• Tidak ada hasil yang ditemukan

Modul pelatihan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi : Modul surveilans KIA - Peningkatan kapasitas agen perubahan dan pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak - [BUKU]

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Modul pelatihan peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi : Modul surveilans KIA - Peningkatan kapasitas agen perubahan dan pelaksanaan program kesehatan ibu dan anak - [BUKU]"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

MODUL SURVEILANS KIA:

PENINGKATAN KAPASITAS AGEN PERUBAHAN DAN PELAKSANAAN

PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK

618

Ind

(3)
(4)
(5)

KATA SAMBUTAN

Alhamdulillah dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, Module Pelatihan untuk meningkakan kapasitas petugas kesehatan dalam melaksanakan proses desentralisasi yang telah mengalami beberapa kali penyesuaian dapat diselesaikan. Module Pelatihan untuk peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dalam kontek desentralisasi ini disusun mengikuti perkembangan kebutuhan dan perubahan-perubahan dalam proses desentralisasi di Indonesia, beberapa pedoman/modul tersebut mengalami beberapa kali penyesuaian dan diuji cobakan di Provinsi dan Kabupaten/Kota. Selain itu, sejak tahun 2005 Proyek DHS-1 difokuskan pada percepatan peningkatan kesehatan Ibu dan Anak, walaupun misinya tetap sama yaitu memperkuat daerah dalam melaksanakan desentralisasi kesehatan. Maka sampai Desember 2007, telah dihasilkan seperangkat pedoman/modul sebagai berikut:

1. Modul Surveilans KIA: Peningkatan Kapasitas Agen Perubahan dan Pelaksana Program Kesehatan Ibu dan Anak

2. Pedoman Surveilans KIA

3. Modul Advocacy Kesehatan Ibu, Neonatal dan Anak atau Maternal Neonatal and Child Health (MNCH)

4. Modul Pelatihan Perencanaan dan Penganggaran Kesehatan Terpadu (P2KT) (Penyesuaian Modul yang lama)

5. Pedoman Reformasi Sektor Kesehatan atau Health Sector Reform (HSR) 6. Modul Advocacy (Penyesuaian Modul yang lama)

Modul Pelatihan dan Pedoman ini tersusun berkat kerjasama dan dukungan dari Direktorat Jenderal P2M-PL, Direktorat Kesehatan Ibu, Direktorat Kesehatan Anak, Biro Perencanaan, Pusat Data dan Informasi Kesehatan, Tim TRT Pusat, Tim Konsultan 3579, para Pihak Ketiga yang ditunjuk sebagai Pelaksana Pekerjaan dan Sekretaris Eksekutif Proyek DHS-1 yang telah memfasilitasi penyusunan pedoman dan modul tersebut diatas. Dalam kesempatan ini saya menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyusunan Modul dan Pedoman ini.

Kami menyadari bahwa modul pelatihan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik membangun sangat kami harapkan. Akhirnya, kami berharap Modul dan Pedoman ini bermanfaat bukan saja bagi daerah, akan tetapi juga bagi tingkat Provinsi dan Pusat serta siapa saja yang berkepentingan dengan Pengembangan dan Penguatan Sistem Pelayanan Kesehatan dalam konteks Desentralisasi.

Jakarta, 5 November 2007

Sekretaris Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan R.I.

(6)

DAFTAR ISI

Kontributor... i

Kata Sambutan Dirjen ... ii

Kata Sambutan Sekretaris Dirjen ... iii

Daftar Isi ... iv

Kurikulum Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak... 1

Pengantar ... 6

Skenario 1 : Under reporting MMR... 11

Skenario 2 : Pelacakan Kasus ... 13

Skenario 3 : Regulasi dalam Surveilans ... 15

Skenario 4 : Manajemen Surveilans Kesehatan Ibu di Propinsi Sukamekar ... 17

Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak ... 19

Prinsip-prinsip Surveilans Kesehatan ... 25

Regulasi dan Surveilans Kesehatan ... 30

Sistem, Struktur Organisasi dan Manajemen Surveilans... 44

(7)

Kurikulum

Penguatan Sistem Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak

Latar Belakang

Program Kesehatan Ibu dan Anak di dalam rangka mencapai target MDG yang ditetapkan memerlukan data yang akurat dan dapat diakses tepat waktu untuk menentukan kebijakan yang evidence based. Untuk mendapatkan kualitas data yang baik dan berkelanjutan diperlukan suatu sistem surveilans yang baik, meliputi teknik pelaksanaan, struktur organisasi, sistem manajemen serta regulasi surveilans. Saat ini program surveillance dalam KIA merupakan program yang dianggarkan dari pemerintah pusat melalui dana dekonsentrasi. Hal ini menunjukkan maksud pemerintah pusat untuk mendukung kegiatan KIA sesuai dengan kebijakan prioritas kesehatan pusat sesuai susunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) bidang kesehatan.

Surveilans sendiri, khususnya dalam hal pelacakan kematian ibu dan anak, sudah dilakukan oleh setiap dinas kabupaten sampai ke tingkat puskesmas. Kegiatan surveilans ini dilakukan oleh staf Dinas Kesehatan yang mengelola KIA, dan belum bekerjasama dengan staf Dinas Kesehatan yang mempunyai tugas surveilans. Wajar dalam pelaksanaannya masih ada kelemahan-kelemahan, dari segi teknis pelaksanaan maupun sistemnya sendiri. Dipandang dari sistem surveilans di daerah, dapat dinyatakan masih terdapat berbagai kelemahan sistemik. Berbagai kelemahan sistem surveilans di daerah ini menjadi hambatan besar dalam melaksanakan kebijakan pemerintah pusat. Dapat dikatakan ada kelemahan suppporting system untuk surveilans KIA di daerah.

Untuk itulah diupayakan suatu riset operasional yang tersusun atas penelitian, penyusunan kebutuhan pengembangan, pelatihan ToT atau pelatihan agen perubahan, pelatihan teknis surveilans bagi para petugas kesehatan di lapangan maupun di pusat, pelatihan untuk pengembangan sistem, uji-coba pengembangan sistem sampai ke penerbitan pedoman pelaksanaan surveilans KIA. Kegiatan-kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas sistem sur veilans yang ada, khususnya di lingkungan kesehatan ibu dan anak.

Tujuan Kegiatan:

(8)

Peserta Kegiatan

Pelatihan untuk agen perubahan, dengan peserta:

a. Kepala Dinas Kesehatan dan wakil dari Pemerintah Daerah. DIharapkan akan ada pengambil kebijakan ini yang mampu membantu dan melatih peserta di Kabupaten/ Kota dalam proses penguatan sistem surveilans di daerah, termasuk surveillance untuk kesehatan ibu dan anak.

b. Peserta lain adalah petugas kesehatan yang bertugas di Subdinas Kesehatan Ibu dan Anak di Dinas Kesehatan Propinsi dari 8 Propinsi DHS-1 (Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Tenggara, Riau, Kepulauan Riau, Bengkulu dan Bali) beserta dengan wakil dari Fakultas Kedokteran universitas negeri terdekat di masing-masing propinsi. Trainers yang akan mengikuti adalah seorang Bidan, dan dosen FK/ widya iswara Bapelkes terdekat.

Trainee di Kabupaten/ Kota adalah:

Kelompok petugas KIA

Kelompok petugas Surveillance di daerah

Staf Pemda dan staf Dinas Kesehatan yang mempunyai wewenang untuk pengembangan

Pe ne lit ian Ke but uhan Pe nge mbangan Sist e m Surve ilance KIA

Analisis Ke but uhan:

- Pe lat ihan Te knis

- Pe rbaikan Support ing Syst e m unt uk Surve illance KIA di dae rah

Pe lat ihan bagi Age n Pe rubah unt uk:

- Te knis surve ilance KIA - Ke mampuan me nge mbangkan Support ing Syst e m Surve ilance KIA

Di Yogyakart a t ahun 2006-7

Di Kabupat e n Kot a masing-masing. Tahun 2007

Di Kabupat e n Kot a masing-masing. Tahun 2007

Pe lat ihan Te knis Surve illance di dae rah dalam be nt uk rapat -rapat me mbahas kasus (dlm forum pe rt bulanan) + Support ing Sys KIA

Pe nge mbangan Support ing Syst e m Surve ilance unt uk KIA de ngan surve illance lainnya yang t e rkait Me nga cu Ke p m e nke s 1116/ 2003

Pe laksanaan Ke giat an Pasca Pe ngambangan

Evaluasi

(9)

Kompetensi

1. Kompetensi bagi Agen Perubah

a. Menguasai teknik surveillance

b. Mempunyai kemampuan perubahan untuk menyusun supporting system yang lebih baik untuk surveillance KIA di daerah.

c. Mampu menjadi pelatih untuk trainee di daerah

1. Kompetensi bagi Peserta Latih di Kabupaten/ Kota.

a. Bagi peserta latih yang berprofesi sebagai bidan memiliki kompetensi dalam:

Melaksanakan pengumpulan data/ pelacakan kematian ibu dan bayi baru lahir di lapangan serta melakukan analisa sederhana

Menjalin kerjasama lintas sektor (dengan perangkat desa, tokoh masyarakat dan pemuka agama) dalam melaksanakan surveilans kesehatan ibu dan anak Mendeteksi dan melaporkan kasus-kasus morbiditas yang merupakan penyebab utama kematian ibu dan bayi baru lahir

b. Bagi peserta latih dari bidang/ unit surveilans memiliki kompetensi dalam Bekerjasama dengan bidan dalam melaksanakan surveilans kesehatan ibu dan anak Melakukan analisa, interpretasi dan disseminasi data surveilans kesehatan ibu dan anak sebagai dasar pengambilan keputusan oleh paa pemegang kebijakan Memberikan pelatihan teknis surveilans kepada petugas operasional surveilans di lapangan

Mempunyai pandangan dan ketrampilan untuk penguatan sistem surveillance di daerah.

c. Bagi peserta latih dari kelompok pemegang kebijakan memiliki kompetensi dalam: Menyusun rencana jangka pendek dan menengah untuk perbaikan sistem surveilans kesehatan di daerah, termasuk surveillance ibu dan anak

Mengevaluasi keberhasilan sistem surveilans daerah, termasuk dalam menunjang program-program kesehatan ibu dan anak

Filosofi

Pelatihan teknis surveillance dan pengembangan sistem surveillance di daerah bagi petugas keseh at an d i K ab uap t en / K o t a d iselen ggarakan d en gan m em p erh at ikan : 1. Pembelajaran berbasis pada masalah (Problem-based learning) yang memungkinkan peserta

untuk :

Mengidentifikasi, menganalisa dan mencari alternative jalan keluar terhadap masalah yang ditemukan di lapangan

Menentukan dan menyusun plan of action terbaik untuk memecahkan masalah yang ada di lapangan.

