• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah) Oleh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU SEKS BEBAS DI KALANGAN REMAJA (Studi Kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah) Oleh"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

DI KALANGAN REMAJA

(Studi Kasus di SMA PGRI Seputih Mataram Lampung Tengah)

Oleh

YULIANA LIA IIS SUGIANTI

Kecenderungan perilaku seksual bebas di kalangan remaja pada saat ini sudah mengkhawatirkan. perilaku seksual merupakan segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Perilaku seksual bebas di kalangan remaja ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, di antaranya adalah pengetahuan, teman sebaya, teman intim atau pacar, tempat tinggal dan media. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

Tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif. Informan penelitian terdiri dari enam orang siswa SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara dan dokumentasi. Analisis data dilakukan secara kualitatif, dengan tahap reduksi data, display data dan verifikasi data.

(2)

SOME FACTORS THAT INFLUENCE FREE SEXUAL BEHAVIOR AMONG TEENAGERS

(Study on Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung) By

YULIANA LIA IIS SUGIANTI

Tendency of sexual behavior among teenagers today is alarming. Sexual behavior is any behavior that is driven by sexual desire whether it is done alone, with the opposite sex or same-sex marriage in the absence of religion and belief respectively. Sexual behavior among adolescents is influenced by various factors, among which are knowledge, peers, intimate friend or boyfriend, shelter, and the media. The purpose of this research is to determine some factors that influence free sexual behavior among teenagers, especially in Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung.

This type of research is a qualitative research. Research informants consisted of six students of Senior High School PGRI of Seputih Mataram Central Lampung. Data was collected through interviews and documentation. Data analysis was qualitatively, with the stage of data reduction, data display and data verification.

(3)

A. Latar Belakang

Pembinaan dan pengembangan generasi muda terus-menerus ditingkatkan sejalan

dengan proses pembangunan nasional yang terus digalakkan. Salah satu wadah

dari pembinaan dan pengembangan generasi muda adalah melalui pendidikan

formal dari tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Adanya kecenderungan

generasi muda saat ini yang mengadopsi kebudayaan asing yang bersifat liberal,

Tanpa terlebih dahulu memilah-milah antara yang patut diterima serta sesuai

dengan kepribadian bangsa dan masyarakat maupun yang tidak. Salah satu aspek

yang menjadi kekhawatiran saat ini adalah kebebasan atau hilangnya batas batas

normatif yang menyangkut hubungan seksual sebelum memasuki hubungan

pernikahan.

Di zaman serba modern saat ini, pergaulan dengan teman sekolah maupun di luar

sekolah mempengaruhi perilaku sehari-hari. Masa remaja adalah masa dimana

remaja banyak mengalami rasa ingin tahu yang luas dalam kehidupannya.

Pertumbuhan dan perkembangan remaja, masa yang paling sering menjadi

perhatian tentu saja adalah ketika masa pubertas datang. Pertumbuhan jasmani

pastilah sangat mudah dilihat ketika terjadi ketidak seimbangan berbagai anggota

badan yang sering kali didukung oleh perkembangan secara hormonal. Jenjang

(4)

ditingkat awal yang selanjutnya akan dilanjutkan dengan masa ketika remaja

mengalami fase penyesuaian diri antara pribadi dan lingkungan sosial yang lebih

luas (Jayantini, 2007: 88).

Pendidikan seks sangat diperlukan, sehingga terdapat pengertian yang benar

tentang berbagai masalah hubungan seksual. Salah satu permasalahan serius

adalah semakin meningkatnya kebebasan dan pelecehan seksual di kalangan

remaja. Hal ini tentu tidak lepas dari kurangnya kontrol dari pemerintah dan

keluarga. Lemahnya sistem hukum pertahanan dari serbuan budaya-budaya

perilaku menyimpang, Seperti situs-situs porno di internet, majalah-majalah porno

sampai maraknya penjualan VCD porno telah merusak tatanan moral putra putri

bangsa. Tingginya kasus seks bebas menjadi suatu permasalahan yang harus

menjadi bagian perhatian khusus, karena perlindungan hak asasi merupakan

modal utama generasi bangsa kedepan. Namun pada kenyataanya di lapangan,

banyak fenomena pergaulan remaja yang melampaui batas norma kesusilaan

banyaknya kasus seks bebas di kalangan remaja sampai saat ini belum mampu

dituntaskan. Pergaulan remaja pada saat ini masih menjadi permasalahan yang

kompleks. Kondisi pergaulan remaja yang mengarah kepada penyimpangan tentu

harus menjadi pengalaman dan harus ada tindakan untuk melindungi hak-hak

remaja oleh berbagai elemen masyarakat, baik pemerintah, LSM, elemen-elemen

yang bergerak dalam perlindungan anak dan remaja.

Seksualitas selalu hadir dalam setiap sisi kehidupan manusia dan kehadirannya

pun tidak luput dari makin banyaknya dan mudahnya mendapatkan pengetahuan

tentang seks. Disamping itu, maraknya pornografi, seperti berbagai video porno

(5)

remaja sehingga remaja menjadi iluisif (banyak berhayal), hidupnya diliputi

bayang-bayang kosong, lebih suka melamun, meremehkan nilai-nilai sosial, bahkan pada taraf yang lebih buruk lagi, remaja menyalahgunakan seks. Remaja

dan seks bebas merupakan dua hal yang sejak dahulu sering diwacanakan dalam

masyarakat. Hal ini dikarenakan, remaja merupakan masa dimana seseorang

sedang mengalami fase perkembangan dari anak anak menuju dewasa dan disaat

inilah remaja mengalami fase perkembangan seksual sehubungan dengan

perubahan perubahan fisik dan peran sosial yang sedang terjadi padanya. Gejolak

seksualitas yang terjadi pada akhirnya memicu keinginan remaja untuk melakukan

hubungan seks, selain juga ditunjang minimnya pengalaman seksual.

Maraknya remaja yang melakukan seks bebas saat ini dapat dilihat dari dua faktor

penyebab, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal berasal dari

dalam remaja itu sendiri, dimana seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa

remaja adalah seseorang yang sedang mengalami peningkatan hasrat seksual

dikarenakan perubahan fisik dan biologis yang terjadi padanya. Faktor ini

bertendensi membuat remaja ingin melakukan hubungan seks. Sementara faktor

ekstrnal adalah faktor yang berasal dari luar diri remaja, diantaranya adalah,

peergroup (teman sepermainan) yang biasanya memiliki influence yang cukup

besar dalam kehidupan remaja. Dimulai dari obrolan atau cerita mengenai

pengalaman seksual diantara teman dan akhirnya mempengaruhi remaja untuk

mencontoh perilaku tersebut. (http;//www.Pendidikan.net/seks bebas.diakses mei

(6)

Remaja yang dalam bahasa aslinya disebut adolesence yang berarti tumbuh

mencapai kematangan. Piaget (Hurlock, 2000) mengatakan bahwa secara

psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi ke

dalam masyarakat dewasa, suatu usia di mana anak tidak merasa bahwa dirinya

berada di bawah tingkat orang tua atau setidaknya sejajar, (Ali M, 2005).

Perkembangan emosi pada remaja ditandai dengan sifat emosional yang meledak–

ledak, sulit untuk dikendalikan. Disatu pihak emosi yang menggebu–gebu ini

memang menyulitkan, terutama untuk orang lain dalam mengerti jiwa remaja.

Emosi yang tidak terkendali disebabkan antara lain ( termasuk orang tua) karena

konflik peran yang sedang dialami oleh remaja. Masalahnya, jika seorang remaja

tidak berhasil mengatasi situasi-situasi krisis dalam rangka mengatasi konflik

peran, itu karena ia terlalu mengikuti gejolak emosinya, kemungkinannya ia akan

terperangkap masuk ke jalan yang salah. Salah satu kasus adanya seks bebas atau

penyalahgunaan seks seringkali disebabkan karena kurang adanya kemampuan

remaja untuk mengarahkan emosinya secara positif (Sarwono, 2002).

Perilaku seksual seperti, berpelukan di depan umum, berciuman sudah mereka

anggap sebagai hal yang biasa di lakukan saat berpacaran. Banyak faktor yang

menyebabkan hal ini terjadi, diantaranya pengaruh pendidikan dari orang tua yang

dikenal dengan pola asuh dan pengaruh media elektronik. Meskipun faktor-faktor

internal remaja itu mempengaruhi perilakunya namun faktor lingkungan sering

lebih menentukan Salah satu faktor lingkungan yang sering mempengaruhi

perilaku remaja adalah sikap orang tua. Pola pengasuhan orang tua terhadap anak

merupakan faktor yang sangat menentukan bagi perkembangan kepribadian anak.

