NILAI KESETIAAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL IBUK,
KARYA IWAN SETYAWAN DAN RELEVANSINYA
DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun Oleh: Hanasih Wikani Hati
NIM: 091224037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
i
NILAI KESETIAAN TOKOH UTAMA DALAM NOVEL IBUK,
KARYA IWAN SETYAWAN DAN RELEVANSINYA
DALAM PEMBELAJARAN SASTRA DI SMA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Disusun Oleh: Hanasih Wikani Hati
NIM: 091224037
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini kupersembahkan untuk:
1.
Orang tuaku, Mujono dan Sri Hartati
v
MOTO
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah nasib kaumnya
kecuali mereka mengubah keadaan yang ada pada mereka
viii ABSTRAK
Hati, Hanasih Wikani. 2013. Nilai Kesetiaan Tokoh Utama dalam Novel ibuk, karya Iwan Setyawan dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini mengkaji nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan struktural. Tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan tokoh, penokohan, alur, latar, tema, nilai kesetiaan tokoh utama, dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA.
Metode yang digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif kualitatif. Metode ini digunakan untuk mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, latar, tema, dan nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dalam bentuk kata-kata dan bahasa.
Hasil analisis menunjukkan bahwa tokoh utama adalah Ibuk dan tokoh tambahan yang mempengaruhi nilai kesetiaan tokoh utama adalah Bayek, Bapak, Mbok Pah, Mak Gini, Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, dan Bang Udin. Nilai kesetiaan dilihat dari unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema) yang terdapat dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan.
ix ABSTRACT
Hati, Hanasih Wikani. 2013. The Main Character’s Loyalty Value in the Novel Ibuk, Written by Iwan Setyawan and the Relevancy in Literature Learning in Senior High Schools. Thesis. Yogyakarta: PBSID, FKIP, Sanata Dharma University.
This research examined the main character’s loyalty value in the novel ibuk, written by Iwan Setyawan. The approach used in this research was structural approach. This research was aimed to describe the theme, plots, characters, characterization, settings, the main character’s loyalty value, and the relevancy in the literature learning in Senior High Schools.
The method used in this research was descriptive qualitative method. This method was used to describe the theme, plots, characters, characterization, settings, the main character’s loyalty value in the novel ibuk , written by Iwan Setyawan in the forms of words and languages.
The analysis results showed that the main character who showed the value of loyalty was Ibuk. Additional characters in this novel were Bayek, Bapak, Mbok Pah, Mak Gini, Mbak Gik, Isa, Nani, Rini, Mira, and Bang Udin. The existence of the additional characters in this novel helped the main character to struggle her life.
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan YME karena atas kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Nilai Kesetiaan Tokoh Utama dalam Novel ibuk, karya Iwan Setyawan dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia, dan Daerah.
Penulis menyadari bahwa tanpa doa, bimbingan, dukungan, dan bantuan dari berbagai pihak, skripsi ini tidak akan selesai. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini. Ucapan terima kasih ini penulis sampaikan kepada:
1. Dr. Yuliana Setiyaningsih selaku Kaprodi PBSID.
2. Drs. B. Rahmanto, M.Hum. selaku dosen pembimbing I yang selalu memberikan pengarahan kepada penulis dalam menyusun skripsi.
3. Drs. J. Prapta Diharja, S.J., M.Hum. selaku dosen pembimbing II yang selalu membimbing penulis dalam menyusun skripsi.
4. Para dosen PBSID yang selama ini telah memberikan ilmunya yang sangat berharga kepada penulis.
5. Bapak dan Ibuku tercinta, Mujono dan Sri Hartati untuk doa, motivasi, dan kasih sayang yang diberikan kepada penulis.
6. Adikku tercinta, Priya Yoga Yuwana atas dukungan selama penulis melaksanakan proses belajar.
7. Teman-teman PBSID angkatan 2009 yang selalu memberikan semangat dan motivasi kebersamaannya selama proses belajar.
8. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah
xii DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
MOTTO ... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PUBLIKASI ... vii
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
KATA PENGANTAR ... x
DAFTAR ISI ... xii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 4
C. Tujuan Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 5
E. Batasan Istilah ... 5
F. Sistematika Penyajian ... 8
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Penelitian Relevan ... 9
B. Kerangka Teori ... 11
1. Hakekat Novel ... 11
2. Macam Novel ... 12
3. Unsur Intrinsik Novel ... 13
4. Nilai ... 18
5. Nilai Kesetiaan ... 23
xiii
7. Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan ... 25
8. Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI ... 26
9. Silabus ... 30
10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 32
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ... 32
B. Objek Penelitian ... 33
C. Sumber Data ... 33
D. Metode ... 34
E. Teknik Pengumpulan Data ... 35
F. Teknik Analisis Data ... 35
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 36
A. Deskripsi Data ... 36
B. Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema ... 36
1. Analisis Tokoh ... 36
a. Ibuk……….. .. 37
b. Bayek ... 40
c. Bapak ... 41
d. Mak Gini ... 42
e. Mbok Pah ... 43
f. Mbak Gik ... 44
g. Isa ... 45
h. Nani ... 46
i. Rini ... 47
j. Mira ... 47
k. Bang Udin ... 47
2. Analisis Penokohan ... 50
a. Ibuk……….. .. 50
xiv
c. Bapak ... 67
d. Mak Gini ... 71
e. Mbok Pah ... 73
f. Mbak Gik ... 74
g. Isa ... 76
h. Nani ... 77
i. Rini ... 78
j. Mira ... 78
k. Bang Udin ... 79
3. Alur atau Plot ... 81
a. Awal ... 81
1. Paparan (exposition) ... 81
2. Rangsangan (inciting moment) ... 82
3. Gawatan (rising action) ... 82
b. Tengah ... 83
1. Tikaian (conflict) ... 83
2. Rumitan (complication) ... 84
3. Klimaks ... 86
c. Akhir ... 86
1. Leraian (falling action) ... 86
2. Selesaian (denouement) ... 87
4. Latar/setting ... 88
a. Latar Tempat ... 88
b. Latar Waktu ... 91
c. Latar Sosial ... 95
5. Tema ... 98
C. Keterkaitan Unsur dalam Novel ibuk, Karya Iwan Setyawan... 100
D. Analisis Nilai Kesetiaan Tokoh Utama (Ibuk) ... . 104
E. Relevansi Hasil Penelitian sebagai Bahan Pembelajaran Sastra di SMA... 111
xv
2. Psikologi ... 114
3. Latar Belakang Budaya ... 116
4. Silabus ... 118
5. RPP ... 120
BAB V PENUTUP ... 134
A. Kesimpulan ... 134
B. Implikasi ... 136
C. Saran ... 136
DAFTAR PUSTAKA ... 138
LAMPIRAN ... 141
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Istilah sastra berasal dari bahasa Sansekerta yang artinya “tulisan”
atau “karangan”. Sastra berarti karangan dengan bahasa yang indah dan isinya
yang baik. Bahasa yang indah artinya berguna dan mengandung nilai
pendidikan. Indah dan baik menjadi fungsi sastra yang terkenal dengan istilah
dulce et utile (Wellek dan Warren, 1990: 25). Sastra adalah karya lisan atau tertulis yang memiliki berbagai ciri keunggulan seperti keorisinalan,
keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya (Sudjiman, 1990: 71).
Sastra adalah lembaga sosial yang menggunakan bahasa sebagai
medium. Bahasa itu sendiri merupakan ciptaan sosial (Damono, 1979: 1).
Sastra menampilkan gambaran kehidupan yang merupakan suatu kenyataan
sosial. Dalam pengertian ini, kehidupan mencakup hubungan antar
masyarakat, antara masyarakat dengan orang-seorang. Peristiwa-peristiwa
yang terjadi dalam batin seseorang sering menjadi bahan sastra. Sastra juga
merupakan cerminan hubungan seseorang dengan orang lain atau dengan
masyarakat.
Sastra adalah hasil peniruan atau gambaran dari kenyataan (mimesis).
Sebuah karya sastra harus merupakan peneladanan alam semesta dan
sekaligus merupakan model kenyataan. Oleh karena itu, nilai sastra semakin
rendah dan jauh daripada dunia ide, sedangkan Aristoteles (murid Plato),
mengemukakan sastra sebagai kegiatan lainnya melalui agama, ilmu
pengetahuan dan filsafat. Menurut kaum formalisme Rusia, sastra adalah
sebagai guru bahasa yang bermateri kata-kata dan bersumber dari imajinasi
atau emosi pengarang (Plato dalam Semi, 2004: 27).
