• Tidak ada hasil yang ditemukan

Upaya perserikatan bangsa-bangsa dalam mendorong perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Upaya perserikatan bangsa-bangsa dalam mendorong perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Mendorong

Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

di Indonesia Tahun 2012

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)

Oleh :

Selly Putri Utami

208083000008

PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

PERNYATAAN BEBAS PLAG1ARISME

Skripsi yang berjudul :

Upaya Perserilcatan Bangsa-l3angsa (PBB) Dalam Mendorong Perlindungan

Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012

1. Skripsi ini merupakan hasil karya ash saya yang diajukan untuk

memenuhi salah satu persyaratan merdperoleh gelar Strata

1

di

• Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif 1iidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber

yang saya

gunakan dalam

penulisan ini telah

saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di

Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya

saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka

saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta,

, ,. 06 Juli 2015

0

,

_• ..T.:-T_E_±Red 41)

ncl .: '11Ti----LEL.' ;1

r

(3)

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI

Dengan Jai, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa :

Nama : Selly Putri Utami

MM : 208083000008

Program Studi : Ihnu flubungan Intemasional

Telah selesai penulisan skripsi dengan judul :

Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong Perlindungan Kebebasan Bemgarna dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012

Telah memenuhi syarat untuk diuji.

Jakarta, 06 Juli 2015

Mengetahui,

Ketua Program Studi

Menyetujui,

Pembimbing

(4)

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI

SICRIPSI

Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong

Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di

Indonesia Tahun 2012

Oleh Selly Putri Utami

208083000008

Telah dipertahankan da1am sidang ujian sluipsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Neeeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Sosial (S.Sos) pada program Studi Hubungan Intemasional.

Ketua,

Badrus Sholeh, MA

Penguji I Penguji II

-

/

y.Z/6"fiL

t

/

Aivub Mochsin, MA Debbie Affiantv, 1N1A

Diterima dan dinyatakan syarat kelulusan pada tanggal 6 Juli 2015

Ketua Program Studi

FIS1P ULN Jakarta

Debbie Afflantv, MA

(5)

ii ABSTRAKSI

Skripsi ini menganalisa bagaimana Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)

Dalam Mendorong Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di

Indonesia karena kondisi kebebasan beragam/berkeyakinan di Indonesia masih

memperihatinkan. Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

(SBY), tindak diskriminasi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan

menimpa kelompok Ahmadiyah, seperti peristiwa Cikeusik Banten; komunitas

Syiah, seperti peristiwa penyerangan warga Syiah Sampang yang

mengkriminalisasi Tajul Muluk; umat Kristiani, seperti Penyegelan GKI Yasmin

Bogor, HKBP Filadelfia Bekasi, dan 17 Gereja di Singkil Aceh; penyerangan

diskusi Irshad Manji di LkiS; penggagalan konser Lady Gaga; Penganut Baha’i; Jemaah Salafi di NTB; umat islam di Bali; dan juga umat Budha di Medan.

Indonesia merupakan negara anggota PBB yang juga meratifikasi norma-norma

HAM PBB. Akan tetapi masih muncul pelanggaran HAM, khususnya hak atas

kebebasan beragama dan berkeyakinan. Peristiwa ini mencapai puncaknya pada

tahun 2012, merujuk data Setara Institute, sekitar tahun 2012, tercatat 371

tindakan dalam 264 peristiwa pelanggaran atas kebebasan berkeyakinan dan

beragama. Di sisi lain PBB mempunyai kepentingan untuk melindungi dan

mempromosikan HAM di Indonesia.

(6)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul “Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong

Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012”. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk

mendapatkan gelar sarjana sosial Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif

Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini juga dikerjakan dengan tekun dan penuh

keseriusan, dan dibantu pula oleh dosen pembimbing untuk mengkoreksi skripsi

ini. Untuk itu penulis berterima kasih kepada berbagai pihak yang membantu

dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :

1. Yang tercinta orang tua penulis, Ibunda Kanah dan Bpk Marsan, beserta

kakak penulis, Santi dan Sanaz, dan adik penulis Andika yang selalu

mendoakan dan mendukung kerjakeras penulis untuk menyelesaikan

skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan doa kalian sehinga skripsi

ini dapat diselesaikan.

2. Bpk. Fuad Fanani, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang

telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya yang sangat membantu

hingga penulisan skripsi ini selesai dengan baik.

3. Ketua Jurusan Program Studi ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Ibu Debbie Affanty, M.Si dan Dosen Pembimbing

(7)

iv

4. Muhammad Rizki Hasanuddin sebagai teman seperjuangan penulis,

terima kasih atas semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

5. Teman-teman sekelas penulis, Al-Furqan Aditya, Fachri Tri Utama, Ari

Suprianto, Vicky Fabiansyah, Ananda Afnan Raihan, Imam Noviar,

Aditya Pradipta, Rizki Mauliadi, Bintang Agassi, Roy Arisman, Wahyu

Tri Nugroho Ningsih, Nur dan teman-teman sekelas yang lain. Terima

kasih atas persahabatan ini dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

Terimakasih banyak, semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan

yang ada. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia akademis sebagai

tambahan ilmu pengetahuan dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional.

Jakarta, 06 Juli 2015

(8)

vi

C. Prosedur Khusus PBB dan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan

Berkeyakinan ... 46

BAB IV. Upaya PBB dalam Menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2012... 49

A. Peran PBB dalam menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan...50

B. Alasan PBB Mengeluarkan Rekomendasi terkait Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia...54

C. Respon indoensia terhadap Rekomendasi Mekanisme PBB...56

BAB V. PENUTUP...58

A. Kesimpulan...58

DAFTAR PUSTAKA...62

DAFTAR SINGKATAN...72

(9)

v DAFTAR ISI

PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...iii

ABSTRAKSI...iv

KATA PENGANTAR... v

DAFTAR ISI...vi

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Pernyataan Masalah...1

B. Pertanyaan Penelitian... 6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... . 6

D. Tinjauan Pustaka...7

E. Kerangka Teori... . 8

F. Metode Penelitian... .13

G. Sistematika Penulisan... 13

BAB II. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia...15

A. Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia...15

B. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono... 24

C. Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan... 27

D. Perhatian Internasional ...28

BAB III. Mekanisme HAM PBB... 31

A. Sekilas tentang PBB... . 31

B. Mekanisme HAM PBB ... 35

B.1 Mekanisme Berdasarkan Piagam (The Charter Based Mechanism)...35

B.1.1 Dewan HAM PBB...37

(10)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Pernyataan Masalah

Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, suku, ras,

dan agama. Adapun agama yang diakui oleh negara adalah Islam, Kristen,

Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Islam merupakan agama mayoritas. Ada

sekitar 90 persen Muslim dari seluruh penduduk di berbagai suku. Di dalam

Pancasila dan Konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, warga negara

indonesia (WNI) berhak untuk beragama dan berkeyakinan sesuai dengan

pilihannya masing-masing. Sehingga kerukunan umat beragama menjadi sebuah

komitmen dari negara untuk selalu dijaga. Hal ini terbukti dengan Pemerintah

membuat sebuah lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap

daerah.

