xlii
LAMPIRAN
1. Daftar Riwayat Hidup
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Amelia Ervina
Tempat/ Tanggal Lahir : Medan / 10 November 1994
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sumarsono No.9, Komplek USU, Padang Bulan, Medan
Riwayat Pendidikan : 1. MI Pembangunan UIN Jakarta (2000 – 2006)
2. MTs Pembangunan UIN Jakarta (2006 – 2009) 3. SMA Negeri 34 Jakarta (2009 – 2012)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (2012 –sekarang)
Riwayat Pelatihan : 1. Seminar dan Workshop Hewan Coba Pekan Ilmiah Mahasiswa Sumatera Utara 2012
2. Seminar dan Workshop Basic Life Support and Traumatology Tim Bantuan Medis PEMA FK USU 2014
xliii
2. Anggota Divisi Hublu IT SCORE PEMA FK USU 2013- 2014
xliv
2.1. Kuesioner Skala Gangguan Tidur pada Anak (Sleeping Disturbance Scale for Children)
Kuesioner Penelitian
Skala Gangguan Tidur pada Anak
(Sleeping Disturbance Scale for Children)
From: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-1.pdf
Petunjuk:
Kuesioner ini dapat membantu mengetahui pola tidur anak Bapak/Ibu dengan lebih baik. Selain itu, juga dapat mengetahui adanya gangguan tidur pada anak Bapak/Ibu. Jawablah semua pertanyaan yang diajukan dengan mempertimbangkan kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu dalam 6 bulan terakhir, saat anak Bapak/Ibu dalam keadaan sehat. Perubahan kebiasaan tidur karena anak sakit tidak termasuk. Jawablah dengan melingkari atau memberi tanda silang pada salah satu dari nomor 1 – 5 yang dianggap mewakili kebiasaan tidur anak Bapak/Ibu. Terima kasih atas partisipasi Bapak/Ibu.
xlv
Pilihlah pernyataan berikut yang paling sesuai dengan kebiasaan tidur anak anda pada jam/waktu tidurnya.
Petunjuk pengisian kuesioner no. 3-26 : Berikan poin 5 untuk Selalu (tiap hari)
poin 4 untuk Sering (3-5 kali per minggu)
poin 3 untuk Kadang-kadang (1-2 kali per minggu) poin 2 untuk Jarang (1-2 kali per bulan atau kurang) poin 1 untuk Tidak pernah
3.Anak Bapak/Ibu enggan atau menolak untuk tidur 1 2 3 4 5 4.Anak Bapak/Ibu sulit untuk tidur pada malam hari 1 2 3 4 5 5.Ada rasa takut pada anak anda ketika mau tertidur 1 2 3 4 5 6. Bagian tubuh anak tampak tersentak ketika jatuh
tertidur
1 2 3 4 5
7. Anak melakukan gerakan berulang-ulang ketika jatuh tertidur (seperti menggerakkan atau menggelengkan kepala)
1 2 3 4 5
8. Anak merasa mimpi seperti nyata ketika jatuh tertidur 1 2 3 4 5 9.Anak banyak berkeringat ketika jatuh tertidur 1 2 3 4 5 10. Anak terbangun dari tidur lebih dari 2 kali tiap malam 1 2 3 4 5 11. Setelah terbangun pada malam hari, anak susah untuk
tidur kembali
1 2 3 4 5
12. Kaki anak sering tersentak ketika tertidur atau sering berubah posisi ketika malam atau sering menendang seprei tempat tidur
1 2 3 4 5
13. Anak mengalami kesulitan bernapas pada malam hari
1 2 3 4 5
14. Anak sering terengah-engah saat bernapas atau tidak mampu untuk bernapas ketika tidur
1 2 3 4 5
xlvi
17. Bapak/Ibu pernah menyaksikan anak berjalan dalam tidur
1 2 3 4 5
18. Bapak/Ibu pernah menyaksikan anak mengigau ketika sedang tidur
1 2 3 4 5
19. Bapak/Ibu pernah mendengar gigi anak gemeretak/berbunyi ketika tidur
1 2 3 4 5
20. Anak terbangun dari tidur dengan berteriak-teriak atau bingung, dan susah untuk disadarkan, akan tetapi tidak bisa ingat ketika pagi harinya
1 2 3 4 5
21.Anak mengalami mimpi buruk dan tidak bisa ingat kembali keesokan harinya
1 2 3 4 5
22. Anak sangat sulit untuk bangun tidur 1 2 3 4 5 23. Anak bangun pada pagi hari dan merasa lelah 1 2 3 4 5 24. Anak merasa tidak bisa untuk bergerak ketika bangun
tidur pada pagi hari (ketindihan)
1 2 3 4 5
25. Anak merasa mengantuk pada siang hari 1 2 3 4 5 26. Anak tiba-tiba jatuh tertidur pada situasi yang tidak
seharusnya (misalnya: ketika makan, berada dalam toilet, dll)
1 2 3 4 5
Gangguan memulai dan mempertahankan tidur (jumlah 1,2,3,4,5,10,11)
Gangguan pernapasan saat tidur (jumlah 13,14,15) Gangguan kesadaran (jumlah 17,20,21)
Gangguan transisi tidur-bangun (jumlah 6,7,8,12,18,19)
Gangguan somnolen berlebihan (jumlah 22,23,24,25,26)
Hiperhidrosis saat tidur (jumlah 9,16) SKOR TOTAL
xlvii
xlviii
3. Lembar Penjelasan
LEMBAR PENJELASAN
Dengan hormat,
Saya, Amelia Ervina, adalah mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2012. Saat ini saya sedang mengadakan penelitian dengan judul “Hubungan Gangguan Tidur dengan Status Mental Emosional pada Anak Berumur 15-17 Tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta”. Penelitian ini dilakukan sebagai salah satu kegiatan dalam menyelesaikan pendidikan dokter.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional pada anak berumur 15-17 tahun di Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta. Untuk keperluan tersebut, saya memohon kesediaan anda untuk menjadi partisipan dalam penelitian ini. Selanjutnya saya memohon kesediaan anda untuk mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Jika anda bersedia, silakan menandatangani lembar persetujuan sebagai bukti kesukarelawan anda.
Identitas peribadi anda sebagai partisipan akan dirahasiakan dengan semua informasi yang diberikan hanya akan digunakan untuk penelitian ini dan anda dapat mengundurkan diri sewaktu-waktu. Bila terdapat hal yang kurang dimengerti, anda dapat bertanya langsung kepada peneliti atau menghubungi 085277207351 (Amelia Ervina). Atas perhatian dan kesediaan anda menjadi partisipan dalam penelitian ini, saya mengucapkan terima kasih.
Medan, 2015 Peneliti,
xlix
4. Informed Consent
LEMBAR PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN “Informed Consent”
Yang bertanda tangan di bawah ini : Nama :
Umur :
Pekerjaan : Alamat :
Setelah mendapat keterangan dan penjelasan secara lengkap, serta memahaminya, maka dengan penuh kesadaran dan tanpa paksaan saya menyatakan bersedia berpartisipasi pada penelitian ini. Demikianlah surat perjanjian ini saya perbuat tanpa paksaan dan apabila di kemudian hari saya mengundurkan diri, kepada saya tidak dituntut apapun.
