• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Peranan Bapas Dalam Diversi Sebagai Bentuk Perlindungan Terhadap Anak Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak (Studi Bapas Klas I Medan)"

Copied!
111
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Adi, Koesno, 2014, Diversi Sebagai Upaya Alternatif Penanggulangan Tindak

Pidana Narkotika Oleh Anak, UMM Prees, Malang.

Ali, Mahrus, 2009, Dasar-Dasar Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta.

Djamil, M. Nasir, 2012, Anak Bukan Untuk Dihukum, Sinar Grafika, Jakarta.

Effendi, Tolib, 1993, Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Gultom, Maidin, 2014, Perlindungan Hukum Terhadap Anak : dalam Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Refika Aditama, Bandung.

Hamdan, M, 1997, Politik Hukum Pidana, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hidayat, Burnadi, 2009, Pemidanaan Anak Dibawah Umur, PT Alumni, Bandung.

Marlina, 2009, Peradilan Pidana Anak Di Indonesia ; Pengembangan Konsep

Diversi Dan Restoratif Justice, PT Refika Aditama, Bandung.

---, 2010, Pengantar Konsep Diversi dan Restoratif Justice dalam Hukum

Pidana, USU Press, Medan.

---, 2011, Hukum Penitensier, PT Refika Aditama, Bandung.

(2)

Nazir, M, 2003, Metode Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta.

Pramukti, Angger Sigit dan Fuady Primaharsya, 2015, Sistem Peradilan Pidana

Anak, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Rahardjo, Satjipto, 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Salahuddin, 2011, Hukum Arbitrase : Penyelesaian Sengketa Bisnis, Pustaka Bangsa Press, Medan.

Soetedjo,Wagiati, 2013, Hukum Pidana Anak, PT. Refika Aditama, Bandung.

Sugiyono, 2013, Memahami Penelitian Kualitatif, Alfabeta,Bandung.

Sukadana, I Made, 2012,Mediasi Peradilan : Mediasi Dalam Sistem Peradilan

Perdata Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang

Sederhana, Cepat Dan Berbiaya Ringan, Prestasi Pustaka, Jakarta.

Usman, Rachmadi, 2012, Mediasi Di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik, Sinar Grafika, Jakarta Timur.

Wahyudi, Setya, 2011, Implementasi Ide Diversi dalam Pembaharuan Sistem

Peradilan Pidana Anak di Indonesia, Genta Publishing, Yogyakarta.

B. Jurnal

Azhar, Saiful, 2014, Peran Bapas Dalam Penanganan Anak Berhadapan Dengan

(3)

Hasibuan, Lidya Rahmadani, 2014, Diversi Dan Keadilan Restoratif Justice

Pembaharuan Sistem Peradilan Pidana Anak Di Indonesia, Pusaka

Indonesia, Medan.

Ikhsan, Edy, 2014, Diversi dan Keadilan Restoratif Kesiapan Aparat Penegak

Hukum dan Masyarakat, Pustaka Indonesia, Medan.

Marjoko, 2014, Penerapan Diversi Dalam Penanganan Anak Berkonflik

Hukum,Pusaka Indonesia, Medan.

C. Peraturan Perundangan-Undangan.

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Undang-Undang No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

D. Internet

(4)

JPNNFdbNkK5F8gvLA&bvm=bv.119745492,d.dGo.Diakses Tanggal 20 April 2016, Pukul 23.05 WIB.

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e25360a422c2/pendekatan- irestorative-justice-i-dalam-sistem-pidana-indonesia-broleh--jecky-tengens--sh-. Diakses Tanggal 16 April 2016, Pukul 15.48 WIB.

E. Hasil Wawancara

(5)

57

BAB III

PERANAN BALAI PEMASYARAKATAN (BAPAS) KLAS I MEDAN DALAM PELAKSANAAN DIVERSI

A.Kedudukan Balai Pemaasyarakatan (BAPAS) dalam Diversi

1. Sebagai Petugas Kemasyarakatan.

Ketentuan UU SPPA memuat 3 (tiga) bentuk Petugas Kemasyarakatan yang terdiri dari Pembimbing Kemasyarakatan, Pekerja Sosial Profesional dan Tenaga Kesejaterahan Sosial.66 Pembimbing Kemasyaratan berasal dari Kementerian Hukum dan Ham dan Pekerja Sosial Profesional berasal dari Kementerian Sosial sedangkan Tenaga Kesejaterahan Sosial berasal dari Organisasi Sosial Kemasyarakatan.67 Balai Pemasyarakatan atau Bapas yang berada dibawah lingkungan Kementerian Hukum dan HAM merupakan salah satu instrumen yang harus dilibatkan dalam pelaksanaan proses diversi. Keterlibatan bapas dalam pelaksanaan diversi diwakili oleh Petugas Kemasyarakatan Bapas yang disebut dengan Pembimbing Kemasyarakatan atau dikenal dengan istilah PK. Petugas Kemasyarakatan bertugas untuk membantu memperlancar tugas dari aparat penegak hukum baik didalam maupun diluar persidangan, tidak terkecuali dengan PK Bapas. Pada waktu proses pelaksanaan diversi PK Bapas bertindak untuk memberi pendampingan atau mendampingi anak, hal ini bertujuan agar proses pelaksanaan diversi dapat mencapai kesepakatan atau dengan kata lain diversi berhasil.68 Hadirnya PK Bapas juga berperan untuk menghindarkan anak

66

Pasal 63 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

67 Maidin Gultom, Op.Cit, hlm. 184.

(6)

58

dari intimidasi yang kemungkinan dapat terjadi kepada anak selama proses diversi.

2. Sebagai Mediator Diversi.

Diversi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan restoratif justice yang berarti bahwa mengedepankan musyawarah yang melibatkan para pihak. Penyelesaian masalah dengan musyawarah dalam dunia hukum dikenal dengan istilah mediasi.69 Sebagaimana dalam mediasi pada proses diversi juga melibatkan mediator didalamnya sebagai pihak ketiga setelah pelaku dan korban. Pada proses diversi Bapas juga bertindak sebagai mediator,70 walaupun pada dasarnya Bapas berada dipihak anak sebagai pelaku selaku pendamping anak tersebut akan tetapi Bapas juga tetap melihat dan mementingkan kepentingan korban.71 Mediator membantu para pihak yang bersengketa dalam menyelesaikan masalahnya dan tidak mempunyai kewenangan untuk mengambil keputusan atau kesepakatan karena pengambilan keputusan tidak berada ditangan mediator tetapi ditangan para pihak yang bersengketa.72 Sama halnya dengan Bapas walaupun pada dasarnya Bapas mempunyai beban moral bahwa diversi harus berhasil atau mencapai kesepakatan akan tetapi sebagai mediator Bapas tidak mempunyai kewenangan dalam mengambil kesepakatan. Peran mediator adalah untuk membangun komunikasi yang baik diantara para pihak, selanjutnya

69

Mediasi merupakan salah satu bentuk penyelesaian sengketa melalui jalur luar pengadilan yang melibatkan pihak ketiga didalamnya.

70 Mediator merupakan pihak ketiga yang dilibatkan dalam proses pelaksanaan mediasi sebagai pihak netral yang tidak memihak.

71

Hasil Wawancara dengan Bapak Saiful Azhar PK di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, Tanggal 19 April 2016 di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

(7)

59

mengoptimalkan pemberdayaan masing-masing pihak dengan mengajukan tawaran atau pilihan-pilihan yang dapat mengakomodasi kepentingan kedua belah pihak.73 Meskipun mediator tidak mempunyai kewenangan dalam pengambilan kesepakatan akan tetapi keberhasilan untuk mencapai kesepakatan juga terletak oleh peran mediator didalamnya, seorang mediator harus memiliki keterampilan dalam membangun komunikasi untuk dapat menciptakan suasana yang bersifat kekeluargaan sehingga nantinya para pihak dapat menyampaikan segala sesuatunya yang sesuai dengan kondisi dan keadaan masing-masing pihak dan para pihak dapat menerimanya dengan berbesar hati, seperti halnya pelaku mau mengakui kesalahannya dan mau bertanggungjawab begitu juga korban dapat memahami keadaan atau kondisi pelaku.74 Keterampilan dalam komunikasi mutlak diperlukan oleh mediator karena mempermudah pertukaran informasi, mendorong diskusi mengenai perbedaan-perbedaan kepentingan, presepsi, penafsiran terhadap situasi dan persoalan-persoalan tetapi tetap mengatur pengungkapan emosi.75 Seorang mediator juga harus berperan secara aktif dengan memberikan wacana, nasihat dan alternatif solusi kepada para pihak karena peran mediator dalam diversi untuk membantu penyelesaian perkara bukan seperti mediator pasif yang hanya berfungsi sebagai fasilitator.76

73

I Made Sukadana, Mediasi Peradilan : Mediasi Dalam Sistem Peradilan Perdata

Indonesia Dalam Rangka Mewujudkan Proses Peradilan Yang Sederhana, Cepat Dan Berbiaya Ringan, Jakarta : Prestasi Pustaka, 2012, hlm. 188.