Kejadian atau peristiwa kehidupan dalam masyarakat dapat direkam
oleh pengarang melalui daya kreasi dan imajinasi. Kejadian tersebut dijadikan
karya sastra yang menarik dan bermanfaat. Karya sastra digunakan pengarang
untuk mengajak pembaca ikut melihat, merasakan, menghayati makna
pengalaman hidup yang pernah dirasakannya.
Sastra merupakan cermin dari kehidupan manusia. Oleh karena itu,
perlu adanya apresiasi terhadap karya sastra. Salah satu bentuk apresiasi
terhadap sebuah karya sastra, misalnya dengan membaca novel dan cerpen.
Bahkan dapat mementaskan sebuah drama. Sehingga karya sastra tidak hanya
dinikmati oleh diri sendiri tetapi juga dinikmati banyak orang. Setiap karya
sastra pasti terdapat nilai amanat yang bisa dipetik dan dapat dijadikan
sebagai contoh atau teladan bagi kehidupan di masyarakat (Sumardjo, 1984:
14).
Peristiwa-peristiwa sosial, pendidikan, politik, ekonomi, bahkan
agama dapat diangkat menjadi sebuah karya sastra yang indah dan layak
untuk dinikmati masyarakat. Apalagi jika penulis atau pengarang cerita dapat
mengkombinasikan idenya dengan peristiwa-peristiwa yang ada di dalam
masyarakat. Dengan demikian, masyarakat dapat mengapresiasi bahkan dapat
Novel adalah karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian
cerita kehidupan seseorang dengan orang di sekelilingnya dengan
menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008: 969). Novel merupakan salah satu bentuk karya sastra yang
menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa secara
tersusun. Namun, jalan ceritanya dapat menjadi suatu pengalaman hidup yang
nyata, dan lebih dalam lagi novel mempunyai tugas mendidik pengalaman
batin pembaca atau pengalaman manusia.
Karya sastra merupakan bahan pelajaran yang ada di SMA.
Pembelajaran sastra di SMA berguna untuk dinikmati dan diapresiasi agar
warisan sastra Indonesia tidak luntur. Selain itu, memanfaatkan karya sastra
untuk memperluas wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan berbahasa.
Novel ibuk, karya penulis national best seller Iwan Setyawan, mengisahkan tentang sebuah kehidupan yang penuh dengan perjuangan yang
dipimpin oleh seorang perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok
perempuan yang selalu memberi nafas bagi kehidupan.
Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin meneliti novel ibuk,. Penulis akan meneliti nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA. Alasan
penulis meneliti novel tersebut karena cerita di dalamnya sangat menarik dan
dapat menimbulkan semangat untuk hidup di tengah sulitnya perekonomian
inspirasi setiap pembaca. Dengan adanya penelitian ini diharapkan para
pembaca mampu mengambil nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ini.
Penulis akan menghubungkan novel tersebut dengan pembelajaran sastra di
SMA.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, masalah yang akan dibahas dalam
penelitian ini:
1. Bagaimana tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan?
2. Bagaimana nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan?
3. Bagaimana relevansi novel ibuk, karya Iwan Setyawan dalam pembelajaran sastra di SMA?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang akan dicapai dalam
penelitian ini:
1. Mendeskripsikan tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema dalam novel
ibuk, karya Iwan Setyawan
3. Mendeskripsikan relevansi novel ibuk, karya Iwan Setyawan dalam pembelajaran sastra di SMA
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti sastra, peneliti ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi
ilmu sastra, yaitu masukan dan informasi, khususnya novel ibuk, karya Iwan Setyawan
2. Pembelajaran sastra, penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif
bahan sastra di SMA khususnya novel
3. Peneliti lain
Dapat mengembangkan karya sastra yang berupa novel untuk melakukan
penelitian dengan sudut pandang yang berbeda.
E. Batasan Istilah
Untuk menyatukan persepsi mengenai istilah-istilah yang akan
digunakan dalam skripsi ini, maka akan diberikan beberapa istilah yang
berhubungan dengan penelitian ini. Batasan istilah tersebut:
1. Nilai adalah sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi
kemanusiaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 963).
2. Pendekatan sturktural adalah pendekatan yang menguraikan keterkaitan
yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teeuw, 1984:
135).
3. Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun.
Istilah lain: roman (Sudjiman, 1990: 55).
4. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu
sendiri (Nurgiyantoro, 1995: 23).
5. Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang ada di luar karya sastra, tetapi
secara tidak langsung mempengaruhi bangunan atau sistem organisme
karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 23).
6. Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan
di dalam berbagai peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990: 79).
7. Penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang
ditampilkan dalam sebuah cerita (Jones, melalui Nurgiyantoro, 1995:
165).
8. Alur adalah cerita yang berisi urutan kejadian, namun setiap kejadian itu
hanya dihubungkan secara sebab akibat, peristiwa yang satu akan
menyebabkan peristiwa yang lain (Stanton melalui Nurgiyantoro, 1995:
113).
9. Latar adalah segala keterangan, petunjuk, pengacuan yang berhubungan
dengan waktu, ruang, dan suasana terjadi dalam karya sastra (Sudjiman,
10. Sudut pandang adalah pusat pengisahan adalah posisi dan penempatan
diri pengarang dalam ceritanya, atau dari mana dia melihat
peristiwa-peristiwa yang terdapat dalam ceritanya itu. (Semi, 2004: 57).
11. Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang (Sudjiman,
1988: 57).
12. Tema adalah gagasan dasar umum yang menopang sebuah karya sastra
dan yang terkandung di dalam teks sebagai sebuah sistematik dan yang
menyangkut persamaan-persamaan atau perbedaan-perbedaan (Hartoko
dan B. Rahmanto melalui Nurgiyantoro, 1995: 68).
13. Kesetiaan adalah keteguhan hati; ketaatan (dalam persahabatan,
perhambaan dan sebagainya); kepatuhan (Kamus Besar Bahasa
Indonesia, 2008: 1295).
14. Relevansi adalah hubungan; kaitan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008: 1159).
15. Pembelajaran adalah proses, cara, perbuatan yang menjadikan orang atau
makhluk hidup belajar (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 23).
16. Silabus adalah penjabaran dari standar kompetensi dan kompetensi dasar
ke dalam materi pokok, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian
kompetensi untuk penilain, alokasi waktu, dan sumber belajar (Muslich,
2007: 23).
17. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran adalah rancangan pembelajaran mata
pelajaran per unit yang akan diterangkan guru dalam pembelajaran di
F. Sistematika Penyajian
Sistematika penyajian dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Halaman judul, Bab I berisi: Pendahuluan yang terdiri dari latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penenlitian, batasan
penelitian, sistematika penyajian.
Bab II berisi: Landasan Teori yang terdiri dari penelitian yang relevan
dan kerangka teori. Dalam penelitian yang relevan ini penulis menemukan
tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian Sigit Permadi
Wibowo, A. Sri Puji Rahayu, dan Y. Rieska Devi Permata Sari.
Bab III berisi: Metodologi Penelitian yang terdiri dari pendekatan dan
jenis penelitian, objek penelitian, metode penelitian, teknik pengumpulan
data, dan teknis analisis data.
Bab IV berisi tentang analisis unsur tokoh, penokohan, alur, latar, dan
tema yang ada dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan serta relevansi hasil analisis nilai kesetiaan tokoh utama dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan dalam pembelajaran sastra di SMA. Bab V penutup, berisi kesimpulan dan
9 BAB II LANDASAN TEORI
A. Penelitian Relevan
Dalam penelitian tentang nilai kesetiaan tokoh utama novel ibuk, karya Iwan Setyawan dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA,
penulis menemukan tiga penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian
Sigit Permadi Wibowo, A. Sri Puji Rahayu, dan Y. Rieska Devi Permata Sari.
Masing-masing penelitian tersebut berjudul “Wujud Perjuangan Perempuan
dalam Pendidikan Pada Antologi Cerita Pendek Seribu Impian Perempuan
Buru Sebuah Pendekatan Sosiologi Sastra”. Penelitian yang dilakukan oleh A.
