• Tidak ada hasil yang ditemukan

Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Kajian Psikologi Sastra

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Kajian Psikologi Sastra"

Copied!
60
0
0

Teks penuh

(1)

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK

KARYA

IWAN SETYAWAN: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

SKRIPSI

OLEH

HERTI SIMANJORANG

110701014

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

(2)

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh

Herti Simanjorang

110701014

Skripsi ini diajukan untuk melengkapi persyaratan memeroleh gelar sarjana sastra dan telah disetujui oleh:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dra. Nurhayati Harahap, M.Hum. Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. NIP 19620419 198703 2 001 NIP 19590907 198702 1 002

Departemen Sastra Indonesia

Ketua,

(3)

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Peranan Orang

Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan: Kajian Psikologi Sastra” adalah benar karya saya sendiri dan sepanjang pengetahuan saya skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memeroleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang

pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan

disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar keserjanaan yang saya peroleh.

Medan, September 2015

Herti Simanjorang

(4)

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh Herti Simanjorang

Abstrak

Karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang di dalamnya banyak menampilkan kepribadian setiap manusia. Banyak aspek yang dapat dikaji dari karya sastra salah satunya adalah tokoh yang memerankan, yang erat berhubungan dengan psikologi sastra. Penelitian ini mengkaji tentang “Peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan”. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode kualitatif dan hermeneutika. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, didasari dari pengalaman bapak dan ibu yang pernah gagal menyelesaikan pendidikannya karena biaya yang tidak cukup. Bapak dan ibu memiliki tekad agar kelak anak-anaknya tidak mengalami nasib yang sama. Bapak dan ibu percaya bahwa dengan mendapatkan pendidikan yang baik anak-anaknya dapat bersaing ditengah-tengah masyarakat, kepribadian bapak dan ibu yang gigih ini merupakan unsur Id. Bapak bekerja keras pagi, siang dan malam untuk menghidupi keluargnya, sedangkan ibu berusaha menabung dari uang belanja agar dapat menambahi biaya pendidikan anak-anaknya, kepribadian bapak dan ibu ini menunjukkan unsur Ego. Selain membiayai pendidikan anak-anaknya bapak dan ibu juga merawat, memelihara, menjaga serta menjadi guru, teladan dan pengawas yang baik bagi anak-anaknya. Perjuangan yang membutuhkan pengorbanan itulah yang dilakukan bapak dan ibu, semuanya dapat tergantikan ketika bapak dan ibu melihat anak-anaknya memiliki masa depan yang cerah. Kelima anak bapak dan ibu yaitu Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira menyadari bahwa semua keberhasilan mereka adalah berkat bapak dan ibu, keberhasilan itu mereka persembahkan kepada bapak dan ibu sebagai bentuk rasa terima kasih, kepribadian ini merupakan Superego.

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis naikkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat

dan kasih-Nya yang tidak pernah berhenti dicurahkan kepada penulis dalam mengerjakan skripsi ini dari awal hingga selesainya penulisan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan; Kajian Psikologi Sastra sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar

sarjana di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penyelesaikan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan moril maupun

materil dari berbagai pihak. Untuk itu, penulis ucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A., selaku Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU, Dr. M. Husnan Lubis, M.A. sebagai pembantu Dekan 1, Drs. Syamsul Tarigan sebagai pembantu Dekan II, dan Drs. Yuddi Adrian, M.A. sebagai

pembantu Dekan III di Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara. 2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M.Si., sebagai Ketua Departemen Sastra

Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P., sebagai sekretaris Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya USU yang telah memberikan banyak ilmu dan semangat kepada penulis selama

(6)

3. Dra. Nurhayati Harahap, M. Hum. sebagai dosen pembimbing I dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.S.P. sebagai dosen pembimbing II, telah banyak

meluangkan waktu untuk memberikan ilmu, didikan, perhatian, arahan, dan kesabaran yang luar biasa dalam membimbing penulis dan mengarahkan

penulis selama proses penyelesaian skripsi ini. Semoga Ibu dan Bapak sehat selalu. Terima kasih Ibu, Bapak.

4. Bapak dan Ibu staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah membekali penulis dengan ilmu pengetahuan, baik dalam bidang linguistik, sastra, maupun

bidang-bidang ilmu lainnya. Terima kasih penulis sampaikan atas segala bimbingan dan pengajaran yang diberikan selama penulis mengikuti perkuliahan.

Terimakasih juga kepada Bapak Slamet yang telah membantu penulis dalam hal administrasi di Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.

5. Terimakasih penulis ucapkan yang sedalam-dalamnya kepada kedua orang tua tercinta, Ayahanda K. Simanjorang dan Ibunda L. Sagala yang telah

memberikan doa, dorongan, motivasi, semangat, kasih sayang yang tulus, dan bantuan baik secara moral dan materi hingga selesainya skripsi ini. Semoga Bapak dan mamak sehat selalu.

6. Terimakasih penulis ucapkan kepada kakak Friska M. Simanjorang, Elfrida Simanjorang, Irantina Simanjorang serta abang terhebat Kardiman

(7)

atas doa, motivasi, dorongan dan bantuan moral maupun materi yang selalu diberikan kepada penulis, semoga Tuhan selalu memberkati kakak, abang

terkasih. Terimakasih kepada keponakan tersayang Misael, Dwila, Margareth, Mora, Hizkia, kezia, Joen, Angle, Viola dan dedek ucok,

terimakasih atas keceriaan yang selalu menghibur penulis, semoga menjadi anak yang takut akan Tuhan.

7. Terimakasih kepada teman-teman tersayang Jumpa Riama Tampubolon, Natalia Simangungsong, terimakasih atas segala motivasi, dukungan yang selalu diberikan kepada penulis. Terimakasih kepada Melisa, Yani, Elin,

Bonita, Devi atas semua canda tawa yang selama ini telah menghibur penulis. Terimakasih juga kepada teman-teman 2011 atas kebersamaannya

selama ini. Terimakasih juga kepada uda Tomy, kak Dinda dan Bang Jenri.

Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari

pembaca untuk kesempurnaan isi skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat dan memberi pengetahuan tentang Peranan Orang Tua dalam Novel Ibuk Karya Iwan

Setyawan.

Medan, September 2015

(8)

DAFTAR ISI.

PERNYATAAN………..……….….i

ABSTRAK………...ii

PRAKATA………...iii

DAFTAR ISI………...vi

BAB I PENDAHULUAN………...1

1.1 Latar Belakang dan Masalah………...1

1.2 Rumusan Masalah….………...1

1.3 Batasan Masalah…….………...5

1.4 Tujuan Penelitian…….………..…..5

1.5 Manfaat Penelitian…….………..6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA…7 2.1 Konsep………...7

2.1.1 Karya Sastra……….……….……….….7

2.1.2 Novel……….…………..7

2.1.3 Psikologi Sastra………..7

2.1.4 Pendidikan………..8

2.1.5 Peranan………...9

2.1.6 Keluarga………..………..10

2.2 Landasan Teori………..…………11

2.3 Tinjauan Pustaka………...13

BAB III METODE PENELITIAN………19

(9)

3.2 Analisis Data………..20

3.3 Sumber Data………..21

BAB VI PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN………...22

4.1 Peranan Orang Tua terhadap Pendidikan Anak-anaknya dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan……….……….….22

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN………...42

5.1 Kesimpulan………....42

5.2 Saran………..43

DAFTAR PUSTAKA………44 LAMPIRAN

(10)

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN: KAJIAN PSIKOLOGI SASTRA

Oleh Herti Simanjorang

Abstrak

Karya sastra merupakan gambaran kehidupan yang di dalamnya banyak menampilkan kepribadian setiap manusia. Banyak aspek yang dapat dikaji dari karya sastra salah satunya adalah tokoh yang memerankan, yang erat berhubungan dengan psikologi sastra. Penelitian ini mengkaji tentang “Peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan”. Tujuan penelitian ini yaitu mendeskripsikan peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder kemudian dilanjutkan dengan menggunakan metode kualitatif dan hermeneutika. Kesimpulan dari penelitian ini yaitu peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan, didasari dari pengalaman bapak dan ibu yang pernah gagal menyelesaikan pendidikannya karena biaya yang tidak cukup. Bapak dan ibu memiliki tekad agar kelak anak-anaknya tidak mengalami nasib yang sama. Bapak dan ibu percaya bahwa dengan mendapatkan pendidikan yang baik anak-anaknya dapat bersaing ditengah-tengah masyarakat, kepribadian bapak dan ibu yang gigih ini merupakan unsur Id. Bapak bekerja keras pagi, siang dan malam untuk menghidupi keluargnya, sedangkan ibu berusaha menabung dari uang belanja agar dapat menambahi biaya pendidikan anak-anaknya, kepribadian bapak dan ibu ini menunjukkan unsur Ego. Selain membiayai pendidikan anak-anaknya bapak dan ibu juga merawat, memelihara, menjaga serta menjadi guru, teladan dan pengawas yang baik bagi anak-anaknya. Perjuangan yang membutuhkan pengorbanan itulah yang dilakukan bapak dan ibu, semuanya dapat tergantikan ketika bapak dan ibu melihat anak-anaknya memiliki masa depan yang cerah. Kelima anak bapak dan ibu yaitu Isa, Nani, Bayek, Rini dan Mira menyadari bahwa semua keberhasilan mereka adalah berkat bapak dan ibu, keberhasilan itu mereka persembahkan kepada bapak dan ibu sebagai bentuk rasa terima kasih, kepribadian ini merupakan Superego.