74

Hasil Wawancara dengan Bapak Saiful Azhar PK di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, Tanggal 19 April 2016 di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

75 Rachmadi Usman, Mediasi Di Pengadilan : Dalam Teori dan Praktik, Jakarta Timur : Sinar Grafika, 2012, hlm. 83.

76

(8)

60

3. Sebagai Co-Mediator Diversi.

Disamping menjadi mediator dalam proses diversi, Bapas juga dapat menjadi co-mediator diversi yang mana mediator diversi tersebut dijalankan oleh aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa atau hakim. Co-mediator berperan dalam mendampingi dan membantu mediator (polisi, jaksa atau hakim) dalam memimpin proses diversi,77 seperti halnya mencatat seluruh pelaksanaan proses diversi. Bapas sebagai co-mediator juga dapat memberikan rekomendasi kesepakatan diversi kepada mediator dengan bentuk :

a. Pengembalian kerugian dalam hal ada korban. b. Rehabilitasi medis dan psikososial.

c. Penyerahan kembali kepada orang tua.

d. Keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS paling lama 3 bulan.

e. Pelayanan masyarakat paling lama 3 bulan.78

Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa Bapas memiliki peranan penting dalam diversi. Bapas Klas 1 Medan memiki SOP (Standar Operasional Prosedur) saat menjalankan peran dalam pelaksanaan diversi, sebagai beriut :

a. Menyiapkan data dan berkas Litmas pengajuan diversi.

b. Melakukan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait (korban,klien,tokoh masyarakat,penyidik).

c. Menyepakati jadwal dan tempat pertemuan untuk melakukan diversi. d. Melakukan musyawarah dengan mediator dari PK.

e. Menyampaikan hasil Litmas.

f. Memberikan kesempatan bagi masing-masing pihak untuk menyampaikan pendapatnya.

g. Melakukan negosiasi.

77 Ibid, hlm. 196.

(9)

61

h. Membuat kesepakatan hasil musyawarah.

i. Menandatangani hasil kesepakatan oleh masing-masing pihak terkait. j. Mendokumentasikan hasil pelaksanaan diversi.

k. Melaksanakan hasil kesepakatan.

Implementasi dari SOP Pelaksanaan Diversi yang menjadi acuan oleh Bapas Klas 1 Medan dapat dilihat dalam skema sebagai berikut :

Skema 1. SOP Pelaksanan Diversi Bapas Klas I Medan.

Sumber : Subseksi Bimkemas Klien Anak Bapas Klas I Medan.79

79

(10)

62

B.Tugas Balai Pemasyarakatan (BAPAS)

Bapas merupakan unit dibawah Kementerian Hukum dan HAM yang dilibatkan secara lansung dalam pelaksanaan diversi, bertindak sesuai dengan tugas dari Bapas itu sendiri. Pasal 1 angka 24 UU SPPA menyebutkan bahwa Bapas dibentuk sebagai unit pelaksana teknis pemasyarakatan yang melaksanakan tugas dan fungsi penelitian kemasyarakatan, pembimbingan, pengawasan, dan pendampingan.

Dari ketentuan pasal diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Bapas mempunyai setidak-tidaknya 4 (empat) bentuk tugas yaitu Penelitian, Pembimbingan, Pengawasan dan Pendampingan. Tugas dari Bapas tersebut dilaksanakan oleh pejabat dalam lingkungan Bapas itu sendiri yang dikenal dengan Pembimbing Kemasyarakatan atau PK.80 Dalam Pasal 65 UU SPPA disebutkan bahwa tugas Pembimbing Kemasyarakatan adalah :

a. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan diversi, melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak selama proses diversi dan pelaksanaan kesepakatan, termasuk melaporkannya kepada pengadilan apabila diversi tidak dilaksanakan. b. Membuat laporan penelitian kemasyarakatan untuk kepentingan

penyidikan, penuntutan dan persidangan dalam perkara anak, baik didalam maupun di luar sidang, termasuk didalam LPAS dan LPKA. c. Menentukan program perawatan anak di LPAS dan pembinaan anak di

LPKA bersama dengan petugas pemasyarakatan lainnya.

d. Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak yang berdasarkan putusan pengadilan dijatuhi pidana atau dikenai tindakan.

e. Melakukan pendampingan, pembimbingan dan pengawasan terhadap anak yang memperoleh asimilasi, pembebasan bersyarat, cuti menjelang bebas dan cuti bersyarat.81

80

Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(11)

63

Bapak Saiful Azhar salah seorang PK di Bapas Klas I Medan juga mengemukakan hal yang senada yang menyatakan bahwa Bapas mempunyai fungsi 4P + Administrasi yang mana 4P tersebut merupakan Penelitian, Pembimbingan, Pengawasan dan Pendampingan. Setiap orang yang menjadi objek dari pelaksanaan tugas Bapas disebut dengan Klien,82 dan setiap Klien tersebut di golongkan lagi menjadi 2 (dua) bentuk yaitu Klien Dewasa dan Klien Anak.83

1. Penelitian Kemasyarakatan (Case Study).

Penelitian Kemasyarakatan atau yang disebut dengan litmas merupakan Hasil laporan penelitian Petugas Pembimbing Kemasyarakatan tentang aspek-aspek yang berkaitan dengan Klien Anak. Litmas sendiri juga merupakan suatu hal yang penting dalam proses peradilan pidana anak, tak terkecuali dengan diversi itu sendiri. Litmas memiliki porsi yang sangat penting dikarenakan peran dari litmas itu sendiri untuk menginformasikan mengenai kondisi anak baik mulai itu dari kondisi pribadi anak, keluarga, hubungannya dengan keluarga, kondisi lingkungan, hubungannya dengan kondisi lingkungan dan hal lainnya. Litmas sudah ada sejak proses penyidikan terhadap perkara anak yang dimintakan secara lansung oleh penyidik kepada Bapas,84 dan hasil dari litmas tersebut wajib diserahkan kembali oleh Bapas kepada penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterima.85 Pada proses persidangan pun litmas ini mempunyai pengaruh yang besar, litmas

82 Klien adalah seseorang yang berada dalam bimbingan Bapas.

83 Klien Anak adalah anak yang berada di dalam pelayanan, pembimbingan, pengawasan dan pendampingan Pembimbing Kemasyarakatan.

84

Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(12)

64

dibacakan di muka persidangan oleh PK setelah Jaksa Penuntut Umum membacakan Surat Dakwaannya.86 Tidak hanya sampai disitu saja litmas yang dibuat oleh PK wajib menjadi pertimbangan bagi Hakim sebelum menjatuhkan putusannya, dan apabila Hakim tidak mempertimbangkan litmas dalam pengambilan keputusannya maka putusan tersebut batal demi hukum.87 Saat melaksanakan proses diversi litmas juga menjadi salah satu elemen penting dalam proses diversi, hal ini dikarenakan litmas menjadi salah satu bahan pertimbangan bagi Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam melakukan diversi terhadap anak.88 Adapun hal-hal yang dimuat dalam litmas adalah sebagai berikut :

a. Penelitian Identitas. 1) Identitas Klien :

Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, bangsa atau suku bangsa, pendidikan, alamat, pekerjaan.

2) Identitas orang Tua (Ayah dan Ibu) :

Nama, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, agama, bangsa atau suku bangsa, pendidikan, alamat, pekerjaan dan status perkawinan.

3) Susunan Anggota Keluarga. b. Masalah.

1) Latar Belakang

86

Pasal 57 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

87 Pasal 60 ayat 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

88

(13)

65

Menguraikan secara singkat motivasi atau faktor-faktor yang mendorong klien sampai melakukan tindak pidana.

2) Masa Terjadi Tindak Pidana

Menguraikan secara singkat dan jelas tentang waktu dan tempat terjadinya tindak pidana, jenis tindak pidana yang dilakukan, cara melakukan tindak pidana (modus operandi), kerugian yang di derita korban, dan sampai saat tertangkapnya klien.

c. Akibat Perbuatan Klien

1) Terhadap diri klien : apakah klien ditahan atau tidak atau hanya wajib lapor..

2) Terhadap Orang Tua : apakah orang tua terasa terpukul ataukah biasa-biasa saja.

3) Terhadap Korban : apakah korban tetap menuntut atau bisa menerima keadaan (tidak menuntut).

4) Terhadap Lingkungan : apakah lingkungan merasa sangat terganggu dengan perbuatan klien.

d. Riwayat Hidup Klien

1) Riwayat Pertumbuhan Klien :

Apakah klien lahir dalam keadaan normal, tidak pernah menderita penyakit tertentu ataukah kelainan tertentu pada fisik dan mental. 2) Riwayat Pendidikan Klien :

(14)

66

e. Pandangan Masa Depan Klien

Menguraikan tentang keinginan dan cita-cita klien termasuk hal-hal yang menghambat cita-cita tersebut.

f. Tanggapan Klien Terhadap Masalah Yang Dialami

Menguraikan tentang perasaan klien terhadap peristiwa yang telah dialami. Apakah sikap dan perasaan klien menunjukan rasa penyesalan atau biasa-biasa saja. Apakah juga ada usaha untuk memperbaiki diri atau justru menunjkan rasa kejengkelan terhadap masyarakat.

g. Keadaan Keluarga

1) Riwayat Orang Tua Klien

Menguraikan tentang keabsahan dan keharmonisan perkawinan orang tua klien.

