i
Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam Mendorong
Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
di Indonesia Tahun 2012
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Selly Putri Utami
208083000008
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
PERNYATAAN BEBAS PLAG1ARISME
Skripsi yang berjudul :
Upaya Perserilcatan Bangsa-l3angsa (PBB) Dalam Mendorong Perlindungan
Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012
1. Skripsi ini merupakan hasil karya ash saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan merdperoleh gelar Strata
1di
• Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif 1iidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber
yang saya
gunakan dalampenulisan ini telah
saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya
saya atau merupakan hasil plagiat dari karya orang lain, maka
saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta,
, ,. 06 Juli 20150
,_• ..T.:-T_E_±Red 41)
ncl .: '11Ti----LEL.' ;1
r
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI
Dengan Jai, Pembimbing Skripsi menyatakan bahwa :
Nama : Selly Putri Utami
MM : 208083000008
Program Studi : Ihnu flubungan Intemasional
Telah selesai penulisan skripsi dengan judul :
Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong Perlindungan Kebebasan Bemgarna dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012
Telah memenuhi syarat untuk diuji.
Jakarta, 06 Juli 2015
Mengetahui,
Ketua Program Studi
Menyetujui,
Pembimbing
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SICRIPSI
Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong
Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia Tahun 2012
Oleh Selly Putri Utami
208083000008
Telah dipertahankan da1am sidang ujian sluipsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Islam Neeeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Juli 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Sosial (S.Sos) pada program Studi Hubungan Intemasional.
Ketua,
Badrus Sholeh, MA
Penguji I Penguji II
-
/
y.Z/6"fiL
t
/Aivub Mochsin, MA Debbie Affiantv, 1N1A
Diterima dan dinyatakan syarat kelulusan pada tanggal 6 Juli 2015
Ketua Program Studi
FIS1P ULN Jakarta
Debbie Afflantv, MA
ii ABSTRAKSI
Skripsi ini menganalisa bagaimana Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
Dalam Mendorong Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di
Indonesia karena kondisi kebebasan beragam/berkeyakinan di Indonesia masih
memperihatinkan. Pada era kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY), tindak diskriminasi dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan
menimpa kelompok Ahmadiyah, seperti peristiwa Cikeusik Banten; komunitas
Syiah, seperti peristiwa penyerangan warga Syiah Sampang yang
mengkriminalisasi Tajul Muluk; umat Kristiani, seperti Penyegelan GKI Yasmin
Bogor, HKBP Filadelfia Bekasi, dan 17 Gereja di Singkil Aceh; penyerangan
diskusi Irshad Manji di LkiS; penggagalan konser Lady Gaga; Penganut Baha’i; Jemaah Salafi di NTB; umat islam di Bali; dan juga umat Budha di Medan.
Indonesia merupakan negara anggota PBB yang juga meratifikasi norma-norma
HAM PBB. Akan tetapi masih muncul pelanggaran HAM, khususnya hak atas
kebebasan beragama dan berkeyakinan. Peristiwa ini mencapai puncaknya pada
tahun 2012, merujuk data Setara Institute, sekitar tahun 2012, tercatat 371
tindakan dalam 264 peristiwa pelanggaran atas kebebasan berkeyakinan dan
beragama. Di sisi lain PBB mempunyai kepentingan untuk melindungi dan
mempromosikan HAM di Indonesia.
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
Rahmat dan Karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan
judul “Upaya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Mendorong
Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia Tahun 2012”. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana sosial Universitas Islam Negeri (UIN)Syarif
Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini juga dikerjakan dengan tekun dan penuh
keseriusan, dan dibantu pula oleh dosen pembimbing untuk mengkoreksi skripsi
ini. Untuk itu penulis berterima kasih kepada berbagai pihak yang membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu kepada :
1. Yang tercinta orang tua penulis, Ibunda Kanah dan Bpk Marsan, beserta
kakak penulis, Santi dan Sanaz, dan adik penulis Andika yang selalu
mendoakan dan mendukung kerjakeras penulis untuk menyelesaikan
skripsi ini. Terima kasih atas dukungan dan doa kalian sehinga skripsi
ini dapat diselesaikan.
2. Bpk. Fuad Fanani, MA sebagai Dosen Pembimbing Skripsi penulis, yang
telah memberikan arahan, saran, dan ilmunya yang sangat membantu
hingga penulisan skripsi ini selesai dengan baik.
3. Ketua Jurusan Program Studi ilmu Hubungan Internasional UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Ibu Debbie Affanty, M.Si dan Dosen Pembimbing
iv
4. Muhammad Rizki Hasanuddin sebagai teman seperjuangan penulis,
terima kasih atas semangat dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
5. Teman-teman sekelas penulis, Al-Furqan Aditya, Fachri Tri Utama, Ari
Suprianto, Vicky Fabiansyah, Ananda Afnan Raihan, Imam Noviar,
Aditya Pradipta, Rizki Mauliadi, Bintang Agassi, Roy Arisman, Wahyu
Tri Nugroho Ningsih, Nur dan teman-teman sekelas yang lain. Terima
kasih atas persahabatan ini dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
Terimakasih banyak, semoga Allah SWT senantiasa membalas segala kebaikan
yang ada. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia akademis sebagai
tambahan ilmu pengetahuan dalam bidang studi Ilmu Hubungan Internasional.
Jakarta, 06 Juli 2015
vi
C. Prosedur Khusus PBB dan Pelapor Khusus Kebebasan Beragama dan
Berkeyakinan ... 46
BAB IV. Upaya PBB dalam Menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2012... 49
A. Peran PBB dalam menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan...50
B. Alasan PBB Mengeluarkan Rekomendasi terkait Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia...54
C. Respon indoensia terhadap Rekomendasi Mekanisme PBB...56
BAB V. PENUTUP...58
A. Kesimpulan...58
DAFTAR PUSTAKA...62
DAFTAR SINGKATAN...72
v DAFTAR ISI
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME...ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING SKRIPSI...iii
ABSTRAKSI...iv
KATA PENGANTAR... v
DAFTAR ISI...vi
BAB I. PENDAHULUAN... 1
A. Pernyataan Masalah...1
B. Pertanyaan Penelitian... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... . 6
D. Tinjauan Pustaka...7
E. Kerangka Teori... . 8
F. Metode Penelitian... .13
G. Sistematika Penulisan... 13
BAB II. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia...15
A. Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia...15
B. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono... 24
C. Pelanggaran Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan... 27
D. Perhatian Internasional ...28
BAB III. Mekanisme HAM PBB... 31
A. Sekilas tentang PBB... . 31
B. Mekanisme HAM PBB ... 35
B.1 Mekanisme Berdasarkan Piagam (The Charter Based Mechanism)...35
B.1.1 Dewan HAM PBB...37
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pernyataan Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, suku, ras,
dan agama. Adapun agama yang diakui oleh negara adalah Islam, Kristen,
Katolik, Budha, Hindu, dan Konghucu. Islam merupakan agama mayoritas. Ada
sekitar 90 persen Muslim dari seluruh penduduk di berbagai suku. Di dalam
Pancasila dan Konstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, warga negara
indonesia (WNI) berhak untuk beragama dan berkeyakinan sesuai dengan
pilihannya masing-masing. Sehingga kerukunan umat beragama menjadi sebuah
komitmen dari negara untuk selalu dijaga. Hal ini terbukti dengan Pemerintah
membuat sebuah lembaga Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) di setiap
daerah.
