• Tidak ada hasil yang ditemukan

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN DAN KELAYAKANNYA SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN DAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

Oleh

JULIANTO

Masalah dalam penelitian ini adalah citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan tokoh perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, mendeskripsikan citra tokoh perempuan (Ngatinah) sebagai ibu dan istri dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, dan mendeskripsikan kelayakan citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan sebagai alternatif bahan ajar sastra di SMA. Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah novel Ibuk karya Iwan Setyawan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa citra tokoh perempuan yang ditampilkan dalam novel Ibuk menjadi paparan citra perempuan dalam masyarakat.

(2)

CITRA PEREMPUAN DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN DAN KELAYAKANNYA

SEBAGAI BAHAN AJAR SASTRA DI SMA

Oleh JULIANTO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Bahasadan Sastra Indonesia Jurusan Bahasa dan Seni

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

(3)
(4)
(5)
(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis yang dilahirkan di Bukit Kemuning pada 23 Juni 1990, putra bungsu dari

dua bersaudara dari pasangan Bapak Wagimin dan Ibu Sunarti.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah :

1. Taman Kanak-kanak (TK) Pertiwi Bukit Kemuning pada tahun 1995-1996 2. SD Negeri 3 Bukit Kemuning pada tahun 1996-2002

3. SMP Negeri 1 Bukit Kemuning pada tahun 2002-2005 4. SMA Negeri 1 Bukit Kemuning pada tahun 2005-2008

Pada tahun 2009 penulis terdaftar sebagai mahasiswa pada Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

(7)

PERSEMBAHAN

Bismillahirohmanirrohim

Dengan penuh ketulusan dan rasa syukur kepada Allah SWT, yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya, kupersembahkan karya ini kepada :

1. untuk ibuku Sunarti, semoga setiap air mata yang jatuh dari matamu atas

segala kepentinganku, menjadi sungai untukmu di surga nanti. Untuk

bapakku Wagimin, semoga setiap cucuran keringat dan peluh yang jatuh

dan membasahi tubuhmu atas segala urusanku, menjadi danau untukmu di

surga nanti. Terima kasih orang tuaku tercinta, terkasih, tersayang, yang

tak pernah berhenti memberikan doa yang senantiasa mengiringi setiap

langkahku untuk meraih kebahagiaan dan kesuksesanku;

2. Mbah Putri Hj. Istinah yang tak henti-hentinya mendoakanku untuk

meraih cita-citaku;

3. Mas Dedik, Mbak Jum, Andre dan Siska tersayang, untuk doa dan

keceriaannya;

4. keluarga besar dan saudara-saudara terkasih, terima kasih atas segala

bantuan dan dukungannya;

5. Almamater Universitas Lampung yang telah mendewasakan penulis dalam

(8)

MOTO

“Barangsiapa yang menempuh jalan untuk mencari ilmu,

Maka Allah akan memudahkan jalannya menuju surga.”

(HR. Muslim)

“Kemenangan (keberhasilan) hanya dapat dicapai dengan kesabaran.”

(9)

SANWACANA

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Subhanallahuwataala karena Rahmat

dan Ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Citra

Perempuan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan dan Kelayakannya Sebagai

Bahan Ajar Sastra di SMA". Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni Universitas Lampung.

Terselesainya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai

pihak secara langsung atau tidak langsung. Melalui kesempatan ini, penulis

mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penulis.

Dalam hal ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak sebagai

berikut.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Munaris, M.Pd., selaku Dosen Pembimbing I atas segala masukan,

motivasi, waktu, dan bimbingannya yang sangat berarti bagi penulisan

skripsi ini.

2. Dr. H. Muhammad Fuad, M.Hum., selaku Dosen Pembimbing II dan

Wakil Dekan III, atas segala keikhlasan dan kesabarannya dalam

membimbing dan memotivasi penulis.

3. Drs. Kahfie Nazaruddin, M.Hum., selaku Dosen Penguji Utama dan

(10)

masukan, kritik dan saran yang sangat berarti bagi perbaikan skripsi

ini.

4. Dr. Wini Tarmini, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik yang telah

memberikan petunjuk, saran, dan bimbingan kepada penulis.

5. Dr. H. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan FKIP Universitas

Lampung.

6. Dr. H. Mulyanto Widodo, M. Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan

Bahasa dan Seni FKIP Universitas Lampung.

7. Seluruh dosen dan staf di Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni FKIP

Universitas Lampung yang telah mendidik, membimbing, dan

membekali penulis dengan ilmu pengetahuan yang berguna.

8. Kedua orang tuaku, mas dan mbak ipar serta keponakan tercinta,

terkasih, tersayang yang senantiasa mendoakanku dalam setiap

sujudnya.

9. Nenek tercinta, bukpuh dan pakpuh, bude dan pakde, bulek dan

paklek, om dan tante serta sepupu-sepupuku atas doa yang diberikan di

setiap sholatnya.

10.Mas Suyatno, Mama Ratih Sekeluarga, Mbak Yenni (Lambe), Om

Evran (Ewa) atas dukungan dan motivasinya untuk penulis.

11.Sahabat karib, teman sepermainan, dan teman seperjuangan Yoga

Irawan dan Danang Kusuma Atmaja yang telah memberikan dukungan

dan semangat selama ini.

12.Sahabat karib Reza, Feby, Rio, dan D'Sarap (Desi DP, Ria Unuy

(11)

Purnawan, Edi), dan Heni (Alm) atas semangat dan kebersamaannya

semoga silaturahmi tetap terjalin.

13.Rekan-rekan Batrasia 2009 B dan rekan-rekan Batrasia 2009 A yang

tidak dapat disebutkan satu-satu.

14.Rekan-rekan angkatan 2007, 2008, 2010, dan 2011 yang tidak dapat

disebutkan satu-satu.

15.Penghuni Kos Kis, Bayu, Arman, Ari, Andri, Frans Lae, Mifta, Yudi,

dan Nando, atas kekompakan sesama penghuni kos.

16.Serta semua pihak yang tidak dapat disebukan satu-satu yang telah

membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah Subhanallahuwataala membalas semua kebaikan pihak-pihak yang

telah membantu penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua, terutama bagi kemajuan pendidikan, khususnya Pendidikan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

Bandar Lampung, Mei 2015

Penulis,

(12)

DAFTAR ISI

Halaman

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Manfaat Penelitian ... 7

1.5 Ruang Lingkup Penelitian ... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

2.1 Pengertian Novel ... 9

2.2 Penelitian Sastra Bersifat Feminis ... 10

2.3 Teori Gender ... 13

2.3.1 Pengertian Gender ... 14

2.3.2 Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin ... 15

2.3.3 Peran Gender ... 16

2.4 Pengertian Tokoh dan Penokohan ... 16

2.4.1 Tokoh ... 17

2.4.2 Penokohan ... 19

2.5 Pengertian Citra Perempuan ... 19

2.5.1 Citra Perempuan Sebagai Ibu ... 23

2.5.2 Citra Perempuan Sebagai Istri ... 24

2.6 Pengajaran Sastra (Novel) di SMA ... 26

BAB III METODE PENELITIAN ... 31

3.1 Metode Penelitian ... 31

3.2 Sumber Data ... 32

3.3 Prosedur Penelitian ... 32

3.4 Teknik Pegumpula Data dan Analisis Data ... 32

BAB IV PEMBAHASAN ... 34

4.1 Delapan Tokoh Perempuan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan ... 34

4.2 Citra Tokoh Ngatinah dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan ... 44

4.2.1 Citra Tokoh Ngatinah Sebagai Istri ... 45

4.2.2 Citra Tokoh Ngatinah Sebagai Ibu ... 52

(13)

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 70

5.1 Simpulan ... 70

5.2 Saran ... 72

DAFTAR PUSTAKA ... 73

(14)

1

I. PENDAHULUAN

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan ruang lingkup penelitian dari penelitian

mengenai citra perempuan dalam nove l Ibuk karya Iwan Setyawan dan

kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedudukan dan peran perempuan dalam masyarakat tidak terlepas dari sistem

sosial budaya. Dengan demikian, perubahan sosial budaya akan mempengaruhi

kedudukan perempuan. Kebudayaan tradisional Jawa seperti yang direfleksikan

dalam kebudayaan di lingkungan masyarakat, kedudukan dan peran perempuan

didasarkan atas keturunan, status sosial keluarga, dan status sosial orang tuanya.