Jakarta, 2015 Yang membuat pernyataan,
l
lii
Nomor
Usia
Jenis
Kelamin SkorGT SkorGM
Status Gangguan Tidur Status Gangguan Mental 1
16 Laki-laki 61 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 2
16 Perempuan 35 14
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental 3
17 Perempuan 39 21
Tidak Gangguan Tidur Gangguan Mental 4
16 Perempuan 37 10
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental 5
17 Perempuan 57 14
Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental 6
16 Perempuan 48 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 7
16 Laki-laki 35 25
Tidak Gangguan Tidur Gangguan Mental 8
17 Perempuan 43 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 9
17 Perempuan 51 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 10
17 Perempuan 44 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 11
16 Perempuan 33 12
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental 12
16 Perempuan 43 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 13
17 Laki-laki 45 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 14
16 Perempuan 41 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 15
17 Laki-laki 46 13
Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental 16
16 Perempuan 58 28
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 17
17 Perempuan 42 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental 18
16 Laki-laki 33 22
Tidak Gangguan Tidur Gangguan Mental 19
17 Perempuan 34 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
20 15 Perempuan 52 27
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
21 17 Perempuan 66 30
Gangguan Tidur
liii
22 17 Perempuan 48 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
23 17 Perempuan 49 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
24 17 Perempuan 48 27
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
25 16 Laki-laki 52 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
26 17 Perempuan 58 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
27 17 Laki-laki 51 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
28 16 Perempuan 57 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
29 16 Perempuan 43 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
30 16 Perempuan 40 10
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
31 15 Laki-laki 55 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
32 16 Laki-laki 39 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
33 16 Perempuan 43 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
34 16 Perempuan 48 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
35 16 Perempuan 37 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
36 15 Perempuan 111 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
37 16 Perempuan 60 31
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
38 15 Laki-laki 35 25
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
39 16 Perempuan 45 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
40 15 Laki-laki 45 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
41 16 Perempuan 59 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
42 15 Laki-laki 45 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
43 17 Laki-laki 47 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
44 16 Perempuan 33 21
Tidak Gangguan
Tidur
liv
45 15 Perempuan 49 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
46 16 Perempuan 53 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
47 16 Laki-laki 42 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
48 15 Perempuan 62 37
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
49 16 Perempuan 115 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
50 16 Laki-laki 44 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
51 15 Perempuan 44 28
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
52 16 Laki-laki 52 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
53 16 Laki-laki 45 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
54 15 Perempuan 42 15
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
55 16 Laki-laki 42 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
56 16 Perempuan 86 30
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
57 15 Perempuan 50 28
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
58 16 Perempuan 36 25
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
59 15 Perempuan 36 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
60 15 Laki-laki 43 28
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
61 15 Perempuan 41 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
62 15 Perempuan 58 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
63 15 Laki-laki 65 28
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
64 15 Perempuan 53 14
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
65 15 Perempuan 54 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
66 15 Perempuan 43 25
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
67 15 Perempuan 46 23
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
68 15 Perempuan 52 27
Gangguan Tidur
lv
69 15 Perempuan 44 21
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
70 15 Perempuan 43 13
Gangguan Tidur
Tidak Gangguan
Mental
71 15 Perempuan 31 14
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
72 15 Perempuan 45 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
73 15 Perempuan 32 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
74 15 Perempuan 32 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
75 15 Perempuan 31 13
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
76 15 Laki-laki 36 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
77 15 Perempuan 57 24
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
78 15 Perempuan 50 29
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
79 15 Laki-laki 37 24
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
80 15 Perempuan 44 22
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
81 15 Perempuan 71 20
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
82 15 Perempuan 45 26
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
83 15 Perempuan 40 30
Gangguan Tidur
Gangguan Mental
84 15 Perempuan 34 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
85 15 Perempuan 28 21
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
86 17 Perempuan 33 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
87 17 Perempuan 34 18
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
88 17 Perempuan 35 26
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
89 17 Perempuan 38 22
Tidak Gangguan
Tidur
lvi
90 15 Perempuan 38 25
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
91 15 Perempuan 34 26
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
92 15 Perempuan 38 14
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
93 15 Perempuan 39 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
94 16 Laki-laki 36 12
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
95 16 Perempuan 31 24
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
96 14 Perempuan 38 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
97 14 Perempuan 35 14
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
98 14 Laki-laki 33 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
99 14 Laki-laki 36 16
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
100 14 Perempuan 35 24
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
101 14 Laki-laki 28 13
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
102 15 Perempuan 39 16
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
103 15 Perempuan 36 18
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
104 15 Perempuan 30 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
105 16 Perempuan 37 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
106 15 Perempuan 39 16
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
107 16 Laki-laki 34 19
Tidak Gangguan
Tidur
lvii
108 16 Perempuan 35 16
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
109 17 Perempuan 36 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
110 17 Perempuan 32 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
111 17 Perempuan 39 18
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
112 15 Perempuan 38 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
113 16 Perempuan 37 13
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
114 16 Perempuan 32 12
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
115 15 Perempuan 36 20
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
116 15 Laki-laki 38 16
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
117 15 Perempuan 38 14
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
118 15 Perempuan 37 17
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
119 16 Perempuan 34 13
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
120 17 Perempuan 37 15
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
121 15 Perempuan 39 22
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
122 17 Laki-laki 28 12
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
123 17 Perempuan 32 19
Tidak Gangguan
Tidur
Gangguan Mental
124 15 Laki-laki 39 12
Tidak Gangguan Tidur Tidak Gangguan Mental
125 16 Perempuan 26 22
Tidak Gangguan
Tidur
lviii
126 17 Perempuan 39 10
Tidak Gangguan
Tidur
Tidak Gangguan
Mental
127 16 Perempuan 26 10
Tidak Gangguan
Tidur
Tidak Gangguan
Mental
128 16 Perempuan 38 21
Tidak Gangguan
Tidur
lix
7. Output
lx
lxi
xxxvi
DAFTAR PUSTAKA
BPDANP KESEHATAN, 2013. Riset Kesehatan Dasar 2013.
Available from: www.depkes.go.id/resources/download /.../Hasil% 20 Riskesdas%202013.pdf [Accessed 2 June 2015]
Carskadon, M.A., & Dement, W.C., 2011. Chapter 2 – Normal Human Sleep : An Overview Mary A. Carskadon. Available from:
http://apsychoserver.psych.arizona.edu/.../Carskadon%20Dement%202011 .pdf [Accessed 2 June 2015]
Carskadon, M.A., & Dement, W.C., 2005. Dalam: Colten,H.R., & Altevogt, B.M., 2006. Sleep Disorders and Sleep Deprivation: An Unmet Public Health Problem. Washington (DC): National Academies Press (US).