Pasca kemerdekaan 1945, Indonesia mengintegrasikan diri ke dalam

komunitas internasional menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Tindakan menjadi anggota PBB ini memperlihatkan Indonesia bermaksud

merefleksikan pengakuan atas nilai-nilai universal yang telah dirumuskan. Ini

dibuktikan oleh Pemerintah Indonesia dengan melakukan ratifikasi berbagai

ketentuan internasioanl.1

1 HRWG dan KOMNAS HAM, Laporan Pemantauan Pelaksanaan Rekomendasi Komite oleh

(11)

2

Sesuai dengan komitmen Indonesia atas kerukunan umat beragama,

Indonesia meratifikasi sebagian besar kovenan maupun konvensi internasional

Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia

(DUHAM) PBB, salah satunya yaitu: International Covenant on Civil and

Political Rights (ICCPR), Convention on the Elimination of All Forms of Rascial

Discrimination (CERD) dan Convention against Torture and Other Cruel,

Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT). Dengan telah

meratifikasi instrumen HAM tersebut, maka Indonesia, sebagai negara pihak,

mengemban tanggungjawab melaksanakan dan melaporkan terkait pelaksanaan

kovenan/konvensi yang terdiri dari laporan pertama dan berkala.2

Pasca era perang dingin, tahun 1990an, konsep keamanan tidak hanya

bicara keamanan negara akan tetapi lebih pada konsep keamanan yang lebih luas

yakni keamanan manusia (Human Security), mencakup keamanan pangan,

kesehatan, komunitas, politik, personal, dst. Sementara itu, di Indonesia baru sejak

tahun 1999, pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru, konsep Human security

mulai dikenal dan diimplementasikan lewat komitmen pemerintah dalam

menjamin demokrasi dan HAM setiap warga negara. Terbukti dengan adanya

upaya pemerintah meratifikasi norma-norma HAM PBB dan amandemen kedua

memasukkan nilai HAM dalam konsitusi. Dengan adanya tindakan tersebut,

Indonesia secara legal telah menjamin hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan

(12)

3

politik warga negara, termasuk didalamnya perlindungan pemerintah terhadap

kebebasan berkeyakinan dan beragama.3

Namun, kondisi dilapangan terkait dinamika kebebasan

beragam/berkeyakinan di Indonesia masih tergolong memperihatinkan. Pada era

kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tindak diskriminasi

dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan menimpa kelompok

Ahmadiyah, seperti peristiwa Cikeusik Banten; komunitas Syiah, seperti peristiwa

penyerangan warga Syiah Sampang yang mengkriminalisasi Tajul Muluk; umat

Kristiani, seperti Penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor,

Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, dan 17 Gereja di Singkil

Aceh;penyerangan diskusi Irshad Manji di LkiS; penggagalan konser Lady Gaga;

Penganut Baha’i; Jemaah Salafi di Nusa Tenggara Barat (NTB); umat islam di

Bali; dan juga umat Budha di Medan.4

Setara Institute mencatat di tahun 2007-2012, tahun 2007 terdapat 185

jenis tindakan dalam 135 peristiwa pelanggaran kebebasan

beragama/berkeyakninan; tahun 2008 terdapat 367 tindakan dalam 265 peristiwa;

tahun 2009 terdapat 291 tindakan dalam 200 peristiwa5; tahun 2010 tercatat 286

3

A dy Ha da i. 2009. Wa a a HAM da “ekto Kea a a Ko te po e h. 9-13 di Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia, diedit Mufti Makarim, dkk. Jakarta: IDSPS-HRWG-DCAF-Komnas HAM

4

Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos (ed), Politik Diskriminasi Rezim Susilo Bambang Yudhoyono: Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2011 (Jakarta: Setara Institute, 2011), 33

5

(13)

4

tindakan dalam 216 peristiwa6; tahun 2011 tercatat 299 tindakan dalam 244

peristiwa7; tahun 2012 tercatat 371 tindakan dalam 264 peristiwa8.

Di bidang regulasi, masih banyak aturan-aturan yang berseberangan

dengan prinsip kebebasan beragama. Aturan berupa undang-undang, peraturan

pemerintah, perda, keputusan daerah, surat kepala daerah, atau peraturan di

bawahnya. Misal UU No. 1/PNPS/1965 tentang pencengahan penyalahgunaan

dan/atau penodaan agama dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri

tahun 2008 tentang Ahmadiyah.9

Sementara itu, PBB mempunyai kepentingan melindungi hak kebebasan

beragama dan berkeyakinan di negara-negara Association Southeast of Asia

Nation (ASEAN). Karena, mayoritas negara-negara ASEAN telah meratifikasi

ICCPR dan kovenan lainnya secara otomatis tunduk pada aturan dan mengikat

secara hukum. Berikut ini tabel negara-negara anggota ASEAN yang meratifikasi

isntrumen HAM PBB;

States ICCPR ICESCR CERD CAT CEDAW CRC CRMW CRPD

Brunei D. V V

Cambodia V V V V V V V

6

Ismail Hasani (ed), Dokumen Kebijakan: Penghapusan Diskriminasi Agama/Keyakinan (Jakarta: Setara Institute, 2011), 1

7

Ismail, SBY, 21 8

Halili, dkk., Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa (Jakarta: Setara Institute, 2012), 31

9

(14)

5

Indonesia V V V V V V V

Laos V V V V V V V

Malaysia V V V

Myanmar V V

Philipines V V V V V V V V

Singapore V V

Thailand V V V V V V V

Vietnam V V V V V

Diagram Instrumen HAM Internasional yang diratifikasi negara anggota ASEAN.10

Selain itu PBB juga mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi dan hasil

kesimpulan pemantauan komite PBB terhadap negara-negara ASEAN, salah

satunya adalah rekomendasi khusus untuk Indonesia. Hasil rekomendasi sidang

UPR (Universal Periodic Review) PBB yang dirilis pada 25 Mei 2012 diikuti 74

negara (27 negara anggota Dewan HAM PBB dan 47 negara peninjau)

meluncurkan rekomendasi penting yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah

Indonesia dalam empat tahun terakhir atas keprihatinan terhadap kondisi

kebebasan beragama dan berkeyakinan. Yakni, khusus menyinggung kebebasan

beragama dan berkeyakinan tentang jaminan pelaksanaan kebebasan beragama

(15)

6

dan berkeyakinan termasuk mengkhususkan pada kelompok seperti Ahmadiyah,

Bahai, Syiah, dan Kristen.

Dalam konteks ini Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang

demokratis dan menghormati HAM, dengan meratifikasi norma-norma HAM

PBB. Akan tetapi banyak muncul pelanggaran HAM, khususnya hak atas

kebebasan beragama dan berkeyakinan. Peristiwa ini mencapai puncaknya di

Indonesia, merujuk data Setara Institute, sekitar tahun 2012, tercatat 371 tindakan

dalam 264 peristiwa pelanggaran atas kebebasan berkeyakinan dan beragama. Di

sisi lain PBB mempunyai kepentingan untuk memenuhi dan melindungi HAM di

Indonesia.

B. Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan pernyataan masalah tersebut maka dapat ditarik sebuah

pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana Upaya PBB dalam Mendorong

Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2012?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari dibuatnya Penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana peran PBB dalam mengatasi

Perlindungan Kebebasan Beragama dan berkeyakinan di Indonesia

tahun 2012.

b. Untuk memenuhi tugas akhir kuliah S1 jurusan Hubungan

(16)

7

Manfaat dari dibuatnya Penelitian ini adalah:

a. Sebagai sebuah penelitian baru, yang memang sebelumnya sangat

jarang sekali oleh para akademisi membuat judul penelitian ini, bahkan

belum ada.

b. Sebagai warisan karya akademis bagi studi Hubungan Internasional di

FISIP UIN Syarif Hidayatullah.

D. Tinjauan Pustaka

Dalam inisiasi pembahasan penelitian soal “Upaya PBB dalam Menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia” ini, oleh penulis sendiri bersumber dari beberapa sumber pustaka serupa, meskipun dengan

variabel yang berbeda. Seperti:

1. Alamsyah Djafar, Herlambang, dan Muhammad Hafiz., Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan di Asia Tenggara: kerangka Hukum, Praktik

dan Perhatian Internasional (Jakarta: HRWG, 2012), menelaah mengenai

kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Asia Tenggara. Dimana,

kondisi tersebut mendapat perhatian oleh Organisasi Internasional PBB.

Para peneliti memakai sumber hasil rekomendasi dan hasil kesimpulan

pemantuan oleh PBB dalam menganalisa kondisi kebebasan beragama dan

berkeyakinan di Asia Tenggara.