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Karya sastra merupakan gambaran dari kehidupan manusia. Seluk-beluk

kehidupan manusia yang tercermin dalam karya sastra menjadikan sastra memiliki nilai yang lebih. Semua fenomena kehidupan dapat terbaca di dalamnya, lewat karya

sastra kita dipertemukan dengan nilai kehidupan serta menampilkan berbagai kepribadian manusia. Menurut Sumardjo dan Saini (dalam Rokhmansyah, 2014:2) Sastra adalah ungkapan pribadi manusia yang berupa pengalaman, pemikiran,

perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan menggunakan bahasa. Salah satu bentuk karya sastra

adalah novel, novel merupakan salah satu hasil karya sastra yang disusun berdasarkan tulisan dan dimuat pada satu buku yang di dalamnya menggambarkan situasi keadaan kehidupan.

Karya sastra selalu menonjolkan tentang kepribadian manusia yang unik dan dapat mengispirasi setiap penikmat sastra. Kepribadian adalah tentang kelakuan

manusia, kepribadian terbentuk karena adanya peran orang lain di belakangnya. Seorang anak kecil akan memiliki kepribadian yang baik apabila ada peran orang tua yang mengayominya. Peranan adalah cara-cara bertindak dari individu sesuai dengan

statusnya (Wiyarti, 2008:120). Peranan keluarga dalam perkembangan sosial anak memiliki pengaruh yang sangat besar dalam membentuk kepribadian anak. Keluarga

(12)

dalam lingkungan kehidupan, ayah dan ibu (orang tua) memiliki tanggung jawab yang besar terhadap kehidupan anak. Orang tua menjadi pembentuk relasi terhadap

kehidupan sosial anak, baik dari segi perilaku, pergaulan, kepercayaan, pendidikan dan lainnya.

Tanggung jawab sebagai orang tua bukan hanya memberikan kasih sayang, rasa aman, tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial anak, baik kebutuhan primer

maupun kebutuhan sekunder. Salah satu kebutuhan yang diperlukan anak yaitu pendidikan, selain pendidikan yang didapat dari orang tua, anak juga perlu mendapatkan pendidikan dari sekolah. Pendidikan merupakan salah satu pengantar

kesuksesan seseorang. Dengan mendapatkan pendidikan seseorang mampu bersaing baik di dalam masyarakat maupun dalam pekerjaan. Peran orang tua sangat besar

dalam pencapaian pendidikan untuk anak-anaknya, dengan memberikan perhatian, pengertian serta dukungan baik moral maupun materi dapat dikatakan bahwa orang tua merupakan pejuang bagi masa depan anak-anaknya. Dengan adanya dorongan

dari orang tua terhadap pendidikan dapat memicu semangat anak. Maka dari itu peran orang tua sangat penting bagi anggota keluarga, karena keluarga adalah tempat

di mana kita mendapatkan kasih sayang, dukungan, serta perhatian. Dengan memenuhi tanggung jawab sebagai orang tua maka akan tercipta suasana yang harmonis sesama anggota keluarga. Untuk menciptakan suasana yang harmonis orang

(13)

Novel Ibuk karya Iwan Setyawan menggambarkan perjalanan kehidupan sebuah keluarga yang memiliki cita-cita masa depan yang lebih baik. Berperan

sebagai orang tua yang memiliki harapan agar anak-anaknya mendapatkan masa depan yang baik dengan cara memperoleh pendidikan yang baik pula, dengan

keadaan kehidupan ekonomi yang terbatas orang tua memegang kunci agar semua cita-cita keluarga dapat tercapai. Perasaan khawatir meliputi tokoh ibu dan bapak

ketika banyaknya tuntutan kehidupan. Berbagai permasalahan yang muncul ketika anak-anaknya sedang berada dalam dunia pendidikan dan yang paling utama adalah situasi ekonomi yang setiap harinya semakin berat. Pengalaman tokoh ibu ketika ia

tidak dapat melanjutkan sekolah karena biaya yang tidak mencukupi, pengalaman itu menjadikan tokoh ibu agar anak-anaknya tidak mengalami hal yang serupa. Keadaan

yang sama yaitu ekonomi yang kurang, ibu kemudian berusaha menabung dari sisa uang belanja meski sedikit namun setidaknya dapat membantu keperluan sekolah anak-anaknya.

Tokoh ibu (Ngatinah) mempunyai tekad agar kelima anaknya memiliki masa depan yang cerah, sedangkan tokoh bapak (Sim) selalu berusaha agar biaya untuk

pendidikan dan keberlangsungan hidup keluarganya dapat terpenuhi. Kedua tokoh yaitu ibu dan bapak memiliki peran tersendiri namun mempunyai tujuan yang sama. Semua perjuangan tokoh ibu (Ngatinah) dan bapak (Sim) tidak sia-sia, kelima

(14)

Peranan tokoh Ibu dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan ini yaitu memberikan kasih sayang, merawat, mendidik, membimbing, serta mengarahkan

anak-anaknya agar memiliki sikap yang baik, bertanggung jawab, disiplin, sabar serta santun terhadap sesamanya. Seperti pada teks di bawah ini:

“Dengan menggendong Mira, Ibuk memandikan anak perempuan nomor empatnya, Rini, yang baru masuk TK. Seperti kakak-kakaknya, Ibu memulaskan bedak untuk Rini. Rambutnya dikuncir dua. Sepatunya yang baru masih bau toko. Yuk makan nasi goreng dulu, ujar Ibuk sembari menyusui Mira”. (Ibuk, 2012:41-42).

Sedangkan tokoh Bapak berperan sebagai kepala rumah tangga yang bertanggung jawab menafkahi anak dan istrinya yang bekerja sebagai sopir angkot

seperti pada teks di bawah ini;

“Pukul 10 pagi Bapak kembali ke rumah. Tak seperti biasanya. Nah, ini segera ke sekolah Bayek. Bayar uang buku dan minta rapornya, kata Bapak. Ia menyerahkan beberapa lembar lima ratusan dan seribuan yang dikumpulkan sejak pagi. Setelah mencium pipi Mira Bapak segera kembali ke angkot. Ada penumpang menunggu di mobil, katanya terburu-buru”. (Ibuk, 2012: 69).

Sebagai seorang sopir angkot tokoh bapak (Sim) memiliki penghasilan yang

kecil, namun hal itu tidak menyurutkan semangat bapak (Sim) untuk terus bekerja. Menyadari bahwa penghasilan bapak tidak mencukupi semua kebutuhan keluarga ibu (Ngatinah) berusaha keras untuk mengatur keuangan sebaik mungkin seperti pada

teks di bawah ini;

(15)

Kebesaran hati dan semangat yang tidak pernah padam dari kedua orang tua ini sehingga dapat menghantarkan kelima anaknya ke masa depan yang lebih baik,

serta tidak melepaskan tanggung jawabnya sebagai seorang bapak maupun sebagai seorang ibu. Hal ini sangat mengispirasi banyak orang untuk melihat bagaimana

sebuah keluarga yang hidup dengan keterbatasan tetapi dengan doa, usaha dan kerja keras dapat mewujudkan cita-cita yang selama ini terpendam di dalam hati. Dengan alasan di atas penulis sangat tertarik untuk mengkaji “Peranan orang tua dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan.”

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, masalah penelitian ini adalah bagaimanakah peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel

Ibuk karya Iwan Setyawan?

1.3 Batasan Masalah

Sebuah penelitian harus memiliki batasan masalah agar penelitian tersebut

dapat terarah dan tidak mencakup terlalu luas sehingga menimbulkan presepsi yang salah. Pada penelitian ini penulis membatasi masalah pada objek bapak dan ibu yang

berjuang agar anak-anaknya memperoleh pendidikan yang baik dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan peranan orang tua terhadap pendidikan anak-anaknya dalam novel Ibuk karya Iwan

(16)

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini yaitu:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan para pembaca

untuk memahami bagaimana peranan orang tua dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan.

2. Manfaat Praktis

1. Hasil penelitian ini dapat membantu pembaca untuk memahami novel Ibuk karya Iwan Setyawan.

(17)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Adapun konsep yang digunakan dalam penelitian ini yaitu;

2.1.1 Karya Sastra

Karya sastra adalah kisah kehidupan manusia yang penuh liku-liku.

Pengungkapan realitas kehidupan tersebut menggunakan bahasa yang indah, sehingga dapat menyentuh emosi pembaca (Endraswara, 2008:33). Dalam karya sastra terkandung nilai-nilai yang disampaikan pengarang terhadap pembaca. Sastra sebagai

gejala kejiwaan yang di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya (Endraswara, 2008:87).

2.1.2 Novel

Novel adalah suatu cerita dengan alur yang cukup panjang mengisi satu buku atau lebih, yang menggarap kehidupan manusia yang bersifat imajinatif (Priyatni,

2010:124-125).

2.1.3 Psikologi Sastra

Psikologi adalah salah satu cabang ilmu pengetahuan yang objek studinya adalah manusia karena psyche atau psycho mengandung pengertian “jiwa”. Dimensi jiwa hanya ada dalam diri manusia yang berarti segala aktivitas kehidupan manusia

tidak lepas dari dimensi tersebut (Endraswara, 2008: 93).

