• Tidak ada hasil yang ditemukan

penerapan teknik memotong dan merekatkan (cutting-gluing dalam pembelajaran menulis resensi novel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "penerapan teknik memotong dan merekatkan (cutting-gluing dalam pembelajaran menulis resensi novel"

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

(Sebuah Penelitian Tindakan pada Siswa Kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School Cilandak Jakarta Selatan

Tahun Pelajaran 2010-2011)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia pada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (S.Pd)

Dewi Yanti 106013000294

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

i

ABSTRAK

Menulis merupakan keterampilan berbahasa yang memerlukan latihan agar dapat dikuasai dengan baik. Menulis juga memerlukan keterampilan yang cukup banyak seperti pilihan kata, keterkaitan paragraf, gaya bahasa, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pembelajaran menulis harus mendapatkan perhatian lebih agar keterampilan menulis yang dianggap kompleks dan rumit dapat dikuasai dengan mudah.

Pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam sastra, dikenal adanya menulis resensi. Menulis resensi merupakan kegiatan menulis yang memerlukan ingatan yang berintegrasi dengan kegiatan membaca karena seseorang harus cerdas membaca terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan meresensi. Menulis resensi buku, selain akan mengefektifkan kegiatan membaca, juga akan membuat diri kita dapat berlatih mengungkapkan pemahaman kita terhadap sebuah gagasan secara tertulis.

Kegiatan pembelajaran menulis resensi novel yang diberikan kepada siswa kelas XII ini menggunakan teknik Memotong dan Merekatkan (Cutting-Gluing). Teknik ini diberikan kepada siswa karena menurut peneliti kegiatan pembelajaran dengan menggunakan teknik ini cukup menarik dan dapat menumbuhkan motivasi siswa untuk menyenangi kegiatan menulis resensi. Teknik cutting-gluing dilakukan dengan cara “memotong” dan “merekatkan” materi yang ada di dalam buku. Dengan kegiatan ini diharapkan tidak ada lagi siswa yang bersantai dalam kegiatan menulis.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis telah melakukan penelitian. Dalam skripsi ini, penulis mengajukan hipotesis diantaranya, penulis mampu mengajarkan pembelajaran menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan (cutting-gluing) pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School, siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School mampu menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan, dan teknik memotong dan merekatkan tepat digunakan dalam pembelajaran menulis resensi novel pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan, dapat disimpulkan Penulis mampu mengajarkan pembelajaran menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan (cutting-gluing) pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School. Hal ini didukung berdasarkan hasil penilaian siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School terhadap tingkah laku guru dalam mengajar. Dengan nilai persentase rata-rata 91,2 % dengan kategori A (sangat baik), siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School mampu menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan. Hal ini terbukti dari hasil pretest dengan rata-rata 5,97 dan setelah mengikuti posttest mencapai rata-rata 9,53. Perbedaan ini menunjukkan peningkatan sebesar 19,7%, Teknik memotong dan merekatkan tepat digunakan dalam pembelajaran menulis resensi novel pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School. Hal ini terbukti berdasarkan uji statistik, diketahui t hitung  t tabel yaitu 0,89  0,20 dalam tingkat kepercayaan 95 % dan derajat kebebasan 17.

(3)

ii

memberikan rahmat dan karunia-Nya, serta kesehatan rohani dan jasmani. Juga atas izin dan kasih-Nya penulis diberikan kemudahan sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pembelajaran Menulis Resensi Novel dengan Menggunakan Teknik Memotong dan Merekatkan (cutting-gluing) Sebuah Penelitian Tindakan Pada Siswa Kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School Cilandak-Lebak Bulus Jakarta Selatan Tahun Pelajaran 2010/2011”. Shalawat dan salam semoga terlimpahcurahkan kepada sang utusan Allah Swt, yang menghindarkan kita dari jalan kegelapan yaitu Nabi Muhammad Saw.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Sekaitan dengan hal itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini belumlah sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kepentingan pendidikan.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis tidak luput dari berbagai hambatan dan rintangan. Tanpa bantuan dan peran serta berbagai pihak, karya ini tidak mungkin terwujud. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A., selaku Dekan FITK UIN Jakarta. 2. Bapak Drs. E. Kusnadi “bapaknya anak-anak PBSI” (mantan Kajur PBSI 2006

hingga 2010), bapak yang terlihat keras luarnya, namun lembut hatinya. Bapak yang selalu memberikan semangat pada penulis selama menjadi mahasiswa hingga meraih gelar sarjana. (terima kasih tak terhingga untuk jasamu);

(4)

iii

kasih untuk arahan, bimbingan, dan semangatmu untuku bunda);

5. Ibu Dra. Elvi Susanti, M.Pd., selaku dosen PBSI yang telah memberikan ilmu, motivasi, dan semangat kepada penulis hingga penyelesaian skripsi ini;

6. Bapak Dr. Alek, S.S, M.Pd., selaku Dosen PBSI yang telah memberikan ilmu dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini;

7. Bapak dan Ibu Dosen di lingkungan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta, yang selama ini telah membekali penulis berbagai ilmu pengetahuan;

8. Papa Yusuf Tuahuns dan Mama Nur Siauta tercinta, yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis untuk terus maju, dan selalu memberikan kasih sayangnya sampai detik ini (mama, papa, ini persembahan untukmu LOVE YOU FULL);

9. Adik-adik tersayang, Rahmadani, Fazrin Yusuf, Zulfi Wilda, Nazwa Yusuf, dan Jasya Yusuf yang selalu menemani hari-hari indahku dengan canda tawa, dan tangisan nakal mereka. (Adik-adiku kakak sayang kalian, kalian penyemangat hidupku, kakak akan terus kuat dan bertahan, berusaha untuk masa depan kalian, Love You All);

10.Nenek Farida Tuahuns/Lumintang dan Alm. Kakek Purnawirawan Achmad Tuahuns yang selalu memberikan dukungan dan doa yang tulus untuk penulis. (nenek, kakek kakak sayang kalian, tanpa kalian kakak tak mungkin dapat seperti sekarang ini…kakeku…engkau pasti tersenyum dari sana melihat cucumu ini dapat menyelesaikan semuanya dengan baik, ini untukmu kakekku…”kaka sayang tete paskali” ((bahasa daerah Ambon= kakak sangat sayang kakek));

(5)

iv

semangatmu. (kau satu-satunya sahabat sejati yang ku miliki, kita jalani susah-senang bersama, canda tawa dan tangisan mengiringi persahabatan kita. Akhirnya terwujud sudah cita-cita kita untuk menyelesaikan skripsi dan mengenakan toga dalam waktu yang sama. Wie sayang oeng….);

14.Putri Minda dan Isroyati terima kasih untuk bantuan, semangat dan dukungan penuh atas terselesaikannya skripsi ini. (put,….terima kasih ya…);

15.Keluarga besar BEM-J PBSI terima kasih atas semangat yang telah kalian berikan padaku;

16.Seluruh mahasiswa/mahasiswi PBSI angkatan 2006 “teman-temanku seperjuangan” terima kasih atas dukunganya;

17.Bapak Sapri selaku pengurus tata usaha PBSI, yang selalu bersabar melayani mahasiswanya termasuk penulis;

18. dan untuk berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

Semoga semua bantuan, dukungan, dan partisipasi yang diberikan kepada penulis senantiasa mendapat pahala yang berlipat ganda dari Allah Swt. Serta diberikan balasan setimpal dari Allah Swt. Amin.

Akhirnya, penulis pun berharap, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kemajuan pendidikan dan pembelajaran bahasa, khususnya pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia.

Jakarta, Desember 2010.

(6)

v

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTARLAMPIRAN ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Identifikasi Masalah ... 4

C. Pembatasan Masalah ... 5

D. Rumusan Masalah Penelitian ... 5

E. Tujuan Penelitian ... 5

F. Manfaat Penelitian ... 6

G. Hipotesis ... 6

BAB II ACUAN TEORETIS A. Pengertian Menulis ... 7

B. Pengertian Resensi Buku ... 9

C. Novel ... 15

D. Teknik Memotong dan Merekatkan (Cutting-Gluing)... 26

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Waktu dan Tempat Penelitian ... 28

B. Metode Penelitian ... 28

C. Subjek Penelitian ... 31

D. Desain Penelitian ... 31

E. Instrumen Tindakan Kelas ... 33

F. Persiapan Pembelajaran ... 37

G. Instrumen Penelitian ... 38

BAB IV DESKRIPSI, ANALISIS DATA, INTERPRETASI HASIL ANALISIS, DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum SMA Plus Khadijah Islamic school ... 40

B. Deskripsi Data Hasil Pengamatan Efek/ Hasil Intervensi Tindakan ... 42

C. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 50

D. Deskripsi dan Analisis Data Hasil pretest dan posttest Pembelajaran Menulis Resensi Novel. ... 51

E. Analisis Data Hasil Pembelajaran Menulis Resensi Novel... 73

F. Interpretasi Hasil Analisis ... 79

G. Pembahasan Temuan Penelitian ... 80

BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 90

B. Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 94

RIWAYAT HIDUP

(7)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat permohonan ijin penelitian