2. Halili, dkk., Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia

2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa (Jakarta: Setara Institute, 2012).

(17)

8

berkeyakinan di Indonesia tahun 2012 yang semakin memprihatinkan.

Setara Institute mengeluarkan data dan menelaah pelangaran atas

kebebasan beragama yang terjadi di indonesia.

Dibandingkan kedua tinjauan daftar pustaka tersebut, penelitian penulis lebih

memilih mengambil sudut pandang yang lain upaya PBB dalam mendorong

perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Tentunya

berbeda dari dua penelitian sebelumnya ini. Dari semua referensi diatas yang

dijadikan tinjauan pustaka dalam kajian ini, tentunya digunakan untuk menunjang

argumentasi tema skripsi ini.

E. Kerangka Teoritis

1. Human Security

Konsep Human security mengemuka ditandai dengan berakhirnya Cold War.

Isu yang tadinya pada masa Cold War berkutat pada keamanan tradisional – bersifat state-sentris dan military power – berubah menjadi isu keamanan

non-tradisional. Para akademisi yang mengusung konsep ini dan mewarnai isu

keamanan non-tradisional, dikenal dengan sebutan “The Copenhagen School

seperti Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de wilde.

Para akademisi tersebut mencoba memasukkan aspek-aspek di luar hirauan

tradisional kajian keamanan – seperti misalnya masalah kerawanan pangan,

(18)

9

the Copenhagen School mencoba memperluas objek rujukan (referent object) isu

keamanan dengan tidak lagi berbicara melulu “negara”, tetapi juga menyangkut keamanan “manusia”.11

Pada tahun 1994 UNDP menjelaskan konsep human security yang mencakup:

economic security, food security, health security, enviromental security, personal

security, community security, dan political security. Secara ringkas UNDP

mendefinisikan human security sebagai : “first, safety from such chronic threats

such as hunger, disease, and repression. And, second, ...protection from sudden

and hurtful disruptions in the patterns of daily life --- whether in homes, in jobs or

in communities”. Jadi, secara umum, definisi human security menurut UNDP

mencakup “freedom from fear and freedom from want”.12

Pemerintah Kanada secara eksplisit mengritik bahwa konsep human security

UNDP terlalu luas dan hanya mengaitkan dengan dampak negatif pembangunan

dan keterbelakangan. UNDP mengabaikan “human insecurity resulting from

violent conflict”. Kritik senada juga dikemukakan oleh Norwegia. Menurut

Kanada, human security adalah keamanan manusia yang doktrinnya didasarkan

pada Piagam PBB, Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia, dan

Konvensi Jenewa. Langkah-langkah operasional untuk melindungi human

security dirumuskan dalam beberapa agenda tentang: pelarangan penyebaran

ranjau, pembentukan International Criminal Court, HAM, hukum humaniter

11

Bob Sugeng Hadiwinata, Transformasi Isu dan Aktor di dalam Studi Hubungan Internasional: Dari Realisme hingga Konstruktivisme, h. 13 di Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, P. Hermawan, Yulius [Ed], (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)

12

(19)

10

internasional, proliferasi senjata ringan dan kecil, tentara anak-anak, dan tenaga

kerja anak-anak.13

Pada studi ini, konsep human security berperan penting dalam membedah

persoalan terkait upaya PBB dalam mendorong perlindungan Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Karena dalam kasus ini, konsep ini

menjadi pisau analisa utama melihat perspektif keamanan manusia dalam hal ini

warga negara Indonesia memperoleh hak atas menjalani keberagamaannya dan

keyakinannya di suatu negara. Kemudian, PBB sebagai sebuah organisasi

internasioanl yang membawa misi keamanan manusia lewat Deklarasi Universal

Hak Asasi Manusia, berupaya melaksanakan kewajibannya untuk

mengimplementasi norma-norma HAM di dalam melindungi kebebasan beragama

dan berkeyakinan di Indonesia.

2. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan

Berdasarkan kedua instrumen HAM pada Kovenan Internasional tentang Hak

Hak Sipil dan politik pasal 18 dan deklarasi penghapusan segala bentuk

Intoleransi dan diskrimansi berdasarkan agama dan berkeyakinan pasal 6 serta

Konstiusi Indonesia pasal 28 ayat E, definisi operasional kebebasan beragama dan

berkeyakinan meliputi untuk memeluk suatu agama atau keyakinan pilihannya

sendiri, kebebasan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain

menjalankan ibadah agama atau keyakinan sesuai yang dipervayainya, serta

mematuhi, mengamalkan dan pengajaran secara terbuka atau tertutup, termasuk

13

(20)

11

kebebasan berganti agama atau keyakinan, bahkan untuk tidak memeluk agama

atau keyakinan sekaligus.14

Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (violation of

rights to freedom of religion or belief) adalah bentuk kegagalan atau kelalaian

negara dalam implementasi seperti campur tangan atas kebebasan orang atau tidak

melindungi seseorang atau kelompok orang yang menjadi sasaran intoleransi atau

tindak pidana berdasarkan agama atau keyakinan. Dengan demikian, pelanggaran

kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah tindakan penghilangan,

pencabutan, pembatasan atau pengurangan hak dan kebebasan dasar seseorang

ntuk beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh institusi negara, baik berupa

tindakan aktif (by commision) maupun tindakan pembiaran (by omission).15

Dalam studi kasus ini kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan sebuah

isu HAM spesifik yang diangkat.

3. Organisasi Internasional

Organisasi internasional merupakan salah satu aktor dalam hubungan

internasional. Pada awalnya organisasi internasional didirikan dengan tujuan

untuk mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan tertib dalam

rangka mencapai tujuan bersama dan sebagai suatu wadah hubungan antar bangsa

dan Negara agar kepentingan masing-masing Negara dapat terjamin dalam

konteks hubungan internasional.16

14

Ismail, SBY, 9-10 15 Ismail, SBY, 13 16

(21)

12

Terdapat dua kategori utama organisasi internasional, yaitu:17

1. Organisasi antar pemerintah (inter-Governmental Organizations/IGO),

anggotanyan terdiri dari delegasi resmi pemerintah Negara-negara.

Contoh, perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Trade

Organization (WTO).

2. Organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organization/NGO),

terdiri dari kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan,

keagamaan, kebudayaan, bantuan teknik atau ekonomi, dan

sebagainya. Contoh, Palang Merah Internasional (PMI).

Kemudian peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional

saat ini telah diakui karena keberhasilannya dala memecahkan berbagai

permasalahan yang dihadapi suatu Negara. Bahkan saat ini organisasi

internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku Negara secara tidak

langsung. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia

untuk kerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah

yang timbul melalui kerjasama tersebut.18

Kemudian eksplorasi dan analisi aktivitas organisasi internasional akan

menampilkan sejumlah peranannya, yaitu: inisiator, fasilitator, mediator,

rekonsiliator, dan determinator.19

PBB sebagai aktor hubungan internasional, organisasi antar pemerintahan

(Inter-governmental Organization/IGO), memiliki anggota yang terdiri dari

17

Le Roy A. Bennet dikutip Anak Agung, Hubungan Internasional, 93-94 18 Anak Agung, Hubungan Internasional, 95

19

(22)

13

delegasi resmi pemerintahan negara-negara. Indonesia merupakan salah satu

anggota resmi PBB, yang juga meratifikasi norma-norma HAM PBB, sesuai

aturan harus menjalankan norma HAM terkait dan melaporkan kepada PBB.

Sedangkan PBB diharapkan untuk memainkan perannya dalam upaya mendorong

perlindungan HAM di Indonesia.

F. Metode Penelitian

Metode yang dipakai dalam proposal penelitian ini adalah kualitatif dengan

teknik pustaka berupa kajian literatur (library research) dengan memilih data yang

relevan untuk mendukung penelitian yang diambil dari referensi, artikel, jurnal,

buku-buku ilmiah, internet, media massa dan majalah.

