• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK PENINGKATKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK PENINGKATKA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN LESSON STUDY UNTUK PENINGKATKAN MUTU UJIAN NASIONAL MATA PELAJARAN KIMIA DI SMA DI KABUPATEN BONE BOLANGO

DAN KOTA GORONTALO

Lukman A.R, Laliyo Dosen FMIPA UNG

ABSTRAK

Perolehan mata pelajaran UN (2007 s.d 2010) di Kabupaten Bone Bolango, cenderung menurun drastisdan merata, khususnya Mapel Kimia umunya hal ini disebabkan oleh distribusi guru yang tidak merata, adanya guru yang mengampu mapel tidak sesuai keahliannya (mismatch), sarana pendukung yang belum memadai, dan kebijakan pemda yang belum serius membenahi mutu pendidikan.Kompetensi guru dipandang penting, karena (a) guru sebagai ujung tombak pelaksanaan pembelajaran; dan (b) melalui guru, derivasi permasalahan pengembangan mutu pendidikan dapat dibenahi secara bertahap; salah satunya melalui Penerapan Model LSpada Guru SMAMapel Kimia di Kabupaten Bone Bolango. Tujuannyaadalah meningkatkan hasil belajar siswa pada kompetensi yang belum dikuasai, mengatasi penyebab rendahnya kompetensi siswa,dan menguji efektivitas penerapan model LS. Kegiatan yang dilakukan meliputi: penerapan model LS untuk pembelajaran mata pelajaran UN-SMA Kimia melalui PTK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 1). guruSMA Mapel Kimia mampu menerapkan Model Lesson Study 2). guru SMA Mapel Kimiadapat menyajikan bahan ajar yang disusun berdasarkan kompetensi yang belum dikuasai siswa; 3) terdapat peningkatan prestasi belajar siswa terhadap Mapel Kimia.

Key Word : Mutu UN, Model Lesson Study, Guru Kimia SMA

A. Pendahuluan

Terkait dengan upaya meningkatkan mutu perolehan UN, Pemerintah Provinsi Gorontalo bersama-sama dengan Pemerintah Daerah Kab/Kota menyelenggarakan “try out” UN secara berjenjang, dan hasilnya ditindaklanjuti dengan remediasi bagi mata pelajaran yang perolehannya masih rendah melalui penambahan waktu belajar. Di samping itu, secara berkesinambungan diselenggarakan penguatan kompetensi profesional guru melalui aktivitas musyawarah guru mata pelajaran (MGMP).

Di Kabupaten Bone Bolango aktivitas MGMP berjalan sebagaimana mestinya, terutama melalui program LPMP. Perhatian pemda di dua daerah ini, terkait dengan penyediaan anggaran dalam APBD untuk mendukung pengembangan aktivitas MGMP, KKG, MKKS, MKKPS, dan KKS relatif belum pernah terlihat realisasinya. Semata-mata bertumpu pada program dan biaya yang diselenggarakan secara rutin oleh LPMP dan sebagian oleh dinas pemerintah provinsi, sebagian lagi atas prakarsa guru dan kepala sekolah sendiri dengan memanfaatkan dan operasional di sekolah masing-masing.

Hasil analisis perolehan UN (2007 s.d 2010) menunjukkan bahwa dampak program peningkatan mutu pendidikan yang dicanangkan pemerintah pusat dan provinsi cenderung belum nampak di daerah ini. Setidaknya hal ini ditunjukkan oleh rerata skor perolehan UN mata pelajaran Kimia. Rekaman data perolehan nilai rata-rata setiap mata pelajaran UN SMA di Kabupaten Bone Bolango, diuraikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perolehan Rata-Rata Hasil UN SMA Kabupaten Bone Bolango Kelompok

Kelas

Mata Pelajaran

Perolehan Rata-Rata UN TP:

2007/2008 2008/2009 2009/2010

IPA

Bah. Indo 6,83 6,97 7,12

Bah. Ingg 6,48 7,17 5,60

Matematika 7,04 6,97 6,29

Fisika 5,28 6,02 6,45

Kimia 7,29 7,21 6,88

Biologi 6,79 6,26 5,81

Sumber Data: Laporan Hasil UN dari Tahun Pelajaran 2007/2008 – 2009/2010, Pusat Penilaian Pendidikan Balitbang Kemendiknas – BNSP Tahun 2011

(2)

dasar pada setiap mata pelajaran UN; (2) rendahnya mutu pembelajaran di dua daerah dimaksud; (3) lemahnya koordinasi dan pengembangan program peningkatan mutu pendidikan.