Lampiran 2 : Surat persetujuan penelitian dari SMA Plus Khadijah Islamic School

Lampiran 3 : Daftar nama siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School Lampiran 4 : Struktur organisasi SMA dandata guru SMA Plus Khadijah

Islamic School

Lampiran 5 : Instrumen pretest dan Posttest

Lampiran 6 : Format Kriteria penilaian resensi novel Lampiran 7 : Format penilaian resensi novel

Lampiran 8 : Kategori Pemerolehan skor dalam resensi novel

Lampiran 9 : Format observasi tingkah laku siswa dalam pembelajaran Lampiran 10 : Format observasi tingkah laku guru dalam pembelajaran Lampiran 11 : Format jurnal siswa

Lampiran 12 : Format angket

Lampiran 13 : Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Lampiran 14 : Skenario pembelajaran

Lampiran 15 : Format penilaian resensi novel Lampiran 16 : Kriteria penilaian resensi novel

Lampiran 17 : Format penilaian teman sebaya (Peer Assessment) Lampiran 18 : Hasil observasi tingkakh laku guru dalam mengajar Lampiran 19 : Hasil jurnal siswa pertemuan pertama, kedua, dan ketiga Lampiran 20 : Hasil Angket

Lampiran 21 : Hasil Penialain teman sebaya (Peer Assessment) Lampiran 22 : Hasil Pretest dan Posttest siswa

Lampiran 23 : Foto kegiatan penelitian menulis resensi novel dengan menggunakan tenik memotong dan merekatkan di SMA

Plus Khadijah Islamic School

(8)

1

A. Latar Belakang Masalah

Manusia sebagai makhluk sosial selalu memiliki ketergantungan terhadap orang lain. Untuk memfasilitasi ketergantungan tersebut manusia pun melakukan proses komunikasi. Manusia melakukan komunikasi dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan bahasa. Alat komunikasi ini digunakan manusia untuk bertukar pikiran, mengutarakan perasaan, serta menyampaikan gagasan. Agar gagasan dan perasaan yang disampaikan seseorang dapat diterima oleh pihak lain, manusia harus memiliki keterampilan berbahasa.

Keterampilan berbahasa terdiri dari empat aspek yaitu, menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Dalam keterampilan berbahasa tersebut, aspek yang digunakan untuk berkomunikasi bukan hanya aspek berbicara, menulis pun dapat digunakan sebagai salah satu alat komunikasi yang efektif karena dengan tulisan seseorang dapat menyampaikan gagasannya ke setiap orang tanpa dibatasi waktu.

Aktivitas menulis merupakan suatu bentuk manifestasi kompetensi berbahasa paling akhir dikuasai pembelajar bahasa setelah kompetensi menyimak, berbicara, dan membaca.1 Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, baik sekolah negeri maupun swasta, siswa dituntut untuk terampil menulis. Adanya kompetensi menulis akan membuat siswa menjadi terlatih untuk menuangkan ide/pikiran dan informasi dalam wacana tulis berbentuk teks deskripsi, narasi, eksposisi, persuasi dan argumentasi, ringkasan/rangkuman, laporan, karya ilmiah, makalah, ataupun berbagai bentuk surat. Tarigan berpendapat bahwa keterampilan menulis erat sekali hubungannya dengan keterampilan lain. Apabila kita melihat pendapat tersebut, memang keterampilan menulis tidak bisa dipisahkan dari keterampilan lainnya seperti keterampilan menyimak, berbicara, dan membaca.2

1

Burhan Nurgiantoro, Penilaian Pembelajaran Bahasa, (Yogyakarta: BPFE, 2010), hlm. 422.

2

(9)

Sama halnya dengan keterampilan berbahasa yang lain, menulis merupakan keterampilan berbahasa yang memerlukan latihan agar dapat dikuasai dengan baik. Menulis juga memerlukan keterampilan yang cukup banyak seperti pilihan kata, keterkaitan paragraf, gaya bahasa, dan sebagainya. Oleh sebab itu, pembelajaran menulis harus mendapatkan perhatian lebih agar keterampilan menulis yang dianggap kompleks dan rumit dapat dikuasai dengan mudah. Fakta menunjukkan bahwa menulis dianggap sebagai kegiatan yang membosankan. Pembelajaran menulis di sekolah dianggap sebagai pengisi waktu kosong jika guru mata pelajaran bahasa Indonesia sedang ada keperluan lain atau tidak dapat masuk untuk mengajar. Biasanya siswa diperintahkan menulis spontan tanpa dibekali pengetahuan yang memadai tentang menulis.

Nurgiyantoro menyatakan bahwa banyak yang gagal dan menyerah dalam menulis, karena menulis dianggap melelahkan dan sulit. Hal ini bukan berarti ada siswa yang tidak memiliki potensi untuk mampu menulis, tetapi dapatkah seorang guru bahasa dan sastra Indonesia membangkitkan minat siswa untuk menulis? Apa yang menyebabkan siswa enggan menulis? Cara apa yang digunakan guru untuk membangkitkan minat siswa dalam menulis? Metode apa yang tepat untuk dipergunakan agar siswa dapat mengembangkan minat menulisnya?

Berbagai pertanyaan yang muncul tersebut di atas harus dijadikan motivasi seorang pendidik untuk mengubah paradigma siswa tentang menulis. Seorang guru harus kreatif dalam melaksanakan pengajaran dan memberikan motivasi belajar yang baik sehingga minat menulis siswa dapat lebih tergali. Oleh karena itu, variasi metode dan teknik pembelajaran menulis perlu diperhatikan, agar siswa benar-benar memperoleh kompetensi atau keterampilan menulis tersebut.

Mengenai materi menulis pada pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, khususnya dalam sastra, dikenal adanya menulis resensi. Menulis resensi merupakan kegiatan menulis yang memerlukan ingatan yang berintegrasi dengan kegiatan membaca karena seseorang harus cerdas membaca terlebih dahulu sebelum melakukan kegiatan meresensi. Menulis resensi buku, selain akan mengefektifkan kegiatan membaca, juga akan membuat diri kita dapat berlatih mengungkapkan pemahaman kita terhadap sebuah gagasan secara tertulis.3

3

(10)

Meskipun kegiatan meresensi buku dapat meningkatkan dua aspek keterampilan berbahasa sekaligus, pada kenyataannya kegiatan meresensi buku tidak disenangi oleh siswa. Padahal, meresensi buku dapat membantu siswa untuk mengingat isi dan manfaat buku yang telah dibacanya. Menulis resensi dianggap membosankan karena siswa harus melakukan dua kegiatan sekaligus, yaitu membaca kemudian menuliskan kembali bagian-bagian penting dari isi bacaan. Dengan demikian, guru harus memberikan pembelajaran yang menarik dengan mengembangkan atau memanfaatkan strategi, metode, teknik, serta media pembelajaran yang dapat membangkitkan motivasi siswa. Hal inilah yang membangkitkan motivasi penulis untuk melakukan penelitian dengan memberikan pembelajaran menulis yang menarik kepada siswa.

(11)

teknik ini diharapkan dapat merangsang dan memotivasi siswa untuk menuliskan sebuah pemahaman dari bacaan dengan sungguh-sungguh.

Untuk mengetahui keberhasilan penggunaan teknik memotong dan merekatkan dengan pembelajaran menulis resensi ini, peneliti bermaksud mengangkat permasalahan tersebut melalui sebuah penelitian yang berjudul “Penerapan Teknik Memotong dan Merekatkan (Cutting-Gluing) dalam Pembelajaran Menulis Resensi Novel Pada Siswa Kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School Cilandak, Jakarta Selatan Tahun pelajaran 2010-2011”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan beberapa masalah yang terdapat pada ketidakberhasilan pengajaran Bahasa dan Sastra Indonesia, di antaranya yaitu :

1. Banyak siswa yang masih belum terampil dalam menulis, antara lain menulis resensi novel.

2. Banyak guru bahasa Indonesia yang tidak memiliki kualifikasi sebagai tenaga pengajar bahasa Indonesia.

3. Metode yang digunakan dalam pembelajaran menulis resensi novel kurang sesuai dengan perkembangan dunia pendidikan, sehingga hasilnya kurang optimal.

4. Kurangnya media dalam pembelajaran menulis resensi novel.

5. Kurangnya pengetahuan siswa tentang teknik penulisan resensi novel. 6. Kurangnya motivasi pada siswa untuk terus berlatih menulis.

C. Pembatasan Masalah

Pembatasan suatu masalah dalam penelitian sangatlah penting. Hal ini dimaksudkan agar permasalahan yang akan diteliti lebih terarah serta tidak terjadi penyimpangan dari suatu permasalahan. Pembatasan permasalahan tersebut di antaranya;

(12)

2. Penelitian tersebut dilakukan untuk dapat mengetahui keberhasilan teknik memotong dan merekatkan dalam meningkatkan kemampuan siswa dalam pembelajaran menulis resensi novel.

D. Rumusan Masalah Penelitian

Dari latar belakang masalah yang telah disebutkan di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut.

1. Bagaimana pelaksanaan pembelajaran menulis resensi dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan?

2. Bagaimana tanggapan siswa dalam proses pembelajaran menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan?

3. Bagaimanakah teknik memotong dan merekatkan yang diterapkan efektif untuk pembelajaran menulis resensi novel?

E. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini diharapkan dapat mengetahui hal-hal sebagai berikut.

