• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemerolehan Sinonim Kebendaan Pada Anak Autistik di Pematangsiantar

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pemerolehan Sinonim Kebendaan Pada Anak Autistik di Pematangsiantar"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

PEMEROLEHAN SINONIM KEBENDAAN PADA

ANAK AUTISTIK DI PEMATANGSIANTAR

SKRIPSI

OLEH

CHARLIE NICHOLAS SIAHAAN

080701022

DEPARTEMEN SASTRA INDONESIA

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Apabila pernyataan yang saya perbuat ini tidak benar, saya bersedia menerima sanksi berupa pembatalan gelar kesarjanaan yang saya peroleh.

Medan, Januari 2014 Penulis,

(3)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada TuhanYesus Kristus yang telah memberkati dan memberi kekuatan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Skripsi yang berjudul Pemerolehan Sinonim Kebendaan Pada Anak Autistik Di Pematangsiantar ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Departemen Sastra Indonesia Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara.

Penyusunan skripsi ini dapat diselesaikan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak, baik secara moral maupun material. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dengan setulus hati kepada:

1. Dr. Syahron Lubis, M.A, sebagai Dekan Fakultas Ilmu Budaya USU serta pembantu Dekan I, pembantu Dekan II dan Pembantu Dekan III.

2. Prof. Dr. Ikhwanuddin Nasution, M. Si., sebagai Ketua Departemen Sastra Indonesia dan Drs. Haris Sutan Lubis, M.SP., sebagai Sekretaris Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan dukungan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan di Departemen Sastra Indonesia.

(4)

4. Drs. Pribadi Bangun, M. Hum., sebagai dosen pembimbing II yang telah membimbing, memberikan masukan, dan motivasi penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

5. Drs. Isma Tantawi, M.A. sebagai dosen pembimbing akademik yang telah banyak memberi pengarahan dan masukan bagi penulis selama masa perkuliahan.

6. Bapak dan Staf pengajar Departemen Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, yang telah banyak memberikan bimbingan dan pengajaran selama penulis mengikuti perkuliahan.

7. Kedua orang tua penulis yang tercinta, Alm. Drs. Walrys M. Siahaan dan Ibu Bernadet T. Siregar, S. Pd., yang setia berdoa dan memotivasi penulis baik moral maupun material kepada penulis sehingga penulis dapat sampai seperti ini. Penulis mempersembahkan skripsi ini terkhusus buat almarhum Bapak penulis yang mendukung penulis dari segala aspek kehidupan sampai Bapak penulis menghembuskan nafas terakhir 26 Juli 2012. Semoga ilmu yang penulis peroleh dapat bermanfaat dan membalas segala pengorbanan, kesabaran, kesetiaan yang telah Bapak dan Ibu berikan. 8. Kakak penulis Amelia yang banyak memberikan bantuan materi dan kakak

Lernita, Kak Theresia, Kak Delvi dan adik penulis Breinhard yang selalu mendoakan penulis dan memberikan dukungan semangat kepada penulis. 9. Semua Teman se-angkatan 08 Sasindo USU terutama buat Paidun, Febri,

(5)

10.Buat Pacar penulis Yenny Silaban yang tiap saat memberikan doa dan dukungan yang luar biasa, sehingga penulis tetap bersemangat dalam menulis skripsi ini.

11.Yayasan Anakku Pematangsiantar yaitu Ibu Mery dan segenap staf pengajar lainnya yang mengijinkan penulis meneliti di Yayasan Anakku Pematangsiantar.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih kurang sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi perkembangan ilmu linguistik pada masa yang akan datang.

Akhirnya, penulis berharap skripsi ini dapat menambah wawasan pengetahuan pembaca.

Medan, Januari 2014 Penulis,

(6)

PEMEROLEHAN SINONIM KEBENDAAN PADA

ANAK AUTISTIK DI PEMATANGSIANTAR

CHARLIE NICHOLAS SIAHAAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU

ABSTRAK

Penelitian ini membahas “Pemerolehan Sinonim Kebendaan pada Anak Autistik di Pematangsiantar”. Penderita Autistik merupakan suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan pemerolehan sinonim dan perkembangan pemerolehan bahasa anak dengan menggunakan teori behaviorisme anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Data dianalisis dengan menggunakan teori psikolinguistik behaviorisme Watson. Disimpulkan bahwa pemerolehan sinonim kebendaan anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar masih terlalu sedikit. Mereka masih sangat sulit untuk mengartikan gambar dengan makna yang sebenarnya. Anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar harus lebih sering diberi stimulus berulang-ulang dan guru harus lebih sabar membimbing anak, agar anak bukan hanya dapat mengartikan gambar saja, tetapi dapat menggunakan bahasa Indonesia lebih baik lagi.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ABSTRAK DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 5

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

1.4.1 Tujuan Penelitian ... 6

1.4.2 Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI, TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1 Konsep ... 8

2.1.1 Pemerolehan ... 8

2.1.2 Sinonim ... 8

2.1.3 Karakteristik Anak Autis ... 9

2.2 Landasan teori ... 13

2.2.1 Semantik ... 13

2.2.2 Sinonim ...…... 14

2.2.3 Pemerolehan Bahasa ... 14

2.2.4 Psikolinguistik Behaviorisme ... 15

(8)