Perihal rendahnya penguasaan SK/KD menjadi menarik, dengan adanya fakta bahwa banyak siswa tidak lulus atau mengulang UN pada beberapa sekolah. Misalnya di SMA Negeri I Tapa Kabupaten Bone Bolango, 100% siswanya mengulang untuk mata pelajaran Kimia, demikian pula di SMA Negeri 4 Kota Gorontalo, 83,61% harus mengulang UN. Penelitian yang dilaporkan oleh Wulandari (2012) menyebutkan bahwa salah satu sebab kegagalan UN ini adalah faktor kompetensi guru mapel yang relatif rendah. Hasil analisis terhadap perolehan nilai UN (2007 s.d 2010) mata pelajaran Kimia SMA di Gorontalo, menunjukkan bahwa pada SK/KD seperti Kinetika Reaksi, Kesetimbangan Kimia, dan Ikatan Kimia cenderung rendah dengan daya serap siswa < 60. Misalnya dalam menghitung laju reaksi/pereaksi dan hasil reaksi dengan tepat, perolehan UN rata-rata 5,04% pada siswa di Kota Gorontalo dan 20,17% pada siswa di Kabupaten Bone Bolango. Hal ini juga terlihat pada konsep tentang penentuan pH, menentukan masa hasil reaksi, menentukan hasil pergeseran kesetimbangan, menentukan proses korosi logam, menentukan jenis ikatan, dll. Rendahnya daya serap terutama pada kriteria soal yang menuntut aplikasi pengetahuan, dengan unjuk kerja yang dituntut berupa menentukan urutan, menghitung harga berdasarkan data, memilih gambar hasil persegeran yang tepat, dll (Laliyo, dkk., 2011). Fenomena ini memunculkan sejumlah pertanyaan mendasar terutama terkait dengan penguasaan konsep dan cara pembelajaran yang dialami siswa, sedemikian sehingga cenderung tidak mampu menyelesaikan soal-soal UN untuk topik tersebut.

Di provinsi Gorontalo, khususnya di kabupaten Bone Bolango terdapat beberapa faktor penyebab rendahnya kompetensi siswa pada Ujian Nasional dianatranya adalah (1) Distribusi guru mapel yang tidak merata, bahkan ada sekolah yang sama sekali tidak memiliki guru mapel Bahasa Inggris, MIPA, Geografi dan Sosiologi. Karena itu, dengan kondisi yang ada, perlu pengembangan kompetensi guru terutama dalam merancang cara atau metode yang efektif untuk mengatasi masalah pembelajaran tersebut secara bersama-sama (kooperatif) melalui MGMP. (2) Lemahnya penguasaan guru terhadap sebagian besar SK/KD mapel UN; ketiadaan sarana pendukung yang menjadi sumber belajar, termasuk di dalamnya tugas-tugas guru di luar jam belajar yang terlalu menyita waktu. Karena itu sosialisasi terhadap pemangku kepentingan penting dilakukan yang antara lain dapat dilakukan melalui FGD. (3).Lemahnya dukungan biaya dan fasilitas dari pemda yang memberikan kesempatan pada guru melalui MGMP mengembangkan bidang keahliannya masing-masing. Karena itu perlu didorong kemauan pihak pemangku kepentingan. (4). Lemahnya kemampuan guru dalam mengembangkan proses pembelajaran yang inovatif dan adaptif terhadap ketersediaan sumber daya lingkungan sekolah.

Menyikapi masalah di atas, maka dipandang perlu adanya langkah konkret dari berbagai elemen pendidikan sebagai upaya untuk peningkatan kualitas / mutu pendidikan serta minimalisasi rendahnya kompetensi siswa pada Ujian Nasional mata Pelajaran Kimia. Salah satu langkah yang valid dan siap diimplementasikan secara konkret adalah model pendampingan guru Mata pelajaran dan Model Lesson Study.