1. Hasil penerapan teknik memotong dan merekatkan dalam pembelajaran menulis resensi novel.

2. Nilai rata-rata kemampuan siswa dan peningkatan siswa dalam menulis resensi novel mulai dari pertemuan pertama sampai dengan pertemuan ketiga.

3. Ada atau tidak perbedaan signifikan antara hasil tes menulis resensi novel setelah menyelesaikan tugas dari pertemuan-pertemuan tersebut.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan manfaat penelitian di atas, Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak sebagai berikut.

(13)

resensi novel. Guru pun dapat membandingkan teknik memotong dan merekatkan dengan metode yang selama ini dipakai untuk upaya peningkatan kemampuan dan motivasi belajar siswa.

3. Bagi pengembangan teori, penelitian ini dapat memberikan tambahan kekayaan materi pada teori pembelajaran menulis, khususnya pembelajaran menulis resensi novel.

4. Pembaca dapat menambah pengetahuan dan sebagai motivator untuk melakukan penelitian selanjutnya demi perbaikan mutu pendidikan.

Selain itu, tujuan penelitian dengan teknik memotong dan merekatkan ini agar siswa memperoleh hasil belajar yang lebih mantap, membuktikan kemampuan siswa dalam menulis resensi novel dan meningkatkan minat belajar siswa.

G. Hipotesis

Dalam penelitian ini, hipotesis yang peneliti gunakan adalah sebagai berikut:

1. Penulis mampu mengajarkan pembelajaran menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan (cutting-gluing) pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School.

2. Siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School mampu menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkan.

3. Teknik memotong dan merekatkan tepat digunakan dalam pembelajaran menulis resensi novel pada siswa kelas XII SMA Plus Khadijah Islamic School.

(14)

7

A. Pengertian Menulis

Tarigan dalam buku Menulis Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa menyatakan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, tidak secara tatap muka dengan orang lain.1

Dalam buku yang sama, Tarigan mengungkapkan bahwa menulis ialah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafik yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang, sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafik tersebut kalau mereka memahami bahasa dan gambaran grafik itu.2

Menulis dalam buku Keterampilan Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu keterampilan berbahasa yang produktif dan ekspresif.3 Menulis yang diungkapkan Nurgiyantoro adalah aktivitas produktif, aktivitas pengungkapan bahasa, menulis adalah aktivitas mengungkapan gagasan melalui media bahasa.4 Dari beberapa pengertian yang dikemukakan di atas dapat disimpulkan bahwa menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa dan kegiatan komunikasi tidak langsung dengan melukiskan lambang yang menggambarkan ide atau gagasan yang dipahami seseorang dalam bahasa tulis.

1. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa

Sebagai salah satu keterampilan berbahasa, menulis merupakan salah satu alat untuk berkomunikasi. Seseorang dapat menginformasikan ide dan gagasannya melalui kegiatan menulis. Kegiatan menulis adalah kegiatan aktif produktif. Menulis dikatakan produktif karena dengan menulis, penulis dapat menghasilkan sesuatu, yaitu sebuah pikiran yang telah dikarangnya,

1

Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1994), hlm. 3.

2

Ibid. hlm. 21. 3

Siti Sahara dkk, Keterampilan Berbahasa Indonesia, (Jakarta: FITK UIN, 2009), hlm. 1. 4

(15)

diorganisasikan dengan sistematis dan logis, sehingga menjadi karya tulis yang dapat diterima oleh pembaca. Penulis harus menguasai bahasa yang dipakainya sebagai media. Ia harus mampu menulis kata-kata yang benar menurut kaidah bahasa, mampu menggunakan kata-kata yang tepat, menyusun kalimat yang efektif, dan menyusun paragraf yang memenuhi syarat sehingga makna yang terkandung dalam tulisannya dapat dipahami pembaca.

2. Tujuan Menulis

Tujuan dari kegiatan menulis dikemukakan oleh Tarigan sebagai berikut. a. Tulisan yang bertujuan untuk memberitahukan atau mengajar disebut

wacana informatif (informative discource).

b. Tulisan yang bertujuan meyakinkan atau mendesak disebut wacana persuasif (persuasive discource).

c. Tulisan yang bertujuan untuk menghibur atau menyenangkan atau yang mengandung tujuan estetik disebut tulisan literer (wacana kesastraan atau literary discourse).

d. Tulisan yang mengekspresikan perasaan dan emosi yang kuat dan beraapi-api disebut wacana ekspresif (expressive discourse).5

3. Manfaat Menulis

Menulis adalah sebuah aktivitas manusia yang alami, salah satu nilai yang bisa diberikan adalah membantu kita memadukan dan menata kehidupan yang kompleks. Banyak manfaat yang bisa dipetik dari kegiatan menulis di antaranya dikemukakan Sabarti Akhadiat sebagai berikut.

a. Dengan kegiatan menulis, dapat lebih mengenali kemampuan dan potensi diri. Selain itu, dapat mengetahui sampai sejauh mana pengetahuan tentang suatu topik.

b. Dengan kegiatan menulis, dapat mengembangkan berbagai gagasan.

c. Dengan kegiatan menulis, dapat lebih banyak menyerap serta menguasai informasi sehubungan dengan topik yang tulis.

d. Dengan kegiatan menulis, dapat memecahkan permasalahan yaitu dengan menganalisisnya secara tersurat dalam konteks yang konkret.6

5

(16)

B. Pengertian Resensi Buku

Dalambuku The Oxford to the English Literature, kata resensi berasal dari bahasa Perancis revue, sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut review. Resensi ialah: 1) penelitian secara umum mengenai berbagai hal, 2) artikel yang biasa ada di koran, majalah, atau terbitan-terbitan berkala lain yang menawarkan kritik penilaian tentang sebuah buku, gambar artikel, drama (biasanya pertunjukkan langsung di radio atau televisi), film atau produk-produk elektronik lain. Dalam konteks ini istilah resensi dan kritik biasanya sama, 3) majalah-majalah atau jurnal yang mencetak hanya tentang resensi atau sebagian besar resensi.

Menurut Gorys Keraf dalam buku Komposisi, resensi dalam arti sempit, yaitu suatu tulisan atau ulasan mengenai nilai sebuah hasil karya atau buku. Sedangkan dalam arti yang lebih luas, yaitu pertimbangan-pertimbangan terhadap karya-karya seni lainnya, seperti drama, film, sebuah pementasan, dan sebagainya.7

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia resensi merupakan pertimbangan atau pembicaraan tentang buku atau ulasan buku.8 Pendapat lain mengenai resensi dikemukakan oleh Widjono dalam buku Bahasa Indonesia Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi. Menurut Widjono resensi adalah ulasan atau penilaian sebuah hasil karya, buku, film produk teknologi, dan lain-lain. Penilaian ini menyajikan kualitas sebuah karya, baik yang berhubungan dengan kualitas yang terkait dengan keunggulan maupun kekurangan-kekurangannya.9

Mukhsin Ahmadi menggunakan istilah revidu dalam arti yang berarti sama dengan resensi. Ia memberikan istilah revidu dalam arti yang khusus dan yang lebih umum. Dalam arti khusus revidu adalah suatu uraian informatif tentang isi dan kualitas suatu buku atau karangan, seperti novel, cerpen, drama atau lakon,

6

Sabarti Akhadiah, Pembinaan Kemampuan Menulis Bahasa Indonesia, (Jakarta: PT. Gelora Aksara Pramata, 1988), hlm. 1.

7

Gorys Keraf, Komposisi, (Flores: Nusa Indah, 1984), hlm. 274. 8

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (cetakan ketiga). (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), hlm. 951.

9

(17)

lukisan atau bentuk-bentuk karya seni lainnya. Dalam arti yang umum suatu revidu boleh saja berupa uraian tentang suatu peristiwa.

Resensi menurut Eka Budianta merupakan bentuk artikel yang paling sederhana. Kurniawan Djunaedi dalam Ensiklopedia Pres Indonesia mengungkapkan bahwa resensi adalah suatu pendapat subjektif yang lebih merupakan kupasan tentang suatu hasil penelitian.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, penulis mencoba memberikan simpulan bahwa resensi buku adalah suatu tulisan atau ulasan yang memberikan pertimbangan dan penilaian terhadap suatu buku, yang mengemukakan pertimbangan keunggulan dan kekurangan dari karya/buku tersebut.

1. Tujuan Resensi Buku

Tujuan penulisan resensi menurut Keraf adalah menyampaikan kepada para pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya itu patut mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.10

Menurut Widjono resensi bertujuan menyampaikan informasi kepada pembaca apakah sebuah buku atau hasil karya yang diresensikan itu layak mendapat sambutan masyarakat atau tidak.11

Kritikus Romawi Horace memberikan dua kriteria yang dapat dipergunakan secara relatif untuk menilai karya seni atau karya sastra, yaitu: a. Resensi harus membuat penilaian tentang apakah karya sastra atau seni

setelah dipertimbangkan akan memberikan kesenangan atau menarik pembaca.

b. Peresensi bisa melakukan pemisahan antara seni yang serius dengan seni yang populer, memisahkan karya besar dengan karya yang biasa (Crosby dan Carter, 1986). Berdasarkan pendapat Horace di atas, maka tujuan resensi bisa ditafsirkan sebagai berikut:

1) Kewajiban untuk menunjukkan atau memberikan pertimbangan suatu karya seni itu akan memberikan kesenangan kepada pembaca.