Wacana tentang perempuan dahulu berkisar pada penggambaran kecantikan fisik

dan moral saja, kemudian setelah penggambaran fisik ini akan dikatakan bahwa

tugas wanita adalah melahirkan anak, memasak, dan berdandan (manak, masak,

macak). Oleh karena itu, wanita sering disebut dengan kanca wingking, yakni

anggota keluarga yang "hanya" mengurusi urusan belakang, tidak boleh tampil di

depan. Seberapa banyak uang yang didapat, tidak akan pernah dianggap sebagai

(15)

2

Di negara-negara kuno seperti Yunani, Romawi, Persia juga masyarakat Arab

sebelum Islam, mereka dalam memandang perempuan seperti yang terdapat dalam

sastra, budaya, dan peradaban sangat mendiskriditkan perempuan. Perempuan

adalah asal segala bencana. Tiap dosa dan kejahatan pria pasti karena andil

perempuan, laki-laki itu suci, wanitalah yang menyeretnya ke dosa. Hal ini akibat

dan pengaruhnya masih dirasakan sampai sekarang.

Pada masa Jahiliiyah (sebelum Islam), masyarakat Arab memandang perempuan

sebagai makhluk yang berkedudukan sangat rendah, ia bahkan akan menjadi

barang jaminan saat sang suami kalah judi

(http://komahi.umy.ac.id/2011/05/feminisme-dan-kesetaraan-gender.html). Di

Indonesia sendiri perempuan pada masa lampau hampir sama dengan keadaan di

dunia pada saat itu. Dalam sejarah nusantara, di Jawa khususnya, pada zaman

kerajaan-kerajaan sebelum kedatangan Islam, nasib wanita tidak jauh berbeda

dengan yang terjadi di zaman negara-negara kuno di atas. Jarang dan sangat

sedikit yang mendapatkan kedudukan dan peran dengan semestinya. Budaya

patriarki di zaman kerajaan yang kemudian masih diwariskan pada saat ini telah

menjadikan perempuan sebagai warga kelas dua.

Dewasa ini, banyak novel yang menampilkan tokoh perempuan dengan cara

mengeksploitasi perempuan. Perempuan digambarkan sebagai "makhluk kedua"

yang tugasnya sebagai pemuas nafsu. Sebut saja tokoh Srintil dalam novel

Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari. Srintil yang menjadi penari

ronggeng karena tradisi turun-temurun dengan kerelaan diri dan penuh kesadaran

selalu menjadi objek permainan laki-laki meskipun pada akhirnya ia bertobat.

(16)

3

yang ketika mereka lebih mementingkan kebebasan, prestise, kekuasaan, adat, dan

sistem sosial daripada norma-norma agama, maka citra perempuan yang

seharusnya mulia menjadi hina.

Dalam kehidupan Kraton (priyayi) maupun masyarakat Jawa secara umum, peran

dan kedudukan perempuan sangat tinggi. Hal ini bisa kita lihat dengan bukti

sejarah, yaitu diangkatnya Tribuana Tungga Dewi sebagai Ratu (pemimpin

tertinggi) dalam kerajaan Majapahit, Ratu Kalinyamat sebagai Bupati Jepara, R.A.

Kartini yang kita kenal sebagai pelopor emansipasi wanita di Indonesia, dan Ratu

Mesir kuno Cleopatra VII Philopator penguasa Mesir yang membawahi ratusan

ribu prajurit laki-laki termasuk sekutunya Raja Julius Caesar dan Markus

Antonius dari Romawi.

Penelitian terhadap citra perempuan ini bukanlah yang pertama. Penelitian kali ini

memiliki relevansi dengan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh

mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Lampung sebelumnya. Penelitian yang dimaksud adalah penelitian yang dilakukan oleh Maya Tri Astuti (2011) yang berjudul “Kedudukan

Perempuan dalam Kumpulan Cerpen Disebabkan Oleh Cinta Karya Yus R. Ismail dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra Indonesia di SMA” yang hasilnya

dapat disimpulkan berupa kedudukan perempuan sebagai pekerja, kedudukan

perempuan sebagai ibu, kedudukan perempuan sebagai anak, dan perempuan

sebagai anggota masyarakat. Penelitian serupa pula pernah dilakukan oleh Yudhi Purwanto dengan judul “Citra Perempuan dalam Novel Berkisar Merah dan

Belatik (Berkisar Merah 11) Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya dalam

(17)

4

citra tidak baik pada setiap tokoh perempuan yang terdapat dalam novel. Bertolak

dari uraian di atas, kini citra perempuan lebih diperhatikan, begitu pula dengan

peran dan kedudukan mereka, baik di dalam maupun di luar rumah. Seiring

perubahan zaman, perempuan sekarang sudah banyak yang menduduki posisi

penting dalam rumah tangga maupun di pemerintahan. Hal tersebut menandakan

bahwa perempuan sekarang mampu sejajar dan bekerja sama baiknya dengan

laki-laki jika diberi kesempatan

Pada sebuah karya sastra, tokoh-tokoh perempuan banyak dibicarakan oleh

pengarang atau penulis, baik itu citra, peran atau kedudukan, kodrat, maupun

aktivitas-aktivitanya. Tokoh-tokoh perempuan dalam karya sastra merupakan

salah satu unsur yang menarik dalam sebuah cerita. Demikian pula dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan, dalam novel tersebut penulis atau pengarang

mengikutsertakan tokoh perempuan, baik sebagai tokoh utama maupun tokoh

pembantu (tokoh tambahan).

Dalam kenyataannya di kehidupan ini, ada sisi baik (positif) dan ada sisi buruk

(negatif). Begitu pula sosok tokoh perempuan dalam novel ini. Sisi baik (positif)

yang ditampilkan dapat ditiru atau dicontoh, sedangkan sisi buruk (negatif) untuk

dijauhi. Melalui novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini, gambaran tentang citra

perempuan bisa dinikmati, dipahami, dan direnungkan oleh pembaca.

Karya sastra sebagai karya seni tentu memiliki nilai-nilai positif dan memberikan

pengetahuan kepada pembaca. Karya sastra juga tidak hanya dinikmati oleh

pencinta sastra dan masyarakat pada umumnya, tetapi telah menjadi kurikulum

(18)

5

menengah pertama sampai perguruan tinggi. Pembelajaran sastra juga

dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan siswa untuk mengapresiasikan

karya sastra selain siswa memeroleh pengalaman berekspresi.

Pada silabus KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) SMA, penulis

menemukan Standar Kompetensi (SK) memahami berbagai hikayat, novel

Indonesia/novel terjemahan, dan Kompetensi Dasar (KD) menganalisis

unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur ekstrinsik novel Indonesia/novel terjemahan pada kelas

XI semester 1.

Pada penelitian ini peneliti akan meneliti sebuah novel populer, yaitu novel karya

Iwan Setyawan yang berjudul Ibuk. Alasan penulis memilih novel ini bukan hanya

menarik dari segi isi, tetapi juga dari teknik penyampaiannya. Penggunaan bahasa,

pemilihan kata sangat lugas dan mudah dipahami oleh masyarakat awam. Namun

tidak meninggalkan nilai atau pesan agama di dalam karyanya. Novel yang ditulis

mengajarkan manusia akan hakikat kehidupan dan isinya sangat menghibur. Hal

itu sesuai fungsi karya sastra menurut Horace yaitu berguna dan menyenangkan

(Rene Wellek dan Austin Warren, 1995:18).

Penulis tertarik untuk menganalisis citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan

Setyawan dengan pertimbangan pengarang novel ini merupakan penulis yang

cukup produktif dengan banyaknya karya tulis yang sudah terbit. Iwan Setyawan

lahir di Kota Batu pada tanggal 2 Desember 1974. Pencinta sastra, seni teater, dan

yoga ini menulis buku pertamanya yang berjudul Melankoli Kota Batu yang

berupa kumpulan fotografi dan narasi puitis yang didedikasikan untuk Kota Batu.