2) Komunikasi dalam Keluarga

Menggambarkan hubungan antara klien dengan kedua orang tuanya, klien dengan saudara-saudaranya termasuk hubungan dengan sanak keluarga klien. Apakah dalam hubungan tersebut ada keharmonisan atau ada keretakan, misalnya broken home, kesenjangan kasih sayang dan sebagainya.89

3) Komunikasi dengan Lingkungan Masyarakat

Menerangkan hubungan keluarga klien dengan masyarakat, misalnya terhadap tetangga, hubungan dengan masyarakat di

(15)

67

kampung, termasuk juga hubungan klien dengan masyarakat tersebut.

4) Keadaan Sosial Ekonomi Keluarga (Orang Tua Klien)

Apakah keadaan sosial ekonomi keluarga klien tergolong kaya, sedang atau miskin (serba kekurangan). Jika tergolong miskin, apakah klien juga dituntut bekerja untuk mencukupi kebutuhan keluarga tersebut.

5) Keadaan Rumah

Menerangkan tentang status kepemilikan rumah (rumah sendiri, kontrak atau menumpang), letak rumah (apakah kondisinya tenang, ramai atau ribut), bentuk rumahnya (besar, sedang atau sempit) dan penerangan listriknya terang atau kurang.

h. Keadaan Lingkungan Masyarakat 1) Sanitasi

Apakah klien bertempat tinggal di lingkungan yang bersanitasi baik atau kumuh.

2) Apakah tempat tinggal klien berdekatan dengan tempat keramaian, misalnya : gedung bioskop, pasar atau industri.

(16)

minum-68

minuman keras, lingkungan geng anak-anak nakal, tempat perjudian, lokalisasi dan sebagainya.90

4) Apakah di lingkungan tersebut tersedia fasilitas yang memadai, misalnya : tempat pembinaan prestasi seperti seni, pelatihan-pelatihan tertentu, karang taruna dan sebagainya.

i. Tanggapan Pihak Keluarga, Keluarga Korban dan Pamong Setempat 1) Tanggapan Pihak Keluarga

Menerangkan sikap dan kepedulian orang tua terhadap perbuatan klien, misalnya : menunjukan rasa malu, terpukul, prihatin, cuek saja atau ada upaya untuk menempuh penyelesaian damai dengan pihak keluarga korban.

2) Tanggapan Keluarga Korban

Menerangkan sikap keluarga korban terhadap klien dan keluarga klien. Apakah masih ada rasa dendam, tidak terima ingin menuntut atau menerima keadaan, mau menyadari dan bersedia diajak damai dengan pihak keluarga klien.

3) Tanggapan dari Pamong Desa

Menerangkan apakah ada upaya dari pamong desa untuk membantu penyelesaian masalah tersebut dengan pihak keluarga korban dan keluarga klien ataukah hanya bersikap masa bodoh. j. Kesimpulan dan Saran

1) Kesimpulan

90

(17)

69

Menyimpulkan hasil (litmas) dan uraian diatas secara singkat dan jelas mulai dari motivasi dilakukan tindak pidana, faktor-faktor interen dan eksteren yang mendorong terjadinya tindak pidana sampai dengan kesanggupan orang tua untuk membina dan mengawasi anak tersebut.

2) Saran

Setelah diketahui dengan jelas kesimpulan tersebut, dibuatlah saran yang pas yang menguntungkan jiwa dan masa depan anak untuk dipakai sebagai bahan pertimbangan.91

Melaksanakan pembuatan litmas yang baik merupakan suatu kewajiban bagi seorang PK sehingga seorang PK wajib dibekali dengan segudang informasi mengenai anak atau harus kaya akan informasi tentang anak, karena informasi mengenai kondisi anak yang sebenar-benarnya tersebut merupakan faktor utama dalam menyusun litmas.92 Hasil litmas yang dibuat oleh PK harus benar-benar didasari oleh data yang akurat (tidak dibuat-buat) karena hasil dari litmas tersebut akan dipergunakan oleh aparat penegak hukum yang menangani perkara anak, karena salah satu fungsi dari litmas tersebut untuk membantu aparat penegak hukum dalam proses peradilan pidana anak. Keberadaan litmas sendiri juga untuk mencegah agar aparat penegak hukum tidak terpaku oleh pendekatan yuridis semata dalam menangangi perkara anak melainkan juga menggunakan pendekatan sosiologis yaitu dengan mengetahui keadaan anak yang sebenarnya mulai dari

91 Ibid, hlm. 124.

(18)

70

sebelum sampai sesudah melakukan tindak pidana, hal ini bertujuan untuk mengambil tindakan yang mengedepankan kepentingan anak.

2. Pendampingan

Pendampingan merupakan salah satu tugas Bapas dalam proses peradilan pidana anak. Anak wajib untuk memperoleh pendampingan dari Bapas dalam setiap tingkat pemeriksaan,93 agar anak terhindar dari kemungkinan terjadinya intimidasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Begitu juga halnya pada saat melaksanakan proses diversi Bapas bertindak untuk mendampingi anak selama proses diversi berlansung. Melakukan pendampingan kepada anak dalam proses diversi Bapas juga memberikan saran mengenai kesepakatan-kesepakatan diversi yang hendak dicapai agar proses diversi mencapai kesepakatan atau dengan kata lain diversi dapat berhasil dilaksanakan.

3. Pembimbingan

Pembimbingan memang merupakan salah satu esensi terbentuknya Bapas. Tujuan awal Bapas untuk melakukan pembimbingan terhadap Warga Binaan Pemasyarakatan atau sering pula disebut sebagai proses Pembinaan Diluar Lapas.94 Hasil kesepakatan diversi dapat berupa perdamaian dengan atau tanpa ganti rugi, penyerahan kembali kepada orang tua/Wali, keikutsertaan dalam pendidikan atau pelatihan di lembaga pendidikan atau LPKS (Lembaga Penyelenggarahan Kesejaterahan Sosial) paling lama 3 (tiga) bulan dan pelayanan

93 Pasal 23 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

94

(19)

71

masyarakat.95 Hasil kesepakatan diversi terkadang juga didasari oleh rekomendasi yang diberikan oleh PK Bapas yang berdasarkan hasil dari litmas sehingga Bapas melakukan pembimbingan kepada anak dalam melaksanakan hasil kesepakatan diversi yang telah tercapai dengan menyusun program pembimbingan yang sesuai dengan anak.

4. Pengawasan

Diversi dianggap berhasil apabila anak telah melaksanakan kewajibannya atau melaksanakan kesepakatan diversi yang telah dibuat Penetapan oleh Pengadilan. Pengawasan akan pelaksanaan kesepakatan diversi tersebut dilakukan oleh Atasan lansung pejabat yang bertanggung jawab di setiap tingkatan pemeriksaan (apabila diversi berhasil ditingkat penyidikan maka pengawasan dilakukan oleh Kapolsek/Kapolres), selain itu juga Bapas yang terlibat sejak awal dalam proses diversi mempunyai kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kesepakatan diversi tersebut. Pengawasan yang dilakukan oleh Bapas bertujuan untuk mengetahui apakah anak tersebut benar-benar melaksanakan kewajibannya atau tidak, apabila anak tidak menjalankan kewajibanya dalam kesepakatan diversi tersebut maka PK Bapas melaporkan kepada pejabat yang bertanggung jawab agar nantinya dapat segera ditindaklanjuti oleh pejabat yang bertanggung jawab tersebut dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari.96

95

Pasal 11 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(20)

72

C.Proses Pelaksanaan Diversi di Tingkat Pemeriksaan

1. Tingkat Penyidikan

Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.97 Penyidik merupakan Pejabat Polisi Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu yang diberikan wewenang khusus oleh undang-undang.98 Pasal 7 ayat 1 UU SPPA memberikan kewenangan kepada Kepolisian selaku Penyidik untuk melaksanakan diversi terhadap anak sebagai pelaku tindak pidana. Dalam UU SPPA upaya wajib diversi pada tingkat penyidikan dilaksanakan melalui langkah-langkah sebagai berikut :

a. Setelah hasil tindak pidana dilaporkan atau diadukan kemudian dibuat Laporan Polisi, maka Penyidik wajib bersurat untuk meminta pertimbangan dan saran tertulis (berupa penelitian kemasyarakatan) dari Petugas Pembimbing Kemasyarakatan atau Balai Pemasyarakatan.99

b. Hasil penelitian kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada Penyidik dalam waktu paling lama 3x24 jam setelah permintaan Penyidik diterima.100

97

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

98 Pasal 6 ayat 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

99

Pasal 27 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

(21)

73

c. Setelah memperoleh hasil penelitian kemasyarakatan dari Bapas, Penyidik mulai mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah penyidikan dimulai dan proses diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulai diversi.

d. Apabila pelaku maupun korban setujua untuk dilakukan diversi maka Polisi, PK Bapas dan Pekerja Sosial Profesional memulai proses musyawarah pernyelesaian perkara dengan melibatkan pihak terkait, yang mana proses musyawarah tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi dan Penyidik membuat Berita Acara Proses Diversi. Akan tetapi, apabila pelaku atau korban tidak mau dilakukan diversi maka penyidikan perkara tersebut dilanjutkan, dibuatkan Berita Acara Penyidikan dan perkara dilimpahkan ke Penuntut Umum.