2. Berorientasi kepada peserta (participant-oriented). Kegiatan dilakukan dengan mengambil waktu saat pertemuan dinas dengan mempelajari kasus. Integral (fungsional dan struktural), dimana dalam hal ini peserta diharapkan mampu mengintegrasikan materi pembelajaran, baik metode kuliah maupun table top exercise untuk mengaplikasikan dalam penyusunan Plan of A ction.

(10)

Mengambangkan supporting system untuk surveillance KIA

4. Kerjasama, dimana dalam hal ini peserta diharapkan :

Dapat menjalin kerjasama, mengemukakan pendapat serta memberi umpan balik dalam setiap diskusi yang diadakan.

Diagram Alir Proses Pembelajaran untuk Pelatihan Agen Perubahan di Yogyakarta

Penyusunan dan Penyajian POA untuk kegiatan di Kabupaten/ Kota

(11)

Struktur Program

MATERI WAKTU JUMLAH JAM

K P

A Materi Dasar

Pengantar Pelatihan

Manajemen Perubahan dan Bagaimana berperan sebagai Agen Perubah

Pengukuran-pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak Prinsip-prinsip Surveilans

Regulasi Surveilans

Struktur, organisasi & manajemen surveilans Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak

1/ 2 jpl

(12)

Pengantar

I. Deskripsi

Kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan global, termasuk di Indonesia. Dalam setahun, 530.000 ibu dan empat juta bayi baru lahir meninggal di dunia. Di Indonesia, angka kematian ibu mencapai 307 per 100.000 kelahiran hidup, dan angka kematian bayi mencapai 35 per 1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003). Pada tahun 2015 (MDG), diharapkan AKI di Indonesia mencapai angka102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (< 1 tahun) mencapai 17 per 1000 kelahiran hidup. Dalam pencanangan kebijakan yang sesuai untuk mencapai target tersebut, diperlukan data kematian ibu maupun bayi yang akurat dan dapat diakses tepat waktu oleh para penentu kebijakan, baik pusat, propinsi maupun kabupaten.

(13)

II. Tujuan Pembelajaran

Tujuan dari pelatihan ini adalah :

1. Meningkatkan pengetahuan peserta latih mengenai surveilans serta aplikasinya dalam bidang kesehatan ibu dan anak

2. Menyiapkan peserta latih untuk menyusun "blue print" perbaikan/ pengembangan sistem surveilans di daerah asal masing-masing

III. Pokok dan Sub Pokok Bahasan

Pokok Sub Pokok Bahasan dalam modul ini adalah : Prinsip dan Teknik Surveilans

1.1. Pengukuran-pengukuran dalam Program Kesehatan Ibu dan Anak 1.2. Prinsip-prinsip Surveilans

Manajemen Surveilans

2.1. Regulasi dalam Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak

2.2. Struktur, Organisasi dan Manajemen Surveilans Kesehatan Ibu dan Anak Aplikasi Pendukung Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak

(14)

IV. Bahan Pembelajaran (Referensi)

a. Pengukuran-pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak

Graham, W.J. and Oona M.R.C. Maternal Health and The Measurement Trap.

Sot Sci Med 1992; 35 ; 8 : 967-977.

Graham, W.J. Now or Never : the case for measuring maternal mortality. The

L ancet. 2002;359. Available at www.thelancet.com

Direktorat Kesehatan Keluarga Departemen Kesehatan : Pedoman Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta, 2004.

Danel I., Wendy G., Paul S. et al. Applying the Sisterhood Method for Estimating Maternal Mortality to a Health Facility-Based Sample: A Comparison with Results from a H ousehold-Based Sample. Int.Jour.E pid.1996.; 25;5: 1017-1022 Pallin, D.J., Vandana S., Fabienne L., et.al. Acive Surveillance of Maternal Mortality in New York City. A m Journ of Pub H ealth 2002;92;8 : 1319-1322.

Salanave,B., Marie-H.B, Noelle V., et.al. Classification differences and maternal m o r t alit y: a E ur o p ean st ud y. I nt Journ of E pid 1999;28:64-69. Font F, M Alonso, Gonzelez, et al. Maternal Mortality in rural district f southeastern Tanzania : an application of the sisterhood method. Int

Journ of E pid 2000;29:107-112.

Høj, L.,Jakob S., Peter A. Maternal Mortality in Guinea-Bissau: the use of verbal autopsy in a multi-ethnic population. Int Journ Of E pid 1999; 28: 70-76.

Chang,J., Laurie D.E., Cynthia J.B. et al. Pregnancy Related Mortality

Surveillance-United States, 1991-1999. CDC, 2003.

b. Prinsip-prinsip Surveilans

World Health Organization. Surveillance at a Glance. WHO, June 2003. Available at www.who.int.

World Health Organization. Surveillance of N oncommunicable disease risk factors. WHO, March 2003. Available at www.who.int.

Gülmezoglu, A.M., Lale S., Ana P.B., et al. WHO systematic review of maternal mortality and morbidity: methodological issues and challenges. BMC Med Research

Method 2004;4:16. Available at www.biomedcentral.com/ 1471-2288/ 4/ 16. Betrán, A.P., Lale S., A. Metin G. et al. Effectiveness of different databases in identifying studies for systematic reviews: experience from the WHO systematic reviews of maternal morbidity and mortality. BMC Med Research Method 2005;5:6. Available at www.biomedcentral.com/ 1471-2288/ 5/ 6.

c. Regulasi Surveilans Kesehatan

(15)

Maternal-DepKes RI. Unit Kompetensi Melaksanakan Review Otopsi Verbal di Puskesmas. Disampaikan dalam Pelatihan A udit Maternal Perinatal, Healthy Mothers Healthy Babies,

Sulawesi Tenggara. Depkes RI, September 2003

Anonim. SPM Bidang Kesehatan di Kabupaten/ Kota dalam Perspektif UU 32/ 2004 dan PP 65/ 2005. Disampaikan dalam Pertemuan Pembahasan SPM-RS dan

Kompetensi Pejabat Struk tural. Jakarta, Desember 2006

d. Struktur, Organisasi dan Manajemen Surveilans

Kepala Biro Hukum dan O rganisasi. Kompetensi Teknis Pejabat Struktural Bidang Kesehatan di Daerah. Disampaikan dalam Pertemuan Pembahasan SPM-RS

dan Kompetensi Pejabat Struk tural. Jakarta, Desember 2006.

Anonim. Kompetensi Jabatan Struktural Di Daerah dalam Perspektif Keputusan KA BKN No.46A Th 2003 Tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil. Disampaikan dalam Pertemuan Pembahasan

S PM -R S dan Kompetensi Pejabat S truk tural. Jakarta, D esember 2006. Anonim. Rancangan Peraturan Pemerintah tentang Persyaratan Jabatan Perangkat Daerah.

Rosita, R. Draft Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Disampaikan dalam

Pertemuan Pembahasan SPM-RS dan Kompetensi Pejabat Struk tural. Jakarta, Desember 2006.

e. Aplikasi Sistem Informasi Kesehatan Ibu dan Anak

Moidu, K. Application of An Essential Data Set Based Computer System in Support of Maternal anf Child Care. Int J Biomed Comput. 192;31: 159-175.

V. Langkah Pembelajaran

Sesi ini terdiri dari 3 (tiga) pokok bahasan dengan masing-masing sub pokok bahasannya. Berikut ini disampaikan langkah-langkah serta kegiatannya.

Langkah 1. Pendahuluan dan Pengantar Kegiatan Fasilitator :

Menciptakan suasana yang nyaman bagi kegiatan pembelajaran.

Memberikan penjelasan yang diperlukan mengenai metode pembelajaran yang akan dilakukan.

Menberikan evaluasi awal (pre-test) kepada peserta. Kegiatan Peserta :

Menciptakan suasana yang nyaman bagi kegiatan pembelajaran.

(16)

F low Pelatihan

Pembukaan

Pemahaman mengenai pengembangan Sistem Surveillance KIA

Pemahaman mengenai manajemen perubahan dan agen perubah

Bagian 1:

Pemahaman Teknis mengenai Surveillance KIA dengan menggunakan Table Top Exercise

Bagian 2 Pengembangan Sistem Surveillance KIA

Bagian 2a: Alternatif pertama, Sistem sementara, Supporting System Surveillance Supporting System Survaillance untuk KIA

dengan surveillance program terkait

berdasar SK Menkes 1116/ 2003 Praktikum Ketrampilan

Komunikasi untuk Perubahan

Penyusunan Plan of Action untuk Alternatif yang dipilih dan sumber

pendanaannya

Keterangan: : :

urutan kegiatan pelatihan

(17)

Anda adalah pengelola program KIA di propinsi Sukamekar. Kepala dinas yang baru dilantik, memanggil anda untuk mendiskusikan kasus kematian ibu di propinsi tersebut. Kadinkes baru saja pulang dari seminar diseminasi survei kesehatan nasional yang menyebutkan bahwa AKI di propinsi tersebut adalah 350/ 100000, jauh diatas angka laporan program yang sebesar 213/ 100000. Perbedaan angka yang sangat besar tersebut menyebabkan kadinkes meminta anda untuk memverifikasi hasil surveilans kematian ibu selama ini.