Menurut Prof. Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian

yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah, dimana seorang peneliti

dianggap sebagai instrument kunci.20 Selanjutnya, teknik pengumpulan data

sekunder atau library research. Dalam hal ini, data yang diperlukan akan

dihimpun dari berbagai buku bacaan/literature dari Perpustakaan UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakan

HRWG (Human Working Group), KontraS, dan Kementerian agama, beserta hasil

wawancara beberapa tokoh akademisi maupun parktisi yang terlibat langsung,

seperti Chairul Anam (Wakil Ketua HRWG), dst.

20 Prof. Dr. Sugiyono,

(23)

14

Kemudian, data tersebut dianalisis dengan sifat induktif/kualitatif, dan hasil

penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.21

Dalam menganalisi data, penulis akan melakukan langkah-langkah sebagai

berikut: pertama, menghimpun literature dan dokumen-dokumen yang relevan

sebagai sumber data dan informasi. Kedua, memilah atau mengklasifikasi data

atau informasi secara sistematis. Ketiga, mengadakan analisis dengan metode dan

teknik pengumpulan data yang tepat untuk dikaji berdasarkan kerangka dasar

teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian.

G. Sistematika Penulisan

Pada Skripsi ini terdapat beberapa BAB dan Sub BAB. BAB pertama,

Pendahuluan, membahas latar belakang masalah penelitian, pertanyaan, tujuan

dan manfaat , tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian. BAB

kedua, membahas tentang kondisi hak asasi manusia di Indonesia, dimana

kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi salah satu isu yang penting

diperhatikan di Indonesia. BAB ketiga, membahas mekanisme hak asasi manusia

Perserikatan Bangsa Bangsa. BAB keempat, upaya Perserikatan Bangsa Bangsa

dalam mendorong perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di

Indonesia tahun 2012.

21

(24)

15

BAB II

Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia

A. Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia

Indonesia dikenal citra dalam kancah internasional sebagai negara yang

demokratis dan menghormati HAM. Dalam aspek normatif Indonesia telah pula

memiliki instrumen hukum yang menunjang untuk penegakkan HAM. Namun

kenapa sampai sekarang di tataran domestik masih saja muncul pelanggaran

HAM. Berikut Menurut Aminuddin Syarif, Peneliti HAM: 22

“Kondisi HAM di Indonesia dari semenjak kemerdekaan hingga sekarang

era reformasi secara normatif sudah cukup baik dari aspek formal

perundang-undangan kita. Semisal, UU HAM, pembentukan Komnas

HAM, Komnas Perempuan, dan komisi yang lain, hingga ratifikasi

instrumen HAM internasional. Dalam aspek tersebut, dari rezim satu ke

rerim yang lain menunjukkan grafik linier kemajuan kondisi HAM di

Indonesia. Begitu pun dengan Perkembangan demokrasi kita Sudah cukup

baik dibandingkan negara yang lain. Akan tetapi, dalam implementasi

penegakkan hukum HAM sesuai UU yang sudah di ratifikasi, Pemerintah

Indonesia belum maksimal dan belum sesuai yang diharapkan. Ternyata

masih banyak peristiwa pelanggaran HAM dari setiap rezim kekuasaan.

Hal tersebut dikarenakan kondisi politik domestik yang tidak memiliki

political will untuk menegakkan HAM.”

(25)

16

Wacana HAM di Indonesia, sendiri, telah berlangsung seiring dengan

berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara garis besar

perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa

periode:

1. Periode 1945-195023

Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan

pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui

organisasi politik yang didirikan, serta ha kebebasan untuk menyampaikan

pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM dicirikan

pada:

Pertama, Bidang Sipil dan politik, melalui: UUD 1945, maklumat

Pemerintah 1 November 1945, 3 November 1945, 14 November 1945, Konstitusi

Republik Indonesia Serikat (KRIS) BAB V pasal 7-33, Kitab Undang-undang

Hukum Pidana (KUHP) pasal 99. Kedua, Bidang ekonomi, sosial, dan budaya,

melalui: UUD 1945, KRIS Pasal 36-40.

2. Periode 1950-195924

Periode ini dikenal dengan masa demorasi parlementer. Sejarah pemikiran

HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah

perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa

itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional.

23

A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Jakarta, Cetakan ketiga, 2008, 125

24

(26)

17

Menurut catatan Bagir manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada

masa ini tercermin pada lima indikator HAM: Pertama, Munculnya partai-partai

politik dengan beragam ideologi. Kedua, Adanya kebebasan pers. Ketiga,

Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis. Keempat,

Kontrol parlemen atas eksekutif. Kelima, Perdebatan HAM secara bebas dan

demokratis.

Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat tentang

substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan

di usulkan supaya keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD.

3. Periode 1959-196625

Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal, digantikan oleh

sistem Demokrasi Terpimpin yang terspusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.

Demokrasi Terpimpin tida lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno

terhadap sistem Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai prodeuk Barat.

Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa

indonesia yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat

dan bernegara.

Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasan terpusat pada satu tangan

presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen

dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut,

bahkan dinobatkan sebagai Presiden RI semumur hidup. Akibat langsung dari

model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak hak asasi

25

(27)

18

warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan

dengan kebijakan pemerintahan yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya, atas

nama revolusi pemerintahan Presiden Soekarni menjadikan lembaga Kebudayaan

Rakyat (LEKRA) yang berafiliasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai

satu satunya lembaga seni yang diakui. Sebaliknya, leabaga selain LEKRA

dianggap anti pemerintah atau kontra revolusi.

4. Periode 1966-1998

Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi

penegakkan HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan Orde

Baru. Namun pada kenyataannya, Orde Baru telah menorehkan sejarah Hitam

pelanggaran HAM di Indonesia. Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM

di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat awal 1970-an dan 1980-an.

Setelah mendapatkan mandat kosntitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde

Baru mulai menunjukkan watak asilnya sebagai kekuasaan yang militeristik fasis

dan anti HAM. Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan

argumen yang dikemukakan Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik

demokrasi parlementer, yakni sikap apologis dengan mempertentangkan

demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia.

Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi

sebagai produk barat yang individualistik dan bertentangan dengan prinsip gotong

royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Di antara butir

penolakan pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM adalah:26

26

(28)

19

a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai

luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila.

b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana

tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir dahulu dibandungkan

dengan deklarasi Universal HAM.

c. Isu HAM seringkali digunakan oleh negara-negara Barat untuk

memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.

Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,

tetapi juga tidak pula semuanya benar. Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM

Barat ternyata sarat dengan pelanggaran HAM yang dilakukannya. Pelanggaran

HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijkan politik Orde Baru yang bersifat

sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah.

Sepanjang pemerintahan Presiden Soeharto tidak dikenal partai oposisi, bahkan

sejumlah gerakan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah dinilai sebagai

anti pembangunan bahkan anti pancasila. Melalui pendekatan keamanan (security

approach) dengan cara-cara kekerasan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip

HAM, pemerintah Orde Baru tidak segan-segan menumpas segala bentuk aspirasi

masyarakat yang dinilai berlawanan dengan Orde Baru.27 Menurut KontraS

(Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) terjadi banyak kejahatan

HAM di masa Orde Baru yakni; Peristiwa pemenjaraan, penyiksaan, pembunuhan

massal orang-orang yang dituduh komunis (!965-1968), orang-orang yang

melawan pemerintah (Tanjung Priok 1984), orang-orang yang dituduh

27

(29)

20

Gerombolan Pengacau Keamanan (Talangsari 1989), Tragedi Kedung Ombo,

peristuwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS), kerusuhan Mei 1998,

Penculikan sejumlah aktivis 97/98, Kasus Timor Leste, Kasus Aceh, dan lain

lain.28

Di tengah kuatnya peran negara, suara perjuangan HAM dilakukan oleh

kalangan organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).