(22)

74

f. Apabila diversi gagal, Penyidik membuat Berita Acara Diversi dan wajib melanjutkan penyidikan dan melimpahkan perkara ke Penuntut Umum dengan melampirkan Berita Acara Diversi dan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dari PK Bapas.101

Implementasi diversi di tingkat penyidikan dapat dilihat pada skema berikut ini :

Skema 2. Pelaksanaan Diversi di Tingkat Penyidikan.

Sumber : Buku Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia.102

101 Pasal 29 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

102

Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 119.

-Penyidikan Dilanjutkan -Dibuat Berita

Acara Penyidikan -Perkara

Dilimpahkan ke Penuntut Umum

Penetapan KPN / Pengadilan Laporan Masyarakat Permintaan Litmas kepada Bapas Penyidik Anak Upaya Diversi (7 Hari)

Para Pihak Tidak Setuju Dilakukan Diversi Para Pihak Setuju Dilakukan Diversi Proses Diversi (30 Hari) Diversi Berhasil -Pelaksanan Diversi

-Penerbitan SP3 oleh Penyidik Kesepakatan

Diversi

(23)

75

2. Tingkat Penuntutan

Penuntutan adalah tindakan Penuntut Umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan menurur cara yang diatur dalam undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh Hakim di Sidang Pengadilan.103 Sama halnya dengan Penyidik, Penuntut Umum memiliki keharusan untuk melakukan proses diversi pada tingkat penuntutan.104 Dalam UU SPPA proses diversi pada tingkat penuntutan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Setelah menerima berkas perkara dari Kepolisian, Penuntut Umum wajib memperhatikan berkas perkara dari Kepolisian dan Hasil Penelitian Kemasyarakatan yang telah dibuat oleh Bapas serta kendala yang meghambat proses diversi pada tingkat penyidikan.

b. Penuntut Umum wajib mulai mengupayakan diversi dalam waktu paling lama 7 (tujuh) hari setelah menerima berkas perkara dari penyidik dan proses diversi dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulai diversi.

c. Apabila pelaku maupun korban setuju untuk dilakukan diversi maka Penuntut Umum, PK Bapas dan pekerja Sosial Profesional memulai proses musyawarah penyelesaian perkara dengan melibatkan pihak terkait, yang mana proses musyawarah tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah dimulainya diversi dan Penuntut Umum membuat Berita Acara

103

Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

(24)

76

Proses Diversi. Akan tetapi, apabila pelaku atau korban tidak mau dilakukan diversi, penuntutan perkara tersebut dilanjutkan dan dibuatkan Berita Acara Proses Diversi dan perkara dilimpahkan ke Peraadilan Anak.

d. Apabila diversi berhasil yang mana para pihak mencapai kesepakatan, maka hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi. Hasil kesepakatan diversi tersebut disampaikan oleh atasan Penuntut Umum yang bertanggung jawab pada tingkat penuntutan ke Pengadilan Negeri sesuai dengan daerah hukumnya dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak kesepakatan dicapai untuk memperoleh penetapan. Kemudian pengadilan mengeluarkan penetapan dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari terhitung sejak diterimanya kesepaktan diversi. Penetapan tersebut disampaikan kepada PK Bapas dan Penuntut Umum dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari sejak ditetapkan. Setelah menerima penetapan tersebut Penuntut Umum menerbitkan Surat Penetapan Penghentian Penuntutan.

e. Apabila diversi gagal maka penuntut umum melimpahkan perkara ke pengadilan dengan melampirkan Berita Acara Diversi dan laporan hasil penelitian kemasyarakatan.105

Implementasi diversi di tingkat penuntutan dapat dilihat ada skema berikut ini :

(25)

77

Skema 3. Proses Pelaksanaan Diversi di Tingkat Penuntutan.

Sumber : Buku Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia.106

106

Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 121.

Pelimpahan Berkas Perkara oleh Penyidik Anak

Penuntut Anak

Upaya Diversi (7 Hari)

Para Pihak Tidak Setuju Dilakukan

Diversi Para Pihak

Setuju Dilakukan Diversi

Penetapan KPN / Pengadilan

-Penuntutan Dilanjutkan -Dibuat Berita

Acara Proses Diversi -Perkara Dilimpahkan ke Pengadilan Anak Proses Diversi (30 Hari) Diversi Berhasil -Pelaksanan Diversi

-Penerbitan Surat Penghentian Penuntutan Kesepakatan Diversi Penuntut Umum melimpahkan perkara

ke sidang Peradilan Anak dengan melampirkan Berita

Acara Diversi dan Laporan Hasil Litmas

(26)

78

3. Tingkat Pemeriksaan di Pengadilan.

Tidak berbeda pada tingkat penyidikan dan penuntutan, pada tingkat pemeriksaan di pengadilan juga wajib dilakukan diversi yang dilakukan oleh hakim.107 Dalam UU SPPA proses diversi pada tingkat pemeriksaan di pengadilan dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut :

a. Setelah menerima berkas perkara dari Penuntut Umum, Ketua Pengadilan wajib menetapkan Hakim Anak atau Majelis Hakim Anak untuk menangani perkara anak paling lama 3 (tiga) hari setelah menerima berkas perkara. b. Hakim wajib mengupayakan diversi paling lama 7 (tujuh) hari setelah

ditetapkan oleh Ketua Pengadilan Negeri. Diversi dilakukan dengan melalui musyawarah dengan melibatkan pihak-pihak terkait dan dilakukan untuk mencapai kesepakatan diversi melalui pendekatan keadilan restoratif justice. c. Apabila pelaku maupun korban setuju untuk dilakukan diversi, maka Hakim Anak, PK Bapas dan Pekerja Sosial Profesional memulai proses diversi penyelesaian perkara dengan melibatkan pihak terkait. Proses diversi tersebut dilaksanakan paling lama 30 (tiga puluh) hari, dengan diawali adanya Penetapan Hakim Anak atau Majelis Hakim Anak tentang Penetapan hari diversi dan proses diversi dapat dilaksanakan di ruang mediasi Pengadilan Negeri dan kemudian dibuatkan Berita Acara Proses Diversi. d. Apabila diversi berhasil yang mana para pihak mencapai kesepakatan, maka

hasil kesepakatan tersebut dituangkan dalam bentuk kesepakatan diversi. Hasil kesepakatan diversi tersebut disampaikan oleh hakim kepada Ketua

(27)

79

Pengadilan Negeri untuk dibuatkan Penetapan, akan tetapi apabila diversi gagal maka perkara dilanjutkan ke tahap persidangan.108

Implementasi diversi di tingkat pemeriksaan di pengadilan dapat dilihat pada skema berikut ini :

Skema 4. Pelaksanaan Diversi di Tingkat Pemeriksaan di Pengadilan.

Sumber : Buku Lilik Mulyadi, Wajah Sistem Peradilan Pidana Anak Indonesia.109

108 Pasal 52 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

109

Lilik Mulyadi, Op.Cit, hlm. 139.

Pelimpahan Berkas Perkara oleh Penuntut Anak

Hakim Anak

Upaya Diversi (7 Hari)

Para Pihak Tidak Setuju Dilakukan

Diversi Para Pihak Setuju

(28)

BAB IV

FAKTOR-FAKTOR YANG MENGHAMBAT BALAI

PEMASYARAKATAN (BAPAS) KLAS I MEDAN DALAM PELAKSANAN DIVERSI

Bapas pada waktu menjalankan tugasnya yang berkenaan dengan diversi seringkali Bapas mendapatkan hambatan-hambatan didalamnya. Konsekuensi yang terjadi adalah bahwa hambatan-hambatan tersebut dapat mempengaruhi kinerja dari Bapas itu sendiri, baik secara lansung maupun tidak lansung. Hambatan yang dijumpai oleh Bapas dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti substansi hukum, struktur hukum dan kultur hukum. Tidak optimalnya fungsi Bapas jelas menjadi suatu dilema dalam pelaksanaan diversi, ini dikarenakan Bapas mempunyi peran penting dalam diversi tersebut.

A.Substansi Hukum.