(19)

6

Apple adalah novel pertama yang terinspirasi dari perjalanan hidupnya sebagai

anak supir angkot yang berhasil menaklukkan New York City, novel ini menjadi

National Best-Seller dan meraih penghargaan sebagai Buku Terbaik Jakarta Book

Award 2011 dan Saniharto Award pada tahun yang sama. Novel ini pun memiliki

versi bahasa asingnya dan sudah difilmkan pada akhir 2012. Selain pertimbangan

di atas ada pertimbangan lain, yaitu novel tersebut banyak sekali mengulas

kehidupan kaum wanita, menyoroti kaum wanita dari berbagai sudut pandang dan

kehidupan sosial yang berbeda-beda, dan mengandung pesan moral.

1.2Perumusan Masalah

Masalah dalam penelitian ini adalah "Bagaimanakah citra perempuan dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan dan kelayakannya sebagai bahan ajar sastra Indonesia

di sekolah menengah atas (SMA)?".

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan sebagai berikut.

1. Mendeskripsikan tokoh perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan

Setyawan.

2. Mendeskripsikan citra tokoh Ngatinah sebagai ibu dan sebagai istri dalam

(20)

7

3. Mendeskripsikan kelayakan citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan

Setyawan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di sekolah

menengah atas (SMA).

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk memberikan

gambaran mengenai citra perempuan yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh

perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan terkait dengan alternatif bahan

pembelajaran sastra di SMA.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian adalah citra perempuan yang ditampilkan dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan melalui tokoh-tokoh perempuan yang ada dan

deskripsi tentang kelayakan novel Ibuk karya Iwan Setyawan sebagai bahan ajar

sastra di sekolah menengah atas (SMA).

Tokoh-tokoh tersebut adalah Ngatinah sebagai ibu dan istri, Mbok Pah adalah

nenek Ngatinah, Mak Gini ibu Ngatinah, Mbak Gik kakak angkat dari Abdul

Hasyim (suami) yang merupakan kakak ipar Ngatinah, Sriyati adik kandung

Ngatinah, Isa, Nani, Rini, dan Mira yang merupakan anak-anak dari Ngatinah

hasil pernikahan dengan Abdul Hasyim. Perbedaan tingkat intensitas kehadiran

sembilan tokoh perempuan tersebut dengan tokoh-tokoh perempuan lainnya

(21)

8

mereka dengan tokoh utama, Ngatinah. Berdasarkan penokohan itu, penulis

memfokuskan penelitian pada tokoh utama, yaitu Ngatinah untuk dianalisis

berdasarkan kedudukannya di dalam masyarakat. Berikut pengkategorian tokoh

(22)

9

II. LANDASAN TEORI

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan landasan teori berkaitan dengan penelitian

tentang citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan

kelayakannya sebagai bahan ajar sastra di SMA.

2.1 Pengertian Novel

Karya sastra merupakan hasil ciptaan manusia melalui kesadaran yang tinggi serta

dialog antara diri pengarang dan lingkungannya yang realistis serta dari berbagai

dimensi kehidupan. Salah satu hasil karya sastra itu adalah novel. Novel

merupakan salah satu bentuk prosa yang panjang. Novel merupakan bentuk karya

sastra yang sangat populer dan digemari oleh masyarakat karena daya

komunikasinya yang luas dan daya imajinasinya yang menarik. Istilah novel

berasal dari kata latin novellus yang diturunkan pula dari kata noveis yang berarti

baru. Dikatakan baru karena bila dibandingkan dengan jenis-jenis sastra lainnya

seperti puisi, drama, dan lain-lain, maka jenis novel ini muncul kemudian

(Tarigan, 2011:167).

Novel merupakan cerminan realitas sosial yang terjadi dalam masyarakat. Cerita

yang terdapat dalam novel memuat permasalahan manusia dengan manusia,

manusia dengan lingkungannya, dan manusia dengan pencipta-Nya. Sebagai hasil

(23)

10

senang, terharu, penasaran, menarik simpati, serta memberikan pengalaman jiwa

kepada pembaca.

Novel merupakan cerita fiktif dan imajinatif yang didalamnya terdapat

unsur-unsur pembangun, yaitu unsur-unsur intrinsik dan unsur-unsur ekstrinsik. Novel merupakan

sebuah cerita yang panjang dan dibangun oleh suatu alur yang menceritakan

kehidupan laki-laki dan perempuan secara imajinatif. Hal ini sesuai dengan

pendapat Purba (2010:62) novel adalah suatu cerita dengan suatu alur yang cukup

panjang mengisi satu buku atau lebih yang menganggap kehidupan laki-laki dan

perempuan bersifat imajinatif.

2.2 Penelitian Sastra Berperspektif Feminis

Feminisme berasal dari kata famme (woman), yang artinya perempuan (tunggal)

yang berjuang untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak) sebagai

kelas sosial. Tujuan feminisme adalah keseimbangan atau interaksi gender.

Feminisme dalam artian luas adalah gerakan kaum perempuan untuk menolak

segala sesuatu yang diimajinasikan, disubordinasikan, dan direndahkan oleh

kebudayaan dominan, baik di bidang politik, ekonomi, maupun di kehidupan

sosial.

Penelitian perspektif perempuan atau lebih dikenal dengan penelitian perspektif

feminis dilakukan untuk perempuan (bukan hanya untuk keperluan si peneliti

saja). Pendekatan perspektif feminis yang didasarkan pada suatu kerangka teori

feminis mengusulkan bahwa dalam kegiatan penelitian, perempuan perlu diterima

(24)

11

untuk berkembang (Sadli dalam Jurnal Perempuan No. 30, 2003:52-53).

Pandangan yang berspektif feminis menekankan bahwa perempuan memunyai

hak, kewajiban, dan kesempatan yang sama dengan laki-laki. Perempuan dapat

ikut serta dalam segala aktivitas kehidupan bermasyarakat bersama laki-laki

(Sugihastuti, 2002:16).

Banyak penelitian yang dilakukan para peneliti untuk meneliti novel. Begitu pula

dengan penelitian tentang perempuan yang terdapat dalam karya sastra. Tidak

sedikit penelitian yang berhasil mengangkat perempuan sebagai topik

pembicaraannya, namun seringkali keberadaan perempuan di sana hanyalah

sebagai objek bukan subjek. Berbagai macam penelitian tentang perempuan yang

tidak menggunakan perempuan sebagai subjek penelitian tersebut telah

mendorong ilmuan feminis untuk mengembangkan riset dengan perspektif

perempuan.

Mereka (penulis) yang menekuni bidang sastra pasti menyadari bahwa biasanya

karya sastra yang pada umumnya tulisan laki-laki, menampilkan tokoh wanita

sebagai istri dan ibu yang setia dan berbakti, wanita manja, pelacur, dan wanita

dominan. Citra-citra itu ditentukan oleh aliran-aliran sastra dan

pendekatan-pendekatan tradisional yang tidak cocok dengan keadaan kerena penilaian

demikian tentang wanita tidak adil. Padahal wanita memiliki perasaan-perasaan

yang sangat pribadi, seperti penderitaan, kekecewaan, atau rasa tidak aman yang

hanya bisa diungkapkan secara tepat oleh wanita itu sendiri (Djajanegara,

2000:19:20). Maka, menurut para pengkritik feminisme, tujuan lain dari kritik

(25)

12

cerita-cerita rekaan penulis perempuan (Djajanegara, 2000:23), terutama

citra-citra perempuan yang terdapat di dalamnya.

Patut dipahami bahwa dasar pemikiran dalam penelitian sastra berspektif feminis

adalah upaya pemahaman kedudukan dan peran perempuan seperti tercermin

dalam karya sastra (Sugihastuti, 2002:15). Oleh karena itu, penelitian tentang citra

perempuan yang ditampilkan melalui tokoh-tokoh perempuan di dalam suatu

karya sastra tidak dapat dilepaskan dari kedudukan perempuan tersebut dalam

masyarakat sebagaimana tercermin dalam karya sastra.

Kedudukan perempuan itu sendiri dapat dilihat dalam kategori berikut : sebagai

istri dan sebagai ibu. Satu tokoh perempuan bisa saja menduduki lebih dari satu

kategori tersebut. Bersandar pada identitas tokoh perempuan sebagaimana

tergambar dalam karya sastra, peneliti sastra berspektif feminis mencari

kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat untuk selanjutnya dipaparkan

pencitraannya berdasarkan gambaran yang diberikan penulis melalui penokohan

tokoh-tokoh tersebut (Djajanegara, 2000:51-53).

