DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Made Oka Maulana
Tempat, Tanggal Lahir : Sumedang, 29 Agustus 1993
Alamat : Jln. Lapang Tembak Komp B4T No. 1 RT 10/RW 13 Kelurahan Cikutra Kecamatan Cibeunying Kidul, Bandung
E-Mail : madeokamaulana@gmail.com
No Hp : 082215590315
Pendidikan
1999 – 2000 TK Partiena
2000 – 2006 SDN Ciujung 1Bandung
2006 – 2009 SMP Negeri 2 Bandung
2009 – 2012 SMA Megeri 2 Sumedang
Laporan Pengantar Tugas Akhir
PERANCANGAN INFORMASI ACHLUOPHOBIA PADA ANAK
DK 38315 / Tugas Akhir Semester II 2015-2016
oleh:
Made Oka Maulana NIM. 51911746
Program Studi Desain Komunikasi Visual
FAKULTAS DESAIN
UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA
BANDUNG
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat dan rahmatnya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“PERANCANGAN INFORMASI ACHLUOPHOBIA PADA ANAK”. Dalam
proses pengerjaannya, tidak sedikit kendala yang dialami. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada M.Syahril Iskandar, S.Sn., M.Ds selaku dosen pembimbing yang telah memberikan pengarahan kepada penulis, Kedua orangtua yang selalu memberikan semangat serta motivasi, dan juga pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu.
Penulis menyadari penulisan laporan ini masih banyak kekurangan. Penulis berharap laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih.
Bandung, 11 Agustus 2016 Penulis,
iv
BAB II. ACHLUOPHOBIA PADA ANAK II.1 Gejala Achluophobia ... 5
II.1.1 Pendeteksian Dini Gejala Achluophobia Pada Anak ... 8
II.1.2 Pencegahan Achluophobia Pada Anak ... 9
II.1.3 Tingkat Kecemasan Achluophobia Pada Anak ... 9
II.1.4 Dampak Achluophobia Pada Anak ... 10
II.1.5 Penanggulangan Achluophobia Pada Anak ... 10
II.1.6 Terapi Di Ruma Selama Proses Penyembuhan ... 15
II.2 Pengertian Anak ... 16
II.2.1 Perkembangan Anak ... 16
II.2.2 Pertumbuhan Masa Anak-anak Awal ... 18
II.2.3 Keterlambatan Perkembangan Pada Anak ... 19
II.2.4 Perkembangan Emosional Masa Anak-anak Awal ... 19
II.3 Analisa Masalah ... 20
v BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan ... 22
III.1.1 Tujuan Komunikasi ... 22
III.1.2 Pendekatan Komunikasi ... 22
III.1.2.1 Pendekatan Visual ... 22
III.1.2.2 Pendekatan Verbal ... 24
III.1.3 Materi Pesan ... 24
III.1.4 Khalayak Sasaran Perancangan... 24
III.1.5 Strategi Kreatif ... 26
III.1.6 Strategi Media ... 29
III.1.6.1 Media Utama ... 29
III.1.6.2 Medi Pendukung ... 31
III.1.7 Strategi Distribusi dan Penyebaran Media ... 32
III.2 Konsep Visual ... 33
BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA IV.1 Media Utama ... 39
48 DAFTAR PUSTAKA
Sumber Buku
Chaplin J.P (2002). Dictionary of Psychology. New York. Dell Publishing Co. Inc.
David, John. (1991). Introduction to Psychology, terj. Mari Juniati, Jakarta: Erlangga 1988.
Elizabeth, Kandou. 2013. Buku Ajar Psikiatri Edisi 2, Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta.
Hoffnung (1994). Teori Kepribadian dan Mental Hygiene. Bandung: Dipenogoro. Karso. 1982. Intisari Psikologi Abnormal Edisi Keempat, Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
1 BAB I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang Masalah
Di dalam kehidupan masyarakat, tentunya setiap individu memiliki rasa takut terhadap sesuatu. Baik orang dewasa ataupun anak-anak pasti memiliki rasa takut. Tingkatan rasa takut pada setiap individu juga berbeda-beda, ada yang hanya sekedar takut, dan adapula yang takut secara berlebihan. Ketakutan pada binatang buas, binatang melata, dan ketinggian adalah hal yang wajar ditakuti oleh manusia. Tetapi adapula rasa takut yang tidak wajar seperti takut pada pisang, kursi, kancing, dan lain-lain. Hal inilah yang dinamakan dengan phobia.
Phobia adalah suatu ketakutan irasional dan berlebihan terhadap suatu objek, keadaan maupun situasi. Phobia dapat disebabkan oleh dampak traumatis atau pengalaman pribadi yang sangat tidak mengenakkan sehingga memiliki rasa takut yang berlebihan terhadap hal tertentu. Terdapat berbagai macam jenis phobia diantaranya takut pada bunga (anthophobia), takut ruangan kosong (kenophobia), takut makanan (chibophobia), dan ada juga yang takut terhadap kegelapan yang dinamakan dengan achluophobia.
Achluophobia adalah rasa takut yang amat berlebihan terhadap kegelapan (Warwick, 2015). Rasa takut tersebut memanipulasi otaknya dengan segala macam pikiran yang diluar kesadarannya sehingga dapat membayangkan berbagai hal yang negatif ketika berada didalam susana kegelapan. Achluophobia sering dialami oleh anak-anak karena anak-anak memiliki mental dan sugesti yang lebih sensitif daripada orang dewasa.
2 Sebenarnya yang berbahaya dari achluophobia adalah dampak yang ditimbulkan pada anak dari phobia tersebut. Seorang anak dapat menjadi seorang pribadi yang pencemas dan juga penakut, dan bahkan dapat merubah kepribadian anak. Seperti hasil wawancara kepada ahli psikologi Dewi Wijayanti ketika menangani seorang anak yang menderita achluophobia, anak tersebut sampai berteriak-teriak dan bahkan sampai menjambak rambutnya sendiri ketika berada didalam kegelapan. Hal tersebut tentunya akan berdampak serius terhadap kondisi anak, bahkan dapat mengubah kepribadian anak yang semula pribadi yang periang menjadi seorang yang penakut, penuh curiga, dan menjadi pendiam, dan apabila terus dibiarkan akan berdampak pada stres.
Stres pada anak akan mempengaruhi berbagai aspek perkembangan pada anak, baik dari perkembangan afektif, kognitif, dan juga motorik pada anak. Misalnya pada aspek kognitif, anak cenderung menjadi kurang konsentrasi, menurunkan kemampuan berpikir, dan hal yang berhubungan dengan kemampuan intelektualitas anak menjadi berkurang. Dari segi afektif, akan berdampak pada kemampuan merespon, menerima segala bentuk rangsangan, dan menjadi kurang peka terhadap sesuatu. Pada aspek motorik, anak menjadi cenderung pendiam, kurang beraktifitas karena terus dibalut oleh rasa ketakutan. Idealnya seorang anak yang sedang didalam masa perkembangan seharusnya sangat aktif melakukan berbagai hal seperti bermain dengan teman seusianya untuk merangsang daya pikir kemampuan anak.