Available from: http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK19960/ [Accessed 2 Juni 2015]
Cortina, M.A., Sodha, A., Fazel, M., Ramchandani, P.G., 2012. Prevalence of Child Mental Health Problems in Sub-Saharan Africa A Systematic
Review. Available from:
http://archpedi.jamanetwork.com/article.aspx?articleid=1107721 [Accessed 17 november 2015 (20.05)]
Duckworth, K., Gruttadaro, D., & Markey, D., 2010. A Family Guide What Families Need to Knowabout Adolescent Depression, National Alliance on
Mental Illness (NAMI). Available from:
http://www2.nami.org/Content/ContentGroups/CAAC/FamilyGuidePRIN T.pdf [Accessed 3 June 2015]
Duckworth, K., & Freedman, J.L., 2012. Anxiety Disorders FACT SHEET, National Alliance on Mental Illness. Available from :
http://www2.nami.org/factsheets/anxietydisorders_factsheet.pdf [Accessed 3 June 2015]
Ginting, Pepita Nesi, 2014. Hubungan Overweight Dengan Status Mental Emosional Anak. . Available from :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/42494
xxxvii
Gregory, A.M., Rijsdijk, F.V., Dahl, R.E., McGuffin, P., and Eley, T.C., 2006. Associations Between Sleep Problems, Anxiety, and Depression in Twins
at 8 Years of Age. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/118/3/1124.full.pdf [Accessed 20 November 2015]
Haryono, Adelina, 2009. Prevalensi Gangguan Tidur pada Remaja Usia 12-15 Tahun di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Available from:
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/11-3-1.pdf. [Accessed 2 June 2015] Harvard Mental Health Letter, 2009. Sleep and Mental Health. Available from:
http://www.health.harvard.edu/newsletter_article/Sleep-and-mental-health [Accessed 4 Juni 2015]
ICSD-2 dalam Tsara, V., Amfilochiou, Papagrigorakis, M.J., Georgopoulos, D., & Liolios, E., 2009. Definition and classification of sleep related breathing disorders in adult. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2765300/ . [Accessed 2 Juni 2015]
Isfandari, Siti & Suhardi, 1997. Gejala Gangguan Mental Emosional pada Anak. Pusat Penelitian Penyakit Tidak Menular, Badan Litbang Kesehatan, Depkes RI, Jakarta. Available from:
http://ejournal.litbang.depkes.go.id/index.php/BPK/article/view/301/320. [ Accessed 17 November 2015 (17.26)]
Knopf, D., Park, M.J., & Mulye, T.P., 2008. The M ental Health of Adolescents: A National Profile, 2008. Available from:
http://nahic.ucsf.edu/downloads/MentalHealthBrief.pdf [Accessed 3 Juni 2015]
Malhotra, S., & Kushida, C.A., 2013. Primary Hypersomnias of Central Origin. Available from:
http://www.lsneuro.org/files/c/sleepdisorders/Primary%20Hypersomnias% 20of%20Central%20Origin.pdf [Accessed 2 June 2015]
xxxviii
from: http://icmr.nic.in/ijmr/2010/february/0223.pdf [Accessed 2 June 2015]
Measurement Instrument Database for the Social Sciences, 2015. Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) Available from:
http://www.midss.org/content/sleep-disturbance-scale-children-sdsc [Accessed 3 Juni 2015]
Meltzer, L.J., Johnson, Courtney , Crosette, Jonathan , Ramos, Mark, &
Mindell, J.A, 2010. Prevalence of Diagnosed Sleep Disorders in Pediatric Primary Care Practice. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/125/6/e1410.full.pdf. [Accessed 2 June 2015]
Merikangas, K.R., He, J.P., Brody, D., Fisher, P.W., Bourdon, K., dan Koretz, D.S., 2010. Prevalence and Treatment of Mental Disorders Among US Children in the 2001–2004 NHANES. Available from:
http://pediatrics.aappublications.org/content/pediatrics/125/1/75.full.pdf. [ Accessed 17 November 2015 (18.09)]
MIND Organization, 2013. Sleep and Mental Health. Available from: http://www.mind.org.uk/information-support/types-of-mental-health-problems/sleep-problems/sleep-and-mental-health/#.VW7G4easXiV [Accessed 3 Juni 2015]
Natalita, Christine, Sekartini, Rini, Poesponegoro, Hardiono, 2011. Skala Gangguan Tidur untuk Anak (SDSC) sebagai Instrumen Skrining
Gangguan Tidur pada Anak Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama. Available
from: http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/12-6-1.pdf [Accessed 1 Juni 2015] National Alliance of Mental Illness, 2015. Mental Health Condition. Available
from: https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions. [Accessed 2 June 2015]
National Sleep Foudation, 2006. Sleep-Wake Cycle: Its Physiology and Impact on Health. Available from:
http://sleepfoundation.org/sites/default/files/SleepWakeCycle.pdf [Accessed 2 June 2015]
xxxix
National Alliance of Mental Illness, 2015. Mental Health Condition. Available from: https://www.nami.org/Learn-More/Mental-Health-Conditions. [Accessed 3 June 2015]
Perou, Ruth, et al, 2013. Mental Health Surveillance Among Children — United States, 2005–2011. Available from:
http://www.cdc.gov/mmwr/preview/mmwrhtml/su6202a1.htm [Accessed 17 november 2015 (20.23)]
Roane, B. M., & Taylor, D. J., 2008. Adolescent Insomnia as a Risk Factor for Early Adult Depression and Substance Abuse. Available from:
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2572740/ [Accessed 3 Juni 2015]
Roane, B.M., & Taylor, D.J., 2008. Adolescent Insomnia as a Risk Factor for Early Adult Depression and Substance Abuse. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2572740/pdf/aasm.31.10.1 351.pdf [Accessed 3 Juni 2015]
SDQ INFO, 2015. Scoring the Strengths & Difficulties Questionnaire for age 4- 17. Available from:
file:///C:/Users/toshiba/Downloads/SDQ_English(UK)_4-17scoring%20(3).pdf [Accessed 3 Juni 2015]
Selvi, Yavuz, Gulec,Mustafa, Agargun, M.Y., & Besiroglu, Lutfullah, 2007. Mood changes after sleep deprivation in morningness–eveningness
chronotypes in healthy individuals. Available from:
http://onlinelibrary.wiley.com/store/10.1111/j.1365-
2869.2007.00596.x/asset/j.1365-2869.2007.00596.x.pdf?v=1&t=iagknw2m&s=b49e7d5705b1fe42053a0b 8a351330372dcfac70 . [Accessed 3 Juni 2015]
Sherwood, Lauralee, 2014. Fisiologi Manusia: Dari Sel ke Sistem. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
xl
on adolescent depressed mood, alertness and academic performanc.
Available from:
http://www.researchgate.net/profile/Leon_Lack/publication/255709237_T he_impact_of_sleep_on_adolescent_depressed_mood_alertness_and_acad emic_performance/links/53d5bbfd0cf2a7fbb2ea5ed9.pdf [Accessed 3 Juni 2015]
Sleepio, 2012. The Great British Sleep Survey 2012. Available from: https://www.sleepio.com/2012report/#sleepQualityByRegion [5 Desember 2015]
Tanaka, Hideki, et al, 2002. Short naps and exercise improve sleep quality and mental health in the elderly. Available from:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1440-1819.2002.00995.x/epdf [Accessed 3 Juni 2015]
The American Academy of Sleep Medicine, 2008. Insomnia. Available from: http://www.aasmnet.org/resources/factsheets/insomnia.pdf . [Accessed 2 Juni 2015]
The American Academy of Sleep Medicine, 2008. Circadian Rhythm Sleep Disorders. Available from:
www.aasmnet.org/resources/factsheets/crsd.pdf. [Accessed 2 June 2015] The National Institute of Mental Health (NIMH) , 2015. Attention Deficit
Hyperactivity Disorder (ADHD). Available from:
http://www.nimh.nih.gov/health/topics/attention-deficit-hyperactivity-disorder-adhd/index.shtml [Accessed 3 June 2015]
Thorpy, M.J., 2012. Classification of Sleep Disorder. Available from:
http://www.imi.hr/~bvidacek/spavanje14/Thorpy_2012.pdf . [Accessed 2 Juni 2015]
Widodo, D.P., & Soetomenggolo, T.S., 2000. Perkembangan Normal Tidur pada Anak dan Kelainannya. Available from:
http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/2-3-3.pdf . [Accessed 2 June 2015] World Health Organization, 2015. Child and adolescent mental health.
xli
Available from: http://www.who.int/mental_health/maternal-child/child_adolescent/en/ . [Accessed 2 June 2015]
World Health Organization, 2015. Substance abuse. Available from:
http://www.who.int/topics/substance_abuse/en/ [Accessed 3 June 2015] World Heart Organization, 2001. The World Health Report 2001: Mental Health:
New Understanding, New Hope. Available from:
http://www.who.int/whr/2001/en/whr01_en.pdf [Accessed 3 Juni 2015] World Health Organization, 2014. Mental health: a state of well-being. Available
from: http://www.who.int/features/factfiles/mental_health/en/ . [Accessed 3 June 2015]
Zieve, David, Black, Bethanne, & A.D.A.M Editorial team, 2014. Sleep Disorder-Overview, University of Maryland Medical Center. Available
from: http://umm.edu/health/medical/ency/articles/sleep-disorders-overview. [Accessed 2 June 2015]
xxiii
BAB 3
KERANGKA KONSEP
3.1. Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian
3.2. Identifikasi Variabel 3.2.1. Variabel Independen
Variabel independen dalam penelitian ini adalah gangguan tidur pada anak.
