produk pada tingkat yang optimal (Taha, 1996).
2.4.2 Analisis Dual
Analisis dual dilakukan unuk mengetahui penilaian terhadap sumberdaya dengan melihat kekurangan (slack) atau kelebihan (surplus) dan nilai dualnya. Slack atau surplus digunakan untuk menandai sisa atau kelebihan kapasitas yang akan terjadi
terjadi pada fungsi tujuan apabila sumberdaya berubah sebesar satu satuan. Jika sumberdaya yang digunakan memiliki nilai slack atau surplus yang sama dengan nol dan nilai dual nya lebih besar dari nol menunjukkan bahwa seluruh kapasitas pada kendala dipergunakan semua atau sumberdaya tersebut merupakan sumberdaya langka atau kendala aktif yang membatasi nilai tujuan. Sedangkan jika sumberdaya yang digunakan memiliki nilai slack atau surplus lebih besar nol dan nilai dualnya sama dengan nol, berarti sumberdaya tersebut merupakan sumberdaya yang lebih. Kendala tersebut termasuk ke dalam kendala tidak aktif, yaitu kendala yang tidak habis terpakai dalam proses produksi dan tidak akan mempengaruhi fungsi tujuan jika terjadi penambahan sebesar satu satuan. Nilai dual juga dapat dilihat berdasarkan harga bayangan (shadow price) yaitu batas harga tertinggi suatu sumberdaya yang membuat perusahaan masih dapat melakukan pembelian (Taha, 1996).
2.4.3 Model Umum Persoalan Primal dan Dual
Bentuk Primal :
Maksimukan :
∑
Kendala:
∑
Bentuk Dual :
Minimumkan :
∑
Kendala:
∑
Dinyatakan bahwa ∑ adalah sama dengan ∑
Contoh: Bentuk Primal
Maksimumkan :
Kendala :
Bentuk Dual
Minimumkan :
Kendala :
2.4.4 Hubungan Antara Primal Dual
Setiap permasalahan dalam program linier terdiri atas dua bentuk. Bentuk pertama atau asli dinamakan primal, sementara bentuk kedua yang berhubungan dinamakan dual, sehingga suatu solusi terhadap program linier yang asli juga memberikan solusi pada bentuk dualnya.
Hubungan antara model program linier primal dan dual bersifat konversi. Hubungan antara program linier primal dan dual dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 2.2 Hubungan antara Program Linier Primal dan Dual
No. Item Model
Primal Dual
1 Fungsi tujuan Memaksimalkan Meminimalkan
2 Jumlah variabel Jumlah variabel keputusan ( ) Jumlah kendala model 3 Jumlah kendala Jumlah kendala model
Jumlah variabel keputusan ( ) 4 Koefisien fungsi
tujuan Nilai kontribusi fungsi tujuan Nilai ruas kanan kendala 5 Sumber daya
tersedia Nilai ruas kanan kendala
Nilai kontribusi fungsi tujuan
6 Koefisien Matrik Koefisien teknologi Koefisien teknologi yang diubah
7 Tanda
ketidaksamaan
Hubungan antara primal dengan dual sebagai berikut :
1. Koefisien fungsi tujuan primal menjadi konstanta ruas kanan bagi dual, sedangkan konstanta ruas kanan primal menjadi koefisien fungsi tujuan dual. 2. Untuk setiap pembatas primal ada satu variabel dual, dan untuk setiap variabel
primal ada satu pembatas dual.
3. Tanda ketidaksamaan pada pembatas akan bergantung pada fungsi tujuannya. 4. Fungsi tujuan berubah bentuk (maksimasi menjadi minimasi dan sebaliknya). 5. Setiap kolom pada primal berkorespondensi dengan baris (pembatas) pada
dual.
6. Setiap baris (pembatas) pada primal berkorespondensi dengan kolom pada dual.
2.5 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas terdiri atas dua tipe, yaitu analisis perubahan nilai koefisien dari fungsi tujuan dan analisis ruas kanan dari fungsi tujuan (Right Hand Side). Analisis perubahan koefisien fungsi tujuan dilakukan untuk mengetahui efek perubahan tanpa mengubah solusi optimal dengan parameter lain dipertahankan konstan. Tujuan dari analisis Right Hand Side (RHS) adalah untuk menentukan berapa banyak nilai ruas kanan dari fungsi kendala ( ) dapat ditingkatkan atau diturunkan tanpa mengubah nilai shadow price-nya dengan parameter lain dipertahankan konstan.
Analisis sensitivitas berguna untuk mengetahui seberapa jauh solusi optimal awal tidak akan berubah jika terjadi perubahan pada harga jual setiap produk, biaya per satuan produk, dan ketersediaan sumberdaya yang dimiliki. Apabila perubahan-perubahan yang terjadi masih dalam selang yang diperbolehkan, maka solusi optimal awal tidak akan berubah. Selang dalam program linier terdiri atas batas penurunan (allowable decrease) dan batas peningkatan (allowable increase). Batas penurunan memperlihatkan besarnya nilai penurunan parameter fungsi tujuan atau nilai penurunan ketersediaan sumberdaya yang tidak mengubah solusi optimal awal. Batas atas memperlihatkan nilai peningkatan yang tidak akan mengubah solusi optimal awal. Solusi awal akan berubah apabila perubahan yang terjadi di luar selang perubahan yang diperbolehkan (Taha, 1996).