Psikologi sastra memandang bahwa sastra merupakan hasil kreativitas

(18)

estetis. Sastra merupakan hasil ungkapan kejiwaan seorang pengarang, yang berarti di dalamnya ternuansakan suasana kejiwaan pengarang, baik itu suasana pikiran

maupun suasana rasa (emosi). Manusia sebagai tumpuan sastra selalu terkait dengan gejolak jiwanya. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sastra dan psikologi

memiliki keterkaitan yang sangat dekat, karena berhubungan dengan kejiwaan (Endraswara, 2008: 86).

2.1.4 Pendidikan

Pendidikan merupakan proses ketika seseorang dibimbing untuk mencapai pengetahuan yang baru. Berikut ini beberapa pengertian tentang pendidikan.

a. M.J. Langeveld, Pendidikan merupakan upaya dalam membimbing manusia yang belum dewasa kearah kedewasaan. Pendidikan adalah suatu usaha dalam menolong anak untuk melakukan tugas-tugas hidupnya, agar mandiri dan bertanggung jawab secara susila. Pendidikan juga diartikan sebagai usaha untuk mencapai penentuan diri dan tanggung jawab.

b. Ahmad D. Marimba, Mengemukakan bahwa pendidikan ialah suatu proses bimbingan yang dilaksanakan secara sadar oleh pendidik terhadap suatu proses perkembangan jasmani dan rohani peserta didik, yang tujuannya agar kepribadian peserta didik terbentuk dengan sangat unggul. Kepribadian yang di maksud ini bermakna cukup dalam yaitu pribadi yang tidak hanya pintar, pandai secara akademis saja, akan tetapi baik juga secara karakter.

c. Carter V. Good, Mengartikan pendidikan sebagai suatu proses perkembangan kecakapan seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku yang berlaku dalam masyarakat. Proses dimana seseorang dipengaruhi oleh lingkungan yang terpimpin khususnya di dalam lingkungan sekolah sehingga dapat mencapai kecakapan sosial dan dapat mengembangkan kepribadiannya.

Dari ketiga pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan ialah bimbingan yang diberikan kepada anak dalam masa pertumbuhan dan

(19)

menjadi pribadi yang lebih baik. Pendidikan juga bisa diartikan sebagai usaha sadar yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam belajar melalui suatu kegiatan

pengajaran, bimbingan dan latihan demi peranannya di masa yang akan datang

(http://www.seputarpengetahuan.com/2015/02/15-pengertian-pendidikan-menurut-para.html.diakses26Juni2012Pukul21:30WIB). 2.1.5 Peranan

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat, Peranan adalah tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam suatu peristiwa (Sugono, 2008:1051). Di dalam hidup setiap manusia selalu mengadakan gerak atau tindakan-tindakan

untuk mencapai tujuan (Wiyarti, 2008:120).

Bentuk-bentuk peranan orang tua terhadap anak yaitu:

a. Sebagai orang tua, mereka membesarkan, merawat, memelihara, dan memberikan anak kesempatan untuk berkembang namun juga membatasi tingkah laku yang tidak diinginkan masyarakat.

b. Sebagai guru, orang tua mengajarkan ketangkasan motorik, keterampilan melalui latihan-latihan.

c. Sebagai tokoh teladan, orang tua menjadi tokoh yang dapat ditiru baik pola tingkah laku, cara berekspresi, cara berbicara, cara menjalin relasi dengan sesama dan sebagainya.

d. Sebagai pengawas, orang tua memperhatikan, mengamati kelakuan, tingkah laku anak. Orang tua mengawasi agar tidak melanggar peraturan baik aturan

(20)

2.1.6 Keluarga

Keluarga merupakan kelompok primer yang paling penting di dalam

masyarakat. Keluarga merupakan sebuah group yang terbentuk dari perhubungan laki-laki dan wanita, perhubungan yang sedikit banyak berlangsung lama untuk

menciptakan dan membesarkan anak-anak. Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan satu kesatuan sosial yang terdiri atas suami, istri dan anak-anak yang

belum dewasa (Ahmadi, 1999:225). Keluarga memiliki fungsi untuk memberikan kenyamanan terhadap anggota keluarganya. Menurut Rag dan Baber (dalam Partowisastro, 1983:90-91) fungsi keluarga terdiri atas beberapa bagian yaitu:

a. Fungsi biologi merupakan fungsi dasar, keluarga merupakan naluri manusia untuk mempertahankan jenisnya.

b. Fungsi ekonomi, keluarga merupakan kelompok primer pencari nafkah, menyediakan segala kebutuhan untuk anggota keluarganya. Orang tua memiliki tanggung jawab untuk menafkahi anak-anaknya.

c. Fungsi pendidikan, orang tua merupakan guru bagi anak-anaknya.

d. Fungsi agama, selain menjadi guru orang tua juga merangkap menjadi

pendeta, ustad. Orang tua dapat membentuk kepercayaan anak-anaknya. e. Fungsi sosial, keluarga dianggap masyarakat yang paling primer. Fakta-fakta

sosial dapat diterima dari keluarga. Keluarga memperkenalkan masyarakat

luas terhadap anak.

f. Fungsi rekreasi, keluarga merupakan tempat anak-anak untuk menikmati

(21)

g. Memberikan rasa aman, fungsi ini merupakan faktor yang sangat penting. Perkembangan anak memerlukan rasa aman, kasih sayang, simpati dari orang

tua. Keluarga adalah tempat mengadu mengakui kesalahan-kesalahan serta tempat mendapat pengampunan. Rasa aman merupakan elemen yang

menimbulkan sukses dari hidup sebuah keluarga. 2.1 Landasan Teori

Penelitian ini menggunakan teori psikologi sastra yang dikhususkan pada teori kepribadian. Psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang kejiwaan sedangkan sastra adalah ungkapan perasaan seseorang yang tertuang dalam karya sastra itu

sendiri. Psikologi kepribadian yaitu membahas tentang tingkah laku manusia. Manusia selalu memperlihatkan perilaku yang beragam, sehingga untuk memahami

perilaku lebih dalam diperlukan ilmu psikologi. Menurut Sigmund Freud teori kepribadian terbagi menjadi tiga unsur yaitu, Id, Ego, Superego.

a. Id

Id adalah sistem kepribadian bawaan atau yang paling asli dari manusia. Pada

saat dilahirkan, seseorang hanya memiliki id saja. Ia hanya menuntut dan mendesak

dipuaskannya naluri-naluri tersebut. Id dapat diumpamakan sebagai kawah gunung berapi yang terus-menerus mendidih dan bergolak. Ia tidak dapat menoleransi ketegangan serta ketidaknyamanan sehingga ia berupaya untuk melepaskan

ketidaknyamanan atau ketegangan itu sesegera mungkin. Asas yang mengatur bekerjanya id ini adalah asas kesenangan (pleasure principle ) yang berguna untuk

(22)

oleh asas kesenangan semata, maka id bersifat tidak logis, amoral, dan hanya memiliki satu tujuan semata: memuaskan kebutuhan-kebutuhan naluriah sesuai

dengan asas kesenangan tersebut (Taniputera, 2005:44-45).

b. Ego

Unsur kepribadian ini timbul setelah terjadi kontak dengan dunia nyata (luar) yang realistis. Ia berfungsi untuk mengendalikan serta mengatur segenap tindakan

yang dilakukan dengan berlandaskan pada asas kenyataan. Dengan demikian, ego akan berlaku realistis, berpikir logis, serta merumuskan rencana-rencana tindakan bagi pemuasan kebutuhan-kebutuhan. Ego berfungsi untuk mengendalikan kesadaran

dan melaksanakan sensor. Sebelumnya, seorang bayi hanya mampu menangis di kala lapar atau mengalami ketidaknyamanan, tetapi ketika bayi tersebut telah tumbuh

menjadi seorang anak, maka ia tidak lagi menangis pada saat lapar, ia akan berusaha mencari makanan untuk memuaskan rasa laparnya (Taniputera, 2005:45).

c. Superego

Superego merupakan unsur moral atau hukum dari kepribadian manusia. Ia

merupakan aspek moral dari seseorang yang menentukan benar dan salahnya

perbuatan yang dilakukan. Superego menampilkan hal-hal yang ideal (khayalan) dan bukannya rill (nyata). Berbeda dengan id yang digerakkan oleh asas kesenangan,

superego digerakkan oleh asas kesempurnaan. Superego terdiri dari nilai-nilai tradisional serta norma-norma ideal dalam masyarakat yang diajarkan oleh orang tua terhadap anaknya. Fungsi superego adalah untuk menghambat dorongan-dorongan

(23)

Dengan menggunakan teori psikologi sastra yang dikhususkan pada teori kepribadian, yang terbagi atas Id, Ego, Superego, maka peranan orang tua dalam

novel Ibuk karya Iwan Setyawan dapat dikaji melalui peran masing-masing tokoh Ibu dan Bapak, yang kemudian dapat menampilkan kepribadian kedua tokoh.