3.2.2. Variabel Dependen
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah status mental emosional anak.
3.3. Definisi Operasional 3.3.1. Gangguan Tidur
Gangguan tidur pada anak dapat dinilai dengan Skala Gangguan Tidur untuk Anak atau Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) yang telah diterjemahkan ke dalam bahasa indonesia dan telah diuji sensitivitas dan spesifisitasnya. Subjek dikatakan mengalami gangguan tidur apabila skor diatas 39. (Natalia, Sekartini dan Poesponegoro, 2011)
Kuesioner ini terdiri atas 27 pertanyaan yang diukur dengan skala Likert. Terdapat lima subdomain dalam kuesioner ini, yaitu gangguan dalam memulai dan mempertahankan tidur, gangguan pernafasan ketika tidur, gangguan awas,
Gangguan Tidur Status Mental
Emosional Anak
xxiv
gangguan pada transisi bangun tidur, gangguan kantuk yang berlebihan, dan hiperhidrosis ketika tidur. (MIDSS,2015)
3.3.2. Status Mental Emosional
Status mental emosional anak dapat dinilai dengan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ). Dalam website SDQ Info (2015), dikatakan
bahwa kuesioner ini memiliki 25 pertanyaan yang sebagian diantaranya bersifat positif dan sebagian lagi bersifat negatif. Dua puluh lima pertanyaan ini terbagi menjadi 5 skala yaitu gejala emosional, masalah perilaku, hiperaktivitas/ketidakpedulian, masalah dengan teman sebaya dan perilaku prososial.
Pertanyaan dapat dijawab dengan tiga macam jawaban yaitu benar sekali, agak benar dan tidak benar. Untuk pertanyaan bersifat positif, poin untuk jawaban benar sekali bernilai 2, agak benar bernilai, 1 dan tidak benar bernilai 0. Sementara pertanyaan bersifat negatif dinilai sebaliknya yaitu nilai 0 untuk jawaban benar sekali, nilai 1 untuk agak benar, dan nilai 2 untuk benar sekali.
Pertanyaan untuk gejala emosional terdapat pada pertanyaan nomor 3, 8, 13, 16, dan 24. Kategori responden ditentukan oleh total nilai yang dimiliki: 0-5 (Normal), 6 (Borderline), dan 7-10 (Abnormal).
Pertanyaan untuk masalah perilaku terdapat pada pertanyaan nomor 5, 7, 12, 18, dan 22. Kategori responden ditentukan oleh total nilai yang dimiliki: 0-3 (Normal), 4 (Borderline), dan 5-10 (Abnormal).
Pertanyaan untuk hiperaktivitas terdapat pada pertanyaan nomor 2, 10, 15, 21 dan 25. Kategori responden ditentukan oleh total nilai yang dimiliki: 0-5 (Normal), 6 (Borderline), dan 7-10 (Abnormal).
Pertanyaan untuk masalah dengan teman sebaya terdapat pada pertanyaan nomor 6, 11, 14, 19, dan 23. Kategori responden ditentukan oleh total nilai yang dimiliki: 0-3 (Normal), 4-5 (Borderline), dan 6-10 (Abnormal).
Pertanyaan untuk perilaku prososial terdapat pada pertanyaan nomor 1, 4, 9, 17 dan 20. Kategori responden ditentukan oleh total nilai yang dimiliki: 6-10 (Normal), 5 (Borderline), dan 0-4 (Abnormal).
xxv
Status mental emosional dilihat dari total difficulty score dan pada penelitian ini, skor tersebut diinterpretasikan menjadi kategori Tidak Mengalami Gangguan Mental Emosional (0-15) atau Mengalami Gangguan Mental Emosional (16-40) (Ginting, 2014)
3.3.3. Anak Usia 14-17 Tahun
Menurut UU No. 39 tahun 1999 mengenai HAM, anak adalah manusia yang berumur dibawah 18 tahun dan belum menikah. Anak usia 14-17 tahun adalah anak yang berumur 14-17 tahun pada tahun 2015, yaitu pada saat dilaksanakannya penelitian.
3.4. Hipotesis
Ada hubungan antara gangguan tidur dengan status mental emosional anak.
xxvi
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian analitik observasional dengan jenis studi crossectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan
gangguan tidur (faktor resiko) dengan status mental emosional anak (efek).
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian utama akan dilakukan pada bulan September 2015 di SMAN 34 Jakarta yang berlokasi di Pondok Labu, Jakarta Selatan. Adapun tambahan sampel diambil dari SMA sederajat lainnya.
4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi
4.3.1.1. Populasi Target
Populasi target penelitian ini adalah anak-anak berusia 14-17 tahun
4.3.1.2. Populasi Terjangkau
Populasi terjangkau penelitian ini adalah anak usia 14-17 tahun yang bersekolah di Sekolah Menengah Atas sederajat
4.3.2. Sampel
Pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling
xxvii
4.3.2.1. Perkiraan besar sampel
Berdasarkan hasil perhitungan rumus besar sampel, maka jumlah sampel minimal adalah sebanyak 64 orang. Dengan rumus sampel berikut:
n = Zα2 PQ d2
n = (1,96)2 x 0,211 x 0,789 (0,1)2
n = 63,95 ~ 64
Keterangan :
n : sampel minimal yang diperlukan Zα: nilai kepercayaan 95% = 1,96
P : proporsi populasi 21,1% diperoleh berdasarkan Roane & Taylor (2006) Q : 1 – P
d : tingkat akurasi (0,1)
4.4. Kriteria inklusi dan kriteria eksklusi 4.4.1. Kriteria Inklusi
1. Anak berusia 14-17 tahun ketika dilakukan pengambilan sampel. 2. Orangtua yang telah bersedia mengisi kuesioner
3. Anak yang telah bersedia mengisi kuesioner
4.4.2. Kriteria Eksklusi
1. Memiliki keterbatasan jasmani dan rohani sehingga tidak mampu mengisi kuesioner
2. Tidak mengisi seluruh pertanyaan kuesioner
4.5. Teknik Pengumpulan Data
xxviii
informed consent dan kuesioner Skala Gangguan Tidur untuk Anak/Sleep
Disturbance Scale for Children (SDSC) untuk diserahkan kepada orangtua, diisi
oleh orangtua dan kemudian dikumpulkan kembali di sekolah pada keesokkan harinya. Kemudian total nilai dihitung dan diinterpretasikan apakah responden mengalami gangguan tidur atau tidak mengalami gangguan tidur. Penilaian status mental menggunakan kuesioner Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ) diisi secara mandiri kemudian total nilai yang didapat akan dihitung dan diinterpretasikan apakah responden memiliki masalah mental emosional atau tidak memiliki masalah mental emosional. Sementara teknik pengambilan data tambahan disesuaikan.
4.6. Pengolahan dan Metode Analisis Data
Hasil kuesioner gangguan tidur dibagi menjadi dua kategori yaitu memiliki gangguan tidur dan tidak memiliki gangguan tidur. Sementara hasil kuesioner mengenai gangguan mental emosional dibagi menjadi dua kategori yaitu memiliki masalah mental emosional dan tidak memiliki masalah mental emosional. Selanjutnya data diolah dengan software statistik komputer dan diuji dengan Chi Square untuk mengetahui apakah terdapat hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional anak.
xxix
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Pengambilan data utama dilakukan di Sekolah Menengah Atas Negeri 34 Jakarta yang merupakan SMA Berwawasan Lingkungan. Sekolah yang memiliki akreditasi sangat baik ini terletak di Jl. Margasatwa Raya No. 1 Pondok Labu, Cilandak, Jakarta Selatan.