Upaya penegakan HAM oleh kelompok-kelompok non pemerintah membuahkan

hasil yang menggembirakan di awal tahun 90-an. Kuatnya tuntutan penegakan

HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian pemeritah Orde Baru untuk

bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu di antara siap akomodatif

pemerintah tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukan

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui keputusan

presiden. Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki

pelaksanaan HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada

pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Lembaga ini juga membantu

pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai Pancasila dan UUD 1945.

Sayangnya, sebagai lembaga bentukan Orde Baru penegaan HAM tidak berdaya

dalam mengungkap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara.29

5. Periode Pasca Orde Baru

Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.

Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim

militer di indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga

28 Lihat: http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1710 29

(30)

21

puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Pada tahun ini Presiden

Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai wakil

presiden. Menyusul berakhirnya pemerintah Orde Baru, pengkajian terhadap

ebijakan pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM

mulai dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru

yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan

kemasyarakatan.30

Pada masa pemerintahan Habibie, perhatian pemerintah terhadap

pelaksanaan HAM mengalami perkembangan signifikan. Lahirnya Tap MPR No.

XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan

pemerintah menegakkan HAM.31 Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di

antaranya: konvensi HAM PBB untuk kebebasan berserikat dan perlindungan hak

untuk berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam;

konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang

penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan

jabatan; serta konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.32

Kesungguhan pemerintahan B.J Habibie dalam perbaikan pelaksanaan

HAM ditunjukan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah

Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Komitmen pemerintah

terhadap penegakan HAM juga ditunjukan dengan pengesahan UU tentang HAM,

pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung

30

Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, 129 31Ubaedillah dan Rozak,

Pendidikan Kewarganegaraan, 129 32

(31)

22

dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen

Kehakiman dan HAM. Penambahan pasal khusus tentang HAM dalam

amandemen UUD 1945, penerbitan Inpres tentang pengarusutamaan gender

dalam pembangunan nasional , pengesahan UU tentang pengadilan HAM.33

Di masa K.H. Abdurrahman Wahid, penegakan HAM bisa terbilang radikal

dengan mencopot Jenderal Wiranto dari jabatan Menteri Koordinasi Politik dan

Keamanan untuk mengurangi pengaruh militer dalam bidang politik dan hukum.

selanjutnya, Penghormatan hak-hak sipil politik mengalami perkembangan.

Kemudian, Pengakuan agama Konghucu sebagai salah satu agama resmi di

Indonesia, penghapusan istilah Pribumi dan Non-Pribumi karena dianggap

diskriminatif terhadap warga Tionghoa, pemisahan TNI dan Polri melalui TAP

MPR No. VI/MPR/2000, serta pembentukan pengadilan HAM ad hoc pada

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Keppres No. 53 Tahun 2001).34

Di masa Megawati, Di lain itu kasus HAM yang tak kalah penting yakni

mandeknya proses pengadilan HAM Timor Timur dan pengadilan HAM Peristiwa

Tanjung Priok. Penerapan darurat militer di Aceh pada wakti itu juga telah

menyebabkan pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan. Selama enam bulan

pertama penerapan darurat militer di Aceh terjadi 166 tindak kekerasan, 43 orang

diculik, 54 orang hilang, dan 145 orang tewas terbunuh. Selama periode itu juga

33

Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, 129

34Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di

(32)

23

terjadi 22 kasus kekerasan terhadap jurnalis. 35 Kemudian, sebuah pelanggaran

HAM yang menonjol ketika di akhir kepemimpinan beliau adalah peristiwa

pembunuhan Munir (2004). Kasus pembunuhan Munir menjadi sorotan publik

yang banyak menguras perhatian dunia internasional maupun nasional dan

mencoreng upaya reformasi di indonesia.36

Dalam masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)

selama dua periode, Penegakan HAM tidak menampakkan perkembangan apapun

bahkan di nilai gagal. SBY tidak menindak lanjuti secara serius laporan hasil

penyelidikan Komnas HAM yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. hal ini

dapat dilihat dari bolak baliknya berkas perkara pelanggaran HAM berat dari

Komnas HAM ke Kejagung begitupun sebaliknya dengan alasan penyelidikan

tidak lengkap atau pengadilan HAM ad Hoc yang belum terbentuk. Sikap diam

SBY ini menyiratkan kuatnya praktek impunitas (Impunity) terhadap pelaku

pelanggaran HAM berat (gros violation of human rights) dimasa lampau karena

tidak ada yang bertanggungjawab. Semisal janji SBY menuntaskan kasus

pembunuhan Munir, ternyata sampai saat ini hanya isapan jempol belaka.37

Di masa SBY, pula terhitung banyak terjadi peristiwa konflik

sosial-horizontal sesama warga negara, baik berprespektif etnik (kerusuhan dayak vs

madura), kelompok rentan (perempuan dan anak), dan agama (kasus Ahmadiyah,

35

Baca:

http://www.tempo.co/read/news/2004/03/15/05540684/Selama-Pemerintahan-Megawati-Penegakan-HAM-Mandek diakses Senin 12 Mei 2015. 36

Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 37Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di

(33)

24

kasus Syiah, dan GKI Yasmin).38 Menurut Hasil Riset SETARA institute dari

peristiwa konflik agama terjadi banyak pelanggaran HAM atas kebebasan

beragama dan berkeyakinan yang menunjuk grafik linier menuju peningkatan dari

tahun 2007-2012. Pada tahun 2007 terjadi 135 peristiwa dan 185 tindakan

sedangkan pada tahun 2012 menanjak naik menjadi 264 peristiwa dan 371

tindakan.39

B. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

Di dalam dimensi HAM ada banyak pilihan fokus dalam meletakkan hak

dasar manusia. Salah satunya adalah Hak Kebebasan Berkeyakinan dan

Beragama. Dalam konsepsi HAM ada hak yang tidak dapat dikurangi (Non

Derogable Rights) dan hak yang dapat dikurangi (Derogable Rights). Hak untuk

hidup dan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah masuk dalam

kriteria Non Derogble Rights. Maka kewajiban negara untuk memenuhi hak

kebebasan dan berkeyakinan akan sangat penting.40

Menurut Hilal Safary, seorang peneliti, pemenuhan hak kebebasan

beragama dan berkeyakinan sangat penting oleh negara untuk dipenuhi. Pertama,

Karena harkat dan martabat manusia ditentukan atas seberapa besar seseorang

bisa menunaikan apa yang dia yakini dan percayai. Kedua, dalam relasi sosial dan

38Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di

http://hukum.kompasiana.com/2013/07/10/reformasi-dan-nasib-pelanggaran-ham-575723.html 39

Halili dkk, Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia 2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa, Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 31-33

(34)

25

politik agama seringkali dijadikan sebagai pemicu konflik dan komoditas politik,

ini yang sangat rentan dalam realita bernegara dan berbangsa kita yang

multikultur, multietnis, dan multi agama. Maka negara penting untuk bersikap

memenuhi hak kebebasan berkeyakinan dan beragama pada porsi meletakkan di

wilayah privasi indvidu dan bukan dicampur adukkan di wilayah publik.41

Ketiga, isu agama sangat sulit dijangkau melalui treatment sosial, politik,

apalagi perundang-undangan. Maksudnya terkadang ketika bicara agama melalui

aturan, bisa salah, tidak diatur salah, melalui pendekatan persuasif pun belum

tentu benar. Karena ketika muncul rasa curiga antar agama dan keyakinan, semua

jalan seakan salah, apalagi menggunakan cara represif bahkan dengan jalan

damai. Oleh karena itu menjadi penting kepada seluruh masyarakat sipil tak hanya

Non goverment Organization (NGO), yang memeluk agama dan berkeyakinan

untuk sama-sama memandang bahwa toleransi beragama dan berkeyakinan

penting untuk dijaga.42

Di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2012),

praktek pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan cukup

massif. Ada banyak kasus agama yang muncul dari kasus pelarangan pendirian

Rumah ibadah HKBP Philadelpia, GKI Taman Yasmin, kasus pengusiran Syiah

Sampang, kekerasan berulang terhadap warga Ahmadiyah, kasus nasib umat

kristiani Aceh Singkil, dan seterusnya.43

41 Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 42

Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 43

(35)