Sri Puji Rahayu berjudul “Nilai-Nilai Budi Pekerti dalam Cerita Rakyat
Yogyakarta 2 karya Bakdi Soemanto: Suatu Tinjauan Sosiologi Sastra dan
Implementasinya Dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia di Sekolah Dasar”.
Penelitian yang dilakukan oleh Y. Rieska Devi Permata Sari berjudul “Nilai
Moral Pada Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah”.
Penelitian yang dilakukuan oleh Sigit Permadi Wibowo mengkaji
wujud perjuangan perempuan dalam antologi cerita pendek Seribu Impian
Perempuan Baru. Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: (1)
Menganalisis kondisi sosiokultural yang tercermin pada antologi cerita
pendek yang melatarbelakangi wujud perjuangan perempuan dalam
pendidikan. (2) Mendeskripsikan wujud perjuangan perempuan dalam
Impian Perempuan Baru. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
sosiologi sastra yang mengutamakan teks sastra sebagai bahan penelaahan.
Penelitian yang dilakukan oleh A. Sri Puji Rahayu mengkaji nilai-nilai
budi pekerti dalam Cerita Rakyat Yogyakarta 2 karya Bakdi Soemanto dan
implementasinya dalam pembelajaran bahasa Indonesia di Sekolah Dasar.
Penelitian ini menggunakan pendekatan sosiologi sastra positivistis menurut
gagasan Swingewood. Alasan pemilihan pendekatan tersebut karena dalam
pendekatan tersebut karya sastra dipandang sebagai refleksi atas realitas
kehidupan masyarakat yang tidak perlu dilihat dalam suatu keseluruhannya
tetapi berusaha melihat hubungan antara unsur sosial budaya suatu
masyarakat dengan salah satu unsur yaitu unsur tokoh dan penokohan suatu
karya sastra.
Penelitian yang dilakukan oleh Y. Rieska Devi Permata Sari mengkaji
nilai moral yang terdapat pada Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah karya James
Danandjaja. Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan nilai moral yang
terdapat pada Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah. Penelitian ini merupakan
penelitian kepustakaan karena penelitian kepustakaan adalah penelitian suatu
masalah berdasarkan sumber tertulis seperti catatan, transkrip, buku, surat
kabar, maupun majalah. Dalam hal ini mencari data dari buku yang berjudul
Cerita Rakyat Dari Jawa Tengah.
Ketiga penelitian terdahulu menunjukkan kesamaan tujuan penelitian
yang mendeskripsikan nilai-nilai yang terdapat cerita rakyat ataupun cerita
ibuk, karya Iwan Setyawan dan relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, topik ini masih relevan untuk
diteliti.
B. Kerangka Teori 1. Hakekat Novel
Abrams dalam (Nurgiyantoro, 2005: 9) mengatakan bahwa novel
adalah cerita pendek dalam bentuk prosa. Novella (bahasa Itali)
mengandung pengertian yang sama dengan istilah Indonesia novelette,
yang berarti sebuah karya prosa fiksi yang panjangnya cukupan, tidak
terlalu panjang dan tidak terlalu pendek. Novel adalah karangan prosa
yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan
orang di sekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 788). Novel merupakan salah satu
bentuk karya sastra yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa secara tersusun. Namun, jalan ceritanya dapat
menjadi suatu pengalaman hidup yang nyata, dan lebih dalam lagi novel
mempunyai tugas mendidik pengalaman batin pembaca atau pengalaman
manusia.
Novel adalah cerita dalam bentuk prosa yang cukup panjang.
Panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata. Mengenai jumlah kata dalam
Novel adalah prosa rekaan yang panjang, yang menyuguhkan
tokoh-tokoh dan menampilkan serangkaian peristiwa dan latar secara
tersusun. Istilah lain: roman (Sudjiman, 1990: 55).
Dari pernyataan di atas, dapat disimpulkan bahwa novel adalah
prosa panjangnya tidak kurang dari 50.000 kata dengan menyuguhkan
rentetan peristiwa, tokoh, alur, tema, latar, amanat, bahkan gaya bahasa.
2. Macam Novel
Ada beberapa jenis novel dalam sastra. Jenis novel mencerminkan
keragaman tema dan kreativitas dari sastrawan yang tak lain adalah
pengarang novel. Nurgiyantoro (2005: 16) membedakan novel menjadi
novel serius dan novel popular.
Kayam dalam Nurgiyantoro (2005: 17) menyebutkan kata ”pop”
erat diasosiasikan dengan kata ”populer”, mungkin karena novel-novel itu
sengaja ditulis untuk ”selera populer” yang kemudian dikenal sebagai
”bacaan populer”. Jadilah istilah “pop” sebagai istilah baru dalam dunia
sastra kita.
Nurgiyantoro (2005: 18) juga menjelaskan bahwa novel populer
adalah novel yang populer pada masanya dan banyak penggemarnya,
khususnya pembaca di kalangan remaja. Novel jenis ini menampilkan
masalah yang aktual pada saat novel itu muncul. Pada umumnya, novel
populer bersifat artifisial, hanya bersifat sementara, cepat ketinggalan
zaman, dan tidak memaksa orang untuk membacanya sekali lagi seiring
sesudahnya. Di sisi lain, novel populer lebih mudah dibaca dan lebih
mudah dinikmati karena semata-mata menyampaikan cerita (Stanton
dalam Nurgiyantoro 2005:19). Novel populer tidak mengejar efek estetis
seperti yang terdapat dalam novel serius.
Novel serius atau yang lebih dikenal dengan sebutan novel sastra
merupakan jenis karya sastra yang dianggap pantas dibicarakan dalam
sejarah sastra yang bermunculan cenderung mengacu pada novel serius.
Novel serius harus sanggup memberikan segala sesuatu yang serba
mungkin, hal itu yang disebut makna sastra yang sastra. Novel serius yang
bertujuan untuk memberikan hiburan kepada pembaca, juga mempunyai
tujuan memberikan pengalaman yang berharga dan mengajak pembaca
untuk meresapi lebih sungguh-sungguh tentang masalah yang
dikemukakan.
3. Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik (intrinsic) adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri (Nurgiyantoro, 2002: 23). Unsur-unsur inilah yang
menyebabkan karya sastra hadir sebagai karya sastra, unsur-unsur secara
faktual akan dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik
sebuah novel adalah unsur-unsur yang secara langsung turut serta
membangun cerita. Unsur yang dimaksud, misalnya peristiwa, cerita, plot,
penokohan, tema, latar, sudut pandang penceritaan, bahasa atau gaya
bahasa, dan lain-lain. Namun, dalam penelitian ini hanya memusatkan
a. Tokoh dan Penokohan
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990: 79). Pada
dasarnya tokoh dibagi menjadi dua jenis yaitu tokoh utama dan tokoh
bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di
dalam suatu cerita (Stanton, 1965: 17). Tipe tokoh seperti yang
digambarkan tersebut disebut tokoh protagonis, sedangkan tokoh
bawahan sering disebut tokoh antagonis.
“Watak adalah sifat dan ciri yang terdapat pada tokoh atau
individu rekaan, kualitas nalar dan jiwanya, yang membedakannya dari
tokoh lain sedangkan penokohan adalah penyajian watak dengan tokoh
dan penciptaan citra tokoh.” (Sudjiman, 2002: 58). Setiap pengarang
ingin membaca atau memahami tokoh atau perwatakan tokoh-tokoh
yang ditampilkannya. Ada dua macam cara yang dikemukakan oleh M.
Atar Semi dalam memperkenalkan tokoh dan perwatakan tokoh dalam
fiksi yaitu:
1) Cara analitik, yaitu pengarang langsung memaparkan tentang watak
atau karakter tokoh, contohnya pengarang menyebutkan bahwa
tokoh tersebut keras hati, keras kepala, penyayang, dan sebagainya.
2) Cara dramatis, yaitu menggambarkan apa dan siapa tokoh itu tidak
secara langsung, tetapi hak-hak lain, misalnya perbuatan
Dalam mewujudkan tokoh dengan berbagai perwatakannya,
penulis menempuh dua cara:
1) Secara langsung, pengarang menyebutkan secara terperinci
bagaimana tokoh itu baik perangai maupun tingkah laku dan
perwatakan yang dimilikinya yang diciptakan pengarang
2) Secara tidak langsung, pengarang mengungkap tokoh dengan
perwatakannya dengan jalan memberi gambaran sifat, keadaan fisik,
melakukan gerak-gerik. Biasanya diungkapkan melalui percakapan
antara tokoh dalam cerita tersebut.
b. Plot/Alur
Menurut Nurgiyantoro (2000: 110), plot/ alur adalah rangkaian
peristiwa yang tersaji secara berurutan sehingga membentuk sebuah
cerita. Plot atau alur merupakan cerminan atau perjalanan tingkah laku
para tokoh dalam bertindak, berpikir dan bersikap dalam menghadapi
berbagai masalah dalam suatu cerita.