Bangunan sekolah yang terdiri dari tiga lantai ini dilengkapi dengan sarana-sarana seperti Ruang Belajar, Ruang Guru, Ruang TU, Ruang Kepala Sekolah, Lab. Bahasa, Lab. Komputer, Kantin, Perpustakaan, Lab. IPA, Ruang BK, Ruang OSIS, Ruang UKS, dan lain-lain. Sementara pengambilan data tambahan diambil dari berbagai SMA sederajat.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Individu
[image:34.595.108.516.504.736.2]Berikut adalah deskripsi mengenai karakterisitik dari responden:
Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
Gangguan Mental p-Value
Tidak Gangguan Mental n (%)
Gangguan Mental n (%)
Jenis Kelamin p= 0,152
Laki-laki 11 (32,4) 19 (20,2)
Perempuan 23 (67,6) 75 (79,8)
Usia p= 0,808
14 2 (5,9) 4 (4,3)
15 12 (35,3) 41 (43,6)
16 13 (38,2) 29 (30,9)
17 7 (20,6) 20 (21,3)
xxx
Pada Tabel 5.1 dapat diinterpretasikan bahwa berdasarkan status mental emosionalnya, didapatkan 11 orang responden laki-laki tidak mengalami masalah mental emosional (32,4%) dan 23 responden perempuan tidak mengalami masalah mental emosional (67,6%). Sementara itu, didapatkan 19 responden laki-laki mengalami masalah mental emosional (20,2%) dan 75 responden perempuan mengalami masalah mental emosional (79,8%). Dengan analisa Chi-Square didapatkan nilai p= 0,152 (p>0,05) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan status mental emosional.
Dalam tabel yang sama, dapat dilihat angka kejadian gangguan mental emosional berdasarkan usianya. Pada anak berusia 14 tahun, didapatkan 2 orang tidak mengalami masalah mental emosional (5,9%) dan 4 orang mengalami masalah mental emosional (4,3%). Pada anak berusia 15 tahun, didapatkan 12 orang tidak mengalami masalah mental emosional (35,3%) dan 41 orang mengalami masalah mental emosional (43,6%). Pada anak berusia 16 tahun, didapatkan 13 orang tidak mengalami masalah mental emosional (38,2%) dan 29 orang mengalami masalah mental emosional (30,9%). Sementara itu, pada anak berusia 17 tahun, didapatkan 7 orang tidak mengalami masalah mental emosional (20,6%) dan 20 orang mengalami masalah mental emosional (21,3%). Dengan Kruskal Wallis Test didapatkan peringkat rata-rata setiap usia adalah hampir sama
dimana peringkat rata-rata usia 14 tahun adalah sebesar 60,17; peringkat rata-rata usia 15 tahun adalah sebesar 67,01; peringkat rata-rata usia 16 tahun sebesar 61,69; dan peringkat rata-rata usia 17 tahun sebesar 64,91 dengan nilai p= 0,808 (p>0,05) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa tidak terdapat pengaruh umur terhadap status mental emosional.
5.1.3. Analisa Hubungan Gangguan Tidur dengan Status Mental Emosional Berikut adalah hasil analisa dari hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional.
xxxi
Tabel 5.2. Hubungan Gangguan Tidur dengan Status Mental Emosional Status Mental Emosional p-Value Gangguan
Tidur
Tidak Gangguan Mental n (%)
Gangguan Mental n (%)
Tidak 23 (67,6) 41 (43,6) p= 0,016
Ya 11 (32,4) 53 (56,4)
Pada Tabel 5.2, dijumpai jumlah responden yang tidak mengalami gangguan tidur dan tidak mengalami masalah mental emosional adalah 23 responden (67,6%), jumlah responden yang tidak mengalami gangguan tidur akan tetapi mengalami masalah mental emosional adalah 41 responden (43,6%), jumlah responden yang mengalami gangguan tidur akan tetapi tidak mengalami masalah mental emosional adalah 11 responden (32,4%), dan jumlah responden yang mengalami gangguan tidur dan mengalami masalah mental emosional adalah sebanyak 53 responden (56,4%). Dengan uji Chi-Square didapatkan nilai p= 0,016 (p<0,05) sehingga dapat diinterpretasikan bahwa terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan status mental emosional.
5.2. Pembahasan
Berdasarkan Tabel 5.1, disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status mental emosional dengan nilai p= 0,152 (p>0,05). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Isfandari dan Suhardi (1997) yang meneliti 2396 anak berusia 5-14 tahun. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa angka kejadian gangguan mental pada anak laki-laki maupun anak perempuan tidak memiliki perbedaan. Sebuah penelitian systematic review oleh Cortina et al (2012) juga menunjukkan hasil yang sejalan. Mereka menemukan bahwa tidak ada bukti adanya perbedaan angka prevalensi gangguan mental pada anak laki-laki dan anak perempuan. Terjadinya hal ini diperkirakan dikarenakan oleh besarnya rentang umur dan kesulitan kesehatan mental yang ditinjau pada review tersebut. Akan tetapi, hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Merikangas et al (2010) dan Perou et al (2013).
xxxii
Merikangas et al (2010) melakukan penelitian terhadap 3042 anak yang berumur 8 hingga 15 tahun. Hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa anak laki-laki memiliki angka kejadian gangguan mental yang lebih tinggi dibandingkan anak perempuan yang disebabkan oleh tingginya angka ADHD pada anak laki-laki. Dalam penelitian mereka disebutkan juga bahwa anak perempuan memiliki angka kejadian gangguan mood yang lebih tinggi dibandingkan anak laki-laki. Kemudian dalam penelitian Perou et al (2013), dijumpai bahwa dibandingkan dengan anak perempuan, anak laki-laki lebih cenderung menderita sebagian besar dari gangguan-gangguan mental, termasuk ADHD, gangguan perilaku, ASD, kecemasan, Tourette Syndrome, dan ketergantungan terhadap rokok. Disebutkan juga bahwa anak perempuan lebih cenderung kepada penggunaan alkohol dan remaja perempuan lebih cenderung untuk terkena depresi.
Menurut WHO (2002), Meskipun tidak tampak perbedaan jenis kelamin dalam keseluruhan prevalensi dari gangguan mental dan perilaku, terdapat perbedaan yang signifikan dalam pola dan gejala gangguan-gangguan tersebut. Perbedaan tersebut juga bervariasi antar kelompok umur. Pada masa kanak-kanak, kebanyakan studi melaporkan prevalensi gangguan perilaku yang lebih tinggi pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Pada masa remaja, terdapat prevalensi depresi dan gangguan makan yang lebih tinggi pada anak perempuan dibanding anak laki-laki. Pada orang dewasa, prevalensi depresi dan ansietas lebih tinggi pada wanita, sementara penyalahgunaan zat dan perilaku antisosial lebih tinggi pada pria. Sedangkan pada lansia, walaupun insidensi penyakit Alzheimer adalah sama pada wanita dan pria, harapan hidup wanita yang lebih panjang menunjukkan bahwa lebih banyak wanita yang hidup dalam kondisi seperti itu dibandingkan pria.