Pasca kemerdekaan 1945, Indonesia mengintegrasikan diri ke dalam
komunitas internasional menjadi anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Tindakan menjadi anggota PBB ini memperlihatkan Indonesia bermaksud
merefleksikan pengakuan atas nilai-nilai universal yang telah dirumuskan. Ini
dibuktikan oleh Pemerintah Indonesia dengan melakukan ratifikasi berbagai
ketentuan internasioanl.1
1 HRWG dan KOMNAS HAM, Laporan Pemantauan Pelaksanaan Rekomendasi Komite oleh
2
Sesuai dengan komitmen Indonesia atas kerukunan umat beragama,
Indonesia meratifikasi sebagian besar kovenan maupun konvensi internasional
Hak Asasi Manusia (HAM) dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia
(DUHAM) PBB, salah satunya yaitu: International Covenant on Civil and
Political Rights (ICCPR), Convention on the Elimination of All Forms of Rascial
Discrimination (CERD) dan Convention against Torture and Other Cruel,
Inhuman or Degrading Treatment or Punishment (CAT). Dengan telah
meratifikasi instrumen HAM tersebut, maka Indonesia, sebagai negara pihak,
mengemban tanggungjawab melaksanakan dan melaporkan terkait pelaksanaan
kovenan/konvensi yang terdiri dari laporan pertama dan berkala.2
Pasca era perang dingin, tahun 1990an, konsep keamanan tidak hanya
bicara keamanan negara akan tetapi lebih pada konsep keamanan yang lebih luas
yakni keamanan manusia (Human Security), mencakup keamanan pangan,
kesehatan, komunitas, politik, personal, dst. Sementara itu, di Indonesia baru sejak
tahun 1999, pasca runtuhnya pemerintahan Orde Baru, konsep Human security
mulai dikenal dan diimplementasikan lewat komitmen pemerintah dalam
menjamin demokrasi dan HAM setiap warga negara. Terbukti dengan adanya
upaya pemerintah meratifikasi norma-norma HAM PBB dan amandemen kedua
memasukkan nilai HAM dalam konsitusi. Dengan adanya tindakan tersebut,
Indonesia secara legal telah menjamin hak ekonomi, sosial, budaya, sipil, dan
3
politik warga negara, termasuk didalamnya perlindungan pemerintah terhadap
kebebasan berkeyakinan dan beragama.3
Namun, kondisi dilapangan terkait dinamika kebebasan
beragam/berkeyakinan di Indonesia masih tergolong memperihatinkan. Pada era
kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tindak diskriminasi
dan pelanggaran kebebasan beragama/berkeyakinan menimpa kelompok
Ahmadiyah, seperti peristiwa Cikeusik Banten; komunitas Syiah, seperti peristiwa
penyerangan warga Syiah Sampang yang mengkriminalisasi Tajul Muluk; umat
Kristiani, seperti Penyegelan Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin Bogor,
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) Filadelfia Bekasi, dan 17 Gereja di Singkil
Aceh;penyerangan diskusi Irshad Manji di LkiS; penggagalan konser Lady Gaga;
Penganut Baha’i; Jemaah Salafi di Nusa Tenggara Barat (NTB); umat islam di
Bali; dan juga umat Budha di Medan.4
Setara Institute mencatat di tahun 2007-2012, tahun 2007 terdapat 185
jenis tindakan dalam 135 peristiwa pelanggaran kebebasan
beragama/berkeyakninan; tahun 2008 terdapat 367 tindakan dalam 265 peristiwa;
tahun 2009 terdapat 291 tindakan dalam 200 peristiwa5; tahun 2010 tercatat 286
3
A dy Ha da i. 2009. Wa a a HAM da “ekto Kea a a Ko te po e h. 9-13 di Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor Keamanan Indonesia, diedit Mufti Makarim, dkk. Jakarta: IDSPS-HRWG-DCAF-Komnas HAM
4
Ismail Hasani dan Bonar Tigor Naipospos (ed), Politik Diskriminasi Rezim Susilo Bambang Yudhoyono: Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2011 (Jakarta: Setara Institute, 2011), 33
5
4
tindakan dalam 216 peristiwa6; tahun 2011 tercatat 299 tindakan dalam 244
peristiwa7; tahun 2012 tercatat 371 tindakan dalam 264 peristiwa8.
Di bidang regulasi, masih banyak aturan-aturan yang berseberangan
dengan prinsip kebebasan beragama. Aturan berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, perda, keputusan daerah, surat kepala daerah, atau peraturan di
bawahnya. Misal UU No. 1/PNPS/1965 tentang pencengahan penyalahgunaan
dan/atau penodaan agama dan Surat Keputusan Bersama (SKB) Tiga Menteri
tahun 2008 tentang Ahmadiyah.9
Sementara itu, PBB mempunyai kepentingan melindungi hak kebebasan
beragama dan berkeyakinan di negara-negara Association Southeast of Asia
Nation (ASEAN). Karena, mayoritas negara-negara ASEAN telah meratifikasi
ICCPR dan kovenan lainnya secara otomatis tunduk pada aturan dan mengikat
secara hukum. Berikut ini tabel negara-negara anggota ASEAN yang meratifikasi
isntrumen HAM PBB;
States ICCPR ICESCR CERD CAT CEDAW CRC CRMW CRPD
Brunei D. V V
Cambodia V V V V V V V
6
Ismail Hasani (ed), Dokumen Kebijakan: Penghapusan Diskriminasi Agama/Keyakinan (Jakarta: Setara Institute, 2011), 1
7
Ismail, SBY, 21 8
Halili, dkk., Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia 2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa (Jakarta: Setara Institute, 2012), 31
9
5
Indonesia V V V V V V V
Laos V V V V V V V
Malaysia V V V
Myanmar V V
Philipines V V V V V V V V
Singapore V V
Thailand V V V V V V V
Vietnam V V V V V
Diagram Instrumen HAM Internasional yang diratifikasi negara anggota ASEAN.10
Selain itu PBB juga mengeluarkan rekomendasi-rekomendasi dan hasil
kesimpulan pemantauan komite PBB terhadap negara-negara ASEAN, salah
satunya adalah rekomendasi khusus untuk Indonesia. Hasil rekomendasi sidang
UPR (Universal Periodic Review) PBB yang dirilis pada 25 Mei 2012 diikuti 74
negara (27 negara anggota Dewan HAM PBB dan 47 negara peninjau)
meluncurkan rekomendasi penting yang harus ditindaklanjuti oleh pemerintah
Indonesia dalam empat tahun terakhir atas keprihatinan terhadap kondisi
kebebasan beragama dan berkeyakinan. Yakni, khusus menyinggung kebebasan
beragama dan berkeyakinan tentang jaminan pelaksanaan kebebasan beragama
6
dan berkeyakinan termasuk mengkhususkan pada kelompok seperti Ahmadiyah,
Bahai, Syiah, dan Kristen.
Dalam konteks ini Indonesia adalah salah satu dari beberapa negara yang
demokratis dan menghormati HAM, dengan meratifikasi norma-norma HAM
PBB. Akan tetapi banyak muncul pelanggaran HAM, khususnya hak atas
kebebasan beragama dan berkeyakinan. Peristiwa ini mencapai puncaknya di
Indonesia, merujuk data Setara Institute, sekitar tahun 2012, tercatat 371 tindakan
dalam 264 peristiwa pelanggaran atas kebebasan berkeyakinan dan beragama. Di
sisi lain PBB mempunyai kepentingan untuk memenuhi dan melindungi HAM di
Indonesia.
B. Pertanyaan Penelitian
Berdasarkan pernyataan masalah tersebut maka dapat ditarik sebuah
pertanyaan penelitian yaitu: Bagaimana Upaya PBB dalam Mendorong
Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia tahun 2012?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari dibuatnya Penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana peran PBB dalam mengatasi
Perlindungan Kebebasan Beragama dan berkeyakinan di Indonesia
tahun 2012.
b. Untuk memenuhi tugas akhir kuliah S1 jurusan Hubungan
7
Manfaat dari dibuatnya Penelitian ini adalah:
a. Sebagai sebuah penelitian baru, yang memang sebelumnya sangat
jarang sekali oleh para akademisi membuat judul penelitian ini, bahkan
belum ada.
b. Sebagai warisan karya akademis bagi studi Hubungan Internasional di
FISIP UIN Syarif Hidayatullah.
D. Tinjauan Pustaka
Dalam inisiasi pembahasan penelitian soal “Upaya PBB dalam Menangani Perlindungan Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia” ini, oleh penulis sendiri bersumber dari beberapa sumber pustaka serupa, meskipun dengan
variabel yang berbeda. Seperti:
1. Alamsyah Djafar, Herlambang, dan Muhammad Hafiz., Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Asia Tenggara: kerangka Hukum, Praktik
dan Perhatian Internasional (Jakarta: HRWG, 2012), menelaah mengenai
kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di Asia Tenggara. Dimana,
kondisi tersebut mendapat perhatian oleh Organisasi Internasional PBB.
Para peneliti memakai sumber hasil rekomendasi dan hasil kesimpulan
pemantuan oleh PBB dalam menganalisa kondisi kebebasan beragama dan
berkeyakinan di Asia Tenggara.
2. Halili, dkk., Kondisi Kebebasan Beragama/Berkeyakinan di Indonesia
2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa (Jakarta: Setara Institute, 2012).
8
berkeyakinan di Indonesia tahun 2012 yang semakin memprihatinkan.