Stres pada anak juga dapat membuat anak menjadi sulit untuk tidur, sulit untuk belajar dan berkonsentrasi, dan akan terus mengkhawatirkan tentang ketakutannya. Pikiran anak pun tidak dapat terfokus kepada hal-hal yang sedang dilakukannya dan terus memikirkan tentang kecemasan terhadap kegelapan.
3 kejiwaan. Stres merupakan dampak dari achluophobia yang sudah cukup parah karena terlambatnya penanganan achluophobia pada anak.
Keterlambatan penanganan achluophobia pada anak juga dapat dipengaruhi oleh ketidaktahuan atau kurangnya pemahaman orangtua terhadap achluophobia. Dari pihak konselor juga terdapat beberapa hambatan penyampaian informasi tentang achluophobia kepada orangtua saat konsultasi, diantaranya proses terapi penyembuhan hanya bisa dilakukan di klinik, sangat minimnya atau waktu yang terbatas bagi konselor untuk memberikan penjelasan atau pengetahuan lanjutan kepada orangtua mengenai proses terapi karena jadwal praktek dengan pasien lain, dan belum adanya alat atau media pasca terapi yang dapat digunakan oleh orangtua ketika melakukan terapi dirumah.
I.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat diidentifikasikan bahwa achluophobia pada anak dapat mengakibatkan masalah diantaranya :
Achluophobia dapat menghambat perkembangan anak karena dapat
mengakibatkan stres dan gangguan kejiwaan pada anak.
Kurangnya pengetahuan dan pemahaman orangtua terhadap achluophobia
pada anak.
Psikolog hanya dapat memberikan penanganan achluophobia pada anak pada saat praktek atau konsultasi di klinik.
Minimnya pemahaman yang diberikan oleh psikolog kepada orangtua
karena terbatasnya waktu.
I.3 Rumusan Masalah
4 I.4 Batasan Masalah
Achluophobia merupakan bahasan yang sangat kompleks sehingga penelitian ini difokuskan untuk memberikan terapi anak achluophobia berdasarkan indikator tingkat kecemasan anak.
I.5 Tujuan Perancangan
Tujuan dari perancangan ini adalah :
1. Memberikan media terapi pasca konsultasi kepada anak-anak untuk orangtua dirumah sebagai alat bantu penyembuhan achluophobia.
2. Dapat memberikan terapi penyembuhan pada anak dan mengurangi stres akibat dari achluophobia.
3. Psikolog dapat memberikan arahan kepada orangtua tentang terapi achluophobia untuk anak dirumah.
1.6 Manfaat Perancangan
Manfaat yang dapat diperoleh dari perancangan ini adalah :
Anak-anak dapat melakukan terapi dirumah secara fleksibel dengan waktu
yang disesuaikan.
Orangtua dapat mengetahui proses perkembangan terapi anak dirumah. Membantu proses terapi pasca konsultasi untuk orangtua pada saat terapi
dirumah.
5 BAB II. ACHLUOPHOBIA PADA ANAK
II.1 Gejala Achluophobia
Achluophobia adalah salah satu dari berbagai jenis phobia yang menyebabkan seseorang takut akan sesuatu secara abnormal. Achluophobia adalah ketakutan yang dialami oleh seseorang terhadap situasi kegelapan, miasalnya pada ruangan yang gelap, terowongan, dan suasana pada malam hari. (Elizabeth Kandou, 2013, h265). Penderita achluophobia mengalami ketakutan yang jelas den berlebihan atau tanpa alasan. Achluophobia termasuk kedalam kategori phobia spesifik karena tergolong kedalam phobia terhadap satu hal tertentu.
Gejala-gejala yang tampak pada penderita achluophobia diantaranya rasa cemas yang berlebihan, berkeringat dingin, gemetar, pusing, panik yang luar biasa, jantung berdebar dengan kencang, bahkan dapat mengalami kondisi ekstrim seperti pingsan, dan trauma mendalam yang dapat mengakibatkan seseorang dapat mengalami gangguan kejiwaan/psikis.
Biasanya hal yang pertama kali dilakukan oleh penderita achluophobia adalah menghindari hal-hal yang berhubungan dengan kegelapan. Tentunya, achluophobia dapat menghambat kehidupan orang penderitanya, karena banyak hal atau kegiatan yang dilakukan didalam situasi atau suasana gelap seperti tidur dimalam hari, berjalan atau berkendara dimalam hari, dan lain sebagainya.
Mungkin perasaan takut yang berlebihan ini sangat sulit dimengerti bagi orang normal, akan tetapi ada beberapa hal yang dianggap berbeda oleh penderita achluophobia dan memiliki anggapan dan bayangan yang berbedapa terhadap kegelapan. Terkadang kekurangan ini dijadikan sebagai bahan bulan-bulanan/ejekan terhadap penderita achluophobia karena memiliki hal yang tidak biasa dengan orang-orang normal lainya.
6 Faktor Genetik, yaitu bawaan genetika yang dibawa oleh penderita yang
diturunkan oleh orangtuanya. Sebagian atau seluruh pembawaan dari orangtua misalnya sifat emosial, dan biologis diturunkan kepada penderita tersebut. Faktor Psikologis, yaitu suatu keadaan seperti pengalaman ataupun kejadian
sebelumnya yang pernah terjadi dan menimbulkan dampak trauma ataupun depresi kepada penderita.
Kondisi-kondisi yang biasa dialami oleh penderita phobia saat berhadapan dengan suatu keadaan atau kondisi yang ditakuti diantara rasa cemas, panik, dan berkeringat. Hal tersebut adalah beberapa kondisi awal yang dapat mendeteksi bahwa seseorang menderita achluophobia.
Gambar II.1 Ilustrasi Achluophobia
Sumber : harukadarkios.wordpress.com (Diakses 12 Mei 2016)
7 menyebabkan achluophobia, tetapi seorang anak yang memiliki mental dan tingkatan emosional yang lemah sangat besar kemungkinan dapat menyebabkan achluophobia. Dari trauma tersebut, akan menjadikan pikiran atau membuat sugesti pada seorang anak bahwa ruang adalah hal yang menyeramkan dan ditakuti.
Seorang anak yang menderita achluophobia sama halnya dengan orang dewasa, hanya saja berbeda dampak dan gejala yang ditimbulkannya. Pendeteksian penderita achluophobia pada anak-anak dapat dapat terlihat dari perlakuan seorang anak tersebut seperti menangis, berteriak, dan berlari saat menghadapi situasi atau kondisi gelap.
Seorang anak dapat membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang sangat menyeramkan tentang kegelapan yang membuatnya menjadi sangat takut atau bahkan menjadi paranoid. Masa anak-anak yang sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan fisik maupun mental tentunya sangat rentan untuk menerima hal yang baru baik hal yang positif maupun negatif. Orangtua yang menakut-nakuti anaknya pada kegelapan, berimajinasi dan membayangkan sesuatu yang menyeramkan terhadap kegelapan dari cerita dongeng, atau film dapat menyebabkan seorang anak menjadi penderita achluophobia.