B. Kajian Teoritis 1. Mutu Pendidikan

Garvin (dalam Gaspersz, 1997) mendefinisikan delapan dimensi yang dapat digunakan untuk menganalisis karakteristik mutu, yaitu: 1) kinerja (performance); 2) keragaman fungsi (features); 3) kehandalan (reability); 4) kesesuaian (conformanceI); 5) ketahanan (durability); 6) kompetensi pelayanan (servitability); 7) estetika (aesthetics); dan 8) kualitas yang dipersepsikan pelanggan yang bersifat subjektif.

(3)

pendidikan dikatakan bermutu apabila berhasil mengubah perilaku peserta didik dikaitkan dengan tujuan pendidikan.

Di antara sekian banyak faktor penyumbang rendahnya kualitas sekolah, menurut Jalal dan Supriadi (dalam Depdiknas, 2007), guru merupakan faktor sentral atas baik-buruknya mutu pendidikan. Oleh karena itu, setiap usaha membenahi pendidikan harus melibatkan penataan dan pembenahan terhadap guru. Karier kependidikan seyogianya hanya bisa ditempati oleh guru yang berprestasi. Jika demikian halnya, setiap guru akan bekerja secara optimal atas dasar kemampuan akademik yang tinggi dan profesionalisme yang teruji. Apabila keadaan itu terwujud, kualitas pendidikan dapat dipastikan akan meningkat secara bertahap dan berkesinambungan. Guru yang tidak memenuhi standar atau melakukan tindakan yang tidak terpuji harus diberi sanksi.

Upaya lain yang sedang dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan, adalah melalui pendekatan model, antara lain sekolah berstandar internasional, serta kompetisi perbaikan manajemen dan interaksi pembelajaran, serta perbaikan dan peningkatan implementasi strategi, metode, dan teknik pembelajaran, serta inovasi kurikulum.

2. Model Lesson Study

Lesson Stusy merupakan terjemahan dari bahasa Jepang jugyou (instruction= pengajaran, atau lesson = pembelajaran) dankenkyuu(research =penelitian atau Study= kajian). LS yang dalam bahasa jepangnya jugyou kenkyuu adalah sebuah pendekatan untuk melakukan perbaikan-perbaikan pembelajaran di Jepang. Perbaikan-perbaikan tersebut dioakukan melalui proses kolaborasi antara guru melalui perencanaan (plan), pengamatan (observer/Do)dan refleksi(see) (Lewis, 2002).

Lesson Study dipilih dan dimplementasikan karena beberapa alasan. Pertama, lesson study merupakan suatu cara efektif yang dapat meningkatkan kualitas pembelajaran yang dilakukan guru dan aktivitas belajar siswa. Hal ini karena (1) pengembangan Lesson Study dilakukan dan didasarkan pada hasil “sharing” pengetahuan profesional yang berlandaskan pada praktik dan hasil pengajaran yang dilaksanakan para guru, (2) penekanan mendasar pada pelaksanaan suatu Lesson Study adalah agar para siswa memiliki kualitas belajar, (3) kompetensi yang diharapkan dimiliki siswa, dijadikan fokus dan titik perhatian utama dalam pembelajaran di kelas, (4) berdasarkan pengalaman real di kelas, Lesson Study mampu menjadi landasan bagi pengembangan pembelajaran, dan (5) Lesson Study akan menempatkan peran para guru sebagai peneliti pembelajaran (Lewis, 2002).

Kedua, lesson study yang didisain dengan baik akan menjadikan guru yang profesional dan inovatif. Dengan melaksanakan Lesson Study para guru dapat (1) menentukan kompetensi yang perlu dimiliki siswa, merencanakan dan melaksanakan pembelajaran (lesson) yang efektif; (2) mengkaji dan meningkatkan pelajaran yang bermanfaat bagi siswa; (3) memperdalam pengetahuan tentang mata pelajaran yang disajikan para guru; (4) menentukan standar kompetensi yang akan dicapai para siswa; (5) merencanakan pelajaran secara kolaboratif; (6) mengkaji secara teliti belajar dan perilaku siswa; (7) mengembangkan pengetahuan pembelajaran yang dapat diandalkan; dan (8) melakukan refleksi terhadap pengajaran yang dilaksanakannya berdasarkan pandangan siswa dan koleganya (Lewis, 2002).