xxxiii
mental emosional anak, termasuk faktor usia. Akan tetapi, hasil ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Merikangas et al (2010) dimana tampak ada dominansi kelompok umur menurut gangguannya. Angka gangguan perilaku, gangguan mood dan Major Depressive Disorder (MDD) tampak lebih tinggi pada anak yang lebih tua (12-15 tahun) dibandingkan anak yang berusia lebih muda. Sebaliknya, ADHD secara signifikan sedikit lebih banyak pada anak yang lebih muda
Berdasarkan Tabel 5.2, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan antara gangguan tidur dengan status mental emosional dengan nilai p= 0,003 (p<0,05). Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Roane dan Taylor (2008) yang meneliti hubungan insomnia dengan depresi dan penyalahgunan zat. Dalam penelitian tersebut didapatkan bahwa kelompok yang mengalami insomnia cenderung untuk mengkonsumsi alkohol, ganja, dan obat-obatan lain selain ganja. Tidak hanya itu, kelompok yang mengalami insomnia juga cenderung untuk depresi, memiliki pemikiran untuk bunuh diri dan keinginan untuk bunuh diri. Kelompok tersebut, meski tidak memiliki kelainan psikis, memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mengalami depresi dan keinginan untuk bunuh diri. Hasil analisa insidensi dan crosssectional pada penelitian ini mendukung adanya hubungan antara insomnia dan gangguan mental. Menurut Roane dan Taylor, diathesis stress model dapat menjelaskan peran insomnia dalam perkembangan
dan/atau perjalanan dari gangguan mental lainnya. Model ini juga dapat menunjukkan bahwa insomnia tidak hanya meningkatkan resiko dari berkembangnya suatu gangguan mental, tapi juga meningkatkan keparahannya.
Penelitian yang dilakukan oleh Tanaka et al (2002) juga menunjukan hasil yang senada. Tanaka et al meneliti mengenai tidur siang dan olahraga terhadap peningkatan kualitas tidur dan kesehatan mental pada usia lanjut dimana salah satu hasil dari penelitian ini mengungkapkan bahwa dengan meningkatnya kualitas tidur, kesehatan mental responden juga ikut mengalami peningkatan. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kualitas tidur dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental individu.
xxxiv
Adapun penelitian oleh Short et al (2013), yang melibatkan 385 remaja berusia 13-18 tahun, menunjukkan bahwa kualitas tidur memiliki efek yang signifikan terhadap mood seseorang. Kualitas tidur yang buruk juga berhubungan dengan perasaan depresi yang lebih besar. Hasil yang sejalan juga ditemukan oleh Gregory et al (2006) yang melakukan penelitian mengenai hubungan antara masalah tidur, kecemasan, dan depresi pada anak kembar berumur 8 tahun. Dalam hasil penelitian tersebut dinyatakan terdapat hubungan antara masalah tidur dengan depresi. Disebutkan juga bahwa pengaruh genetik adalah sebagai sebab utamanya.
Hubungan gangguan tidur dengan status mental seseorang juga diutarakan oleh Mental Health Foundation (2011). Disebutkan bahwa kualitas tidur merupakan hal yang sangat penting bagi kesehatan seseorang. Individu yang memiliki kualitas tidur yang buruk cenderung mengalami kelelahan, kantuk pada siang hari, konsenterasi yang buruk, mudah tersinggung, berkurangnya daya ingat, depresi, frustasi dan melemahnya sistem kekebalan tubuh.
The Great British Sleep Survey 2012 oleh Sleepio menyatakan bahwa kualitas tidur yang buruk mempengaruhi aspek kehidupan seseorang. Orang yang memiliki kualitas tidur yang buruk dalam jangka waktu yang lama memiliki kecenderungan 5 kali lebih besar untuk merasa kesepian dibanding orang-orang dengan kualitas tidur yang baik. Mereka juga memiliki kecenderungan 2 kali lebih besar untuk memiliki permasalahan dalam hubungan dibandingkan dengan orang-orang yang memiliki kualitas tidur yang baik. Selain itu, mereka juga memiliki kecenderungan sebesar 2 kali lebih besar untuk mengalami mood yang tidak baik dibanding orang-orang yang memiliki kualitas tidur yang baik.
xxxv
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status mental emosional anak dengan nilai p= 0,152 (p>0,05). Tidak terdapat hubungan umur dengan status mental emosional anak dengan nilai p= 0,808 (p>0,05). Terdapat hubungan gangguan tidur terhadap status mental emosional anak dengan nilai p= 0,016 (p<0,05).
6.2. Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada populasi yang lebih luas untuk mendapatkan gambaran yang lebih representatif mengenai hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional anak.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor penyebab gangguan tidur pada anak.
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi status mental emosional pada anak.
4. Perlu dilakukan pendekatan pada siswa untuk lebih mengenal gangguan tidur baik penyebab, faktor yang mempengaruhi dampak yang bisa terjadi beserta cara pencegahannya.
xv
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tidur
2.1.1. Definisi Tidur
Tidur adalah suatu keadaan reversible dimana terjadi perceptual disengagement dan unresponsiveness terhadap lingkungan. Tidur juga merupakan
suatu gabungan kompleks dari proses tingkah laku dan proses fisiologis. Tidur biasanya disertai dengan posisi tidur, tingkah laku yang tenang, mata tertutup, dan indikator-indikator lainnya yang secara umum berhubungan dengan tidur. (Carskadon & Dement, 2011)
Sebagian orang mungkin mengira bahwa otak kita mengalami penurunan aktivitas ketika tidur. Akan teapi, menurut Sherwood (2014), tidur merupakan suatu proses aktif dimana tingkat aktivitas otak tidak mengalami penurunan. Bahkan, pada beberapa tahap tertentu dalam tidur, Penyerapan oksigen oleh otak mengalami peningkatan dibandingkan tingkat normal saat terjaga.
Hal serupa disampaikan oleh Widodo dan Soetomenggolo (2000) yang menyebutkan bahwa tidur bukanlah suatu manifestasi dari tidak aktifnya sistem saraf pusat. Sebaliknya, tidur terjadi karena adanya aktivasi suatu area di otak dimana area ini berperan dalam menurunkan masukan sensoris pada korteks serebri.
2.1.2. Fisiologi Tidur
2.1.2.1. Siklus Bangun-Tidur
National Sleep Foundation (2006) menyebutkan bahwa siklus bangun
tidur terdiri dari 8 jam nocturnal sleep dan 16 jam waktu terjaga. Siklus ini dipengaruhi oleh dua hal yang berasal dari dalam tubuh kita sendiri, yaitu homeostasis tidur dan circadian rhythm.
Homeostasis adalah suatu proses dimana tubuh berusaha mempertahankan kondisi internal tubuh agar tetap dalam steady state. Homeostasis juga berperan dalam mempengaruhi tubuh kita. Ketika kita bangun,
xvi
homeostatic drive untuk tidur berakumulasi dan akan mencapai titik
maksimumnya pada malam hari dimana kebanyakan individu akan tertidur pada saaat ini (National Sleep Foundation,2006).
Meskipun neurotransmitter yang berperan dalam proses homeostasis tidur tidak begitu dipahami, ada bukti yang menunjukkan bahwa ada suatu bahan kimia yang menginduksi tidur, yaitu adenosin. Selama kita terjaga , jumlah adenosin dalam darah terus meningkat yang menyebabkan kebutuhan tidur meningkat dan semakin sulit untuk ditolak. Sebaliknya, ketika tidur, level adenosin menurun yang menyebabkan menurunnya kebutuhan untuk tidur (National Sleep Foundation,2006).
Faktor lainnya yang mempengaruhi siklus bangun tidur adalah circadsian rhythm. Circadian rhythym adalah perubahan yang bersifat siklis seperti fluktuasi suhu tubuh, hormon, dan tidur. Circadian rhythms ini terus berlangsung selama 24 jam yang diatur oleh jam biologis otak kita. Pada manusia jam biologis ini terdiri dari sekelompok neuron di hipotalamus. (National Sleep Foundation,2006).