Gejala-gejala yang ditimbulkan oleh seorang penderita achluophobia sama halnya dengan phobia pada umumnya. Ketika seorang anak penderita achluophobia berada di tempat yang gelap biasanya mengalami kecemasan, kepanikan yang luar biasa, membayangkan atau mengkhayal sesuatu yang menyeramkan, berteriak, gemetaran, berkeringat dingin, lari ketakutan dan bahkan pingsan.
8 parah, bahkan didalam ruangan yang sedikit gelap atau remang-remang pun sudah dapat membuatnya ketakutan.
Gambar II.2 Ruangan Kamar Gelap
Sumber : http://www.demfy.com/wp-content/uploads/2013/05/dark-bedroom.jpg (Diakses 12 Mei 2016)
II.1.1 Pendeteksian Dini Gejala Achluophobia Pada Anak
Penyakit-penyakit psikis atau kejiwaan sangat sulit untuk terdeteksi dan kecil kemungkinannya untuk mengetahui apakah seorang anak menderita penyakit kejiwaan. Begitu juga dengan Phobia, terkadang seorang anak mengganggap kelainan ini sebagai hal yang biasa dan tidak menceritakan kepada orang tuanya. Didukung dengan karakteristik setiap anak yang berbeda-beda, ada anak yang terbuka kepada orangtuanya, sehingga menceritakan semua hal yang dialami baik diluar maupun didalam dirinya, dan adapula seorang anak yang sangat tertutup kepada orang tuanya. (Dewi Wijayanti).
Disinilah peran orang tua sangat penting untuk melihat dan membimbing tumbuh kembang anak dalam hal apapun terutama untuk mengetahui apakah ada kelainan yang diderita seorang anak atau tidak. Hal yang mendasar bagi orang tua untuk melihat perkembangan emosional seorang anak, yaitu memperhatikan tingkah dan perilaku anak, dan menjalin komunikasi yang baik antara orang tua dan anak agar dapat mengetahui masalah atau hal apapun yang terjadi didalam dirinya.
9 anak akan terlihat sehingga akan diketahui seorang anak menderita kelainan tertentu atau tidak. (Dewi Wijayanti).
II.1.2 Pencegahan Achluophobia Pada Anak
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk achluophobia pada anak yaitu dengan sikap orangtua yang tidak menghukum anak dengan kekerasan dan seperti mengurung anak dikamar, menakut-nakuti anak, dan sebegainya karena hal tersebut dapat menimbulkan rasa takut dan trauma kepada anak sehingga dapat menyebebabkan achluophobia. Sebaiknya orangtua memberikan hukuman yang bersifat motivasi dan pelajaran yang baik sehingga dapat memberikan respon positif terhadap kondisi mental anak.
II.1.3 Tingkat Kecemasan Achluophobia Pada Anak
Menurut hasil wawancara kepada ahli psikologi Dewi Wijayanti, terdapat tiga tingkatan kecemasan pada penderita achluophobia pada anak, diantaranya :
1. Kecemasan Rendah
Anak penderita achluophobia dengan tingkatan kecemasan rendah biasanya diperlihatkan dari sikap ketika menghadapi suasana gelap seperti hanya berteriak, dan berlari menghindari kegelapan tersebut dan tidak sampai menunjukkan sikap yang ekstrim.
2. Kecemasan Sedang
Tingkat kecemasan sedang anak penderita achluophobia yaitu sudah menunjukkan sikap kepanikan dan kekhawatiran yang cukup tinggi seperti menangis, menjambak rambut, dan melempar-lemparkan barang yang ada disekitarnya.
3. Kecemasan Menyeluruh
10 II.1.4 Dampak Achluophobia Pada Anak
Seorang anak yang menderita achluophobia memiliki tingkatan yang berbeda-beda tergantung dari seberapa parah anak itu menderita achluophobia. Ada yang hanya cemas dan panik ketika menghadapi ruang gelap, dan ada yang sampai berteriak dan bahkan pingsan.
Dampak berkepanjangan dari penderita achluophobia adalah seorang anak menjadi pribadi yang pencemas, dan tidak dapat berkonsentrasi. Di dalam lingkungan sekitar atau teman-temannya, akan berdampak anak tersebut memiliki sosialiasi yang rendah, cenderung menjauh dari lingkungannya dan tidak ingin bergaul dengan teman-temannya karena memiliki kekurangan atau penyakit yang tidak logis dan berbeda dengan teman-temannya. Dampak terparah dari achluophobia adalah seorang anak juga akan menderita Fobia Sosial atau dengan kata lain seorang anak benar-benar tidak ingin bersosialisasi atau berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
II.1.5 Penanggulangan Achluophobia Pada Anak
Menurut Dewi Wijayanti, ada dua macam metode penyembuhan achluophobia pada anak yaitu melalui metode terapi dan obat. Pengobatan achluophobia menggunakan obat-obatan sebenarnya kurang dianjurkan untuk anak, karena biasanya dengan terapi biasa saja sudah cukup berhasil dan obat memiliki dampak ketergantungan. Biasanya obat digunakan untuk membantu penyembuhan achluophobia bagi orang dewasa, namun obat-obatan ini dipergunakan untuk mengatasi efek dari achluophobia seperti cemas yang berlebihan, penghilang kecemasan.
Terdapat tiga jenis obat yang direkomendasikan untuk mengatasi kecemasan, yaitu :
11 Obat ini sering diresepkan untuk mengurangi rasa cemas, penggunaanya diizinkan untuk mengatasi phobia yang berhubungan dengan sosial (social phobia).
2. Obat Penenang
Biasanya menggunakan obat yang mengandung turunan benzodiazepines. Obat ini dipergunakan untuk mengatasi kecemasan yang parah, tapi mungkin dan penggunannya sesingkat mungkin yaitu maksimal 4 minggu. Ini karena obat tersebut berhubungan dengan efek ketergantungan.
3. Beta-Blocker
Obat in biasanya digunakan untuk mengobati masalah yang berhubungan dengan masalah jantung dan terkanan darah tinggi, karena berguna untuk mengurangi kecemasan yang disertai dengan detak jantung yang tidak beraturan.
Sedangkan tahapan terapi penyembuhan achluophobia pada anak adalah sebagai berikut :
1. Konsultasi Orangtua (Pasien)
Konsultasi orangtua pasien adalah tahapan pertama untuk mendeteksi gejala achluophobia pada anak. Orangtua membawa anaknya kepada dokter psikologi untuk memberitahu dan menceritakan segala sesuatu yang dialami oleh sang anak untuk mengetahui adanya gejala gangguan kejiwaan (phobia). Pada tahapan ini konselor menggunakan dua metode psikoterapi, yaitu menggunakan metode aloanamnesa dan autoanamnesa. Aloanamnesa adalah metode terapi yang digunakan konselor dengan menanyakan langsung kepada anak penderita achluophobia mengenenai bagaimana si anak tersebut dapat mengalami phobia, dan membuat si anak tersebut menceritakan segala hal tentang dirinya kepada konselor.