2.3 Tinjauan Pustaka

Penelitian novel Ibuk karya Iwan Setyawan sudah dilakukan oleh beberapa

peneliti, pertama diteliti oleh Astuti (Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, 2013 dalam skripsinya dengan judul Citra Perempuan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan Tinjauan Feminisme

Sastra). Dalam penelitian ini Astuti menganalisis tokoh utama perempuan (Ngatinah) pada novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Penelitian yang dilakukan Astuti ini

menggambarkan tentang perempuan yang memiliki pribadi yang kuat dalam menyikapi persoalan kehidupan keluarganya. Seorang perempuan yang memperjuangkan pendidikan anaknya, dan memiliki keinginan agar

anak-anaknya menjadi orang sukses, sekalipun dengan keterbatasan ekonomi. Pada penelitian ini Astuti mengungkapkan tiga citra perempuan dalam novel Ibuk karya

Iwan Setyawan. Pertama, citra perempuan dalam kehidupan rumah tangga, tergambar lewat tokoh Ngatinah (ibu) sebagai seorang ibu rumah tangga ia selalu mengerjakan tanggung jawabnya, seperti memasak, mencuci, menyiapkan air mandi serta

menyiapkan makanan untuk keluarganya. Tokoh Ngatinah (Ibu) berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Kedua, citra perempuan dalam

(24)

anaknya mendapatkan pendidikan setinggi mungkin dan kelak menjadi orang yang berhasil memiliki masa depan yang lebih baik. Ibu juga selalu mengajarkan kelima

anaknya untuk saling membantun, dan bersabar dalam kesusahan. Ketiga, citra perempuan sebagai Istri yang setia. Kesetiaan salah satu elemen penting dalam

rumah tangga. Kesetiaan akan menumbuhkan rasa percaya dengan pasangan hidup kita. Istri yang setia selalu menemani suami dalam suka maupun duka, pahit ataupun

manis, sehat ataupun sakit, begitu pula sebaliknya. Kesetiaan tokoh Ngatinah (ibu) terhadap Bapak yang selalu menemani bapak ketika bapak mengalami sakit dan sampai bapak menghembuskan nafas terakhir.

Rahmatika (Mahasiswa Universitas Negeri Medan, Fakultas Bahasa dan Seni, 2014 dalam skripsinya yang mengkaji tentang Nilai-nilai Moral dalam Novel Ibuk

Karya Iwan Setyawan Tinjauan Sosiologi Sastra). Pada penelitian ini Rahmatika mencoba untuk mendeskripsikan nilai-nilai moral yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa nilai yang terdapat dalam

novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah nilai kemanusiaan, nilai kasih sayang dan nilai kekeluargaan sedangkan nilai keadilan tidak ditemukan.

I Gusti Bagus Juliarta (Program Studi Sastra Indonesia Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Udayana, dalam Jurnalnya mengkaji tentang Wanita Tangguh dalam Novel Ibuk karya Iwan Setyawan). Dalam penelitian ini Juliarta mengkaji

tentang kepribadian Tokoh Ibu, di dalam pengkajiannya Juliarta menggunakan psikologi sastra. Dalam jurnal ini Juliarta menggambarkan sosok ibu yang tangguh

(25)

memiliki fisik dan psikis yang kuat, sukar dikalahkan, terkenal akan keberaniannya, kukuh, tetap pada pendirian, dan memiliki keterampilan dalam melakukan segala

aktivitas yang dilakoninya.

Nurwakhid Muliyono (Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia,

2014 dalam Tesisnya yang berjudul, Analisis Penokohan dalam Novel Ibuk Karya Iwan Setyawan). Muliyono menganalisis bagaimana watak tokoh Tinah, pandangan

tokoh Ngatinah terhadap tokoh Sim serta, sebaliknya bagaimana watak tokoh Sim dan pandangan tokoh Sim. Pada penelitian ini Muliyono menggambarkan watak tokoh Ngatinah yang memiliki perasaan halus. Pandangan tokoh Ngatinah terhadap

tokoh Sim, Ngatinah merasa bahwa Sim hanya lelaki yang menggoda setiap wanita termasuk dirinya. Watak tokoh Sim, tokoh Sim memiliki watak bertanggung jawab,

menepati janjinya. Pandangan tokoh Sim terhadap tokoh lainnya, ketika Bayek lahir bapak sangat senang, bangga karena telah memiliki keluarga yang sempurna, ia telah memiliki putri dan putra.

Helmi Nilasari (Mahasiswa Universitas Jember Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Bahasa dan Seni, 2013, dalam skripsinya yang berjudul Tinjauan

Humaniora dalam Novel Ibuk karya Iwan Setyawan). Dalam penelitiannya Helmi mengkaji unsur intrinsik yang terkandung dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan yang meliputi tema, tokoh, serta konflik. Tokoh utama dalam novel Ibuk karya Iwan

Setyawan adalah Ngatinah (Ibuk). Ibuk merupakan sosok wanita sederhana yang sangat gigih memperjuangkan pendidikan yang layak untuk anak-anaknya. Hal ini

(26)

lebih baik untuk keluarganya. Hasil dari analisis aspek-aspek humaniora dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah cinta kasih, penderitaan, tanggung jawab, dan

harapan. Cinta kasih yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah kasih sayang orang tua terhadap anaknya, kasih sayang suami kepada istrinya,

kemesraan antara anak dengan orang tua, pemujaan manusia kepada Tuhan. Dengan adanya cinta kasih dalam keluarga akan menjadikan keluarga lebih harmonis.

Penderitaan dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan meliputi siksaan dan rasa sakit. Siksaan yang dialami Bapak berupa perasaan bimbang saat memikirkan kondisi angkotnya yang sering mogok, padahal Bapak harus membayar SPP anaknya. Rasa

sakit yang diderita Ibuk dikarenakan kecapekan dan sering telat makan sehingga Ibuk menderita sakit mag. Penderitaan yang dialami menjadikan keluarga Ibuk selalu tabah

dalam menghadapi cobaan hidup. Tanggung jawab yang tercermin dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan berupa pengabdian anak terhadap orang tua yang telah membesarkannya, kesadaran orang tua untuk selalu menjaga dan melindungi

keluarganya, pengorbanan orang tua demi kesuksesan anak-anaknya, pengorbanan anak untuk membalas jasa orang tuanya. Tangung jawab orang tua terhadap anak dan

sebaliknya dapat membawa keluarga Ibuk menuju kebahagiaan. Harapan yang terdapat dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah harapan orang tua untuk melihat anaknya menjadi orang yang sukses dan kepercayaan seorang anak bahwa

doa Ibuk dapat mengantarkan mereka menuju kesuksesan. Dengan harapan yang tulus, Ibuk mampu membawa keluarganya menjadi lebih bahagia dengan kesuksesan

(27)

Iwan Setyawan adalah tokoh utama yaitu Ibuk (Ngatinah) memiliki keterkaitan dengan tema dan konflik dalam memperjuangkan pendidikan anak-anaknya demi

kebahagiaan keluarganya. Cinta kasih, penderitaan, tanggung jawab, dan harapan yang dilalui secara bersama-sama oleh keluarga Ibuk membuahkan hasil ketika

anak-anaknya menjadi orang yang sukses.

Mustakim (Mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah,

FKIP Untan, Pontianak, mengkaji tentang Campur Kode dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan). Pada penelitiannya Mustakim mencoba mengkaji bagaimana wujud, fungsi, dan faktor penyebab terjadinya campur kode yang terdapat dalam

novel Ibuk karya Iwan Setyawan. Dalam penelitiannya Mustakim menyatakan bahwa campur kode itu dapat berupa pencampuran serpihan kata, frasa, dan klausa suatu

bahasa di dalam bahasa lain yang digunakan. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Suwito (Wibowo, 2006) yang menjelaskan bahwa berdasarkan unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam di dalamnya, campur kode dapat di bedakan beberapa macam,

yaitu penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata, penyisipan unsur-unsur yang berwujud frasa, penyisipan unsur yang berwujud baster, penyisipan

unsur-unsur yang berwujud kata ulang, penyisipan unsur-unsur-unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom, dan penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Mustakim menyatakan bahwa fungsi campur kode dalam novel Ibuk karya Iwan Setyawan

adalah sebagai perulangan, penyisip kalimat, sebagai fungsi spesifikasi lawan tutur, dan unsur mengklasifikasi isi pesan. Adapun faktor penyebab terjadinya campur

(28)

tertentu, mempertegas sesuatu, pengisi dan penyambung kalimat, perulangan untuk mengklarifikasi, bermaksud untuk mengklarifikasi isi pembicaraan kepada lawan

bicara, menunjukkan identitas suatu kelompok, memperhalus atau mempertegas permintaan atau perintah, kebutuhan leksikal dan keefesiensian suatu pembicaraan.

Wujud campur kode didominasi oleh wujud kata, fungsi yang mendominasi adalah fungsi spesifikasi lawan tutur serta faktor yang mendominasi adalah faktor kebutuhan

(29)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.

Menurut Taylor dan Bogdan, (dalam Suyanto dan Sutinah, 2005:166) penelitian kualitatif dapat diartikan sebagai penelitian yang menghasilkan data deskriptif

mengenai kata-kata lisan maupun tulisan, dan tingkah laku yang dapat diamati dari orang-orang yang diteliti. Metode kualitatif yang lebih menekankan pada aspek pemahaman, pengamatan secara mendalam terhadap novel Ibuk karya Iwan

Setyawan. Metode kualitatif juga digunakan untuk mengungkap sesuatu di balik fenomena yang sedikitpun belum diketahui. Selain metode kualitatif penulis juga

menggunakan metode hermeneutik dan heuristik. Menurut Pradopo (dalam Tantawi, 2014:101) metode heuristik adalah pembacaan karya sastra berdasarkan struktur bahasanya sedangkan hermeneutik pembacaan karya sastra berdasarkan konvensi

sastra.

Pada metode heuristik dilakukan dengan cara membaca, memahami novel

yang menjadi objek utama (primer) kajian ini. Novel di pahami berdasarkan konvensi bahasa-bahasa yang digunakan oleh pengarang sebagai media untuk menyampaikan pesan kepada pembaca sedangkan hermeneutik yaitu membaca novel objek kajian

dengan cara memahami konvensi-konvensi yang berlaku terhadap sebuah karya sastra, terutama konvensi sastra dan budaya. Konvensi sastra yang menyangkut

(30)

berhubungan dengan kehidupan sosial, kepribadian, hak, kewajiban yang berhubungan dengan fitrah manusia (Tantawi, 2014:110-111).