Langkah-langkah untuk mengkaji sebuah karya sastra dengan menggunakan

pendekatan feminis menurut Djajanegara dapat dirinci sebagai berikut.

1. Mengidentifikasi satu atau beberapa tokoh perempuan dan mencari

kedudukan tokoh-tokoh itu di dalam masyarakat.

2. Meneliti tokoh lain terutama tokoh laki-laki yang memiliki keterkaitan

dengan tokoh yang sedang dicermati.

(26)

13

2.3 Teori Gender

Perbedaan peran dan fungsi yang dimiliki oleh perempuan dan laki-laki yang

terjadi dalam masyarakat mengakibatkan terjadinya ketidakadilan gender yang

sering dialami oleh perempuan. Pemahaman yang salah dan

pandangan-pandangan negatif sering menjadi pemicu terjadinya sebuah diskriminasi. Sebuah

sistem dan struktur sosial yang tidak adil juga akan memunculkan ketidakadilan

gender. Agar tidak salah dalam menafsirkan gender maka hal mendasar yang

perlu untuk dipahami adalah tentang perbedaan gender dengan jenis kelamin.

Gender merupakan sebuah konstruksi yang diberikan masyarakat kepada

seseorang yang dapat berubah-ubah. Sementara jenis kelamin merupakan kodrat

yang tidak dapat diubah lagi karena pemberian dari Sang Pencipta. Perbedaan

antara gender dan jenis kelamin sangat jelas, namun persepsi masyarakat tentang

gender sering dikaitkan dengan perempuan. Padahal gender bukan perempuan

melainkan sifat maskulin dan feminim yang dapat melekat pada perempuan atau

laki-laki sesuai dengan kehendaknya.

Selain dalam pemahaman tentang gender oleh masyarakat yang belum sesuai

dengan pengertian gender tersebut yang dapat menimbulkan ketidakadilan gender,

dampak yang dialami kaum perempuan dalam ketidakadilan gender adalah dalam

semua bidang. Ketidakadlian gender dalam semua bidang ini sangat terlihat dalam

masyarakat kita. Sesuai dengan kenyataan yang ada contohnya adalah penempatan

perempuan dalam pekerjaan cenderung masih jauh dibawah laki-laki karena

(27)

14

2.3.1 Pengertian Gender

Dalam memahami pengertian gender kita harus membedakan antara gender dan

jenis kelamin. Secara biologis jenis kelamin ditentukan oleh jumlah kromosom

yang ada pada saat pembuahan. Perlu diketahui bahwa jenis kelamin ditentukan

oleh kromosom, kedua sel kelamin ini tetap berbeda dimana laki-laki adalah

makhluk yang aktif dan perempuan adalah makhluk yang pasif karena ia tetap

berkembang dalam kesatuannya.

Gender adalah perbedaan antara laki-laki dan perempuan dalam peran, fungsi,

hak, perilaku yang dibentuk oleh keteraturan sosial dan budaya setempat.

Gender juga memiliki pengertian lain yang dibedakan menjadi dua pengertian :

1. Gender biasa digunakan untuk membedakan laki-laki dan perempuan

berdasarkan anatomi jenis kelamin.

2. Berdasarkan Sosiologi dan Psikologi mengartikan gender kedalam

pembagian maskulin dan feminim berdasarkan atribut yang melekat secara

sosial dan psikologi sosial. Berdasarkan Antropologi memaknai gender

secara kultural dan historis seperti makna, interpretasi dan ekspresi dari

kedua varian diantara berbagai kebudayaan.

Dalam konsep gender melekat sifat-sifat yang dikonstruksi secara sosial, misalnya

laki-laki dianggap kuat, agresif, dan rasional. Konstruksi sosial yang membedakan

(28)

15

2.3.2 Perbedaan Gender dan Jenis Kelamin

Gender dapat menjadi pembeda dalam penentuan pekerjaan. Sementara jenis

kelamin adalah suatu ciri yang dimiliki oleh manusia yang berdasarkan ciri fisik,

terutama pada fungsi reproduksi. Perbedaan jenis kelamin perempuan dan

laki-laki terletak jelas pada perbedaan fisik dan perbedaan fungsi reproduksinya.

Jenis kelamin memiliki sifat universal karena dimanapun jenis kelamin adalah

laki-laki dan perempuan dan memiliki perbedaan yang terlihat. Kalau gender tidak

bersifat universal karena di tiap tempat berbeda-beda selain itu gender antara kelas

satu dengan yang lain juga berbeda-beda. Gender dapat dipertukarkan dan

diubah-ubah tiap waktu, namun jenis kelamin tidak akan berdiubah-ubah-diubah-ubah dan tidak dapat

dipertukarkan.

Sumber pembeda yang jelas antara jenis kelamin dan gender adalah jenis kelamin

sumbernya dari Tuhan, gender bersumber dari manusia. Jenis kelamin bersifat

kodrat yang tetap, jika gender bersifat sebagai harkat dan martabat.

Perbedaan antara jenis kelamin dan gender

Jenis kelamin Gender  Kodrat

 Tidak dapat berubah  Tidak dapat ditukar  Berlaku sepanjang jaman

 Ciptaan Tuhan

 Tidak bersifat kodrat  Dapat berubah  Dapat ditukar

 Bergantung waktu dan budaya setempat

 Buatan manusia

Dari perbedaan ini maka timbullah berbagai macam hal yang berhubungan dengan

(29)

16

sehingga muncul berbagai permasalahan yang berhubungan dengan perempuan

dalam hal ketidakadilan gender yang dialami oleh satu pihak, kaum perempuan.

2.3.3 Peran Gender

Terdapat perbedaan antara peran dan status di mana peran menunjukkan

penampilan (aktif) sedangkan status menunjukkan posisi (pasif). Peran gender

laki-laki diwariskan dari status biologisnya yang memiliki fisik kuat sehingga

ditugaskan pada pekerjaan sektor publik (diluar rumah). Bagi perempuan aktifitas

mengandung dan melahirkan merupakan aktifitas alamiah tetapi bagaimana

dengan peran sebagai ibu rumah tangga?

Istilah "Ibu" adalah istilah sosial yang menjadi milik bahasa dan dikonstruksikan

oleh manusia. Selanjutnya istilah "ibu rumah tangga" dalam masyarakat industri

memiliki makna sebagai konsumen. Sebelumnya rumah tangga sebagai tempat

produksi tetapi dengan perkembangan industri maka proses produksi diambil alih

oleh pabrik dan rumah tangga sebagai konsumen.

2.4 Pengertian Tokoh dan Penokohan

Mungkin kita sudah tidak asing lagi dengan pengertian tokoh dalam karya sastra

khususnya prosa cerita (novel, cerpen, hikayat, dongeng). Secara sederhana dapat

dikatakan bahwa yang namanya tokoh dalam karya sastra adalah sosok yang

(30)

17

perbandingan, jika naskah tersebut akan dimainkan atau difilmkan, sosok tersebut

membutuhkan aktor (pemain).

Istilah tokoh dan penokohan menunjuk pada pengertian yang berbeda. Istilah

tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita. Penokohan dan karakteristik

menunjuk pada penempatan tokoh-tokoh tertentu dengan watak-watak tertentu

dalam sebuah cerita.

2.4.1 Tokoh

Tokoh adalah pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga

peristiwa itu mampu menjalin suatu cerita (Aminudin, 2002: 79). Istilah tokoh

mengacu pada orangnya, pelaku cerita (Nurgiyantoro, 1995: 165). Tokoh adalah

salah satu unsur yang penting dalam suatu novel atau cerita rekaan. Tokoh adalah

individu rekaan yang mengalami peristiwa atau berlakuan di dalam berbagai

peristiwa cerita (Sudjiman, 1988: 16). Tokoh pada umumnya berwujud manusia,

tetapi dapat juga berwujud binatang atau benda yang diinsankan.

Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro 1995:165) tokoh cerita merupakan

orang-orang yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama oleh pembaca

kualitas moral dan kecenderungan-kecenderungan tertentu seperti yang

diekspresikan dalam ucapan dan dilakukan dalam tindakan. Berdasarkan

pengertian di atas dapat dikatakan bahwa tokoh cerita adalah individu rekaan yang

mempunyai watak dan perilaku tertentu sebagai pelaku yang mengalami peristiwa

dalam cerita.