Alur bukan sekedar urutan cerita, melainkan merupakan
hubungan sebab akibat peristiwa yang satu dengan yang lainnya dalam
sebuah cerita. Plot merupakan jalan cerita yang bergerak dari suatu
permulaan (beginning), melalui suatu tengahan (meddle) menuju suatu permulaan (ending). ‘Plot adalah struktur gerak atau laku yang terdapat ddalam fiksi atau drama.’ (Brooks dan Warren dalam Tarigan, 2002:
Berdasarkan urutan waktu, plot dapat dibedakan dalam dua
kategori yaitu kronologis dan tak kronologis. Yang pertama disebut
sebagai plot lurus, maju atau dapat dinamakan progresif, sedang yang
kedua adalah sorot balik, mundur, flashback, atau juga disebut sebagai regresi. Plot pada cerpen dikatakan progresif jika pristiwa-pristiwa yang
dikisahkan bersifat kronologis, peristiwa yang pertama diikuti oleh
peristiwa-peristiwa yang kemudian. Selanjutnya sebuah novel dikatakan
regresi jika urutan kejadian tidak bersifat kronologis. Cerita tidak
dimulai dari tahap awal, melainkan mungkin dari tahap tengah atau
bahkan tahap akhri, baru kemudian tahap awal cerita dikisahkan.
Struktur Umum Alur (Sudjiman, 1990: 30)
Struktur umum alur dapatlah digambarkan sebagai berikut:
Awal: 1. Paparan (exposition)
2. rangsangan (inciting moment) 3. gawatan (rising action) 4. tikaian (conflict) Tengah: 5. rumitan (complication)
6. klimaks
Akhir: 7. leraian (falling action) 8. selesaian (denouement)
c. Latar/Setting
M. Atar Semi (2004: 46) berpendapat bahwa “latar atau
landasan tumpu (setting) adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi.” Sejalan dengan itu, Tarigan (2002: 136) berpendapat bahwa yang
Nurgiyantoro (2000: 230) mengatakan unsur-unsur setting dibedakan menjadi tiga unsur pokok, yaitu setting tempat, setting waktu dan setting sosial. Setting tempat adalah setting yang menggambarkan lokasi atau tempat terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi. Setting waktu adalah setting yang berhubungan dengan masalah “kapan” waktu terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam
sebuah karya fiksi. Setting sosial menyarankan pada hal-hal yang berhubungan dengan perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu
tempat yang diceritakan dalam karya fiksi. Setting sosial dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan dengan
status sosial tokoh yang bersangkutan dalam sebuah cerita.
d. Tema
Tema adalah gagasan utama atau pikiran pokok sebuah karya
sastra (Tarigan, 2002: 7). Tema pada dasarnya merupakan pokok
sebuah cerita. Jika tidak terdapat tema, cerita akan kabur. Tema adalah
sesuatu yang menjadi dasar cerita. Tema akan selalu berkaitan dengan
kehidupan sehari-hari, seperti: masalah cinta, rindu, maut, perjuangan
hidup, dan sebagainya.
e. Hubungan Antar Unsur Intrinsik Novel
Unsur intrinsik merupakan suatu bagian dari struktur novel.
Unsur intrinsik dalam novel memang saling mempengaruhi satu dengan
lainnya, misalnya unsur tokoh akan selalu berhubungan dengan
atau berkaitan (Sudjiman, 1990: 27). Tokoh merupakan individu dalam
cerita, sedangkan penokohan atau perwatakan merupakan karakter
tokoh atau individu tersebut. Jadi jika seorang tokoh tanpa karakter,
akan tidak akan membentuk sebuah cerita.
Begitu juga berkaitan dengan unsur yang lain, misalnya tema,
alur, latar, dan sebagainya. Semua sudah menjadi satu kesatuan yang
utuh, sehingga membentuk sebuah cerita.
4. Nilai
Nilai adalah sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi
kemanusiaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 963). Nilai berarti
sesuatu yang penting dan berharga, di mana orang rela menderita,
mengorbankan yang lain, membela, dan bahkan rela mati demi nilai
tersebut. Nilai memberi arti atau tujuan dan arah hidup. Nilai menyediakan
motivasi-motivasi. Nilai-nilai memberikan arah perjalanan, seperti rel
kereta api, agar tidak lepas dari jalur perjalanan (Darminta, 2006: 24).
Nilai-nilai yang diperjuangkan (Darminta, 2006: 44) antara lain:
1) Kesetiaan: Nilai dan Hubungan Personal
Orang ditantang untuk menghormati dan menghargai semua
sarana serta wujud untuk melangsungkan dan meghormati hidup itu
pula. Maka, diperlukan kesetiaan kepada nilai hidup yang bercirikan
kualitas abadi (Darminta, 2006: 50-51).
Masyarakat yang lebih mengutamakan nilai sarana dapat dengan
mudah terjadi orang berkutat pada sarana-sarana kehidupan, bukan
menyingkirkan nilai berdaya tahan lama. Contohnya kehidupan seks
bebas masa kini yang melahirkan orang yang cenderung
mementingkan kepuasan semata. Hal ini terbukti bahwa orang tersebut
tidak mau berjuang keras atau berproses dan hanya menginginkan
hasilnya (Darminta, 2006: 51).
Kesetiaan terhadap hidup bagaimanapun juga akan sangat
berkaitan dengan soal penghargaan dan penghormatan kepada nilai
seks dalam hidup manusia. Suasana cinta yang ditandai kesetiaan,
pengampunan, dan penghormatan di dalam keluarga merupakan
kondisi yang paling baik, bukan hanya teknik yang menyingkap
rahasia kesenangan belaka. Intimitas yang menyatukan hidup dalam
hubungan cinta merupakan suatu perjalanan tersendiri (Darminta,
2006: 53).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
orang zaman sekarang cenderung menginginkan serba instan tanpa
mau berproses lewat perjuangan yang penuh tantangan. Hal itu dapat
digambarkan melalui kehidupan seks bebas saat ini yang hanya
mengutamakan kepuasan semata. Padahal jika orang berpegang pada
prinsip hidup itu suci, berharga, dan pantas dihormati, mau tidak mau
orang harus berproses terlebih dahulu baru kemudian menuai hasilnya.
2) Kepedulian: Nilai dan Hak-Hak Asasi
Hormat terhadap hidup dan setia kepada relasi personal, sebagai
selanjutnya, yaitu hormat kepada pribadi yang pada masa kini
dirumuskan sebagai hak asasi manusia (Darminta, 2006: 53).
Menurut Darminta (2006: 53-54) hak-hak asasi manusia
semakin disadari maka juga semakin dipergulatkan dalam berbagai
aspek kehidupan manusia di mana manusia berhak memutuskan
sendiri, seperti :
a) hak untuk hidup
b) hak untuk diperlakukan sebagai pribadi
c) hak untuk memperoleh dan memilih pekerjaan yang layak
d) hak untuk memilih agama yang dianut
e) hak untuk memperoleh sarana-sarana kehidupan
f) hak yang sama di depan hukum
Pada dasarnya dari semua perkembangan aspek hak-hak asasi
manusia seperti tersebut di atas, ada satu hal yang paling asasi, yaitu
nilai manusia sebagai manusia atau pribadi yang memiliki
kemerdekaan (Darminta, 2006: 54).
Melindungi hidup pribadi manusia merupakan kewajiban setiap
manusia. Misalnya tidak membiarkan orang lain menjadi budak.
Namun, zaman sekarang orang cenderung masuk dalam berbagai
macam bentuk perbudakan. Misalnya anak-anak muda yang menjual
temannya untuk memperoleh kepuasan seks dan demi mendapat uang,
kasus-kasus TKW atau TKI yang terdapat jual-beli manusia, gaji para
memanusiakan manusia tetap harus diperjuangkan karena hidup
manusiawi adalah nilai yang luhur.