3.2. Analisis Data

Data kemudian dianalisis dengan menggunakan metode deskripstif. Menurut

Nasir (dalam Tantawi, 2008:111) metode deskriptif adalah mendeskripsikan tentang situasi atau kejadian, gambaran, lukisan, secara sistematis, faktual, akurat mengenai

fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena dengan fenomena. Data yang akan dibahas sesuai dengan masalah. Pendeskripsian dilakukan dengan menggambarkan jalan cerita yang sebenarnya dan kemudian dikaji sesuai dengan

teori yang digunakan. Tujuan metode deskriptif adalah untuk mendapatkan informasi yang akurat dan informatif. Setelah melalui tahap deskriptif kemudian akan di

uraikan secara sistematis.

Data yang digunakan dalam penelitian ini data primer dan data sekunder. Data primer adalah data utama, pada kajian ini adalah novel Ibuk karya Iwan Setyawan dan

data sekunder adalah data tambahan, seperti buku-buku, makalah seminar, skripsi, tesis, disertasi, dan internet yang berkaitan dengan teori, permasalahan serta yang

mendukung penelitian ini.

Data primer maupun data sekunder yang telah terangkum kemudian dibaca, dipahami secara seksama. Data yang telah dipahami akan menjadi data teori maupun

data pendukung dalam penelitian ini. Sumber data kemudian dicantumkan dalam daftar pustaka dengan menyebutkan nama pengarang, nama buku, tahun terbit, kota

(31)

Dalam penelitian kita membutuhkan batasan masalah agar penelitian dapat lebih terarah, dan mendalam pada kajian dan objek tersebut. Penulis menetapkan

kajian pada novel Ibuk karya Iwan Setyawan dengan kajian psikologi sastra dikhususkan pada psikologi kepribadian.

3.2 Sumber Data

Adapun yang menjadi sumber data:

Judul : Ibuk

Pengarang : Iwan Setyawan

Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama

Tebal buku : 293

Ukuran : 10 cm x 7 cm

Desain : Itjuk Rahayu Tahun : Juni 2012

Gambar : Seorang ibu yang sedang memasak. Warna yang digunakan

dalam cover novel Ibuk karya Iwan Setyawan adalah warna cokelat dan pada covernya terdapat tulisan-tulisan yang

(32)

BAB IV

PERANAN ORANG TUA DALAM NOVEL IBUK KARYA IWAN SETYAWAN

4.1 Peranan Orang Tua terhadap Pendidikan Anak-anaknya dalam Novel Ibuk

Karya Iwan Setyawan

Pengalaman adalah guru yang paling baik, hal ini yang diterapkan ibu dan

bapak di dalam kehidupan mereka. Ketika ibu gagal menyelesaikan pendidikannya karena biaya yang tidak cukup, begitu juga dengan bapak yang berjuang sendiri menghidupi dirinya agar dapat bertahan karena kedua orang tua yang telah tiada

hingga bapak harus berhenti sekolah. Ketika bapak dan ibu menjalani kehidupan yang sangat sulit, bapak dan ibu tidak ingin hal itu dirasakan anak-anaknya. Kegagalan ibu

dan bapak ketika tidak bisa menyelesaikan pendidikannya menjadikan tekad kedua orang tua ini supaya anak-anaknya tidak bernasib serupa. Pengorbanan dan kerja keras yang selalu dilakukan bapak dan ibu agar kelima anaknya mendapatkan

pendidikan yang baik, karena ibu dan bapak yakin bahwa dengan pendidikan anak-anaknya akan mendapatkan masa depan yang lebih baik. Kegigihan dan ketekunan

bapak dan ibu agar semua anaknya dapat bersekolah sampai ke jenjang yang lebih tinggi tidak mudah, berbagai persoalan kehidupan yang dialami bapak dan ibu agar dapat mengwujudkan impian keluarga.

Setiap orang yang berusaha akan selalu mendapatkan hasil yang maksimal. Orang tua bekerja keras, sabar menjalani setiap liku-liku kehidupan untuk

(33)

sangat besar dalam kesuksesan anak-anaknya. Semua perjuangan, pengorbanan mereka tidak dapat tergantikan dengan hal apapun, setiap anak bisa menikmati

kemewahan, kesuksesan dalam segala hal ada begitu banyak peran orang tua di dalamnya.

Peranan bapak dan ibu terhadap pendidikan diawali dari masa lalu bapak dan ibu yang tidak dapat menyelesaikan sekolah karena biaya. Rasa khawatir itu mulai

muncul ketika anak-anaknya mulai tumbuh besar begitu juga dengan kebutuhan akan semakin besar. Seperti pada teks di bawah ini:

Dari balik jendela, Ibuk melihat anak lelaki satu-satunya duduk di antara sekitar 40 anak berseragam merah putih. Mira terlelap dalam gendongannya. Tiba-tiba matanya berkaca-kaca, melamunkan nasib anaknya. Akankah Bayek hanya bisa sekolah sampai SD ini saja? Seperti dirinya dulu? (Ibuk, 2012:43).

Dari teks di atas menunjukkan adanya rasa sedih, khawatir yang sangat besar dalam diri ibu. Ibu khawatir jika anak-anaknya hanya bisa sekolah sampai SD seperti dirinya. Mengingat kegagalan ibu di masa lalu menambah rasa pahit dan sedih yang

sangat dalam pada diri ibu. Hal ini juga digambarkan pada kutipan di bawah ini: Aku bukan tak pernah bertanya, opo aku iki ibu sing, bertanggung jawab? Melahirkan lima orang anak. Suamiku hanya seorang sopir angkot? Bisik Ibuk kepada dirinya sendiri. matanya berkaca-kaca. Aku ngairo anak tanpa tahu pendidikannya kelak. (Ibuk, 2012:52).

Kutipan di atas menunjukkan perasaan ibu yang bertanya-tanya pada dirinya, apakah ia sanggup menyekolahkan anak-anaknya, menanggungjawabi segala

(34)

ibu tidak ingin hal itu terjadi pada anak-anaknya ia bertekad akan menyekolahkan anak-anaknya, mencoba melawan rasa khawatir, menanamkan dalam hati bahwa

anak-anaknyalah yang akan membuka kebahagian bagi keluarganya seperti pada teks dibawah ini.

Ibuk diam sejenak dan menerawang. Ia pandangi langit-langit dapur yang penuh dengan jelaga. Dapur ini penuh dengan jelaga. Hidup ini mungkin akan penuh dengan jelaga juga. Tapi anak-anakkulah yang akan memberi warna terang dalam hidupku. Inilah hartaku. Dan kini saatnya, semua yang telah keluar dari rahimku bisa hidup bahagia. Tanpa jelaga, lanjutnya. (Ibuk, 2012:52).

Kutipan di atas memperkuat tekad ibu untuk membahagiakan anak anaknya, meski begitu banyak rintangan yang akan dihadapinya nanti. Ibu percaya bahwa kebahagiaan akan dimiliki anak-anaknya. Dari sikap ibu menunjukkan adanya

perasaan yang menguap-uap untuk mewujudkan keinginannya menyekolahkan kelima anaknya. Kepribadian ibu ini disebut dengan Id , ibu menginginkan agar

harapannya dapat terlaksana. Kepribadian ibu ini juga ditunjukkan pada kutipan dibawah ini:

Agar hidupmu tidak sengsara sepertiku, Nak. Aku tidak lulus SD. Tidak bisa apa-apa. Hanya bisa memasak saja. Jangan sepertiku ya, Nak. Cukup aku saja yang tidak sekolah. Itu yang selalu Ibuk katakan di hadapan anak-anaknya. (Ibuk, 2012:73).

Ibu berusaha menyemangati anak-anaknya dengan menceritakan kegagalannya dan ibu menginginkan agar kelak anak-anaknya sukses dan bahagia,

(35)

berusaha memberikan yang terbaik untuk masa depan anak-anaknya seperti kutipan di bawah ini.

Yang penting, pastiin ada uang buat makan besok ya, Pak! Kata ibuk selalu memastikan. Dari uang belannja ini, Ibuk berusaha menyisakan sebagaian untuk membayar SPP dan keperluan sekolah. (Ibuk, 2012:46).

Ibu berusaha menabung untuk keperluan anak-anaknya. Perjuangan ibu dan bapak tidak mudah. Usaha yang dilakukan ibu agar dapat menyekolahkan

anak-anaknya adalah dengan menghemat. Kepribadian ibu menunjukkan unsur Ego, ibu berusaha merumuskan rencana-rencana tindakan untuk menwujudkan harapannya untuk menyekolahkan anak-anaknya hal ini juga ditunjukkan pada kutipan di bawah

ini:

(36)

Usaha dan kegigihan ibu untuk menyekolahkan anak-anaknya begitu kuat, berbagai cara dilakukan untuk menwujudkan cita-cita anak-anaknya. salah satunya

ibu harus mengurus surat kurang mampu dari RW agar mendapatkan keringanan, hal ini dilakukan ibu agar anak-anaknya dapat melanjutkan sekolah. Namun bukan itu

saja yang dilakukan ibu tapi ada banyak hal yang dilakukan seperti teks di bawah ini: “Mak, gelang emas ini kira-kira bisa berapa ya? semoga bisa nambahin biaya sekolah Bayek dan Isa,” tanya Ibuk sambil mengeluarkan gelang emas yang masih tersimpan di dalam dompet dari Toko Mas Agung. “Harga emas lumayan, Nah. Sebentar aku tanyakan ya?” kata Mak Gini sembari menyerahkan gelang kepada petugas Pegadaian. “Gimana Nah?” Tanya Mak Gini sambil menyerahkan beberapa lembar uang lima ratusan. “Wah, masih kurang banyak buat biaya masuk sekolah. Tapi ya sudah, digadaikan saja untuk sementara waktu. Yang penting Isa dan Bayek bisa sekolah,” jawab Ibuk tegas. (Ibuk, 2012:120).