C. Metode penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif-replikatif dengan menggunakan pendekatan kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang yang menjadi subjek penelitian dan perilaku yang dapat diamati (observable). Pendekatan ini dikatakan kualitatif karena sasaran penelitian ini adalah untuk mengkaji secara akademik terhadap masalah peningkatan mutu pendidikan yang telah dilakukan oleh guru SMA pada Mata Pelajaran Kimia. Adapun populasi target penelitian ini adalah Guru Mapel Kimia pada SMA Negeri di Kabupaten Bone Bolango yang melaksanakan UN sejak tahun 2007 s.d 2010, dengan sampel masing-masing SMA Negeri 1 Kabila dan SMA Negeri 1 Tapa.

D. Deskripsi Temuan Penelitian

(4)

Perencanaan (Plan)

Sebelum pelaksanan penerapan Lesson Study, terdapat beberapa tahapan perencaan yang dilaksanakan oleh guru Mata Pelajaran Kimia di Kabupaten Bone Bolango. Yang pertama adalah pembentukan kelompok berdasarkan mata pelajaran yang diasuh. Selanjutnya pemilihan topik Lesson Study. Tahap kedua, guru mapel melakukan reviu silabus untuk mendapatkan kejelasan tujuan pembelajaran untuk topik tersebut dan mencari ide-ide dari materi yang ada dalam buku pelajaran. Selajutnya bekerja dalam kelompok untuk menyusun rencana pembelajaran. Tahap ketiga, tim dalam kelompok berembuk menentukan dan menyepakati tugas sebagai modeling, moderator, notulen dan observer. Tahap keempat, setiap tim atau kelompok mata pelajaran menyajikan atau mempresentasikan rencana pembelajarannya, sementara kelompok lain memberi masukan, sampai akhirnya diperoleh rencana pembelajaran yang lebih baik. Adapun guru modeling yang ditunjuk oleh kelompok menggunakan masukan-masukan tersebut untuk memperbaiki rencana pembelajaran. Tahap akhir perencanaan adalah persiapan perangkat pembelajaran yang akan digunakan selama pelaksanaan Lesson Study (Do), baik berupa RPP, LKS, Media atau alat peraga pembelajaran, Instrumen penilaian dan hasil pembelajaran dan lembar observasi pembelajaran. Seluruh tahapan perencanaan ini diikuti oleh seluruh guru dengan baik.

Pelaksanaan Model Lesson Study (Do)

Lesson studi Siklus dilaksanakan pada hari Selasa, tangal 27 Nopember 2012 jam ke 3 -4 atau pukul 8.50 sampai dengan 10.10 WIB pada kelas XII.I3.1 dengan jumlah siswa 36 orang.. Pembelajaran dilaksanakan sesuai jam pelajaran awal tahun pelajaran 2011/2012 dengan tidak mengubah jadwal tetap sekolah.Lesson Study dilaksanakan oleh tim guru mata pelajaran di sekolah, salah satu sebagai penyaji atau modeling sedang guru tim lainya sebagai observer . Adapun sebagai guru model lesson study adalah Muzna Rani Dehi, S.Pd, dengan observer adalah Abd. Haris E, Rosrin Usman dan Dr. Lukman A.R. Laliyo (Dosen). Topik yang dipilih oleh guru model dalam pembelajaran adalah Poimer. Topik ini dipilih berdasarkan SKL yang telah diidentifikasi sebagai Kompetensi yang dianggap paling rendah pada ujian nasional

Selama pembelajaran observer antusias mengamati keaktipan siswa dalam melakukan pembelajaran mencatan kejadian – kejadian yang positip dan negative yang dilakukan siswa sebagai bahan perbaikan pelaksanaan siklus berikutnya. Selama pembelajaran observer tidak mencampuri penyaji tentang jalannya proses belajar mengajar saat itu. Adapun penyaji membimbing siswa sambil mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran serta memberi penghargaan pada kelompok siswa yang aktip dan kreatif. Setelah selesai jam pembelajaran guru penyaji memberi tugas laporan kepada siswa secara kelompok selama 1 dikumpulkan paling lambat pada jam pelajaran pada minggu berikutnya.