Menindaklanjuti permintaan tersebut, anda melakukan kunjungan ke dinkes kabupaten Kuncupmekar. Dari hasil diskusi dengan pengelola program KIA ditemukan adanya perbedaan kasus yang tercatat di dinkes kabupaten dengan angka yang tercatat di propinsi untuk kabupaten tersebut. Pelaporan dari kabupaten ke propinsi dilakukan setiap 3 bulan secara manual dengan menyerahkan hardcopy laporan. Masalah lain yang ditemukan adalah kurangnya tenaga bidan desa yang menjadi ujung tombak deteksi kasus kematian ibu di masyarakat. Saat ini hanya 45% dari seluruh desa dikabupaten tersebut yang memiliki bidan desa. Selama ini kebijakan dinas adalah dengan memperluas cakupan bidan desa ke desa terdekat, hanya saja secara geografis hal tersebut sering kali tidak memungkinkan karena desa terdekat seringkali hanya bisa ditempuh dengan jalan kaki dan dengan waktu tempuh yang cukup lama (lebih dari 1 hari).

Pengelola program KIA kabupaten Kuncupmekar juga menjelaskan bahwa dana untuk kasus pelacakan kematian ibu sangat terbatas, kalau tidak dikatakan tidak ada. Tahun ini mereka hanya mendapatkan dana untuk 2 kali pelacakan sebesar 100000 rupiah per kasus, itupun alokasi dana digunakan untuk pelacakan kasus kematian bayi. Anda juga menemukan bahwa pelaporan kasus kematian selama ini ternyata hanya bersumber pada puskesmas saja, sementara kasus kematian yang terjadi di RS tidak dilaporkan oleh puskesmas karena takut terjadinya pelaporan ganda. Hanya saja selama ini RS ternyata tidak pernah melaporkan kasus kematian ibu yang terjadi di tempatnya pada program KIA. Situasi ini diperburuk dengan sikap bidan yang kadangkala tidak mau melaporkan kasus kematian ibu di wilayahnya, sebagai akibat diadakannya audit maternal perinatal, terutama apabila kasus tadi melibatkan bidan tersebut. Selama ini kegiatan AMP dianggap sebagai pengadilan terhadap kesalahan bidan. Di tingkat Puskesmas Anda menemui adanya ketidak sinkronan antara data yang tercatat di puskesmas Mekarmewangi dengan apa yang tercatat di dinas. Ada 2 kasus kematian tercatat tahun lalu dengan penyebab post partum sepsis dan retensio plasenta, sementara di kabupaten tercatat ada 1 kasus dengan perdarahan sebagai penyebabnya. Lebih jauh didapatkan bahwa bidan selama ini melakukan pelacakan kasus dengan menggunakan dana pribadi bahkan hingga penggandaan format-format pelacakan/ otopsi verbal, karena ketiadaan anggaran pelacakan. Dari diskusi lebih lanjut diketahui bahwa para bidan belum pernah mendapatkan pelatihan bagaimana cara melakukan pelacakan maupun verbal otopsi. Disamping itu, ternyata selama

Skenario 1.

(18)

1. Identifikasikan masalah apa saja yang menurut anda menjadi penyebab terjadinya under-reporting AKI.

2. Diskusikan, apakah problem yang anda temukan merupakan masalah kebijakan/ regulasi, sistem manajemen, ataukah masalah teknis?

3. Apakah masalah ini ada hubungannya dengan keterkaitan antara bidang tugas KIA dan surveilans?

4. Diskusikan tentang opsi-opsi pemecahan masalah untuk setiap masalah yang anda identifikasi.

(19)

Bidan Koordinator KIA di Puskesmas Bunga baru saja menerima telepon dari pihak Dinas Kabupaten bahwa Ny.B, penduduk desa Melati, yang termasuk wilayah kerja Puskesmas Bunga, meninggal di Rumah Sakit Kabupaten saat melahirkan. Puskesmas Bunga diminta untuk melakukan pelacakan kasus kematian tersebut. Bidan Koordinator lantas meneruskan instruksi tersebut ke Ny.Kemuning, bidan desa Melati yang juga merangkap bidan desa Mawar. Ny.Kemuning sendiri tinggal di desa Mawar sehingga ketika menerima alamat Ny.B yang kurang lengkap, ia tidak tahu letak pasti rumah Ny.B.

Sepulang dari tugas di Puskesmas, Ny.Kemuning berangkat untuk pelacakan kasus ke desa Melati. Ny.Kemuning mengunjungi Kantor Desa dengan tujuan meminta bantuan pegawai kantor desa untuk menunjukkan rumah Ny.B. Saat melihat data demografik penduduk di Kantor Desa, Ny.Kemuning menemukan ada dua bayi yang meninggal pada bulan lalu, sementara data di Puskesmas, bulan lalu tidak ada kasus kematian bayi di desa Melati. Terlintas dalam pikiran Ny.Kemuning bila ia melaporkan hal ini ke Puskesmas maka pekerjaannya akan semakin banyak dan biaya yang harus ia keluarkan untuk pelacakan juga akan semakin banyak.

Dengan bantuan pegawai kantor desa, akhirnya Ny.Kemuning berhasil menemukan kediaman keluarga Ny.B. Baru saja Ny.Kemuning mengeluarkan form pelacakan, tiba-tiba ada yang menghubunginya dan mengatakan akan segera datang ke Polindes Desa Mawar karena isterinya sudah akan melahirkan. Ny.Kemuning tidak bisa menolak karena suami pasien tersebut mendesak agar persalinan isterinya dibantu oleh Ny.Kemuning. Ia kebingungan untuk memutuskan pekerjaan mana yang harus didahulukan karena keduanya merupakan tanggung jawabnya. Akhirnya pasien diminta menunggu di Polindes sementara Ny.Kemuning melaksanakan pelacakan kasus kematian Ny.B pada keluarganya dengan terburu-buru.

Hasil wawancara diserahkan Ny.Kemuning ke Kepala Puskesmas sebagai data pelacakan. Saat membaca, Kepala Puskesmas tidak dapat mengambil kesimpulan penyebab kematian karena data yang ada hanya berupa identifikasi atau kronologis kematian. Kepala Puskesmas menyadari bahwa ia tidak bisa menuntut lebih kepada bidan desa karena tidak pernah diadakan pelatihan pelacakan, baik oleh pihak Puskesmas maupun DinKes. Bahkan ia sendiri juga bingung, bagaimana idealnya pelacakan kasus kematian ibu yang harus dilakukan. Kepala Puskesmas bertanya-tanya apakah letak kesalahannya pada tenaga pelaksana atau pada instrument pelacakan yang kurang sensitif.

(20)

1. Apa kesan yang Saudara tangkap mengenai pelaksanaan pelacakan kematian di wilayah kerja Puskesmas Bunga?

2. Apa saja kelemahan/ permasalahan pelaksanaan pelacakan di wilayah Puskesmas Bunga?

3. Bagaimana solusi yang Saudara ajukan untuk perbaikan pelaksanaan pelacakan kematian di Puskesmas Bunga?

(21)

Sebagai ibukota Propinsi, Kota Merak memiliki sarana pelayanan kesehatan yang cukup beragam baik Puskesmas, rumah sakit pemerintah, rumah sakit swasta maupun praktek dokter dan bidan swasta. Ironisnya, di kota dengan akses pelayanan kesehatan yang baik, angka kematian ibu dan bayi cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Pada suatu kasus kematian Ny.A di rumah sakit swasta, tercantum bahwa penyebab kematian sepsis. Kasus Ny.A ini kemudian dibahas pada AMP di Dinas Kesehatan Kota dengan mengundang pihak rumah sakit, puskesmas serta organisasi-organisasi terkait seperti POGI dan IBI. Bidan Pustu yang bertanggung jawab untuk melakukan pelacakan kasus ini diminta untuk melaporkan hasil pelacakannya. Data ANC Ny.A tidak didapatkan secara lengkap, karena dokter swasta yang melakukan ANC tidak mencatat hasil pemeriksaannya secara lengkap Pelaporan dinilai oleh para ahli tidak lengkap dan tidak ada sinkronisasi kronologis dengan penyebab kematian.. Hal ini bukan pertama kalinya terjadi di Kota Merak. Hampir setiap kasus kematian ibu maupun bayi di rumah sakit dianalisa penyebabnya adalah sepsis sehingga terkesan ini adalah "diagnosa keranjang sampah".

Pada kesempatan itu, pihak rumah sakit diminta keterangan dan terungkaplah bahwa di rumah sakit tersebut tidak pernah dilakukan AMP ataupun suatu diskusi terbuka untuk setiap kasus kematian, baik ibu maupun bayi. D okter spesialis yang merawat karena kesibukannya melimpahkan tanggung jawab birokrasi pelaporan kepada bidan jaga yang tidak mengetahui kronologis pasien dari awal. Hal ini terus terjadi dari tahun ke tahun, sehingga pada setiap AMP di DinKes tidak dapat diambil suatu kesimpulan yang tepat sebagai dasar pengambilan keputusan ataupun rekomendasi perbaikan pada pihak yang membuat kesalahan.

Skenario 3.

(22)

1. Menurut Saudara, apakah permasalahan utama yang ada terkait regulasi dalam surveilans KIA di Kota Merak?

2. Mengarah kepada referensi (Regulasi dan manajemen surveilans) apa solusi yang saudara ajukan untuk perbaikan di Kota Merak?

(23)

Anda baru saja dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan Propinsi Sukamekar. Anda berharap setiap bulan anda bisa mendapatkan gambaran kondisi kesehatan di wilayah kerja anda melalui data-data rutin, terutama bagi program-program prioritas seperti Kesehatan Ibu. Namun bidang kesga yang membawahi kesehatan Ibu hanya mampu untuk memberikan data per triwulan. Seksi surveilans memberikan data per bulan melalui rekapitulasi W2 namun hanya mencakup penyakit menular. Baik data dari bidang kesga maupun seksi surveilans hanya bersumber dari pelaporan puskesmas dan tidak mencakup rumah sakit, klinik dan praktisi swasta. Bidang yanmed melaporkan data dari rumah sakit secara terpisah namun data yang ada jauh dari lengkap dan belum memungkinkan untuk memenuhi kebutuhan informasi program.