2.6 LINDO (Linear Interactive Discrete Optimizer)
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, apabila alat bantu komputer tidak tersedia, maka program linier dengan menggunakan banyak variabel akan menyulitkan analisisnya bahkan mungkin tidak dapat dikerjakan secara manual. LINDO (Linear Interaktive Discrete Optimizer) adalah software yang dapat digunakan untuk mencari
Prinsip kerja utama LINDO adalah memasukkan data, menyelesaikan, serta menaksirkan kebenaran dan kelayakan data berdasarkan penyelesaiannya. Menurut Linus Scharge (1991), Perhitungan yang digunakan pada LINDO pada dasarnya menggunakan metode simpleks.
Untuk menentukan nilai optimal dengan menggunakan LINDO diperlukan beberapa tahapan yaitu:
1. Menentukan model matematika (program linier). 2. Menentukan formulasi program untuk LINDO. 3. Membaca hasil report yang dihasilkan oleh LINDO.
Perintah yang biasa digunakan untuk menjalankan program LINDO adalah: 1. MAX : digunakan untuk memulai data dalam masalah maksimasi. 2. MIN : digunakan untuk memulai data dalam masalah minimasi. 3. END : digunakan untuk mengakhiri data.
4. GO : digunakan untuk pemecahan dan penyelesaian masalah.
5. LOOK : digunakan untuk mencetak bagian yang dipilih dari data yang ada. 6. GIN : digunakan untuk variabel keputusan agar bernilai bulat.
7. INTE : digunakan untuk menentukan solusi dari masalah biner. 8. INT : sama dengan INTE.
9. SUB : digunakan untuk membatasi nilai maksimumnya. 10. SLB : digunakan untuk membatasi nilai minimumnya. 11. FREE : digunakan agar solusinya berupa bilangan real.
Berikut ini cara memulai menggunakan program LINDO adalah dengan membuka file LINDO kemudian klik dua kali pada LINDO, tunggu sampai muncul dialog lalu klik OK, LINDO siap untuk dioperasikan.
Pada layar akan muncul untitled baru yang siap untuk tempat mengetikkan formulasi.
Gambar 2.2 Tampilan LINDO Model LINDO minimal memiliki tiga syarat:
1. Memerlukan fungsi objektif 2. Variabel
3. Batasan (fungsi kendala)
Cara menggunakan LINDO dijabarkan sebagai berikut:
1. Untuk syarat pertama adalah fungsi objektif, bisa juga dikatakan fungsi tujuan. Tujuan disini memiliki dua jenis tujuan yaitu maksimasi (MAX) dan minimasi (MIN). Kata pertama untuk mengawali pengetikan formula pada LINDO adalah MAX atau MIN. Formula yang diketikan ke dalam untitled (papan editor pada LINDO) setelah MAX atau MIN disebut fungsi tujuan.
Misalkan Fungsi tujuan model matematika, Min / Maks Maka diketikkan ke dalam untitled menjadi:
MIN , atau MAX
2. Untuk syarat kedua adalah variabel. Variabel ini sangat penting, LINDO tidak dapat dijalankan tanpa memasukkan variabel dalam formula.
Dalam kenyataannya variabel tersebut pasti memiliki batasan, batasan itu misalnya keterbatasan bahan, waktu, jumlah pekerja, biaya operasional. Setelah fungsi objektif diketikkan selanjutnya diketikkan Subject to atau ST untuk mengawali pengetikan batasan dan pada baris berikutnya baru diketikkan batasan yang ada di akhir batasan akhiri dengan kata END. Secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:
untuk pengetikkan fungsi kendala ke dalam untitled adalah sebagai berikut. SUBJECT TO
END
4. Setelah formula diketikkan siap dicari solusinya dengan memilih perintah solve atau mengklik tombol solve pada toolbar. LINDO akan mengkompil
Gambar 2.3 Menu Solve
Menu solve digunakan untuk menampilkan hasil secara lengkap dengan beberapa pilihan berikut:
a. Solve-Solve, digunakan untuk menampilkan hasil optimasi dari data pada papan editor dan secara lengkap. Pada tampilan hasil mencangkup nilai variabel keputusan serta nilai dual price-nya.
b. Solve-Compile Model, digunakan untuk mengecek apakah struktur penyusunan data pada papan editor data sudah benar. Jika penulisannya tidak benar, maka akan ditampilkan pada baris ke-berapa kesalahan tersebut terdapat. Jika tidak ada kesalahan, maka proses dapat dilanjutkan untuk mencari jawaban yang optimal.
c. Solve Privot, digunakan untuk menampilkan nilai slack.
d. Solve Debug, digunakan untuk mempersempit permasalahan serta mencari pada bagian mana yang mengakibatkan solusi tidak optimal, selanjudnya ada pertanyaan untuk menentukan tingkat kesensitifitasan solusi.
Gambar 2.4 Tampilan perintah Report LINDO
Dalam menu report terdapat beberapa pilihan sebagai berikut:
a. Report Solution, digunakan untuk mendapatkan solusi optimal dari permasalahan program linier yang tersaji pada papan editor data. b. Report Range, digunakan untuk menayangkan hasil penyelesaian
analisis sensivitas. Pada analisis sensivitas yang ditayangkan mencakup aspek Allowable Increase dan Allowable Decrease.
c. Report Parametrics, digunakan untuk mengubah dan menampilkan hasil hanya pada baris kendala tertentu saja.
d. Report Statistics, digunakan untuk mendapatkan laporan kecil pada
papan editor report.
e. Report Peruse, digunakan untuk menampilkan sebagian dari model atau jawaban.
f. Report Picture, digunakan untuk menampilkan (display) model dalam bentuk matriks.
g. Report Basis Picture, digunakan untuk menampilkan text format dari nilai basis, dan disajikan sesuai urutan baris dan kolom.
h. Report Table, digunakan untuk menampilkan tabel simplek dari model yang ada.
j. Report Show Coloum, digunakan untuk menampilkan koefisien peubah.