10

Gorys Keraf, Komposisi, (Flores: Nusa Indah, 1984), hlm. 274. 11

(18)

2) Untuk menunjukkan kepada pembaca karya sastra, seni mana yang pantas dianggap sebagai karya sastra dan mempunyai nilai seni besar atau karya yang biasa-biasa saja, sehingga layak untuk dinikmati pembaca.

Daniel Samad dalam Dasar-Dasar Meresensi Buku (1997), mengemukakan bahwa pemuatan resensi buku sekurang-kurangnya mempunyai lima tujuan, kelima tujuan itu sebagai berikut:

a. Memberikan informasi atau pemahaman yang komprehensif tentang apa yang tampak dan terungkap dalam sebuah buku.

b. Mengajak pembaca untuk memikirkan, merenungkan, mendiskusikan lebih jauh fenomena atau problema yang muncul dalam sebuah buku.

c. Memberikan pernyataan kepada pembaca apakah sebuah buku pantas mendapat sambutan dari masyarakat atau tidak.

d. Menjawab pertanyaan yang timbul jika seseorang melihat buku yang baru terbit, seperti :

1) Siapa pengarangnya?

2) Mengapa ia menulis buku itu? 3) Apa pernyataannya?

4) Bagaimanaa hubungannya dengan buku-buku sejenis karya pengarangnya yang sama?

5) Bagaimanaa hubungannya dengan buku-buku sejenis yang dihasilkan oleh pengarang-pengarang lain?

e. Membimbing pembaca dalam memilih buku, mencocokkan isi buku dengan yang ditulis dalam resensi, serta menjadi alternatif bacaan jika pembaca tidak memiliki banyak waktu untuk membaca.12

2. Pola Tulisan Resensi

Menurut Daniel Samad terdapat tiga pola tulisan resensi buku, yaitu meringkas, menjabarkan, dan mengulas.

a. Meringkas

12

(19)

Meringkas berarti menyajikan semua persoalan buku secara padat dan jelas. Sebuah buku biasanya menyajikan banyak persoalan. Persoalan-persoalan itu sebaiknya diringkas. Untuk itu, perlu dipilih sejumlah masalah yang dianggap penting dan ditulis dalam suatu uraian.

b. Menjabarkan (deskripsi)

Menjabarkan atau mendeskripsikan hal-hal menonjol dari sinopsis yang sudah dilakukan. Bila perlu bagian-bagian yang mendukung uraian itu dikutip.

c. Mengulas

Mengulas berarti menyajikan ulasan, isinya antara lain:

1) Isi peryataan atau materi buku yang sudah didapatkan dan dijabarkan kemudian diulas (diinterpretasikan).

2) Organisasi atau kerangka buku. 3) Bahasa.

4) Kesalahan cetak.

5) Membandingkan (komparasi) dengan buku-buku sejenis, baik karya pengarang sendiri maupun orang lain.

6) Menilai, mencangkup kesan peresensi terhadap buku, terutama yang berkaitan dengan keunggulan dan kelemahan buku.13

3. Langkah Meresensi Buku

Langkah-langkah meresensi buku menurut Daniel Samad adalah sebagai berikut.

a. Penjajakan atau pengenalan terhadap buku yang diresensi

1) Mulai dari tema buku yang diresensi, disertai deskripsi isi buku.

2) Siapa penerbit yang menerbitkan buku itu, kapan dan di mana diterbitkan, tebal (jumlah bab dan halaman), format hingga harga. 3) Siapa pengarangnya: nama, latar belakang pendidikan, reputasi dan

prestasi, buku atau karya apa saja yang ditulis hingga mengapa ia sampai menulis buku itu.

13

(20)

4) Buku itu termaksud golongan buku yang mana: ekonomi, teknik, politik, pendidikan, psikologi, sosiologi, filsafat, bahasa, atau sastra. b. Membaca buku yang akan diresensi secara komprehensif, cermat, dan teliti.

Peta permasalahan dalam buku itu perlu dipahami secara tepat dan akurat. c. Menandai bagian-bagian buku yang diperhatikan secara khusus dan

menentukan bagian-bagian yang dikutip untuk dijadikan data. d. Membuat sinopsis atau intisari yang akan diresensi.

e. Menentukan sikap dan menilai hal-hal berikut ini:

1) Organisasi atau kerangka penulisan; bagaimana hubungan antara bagian yang satu dan bagian yang lain, bagaimana sistematikanya, dan bagaimanaa dinamikanya.

2) Isi pernyataan: bagaimana bobot idenya, bagaimana analisisnya, bagaimana penyajian datanya, dan bagaimana kreativitas pemikirannya. 3) Bahasa: bagaimana ejaan yang disempurnakan diterapkan, bagaimana

kerapian dan kebersihan, serta pencetakannya (banyak salah cetak atau tidak)

f. Mengoreksi dan merevisi hasil resensi dengan menggunakan dasar-dasar dan kriteria-kriteria yang kita tentukan sebelumnya.14

4. Unsur-unsur resensi

Unsur-unsur yang membangun resensi buku menurut Daniel Samad adalah sebagai berikut.

a. Judul resensi

Judul resensi yang menarik dan benar-benar menjiwai seluruh tulisan atau inti tulisan, tidak harus ditetapkan terlebih dahulu. Judul dapat dibuat sesudah resensi selesai. Yang perlu diingat, judul resensi selaras dengan keseluruhan isi resensi.

b. Menyusun data buku

Data buku biasanya disusun sebagai berikut:

1) Judul buku (jika buku tersebut termasuk hasil terjemahan, kalau demikian tuliskan juga judul aslinya).

14

(21)

2) Pengarang (jika ada, tuliskan juga penerjemah, editor, atau penyunting seperti yang tertera dalam buku)

3) Penerbit.

4) Tahun terbit beserta cetakannya (cetakan keberapa). 5) Tebal buku.

6) Harga buku c. Membuat pembukaan

Pembukaan dapat dimulai dengan hal-hal di bawah ini.

1) Memperkenalkan siapa pengarangnya, karyanya dan prestasi apa saja yang telah diperolehnya.

2) Membandingkan dengan buku sejenis yang sudah ditulis, baik oleh pengarang sendiri maupun pengarang lain.

3) Memaparkan kekhasan atau sosok pengarang. 4) Memaparkan keunikan buku

5) Merumuskan tema buku

6) Mengungkapkan kritik terhadap kelemahan buku 7) Mengungkap kesan terhadap buku

8) Memperkenalkan penerbit 9) Mengajukan pertanyaan 10) Membuka dialog

d. Tubuh atau isi pernyataan resensi buku

Tubuh atau isi pernyataan resensi biasanya memuat hal-hal di bawah ini:

1) Sinopsis atau isi buku secara kronologis 2) Keunggulan buku

3) Kelemahan buku

4) Rumusan kerangka buku 5) Tinjauan bahasa

(22)

Bagian penutup biasanya berisi pernyataan tentang buku tersebut penting atau cocok dibaca oleh siapa dan mengapa.15

C. Novel

1. Pengertian Novel

Novel pada mulanya dikatakan sebagai cerita yang bertopikkan masalah percintaan, sedangkan kini yang ditekankan ialah perkembangan alur yang tertentu panjangnya. Di sisi lain novel dianggap sebagai jenis sastra yang sedikit banyak memberikan gambaran tentang masalah kemasyarakatan.16 Oleh karena itu, cukup logis bila Wellek dan Warren (dalam R. Panca Pertiwi) menyatakan, bahwa novel juga dianggap sangat berjasa mengungkapkan kehidupan batin tokoh-tokohnya.

Novel dalam buku 9 Jawaban Sastra Indonesia merupakan cerita rekaan, lazimnya mengungkapkan unsur-unsurnya secara mendalam. Oleh karena itu, perkembangan tokoh, pengungkapan tema, dan uraian mengenai keadaan latar ceritanya, berjalan bertahap, bahkan tidak jarang sangat rinci dan jelas.17

Novel secara konvensional dikemukakan oleh Ian Miligan (dalam R. Panca Pertiwi) yakni satu bentuk fiksi, yang paling sedikit memuat lima puluh ribu kata, ditulis dalam prosa, sementara itu Clarab Reeve dalam Wellek dan Warren(1990), menyatakan novel adalah gambaran dan perilaku dari kehidupan yang nyata, dari zaman pada saat novel itu ditulis.

Beberapa pandangan pakar di atas, masing-masing mengajukan pikirannya yang beragam, ada yang melihat pengertian novel dari sisi bentuk, isi, sifat atau kesan, maupun strukturnya. Untuk mendapatkan pengertian yang bulat, maka dalam hal ini akan ditarik pengertian novel dari kelima sudut tersebut, yaitu bentuk pengutaraan, jenis pemilihan karangan, isi sebagai muara makna cerita, sifat yang membedakan teks ini dengan teks lainnya, serta struktur yang memuat serta unsur-unsur yang membangun novel itu sendiri.