Data-data yang dilaporkan dari ketiga sumber lebih bersifat rekapitulasi. Dari hasil pengamatan anda data dari ketiga sumber tersebut sering bertentangan dan belum ada upaya-upaya untuk melakukan analisis epidemiologis yang lebih mendalam maupun umpan balik secara rutin ke kabupaten/ kota terkait. Dari hasil konsultasi dengan berbagai pihak anda mendapatkan beberapa opsi untuk mengatasi masalah ini: (1) menempatkan tenaga fungsional epidemiologi di masing-masing program prioritas; (2) menghidupkan kembali Provincial Epidemology Surveillance Team (PEST) yang telah berhenti sejak berakhirnya dukungan dana proyek; (3) mengembangkan unit pelaksana teknis surveilans yang akan melakukan kompilasi dan analisis data-data kesehatan esensial (termasuk kesehatan Ibu),dan memberikan umpan balik.

Skenario 4.

(24)

1. Teori/ konsep/ tools apa saja yang perlu anda kuasai untuk dapat menganalisis masalah di atas lebih lanjut?

2. Opsi-opsi lain apa yang dapat kita pertimbangkan selain ketiga opsi di atas?

3. Apa kelemahan dan kelebihan masing-masing opsi?

4. Identifikasi peluang-peluang dan ancaman-ancaman riil yang terkait pada masing-masing opsi.

5. Opsi yang mana menurut anda yang paling tepat untuk anda kembangkan selaku kepala dinas kesehatan?

6. Langkah-langkah apa yang anda harus lakukan untuk mengembangkan opsi tersebut di wilayah kerja anda?

(25)

Pengukuran dalam Kesehatan Ibu dan Anak

I. Pendahuluan

Berbeda dengan pelayanan kesehatan bidang spesialisasi lain, pelayanan maternal memiliki beberapa keistimewaan. Pengguna jasa pelayanan maternal, sebagian besar adalah orang sehat. Selain itu sasaran pelayanan maternal bukan saja ibu melainkan juga anak/ bayi yang dikandungnya. Atas dasar hal ini maka pelayanan maternal harus optimal, baik teknis pelayanan obstetrik maupun program kesehatan ibu dan anak beserta dengan evaluasinya. Dalam mengevaluasi program yang dijalankan, keberadaan data yang berkualitas adalah sangat penting. Data yang memuat berbagai pengukuran dalam kesehatan ibu dan anak ini lah yang merupakan indikator kinerja pelayanan maternal.

II. Kematian Ibu, Bayi dan Balita sebagai Masalah dalam

Kesehatan Ibu dan Anak

Kehamilan, di satu sisi merupakan saat-saat yang membahagiakan bagi seorang ibu, tetapi juga dapat menjadi suatu keadaan yang mengkhawatirkan bila ada hal-hal yang tidak diharapkan turut menyertai kehamilan tersebut. Komplikasi kehamilan seperti perdarahan pasca persalinan, eklampsia, sepsis dan komplikasi keguguran menyebabkan tingginya kasus kesakitan dan kematian ibu di banyak Negara berkembang. Sebab kematian ibu yang utama adalah komplikasi obstetri. Seringkali kejadian mendadak dan sulit diduga sebelumnya.

(26)

Kematian bayi merupakan kematian seorang bayi pada masa tahun pertama kelahirannya. Berdasarkan International Collaborative Effort (ICE), penyebab kematian bayi dibagi menjadi delapan kategori, yaitu anomali kongenital, asfiksia, imaturitas,infeksi, sudden

infant death syndrome (SIDS), kematian mendadak yang tidak bisa dijelaskan sebabnya, penyebab eksternal dan kondisi lainnya. Kematian balita adalah kematian yang terjadi pada anak sebelum mencapai usia lima tahun.

Di dunia, setiap tahunnya 530.000 wanita meninggal karena kehamilannya, sementara itu jumlah kematian bayi pada 28 hari awal kehidupannya mencapai angka yang lebih tinggi lagi yaitu sebesar empat juta kematian per tahunnya. Hal inilah yang menjadikan kematian ibu dan bayi merupakan suatu masalah kesehatan global. Negara-negara di dunia memberikan perhatian khusus kepada hal ini dan menjadikan kesehatan ibu dan anak sebagai salah satu tujuan utama pembangunan kesehatan di negaranya, termasuk Indonesia.

Di Indonesia sendiri, Angka Kematian Ibu (AKI) masih berada pada angka 307 perseratus ribu kelahiran hidup. Angka tersebut tertinggi diantara negara-negara tetangga terdekat (ASEAN di luar Kamboja dan Laos). Demikian pula angka kematian bayi, khususnya angka kematian neonatal masih berada pada kisaran 20 perseribu kelahiran hidup (SDKI 2002/ 2003). Dalam menyikapi hal itu, pemerintah dalam Visi Indonesia Sehat menetapkan turunnya angka kematian ibu dan bayi sebagai salah satu indikator hasil akhir dalam menilai status kesehatan di Indonesia. Diharapkan pada tahun 2015, AKI di Indonesia mencapai angka 102 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (< 1 tahun) mencapai 17 per 1000 kelahiran hidup.

III. Mengukur Besarnya Kematian Ibu

(27)

Dalam mengukur besarnya kematian ibu pada suatu populasi, digunakan indikator-indikator antara lain :

1. Maternal Mortality Ratio (di Indonesia disebut dengan Angka Kematian Ibu), yaitu jumlah kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup pada kurun waktu yang sama.

Ukuran ini mengindikasikan risiko kematian ibu diantara wanita yang sedang hamil dan wanita yang baru saja hamil dan juga merefleksikan status kesehatan seorang wanita, akses ke pelayanan kesehatan dasar dan kualitas pelayanan yang diterima wanita tersebut.

2. Maternal Mortality Rate, yaitu Jumlah kematian ibu per 100.000 wanita usia 15-49 per tahun

Ukuran ini merefleksikan baik risiko kematian ibu hamil dan ibu yang baru saja hamil, maupun proporsi seluruh wanita yang menjadi hamil pada suatu tahun tertentu.

3. Risiko Kematian Ibu Seumur Hidup (L ife Time Risk of Maternal Death) merupakan probabilitas kematian Ibu yang dihadapi oleh rata-rata wanita sepanjang usia reproduktifnya. Seperti maternal mortality rate, ukuran ini merefleksikan baik risiko seorang wanita untuk meninggal karena sebab maternal, maupun risikonya untuk menjadi hamil. Ukuran tersebut juga memperhitungkan akumulasi risiko dari tiap kehamilan.

Dalam mencari indikator-indikator tersebut di atas, maka diperlukan data-data sebagai berikut :

1. Denominator, data yang diperlukan meliputi :

- Kelahiran hidup atau besarnya populasi menurut umur dan jenis kelamin

- Data rutin dengan referensi daerah yang sesuai atau referensi waktu dan dikumpulkan dengan baik serta tidak bias

(28)

2. Numerator, data yang diperlukan meliputi :

- Jumlah kematian yang terjadi pada wanita usia reproduksi - Jumlah kematian yang terjadi pada ibu hamil, bersalin dan nifas - Sebab dan waktu kejadian dari setiap kematian

- Kehamilan atau status kehamilan terakhir dari wanita yang meninggal

D ata-data yang diperlukan dalam pengukuran tersebut dapat bersumber dari : 1. Kegiatan rutin, misalnya registrasi vital maupun pelaporan rutin dari unit pelayanan

kesehatan/ rumah sakit

2. Studi khusus, misalnya registrasi vital dg 'record linkage' atau interview, survei maupun sensus

3. Model tertentu misalnya sisterhood methods, near miss methods, dan lain-lain

IV. Faktor Resiko dalam Kehamilan

Faktor resiko merupakan suatu kondisi ataupun perilaku yang ada pada seseorang dimana kondisi/ perilaku tersebut dapat meningkatkan probabilitas individu itu menderita suatu penyakit. Pada bidang maternal, dikenal juga faktor resiko yang dapat mempersulit kehamilan maupun persalinan, nantinya. Dalam meningkatkan kualitas pelayanan maternal ini, penilaian faktor resiko yang ada dalam seorang ibu hamil, merupakan suatu hal yang penting karena turut menentukan penanganannya, baik dalam ANC, persalinan maupun pasca melahirkan.

Ibu hamil beresiko adalah ibu hamil yang mengalami resiko atau bahaya yang lebih besar pada waktu kehamilan maupun persalinan, bila dibandingkan dengan ibu hamil yang normal. Skrining ibu hamil beresiko, dilakukan untuk mengetahui seberapa besar resiko ibu hamil tersebut untuk mengalami komplikasi kehamilan dan persalinan. Tujuan akhirnya adalah, menghindari hal-hal yang tidak diinginkan (komplikasi sampai pada kematian maternal) sehingga angka kematian ibu juga dapat ditekan. Faktor resiko yang perlu dinilai pada seorang ibu hamil, antara lain :

1. Primigravida kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun. 2. Anak lebih dari empat

3. Jarak persalinan terakhir dan kehamilan sekarang (spacing) kurang dari 2 tahun. 4. Tinggi badan ibu kurang dari 145 cm.

5. Berat badan ibu kurang dari 38 kg atau LILA-nya kurang dari 23,5 cm.

(29)

Adapun Risiko tinggi pada ibu hamil, meliputi: 1. Hb kurang dari 8 gr %

2. Tekanan darah tinggi, sistole lebih dari 140 mmHg, diastole lebih dari 90 mmHg. 3. Adanya edema nyata

4. Eklampsia

5. Perdarahan pervaginam 6. Ketuban pecah dini

7. Letak lintang pada usia kehamilannya lebih dari 2 minggu 8. Letak sungsang pada primigravida

9. Infeksi berat/ sepsis 10. Persalinan prematur 11. Kehamilan ganda 12. Janin yang besar

13. Penyakit kronis pada ibu, seperti jantung, paru, ginjal dan lain-lain. 14. Riwayat obstetrik buruk, riwayat bedah sesar dan komplikasi kehamilan.