(7)

sikap yang tidak rukun antar orang tua akan menyebabkan orang tua tersebut tidak

konsentrasi dalam mengatur kedisiplinan anak, sehingga anak menjadi bingung.

Demikian pula halnya dengan orang tua yang mempertahankan disiplin secara

kaku dapat menimbulkan frustasi yang berat pada anak (Maramis, 2005).

Berdasarkan uraian di atas maka penulis melakukan penelitian mengenai

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja. Penelitian

ini dilaksanakan pada SMA PGRI Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah rumusan masalah dalam penelitian ini

adalah: “Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di

kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten

Lampung Tengah?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai permasalahan di atas maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui

faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual bebas di kalangan remaja

khususnya di SMA PGRI 1 Seputih Mataram Kabupaten Lampung Tengah.

D. Kegunaan Penelitian

Kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi

(8)

bahan referensi bagi penelitian lain yang berhubungan dengan dunia sosiologi,

serta kajian ilmu sosiologi.

2. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi orang tua dan pihak

sekolah dalam memberikan gambaran bagaimana perilaku seksual bebas dan

mengupayakan langkah-langkah antisipasinya. Selain itu diharapkan menjadi

salah satu sumber informasi bagi penelitian di masa mendatang yang akan

(9)

A. Perilaku Seksual

1. Pengertian Seksual

Pada umumnya orang menganggap bahwa pendidikan seks hanya berisi tentang

pemberian informasi alat kelamin dan berbagai macam posisi dalam berhubungan

kelamin. Hal ini tentunya akan membuat orang tua merasa khawatir, sehingga

perlu diluruskan kembali pengertian seks. Pendidikan seks berusaha menempatkan

seks pada persefektif yang tepat dan mengubah anggapan negatif tentang seks.

Dengan pendidikan seks pada persefektif yang tepat dan mengubah anggapan

negatif tentang seks. Dengan pendidikan seks kita dapat memberitahu remaja

bahwa seks adalah sesuatu yang alamiah dan wajar terjadi pada semua orang.

Seksualitas adalah istilah yang mencakup segala sesuatu yang berhubungan

dengan seks. Menurut Sarwono (1983: 52), pengertian seks terbagi menjadi dua:

a. Seks dalam arti sempit

Dalam arti sempit seks berarti kelamin, yaitu: alat kelamin itu sendiri;

anggota-anggota tubuh dan ciri-ciri badaniah yang membedakan antara

laki-laki dan wanita, misalnya: perbedaan suara, pertumbuhan kumis, pertumbuhan

payudara, kelenjar-kelenjar dan hormon-hormon dalam tubuh yang

mempengaruhi bekerjanya alat kelamin (senggama, percumbuan, proses

(10)

b. Seks dalam arti luas

Dalam pengertian ini, seks adalah sesuatu yang terjadi akibat dari adanya

perbedaan jenis kelamin, antara lain: perbedaan tingkah laku, lembut, kasar,

genit, dan lain-lain. Perbedaan atribut: pakaian, nama, dan lain-lain. Perbedaan

peran dan pekerjaan: hubungan antara pria dan wanita: tata krama pergaulan,

percintaan, pacaran, perkawinan atau pernikahan, dan lain-lain

Menurut Larose (1987: 11), seks bukanlah urusan kelenjar saja adakalanya seks

diartikan sebagai pantulan rasa cinta. Oleh karena itu, hubungan seks sering

terjadi antara dua orang yang saling mencintai. Lambat laun akan disadari bahwa

seksualitas dalam arti luas adalah sesuatu yang luas dan amatlah kompleks. Seks

merupakan perpaduan antara perasaan yang membara.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa seks tidak

hanya menyangkut masalah alat kelamin saja, melainkan berhubungan masalah

psikis manusia yang timbul akibat adanya perbedaan jenis kelamin, yaitu antara

laki-laki dan perempuan yang keduanya merupakan suatu sistem yang

memungkinkan terjadinya kehamilan.

2. Fungsi Seksual

Menurut Sarwono (1987: 75), seks mempunyai fungsi, sebagai berikut:

a. Seks untuk tujuan reproduksi

Untuk hal ini tidak dibutuhkan persyaratan yang sulit dan hubungan seks ini

adalah yang paling mudah, walaupun ada beberapa pasangan suami istri yang

(11)

terutama kaum agama, bahwa fungsi hubungan seks itu semata untuk

memperoleh keturunan. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa seks itu

adalah sesuatu yang suci dan hal yang tabu serta patut dibicarakan terbuka.

b. Seks untuk pernyataan cinta

Juga tidak sulit, meskipun lebih kompleks dari fungsi pertama, karena

kejadian ini didukung oleh ikatan cinta.

c. Seks untuk kenikmatan dan kesenangan

Bentuk fungsi ini adalah merupakan yang paling sulit dibandingkan dengan

kedua fungsi sebelumnya. Disini dituntut kemampuan untuk menghayati

hubungan yang cukup lama dan mampu mengalami orgasme tanpa merugikan

salah satu pihak. Hubungan seks yang merugikan salah satu pihak, misalnya

terjadi diluar pernikahan dan tidak termasuk ke dalam hubungan seks yang

benar dan normal.

3. Pengertian Perilaku Seksual

Menurut Sarwono (2003: 14), perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang

didorong oleh hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis

maupun sesama jenis tanpa adanya ikatan pernikahan menurut agama. Menurut

Mu’tadin (2002: 65), perilaku seksual yang sehat dan adaptif dilakukan ditempat

pribadi dalam ikatan yang sah menurut hukum, sedangkan perilaku seksual

pranikah merupakan perilaku seksual yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan

(12)

Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota

badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim,

yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks

pranikah merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses

pernikahan yang resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan

masing-masing individu.

Menurut Hartono (2000: 54-56), bentuk-bentuk perilaku seksual dapat

dikategorikan dalam tingkatan ringan dan berat.

a. Perilaku Seksual Tingkatan ringan, terdiri dari:

1) Berpelukan.

Seni berpelukan digambarkan pada mereka yang sedang mabuk cinta.

Perkataan cinta berasal dari bahasa sansekerta yang berarti

membayangkan. Dengan demikian seni berpelukan diartikan dan berkata

dengan membayangkan sehingga kenikmatannya semakin tinggi

2) Berciuman

Berciuman merupakan salah satu bentuk mengemukakan rasa cinta yang

lazim dilakukan pasangan

3) Masturbasi/onani, yaitu rangsangan yang dilakukan dengan menggunakan

jari tangan atau benda lain sehingga mengeluarkan sperma/cairan dan

mencapai orgasme. Masturbasi juga dapat diartikan sebagai mencari

kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak

(13)

b. Perilaku Seksual Tingkatan berat, terdiri dari:

1) Petting, yaitu melakukan ciuman, gigitan, remasan payudara dan isapan pada klitoris atau penis untuk orgasme. Namun secara teknis pihak

wanita tetap mempertahankan kegadisannya

2) Coitus, yaitu melakukan senggama, dalam bahasa Latin, senggama disebut coitus. Co yang artinya bersama dan ite artinya pergi, sehingga

senggama (Coitus) diartikan pergi bersama. Senggama sudah dianggap

sebagai pelepasan ketegangan seksual untuk memperoleh kepuasan.

B. Remaja

1. Pengertian Remaja

Menurut Hurlock (1993:78), remaja adalah masa penuh kegoncangan, taraf

mencari identitas diri dan merupakan periode yang paling berat. Remaja

merupakan golongan transisional (peralihan) artinya keremajaan merupakan

gejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada antara usia anak-anak

dan dewasa. Sifat sementara dari kedudukannya mengakibatkan remaja masih

mencari identitasnya, karena bagi anak-anak mereka sudah dianggap dewasa.

Sementara oleh orang dewasa mereka dianggap anak kecil, (Sarwono,2003:68).

Menurut Drajat (1995:45) mendefinisikan remaja sebagai tahap umur yang datang

setelah masa anak-anak berakhir, ditandai oleh pertumbuhan fisik yang cepat

terjadi pada tubuh remaja luar dan membawa akibat yang tidak sedikit terhadap

(14)

Mappiere (1982:68) membagi remaja ke dalam bentuk awal dan remaja akhir.

Remaja awal, berada dalam usia 12 dan 13 tahun sampai 17 atau 18 tahun dan

remaja akhir berada dalam rentang usia 17 atau 18 sampai 21 atau 22 tahun.