Tidak mudah menjalankan peran ibu, banyak cara yang ibu lakukan demi

anak-anak. Jalan yang dilalui begitu berliku dan banyak kerikil yang harus dipijak untuk mencapai jalan mulus. Tidak pernah berhenti berusaha, selalu sabar menjalaninnya dan doa yang mengiringinnya begitulah gigihnya ibu. Hingga ibu dan

bapak dapat melihat sedikit demi sedikit hasil usahanya, ibu dapat melihat putri sulungnya masuk SMP, berikut kutipannya:

(37)

Semangat ibu berkobar-kobar untuk anak-anaknya, prinsip ibu selalu kukuh untuk masa depan anak-anaknya. Harapannya tetap sama anak-anaknya harus

mendapatkan kesuksesan di masa depan. Tekad ibu yang begitu besar tidak pernah pudar oleh karena keadaan, ibu tetap gigih untuk maju. Kebahagiaan ibu bertambah ketika ibu melihat Isa masuk SMA, ibu percaya akan selalu ada jalan bagi mereka

seperti kutipan di bawah ini:

Berkat kerja keras Bapak dan kelincahan Ibuk dalam mengatur kebutuhan rumah tangga, Ibuk hampir tak percaya melihat anak sulungnya, Isa akhirnya memakai seragam putih abu-abu. Seragam Isa terlihat terlalu besar untuk badanya yang kurus. Wajah Isa tirus. Pipinya tak segembil pipi anak-anak Ibuk yang lain. Isa yang tak selincah Nani berhasil masuk SMA Negeri 1. SMA Negeri satu-satunya di Batu. “Wah, gak percaya Isa bisa masuk SMA!” ucap Ibuk dengan bangga. Wajah Ibuk merekah. Satu jalan terjal telah ia lalui bersama Bapak. (Ibuk, 2012:121).

Bangga melihat anak-anaknya dapat sekolah sampai SMA menjadikan

semangat ibu semakin bertambah-tambah, satu tikungan telah terlewati. Ada kelegaan di hati ibu, setidaknya usahanya selama ini masih menghasilkan buah, dan saatnya

menlanjutkannya. Semua berjalan begitu cepat ibu dan bapak sedih karena Isa belum berhasil kuliah tapi ibu dan bapak berusaha agar Nani kuliah, seperti kutipan di bawah ini:

(38)

Sebagai orang tua bapak dan ibu pasti bangga dan bahagia atas apa yang diraih anak-anaknya, rasa capek bapak dan ibu terasa sangat berharga. Air mata

kebahagiaan mengalir ketika Bayek lulus jalur PMDK, bapak dan ibu kebingungan untuk memberangkatkan Bayek kuliah di IPB Bogor karena memerlukan biaya yang

tidak sedikit, seperti kutipan di bawah ini:

Berita penerimaan PMDK Bayek di IPB disambut dengan kebahagiaan juga air mata. Mereka belum tahu, bagaimana Ibuk dan Bapak akan mengirim Bayek ke Bogor. Membiayai Nani saja sudah terasa sangat berat. (Ibuk, 2012:132).

Ibu selalu pada pendiriannya, tidak mengubah keputusannya agar anak-anaknya sekolah, ibu selalu memastikannya pada Bayek untuk tidak ragu pergi, seperti kutipan di bawah ini:

“Buk, gimana ini? tanya Bayek sehari setelah kelulusan. Ia masih kecil dan kurus. Seragam yang dipakainya semenjak kelas satu masih saja kebesaran. “Kamu mesti pergi, Le!” jawab Ibuk singkat tapi tegas. “Pergi gimana, Buk? Bayar kuliah Mbak Nani saja sudah ngos-ngosan.” Ibuk tidak menjawab segera. Ia terdiam sesaat. “Kamu mesti pergi, Le. Ibuk akan cari jalan.” (Ibuk, 2012:132-133).

Ibu tahu inilah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai tujuan, dan akan selalu ada yang dikorbankan, dengan yakin ibu mengatakan untuk menjual angkot

satu-satunya untuk biaya kuliah Bayek ke Bogor. Sedangkan ibu tahu bahwa angkot adalah sumber penghasilan yang selama ini diandalkan oleh bapak dan ibu, begitu yakin ibu mengatakannya tanpa ada keraguan, berikut kutipannya :

(39)

lagi menyakinkan Bayek. Semuannya masih terdiam. Terkejut dengan kenekatan Ibuk. “Entar kita makan apa kalau angkot dijual?” Tanya Bayek. Ibuk menarik nafas panjang. Beberapa saat kemudiaan Bapak menimpali, “Bapak akan bekerja di tetangga sebelah menjadi sopir truk. Mereka lagi butuh sopir untuk membawa makanan ternak dari Batu ke Surabaya. Angkot sudah ada yang mau membeli. (Ibuk, 2012:133-134).

Perjuangan bapak dan ibu demi masa depan anak-anaknya tidak dapat digambarkan dengan hal apapun, kasih sayang yang selalu mengalir ditengah

keluarga bapak. Kekuatan tangan bapak yang bekerja dan keuletan ibu untuk menabung menjelaskan besarnya pengorbanan bapak dan ibu, kasih orang tua tidak pernah pudar. Semua dikerjakan untuk masa depan anak-anaknya.

Sebagai orang tua bapak dan ibu memiliki permasalahan yang terkadang menyiksa batin, tetapi bapak dan ibu berusaha bangkit melawan semua kesulitan yang

menghadang mereka, seperti kutipan di bawah ini:

“Aduh Nah, capek sekali badan ini! Angkot rusak lagi. Uang habis buat benerin angkot. Aduh Nah, yo opo iki?” keluh Bapak.” (Ibuk, 2012:68).

Kutipan di atas memaparkan kesulitan bapak ketika angkotnya rusak, dan rasa

lelahnya saat bekerja tetapi tidak membawa hasil untuk keluarganya. Kerja keras bapak untuk menafkahi keluarga penuh dengan perjuangan, bapak selalu memperbaiki angkot dengan sendiri untuk menghemat pengeluaran, seperti kutipan di

bawah ini:

(40)

Berat beban yang harus dipikul bapak, bekerja pagi, siang, dan malam tanpa henti, walaupun banyak tantangan yang harus dihadapi bapak tetapi bapak selalu

melakukannya dengan ikhlas. Bekerja sebagai sopir angkot hanya memiliki penghasilan yang sedikit dan terkadang terkendala karena angkot sering rusak, dapat

dilihat pada kutipan di bawah ini:

“Nah, yo opo iki Nah?” keluh Bapak. Ia meminum kopi panas. Sunyi. Ibuk terdiam. Berdiri di samping pintu dapur. Daster batiknya lusuh. “Anak-anak tambah gehde. Kebutuhan kita tambah banyak. Angkot rusak nggak ada hentinya. Sudah tiga hari berturut-turut, Nah. Ada saja yang rusak. Sudah tiga hari ini narik angkot hanya untuk beli onderdil. Belanja buat besok masih ada tah?” Tanya Bapak.” (Ibuk, 2012:111).

Ada kekhwatiran dalam diri bapak mengingat besarnya keperluan

keluarganya, angkot rusak tanpa henti. Bapak tidak dapat berbuat banyak, bapak selalu berusaha memperbaiki angkot dengan tangannya sendiri. Tapi masih saja rusak

ada kesedihan yang dirasakan bapak, seperti kutipan di bawah ini:

“Sudah empat hari, Nah. Mangan opo iki arek-arek mene? SPP juga mesti dibayar besok. Kalau begini terus, pingin segera jual angkot saja. Gak ngerti maneh aku!” ujar Bapak di sudut dapur sambil membanting sandal jepit biru tipisnya dengan keras. Ibuk terkejut. Anak-anak yang di kamar depan terdiam. “Wis, mbuh Nah!” lanjut Bapak singkat. Suaranya pelan. Matanya berkaca-kaca. (Ibuk, 2012: 115-116).

Kutipan di atas memperjelas kesulitan yang bapak hadapi, ada rasa kecewa pada diri sendiri. Kebutuhan yang semakin hari semakin banyak, sedangkan

pendapatan yang didapat tidak ada, usaha yang dilakukan terkadang tidak menghasilkan. Tanggung jawab yang dipikul sangat besar, melihat anak-anaknya

(41)

lelahnya bapak kembali bangkit. Bapak tidak sanggup bila anak-anaknya harus berhenti bersekolah bapak kembali bekerja.

“Aku capek, Nah. Iki godaan datang terus. Aku berangkat lagi, ya! gak bisa lihat anak-anak seperti ini. Sakeen!” (Ibuk, 2012: 116).