Setara Institute mengeluarkan data dan menelaah pelangaran atas
kebebasan beragama yang terjadi di indonesia.
Dibandingkan kedua tinjauan daftar pustaka tersebut, penelitian penulis lebih
memilih mengambil sudut pandang yang lain upaya PBB dalam mendorong
perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia. Tentunya
berbeda dari dua penelitian sebelumnya ini. Dari semua referensi diatas yang
dijadikan tinjauan pustaka dalam kajian ini, tentunya digunakan untuk menunjang
argumentasi tema skripsi ini.
E. Kerangka Teoritis
1. Human Security
Konsep Human security mengemuka ditandai dengan berakhirnya Cold War.
Isu yang tadinya pada masa Cold War berkutat pada keamanan tradisional – bersifat state-sentris dan military power – berubah menjadi isu keamanan
non-tradisional. Para akademisi yang mengusung konsep ini dan mewarnai isu
keamanan non-tradisional, dikenal dengan sebutan “The Copenhagen School”
seperti Barry Buzan, Ole Waever, dan Jaap de wilde.
Para akademisi tersebut mencoba memasukkan aspek-aspek di luar hirauan
tradisional kajian keamanan – seperti misalnya masalah kerawanan pangan,
9
the Copenhagen School mencoba memperluas objek rujukan (referent object) isu
keamanan dengan tidak lagi berbicara melulu “negara”, tetapi juga menyangkut keamanan “manusia”.11
Pada tahun 1994 UNDP menjelaskan konsep human security yang mencakup:
economic security, food security, health security, enviromental security, personal
security, community security, dan political security. Secara ringkas UNDP
mendefinisikan human security sebagai : “first, safety from such chronic threats
such as hunger, disease, and repression. And, second, ...protection from sudden
and hurtful disruptions in the patterns of daily life --- whether in homes, in jobs or
in communities”. Jadi, secara umum, definisi human security menurut UNDP
mencakup “freedom from fear and freedom from want”.12
Pemerintah Kanada secara eksplisit mengritik bahwa konsep human security
UNDP terlalu luas dan hanya mengaitkan dengan dampak negatif pembangunan
dan keterbelakangan. UNDP mengabaikan “human insecurity resulting from
violent conflict”. Kritik senada juga dikemukakan oleh Norwegia. Menurut
Kanada, human security adalah keamanan manusia yang doktrinnya didasarkan
pada Piagam PBB, Deklarasi Universal tentang Hak Azasi Manusia, dan
Konvensi Jenewa. Langkah-langkah operasional untuk melindungi human
security dirumuskan dalam beberapa agenda tentang: pelarangan penyebaran
ranjau, pembentukan International Criminal Court, HAM, hukum humaniter
11
Bob Sugeng Hadiwinata, Transformasi Isu dan Aktor di dalam Studi Hubungan Internasional: Dari Realisme hingga Konstruktivisme, h. 13 di Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional, P. Hermawan, Yulius [Ed], (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007)
12
10
internasional, proliferasi senjata ringan dan kecil, tentara anak-anak, dan tenaga
kerja anak-anak.13
Pada studi ini, konsep human security berperan penting dalam membedah
persoalan terkait upaya PBB dalam mendorong perlindungan Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Karena dalam kasus ini, konsep ini
menjadi pisau analisa utama melihat perspektif keamanan manusia dalam hal ini
warga negara Indonesia memperoleh hak atas menjalani keberagamaannya dan
keyakinannya di suatu negara. Kemudian, PBB sebagai sebuah organisasi
internasioanl yang membawa misi keamanan manusia lewat Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia, berupaya melaksanakan kewajibannya untuk
mengimplementasi norma-norma HAM di dalam melindungi kebebasan beragama
dan berkeyakinan di Indonesia.
2. Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan
Berdasarkan kedua instrumen HAM pada Kovenan Internasional tentang Hak
Hak Sipil dan politik pasal 18 dan deklarasi penghapusan segala bentuk
Intoleransi dan diskrimansi berdasarkan agama dan berkeyakinan pasal 6 serta
Konstiusi Indonesia pasal 28 ayat E, definisi operasional kebebasan beragama dan
berkeyakinan meliputi untuk memeluk suatu agama atau keyakinan pilihannya
sendiri, kebebasan baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain
menjalankan ibadah agama atau keyakinan sesuai yang dipervayainya, serta
mematuhi, mengamalkan dan pengajaran secara terbuka atau tertutup, termasuk
13
11
kebebasan berganti agama atau keyakinan, bahkan untuk tidak memeluk agama
atau keyakinan sekaligus.14
Pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan (violation of
rights to freedom of religion or belief) adalah bentuk kegagalan atau kelalaian
negara dalam implementasi seperti campur tangan atas kebebasan orang atau tidak
melindungi seseorang atau kelompok orang yang menjadi sasaran intoleransi atau
tindak pidana berdasarkan agama atau keyakinan. Dengan demikian, pelanggaran
kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah tindakan penghilangan,
pencabutan, pembatasan atau pengurangan hak dan kebebasan dasar seseorang
ntuk beragama/berkeyakinan yang dilakukan oleh institusi negara, baik berupa
tindakan aktif (by commision) maupun tindakan pembiaran (by omission).15
Dalam studi kasus ini kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan sebuah
isu HAM spesifik yang diangkat.
3. Organisasi Internasional
Organisasi internasional merupakan salah satu aktor dalam hubungan
internasional. Pada awalnya organisasi internasional didirikan dengan tujuan
untuk mempertahankan peraturan-peraturan agar dapat berjalan tertib dalam
rangka mencapai tujuan bersama dan sebagai suatu wadah hubungan antar bangsa
dan Negara agar kepentingan masing-masing Negara dapat terjamin dalam
konteks hubungan internasional.16
14
Ismail, SBY, 9-10 15 Ismail, SBY, 13 16
12
Terdapat dua kategori utama organisasi internasional, yaitu:17
1. Organisasi antar pemerintah (inter-Governmental Organizations/IGO),
anggotanyan terdiri dari delegasi resmi pemerintah Negara-negara.
Contoh, perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), World Trade
Organization (WTO).
2. Organisasi non-pemerintah (Non-Governmental Organization/NGO),
terdiri dari kelompok-kelompok swasta di bidang keilmuan,
keagamaan, kebudayaan, bantuan teknik atau ekonomi, dan
sebagainya. Contoh, Palang Merah Internasional (PMI).
Kemudian peranan organisasi internasional dalam hubungan internasional
saat ini telah diakui karena keberhasilannya dala memecahkan berbagai
permasalahan yang dihadapi suatu Negara. Bahkan saat ini organisasi
internasional dinilai dapat mempengaruhi tingkah laku Negara secara tidak
langsung. Kehadiran organisasi internasional mencerminkan kebutuhan manusia
untuk kerjasama, sekaligus sebagai sarana untuk menangani masalah-masalah
yang timbul melalui kerjasama tersebut.18
Kemudian eksplorasi dan analisi aktivitas organisasi internasional akan
menampilkan sejumlah peranannya, yaitu: inisiator, fasilitator, mediator,
rekonsiliator, dan determinator.19
PBB sebagai aktor hubungan internasional, organisasi antar pemerintahan
(Inter-governmental Organization/IGO), memiliki anggota yang terdiri dari
17
Le Roy A. Bennet dikutip Anak Agung, Hubungan Internasional, 93-94 18 Anak Agung, Hubungan Internasional, 95
19
13
delegasi resmi pemerintahan negara-negara. Indonesia merupakan salah satu
anggota resmi PBB, yang juga meratifikasi norma-norma HAM PBB, sesuai
aturan harus menjalankan norma HAM terkait dan melaporkan kepada PBB.
Sedangkan PBB diharapkan untuk memainkan perannya dalam upaya mendorong
perlindungan HAM di Indonesia.
F. Metode Penelitian
Metode yang dipakai dalam proposal penelitian ini adalah kualitatif dengan
teknik pustaka berupa kajian literatur (library research) dengan memilih data yang
relevan untuk mendukung penelitian yang diambil dari referensi, artikel, jurnal,
buku-buku ilmiah, internet, media massa dan majalah.
Menurut Prof. Sugiyono metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian
yang digunakan untuk meneliti kondisi objek alamiah, dimana seorang peneliti
dianggap sebagai instrument kunci.20 Selanjutnya, teknik pengumpulan data
sekunder atau library research. Dalam hal ini, data yang diperlukan akan
dihimpun dari berbagai buku bacaan/literature dari Perpustakaan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan FISIP UIN Syarif Hidayatullah, Perpustakan
HRWG (Human Working Group), KontraS, dan Kementerian agama, beserta hasil
wawancara beberapa tokoh akademisi maupun parktisi yang terlibat langsung,
seperti Chairul Anam (Wakil Ketua HRWG), dst.