Berdasarkan fungsi tokoh dalam cerita dapat dibedakan tokoh sentral dan tokoh

(31)

18

disebut tokoh utama atau protagonis. Protagonis selalu menjadi tokoh yang sentral

dalam cerita, ia bahkan menjadi pusat sorotan dalam kisahan. Berdasarkan

peranan dan tingkat pentingnya, tokoh terdiri atas tokoh utama dan tokoh

tambahan (Nurgiyantoro, 1995:176). Tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan

penceritaanya dalan novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling

banyak diceritakan baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian.

Tokoh tambahan kejadiannya lebih sedikit dibandingkan tokoh utama.

Kejadiannya hanya ada jika berkaitan dengan tokoh utama secara langsung.

Tokoh utama dapat saja hadir dalam setiap kejadian dan dapat ditemui dalam tiap

halaman buku cerita yang bersangkutan, tetapi tokoh utama juga bisa tidak

muncul dalam setiap kejadian atau tidak langsung ditunjuk dalam setiap bab,

namun ternyata dalam kejadian atau bab tersebut tetap erat kaitannya, atau dapat

dikaitkan dengan tokoh utama. Tokoh utama dalam sebuah novel, mungkin saja

lebih dari seorang, walau kadar keutamaannya tidak selalu sama. Keutamaan

mereka ditentukan oleh dominasi, banyaknya penceritaan, dan pengaruhnya

terhadap perkembangan plot secara keseluruhan. Penentuan tokoh utama dalam

sebuah cerita dapat dilakukan dengan cara yaitu tokoh itu yang paling terlibat

dengan makna atau tema, tokoh itu yang paling banyak berhubungan dengan

tokoh lain, tokoh itu yang paling banyak memerlukan waktu penceritaan.

Pembaca dapat menentukan tokoh utama dengan jalan melihat keseringan

pemunculannya dalam suatu cerita. Selain lewat memahami peranan dan

keseringan pemunculannya, dalam menentukan tokoh utama dapat juga melalui

(32)

19

tokoh yang sering diberi komentar dan dibicarakan oleh pengarangnya. Selain itu

lewat judul cerita juga dapat diketahui tokoh utamanya (Aminudin, 2002:80).

2.4.2 Penokohan

Penokohan adalah pelukisan mengenai tokoh cerita, baik keadaan lahirnya

maupun batinnya yang dapat berubah, pandangan hidupnya, sikapnya,

keyakinannya, adat istiadatnya, dan sebagainya. Menurut Jones dalam

Nurgiyantoro (1995:165) penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas

tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Watak adalah kualitas

nalar dan jiwa tokoh yang membedakannya dengan tokoh lain (Sudjiman,

1988:22). Penyajian watak tokoh dan penciptaan citra tokoh ini yang disebut

penokohan. Penokohan dan perwatakan sangat erat kaitannya. Penokohan

berhubungan dengan cara pengarang menentukan dan memilih tokoh-tokohnya

serta memberi nama tokoh tersebut, sedangkan perwatakan berhubungan dengan

bagaimana watak tokoh-tokoh tersebut. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas

dapat dikatakan bahwa penokohan adalah penggambaran atau pelukisan mengenai

tokoh cerita baik lahirnya maupun batinnya oleh seorang pengarang.

2.5 Pengertian Citra Perempuan

Penokohan yang kuat akan mengantarkan pembaca kepada pengimajinasian yang

kuat pula. Tokoh-tokoh yang ditampilkan pengarang dalam novel tidak hanya

sekedar ditangkap pembaca sebagai suatu wacana, tetapi juga sebagai wujud nyata

yang ditampilkan manusia secara utuh dengan perasaan dan pemikirannya

(33)

20

berkaitan erat dengan penokohan yang dibuat oleh pengarang. Tokoh sebagai

bahan dasar dalam suatu novel diproses melalui penokohan hingga membentuk

citra tokoh yang diterima oleh pembaca. Dengan adanya penokohan dapat

menentukan citra seseorang, misalnya perempuan yang memiliki lebih dari satu

citra. Citra tersebut dapat dilihat dalam perannya sebagai anak, istri, ibu, anggota

masyarakat, dan lainnya.

Citra adalah gambaran rekaan yang ditimbulkan oleh daya khayal seorang

seniman pada khususnya dan setiap orang umumnya (Ensiklopedi Indonesia,

halaman 680). Citra adalah cara mengungkapkan gambaran yang jelas dan

menumbuhkan suasana yang khusus, menghidupkan gambaran dalam pikiran dan

pengindraan dan untuk menarik perhatian.

Pradopo (1990:78) mengemukakan bahwa citra didefinisikan sebagai kesan

mental atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat yang

merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Adapun Suprapto

(1991:18) mengemukakan bahwa citra merupakan kesan batin atau gambaran

visual yang timbul pada diri seseorang disebabkan oleh kata atau ungkapan dalam

karya sastra yang dibacanya, pembentukan citra dalam karya sastra. Cara

membentuk gambaran sesuatu seolah-olah dapat ditangkap atau dinyatakan oleh

indera.

Selanjutnya, Effendi (2002:49) mengemukakan bahwa semua yang terlihat,

terdengar, dan dirasakan seakan-akan dalam kehidupan nyata disebut citra atau

imaji. Berdasarkan pendapat tersebut, ada banyak aspek yang disinggung citra

(34)

21

Waluyo (1987:78) mengemukakan bahwa mengenai pencitraan dapat dibatasi

dengan pengertian kata atau susunan kata-kata yang dapat mengungkapkan

pengalaman sensoris, seperti pengelihatan, pendengaran, dan perasaan.

Abrams (dalam Sofia, 2009:24) mengemukakan bahwa citra merupakan sebuah

gambaran pengalaman indera yang diungkapkan lewat kata-kata, gambaran

pengalaman sensoris yang dibangkitkan oleh kata-kata. Sementara itu, pencitraan

merupakan kumpulan citra (the collection of images) yang dipergunakan untuk

melukiskan objek dan kualitas tanggapan indera yang dipergunakan dalam karya

sastra, baik dengan deskriptif harfiah maupun secara kias.

Berdasarkan berbagai pendapat tersebut, penulis mengacu kepada pendapat

Pradopo yang mengemukakan bahwa citra didefinisikan sebagai kesan mental

atau bayangan visual yang ditimbulkan oleh kata, frasa, atau kalimat yang

merupakan unsur dasar yang khas dalam karya prosa dan puisi. Hal tersebut

disebabkan dalam penelitian skripsi penulis meliputi kesan mental dan visual yang

diungkapkan melalui kata, frasa, dan kalimat melalui kutipan-kutipan yang telah

diidentifikasi dari tokoh perempuan.

Model pencitraan dapat dilakukan dengan berbagai model, salah satunya

penelitian mengenai citra perempuan dengan menggunakan pendekatan kritik

sastra feminis. Pada penelitian sastra feminis menunjukan citra perempuan dalam

sebuah karya sastra yang penulisnya laki-laki dan perempuan yang menampilkan

perempuan sebagai makhluk yang ditekan, disalahtafsirkan, serta disepelekan oleh

(35)

22

tulisan penulis laki-laki dan perempuan dapat juga menunjukkan tokoh-tokoh

perempuan yang kuat dan justru mendukung nilai-nilai feminis.

Peta pemikiran feminisme diharapkan mempu memberikan pandangan-pandangan

baru terutama yang berkaitan dengan bagaimana karakter-karakter tokoh

perempuan yang diwakili dalam karya sastra. Penelitian citra perempuan atau

images of women ini merupakan suatu jenis sosiologi yang menganggap teks-teks

sastra dapat digunakan sebagai bukti adanya berbagai jenis peranan perempuan.

Mengingat fokus penelitian ini adalah pencitraan perempuan, pengertian citra

perempuan perlu diperjelas. Sugihastuti (dalam Purwanto, 2003:11) menjelaskan

bahwa citra perempuan adalah rupa, gambaran; berupa gambaran yang dimiliki

orang banyak mengenai pribadi, atau kesan mental (bayangan) visual yang

ditimbulkan oleh sebuah kata, frasa, atau kalimat yang tampak dari peran atau

fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat yang digambarkan para tokoh dalam

sebuah cerita.