V. Penutup

(30)

RE FE RE N SI

Chichakli, L.O, Atrash H.K, Musani A.S et al. Maternal Mortality Surveillance and Maternal Death Reviews in Countries of the Eastern Mediterranean Region. E ast Mediter Health

Journ 2000;6:625-635

Cole S, Hartford RB, Bergsjo P, McCarthy B. International Collaborative Effort (ICE) on birthweight, plurality, perinatal, and infant mortality: a method of grouping underlying causes of infant death to aid international comparisons. A cta Obstet Gynecol Scand 1989;68:113-117.

Collier, J, Murray L, Peter S. : Oxford Handbook of Clinical Specialties. 6th ed. New York : Oxford

University Press Inc., 2003.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia : A suhan Persalinan N ormal. Jakarta: Depkes, 2004. World Health Organization : Maternal Mortality in 2000. Geneva : WHO, 2004.

Departemen Kesehatan, World Health Organization : Pedoman Perencanaan Mak ing Pregnancy

(31)

Prinsip-Prinsip Surveilans Kesehatan

I. Pengertian Surveilans

WHO mendefiniskan surveilans sebagai suatu kegiatan sistematis berkesinambungan, mulai dari kegiatan mengumpulkan, menganalisis dan menginterpretasikan data yang untuk selanjutnya dijadikan landasan yang esensial dalam membuat rencana, implementasi dan evaluasi suatu kebijakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian, di dalam suatu sistem surveilans, hal yang perlu digaris bawahi adalah :

- Surveilans merupakan suatu kegiatan yang dilakukan secara berkesinambungan, bukan suatu kegiatan yang hanya dilakukan pada suatu waktu.

- Kegiatan surveilans bukan hanya berhenti pada proses pengumpulan data, namun yang jauh lebih penting dari itu perlu adanya suatu analisis, interpretasi data serta pengambilan kebijakan berdasarkan data tersebut, sampai kepada evaluasinya. - Data yang dihasilkan dalam sistem surveilans haruslah memiliki kualitas yang baik karena data ini merupakan dasar yang esensial dalam menghasilkan kebijakan/ tindakan yang efektif dan efisien.

II. Fungsi Surveilans

Pada dasarnya data yang dihasilkan dalam suatu sistem surveilans, digunakan untuk : - Mengetahui gambaran kesehatan suatu populasi masyarakat

- Identifikasi masalah yang ada di populasi

- Mengambil kebijakan yang dapat diterapkan dalam populasi tersebut, baik mengenai pola perilaku maupun pencegahan suatu penyakit.

- Monitor dan evaluasi program kesehatan yang dijalankan di masyarakat - Melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan data surveilans

(32)

Surveilans dapat digunakan untuk mengumpulkan data berbagai elemen rantai penyakit, mulai dati faktor resiko perilaku, tindakan preventif, maupun evaluasi program dan cost unit. Dengan kata lain, sistem surveilans diperlukan untuk mendapatkan gambaran beban penyakit suatu komunitas, termasuk jumlah kasus, insidensi, prevalensi, case-fatality rate, rate mortalitas dan morbiditas, biaya pengobatan, pencegahan, potensi epidemik dan informasi mengenai timbulnya penyakit baru.

III. Membangun Sistem Surveilans

Dalam membangun sistem surveilans, hal pertama yang harus dilakukan oleh menyamakan persepsi tujuan dibangunnya sistem surveilans tersebut. Apa yang ingin diketahui melalui sistem surveilans yang akan dibangun? Dan apa kepentingan data tersebut diketahui? Di dalam konteks kesehatan masyarakat, sistem surveilans dapat dibangun untuk tujuan yang beragam, termasuk assessment status kesehatan masyarakat, menentukan prioritas dan evaluasi program.

Selanjutnya langkah-langkah dalam membangun sistem surveilans adalah sebagai berikut :

1. Tetapkan tujuan dibangunnya sistem surveilans

Dalam hal ini, penting untuk mengidentifikasi prioritas masalah kesehatan yang ada di masyarakat. Kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan besarnya prioritas masalah ini adalah frekuensi kejadian (insidensi, prevalensi, mortalitas), tingkat keparahan (case-fatality rate, hospitalization rate, disability rate, years of potential rate,

quality-adjusted life year lost), biaya yang dikeluarkan terkait dengan masalah tersebut (baik langsung maupun tidak langsung), kemungkinan pencegahan dan penularan penyakit tersebut serta perhatian publik terhadap masalah kesehatan tersebut.

2. Tetapkan definisi kasus

Keberhasilan suatu tindakan epidemiologi tergantung pada jelasnya definisi yang ditetapkan. Definisi yang harus ditetapkan dalam surveilans meliputi kriteria waktu, tempat dan orang. Perlu ditetapkan juga kasus mana yang ditetapkan sebagai suspek dan mana yang sudah definit. Hal lain, perhatikan pengertian dari penyakit tersebut, cara mendiagnosanya, baik klinis maupun test laboratorium. Definisi ini harus disepakati akan digunakan sepanjang sistem sur veilans itu dijalankan.

3. Tetapkan sumber dan mekanisme pengumpulan data

(33)

yang dilakukan dalam sistem surveilans tersebut harus saling mendukung dan seimbang pelaksanaannya. Menetapkan metode pengumpulan data yang tepat, sangatlah tergantung dari data apa yang ingin kita dapatkan. Untuk penyakit menular/ akut, kriteria waktu sangatlah penting sedangkan untuk penyakit tidak menular, data vital statistik terkait dengan mortalitas dapat digunakan.

Metode yang bisa digunakan dalam pengumpulan data meliputi sitem pengumpulan data pasif maupun pengumpulan data aktif.

Sistem pengumpulan data pasif

- Sistem ini merupakan sistem yang lebih mudah dan lebih murah daripada sistem pengumpulan data aktif

- Sumber data berasal dari catatan kesehatan dari lembaga pelayanan kesehatan maupun badan statistik yang ada.

- Data yang didapatkan terbatas variabilitas dan kelengkapannya

- Data yang didapatkan mungkin saja tidak representatif dan tidak dapat digunakan untuk deteksi dini wabah.

Sistem pengumpulan data aktif

- Biaya yang dikeluarkan lebih besar daripada sistem pengumpulan data pasif - Biasa digunakan untuk kondisi yang membutuhkan deteksi dini ataupun pada

kasus yang memerlukan evaluasi berkesinambungan secara ketat, misalnya kasus TB paru.

- Kualitas data yang dihasilkan lebih representatif dan lebih lengkap sesuai dengan kebutuhan dibanding sistem pengumpulan data pasif.

4. Membuat instrumen pengumpulan data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan perlu distandarisasi, baik format maupun isinya, sehingga sesuai dengan format komputer untuk memudahkan analisanya. Informasi yang didapatkan dari instrumen tersebut diharapkan terarah sesuai dengan keperluan serta dapat dibandingkan dengan sistem pengumpulan data yang sudah dilakukan sebelumnya, seperti data sensus ataupun data surveilans lain.

5. Melakukan uji coba lapangan

(34)

6. Menetapkan cara analisis data

Analisis data yang tepat merupakan satu kesatuan dari sistem surveilans yang baik. Yang banyak terjadi sekarang adalah, proses pengumpulan data sudah baik namun proses analisisnya masih kurang sehingga interpretasi dan tindak lanjut dari data tersebut menjadi kurang tepat. Cara analisis data surveilans harus direncanakan seiring dengan disusunnya instrumen pengumpulan data. Analisis data, simple maupun kompleks, harus disesuaikan dengan kebutuhan informasi apa yang diperlukan, apakah deskripsi menurut waktu/ tempat/ individu yang paling memungkinkan untuk pengambilan kebijakan.

7. Membuat mekanisme disseminasi

Tujuan dari proses ini adalah memungkinkan pengambil kebijakan untuk melihat dan mengerti implikasi dari informasi yang didapatkan sehingga keputusan yang diambil tepat untuk dijalankan di populasi tersebut. Lebih lanjut, para penentu kebijakan juga dapat mengevaluasi efektifitas, keuntungan dan kerugian dari intervensi kesehatan masyarakat tersebut. Berkenaan dengan itu, hendaknya suatu data disajikan dalam bentuk yang memudahkan orang untuk mengerti hal-hal yang ingin disampaikan, baik dalam bentuk tabel, grafik maupun pemetaan.

8. Memastikan penggunaan analisis dan interpretasi data melalui evaluasi

Hal yang penting dijawab dalam setiap evaluasi sistem surveilans adalah apakah tujuan dari dibangunnya sistem surveilans ini telah tercapai? Apakah sistem yang dibangun ini menjawab masalah yang ada? Apakah informasi tersedia tepat waktu dan bagaimana penggunaannya? Selain itu perlu dinilai ketepatan waktu, kemudahan dijalankan, fleksibilitas, akseptabilitas, sensitifitas, predictive value positive, nilai representatif dan cost-effectivenya.

(35)

RE FE RE N SI

Teutsch, SM & R.Elliot C. Principles and Practice of Public Health Surveillance. New York : Oxford, 2000.

World Bank Group. Public Health A t a Glance : Surveillance. Dapat diakses di www.worldbank.org. World Health Organization. Fact Sheet No.273 : Surveillance of N on Communicable Disease Risk

(36)

Regulasi dan Surveilans Kesehatan

I. Latar Belakang

Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah bertujuan memberikan kesempatan dan keleluasaan kepada daerah untuk dapat lebih baik, efektif serta efisien dalam mengelola urusan-urusan di daerah. PP No. 8 tahun 2003 tentang pedoman organisasi perangkat daerah, memberikan fungsi yang lebih kuat kepada Dinas Kesehatan Propinsi dan Kabupaten/ Kota sehingga dapat lebih berperan sebagai perumus kebijakan dan regulator kesehatan wilayah. Fungsi regulasi yang dikembangkan oleh Dinas Kesehatan tidak hanya regulasi dalam pelayanan kesehatan tetapi juga regulasi dalam surveilans. Untuk mengembangkan fungsi regulasi yang memiliki fungsi dan cakupan luas, maka Dinas Kesehatan dituntut untuk menyiapkan berbagai infrastruktur (perangkat) regulasi, yaitu: peraturan daerah, ketersediaan sumber daya manusia, instrumen regulasi (seperti instr umen sur veilans) ter masuk tersedianya dana untuk aktivitas regulasi. Pada masa desentralisasi ini di beberapa propinsi dan kabupaten/ kota telah banyak mengeluarkan regulasi berupa peraturan daerah tentang struktur organisasi, perijinan praktek tenaga kesehatan dan sarana kesehatan. Namun Produk tentang regulasi surveilans untuk propinsi dan kabupaten/ kota masih sangat minim. Regulasi surveilans yang sudah dibuat oleh Departemen Kesehatan diantaranya tentang pedoman penyelenggaraan sistem surveilans. epidemiologi dan kesehatan, serta surveilans untuk penyakit menular dan tidak menular.

