Penegakan Hukum terhadap Cyber Crime
di Indonesia
Disusun oleh :
Anis Istiqomah
11010114140572
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
Penegakan Hukum terhadap Cyber Crime
di Indonesia
1. Pendahuluan
Globalisasi telah menjadi pendorong lahirnya era
perkembangan teknologi informasi. Fenomena kecepatan
perkembangan teknologi informasi ini telah merebak di seluruh
belahan dunia. Tidak hanya negara maju saja, namun negara
berkembang juga telah memacu perkembangan teknologi
informasi pada masyarakatnya masing-masing, sehingga
teknologi informasi mendapatkan kedudukan yang penting bagi
kemajuan bangsa.
Di era globalisasi informasi ini sudah bisa atau sedang kita
rasakan akibat buruknya bagi kehidupan dan peradaban
manusia, di samping ada manfaat yang bisa diperoleh manusia.
Manusia memang sudah banyak mendapatkan keuntungan
dengan globalisasi informasi, karena manusia diberi kemudahan
mendapatkan atau mengakses informasi sebanyak-banyaknya,
sehingga manusia dapat menguasai dinamika sains dan
riil dalam kehidupan manusia. Kehidupan manusia semakin akrab
dengan berbagai bentuk kejahatan alam maya (cyber crime),
yang tidak bisa dipungkiri sebagai akibat dan bahkan sasaran
dari globalisasi informasi. Berbagai produk teknologi seperti
computer misalnya telah dijadikan sebagai media untuk
kepentingan informasi global, dan produk teknologi inilah yang
sekaligus memperlancar maraknya cyber crime.
Muhammad Kusnardi dan Bintan Saragih berpendapat,
bahwa negara hokum menentukan alat – alat perlengkapannya
yang bertindak menurut dan terikat kepada peraturan –
peraturan yang ditentukan terlebih dahulu oleh alat – alat
perlengkapan yang dikuasakan untuk mengadakan peraturan –
peraturan itu.1 Tindakan yang dilakukan aparat inilah yang
dikategorikan sebagai implementasi hukum.
Alat negara itu yang bertanggung jawab untuk
menggunakan hukum sebagai senjata guna melawan berbagai
bentuk kejahatan yang akan, sedang atau telah mengancam
bangsa Indonesia. Alat negara (penegak hukum) dituntut bekerja
keras seiring dengan perkembangan dunia kejahatan, khususnya
perkembangan cyber crime yang semakin mengkhawatirkan. Alat
negara ini menjadi subjek utama yang berperang melawan cyber
crime.
2. Permasalahan
Makalah ini akan membahas tiga permasalahan yang
terdiri dari :
A. Bagaimana bentuk dan karakteristik kejahatan cyber
crime?
B. Bagaimana penegakan hukum terhadap cyber crime di
Indonesia?
C. Bagaimana sanksi pidana bagi pelaku kejahatan cyber
3. Pembahasan Masalah
Dalam makalah ini akan dibahas masalah – masalah
mengenai :
A. Bentuk dan karateristik kejahatan cyber crime 1) Bentuk kejahatan cyber crime
Sesungguhnya banyak perbedaan di antara para ahli
dalam mengklasifikasikan kejahatan computer (computer
crime). Ternyata dari klasifikasi tersebut terdapat kesamaan
dalam beberapa hal. Untuk memudahkan klasifikasi kejahatan
computer (computer crime) tersebut, maka dari beberapa
klasifikasi dapat disimpulkan :2
Secara umum terdapat beberapa bentuk kejahatan yang
berhubungan erat dengan penggunaan teknologi informasi
yang berbasis utama komputer dan jaringan telekomunikasi
ini, dalam beberapa literatur dan praktiknya dikelompokkan
dalam beberapa bentuk, antara lain:
a. Unauthorized acces to computer system and servis Kejahatan yang dilakukan dengan memasuki atau
menyusup ke dalam suatu sistem jaringan komputer
secara tidak sah, tanpa izin atau tanpa sepengetahuan
dari pemilik sistem jaringan komputer yang
hukum atau mengganggu ketertiban umum. c. Data forgery
Merupakan kejahatan dengan memalsukan data pada
dokumen – dokumen penting yang tersimpan sebagai
scriptless document melalui internet. d.Cyber espionage
Merupakan kejahatan yang menfaatakan jaringan internet
untuk melakukan kegiatan mata – mata terhadap pihak lain,
dengan memasuki sistem jaringan computer (computer
network system) pihak sasaran. e.Cyber sabotage and extortion
Kejahatan ini dilakukan dengan membuat gangguan,
komputer atau sistem jaringan komputer yang terhubung
dengan internet.