Menurut Soekanto (1987:77) dari sudut umur sulit untuk menentukan secara pasti

siapa yang dianggap remaja. Akan tetapi lazimnya masyarakat berpendapat bahwa

ada golongan remaja muda ( gadis berusia 13-17 tahun dan laki-laki berusia 14-17

tahun ) dan golongan lanjut bagi remaja yang menginjak usia 17-21 tahun. Dapat

disimpulkan usia yang dapat dikatakan remaja adalah dimana orang yang sudah

berusia 18 tahun.

Sebagai pedoman umum kita dapat menggunakan batas yang diberikan oleh

(Sarwono 2002:14), yaitu menggunakan batasan usia 11 sampai 24 tahun dan

belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan sebagai berikut:

a. Usia 11 tahun adalah usia dimana pada umumnya tanda seksual sekunder

mulai tampak (kriteria fisik)

b. Dalam masyarakat Indonesia, usia 11 tahun sudah dianggap aqil balik, baik

menurut adat maupun agama sehingga masyarakat tidak lagi memperlakukan

mereka sebagai anak-anak (kriteria sosial)

c. Pada usia tersebut mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan

psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral

(perkembangan psikologik)

d. Batasan usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberikan

peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan

diri pada orang tua namun belum dapat memberikan pendapat sendiri, serta

(15)

e. Stasus perkawinan juga sangat menentukan, karena arti perkawinan masih

sangat penting menentukan di masyarakat kita secara menyeluruh

Berdasarkan pendapat di atas dapat dinyatakan bahwa usia remaja merupakan

masa menuju dewasa dimana keadaan ini ditandai dengan adanya gejolak jiwa dan

perkembangan kepribadian yang cukup pesat. Adapun dalam penelitian ini yang

menjadi batasan usia remaja adalah seseorang yang berusia 15-21 tahun hal ini

disebabkan secara kejiwaan, remaja berusia 15 – 21 tahun sudah mampu menilai

mana yang baik dan buruk. Pada usia 15–21 tahun para remaja sudah mengambil

keputusan itu dan juga pada usia tersebut para orang tua sudah bisa

mendiskusikan dengan anak tentang perilaku seks yang tidak sehat dan ilegal.

2. Perkembangan Seksual Remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa bukan hanya

dalam arti psikologis tetapi juga dalam arti fisik dengan tercapainya kedewasaan

tubuh seorang remaja dilingkungan kebudayaan manapun akan mengalami

perubahan fisik yang menuntut pula perubahan psikis khususnya dalam

penyesuaian diri remaja.

Secara lengkap Muss (Sarwono,1988:62-63) membuat urutan perubahan fisik

tersebut sebagai berikut:

1. Pada wanita

a) Pertumbuhan tulang

b) Pertumbuhan payudara

(16)

d) Bulu kemaluan menjadi keriting

e) Tumbuh bulu-bulu ketiak

2. Pada pria

a) Pertumbuhan tulang

b) Testis membesar

c) Awal perubahan suara

d) Ejakulasi (keluar air mani)

e) Bulu kemaluan menjadi keriting

f) Tumbuh bulu ketiak

g) Tumbuh bulu-bulu halus pada wajah

Dalam perkembangannya, remaja dipengaruhi oleh dua jenis kelenjar eksokrin

dan kelenjar endokrin. Pertumbuhan seks remaja sesungguhnya merupakan bagian

integral dari pertumbuhan dan perkembangan fisik secara menyeluruh. Proses

pematangan ini pada wanita diawali umur 9-11 tahun, yaitu pembesaran payudara,

sesudah itu pertumbuhan rambut di daerah kemaluan dan ketiak. Pada pria proses

pematangan seksual, dimulai dari umur 11-15 tahun yaitu mulai dengan

partumbuhan buah pelir dan zakar, tumbuhnya rambut di daerah kemaluan luar

berlangsung lambat.

Percepatan pertumbuhan pelir terjadi kira-kira bersamaan waktunya dengan

percepatan pertumbuhan tinggi badan, baru setahun kemudian mulai pertumbuhan

rambut di daerah kemaluan dan ketiak. Dengan pembesaran tulang leher di bagian

depan (jakun), pengeluaran suara remaja mengalami perubahan (Gunarsa: 1990:

(17)

3. Remaja dan Permasalahanya

Masa remaja yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menjadi dewasa

merupakan masa yang sulit. Sering disebut masa stress and strom karena pada masa ini remaja dihadapkan pada perubahan-perubahan yang membuatnya

bingung. Tidak hanya perubahan fisik yang berkembang pesat, tetapi juga

perubahan lingkungan yang memaksa remaja untuk menjadi dewasa seperti yang

diharapkan lingkungan, padahal remaja sendiri tidak tahu harus berbuat seperti

apa. Lingkungan mengharapkan remaja bisa bertanggung jawab seperti halnya

orang dewasa. Perubahan-perubahan ini membuat remaja yang tidak bisa

menemukan identitasnya mengalami kebingungan. Sebagian besar remaja

menghadapi masalah-masalah, baik itu dengan orang tua, teman, pacar maupun

dengan kehidupan di sekolah.

a. Remaja dengan orang tua

Perubahan yang dialami remaja secara fisik dan emosional membuat remaja

menjadi pribadi yang sensitif. Remaja selalu merasa unik dan berbeda dengan

orang lain. Hal ini yang menyebabkan remaja merasa tidak ada seorang pun

yang bisa memahami dirinya termasuk orang tua. Ketidaktahuan orang tua

akan perubahan pada masa remaja sering menyebabkan konflik di antara

remaja dan orang tua. Konflik bisa terjadi karena:

1) Orang tua kadang masih menganggap remaja sebagai anak kecil. Sedangkan remaja merasa sudah dewasa dan menginginkan otonomi.

2) Perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi peningkatan idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang

(18)

3) Orang tua yang cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar menaati

standar-standar orang tua.

4) Remaja membandingkan orang tuanya dengan suatu standar ideal dan kemudian mengecam kekurangan-kekurangannya.

5) Remaja suka memberontak, melawan, dan menentang orang tua karena menganggap orang tua kolot dan merasa sudah bisa mengambil keputusan

sendiri.

b. Remaja dengan teman sebaya

Pengaruh teman sebaya besar sekali terhadap remaja. Remaja beranggapan

hanya teman atau sahabatlah yang paling mengerti dirinya. Remaja berusaha

mengidentifikasikan dirinya dengan kelompok agar bisa diterima dalam

kelompok tersebut. Remaja mengikuti aturan-aturan dalam kelompok.

Konformitas dan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat

bersifat positif dan negatif. Namun, umumnya remaja terlibat dalam semua

bentuk perilaku konformitas negatif, seperti menggunakan bahasa yang jorok,

mencuri, merusak dan mengolok-olok. Di antara teman pun bisa terjadi

konflik antara lain karena:

1) Remaja yang tidak bisa mengikuti aturan kelompok membuatnya dijauhi

2) Terjadi perbedaan pendapat karena adanya keegoisan masing-masing

individu.

3) Pengaruh kelompok yang negatif seperti kelompok yang suka

mabuk-mabukan atau membuat kekacauan.

(19)

5) Remaja yang merasa tidak sama dengan kelompoknya akan menjadi

pendiam dan menarik diri, merasa buruk dan tidak berharga.

Konflik-konflik dengan teman sebaya membuat remaja menarik diri dari

lingkungan dan merasa kalau dirinya tidak berharga dan tidak diharapkan

lingkungan sosialnya. Hal ini bisa mengakibatkan remaja menjadi antisosial

atau melarikan diri pada hal-hal negatif seperti obat-obat terlarang maupun

kenakalan remaja.

c. Remaja dengan pacar

Masa remaja merupakan masa meningkatnya ketertarikan terhadap lawan

jenis. Hal ini dipengaruhi oleh meningkatnya hormon dalam diri remaja. Pada

masa ini remaja sudah mulai menjalin hubungan dengan lawan jenis yang

sering disebut pacaran atau berkencan. Bagi sebagian remaja bisa memiliki

pacar merupakan prestasi tersendiri karena remaja merasa bisa diterima dan

disukai orang lain. Dengan demikian remaja mengembangkan body image yang positif sehingga meningkatkan harga dirinya. Berbeda dengan remaja

yang tidak memiliki pacar, mereka merasa ditolak dan tidak diinginkan.

Mereka merasa buruk dan menurunkan body image-nya. Perasaan ditolak ini bisa membawa remaja lari ke hal-hal negatif. Remaja yang sudah berpacaran

juga mengalami konflik-konflik antara lain:

1) Perbedaan pendapat di antara keduanya.

2) Pacar yang selingkuh.

(20)

4) Pacar yang memiliki kebiasaan buruk bisa membawa pasangannya menjadi seperti dirinya.

5) Pacaran yang tingkatnya sudah berlebihan dapat mengarah pada seks bebas dan kehamilan remaja karena pada masa remaja minat seks juga

meningkat.