20 Prof. Dr. Sugiyono,
14
Kemudian, data tersebut dianalisis dengan sifat induktif/kualitatif, dan hasil
penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.21
Dalam menganalisi data, penulis akan melakukan langkah-langkah sebagai
berikut: pertama, menghimpun literature dan dokumen-dokumen yang relevan
sebagai sumber data dan informasi. Kedua, memilah atau mengklasifikasi data
atau informasi secara sistematis. Ketiga, mengadakan analisis dengan metode dan
teknik pengumpulan data yang tepat untuk dikaji berdasarkan kerangka dasar
teori. Keempat, pencapaian kesimpulan dari penelitian.
G. Sistematika Penulisan
Pada Skripsi ini terdapat beberapa BAB dan Sub BAB. BAB pertama,
Pendahuluan, membahas latar belakang masalah penelitian, pertanyaan, tujuan
dan manfaat , tinjauan pustaka, kerangka teori, dan metode penelitian. BAB
kedua, membahas tentang kondisi hak asasi manusia di Indonesia, dimana
kebebasan beragama dan berkeyakinan menjadi salah satu isu yang penting
diperhatikan di Indonesia. BAB ketiga, membahas mekanisme hak asasi manusia
Perserikatan Bangsa Bangsa. BAB keempat, upaya Perserikatan Bangsa Bangsa
dalam mendorong perlindungan kebebasan beragama dan berkeyakinan di
Indonesia tahun 2012.
21
15
BAB II
Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia
A. Kondisi Hak Asasi Manusia di Indonesia
Indonesia dikenal citra dalam kancah internasional sebagai negara yang
demokratis dan menghormati HAM. Dalam aspek normatif Indonesia telah pula
memiliki instrumen hukum yang menunjang untuk penegakkan HAM. Namun
kenapa sampai sekarang di tataran domestik masih saja muncul pelanggaran
HAM. Berikut Menurut Aminuddin Syarif, Peneliti HAM: 22
“Kondisi HAM di Indonesia dari semenjak kemerdekaan hingga sekarang
era reformasi secara normatif sudah cukup baik dari aspek formal
perundang-undangan kita. Semisal, UU HAM, pembentukan Komnas
HAM, Komnas Perempuan, dan komisi yang lain, hingga ratifikasi
instrumen HAM internasional. Dalam aspek tersebut, dari rezim satu ke
rerim yang lain menunjukkan grafik linier kemajuan kondisi HAM di
Indonesia. Begitu pun dengan Perkembangan demokrasi kita Sudah cukup
baik dibandingkan negara yang lain. Akan tetapi, dalam implementasi
penegakkan hukum HAM sesuai UU yang sudah di ratifikasi, Pemerintah
Indonesia belum maksimal dan belum sesuai yang diharapkan. Ternyata
masih banyak peristiwa pelanggaran HAM dari setiap rezim kekuasaan.
Hal tersebut dikarenakan kondisi politik domestik yang tidak memiliki
political will untuk menegakkan HAM.”
16
Wacana HAM di Indonesia, sendiri, telah berlangsung seiring dengan
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Secara garis besar
perkembangan pemikiran HAM di Indonesia dapat dibagi ke dalam beberapa
periode:
1. Periode 1945-195023
Pemikiran HAM pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan
pada wacana hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat melalui
organisasi politik yang didirikan, serta ha kebebasan untuk menyampaikan
pendapat terutama di parlemen. Sepanjang periode ini, wacana HAM dicirikan
pada:
Pertama, Bidang Sipil dan politik, melalui: UUD 1945, maklumat
Pemerintah 1 November 1945, 3 November 1945, 14 November 1945, Konstitusi
Republik Indonesia Serikat (KRIS) BAB V pasal 7-33, Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) pasal 99. Kedua, Bidang ekonomi, sosial, dan budaya,
melalui: UUD 1945, KRIS Pasal 36-40.
2. Periode 1950-195924
Periode ini dikenal dengan masa demorasi parlementer. Sejarah pemikiran
HAM pada masa ini dicatat sebagai masa yang sangat kondusif bagi sejarah
perjalanan HAM di Indonesia. Sejalan dengan prinsip demokrasi liberal di masa
itu, suasana kebebasan mendapat tempat dalam kehidupan politik nasional.
23
A. Ubaedillah dan Abdul Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education), Jakarta, Cetakan ketiga, 2008, 125
24
17
Menurut catatan Bagir manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada
masa ini tercermin pada lima indikator HAM: Pertama, Munculnya partai-partai
politik dengan beragam ideologi. Kedua, Adanya kebebasan pers. Ketiga,
Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas, dan demokratis. Keempat,
Kontrol parlemen atas eksekutif. Kelima, Perdebatan HAM secara bebas dan
demokratis.
Berbagai partai politik yang berbeda haluan dan ideologi sepakat tentang
substansi HAM universal dan pentingnya HAM masuk dalam UUD 1945. Bahkan
di usulkan supaya keberadaan HAM mendahului bab-bab UUD.
3. Periode 1959-196625
Periode ini merupakan masa berakhirnya demokrasi liberal, digantikan oleh
sistem Demokrasi Terpimpin yang terspusat pada kekuasaan Presiden Soekarno.
Demokrasi Terpimpin tida lain sebagai bentuk penolakan Presiden Soekarno
terhadap sistem Demokrasi Parlementer yang dinilainya sebagai prodeuk Barat.
Menurut Soekarno, Demokrasi Parlementer tidak sesuai dengan karakter bangsa
indonesia yang telah memiliki tradisinya sendiri dalam kehidupan bermasyarakat
dan bernegara.
Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasan terpusat pada satu tangan
presiden. Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen, sebaliknya parlemen
dikendalikan oleh presiden. Kekuasaan Presiden Soekarno bersifat absolut,
bahkan dinobatkan sebagai Presiden RI semumur hidup. Akibat langsung dari
model pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak hak asasi
25
18
warga negara. Semua pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan
dengan kebijakan pemerintahan yang otoriter. Dalam dunia seni, misalnya, atas
nama revolusi pemerintahan Presiden Soekarni menjadikan lembaga Kebudayaan
Rakyat (LEKRA) yang berafiliasi kepada Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai
satu satunya lembaga seni yang diakui. Sebaliknya, leabaga selain LEKRA
dianggap anti pemerintah atau kontra revolusi.
4. Periode 1966-1998
Pada mulanya, lahirnya Orde Baru menjanjikan harapan baru bagi
penegakkan HAM di Indonesia. Berbagai seminar tentang HAM dilakukan Orde
Baru. Namun pada kenyataannya, Orde Baru telah menorehkan sejarah Hitam
pelanggaran HAM di Indonesia. Janji-janji Orde Baru tentang pelaksanaan HAM
di Indonesia mengalami kemunduran amat pesat awal 1970-an dan 1980-an.
Setelah mendapatkan mandat kosntitusional dari sidang MPRS, pemerintah Orde
Baru mulai menunjukkan watak asilnya sebagai kekuasaan yang militeristik fasis
dan anti HAM. Sikap anti HAM Orde Baru sesungguhnya tidak berbeda dengan
argumen yang dikemukakan Soekarno ketika menolak prinsip dan praktik
demokrasi parlementer, yakni sikap apologis dengan mempertentangkan
demokrasi dan prinsip HAM yang lahir di Barat dengan budaya lokal Indonesia.
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi
sebagai produk barat yang individualistik dan bertentangan dengan prinsip gotong
royong dan kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Di antara butir
penolakan pemerintah Orde Baru terhadap konsep universal HAM adalah:26
26
19
a. HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai
luhur budaya bangsa yang tercermin dalam pancasila.
b. Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM sebagaimana
tertuang dalam rumusan UUD 1945 yang lahir dahulu dibandungkan
dengan deklarasi Universal HAM.
c. Isu HAM seringkali digunakan oleh negara-negara Barat untuk
memojokkan negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Apa yang dikemukakan oleh pemerintah Orde Baru tidak seluruhnya keliru,
tetapi juga tidak pula semuanya benar. Sikap apriori Orde Baru terhadap HAM
Barat ternyata sarat dengan pelanggaran HAM yang dilakukannya. Pelanggaran
HAM Orde Baru dapat dilihat dari kebijkan politik Orde Baru yang bersifat
sentralistik dan anti segala gerakan politik yang berbeda dengan pemerintah.