Bapak tidak berputus asa bapak kembali berjuang menghidupi keluarganya. Bapak tidak ingin anak-anaknya melihat kesulitan bapak, ia kembali berjuang, dapat

dilihat pada kutipan di bawah ini:

Sebelum ayam berkokok, Bapak sudah terbangun. Ia masih mengenakan baju yang dipakai tadi malam. Sandal jepit Swallow warna biru tua menanti di depan pintu rumahnya. Ia segera menghidupkan mesin mobil. “Nah, aku narik dulu ya,” pamit Bapak. Keneknya sudah menunggu di depan gang. Warna pagi mulai merona di balik Gunung Semeru. Sedikit terangnya menyapu kegelapan di puncak Gunung Panderman dan Gunung Arjuno. Pukul 10 pagi Bapak kembali ke rumah. Tak seperti biasanya. “Nah, ini segera ke sekolah Bayek. Bayar uang buku dan minta rapornya,” kata Bapak. Ia menyerahkan beberapa lembar uang lima ratusan dan seribuan yang ia kumpulkan tadi pagi. Setelah mencium pipi Mira Bapak segera kembali ke angkot. “Ada penumpang menunggu di mobil,” katanya terburu-buru. Ibuk belum sempat bilang apa-apa. Tak terucap terima kasih tapi wajahnya penuh syukur. Ia segera ganti baju dan pergi ke sekolah Bayek. Mira dalam gendongannya. Sesampai di SD Ngaglik 1 Ibuk segera mencari wali kelas Bayek dan membayar uang buku dan kalender yang tertunggak. Rapor pun segera ada di tangannya. (Ibuk, 2012 :69-70).

Kutipan di atas mencerminkan begitu besar usaha yang dilakukan bapak untuk anak-anaknya. Tidak ingin melihat ada kekecewaan di wajah anak-anaknya, semangat

yang terkadang mulai padam karena sebuah kondisi, kembali bangkit ketika adanya harapan. Bapak tidak berputus asa, bapak berjuang keras untuk impian anak-anaknya.

(42)

menjelaskan adanya unsur Ego, dapat dilihat ketika bapak selalu berusaha memenuhi kepentingan pendidikan anak-anaknya. Bapak selalu mencari cara agar dapat

memenuhi keperluan keluarganya.

Peranan bapak dan ibu terhadap pendidikan anak-anaknya, tidak hanya

ditunjukkan bagaimana bapak dan ibu berjuang mengumpulkan biaya sekolah kelima anaknya namun juga ada bentuk peranan lain yang dilakukan bapak dan ibu sebagai

orang tua yang baik untuk mendukung pendidikan anak-anaknya yaitu: 1. Membesarkan, merawat dan memelihara

Bapak dan ibu membesarkan kelima anaknya dengan penuh kasih sayang.

Bapak dan ibu menjaga anak-anaknya pagi, siang dan malam tanpa lelah seperti pada kutipan di bawah ini:

Lima orang sudah terlahir. Mereka adalah cahaya paling terang dalam hidup Ibuk. Ia menjaga mereka pagi, siang, dan malam. Tanpa jeda. Tanpa lelah. (Ibuk, 2012:36).

Cinta yang begitu tulus, yang tidak akan pernah kita dapatkan dari orang lain.

Cinta orang tua yang akan selalu setia mengiring langkah anak-anaknya. Seluruh hidupnya dikorbankan untuk anak-anaknya, begitulah ibu dan bapak yang tidak

berhenti memberikan cintanya kepada anak-anaknya, seperti kutipan di bawah ini: Membesarkan lima orang anak membutuhkan napas yang panjang. Tak pernah berhenti. Setelah Ibuk sembuh ia mulai bergulat membesarkan anaknya. ia mulai membuat nasi goreng untuk sarapan anak-anaknya sebelum berangkat ke sekolah. Ia kembali memberikan cintanya. (Ibuk, 2012:37-38).

Kutipan di atas menunjukkan kasih sayang yang begitu tulus. Ibu selalu

(43)

begitu besar perhatian yang diberikan ibu terhadap anak-anaknya. Selain itu ibu dan bapak selalu menjaga kesehatan anak-anaknya, seperti kutipan di bawah ini:

Di kamar mandi Ibuk sudah mempersiapkan bak plastik kecil, kira-kira berisi 10-25 gayung air hangat. Biasanya Isa mandi dulu. Bayek menunggu giliran sambil tidur-tiduran di ruang tamu. Nani menyapu rumah dan mengepel. Mandi dengan air hangat adalah kebahagiaan tersendiri di tengah kabut dingin yang menyelimuti pagi. (Ibuk, 2012:41)

Ada kebahagiaan saat kita berada dalam keadaan yang sehat. Begitulah yang dirasakan anak-anak ibu, ketika mereka mandi air hangat di pagi yang dingin.

Perhatian ibu terhadap anak-anaknya menghangatkan kehidupan keluarganya, serta memberi semangat bagi anak-anaknya untuk meraih cita-citanya. Prioritas utama bapak dan ibu adalah anak-anaknya, seperti kutipan di bawah ini:

Ketika Bayek terkena pilek atau batuk, kakak dan adiknya sering tertular sakit. Ibuk yang kadang ikut sakit juga membelikan Bodrexin untuk semua anak-anaknya. satu tablet buat berdua. Ia sendiri selalu membiarkan sakitnya. Alam akan menyembuhkan, kata Ibuk. Anak-anaknya jarang di bawa ke dokter karena biaya yang tidak murah. Ketika Bayek sakit amandel atau Isa sesak napas, Ibuk baru membawa ke dokter. Ketika Bapak sakit dan tak ada setoran uang belanja, Ibuk biasanya menggadaikan barang-barang di rumah, seperti piring, cangkir, atau jariknya. Dapur harus terus mengepul. Anak-anak harus makan. (Ibuk, 2012:37).

Kutipan di atas menunjukkan betapa besar pengorbanan yang dilakukan ibu dan bapak untuk anak-anaknya. Ketika anak-anaknya sakit ibu memberikan obat dan membawanya ke dokter. Sebagai orang tua yang baik bapak dan ibu mendukung

(44)

Ketika Kartini-an atau tujuh belas Agustus-an Ibuk sendiri yang mendandani anaknya. Ibuk meminjam baju daerah sana-sini. Ketika lebaran tiba, ia memastikan anak-anak memakai baju baru. Ibuk memastikan tidak ada air mata dengan segala cara. Menggadaikan cincin emas, menjual baju bekas, atau hutang ke Bang Udin. Ibuk dan Bapak hampir tak pernah membeli baju lebaran untuk mereka sendiri. Yang penting anak-anak bisa tersenyum dan mendatangi kerabat dengan bangga. Ibuk dan Bapak baru membeli baju baru ketika ada rezeki lebih. Kadang hanya tiga tahun sekali. (Ibuk, 2012:102).

Perhatian yang sangat manis diberikan bapak dan ibu kepada anak-anaknya,

yang selalu mengutamakan kepentingan anak-anaknya tanpa menghiraukan kepentingan sendiri.

2. Orang tua sebagai guru

Sebagai orang tua bapak dan ibu juga menjadi seorang guru yang mengajarkan anak-anaknya untuk memiliki sikap yang sabar, baik, hormat terhadap

orang tua dan sesama. Apabila permintaan anak-anaknya tidak dapat dipenuhi dengan cepat, ibu dan bapak selalu mengajarkan agar tetap sabar, seperti kutipan di bawah ini:

Buku baru. “Ah, kamu coba pake buku bekas kakakmu, Yek! Yang penting besok bawa buku dulu. Buku baru nanti saja kalau ada rejeki, ya. Insya Allah, Ibuk belikan di toko buku Pelajar. Sabaro sik, Le!” (Ibuk, 2012:59).

Berbagai cara ibu usahakan agar anak-anaknya tidak sedih, mengajarkan anak

untuk memahami keadaan kehidupan hal yang tidak mudah untuk diterima oleh anak. Tapi ibu berusaha sebaik mungkin menghibur hati anak-anaknya apabila

permintaanya tidak dapat dipenuhi, seperti kutipan di bawah ini:

(45)

Nani. Nani biasanya jarang meminta. Ia adalah kakak Bayek yang tangguh dan tak pernah merepotkan keluarga. Kali ini ia memberanikan diri meminta Ibuk. Sol belakang sepatu kirinya nglungkap, hampir lepas. Musim hujan agak panjang tahun ini dan sepatunya sudah tidak kuat menahan rembesan air hujan. Kadang ibuk harus memanaskan sepatunya di atas kompor agar cepat kering dan bisa dipakai besok harinya. “Ya, seperti sepatumu ini, Nduk. Kadang kita mesti berpijak dengan sesuatu yang tidak sempurna. Tapi kamu mesti kuat! Buatlah pijakanmu kuat. Kita beli sepatu baru kalau ada rejeki,” hibur Ibuk. (Ibuk, 2012:59-60).

Kutipan di atas menunjukkan usaha ibu memberikan nasehat yang berisi kesabaran yang besar kepada anak-anaknya, untuk tetap kuat menjalani kehidupan

yang pahit. Karena jalan hidup tidak selalu mulus, maka buatlah pijakan itu kuat agar dapat tetap bertahan.

Setiap orang tua pasti mengajarkan kepada anak-anaknya untuk saling

menghargai satu sama lain. Ibu mengajarkan anak-anaknya untuk menghargai usaha yang dilakukan oleh bapak terhadap keluarga. Seperti pada kutipan di bawah ini:

“Yek, kamu sudah besar, kalau minta buku jangan kayak orang kemasukan gitu. Itu lihat si Rini! Buku IPAnya belum bisa terbeli. Belajar sabar ya, Le. Masa gak kasihan ama Bapakmu, siang malam cari uang buat kita. Kamu bisa fotokopy dulu. Itu pinjam si Roni atau Eko,” kata Ibuk yang tak pernah secerewet itu. (Ibuk, 2012:125).