6) Putus dengan pacar bisa menyebabkan sedih yang berkepanjangan, depresi bahkan bisa menyebabkan bunuh diri.

7) Perasaan ditolak dan tidak diinginkan karena diputus pacar bisa membuat remaja menarik diri atau lari pada hal-hal negatif.

d. Remaja di sekolah

Tuntutan-tuntutan orang tua agar anaknya bisa berprestasi di sekolah bisa

menyebabkan remaja tertekan apabila remaja yang bersangkutan tidak mampu

memenuhi harapan-harapan orang tua. Remaja yang prestasinya buruk

cenderung menarik diri atau melakukan tindakan yang mengacau. Prestasi

buruk membuat remaja merasa kecil dan tidak diterima di lingkungan sekolah.

Disamping bisa membuat prestasinya semakin hancur, remaja juga bisa lari ke

hal-hal negatif. Remaja yang bisa berprestasi akan merasa dihargai dan

memiliki self-concept yang baik. Merasa diterima karena mempunyai kemampuan dan pasti akan banyak teman. Bisa diterima lingkungan sosialnya

akan membuat remaja menemukan identitasnya. (Mu’tadin,zainin 2007 f”

pendidikan seks pada remaja’e. psikologi. Com. Informasi psikologi, 10 Juli

(21)

4. Kenakalan Remaja

Masa remaja yang merupakan masa pencarian identitas memang masa yang

sangat rawan. Perubahan fisik dan emosional membuat remaja sangat peka.

Dukungan dari orang tua dan teman-teman sebaya sangat penting bagi remaja

menemukan identitasnya. Dengan merasa diterima baik oleh keluarga maupun

lingkungan sosialnya membuat remaja mengembangkan self-concept yang positif.

Selanjutnya remaja akan berkembang menjadi remaja yang baik dan bisa bertahan

serta menyesuaikan diri dengan harapan-harapan sosial.

Remaja yang mengalami penolakan keluarga dan lingkungan sosialnya akan

mengalami kebingungan dalam pencarian identitasnya. Remaja akan merasa

sendirian menghadapi segala perubahan dan tekanan-tekanan hidup yang bagi

remaja sangat berat. Orang tua yang tidak memahami keadaan remaja membuat

remaja seolah tidak dimengerti. Penolakan keluarga membuat remaja merasa kecil

dan takut menghadapi lingkungan.

Hal ini akan mempengaruhi hubungan remaja dengan teman sebayanya. Ditolak

oleh kelompok merupakan pukulan yang sangat berat bagi remaja karena remaja

merasa hanya sahabatlah yang paling mengerti. Hubungan dengan lawan jenis

yang tidak baik atau diputus pacar dan prestasi sekolah yang buruk membuat

remaja merasa tidak berharga. Semua masalah di atas memang berkaitan satu

sama lain dan bisa membawa remaja yang putus asa lari ke obat-obat terlarang,

(22)

a. Obat-obat terlarang

Remaja yang mengalami penolakan sosial bisa lari pada obat-obat terlarang.

Seperti alkohol dan kokain. Alkohol adalah obat-obatan yang paling banyak

digunakan oleh remaja di masyarakat kita. Bagi mereka, alkohol memberi

saat-saat yang nikmat, juga saat-saat sedih. Selain itu ada kokain yang efeknya

memberi perasaan senang yang tinggi yang kemudian hilang, disusul dengan

perasaan-perasaan depresi, lesu, susah tidur dan cepat marah. Remaja

khususnya menggunakan obat-obatan sebagai suatu cara untuk mengatasi

stres. Orang tua, teman sebaya, dan dukungan sosial memainkan peranan

penting dalam mencegah penyalahgunaan obat-obatan di kalangan remaja.

b. Kenakalan Remaja

Kenakalan remaja mengacu kepada suatu rentang perilaku yang luas, mulai

dari perilaku yang tidak dapat diterima secara sosial (bertindak berlebihan di

sekolah), pelanggaran (melarikan diri dari rumah) hingga tindakan-tindakan

kriminal. Beberapa prediktor kenakalan meliputi identitas yang negatif,

pengendalian diri yang rendah, harapan-harapan pendidikan yang tidak sesuai

dengan kemampuan remaja, pengaruh teman sebaya, status sosio-ekonomi

yang rendah dan kurangnya dukungan orang tua.

c. Kehamilan pada remaja

Pacaran yang terlalu jauh bisa berakibat kehamilan pada remaja yang sangat

rentan. Angka kehamilan yang tinggi juga dibarengi dengan angka aborsi yang

tinggi juga. Kemungkinan hubungan seks dilakukan suka sama suka atau takut

(23)

Seperti telah dijelaskan remaja takut ditolak oleh pasangan karena merasa

tidak berharga sehingga remaja rela melakukan semuanya asalkan

hubungannya tidak berakhir.

d. Gangguan-gangguan makan

Penolakan dari lingkungan sosialnya membuat remaja merasa buruk, harga

diri rendah dan body image negatif sehingga remaja berusaha dengan keras untuk menjadi seseorang yang diinginkan yaitu berusaha menjadi seperti

orang yang diidolakan atau icon. Remaja khususnya perempuan berusaha menjadi kurus karena tubuh seperti itulah yang dianggap sempurna sehingga

mereka berlomba-lomba untuk menjadi kurus. Hal ini menyebabkan terjadinya

gangguan-gangguan makan seperti anoreksia nervosadanbulimia yang justru merusak tubuh dan yang paling fatal bisa menyebabkan kematian. (www.

Blogspot. Com 2009. Tingkah laku menyimpang pada remaja, html)

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seks di Kalangan Remaja

Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks di kalangan remaja adalah

sebagai berikut:

1. Pengetahuan Tentang Seks

Notoatmojo (2003), mendefinisikan pengetahuan sebagai pengertian atau

mengerti benar tentang sesuatu. Pengertian dapat juga diartikan sebagai

penerimaan dengan cermat dari stimuli atau isi pesan secara cermat dari apa yang

disampaikan. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang

(24)

baru terutama pada orang dewasa. Masa remaja adalah masa transisi antara masa

kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental

dan sosial sehingga harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial saling

bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang tidak saja akan

menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas generasi hidup

berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.

Maraknya pergaulan bebas di kalangan remaja akhir-akhir ini, antara lain

disebabkan kurangnya pengetahuan mereka tentang pendidikan seks yang jelas

dan benar. Pendidikan seks kebanyakan hanya diketahui dari penjelasan teman

(yang belum tentu benar), membaca buku-buku porno, melihat gambar-gambar

porno dari buku maupun internet, bisa juga penjelasan yang kurang lengkap dari

orangtua. Orang tua mereka lebih mempercayai lembaga sekolah atau institusi

yang terkait untuk menyampaikan pendidikan seks kepada anak-anaknya.

2. Teman Sebaya

Menurut Andayani (1996: 15), dukungan teman sebaya menjadi salah satu

motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja dalam melakukan

sosialisasi, terutama ketika ia mulai menjalin asmara dengan lawan jenis.

Kemudian teman sebaya seringkali menjadi salah satu sumber informasi yang

cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja,

bahkan informasi teman sebaya bias menimbulkan dampak negatif karena

informasi yang mereka peroleh hanya melalui tayangan media, majalah atau

(25)

3. Teman Intim (Pacar)

Pacar adalah teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan

cinta kasih (kekasih), (Anwar, 2001: 23). Pacaran mengandung pengertian sebagai

dua orang berbeda jenis kelamin saling menyukai atau berkomitmen, kedekatan

dua orang yang dilandasi cinta dan merupakan masa penjajakan dalam mencari

pasangan hidup.

Menurut Heru Satmoko (2007: 12), berpacaran adalah sebagai proses

perkembangan kepribadian seorang remaja, karena ketertarikan terhadap lawan

jenis namun demikian dalam perkembangan budaya justru cenderung permisif

terhadap gaya pacaran remaja, akibatnya remaja cenderung melakukan hubungan

seksual pranikah

Pacaran dianggap sebagai pintu masuk yang lebih dalam lagi, yaitu hubungan

seksual pranikah sebagai wujud kedekatan antara dua orang yang sedang jatuh

cinta. Tanpa adanya komitmen yang jelas mengenai batas pacaran, kadang tanpa

disadari atau direncanakan remaja dapat terbawa untuk melakukan hubungan

seksual dengan pacarnya

4. Tempat Tinggal

Menurut Wikipedia Bahasa Indonesia, tempat tinggal adalah sebuah tempat yang

biasanya berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang

digunakan sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk

rupa-rupa tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen

(26)

rumah, kediaman, akomodasi, perumahan, dan arti-arti yang lain. Unit sosial yang

tinggal di sebuah tempat tinggal disebut sebagai rumah tangga. Umumnya, rumah

tangga adalah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa kelompok

sosial lainnya, seperti orang tunggal, atau sekelompok individu yang tidak

berhubungan keluarga.