(37)

II. Tujuan

Setelah selesai pelatihan ini peserta

a. Memahami regulasi dalam sur veilans kematian ibu dan bayi baru lahir b. Mampu menjelaskan pentingnya regulasi dalam surveilans kematian ibu dan bayi

baru lahir.

c. Mampu menyusun strategi pengembangan fungsi regulasi dalam surveillans kematian ibu dan bayi baru lahir

III. Regulasi Dalam Surveilans

(38)

IV. Peran Pemerintah dalam regulasi

Menurut WHO (2000) peran pemerintah dalam regulasi dibedakan menjadi peran sebagai pengarah, peran sebagai regulator, dan peran sebagai pelaksana pelayanan yang diregulasi.

Sebagai pengarah dalam regulasi pelayanan kesehatan, pemerintah menetapkan, melaksanakan dan memantau aturan main sistem pelayanan kesehatan, menjamin keseimbangan berbagai pihak yang terlibat dalam pelayanan kesehatan, dan menyusun rencana stratejik untuk keseluruhan sistem kesehatan.

(39)

Jelaskan peran pemerintah sebagai pengarah, sebagai regulator dan sebagai pelaksana dalam surveilans epidemiologi masalah kesehatan khususnya kematian ibu dan bayi baru lahir di wilayah saudara.

(40)

V. Pengertian Regulasi

Regulasi didefinisikan sebagai "suatu aturan yang bersifat otoritatif tentang suatu prosedur secara rinci …". Meregulasi dapat diartikan pula sebagai "to govern or direct

according to rule… to bring under control of law or constituted authority". Regulasi dapat bersifat deskriptif ataupun preskriptif, meskipun sebagian besar regulasi bertujuan untuk preskriptif, yaitu merubah ke arah suatu perilaku tertentu.

Regulasi preskriptif berfungsi untuk merubah perilaku masyarakat. Dalam surveilans kematian ibu dan bayi baru lahir dibutuhkan regulasi preskriptif agar masyarakat maupun pelaku dalam sistem kesehatan mempunyai budaya atau perilaku yang positip dalam membangun surveilans kematian ibu dan bayi.

(41)

1. Identifikasi masalah-masalah dalam surveilans epidemilogi masalah kesehatan khususnya kematian ibu dan bayi baru lahir.

2. Sebutkan bentuk- bentuk regulasi dalam surveilans epidemiologi masalah kesehatan.

3. Apakah mekanisme dalam surveilans termasuk bentuk-bentuk regulasi atau merupakan kegiatan dalam regulasi surveilans.

(42)

VI. Surveillans Dalam Sistem Kesehatan Daerah

Sistem kesehatan daerah (SKD) adalah suatu tatanan keterkaitan antar berbagai komponen pada system dalam pola tertentu. Tujuan dari Sistem kesehatan itu sendiri adalah meningkatkan derajat kesehatan, responsive terhadap kebutuhan masyarakat (ter masuk patient dan community safety) serta keadilan dalam pembiayaan. Fungsi-fungsi dalam SKD paling tidak meliputi 4 fungsi yaitu Pelayanan kesehatan itu sendiri, penyediaan sumberdaya, pendanaan dan Stewardship. Stewardship merupakan perluasan dari fungsi regulasi dalam system kesehatan. Fungsi pengarahan, pengaturan dan pengawasan ini, diantaranya melalui kebijakan yang dikeluarkan dan regulasi yang ditetapkan, mutlak harus dilaksanakan oleh pemerintahan. Stewardship yang kuat menggambarkan peran Pemerintah sebagai regulator yang kuat.

Selain sebagai alat untuk pengambilan keputusan secara teknis seperti telah disebutkan di atas, surveillans berfungsi sebagai alat pengawasan dan intelejen. Oleh karenanya dapat dikatakan bahwa surveilans merupakan bagian dari fungsi stewardship, tidak semata-mata bagian dari fungsi pelayanan kesehatan saja (teknis). Agar surveilans ini dapat diterima, dipahami, dipatuhi oleh semua pelaku dalam SKD serta berjalan dengan lancar, maka perlu dipayungi regulasi yang memadai.

(43)

1. Bagaimana surveilans berfungsi sebagai alat intelejen dalam SKD?

2. Regulasi seperti apa yang dibutuhkan dalam memperkuat surveilans KIA/ Kematian Ibu-bayi dalam konteks SKD?

(44)

VII. Pengembangan Regulasi dalam surveillans KIA / Kematian Ibu-Bayi

Pengembangan regulasi dalam surveilans KIA perlu memperhatikan Sistem Kesehatan yang berlaku. Di Indonesia tentunya perlu sinergitas dan integrasi antara SKD dan SKN. Fragmentasi dalam system ini akan menimbulkan ketidak pastian dan ketidak percayaan pelaku dalam system dan masyarakat. Pengembangan regulasi dalam surveilans KIA akan berkaitan dengan:

- Advokasi kepada para pengambil kebijakan

- Peran serta dan dukungan masyarakat dan swasta dalam penyusunan dan pengembangannya

- Penguatan kapasitas Dinas Kesehatan

- Perhatikan aspek-aspek legal , Hukum dan peraturan yang sudah ada

- Perhatikan keterkaitan dengan Dinas badan lembaga lain di daerah dan keterkaitan antar departemen/ lembaga di Pusat

- Titik berat pada community and patient safety

(45)
(46)

VIII. Standar dan pedoman

Sistem surveilans memiliki sifat baik terstandarisasi serta terpusat maupun terdesentralisasi. Berbagai tolok ukur berikut ini harus memenuhi standard secara internasional dan terkandung dalam system surveilans:

Definisi kasus pada puncak rujukan harus memenuhi International Classification of Diseases (menggunakan nomor kode ICD-10 atau ICD yang lebih baru yang telah disepakati). Apabila tidak memungkinkan satu definisi kasus tunggal, dimungkinkan adanya definisi kasus yang sebenarnya masih perlu dikonfirmasi: suspect, probable.

Landasan dan tujuan surveilans Tipe surveilans didokumentasikan

Unsur-unsur data minimum dipenuhi (contohnya: diagnosis, jenis kelamin, kelompok umur, dan sebagainya)

Jenis-jenis analisis, penyajian dan bentuk laporan

Kegunaan utama data untuk pengambilan keputusan (perencanaan, pengendalian, pembasmian, tindakan segera)

Aspek-aspek tertentu yang mewarnai sifat surveilans setempat

Pemuatan tingkatan organisasi dan individu sebagai kontak dalam system

(47)
(48)

Bagaimana standard surveilans kematian ibu dan bayi yang akan dikembangkan di wilayah saudara?

(49)

Daftar Pustaka

Hafez, N. (1997). International Comparative Review of Health Care Regulatory Systems,

Technical Report N o 11. PHR, Bethesda, maryland.

Keputusan Menteri Kesehatan RI, No 1116/ Menkes/ SK/ Viii/ 2003 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan.

Utarini, A., (10 Agustus, 2002) Peran Pemerintah sebagai Regulator: Regulasi mutu melalui sertifikasi, lisensi dan akreditasi, Diskusi Terbuka Satu Tahun Pasca Desentralisasi di

(50)

Sistem, Struktur Organisasi dan

Manajemen Surveilans

I. Pendahuluan

Sistem (system) dalam kamus bahasa Inggris Oxford didefinisikan sebagai :

"System is interconnected parts or elements in certain pattern of work "

D alam definisi tersebut, dua hal prinsipil mengenai sebuah sistem adalah adanya elemenelemen dalam suatu sistem dan adanya keterkaitan antara elemen-elemen pembentuk sistem tersebut. Sehingga, keberadaan sekumpulan elemen, komponen ataupun bagian jika di antaranya tidak ada suatu keterkaitan, tidak dapat dikatakan memenuhi criteria suatu system. Lebih spesifik, WHO mendefinisikan sistem kesehatan atau health system :

(51)

Menilik definisi tersebut, sebenarnya sistem kesehatan masih terfokus pada elemenelemen pembentuk sistem, khususnya elemen pemberi pelayanan kesehatan. Dalam system kesehatan tersebut, peran pemerintah merupakan hal penting karena bersifat multiple-role yaitu :

1. Peran dalam stewardship 2. Peran dalam keuangan 3. Peran dalam pelayanan

4. Peran dalam pembinaan sumber daya.

Definisi lain menyebutkan, Sistem Kesehatan Nasional adalah suatu tatanan yang menghimpun berbagai upaya Bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung, guna menjamin derajat kesehatan yang setinggi-tingginya sebagai perwujudan kesejahteraan umum seperti yang dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945.

Sistem kesehatan nasional sebagai bagian dari pembangunan kesehatan sangat dipengaruhi keberhasilannya oleh tersedianya data dan informasi epidemiologi yang valid. Untuk itulah suatu sistem surveilans epidemiologi perlu dibentuk demi tersedianya data yang valid, yang dapat dijadikan landasan penentuan kebijakan yang tepat dan efektif, baik di tingkat kabupaten, propinsi maupun pusat.