12 keluarga. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data-data yang lengkap mengenai anak tersebut dan bagaimana si anak dapat menderita achluophobia.
2. Tes Perkembangan Anak
Setelah dilakukannya konsultasi, kemudian dilakukan tes perkembangan anak dari anak tersebut seperti sikap dan tingkah laku untuk mengetahui dan memastikan apakah anak tersebut menderita achluophobia atau tidak. Pada tahapan ini, konselor memeriksa semua sikap dan perilaku anak ketika mengalami situasi dan kondisi yang dia takutkan, terutama ketika berada didalam suasana yang gelap. Hal ini dilakukan untuk mengetahui seberapa parah tingkatan phobia pada anak tersebut, seperti mengetahui tingkat kepanikan, kecemasan, dan ketakutan pada anak penderita achluophobia tersebut. Selain dilakukannya tes perilaku, konselor juga melakukan tes konsentrasi karena dampak dari achluophobia, karena rasa kecemasan yang tinggi akan mengganggu konsentrasi anak dan tidak dapat berfikir secara fokus.
3. Diagnosa
Setelah dilakukan tes perkembangan dan kemudian hasil menunjukkan bahwa anak itu memiliki gejala dan ciri-ciri dari achluophobia, barulah dokter memastikan bahwa anak itu didiagnosa menderita penyakit achluophobia dan akan dilakukan proses penyembuhan secara terapi.
4. Terapi
13 Tahapan kedua, terapi perilaku atau penyembuhan sikap atau tingkah laku seorang anak dalam menghadapi situasi atau suasana yang dia takuti (kegelapan). Proses pertama yang dilakukan, anak tersebut dimasukkan kedalam ruang gelap, ditemani oleh orangtua atau dokter. Ketika berada didalam ruang gelap, dilakukan juga proses tahapan pertama atau terapi sugesti. Orangtua atau dokter memberikan sugesti kepada anak tersebut bahwa ketika berada diruangan gelap, seorang anak tidak perlu takut, panik, ataupun cemas karena ketika berada di ruangan tersebut, tidak ada yang harus ditakuti.
Selanjutnya, anak tersebut dimasukkan kembali ke ruangan gelap seorang diri. Tahapan ini dilakukan untuk membangun keberanian dan menghilangkan persepsi rasa takut sang anak terhadap kegelapan. Sedikit demi sedikit rasa ketakutan itu akan hilang, dan juga anak itu dapat mengatasi suasana kegelapan dengan tenang, tidak panik, dan ketakutan.
Setelah dilakukannya tahapan terapi perilaku, dilanjutkan dengan terapi konsentrasi. Hal ini dilakukan untuk mengembalikan kurangnya konsentrasi seorang anak karena rasa kecemasan dan kepanikan yang berlebihan akibat dari achluophobia. Terapi konsentrasi dengan cara memberikan sebuah permainan yang dapat melatih konsentrasi seorang anak, seperti mainan puzzle, bongkar pasang, dan lain sebagainya.
Untuk tingkatan achluophobia yang masih rendah, cukup dilakukan terapi ini karena cukup efektif untuk menyembuhkan achluophobia. Untuk tingkatan achluophobia yang sudah sangat tinggi, barulah digunakan obat-obatan atau secara medis disebut dengan farmakotherapy.
5. Konsultasi Rutin
14 Apabila mengalami kemajuan di dalam setiap tahapan prosesnya, maka akan dilanjutkan kepada metode penyembuhan selanjutnya. Apabila mengalami kemunduran pada setiap prosesnya, maka proses terapi akan kembali kepada tahapan awal dan seterusnya.
Tabel II.1 Tahapan Penyembuhan Achluophobia Sumber : Wawancara
Konsultasi Orangtua (Pasien)
Tes Perkembangan Anak
Diagnosa
Terapi
Sugesti Terapi Perilaku Terapi Konsentrasi
Konsultasi Rutin
II.1.6 Terapi Di Rumah Selama Proses Penyembuhan
15 selalu menjalin komunikasi dengan anak agar terus memantau perkembangan anak.
Pada tahapan ini, orang tua memposisikan diri sebagai psikolog atau konselor dirumah. Semua saran dan solusi yang diberikan oleh psikolog dilakukan ulang oleh orangtua dirumah. Hal yang selalu harus rutin dilakukan, yaitu orangtua selalu memberikan sugesti dan melakukan terapi perilaku kognitif ( menggali pikiran anak) agar si anak selalu membayangkan hal yang positif tentang kegelapan. Hal ini dilakukan selama periode tertentu untuk menghilangkan rasa cemas dan takut akibat dari achluophobia.
Kemudian, orangtua harus membiasakan si anak untuk terbiasa ketika berada didalam suasana gelap, seperti sedang tidur. Ketika tidur, biasakan lampu dimatikan tetapi tidak langsung kepada kedaan gelap total. Proses ini dilakukan secara bertahap. Pertama matikan lampu ketika tidur tetapi orangtua masih harus menemani si anak tidur. Kemudian, tahapan selanjutnya lampu dimatikan dan pintu kamar dibiarkan terbuka agar keadaan didalam kamar tidak gelap gulita, dan orangtua mulai meninggalkan anak sendiri. Dan tahapan terakhir, lampu dimatikan dalam keadaan pintu tertutup, dan membiarkan anak untuk tertidur sendiri dikamar. Tahapan terapi ini dilakukan selama periode tertentu minimal dua bulan agar sedikit demi sedikit rasa takut dan kecemasan anak terhadap kegelapan mulai hilang, sampai dengan penyakit achluophobia pada anak tersebut hilang dan dinyatakan sembuh. (Dewi Wijayanti).
II.2 Pengertian Anak
16 Anak adalah individu yang rentan karena perkembangannya yang kompleks disetiap tahapan pertumbuhannya, baik dari aspek psikologis maupun fisiologisnya. Dibandingkan dengan orang dewasa, anak juga jauh lebih rentan dalam merespon berbagai hal yang diterima oleh dirinya. Dimulai dari memahami sesuatu, memberikan persepsi, dan juga dalam mengambil keputusan.
Dalam proses perkembangannya, anak memiliki ciri fisik dan ciri kognitif. Ciri fisik adalah semua anak tidak mungkin memiliki pertumbuhan fisik yang sama tetapi mempunyai perbedaan dalam pertumbuhannya. Dari segi ciri kognitif, sama halnya juga dengan ciri fisik. Setiap anak mengalami perkembangan yang tidak sama. Adakalanya anak dengan perkembangan kognitif cepat dan adapula yang perkembangannya lambat.
II.2.1 Perkembangan Anak
Pada dasarnya, perkembangan anak terdiri dari tiga tahapan perkembangan, yaitu perkembangan kognitif, afektif (emosi), dan psikomotor, atau bisa juga disebut dengan perkembangan fisik dan psikis (Hoffnung, 1994, h131). Perkembangan kognitif adalah perkembangan yang terjadi secara internal di dalam pusat susunan saraf manusia. Perkembangan afektif adalah perkembangan emosi anak. Emosi merupakan salah satu aspek yang sangat berpengaruh dalam proses perkembangan anak karena sangat mempengaruhi sikap dan perilaku anak, dan juga kondisi mental seorang anak. Sedangkan perkembangan psikomotor adalah perkembangan kepribadian manusia yang berhubungan dengan gerakan jasmaniah dan fungsi otot.