15

Daniel Samad, Dasar-Dasar Meresensi Buku, (Jakarta: Grasindo,1997), hlm. 7. 16

R. Panca Pertiwi, Teori Apresiasi Prosa Fiksi, (Bandung: FKIP UNPAS, 2006), hlm. 9. 17

(23)

Pertama berdasarkan bentuk, tampaklah adanya kesepakatan, bahwa novel diwujudkan dalam bentuk karangan prosa, dan tidak menutup kemungkinan unsur puitik masuk di dalamnya sepanjang unsur tersebut menyangkut bahasanya. Kedua dilihat dari segi jenisnya, novel lebih cenderung menampilkan jenis narasi, karena dalam novel lebih mengutamakan unsur ‘penceritaan’ dalam menggambarkan perilaku para pelaku ceritanya. Ketiga, isi novel pada dasarnya mengetengahkan gambaran hidup dan kehidupan lahir batin tokohnya dalam mengarungi ‘dunianya’, ‘masyarakatnya’. Keempat, oleh sebab unsur utama dari novel adalah cerita atau kisah, maka sudah jelas, bahwa novel berkesan fiktif, khayalan. Dan terakhir, sebagai suatu karya, novel memiliki struktur, dan struktur yang utama adalah plot, penokohan, dan peristiwa. Struktur itu tersusun secara kronologis.

2. Unsur –unsur Novel

Novel merupakan karya fiksi yang terdiri dari unsur-unsur pendukungnya. Unsur-unsur tersebut membentuk suatu kesatuan yang utuh dan lengkap. Adapun unsur-unsur tersebut adalah unsur intrinsik dan ekstrinsik. Unsur intrinsik terdiri dari tema, alur, penokohan, latar, sudut pandang, amanat, gaya, suasana, dan unsur ekstrinsik terdiri dari biografi, psikologi, pandangan masyrakat, dan gaya hidup suatu bangsa.

Kaitanya dengan penggunaan teknik memotong dan merekatkan, penulis merasa yang hendak menunjang pembelajaran menulis resensi novel hanyalah unsur intrinsiknya saja, berikut uraian mengenai unsur intrinsik.

a. Unsur Intrinsik

Unsur intrinsik menurut Nurgiantoro adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri yang menyebabkan karya sastra itu hadir. Unsur intrinsik terdiri dari tema, alur/plot, penokohan, latar, gaya, suasana, sudut pandang dan amanat.

Untuk lebih jelasnya, unsur intrinsik akan dipaparkan lebih lanjut di bawah ini.

1) Tema

(24)

dalam menulis ceritanya bukan sekedar mau bercerita, tetapi mau mengatakan sesuatu kepada pembaca. Sesuatu yang mau dikatakan itu bisa suatu masalah kehidupan, pandangan hidupnya tentang kehidupan ini, atau komentar terhadap kehidupan ini. Kejadian dan tokoh cerita, semuanya didasari oleh ide pengarang tersebut. Sebuah cerita novel harus mengatakan sesuatu, yaitu pendapat pengarang tentang hidup ini, sehingga orang lain dapat mengerti hidup ini lebih baik.

Tema adalah gagasan pertama atau pikiran pokok. Tema suatu karya sastra imajinatif merupakan pikiran yang akan ditemui oleh setiap pembaca yang cermat sebagai akibat dari membaca karya sastra tersebut. Tema biasanya merupakan komentar mengenai kehidupan.18 Tema juga dapat diartikan sebagai suatu perumusan dari topik yang akan dijadikan landasan pembicaraan dan tujuan yang akan dicapai melalui topik tersebut.19

Tema pada sebuah cerita baru dapat diketahui setelah pembaca mengetahui isi keseluruhan cerita. Pembaca harus mampu menafsirkan terlebih dahulu unsur-unsur intrinsik lainnya, karena tidaklah mudah menemukan tema suatu cerita.

Tema biasanya tidak dicantumkan secara eksplisit oleh pengarang. Sumardjo dan Saini K.M, menyatakan bahwa di dalam cerpen yang berhasil, tema justru tersamar dalam sebuah elemen. Pengarang memakai dialog para tokohnya, jalan pikirannya, perasaannya, kejadian, latar cerita untuk mempertegas atau menyamarkan isi temanya. Pengarang biasanya menyatakan tema secara sembunyi-sembunyi dalam suatu potongan dialog tokohnya, atau dalam suatu adegan cerita.

Dari definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa tema adalah ide cerita yang merupakan dasar pengembangan sebuah cerita dan menjiwai seluruh bagian cerita itu.

2) Alur

Pada setiap peristiwa yang terjadi selalu memiliki permulaan, pertengahan, dan kemudian sampailah pada sebuah akhir peristiwa, begitu pula

18

Henry Guntur Tarigan, Menulis sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa, (Bandung: Angkasa, 1994), hlm. 167.

19

(25)

dengan cerita fiksi dan novel. Dalam sebuah cerita, peristiwa yang terjadi itu disebut sebagai alur. Alur biasanya diidentikkan dengan jalan cerita, padahal alur tidak sama dengan jalan cerita. Perbedaan antara alur dan jalan cerita/ plot ialah, bahwa penekanan alur terletak pada adanya hubungan sebab-akibat (kausal), sedangkan jalan cerita/plot, tidak.20

Banyak ahli bahasa yang mengemukakan pengertian alur. Abdul Rozak Zaidan dalam Kamus Istilah Sastra menyatakan bahwa alur merupakan unsur struktur yang berwujud jalinan peristiwa di dalam karya sastra, yang memperlihatkan kepaduan (koherensi) tertentu yang diwujudkan antara lain oleh hubungan sebab-akibat, tokoh, tema, atau ketiganya .21

Alur merupakan sebuah interrelasi fungsional antara unsur-unsur dalam suatu cerita yang timbul dari tindak-tanduk, karakter, suasana hati (pikiran) dan sudut pandang, serta ditandai oleh klimaks-klimaks dalam rangkaian tindak-tanduk itu, yang sekaligus menandai urutan bagian-bagian dalam keseluruhan cerita. 22

Inti alur adalah konflik, namun sebuah konflik dalam cerita tidak dipaparkan begitu saja, plot itu harus ada dasarnya. Maka dari itu, alur sering dikupas menjadi elemen-elemen berikut.

a) Pengenalan. b) Timbulnya konflik. c) Konflik memuncak. d) Klimaks.

e) Pemecahan masalah.

Lebih lanjut, Sumardjo dan Saini menjelaskan bahwa dalam sebuah cerita, konflik digambarkan sebagai pertarungan antara protagonis dan antagonis. Protagonis adalah pelaku utama cerita, sedangkan antagonis adalah

2 0

Maman S. Mahayana, 9 Jawaban Sastra Indonesia, (Jakarta: Bening Publishing, 2005), hlm. 153.

21 Abdul Rozak Zaidan, dkk, Kamus Istilah Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka,2007), hlm. 26.

2 2

(26)

tokoh lawan protagonis. Tokoh-tokoh tersebut bertemu dan terjadilah perbenturan yang membangun cerita.

Berdasarkan kriteria urutan waktu, alur dibagi menjadi 2 bagian, yaitu plot lurus dan plot sorot balik. Sebuah novel dikatakan memiliki plot lurus jika peristiwa-peristiwa yang diceritakan bersifat kronologis, peristiwa pertama diikuti oleh peristiwa berikutnya. Situasi dimulai dari tahap awal, tengah, sampai tahap akhir. Sedangkan, novel dikatakan memiliki plot sorot balik (flashback), jika urutan kejadian ceritanya tidak bersifat kronologis, cerita tidak dimulai dari awal, melainkan dari tahap tengah, atau mungkin dari tahap akhir, baru kemudian ke awal cerita.

Berdasarkan padat atau tidaknya cerita, plot dibagi menjadi 2, yaitu plot rapat dan plot longgar Sebuah cerita dikatakan memiliki plot rapat jika hubungan antara peristiwa dijalani secara erat, dan pembaca seolah-olah selalu dipaksa untuk terus- menerus mengikutinya. Sedangkan, cerita dikatakan memiliki plot longgar jika hubungan antara peristiwa tidak terlalu erat, artinya peristiwa yang satu dengan peristiwa yang lain diselipi dengan peristiwa tambahan.

3) Penokohan

Setiap novel tentu memiliki tokoh yang sengaja diciptakan untuk mengusung sebuah cerita. Penciptaan tokoh dengan sengaja diciptakan untuk mengusung sebuah cerita. Penciptaan tokoh dengan segala perwatakan dan berbagai jati dirinya disebut sebagai penokohan.

Tokoh cerita merupakan orang yang ditampilkan dalam suatu karya sastra naratif, atau drama yang oleh pembacanya ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.