Selain itu, Sofia (2009:24) mengemukakan bahwa citra perempuan adalah semua

wujud gambaran mental spiritual dan tingkah laku keseharian perempuan yang

menunjukkan perwajahan dan ciri khas perempuan.

Dari beberapa pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa citra perempuan adalah

refleksi tentang perempuan sebagaimana tersaji dalam tokoh perempuan yang

terdapat dalam novel atau suatu karya sastra. Berkaitan dengan penelitian ini

maka citra perempuan adalah refleksi tentang perempuan sebagaimana tersaji

dalam tokoh perempuan yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan.

(36)

23

masing-masing, pengkategorian tersebut dilakukan berdasarkan peranan di dalam

masyarakat.

Penulis mengkategorikan masing-masing tokoh perempuan ke dalam perannya

masing-masing, pengkategorian tersebut dilakukan berdasarkan peranannya di

dalam masyarakat yang ada di dalam novel. Ketegori tersebut adalah citra

perempuan sebagai ibu dan citra perempuan sebagai istri.

2.5.1 Citra Perempuan Sebagai Ibu

Ibu adalah orang yang dianggap paling mulia. Bahkan ada pepatah yang

mengatakan bahkan surga ada di telapak kaki ibu. Ibu lebih berhak mengatur

dalam perkara anaknya, menata pendidikan mereka berupa menanamkan

keteladanan, memarahi mereka jika berbuat keji, dan menanamkan keimanan

(Qardhawi, 2004:67-68). Seorang anak haruslah berbakti kepada ibunya dengan

cara berinteraksi dengan baik kepada ibunya, menghormatinya, merendahkan diri

dihadapannya, dan selalu menaati perintahnya, selama perintah ibunya baik

(Qardhawi, 2004:100).

Contoh citra perempuan sebagai ibu :

Pemikiran sederhana sang ibu adalah setiap hari harus bisa menabung, memasukkan uang ditabungan bambu yang berukuran satu meter di kamarnya. Entah berapapun, ibunya selalu memasukkan uang ke bambu.

(37)

24

Kutipan cerita di atas menceritakan tekad seorang ibu yang memiliki

pemikiran sederhana bahwa setiap harinya harus bisa menyisihkan uang

untuk ditabung demi terwujudnya cita-cita sang ibu yang ingin melihat

anak-anaknya bersekolah sampai perguruan tinggi dan sukses.

“Deltaaaa! Kemana saja?”

Delta kaget dengan teriakan dan pelukan ibunya. Dia baru sadar, dia telah membuat resah ibunya. Dia merasa salah. Tidak mampu menatap cemas wajah ibunya yang bersimpuh memeluknya.

“Ayo pulang, ibu sangat cemas. Dari mana saja? Ibu tadi binggung sekali, karena ibu juga baru pulang dari kerja”

Tiba-tiba Delta menggigil tubuhnya. Entah karena ketakutan bercampur rasa salah atau karena memang tubuhnya terkena angin malam, masuk angin.

Melihat anaknya menggigil kedinginan, spontan elendang yang dipakainya untuk mengikat rinjing-nya, yang selalu melekat di bahunya segera dia selimutkan pada tubuh Delta. Kemudian dia berjongkok di depan Delta, meminta Delta naik di punggungnya, dia gendong anaknya yang sudah membuatnya sempat merasa kehilangan. (Air Mata Terakhir Bunda, Hal. 101)

Kutipan cerita di atas mengambarkan tentang sosok ibu yang memiliki rasa

kasih sayang yang mendalam, rasa perhatian sekaligus rasa khawatir

terhadap anak-anaknya.

2.5.2 Citra Perempuan Sebagai Istri

Di dunia ini manusia diciptakan berpasang-pasangan, mereka hidup saling

mengisi. Jika seorang perempuan sudah menikah dengan seorang laki-laki,

statusnya berubah menjadi seorang istri. Jika dulu hak perwaliannya ada pada

sang ayah (orang tua), setelah menikah hak tersebut diserahkan kepada orang

(38)

25

mendidik, membimbing, dan menafkahi lahir batin istrinya (Soekanto, 2003:50).

Contoh kutipan citra perempuan sebagai istri :

Ibunya yang sangat bijak, tidak pernah mau menjelek-jelekkan sosok ayah mereka. Yang mereka tahu, ayahnya ternyata masih hidup dan telah menikah kembali. Semetara ibunya dengan ketabahan dan kesederhanaannya menerima apa adanya garis sebagai orang tua tunggal bagi kedua anak lelakinya. (Air Mata Terakhir Bunda, Hal. 16)

Kutipan cerita di atas menceritakan sosok istri dari suami yang tidak bertanggung

jawab sebagai kepala rumah tangga sekaligus bapak dari kedua anak lelakinya,

ibu yang tabah dan sederhana tidak pernah mau menjelek-jelekkan sang suami

yang telah meninggalkannya dan kedua anaknya. Istri yang menerima semua

perlakuan sang suami yang menikah lagi, berusaha keras sebagai orang tua

tunggal sekaligus kepala rumah tangga dan tulang punggung keluarga untuk masa

depan anak-anaknya.

Cukup satu kali ibu Delta mendatangi lelaki yang masih syah menjadi suaminya itu. Baginya, sudah cukup harga dirinya sebagai seorang perempuan yang terinjak, tercampakkan, terhina dan tak pernah dicintai, apalagi dianggap ada. Pernikahan mereka masih ada, tidak ada perceraian. Digantung begitu saja. Dan ibu Delta memilih diam, tidak mengurusnya. Dia sudah tidak peduli lagi tentang haknya sebagai seorang istri.

Baginya membesarkan anak-anak yang jadi tanggung jawabnya adalah segalanya, dari pada menggantungkan, mengharap penghidupan dari orang yang memang tidak bisa diajak bicara lagi hatinya. (Air Mata Terakhir Bunda, Hal. 47)

Kutipan cerita di atas menceritakan sosok istri yang masih syah status

pernikahannya namun digantungkan begitu saja. Istri yang selalu mendapatkan

perlakuan yang tidak menyenangkan memilih diam, memilih tidak mengurusnya.

(39)

26

haknya sebagai istri, baginya lebih penting membesarkan anak-anaknya yang

mejadi tanggung jawabnya sebagai orang tua tunggal dari pada menggantungkan

dan mengharap dari seseorang yang sudah tidak bisa diajak bicara lagi hatinya.

2.6 Pengajaran Sastra (Novel) di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Pembelajaran sastra, khususnya karya sastra, di sekolah sangat penting. Dalam

sebuah novel banyak pelajaran dan nilai-nilai positif yang dapat kita ambil dan

kita jadikan sebagai bahan renungan atau refleksi diri dalam kehidupan

masyarakat. Bila pembaca menghayati dan mempelajari isi novel, pembaca akan

merasa ikut kedalam isi cerita tersebut. Novel bisa kita jadikan sebagai alternatif

bahan pembelajaran ke dalam komponen dasar kegiatan belajar mengajar bahasa

dan sastra Indonesia di SMA.

Novel adalah sebuah karya sastra yang mampu membangkitkan inspirasi pembaca

agar pembaca khususnya siswa SMA bisa berpikir dan berbuat lebih baik. Dalam

sebuah novel banyak terdapat nilai-nilai pendidikan yang berkaitan dengan sosial,

kebudayaan, dan keagamaan. Guru dalam menyampaikan sebuah karya sastra

tidak hanya memberikan materi mengenai teori dalam sastra, tapi juga mengarah

kepada pembinaan apresiasi sastra. Pada akhirnya siswa akan diberikan

kesempatan untuk menciptakan sendiri sebuah karya sastra. Pembelajaran yang

tepat mengenai karya sastra akan besar manfaatnya bagi para siswa, diantaranya

(1) membantu keterampilan berbahasa, (2) meningkatkan pengetahuan sosial dan

(40)

27

Di dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMA tahun 2006

menyebutkan bahwa kompetensi dasar mencakup aspek mendengarkan, berbicara,

membaca, menulis, sastra dan kebahasaan. Aspek-aspek tersebut mendapat porsi

yang seimbang dan dilaksanakan secara terpadu.