Substansi hukum (legal subtance) merupakan aturan dan pola perilaku manusia yang berada di dalam sistem hukum. Substansi hukum (legal subtance) berarti produk yang dihasilkan oleh orang yang berada di dalam sistem hukum, baik berupa keputusan yang telah dikeluarkan maupun aturan aturan-aturan baru yang hendak disusun. Substansi hukum (legal subtance) tidak hanya pada hukum yang tertulis (law in the book), tetapi juga mencakup hukum yang hidup di dalam masyarakat (the living law).110

UU SPPA yang menjadi legitimasi diversi di Indonesia menyusun segala ketentuan yang menyangkut mengenai pelaksanaan diversi, tak terkecuali halnya dengan Bapas. Keberadaan Bapas tidak dapat dipungkiri lagi dalam diversi, hal ini

110

(29)

dipengaruhi tugas-tugas dari Bapas itu sendiri seperti halnya dalam pembuatan litmas. Litmas sendiri dipergunakan dalam diversi dan tidak hanya itu litmas juga digunakan dalam proses peradilan konvensional. Ketentuan mengenai jangka waktu pembuatan litmas yang di atur dalam Pasal 28 UU SPPA menyatakan :

“Hasil penelitian kemasyarakatan wajib diserahkan oleh Bapas kepada

penyidik dalam waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam setelah permintaan penyidik diterimah”.

Melihat pada kondisi Bapas saat ini jelas ketentuan pasal ini sangat sulit untuk dilaksanakan dan secara tidak lansung membebani Bapas, hal ini dipengaruhi oleh banyaknya cakupan wilayah kerja dari Bapas itu sendiri dan ditambah lagi keterbatasan jumlah personil PK Bapas. Bapas Klas I Medan juga merasakan kesulitan dalam memenuhi ketentuan yang diatur dalam UU SPPA ini, akan tetapi pada dasarnya Petugas PK yang ada di Bapas Klas I Medan membuat suatu kebijakan dengan skala prioritas apabila pelaku anak ditahan. Skala prioritas terhadap anak yang ditahan dilakukan mengingat jangka waktu penahanan anak dan juga untuk mengedepankan kepentingan yang terbaik bagi anak.111

B.Struktur Hukum.

Struktur hukum (legal structur) adalah pola yang memperlihatkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya. Struktur hukum (legal structur) memperlihatkan bagaimana peradilan, pembuatan hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.

111

(30)

Sturktur hukum (legal structur) terdiri dari lembaga hukum yang ada dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada.112

Berjalannya suatu fungsi institusi ditentukan oleh setiap petugas yang menjalankan fungsi kelembagaan tersebut. Sebagaimana fungsi dari Bapas dalam pelaksanaan diversi juga bergantung pada Petugas-Petugas Bapas itu sendiri, sehingga tak jarang hambatan-hambatan yang berasal dari dalam Bapas itu sendiri.

1. SDM yang Dimiliki Bapas.

Sumber daya manusia atau SDM merupakan hal pokok dalam menjalankan fungsi-fungsi dari sebuah institusi, tak terkecuali dengan Bapas. Peran penting yang diemban oleh SDM inilah yang terkadang menjadi penghambat dari kinerja institusi, baik itu secara kuantitas maupun juga secara kualitas. Bapas Klas I Medan terdiri dari Petugas Administrasi, Pembimbing Kemasyarakatan (PK) dan Pembantu Pembimbing Kemasyarakatan (PPK).113 Saat melaksanakan fungsinya pada diversi fungsi Bapas tersebut diemban oleh PK selaku petugas Bapas yang diberikan wewenang untuk itu. Secara kuantitas PK pada Bapas Klas I Medan secara keseluruhan berjumlah 35 (tiga puluh lima) orang, untuk melaksanakan tugas yang berkenaan dengan diversi dilakukan oleh PK Anak yang saat ini berjumlah 13 (tiga belas) orang dan dibantu oleh 2 (dua) orang PPK (Pembantu Pembimbing Kemasyarakatan).114 Jumlah PK Anak yang terdapat di Bapas Klas I Medan tersebut dapat dikatakan jauh dari kata cukup

112

Satjipto Raharjo, Op.Cit, hlm. 154.

113 Hasil Wawancara dengan Bapak Saiful Azhar PK di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan, Tanggal 19 April 2016 di Balai Pemasyarakatan Klas I Medan.

114

(31)

untuk menjalankan fungsi-fungsi Bapas itu sendiri mengingat Bapas Klas I Medan mempunyai cakupan wilayah kerja yang sangat luas yaitu meliputi 5 (lima) Kota dan 12 (dua belas) Kabupaten, yang mana setiap harinya paling tidak ada 3 (tiga) permintaan untuk melakukan Penelitian Kemasyarakatan atau litmas yang mana litmas tersebut menjadi salah satu hal yang penting dalam diversi karena berguna sebagai bahan pertimbangan bagi aparat penegak hukum.115 Melihat keterbatasan jumlah Petugas PK pada Bapas Klas I Medan ditambah lagi dengan cakupan wilayah kerja yang sangat luas, tentu saja hal ini sangat menghambat fungsi-fungsi dari Bapas itu sendiri. Terlebih lagi Petugas PK mempunyai tugas-tugas yang lainnya selain dari pada tugas pokok mereka yang mana tugas-tugas tersebut berasal dari perintah lansung atasan, hal ini dikarenakan seorang PK memiliki peran ganda dalam Institusi Bapas yaitu pertama sebagai Petugas PK Bapas dan yang kedua sebagai Petugas Bapas secara umum sehingga seringkali seorang PK menjalankan tugas-tugas yang berada diluar tugas pokoknya.116

Kemampuan Petugas Bapas masih dapat dibilang belum memuaskan baik dari segi kemampuan akademis, kemampuan menganalisis, dan memprediksi kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi apabila mengambil kebijakan atau keputusan tertentu menyangkut anak. Petugas Bapas masih banyak belum memahami prinsip-prinsip perlindungan anak, pemahaman yang mendalam tentang keberadaan anak sebagai pelaku tindak pidana dan belum memahami betul kedudukannya sebagai peneliti kemasyarakatan. Kondisi ini berdampak pada

115 Pasal 9 ayat 1 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

116

(32)

rendahnya kualitas dari litmas yang dilakukan oleh PK Anak, disamping itu juga

tak jarang pula litmas yang dibuat oleh PK Anak bersifat “copy paste

(mencontoh) atas rekomendasi-rekomendasi litmas sebelumnya. Padahal litmas mempunyai peran penting dalam pelaksanaan diversi, hal lainnya juga dapat dilihat dari rendahnya kemampuan PK Anak dalam melakukan diversi sehingga diversi tidak mencapai kesepakatan. Peran litmas juga harus didukung oleh kemampuan PK Anak dalam melakukan negoisasi pada proses diversi juga merupakan peran penting agar diversi mencapai kesepakatan, karena pada dasarnya PK Anak mempunyai beban moral agar diversi dapat mencapai kesepakatan untuk menghindarkan anak dari pemenjaraan.117

2. Sarana dan Prasarana yang Dimiliki Bapas.

Sangat luasnya cakupan wilayah kerja dari Bapas Klas I Medan (5 Kota dan 12 Kabupaten), menimbulkan konsekuensi pada ketersediaan sarana dan prasarana yang dapat menunjang atau mengoptimalkan kinerja dari Bapas tersebut. Sampai saat ini (pertanggal 19 April 2016 saat dilakukannya penelitian) Bapas Klas I Medan hanya mempunyai alat tranportasi yang berjumlah 5 (lima) unit yaitu 2 (dua) mobil dan 3 (tiga) sepeda motor dengan rincian 1 (satu) mobil dalam keadaan rusak dan terbengkalai, 1 (satu) mobil masih berfungsi, 1 (satu) sepeda motor dipakai oleh Bendahara dan 2 (dua) sepeda motor masih berfungsi. Dapat ditarik kesimpulan bahwa alat tranportasi yang seyogyanya dapat menunjang kinerja Bapas tersebut adalah 3 (tiga) unit dengan rincian 1 (satu) mobil dan 2 (dua) sepeda motor. Tentu saja hal ini tidaklah sepadan dengan

117

(33)

wilayah kerja Bapas Klas I Medan yang sangat luas dan tak jarang pula Petugas Bapas harus sampai kedalam pelosok-pelosok daerah. Konsekuensi yang harus ditanggung oleh Petugas Bapas adalah tak jarang apabila dalam melaksanakan diversi ke daerah yang jauh Petugas Bapas harus menumpang dengan instansi-instansi lainnya seperti halnya menumpang dengan pihak Kepolisian, atau juga dengan menggunakan alat tranportasi dan biaya masing-masing untuk melaksanakan tugasnya. Walaupun pada dasarnya ada biaya atau dana transport (dana operasional) yang diberikan kepada Petugas Bapas tapi tidak biaya atau dana tersebut masih kurang memadai.118

3. Kordinasi Aparat Penegak Hukum dengan Bapas.

Berbeda halnya pada pelaku tindak pidana dewasa, pada penanganan perkara anak tidak hanya melibatkan aparat penegak hukum semata melainkan juga Bapas. Maka dari itu aparat penegak hukum harus berkordinasi atau berhubungan secara aktif dengan Bapas dalam penanganan anak. Pada dasarnya hubungan aparat penegak hukum dan Bapas Klas I Medan dalam penanganan anak berjalan cukup baik akan tetapi tekadang aparat penegak hukum juga tidak memahami peran Bapas dalam penanganan perkara. Hal ini dapat dilihat masih adanya aparat penegak hukum yang terlambat ataupun secara mendadak untuk meminta litmas dari Bapas, tentu saja hal ini sangat membebani Bapas karena Bapas harus berlomba dengan jangka waktu apalagi apabila anak tersebut sudah ditahan. Hal lainnya adalah aparat penegak hukum melakukan diversi tanpa melibatkan Bapas yang pada dasarnya adalah pendamping dari anak, Bapas hanya

118

(34)

disuruh menandatangai Berita Acara Diversi tanpa dilibatkan didalamnya. Di satu sisi memang ini merupakan kabar baik karena diversi dapat mencapai kesepakatan dan tidak menambah beban kerja Bapas tapi di sisi lain jelas ini sangat bertentangan dengan undang-undang dan tugas Bapas dalam mendampingi anak. UU SPPA memberikana tugas kepada Bapas untuk mendampingi anak dalam proses diversi selain itu juga tujuan anak didampingi oleh Bapas agar anak tidak mendapatkan intimidasi atau diskriminasi dari aparat penegak hukum dan pihak lainnya yang ingin memaksakan kehendaknya kepada anak.119

C.Kultur Hukum.