3) Solidaritas: Nilai dan Kebutuhan Hidup
Perlakuan yang dilandasi oleh rasa hormat terhdap hidup,
kesetiaan, dan kepedulian terhadap nasib sesama mengajak kita untuk
hidup sebagai hak-hak yang asasi, seperti tanah dan pangan, serta
rumah dan milik-milik lain yang semestinya untuk hidup (Darminta,
2006: 55).
Solidaritas berarti bahwa orang mampu menggunakan barang
untuk memajukan hidup sesama, bukannya membunuh hidup sesama
(Darminta, 2006: 56).
Berdasarkan pernyataan tersebut orang harus berusaha
menumbuhkan rasa solidaritas dalam kehidupan ini, merasa senasib,
sehidup, kebersamaan yang akan membuahkan pembagian yang adil
dan semestinya dalam hak atas kebutuhan untuk hidup.
4) Kepercayaan: Nilai dan Kepastian
Hidup mengandung kebenaran yang merupakan dasar bagi
hidup berbagi atau komunikasi hidup. Mengkhianati hidup berarti
mengkhianati kebenaran yang ada di dalamnya, bahkan mengkhianati
hakikat hidup itu sendiri yang hidup dalam komunikasi serta
pemberian diri terus-menerus. Hubungan dalam kebenaran merupakan
syarat mutlak adanya hubungan yang benar, yaitu dalam kepercayaan.
kejujuran. Maka, kejujuran merupakan nilai yang harus diperjuangkan
bila kepercayaan satu sama lain ingin diciptakan. Bila kebenaran dan
kejujuran tidak ada, maka hidup dan relasi antar manusia pun akan
rusak (Darminta, 2006: 57).
Contohnya saat ini kita hidup dalam serba
kebohongan-kebohongan, bahkan pengkhianatan. Kebenaran bila diungkapkan
terkadang menyakitkan, apalagi bila dikuasai oleh nafsu egois.
Keuntungan sarana kehidupan yang membuat seseorang tidak jujur,
bohong, dan menipu. Bahkan lembaga hukum pun justru menjadi
sumber kebohongan.
Namun, rela mati untuk membela kebenaran merupaka cita-cita
luhur dalam kehidupan manusia. Kerelaan yang demikian tersebut
yang akan membawa kehidupan (Darminta, 2006: 58).
Apabila kebenaran-kebenaran itu selalu dijunjung tinggi, maka
akan ada terciptanya kepastian-kepastian yang dapat diandalkan dalam
kehidupan bersama. Kepercayaan yang makin tinggi karena
kepercayaan adalah sebagai dasar hidup bersama. Oleh karena itu
dapat disimpulkan bahwa terciptanya hidup yang baik bagi semua
pihak akan tergantung pada kadar kejujuran serta sikap orang pada
nilai kebenaran.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa nilai
adalah sifat atau hal-hal yang penting yang berguna bagi kemanusiaan
5. Nilai Kesetiaan
Kesetiaan adalah keteguhan hati; ketaatan (dalam persahabatan,
perhambaan dan sebagainya); kepatuhan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
2008: 1295). Nilai merupakan sifat atau hal-hal yang penting yang berguna
bagi kemanusiaan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008: 963).
Sardjono (1992: 17) mengatakan bahwa apabila orang Jawa telah
dewasa maka ia telah membatinkan bahwa kesejahteraannya bahkan
eksistensinya tergantung pada kesatuan dengan kelompoknya. Hal ini
menunjukkan bahwa salah satu ciri kedewasaan seseorang sekaligus
kejawaan seseorang adalah sikap setia yang diungkapkan dalam
kelompoknya. Kesetiaan seseorang yang tidak disertai oleh pengorbanan
yang besar memang sudah menjadi paham yang harusdilakukan apabila
memang masih menganggap sebagai orang Jawa.
Kesetiaan bisa diwujudkan dalam bentuk pernikahan, persahabatan,
kesetiaan dalam keluarga, masyarakat, negara, dan lain-lain. Namun,
dalam penelitian novel ini kesetiaan yang paling sesuai adalah kesetiaan
dalam keluarga. Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan
bahwa nilai kesetiaan adalah ketaatan dalam keluarga yang berguna bagi
kemanusiaan.
6. Pendekatan Struktural
Struktur merupakan keseluruhan relasi antara berbagai unsur
sebuah teks (Hartoko, Dick dan B. Rahmanto, 1989: 135 ). Pendekatan
dari latar belakang sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal yang
ada di luar karya sastra (Satoto, 1993: 32). Pendekatan tersebut mencoba
menguraikan keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra
sebagai kesatuan struktural yang bersama-sama menghasilkan makna
menyeluruh (Teeuw, 1984: 135).
Sruktur karya sastra (fiksi) terdiri atas unsur-unsur alur, penokohan,
tema, latar, dan amanat sebagai unsur yang paling menunjang dan paling
dominan dalam membangun karya sastra (fiksi) (Sumardjo, 1991: 54).
Penelitian struktural pada dasarnya berangkat dari pendekatan objektif
sebagaimana dikemukakan Abrams, yang menekankan karya sastra
sebagai struktur yang bersifat otonom. Struktur pada dasarnya merupakan
sebuah sistem, yang terdiri dari berbagai unsur, yang tidak satu pun di
antaranya dapat melakukan perubahan tanpa berpengaruh pada
unsur-unsur yang lain (Zaidan, 2002: 20-21).
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa
pendekatan strutural adalah suatu pendekatan dalam ilmu sastra yang cara
kerjanya menganalisis unsur-unsur struktur yang membangun karya sastra
dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan unsur-unsur tersebut
dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan struktural yang
digunakan penulis dalam mengalisis nilai kesetiaan tokoh utama dalam
7. Pembelajaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu (BSNP, 2006).
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan
dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari
tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan
kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan satuan
silabus.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005. Tentang
Standar Nasioanal Pendidikan Bab 1 Pasal 1 Ayat (15) Kurikulum tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP) adalah “kurikulum operasional yang disusun
oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan.” KTSP
merupakan penyempurnaan dari kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan atau sekolah (Muslich 2007, hlm. 17).
Dari beberapa sumber tersebut, jelas dikatakan bahwa pengertian
KTSP merupakan kurikulum yang disusun dan dilaksanakan oleh
masing-masing satuan pendidikan. Penyusunan KTSP dilakukan oleh satuan
pendidikan dengan memperhatikan dan berdasarkan standar kompetensi
serta kompetensi dasar yang dikembangkan oleh Badan Standar Nasional
8. Pembelajaran Sastra di SMA Kelas XI
Menurut Rahmanto (1988: 16) pengajaran sastra dapat membantu
pendidikan secara utuh apabila cakupannya meliputi empat manfaat yaitu
membantu keterampilan berbahasa, meningkatkan pengetahuan budaya,
mengembangkan cipta dan rasa, dan menunjang pembentukan watak. Agar
dapat memilih bahan pengajaran sastra dengan tepat, beberapa aspek perlu
dipertimbangkan. Ada tiga aspek penting yang tidak boleh dilupakan jika
ingin memilih bahan pengajaran sastra (Rahmanto, 1988: 27):
1. Bahasa
Perkembangan karya sastra melewati tahap-tahap yang meliputi
banyak aspek kebahasaan. Aspek kebahasaan dalam sastra ini tidak
hanya ditentukan oleh masalah-masalah yang dibahas, tetapi juga
faktor-faktor lain seperti: cara penulisan yang dipakai si pengarang,
ciri-ciri karya sastra pada waktu penulisan karya itu, dan kelompok
pembaca yang ingin dijangkau pengarang. Agar pengajaran sastra
dapat lebih berhasil, guru kiranya perlu mengembangkan ketrampilan
khusus untuk memilih bahan pengajaran sastra yang bahasanya sesuai
dengan tingkat penguasaan bahasa siswanya.