26

Kepemimpinan SBY tampak lebih gemar berpidato tentang toleransi

daripada bekerja sungguh-sungguh dan terukur untuk menciptakan toleransi

dengan memberikan jaminan kebebasan terhadap warga negaranya. Tanpa

jaminan kebebasan, toleransi hanya akan menjadi politik kata-kata dari seorang

presiden yang tidak berkontribusi pada pemajuan HAM. Sepanjang 2012, tidak

kurang dari 15 kali Presiden SBY menyampaikan pesan toleransi dalam berbagai

kesempatan. Lebih sedikit dari tahun 2011, dimana SBY menyampaikan pesan

toleransi sebanyak 19 kali. Menurut Tim peneliti SETARA institute dalam buku

Kepemimpinan Tanpa Prakarsa, SBY adalah presiden tanpa prakarsa serta

pemimpin tanpa kepemimpinan dalam hal pemenuhan dan pemajuan kebebasan

beragama/berkeyakinan.44

Menurut data yang dikeluarkan oleh SETARA Institute dari tahun

2007-2012, terjadi kenaikan grafik secara linier atas pelanggaran hak atas Kebebasan

Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Di tahun 2007, terjadi 135 peristiwa

dan 185 tindakan. Tahun 2008, 265 peristiwa dan 367 tindakan. Tahun 2009, 200

peristiwa dan 291 tindakan. Tahun 2010, 216 peristiwa dan 286 tindakan, Tahun

2011, 244 peristiwa dan 299 tindakan dan Tahun 2012, 264 peristiwa dan 371

tindakan

Sikap Presiden SBY yang seperti itu, menurut Aminuddin Syarif,

disebabkan karena beliau memiliki watak kepemimpinan diplomatis dan hati-hati.

Hal ini menimbulkan dampak positif dan negatif. Positif ketika konflik yang

menyinggung negara beliau respon dan atasi dengan tidak terburu-buru misalnya

44

(36)

27

ketika ada masalah perbatasan teritoral indonesia-malaysia, identitas kebudayaan,

dan lain-lain. Tapi disisi yang lain ketika membutuhkan reaksi cepat atas masalah,

jadi tidak maksimal hasil penyelesaian dan terkesan terombang ambing, contoh

kasus soal pembunuhan munir45.

C. Faktor-Faktor Terjadinya Pelanggaran Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia

Secara umum, banyaknya peristiwa dan tindakan pelanggaran hak atas

Kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia menunjukkan kecenderungan

yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor:46

Pertama, Faktor Kepemimpinan Formal. Dalam hal ini aktor pemerintah

negara memiliki pengaruh untuk mempengaruhi warganya dalam bertindak.

bupati, walikota, dan gubernur yang tidak toleran mengeluarkan aturan

diskriminatif bisa menjadi legitimasi warganya untuk melakukan tindakan

anarkis, akhirnya menimbulkan banyak korban berbasis identitas agama dan

keyakinan. Contohnya kebijakan eksekutif mengeluarkan keputusan SKB 3

Menteri yang melarang aktivitas ibadah dan penyebaran ajaran warga Islam

Ahmadiyah.

Kedua, Faktor Kepemimpinan Tradisional. Kepemimpinan tradisional

dalam hal ini aktor seperti ulama, pendeta, tokoh masyarakat dan kiai bisa

memberikan legitimasi kepada masyarakat untuk berbuat intoleran. Seperti fatwa

45

Wawancara Aminuddin Syarif, Peneliti Hak Asasi Manusia, di Kediaman beliau, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 12.35-13.15 WIB.

(37)

28

MUI dan tokoh masyarakat yang menjadi agen mendorong kepemimpinan formal

menjadi tunduk. Pada konteks ini meskipun di realitanya kita temukan pemimpin

formal yang pluralis namun ketika berhadapan dengan kepemimpinan tradisional

yang antiplural seringkali tidak bisa berbuat banyak karena alasan politis.

Ketiga, Faktor Status Wilayah. dimana status secara geografis suatu daerah

yang sedang mengalami masa transisi dari tradisionalis menuju industrialis.

Dimana muncul pergeseran nilai dari tradisional ke modern dalam cara

memandang agama sehingga muncul resistensi antar kelompok beragama.

Semisal di wilayah pelosok tertentu kelompok agama sudah muncul penolakan

terhadap demokrasi dan HAM yang dianggap produk barat dan dianggap yahudi

dan kafir. Sehingga tidak heran muncul pengkotak-kotakan kelompok.

D. Perhatian Internasional

Pasca Perang Dingin, Masyarakat Internasional sudah mulai memiliki

perhatian pada perkembangan HAM di dunia. Di Indonesia, perhatian terhadap

perkembanagan HAM pula dimulai ketika pasca pemerintahan Orde Baru, sejak

1998 hingga sekarang. Aktor internasional yang mempunyai perhatian pada isu

kebebasan beragama dan berkeyakinan di indonesia baik aktor bukan negara

maupun negara meliputi lembaga donor internasional, NGO yang konsen di isu

tersebut, Intergovermental Organization (INGO) bahkan aktor negara. Sebut saja

(38)

29

HRW (Human Rights Wacth), United Nations (PBB), ASEAN, kanada,

Norwegia, Belanda, dan lain lain.47

Aktor-aktor tersebut memperhatikan, memantau, dan mempelajari betul

kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di indonesia karena beberapa

alasan, seperti mayoritas muslim, multi kultur, jumlah warga negaranya salah satu

terbesar di dunia, mayoritas islam dengan kondisi politik yang demokratis.48

Pesan peradaban indonesia yang demokratis dan menghormati HAM yang

ditawarkan ke dunia internasional telah sampai, sehingga menraik perhatian

mereka. Sebetulnya aktor internasional tidak melihat kondisi riil HAM di

indonesia secara agregatif dan partikular, massifnya ekspose pemberitaan di

media soal banyaknya kasus pelanggaran atas hak tersebut. Namun, mereka justru

lebih melihat kondisi dan sikap pemerintah Indonesia atas pelanggaran yang

terjadi dengan masih menghormati prinsip demokrasi.49

Meskipun begitu, dengan kondisi domestik yang masih tinggi angka

pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan keyakinan di indonesia, tetap saja

mendapat teguran oleh masyarakat internasional. Contohnya teguran Dewan

HAM PBB terkait kondisi pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan

berkeyakinan di indonesia.