Dari hasil pelaksanaan penerapan LS di kelas, diidentifikasi beberapa catatan dari penyaji atau modeling, dimana guru modeling telah melaksanakan pembelajaran sesuai dengan perangkat yang disusun oleh tim dengan penuh hati-hati dan pembelajaran berjalan sampai akhir jam pelajaran selesai. Selama pembelajaran siswa antausias melakukan pengamatan dengan alat yang sudah disediakan oleh kelompoknya masing – masing setelah selesai mengamati siswa/kelompok siswa mendiskusikan hasil pengamatannya kemudian mempresentasikan ternyata seluruh kelompok siswa mampu mempresentasikannya secara lesan didepan kelas. Ini menunjukan pembelajaran ini bisa membangkitkan aktifitas siswa. Sayang lembar kerja percobaan yang dikutip dari buku Kimia terlalu berbelit – belit sehingga siswa sulit untuk, akhirnya waktu yang disediakan tidak tepat. Siswa mengalami kesulitan saat menganalisa data pengamatan dan hanya 2 kelompok yang mampu mempresentasikan yaitu kelompok 5 dan kelompok 7, sedangkan kelompok lainnya belum sempat presentasi analisa data waktunya habis.Guru dalam memancing aktifitas siswa masih ada kelemahan karena hasil presentasi siswa hanya dengan lisan sehingga peserta diskusi belum bisa melihat hasil presentasi secara klasikal sehingga bimbingan materi Poimer masih dianggap abtrak oleh sebagian siswa.

Adapun hasil pengamatan yang dilakukan oleh observer selama proses KBM diuraikan sebagai berikut.

Tabel 2. Hasil Observasi

Observer Uraian

(5)

dimulai, ia hanya sibuk memainkan HP saat guru menyampaikan topic materi.

• Saat diskusi kelompok, siswa lelihatan bingung atau kurang memahami materi yang disajikan guru model

• Terdapat 5 orang siswa yang tidak mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik.

• Belum ada usaha guru untuk mendorong siswa yang tidak aktif dalam proses pembelajaran, hal ini dikarenakan guru model hanya memperhatikan guru yang aktif.

Observer 2 • Sebagian siswa tidak memahami apa yang harus dikerjakan saat diberikan tugas oleh guru, sehingga siswa hanya membolak-balikan buku saja

• Pada saat diskusi dimulai, guru tidak membimbing atau mengarahkan siswa pada materi atau topic yang disajikan.

• Proses pembelajaran kurang bermakna, guru tidak dapat memahamai kebutuhan siswa saat pembelajaran serta memecahkan masalah siswa sehingga suasana pembelajaran dapat berlangsung dengan baik.

• Sebagian siswa tidak dapat mengikuti pembelajaran dengan baik dikarenakan tidak mengerti apa yang harus dikerjakan.

Observer 3 • Disaat pembelajaran dimulai, seorang siswa mencoba menjelaskan pada temannya tentang materi yang dijelaskan. • Konsentrasi siswa mulai buyar saat tidak ada teman dekatatau

teman diskusi yang memberikan penjelasan.

• Guru berusaha mendorong siswa yang tidak aktif dengan mendekati siswa tersebut dan meminta untuk belajar pada teman dekatnya. Biasanya usaha ini cukup berhasil.

Refleksi (See)

Selesai praktik pembelajaran, kemudian dilakukan refleksi. Pada tahap refleksi ini, guru model Mata Pelajaran Kimia dan para observer (guru Kimia danDosen) mengadakan diskusi tentang pembelajaran yang baru saja dilakukan. Diskusi ini dipimpin oleh moderator pada masing-masing kelompok mata pelajaran. Secara bergantian menyampaikan hasil observasi dari anggota-anggota kelompok yang ditunjuk sebagai observer dan dilengkapi dengan tanggapan dari dosen pendamping.