(27)

Tarigan mengungkapkan bahwa yang dimaksud tokoh atau karakterisasi adalah proses yang dipergunakan oleh seorang pengarang untuk menciptakan tokoh-tokoh fiksinya. Sedangkan untuk melukiskan tokoh dalam cerita bisa dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a) Melukiskan bentuk lahir dari pelakon.

b) Melukiskan jalan pikiran pelakon atau apa yang terlintas dalam pikirannya. c) Melukiskan bagaimanaa reaksi pelakon itu terhadap kejadian-kejadian. d) Pengarang langsung menganalisis watak pelakon.

e) Pengarang melukiskan keadaan sekitar pelakon, misalnya dengan melukiskan keadaan kamar pelakon (biasanya keadaan kamar seseorang mencerminkan wataknya).

f) Pengarang melukiskan bagaimanaa pandangan-pandangan pelakon lain dalam suatu cerita terhadap pelakon utama itu.

g) Mempergunakan pelakon-pelakon lain yang memperbincangkan keadaan pelakon utama.23

Kualitas sebuah cerita atau novel banyak ditentukan oleh kepandaian pengarang dalam menghidupkan watak para tokohnya. Jika watak tokohnya lemah, maka menjadi lemahlah keseluruhan cerita. Oleh karena itu, watak atau karakter tokoh di dalam sebuah novel harus digambarkan oleh pengarang secara tersirat, sehingga dapat ditangkap oleh pembaca.

Jadi, dari pendapat para ahli di atas dapat disimpulkan bahwa penokohan adalah seseorang yang berperan dalam sebuah cerita dan mengalami peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam cerita itu, dengan memiliki watak atau karakter sendiri, terutama dalam menghadapi suatu masalah atau kejadian yang dialaminya.

4) Latar

Latar merupakan gambaran waktu dan tempat terjadinya lakuan di dalam karya sastra.24 Nurgiantoro, dengan mengutip pendapat Abrams,

23

Tarigan, Henry Guntur. Prinsip-prinsip Dasar Sastra, (Bandung: Angkasa, 1985), hlm. 133.

2 4

(28)

mendefinisikan ‘latar sebagai landasan tumpu menyarankan pada pengertian tempat, hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan’. Sumardjo dan Saini K.M. mengemukakan bahwa latar dalam sebuah novel bukan hanya menunjukan tempat dan waktu terjadinya suatu peristiwa, melainkan juga hal-hal yang hakiki dari suatu wilayah, sampai pada macam debunya, pemikiran rakyatnya, kegiatan mereka, gaya hidup mereka dan sebagainya.

Lebih lanjut Sumardjo dan Saini menjelaskan bahwa dalam sebuah cerita yang baik, latar harus benar-benar mutlak menggarap tema dan karakter cerita, sehingga dari latar wilayah tertentu akan menghasilkan perwatakan tokoh tertentu pula. Andaikata sebuah novel latarnya dapat diganti dengan tempat mana saja tanpa mengubah atau mempengaruhi watak tokoh-tokoh dan tema novelnya, maka latar yang demikian kurang integral.

Kedudukan latar dalam novel sangat penting karena dapat memberikan kesan realistis kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah sungguh-sungguh ada dan terjadi. Pembaca merasa dipermudah mengoperasikan daya imajinasinya, di samping memungkinkan berperan secara kritis sehubungan dengan pengetahuannya tentang latar. Pembaca pun dapat merasakan dan menilai kebenaran, ketepatan dan aktualisasi latar yang diceritakan sehingga merasa lebih akrab. Pembaca seolah-olah menemukan dalam cerita itu sesuatu yang menjadi bagian dirinya. Hal ini akan terjadi jika latar mampu mengangkat suasana setempat, warna lokal, lengkap dengan perwatakannya ke dalam novel.

5) Sudut Pandang /Point of view

(29)

sebagai pengamat (observer) terhadap obyek dari seluruh aksi atau tindak-tanduk dalam cerita.25

Sudut merupakan gaya pengarang dalam bercerita. Dalam hal ini, pencerita tidaklah sama dengan pengarang. Pencerita adalah tokoh yang menyampaikan cerita yang dapat dilakukan melalui pencerita orang pertama (aku) atau orang ketiga (dia). Oleh karena itu pencerita bisa dibedakan berdasarkan siapa penceritanya. Jika orang pertama, disebutlah pencerita akuan (first person narrator) dan jika orang ketiga, disebutlah pencerita diaan (third person narrator).26

Abrams (dalam Nurgiyantoro, 1995) menyatakan bahwa sudut pandang bersarang pada cara sebuah cerita dikisahkan. Sudut pandang merupakan cara atau pandangan yang dipergunakan pengarang sebagai sasaran untuk menyajikan tokoh, tindakan, latar, dan berbagai peristiwa yang membentuk cerita dalam sebuah karya fiksi kepada pembaca. Dengan demikian sudut pandang pada hakikatnya merupakan sebuah strategi atau teknik yang sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik pengarang, pandangan hidup dan tafsirnya terhadap kehidupan. Namun, kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh atau kacamata tokoh tersebut.

Sudut pandang pada dasarnya merupakan visi pengarang, artinya sudut pandang yang diambil pengarang untuk melihat suatu kejadian cerita. Dalam hal ini, harus dibedakan dengan pandangan pengarang sebagai pribadi, sebab sebuah karya sebenarnya merupakan pandangan pengarang terhadap kehidupannya. Suara pribadi pengarang jelas akan masuk ke dalam karyanya dan ini lazim disebut gaya pengarang. Sedangkan sudut pandang menyangkut teknis bercerita, yaitu soal bagaimanaa pandangan pribadi pengarang akan bisa diungkapkan sebaik-baiknya.

Hal senada diungkapkan oleh Booth (dalam Nurgiyantoro, 1995) yang mengatakan bahwa sudut pandang bagaimanaapun merupakan sesuatu yang

25

Gorys Keraf, Argumentasi dan Narasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm.190.

2 6

(30)

menyarankan pada masalah teknis, sarana untuk menyampaikan maksud yang lebih besar daripada sudut pandang itu sendiri. Sudut pandang merupakan teknik yang dipergunakan pengarang untuk menemukan dan menyampaikan makna karya artistiknya untuk dapat sampai dan berhubungan dengan pembaca. Dengan teknik yang dipilihnya itu, diharapkan pembaca dapat menerima dan menghayati gagasan pengarang.

Sudut pandang menurut Sumardjo dan Saini dibagi menjadi empat macam, yaitu:

a) Omniscient Point of View (Sudut Penglihatan yang Berkuasa)

Di sini, pengarang bertindak sebagai pencipta segala. Ia bisa menciptakan apa saja yang ia perlukan untuk melengkapi ceritanya, sehingga memperoleh efek cerita yang diinginkannya.

b) Objective Point View

Dalam teknik ini, pengarang bekerja seperti dalam teknik Omniscient, hanya pengarang tidak memberi komentar apapun. Pembaca hanya disuguhi “pandangan mata”. Pengarang hanya menceritakan apa yang terjadi, seperti menonton pementasan sandiwara. Pengarang sama sekali tidak masuk ke dalam pikiran para pelaku.

c) Point of View Orang Pertama

Gaya ini bercerita dengan sudut pandang “aku”. Jadi, seperti orang yang sedang menceritakan pengalamnnya sendiri. Dengan teknik ini, pembaca diajak ke pusat kejadian, melihat dan merasakan melalui mata dan kesadaran orang yang langsung bersangkutan.

d) Point of View Peninjau

Dalam teknik ini pengarang memilih salah satu tokohnya untuk bercerita. Seluruh kejadian/cerita kita lalui bersama tokoh ini. Tokoh ini bisa bercerita tentang pendapatnya atau perasaannya sendiri, tetapi kepada tokoh lain ia hanya bisa memberitahukan kepada kita seperti apa yang ia lihat saja.

(31)

dikarangnya. Pusat pengisahannya adalah penentuan dari sisi mana pengarang meninjau para tokoh dalam ceritanya.

6) Amanat

Dalam membuat cerita, setiap pengarang pasti ingin menyampaikan amanat kepada pembacanya. Seperti halnya tema, amanat biasanya disampaikan pengarang secara implisit (tersirat). Maka dari itulah pembaca harus mampu menemukan amanat dari karya sastra yang dibacanya.

Panuti Sudjiman mengatakan bahwa amanat yang terdapat dalam sebuah karya sastra bisa secara implisit maupun eksplisit. Dikatakan implisit jika jalan keluar atau jalan moral itu disiratkan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir. Eksplisit jika pengarang menyampaikan seruan, saran, peringatan, nasihat, anjuran, dan larangan yang berkenaan dengan gagasan yang mendasari cerita itu yang disampaikan pada bagian tengah atau akhir cerita. Amanat biasanya berupa ajaran moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan, memperjuangkan hak dan martabat manusia.

Pembaca akan dapat menangkap amanat yang terdapat dalam novel jika mampu menghayati novel tersebut dengan sungguh-sungguh.

7) Gaya/Style

(32)

Abdul Rozak Zaidan memaparkan beberapa pengertian gaya yang diungkapkan dalam Kamus Istilah Sastra sebagai berikut:

a) Cara menyampaikan pikiran dan perasaan dengan kata-kata.

b) Cara khas dalam penyusunan dan penyampaian pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan dan lisan.

c) Ciri-ciri suatu kelompok karya sastra berdasarkan bentuk perbuatannya (ekspresinya) dan bukan kandungan isinya. Gaya terutama ditentukan oleh diksi dan struktur kalimat.

Kesimpulannya, gaya adalah ciri khas setiap pengarang dalam menyajikan karyanya, di mana antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lainnya tidak memiliki gaya yang sama persis. Mempelajari gaya bercerita pengarang akan membantu kita untuk lebih memahami pribadi yang kreatif daripada membaca biografinya yang ditulis oleh orang lain. Yang pasti, gaya karangan yang diciptakan mencerminkan jiwa pengarangnya.