Tempat lokasi paling sering melakukan perbuatan terlarang tersebut bersama

pacar adalah di rumah dan di tempat kos berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan oleh PKBI (2005), di Kota Palembang, Tasik Malaya, Cirebon, dan

Singkawang. Pada penelitian tersebut diperoleh 85% dari responden melakukan

hubungan seksual pranikah pada usia 13-15 tahun di rumah mereka dengan pacar.

5. Media

Menurut Soetjiningsih (2004), media informasi tidak dapat ditinggalkan untuk

ikut serta dalam menyampaikan informasi penting kepada masyarakat umumnya

dan remaja khususnya. Selain itu media massa merupakan salah satu faktor yang

berpengaruh terhadap pengetahuan, sikap, dan perilaku seksual. Media baik

elektronik maupun cetak saat ini banyak disorot sebagai salah satu penyebab

utama menurunnya moral umat manusia termasuk juga remaja. Berbagai tayangan

yang sangat menonjolkan aspek pornografi, misalnya gambar atau foto wanita

yang berpakai minim atau tidak. Media akan menjadi sarana yang efektif dalam

(27)

D. Kerangka Pemikiran

Semakin pesatnya perkembangan teknologi, mekanisme dan industrialisasi

terjadilah perubahan-perubahan yang sangat pesat dan cepat dalam masyarakat

terutama di kalangan remaja. Perubahan tersebut dapat menyangkut nilai-nilai dan

pola perilaku hidup, sekaligus juga mempengaruhi nilai-nilai dan pola seks di

kalangan remaja.

Pergeseran dan pelenturan penghargaan terhadap nilai-nilai seks yang ada. Hal ini

dapat diketahui dari meningkatnya perilaku seksual bebas di kalangan remaja

dalam masyarakat. Banyaknya kasus-kasus perilaku menyimpang dalam

masyarakat tidak terlepas dari perhatian dan kekhawatiran dari kalangan

pemerintah, pejabat, pendidik dan orang tua. Karena dianggap sebagai masalah

sosial yang dapat membawa dampak-dampak negatif bagi kehidupan.

Sebagaimana hal tersebut, fenomena-fenomena yang ada tidak terlepas dari

perhatian orang, juga remaja yang sedang mengalami pertumbuhan fisik yang

membawa remaja mulai menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan

seks dan pergaulan dengan lawan jenis.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seksual bebas di kalangan remaja khususnya di SMA PGRI 1 Seputih

Mataram Kabupaten Lampung Tengah, sebagaimana dapat dilihat pada bagan

(28)
[image:28.595.61.490.82.489.2]

Gambar 1.

Kerangka Pikir Penelitian

Pengetahuan

Tentang Seks

Teman Sebaya

Teman Intim (Pacar)

Tempat Tinggal

Media Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Perilaku Seksual

Perilaku Seksual Bebas di Kalangan

(29)

A. Identitas Informan

Informan dalam penelitian ini adalah para siswa SMA PGRI Seputih Mataram

yang berjumlah enam orang. Untuk mendapatkan gambaran secara lebih jelas

mengenai informan, dapat dilihat pada deskripsi sebagai berikut:

1. Informan Pertama

Informan pertama bernama Irwansyah, yang berjenis kelamin laki-laki.

Informan ini berumur 18 tahun dan pada saat ini sedang duduk di Kelas XII

IPS SMA PGRI Seputih Mataram, Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu)

yang lengkap. Ia tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini memiliki

pacar dan teman sebaya laki-laki yang sering dijadikan tempat untuk

menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

2. Informan Kedua

Informan kedua bernama Astanto, yang berjenis kelamin laki-laki. Informan

ini berumur 18 tahun dan pada saat ini sedang duduk di Kelas XII IPS SMA

PGRI Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang

lengkap, tetapi karena alamat aslinya adalah di Kota Metro maka ia tinggal

(30)

sebaya laki-laki yang sering dijadikan tempat untuk menceritakan berbagai

persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

3. Informan Ketiga

Informan ketiga bernama Rizal Irawan, yang berjenis kelamin laki-laki . Pada

saat ini ia berusia 17 Tahun dan sedang duduk di Kelas XII IPA SMA PGRI

Seputih Mataram. Informan ini hanya memiliki ayah karena ibunya telah

meninggal dunia, namun demikian ia tinggal bersama ayahnya. Informan ini

menyatakan bahwa ia mempunyai pacar dan memiliki teman sebaya yang

sering dijadikannya tempat untuk bercerita tentang masalah pacaran.

4. Informan Keempat

Informan keempat bernama Lina Marlina, yang berjenis kelamin perempuan.

Pada saat ini ia berusia 17 Tahun dan duduk di kelas XII IPS SMA PGRI

Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap. Ia

tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini memiliki pacar dan teman

sebaya perempuan yang sering dijadikannya sebagai tempat untuk

menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

5. Informan Kelima

Informan kelima bernama Santi Yoshepa, yang berjenis kelamin perempuan.

Pada saat ini ia berusia 17 Tahun dan duduk di kelas XII IPS SMA PGRI

Seputih Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap. Ia

tinggal bersama kedua orang tuanya. Informan ini tidak memiliki pacar dan

memiliki teman sebaya perempuan, namun tidak mau menceritakan hal-hal

(31)

6. Informan Keenam

Informan keenam bernama silviana, yang berjenis kelamin perempuan. Pada

saat ini ia berusia 18 Tahun dan duduk di kelas XII IPA SMA PGRI Seputih

Mataram. Informan ini memiliki orang tua (ayah ibu) yang lengkap, namun

demikian karena tempat tinggalnya di Kecamatan Seputih Banyak Lampung

Tengah maka ia tinggal secara mengekos. Informan ini memiliki pacar dan

memiliki teman sebaya perempuan, yang sering dijadikannya sebagai tempat

untuk menceritakan berbagai persoalan yang berkaitan dengan pacaran.

B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Bebas di Kalangan Remaja

Pada subbab ini penulis akan mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi

perilaku seks di kalangan remaja, berdasarkan hasil wawancara dengan para

informan penelitian. Sesuai dengan pendapat Sarlito W. Sarwono (1994: 77),

bahwa faktor-faktor yang dianggap berperan dalam munculnya permasalahan

seksual pada remaja, adalah sebagai berikut:

a. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual remaja.

Peningkatan hormon ini menyebabkan remaja membutuhkan penyaluran

dalam bentuk tingkah laku tertentu

b. Penyaluran tersebut tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan

usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang

tentang perkawinan, maupun karena norma sosial yang semakin lama semakin

menuntut persyaratan yang terus meningkat untuk perkawinan (pendidikan,

(32)

c. Norma-norma agama yang berlaku, dimana seseorang dilarang untuk

melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Untuk remaja yang tidak

dapat menahan diri memiliki kecenderungan untuk melanggar hal-hal tersebut.

d. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat karena adanya penyebaran

informasi dan rangsangan melalui media masa yang dengan teknologi yang

canggih (contohnya: VCD, buku stensilan, Photo, majalah, internet, dan

lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin

tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa dilihat atau didengar dari media

massa, karena pada umumnya mereka belum pernah mengetahui masalah

seksual secara lengkap dari orangtuanya.

e. Orangtua sendiri, baik karena ketidaktahuannya maupun karena sikapnya yang

masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak, menjadikan

mereka tidak terbuka pada anak, bahkan cenderung membuat jarak dengan

anak dalam masalah ini.

f. Adanya kecenderungan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam

masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita,

sehingga kedudukan wanita semakin sejajar dengan pria.

1. Pengetahuan Tentang Seks

Pengetahuan merupakan hasil yang diperoleh seseorang setelah melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalupanca

indra manusia, yaitu: indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui pendidikan, pengalaman

(33)

yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan

diperlukan sebagai dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun

sikap dan perilaku setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan

merupakan fakta yang mendukung tindakan seseorang (Notoatmodjo, 2005: 21).

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh

penjelasan mengenai pengetahuan sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku

seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut penjelasan Irwansyah, dalam berpacaran biasanya remaja ingin

mencoba-coba segala hal, termasuk yang berhubungan dengan hubungan seksual,

mulai dari tingkatan yang rendah sampai dengan tingkatan yang tinggi. Perilaku

seks remaja yang muncul selama pacaran antara lain mulai dari pegangan tangan,

pelukan, mencium tangan, mencium pipi dan kening, mencium leher, bercumbu

sampai dengan hubungan seksual.