Pertama guru modeling yang melakukan implementasi rencana pembelajaran menyatakan kesan-kesannya selama melaksanakan pembelajaran, baik terhadap dirinya maupun terhadap siswa yang dihadapi, juga menyampaikan suasana pembelajaran serta sejauhmana capaian target yang diharapkan sebelumnya. Selanjutnya observer menyampaikan hasil analisis data observasinya, terutama yang menyangkut kegiatan siswa selama berlangsung pembelajara. Selanjutnya, guru modeling yang melakukan implementasi tersebut memberikan tanggapan balik atas komentar para observer. Sebelum mengakhiri presentasi hasil pelaksanaan penerapan lesson study, moderator juga membuka kesempatan kepada forum atau peserta dari kelompok lainnya memberikan tanggapan

Hasil tahap refleksi ini selanjutnya digunakan untuk mempertimbangkan kembali rencana pembelajaran yang telah disusun sebagai dasar untuk perbaikan rencana pembelajaran berikutnya. Apakah rencana pembelajaran tersebut telah sesuai dan dapat meningkatkan performance keaktifan belajar siswa. Jika belum ada kesesuaian, hal-hal apa saja yang belum sesuai, metode pembelajarannya, materi dalam LKS, media atau alat peraga, atau lainnya. Pertimbangan-pertimbangan ini digunakan untuk perbaikan rencana pembelajaran selanjutnya.

(6)

meningkatkan kualitas pengajaran guru. 4). Guru modeling mendapatkan pengalaman berharga dan masukan-masukan untuk perbaikan yang tidak sedikit jumlahya, sehingga lambat laun guru akan memahami cara mengatasi setiap permasalahan yang dihadapi siswa5). Siswa-siswa lebih antusias dan semangat dalam proses pembelajaran, mengingat kegiatan pembelajaran diamati atau dipantau langsung oleh guru lain (observer). 6). Guru akan mudah melakukan manajemen waktu pembelajaran, karena setiap guru modeling sebelum pembelajaran dituntut untuk menetapkan target capaian yang disampaikan melalui kegiatan breafing. 7). Guru akan lebih memahami dimana letak kelebihan dan kekurangannya, sehingga, ia akan mengetahui cara meminimalisir kekurangan tersebut. 8). Melalui pembelajaran lesson study, guru akan terfokus pada perbaikan pembelajaran bukan pada formalitas mengajaran. 9). Bagi observer, kegiatan pelaksanaan lesson study menjadi sarana untuk bertukar pikiran. 10). Waktu pelaksanaan pembelajaran di kelas benar-benar diperhitungkan secara efektif dan efisien sehingga tidak akan tersita untuk persiapan pengajaran, segala bentuk persiapan pembelajaran terbantukan oleh observer. 11). Kegiatan Lesson Study melatih keterbukaan, kekompokan dan tanggungjawab sebagai tim yang satu dengan tujuan keberhasilan proses pembelajaran. 12). Berbeda dengan model lainnya, model lesson Study menjadikan persiapan pembelajaran lebih matang dan lebih baik. 13). Seluruh aktifitas siswa dari awal hingga akhir pembelajaran akan terkontrol dengan baik. Dan 14) Guru dengan mudah mengetahui dan memahami kesulitan yang dihadapi oleh individu siswa dalam proses pembelajaran, serta dapat menemukan solusi yang tepat mengatasi permasalahan tersebut.

E. Penutup

Simpulan penelitian ini adalah:1).Pelaksanaan Lesson study di Kabupaten Bone Bolango telah merubah pembelajaran kearah yang lebih baik dan adanya peningkatan kualitas pembelajaran pada mata pelajaran Kimia. 3) guru tekah mendapatkan pencerahan pada guru tentang bagaimana memetakan kompetensi dan materi-materi yang sulit berdasarkan hasil Ujian Nasional, hingga pemahaman merumuskan isi setiap komponen dalam sebuah silabus dan RPP. 4) Melalui Lesson Study pula guru menjadi lebih terampil dalam menyusun dan RPP secara baik dan kolaboratif dan individu, 5). Guru Kimia memahami bagaimana prosedur pembelajaran yang baik serta mampu menerapkannya dalam model Lesson Study.