II. Sistem Surveilans E pidemiologi

Surveilans, menurut WHO, merupakan proses pengumpulan, pengolah, analisis dan interpretasi data secara sistematik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan surveilans epidemiologi untuk dapat mengambil tindakan. Dalam sistem surveilans epidemiologi yang dimaksud dengan surveilans masalah kesehatan adalah kegiatan analisis secara sistematis dan terus menerus terhadap penyakit atau masalah-masalah kesehatan dan kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan suatu masalah kesehatan. Sasaran penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi kesehatan meliputi masalah-masalah yang berkaitan dengan program kesehatan yang ditetapkan berdasarkan prioritas nasional, bilateral, regional dan global. Dalam pelaksanaannya, sistem surveilans epidemiologi diatas dalam Kepmenkes RI No. 1116/ Menkes/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan. Pada SK tersebut dijabarkan bahwa tujuan dibentuknya sistem surveilans epidemiologi adalah tersedianya data dan informasi epidemiologi sebagai dasar manajemen kesehatan untuk pengambilan keputusan dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, evaluasi program kesehatan dan peningkatan kewaspadaan serta respon kejadian luar biasa yang cepat dan tepat secara nasional, propinsi dan kabupaten/ kota dalam menuju Indonesia Sehat 2010.

Setiap penyelenggaraan sistem surveilans epidemiologi masalah kesehatan (termasuk di dalamnya, kematian ibu dan bayi baru lahir), komponen yang menyusun sistem tersebut adalah :

1. Tujuan yang jelas dan dapat diukur 2. Unit surveilans epidemiologi

(52)

3. Konsep surveilans epidemiologi

Konsep ini perlu dibuat sehingga terdapat kejelasan sumber dan cara-cara melakukan analisis, sasaran penyebaran atau pemanfaatan data dan informasi ep id em io lo gi, ser t a m ekan ism e ker ja su r veilan s ep id em io lo gi. 4. Dukungan advokasi, peraturan perundang-undangan, sarana dan anggaran. 5. Pelaksanaan mekanisme kerja surveilans epidemiologi

6. Jejaring surveilans epidemiologi

Terbentuknya jejaring surveilans epidemiologi dimaksudkan untuk terbentuknya kerjasama pertukaran data dan informasi epidemiologi, analisis, dan peningkatan kemampuan surveilans epidemiologi

7. Indikator kinerja

III. Struktur, Manajemen dan Jejaring Sistem Surveilans E pidemiologi

Sistem surveilans merupakan suatu proses kegiatan yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis. Dalam hal ini, jelaslah bahwa pelakasanaan sistem surveilans, bukan saja menitik beratkan pada hal teknis pelaksanaan di lapangan, tetapi harus ada dukungan sistem manajemen mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi sistem surveilans yang dijalankan.

H ubungan Surveilans dengan Manajemen

Dalam rangka mencapai tujuan kesehatan masyarakat, yakni pencegahan, surveilans sebagai suatu komponen alat kesehatan masyarakat amat memerlukan hubungan sistemik dengan manajemen, seperti halnya manajemen memerlukan hasil surveilans berupa informasi matang untuk pengambilan keputusan. Surveilans mempunyai sasaran data tertentu yang terus menerus secara sistematik perlu dikumpulkan, dianalisis, diinterpretasi, disiarkan dan digunakan. Untuk pengambilan keputusan berupa suatu tindakan, atau program, informasi yang dihasilkan harus berpasangan dengan ketersediaan teknologi pemecahan masalah (contohnya:imunisasi) agar keputusan terwujud. Perwujudan dan pembentukan keputusan tindakan ini mempunyai factor utama yaitu perilaku system, program dan para individu pelaksananya.

(53)

D i dalam membangun ataupun memperbaiki sistem sur veilans, har uslah mempertimbangkan beberapa hal seperti kondisi geografis, anggaran keuangan pemerintah, sumber daya yang dimiliki, serta aspek sosial budaya masyarakat. Alternatif yang dapat diambil dalam memperbaiki sistem sur veilans yang ada sekarang adalah : 1. Merombak sistem surveilans yang berjalan sekarang dan melakukan restrukturisasi mulai dari infrastruktur di lapangan sampai kepada tingkat dinas kesehatan 2. Mengoptimalkan apa yang ada sekarang, meningkatkan kemampuan teknis surveilans, mulai dari pengumpulan, analisa, interpretasi, sampai kepada diseminasi data tanpa melakukan restrukturisasi.

A d.1. Membangun sistem surveilans baru disertai dengan restruk turisasi

Bagi daerah yang memungkinkan untuk melakukan restrukturisasi sistem surveilans, baik dari segi keuangan maupun sumber daya manusianya, perlu dibentuk suatu unit surveilans di tingkat dinas kesehatan serta unit pelaksana teknisnya sampai pada tingkat Puskesmas.

Kedudukan unit surveilans ini secara struktural tidak berada dalam salah satu bidang melainkan independen, langsung di bawah kepala dinas (skema 1). Dengan unit surveilans yang independen, diharapkan unit ini dapat menjadi pusat rujukan data bagi semua program yang dijalankan. Selain unit surveilans di dinas kesehatan, lebih lanjut dibentuk juga suatu unit surveilans dibawah walikota/ bupati sebagai wadah koordinasi unit-unit surveilans lintas dinas dan lembaga-lembaga terkait seperti POM,BTKL dan lain-lain. Tentunya pembentukan unit surveilans ini harus juga dipikirkan penyusunan regulasi yang mendukungnya seperti SK Wakikota/

Da t a p e na nga na n ka sus ya ng m e nd ukung

(54)

Skema 1. Kedudukan Unit Struktural Surveilans dalam Struktur Organisasi di Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota

Dengan struktur organisasi Dinas Kesehatan seperti skema 1 diatas, pelaksanaan sistem surveilans epidemiologi kesehatan berdasarkan Kepmenkes No.1116/ Menkes/ SK/ 2003 dengan membentuk jejaring surveilans epidemiologi antara unit-unit surveilans dengan sumber data, antara unit-unit surveilans dengan pusat penelitian dan kajian, program in t er ven si keseh at an d an un it sur veilan s lain n ya mun gkin d ilakukan .

Jejaring surveilans epidemiologi yang dibentuk terdiri dari :

a. Jaringan kerjasama antara unit-unit surveilans dengan penyelenggara pelayanan kesehatan, laboratorium dan unit penunjang lainnya.

b. Jaringan kerjasama antara unit-unit surveilans epidemiologi dengan pusat-pusat penelitian dan kajian, program intervensi kesehatan dan unit-unit surveilans lainnya c. Jaringan kerjasama unit-unit surveilans epidemiologi antara Kabupaten/ Kota,

Propinsi dan Nasional

(55)

Skema 2. Jejaring Surveilans E pidemiologi Kesehatan

(56)

Skema 3. Alur penyampaian data di tiap tingkat

Lebih lanjut mekanisme/ alur data surveilans mulai dari UPT di lapangan sampai tingkat dinas, tergambar pada skema 3. Alur pengiriman data terjadi di tingkat puskesmas, kabupaten/ kota, propinsi dan nasional. Setiap dokter, bidan praktek serta unit pelayanan kesehatan melaporkan data (baik kasus kematian, skrining faktor resiko, maupun identifikasi dan investigasi kasus) ke unit pelaksana teknis surveilans di puskesmas. Selanjutnya pihak UPT Kabupaten akan menerima data dari UPT Puskesmas serta Rumah Sakit kabupaten/ kota baik pemerintah maupun swasta.

Data yang dikirim, baik oleh UPT Puskesmas maupun UPT Rumah Sakit, berupa data individual/ data per kasus. Melalui unit surveilans di kabupaten terbentuk suatu jejaring surveilans epidemiologi UPT lintas bidang serta dengan unit surveilans di tingkat propinsi dan pusat. Setiap UPT (Puskesmas dan Rumah Sakit) dapat mengumpulkan data, analisa dan interpretasi data yang diperoleh sampai melakukan kegiatan respons. Selain itu, analisa dan interpretasi dari data yang didapat, dilaporkan juga ke pemegang kebijakan di kabupaten sebagai dasar pengembangan kebijakan dan program di kabupaten tersebut.

UPT tingkat propinsi menerima data berupa data agregat dari UPT tingkat kabupaten/ kota dan data individual dari RS. Propinsi. Analisa dan interpretasi data ini akan disampaikan ke pemegang kebijakan propinsi. Di tingkat ini juga terjalin jejaring surveilans, baik lintas bidang maupun lintas sektoral. Demikian halnya di tingkat pusat, namun di tingkat ini unit surveilans nasional bekerja sama dengan pusat data, penelitian dan kajian/ pengembangan.

Pada dasarnya, unit surveilans di tiap tingkat (pusat/ nasional, propinsi maupun kabupaten) memegang fungsi manajemen sedangkan pelaksanaannya secara teknis dilaksanakan oleh

(57)

Unit Pe ra na n Kua lifika si SDM

Tenaga epidemiologi ahli (S3) : 1

Tenaga epidemiologi ahli (S2) : 8

Tenaga epidemiologi ahli (S1) : 16

Asisten epidemiologi : 32

Dokter umum : 16

UPT DepKes Pusat rujukan surveilans epidemiogi

nasional

Pengembangan dan pelaksana surveilans epidemiologi nasional

Kerjasama surveilans epid. Propinsi, nasional, internasional

Tenaga epidemiologi ahli (S2) : 2

Tenaga epidemiologi ahli (S1) : 2

Asisten epidemiologi lapangan :

Pembinaan & asistensi teknis ke DATI II

Monitoring & evaluasi

SDM di tingkat Propinsi (Unit Surveilans + UPT) :

Tenaga epidemiologi ahli (S2) : 1

Tenaga epidemiologi ahli (S1) : 2

Asisten epidemiologi : 2

(58)

UPT Propinsi Pusat rujukan surveilans epidemiogi propinsi

Pengembangan dan pelaksana surveilans epidemiologi propinsi

Kerjasama surveilans epidemiologi dengan pusat dan kabupaten/ kota

Lihat SDM Unit Surveilans

Pembinaan & asistensi teknis ke DATI II

UPT Kabupaten/ Kota Pusat rujukan surveilans epidemiogi

kab/ kota

Pencatatan dan pelaporan penyakit & masalah kesehatan

Koordinasi surveilans dengan UPK swasta, dokter, BPS

Koordinasi dengan puskesmas lain yg berbatasan

Surveilans epidemiologi penyakit spesifik

Asisten epidemiologi : 1 Tenaga epidemiologi ahli (S2) : 1

Tenaga epidemiologi ahli (S1) atau asisten epedemiologi : 2

(59)

UPT Rumah Sakit Melaksanakan kegiatan surveilans epidemiologi RS dan nosokomial Identifikasi kasus rujukan

Melakukan kajian epidemiologi penyakit menular dan tidak menular di RS

Tenaga epidemiologi ahli Penelitian lebih lanjut terhadap temuan & rekomendasi surveilans epidemiologi

Pusdatin Koordinasi pengelolaan sumber data

dan informasi kesehatan nasional Koordinasi kajian strategis dan penyajian informasi kesehatan

Asisten teknologi informasi

Tabel 1. Peranan dan kualifikasi sumber daya manusia tiap unit

Tabel 1 di atas memuat peranan tiap-tiap unit dalam jejaring surveilans epidemiologi serta kualifikasi sumber daya manusia yang idealnya dimiliki. Asisten epidemiologi di tiap unit adalah tenaga epidemiologi terampil yang sebelumnya telah mendapatkan pelatihan epidemiologi lapangan.

Pada dasarnya sumber pembiayaan sistem surveilans epidemiologi dapat berasal dari APBN, APBD Propinsi, APBD Kabupaten, Bantuan luar negeri,, pihak swasta dan swadaya masyarakat. O leh karena itu tiap-tiap unit, baik di pusat, propinsi maupun kabupaten dapat mencari pihak swasta sebagai mitra yang berfungsi sebagai sumber data maupun sumber dana dan sarana penyelenggaraan sur veilans epidemiologi.

A d.2. Mengoptimalk an sistem surveilans yang sudah berjalan tanpa restruk turisasi

Dibandingkan dengan daerah dengan income tinggi, pada daerah dengan sumber daya terbatas, diperlukan berbagai penyesuaian dalam pelaksanaan sistem surveilans. Namun demikian kualitas data yang dihasilkan haruslah tetap baik sehingga tetap dapat digunakan untuk pengambilan keputusan/ rancangan kebijakan. Untuk meningkatkan kualitas sistem surveilans, pada kondisi tidak memungkinkan dilakukan restrukturisasi dalam waktu dekat, peningkatan kualitas sumber daya manusia, baik pengetahuan maupun teknis di lapangan, adalah langkah yang dapat diambil. Sedapat mungkin kabupaten menganggarkan dana pelatihan bagi pelaksana teknis pelacakan di lapangan. Bila dana tersebut tidak dapat dianggarkan dari APBD, kabupaten dapat bekerjasama dengan pihak swasta sebagai pendonor.

Selain peningkatan kualitas sumber daya manusia, hal lain yang perlu diperbaiki adalah alur pengiriman data dari mulai ditemukannya kasus sampai kepada rekomendasi di tingkat dinas kesehatan kabupaten. Pada pelaksanaan teknis di

(60)

puskesmas. Bidan bertanggungjawab dalam pelaksanaan surveilans rutin untuk kepentingan program seperti cakupan imunisasi TT (Tetanus Toxoid), pemakaian tablet besi serta kehamilan resiko tinggi. Petugas surveilans bertanggung jawab terhadap penyakit-penyakit yang berpotensi wabah ataupun yang tergolong kejadian luar biasa. Sedangkan untuk pelacakan kematian ibu dan bayi baru lahir, bukan semata-mata tanggungjawab bidan melainkan bersama-sama dengan petugas surveilans (gambar 1).

Gambar 1. Tanggungjawab bidan dan petugas suveilans dalam pengelolaan data di unit Puskesmas

Pada kasus kematian ibu dan bayi, bidan yang menerima informasi kasus, meneruskannya tidak hanya kepada bidan koordinator KIA, melainkan juga kepada petugas surveilans Puskesmas yang untuk selanjutnya bersama-sama melacak kasus tersebut. Pada kasus AFP, Tetanus neonatorum dan kasus lainnya, bidan bertanggung jawab untuk mengenali kasus tersebut di komunitas, baik dari informasi warga maupun yang ia temukan di Polindes. Informasi tersebut harus segera diteruskan kepada petugas surveilans, yang kemudian bertanggung jawab untuk melacaknya.

(61)

IV. Penutup

(62)

RE FE RE N SI

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan N o. 1116/ MENKES/ SK/ VIII/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi

Kesehatan. Jakarta, 2004

Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan N o. 1479/ MENKES/ SK/ X/ 2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans E pidemiologi

(63)

Manajemen Data menggunakan E pi Info

Modul 1. Mengolah data menggunakan E pi Info

Salah satu kelemahan dalam sistem surveilans saat ini adalah masih miskinnya kegiatan analisis data. Hal ini dapat disebabkan karena lemahnya kemampuan tenaga kesehatan dalam melakukan analisis data. Dengan semakin tersedianya komputer di dinas kesehatan, semestinya kegiatan analisis data akan menjadi lebih mudah. Selama ini, analisis data di dinas kesehatan sebagian besar masih terbatas kepada pengolahan dalam bentuk tabular dan grafik. Analisis informasi kesehatan lebih rinci dalam bentuk peta sangat jarang dijumpai. Padahal, program perangkat lunak untuk mendukung kegiatan tersebut sudah tersedia, bahkan secara gratis (freeware). Modul ini akan menjelaskan penggunaan Epi Info 3.3.2 (freeware) yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung kegiatan analisis data dari pembuatan tabel, grafik sampai ke pemetaan. Epi Info mampu mengolah data yang sebelumnya telah tersimpan dalam format Excel yang menyerupai database yaitu mulai dari baris pertama kolom paling kiri memuat nama field ke arah kanan. Selanjutnya, pada setiap baris akan berisi record. Contoh file excel yang siap diolah ke dalam Epi Info adalah seperti dalam gambar di bawah ini.

(64)

Jika file Anda sudah siap, bukalah program Epi Info 3.3.2. (Pastikan program ini sudah terinstal di komputer Anda. Panduan instalasi lihat modul 3). Untuk membaca file Excel tersebut, pertama-tama buka terlebih dahulu program Analyze Data. Selanjutnya, pilihlah menu Read

Latihan 1.

Sek arang, cobalah A nda membuat file E xcel yang mencermink an pek erjaan rutin A nda dalam mengelola data dan informasi KIA .

Dalam file E xcel tersebut, apa sajak ah kolom yang tersedia? Kemudian, isik an record mulai dari baris kedua sampai ke bawah.

Pada bagian data format, pilihlah format E xcel.

(65)
(66)

Selanjutnya, akan muncul tampilan seperti di bawah ini. Perhatik an bahwa nama file excel

menyesuaik an dengan nama file yang A nda buat.

Untuk menampilkan seluruh variabel pilihlah display di bawah menu Variables seperti pada gambar di bawah ini.

(67)
(68)

Menyimpan dalam format E pi Info

Untuk dapat memanipulasi data ini, file excel ini harus disimpan terlebih dahulu dalam bentuk Epi Info. Caranya, pilih Write dari menu Data

(69)

Sehingga, akan menampilkan sebagai berikut:

Program E ditor akan tertulis:

WRITE APPEND "Epi 2000" 'C:\ Epi_Info\ surveilansdhf.mdb':y2005 NO___BLN NAMA L P ALAMAT KELURAHAN PUSKESMAS RS TGL DIAG

(70)

Membuat variable baru

Jika kita akan membuat variabel baru, pilihlah Define dari menu Variables

PERMANENT variables are stored in the Epi Info.INI file and retain any value assigned until the value is changed by another assignment or the variable is undefined. They are shared among Epi Info programs and persist even if the computer is shut down. Permanent variables may not have values that depend directly or indirectly on table fields

GLOBAL variables persist for the duration of program execution. They are used in Enter to pass values from one view to a related view. They are used in Analysis to store values between changes of data source. Global variables may not depend directly or indirectly on table fields.

STANDARD defined variables are used as temporary variables behaving like variables in the database. They lose their values and definitions at the next READ statement.

(71)
(72)
(73)

Pada kolom L, jika nilainya bukan 0, maka akan menunjukkan pasien berjenis kelamin laki-laki dan umurnya. Sebaliknya, umur pasien DHF perempuan ditentukan berdasarkan nilai pada kolom P yang bukan 0. Sehingga, untuk menentukan nilai perempuan (atau F) pada kolom sex, maka kita akan memberikan perintah berikut:

Jik a nilai L =0 mak a sex=F

(74)

Dalam program Editor akan tertulis: IF L= 0 THEN

Gambar

Table Top Exercise
Tabel 1. Peranan dan kualifikasi sumber daya manusia tiap unit
Gambar 1. Tanggungjawab bidan dan petugas suveilans dalam pengelolaan datadi unit Puskesmas

Referensi

Dokumen terkait

Contoh sikap yang tidak sesuai dengan konsep berserikat dan mengeluarkan pendapat dalam demokrasi Pancasila adalah .... penuh semangat sehingga disenangi

Prinsip yang digunakan pada metode eliminasi adalah dengan mengeliminasi variabel-variabel yang tidak diketahui. 

27 Ongkos pembuatan perkakas bantu termasuk Rp. 950.000 untuk bahan-bahannya, dan memerlukan seorang pembuat perkakas bantu yang akhli. Pembuatan memerlukan waktu 50 jam dan

Turbin uap merupakan salah satu %enis mesin yang menggunakan metde e3ternal !mbustin engine 4mesin pembakaran luar5.Pemanasan 'luida ker%a 4uap5 dilakukan di luar

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan mengajar guru, aktivitas belajar siswa, dan keterampilan menulis pantun siswa kelas IV SDN 1

Emisi Trading (ET) dan Joint Implementasi (JI) merupakan skema kerjasama dalam rangka pemanasan global yang bisa dilakukan antar negara maju (Annex I), Clean

Dalam melihat hal itu Amerika Serikat melakukan bantuan luar yang dinamai Colombia Plan yang dimana bantuan ini berupa bantuan dana maupun berupa bantuan militer

Formulir Aplikasi Bookbuilding yang sudah ditanda-tangani diserahkan kepada Kantor Cabang (bagi Nasabah dari Kantor Cabang) atau kepada Sales (bagi Nasabah yang menggunakan jasa