Berdasarkan keterangan di atas maka terlihat bahwa perilaku seksual yang

menyimpang pada remaja tidak dapat dilepaskan dari perkembangan faktor

internal, yaitu perkembangan hormon dan organ seksual yang mempengaruhi

perilaku seksual remaja. Perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh kuat

dalam minat remaja terhadap lawan jenis kelamin. Ketertarikkan antar lawan jenis

ini kemudian berkembang ke pola pacaran. Bila dorongan seks terlalu besar

sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut

(34)

Pengaruh perkembangan organ seksual pada kehidupan sosial ialah remaja dapat

memperoleh teman baru, mengadakan jalinan cinta dengan lawan jenisnya.

Jalinan cinta ini tidak lagi menampakkan pemujaan secara berlebihan terhadap

lawan jenis dan cinta monyet pun tidak tampak lagi. Mereka benar-benar terpaut

hatinya pada seorang lawan jenis, sehingga terikat oleh tali cinta.

Hal ini sesuai dengan pendapat Sigmund Freud (1987: 76) bahwa pertumbuhan

kelenjar-kelenjar seks remaja, sesungguhnya merupakan bagian integral dari

pertumbuhan dan perkembangan jasmani secara menyeluruh. Selain itu, energi

seksual atau libido/nafsu pun telah mengalami perintisan yang cukup panjang;

dorongan seksual yang diiringi oleh nafsu atau libido telah terbentuk dan

dorongan seksual ini mengalami kematangan pada usia usia remaja. Karena itulah,

dengan adanya pertumbuhan ini maka dibutuhkan penyaluran dalam bentuk

perilaku seksual tertentu.

Menurut keterangan Santi Yoshepa, apapun bentuknya perilaku berpacaran mulai

dari berpegangan tangan, berciuman, berpelukan, apalagi sampai bersetubuh jelas

dilarang dan tidak diperbolehkan sama sekali, baik oleh norma sosial apalagi oleh

ajaran agama. Dalam hal ini orang tua perlu memberikan pendidikan seksual yang

baik kepada anak-anaknya, mengenai hal yang dilarang dilakukan sebelum

melakukan pernikahan. Karena pada dasarnya pendidikan seks yang terbaik

adalah yang diberikan oleh orang tua sendiri, dan dapat pula diwujudkan melalui

cara hidup orang tua dalam keluarga sebagai suami-istri yang bersatu dalam

(35)

Pada umumnya terjadi kesulitan, ketika pengetahuan orang tua kurang tentang

perilaku remaja, sehingga menyebabkan sikap kurang terbuka dan cenderung

tidak memberikan pemahaman tentang masalah seks anak. Akibatnya anak

mendapatkan informasi seks yang tidak sehat. Informasi seks yang tidak sehat

atau tidak sesuai dengan perkembangan usia remaja ini mengakibatkan remaja

terlibat dalam kasus-kasus berupa konflik-konflik dan gangguan mental, ide-ide

yang salah dan ketakutan-ketakutan yang berhubungan dengan seks. Dalam hal

ini, terciptanya konflik dan gangguan mental serta ide-ide yang salah dapat

memungkinkan seorang remaja untuk melakukan perilaku seks di luar pernikahan.

Perilaku seks bebas yang terjadi di kalangan remaja sangat membuat resah bagi

kalangan orang tua khususnya dan masyarakat pada umumnya. Perilaku seks seks

bebas ini pada dasarnya dilatar belakang oleh beberapa faktor, yaitu dorongan dari

dalam diri, pengaruh lingkungan, pengaruh agama dan moral yang dianut serta

faktor informasi tentang pendidikan seksual yang diterima.

Masa remaja adalah suatu masa perubahan. Pada masa remaja terjadi perubahan

yang cepat baik secara fisik, maupun psikologis. Terdapat beberapa perubahan

yang terjadi selama masa remaja, yaitu sebagai berikut:

a. Peningkatan emosional, merupakan hasil dari perubahan fisik terutama

hormon yang terjadi pada masa remaja. Pada masa ini banyak tuntutan dan

tekanan yang ditujukan pada remaja, misalnya mereka diharapkan untuk tidak

lagi bertingkah seperti anak-anak, mereka harus lebih mandiri dan

(36)

b. Perubahan fisik, yang disertai kematangan seksual. Terkadang perubahan ini

membuat remaja merasa tidak yakin akan diri dan kemampuan mereka

sendiri. Perubahan fisik yang terjadi secara cepat, baik perubahan internal

seperti sistem sirkulasi, pencernaan, dan sistem respirasi maupun perubahan

eksternal seperti tinggi badan, berat badan, dan proporsi tubuh sangat

berpengaruh terhadap konsep diri remaja.

c. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang

lain. Selama masa remaja banyak hal-hal yang menarik bagi dirinya dibawa

dari masa kanak-kanak digantikan dengan hal menarik yang baru dan lebih

matang. Hal ini juga dikarenakan adanya tanggung jawab yang lebih besar

pada masa remaja, maka remaja diharapkan untuk dapat mengarahkan

ketertarikan mereka pada hal-hal yang lebih penting. Perubahan juga terjadi

dalam hubungan dengan orang lain. Remaja tidak lagi berhubungan hanya

dengan individu dari jenis kelamin yang sama, tetapi juga dengan lawan jenis,

dan dengan orang dewasa.

d. Perubahan nilai, dimana apa yang mereka anggap penting pada masa

kanak-kanak menjadi kurang penting karena sudah mendekati dewasa.

e. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang

terjadi. Di satu sisi mereka menginginkan kebebasan, tetapi di sisi lain mereka

takut akan tanggung jawab yang menyertai kebebasan tersebut, serta

meragukan kemampuan mereka sendiri untuk memikul tanggung jawab.

(37)

Banyak remaja yang kurang bahkan tidak mempunyai pemahaman yang memadai

tentang masalah cinta dan seks dan tingkat keingintahuan mereka mengenai

masalah seks begitu besar. Untuk memenuhi keingintahuan mereka yang begitu

besar tersebut, mereka mencarinya secara sembunyi-sembunyi. Akibatnya, tidak

sedikit di antara mereka yang terjebak dalam informasi yang salah bahkan

menyesatkan yang dapat membahayakan perkembangan mental mereka. Untuk

itulah, informasi yang jelas, lugas dan komprehensif perihal makna hakiki cinta

dan seks dengan segala dampak yang ditimbulkannya sangat diperlukan.

Menurut Lina Marlina, pada umumnya hal-hal yang mengarah pada perilaku

seksual dalam berpacaran mulai dari ngobrol, pegangan tangan, mengusap

rambut, merangkul dan memeluk, cium pipi dan kening, cium bibir, cium leher,

meraba daerah sensitif sampai bersetubuh. Ia menambahkan bahwa apabila masih

sebatas mengobrol, berpegangan tangan, mencium pipi dan kening, hal itu masih

wajar dan bisa dimaklumi sebagai wujud dan bukti cinta serta kasih sayang remaja

pada pacarnya, namun apabila sudah lebih dari itu maka remaja harus berusaha

kuat untuk menghindarinya.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa perilaku seks bebas di kalangan remaja

yang berpacaran ini mencakup rentangan perilaku seks yang luas dimulai dari

hanya bersentuhan fisik seperti berpegangan tangan, berpelukan, bercumbu

sampai dengan berhubungan intim.

Menurut Silviana, terdapat banyak faktor yang menyebabkan remaja di zaman

sekarang ini banyak yang menganut perilaku seks bebas, salah satunya adalah

(38)

keluarga sebagai lingkungan terkecil individu. kurangnya terbukanya individu

terutama anak-anak remaja dengan orang tua mereka menjadikan polemik

tersendiri yang dirasakan oleh remaja sekarang ini. tejadinya hubungan seks pada

saat berpacaran itu terjadi karena adanya pemaksaan yang akhirnya akan

menimbulkan suatu kebiasaan tersendiri. pada dasarnya itu semua tergantung

individu yang menjalani gaya pacaran mereka masing-masing. akan tetapi,

seharusnya sebagai manusia yang menjunjung tinggi adat ketimuran bisa lebih

memahami lagi tentang arti mencintai dan menyayangi agar remaja terutama

perempuan tidak terjebak dalam situasi yang seperti ini. Pacaran itu akan lebih

indah tanpa adanya hubungan seks.

Hubungan seksual dalam berpacaran muncul saat kedua lawan jenis tersebut

bernafsu syahwatnya, kadang perempuan ingin menolak hubungan seks itu namun

karena takut cowoknya marah, maka remaja perempuan menyetujuinya,oleh

karena itu bagi para remaja perempuan, jika diajak seks oleh pacarnya harus

mampu menolak dengan tegas.