2. Psikologi
Dalam memilih bahan pengajaran sastra, tahap-tahap
perkembangan psikologis ini hendaknya diperhatikan karena
tahp-tahap ini sangat besar pengaruhnya terhadap minat dan keengganan
sangat besar pengaruhnya terhadap daya ingat, kemauan mengerjakan
tugas, kesiapan bekerja sama, dan kemungkinan pemahaman situasi
atau pemecahan problem yang dihadapi. Untuk membantu guru lebih
memahami tingkatan perkembangan psikologi anak-anak sekolah
dasar dan menengah, Rahmanto (1988: 30) menyajikan tentang
perkembangan psikologi anak:
i. Tahap pengkhayal (8 sampai 9 tahun)
Pada tahap ini imajinasi anak belum banyak diisi hal-hal
nyata, tetapi masih penuh dengan berbagai macam fantasi
kekanakan.
ii. Tahap romanti (10 sampai 12 tahun)
Pada tahap ini anak mulai meninggalkan fantasi-fantasi
dan mengarah ke realitas. Pada tahap ini anak telah menyenangi
ceritera kepahlawanan, petualangan, dan bahkan kejahatan.
iii. Tahap realistik (13 sampai 16 tahun)
Sampai tahap ini anak-anak sudah benar-benar terlepas
dari dunia fantasi, dan sangat berminat pada realitas atau apa
yang benar-benar terjadi.
iv. Tahap generalisasi ( umur 16 tahun dan selanjutnya)
Pada tahap ini anak sudah tidak lagi hanya berminat pada
hal yang praktis saja tetapi juga berminat untuk menemukan
Dengan menganalisis fenomena, mereka berusaha menemukan
dan merumuskan penyebab utama fenomena itu.
3. Latar belakang budaya
Latar belakang karya sastra ini meliputi hampir semua faktor
kehidupan manusia dan lingkungannya, seperti: geografi, sejarah,
topografi, iklim, mitologi, legenda, pekerjaan, kepercayaan, cara
berfikir, nilai-nilai masyarakat, seni, olahraga, hiburan, moral, etika,
dan sebagainya. Biasanya siswa akan mudah tertarik pada karya-karya
sastra dengan latar belakang yang erat hubungannya dengan latar
belakang kehidupan mereka. Dengan demikian, secara umum guru
sastra hendaknya memilih bahan pengajarannya dengan menggunakan
prinsip mengutamakan karya-karya sastra yang latar ceritanya dikenal
oleh para siswa.
Belajar sastra pada dasarnya adalah belajar bahasa dalam praktek.
Belajar sastra harus selalu berpangkal pada realisasi bahwa setiap karya
pada pokoknya merupakan kumpulan kata yang bagi siswa harus diteliti,
ditelusuri, dianalisis, dan diintegrasikan. Kita sadar bahwa tak ada
informasi dari luar baik itu berupa pengantar, komentar guru, cara
membaca, gambar maupun kritik yang sebelumnya lebih dapat menuntut
perhatian siswa kecuali pengalaman siswa itu sendiri. Pengalaman dari
karya sastra bagaimanapun hanya dapat dimulai dan dilanjutkan dengan
mempelajari analisis verbal. Karena kita banyak membaca, kita merasa
Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual,
sosial, dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan
dalam mempelajari semua bidang studi. Pembelajaran bahasa diharapkan
membantu peserta didik mengenal dirinya, budayanya, dan budaya orang
lain, mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam
masyarakat yang menggunakan bahasa tersebut, dan menemukan serta
menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.
Pembelajaran bahasa Indonesia diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan peserta didik untuk berkomunikasi dalam bahasa Indonesia
dengan baik dan benar, baik secara lisan maupun tulis, serta
menumbuhkan apresiasi terhadap hasil karya kesastraan manusia
Indonesia (Mendiknas, 2006: 206). Beberapa tujuan pembelajaran bahasa
dan sastra Indonesia berkaitan dengan pembelajaran karya sastra antara
lain:
a. Menikmati dan memanfaatkan karya sastra untuk memperluas
wawasan, memperhalus budi pekerti, serta meningkatkan pengetahuan
dan kemampuan berbahasa.
b. Menghargai dan mengembangkan sastra Indonesia sebagai khazanah
budaya dan intelektual manusia Indonesia.
Adapun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang sesuai
Membaca
15.Memahami buku biografi, novel, dan hikayat
15.1 Mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat diteladani dari tokoh
15.2 Membandingkan unsur intrinsik dan ekstrinsik novel Indonesia/
terjemahan dengan hikayat
Dengan demikian, silabus dan rancangan pelaksanaan
pembelajaran (RPP) sangat diperlukan untuk jenjang SMA kelas XI.
Dengan adanya nilai-nilai yang terkandung dalam tokoh utama pada novel
ibuk, karya Iwan Setyawan, siswa juga dapat menemukan nilai-nilai kehidupan atau perjuangan hidup di dalamnya melalui kegiatan belajar
yaitu dengan cara mengungkapkan hal-hal yang menarik dan dapat
diteladani dari tokoh. Seperti yang tercantum dalam Standar Kompetensi
dan Kompetensi Dasar tersebut.
9. Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau
kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar
kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat
belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan
kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan
pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian
BNSP (dalam Depdiknas, 2008).
Jadi dapat disimpulkan bahwa silabus adalah rencana pembelajaran
mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi
pokok/pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian,
penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar.
10. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran
Rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran dengan
tema tertentu, yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar,
materi pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber
belajar yang dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Dalam KTSP,
silabus merupakan pembelajaran standar kompetensi dasar kedalam materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kopetensi
untuk setiap hasil belajar.
RPP merupakakan singkatan dari Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran, RPP adalah rencana yang menggambarkan prosedur dan
pengorganisasian pembelajaran untuk mencapai satu kompetensi dasar
yang ditetapkan dalam Standar Isi dan telah dijabarkan dalam silabus.
Lingkup Rencana Pembelajaran paling luas mencakup 1 (satu) kompetensi
dasar yang terdiri atas 1 (satu) atau beberapa indikator untuk 1 (satu) kali
pertemuan atau lebih.
Jadi dapat disimpulkan bahwa RPP adalah rencana yang
menggambarkan langkah-langkah pembelajaran untuk mencapai standar
kompetensi dasar yang ditetapkan Standar Isi dan dijabarkan dalam
32
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan struktural. Pendekatan struktural
meneliti karya sastra sebagai karya yang otonom dan terlepas dari latar belakang
sosial, sejarah, biografi pengarang, dan segala hal yang ada di luar karya sastra
(Satoto, 1993: 32). Pendekatan strktural adalah pendekatan yang menguraikan
keterkaitan dan fungsi masing-masing unsur karya sastra sebagai kesatuan
struktural yang bersama-sama menghasilkan makna menyeluruh (Teuw, 1984:
135). Hal ini terpapar jelas dalam analisis novel
ibuk,
karya Iwan Setyawan.
Penelitian yang berjudul Nilai Kesetiaan Tokoh Utama dalam Novel ibuk,
karya Iwan Setyawan dan Relevansinya dalam Pembelajaran Sastra di SMA
termasuk jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian
kualitatif karena penelitian ini bermaksud untuk memahami fenomena tentang
apa yang dialami subjek penelitian dengan cara mendeskripsikan dalam bentuk
kata-kata dan bahasa pada suatu konteks yang alamiah dan dengan
memanfaatkan metode alamiah (Moleong, 2006: 6).
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
kualitatif. Menurut Bogdan dan Tylor (dalam Moleong, 2006:4) penelitian
kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menghasilkan prosedur analisis yang
tidak menggunakan prosedur analisis statistik atau cara kuantifikasi lainnya
(Moleong, 2006: 6). Jadi dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif ini
bertujuan untuk menemukan sesuatu yang bermanfaat berdasarkan fakta yang
ada, dengan menghasilkan data deskriptif.
B.
Objek Penelitian
Objek yang akan diteliti adalah nilai kesetiaan dalam novel
ibuk,
karya
Iwan Setyawan kemudian dianalisis dengan pendekatan struktural. Setelah itu
direlevansikan ke dalam standar kompetensi dan kompetensi dasar di SMA.
C.
Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Judul :
ibuk,
Penulis
: Iwan Setyawan
Tahun :
2012
Penerbit : Gramedia Pustaka Utama
Tebal
: 293 halaman
Novel
ibuk,
merupakan novel karya Iwan Setyawan. Novel tersebut
merupakan karya fenomenal Iwan Setyawan. Saat Tinah masih usia belia, semua
cerita berawal ketika suatu pagi di aktivitas di pasar Batu telah mengubah
selalu klimis dan bersandal jepit, hadir dalam hidup Tinah lewat sebuah tatapan
mata. Keduanya menikah, mereka pun menjadi Ibuk dan Bapak.
Terlahir sudah 5 anak sebagai bukti buah cinta mereka. Hidup yang
semakin meriah juga semakin penuh perjuangan. Angkot yang sering rusak,
rumah mungil yang bocor di kala hujan, biaya pendidikan anak-anak yang besar,
dan pernak-pernik permasalahan kehidupan dihadapi Ibuk dengan tabah. Air
matanya membuat garis-garis hidup semakin indah.