8) Suasana

Dalam suatu peristiwa tertentu, pasti ada suasana yang mewarnainya. Misalnya, sedih, gembira, mengharukan, memancing emosi kemarahan, dan ekspresi jiwa lainnya. Dengan gambaran suasana yang naratif dan emotif inilah keasikan dari pembaca akan timbul. Demikian halnya dengan unsur-unsur intrinsik lainnya, unsur-unsur suasana akan menjadi lebih baik apabila didukung oleh unsur-unsur intrinsik lainnya seperti tokoh, latar, tema, dan sebagainya.

Abdul Rozak Zaidan dalam Kamus Istilah Sastra, mengemukakan bahwa “Suasana adalah suasana hati yang ditimbulkan oleh latar dan cakapan.” Sedangkan, Harianto G.P. mengemukakan bahwa “Suasana adalah hawa (udara atau kesadaran sesuatu) di suatu lingkungan, keadaan suatu peristiwa, atau keadaan perasaan yang ada dalam suatu peristiwa.”

(33)

d) Teknik Memotong dan Merekatkan (Cutting-Gluing) dalam Resensi

1. Pengertian Teknik memotong dan merekatkan (Cutting-Gluing)

Hernowo dalam Quantum Reading mengatakan bahwa teknik Cutting-Gluing adalah teknik membuat resensi dengan cara memotong dan merekatkan potongan-potongan materi yang ada dalam buku yang menarik perhatian kita. Bagian yang dipotong adalah bagian-bagian yang merupakan gagasan-gagasan inti yang disampaikan oleh penulis.27 Teknik memotong dan merekatkan ini merupakan teknik yang paling mudah dan sederhana dalam membuat resensi yang sekaligus merupakan teknik berlatih menulis yang paling elementer.

2. Teknik Memotong dan merekatkan (Cutting-Gluing) dalam Resensi

Teknik Cutting-Gluing bisa diistilahkan sebagai teknik “memotong dan merekatkan”. Ini merupakan cara meresensi buku yang dapat dilakukan oleh seorang pemula. Manfaat meresensi buku seperti ini adalah dapat memberikan peluang sangat besar kepada seseorang untuk berlatih menulis dengan bantuan “bahasa“ orang lain. Ini juga yang dapat membuat seseorang melakukan kegiatan membaca buku secara efektif (ada efeknya terhadap pengembangan diri).

Teknik memotong dan merekatkan ini dilakukan dengan cara memotong materi yang ada di dalam buku yang menarik perhatian peresensi. Peresensi tinggal menyalin kalimat-kalimat menarik yang mencerminkan isi buku yang ditulis oleh penulis yang dibaca peresensi. Peresensi dapat “memotong” bagian depan, tengah, belakang, atau di bagian manapun yang mengandung bagian penting yang menarik perhatian peresensi dan merupakan gagasan-gagasan inti yang disampaikan penulis.

Setelah merasa cukup untuk mengumpulkan”potongan”, peresensi kemudian memilih potongan yang lebih sesuai kemudian mengaitkan “potongan-potongan” itu. Inilah tahap “merekatkan” atau menempelkan. Dalam menempelkan potongan-potongan tersebut peresensi tidak boleh asal menempel. Peresensi perlu waspada ketika mengaitkan “potongan” yang satu dengan “potongan” yang lain. Usahakan agar tetap si penulis sendiri yang berbicara. Peran peresensi dalam

27

(34)

resensi ini hanya dalam konteks menyambungkan, mengalirkan, dan mengaitkan gagasan yang satu dengan gagasan yang lain.

3. Langkah-Langkah Menerapkan Teknik Memotong dan Merekatkan

(Cutting-Gluing) dalam Meresensi Novel

Beberapa langkah yang dilakukan untuk menulis resensi novel dengan menggunakan teknik memotong dan merekatkanadalah sebagai berikut.

a. Membaca naskah asli

Penulis resensi harus membaca novel seluruhnya bila perlu sampai beberapa kali untuk mengetahui kesan umum dan maksud pengarang serta sudut pandangnya.

b. Memotong (Cutting)

Langkah yang kedua, yaitu menandai, menggaris bawahi atau mencatat semua gagasan utama atau gagasan penting dalam novel. Penandaan atau pencatatan tersebut dilakukan untuk dua tujuan, yaitu 1) untuk tujuan penggambaran agar memudahkan penulis dalam meneliti kembali apakah pokok-pokok yang telah ditandai atau dicatat merupakan bagian yang penting; 2) untuk dijadikan dasar bagi pengelolah resensi selanjutnya.

c. Merekatkan (Gluing)

(35)

28

A. Waktu Penelitian dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada pertengahan semester ganjil tahun pelajaran 2010/2011, pada tanggal 4, 5, dan 11 Oktober 2010 di SMA Plus Khadijah Islamic School, Jl. Batan No. 12 Cilandak- Lebak Bulus, Jakarta Selatan. 12440.

B. Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode Classroom Action Research (Penelitian Tindakan Kelas), yaitu penelitian yang dilakukan oleh guru di dalam kelasnya sendiri melalui refleksi diri, dengan tujuan untuk memperbaiki kinerjanya sebagai guru, sehingga hasil belajar siswa menjadi meningkat.

Pada hakikatnya tidak ada metode yang baik atau buruk. Metode itu sifatnya netral, karena baik buruknya suatu metode bergantung pada guru itu sendiri yang memakainya. Dalam penelitian tindakan kelas ini, penulis menggunakan metode memotong dan merekatkan (Cutting-Gluing) yang dapat digunakan dalam pembelajaran menulis, khususnya dalam menulis resensi sebuah novel.

Dalam Penelitian Tindakan Kelas (PTK), kegiatan dimulai dari kesadaran guru akan adanya sesuatu yang kurang maksimal dalam hasil pembelajaran. Hal tersebut mungkin terjadi karena beberapa faktor, di antaranya siswa kurang memahami apa yang dikemukakan guru, atau mungkin disebabkan oleh suasana kelas yang tidak kondusif. Hal ini kemudian dievaluasi untuk pertimbangan dan penyusunan perencanaan tindakan perbaikan, serta evaluasi tindakan perbaikan.

Ada empat jenis penelitian tindakan kelas menurut Chein dalam M. Mega. N dan Kharina Islami Dewi (2009) di antaranya :

1. PTK Diagnostik

Adalah penelitian yang dirancang untuk menuntun peneliti ke arah suatu tindakan. Dalam hal ini, peneliti mendiagnosa dan memasuki situasi yang terdapat di dalam latar penelitian.

(36)

Suatu penelitian dikatakan sebagai PTK partisipan, apabila peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian sejak awal sampai dengan pembuatan laporan.

3. PTK Empiris

Ialah apabila peneliti berupaya melaksanakan suatu tindakan, kemudian membukukannya. Pada prinsipnya, proses penelitian ini berkenaan dengan penyimpanan catatan dengan pengumpulan pengalaman peneliti dalam pekerjaannya sehari-hari.

4. PTK Eksperimental

Ialah apabila PTK dilaksanakan sebagai upaya menerapkan berbagai teknik dan strategi secara efektif dan efisien. Dalam kegiatan belajar mengajar yang diterapkannya, PTK ini peneliti dapat menentukan cara mana yang paling efektif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran.1

Berdasarkan keempat jenis PTK di atas, model PTK yang dipilih untuk penelitian ini adalah paritisipan. Model ini sesuai dengan model penelitian yang akan dilaksanakan dalam pembelajaran menulis resensi novel dengan teknik memotong dan merekatkan, di mana peneliti akan ikut serta secara langsung dalam proses tersebut hingga akhir penyusunan laporan.

Alim Umar dan Nurbaya Kaco (2008) mengungkapkan ciri-ciri perbedaan penelitian tindakan kelas dengan penelitian lain adalah sebagai berikut.

1. Adanya masalah dalam PTK dipicu oleh munculnya kesadaran pada diri guru bahwa praktik yang dilakukannya selama ini di kelas memiliki masalah yang perlu diselesaikan.

2. Self Reflective Inquiry, yaitu penelitian melalui refleksi diri. PTK mempersyaratkan guru mengumpulkan data praktiknya sendiri melalui refleksi diri. Ini berarti guru mencoba mengingat kembali apa yang dikerjakannya di kelas, apa dampak tindakan tersebut bagi siswa, dan kemudian memikirkan mengapa dampaknya seperti itu. Guru mencoba menemukan kelemahan dan kekuatan dari tindakan yang dilakukannya, dan kemudian mencoba

1

(37)

memperbaiki kelemahan dan mengulanginya bahkan menyempurnakan tindakan yang sudah dianggap baik.

3. Penelitian tindakan kelas dilakukan di kelas, sehingga fokus penelitian adalah kegiatan pembelajaran berupa perilaku guru dan siswa dalam melakukan interaksi.

4. Penelitian tindakan kelas bertujuan untuk memperbaiki pembelajaran. Perbaikan dilakukan secara bertahap dan terus-menerus, selama kegiatan penelitian dilakukan.