2.1.2.2. Tahap-tahap Tidur
Terdapat dua macam tahap besar dalam tidur, yaitu Rapid Eye Movement (REM) dan Non Rapid Eye Movement (NREM) dimana NREM sendiri terbagi menjadi 4 tahap. (Carskadon & Dement, 2011)
Suatu episode tidur dimulai dengan suatu periode pendek NREM tahap 1 yang bergerak menuju NREM tahap 2 kemudian diikuti oleh tahap 3 dan 4 dan pada akhirnya sampai pada tahap REM. Porsi tidur NREM biasanya adalah sebesar 75-80% dari total waktu tidur. Sementara, tidur REM adalah sebesar 20-25%. Lama siklus tidur NREM-REM rata-rata adalah selama 70-100 menit. Sementara itu pada siklus kedua dan seterusnya, lama siklus tidur NREM-REM menjadi lebih panjang yaitu sekitar 90-120 menit. (Carskadon & Dement, 2015 dalam Colten & Altevogt, 2006)
xvii
2.2. Gangguan Tidur
2.2.1. Definisi Gangguan Tidur
Gangguan tidur adalah gangguan yang berhubungan dengan tidur, yaitu sulit untuk tidur, sulit untuk tetap tertidur, tertidur pada saat yang tidak tepat, terlalu banyak tidur, atau adanya kebiasaan buruk saat tidur (UMM,2012).
2.2.2. Klasifikasi Gangguan Tidur
Menurut International Classification of Sleep Disorder 2 (ICSD-2) dalam Thorpy (2012), terdapat delapan kategori mayor gangguan tidur:
1. Insomnia
2. Sleep-related Breathing Disorders
3. Hypersomnia of Central Origin
4. Circadian Rhythm Sleep Disorder
5. Parasomnia
6. The Sleep-related Movement Disorder
7. Isolated Symptoms
8. Other Sleep Disorders
2.2.2.1. Insomnia
AASM (2008) menyebutkan bahwa insomnia merupakan keluhan menyangkut tidur yang paling umum dimana dapat dijumpai salah satu atau lebih dari keluhan berikut ini:
-Sulit untuk memulai tidur
-Sulit untuk tetap tertidur, sering terbangun di malam hari -Terbangun terlalu awal dan tidak dapat tertidur kembali -Kualitas tidur yang buruk
2.2.2.2. Sleep-related Breathing Disorder
Sleep-related Breathing Disorder terbagi menjadi 4 tipe mayor yaitu
xviii
hypoventilation/hipoxemia syndromes associated with sleep dan undefined/
non-specific sleep disorder (ICSD-2 dalam Tsara,2009).
2.2.2.3. Hypersomnia of Central Origin
Hypersomnia of Central Origin adalah suatu keadaan dimana seseorang
tidak mampu untuk mempertahankan kondisi awas ketika dalam keadaaan bangun dan kondisi ini tidak disebabkan oleh sleep-related breathing disorder , circadian rhythm disorder ataupun penyebab lainnya yang menyebabkan
terganggunya tidur seseorang pada malam hari. (Malhotra, Kushida, 2013)
2.2.2.4. Circadian Rhythm Sleep Disorders
Circadian Rhythm Sleep Disorders memiliki beberapa tipe yaitu Delayed Sleep Phase Disorder, Advance Sleep Phase Disorder, Jet Lag Disorder,
Shiftwork Disorder, Irregular Sleep-wake Rhythm, dan Free-runnning type.
(AASM,2008)
2.2.2.5. Parasomnia
Parasomnia adalah suatu gangguan berupa perilaku yang tidak diinginkan untuk terjadi ketika seseoorang tidur, sedang dalam keadaan transisi dari bangun ke tidur atau dalam transisi dari tidur ke bangun. (Matwiyoff, Lee-Chiong, 2010)
2.3. Gangguan Mental Emosional
2.3.1. Definisi Gangguan Mental Emosional
Kesehatan mental menurut WHO (2014) didefinisikan sebagai keadaan dimana seorang individu menyadari potensinya, dapat mengatasi masalah kehidupan yang lazim, dapat berkerja secara produktif dan dapat berkontribusi untuk komunitasnya.
Gangguan mental adalah suatu kondisi yang mempengaruhi pikiran, perasaan dan mood seseorang. Selain itu, gangguan mental juga berpengaruh terhadap fungsi sehari-hari individu dan kemampuan individu tersebut dalam berinteraksi dengan orang lain (NAMI,2015).
xix
Beberapa gangguan mental yang umum adalah gangguan mood seperti depresi; gangguan kecemasan; gangguan perilaku seperti Oppositional Defiant Syndromes atau Conduct Disorder; Eating Disorders seperti Anorexia nervosa
dan bulimia; Addictive Disorders, dan berbagai kelainan lainnya yang sering dijumpai pada anak-anak dan remaja seperti autisme, gangguan belajar dan ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder). Sementara itu, gangguan mental yang paling umum diderita oleh remaja adalah depresi, gangguan kecemasan, Attention Deficit Hyperactivity Disorder dan penggunaan obat-obatan terlarang. (Knopf, Park, Mulye, 2008)
2.3.2. Jenis-jenis Gangguan Mental Emosional 2.3.2.1. Depresi
Depresi adalah suatu kata yang menggambarkan bahwa ada suatu gangguan mental yang serius seperti major depression atau clinical depression. Tidak seperti emosi-emosi normal seperti kesedihan, perasaan kehilangan atau passing mood states, major depression merupakan emosi yang persistent atau
menetap dan dapat mengganggu pikiran, perilaku, mood, aktivitas dan kesehatan fisik remaja (Duckworth, Gruttadaro, & Markey, 2010)
2.3.2.2. Gangguan Kecemasan
Menurut Duckworth & Freedman (2012), gangguan kecemasan adalah sekelompok gangguan mental yang menyebabkan seseorang merasa ketakutan, menderita atau gelisah ketika berada di dalam keadaan dimana lazimnya orang normal tidak merasakan perasaan takut, menderita ataupun gelisah seperti yang dirasakan oleh penderita gangguan kecemasan.
2.3.2.3. ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder)
Attention Deficit Hyperactivity Disorder adalah kelainan pada masa
xx
berupa kesulitan untuk fokus dan memperhatikan sesuatu, sulit mengontrol perilaku, dan hiperaktif (NIMH,2015).
2.3.2.4.Penggunaan obat-obatan terlarang
Menurut WHO (2015), substance abuse adalah penggunaan yang bersifat membahayakan dari zat-zat psikoaktif, termasuk alkohol dan obat-obatan terlarang. Penggunaan zat-zat psikoaktif secara berulang-ulang dapat menyebabkan, munculnya sindroma ketergantungan, yaitu sekelompok fenomena yang berkaitan dengan perilaku, kognitif dan fisiologis individu. Sindroma ini biasanya juga mencakup keinginan yang kuat untuk mengkonsumsi zat tersebut, ketidakmampuan untuk mengontrol penggunaannya, tetap menggunakannya meskipun berbahaya, lebih memprioritaskan untuk mengunakan zat tersebut dibandingkan dengan melakukan aktivitas dan kewajiban lainnya, meningkatnya toleransi dan terkadang adanya keadaan withdrawal fisik.
2.4. Hubungan Gangguan Tidur terhadap Gangguan Mental Emosional Penelitian yang dilakukan oleh Roane dan Taylor (2008) menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Insomnia dengan Gangguan Mental. Penelitian ini juga mengatakan bahwa Insomnia dapat meningkatkan resiko berekembangnya gangguan mental bahkan meningkatkan keparahannya. Penelitian yang dilakukan oleh Tanaka et al (2002) yang dilakukan pada orang tua menyatakan bahwa perbaikan kualitas tidur diikuti oleh kesehatan mental yang membaik.
xxi
dapat disimpulkan bahwa tidur yang terganggu dapat mempengaruhi kesehatan mental.