Buku
ibuk,
ini, merupakan novel karya penulis
national
best seller
Iwan
Setyawan, berkisah tentang sebuah pesta kehidupan yang dipimpin oleh seorang
perempuan sederhana yang perkasa. Tentang sosok perempuan bening dan hijau
seperti pepohonan yang menutupi kegersangan, yang memberi nafas bagi
kehidupan.
D.
Metode
Metode yang digunakan penulis untuk menganalisis penelitian ini adalah
metode deskriptif analisis. Metode deskriptif analisis dilakukan dengan cara
mendeskripsikan fakta-fakta yang dikemudian disusul dengan analisis. Secara
etimologis, deskrepsi, dan analisis berarti menguraikan (Ratna, 2009: 53).
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif karena penelitian ini
menganalisis nilai kesetiaan dalam novel
ibuk,
karya Iwan Setyawan dan
relevansinya dalam pembelajaran sastra di SMA dengan menggunakan
untuk menguji hipotesis tertentu, melainkan hanya menggambarkan suatu gejala
atau keadaan. Hasil deskripsi akan direlevansikan ke dalam standar kompetensi
dan kompetensi dasar.
E.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik pustaka. Teknik pustaka adalah teknik penelitian dengan menggunakan
sumber-sumber tertulis untuk mengumpulkan data-data. Sumber tertulis dalam
penelitian ini adalah novel
ibuk,
karya Iwan Setyawan dan sumber acuan
pengembangan silabus berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.
F.
Teknik Analisis Data
Menurut Patton, 1980 (dalam Lexy J. Moleong 2002: 103) menjelaskan
bahwa analisis data adalah proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya
ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar. Analisis yang digunakan
dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif. Metode analisis deskriptif adalah
mendeskripsikan secara sistematis kenyataan-kenyataan dari suatu data dengan
faktual dan cermat. Langkah awal saat menganalisis data ini adalah membaca
novel
ibuk,
, menganalisis nilai kesetiaan yang terkandung dalam novel
ibuk,
dengan menggunakan pendekatan struktural. Setelah itu direlevansikan ke dalam
standar kompetensi dan kompetensi dasar yang berkaitan dengan pembelajaran
36
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Pada bagian ini penulis akan menganalisis tokoh, penokohan, alur,
latar, dan tema dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Kelima unsur tersebut sangat penting untuk penulis cantumkan karena dalam penelitian ini
unsur yang berhubungan dengan tokoh utama adalah unsur tokoh, penokohan,
alur, latar, dan tema.
Pendekatan yang digunakan untuk menganalisis novel ini adalah
pendekatan struktural. Pendekatan ini menganalisis unsur-unsur struktur yang
membangun karya sastra dari dalam, serta mencari relevansi atau keterkaitan
unsur-unsur tersebut dalam rangka mencapai kebulatan makna. Pendekatan
struktural yang penulis gunakan dalam melihat kesetiaan tokoh utama novel
ibuk, karya Iwan Setyawan, khususnya pada kelima unsur itu yaitu tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema. Hasil penelitian ini akan direlevansikan
dalam pembelajaran sastra di SMA berupa Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar.
B. Analisis Tokoh, Penokohan, Alur, Latar, dan Tema 1. Analisis Tokoh
Tokoh adalah individu rekaan yang mengalami peristiwa atau
berlakuan di dalam peristiwa dalam cerita (Sudjiman, 1990: 79). Pada
bawahan. Tokoh utama senantiasa relevan dalam setiap peristiwa di dalam
suatu cerita (Stanton, 1965: 17). Di bawah ini akan dibahas tokoh utama
dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan. Tokoh utama dalam novel ini adalah seorang ibu yang bertekad dan berusaha keras demi kesejahteraan
keluarganya.
a. Ibuk
Tokoh Ibuk dalam novel ini memiliki sifat penyayang, tegar dan
kuat, ulet, dan setia. Seorang ibu yang pekerjaan sehari-harinya sebagai
ibu rumah tangga. Walaupun hanya sebagai ibu rumah tangga, beliau
tetap berjuang keras membantu meringankan pekerjaan bapak. Ibuk
menikah di usia yang cukup belia yaitu usia 16 tahun. Di usia yang
cukup belia tersebut, ibuk menikah dengan bapak. Mereka menikah
dengan sangat sederhana tanpa persiapan kelak bagaimana mereka
membesarkan anak-anaknya.
Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan
sifat-sifat Ibuk. Ibuk adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang kepada
keluarga, termasuk kepada anak-anak dan suaminya. Berikut kutipan
secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
(1) “Yuk, makan nasi goreng dulu,” ujar Ibuk sembari menyusui Mira (hlm. 42).
Usaha yang dilakukan Ibuk sangatlah tidak mudah. Saat
melahirkan kelima anaknya, Ibuk juga pernah mengalami keguguran.
(2) Lima orang sudah terlahir. Lima kali Ibuk melalui ambang batas antara hidup dan mati. Selain keguguran yang dialami sekali, Ibuk bersyukur hamper semua kehamilannya berjalan lancar hingga persalinan. Kelahiran Isa memberikan banyak pelajaran buat Ibuk dan kelahiran Mira mungkin yang paling menantang. Saat itu Ibuk sudah tidak semuda dulu. Tenanganya sudah tak sekuat dulu (hlm. 36).
Ibuk selalu ulet dalam hal apa pun, termasuk dalam makan.
Anak-anak harus berbagi dengan yang agar semua dapat makan. Ibuk
selalu memberi nasehat untuk berbagi makanan. Berikut
kutipan-kutipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
(3) “Ini dua telor ceplok untuk kita bertujuh,” kata Ibuk menghidangkan nasi goreng yang masih panas dari penggorengan (hlm. 40).
(4) “Satu satu ya. Ibuk Cuma punya tujuh iris,” pesan Ibuk (hlm. 47).
(5) “Gini dong Buk, masak empal. Mosok tempe mulu!” ujar Bayek
(6) “Eh, tempe juga sehat. Bikin kamu kuat!” tukas Ibuk.
(7) “Empat sehat lima sempurna dong, Buk,” timpal Rini. (hlm. 47).
(8) Sepatu jebol “Nan, coba minta lem ke Bapakmu! Jik iso digawe iku!”
(9) “Ya, seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tak sempurna. Tapi kamu mesti kuat! Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki,” hibur Ibuk (hlm. 60).
Saat Bapak sedang sakit, Ibuk selalu menjaga dan merawat
Bapak. Berikut kutipan secara tidak langsung yang mendukung
pernyataan tersebut:
(10) “Biar Ibuk saja yang masak. Biar Ibuk ada kegiatan (hlm. 244).
(12) “Wah, nasi putihnya sudah habis Pak. Aku masakkan sebentar ya?” tanya Ibuk (hlm. 266).
(13) Sesampai di rumah sakit, Ibuk, Nani, Isa, dan Rini memindahkan jasad Bapak dari kamar rawat ke kamar jenazah. Ibuk mengelus-elus rambut Bapak. Air matanya, tak berhenti mengalir. Isa dan Nani mengelus-elus kaki Bapak (hlm. 272).
(14) Semenjak Bapak sakit, Ibuk tak pernah jauh dari kamar Bapak. menjaga belahan dirinya. Pagi, siang, dan malam (hlm. 254).
Kutipan (1) sampai (14) menjelaskan bahwa sifat Ibuk adalah
penyayang, tegar dan kuat, ulet, dan setia. Sifat tersebut membuat
bahagia keluarganya. Ibuk ingin membuat keluarganya bahagia, agar
semua kebutuhan rumah tangganya tercukupi sehingga anak-anaknya
dapat meraih cita-cita.
Sehari-hari Ibuk mengurus anak-anak dan suami. Ibuk sangat
ingin anak-anaknya tidak ingin seperti dirinya dan suaminya. Ibuk ingin
anak-anaknya mengeyam pendidikan melebihi pendidikan yang beliau
dapatkan. Kebutuhan hidup yang semakin banyak dan tak terbendung
membuat Ibuk selalu berhemat. Belum lagi jika anak-anaknya minta
dibelikan sepatu, buku, dan peralatan sekolah lainnya. Hal ini membuat
Ibuk harus berhutang dan menggadaikan emas. Semua ini beliau
lakukan demi terpenuhinya kebutuhan hidup mereka sekeluarga.