Standar kompetensi dan kompetensi dasar yang sesuai dengan bahasan dalam

proposal,

Nama Sekolah : SMA/MA

Mata Pelajaran : Bahasa Indonesia Kelas : XI

Semster : 1 Standar Kompetensi : Menulis

7. Memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan. Kompetensi Dasar : 7.2 Menganalisis unsur-unsur instrinsik dan ekstrinsik novel

Indonesia/terjemahan

Indikator :1.Membaca novel Indonesia/terjemahan

2.Menganalisis unsur-unsur ekstrinsik dan instrinsik (alur, tema, penokohan, gaya bahasa, sudut pandang, latar, dan amanat)

3.Membandingkan unsur ekstrinsik novel Indonesia dan terjemahan

Materi Pembelajaran : Unsur-unsur novel (penokohan, konflik, latar, sudut pandang, alur, dan gaya bahasa)

Pada dasarnya pembelajaran sastra di sekolah bertujuan untuk meningkatkan

kepekaan terhadap budaya dan lingkungan siswa itu sendiri. Selain itu

pembelajaran yang dilakukan hendaknya dapat menumbuhkan rasa cinta dan

kegemaran siswa terhadap karya yang dapat mempertajam perasaan, penalaran,

(41)

28

akan meningkatkan kemampuan siswa dalam mengapresiasikan sebuah karya

sastra.

Menentukan bahan ajar serta media pembelajaran yang akan diberikan kepada

siswa merupakan salah satu tugas guru bidang studi agar proses pembelajaran

dapat berjalan dengan baik dan menyenangkan. Selain itu, diharapkan agar tujuan

dari pembelajaran yang dilakukan dapat mencapai tujuan yang telah dirumuskan.

Dalam pembelajaran sastra, novel dapat dijadikan sebagai salah satu bahan ajar.

Hal tersebut dilatarbelakangi dengan banyaknya novel yang saat ini sedang

berkembang pesat di masyarakat dan mulai diminati oleh kalangan anak muda,

khususnya anak SMA. Namun demikian, tidaklah semua novel dapat dijadikan

sebagai bahan ajar untuk siswa SMA. Terdapat tiga aspek yang harus menjadi

bahan pertimbangan oleh guru dalam memilih novel yang akan dijadikannya

sebagai bahan ajar untuk mendukung proses pembelajaran sastra (Rahmanto, 1988

: 17) sebagai berikut.

1. Bahasa

Aspek kebahasaan dalam sastra tidak hanya ditentukan oleh masalah-masalah

yang dibahas, tetapi juga faktor-faktor lain seperti cara penulisan yang digunakan

pengarang, bahasa yang digunakan oleh pengarang haruslah mengarah pada

kelompok pembaca tertentu. Hal tersebut dikarenakan penguasaan suatu bahasa

memiliki tahap-tahap tertentu pada tiap individu. Agar pembelajaran dapat

berjalan dengan baik, guru harus memilih bahan ajar yang sesuai dengan tingkat

penguasaan bahasa siswa. Novel yang digunakan hendaklah menggunakan bahasa

(42)

29

sebagai sesuatu yang menarik untuk dibaca. Dalam segi kebahasaan, guru pun

harus mempertimbangkan kosa kata baru, mempertimbangkan ketatabahasaan,

serta teknik yang digunakan oleh pengarang dalam menuangkan ide-idenya dalam

sebuah wacana sehingga pembaca khususnya siswa dapat memahami dan

mencerna kata-kata yang mengandung makna kiasan tertentu.

2. Psikologi

Pemilihan bahasa ajar hendaknya juga melihat tahap-tahap psikologi pada siswa.

Hal tersebut dikarenakan besarnya pengaruh terhadap minat dan keengganan anak

didik dalam banyak hal. Oleh karena itu, guru haruslah menggunakan bahan ajar

yang dapat meningkatkan dan menarik minat membaca siswa terhadap karya

sastra yang akan dijadikan bahan ajar.

Siswa SMA berada dalam tahap psikologi realistik dan generalisasi. Pada tahap

realistik mereka terlepas dari dunia fantasi. Pada tahap ini mereka akan lebih

cenderung mengetahui serta mengikuti kejadian dan fakta-fakta yang ada. Hal

tersebut dikarenakan mereka telah siap dan berusaha memahami masalah yang

terjadi dikehidupan nyata. Tahap generalisasi merupakan tahap selanjutnya di

mana mereka tidak lagi tertarik pada hal-hal yang praktis saja, tetapi juga

berusaha menemukan konsep-konsep yang bersifat abstrak dengan menganalisis

suatu fenomena yang terjadi. Mereka akan mencoba menemukan penyebab utama

fenomena dan terkadang mengarah pada pemikiran filsafat untuk menemukan

keputusan-keputusan moral. Dengan demikian, jelaslah seorang guru Bahasa

(43)

30

dengan mencari novel yang sesuai dengan tahap psikologi siswanya yang berada

pada tahap realistik dan generalisasi.

3. Latar Belakang Budaya

Latar belakang budaya sastra hampir meliputi semua faktor kehidupan manusia

diantaranya geografi, sejarah, seni, legenda, moral, dan etika. Biasanya siswa akan

lebih tertarik pada karya sastra dengan latar belakang budaya mereka, terutama

apabila karya itu menghadirkan tokoh yang berasal dari lingkungan mereka yang

mempunyai kesamaan dengan mereka atau orang-orang disekitar mereka. Namun,

latar belakang budaya di luar budaya lokal perlu diperkenalkan agar siswa

mengenal budaya lain.

Pelajaran sastra ditekankan agar siswa dapat menikmati dan mengambil hikmah

dalam karya sastra tersebut. Melalui karya sastra, siswa dapat mengenali dan

mengamalkan nilai-nilai yang dianggap baik. Untuk itu, pengetahuan tentang

sastra lebih banyak diarahkan kepada pengajaran yang mengutamakan pada

apresiasi, yaitu siswa langsung diperkenalkan dengan karya sastra agar siswa

dapat mengenal, memahami, dan dapat mengapresiasi karya sastra Indonesia,

(44)

31

III. METODE PENELITIAN

Pada bab ini, peneliti akan menyajikan metode penelitian, sumber data, prosedur

penelitian, teknik pengumpulan data dan analisis data dalam penelitian mengenai

citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan kelayakannya

sebagai bahan ajar sastra di SMA.

3.1 Metode Penelitian

Pada hakikatnya sebuah penelitian untuk mencari jawaban dari pertanyaan yang

ingin diketahui jawabannya oleh peneliti dengan menggunakan metode. Metode

yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kualitatif. Data

yang terkumpul diinterpretasikan secara objektif, kemudian dideskripsikan sesuai

dengan tujuan penelitian. Melalui penelitian deskriptif tersebut peneliti melakukan

penelitian berlandaskan citra perempuan yang telah diidentifikasi dari novel

berdasarkan dialog yang dilakukan tokoh utama dengan tokoh lain (perempuan)

dan bagaimana cara berpikir tokoh-tokoh perempuan tersebut dalam novel Ibuk

karya Iwan Setyawan, kemudian menilai kelayakan novel tersebut sebagai

(45)

32

3.2 Sumber Data

Sumber data dari penelitian ini adalah novel yang berjudul Ibuk karya Iwan

Setyawan, terbitan 2012 penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, cetakan

pertama, dengan tebal buku 293 halaman.

3.3 Prosedur Penelitian

Prosedur dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Membaca novel secara keseluruhan dengan cermat dan seksama.

2. Mencari teori yang sesuai dan mendukung tujuan penelitian (mengadakan

studi kepustakaan untuk mengumpulkan bahan).

3. Mendeskripsikan citra perempuan melalui tokoh perempuan yang

ditampilkan di dalam novel tersebut.

4. Menentukan kelayakan novel untuk dijadikan alternatif bahan

pembelajaran sastra Indonesia di SMA.

5. Menarik simpulan dan memberi saran.

3.4 Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah berupa

teknik membaca dan catat. Teknik membaca dan catat berarti peneliti sebagai

instrumen kunci melakukan membaca secara cermat, terarah, dan teliti terhadap

sumber data primer, yakni sasaran peneliti yang berupa teks pada novel Ibuk karya

(46)

33

membaca kemudian dicatat sebagai sumber data. Dalam data yang dicatat itu

disertakan kode sumber datanya untuk mengecek ulang terhadap sumber data

ketika diperlukan dalam rangka analisis data. Teknik analisis data dalam

penelitian ini adalah analisis teks.