f. Offense against intellectual property
Kejahatan ini ditujukan terhadap hak atas kekayaan
intelektual yang dimiliki pihak lain di internet. Sebagai contoh
adalah peniruan tampilan pada web page suatu situs milik
orang lain secara illegal, penyiaran suatu informasi di internet
yang ternyata merupakan rahasia dagang orang lain dan
sebagainya.
g.Infrengments of privacy
Kejahatan ini ditujukan terhadap informasi seseorang yang
merupakan hal sangat pribadi dan rahasia. Kejahatan ini
biasanya ditujukan terhadap keterangan seseorang pada
formulir data pribadi yang tersimpan secara computerized,
yang apabila diketahui oleh orang lain akan dapat merugikan
korbannya secara materiil maupun immaterial seperti nomor
kartu kredit, nomor PIN ATM, cacat atau penyakit tersembunyi
dan sebagainya.
kebutuhan masyarakat akan berubah secara kuantitatif dan
Berdasarkan beberapa literatur serta praktiknya, cyber
crime memiliki beberapa karakteristik, yaitu :3
a. Perbuatan yang dilakukan secara illegal, tanpa hak atau
tidak etis tersebut terjadi dalam ruang atau wilayah
siber atau cyber (cyberspace), sehingga tidak dapat
dipastikan yurisdiksi negara mana yang berlaku
terhdapnya.
b. Perbuatan tersebut dilakukan degan menggunakan
peralatan apa pun yang terhubung dengan internet. c. Perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian materiil
maupun immaterial (waktu, nilai, jasa, uang, barang,
harga diri, martabat, kerahasiaan informasi) yang
cenderung lebih besar dibandingkan dengan kejahatan
konvensional.
d. Pelakunya adalah orang yang menguasai penggunaan
internet beserta aplikasinya.
e. Perbuatan tersebut sering dilakukan secara
transnasional atau melintasi batas negara.
B.Penegakan hukum terhadap cyber crime di Indonesia
Penyalahgunaan TI telah menjadi salah satu agenda dari
kejahatan di tingkat global. Kejahatan di tingkat global ini
menjadi ujian berat bagi masing – masing negara untuk
memeranginya. Alat yang digunakan oleh negara untuk
memerangi cyber crime ini adalah hukum. Hukum difungsikan,
salah satunya untuk mencegah terjadinya dan menyebarnya
cyber crime, serta menindak jika cyber crime terbukti telah
menyerang atau merugikan masyarakat dan negara.
Faktanya, tersedianya Teknologi Informasi tentu tidak
dengan sendirinya muncul begitu saja ke permukaan,
melainkan sudah barang tentu ada pihak yang menyediakan
jasa internet yang disebut ISP (Internet Service Provider)
termasuk di dalamnya penyedia jaringan akses (connection
provider), penyedia content (information provider) dan
penyedia search engine yang lazim disebut portal serta pihak
yang lain disebut sebagai pemilik informasi. Pemilik ini telah
menjadi pemegang hak yang tentu saja nilainya mahal. Ada
hak asasi di bidang intelektual yang melekat dalam diri
seseorang. Namanya juga hak, tentulah hal ini tergolong asasi
(fundamental) yang tidak boleh dipermainkan atau dirugikan
oleh siapapun.
Jika sudah sampai pada aspek pencegahan dan
pengayoman terhadap pemilik informasi dari cyber crime,
maka upaya yang dilakukan untuk mewujudkan tahapan ini
intelektual. 4Jika selama ini di Indonesia dikenal sebagai
Negara yang kurang serius menangani masalah cyber crime,
maka hal ini menunjukkan kalau masalah perlindungan hak di
bidang ini belum sebaik perlindungan di bidang lainnya.
Kalau kita sepakat mengakui esensi hak, tentulah kita
dapat merefleksi makna hak asasi manusia sebagaimana
diatur dalam Pasal 1 angka (1) Undang – Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Hak asasi manusia
adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikatnya dan
keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa
dan merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung
tinggi dam dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan
martabat manusia.