Pada 2008, pelapor khusus kebebasan beragama Dewan HAM PBB

menyatakan bahwa pelarangan Ahmadiyah melalui keputusan bersama menteri di

Indonesia semakin meningkatkan resiko penyeranagan terhadap mereka dari

47

ibid 48 ibid 49

(39)

30

kelompok vigilante. Pada 2011, empat pelapor khusus mengirimkan surat kepada

pemerintah Indonesia juga terkait dengan meningkatknya penyerangan terhadap

kelompok Ahmadiyah. Termasuk dalam hal ini komunikasi dari Komisi Tinggi

HAM PBB, Navy Pillay.50 Dalam mekanisme UPR (Universal Periodec Review),

Indonesia mendapatkan perhatian serius di bidang kebebasan beragama oleh

negara-negara PBB. Tidak kurang ada 27 negara menyampaikan perhatiannya

kepada indonesia.51

50

Alamsyah Djafar, dkk., Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Asia Tenggara: Kerangka Hukum, Praktik dan Perhatian Internasional, Jakarta, HRWG, 80-81

(40)

31

BAB III

Mekanisme Hak Asasi Manusia Perserikatan

Bangsa-Bangsa

A. Sekilas tentang Perserikatan Bangsa Bangsa

Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang

didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. Misi PBB

dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung dalam Piagam pendiriannya.52

Karena kekuasaan berada di tangan aturan bersama dan karakter

internasional yang unik, PBB dapat mengambil tindakan pada isu-isu yang

dihadapi umat manusia di abad ke-21, seperti perdamaian dan keamanan,

perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, perlucutan

senjata, terorisme, kemanusiaan dan keadaan darurat kesehatan, kesetaraan

gender, tata kelola, produksi pangan, dan banyak lagi.53

PBB juga menyediakan forum bagi para anggotanya untuk

mengekspresikan pandangan mereka di Majelis Umum, Dewan Keamanan,

Dewan Ekonomi dan Sosial, dan badan-badan lainnya dan komite. Dengan

mengaktifkan dialog antara anggotanya, dan dengan hosting negosiasi, Organisasi

telah menjadi mekanisme bagi pemerintah untuk menemukan bidang perjanjian

52 Lihat: http://www.un.org/en/sections/about-un/overview/index.html 53

(41)

32

dan memecahkan masalah bersama-sama. Kepala Administrasi Petugas PBB

adalah Sekretaris-Jenderal.54 Adapun organisasi utama PBB sebagai berikut:55

1. Majelis Umum

Majelis Umum adalah musyawarah utama, kebijakan dan organisasi

perwakilan dari PBB. Semua negara anggota 193 dari PBB yang diwakili dalam

Majelis Umum, sehingga satu-satunya badan PBB dengan perwakilan universal.

Setiap tahun, pada bulan September, keanggotaan penuh PBB bertemu di General

Assembly Hall di New York untuk sesi tahunan Majelis Umum, dan debat umum,

yang banyak kepala negara hadir dan alamat. Keputusan mengenai

pertanyaan-pertanyaan penting, seperti pada perdamaian dan keamanan, penerimaan anggota

baru dan hal-hal anggaran, memerlukan dua pertiga mayoritas Majelis Umum.

Keputusan mengenai pertanyaan lain oleh mayoritas sederhana. Majelis Umum,

setiap tahun, memilih seorang Presiden General Assambly untuk menjalani

hukuman satu tahun dari kantor.

2. Dewan Keamanan

Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab utama, di bawah Piagam

PBB, untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Memiliki 15

Anggota (5 tetap dan 10 anggota tidak tetap). Setiap Anggota memiliki satu suara.

Berdasarkan Piagam, semua Negara Anggota wajib mematuhi keputusan Dewan.

Dewan Keamanan mengambil memimpin dalam menentukan keberadaan

ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Ini panggilan para pihak yang

bersengketa untuk menyelesaikan dengan cara damai dan merekomendasikan

54 ibid

(42)

33

metode penyesuaian atau hal penyelesaian. Dalam beberapa kasus, Dewan

Keamanan dapat resor untuk menerapkan sanksi atau bahkan mengizinkan

penggunaan kekuatan untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan

keamanan internasional. Dewan Keamanan memiliki Kepemimpinan yang

bergantian, dan perubahan, setiap bulan.

3. Dewan Ekonomi dan Sosial

Dewan Ekonomi dan Sosial adalah badan utama untuk koordinasi, review

kebijakan, dialog kebijakan dan rekomendasi tentang isu-isu ekonomi, sosial dan

lingkungan, serta pelaksanaan tujuan pembangunan yang disepakati secara

internasional. Ini berfungsi sebagai mekanisme sentral untuk kegiatan dari sistem

PBB dan badan-badan khususnya di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan,

mengawasi anak dan ahli tubuh. Ini memiliki 54 anggota, yang dipilih oleh

Majelis Umum untuk tumpang tindih istilah tiga tahun. Ini adalah platform pusat

PBB untuk refleksi, debat, dan pemikiran inovatif pada pembangunan

berkelanjutan.

4. Dewan Perwalian

Dewan Perwalian didirikan pada tahun 1945 oleh Piagam PBB, di bawah

Bab XIII, untuk memberikan pengawasan internasional untuk 11 Wilayah

Perwalian yang telah ditempatkan di bawah administrasi 7 Negara Anggota, dan

memastikan bahwa langkah-langkah yang memadai diambil untuk

mempersiapkan Territories untuk diri pemerintah dan kemerdekaan. Pada tahun

1994, semua Wilayah Perwalian telah mencapai pemerintahan sendiri atau

(43)

34

Dengan resolusi yang diadopsi pada tanggal 25 Mei 1994, Dewan telah diubah

aturan prosedur untuk menjatuhkan kewajiban untuk memenuhi setiap tahun dan

setuju untuk bertemu dengan kesempatan yang dibutuhkan - dengan keputusan

atau keputusan yang Presiden, atau atas permintaan mayoritas anggota atau

Majelis Umum atau Dewan Keamanan.

5. Mahkamah Internasional

Mahkamah Internasional adalah organisasi peradilan utama Perserikatan

Bangsa-Bangsa. berkantor di Istana Perdamaian di Den Haag (Belanda). Ini

adalah satu-satunya dari enam organisasi utama Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak

terletak di New York (Amerika Serikat). Peran Mahkamah adalah untuk menetap,

sesuai dengan hukum internasional, sengketa hukum yang disampaikan

kepadanya oleh Negara dan memberikan pendapat penasehat tentang pertanyaan

hukum disebut dengan resmi organ PBB dan badan-badan khusus.

6. Sekretariat

Sekretariat terdiri dari puluhan ribu anggota staf PBB internasional yang

melaksanakan hari-hari kerja PBB sebagaimana diamanatkan oleh Majelis Umum

dan organ lainnya Organisasi pokok Sekretaris Jenderal dan. Sekretaris Jenderal

adalah petugas administrasi kepala Organisasi, yang ditunjuk oleh Majelis Umum

atas rekomendasi Dewan Keamanan untuk lima tahun, jangka terbarukan.

Anggota staf PBB direkrut secara internasional dan lokal, dan bekerja di stasiun

tugas dan misi penjaga perdamaian di seluruh dunia. Tetapi melayani penyebab

(44)

35

berdirinya PBB, ratusan pria dan wanita pemberani telah memberikan hidup

mereka dalam pelayanan.

B. Mekanisme HAM PBB

Hak asasi manusia internasional di tetapkan dan dikembangkan melalui

kerjasama multilateral di PBB, Dewan Eropa dan organisasi internasional lainnya.

Organisasi-organisasi tersebut dibentuk melalui berbagai konvensi hak asasi

manusia, bersama mekanisme pemantauan internasional yang penting dan

merupakan tambahan kegiatan pelaksanaan yang dilakukan di tingkat nasional.56

Sistem PBB telah memainkan peran yang sangat penting dalam

memajukan dan melindungi HAM sejak PBB didirikan pada 1945. Menurut

piagam PBB, HAM adalah salah satu tugas yang diprioritaskan, ini sesuai dengan

pasal 1 paragraf 2 dan 3 Piagam PBB, bahwa pemajuan HAM adalah salah satu

tujuan utamanya.57

Sistem pemantauan HAM terbagi ke dalam dua mekanisme yaitu:

mekanisme berdasarkan piagam (the charter based mechanism) dan mekanisme

berdasarkan perjanjian (the treaty based mechanism).58

B.1. Mekanisme Berdasarkan Piagam (The Charter Based Mechanism)

Mekanisme berdasarkan piagam adalah badan-badan yang dibentuk

melalui piagam PBB. Mekanisme ini yang bersifat khas adalah Dewan Ekonomi

56

Rhona K.M. Smith dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, 169 57

Rhona, HAM, 169-170 58

(45)

36

dan Sosial, Dewan HAM, Majelis Umum, dan Dewan Keamanan. Selain itu

terdapat banyak subkomite dan submekanisme di bawah badan-badan utama ini,

seperti Komisioner Tinggi HAM, Pelapor khusus, Kelompok Kerja, dan Diskusi

Negara (country debate).59

Dalam Piagam PBB, terdapat mekanisme pemantauan yang bersifat lebih

umum, yaitumekanisme yang dibentuk untuk bekerja di dalam bidang yang luas

dari hukum internasionalpublik dan tidak hanya hukum hak asasi manusia

internasional. Kebanyakan dari mekanisme PBB ini terkait dengan organ-organ

yang disebut dalam Pasal 7 piagam PBB, yaitu:60 Majelis Umum,

Dewan Keamanan,Dewan Ekonomi dan sosial (termasuk Komisi tentang Status Pere

mpuan dan Komisi tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana),

Dewan Perwalian,Mahkamah Internasional,Sekretariat (termasuk Sekretaris Jende

ral dan Komisionaris Tinggi Hak Asasi Manusia).