Perkembangan atau pertumbuhan adalah bertambahnya dari aspek fisik adalah berkembangnya struktur tubuh maupun sel atau juga bertambah besarnya sel-sel yang ada didalam tubuh. Perkembangan pada aspek psikologis dapat yaitu kemampuan berkembang anak dalam merespon atau menilai sesuatu, memberikan persepsi, dan juga perkembangan anak dalam berpikir.
17 yang cepat dan ada pula yang lambat. Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya perkembangan dari seorang anak diantaranya faktor orangtua dan juga dari lingkungannya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan yaitu diantaranya faktor keturunan/pembawaan, dan lingkungan perkembangan. Setiap individu dilahirkan ke dunia dengan membawa keturunan/bawaan tertentu. Hereditas/keturunan merupakan faktor pertama yang mempengaruhi perkembangan suatu anak. Dalam hal ini, faktor keturunan merupakan totalitas karakteristik individu yang diwariskan orangtua kepada anak, baik fisik dan psikis yang dimiliki oleh seorang anak tersebut.
Faktor orangtua tentunya sangat berpengaruh bagi perkembangan anak baik dari aspek fisik maupun psikologisnya. Kemampuan orangtua dalam memahami dan memberikan cakupan gizi atau makanan sangat berpengaruh bagi pertumbuhan fisik sang anak. Begitupun juga dalam perkembangan pskologis seorang anak, cara orangtua memberikan arahan, didikan, dan juga aturan dapat membangun perkembangan psikologis atau mental seorang anak. Sama halnya dengan lingkungan, interaksi seorang anak terhadap lingkungannya seperti bermain dengan teman, ataupun kegiatan di sekolah dapat mempengaruhi perkembangan fisik dan psikologis seorang anak.
II.2.2 Pertumbuhan Masa Anak-anak Awal
Dalam konsep perkembangan juga terkandung pertumbuhan. Setiap anak yang sedang mengalami masa perkembangan pasti juga mengalami masa pertumbuhan. Chaplin (2002) mengemukakan bahwa pertumbuhan sebagai satu pertambahan atau kenaikan dalam ukuran dari bagian-bagian tubuh atau dari organisme sebagai suatu keseluruhan.
18 peningkatan dalam ukuran dan struktur, seperti pertumbuhan badan, kepalada, kaki, badan, dan sebagainya,.
Pada pertumbuhan masa anak-anak awal, biasanya mengalami pertumbuhan yang pesat pada bertambahnya struktur badan seperti lengan dan kaki, bertumbuhnya gigi, dan juga rambut. Pertumbuhan fisik pada masa anak-anak juga ditandai dengan berkembangnya keterampilan motorik. Sekitar usia tiga tahun, anak sudah dapat berjalan dengan baik, dan sekitar empat dan lima tahun anak sudah terampil menggunakan kakinya untuk berjalan ataupun berlari. Sesuai dengan bertambahnya struktur badan, anak-anak menjadi lebih aktif bergerak dan juga melakukan berbagai kegiatan seperti bermain dirumah ataupun di taman kanak-kanak.
Tabel II.2 Perkembangan Motorik Masa Anak-Anak Awal Sumber : Roberton (1984)
Menurut Gessel (1954) mengungkapkan Principle of Developmental Direction (Prinsip Arah Perkembangan) yaitu perkembangan tidak berlangsung acak, melainkan dalam pola yang teratur. Kenyataanya adalah perkembangan bergerak maju secara sistematis dari kepala hingga ke ujung kaki,contohnya seorang bayi yang baru lahir relatif lebih matang susunan saraf motoriknya di bagian kepala daripada yang ada di bagiannya muncul lebih dulu dibandingkan koordinasi kaki.
Usia/Tahun Motorik Kasar Motorik Halus
2 – 3 Tahun Berjalan dengan baik, berlari, melompat
Meniru sebuah lingkaran, makan menggunakan
sendok
3 – 4 Tahun Melempar, Menangkap
19 II.2.3 Keterlambatan Perkembangan Pada Anak
Keterlambatan perkembangan pada anak tentunya sangat berpengaruh pada aspek fisik maupun mental dari seorang anak. Keterlambatan perkembangan pada anak dapat dipengatuhi oleh berkembangnya aspek kognitif, afektif, dan psikomotor yang tidak seimbang. Keterlambatan perkembangan pada anak dapat menyebabkan :
Keterlambatan perkembangan motorik seperti duduk, berdiri, dan berjalan. Gagap atau tuna wicara.
Kesulitan konsentrasi dan mudah terganggu.
Sulit untuk belajar bagaimana membangun hubungan dengan orang lain. Sering tampil agresif dan nakal.
Kurangnya minat pada orang lain, egois, dan menuntut. Anak cenderung pendiam atau tidak mau diam (hyperactive).
II.2.4 Perkembangan Emosional Masa Anak-anak Awal
Pada usia empat sampai lima tahun, anak sudah menyadari bahwa dirinya berbeda dengan bukan dirinya (orang lain). Pada anak usia ini, mereka mulai memiliki sifat-sifat emosional yang ikut berkembang pada dirinya.
Karso (1982) menyebutkan, beberapa jenis emosi yang berkembang pada masa anak yaitu :
Takut, yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang dianggap
membahayakan. Anak mulai menyadari berbagai hal yang dapat mengancam atau membahayakan terhadap dirinya.
Cemas, yaitu perasaan takut yang bersifat khayalan, yang tidak ada objeknya.
Kecemasan ini muncul mungkin dari situasi-situasi yang dibayangkan atau dikhayalkan.
Marah, merupakan perasaan yang tidak senang, atau benci baik terhadap diri
20 Phobi, yaitu perasaan takut terhadap objek yang tidak patut untuk ditakutinya
(rasa takut yang abnormal) seperti takut air, takut gelap, takut ulat, dan sebagainya. Perasaan ini muncul akibat perlakuan orangtua atau orang lain yang menakut-nakutinya, atau sebagai orangtua untuk menghukum, atau menghentikan perilaku anak yang tidak disenanginya.
Perkembangan emosi juga dapat membantu dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak. Proses perkembangan emosi yang baik tentunya dapat memberikan dampak positif yang baik bagi anak dan begitu pula sebaliknya.
II.3 Analisa Masalah
Berdasarkan dari fokus masalah yang telah ditentukan, maka permasalahan terletak pada kurangnya pemahaman dan pengetahuan orang tua tentang achluophobia pada anak. Orang tua cenderung tidak mengetahui gejala-gejala dari achluophobia. Berdasarkan data temuan dari hasil wawancara kepada ahli psikologi Dewi Wijayanti menyatakan bahwa para orangtua yang berkonsultasi sebagian besar tidak mengetahui ciri-ciri atau gejala seorang anak menderita achluophobia dan hanya dianggap sebagai rasa takut yang biasa.