UU HAM tersebut dapat dijadikan sebagai rujukan umum
supaya kita mau menghormati eksistensi hak asasi manusia, di
antaranya hak – hak di bidang intelektual. Penghormatan yang
bisa diberikan, jika itu aparat negara, adalah melindungi hak –
haknya dari perbuatan – perbuatan yang melanggar hukum
dan merugikannya. Salah satu bentuk kejahatan yang
mengancam hak intelektual adalah cyber crime.
Yang terbaru di Indonesia, untuk mencegah dan
menanggulangi kejahatan cyber crime yang semakin
maraknya seiring perkembangan zaman, pemerintah telah
mengundangkan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Undang –
undang ini dapat dijadikan sebagai rujukan khusus apabila
terjadi kasus kejahatan cyber crime.
Salah satu contoh kasus kejahatan cyber crime adalah
pemblokiran ISP Indonesia oleh komunitas Merchants
International di tahun 2004. Sebagai pembenarannya, banyak
ISP Indonesia diblokir oleh komunitas tersebut dan semua
pengguna (user) di Indonesia termasuk warga negara asing
yang memegang kartu kredit tidak boleh melakukan transaksi
secara online. Jadi yang diblokir bukan kartu kredit di Indonesia
melainkan IP (Internet Provider) negara Indonesia, yang mana
penolakan transaksi online lewat kartu kredit melalui IP
Indonesia seperti Netzo.com, Amazone.com dan beberapa
lainnya, praktis tidak dapat diterima oleh jaringan jual beli
secara online. Hal ini disebabkan prosesnya yang telah atau
sedang menghadapi kerentanan akibat kriminalitas.
Kasus lainnya yang sempat menjadi sensasi di dalam
hacker saat berlibur di Singapura. Ia dituduh melanggar
cyberlaw di Singapura sehubungan dengan aktivitasnya di IRC
(Internet Relay Chat). Ia langsung ditahan oleh Kepolisian
Singapura dan dijerat dengan Undang – Undang
Penyalahgunaan Komputer (Computer Misuse Act).
Beberapa kasus serius tersebut jelas menimbulkan
implikasi negatif terhadap perkembangan dunia usaha
Teknologi Informasi Indonesia. Dunia TI dinilai menyimpan
potensi kerawanan yang membahayakan dan merugikan
masyarakat, negara, dan konsumen.
Oleh karena itu, upaya perlindungan hukum terhadap
kegiatan yang dilakukan di internet, baik yang meupakan
kegiatan bisnis (e-business), birokrasi pemerintahan,
pengguna pribadi diperlukan perpanjangan jangkauan “rule of
the law” ke dalam dunia cyber. Hal tersebut sedang dalam
proses penanganan di berbagai negara yang menunjukkan
geliatnya di bidang teknologi, khususnya Indonesia dengan
menggunakan pengembangan perlindungan secara teknis
dengan berbagai sistem yang diciptakan oleh para ahli bidang
komputer dan network, di samping adanya implementasi
penegakan hukum (law enforcement) yang konsisten dan
C.Sanksi pidana pelaku cyber crime dalam UU ITE
Seperti telah diketahui, kebijakan legislasi hampir selalu
menggunakan hukum pidana untuk menakut – nakuti atau
mengamankan bermacam – macam kejahatan yang mungkin
timbul dari berbagai bidang. Fenomena semacam ini
memberikan kesan seolah – olah dirasakan kurang sempurna
atau hambar bila suatu produk perundang – undangan tidak
ada ketentuan pidananya. Oleh karena itu, sebagai salah satu
masalah sentral dalam politik kriminal, sanksi hukum pidana
seharusnya dilakukan melalui pendekatan rasional, karena jika
tidak, akan menimbulkan “the crisis of over criminalization”
(krisis kelebihan kriminalisasi) dan “the crisis of ovverech of
the criminal law” (krisis pelampauan batas dari hukum
pidana).5
Sanksi pidana yang ditetapkan dalam UU ITE ini berupa
pidana penjara dan pidana denda. Kedua macam pidana
tersebut ditetapkan secara maksimum khusus saja. Hal ini
perlu mendapat perhatian karena terdapat kelemahan jika
hanya diberlakukan maksimum khusus saja tanpa minimum
khusus, karena dalam praktiknya nanti dimungkinkan terjadi
disparatis. Oleh karenanya sebaiknya sanksi minimum khusus
perlu diakumulasikan juga mengingat kejahatan cyber crime
ini bukanlah kejahatan biasa yang menimbulkan kerugian yang
tidak sederhana.