Semua mekanisme ini dibentuk sebagai organisasi utama, dan Pasal 7 ayat (2)

dari Piagam membolehkan pembentukan suborganisasi. Dalam bidang hak asasi

manusia, suborganisasi diantaranya:61 Sub-Komisi tentang Pemajuan dan

Perlindungan Hak Asasi Manusia (1947/1999), Komisi tentang Status Perempuan

(1946), dan Komisi tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (1992),

yang ada sangkut pautnya dengan bekas Komisi Hak Asasi Manusia (yang

dibentuk pada 1946) dan telah diberikan status sebagai badan utama ( pada 19

59

Rhona, HAM, 170 60

Rhona, HAM, 172 61

(46)

37

Juni 2006) dengan nama Dewan HakAsasi Manusia dengan perubahan mandat

dan keanggotannya.

Mekanisme-Mekanisme PBB jika terjadi pelanggaran HAM, yaitu:62 Dewan

Hak Asasi Manusia ( dulu adalah Komisi Hak Asasi Manusia ),

Subdivisi-subdivisi di bawah Dewan, Prosedur 1503 yaitu prosedur menurut Dewan

Ekonomi dan Sosial, dan Mekanisme Tematis dan Negara.

B.1.1. Dewan HAM PBB

Badan ini dibentuk dengan Resolusi Majelis Umum 60/251 tertanggal 15

Maret 2006 sebagai bagian pembaruan untuk memperkuat kegitan hak asasi

manusia PBB. Dewan ini membuka sidang pertamanya pada 15 Juni 2006. Pada

saat yang sama Komisi Hak Asasi Manusia badan yang dibentuk pada tahun 1946

oleh Dewan Ekonomi dan Sosial sesuai dengan Pasal 8 Piagam PBB dibubarkan.

Karena dewan tersebut dalam banyak hal dibentuk menurut model Komisi Hak

Asasi Manusia.63

Tujuan dari Dewan HAM PBB adalah memperkokoh pemajuan dan

perlindungan HAM dengan cara memberikan rekomendasi ketika terjadi

pelanggaran HAM dalam suatu negara.64

Adapun fungsinya adalah membangun standar hak asasi (standard setting),

melakukan monitoring atas penegakan standar HAM internasional dan melakukan

kerjasama internasional untuk pemajuan dan perlindungan hak asasi. Termasuk di

dalamnya penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi, penanganan

62

Dara Hapsari Nastiti, Mekanisme HAM PBB, Lihat:

https://www.academia.edu/7075173/Mekanisme_HAM_pada_PBB, 4 63

Rhona, HAM, 174 64

(47)

38

pengaduan (komunikasi) yang berhubungan dengan pelanggaran tersebut, dan

mengkoordinasi kegiatan yang berhubngan dengan HAM dalam sistem PBB.65

Dewan Hak Asasi Manusia mempunyai 53 anggota. Komisi ini yang

menegosiasikan Deklarasi Univesal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diterima

oleh Majelis Umum PBB pada 1948. Komisi tersebut bekerja untuk mengubah

DUHAM menjadi ketentuan yang tercantumdalam perjanjian-perjanjian hak asasi

manusia yang mengikat secara hukum, yang kemudianditerima oleh Majelis

Umum dan dibuka untuk penandatangan dan ratifikasi, seperti KIHSP (Kovenan

Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) dan KIHESB (Kovenan Internasional

tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Sejumlah besar perjanjian dan

dokumen lain HAM telah dibuat kemudahan dengan bantuan Komisi tersebut.66

Aktivitas Dewan yang paling penting dan yang paling nampak adalah

kerjanya dalam menangani pelanggaran HAM. Selama lima puluh tahun

berfungsinya komisi tersebut telah membuat berbagai alat dan mekanisme untuk

semua pelanggaran hak asasi manusia yang paling umum. Inti pekerjaan

pemantauan dijalankan oleh jaringan berbagai pelapor khusus dan kelompok

kerja. Subkomisi tentang pemajuan dan perlindungan HAM, dan prosedur 1235

dan 1503 adalah tiga elemen lain yang penting.67

Prosedur 1503 lebih kurang disusun sebagai prosedur pengaduan

individual. Prosedurini memberikan kepada Komisi --dan sekarang Dewan--

mandat untuk mempelajari secara konfidensial komunikasi individual yang

65

Dara, HAM PBB, 4

66

Rhona, HAM, 174 67

(48)

39

didasarkan pada perjanjian internasional. Selanjutnya Dewan mungkin

mempelajari situasi tersebut dan melaporkannya kepada Dewan Ekonomi

danSosial dan memutuskan untuk mengangkat seorang pelapor khusus dan

memindahkan situasi tersebut ke prosedur 1235 yang bersifat publik.68

Mekanisme Dewan Hak Asasi Manusia dapat dibagi ke dalam empat

prosedur khusus yaitu:69 Pertama, Kelompok Kerja (Universal Periodec Review /

UPR). Kedua, Subkomisi tentang Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia

(Human RightsCouncil Advisory Committee / KOMITE). Ketiga, Prosedur

Pengaduan (complaint procedure). Keempat, Prosedur Khusus /Special

Procedures (SP).

UPR adalah bagian penting dari kegiatan Dewan yang mereview secara

periodik tentang pemenuha

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil pengukuran tersebut maka dapat diketahui bahwa dengan adanya protype yang dibuat maka air dengan kapasitas aliran 14 Liter/menit dapat menghasilkan tenaga listrik

Kolom 11, 12, diisi dengan rencana biaya dan sumber pembiayaan, misalnya. APBN, APBD Provinsi/Kabupaten/Kota, APBDes dan kerjasama

pascapersalinan dipermudah apabila pada tiap-tiap persalinan setelah anak lahir secara rutin diukur pengeluaran darah dalam kala III dan satu jam sesudahnya. Apabila terjadi

Dampak secara khusus berdirinya Koperasi Wanita Potre Koneng terhadap lingkungan sekitar masih dapat dikatakan belum optimal di beberapa aspek, yaitu pada lokasi

Pilih bidang isian ‘Author’ untuk pengguna yang dikehendaki, dalam hal ini adalah ‘Foo 1’, isikan ‘Spark Master URL’ dengan format seperti pada gambar 10, tentukan nilai

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh modal sendiri, dana pihak ketiga dan bagi hasil terhadap pembiayaan musyarakah pada Perbankan Syariah

Sumber daya manusia yang berkemampuan di bidang teknologi informasi sangat menunjang kemungkinan penerapan sistem teknologi informasi pada suatu organisasi.Salah satu

Memahami persoalan tersebut maka peneliti terdorong untuk menyelesaikan masalah tersebut dengan mengadakan kegiatan penelitian yang berjudul pengaruh model