2. Teman Sebaya

Menurut Andayani (1996: 54), teman sebaya adalah seseorang yang dijadikan

oleh remaja di luar anggota keluarganya yang dijadikan sebagai tempat untuk

menceritakan berbagai masalah yang dihadapi remaja. Dukungan teman sebaya

menjadi salah satu motivasi dalam pembentukan identitas diri seorang remaja

(39)

lawan jenis. Teman sebaya seringkali menjadi salah satu sumber informasi yang

cukup berpengaruh dalam pembentukan pengetahuan seksual dikalangan remaja.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh

penjelasan mengenai teman sebaya sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku

seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut Santi Yoshepa, teman sebaya yang pernah melakukan seks bebas dapat

mempengaruhi para remaja untuk melakukan perilak seks bebas yang sama, sebab

ia menceritakan terhadap temannya tentang pengalamannya dalam berperilaku

seks, seperti ciuman, pelukan sampai dengan hubungan badan.

Remaja makin menikmati dan menghabiskan masa remajanya dengan kegiatan

yang kurang berfaedah bahkan sama sekali tak berguna demi masa depannya.

Sebagai bagian dari masalah sosial, perilaku seksual remaja merupakan masalah

yang serius karena akan mengancam kehidupan suatu bangsa. Penyakit remaja

muncul sebagai akibat melemahnya pengertian dan kewaspadaan terhadap

kebutuhan dan permasalahan usia remaja itu sendiri. Sifat-sifat sulit diatur,

berontak, merajuk, kumpul-kumpul, suka meniru, mulai jatuh cinta, hura-hura dan

sebagainya, adalah rangkaian pola perilaku yang selalu muncul membayangi sisi

kehidupan remaja.

Menurut Irwansyah, teman yang pernah berperilaku seks kepada pacarnya akan

menceritakan pada temanya yang lain, sehingga timbul penasaran dan rasa ingin

(40)

Persepsi tentang cinta yang mengarah pada keadaan saling memberi dan saling

menerima menyumbang peran besar pada remaja untuk melakukan seks pra nikah.

Seolah-olah dalam mencintai seseorang harus memberikan sesuatu untuk

membahagiakan orang yang dicintai. Namun sayangnya hal ini disalah artikan

para remaja dengan alasan untuk memperkuat rasa cinta. Pada akhirnya seks pra

nikah dilakukan dengan mengatas namakan cinta.

Menurut keterangan Lina Marlina maka diketahui bahwa ia tidak akan

menceritakan bahwa dirinya pernah melakukan perbuatan yang mengarah pada

perilaku seks bebas, seperti berpelukan atau berciuman kepada teman sebayanya.

Meskipun ia sudah melakukan hal tersebut ia merasa masih memiliki harga diri

apabila menceritakan hal tersebut pada teman sebayanya.

Keterangan di atas menunjukkan bahwa hal lain yang menjadi faktor penyebab

perilaku seksual adalah harga diri yang dimiliki seorang remaja tersebut.

Maksudnya adalah remaja yang memiliki harga diri tidak akan mudah terjerumus

dalam perilaku seksual yang bebas. Sementara itu remaja yang tidak

menghiraukan harga dirinya, dengan mudah akan terjerumus dalam perilaku

seksual yang bebas.

Secara khusus, kaitan antara harga diri remaja dengan teman sebaya adalah

seorang remaja yang memiliki harga diri tidak akan membicarakan (menceritakan

atau bertanya) semua hal yang berkaitan atau mengarah pada perilaku seksual

dengan teman sebayanya karena ia merasa malu, tabu dan merasa tidak pantas

(41)

sebayanya dibatasi oleh aturan norma kesopanan dan kesusilaan yang dijadikan

remaja sebagai bagian dari harga dirinya.

Dengan demikian maka perilaku seksual merupakan salah satu masalah remaja

yang sangat penting untuk diperhatikan. Perubahan hormonal atau mulai

timbulnya hormon-hormon seksual pada diri remaja pada masa puber akan

menyebabkan perasaan seksual yang lebih kuat, di mana perasaan itu diwujudkan

dengan cara berbeda–beda pada tiap individu. Ada remaja yang hanya

memikirkan seks, namun ada juga yang tidak menyadari adanya perasaan seksual

dan lebih tertarik pada hal lain. Pada periode awal dan akhir ditandai dengan

surplus energi seksual yang sering kali pengalamannya bervariasi, mulai dari

bergaul dengan lawan jenis, onani – masturbasi hingga hubungan intim. Dari

perubahan hormon ini juga mengakibatkan adanya ketidakstabilan emosi yang

bisa memotivasi untuk bertingkah laku konstruktif, bisa menghambat atau

melemahkan aktivitas tetapi juga membebani orang untuk ikut dalam kelakuan

destruktif

Dorongan dalam diri berupa libido seks sejalan dengan kedewasaan yang

ditimbulkan oleh hormon-hormon seks merupakan sesuatu yang harus diwaspadai

dan diantisipasi. Faktor lingkungan juga sangat berpengaruh pada pembentukan

perilaku seks bebas. Pengaruh teman yang diperkuat oleh media porno sangat

berpengaruh kuat pada remaja. Namun, sekuat apapun pengaruh lingkungan bila

faktor agama dan moral yang kuat telah melatarbelakangi remaja sejak kecil, pada

(42)

Pada kenyataannya terdapat kontradiksi dalam norma masyarakat yang berlaku di

setiap tempat, karena ada yang masih menjunjung tinggi norma ketimuran dan ada

yang mulai permisif dengan keadaan yang demikian. Remaja mengalami dilema

di mana satu sisi lingkungan terdekat mereka mengijinkan perilaku tersebut, disisi

lain masyarakat setempat menganggap tabu hal itu. Namun yang jelas keinginan

remaja untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya terbentur pada

norma agama dan masyarakat yang melarang hubungan seks di luar pernikahan

atau berperilaku seks bebas.

3. Teman Intim

Teman intim menurut Anwar (2001: 32) teman lawan jenis yang dimiliki oleh

seseorang dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta atau kasih sayang. Teman

intim ini berkaitan dengan istilah pacaran yaitu dua orang berbeda jenis kelamin

saling menyukai atau berkomitmen, kedekatan dua orang yang dilandasi cinta dan

merupakan masa penjajakan dalam mencari pasangan hidup.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh

penjelasan mengenai teman intim sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku

seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut keterangan Irwansyah, pacaran pada saat ini merupakan sesuatu yang

sudah biasa di kalangan remaja, hampir semua remaja SMA dan SMP sudah

mengenal dan sudah pernah melakukan pacaran. Pacaran merupakan hubungan

antara dua remaja yang saling menyukai dan mencintai antara satu dan yang

lainnya, dan mereka berkomitmen untuk menjalin hubungan yang lebih dekat

(43)

Hal ini bermakna bahwa dengan berpacaran, dua orang yang berlainan jenis

memang dengan sengaja mengarahkan hubungan mereka secara lebih lanjut, lebih

dalam, dan lebih dekat. Pada remaja, pacaran pada umumnya dimotivasi oleh

perasaan sayang dan cinta dengan pasangannya. Selain itu remaja memiliki

perasaan ingin tahu yang sangat besar tentang lawan jenisnya, yang meliputi

perasaan, kepribadian, sifat dan hal lain yang belum mereka ketahui sebelumnya.

Menurut penjelasan Lina Marlina, pacaran sudah menjadi trend pergaulan di

kalangan remaja, sehingga remaja yang tidak berpacaran dianggap tidak bergaul

atau tidak mengikuti perkembangan zaman. Menurutnya pacaran merupakan hal

yang lazim, di mana seorang remaja yang belum memiliki pacar pada akhirnya

mencari pacar atau minta dicarikan pacar, karena melihat teman-teman yang

lainnya sudah berpacaran.

Gaya pacaran remaja saat ini memang sudah jauh berbeda dengan masa dulu,

kalau remaja masa dulu berpacaran saja malu apalagi harus ketahuan orang lain.

Sebagian remaja masa kini menganggap bahwa hubungan seks pada masa pacaran

adalah hal biasa dan wajar dilakukan. Remaja cenderung memiliki rasa ingin tahu

yang besar, termasuk pada informasi mengenai seksualitas, namun sebagian orang

tua dan lingkungan masih menganggap tabu untuk membicarakan masalah ini.