Sepanjang pemerintahan Presiden Soeharto tidak dikenal partai oposisi, bahkan
sejumlah gerakan yang berlawanan dengan kebijakan pemerintah dinilai sebagai
anti pembangunan bahkan anti pancasila. Melalui pendekatan keamanan (security
approach) dengan cara-cara kekerasan yang berlawanan dengan prinsip-prinsip
HAM, pemerintah Orde Baru tidak segan-segan menumpas segala bentuk aspirasi
masyarakat yang dinilai berlawanan dengan Orde Baru.27 Menurut KontraS
(Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan) terjadi banyak kejahatan
HAM di masa Orde Baru yakni; Peristiwa pemenjaraan, penyiksaan, pembunuhan
massal orang-orang yang dituduh komunis (!965-1968), orang-orang yang
melawan pemerintah (Tanjung Priok 1984), orang-orang yang dituduh
27
20
Gerombolan Pengacau Keamanan (Talangsari 1989), Tragedi Kedung Ombo,
peristuwa Trisakti, Semanggi I dan Semanggi II (TSS), kerusuhan Mei 1998,
Penculikan sejumlah aktivis 97/98, Kasus Timor Leste, Kasus Aceh, dan lain
lain.28
Di tengah kuatnya peran negara, suara perjuangan HAM dilakukan oleh
kalangan organisasi non pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Upaya penegakan HAM oleh kelompok-kelompok non pemerintah membuahkan
hasil yang menggembirakan di awal tahun 90-an. Kuatnya tuntutan penegakan
HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian pemeritah Orde Baru untuk
bersikap lebih akomodatif terhadap tuntutan HAM. Satu di antara siap akomodatif
pemerintah tercermin dalam persetujuan pemerintah terhadap pembentukan
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) melalui keputusan
presiden. Kehadiran Komnas HAM adalah untuk memantau dan menyelidiki
pelaksanaan HAM, memberi pendapat, pertimbangan, dan saran kepada
pemerintah perihal pelaksanaan HAM. Lembaga ini juga membantu
pengembangan dan pelaksanaan HAM yang sesuai Pancasila dan UUD 1945.
Sayangnya, sebagai lembaga bentukan Orde Baru penegaan HAM tidak berdaya
dalam mengungkap pelanggaran HAM berat yang dilakukan oleh negara.29
5. Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia.
Lengsernya tampuk kekuasaan Orde Baru sekaligus menandai berakhirnya rezim
militer di indonesia dan datangnya era baru demokrasi dan HAM, setelah tiga
28 Lihat: http://www.kontras.org/index.php?hal=siaran_pers&id=1710 29
21
puluh tahun lebih terpasung di bawah rezim otoriter. Pada tahun ini Presiden
Soeharto digantikan oleh B.J. Habibie yang kala itu menjabat sebagai wakil
presiden. Menyusul berakhirnya pemerintah Orde Baru, pengkajian terhadap
ebijakan pemerintah Orde Baru yang bertentangan dengan prinsip-prinsip HAM
mulai dilakukan kelompok reformis dengan membuat perundang-undangan baru
yang menjunjung prinsip-prinsip HAM dalam kehidupan ketatanegaraan dan
kemasyarakatan.30
Pada masa pemerintahan Habibie, perhatian pemerintah terhadap
pelaksanaan HAM mengalami perkembangan signifikan. Lahirnya Tap MPR No.
XVII/MPR/1998 tentang HAM merupakan salah satu indikator keseriusan
pemerintah menegakkan HAM.31 Sejumlah konvensi HAM juga diratifikasi di
antaranya: konvensi HAM PBB untuk kebebasan berserikat dan perlindungan hak
untuk berorganisasi; konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan kejam;
konvensi penghapusan segala bentuk diskriminasi rasial; konvensi tentang
penghapusan kerja paksa; konvensi tentang diskriminasi dalam pekerjaan dan
jabatan; serta konvensi tentang usia minimum untuk diperbolehkan bekerja.32
Kesungguhan pemerintahan B.J Habibie dalam perbaikan pelaksanaan
HAM ditunjukan dengan pencanangan program HAM yang dikenal dengan istilah
Rencana Aksi Nasional HAM, pada Agustus 1998. Komitmen pemerintah
terhadap penegakan HAM juga ditunjukan dengan pengesahan UU tentang HAM,
pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung
30
Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, 129 31Ubaedillah dan Rozak,
Pendidikan Kewarganegaraan, 129 32
22
dengan Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen
Kehakiman dan HAM. Penambahan pasal khusus tentang HAM dalam
amandemen UUD 1945, penerbitan Inpres tentang pengarusutamaan gender
dalam pembangunan nasional , pengesahan UU tentang pengadilan HAM.33
Di masa K.H. Abdurrahman Wahid, penegakan HAM bisa terbilang radikal
dengan mencopot Jenderal Wiranto dari jabatan Menteri Koordinasi Politik dan
Keamanan untuk mengurangi pengaruh militer dalam bidang politik dan hukum.
selanjutnya, Penghormatan hak-hak sipil politik mengalami perkembangan.
Kemudian, Pengakuan agama Konghucu sebagai salah satu agama resmi di
Indonesia, penghapusan istilah Pribumi dan Non-Pribumi karena dianggap
diskriminatif terhadap warga Tionghoa, pemisahan TNI dan Polri melalui TAP
MPR No. VI/MPR/2000, serta pembentukan pengadilan HAM ad hoc pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Keppres No. 53 Tahun 2001).34
Di masa Megawati, Di lain itu kasus HAM yang tak kalah penting yakni
mandeknya proses pengadilan HAM Timor Timur dan pengadilan HAM Peristiwa
Tanjung Priok. Penerapan darurat militer di Aceh pada wakti itu juga telah
menyebabkan pelanggaran HAM dan krisis kemanusiaan. Selama enam bulan
pertama penerapan darurat militer di Aceh terjadi 166 tindak kekerasan, 43 orang
diculik, 54 orang hilang, dan 145 orang tewas terbunuh. Selama periode itu juga
33
Ubaedillah dan Rozak, Pendidikan Kewarganegaraan, 129
34Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di
23
terjadi 22 kasus kekerasan terhadap jurnalis. 35 Kemudian, sebuah pelanggaran
HAM yang menonjol ketika di akhir kepemimpinan beliau adalah peristiwa
pembunuhan Munir (2004). Kasus pembunuhan Munir menjadi sorotan publik
yang banyak menguras perhatian dunia internasional maupun nasional dan
mencoreng upaya reformasi di indonesia.36
Dalam masa pemerintahan Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)
selama dua periode, Penegakan HAM tidak menampakkan perkembangan apapun
bahkan di nilai gagal. SBY tidak menindak lanjuti secara serius laporan hasil
penyelidikan Komnas HAM yang sudah diserahkan ke Kejaksaan Agung. hal ini
dapat dilihat dari bolak baliknya berkas perkara pelanggaran HAM berat dari
Komnas HAM ke Kejagung begitupun sebaliknya dengan alasan penyelidikan
tidak lengkap atau pengadilan HAM ad Hoc yang belum terbentuk. Sikap diam
SBY ini menyiratkan kuatnya praktek impunitas (Impunity) terhadap pelaku
pelanggaran HAM berat (gros violation of human rights) dimasa lampau karena
tidak ada yang bertanggungjawab. Semisal janji SBY menuntaskan kasus
pembunuhan Munir, ternyata sampai saat ini hanya isapan jempol belaka.37
Di masa SBY, pula terhitung banyak terjadi peristiwa konflik
sosial-horizontal sesama warga negara, baik berprespektif etnik (kerusuhan dayak vs
madura), kelompok rentan (perempuan dan anak), dan agama (kasus Ahmadiyah,
35
Baca:
http://www.tempo.co/read/news/2004/03/15/05540684/Selama-Pemerintahan-Megawati-Penegakan-HAM-Mandek diakses Senin 12 Mei 2015. 36
Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 37Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di
24
kasus Syiah, dan GKI Yasmin).38 Menurut Hasil Riset SETARA institute dari
peristiwa konflik agama terjadi banyak pelanggaran HAM atas kebebasan
beragama dan berkeyakinan yang menunjuk grafik linier menuju peningkatan dari
tahun 2007-2012. Pada tahun 2007 terjadi 135 peristiwa dan 185 tindakan
sedangkan pada tahun 2012 menanjak naik menjadi 264 peristiwa dan 371
tindakan.39
B. Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan era Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Di dalam dimensi HAM ada banyak pilihan fokus dalam meletakkan hak
dasar manusia. Salah satunya adalah Hak Kebebasan Berkeyakinan dan
Beragama. Dalam konsepsi HAM ada hak yang tidak dapat dikurangi (Non
Derogable Rights) dan hak yang dapat dikurangi (Derogable Rights). Hak untuk
hidup dan hak kebebasan beragama dan berkeyakinan adalah masuk dalam
kriteria Non Derogble Rights. Maka kewajiban negara untuk memenuhi hak
kebebasan dan berkeyakinan akan sangat penting.40
Menurut Hilal Safary, seorang peneliti, pemenuhan hak kebebasan
beragama dan berkeyakinan sangat penting oleh negara untuk dipenuhi. Pertama,
Karena harkat dan martabat manusia ditentukan atas seberapa besar seseorang
bisa menunaikan apa yang dia yakini dan percayai. Kedua, dalam relasi sosial dan
38Olle k D’Jea ta k ue dala tulisa Refo asi da Nasi Pela gga a HAM di
http://hukum.kompasiana.com/2013/07/10/reformasi-dan-nasib-pelanggaran-ham-575723.html 39
Halili dkk, Kondisi Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia 2012: Kepemimpinan Tanpa Prakarsa, Jakarta: Pustaka Masyarakat Setara, 31-33
25
politik agama seringkali dijadikan sebagai pemicu konflik dan komoditas politik,
ini yang sangat rentan dalam realita bernegara dan berbangsa kita yang
multikultur, multietnis, dan multi agama. Maka negara penting untuk bersikap
memenuhi hak kebebasan berkeyakinan dan beragama pada porsi meletakkan di
wilayah privasi indvidu dan bukan dicampur adukkan di wilayah publik.41
Ketiga, isu agama sangat sulit dijangkau melalui treatment sosial, politik,
apalagi perundang-undangan. Maksudnya terkadang ketika bicara agama melalui
aturan, bisa salah, tidak diatur salah, melalui pendekatan persuasif pun belum
tentu benar. Karena ketika muncul rasa curiga antar agama dan keyakinan, semua
jalan seakan salah, apalagi menggunakan cara represif bahkan dengan jalan
damai. Oleh karena itu menjadi penting kepada seluruh masyarakat sipil tak hanya
Non goverment Organization (NGO), yang memeluk agama dan berkeyakinan
untuk sama-sama memandang bahwa toleransi beragama dan berkeyakinan
penting untuk dijaga.42
Di masa Pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2012),
praktek pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan berkeyakinan cukup
massif. Ada banyak kasus agama yang muncul dari kasus pelarangan pendirian
Rumah ibadah HKBP Philadelpia, GKI Taman Yasmin, kasus pengusiran Syiah
Sampang, kekerasan berulang terhadap warga Ahmadiyah, kasus nasib umat
kristiani Aceh Singkil, dan seterusnya.43
41 Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 42
Wawancara Hilal Safary, Peneliti HAM kebebasan beragama dan berkeyakinan, di Kantor SETARA Institute, Bendungan Hilir, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 16.20-17.00 WIB. 43
26
Kepemimpinan SBY tampak lebih gemar berpidato tentang toleransi
daripada bekerja sungguh-sungguh dan terukur untuk menciptakan toleransi
dengan memberikan jaminan kebebasan terhadap warga negaranya. Tanpa
jaminan kebebasan, toleransi hanya akan menjadi politik kata-kata dari seorang
presiden yang tidak berkontribusi pada pemajuan HAM. Sepanjang 2012, tidak
kurang dari 15 kali Presiden SBY menyampaikan pesan toleransi dalam berbagai
kesempatan. Lebih sedikit dari tahun 2011, dimana SBY menyampaikan pesan
toleransi sebanyak 19 kali. Menurut Tim peneliti SETARA institute dalam buku
Kepemimpinan Tanpa Prakarsa, SBY adalah presiden tanpa prakarsa serta
pemimpin tanpa kepemimpinan dalam hal pemenuhan dan pemajuan kebebasan
beragama/berkeyakinan.44
Menurut data yang dikeluarkan oleh SETARA Institute dari tahun
2007-2012, terjadi kenaikan grafik secara linier atas pelanggaran hak atas Kebebasan
Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia. Di tahun 2007, terjadi 135 peristiwa
dan 185 tindakan. Tahun 2008, 265 peristiwa dan 367 tindakan. Tahun 2009, 200
peristiwa dan 291 tindakan. Tahun 2010, 216 peristiwa dan 286 tindakan, Tahun
2011, 244 peristiwa dan 299 tindakan dan Tahun 2012, 264 peristiwa dan 371
tindakan
Sikap Presiden SBY yang seperti itu, menurut Aminuddin Syarif,
disebabkan karena beliau memiliki watak kepemimpinan diplomatis dan hati-hati.
Hal ini menimbulkan dampak positif dan negatif. Positif ketika konflik yang
menyinggung negara beliau respon dan atasi dengan tidak terburu-buru misalnya
44
27
ketika ada masalah perbatasan teritoral indonesia-malaysia, identitas kebudayaan,
dan lain-lain. Tapi disisi yang lain ketika membutuhkan reaksi cepat atas masalah,
jadi tidak maksimal hasil penyelesaian dan terkesan terombang ambing, contoh
kasus soal pembunuhan munir45.
C. Faktor-Faktor Terjadinya Pelanggaran Hak Atas Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Indonesia
Secara umum, banyaknya peristiwa dan tindakan pelanggaran hak atas
Kebebasan beragama dan berkeyakinan di Indonesia menunjukkan kecenderungan
yang dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor:46
Pertama, Faktor Kepemimpinan Formal. Dalam hal ini aktor pemerintah
negara memiliki pengaruh untuk mempengaruhi warganya dalam bertindak.
bupati, walikota, dan gubernur yang tidak toleran mengeluarkan aturan
diskriminatif bisa menjadi legitimasi warganya untuk melakukan tindakan
anarkis, akhirnya menimbulkan banyak korban berbasis identitas agama dan
keyakinan. Contohnya kebijakan eksekutif mengeluarkan keputusan SKB 3
Menteri yang melarang aktivitas ibadah dan penyebaran ajaran warga Islam
Ahmadiyah.
Kedua, Faktor Kepemimpinan Tradisional. Kepemimpinan tradisional
dalam hal ini aktor seperti ulama, pendeta, tokoh masyarakat dan kiai bisa
memberikan legitimasi kepada masyarakat untuk berbuat intoleran. Seperti fatwa
45
Wawancara Aminuddin Syarif, Peneliti Hak Asasi Manusia, di Kediaman beliau, Jakarta Selatan, Senin 11 Mei 2015, pukul 12.35-13.15 WIB.
28
MUI dan tokoh masyarakat yang menjadi agen mendorong kepemimpinan formal
menjadi tunduk. Pada konteks ini meskipun di realitanya kita temukan pemimpin
formal yang pluralis namun ketika berhadapan dengan kepemimpinan tradisional
yang antiplural seringkali tidak bisa berbuat banyak karena alasan politis.
Ketiga, Faktor Status Wilayah. dimana status secara geografis suatu daerah
yang sedang mengalami masa transisi dari tradisionalis menuju industrialis.
Dimana muncul pergeseran nilai dari tradisional ke modern dalam cara
memandang agama sehingga muncul resistensi antar kelompok beragama.
Semisal di wilayah pelosok tertentu kelompok agama sudah muncul penolakan
terhadap demokrasi dan HAM yang dianggap produk barat dan dianggap yahudi
dan kafir. Sehingga tidak heran muncul pengkotak-kotakan kelompok.
D. Perhatian Internasional
Pasca Perang Dingin, Masyarakat Internasional sudah mulai memiliki
perhatian pada perkembangan HAM di dunia. Di Indonesia, perhatian terhadap
perkembanagan HAM pula dimulai ketika pasca pemerintahan Orde Baru, sejak
1998 hingga sekarang. Aktor internasional yang mempunyai perhatian pada isu
kebebasan beragama dan berkeyakinan di indonesia baik aktor bukan negara
maupun negara meliputi lembaga donor internasional, NGO yang konsen di isu
tersebut, Intergovermental Organization (INGO) bahkan aktor negara. Sebut saja
29
HRW (Human Rights Wacth), United Nations (PBB), ASEAN, kanada,
Norwegia, Belanda, dan lain lain.47
Aktor-aktor tersebut memperhatikan, memantau, dan mempelajari betul
kondisi kebebasan beragama dan berkeyakinan di indonesia karena beberapa
alasan, seperti mayoritas muslim, multi kultur, jumlah warga negaranya salah satu
terbesar di dunia, mayoritas islam dengan kondisi politik yang demokratis.48
Pesan peradaban indonesia yang demokratis dan menghormati HAM yang
ditawarkan ke dunia internasional telah sampai, sehingga menraik perhatian
mereka. Sebetulnya aktor internasional tidak melihat kondisi riil HAM di
indonesia secara agregatif dan partikular, massifnya ekspose pemberitaan di
media soal banyaknya kasus pelanggaran atas hak tersebut. Namun, mereka justru
lebih melihat kondisi dan sikap pemerintah Indonesia atas pelanggaran yang
terjadi dengan masih menghormati prinsip demokrasi.49
Meskipun begitu, dengan kondisi domestik yang masih tinggi angka
pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan keyakinan di indonesia, tetap saja
mendapat teguran oleh masyarakat internasional. Contohnya teguran Dewan
HAM PBB terkait kondisi pelanggaran hak atas kebebasan beragama dan
berkeyakinan di indonesia.
Pada 2008, pelapor khusus kebebasan beragama Dewan HAM PBB
menyatakan bahwa pelarangan Ahmadiyah melalui keputusan bersama menteri di
Indonesia semakin meningkatkan resiko penyeranagan terhadap mereka dari
47
ibid 48 ibid 49
30
kelompok vigilante. Pada 2011, empat pelapor khusus mengirimkan surat kepada
pemerintah Indonesia juga terkait dengan meningkatknya penyerangan terhadap
kelompok Ahmadiyah. Termasuk dalam hal ini komunikasi dari Komisi Tinggi
HAM PBB, Navy Pillay.50 Dalam mekanisme UPR (Universal Periodec Review),
Indonesia mendapatkan perhatian serius di bidang kebebasan beragama oleh
negara-negara PBB. Tidak kurang ada 27 negara menyampaikan perhatiannya
kepada indonesia.51
50
Alamsyah Djafar, dkk., Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan di Asia Tenggara: Kerangka Hukum, Praktik dan Perhatian Internasional, Jakarta, HRWG, 80-81
31
BAB III
Mekanisme Hak Asasi Manusia Perserikatan
Bangsa-Bangsa
A. Sekilas tentang Perserikatan Bangsa Bangsa
Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) adalah organisasi internasional yang
didirikan pada tahun 1945. Saat ini terdiri dari 193 negara anggota. Misi PBB
dipandu oleh tujuan dan prinsip yang terkandung dalam Piagam pendiriannya.52
Karena kekuasaan berada di tangan aturan bersama dan karakter
internasional yang unik, PBB dapat mengambil tindakan pada isu-isu yang
dihadapi umat manusia di abad ke-21, seperti perdamaian dan keamanan,
perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, hak asasi manusia, perlucutan
senjata, terorisme, kemanusiaan dan keadaan darurat kesehatan, kesetaraan
gender, tata kelola, produksi pangan, dan banyak lagi.53
PBB juga menyediakan forum bagi para anggotanya untuk
mengekspresikan pandangan mereka di Majelis Umum, Dewan Keamanan,
Dewan Ekonomi dan Sosial, dan badan-badan lainnya dan komite. Dengan
mengaktifkan dialog antara anggotanya, dan dengan hosting negosiasi, Organisasi
telah menjadi mekanisme bagi pemerintah untuk menemukan bidang perjanjian
52 Lihat: http://www.un.org/en/sections/about-un/overview/index.html 53
32
dan memecahkan masalah bersama-sama. Kepala Administrasi Petugas PBB
adalah Sekretaris-Jenderal.54 Adapun organisasi utama PBB sebagai berikut:55
1. Majelis Umum
Majelis Umum adalah musyawarah utama, kebijakan dan organisasi
perwakilan dari PBB. Semua negara anggota 193 dari PBB yang diwakili dalam
Majelis Umum, sehingga satu-satunya badan PBB dengan perwakilan universal.
Setiap tahun, pada bulan September, keanggotaan penuh PBB bertemu di General
Assembly Hall di New York untuk sesi tahunan Majelis Umum, dan debat umum,
yang banyak kepala negara hadir dan alamat. Keputusan mengenai
pertanyaan-pertanyaan penting, seperti pada perdamaian dan keamanan, penerimaan anggota
baru dan hal-hal anggaran, memerlukan dua pertiga mayoritas Majelis Umum.
Keputusan mengenai pertanyaan lain oleh mayoritas sederhana. Majelis Umum,
setiap tahun, memilih seorang Presiden General Assambly untuk menjalani
hukuman satu tahun dari kantor.
2. Dewan Keamanan
Dewan Keamanan memiliki tanggung jawab utama, di bawah Piagam
PBB, untuk pemeliharaan perdamaian dan keamanan internasional. Memiliki 15
Anggota (5 tetap dan 10 anggota tidak tetap). Setiap Anggota memiliki satu suara.
Berdasarkan Piagam, semua Negara Anggota wajib mematuhi keputusan Dewan.
Dewan Keamanan mengambil memimpin dalam menentukan keberadaan
ancaman terhadap perdamaian atau tindakan agresi. Ini panggilan para pihak yang
bersengketa untuk menyelesaikan dengan cara damai dan merekomendasikan
54 ibid
33
metode penyesuaian atau hal penyelesaian. Dalam beberapa kasus, Dewan
Keamanan dapat resor untuk menerapkan sanksi atau bahkan mengizinkan
penggunaan kekuatan untuk memelihara atau memulihkan perdamaian dan
keamanan internasional. Dewan Keamanan memiliki Kepemimpinan yang
bergantian, dan perubahan, setiap bulan.
3. Dewan Ekonomi dan Sosial
Dewan Ekonomi dan Sosial adalah badan utama untuk koordinasi, review
kebijakan, dialog kebijakan dan rekomendasi tentang isu-isu ekonomi, sosial dan
lingkungan, serta pelaksanaan tujuan pembangunan yang disepakati secara
internasional. Ini berfungsi sebagai mekanisme sentral untuk kegiatan dari sistem
PBB dan badan-badan khususnya di bidang ekonomi, sosial dan lingkungan,
mengawasi anak dan ahli tubuh. Ini memiliki 54 anggota, yang dipilih oleh
Majelis Umum untuk tumpang tindih istilah tiga tahun. Ini adalah platform pusat
PBB untuk refleksi, debat, dan pemikiran inovatif pada pembangunan
berkelanjutan.
4. Dewan Perwalian
Dewan Perwalian didirikan pada tahun 1945 oleh Piagam PBB, di bawah
Bab XIII, untuk memberikan pengawasan internasional untuk 11 Wilayah
Perwalian yang telah ditempatkan di bawah administrasi 7 Negara Anggota, dan
memastikan bahwa langkah-langkah yang memadai diambil untuk
mempersiapkan Territories untuk diri pemerintah dan kemerdekaan. Pada tahun
1994, semua Wilayah Perwalian telah mencapai pemerintahan sendiri atau
34
Dengan resolusi yang diadopsi pada tanggal 25 Mei 1994, Dewan telah diubah
aturan prosedur untuk menjatuhkan kewajiban untuk memenuhi setiap tahun dan
setuju untuk bertemu dengan kesempatan yang dibutuhkan - dengan keputusan
atau keputusan yang Presiden, atau atas permintaan mayoritas anggota atau
Majelis Umum atau Dewan Keamanan.
5. Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional adalah organisasi peradilan utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa. berkantor di Istana Perdamaian di Den Haag (Belanda). Ini
adalah satu-satunya dari enam organisasi utama Perserikatan Bangsa-Bangsa tidak
terletak di New York (Amerika Serikat). Peran Mahkamah adalah untuk menetap,
sesuai dengan hukum internasional, sengketa hukum yang disampaikan
kepadanya oleh Negara dan memberikan pendapat penasehat tentang pertanyaan
hukum disebut dengan resmi organ PBB dan badan-badan khusus.
6. Sekretariat
Sekretariat terdiri dari puluhan ribu anggota staf PBB internasional yang
melaksanakan hari-hari kerja PBB sebagaimana diamanatkan oleh Majelis Umum
dan organ lainnya Organisasi pokok Sekretaris Jenderal dan. Sekretaris Jenderal
adalah petugas administrasi kepala Organisasi, yang ditunjuk oleh Majelis Umum
atas rekomendasi Dewan Keamanan untuk lima tahun, jangka terbarukan.
Anggota staf PBB direkrut secara internasional dan lokal, dan bekerja di stasiun
tugas dan misi penjaga perdamaian di seluruh dunia. Tetapi melayani penyebab
35
berdirinya PBB, ratusan pria dan wanita pemberani telah memberikan hidup
mereka dalam pelayanan.
B. Mekanisme HAM PBB
Hak asasi manusia internasional di tetapkan dan dikembangkan melalui
kerjasama multilateral di PBB, Dewan Eropa dan organisasi internasional lainnya.
Organisasi-organisasi tersebut dibentuk melalui berbagai konvensi hak asasi
manusia, bersama mekanisme pemantauan internasional yang penting dan
merupakan tambahan kegiatan pelaksanaan yang dilakukan di tingkat nasional.56
Sistem PBB telah memainkan peran yang sangat penting dalam
memajukan dan melindungi HAM sejak PBB didirikan pada 1945. Menurut
piagam PBB, HAM adalah salah satu tugas yang diprioritaskan, ini sesuai dengan
pasal 1 paragraf 2 dan 3 Piagam PBB, bahwa pemajuan HAM adalah salah satu
tujuan utamanya.57
Sistem pemantauan HAM terbagi ke dalam dua mekanisme yaitu:
mekanisme berdasarkan piagam (the charter based mechanism) dan mekanisme
berdasarkan perjanjian (the treaty based mechanism).58
B.1. Mekanisme Berdasarkan Piagam (The Charter Based Mechanism)
Mekanisme berdasarkan piagam adalah badan-badan yang dibentuk
melalui piagam PBB. Mekanisme ini yang bersifat khas adalah Dewan Ekonomi
56
Rhona K.M. Smith dkk, Hukum Hak Asasi Manusia, Yogyakarta, PUSHAM UII, 2008, 169 57
Rhona, HAM, 169-170 58
36
dan Sosial, Dewan HAM, Majelis Umum, dan Dewan Keamanan. Selain itu
terdapat banyak subkomite dan submekanisme di bawah badan-badan utama ini,
seperti Komisioner Tinggi HAM, Pelapor khusus, Kelompok Kerja, dan Diskusi
Negara (country debate).59
Dalam Piagam PBB, terdapat mekanisme pemantauan yang bersifat lebih
umum, yaitumekanisme yang dibentuk untuk bekerja di dalam bidang yang luas
dari hukum internasionalpublik dan tidak hanya hukum hak asasi manusia
internasional. Kebanyakan dari mekanisme PBB ini terkait dengan organ-organ
yang disebut dalam Pasal 7 piagam PBB, yaitu:60 Majelis Umum,
Dewan Keamanan,Dewan Ekonomi dan sosial (termasuk Komisi tentang Status Pere
mpuan dan Komisi tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana),
Dewan Perwalian,Mahkamah Internasional,Sekretariat (termasuk Sekretaris Jende
ral dan Komisionaris Tinggi Hak Asasi Manusia).
Semua mekanisme ini dibentuk sebagai organisasi utama, dan Pasal 7 ayat (2)
dari Piagam membolehkan pembentukan suborganisasi. Dalam bidang hak asasi
manusia, suborganisasi diantaranya:61 Sub-Komisi tentang Pemajuan dan
Perlindungan Hak Asasi Manusia (1947/1999), Komisi tentang Status Perempuan
(1946), dan Komisi tentang Pencegahan Kejahatan dan Peradilan Pidana (1992),
yang ada sangkut pautnya dengan bekas Komisi Hak Asasi Manusia (yang
dibentuk pada 1946) dan telah diberikan status sebagai badan utama ( pada 19
59
Rhona, HAM, 170 60
Rhona, HAM, 172 61
37
Juni 2006) dengan nama Dewan HakAsasi Manusia dengan perubahan mandat
dan keanggotannya.
Mekanisme-Mekanisme PBB jika terjadi pelanggaran HAM, yaitu:62 Dewan
Hak Asasi Manusia ( dulu adalah Komisi Hak Asasi Manusia ),
Subdivisi-subdivisi di bawah Dewan, Prosedur 1503 yaitu prosedur menurut Dewan
Ekonomi dan Sosial, dan Mekanisme Tematis dan Negara.
B.1.1. Dewan HAM PBB
Badan ini dibentuk dengan Resolusi Majelis Umum 60/251 tertanggal 15
Maret 2006 sebagai bagian pembaruan untuk memperkuat kegitan hak asasi
manusia PBB. Dewan ini membuka sidang pertamanya pada 15 Juni 2006. Pada
saat yang sama Komisi Hak Asasi Manusia badan yang dibentuk pada tahun 1946
oleh Dewan Ekonomi dan Sosial sesuai dengan Pasal 8 Piagam PBB dibubarkan.
Karena dewan tersebut dalam banyak hal dibentuk menurut model Komisi Hak
Asasi Manusia.63
Tujuan dari Dewan HAM PBB adalah memperkokoh pemajuan dan
perlindungan HAM dengan cara memberikan rekomendasi ketika terjadi
pelanggaran HAM dalam suatu negara.64
Adapun fungsinya adalah membangun standar hak asasi (standard setting),
melakukan monitoring atas penegakan standar HAM internasional dan melakukan
kerjasama internasional untuk pemajuan dan perlindungan hak asasi. Termasuk di
dalamnya penyelidikan terhadap dugaan pelanggaran hak asasi, penanganan
62
Dara Hapsari Nastiti, Mekanisme HAM PBB, Lihat:
https://www.academia.edu/7075173/Mekanisme_HAM_pada_PBB, 4 63
Rhona, HAM, 174 64
38
pengaduan (komunikasi) yang berhubungan dengan pelanggaran tersebut, dan
mengkoordinasi kegiatan yang berhubngan dengan HAM dalam sistem PBB.65
Dewan Hak Asasi Manusia mempunyai 53 anggota. Komisi ini yang
menegosiasikan Deklarasi Univesal Hak Asasi Manusia (DUHAM) yang diterima
oleh Majelis Umum PBB pada 1948. Komisi tersebut bekerja untuk mengubah
DUHAM menjadi ketentuan yang tercantumdalam perjanjian-perjanjian hak asasi
manusia yang mengikat secara hukum, yang kemudianditerima oleh Majelis
Umum dan dibuka untuk penandatangan dan ratifikasi, seperti KIHSP (Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) dan KIHESB (Kovenan Internasional
tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya). Sejumlah besar perjanjian dan
dokumen lain HAM telah dibuat kemudahan dengan bantuan Komisi tersebut.66
Aktivitas Dewan yang paling penting dan yang paling nampak adalah
kerjanya dalam menangani pelanggaran HAM. Selama lima puluh tahun
berfungsinya komisi tersebut telah membuat berbagai alat dan mekanisme untuk
semua pelanggaran hak asasi manusia yang paling umum. Inti pekerjaan
pemantauan dijalankan oleh jaringan berbagai pelapor khusus dan kelompok
kerja. Subkomisi tentang pemajuan dan perlindungan HAM, dan prosedur 1235
dan 1503 adalah tiga elemen lain yang penting.67
Prosedur 1503 lebih kurang disusun sebagai prosedur pengaduan
individual. Prosedurini memberikan kepada Komisi --dan sekarang Dewan--
mandat untuk mempelajari secara konfidensial komunikasi individual yang
65
Dara, HAM PBB, 4
66
Rhona, HAM, 174 67
39
didasarkan pada perjanjian internasional. Selanjutnya Dewan mungkin
mempelajari situasi tersebut dan melaporkannya kepada Dewan Ekonomi
danSosial dan memutuskan untuk mengangkat seorang pelapor khusus dan
memindahkan situasi tersebut ke prosedur 1235 yang bersifat publik.68
Mekanisme Dewan Hak Asasi Manusia dapat dibagi ke dalam empat
prosedur khusus yaitu:69 Pertama, Kelompok Kerja (Universal Periodec Review /
UPR). Kedua, Subkomisi tentang Pemajuan dan Perlindungan Hak Asasi Manusia
(Human RightsCouncil Advisory Committee / KOMITE). Ketiga, Prosedur
Pengaduan (complaint procedure). Keempat, Prosedur Khusus /Special
Procedures (SP).
UPR adalah bagian penting dari kegiatan Dewan yang mereview secara
periodik tentang pemenuha