Kurangnya pemahaman orangtua terhadap achluophobia akan berdampak semakin meningkatnya stadium achluophobia pada anak. Apabila tidak ditanggulangi sejak dini, akan membuat tingkat ketakutan anak menjadi semakin tinggi dan semakin sulit untuk diobati.
II.4 Kesimpulan dan Solusi
22 BAB III. STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP DESAIN
III.1 Strategi Perancangan
Strategi perancangan terdiri dari kata strategi dan perancangan. Menurut Jauch (1989), strategi adalah proses atau penyusunan suatu cara atau upaya agar tujuan dapat tercapai. Sedangkan perancangan menurut Whitten (2009:160) perancangan adalah suatu kegiatan pemecahan masalah untuk membuat sesuatu menjadi lebih baik. Dari pengertian tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa strategi perancangan adalah sebuah cara atau proses untuk mencapai tujuan dengan hasil yang baik.
Agar perancangan informasi achluophobia pada anak dapat tercapai dengan baik, maka tahapan-tahapan strategi pembuatan media informasi achluophobia pada anak adalah sebagai berikut:
III.1.1 Tujuan Komunikasi
Tujuan komunikasi dari perancangan informasi achluophobia pada anak adalah agar orangtua dapat melakukan terapi dirumah pasca konsultasi dengan psikolog dan orangtua turut aktif dalam membantu proses penyembuhan achluophobia pada anak.
III.1.2 Pendekatan Komunikasi
Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan. Pendekatan komunikasi media informasi ini disesuaikan kepada khalayak sasaran yang akan dituju, yaitu untuk anak-anak. Pendekatan komunikasi yang akan dilakukan menggunakan dua cara pendekatan yaitu pendekatan verbal dan visual.
III.1.2.1 Pendekatan Visual
23 Karakter
Karakter yang akan digunakan pada perancangan ini adalah binatang nokturnal atau binatang yang aktif dimalam hari seperti kelelawar dan burung hantu.
Gambar III.1 Contoh referensi kelelawar
Sumber : http://www.earthtimes.org/newsimage/bat120115.jpg (Diakses 11 Juni 2016)
Gambar III.2 Contoh Referensi Siluet Kelelawar
Sumber : http://www.clker.com/cliparts/u/J/I/4/N/j/bats-md.png (Diakses 11 Juni 2016)
Latar
24 Gambar III.3 Contoh Referensi Latar
Sumber : http://images6.fanpop.com/image/photos/39300000/Graveyard-halloween-39347158-1800-1200.gif (Diakses 11 Juni 2016)
III.1.2.2 Pendekatan Verbal
Pendekatan verbal yang digunakan adalah Bahasa Indonesia. Tetapi bahasa yang digunakan tidak menggunakan bahasa baku dan menggunakan bahasa sehari-hari untuk anak agar lebih mudah dimengerti dan tersampaikan dengan baik.
III.1.3 Materi Pesan
Materi pesan dalam perancangan ini diantaranya :
1. Memberikan gambaran kepada anak bahwa kegalapan dan malam hari bukanlah hal yang harus ditakuti.
2. Kegelapan dapat membantu tubuh untuk beristirahat dan relaksasi. 3. Memberikan sugesti kepada anak agar tidak menjadi penakut.
III.1.4 Khalayak Sasaran Perancangan
1. Berdasarkan analisa terhadap khalayak sasaran agar informasi dapat tersampaikan dengan tepat, maka ditentukan beberepa segmentasi sebagai berikut:
25 Khalayak sasaran yang dituju adalah anak-anak yang berusia 6-12 tahun penderita achluophobia.
1. Jenis Kelamin : Laki-laki dan Perempuan 2. Pekerjaan : Sekolah Dasar
3. Ekonomi : Menengah Keatas
Geografis
Menurut Phillip (1995) segmentasi geografis adalah pembagian geografi seperti negara, wilayah kota, dan desa. Daerah yang dipandang potensial dan menguntungkan akan menjadi target. Berdasarkan lokasi yang menjadi khalayak sasaran perancangan ini adalah masyarakat atau anak yang berada di Kota Bandung.
Psikografis
Segmentasi psikografis menurut Fandy (2001) adalah membagi variabel utama dalam segmentasi pasar dalam variabel kelas sosial, personalitas, dan gaya hidup. Menurut Erikson (1982) kondisi psikologis umur 6 tahun adalah masa dimana anak cenderung aktif, tertarik dan senang dengan hal baru, dan mampu mengekspresikan berbagai jenis emosi. Secara psikografis khalayak sasaran yang dituju untuk perancangan media informasi ini yaitu anak yang serba ingin tahu, aktif, dan ingin belajar.
2. Consumer Insight
26 3. Consumer Journey
Agar informasi dan pemilihan media dapat tersampaikan dengan baik, diperlukan daftar aktifitas dari target audiens. Berikut adalah daftar aktifitas dan tempat yang memungkinkan untuk dikunjungi dan berinteraksi dengan target audiens.
Tabel III.1 Consumer Journey
Sumber : Dokumentasi Pribadi (16 Juni 2016)
III.1.5 Strategi Kreatif
Perancangan ini berisikan tentang terapi achluophobia pada anak untuk orangtua dirumah. Orangtua harus memandu anak membacakan cerita, menggambarkan suasana, dan berinteraksi dengan anak sesuai dengan jalan cerita. Buku ini memberikan gambaran tentang suasana dan kegelapan yang disajikan dalam bentuk ilustrasi sehingga dapat merangsang imajinasi anak. Kegelapan dan suasana pada malam hari digambarkan dengan suasana yang menyeramkan agar dapat merangsang keberanian anak dan mepelaskan rasa takut yang ada didalam diri anak tersebut. Buku ini juga hanya diberikan dominan warna hitam dan putih agar anak terbiasa dengan warna hitam atau gelap. Pada buku ini terdapat dua jalan cerita yang didasarkan pada indikator tingkat kecemasan achluophobia pada
No Kegiatan Tempat Point of Contact
1 Bangun tidur Kamar Jam Dinding, Bantal
2 Mandi/Sarapan Ruang Tamu, Halaman
Rumah Baju, Mug, Majalah
3 Berangkat
5 Istirahat Ruang Santai Televisi
27 anak. Setiap tingkatan achluophobia pada anak memiliki jalan cerita yang berbeda sesuai dengan panduan yang terdapat pada buku.
Copywriting
Menurut Agustinus (2002), Copywriting adalah kemampuan creative advertising dalam mengolah kata dan menciptakan naskah periklanan yang menggabungkan kerja intelektual dan seni untuk memenuhi pesan penjualan. Agar pesan dapat tersampaikan dengan baik, copywriting yang digunakan dalam perancangan ini adalah :
1. Headline : Berpetualang Dalam Kegelapan 2. Subheadline : Achluophobia Therapy Series
Storyline
1. Halaman 1-2
Halaman pembukaan dimulainya masuk ke hutan dan membayangkan kehidupan binatang malam.
2. Halaman 3-4
Menggambarkan suasana hutan pada malam hari, mengenal binatang nokturnal dan membayangkan binatang tersebut.
3. Halaman 5-6
Menceritakan bayangan burung hantu yang sedang hinggap di dahan pohon. 4. Halaman 7-8
Mendeskripsikan kehidupan burung hantu pada malam hari, dan makanan burung hantu.
5. Halaman 9-10
Menceritakan bayngan kelelawar yang sedang terbang di langit pada malam hari.
6. Halaman 11-12
Menceritakan kehidupan kelelawar pada malam hari, tempat hidup dan makanmanya.
7. Halaman 13-14
28 8. Halaman 15-16
Menceritakan keseraman di kolong tempat tidur 9. Halaman 17-18
Menceritakan dan membayangkan sesuatu di dalam lemari. 10. Halaman 19-20
Menceritakan sesuatu di balik jendela pada malam hari.
Storyboard
Gambar III.4 Contoh Storyboard Buku Sumber : Dokumen Pribadi (18 Juni 2016)
Visualiasi
Visualisasi yang digunakan dalam perancangan ini adalah ilustrasi. Semua konten yang terdapat didalam buku ini disajikan dalam bentuk ilustrasi agar mudah dipahami dan dapat merangsang imajinasi anak. Visualisasi pada buku juga menggunakan gambar siluet dan latar hitam putih agar membiasakan anak dengan warna gelap atau hitam.
29 Gambar III.5 Contoh halaman ilustrasi buku
Sumber : http://image.slidesharecdn.com/haikupoems-151107224330-lva1-app6892/95/haiku-poems-2-638.jpg?cb=1446936246 (Diakses 11 Juni 2016)
III.1.6 Strategi Media
Berdasarkan kepada permasalahan yang dihadapi, diharapkan pemilihan media dapat menjadi solusi permasalahan. Didalam perancangan ini media yang digunakan terbagi menjadi dua jenis media.
III.1.6.1 Media Utama
Media utama yang digunakan dalam perancangan ini adalah buku ilustrasi untuk anak penderita achluophobia yang digunakan oleh orangtua sebagai media terapi dirumah pasca terapi untuk membantu proses penyembuhan anak penderita achluophobia.
Menurut Surahman (2014) secara umum membedakan buku menjadi empat jenis, yaitu :
1. Buku sumber, yaitu buku yang biasa dijadikan rujukan, referensi, dan sumber untuk kajian ilmu tertentu, biasanya berisi suatu kajian ilmu yang lengkap. 2. Buku bacaan, adalah buku yang hanya berfungsi untuk bahan bacaan saja,
misalnya cerita, legenda, novel, dan lain sebagainya.
3. Buku pegangan, yaitu buku yang bisa dijadikan pegangan guru atau pengajar dalam melaksanakan proses pengajaran.
4. Buku teks, yaitu buku yang disusun untuk proses pembelajaran, dan berisi bahan-bahan atau materi pelajaran yang akan diajarkan.
30 Sampul Depan
Sampul depan buku biasanya terdiri dari judul, nama penulis, penerbit dan edisi. Bagian yang penting dari sampul buku adalah judul buku. Judul buku memegang peranan penting karena menggambarkan sekilas isi buku.
Judul berarti nama yang diberikan untuk menunjukkan sebuah buku. Judul terdiri atas tiga jenis, yaitu judul umum, judul bab dan sub-bab. Judul umum tampak pada halaman sampul. Judul bab umumnya dapat dilihat di dalam buku.
Punggung Buku
Punggung buku terdiri atas judul buku, nama penulis dan logo penerbit. Penulis tidak perlu membuatnya karena penerbitlah yang akan membuatnya.
Sampul belakang buku berisi synopsis, logo dan nama penerbit dan barcode.
Bagian yang cukup penting dari sampul belakang adalah sinopsis. Halaman judul
Halaman Copywright
Halaman persembahan/dedikasi Kata Pengantar
Kata pengantar biasanya disusun oleh penulis sendiri. Didalam kata pengantar, penulis menyajikan tujuan penulisan buku, pokok pikiran buku.
Prakata
Tujuan prakata adalah untuk memperkenalkan buku dan pengarang oleh orang lain yang tidak secara langsung berhubungan dengan buku tersebut.
Daftar Isi
Tujuan daftar isi adalah menunjukkan sekilas apa yang ada di dalam buku. Di dalam daftar isi, pengarang menyajikan semua bab, sub-bab.
Ilustrasi
Ilustrasi merupakan tambahan penjelasan teks yang diwujudkan dalam bentuk visual. Fungsi ilustrasi bagi suatu buku adalah menjelaskan dan mendukung teks yang tidak dapat digantikan dengan kata-kata.
Daftar Pustaka
31 Biografi Penulis
Penjelasan tentang latar belakang penulis yang melahirkan buku.
III.1.6.2 Media Pendukung
Berfungsi untuk menarik perhatian baik target audiens primer maupun sekunder.
3. Flyer
Media yang memberikan informasi produk secara detail dan dibagikan didalam jangka waktu tertentu.
Tahap Pengingat 1. T-Shirt
Media ini digunakan sebagai hadiah atau doorprize untuk pembeli pertama pada saat hari penerbitan buku.
2. Notebook
Buku catatan atau notebook juga diberikan sebagai doorprize. Notebook dapat digunakan oleh anak maupun orangtua.
3. Bantal
Bantal juga diberikan sebagai hadiah saat penerbitan buku dan dapat digunakan oleh anak untuk tidur.
4. Tumbler
Tumbler atau tempat minum dapat digunakan oleh anak untuk dibawa ke sekolah maupun aktivitas sehari-hari.
5. Tabel Perkembangan Keberanian
32 III.1.7 Strategi Distribusi dan Penyebaran Media
Buku terapi achluophobia pada anak akan didistribusikan sesuai pada tabel berikut :
Tabel III.2 Distribusi Media Tahun 2016 Akhir
Penjualan buku BERPETUALANG DALAM KEGELAPAN “Achluophobia Therapy Series” akan memberikan hadiah atau doorprize kepada lima orang pembeli pertama pada saat hari launching atau penerbitan buku berupa t-shirt, tumbler, notebook, dan bantal. Harga pada saat launching atau penerbitan buku yaitu Rp. 75.000,00 beserta doorprize yang diberikan dan Rp.59.000,00 tidak disertai dengan doorprize.
Lokasi penyebaran media utama : Toko Buku
Toko buku merupakan lokasi utama untuk untuk menyebarkan media. Khususnya di Bandung, toko buku yang sudah dikenal oleh masyarakat seperti Gramedia, Togamas, dan toko buku lainnya.
33 Pusat Perbelanjaan dan Sekolah
Lokasi penyebaran media pendukung akan dilakukan di pusat perbelanjaan dan sekolah-sekolah dimana banyak orangtua atau target audiens sekunder berkumpul. Biasanya di sekolah banyak orangtua yang mengantar atau menjemput anaknya ke sekolah.
III.2 Konsep Visual
Konsep visual perancangan informasi achluophobia pada anak ini menggunakan teknik ilustrasi yang disesuaikan dengan konsep dan target audiens. Pemilihan warna didominasi oleh warna hitam agar membiasakan anak dengan warna gelap. Ilustrasi yang digambarkan pada buku ini menggambarkan suasana malam yang seram agar dapat merangsang keberanian anak dan membantu proses terapi achluophobia.
III.2.1 Format Desain
Format desain buku dibuat dengan ukuran custom 21x21cm, agar ilustrasi dapat ditampilkan lebih besar sehingga memudahkan pembaca saat melihat ilustrasi tersebut. Sampul buku akan dicetak dengan teknis hardcover, sedangkan isi buku akan dicetak pada kertas Tik Paper.
III.2.2 Tata Letak (Layout)
34 Gambar III.6 Contoh Layout Sampul Buku
Sumber : Dokumen Pribadi (18 Juni 2016)
35 III.2.3 Huruf
Huruf atau tipografi yang digunakan dalam perancangan ini adalah font dekoratif disesuaikan dengan konsep dan target audiens primer yaitu anak-anak. Tipografi judul untuk tulisan “BERPETUALANG DALAM KEGELAPAN” menggunakan font “jungle juice”, sedangkan untuk subjudul “Achluophobia Therapy Series” menggunakan font “DK Bodiam”.
Gambar III.8 Tipografi Judul Buku Sumber : Dokumen Pribadi (18 Juni 2016)
Untuk halaman pada konten buku, menggunanakan font “Granstander Clean”. Font “Granstander Clean” termasuk kedalam kategori font dekoratif dan memiliki keterbacaan yang cukup jelas,
36 Gambar III.10 Tipografi Subheadline
Sumber : Dokumen Pribadi (18 Juni 2016)
Gambar III.11 Tipografi Bodytext Sumber : Dokumen Pribadi (18 Juni 2016)
III.2.4 Ilustrasi
Ilustrasi yang digunakan dalam perancangan ini adalah teknik ilustrasi vektor. Pemilihan teknik ilustrasi vektor karena disesuaikan dengan target audiens yaitu anak-anak, dan agar dapat menghidupkan sebuah cerita dan membantu mengembangkan imajinasi anak.
Konten yang ada didalam buku menggambarkan suasana kegelapan malam dan menyeramkan agar dapat memunculkan keberanian anak. Pemilihan teknis ilustrasi dalam perancangan ini karena disesuaikan dengan target audiens yaitu anak-anak. Ilustrasi pada buku juga menggunakan teknik siluet dan bayangan agar dapat merangasang imajinasi anak terhadap hal-hal yang menyeramkan. Pada bagian sampul buku dimunculkan sebuah bayangan burung hantu dan kelelawar agar terkesan menyeramkan.
37 dan jendela dibuat sepasang mata untuk membuat rasa penasaran dan membuat anak untuk berani melihat bagian pada kamar tersebut.
Gambar III.12 Ilustrasi Suasan Hutan Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
38 Gambar III.14 Ilustrasi Halaman Kamar
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
III.2.5 Warna
Pemilihan warna dalam perancangan ini yaitu menggunakan dominan warna hitam, dan abu-abu (grayscale), sehingga lebih memunculkan kesan gelap. Hal ini dimaksudkan untuk membiasakan anak yang mendertia achluophobia terbiasa dengan warna hitam atau gelap.
Gambar III.15 Skema Warna Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
Menurut Brewster, arti warna tersebut adalah : Hitam
Warna hitam mempresentasikan kekuatan, emosional, dramatis, dan kemisteriusan.
Warna hitam juga dapat menimbulkan perasaan tertekan, kemurungan, dan duka. Abu-abu menggambarkan keseriusan, dan memiliki pemaknaan abstrak.
39 BAB IV. TEKNIS PRODUKSI DAN APLIKASI MEDIA
IV.1 Media Utama
Proses perancangan media utama informasi achluophobia pada anak adalah sebuah buku ilustrasi yang menggambarkan suasana pada kegelapan malam. Ilustrasi pada buku menggunakan teknik tracing sketsa menggunakan Adobe Illustrator CC.
Gambar IV.1 Hasil Sketsa
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
40 Gambar IV.3 Tahap Pewarnaan Sampul Buku
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
Gambar IV.4 Tahap Pewarnaan Halaman Buku Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
41 Gambar IV.5 Sampul depan dan belakang buku
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
42 Gambar IV.7 Contoh Tampilan Sampul dan Halaman Buku
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
IV.2 Media Pendukung
Media pendukung diperlukan untuk membantu penyampaian informasi ataupun promosi media utama. Media pendukung perancangan informasi achluophobia pada anak diantaranya :
IV.2.1 Poster
43 Gambar IV.8 Poster
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
Media : Poster
Material : Art Paper 160gr
Ukuran : 29,7 cm x 42 cm
Teknis Produksi : Digital Printing
IV.2.2 Flyer
Flyer digunakan untuk memberikan informasi kepada target audiens dan dapat mencakup jangkauan yang luas karena ukuran yang kecil dan fleksibel.
Gambar IV.9 Flyer
44
Media : Flyer
Ukuran : 14,8 cm x 21 cm
Material : Art Paper 150gr Teknis Produksi : Digital Printing
IV.2.3 X-Banner
X-Banner digunakan untuk penanda keberadaan media utama di suatu lokasi, seperti di toko buku, dan taman bacaan.
Gambar IV.10 X-Banner
Sumber : Dokumen Pribadi (19 Juni 2016)
Media : X-Banner
Ukuran : 60cm x 160cm
Material : Laster
Teknis Produksi : Digital Printing
IV.2.4 Bantal
45 Gambar IV.11 Bantal
Sumber : Dokumentasi Pribadi (19 Juni 2016)
Media : Bantal
Ukuran : 40cm x 40cm
Teknis Produksi : Print DTG
IV.2.5 Notebook
Gambar IV.12 Notebook
46
Media : Notebook
Ukuran : 14,8cm x 21 cm
Material : Art Paper 210gr Teknis Produksi : Digital Printing
IV.2.6 Tumbler
Tumbler dapat digunakan oleh anak untuk dibawa ke sekolah ataupun kegiatan sehari-hari. Tumbler dijadikan sebagai doorprize pembeli pertama saat penerbitan buku.
Gambar IV.13 Tumbler
Sumber : Dokumentasi Pribadi (19 Juni 2016)
Media : Tumbler
Ukuran : Disesuaikan
47 IV.2.7 T-Shirt
Gambar IV.14 T-Shirt
Sumber : Dokumentasi Pribadi (19 Juni 2016)
Media : T-Shirt
Ukuran : Disesuaikan
Material : Cotton Combat 30s
Teknis Produksi : Print DTG
IV.2.8 Tabel Peningkatan Keberanian
Tabel ini digunakan oleh orangtua untuk memantau dan mengetahui perkembangan anak selama menjalani terapi dirumah dan kemudian dikonsultasikan kembali kepada psikolog.