Kutipan di atas memaparkan bagaimana ibu selalu mengingatkan agar anak-anaknya lebih bersabar dan tidak egois. Ibu juga mengingatkan ank-anak-anaknya

menghargai usaha kerja keras bapak terhadap keluarga, yang selalu bekerja pagi,siang dan malam. Ibu juga mengajarkan untuk memanfaatkan apa yang ada, seperti kutipan

(46)

“Yek, sini, celanamu yang robek Ibuk tambal dulu! Selagi masih cukup kita tidak perlu membeli seragam yang baru, ya,” kata Ibuk melihat Bayek yang meregek minta celana seragam baru. (Ibuk, 2012:101).

Sikap ibu yang begitu tegas terhadap anak-anaknya memiliki tujuan yang baik. Bapak dan ibu ingin lebih mengutamakan yang terpenting bagi anak-anaknya.

Hal ini juga mengajarkan anak-anaknya untuk menggunakan apa yang ada dan memperbaiki kekurangannya.

Berbagi itu penting, agar dapat melengkapi satu sama lain. Ketika anak-anak ibu meminta les, ibu berusaha memberikan saran agar anak-anaknya belajar dari kakak-kakaknya, hal ini ibu lakukan untuk menghemat pengeluaran, seperti kutipan

di bawah ini:

“Buk, aku pingin les bahasa Inggris!” pinta Bayek di tengah perjalanan ke sekolah. “ Lah, kan di SD belum ada pelajaran bahas Inggris?” Ibuk bertanya. “Iyo Buk, tapi teman-teman sudah pada belajar bahasa Inggris. Apalagi si Nanda! Dia sudah bisa Tanya-tanya pakai bahasa Inggris, loh!” jawab Bayek ketus. “ Kamu bisa belajar sama Mbak Isa dulu. Dia kan sudah belajar Inggris…Eh Le, itu tempat Bapak dulu bekerja!” Ibuk mencoba mengalihkan pembicaraan sambil menunjuk sebuah rumah besar di pinggir jalan. (Ibuk, 2012:94).

Kutipan di atas juga menjelaskan keinginan belajar Bayek yang tinggi dan tidak mau ketinggalan dari teman-temannya, ibu bukan tidak ingin memasukkan Bayek les Bahasa Inggris tapi karena keadaan ekonomi yang kurang. Untuk

(47)

Bapak dan ibu selalu memperhatikan dan mengamati kelakuan anak-anaknya. Ibu selalu mengingatkan anak-anaknya untuk menggunakan sesuatu secukupnya,

Seperti kutipan di bawah ini:

“Rinso secukupnya saja. Air jangan banyak-banyak,” pesan Ibuk kepada Isa yang sedang mencuci sepatu. “Tempe cukup satu-satu dulu hari ini. Entar kalau ada rejeki, bisa makan tempe lebih. Nasi jangan sampai ada yang tersisa,” pesan Ibuk saat makan siang. (Ibuk, 2012:101). “Rin, pakai buku pelajaran bekas kakakmu. Masih bagus kok. Masih bisa dibaca kan?” saran Ibuk kepada Rini yang meminta dibelikan buku PMP. “Gak usah sing apik-apik rautan pensilnya. Asal bisa menajamkan pensil. Jangan sampai hilang ya,” pesan Ibuk kepada Bayek di toko buku Pelajar. “Ini uang jajanmu. Jangan dibandingkan dengan teman-teman yang lain ya. kita cuma punya dua ratus rupiah. Itu cukup buatmu,” pesan Ibuk kepada Rini. (Ibuk, 2012:101-102)

Ibu berusaha mengawasi, memperhatikan serta senantiasa mengingatkan anak-anaknya untuk belajar menghemat. Ibu mengajarkan anak-anak-anaknya hidup berhemat

agar dapat menabung untuk keperluan pendidikan anak-anaknya.

4. Sebagai tokoh teladan

Sebagai orang tua yang baik, bapak dan ibu memberikan contoh yang baik bagi anak-anaknya agar kelak anak-anaknya dapat melihat, merasakan apa yang telah

dilakukan oleh bapak dan ibu bagi mereka, seperti kutipan di bawah ini:

(48)

berkumandang. Ibuk kemudian membuka korden jendela di ruang tamu. Kacanya buram dipenuhi embun pagi. (Ibuk, 2012:40).

Kebiasaan-kebiasaan yang baik sangat penting ditunjukkan agar dapat

mempengaruhi kepribadian seseorang. Begitulah yang dilakukan oleh bapak dan ibu agar kelak anak-anaknya juga disiplin dalam menjalankan tugas-tugasnya. Kepribadian bapak dan ibu yang menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya juga

dapat dilihat di bawah ini:

Lima orang anak kini. Lima hati yang telah menghangatkan rumah kecil Ibuk. Perjuangan hidup tak akan pernah mudah dengan lima anak ini tetapi Ibuk dan Bapak bertekad untuk berlayar dengan gagah. Buat anak-anaknya. (Ibuk, 2012:52).

Tekad bapak dan ibu yang begitu kuat akan menjadi inspirasi bagi anak-anaknya. Bapak dan ibu yang tidak menyerah melawan gelombang

kehidupan, semangat bapak dan ibu selalu baru untuk anak-anaknya. Menjadi orang tua yang sangat baik bagi semua anak-anaknya. Hal ini juga di ditunjukan pada kutipan di bawah ini:

“Buk, aku makan separuh dulu ya. Sisanya buat entar malam,” kata Rini. “Arek pinter!” puji Ibuk sambil mengelus rambut Rini. Bayek langsung mengambil yang paling besar tapi tak dimakan semua. Seperti Rini, ia makan separuh. Ibuk sendiri cukup dengan remeh-remeh yang tersisa dari penggorengan. Matanya bersinar-sinar melihat kedua anaknya dengan lahap. (Ibuk, 2012:47)

Melihat anak-anaknya yang begitu bahagia menikmati makanan saja sudah cukup membuat ibu senang. Yang penting anak-anaknya dapat menikmati makanan

(49)

Selain itu juga ibu selalu setia mengingatkan anak-anaknya untuk selalu bersyukur dengan apa yang telah didapat oleh anak-anaknya seperti kutipan di bawah

ini:

“Kamu jangan lupa sholat, jangan lupa bersyukur. Banyak anak-anak sopir, teman-teman SMA kamu hanya bisa membantu bapaknya menyopir. Kamu jangan lupa sholat ya, Le. Bersyukur,” Ibuk selalu mengingatkan Bayek. Bapak jarang berbincang dengan Bayek karena waktunya dihabiskan di jalan. Bapak masih seperti dulu semangatnya tidak lekang oleh waktu, oleh usianya. (Ibuk, 2012:141).

Kutipan di atas menunjukkan ibu yang senantiasa mengingatkan anak-anaknya

untuk melaksanakan sholat, serta mengajarkan anak-anaknya agar tidak tinggi hati atas apa yang telah diraih. Bapak dan ibu juga mengingatkan agar anak-anaknya menabung untuk masa depan mereka, seperti kutipan di bawah ini:

“Berapa pun uang yang kamu miliki, jangan pernah berlebihan. Nabung! Kamu bisa jatuh sakit. Harus ke dokter dan itu tidak murah. Hidupmu tidak hanya untuk sekarang saja. Hidupmu masih panjang,” pesan Ibuk yang tidak mempunyai rekening di bank. Ibuk selalu menanbung di bawah tumpukan baju di lemari tua. (Ibuk, 2012:102).

Ibu yang mengingatkan anak-anaknya untuk menabung agar kelak bila ada

keperluan dapat dipenuhi dengan cepat, karena ibu tahu betapa sulitnya hidup tanpa adanya tabungan dimasa depan. Hal ini juga ditunjukkan pada kutipan di bawah ini:

“Le, selalu nabung ya. sedikit-sedikit. Buat masa depanmu. Kalau belum cukup untuk biaya hidup di Jakarta, tidak usah mengirim uang lagi. insya Allah, Bapak masih bisa membiayai Nani dan Mira. Isa juga telah bantu banyak,” pesan Ibuk. Ia ingin melihat anak lelakinya menabung hidup baru di Jakarta. (Ibuk, 2012:140).

Referensi

Dokumen terkait

Untuk menghindari praktik tadlis dalam perbankan syariah, semua transaksi yang dilakukan oleh bank syariah, terutama yang terkait dengan jual beli barang maupun

[r]

Informasi secara rinci dapat dilihat di website www.jakarta.go.id 2.. Untuk pengaduan dapat

Despite this, and without correction for age differences, the interviewed parents of the childhood-onset patients had significantly more schizophrenia spectrum disorders (20:

Tim Pelaksana atau Panitia adalah tim yang dibentuk oleh Jurusan Teknik Industrid. dengan penanggung jawab Ketua Jurusan Teknik Industri dan tersusun dari

Despite this, and without correction for age differences, the interviewed parents of the childhood-onset patients had significantly more schizophrenia spectrum disorders (20:

6.2 Dana operasional dan pengembangan (termasuk hibah) dalam lima tahun terakhir untuk mendukung kegiatan program akademik (pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada

Despite this, and without correction for age differences, the interviewed parents of the childhood-onset patients had significantly more schizophrenia spectrum disorders (20: