• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul pelatihan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi : Modul pelatihan perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) - [BUKU]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modul pelatihan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi : Modul pelatihan perencanaan dan penganggaran kesehatan terpadu (P2KT) - [BUKU]"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MODUL PELATIHAN PERENCANAAN DAN

PENGANGGARAN KESEHATAN TERPADU (P2KT)

332

Ind

(3)
(4)

KATA SAMBUTAN

Modul ini telah disusun jauh sebelum diberlakukannya kebijakan desentralisasi/otonomi daerah tahun 1999 dan telah mengalami perjalanan panjang dalam merespon berbagai perubahan yang sangat dinamis sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, hingga menghantarkan revisi modul sampai dengan edisi ke-4. Pada tahun 1983-1984 disusun Modul Perencanaan Program Kesehatan Komprehensif (Comprehensive Health Planning) oleh Biro Perencanaan bersama dengan FKM-UI dan Johns Hopkins University dengan dukungan dana dari USAID. Namum penerapannya belum berjalan lancar dan masih menghadapi banyak kendala karena sistem yang berlaku masih "Top down"dan sangat terfragmentasi.

Pada tahun 1990, Biro Perencanaan telah mengitegrasikan perencanaan 4 program yang didanai dari Pusat yaitu 1). KIA/KB, 2). Gizi, 3). P2M-PLP dan Pelayanan Kesehatan dalam satu Pedoman Integrasi Perencanaan Program Kesehatan Terpadu (DIP-PPKM). Keempat program tersebut disatukan dalam satu Pimpro dan Bendahara yang tidak lagi berkedudukan di Provinsi melainkan berada di Kabupaten/Kota. Namun nuansanya masih "Top down".

Modul Perencanaan Program dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) Edisi-1 disusun pada tahun 1996 dengan mengintegrasikan semua progam, mencakup wilayah Kabupaten/Kota, menggunakan pendekatan "bottom up", komprehensif (meliputi semua program prioritas) dan menintegrasikan intervensi kuratif, promotif dan preventif. Dalam modul ini juga mulai diperkenalkan analisis faktor resiko sebagai bagian penting dalam perencanaan kesehatan, khususnya dalam analisa situasi dan merancang intervensi yang diperlukan.

Pada tahun 1999, kebijakan desentralisasi/otonomi daerah mulai diterapkan. Situasi ini memberikan peluang bagi daerah untuk menerapkan P2KT. Sejalan dengan Kebijakan Desentralisasi, banyak terjadi perubahan mekanisme penganggaran, mekanisme alokasi APBN melalui DIP/DIK dihapuskan diganti dengan DAU dan DAK. Anggaran Pusat yang bersifat khusus seperti SBBO dan OPRS juga dihilangkan. Dinamika perubahan yang begitu cepat dan dinamis tersebut juga dialami dan dihadapi oleh tingkat Kabupaten/Kota. Oleh sebab itu pada tahun 2002, Biro Perencanaan bersama Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM-UI melakukan revisi terhadap Modul P2KT tersebut, menghasilkan Modul P2KT edisi-2 yang terdiri dari 9 modul, dengan dukungan Proyek DHS-1.

(5)

ii

(Renstrakes untuk kesehatan). Maka pada tahun 2004 kembali dilakukan revisi modul edisi-3 yang menghasilkan penyederhanaan materi pelatihan (menjadi 1 modul) disertai pengganggaran secara terpadu, mulai dari analisis situasi, penetapan tujuan, penyusunan rencana operasional, perhitungan kebutuhan biaya dan penyusunan anggaran berbasis kinerja.

Dengan dikeluarkannya UU No. 32 dan No. 33 tahun 2004 dan berubahnya format penyusunan anggaran penyusunan anggaran berbasis kinerja sesuai Kepmendagri No. 13/2006 sebagai pengganti No. 29/2004 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, Adanya perkembangan yang dinamis tentang KW/SPM serta berkembangnya berbagai rumusan kebijakan kesehatan nasional yang semakin berkaitan dengan target Millenium Development Golas (MDGs), seperti yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJM) dan Renstra Departemen Kesehatan sehingga mengharuskan kita kembali melakukan revisi Modul P2KT sampai dengan edisi-4. Dengan perubahan yang sangat dinamis dan akan terus berlangsung revisi terhadap Modul perlu terus dilakukan.

Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) tersusun berkat kerjasama dan dukungan dari berbagai unit terkait dilingkungan Departemen Kesehatan, khususnya Biro Perencanaan, Tim TRT Pusat, Tim Konsultan 3579 dan Tim Penyusun. Pada kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan Modul dan Pedoman ini, dan Sekretaris Eksekutif Proyek DHS-1 yang secara sistematis memfasilitasi mengembangkan draft revisi modul, mendiskusikannya dengan banyak fihak dan melakukan uji coba dan pelatihan serta bimbingan kepada daerah.

Semoga pedoman ini bermanfaat bukan saja bagi daerah, akan tetapi juga bagi tingkat propinsi dan pusat dan siapa saja yang berkepentingan dengan pengembangan dan penguatan Sistem Kesehatan bukan hanya di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota dan juga di Pusat.

Jakarta, 5 November 2007

Direktur Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I.

Dr. Sri Astuti S. Suparmanto, M.Sc (PH)

(6)

KATA SAMBUTAN

Proyek DHS-1 telah dilaksanakan sejak 25 Juni 2001 dan akan berakhir pada bulan September 2007. Pada dasarnya proyek ini ditujukan untuk meningkat proses desentralisasi kesehatan ke tingkat Kabupaten/Kota, yang merupakan pewujudan dari pesan UU No. 32 dan UU No. 33 tentang desentralisasi. Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam proyek DHS-1 dilaksanakan 4 komponen kegiatan, yaitu (a) advocacy dan capacity building, (b) health sector reform untuk menyesuaikan pembangunan kesehatan dengan kebutuhan lokal, (c) investasi di bidang kesehatan dan KB dan (d) manajemen proyek.

Khusus dalam komponen pertama, proyek DHS-1 telah menghasilkan berbagai macam pedoman dan modul pelatihan yang sudah disusun, diujicobakan dan di terapkan didaerah. Semua pedoman dan modul tersebut ditujukan untuk m e n i n g k a t k a n k a pa s i ta s d a e r a h , k h u s u s n y a D i n a s K e s e h a ta n .

Sampai dengan Desember 2004, proyek DHS-1 telah menghasilkan 7 pedoman/modul sebagai berikut:

1. Kebijakan Desentralisasi di Indonesia dan Implikasinya terhadap Pembangunan Kesehatan Daerah

2. Advocacy

3. Perencanaan dan Implementasi Strategi

4. Perencanaan Sumberdaya Manusia Bidang Kesehatan 5. Sistem Informasi Kesehatan Kabupaten/Kota

6. Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) 7. Kepemimpinan Transformasional (Learning Organization)

Selanjutnya, sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan perubahan-perubahan dalam proses desentralisasi di Indonesia, beberapa pedoman/modul tersebut mengalami penyesuaian. Selain itu, sejak tahun 2005 Proyek DHS-1 difokuskan pada percepatan peningkatan kesehatan Ibu dan Anak, walaupun misinya tetap sama yaitu memperkuat daerah dalam melaksanakan desentralisasi kesehatan. Maka sampai Desember 2007, telah dihasilkan seperangkat pedoman/modul sebagai berikut:

1. Modul Surveilans KIA: Peningkatan Kapasitas Agen Perubahan dan Pelaksana Program Kesehatan Ibu dan Anak

2. Pedoman Surveilans KIA

3. Modul Advocacy Kesehatan Ibu, Neonatal dan Anak (MNCH) 4. Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT)

(7)

iv

5. Pedoman Reformasi Sektor Kesehatan (Health Sector Reform atau HSR) 6. Modul Advocacy Kesehatan (Penyesuaian Modul yang lama)

Secara garis besar, semua modul dan pelatihan tersebut dapat dibagi dalam empat kelompok yaitu (1) penguatan sistem informasi, (2) penguatan kebijakan dan manajemen program, (3) penguatan manjemen perubahan dan (4) peningkatan komitmen terhadap kesehatan, khususnya kesehatan ibu dan anak. Keterkaitan antara modul-modul tersebut digambarkan dalam diagram berikut.

Pedoman & Modul Pelatihan yang dihasilkan Proyek DHS-1 (Sampai 2006)

Diharapkan pedoman dan modul-modul dapat dimanfaatkan oleh semua Kabupaten/Kota, yaitu meningkatkan kinerja daerah untuk mencapai target-target pembangunan kesehatan seperti tertuang dalam RPJMN dan MDGs. Pedoman dan modul tersebut juga perlu difahami oleh Tingkat Pusat dan Propinsi. Dengan demikian peranan Pusat dan Provinsi dalam memberikan bantuan kepada tingkat Kabupaten/Kota bisa lebih efektif.

Jakarta, 5 November 2007

Sekretaris Jenderal Departemen Kesehatan RI

(8)

KATA SAMBUTAN

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Module Pelatihan untuk meningkakan kapasitas petugas kesehatan dalam melaksanakan proses desentralisasi yang telah mengalami beberapa kali penyesuaian dapat diselesaikan. Module Pelatihan untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi ini disusun mengikuti perkembangan kebutuhan dan perubahan-perubahan dalam proses desentralisasi di Indonesia, beberapa pedoman/modul tersebut mengalami beberapa kali penyesuaian dan diuji cobakan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu, sejak tahun 2005 Proyek DHS-1 difokuskan pada percepatan peningkatan kesehatan Ibu dan Anak, walaupun misinya tetap sama yaitu memperkuat daerah dalam melaksanakan desentralisasi kesehatan. Maka sampai Desember 2007, telah dihasilkan seperangkat pedoman/modul sebagai berikut:

1. Modul Surveilans KIA: Peningkatan Kapasitas Agen Perubahan dan Pelaksana Program Kesehatan Ibu dan Anak

2. Pedoman Surveilans KIA

3. Modul Advocacy Kesehatan Ibu, Neonatal dan Anak atau Maternal Neonatal and Child Health (MNCH)

4. Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) (Penyesuaian Modul yang lama)

5. Pedoman Reformasi Sektor Kesehatan atau Health Sector Reform (HSR) 6. Modul Advocacy (Penyesuaian Modul yang lama)

Modul Pelatihan dan Pedoman ini tersusun berkat kerjasama dan dukungan dari Direktorat Jenderal P2M-PL, Direktorat Kesehatan Ibu, Direktorat Kesehatan Anak, Biro Perencanaan, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Tim TRT Pusat, Tim Konsultan 3579, para Pihak Ketiga yang ditunjuk sebagai Pelaksana Pekerjaan dan Sekretaris Eksekutif Proyek DHS-1 yang telah memfasilitasi penyusunan pedoman dan modul tersebut diatas. Dalam kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan Modul dan Pedoman ini.

Kami menyadari bahwa modul pelatihan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap Modul dan Pedoman ini bermanfaat bukan saja bagi daerah, akan tetapi juga bagi tingkat Provinsi dan Pusat serta siapa saja yang berkepentingan dengan Pengembangan dan Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan dalam konteks Desentralisasi.

Jakarta, 5 November 2007

Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I.

(9)
(10)

PENDAHULUAN

Seperti sudah disampaikan dalam bagian Pengantar, pedoman dan modul perencanan kesehatan tingkat kabupaten/kota sudah disusun sejak awal tahun 1980-an oleh Depkes RI (Biro Perencanaan) bekerja sama dengan Perguruan Tinggi dan Donor. Sejak itu, sudah dilakukan beberapa kali revisi yang secara berurutan disampaikan berikut ini:

1. Modul Perencanaan Program Kesehatan Komprehensif (Comprehensive Health

Planning)

Modul ini disusun pada tahun 1983 - 1984 oleh Depkes RI (Biro Perencanaan dan Pusdiklat) bersama FKMUI dan Johns Hopkins University dengan dana dari USAID dan WHO. Walaupun pelatihan sudah dilakukan di beberapa propinsi, penerapannya oleh daerah mendapat kendala karena sistem yang berlaku waktu itu adalah perencanaan "top down", dan sangat terfragmentasi (tidak ada integrasi antara program)

2. Pedoman Integrasi Perencanaan Program Kesehatan Terpadu (DIP-PPKM)

Pada awal 1990, Biro Perencanaan mencoba mengintegrasikan perencanaan 4 program yang di danai oleh pusat, yaitu program-program (1) KIA/KB, (2) Gizi, (3) P2M-PLP dan (4) Pelayanan Kesehatan. Jadi sifat perencanaan tersebut terbatas pada 4 program dan nuansanya tetap "top down". Ke empat program tersebut disatukan dibawah satu Pimpro dan Bendahara yang kedudukannya tidak lagi di propinsi, akan tetaPi di kabupaten/kota.

3. Modul Perencanaan Program dan Penganggaran Kesehatan Terpadu Edisi-1

(P2KT Edisi-1)

Pada tahun 1996, kembali dilakukan penyusunan Modul/Pedoman Perencanaan dan Penganggaran yang (1) terintegrasi untuk semua program, (2) mencakup wilayah kabupaten/kota, (3) bottom up, (4) komprehensif atau meliputi semua program prioritas, (5) mengintegrasikan intervensi kuratif, promotif dan preventif. Dalam Modul ini mulai diperkenalkan analisis faktor resiko sebagai bagian penting dalam perencanaan kesehatan, khususnya dalam analisis situasi dan merancang intervensi yang diperlukan.

(11)

4. Modul P2KT Edisi-2

Pada tahun 1999, kebijakan desentralisasi/otonomi daerah mulai diterapkan. Situasi ini memberi peluang bagi daerah untuk menerapkan P2KT. Namun ternyata P2KT edisi-1 tersebut diatas sudah tidak relevan lagi. Sejalan dengan kebijakan desentralisasi, mekanisme penganggaran di daerah juga mengalami perubahan drastis. Mekanisme alokasi APBN melalui DIP/DIK dihapus dan digantikan dengan DAU dan DAK. Anggaran Pusat yang bersifat spesifik seperti SBBO dan OPRS juga dihilangkan. Sementara itu, struktur organisasi daerah juga berubah.

Oleh sebab itu, Biro Perencanaan bersama Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKMUI melakukan revisi terhadap modul P2KT tersebut yang menghasilkan P2KT edisi-2 yang teridiri dari 9 modul. Pelaksanaan revisi tersebut dilakukan pada tahun 2002.

Revisi modul tersebut dilakukan dengan dana dari Proyek DHS-1 (ADB) dan sudah dilatihkan di semua propinsi yang dicakup dalam proyek DHS-1 tersebut. Revisi modul P2KT dalam proyek DHS-1 dilakukan bersama dengan penyusunan modul-modul lainnya, yang diharapkan akan meningkatkan kemampuan daerah melaksanakan desentralisasi kesehatan. Modul-modul yang dikembangkan dalam proyek DHS-1 tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Kebijakan desentralisasi kesehatan (2) Advocacy kesehatan

(3) Manajemen Strategis

(4) Perencanan dan pengembangan ketenagaan (5) Sistem Informasi Kesehatan Daerah

(6) P2KT (edisi-2)

(7) Pembelajaran Organisasi (Learning Organization)

2

Kebijakan

Desentralisasi Advocacy

Manajemen Strategis

Perencanaan & pengembangan ketenagaan

P2KT

Sistem Informasi Kesehatan

(12)

5. Modul P2KT Edisi-3

Ternyata kemudian terjadi perkembangan yang sangat cepat sehubungan dengan otonomi daerah. Sistem anggaran dirubah dari DIP/DIK menjadi Anggaran Berbasis Kinerja (SK Mendagri No. 29/2002). Kemudian pada tahun 2004 dikeluarkan UU No. 32 yang juga menetapkan pedoman dan siklus perencanaan daerah. Sementara itu setiap daerah diharuskan menyusun Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dan Rencana Strategis Sektoral (untuk kesehatan disebut Renstrakes).

Oleh sebab itu, masih dalam rangka Proyek DHS-1, dilakukan kembali revisi terhadap P2KT edisi-2 diatas, yang menghasilkan P2KT edisi-3. Revisi ini dilakukan dalam tahun 2004. Hasilnya adalah penyederhanaan materi pelatihan (menjadi hanya 1 modul) disertai dengan penggunaan program Excell untuk memudahkan proses perencanaan dan penganggaran secara terpadu, mulai dari analisis situasi, penetapan tujuan, penyusunan rencana operasional, penghitungan kebutuhan biaya dan penyusunan anggaran berbasis kinerja.

P2KT edisi-3 juga sudah dilatihkan di banyak daerah, termasuk 6 propinsi daerah proyek DHS-1, Jawa Barat, DIY, Jawa Timur, Jambi, Sumatra Selatan, dan Papua.

6. Modul P2KT Edisi-4

Modul P2KT Edisi-4 ini merupakan revisi terhadap Modul P2KT Edisi-3 dan revisi ini dilakukan pada bulan Agustus 2006. Garis besarnya sama dengan edisi-3, akan tetapi perubahan dan perkembangan desentralisasi diakomodir dalam modul edisi-4 ini. Perubahan yang dimaksud adalah sebagai berikut:

a. Dikeluarkannya UU No. 32 dan 33 pada tahun 2004 sebagai pengganti UU No.

22 dan 25 tahun 1999, yang mengatur pembagian kewenangan serta perimbangan keuangan antara pusat, propinsi dan kabupaten/kota.

b. Berubahnya format penyusunan anggaran berbasis kinerja dengan dikeluarkannya Permendagri No. 13/2006 sebagai pengganti Permendagri No. 29/2002 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah

c. Perkembangan dinamis tentang Kw/SPM yang sampai saat revisi terakhir ini

(13)

Disamping hal-hal diatas, revisi terhadap edisi-3 juga dilakukan karena banyak masukkan diperoleh dari pengalaman melatihkan P2KT edisi-3 tersebut dibanyak daerah, misalnya di Papua, Lampung dan Jambi, di DIY, Jawa Timur dan Jawa Barat. Beberapa masukan penting yang diakomodir dalam revisi ini adalah sebagai berikut:

a. Memperjelas urutan logis (logical sequence) antara satu template dengan template

lainnya dalam instrumen P2KT

b. Memperjelas peranan Puskesmas dalam proses penyusunan rencana tahunan

Dinas Kesehatan

c. Memperjelas instrumen untuk integrasi perencanaan dan penganggaran

d. Menyampaikan definisi terminologi perencanaan dan penganggaran sesuai dengan

teori baku dan definisi formal dalam sistem pemerintah (seperti tertulis dalam perundang-undangan dan peraturan)

7. Modul Perencanaan spesifik (khusus)

Disamping modul-modul seperti disampaikan dimuka, dalam beberapa proyek kesehatan, dikembangkan Pedoman/Modul Perencanaan Kesehatan yang spesifik. Modul-modul tersebut perlu diketahui agar dalam pelatihan dan penggunaan P2KT tidak terjadi kesimpang-siuran. Modul-modul spesifik tersebut adalah sebagai berikut:

(1) Modul P2KT untuk program PPM-PL

Modul ini disusun dalam proyek ICDC (Intensifying Communicable Disease Control, dengan dana pinjaman dari ADB) dibawah Dirjen PPMPL. Modul tersebut pada dasarnya adalah penerapan P2KT dan kebijakan desentralisasi untuk 4 program PPMPL, yaitu (1) malaria, (2) tuberkulosis, (3) ISPA/pneumonia dan (4) immunisasi. Modul P2KT Penyakit Menular ini sangat menekankan aspek analisis dan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan dan faktor resiko perilaku.

(2) Modul Prospek (Perencanaan untuk meningkatkan kinerja program)

Modul/Pedoman Prospek dikembangkan oleh MSH dengan dana USAID. Prospek adalah perencanaan untuk meningkatkan (1) program kesehatan yang kinerjanya rendah dan (2) di daerah atau kecamatan yang kinerjanya rendah. Prinsip dasarnya tetap "problem solving cycle" dengan penekanan pada analisis hambatan untuk menentukan strategi. Prospek dilakukan pada 2 atau 3 program saja dan bukan untuk menyusun rencana kesehatan tahunan.

(14)

I. URAIAN SINGKAT TENTANG MODUL P2KT

Dalam modul ini disampaikan teori/konsep, prinsip, langkah-langkah dan instrumen (alat bantu) untuk menyusun rencana dan anggaran tahunan program kesehatan tingkat daerah (Kabupaten/Kota). Selain itu disampaikan juga pedoman untuk melatihkan materi tersebut yang berisi proses belajar mengajar, pokok bahasan yang harus disampaikan, pedoman dan materi untuk penugasan/latihan kelompok serta soal-soal untuk pre- dan post-test.

Tujuan modul ini adalah untuk meningkatkan kemampuan daerah, khususnya Dinas

Kesehatan Kabupaten/Kota untuk menyusun rencana tahunan program kesehatan secara

terpadu. Selain itu, tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan kemampuan Dinas Kesehatan

untuk menyusun anggaran tahunan yang didasarkan pada (1) hasil penyusunan rencana

tahunan terpadu dan (2) kinerja program yang akan dicapai.

Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam pelatihan ini disampaikan beberapa pokok bahasan yang secara garis besar terbagi dalam tiga bagian, yaitu:

(1) Umum: kebijakan kesehatan, desentralisasi dan Kw-SPM.

(2) Perencanaan kesehatan (kebijakan, masalah perencanan kesehatan, siklus perencanaan kesehatan dan aspek teknis perencanaan kesehatan)

(3) Penyusunan anggaran berbasis kinerja (masalah penganggaran, anggaran berbasis kinerja, tehnik menghitung kebutuhan biaya dan penyusunan anggaran program kesehatan)

Materi tersebut disampaikan melalui mekanisme curah pendapat, tanya jawab dan latihan kelompok.

Sasaran pelatihan ini adalah staff Dinas Kesehatan Kabupetan/Kota, namun disarankan juga agar prinsip-prinsip perencanaan dan penganggaran program kesehatan ini juga difahami oleh Bappeda dan Staff Puskesmas. Dari Dinas kesehatan, yang perlu dilatih adalah semua unit Dinas Kesehatan yang terlibat dalam penyusunan rencana program kesehatan.

(15)

II. TUJUAN PEMBELAJARAN

Tujuan Pembelajaran Umum

Setelah selesai mengkuti pelatihan P2KT ini, peserta akan mampu menyusun rencana dan anggaran tahunan kesehatan daerah secara terpadu, yang didasarkan pada kebutuhan kesehatan spesifik daerah dan diselaraskan dengan kebijakan kesehatan nasional dan global, sekaligus menghitung kebutuhan pembiayaan kesehatan yang realistis.

Tujuan Pembelajaran Khusus

Setelah selesai mengikuti pelatihan ini peserta akan:

1. Mampu menjelaskan kebijakan kesehatan yang berkembang ditingkat global dan nasional serta latar belakang kebijakan-kebijakan tersebut berikut implikasinya terhadap perencanaan dan penganggaran kesehatan daerah

2. Mampu menjelaskan siklus tahunan perencanan dan penganggaran kesehatan daerah

3. Mampu melakukan analisis situasi kesehatan secara komprehensif 4. Mampu menetapkan tujuan tahunan program kesehatan daerah

5. Mampu menguraikan kegiatan program secara komprehensif (kegiatan pelayanan perorangan, kegiatan kesehatan masyarakat, kegiatan manajemen dan kegiatan pengembangan/investasi)

6. Mampu melakukan integrasi kegiatan program-program kesehatan dalam rencana tahunan kesehatan daerah dan menyusun rencana operasional program kesehatan daerah

7. Mampu menghitung kebutuhan biaya untuk melaksanakan rencana operasional tersebut dengan menggunakan "activity and input based costing"

8. Mampu menyusun anggaran tahunan program kesehatan secara terpadu dan berbasis kinerja.

III. PESERTA PELATIHAN

Karena perencanaan kesehatan ditingkat Dinas Kesehatan Daerah melibatkan hampir semua unit organisasi Dinkes, maka Kepala Dinas Kesehatan serta kepala unit-unit di Dinas Kesehatan perlu memahami dan memiliki kemampuan untuk melaksanakan perencanaan kesehatan daerah sesuai dengan prinsip dan langkah-langkah P2KT. Oleh sebab itu peserta pelatihan yang disarankan adalah sebagai berikut:

1. Kepala Dinas Kesehatan Kota/Kabupaten 2. Kepala Tata Usaha

3. Unit Perencanaan (Bina Program) 4. Unit lain (P2PL, Yankes, Kesga, PKM).

(16)

IV. POKOK BAHASAN

Isi modul ini dibagi tiga, yaitu sebagai berikut:

Pokok Bahasan I. Umum:

1. Kebijakan kesehatan nasional dan perencanaan kesehatan daerah 2. Konsep desentralisasi dan Kw/SPM

3. Prinsip dan ringkasan proses P2KT 4. Siklus perencanaan program tahunan

Pokok Bahasan II. Langkah-langkah Perencanaan Kesehatan Terpadu

1. Analisis Situasi

2. Penetapan Tujuan Program 3. Identifikasi kegiatan 4. Klasifikasi kegiatan

(a) kegiatan pelayanan individu

(b) kegiatan program kesehatan masyarakat (c) kegiatan manajemen

(d) kegiatan pengembangan

5. Penyusunan RO (Rencana Operasional) dan Integrasi kegiatan

Pokok Bahasan III. Langkah-langkah Penganggaran Terpadu

1. Perhitungan kebutuhan biaya

2. Penyusunan anggaran berbasis kinerja

3. Konversi mata anggaran sesuai dengan pedoman Anggaran Berbasis Kinerja 4. Integrasi anggaran

(17)

8

Garis Besar Proses Pemahbelajaran

POKOK BAHASAN METODE ALAT

BANTU

WAKTU

POKOK BAHASAN I :

Kebijakan Kesehatan & Perencanaan Kesehatan Daerah 1. Kebijakan kesehatan nasional dan daerah

2. Desentralisasi, SPM dan perencanaan tahunan daerah 3. Pengelolaan keuangan daerah

4. Prinsip-prinsip P2KT

5. Proses dan siklus Perencanaan Kesehatan Daerah POKOK BAHASAN II

Perencanaan Program Kesehatan Terpadu 1. Analisis Situasi Kesehatan Daerah 2. Penetapan tujuan program

3. Identifikasi intervensi 4. Perumusan kegiatan

5. Penyusunan Rencana Operasional 6. Integrasi kegiatan (sektoral) POKOK BAHASAN III Penyusunan Anggaran Terpadu

1. Prinsip dan teknik perhitungan kebutuhan biaya program kesehatan

2. Integrasi anggaran

3. Konversi mata anggaran (matriks anggaran) berbasis kinerja

4. Matching biaya dengan sumber Pembiayaan

PENYUSUNAN PLAN OF ACTION

PELAKSANAAN P2KT DI DAERAH

(18)

V. LANGKAH-LANGKAH/PROSES PELATIHAN

1. Perkenalan

2. Pre test

3. Penyampaian Materi Pokok Bahasan (CTJ)

4. Pembagian Kelompok

5. Latihan Perencanaan Terpadu

6. Latihan Penyusunan anggaran terpadu

7. Penyusunan Plan of Action

8. Presentasi kelompok

9. Rangkuman

(19)

VI. BAHAN BACAAN/URAIAN MATERI

Pokok Bahasan I:

UMUM

1. Kebijakan nasional dan perencanaan kesehatan daerah

Pada satu sisi, perencanaan kesehatan daerah harus memperhatikan hiearchi kebijakan yang lebih tinggi dalam administrasi negara, yaitu (1) Renstra kesehatan daerah atau Renstrakesda yang merupakan kebijakan pembangunan kesehatan daerah dalam jangka lima tahun, (2) Renstrada yang merupakan kebijakan pembangunan daerah secara menyeluruh, (3) RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) yang merupakan kebijakan limatahunan pembangunan nasional, (4) Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang berisi kebijakan pokok pembangunan kesehatan (5) Renstra Depkes, serta (7) kebijakan-kebijakan lain yang berkaitan dengan pembangunan kesehatan seperti misalnya tentang target Millenium Development Goals (MDG) di bidang kesehatan, rumusan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, kebijakan anggaran, prioritas terhadap penduduk miskin, dll.

Disisi lain, perencanaan kesehatan daerah juga harus responsif dan akomodatif terhadap masasalah kesehatan spesifik daerah termasuk aspirasi masyarakat tentang pembangunan kesehatan daerah.

Dari uraian diatas tampak bahwa perencanaan kesehatan daerah harus dilaksanakan dalam dua arah, yaitu "top down" dan "bottom up". Pada masa lalu perencanaan kesehatan sangat bersifat "top down". Perencanaan kesehatan disusun di tingkat pusat termasuk penentuan tujuan atau target yang harus dicapai daerah dan juga dalam penentuan besaran anggaran. Setelah kebijakan desentralisasi diterapkan, daerah diharuskan menyusun rencana kesehatan secara "bottom up". Namun perlu dikemukakan bahwa proses "bottom up" bukanlah untuk mengganti proses "top down" secara mutlak. Proses "bottom up" dan "top down" kedua-duanya tetap harus diterapkan.

Oleh sebab itu, perencanaan kesehatan daerah perlu memperhatikan dan mengakomodir kebijakan kesehatan nasional. Beberapa kebijakan nasional yang penting dan perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kesehatan daerah adalah sebagai berikut:

1. Prioritas masalah kesehatan nasional 2. Prioritas intervensi dan program kesehatan

3. Kewenangan wajib, SPM dan pelayanan/program essensial 4. Pemeliharaan kesehatan penduduk miskin

(20)

a. Prioritas masalah

Pada masa lalu (era tahun 1970-an - 1980-an), penentuan prioritas masalah kesehatan selalu dilakukan dalam perencanaan kesehatan. Berbagai macam metode dipergunakan untuk menentukan masalah kesehatan mana yang perlu diberikan prioritas. Namun setelah berjalan beberapa dekade, pengalaman empiris telah membantu para pengambil keputusan dan perencana untuk mengetahui masalah kesehatan mana yang menjadi prioritas di suatu negara atau wilayah. Untuk Indonesia, misalnya, dalam kelompok masalah non-infeksi sudah diketahui bahwa masalah KIA/KB dan kurang gizi adalah masalah prioritas. Dalam kelompok penyakit infeksi, malaria, tuberkulosis, HIV/AIDS, ISPA, diare, DBD adalah beberapa penyakit infeksi yang menjadi prioritas nasional.

Namun demikian, kalau disuatu daerah ada masalah tertentu yang dianggap penting dan tidak termasuk dalam prioritas masalah kesehatan nasional, daerah perlu melakukan penentuan prioritas masalah tersebut relatif terhadap masalah lain. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan beberapa kriteria tertentu, misalnya (1) prevalens masalah tersebut, (2) besar dampaknya seperti ditunjukkan oleh angka CFR, kerugian ekonomi yang ditimbulkan, dll. Sebagai contoh, masalah penggunaan formalin dan baygon dalam pengolahan ikan di Kabupaten Tangerang dianggap sebagai masalah penting oleh daerah ybs, penyakit reabies dianggap penting di pulau Flores, dll.

b. Prioritas intervensi

Prioritas intervensi berbeda dari prioritas masalah. Dalam program kesehatan, ada dua kelompok intervensi yang dapat dilakukan, yaitu:

(a) Intervensi terhadap penyakit, yang umumnya bersifat pelayanan pengobatan individu

(b) Intervensi terhadap faktor resiko termasuk intervensi perilaku dan intervensi lingkungan, yang umumnya merupakan program kesehatan masyarakat

Dalam masing-masing kelompok intervensi tersebut, kemajuan ilmu dan teknologi menawarkan berbagai macam jenis intervensi. Untuk pengobatan, tersedia berbagai macam jenis pengobatan untuk suatu jenis penyakit (misalnya untuk malaria tersedia berbagai alternatif obat). Demikian juga untuk faktor resiko lingkungan dan perilaku, tersedia berbagai macam alternatif (misalnya untuk malaria tersedia intervensi pemberantasan sarang nyamuk, pengunaan kelambu, berbagai media untuk KIE, dll).

(21)

intervensi yang terbukti "cost effective", seperti misalnya immunisasi, Tb-DOTS, MTBS, dll. Untuk menurunkan kematian ibu, intervensi yang sudah terebukti "cost effective" termasuk KB, ANC (khususnya K4), dan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan terlatih.

c. Kewenangan Wajib, SPM dan pelayanan/program essensial

UU No. 32/2004 menyebutkan bahwa daerah harus melaksanakan program/pelayanan tertentu yang disebut sebagai Standar Pelayanan Minimal. Ada kriteria yang disebutkan dalam UU tersebut tentang SPM, yaitu sebagai berikut:

(1) Pelayanan/program yang diperlukan untuk menjamin hak konstitusi penduduk (2) Pelayanan/program yang penting untuk kesejahteraan penduduk, menjamin

ketertiban dan menjaga keutuhan NKRI

(3) Pelayanan/program yang merupakan komitment global

Pada tahun 2003 dikeluarkan Kepmenkes 1457 yang berisi daftar 31 jenis program/kegiatan yang termasuk dalam SPM (lihat tabel berikut). Program/pelayanan atau kegiatan dalam daftar SPM tersebut juga perlu dipertimbangkan dalam perencanaan daerah. Seperti terlihat, jumlahnya cukup banyak dan ada program tertentu dalam daftar tersebut yang masih bisa diuraikan lebih lanjut, sehingga jumlah total program dalam SPM sebetulnya lebih banyak dari 31 buah (26 diberi nomor dan lima tanpa nomor).

Seperti terlihat, ternyata tidak semua kegiatan dalam daftar tersebut dapat disebut sebagai pelayanan, misalnya adalah pembiayaan kesehatan. Demikian pula, ada pelayanan farmasi yang sebetulnya sudah terintegrasi dengan pelayanan lain. Misalnya, apabila daerah menyusun rencana program malaria, otomatis kebutuhan farmasi untuk program tersebut sekaligus direcanakan. Artinya, dipertanyakan kenapa pelayanan farmasi dianggap sebagai pelayanan yang ekslusif.

Masalah lain adalah kesehatan usila, yang didalamnya tercakup banyak pelayanan/ program kesehatan. Hal yang sama terjadi dengan pelayanan kesehatan kerja. Kedua pelayanan ini menggunakan pendekatan sasaran pelayanan (penduduk usila dan tenaga kerja), sedangkan pelayanan lain menggunakan pendekatan masalah kesehatan. Maka jenis-jenis pelayanan dalam daftar tersebut tidak "mutually exclusive" atau tumpang tindih.

Pada tahun 2006, Depkes melakukan upaya-upaya untuk mereview kembali daftar SPM tersebut. Acuan dasarnya adalah UU No. 32 seperti disampaikan dimuka. Draft awal perbaikan SPM tersebut berisi pelayanan dengan jumlah yang jauh lebih sedikit, yaitu 8 jenis pelayanan/program, dengan 30 jenis indikator. Draft perubahan daftar SPM tersebut disampaikan dalam tabel berikutnya.

(22)

Tabel-1. Daftar SPM,SK Menkes 1457/2003

No Kewenangan Wajib Pelayanan

1 Pel Kes. Ibu dan Bayi

2 Pelkes Anak Prasekolah & Usia Sekolah 3 Pelayanan KB

4 Pelayanan Immunisasi

5 Pelayanan Pengobatan/Perawatan 6 Pelayanan Kesehatan Jiwa

Pelayanan Kesehatan Kerja (*) Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut (*) 7 Pemantauan Pertumbuhan Balita 8 Pelayanan Gizi

9 Pel. Obstetri & Neonatal Emergensi dasar & komprehensif 10 Pelayanan Gawat Darurat

11 Surveilans Epidemiologi, penanggulangan KLB & Gizi Buruk 12 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Polio

13 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Tb Paru 14 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit ISPA 15 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit HIV-AIDS 16 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit DBD 17 Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Diare

Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Malaria (*) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Kusta (*) Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Filariasis (*) 18 Pelayanan Kesehatan Lingkungan

19 Pelayanan Pengendalian Vektor

20 Pelayanan Hygiene sanitasi di Tempat Umum 21 Penyuluhan Perilaku Sehat

22 Penyuluhan P3 NAPZA berbasis masyarakat

23 Pelayanan Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan 24 Pelayanan Penggunaan Obat Generik

25 Penyelenggaraan Pembiayaan pelayanan kes. perorangan 26 Penyelenggaraan Pembiayaan utk Gakin & Masy. Rentan 1 Pelayanan kesehatan dasar

2 Penyelenggaraan Perbaikan Gizi Masyarakat

3 Pelkes Rujukan & Penunjang

4 Pencegahan & Pemberantasan Penyakit Menular

5 Penyelenggaraan kesling & Sanitasi Dasar

6 Promosi Kesehatan

7 Pencegahan & Penanggulangan penyalahgunaan Napza

8 Pelayanan Kefarmasian (obat)

9 Penyediaan pembiayaan dan jaminan kesehatan

(23)

NO JENIS PELAYANAN NO INDIKATOR KETERANGAN

Draft revisi daftar SPM

1 Pelayanan kesehatan ibu dan anak 1 Cakupan Kunjungan Ibu Hamil K4

2 Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi kebidanan 3 Ibu hamil resiko tinggi yang ditangani 4 Cakupan kunjungan bayi dan balita

5 Cakupan peserta aktif KB

6 Cakupan balita mendapat kapsul vitamin A 2 kali per tahun

7 Desa/Kelurahan Universal Child Immunization (UCI)

8 Akses terhadap ketersediaan darah dan komponen yang aman untuk menangani rujukan ibu hamil dan neonatus 9 Neonatal resiko tinggi/komplikasi yang ditangani 10 Skrining anak prasekolah, siswa SD, SMP , SMA, dan

setingkat

2 Pelayanan keperawatan 11 Cakupan Rawat Jalan (*) 12 Cakupan rawat Inap (*)

13 Sarana kesehatan dengan kemampuan pelayanan gawat darurat yang dapat diakses masyarakat

15 Balita gizi buruk mendapat perawatan

3 Pelayanan gizi masyarakat 14 Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak 6 24 bulan keluarga miskin

16 Balita yang naik berat badannya

17 Kecamatan Bebas rawan Gizi

20 Penemuan dan Kesembuhan Penderita TBC BTA Positif (*)

21 Penemuan Penderita Pneumonia (*) 22 Penderita DBD yang ditangani 23 Penderita Diare yang Ditangani

26 Bayi yang mendapat ASI-Eksklusif 27 Desa dengan garam beryodium baik 28 Posyandu Purnama

29 Upaya Penyuluhan NAPZA oleh petugas kesehatan. 4 Penyelenggaraan penyelidikan

epidemilogi, dan penanggulangan KLB dan Gizi

18 Desa/Kelurahan mengalami KLB yang ditangani <24 jam

5 Pencegahan dan pemberantasan penyakit

19 Acute Flacid Paralysis (AFP) rate per 100.000 penduduk <15 tahun sebesar ? 2

6 Pelayanan Penyehatan Sarana Air

Bersih dan Sanitasi dasar 24 Sarana air bersih dan sanitasi dasar yang memenuhi syaratkesehatan di lingkungan pemukiman 7 Promosi Kesehatan dan

Pemberdayaan Masyarakat

25 Rumah Tangga Sehat (*)

8 Pelayanan Penyediaan Obat dan Perbekalan Kesehatan

30 Ketersediaan Obat esensial dan generic sesuai kebutuhan

Termasuk cakupan Bumil mendapat 90 tablet Fe

Termasuk Bumil resti yang dirujuk Termasuk kunjungan neonatus, cakupan BBLR yang ditangani

Termasuk Acute Flacid Paralysis (AFP)

Sumber data : pelaporan yang ada. Alternatif indicator berupa input

Termasuk Balita BGM, cakupan Deteksi Dini Tumbuh kembang Balita

Ditentukan oleh Dit. P2&PL untuk indicator yang lebih jelas

Pilih Purnama atau aktif. Tidak dikelompokkan ke Promkes Termasuk KLB Gizi

Termasuk Tempat Umum yang memenuhi syarat

Termasuk penulisan resep obat generic

Beberapa negara lain dan badan internasional seperti WHO dan Bank Dunia menyarankan penggunaan konsep "program atau pelayanan essensial", yaitu progam atau pelayanan yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

(1) mengenai sejumlah besar penduduk, seperti terlihat dari angka prevalens kejadiannya

(24)

Essential Public Health program Essential clinical services

Tabel-2. Daftar program/pelayanan kesehatan essensial yang disarankan

1. EPI Plus (immunisasi) 1. Pegobatan the

2. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) 2. MTBS (Manajemen Terpadu Balita 3. Pengendalian tembakau dan alkohol Sakit)

4. KIE kesehatan, KB dan gizi 3. ANC dan pertolongan persalinan

5. Pengendalian vektor 4. Keluarga Berencana (KB)

6. Pencegahan Penyakit Menular 5. Pengobatan PMS

Seksual (PMS) 6. Pengobatan infeksi & trauma minor

7. Surveilans 7. Pengobatan paliatif (untuk nyeri)

(2) dampaknya besar, misalnya Case Fatality Rate (CFR) yang tinggi, meyebabkan tingginya kehilangan waktu produktif yang diukur dengan DALY (Dissability Adjusted Life Years) dan menyebabkan mutu SDM menurun (3) intervensi tersebut "cost effective"

Berikut ini disampaikan beberapa contoh pelayanan essensial yang disarankan:

Sumber: World Development Report 1993: Investing in Health. World Bank 1993.

(25)

Tabel-3. Pelayanan esensial rekomendasi WHO

Prioritas

masalah/intervensi

Target 2015

Prioritas masalah/intervensi Target 2015

1 Tb (2) Perawatan kasus

4 Immunisasi

(1) BCG/DPT/OPV (2) Hb

(3) Campak

Macroeconomic and health, 2000

70%

(2) Persalinan dg nakes

Pengendalian konsumsi rokok

(1) Kebijakan pajak rokok (2) Pelarangan iklan (3) Penyuluhan masyarakat

80%

90%

80%

Tabel-4. Program kesehatan prioritas dan kebutuhan biayanya di tingkat Kabupaten/Kota

14. Air bersih/sanitasi 15. MTBS

Proyek PHP-II, Jawa Barat dan Sumut, 1999

d. Pemeliharaan kesehatan penduduk miskin

Kebijakan lainnya yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan kesehatan daerah adalah pemeliharaan kesehatan penduduk miskin. Hal ini akan tetap relevan dalam 5 - 10 tahun mendatang mengingat besarnya jumlah penduduk miskin (36 - 40 juta pada tahun 2006). Salah satu pertanyaan dalam issue pemeliharaan kesehatan penduduk miskin adalah: pelayanan atau program apa yang perlu dijamin untuk penduduk miskin mengingat keterbatasan sumberdaya? Berapa besar biayanya? Dari mana sumber biayanya? Bagaimana alokasi anggarannya?

Secara umum, penduduk miskin juga memerlukan program/pelayanan yang bisa dibagi dalam dua kelompok, yaitu (1) pelayanan klinis dan (2) program kesehatan masyarakat. Daftar pelayanan essensial yang disampaikan dimuka dapat dipergunakan sebagai

(26)

pedoman untuk menentukan jenis pelayanan dan program yang perlu dijamin bagi penduduk miskin.

Pada tahun 1998, sebagai respons terhadap krisis ekonomi dikawasan Asia Tenggara, pertemuan regional yang diselenggarakan di Tokyo merumuskan 6 kelompok/jenis pelayanan yang dianggap essensial untuk penduduk miskin. Penentuan jenis pelayanan/ program tersebut didasarkan pada pola utilisasi pelayanan tersebut oleh penduduk miskin.

1. Pelayanan KIA dan KB 2. Immunisasi

3. P2M (terutama untuk tbc, malaria, DBD) 4. Gizi

5. Promosi kesehatan

6. Pelayanan di RS (untuk kasus rujukan yang berkaitan dengan KIA dan penyakit menular)

2. Pengelolaan Keuangan Daerah

Sejak tahun 2002 Pemerintah mulai menerapkan sistem anggaran berbasis kinerja, meninggalkan sistem anggaran melalui proses penyusunan DIP untuk anggaran pembangunan dan DIK untuk anggaran rutin. Kedua sistem anggaran ini adalah berbasis mata anggaran (line item budget).

Pada tahun 2002 dikeluarkan Kep.Mendagri No. 29 yang memuat pedoman penyusunan anggaran berbasis kinerja. Kelompok anggaran dibagi dalam kegiatan (a) aparatur dan (b) pelayanan publik. Masing-masing kelompok anggaran tersebut, dibagi lagi menjadi 3 jenis mata anggaran, yaitu (1) belanja administrasi umum, (2) belanja operasional dan pemeliharaan dan (3) belanja barang modal. Tujuan sistem baru ini adalah untuk lebih menjamin bahwa setiap belanja daerah jelas terkait dengan kinerja tertentu yang akan dicapai. Disamping itu, sistem ini juga diharapkan adanya keseimbangan antara belanja aparatur dengan belanja pelayanan publik.

(27)

a. Definisi istilah dalam sistem perencanaan dan penganggaran Daerah (PP No. 58/2005 dan Permendagri No. 13/2006)

RKPD (Rencana Kerja Pemerintah Daerah), adalah rencana kerja dokumen perencanaan Daerah untuk periode 1 tahun.

SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah) adalah perangkat Daerah pada pemerintah Daerah selaku pengguna anggaran/barang. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota adalah salah satu SKPD.

RKA SKPD (Rencana Kerja dan Anggaran SKPD) adalah dokumen perencanaan dan pengganggaran yang berisi program dan kegiatan SKPD serta anggaran yang diperlukan untuk melaksanakannya.

KUA (Kebijakan Umum APBD) adalah dokumen yang memuat kebijakan bidang pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta asumsi yang mendasarinya untuk periode 1 (satu) tahun.

Program adalah penjabaran kebijakan SKPD dalam bentuk upaya yang berisi satu atau lebih kegiatan dengan menggunakan sumberdaya yang disediakan untuk mencapai hasil yang terukur sesuai dengan misi SKPD.

Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau lebih unit kerja pada SKPD sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu program. Kegiatan juga merupakan sekumpulan tindakan pengerahan sumberdaya sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output) dalam bentuk barang/jasa.

Input (masukan) adalah semua sumberdaya yang dipergunakan untuk mengerjakan suatu kegiatan, yang dapat berupa SDM, barang modal dan/atau dana.

Output (keluaran) adalah barang atau jasa yang dihasilkan oleh kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai sasaran dan tujuan program dan kebijakan

Target (sasaran) adalah banyaknya output yang diharapkan dari suatu program

Outcome (hasil) adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya output dari kegiatan-kegiatan dalam satu program tertentu.

Dalam tabel berikut disampaikan contoh aplikasi istilah-istilah tersebut diatas untuk program kesehatan.

18

(28)

3. Prinsip P2KT

Bagian ketiga dalam Pokok Bahasan I ini adalah tentang prinsip-prinsip P2KT, yaitu sebagai berikut.

1. P2KT adalah perencanaan dan penganggaran program kesehatan tahunan, yang merupakan implementasi tahunan dari Rencana Strategis. Dengan demikian, dokumen Renstra Kesehatan Daerah harus menjadi rujukan dalam menyusun P2KT.

2. P2KT adalah perencanaan kesehatan untuk seluruh wilayah kabupaten/kota (areawide planning). Dengan perkataan lain, P2KT adalah perencanaan berbasis wilayah, yaitu wilayah kabupaten/kota. Oleh sebab itu, suatu masalah kesehatan dilihat kaitannya dengan ekologi daerah secara keseluruhan. Masalah pneumonia misalnya, dilihat dalam perspektif "host - agent - environment" dimana "host " adalah individu dan penduduk secara keseluruhan dalam lingkungan daerah yang multi dimensi (fisik, biologis, social, ekonomi, politik, dll).

3. Konotasi integrasi dalam P2KT mempunyai makna sebagai berikut:

a. Integrasi kegiatan berbagai progam berbeda yang bisa dilakukan bersama ,

misalnya surveilans, supervisi, dll

b. Integrasi sumberdaya berbagai program yang bisa dipergunakan bersama (sharing), misalnya SDM, kenderaan, alat seperti mikroskop, dll

c. Intervensi yang terintegrasi dan holistik (pelayanan klinis dan intervensi kesehatan masayarakat)

d. Integrasi sistem pelayanan pemerintah dan non-pemerintah

e. Integrasi dana pemerintah dan dana non-pemerintah

4. P2KT adalah "evidence based planning". Oleh sebab itu salah satu syarat untuk P2KT yang baik adalah berfungsinya SIK (Sistem Informasi Kesehatan) dan SIM (Sistem Informasi Manajemen Kesehatan). Surveylans sangat vital dalam P2KT karena hanya dengan surveilans yang baik dapat diketahui prevalens dan insidens suatu masalah kesehatan tertentu serta distribusinya menurut penduduk, tempat dan waktu.

Program Immunisasi campak Gizi balita

Kegiatan Pencatatan sasaran, sweeping immunisasi

Penimbangan balita, pemberian PMT

Input Jurim, vaksin, cold chain,

biaya transport

Petugas gizi, dacin, PMT pemulihan, biaya transport

Output Balita diimunisasi Balita ditimbang

Target 95% balita di immunisasi 100% balita ditimbang,

100% balita BGM* dapat PMT pemulihan

Outcome KLB campak tidak terjadi KEP Balita menurun

(29)

5. P2KT adalah proses berulang (iterrative) untuk menemukan kompromi antara kebutuhan kesehatan dengan ketersediaan sumberdaya (yang terbatas). Dalam bahasa perencanaan, P2KT mempertemukan pendekatan "target based budgeting" dengan "budget based targeting"

6. P2KT menekankan pentingnya eksplorasi atau menemukan intervensi terhadap faktor-faktor resiko terjadinya suatu masalah kesehatan, yaitu (1) faktor-faktor resiko lingkungan dan (2) faktor resiko perilaku

7. P2KT mengintegrasikan kegiatan langsung (pelayanan klinis dan kesehatan masyarakat)

dengan kegiatan penunjang (manajemen) dan kegiatan pengembangan (capacity

building)

8. Penyusunan anggaran dalam P2KT didasarkan pada (1) target kinerja program, (2) biaya satuan, (3) ketersediaan dan sumber biaya

9. P2KT melibatkan semua unit Dinas Kesehatan, Puskesmas dan sedapat mungkin juga melibatkan RSUD.

4. Proses dan jadwal perencanaan kesehatan tahunan

Siklus perencanaan kesehatan daerah terikat pada siklus perencanan daerah yang diatur oleh UU No. 25/2004. Penyusunan rencana untuk tahun mendatang disusun dalam tahun sekarang. Ternyata siklus tersebut sangat ketat, karena draft awal rencana dibahas dalam bulan Maret, yaitu dalam Musyawarah Rencana Pembangunan (Musrenbang) tingkat kabupaten/kota.

Dengan perkataan lain, proses penyusunan rencana tahun mendatang harus sudah dimulai pada awal Januari tahun berjalan. Selama tiga bulan, rencana dan anggaran tersebut harus sudah selesai disusun.

Adapun kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan disampaikan dalam tabel berikut:

(30)

(1) Analisis situasi (Desember - Januari)

Analisis situasi adalah langkah paling awal dalam perencanaan kesehatan. Analisis situasi sudah harus mulai dikerjakan sejak bulan Desember (lihat tabel jadwal diatas). Yang dihasilkan dari suatu analisis situasi kesehatan daerah adalah sebagai berikut:

Gambaran besaran masalah kesehatan dan distribusinya menurut penduduk, menurut tempat dan menurut waktu

Faktor-faktor resiko yang berkaitan dengan masalah kesehatan tersebut, mencakup faktor resiko lingkungan dan faktor resiko perilaku

Pencapaian program tahun yang lalu

Kesenjangan (gap) dalam pencapaian target (1) menurut program dan (2) menurut wilayah Puskesmas

Kebijakan pembangunan kesehatan nasional dan daerah (termasuk target program) Hal-hal yang perlu diprioritaskan dalam rencana tahun mendatang

Untuk menghasilkan enam butir diatas, ada beberapa hal yang perlu dilakukan, yaitu seperti disampaikan dalam tabel berikut.

Jadwal penyusunan rencana tehunan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

No Kegiatan Unit pelaksana Des Jan Peb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des

1 Analisis situasi

a. Review kinerja thn lalu (evaluasi) b. Analisis situasi & kebijakan kesehatan 2 Rapat Kerja Perencanaan (1)

3 Musrenbang desa

4 Unit-unit Dinkes menyusun PKT 5 Puskesmas menyusun PKT 6 Musrenbang kecamatan 7 Rapat Kerja Perencanaan (II)

8 Forum SKPD (ekpos oleh Kadinkes) 9 Musrenbang Kabupaten/Kota 10 Jaring asmara

11 Kebijakan Umum Anggaran

12Asistensi anggaran (pembahasan usulan) 13 Keputusan anggaran

Dinkes Dinkes Arahan oleh Dinkes Puskesmas + Desa Unit-2 Dinkes Puskesmas Puskesmas + Camat Dinkes + Puskesmas SKPD + Bappeda SKPD + Bappeda + DPRD DPRD

DPRD & Pemda Dinkes + Bappeda DPRD + Pemda

RKT = Rencana Kerja Tahunan

Jaring asmara = menjaring aspirasi masyarakat

(31)

Dalam tabel diatas disampaikan tiga area analisis situasi (Situasi kesehatan, Evaluasi kinerja program dan Analisis kebijakan). Disampaikan juga daftar bahan-bahan yang perlu ditelaah untuk merumuskan hasil analisis situasi tersebut.

Analisis situasi ini seluruhnya harus sudah selesai dalam bulan Januari.

(2) Rapat kerja Perencanaan I

Rapat kerja Perencanaan pertama dilakukan dalam bulan Januari. Rapat kerja ini melibatkan semua unit dibawah Dinkes:

- Ka.Bag. Tata Usaha dan Ka.Sub.Bag - Ka.Sub.Din / Ka.Bid. dan Ka.Sie

- Ka.Puskesmas dan Tim Perencanaan Puskesmas, - RSUD.

- Sedapat mungkin Bappeda dan Dinas Kesra diundang dalam rapat ini. - Demikian pula, provider swasta, LSM kesehatan, profesi dll.

Dalam rapat kerja ini Dinkes menyampaikan kebijakan kesehatan, pencapaian program sampai saat sekarang, gap yang ada (tidak tercapainya target program) serta hambatan yang dihadapi. Fihak-fihak yang diundang diminta masukannya untuk rencana tahun mendatang.

Selain itu, Dinkes juga menyampaikan target-target kabupaten yang harus dicapai. Dalam rapat ini perlu juga disampaikan progam mana yang perlu dipacu kinerjanya dan Puskesmas mana yang juga perlu dipacu kinerjanya untuk program tersebut.

22

Bahan - Data demografi - Laporan program - Kebijakan pembangunan

- Laporan pelayanan nasional

- Profil kesehatan - Renstrakes daerah

- Hasil analisis Susenas - Data dan informasi lain yg

- dll penting utk perencanaan

kesehatan (misalnya kegiatan sektor lain yg berdampak thd kesehatan)

Hasil - Prevalens - Apakah target program - Rumusan prioritas masalah

analisis - Insidens tercapai? kesehatan

- Jumlah kasus sakitlmati - Program apa yg targetnya - Prioritas intervensi kesehatan - Faktor resiko perilaku belum tercapai dan di - Prioritas sasaran pembangunan - Faktor resiko lingkungan kecamatan mana ? kesehatan (misalnya penduduk miskin, kesehatan anak pra- dan sekolah)

Analisis situasi kesehatan Evaluasi kinerja th yll Analisis kebijakan kesehatan

(32)

Dalam Rapat Kerja Perencanaan ini hendaknya sudah disepakai target-target program yang harus dicapai oleh masing-masing Puskesmas, dalam rangka mencapai target Kabupaten/Kota. Target-target tersebut bisa berbeda antara Puskesmas, tergantung pada kinerja Puskesmas bersangkutan pada tahun yang lalu.

Agar tidak terjadi tumpang tindih usulan antar Dinas Kesehatan dan Puskesmas harus disepakati pula jenis kegiatan apa dari setiap program yang akan dilaksanakan oleh Puskesmas dan kegiatan yang bagaimana akan dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan.

Sebagai contoh :

1. Kegiatan pelayanan individu seperti case finding, treatment merupakan jenis kegiatan yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas.

2. Kegiatan ke masyarakat seperti Surveilance lintas wilayah kerja , foging yang merupakan kegiatan dalam dan lintas wilayah kerja Puskesmas harus dikerjakan oleh Dinas Kesehatan. Sedangkan abatisasinya dikerjakan oleh Puskesmas. 3. Kegiatan pengembangan/investasi seperti pembelian alat-alat kesehatan, rehab fisik Puskesmas, cetak leaflet, Pelatihan Guru UKS, Pelatihan Kader Posyandu diusulkan oleh Puskesmas tapi pelaksananya oleh Dinas Kesehatan. 4. Kegiatan Manajemen yang sifatnya lintas wilayah seperti rapat Lintas Program dan Lintas Sektor, dan Supervisi dikerjakan oleh Dinas Kesehatan . 5. Mobilisasi peran serta masyarakat bila lintas wilayah kerja Puskesmas pelaksananya

oleh Dinas Kesehatan.

Kriteria yang berkaitan dengan prinsip efisiensi dan efektif harus menjadi pertimbangan dalam pembagian pelaksanaan kegiatan.

(3) Perencanan tahunan oleh Puskesmas dan Unit-unit Dinkes

Setelah rapat kerja pertama, Puskesmas dan Unit-unit Dinkes diminta menyusun rencana kerja tahunan (RKT) masing-masing. Isi RKT tersebut paling tidak adalah sebagai berikut:

a. Target yang akan dicapai tahun depan

b. Kegiatan yang akan dilakukan untuk mencapai target tersebut c. Jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut

d. Tambahan sumberdaya yang diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut (dana, tenaga, sarana)

(33)

Khusus untuk Puskesmas, dalam menyusun RKT perlu mengakomodir hasil Musrenbang Kecamatan, yaitu usul-usul dari masyarakat untuk program kesehatan di kecamatan bersangkutan.

Rencana usulan kegiatan Puskesmas yang dituangkan dalam sebuah dokumen rencana kerja tahunan Puskesmas harus didasarkan pada sebuah fakta dilapangan, berorientasi pada masalah dan kebutuhan masyarakat setempat dan tidak semata mata memenuhi kebutuhan program . Untuk memenuhi persyaratan tersebut Kepala Puskesmas beserta stafnya harus melaksanakan langkah-langkah penyusunan usulan kegiatan yang dapat berpedoman pada Kep.Men.Kes.RI No.128 / 2004.

Langkah pertama untuk upaya kesehatan wajib ( Promosi Kesehatan, Kesehatan

Lingkungan, Kesehatan Ibu dan Anak termasuk KB, Perbaikan Gizi Masyarakat, Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular serta Pengobatan) yang harus dilakukan adalah memperhatikan berbagai kebijakan yang berlaku baik nasional maupun daerah yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan dan para Ka.Sub.Din / Ka.Bid,, melakukan analisis situasi masalah melalui kajian data dan informasi yang tersedia di Puskesmas.

Untuk upaya kesehatan pengembangan yang harus dilakukan adalah mengidentifikasi

upaya kesehatan pengembangan yang akan diselenggarakan oleh Puskesmas. Identifikasi dilakukan berdasarkan ada tidaknya masalah kesehatan yang terkait dengan upaya kesehatan pengembangan.

Usulan tersebut dituangkan dalam sebuah matriks (Gantt Chart) yang berisikan rincian kegiatan, tujuan, sasaran, besaran kegiatan (volume), waktu, lokasi serta perkiraan kebutuhan biaya untuk setiap kegiatan., seperti contoh di bawah ini :

24 Contoh Gantt Chart Usulan Kegiatan (RUK)

No Upaya

Puskesmas

Keg Tujuan Sasaran Target Waktu Vol

Keg

Hasil yg

(34)

Langkah ke dua Puskesmas mengajukan rencana usulan kegiatan tersebut ke Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota untuk mendapat persetujuan pembiayaannya. Dalam pengajuan usulan kegiatan ke Dinas Kesehatan kaitannya dengan upaya mendukung Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) tingkat Kabupaten/Kota, dapat dilakukan melalui Rapat Kerja Perencanaan ke II

(4) Rapat Kerja Perencanaan II

Rapat Kerja Perencanaan II ini dilaksanakan pada akhir Pebruari atau Awal Maret, yaitu sebelum Musrenbang Kabupaten/Kota dilaksanakan.

Dalam rapat ini unit-unit Dinkes dan Puskesmas menyampaikan RKT yang sudah disusunnya dengan cara presentasi atau desk programer Puskesmas dengan programer Dinas Kesehatan.

Hal yang harus diperhatikan oleh para programer Dinas Kesehatan dan Puskesmas pada saat desk adalah :

1. Dalam menerima usulan kegiatan Puskesmas , programer Dinas Kesehatan harus memperhatikan latar belakang rencana usulan tersebut (analisis situasi), dan Puskesmas dalam memberikan rencana usulannya harus disertai dengan data pendukungnya. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi pencoretan usulan oleh programer Dinas kesehatan apabila pagu anggaran dari APBD tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan.

2. Apabila pagu anggaran bersumber APBD Kabupaten/Kota tidak sesuai dengan jumlah yang diusulkan, sebaiknya programer Dinas Kesehatan atau Bina Program melakukan langkah penyesuaian volume kegiatan terlebih dahulu sebelum pencoretan usulan kegiatan. Atau mengalihkan pembiayaannya ke sumber anggaran lain seperti APBD Propinsi, DAK, APBN Dekon dll.

3. Kewajiban Puskesmas bila sudah pasti akan melaksanakan kegiatan yang sudah disetujui oleh Dinas Kesehatan, harus segera membuat rencana pelaksanaan kegiatannya, seperti contoh di bawah ini:

Contoh Gantt Chart Rencana Pelaksanaan (POA) Upaya kesehatan ...

No Keg Sasaran Target Vol

Keg

Rincian Pelaksan

aan

Lokasi Pelaks

Tenaga Pelaks

(35)

Tujuan Rapat II ini adalah melakukan konsolidasi rencana dan mempersiapkan draft awal Rencana Kerja atau RK atau disebut juga Renja

Hasil Rapat Kerja II ini adalah sebuah dokumen RK yang terdiri dari:

a. Hasil analisis situasi b. Prioritas masalah

c. Tujuan pembangunan kesehatan tahun mendatang

d. Target-target program yang akan dicapai

e. Uraian kegiatan yang akan dilakukan

f. Estimasi awal biaya yang diperlukan

Penyusunan draft awal ini dapat dilakukan dengan bantuan "Template" P2KT (terlampir)

(5) Musyawarah perencanaan pembangunan (Musrenbang)

Dinkes menyampaikan usulan rencana dan anggaran sektor kesehatan tahun mendatang dalam Musrenbang. Selain itu Dinkes juga mengakomodir usulan-usulan yang disampaikan dalam Musrenbang tersebut, yang dipegunakan untuk memperbaiki draft RK. Biasanya Musrenbang ini diselenggarakan dalam bulan Maret dan April.

(6) Penyampaian RK dalam forum SKPD

Dalam bulan yang sama (Maret atau April), Pemda/Bappeda menyelenggaran pertemuan dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah), termasuk Dinas Kesehatan.

Dalam forum ini Dinkes manyampaikan RK kesehatan dan perlu melakukan advocacy untuk meyakinan pengambil keputusan.

(7) Kebijakan Umum Anggaran (KUA)

Dalam bulan Pebruari - Maret biasanya DPRD melakukan penjaringan aspirasi masyarakat. Aspirasi masyarakat diharapkan mempengaruhi kebijakan umum anggaran, yang dibahas bersama antara DPRD dengan Pemda selama bulan April - Mei.

(8) Konsultasi anggaran

Konsultansi atau asistensi anggaran berlangsung antara Juni sampai dengan Desember. Dalam asistensi ini dilakukan pembahasan usulan RKA (Rencana Kerja dan Anggaran) antara Dinkes dengan Bappeda.

(36)

Selama proses asistensi anggaran ini dilakukan penyesuaian-penyesuaian RKA, yaitu tentang (a) target, (b) kegiatan dan (c) anggaran. Prosesnya bersifat "iteraif" atau berulang-ulang, tergantung proses negosiasi dengan fihak Bappeda.

(9) Keputusan anggaran

(37)

Pokok Bahasan II

PERENCANAAN KESEHATAN DAERAH TERPADU

Lima kegiatan pokok dalam penyusunan rencana terpadu dalam program kesehatan adalah sebagai berikut:

a. Analisis situasi dan perumusan masalah

b. Penentuan tujuan

c. Identifikasi kegiatan

d. Penyusunan rencana operasional

e. Integrasi perencanaan

Analisis situasi

Ada 4 output utama analisis situasi, yaitu:

1. Deskripsi masalah

2. Kinerja sistem pelayanan/program kesehatan 3. Faktor resiko lingkungan

4. Faktor resiko perilaku

(1). Deskripsi masalah Catatan:

Rumusan deskripsi masalah sangat penting untuk merumuskan tujuan umum (outcome) yang akan dicapai program (lihat bagian perumusan tujuan dalam modul ini).

Deskripsi masalah menggunakan prinsip dan metode epidemiologi, yaitu:

a. merumuskan dan mengukur besaran masalah serta

b. distribusinya menurut kelompok penduduk

c. distribusinya menurut tempat

d. distribusinya menurut waktu (musim)

e. kemungkinan sumber penyakit tersebut

Untuk masing-masing masalah kesehatan, biasanya sudah ada ukuran baku untuk menggambarkan ukuran besar masalah penyakit tersebut, seperti AMI/API untuk malaria, prevalens untuk masalah gizi, KIA, TB dan Pneumonia, dll.

Distribusi menurut kelompok penduduk bisa:

(a) menurut kelompok umur (ibu, balita, anak sekolah) (b) menurut kelompok kelamin (laki, perempuan),

(c) menurut kelompok strata ekonomi (miskin, non-miskin, kuintil pengeluaran), (d) menurut kelompok jenis pekerjaan (buruh tani, industri, perdagangan, nelayan,

dll).

(38)

Distribusi menurut tempat dalam konteks kabupaten sebaiknya dibagi menurut (a) kecamatan atau

(b) wilayah kerja Puskesmas.

Distribusinya menurut waktu menunjukkan pola kejadian penyakit tersebut menurut musim atau bulan tertentu sepanjang tahun.

Deskripsi sumber penyakit didasarkan pada hasil survei atau pengalaman empiris tentang sumber penyakit bersangkutan. Misalnya tbc bersumber pada kontak dengan penderita, malaria bersumber pada spesies anopheles tertentu dan parasit malaria tertentu, DBD bersumber pada nyamuk aedes yang bertelur di tempat perteluran yang khas, ISPA berkaitan dengan polusi dalam ruangan rumah atau wabah campak, kurang yodium bersumber pada kualitas garam dan air minum dan makanan, perdarahan pada saat persalinan bersumber pada anemia ibu hamil, dll.

Sumber data untuk deskripsi masalah kesehatan ini antara lain adalah sebagai berikut: - Laporan Puskesmas

- Laporan Rumah Sakit - Laporan program - Hasil Surkesda

- Hasil analisis data Susenas - Dll

(2). Kinerja/sistem pelayanan dan program kesehatan Catatan:

Gambaran situasi kinerja program sangat penting untuk merumuskan tujuan khusus/target output dalam proses perencanaan (lihat bagian "Penentuan Tujuan" dalam modul ini).

Selain itu, gambaran proses dan input sangat penting untuk merencanakan kegiatan manajemen program (lihat bagian "Identifikasi kegiatan" dalam modul ini).

Hal berikutnya yang perlu dianalisis adalah kinerja program dan sistem pelayanan yang berkaitan dengan masalah bersangkutan. Fokus analisis ini adalah sebagai berikut:

1. Kinerja/output:

a. Usahakan memperoleh trend output dari tahun ke tahun b. Apakah output program/pelayanan sesuai dengan target

c. Kalau tidak, lakukan analisis untuk mengetahui sebab-sebabnya d. Kalau berhasil atau melebihi target, jelaskan juga sebab-sebabnya 2. Proses:

(39)

b. Kalau tidak sebutkan kegiatan yang mana c. Jelaskan sebabnya

d. Juga lakukan analisis terhadap proses manajerial seperti: d.1. supervisi

d.2. kordinasi dan integrasi lintas program d.3. kordinasi dan integrasi lintas sektor d.4. peran fihak swasta

d.5. peran masyarakat 3. Input:

a. Lakukan analisis tentang kecukupan input (tenaga, dana, alat, obat, dll) b. Apakah ketersediaan input tersebut tepat waktu

c. Apakah ada input yang tidak terserap/tidak terpakai, dan jelaskan kenapa

(3). Faktor resiko lingkungan

Analisis faktor resiko lingkungan (sebagaimana halnya dengan resiko perilaku) bertujuan untuk mengetahui sumber penyakit (faktor yang berkaitan langsung dengan kejadian penyakit) dan juga mengetahui faktor lain yang tidak langsung berkaitan dengan kejadian penyakit. Misalnya nyamuk malaria adalah sumber penyakit (faktor yang berkaitan langsung dengan kejadian malaria) sedangkan adanya genangan air (misalnya laguna) adalah faktor yang secara tidak langsung berkaitan dengan kejadian malaria)

Data yang perlu ditelaah dalam identifikasi faktor resiko lingkungan adalah sebagai berikut:

1. Hasil surveilans 2. Laporan Puskesmas

3. Hasil survey khusus dan OR

4. Data kegiatan pembangunan (dari Pemda) 5. Laporan masyarakat/mass media/LSM 6. Pengamatan oleh staff Dinkes

7. Dll

Lakukan analisis untuk mengidentifikasi apakah ada faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap masalah bersangkutan.