Terkadang Ibuk meratapi keadaannya yang semakin sulit. Apalagi jika
angkot mogok dan Bapak harus memperbaiki angkot tersebut. Hal ini
tentu membuat kebutuhan semakin bertambah.
Ketika anak-anak sudah besar dan ada yang berumah tangga
kegiatan. Beliau hanya memasak dan pergi hajatan maupun pengajian.
Ibuk juga selalu menghubungi anaknya (Bayek) yang bekerja di New
York, Amerika Serikat. Beliau selalu mendoakan anak-anaknya,
termasuk Bayek. Doa dan dukungan Ibuk selalu menguatkan hati
Bayek.
Namun, Ibuk mulai bersedih ketika orang yang dicintainya
selama 40 tahun pergi untuk selamanya. Ibuk berusaha tegar dan selalu
mendoakan Bapak agar selalu tenang di sana. Cinta Ibuk selalu segar
untuk keluarga. Ibuk setiap malam selalu memimpin pengajian kecil
bersama anak cucunya dan mengirim doa kepada Bapak.
b. Bayek
Bayek diceritakan sebagai anak laki-laki satu-satunya dari
Ibuk dan Bapak. Bayek merupakan anak ketiga dari pasangan Ibuk
dan Bapak. Bayek kecil adalah anak penyendiri. Namun, sebenarnya
Bayek adalah anak yang tekun, pandai, dan pantang menyerah.
Berikut kutipan secara tidak langsung yang menjelaskan
sifat-sifat Bayek tersebut:
(15) Bayek anak penyendiri. Ia selalu merasa takut akan dunia di luar sana. Rumahnya begitu nyaman. Ia merasa terlindungi oleh kehangatan saudara dan orangtuanya. Rini malah sudah bisa ditinggal Ibuk di kelas.
Dari balik jendela, Ibuk melihat anak lelaki satu-satunya duduk di antara sekitar 40 anak berseragam merah putih. Mira terlelap dalam gendongannya. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, melamunkan nasib anaknya.
Bayek selalu tekun belajar, hingga akhirnya dia mendapatkan
PMDK di IPB jurusan Statistika. Tidak hanya itu, dia juga lulus
dengan IP yang memuaskan. Bayek mendapatkan kesempatan
bekerja di Jakarta, namun tak lama kemudian dia menerima tawaran
untuk bekerja di New York, Amerika Serikat.
Selama berada di Jakarta kemudian pindah ke New York,
Bayek selalu mengirim uang untuk keluarganya di Batu, Jawa
Timur. Uang tersebut digunakan untuk merenovasi rumah di Batu
dan membangun kos di Jogja.
Setelah dia berjuang di negeri orang, akhirnya Bayek kembali
ke Indonesia. Dia menulis cerita keluarganya ke dalam sebuah novel.
Dia ingin menjadi penulis dan ingin berbuat sesuatu yang bisa
diingat selamanya.
c. Bapak
Seorang bapak yang pekerjaan sehari-harinya bekerja sebagai
sopir angkot. Pada masa mudanya, bapak dijuluki seorang playboy. Namun, hal ini tak membuat Ibuk berpaling kepada laki-laki lain.
Mereka berdua akhirnya menikah dan dikaruniai lima orang anak.
Satu orang anak laki-laki dan empat orang anak perempuan. Bapak
selalu berangkat narik angkot pagi sekali hingga pulang larut malam.
Bapak bekerja sebagai seorang sopir angkot dan ibuk menjadi
ibu rumah tangga yang mengurus anak-anak di rumah. Berikut
kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
(16) Bapak segera mengantar Ibuk ke tempat praktek bidan desa yang berjarak 15 menit dari rumah Mbak Gik (hlm. 30).
(17) Bapak terkadang juga memakai uang tabungan Ibuk ini untuk memperbaiki angkot yang rusak atau ketika kena tilang polisi (hlm. 46).
(18) …Usaha keras hidup tak akan pernah mudah dengan lima anak ini tetapi Ibuk dan Bapak bertekad untuk berlayar dengan gagah. Buat anak-anaknya (hlm. 51-52).
Setelah anak-anak sudah besar, bekerja dan berumah tangga,
hidup Bapak semakin terjamin. Bapak mulai pensiun narik angkot.
Untuk mengisi kesibukan sehari-hari, terkadang Bapak juga ikut
mengurus cucu-cucunya.
Namun, suatu hari Bapak sering sakit-sakitan dan
kesehatannya semakin menurun. Bapak tidak lagi bisa mengurus
cucu-cucunya, seperti bermain dan mengantarkan cucu-cucunya ke
sekolah. Bapak menderita penyakit jantung koroner. Hari demi hari
kondisi Bapak semakin menurun. Akhirnya Bapak pun meninggal
dunia. Semua keluarganya merasa kehilangan Bapak. Termasuk Ibuk
yang selalu setia kepada Bapak sampai Bapak tiada.
d. Mak Gini
Mak Gini adalah ibunya Tinah (Ibuk). Bagi Mak Gini, anak
perempuan tidak sekolah tidak apa-apa. Jadi Ibuk hanya lulusan SD,
Mak gini hidup dalam kesederhanaan. Mereka makan
seadanya. Kalau kurang, Mak Gini menjual apa yang ia punya.
Berikut kutipan secara langsung dari pengarang yang mendukung
pernyataan tersebut:
(19) Hidup begitu sederhana. Mereka makan bersama di dapur berlantai tanah, di depan tungku perapian yang menjadi tempat memasak, juga untuk menghangatkan diri dari udara dingin Kota Batu. Di dapur inilah kebersamaan itu tumbuh. Rezeki yang di dapat hari ini untuk makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan barangnya. Mak Gini menjauhi hutang (hlm. 30).
Mak Gini bekerja sebagai ibu rumah tangga. Mak Gini
membesarkan Ibuk dan saudara-saudara Ibuk. Mak Gini menyusui
semua anaknya dengan air susunya sendiri, memasak tiap pagi, dan
memastikan anaknya tidak kelaparan. Mak Gini pun bekerja untuk
menambah penghasilan keluarga. Rezeki yang didapat hari ini untuk
makan besok. Kalau kurang, Mak Gini menjual atau menggadaikan
barangnya. Mak Gini menjauhi hutang.
Ketika Ibuk sudah berumah tangga, Mak Gini selalu memberi
nasehat kepada Ibuk agar memberikan kacang ijo dan beras merah
agar anak-anak kelak menjadi cerdas.
e. Mbok Pah
Mbok Pah adalah nenek Ibuk. Sejak umur 16 tahun Ibuk
sudah ikut berdagang baju bersama neneknya. Mboh berjualan daster
cara membuka kios, melipat baju, sampai tawar-menawar. Berikut
kuipan secara tidak langsung yang mendukung pernyataan tersebut:
(20) “Nah, entar kalau kamu sudah gedhe, kamu yang ngurus kios kecil ini ya,” kata Mbok Pah (hlm. 2).
Saat Ibuk akan memilih jodoh, Mbok Pah sering menasehati
Ibuk. Mbok Pah memiliki beberapa pilihan lelaki untuk Ibuk, namun
Ibuk tetap memilih (Sim) Bapak. Mboh Pah tidak bisa memaksakan
kehendak Ibuk. Sampai akhirnya Tinah (Ibuk) dan Sim (Bapak)
menikah, Mbok Pah meninggal seminggu sebelum acara pernikahan
itu.
f. Mbak Gik
Mbak Gik adalah kakak angkat Bapak. Dahulu, Bapak
tinggal bersama Mbak Gik di Jalan Darsono, Desa Ngaglik. Saat
malam pertama, Ibuk dan Bapak berada ri rumah Mbak Gik.
Ketika Bapak dan Ibuk sudah mempunyai lima anak pun,
mereka masih menumpang tidur di rumah Mbak Gik. Sampai
akhirnya Bapak bertekad membangun rumah kecil di Gang Buntu.
Berikut kutipan secara langsung yang mendukung pernyataan
tersebut:
(21) Kamar mereka pun semakin penuh. Beberapa bulan setelah Bayek lahir, mereka meninggalkan rumah Mbak Gik. Bapak telah membangun sebuah rumah kecil di Gang Buntu (hlm. 36).
Mereka belum bisa membuat rumah. Mereka sudah tidak
kei