Langkah-langkah yang dilakukan peneliti untuk menganalisis data ialah sebagai

berikut.

1. Mengidentifikasi tokoh-tokoh perempuan dalam novel.

2. Mengklasifikasikan tokoh-tokoh perempuan dalam novel berdasarkan

kedudukan di masyarakat.

3. Mengidentifikasi citra perempuan dalam novel.

4. Memaparkan citra tokoh perempuan dalam novel melalui penokohan oleh

pengarang.

5. Menyimpulkan citra perempuan yang ditampilkan melalui tokoh

perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan berdasarkan

kedudukannya di masyarakat.

6. Mendeskripsikan kelayakan hasil penelitian citra perempuan dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan sebagai alternatif bahan pembelajaran sastra di

SMA.

Menyimpulkan hasil penelitian citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan

Setyawan, layak atau tidak untuk dijadikan alternatif bahan pembelajaran sastra di

(47)

70

V. SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan analisis citra perempuan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan

yang telah diuraikan dalam pembahasan, diperoleh simpulan yang terdiri atas tiga

bagian yakni simpulan tokoh perempuan yang terdapat di dalam novel, simpulan

hasil penelitian citra perempuan, dan simpulan kelayakan dalam novel Ibuk karya

Iwan Setyawan. Berikut uraian simpulan berdasarkan hasil penelitian.

5.1 Simpulan

5.1.1 Delapan Tokoh Perempuan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan

Melalui reduksi data yang didasarkan pada intensitas kehadiran mereka dalam

novel Ibuk, diper oleh delapan tokoh perempuan. Delapan tokoh perempuan

tersebut adalah

Ngatinah sebagai ibu dan istri, Mbok Pah adalah nenek Ngatinah, Mak Gini

adalah ibu kandung Ngatinah, Mbak Gik adalah kakak dari Abdul Hasyim (suami)

yang merupakan kakak ipar Ngatinah, Isa, Nani, Rini, dan Mira yang merupakan

(48)

71

5.1.2 Citra Perempuan dalam Novel Ibuk KaryaIwan Setyawan

Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa perempuan

yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan dapat dimasukkan ke dalam

dua kategori citra perempuan, yakni sebagai ibu dan sebagai istri. Kedua kategori

tersebut ditampilkan melalui tokoh perempuan yang terdapat dalam novel

tersebut. Ketegori ibu dan/atau istri ditampilkan oleh Ngatinah yang menjadi istri

sekaligus ibu dari kelima anaknya.

Dari tokoh perempuan tersebut diperoleh kesimpulan bahwa perempuan sebagai

ibu dan/atau istri diceritakan sebagai istri dan/atau ibu yang menghargai dan

menghormati suaminya, bertanggung jawab atas keluarganya, memiliki keyakinan

yang kuat, pentang menyerah, dan tidak mudah putus asa. Seorang istri dan ibu

yang memberikan segala sesuatu yang terbaik bagi suami dan anak-anaknya. Dari

peran tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa citra perempuan dalam novel Ibuk

pada dasarnya ditampilkan mandiri, bertanggung jawab, dan tidak mudah putus

asa.

5.1.3 Kelayakan Citra Perempuan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan

Sebagai Bahan Ajar Sastra di Sekolah Menengah Atas (SMA)

Berdasarkan hasil penelitian pada Bab IV, dapat disimpulkan bahwa citra

perempuan dalam novel Ibuk layak untuk dijadikan bahan pengajaran sastra di

Sekolah Menengah Atas (SMA) karena memenuhi kriteria pokok dalam pemilihan

bahan ajar yakni merujuk pada Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar

(49)

72

pengajaran sastra yang dilihat dari aspek bahasa, aspek psikologi, dan aspek latar

belakang budaya.

SK dan KD yang relevan dengan citra perempuan dalam novel Ibuk adalah SK

pada aspek membaca : memahami berbagai hikayat, novel Indonesia/terjemahan,

dengan KD : menganalisis unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik novel

Indonesia/terjemahan. SK dan KD tersebut terdapat dalam mata pelajaran bahasa

Indonesia kelas XI, semester 1.

5.2 Saran

Berdasarkan simpulan tersebut, penulis menyarankan kepada guru mata pelajaran

bahasa Indonesia di Sekolah Menengah Atas (SMA) untuk menggunakan citra

perempuan dalam novel Ibuk sebagai alternatif bahan pengajaran sastra di sekolah

karena citra perempuan tersebut sejalan dengan acuan operasional pendidikan dan

relevan dengan SK dan KD yang terdapat dalam kurikulum yang berlaku saat ini.

serta memenuhi kriteria pemilihan bahan ajar.

Hasil penelitian ini diharapkan mampu menjadi acuan dan informasi tambahan

bagi peminat sastra untuk melakukan penelitian lebih lanjut, terutama yang

(50)

73

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Maya Tri. 2011. Kedudukan Perempuan dalam Kumpulan Cerpen

Disebabkan Oleh Cinta Karya Yus R. Ismail dan Kelayakannya Sebagai

Bahan Ajar Sastra di SMA. Skripsi. Bandar lampung : Universitas Lampung.

Djajanegara, Soenarjati. 2003. Kritik Sastra feminis Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Effendi. 2002. Bimbingan Apresiasi Puisi. Jakarta : Dunia Pustaka Jaya.

Handayani, Ellen. 2011. Citra Perempuan dalam Novel Ma Yan Karya Sanie B. Kuncoro dan Kelayakannya Sebagai Bahan Ajar Sastra di SMA. Skripsi. Bandar Lampung. Universitas Lampung.

Nurgiyantoro, Burhan. 1994. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Pradopo, Rachmat Djoko. 1990. Prinsip-prinsip Kritik Sastra. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Purwanto. 2003. Ilmu Dalam Perspektif. Jakarta : Bumi Aksara.

Purwanto, Yudhi. Citra Perempuan dalam Novel Berkisar Merah dan Belatik

(Berkisar Merah 11) Karya Ahmad Tohari dan Implikasinya dalam

(51)

74

Qhardawi, Yusuf. 2004. Panduan Fiqih Perempuan. Yogyakarta : Salma Pustaka.

Rahmanto, Bernandus. 2005. Metode Pengajaran Sastra. Yogyakarta: Xanisius.

Sadli. 2003. Jurnal Perempuan. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Sofia, Adib. 2009. Aplikasi Kritik Sastra Feminis. Yogyakarta: Citra Pustaka.

Sugihastuti dan Suharto. 2010. Kritik Sastra Feminis Teori dan Aplikasinya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sugihastuti. 2007. Teori Apresiasi Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tarigan, Henry Guntur. 2011. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Referensi

Dokumen terkait

Pembahasan tentang hubungan intertekstual dalam novel Air Mata Terakhir Bunda Karya Kirana Kejora dan Ibuk karya Iwan Setyawan dapat dianalisis dengan

Kesimpulan dari penelitian ini yaitu peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, didasari dari pengalaman bapak dan

Nilai kesetiaan dilihat dari unsur intrinsik (tokoh, penokohan, alur, latar, dan tema) yang terdapat dalam novel ibuk, karya Iwan Setyawan.. Berdasarkan hasil penelitian,

Skripsi ini berjudul Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan; Kajian Psikologi Sastra sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar sarjana

Novel Ibuk karya Iwan Setyawan menggambarkan perjalanan kehidupan sebuah keluarga yang memiliki cita-cita masa depan yang lebih

terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah harapan orang tua untuk melihat anaknya menjadi orang yang sukses dan kepercayaan seorang anak bahwa. doa

Tujuan penelitian ini adalah (1) mendeskripsikan struktur yang membangun novel Air Mata Terakhir Bunda karya Kirana Kejora dan Ibuk karya Iwan Setyawan (2) mendeskripsikan

Kata Kunci: Gaya Bahasa, Gaya Bahasa Perbandingan, Novel Ibuk karya Iwan Setyawan Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan gaya bahasa perbandingan yang terdapat dalam novel Ibuk