Kultur hukum merupakan salah satu unsur dari sistem hukum yang membicarakan hal-hal sebagaimana dikemukakan diatas, oleh karena itu hukum tersebut tidak layak hanya dibicarakan dari segi struktur dan substansinya saja melainkan juga dari segi kulturnya. Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia terhadap hukum dan sistem hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.

Secara tidak lansung masyarakat juga berperan dalam penanganan perkara anak, tak terkecuali halnya dengan melalui mekanisme diversi. Bahkan dalam UU

119

(35)

SPPA sendiri sudah dicantumkan peran serta dari masyarakat tersebut.120 Akan tetapi tak jarang pula masyarakat yang menjadi penghambat dalam proses pelaksanaan diversi, masyarakat beranggapan bahwa setiap pelaku tindak pidana harus mendapatkan hukuman yang setimpal dengan apa yang telah diperbuatnya yaitu dijatuhi hukuman penjara dan tidak terkecuali halnya dengan anak sebagai pelaku tindak pidana. Pada saat menjalankan tugasnya dalam pembuatan litmas seringkali Bapas Klas I Medan mendapat kesulitan dari masyarakat ketika hendak mencari informasi mengenai si anak baik itu dari keluarga si anak itu sendiri maupun dari tetangga sekitar tempat tinggal anak. Masyarakat pada umumnya acuh terhadap kedatangan Bapas dan tidak mengetahui betapa penting litmas yang akan dibuat untuk kepentingan anak. Tidak hanya sampai di situ saja dalam proses diversi pun tidak jarang pula masyarakat menjadi penghambat dari keberhasilan diversi. Banyak keluarga korban yang tidak mau untuk dilakukannya diversi ataupun tidak mau berdamai dengan anak dan hanya mau anak tersebut dihukum oleh pengadilan ataupun apabila mau berdamai meminta ganti rugi yang sangat besar yang tidak dapat dipenuhi oleh anak.121 Kondisi ini semakin diperparah lagi karena lingkungan sekitar keluarga korban mendukung untuk itu sehingga kemungkinan tercapainya diversi semakin kecil.

120 Pasal 93 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.

121

(36)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Perlindungan terhadap anak merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan oleh negara termasuk kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Salah satu cara yang dilakukan dengan mengalihkan proses penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak dari proses yustisial menuju ke non yustisial, dan proses pengalihan tersebut dikenal dengan istilah diversi. Penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak melalui mekanisme diversi didasari oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan menggunakan pendekatan restoratif justice.

(37)

membantu tugas aparat penegak hukum seperti penyidik, penuntut umu dan hakim dalam proses penyelesaian perkara pidana anak.

3. Hambatan yang dihadapai Bapas Klas I Medan dalam pelaksanaan proses diversi adalah :

a. Faktor Substansi Hukum.

Pelaksanaan diversi yang dilakukan oleh Bapas Klas I Medan berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Secara keseluruhan tugas dari pada Bapas sudah diatur secara tegas oleh undang-undang ini, namun masih terdapat hambatan yang dihadapi oleh Bapas khususnya dalam pembuatan litmas. Undang-undang tidak melihat pada kondisi Bapas hari ini yang tidak memungkinkan Bapas untuk membuat litmas 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam, sehingga sampai saat ini ketentuan yang diamanatkan oleh undang-undang ini sulit untuk direalisasikan karena Bapas Klas I Medan mempunyai wilayah kerja yang luas dan terbatasnya jumlah PK Bapas itu sendiri.

b. Faktor Struktur Hukum.

(38)

yang dimiliki oeh Bapas Klas I Medan secara tidak lansung menjadi penghambat dari pelaksanaan tugas Bapas itu sendiri karena ketersediaan sarana dan prasarana juga membantu dalam pelaksanaan tugas suatu institusi, selain itu juga hubungan atau kordinasi antara aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara anak juga merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan tugas Bapas. Pada dasarnya Bapas Klas I Medan mempunyai kordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum akan tetapi terkadang masih dijumpai adanya pola kordinasi yang menjadi penghambat, seperti halnya terlambat meminta litmas dan tidak melibatkan Bapas dalam proses diversi sehingga keadaan seperti ini tidak jarang menjadi penghambat bagi Bapas.

c. Faktor Kultur Budaya.

Pola pikir masyarakat yang masih konvensional dan tidak mengerti diversi merupakan hambatan lainnya yang harus dihadapi oleh Bapas Klas I Medan. Masayarakat hanya berpikir bahwa setiap orang yang salah harus dihukum tanpa memikirkan bentuk dan tujuan dari dijatuhkannya penghukuman, keadaan seperti ini menyulitkan proses diversi untuk dapat dilaksanakan atau dapat tercapai kesepakatan diversi yang mana masyarakat tidak mengerti tujuan dari pelaksanaan diversi tersebut.

B. Saran

(39)

1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan wujud dari perlindungan yang diberikan kepada anak. Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh dalam mengupayakan segala hal agar implementasi dari undang-undang ini dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dengan membuat instrumen-intrumen pendukung seperti halnya Peraturan Pemerintah (PP) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

2. Bapas Klas I Medan harus meningkatkan kualitas para petugasnya khususnya bagi Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Anak (PK Anak) agar dapat memahami betapa pentingnya peran Bapas dalam pelaksanaan diversi tersebut agar nantinya diversi dapat mencapai kesepakatan.

(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan-pembahasan yang telah diuraikan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Perlindungan terhadap anak merupakan suatu kewajiban yang harus diberikan oleh negara termasuk kepada anak yang berkonflik dengan hukum. Salah satu cara yang dilakukan dengan mengalihkan proses penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak dari proses yustisial menuju ke non yustisial, dan proses pengalihan tersebut dikenal dengan istilah diversi. Penyelesaian perkara pidana yang dilakukan oleh anak melalui mekanisme diversi didasari oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, dengan menggunakan pendekatan restoratif justice.

(41)

membantu tugas aparat penegak hukum seperti penyidik, penuntut umu dan hakim dalam proses penyelesaian perkara pidana anak.

3. Hambatan yang dihadapai Bapas Klas I Medan dalam pelaksanaan proses diversi adalah :

a. Faktor Substansi Hukum.

Pelaksanaan diversi yang dilakukan oleh Bapas Klas I Medan berdasarkan pada ketentuan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Secara keseluruhan tugas dari pada Bapas sudah diatur secara tegas oleh undang-undang ini, namun masih terdapat hambatan yang dihadapi oleh Bapas khususnya dalam pembuatan litmas. Undang-undang tidak melihat pada kondisi Bapas hari ini yang tidak memungkinkan Bapas untuk membuat litmas 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam, sehingga sampai saat ini ketentuan yang diamanatkan oleh undang-undang ini sulit untuk direalisasikan karena Bapas Klas I Medan mempunyai wilayah kerja yang luas dan terbatasnya jumlah PK Bapas itu sendiri.

b. Faktor Struktur Hukum.

(42)

yang dimiliki oeh Bapas Klas I Medan secara tidak lansung menjadi penghambat dari pelaksanaan tugas Bapas itu sendiri karena ketersediaan sarana dan prasarana juga membantu dalam pelaksanaan tugas suatu institusi, selain itu juga hubungan atau kordinasi antara aparat penegak hukum dalam penyelesaian perkara anak juga merupakan faktor penting yang tidak dapat dipisahkan dalam pelaksanaan tugas Bapas. Pada dasarnya Bapas Klas I Medan mempunyai kordinasi yang baik dengan aparat penegak hukum akan tetapi terkadang masih dijumpai adanya pola kordinasi yang menjadi penghambat, seperti halnya terlambat meminta litmas dan tidak melibatkan Bapas dalam proses diversi sehingga keadaan seperti ini tidak jarang menjadi penghambat bagi Bapas.

c. Faktor Kultur Budaya.

Pola pikir masyarakat yang masih konvensional dan tidak mengerti diversi merupakan hambatan lainnya yang harus dihadapi oleh Bapas Klas I Medan. Masayarakat hanya berpikir bahwa setiap orang yang salah harus dihukum tanpa memikirkan bentuk dan tujuan dari dijatuhkannya penghukuman, keadaan seperti ini menyulitkan proses diversi untuk dapat dilaksanakan atau dapat tercapai kesepakatan diversi yang mana masyarakat tidak mengerti tujuan dari pelaksanaan diversi tersebut.