Selain itu, dengan penetapan dua macam pidana tadi
tanpa ada tambahan variasi berupa pidana lain, misalnya saja
pidana tindakan bagi korporasi dan juga tidak kalah penting
sangat perlu diatur mengenai pidana ganti kerugian bagi
korbannya melalui sarana hukum pidana. Karena sebagaimana
perkembangan dalam hukum ekonomi telah dianut ganti
kerugian bagi korban dalam hal pidana sebagaimana dalam
undang – undang perlindungan konsumen maupun undang –
undang yang mengatur tindak pidana ekonomi lainnya.
Kedudukan korban perlu diperhatikan mengingat jika kerugian
yang ditimbulkan aibat kejahatan tidak sedikit.
Pada kenyataan yang ada, tidak terlihat secara nyata
korban dari kejahatan cyber dibandingkam korban dari
kejahatan konvensional, tetapi selain korban dari kejahatan
cyber lebih besar jumlahnya, juga dampak yang ditimbulkan
bila diperhatikan justru lebih berbahaya dari kejahatan
begitu saja, khususnya dalam praktik penegakan hukum
terhadap kejahatan tersebut.
Sejauh ini perkembangan hukum pidana di luar Indonesia,
umpamanya Belanda, ganti kerugian adalah salah satu bentuk
pidana. Akhirnya, Indonesia pun melakukan hal serupa
terhadap kejahatan bisnin dimana ganti kerugian adalah salah
satu yang dapat dijatuhkan sebagai jenis pidana baru. Ganti
kerugian ini dapat berupa ganti kerugian kepada korban, dapat
pula mengganti kerusakan yang telah ditimbulkan. Bila
timbulnya pertanyaan apakah semua korban dalam kejahatan
bisnis mendapat perhatian atau kepedulian dalam bentuk
perlindungan hukum.
Tampaknya apabila dalam hal kejahatan cyber juga
digunakan sarana berupa ganti kerugian sebagaimana dalam
hal kejahatan bisnis, maka penanggulangan kejahatan cyber
akan lebih efektif. Dikatakan lebih efektif karena korban tidak
akan segan – segan untuk melaporkan kepada penegak
hukum, selain dapat memberi jera pelaku juga member rasa
keadilan bagi korban. Bukankah hak korban itu sendiri, pada
dasarnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
dalam penegakan hukum, menerapkan prinsip pemberian
bantuan hukum sebagai salah satu hak asasi manusia.
Mengenai ganti kerugian dimasukkan dalam sanksi pidana
untuk cyber crime perlu diakomodasi sebagai bentuik
perkembangan penanggulangan kriminalitas, yaitu adanya
kesimbangan perlindungan antara pelaku dan korban. Hal ini
sangat penting karena apabila seperangkat sanksi pidana yang
telah ditetapkan merupakan hasil pilihan yang kurang tepat
atau sudah tidak sesui lagi dengan perkembangan kriminalitas,
maka adalah wajae apabila penanggulangan perkembangan
kriminalitas agak “terganggu”. Hubungan antara gejala masa
kini, yaitu adanya peningkatan dan perkembangan kriminalitas
di satu pihak dengan keterbatasan jumlah sanksi pidana yang
tersedia bagi hakim dan jaksa di lain pihak, merupakan salah
satu masalah di bidang kebijakan pemidanaan (centecing
polity) yang cukup sulit.6
4. Kesimpulan
Kejahatan cyber crime timbul dikarenakan
ketidakmampuan hokum (termasuk aparat) dalam
menjangkaunya. Hal ini dikarenakan cyber crime merupakan
kejahatan yang baru. Di Indonesia penegakan hukum terhadap
kejahatan cyber crime telah diwujudkan dalam bentuk Undang
Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
DAFTAR PUSTAKA
Rahardjo, Agus. 2002. Cybercrime-Pemahaman dan Upaya
Pencegahan Kejahatan Berteknologi. Bandung: Citra Aditya Bakti. Suhariyanto, Budi. 2013. Tindak Pidana Teknologi Informasi
(Cybercrime):Urgensi Pengaturan dan Celah Hukumnya. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Wahid, Abdul dan Mohammad Labib. 2005. Kejahatan Mayantara (Cybercrime). Bandung: PT Refika Aditama.
http://www.reskrimsus.metro.polri.go.id