5. Dalam PTK dikenal adanya siklus pelaksanaan, berupa pola: perencanaan-pelaksanaan-observasi-refleksi. Keempat tahap tersebut merupakan satu siklus atau satu daur. Oleh karena itu, setiap tahap akan berulang kembali, hasil dari refleksi akan menjadi masukan pada perencanaan kembali untuk siklus berikutnya seperti pada gambar berikut ini.

C. Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XII IPS SMA Plus KhadijahIslamicSchool Cilandak, Jakarta Selatan yang berjumlah 18 orang.

Observasi

Permasalahan Rencana Tindakan 1

Refleksi 1 Analisis Data Observasi

Belum Rencana Tindakan II

Refleksi II Analisis Data II Observasi

(38)

D. Desain Penelitian

Pemilihan metode ini berdasarkan pada pendapat para ahli yang menyatakan bahwa metode tersebut ditujukan untuk memperdalam terhadap tindakan yang dilakukan selama proses pembelajaran, serta untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam proses pembelajaran tersebut dan juga untuk mewujudkan tujuan-tujuan dalam proses pembelajaran. Pada pelaksanaannya, penelitian tindakan kelas mempunyai empat tahap dasar yang harus dilaksanakan, yaitu (1) perencanaan, (2) tindakan (3) observasi, dan (4) refleksi.

1. Perencanaan

Peneliti melakukan studi pendahuluan sebagai sebuah awal bertujuan mengungkapkan permasalahan penting yang berkaitan dengan pembelajaran menulis resensi novel. Pada tahap pendahuluan ini penulis melakukan observasi untuk mengetahui kondisi awal yang akan dijadikan bahan dalam merencanakan tindakan.

Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan, peneliti memberikan suatu alternatif pemecahan masalah, yaitu dengan menggunakan model pembelajaran memotong dan merekatkan dalam pembelajaran menulis resensi. Setelah menemukan masalah serta alternatif pemecahannya, peneliti mulai dengan tahap pertama, yaitu tahap perencanaan (planning). Pada tahap ini peneliti merencanakan kegiatan dan menetapkan waktu serta cara penyajian. Peneliti menyiapkan tindakan yang akan dilaksanakan di kelas, menyusun tahap-tahap tindakan tiap siklus, menyiapkan media dan teknik analisis data.

2. Tindakan

(39)

Dalam penelitian ini, peneliti menerapkan model Peer Assessment (penilaian teman sebaya) yakni sebuah proses di mana seorang pelajar menilai hasil belajar teman atau pelajar lainnya yang berada se-level. Maksudnya jika dua orang atau lebih berada dalam level kelas yang sama atau subjek pelajaran yang sama. Model peer dapat mendorong keterlibatan dan rasa tanggung jawab yang lebih besar, mendorong siswa untuk menganalisis secara kritis kerja yang dilakukan oleh orang lain, membentuk suatu kerangka yang lebih jelas dan mempromosikan keunggulan, perhatian langsung ke keterampilan dan belajar, memberikan umpan balik, meningkatkan serta membantu memperjelas kriteria penilaian.2

Sebelum melaksanakan PTK, peneliti melakukan persiapan-persiapan sebagai berikut.

a. Membuat RPP dan skenario pembelajaran yang akan dilaksanakan berdasarkan identifikasi permasalahan pada tahap perencanaan yang mencangkup pemilihan bahan pembelajaran, media, cara, dan alat evaluasi;

b. Menyiapkan contoh resensi

c. Menyusun lembar observasi untuk melihat aktivitas siswa dalam pembelajaran;

d. Menyusun lembar observasi penilaian siswa terhadap tingkah laku guru dalam pembelajaran.

e. Menyusun angket dan penilaian teman sebaya yang diisi siswa untuk mengetahui sikap siswa terhadap pembelajaran yang telah dilakukan.

3. Observasi

Selama pembelajaran berlangsung, penulis melakukan pengamatan terhadap semua aktifitas di kelas. Objek yang diamati ialah peristiwa-peristiwa yang menjadi indikator keberhasilan atau ketidakberhasilan pemecahan masalah. Pada tahap ini, peneliti melakukan pengamatan apakah tindakan yang diberikan telah mampu memecahkan masalah atau belum. Observasi yang

2

(40)

dilakukan memberikan pengaruh pada penyusunan tindakan yang akan dilakukan selanjutnya.

4. Refleksi

Data yang terkumpul dari tahap observasi dikumpulkan dan dianalisis. Dari hasil observasi akan terlihat berhasil atau tidaknya kegiatan yang akan dilakukan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam menulis resensi dengan teknik pembelajaran memotong dan merekatkan. Hasil dari refleksi dapat dijadikan acuan untuk merencanakan siklus selanjutnya. Jika siklus sebelumnya dinilai atau dipandang belum memecahkan permasalahan yang ada. Dari refleksi muncul permasalahan yang perlu mendapat perhatian yang pada gilirannya perlu dilakukan siklus berulang sampai suatu permasalahan dapat dianggap teratasi.

E. Instrumen Tindakan Kelas

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan, lembar observasi, jurnal siswa, angket, dan catatan lapangan.

1. Tes Kemampuan

Tes adalah serentetan pertanyaan atau latihan atau alat lain yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan, intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki oleh individu atau kelompok3. Nurgiyantoro mendefinisikan tes sebagai sebuah instrumen atau prosedur yang sistematis untuk mengukur suatu sampel.4

Dalam penelitian ini, tes digunakan untuk mengetahui hasil pembelajaran menulis resensi novel. Tes yang digunakan mencangkup pretest yang dilakukan untuk mengetahui hasil pelajaran menulis resensi novel sebelum perlakuan, dan posttest yang dilakukan untuk mengetahui hasil pembelajaran resensi novel setelah mendapatkan perlakuan.

3

Riduan, Dasar- Dasar Statistika, (Bandung: Alfabeta, 2008), hlm. 57. 4

(41)

2. Lembar Observasi

Lembar observasi merupakan alat pengamatan yang digunakan untuk mengukur atau melihat aktivitas siswa dan peneliti dilihat dari keterampilan kooperatif dan memotivasi siswa selama kegiatan belajar mengajar. Alat yang digunakan adalah lembar observasi yang diisi guru sebagai pencatat lapangan. Aktivitas peneliti yang diamati adalah keterampilan mengajar, mulai dari membuka pelajaran sampai pada menutup pembelajaran. Aktivitas siswa yang diamati mencakup perilaku siswa selama mengikuti proses pembelajaran, seperti bertanya, mengemukakan pendapat, mengerjakan tugas, dan perilaku lainnya menunjang proses kegiatan belajar mengajar.

3. Jurnal Siswa

Jurnal siswa diberikan pada setiap akhir pembelajaran. Jurnal ini diberikan untuk mengetahui apa yang diperoleh siswa setelah pembelajaran berlangsung dan untuk memperoleh gambaran mengenai tanggapan siswa terhadap pembelajaran yang diterapkan di kelas. Hal ini akan digunakan untuk melakukan perbaikan pada tindakan pembelajaran berikutnya.

4. Angket

Angket atau kuesioner merupakan suatu teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung bertanya jawab dengan responden.5 Dalam penelitian ini responden diberi instrumen angket yang berisi beberapa pertanyaan yang harus dijawab atau direspon. Dalam penelitian ini, angket yang penulis gunakan berisi tentang dua hal utama yakni bagaimana respon siswa atas metode teknik memotong dan merekatkan yang digunakan dalam pembelajaran menulis resensi, serta substansi mengenai pembelajaran menulis resensi novel.

5

Gambar

tabel 3.1 dan 3.3 (terlampir). Berdasarkan kriteria penilaian, adapun format
Tabel. 4.1
Data Hasil Tabel 4.2 Pretest Menulis Resensi  Novel
Tabel 4.3
+7

Referensi

Dokumen terkait

Unsur intrinsik ialah unsur yang menyusun sebuah karya sastra dari dalam yang mewujudkan struktur suatu karya sastra, seperti : tema, tokoh dan penokohan, alur dan pengaluran,

Nilai kesetiaan dilihat dari unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema) yang terdapat dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan.. Berdasarkan hasil penelitian,

Unsur instrinstik ialah unsur-unsur yang membangun cerita dari dalam novel itu sendiri seperti tema, alur (plot), latar/seting, penokohan, sudut pandang, gaya

Menurut Nurgiantoro (2012, hal. 23) unsur intrinsik merupakan unsu-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik tersebut meliputi: peristiwa, cerita, plot,

Unsur instrinstik ialah unsur-unsur yang membangun cerita dari dalam novel itu sendiri seperti tema, alur (plot), latar/seting, penokohan, sudut pandang, gaya

Struktur dalam Mitos di Nusa Penida Analisis Struktur, Fungsi dan Makna : Unsur Intrinsik adalah unsur yang turut membangun karya sastra itu sendiri.. Tema berbeda dengan

Dari uraian di atas, penelitian ini difokuskan pada kajian aspek struktural dalam karya sastra yaitu berupa unsur intrinsik yang meliputi tema, alur, penokohan dan perwatakan, dan latar

Pada dasarnya dalam sebuah karya sastra termasuk hikayat terdapat dua unsur pembangun yaitu Unsur Intrinsik yaitu merupakan unsur-unsur yang membangun dari dalam cerpen itu sendiri yang