Kemudian lakukan analisis untuk mengetahui fihak/sektor mana yang relevan untuk melakukan intervensi terhadap faktor tersebut (misalnya sektor kesehatan, pertanian, pendidikan, dll)

(4). Faktor resiko perilaku

Data yang perlu ditelaah dalam identifikasi faktor resiko perlaku adalah sebagai berikut:

(40)

1. Analisis data Susenas (tentang pola pencarian pengobatan, dll)

2. Hasil survey khusus dan OR (misalnya tentang pola pencarian pertolongan persalinan, dll)

3. Laporan masyarakat/mass media/LSM 4. Pengamatan oleh staff Dinkes

5. Laporan Puskesmas

Lakukan analisis untuk mengidentifikasi apakah ada faktor perilaku yang berkontribusi terhadap masalah yang bersangkutan.

Kemudian lakukan analisis untuk mengetahui fihak/sektor mana yang relevan untuk melakukan intervensi terhadap faktor tersebut (misalnya sektor kesehatan, pendidikan, agama, dll)

2. b. Penentuan tujuan

Dalam istilah perencanaan, tujuan program bisa berupa (a) outcome atau hasil dan (b) output atau keluaran (lihat definisi istilah seperti telah disampaikan dimuka). Tujuan untuk mencapai sejumlah output disebut target. Untuk itu sekali lagi tabel dimuka disampaikan disini:

Tujuan yang berkaitan dengan pencapaian sejumlah output (target) sering juga disebut sebagai tujuan khusus. Sedangkan tujuan yang berkaitan dengan outcome disebut tujuan umum.

(1) Tujuan umum, atau tujuan pencapaian outcome berkaitan dengan perbaikan derajat kesehatan, yaitu penurunan morbiditas dan mortalitas. Penentuan tujuan

ini mengacu pada rumusan masalah kesehatan bersangkutan. Misalnya

menurunnya AMI/API dalam program malaria, menurunkan prevalens pneumonia balita, menurunkan angka anemia ibu hamil, menurunkan angka kurang gizi anak sekolah, dll.

(2) Tujuan khusus - atau pencapaian target output, berkaitan dengan perbaikan kinerja program. Penentuan tujuan ini mengacu pada rumusan kinerja program. misalnya

Program Immunisasi campak Gizi balita

Kegiatan Pencatatan sasaran, sweeping immunisasi

Penimbangan balita

Input Jurim, vaksin, cold chain, biaya transport

Petugas gizi, dacin, PMT pemulihan, biaya transport

Output Target Outcome

Balita diimunisasi 90% balita di immunisasi KLB campak tidak terjadi

Balita ditimbang 100% balita

(41)

untuk meningkatkan penyemprotan nyamuk malaria, meningkatkan cakupan immunisasi, meningkatkan temuan kasus dan pengobatan pneumonia, meningkatkan cakupan penimbangan bayi dan balita, dll.

Untuk tingkat daerah, ada program-program yang tujuan umumnya (outcome) hanya bisa dinyatakan secara kualitatif, misalnya "menurunkan angka kematian bayi".

Rumusan tujuan khusus (target output) harus spesifik, yaitu:

(1) ada rumusan kuantitatif (2) jelas sasaran penduduknya (3) jelas sasaran lokasinya

(4) jelas sasaran (target) waktu pencapaiannya

Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan tujuan program, yaitu sebagai berikut:

- Target atau tujuan yang merupakan komitmen nasional - Target atau tujuan yang merupakan komitmen global

- Tujuan progam lima tahunan seperti ditetapkan dalam Renstra Kesehatan Daerah

Namun pada tataran operasional, penentuan tujuan secara kuantitatif harus realistis., artinya sesuai dengan realita masalah didaerah serta kemampuan daerah untuk mencapainya. Agar realistis, hal-hal berikut ini perlu dipertimbangkan dalam merumuskan tujuan:

(1) trend (kecenderungan) kinerja tahun-tahun sebelumnya

(2) kemungkinan perubahan dalam sistem sistem kesehatan (internal) a. adanya penambahan atau pengurangan tenaga

b. adanya prospek penambahan atau pengurangan dana

c. adanya prospek penambahan atau pengurangan obat/bahan sserta peralatan (3) kemungkinan perubahan diluar kesehatan (eksternal)

a. prospek perubahan kebijakan politik dan pembangunan daerah b. prospek musim

(42)

Pada diagram diatas disampaikan contoh penggunaan trend (kecenderungan) masa lalu dalam penentuan tujuan tahun yang akan datang. Dari kinerja tahun-tahun sebelumnya, bisa dibuat garis linier yang merupakan kecenderungan kenaikan kinerja. Kalau diperkirakan tidak ada hal-hal istimewa yang akan terjadi di tahun mendatang, maka dapat diasumsikan bahwa target tahun depan yang paling realistis adalah mengikuti trend tahun-tahun sebelumnya.

Namun apabila diperkirakan akan terjadi hal-hal khusus, maka target atau tujuan tahun depan bisa menyimpang dari trend tersebut. Penyimpangan tersebut bisa berupa penurunan atau kenaikan.

Diagram berikut menjelaskan langkah-langkah untuk menetapkan tujuan (target) program untuk tahun mendatang.

?

?

? Kinerja

Tahun

00 01 02 03 04 05 06

Penggunaan trend untuk penentuan tujuan tahun yang akan datang

70 60 50 40 30 20 10 0

(43)

Pertama, dasar penentuan tujuan untuk tahun mendatang adalah perkiraan tentang keadaan akhir tahun sebelumnya, dengan catatan bahwa tahun yang berjalan adalah menjadi "tahun yang lalu" bagi posisi tahun mendatang. Jadi misalnya tujuan (target) persalinan oleh tenaga terlatih untuk tahun mendatang harus didasarkan pada perkiraan % persalinan oleh tenaga terlatih pada akhir tahun yang sedang berjalan.

Kedua, perlu dipertimbangkan tujuan/target nasional yang akan dicapai untuk tahun mendatang. Angkanya bisa diperoleh dari dokumen RPJM dan hasil Rakerkesnas.

Ketiga, juga perlu dipertimbangkan target tahun mendatang seperti mungkin sudah ditetapkan dalam Renstrakes Daerah.

Dengan tiga informasi tersebut, ditetapkan target program dengan judgment (perkiraan). Hasilnya adalah rumusan tujuan/target awal atau sementara.

Selanjutnya, rumusan tujuan awal tersebut perlu ditelaah apakah cukup realistis atau tidak. Ini dapat dinilai dengan melihat (a) trend kinerja tahun-tahun sebelumnya, (b) kemungkinan perubahan mendasar dalam lingkungan internal Dinas Kesehatan/Puskesmas dan (c) Kemungkinan perubahan dalam lingkungan eksternal.

Setelah semua itu dipertimbangkan, barulah ditetapkan rumusan tujuan yang sebenarnya yang akan dicapai tahun mendatang.

34

Tujuan/ target nasional

Target thn yad dlm Rensratekes Daerah

Keadaan / Masalah thn

yll

Rumusan awal tujuan (terget

thn yad) Trend kinerja masa lalu

Faktor internal

Faktor eksternal

(44)

2.c. Identifikasi kegiatan

Catatan:

Identifikasi kegiatan merujuk pada (a) rumusan tujuan (output program), (b) rumusan proses dan input program, (c) rumusan faktor resiko ligkungan, (d) rumusan faktor resiko perilaku.

Identifikasi kegiatan sangat penting dalam perencanaan karena kaitannya yang erat dengan perhitungan kebutuhan anggaran. Secara garis besar, kegiatan dalam program kesehatan dapat dibagi lima, yaitu:

1. Kegiatan pelayanan individu a. penemuan kasus (case finding) b. pengobatan kasus (case treatment)

2. Kegiatan pelayanan masyarakat

a. kegiatan intervensi terhadap faktor resiko lingkungan b. kegiatan intervensi terhadap faktor resiko perilaku c. kegiatan mobilisasi sosial (kemitraan)

3. Kegiatan manajemen untuk mendukung 1 dan 2 , termasuk misalnya sistem informasi, monitoring, supervisi, koordinasi, dll.

4. Kegiatan pengembangan/peningkatan kapasitas (untuk 1, 2 dan 3), yaitu kegiatan untuk memelihara kapasitas program dan mengembangkan kapasitas program. Termasuk disini kegiatan pelatihan, pembelian alat, penambahan fasilitas, pengadaan kenderaan, dll.

Untuk keperlukan penyusunan anggaran berbasis kinerja, kegiatan-kegiatan program tersebut diatas dibagi dua kelompok kegiatan, yaitu:

(1) Kegiatang langsung:

a. Pelayanan individu: a.1. Temuan kasus b.2. Pengobatan

c.3. Kegiatan Pengembangan b. Pelayanan masyaralat:

b.1. Intervensi lingkungan b.2. Intervensi perilaku

(45)

Agar lebih lengkap, sewaktu merumuskan kegiatan program, perlu dilihat pedoman standar yang sudah baku seperti yang dipersiapkan oleh Depkes RI/WHO, Unicef, dll. Beberapa contoh pedoman baku misalnya:

(1) pedoman MTBS

(2) pedoman Gebrak Malaria (3) pedoman Tb-DOTS

(4) pedoman program immunisasi (5) pedoman program gizi

(6) dll

Dalam identifikasi kegiatan ini, langsung dilakukan identifikasi pelaku potensial (fihak yang diperkirakan mampu dan sesuai untuk melakukan kegiatan tersebut. Ini bisa dilakukan dengan menggunakan matriks seperti berikut:

36 (2) Kegiatang tidak langsung:

a. Kegiatan rutin (perencanaan, monitoring, supervisi, evaluasi,dll) b. Kegiatan pengembangan

IDENTIFIKASI & PERUMUSAN KEGIATAN

Kegiatan langsung Kegiatan tak langsung

Pengembangan/ investasi

Kegiatan Manajemen

Pengembangan/ investasi Pengembangan/

investasi

Pelayanan individu

a. Temuan kasus b. Pengobatan

Tujuan outcome

Tujuan output

Kegiatan di masyarakat

Gambar

Tabel-1. Daftar SPM,SK Menkes 1457/2003
2Cakupan pertolongan persalinan oleh bidan atau tenagatablet Fe
Tabel-2. Daftar program/pelayanan kesehatan essensial yang disarankan
Tabel-3. Pelayanan esensial rekomendasi WHO
+3

Referensi

Dokumen terkait