B. Saran

(43)

1. Lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak merupakan wujud dari perlindungan yang diberikan kepada anak. Pemerintah harus dengan sungguh-sungguh dalam mengupayakan segala hal agar implementasi dari undang-undang ini dapat benar-benar dirasakan oleh masyarakat. Salah satunya dengan membuat instrumen-intrumen pendukung seperti halnya Peraturan Pemerintah (PP) yang dibutuhkan dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

2. Bapas Klas I Medan harus meningkatkan kualitas para petugasnya khususnya bagi Petugas Pembimbing Kemasyarakatan Anak (PK Anak) agar dapat memahami betapa pentingnya peran Bapas dalam pelaksanaan diversi tersebut agar nantinya diversi dapat mencapai kesepakatan.

(44)

33

BAB II

PENGATURAN DIVERSI DALAM UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK

Filosofi sistem peradilan pidana anak adalah untuk mengutamakan perlindungan dan rehabilitasi terhadap anak yang mana anak dianggap sebagai manusia yang mempunyai sejumlah keterbatasan sehingga tidak dapat di samakan dengan orang dewasa. Anak akan selalu memerlukan perlindungan khususnya dari negara dalam keadaan apapun, terlebih lagi apabila seorang anak bersentuhan dengan hukum.

Konsep diversi didasarkan pada kenyataan bahwa proses peradilan pidana terhadap anak pelaku tindak pidana melalui sistem peradilan pidana lebih banyak menimbulkan bahaya daripada kebaikannya. Alasan dasarnya yaitu pengadilan akan memberikan stigmatisasi terhadap anak atas tindakan yang dilakukannya, seperti anak tersebut dianggap jahat sehingga lebih baik untuk menghindarkannya ke luar sistem pengadilan. Pelaksanaan diversi oleh aparat penegak hukum didasari oleh kewenangan aparat penegak hukum yang disebut dengan discretion atau diskresi.26

Diskresi di dalam penegakan hukum memang tidak dapat dihindarkan, mengingat keterbatasan-keterbatasan baik dalam kualitas perundang-undangan, sarana dan prasarana, kualitas penegak hukum maupun partisipasi masyarakat. Diskresi ini merupakan refleksi pengakuan bahwa konsep tentang penegakan hukum secara total (total enforcement) dan penegakan hukum secara penuh (full

(45)

34

enforcement) tidak mungkin terjadi. Hikmah yang terjadi adalah bahwa diskresi

inilah yang menjadi sumber pembaharuan hukum apabila direkam dan dipantau dengan baik dan sistematis.27

Pelaksanaan diversi memang didasari oleh keberadaan diskresi oleh aparat penegak hukum, akan tetapi terdapat perbedaan antara diskresi dan diversi yaitu, pada diskresi pengambilan kebijakan yang diambil oleh aparat penegak hukum mengikuti sifat kebijakan pribadi seseorang yang artinya bahwa hanya didasari dari penilaian subjektif semata sedangkan pada diversi merupakan suatu kebijakan yang bersifat kelembagaan karena merupakan suatu kewajiban dan memiliki kualifikasi atau aturan-aturan yang jelas.28

Di Indonesia sendiri pada dasarnya dimungkinkan untuk menyelesaikan perkara pidana anak melalui jalur luar pengadilan, ketentuan ini dapat dilihat pada Surat Kejaksaan Agung pada Mahkamah Agung No.P.1/20 tanggal 30 Maret 1951 yang menjelaskan bahwa anak adalah mereka yang menurut hukum pidana melakukan perbuatan yang dapat dihukum yang belum berusia 16 (enam belas) tahun. Jaksa Agung melaui surat ini menjelaskan bahwa menghadapkan anak-anak ke depan pengadilan, hanya sebagai langkah terakhir (ultimum remedium). Setiap anak masih dimungkinkan ada penyelesaian lain yang dipertimbangkan secara masak faedahnya.

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak dalam pelaksanaannya dianggap sudah tidak relevan lagi dengan keadaan yang ada pada saat ini sehingga perlu dilakukan perubahan yang didasarkan peran dan tugas

27 Maidin Gultom, Op.Cit, hlm. 22. 28

(46)

35

masyarakat, pemerintah dan lembaga negara lainnya untuk sama-sama bertanggung jawab meningkatkan kesejaterahan anak dan memberikan perlindungan khususnya bagi anak yang berhadapan dengan hukum. Lahirnya UU SPPA didasari oleh beberapa dasar pemikiran yaitu :29 Pertama, dasar filosofis bahwa pandangan hidup Bangsa Indonesia dalam berbangsa dan bernegara yaitu Pancasila. Penjabaran nilai-nilai dari pancasila setidaknya mencrminkan keadilan, ketertiban dan kesejaterahan yang diinginkan masyarakat. Nilai-nilai pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, dan kemanusiaan yang adil dan beradap, sehingga sebagai bangsa yang bermartabat permasalahan anak harus harus ditangani dengan memprioritaskan yang terbaik bagi anak.

Kedua, dasar sosiologis bahwa Pelaksanaan lembaga peradilan pidana anak dapat menguntungkan atau merugikan mental, fisik dan sosial anak. Pada saat ini tindak pidana yang dilakukan oleh anak cenderung terus meningkat dan hampir semua tindak pidana yang dilakukan oleh orang dewasa juga dilakukan oleh anak. Terlebih lagi dalam pelaksanaan lembaga peradilan tersebut anak sering kali dijadikan sebagai objek dan perlakuan yang di terima oleh anak cenderung merugikan anak tersebut. Ketiga, dasar yuridis bahwa Pasal 28 ayat (2) UUD 1945 menyatakan bahwa : setiap anak berhak atas kelansungan atas hidup, tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dan diskriminasi. Terlepas dari seperti apa kondisi dan keadaan seorang anak, dia harus tetap diberikan perlindungan. Keempat, dasar psikopolitik masyarakat adalah suatu kondisi nyata didalam masyarakat mengenai tingkat penerimaan atau tingkat

29 Lidya Rahmadani Hasibuan, Diversi Dan Keadilan Restoratif Justice Pembaharuan

(47)

36

penolakan terhadap suatu peraturan perundang-undangan. Tindak pidana yang dilakukan oleh anak baik lansung maupun tidak lansung merupakan suatu akibat dari tindakan yang dilakukan oleh orang dewasa dalam bersinggungan dengan anak atau merupakan sebagai bagian dalam proses interaksi anak dengan lingkungannya. Paradigma inilah yang harus ditanamkan kepada para penegak hukum dalam menghadapi anak yang melakukan tindak pidana.30

A.Asas-Asas Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

Asas hukum merupakan unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum, hal ini dikarenakan bahwa asas hukum ini merupakan suatu landasan bagi lahirnya suatu peraturan tersebut. C.W. Paton mengemukakan pendapatnya mengenai asas sebagai suatu sarana yang membuat hukum itu hidup, tumbuh dan berkembang dikarenakan hukum itu bukan sekedar kumpulan dari peraturan-peraturan belaka. Asas hukum itu sendiri mengandung nilai-nilai didalamnya sehingga oleh karena itu asas hukum tersebut menjadi jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis masyarakat.31

UU SPPA memuat beberapa asas yang menjadi hakikat dari keberadaan undang-undang ini. Asas-asas ini diletakan untuk mempertegas tujuan yang ingin di capai melalui undang-undang ini ataupun untuk menjadi tolak ukur dalam bekerjanya undang-undang ini.32 Asas-asas tersebut adalah :

1. Asas Perlindungan.

Bertujuan untuk melindungi dan mengayomi anak yang berhadapan dengan hukum dengan tetap mementingkan kepentingan si anak agar anak masih

30 M. Nasir Jamil, Op. Cit, hlm. 52-54.

31 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung : Citra Aditya Bakti, 2006, hlm, 45. 32

(48)

37

bisa menggapai masa depannya yang masih panjang dengan cara memberikan kesempatan kepada anak melalui pembinaan sehingga anak menemukan jati dirinya untuk menjadi manusia mandiri, bertanggung jawab, dan berguna bagi diri sendiri, keluarga dan lingkungan sekitarnya. Perlindungan anak dapat dilakukan baik secara lansung maupun tidak lansung dari tindakan yang membahayakan anak.

2. Asas Keadilan.

Bahwa setiap penyelesaian perkara anak harus mencerminkan rasa keadilan bagi anak. Pihak-pihak yang terlibat dalam proses penyelesaian perkara anak harus menghindari dan menjauhkan anak dari proses peradilan sehingga dapat menghindari dari stigmatisasi terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.

3. Asas Non Diskriminasi.

Bahwa tidak adanya perlakuan yang berbeda-beda kepada anak yang didasari oleh suku, agama, ras, golongan, jenis kelamin, etnik, budaya, bahasa, status hukum anak, urutan kelahiran anak dan kondisi fisik dan/atau mental anak.