Organisasi MIND (2013) mengatakan bahwa gangguan tidur yang parah dapat menyebabkan masalah mental atau dapat memperburuk masalah mental yang memang sudah ada sebelumnya. Organisasi ini juga mengatakan bahwa gangguan tidur dapat menyebabkan:
1. Kesulitan untuk menjalani kehidupan sehari-hari dengan normal. Kelelahan dapat menurunkan kemampuan untuk menghadapi situasi-situasi sulit yang terkadang muncul dalam kehidupan kita. Hal ini dapat menyebabkan penurunan rasa percaya diri dan menurunkan kesehatan mental kita.
2. Merasa kesepian.
Kelelahan dapat menyebabkan seorang individu tidak dapat menjalankan aktivitas sehari-harinya seperti biasa termasuk aktivitas yang membutuhkan sosialisasi. Hal ini dapat menyebabkan individu tersebut seperti terisolasi dimana hal ini dapat berujung terjadinya depresi atau kecemasan pada individu tersebut.
3. Mood yang buruk.
Tidur yang terganggu dapat mempengaruhi mood seseorang. Ketika tidur yang terganggu tersebut berlangsung lama, maka akan berdampak buruk pada kesehatan mental.
4. Pikiran Negatif
Kelelahan dapat menimbulkan gangguan pada kemampuan sesorang dalam bersikap rasional ketika menghadapi kecemasan dan pikiran yang irrasional sehingga dapat menyebabkan munculnya pola pikir negatif yang berhubungan dengan gangguan mental.
5. Episode Psikotik
Dapat menyebabkan perburukan gejala pada pasien psikotik.
xxii
menyebabkan timbulnya kesulitan untuk belajar. Masa remaja merupakan masa dimana individu berjuang untuk mengatasi stres dan mengontrol emosinya. Dengan adanya kurang tidur maka masa-masa ini akan terasa semakin sulit. Kurang tidur juga dapat memperburuk hal-hal yang memang secara lazim terdapat pada remaja, seperti sikap remaja yang mudah marah, kurang percaya diri dan cenderung berubah mood. Selain hal-hal diatas, kurang tidur yang bersifat kronis juga dapat menyebabkan munculnya depresi (Stanford, 1999)
Penelitian yang dilakukan oleh Short et al (2013) menunjukkan bahwa kualitas tidur memiliki efek yang sangat besar terhadap mood. Disisi lain, kualitas tidur yang buruk juga memiliki hubungan terhadap rasa depresi yang lebih besar dan kurang awasnya seorang individu di siang hari.
Penelitian yang hampir senada juga dilakukan oleh Selvi (2007) dimana hasil penelitiannya mengungkapkan bahwa efek dari kurang tidur terhadap mood depresi bergantung pada tipe circadian masing-masing individu. Pada individu dengan tipe M-chronotypes, mood depresi mereka akan semakin memburuk sementara mood depresi individu dengan tipe E-chronotypes akan membaik. Hasil penelitian mereka juga menyatakan bahwa adanya perbedaan efek kurang tidur pada individu yang sehat kemungkinan ada hubungannya dengan circadian rhythm dan sleep-wake habits individu tersebut.
Pada penelitian yang sama juga diungkapkan bahwa Total Sleep Deprivation (TSD) dan Partial Sleep Deprivation (PSD) memiliki efek yang
berbeda terhadap mood seseorang. PSD tidak begitu efektif dalam mengubah mood individu tipe M-Chronotypes sementara TSD memperburuk mood depresi tipe ini. Pada individu tipe E-chronotypes, baik PSD maupun TSD malah menyebabkan perbaikan pada mood. (Selvi, 2007)
Selain penelitian-penelitian di atas, disebutkan oleh Division of Sleep Medicine at Harvard Medical School (2007) bahwa terdapat suatu daerah di otak
yang bernama Korteks Prefrontal yang bertanggungjawab atas fungsi-fungsi kognitif tingkat tinggi dan bersifat sensitif terhadap kurang tidur. Sehingga, ketika seseorang mengalami gangguan tidur maka ia akan kesulitan untuk melakukan aktivitas yang memerlukan logika dan pemikiran yang bersifat kompleks.
xiii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gangguan tidur adalah gangguan yang berhubungan dengan tidur, yaitu sulit untuk tidur, sulit untuk tetap tertidur, tertidur pada saat yang tidak tepat, terlalu banyak tidur, atau adanya kebiasaan buruk saat tidur (UMM,2014). Penelitian yang dilakukan oleh Meltzer et al (2010), menunjukkan bahwa besar prevalensi gangguan tidur pada anak usia 0-18 tahun adalah 3.7%. Sementara itu, pada penelitian yang dilakukan oleh Haryono et al pada tahun 2009, didapatkan angka prevalensi gangguan tidur pada remaja usia 12-14 tahun adalah sebesar 62,9% dimana jenis gangguan yang paling banyak ditemui adalah gangguan transisi bangun-tidur.
Gangguan mental, menurut National Alliance of Mental Illness (2015), adalah suatu keadaan dimana seorang individu mengalami gangguan pada pemikiran, perasaan, mood, kemampuan berinteraksi dengan orang lain dan fungsi sehari-hari. Menurut WHO, gangguan mental telah mengenai 10-20% anak-anak dan remaja di seluruh dunia. Setengah dari seluruh kejadian gangguan mental tersebut bermula dari usia 14 tahun. Di Indonesia, berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2013, prevalensi gangguan mental emosional pada penduduk Indonesia yang berusia diatas 15 tahun adalah sebesar 6,0 %. Sementara itu, bila dihitung menurut provinsinya, prevalensi gangguan mental emosional di Sumatera Utara mencapai 4,5%
Hubungan antara tidur dengan kesehatan mental sebenarnya belum begitu dapat dipahami. Akan tetapi, studi neuroimaging dan neurochemistry menunjukkan bahwa tidur yang baik akan memberikan efek positif pada ketahanan mental dan emosional. Sementara ganguan tidur yang kronis dapat menyebabkan kerentanan emosional. Hal ini diungkapkan dalam sebuah artikel dalam halaman Harvard Health Publication (2009).
xiv
Kejadian gangguan tidur yang sering dijumpai pada kehidupan sehari-hari dan dampak buruk gangguan mental emosional yang cukup besar membuat kedua hal tersebut menjadi menarik untuk dipelajari lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk meneliti hubungan gangguan tidur terhadap status mental emosional remaja.
1.2. Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional remaja?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional remaja
1.3.2. Tujuan Khusus
Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:
1. Mengetahui status mental emosional pada remaja yang mengalami gangguan tidur
2. Mengetahui status mental emosional pada remaja yang tidak mengalami gangguan tidur
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Meningkatkan pengetahuan penulis mengenai gangguan tidur dan
masalah mental emosional pada anak.
v
ABSTRAK
Dalam World Health Report oleh WHO (2001), disebutkan bahwa kesehatan mental dan kesehatan fisik saling mempengaruhi melalui dua cara yaitu melalui sistem fisiologis tubuh dan perilaku sehat. Perilaku sehat mencakup beberapa hal dan salah satunya adalah tidur yang cukup. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidur yang terganggu dapat mempengaruhi kesehatan mental. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan gangguan tidur dengan status mental emosional.
Penelitian ini utamanya dilakukan di SMAN 34 Jakarta dengan menggunakan metode cross-sectional dan pengambilan sampel dilakukan dengan consecutive sampling. Data tambahan diperoleh dari SMA sederajat lainnya. Gangguan tidur pada anak dideteksi dengan menggunakan Skala Gangguan Tidur untuk Anak atau Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC), sementara status mental emosional pada anak dinilai dengan menggunakan Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ).
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 75 orang responden perempuan (79,8%) m