Mengingat bahwa model Lesson Study merupakan model pembelajaran yang belum begitu familier dikalangan pendidik atau guru khususnya di Kabupaten Bone Bolango. Maka langkah konkret serta realisasi penerapan lesson study yang berkesinambungan sangat dibutuhkan oleh guru. Hal ini tanggungjawab seluruh elemen pendidikan yang didukung oleh kebijakan optilmal pemerintah. Sebagai wujud atau realisasi dukungan pemerintah terhadap peningkatan mutu pendidikan, diharapkan pemerintah khususnya Dinas Pendidikan dapat menjadikan Model Lesson Study sebagai salah model pembelajaran yang dapat diterapkan secara menyeluruh di sekolah-sekolah Menengah Atas yang ada di Kabupten Bone Bolango. Pada tahap implementasi, pemerintah bekerjasama dengan pihak Perguruan Tinggi melakukan sosialisasi dan pendampingan secara kontinyu yang diprioritaskan pada mata pelajaran Ujian Nasional khususnya Mapel Kimia, disertai bantuan dari Pemerintah Daerah (PEMDA) dengan mengalokasikan dana khusus pada kegiatan ini.

DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2007. Kompetensi Guru dalam Meningkatkan Mutu Pendidikan.Laporan Kajian.Jakarta: Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan.

Depdiknas. 2003. Pelayanan Profesional Kurikulum 2004: Kegiatan Belajar Mengajar yang Efektif. Jakarta: Depdiknas

Depdiknas. 2004b. Kurikulum 2004: Standar Kompetensi Bahan Kajian.Jakarta: Depdiknas

Depdiknas, 2003. Survei Dasar Pendidikan Nasional 2003 Rekapitulasi Data Hasil Survei (Isian Dummy Tabel) Persekolahan Provinsi Gorontalo. Jakarta: Balitbang Depdiknas.

Laliyo, Lukman A R., (1999), Analisis Perubahan Konsepsi Siswa tentang Konsep Partikel dalam Perubahan Wujud Materi dengan Implementasi Model Pengajaran Inkuari, Tesis, tidak dipublikasikan, IKIP Malang.

Lewis, C. 2002.Lesson Study: A Handbook of Teacher-led instructional change. Philadelphia: Research for Better Schools.

(7)

Miarso, Yusufhadi dan Degeng, I Nyoman Sudana, (1993), Terapan Teori Kognitif dalam Desain Pembelajaran,Jakarta: Depdikbud.

Reigeluth, Charles M., (1999), What Is Instructional-Design Theory and How Is It Changing? Instructional-Design Theories and Models: A New Paradigm of Instructional Theory. Vol. II., ed. Charles M. Reigeluth. Mahwah, New Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, Publisher.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menggunakan model Cooperative Learning tipe Numbered Heads Together (NHT) diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang aktif dan dapat meningkatkan hasil

Berdasarkan hasil penelitian di RSU Muhammadiyah Ponorogo kelengkapan berkas rekam medis rawat inap berdasarkan laporan penting 10 berkas rekam medis tidak lengkap

Jadi, dari data di atas dapat disimpulkan bahwa pendapat siswa mengenai ”Siswa tidak boleh bertumpu pada penggunaan jaringan internet untuk membantu kegiatan sekolah atau pun

Paige NM, et al melakukan systematic review mengenai efek samping dari terapi spinal manipulation terhadap pasien LBP akut, terdapat beberapa efek samping yang

yang terbentuk pada plat KLT sebagai dasar untuk mengidentifikasi jenis pigmen yang terkandung dalam sampel ( Padina australis).. Pola warna yang terbentuk pada sampel

Sebagai museum yang akan terus berkembang, Museum Geologi Bandung ingin meningkatkan kualitas informasi tentang segala hal dan kegiatan yang berlangsung di Museum

Program umum MGMP Kabupaten Jombang adalah program yang bertujuan untuk memberikan wawasan kepada guru tentang kebijakan-kebijakan pendidikan di tingkat daerah sampai

Selanjutnya dilakukan kegiatan memilih, menetapkan dan mengembangkan cara- cara (strategi) pembelajaran yang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang ditetapkan sesuai