4. Asas Kepentingan Terbaik Bagi Anak.

(49)

38

mengembalikan dan mengantarkan anak menuju masa depan yang baik untuk mengembangkan dirinya.

5. Asas Penghargaan Terhadap Pendapat Anak.

Bahwa anak tidak boleh dipandang sebelah mata. Anak harus diberikan kebebasan dalam rangka mengembangkan kreativitasnya dan intelektualitasnya (daya nalar) dengan melakukan penghormatan atas hak anak untuk berpartisipasi dalam menyatakan pendapatnya sesuai dengan tingkat usia anak dalam pengambilan keputusan, terutama jika menyangkut hal yang mempengaruhi kehidupan anak.

6. Asas Kelansungan Hidup dan Tumbuh Kembang Anak.

Merupakan hak asasi yang paling mendasar bagi anak yang harus dilindungi oleh negara, pemerintah, masyarakat, keluarga dan orang tua.

7. Asas Pembinaan dan Pembimbingan Anak.

Suatu kegiatan yang bertujuan meningkatkan kualitas jasmani dan rohani anak mulai dari ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, intelektual, sikap dan perilaku, pelatihan keterampilan dan profesional anak baik yang dilakukan didalam maupun diluar proses peradilan pidana.

8. Asas Proporsional.

(50)

39

anak harus melihat situasi, kondisi mental dan fisik, keadilan sosial dengan kemampuannya pada usia tertentu.

9. Asas Perampasan Kemerdekaan dan Pemidanaan Sebagai Upaya Terakhir. Bahwa pada dasarnya seorang anak tidak boleh untuk dirampas kemerdekaannya, kecuali terpaksa guna kepentingan penyelesaian perkara. 10. Asas Penghindaran Pembalasan.

Semua pihak yang terlibat dalam tindak pidana (korban, anak dan masyarakat) dalam mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan tidak berdasarkan pembalasan. Penghindaran pembalasan adalah prinsip menjauhkan upaya pembalasan dalam proses peradilan pidana anak.33

Selain asas-asas di atas, di dalam UU SPPA ini juga menganut beberapa asas mengenai proses penyelesaian perkara anak di pengadilan (asas dalam hukum acaranya), yaitu :

1. Pembatasan Umur.

Bahwa seorang anak yang dapat di periksa di Sidang Pengadilan Anak ditentukan secara limitatif yaitu minimum berumur 12 tahun dan maksimum 18 tahun dan belum pernah kawin. Apabila seorang anak pada saat melakukan tindak pidana belum berusia 18 tahun dan diajukan ke sidang pengadilan setelah berusia lewat dari 18 tahun akan tetapi belum mencapai umur 21 tahun maka anak tersebut akan tetap diajukan ke Pengadilan Anak. 2. Pembatasan Ruang Lingkup Masalah.

33

(51)

40

Bahwa masalah yang di periksa di Pengadilan Anak hanyalah menyangkut masalah anak saja. Pemeriksanaan hanya untuk perkara pidana saja sehingga masalah-masalah lain di luar pidana bukan merupakan wewenang dari Pengadilan Anak.

3. Ditangani Pejabat Khusus.

Bahwa perkara anak harus ditangani oleh pejabat khusus yang diangap memiliki kompetensi tentang anak yaitu Penyidik Anak, Penuntut Umum Anak dan Hakim Anak.

4. Suasana Pemeriksaan.

Bahwa dalam pemeriksaan perkara anak harus dijauhkan dari suasana yang dapat membuat anak takut ataupun merasa terintimidasi. Dalam pemeriksaan tersebut para aparat penegak hukum tidak menggunakan atribut mereka yang biasanya digunakan dalam proses persidangan dewasa. 5. Keharusan Splitsing.

Bahwa seorang anak tidak boleh disidangkan atau diadili bersama-sama dengan orang dewasa baik yang berstatus sipil maupun militer. Apabila seorang anak melakukan tindak pidana bersama-sama dengan orang dewasa maka anak akan tetap di periksa di Pengadilan Anak.

6. Acara Pemeriksaan Tertutup.

(52)

41

7. Diperiksa Oleh Hakim Tunggal.

Bahwa pada dasarnya proses pemerisaan di pengadilan hanya dilakukan oleh Hakim Tunggal saja akan tetapi dalam keadaan tertentu seperti ancaman tindak pidana yang dilakukan oleh anak lebih dari 7 tahun atau lebih atau sulit pembuktiannya maka proses pemeriksaan dimungkinkan untuk dilakukan oleh Hakim Majelis.

8. Masa Penahanan Lebih Singkat.

Bahwa masa penahanan terhadap anak dilakukan lebih singkat dari pada orang dewasa. Oleh Penyidik anak hanya dapat di tahan maksimal 15 hari (7 hari dan diperpanjang 8 hari), Oleh Penuntut Umum hanya dapat di tahan maksimal 10 hari (5 hari dan diperpanjang 5 hari), Oleh Hakim hanya dapat di tahan maksimal 25 hari (10 hari dan diperpanjang 15 hari).

9. Hukuman Lebih Ringan.

Bahwa hukuman yang dijatuhkan kepada anak lebih ringan dari pada orang dewasa. Anak hanya dihukum maksimal 10 tahun penjara atau setengah dari hukuman maksimal penjara orang dewasa.34

B.Tujuan Sistem Peradilan Pidana Anak

Sebagaimana yang telah dikemukakan bahwa Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Pidana Anak yang dianggap sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan kebutuhan hukum masyarakat karena belum secara komprehensif memberikan perlindungan kepada anak yang berhadapan

34

(53)

42

dengan hukum sehingga dibutuhkan undang-undang yang baru. Lahirnya UU SPPA dianggap menjadi jawaban dari kekurangan undang-undang sebelumnya (UU No.3 Tahun 1997), penamaan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak memang lebih tepat dari pada Undang-Undang Pengadilan Pidana Anak dikarenakan undang-undang tersebut berisi pengaturan yang berhubungan dengan sistem peradilan pidana anak yaitu mulai dari Penyidikan oleh Polisi Anak (Penyidik Anak), Penuntutan oleh Penuntut Umum Anak, Pengadilan oleh Pengadilan Anak dan Hakim Anak sampai dengan Lembaga Pembinaan Khusus Anak (LPKA).35

Sistem peradilan pidana anak pada dasarnya bertujuan memberikan yang paling baik bagi anak, tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat dan tetap tegaknya wibawa hukum. Sistem peradilan pidana anak diselengarakan dengan tujuan untuk mendidik kembali dan memperbaiki sikap dan perilaku anak sehingga ia dapat meninggalkan perilaku buruk yang selama ini dilakukannya dengan mengupayakan rehabilitasi melalui mekanisme pembimbingan atau pendidikan.

Lebih jauh lagi Gordon Bazemore menyatakan bahwa tujuan dari sistem peradilan pidana anak itu sendiri berbeda-beda, tergantung pada paradigma sistem peradilan pidana anak yang dianut didalamnya, yaitu : Pertama, tujuan sistem peradilan pidana anak dengan paradigma pembinaan individual (Individual

Treatment Paradigm). Menurut paradigma ini yang dipentingkan adalah

penekanan pada permasalahan yang dihadapi oleh pelaku bukan pada perbuatan

(54)

43

atau kerugian yang diakibatkan dari perbuatan tersebut. Penjatuhan sanksi pidana dalam sistem peradilan pidanan anak dengan paradigma pembinaan individual adalah tidak relevan dan secara umum tidak layak, karena hal tersebut dianggap tidak dapat untuk menyelesaikan masalah yang ada. Sebaliknya pencapaian tujuan sanksi harus ditonjolkan pada indikator-indikator yang mengindentifikasi pelaku

Referensi

Dokumen terkait

Pemilihan bahan koagulan yang ramah lingkungan merupakan faktor penting dalam pemurnian air sehingga tidak mencemari lingkungan.Tujuan penelitian ini adalah

Seseorang anak yang telah termotivasi untuk belajar sesuatu, akan berusaha mempelajarinya dengan baik dan tekun, dengan harapan memperoleh hasil yang baik. Dalam hal

komprehensif yang dimulai dari kehamilan, persalinan, bayi baru lahir, nifas. dan perencanaan

Persentase ini meningkat pada pertemuan ketiga Siklus II, siswa kategori baik sebesar 55% dan siswa yang sangat baik sebesar 45%, (2) penerapan model pembelajaran

Pemilihan buku atau media cetak lainnya seperti surat kabar sebagai sumber informasi antara lain disebabkan karena buku (media cetak) merupakan media informasi

Website ini dikembangkan dengan menggunakan perangkat lunak yakni Sublime Text 2, XAMPP yang merupakan gabungan dari Apache Web Server, bahasa pemrograman PHP, dan

DD Form 2 0 0 “DD Foti” 626 DD Form 805 DD Form 858 DD Form 1222 DD Form 1225 DD Form 1387-2 DD Form 1532 DD Form 1574 DD Form 1574-1 DD Form 1575 DD Form 1575-1 DD Form 1576 DD

Proses pada sistem e- Research Management dimulai dari pengajuan proposal oleh peneliti, persetujuan proposal oleh pihak pengelola penelitian di perguruan tinggi, pencatatan