Sehingga remaja cenderung mencari informasi tanpa ada yang mengarahkan atau

membimbing. Oleh karena itu sudah saatnya orang tua menjadi mitra bagi remaja

untuk saling berdiskusi mengenai berbagai hal termasuk masalah seksualitas,

(44)

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa pada masa remaja, kedekatan seseorang

dengan teman sepermainan (peer group) sangat tinggi, karena selain ikatan peer group dapat menggantikan ikatan keluarga, mereka juga merupakan sumber

afeksi, simpati, dan pengertian, saling berbagi pengalaman dan sebagai tempat

remaja untuk mencapai otonomi dan independensi. Dengan demikian maka tidak

mengherankan apabila remaja mempunyai kecenderungan untuk mengadopsi

informasi yang diterima oleh teman-temannya, tanpa memiliki dasar informasi

yang signifikan dari sumber yang lebih dapat dipercaya. Informasi dari

teman-temannya yang sudah pernah berpacaran, kemudian menimbulkan rasa penasaran

remaja yang belum berpacaran untuk membuktikan kebenaran informasi tersebut

dengan melakukan pacaran.

Secara kelompok teman sebaya itu mempunyai arti penting bagi para remaja,

antara lain:

a. Sebagai tempat pengganti keluarga

b. Sumber untuk mengembangkan kepercayaan kepada diri sendiri.

c. Sumber kekuasaan yang melahirkan standar tingkah laku

d. Perlindungan diri paksaan orang dewasa

e. Tempat untuk menjalankan sesuatu dan mencari pengalaman

f. Model untuk pengembangan moral dan kesadaran.

(Anwar, 2001: 36)

Remaja pada dasarnya tergolong dalam usia transisional artinya keremajaan

merupakan gejala sosial yang berada diusia anak–anak dengan usia dewasa, sifat

(45)

Dengan perkembangan fisiknya dan psikologisnya remaja mulai mencari bentuk

nilai yang serasi dengan kata hatinya, serta secara bertahap mempraktekan dalam

tingkah laku sosialnya. Ciri umum yang terdapat pada psikologi remaja adalah

adanya kdanya kegelisahan yaitu keadaan yang tidak tenang menguasai diri si

remaja, mereka mempunyai banyak keinginan yang tidak selalu dipenuhi. Disatu

pihak ingin mencari pengalaman, karena diperlakukan untuk menambah

pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku dan dilain pihak mereka merasa

belum mampu melakukan berbagai hal. Selain itu adanya pertentangan yang

terjadi dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi remaja itu

sendiri tau orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan atau pertentangan

pendapat dan pandangan antara remaja dengan orang tua. Selanjutnya

pertentangan ini menyebabkan timbulnya keinginan yang hebat untuk melepaskan

diri dari orang tua.

Banyak juga kejadian remaja berperilaku seksual karena dipaksa pasanganya,

terutama perempuan, atau dengan alasan cinta, tetapi hal itu tidak akan terjadi jika

remaja itu mempunyai harga diri tinggi karena dia bisa menentukan keputusan

sendiri tentang pilihan dan pendapatnya. bisa juga perilaku seksual bertambah

marak karena mencontoh perilaku seksual yang sudah ada dan menganggap wajar

seperti berpegangan tangan, merangkul, memeluk dan mencium bahkan banyak

remaja yang sudah melakukan hubungan seksual dalam berpacaran.

Uraian di atas menunjukkan bahwa perilaku seksual yang dilakukan remaja

merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara fisik anggota badan antara

(46)

dilakukan oleh pasangan suami istri. Sedangkan perilaku seks di luar pernikahan

merupakan perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses pernikahan yang

resmi menurut hukum maupun menurut agama dan kepercayaan masing-masing

individu. Perilaku seks di luar pernikahan ini memang kasat mata, namun ia tidak

terjadi dengan sendirinya melainkan didorong atau dimotivasi oleh faktor-faktor

internal yang tidak dapat diamati secara langsung (tidak kasat mata). Dengan

demikian individu tersebut tergerak untuk melakukan perilaku seks di luar

pernikahan.

Menurut Rizal Irawan, pacaran di kalangan remaja merupakan komitmen antara

kedua belah pihak untuk menjalin kebersamaan dengan dasar perasaan sayang dan

cinta satu sama lain. Dengan berpacaran seseorang bisa mencurahkan perasaan

kepada pasangannya dan mengharapkan pasangannya tersebut memiliki perasaan

yang sama dengan dirinya. Pacaran sangat jelas terjadi di mana-mana, bahkan

setiap hari remaja bisa menyaksikan bagaimana perilaku orang yang berpacaran

dari media televisi atau media lainnya.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa media televisi memiliki pengaruh dan

menjadi dorongan yang kuat bagi remaja untuk berpacaran. Misalnya saja remaja

yang menonton film remaja yang bertema pacaran, mereka melihat bagaimana

romantisnya orang yang berpacaran, sehingga akhirnya ia memikirkan suatu usaha

untuk bisa berpacaran. Setiap insan menginginkan hal-hal yang romantis.

Romantisme bagi setiap orang biasanya disikapi dalam bentuk dan wujud yang

berbeda-beda. Romantisme memiliki hubungan yang cukup erat dangan perilaku

(47)

masa-masa remaja karena pada masa ini secara seksual seseorang baru matang

secara seksual. Kematangan seksual ini biasanya diikuti dengan

dorongan-dorongan untuk mengenal lebih jauh tentang masalah seksual, hal ini biasanya

diaplikasikan melalui pacaran. Menurut Hurlock (1980) menyatakan bahwa ketika

remaja secara seksual mulai matang, maka laki-laki maupun perempuan mulai

mengembangkan sikap yang baru pada lawan jenisnya. Sikap ini mulai

dikembangkan bila kematangan seksual sudah tercapai seperti bersikap romantis

dan disertai dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari lawan

jenis.

Uraian di atas menunjukkan bahwa seseorang dapat dikatakan sebagai pelaku

seksual bebas apabila dua manusia yang berlainan jenis melakukan hubungan seks

diluar ikatan pernikahan. Tahap seks bebas sendiri berawal dari kissing (hanya sekedar berciuman), necking(lebih ditekankan pada leher dan sekitarnya), petting (menggesekan alat kelamin pria dan alat kelamin wanita), dan interecuse yang

lebih ditekankan pada pemasukan alat kelamin pria ke alat kelamin wanita (sudah

berhubungan layaknya suami istri).

4. Tempat Tinggal

Menurut Raharjo (2004: 5), tempat tinggal adalah sebuah tempat yang biasanya

berwujud bangunan rumah, tempat berteduh, atau struktur lainnya yang digunakan

sebagai tempat manusia tinggal. Istilah ini dapat digunakan untuk rupa-rupa

tempat tinggal, mulai dari tenda-tenda nomaden hingga apartemen-apartemen

bertingkat. Dalam konteks tertentu tempat tinggal memiliki arti yang sama dengan

(48)

tinggal di sebuah tempat tinggal disebut sebagai rumah tangga. Umumnya, rumah

tangga adalah sebuah keluarga, walaupun rumah tangga dapat berupa kelompok

sosial lainnya, seperti orang tunggal, atau sekelompok individu yang tidak

berhubungan keluarga.

Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan penelitian, diperoleh

penjelasan mengenai tempat tinggal sebagai faktor yang mempengaruhi perilaku

seks di kalangan remaja, yaitu sebagai berikut:

Menurut penjelasan Santi Yoshepa, maka diketa

Gambar

Gambar 1.Kerangka Pikir Penelitian
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ................................

Referensi

Dokumen terkait

Sumbangan efektif kontrol diri terhadap perilaku seks bebas sebesar 10,7% (r square =107), dengan demikian terdapat 89,3% faktor lain yang mempengaruhi perilaku seks bebas

Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh pengetahuan, sumber informasi, pemahaman tingkat agama, dan peranan keluarga terhadap perilaku seks pranikah pada remaja SMA

Kesimpulan hasil penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi remaja melakukan perilaku penyimpangan seksual dalam berpacaran di Desa Mlopoharjo kecamatan Wuryantoro

Terselesaikannya penelitian skripsi ini dengan Judul: Rasionalitas Seks Bebas Di Kalangan Remaja Pedesaan (Di Desa Sumberrejo, Candipurro- Lumajang) Terselesaikannya

Skema 3.1 Kerangka konseptual penelitian hubungan pengetahuan remaja mengenai Infeksi Menular Seksual (IMS) dengan perilaku seks bebas di SMA Swasta Darussalam Medan

seksual pada remaja adalah akibat perilaku seks bebas remaja. Menurut

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nuraeni (2014) dengan jumlah responden sebanyak 215 orang, didapatkan faktor yang paling berpengaruh terhadap perilaku

Melalui penelitian ini, terungkap faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi perilaku seksual lelaki seks dengan lelaki pada remaja di Kabupaten Indramayu,