BAB III METODE PENELITIAN ... 20

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 20

3.1.1 Lokasi Penelitian ... 20

3.1.2 Waktu Penelitian ... 20

3.2 Sumber Data ...20

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 22

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data ... 24

BAB IV PEMBAHASAN ... 29

4.1 Bentuk-Bentuk Sinonim Kebendaan Yang Diperoleh Anak Autistik Di Bimbingan Anakku Pematangsiantar ... 29

4.2 Bagaimana Penggunaan Teori Psikolinguistik Behaviorisme Terhadap Pemerolehan Sinonim Kebendaan Pada Anak Autistik ... 49

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ... 65

5.1 Simpulan ... 65

5.2 Saran ... 66

(9)

PEMEROLEHAN SINONIM KEBENDAAN PADA

ANAK AUTISTIK DI PEMATANGSIANTAR

CHARLIE NICHOLAS SIAHAAN

FAKULTAS ILMU BUDAYA USU

ABSTRAK

Penelitian ini membahas “Pemerolehan Sinonim Kebendaan pada Anak Autistik di Pematangsiantar”. Penderita Autistik merupakan suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan pemerolehan sinonim dan perkembangan pemerolehan bahasa anak dengan menggunakan teori behaviorisme anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan. Data dianalisis dengan menggunakan teori psikolinguistik behaviorisme Watson. Disimpulkan bahwa pemerolehan sinonim kebendaan anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar masih terlalu sedikit. Mereka masih sangat sulit untuk mengartikan gambar dengan makna yang sebenarnya. Anak autistik di Yayasan Anakku Pematangsiantar harus lebih sering diberi stimulus berulang-ulang dan guru harus lebih sabar membimbing anak, agar anak bukan hanya dapat mengartikan gambar saja, tetapi dapat menggunakan bahasa Indonesia lebih baik lagi.

(10)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Istilah autistik dikemukakan oleh Dr Leo Kanner pada 1943 (Simanjuntak, 2009:249). Ada banyak defenisi yang diungkapkan para ahli. Chaplin menyebutkan: “Autistik merupakan cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau oleh diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri, dan menolak realitas, keasyikan ekstrem dengan pikiran dan fantasi sendiri”.

Semua masalah perilaku anak autis menunjukkan tiga serangkai gangguan yaitu: kerusakan di bidang sosialisasi, imajinasi, dan komunikasi. Sifat khas pada anak autistik adalah: (1) Perkembangan hubungan sosial yang terganggu, (2) gangguan perkembangan dalam komunikasi verbal dan non-verbal, (3) pola perilaku yang khas dan terbatas, (4) manifestasi gangguannya timbul pada tiga tahun yang pertama.

(11)

Meskipun penyebab utama autistik hingga saat ini masih terus diteliti, beberapa faktor yang sampai sekarang dianggap penyebab autistik adalah: faktor genetik, gangguan pertumbuhan sel otak pada janin, gangguan pencernaan, keracunan logam berat, dan gangguan auto-imun. Selain itu, kasus autistik juga sering muncul pada anak-anak yang mengalami masalah pre-natal, seperti: prematur, postmatur, pendarahan antenatal pada trisemester pertama dan kedua, anak yang dilahirkan oleh ibu yang berusia lebih dari 35 tahun, serta banyak pula dialami oleh anak-anak dengan riwayat persalinan yang tidak spontan, (online), (http:// afrizaldoank.blogspot.com diakses tanggal 7 oktober 2013)).

Gangguan autistik mulai tampak sebelum usia 3 tahun dan 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki, tanpa memandang lapisan sosial ekonomi, tingkat pendidikan orang tua, ras, etnik maupun agama, dengan ciri fungsi abnormal dalam tiga bidang: interaksi sosial, komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang, sehingga kesulitan mengungkapkan perasaan maupun keinginannya yang mengakibatkan hubungan dengan orang lain menjadi terganggu. Gangguan perkembangan yang dialami anak autistik menyebabkan tidak belajar dengan cara yang sama seperti anak lain seusianya dan belajar jauh lebih sedikit dari lingkungannya bila dibandingkan dengan anak lain.

(12)

yang normal. Anak Autistik lebih suka menyendiri dan memiliki kegemaran dengan satu benda. Penderita autistik disebabkan oleh penyakit atau luka di daerah – daerah tertentu di otak (perkembangan otak tidak normal), polusi lingkungan oleh timbal dan air raksa, disfungsi imunulogi, gangguan masa kehamilan serta abnormalitas sistem gastrointernal (pencernaan), (online), (http:// afrizaldoank.blogspot.com diakses tanggal 7 oktober 2013)).

Keadaan anak – anak yang mengalami gangguan autistik saat ini pada kelompok masyarakat menengah ke bawah dan sangat memprihatinkan. Selain itu fenomena saat ini banyak orang tua yang memiliki anak yang mengalami gangguan autistik namun tidak menyadari bahwa anaknya mengalami gangguan autistik. Menurut Leo Kanner, istilah autistik berasal dari kata “autos” yang berarti diri sendiri dan “isme” yang berarti suatu aliran, autistik berarti suatu paham yang tertarik hanya pada dunianya sendiri.

Autistik juga berarti suatu keadaan seseorang anak berbuat semaunya sendiri baik cara berpikir maupun berprilaku, kedaan ini biasanya terjadi sejak usia masih balita dan biasanya terjadi sekitar usia 2 – 3 tahun. Biasanya pada usia tersebut anak sudah mulai belajar bicara, tetapi anak autistic ini mengalami keterlambatan dalam hal interaksi sosial, komunikasi sosial dan permainan simbolik atau imajinatif.

Gangguan berbicara dan bahasa adalah salah satu penyebab gangguan perkembangan yang paling sering ditemukan pada anak autistik. Anak autistik menyampaikan isi pikiran, perasaan dan emosi kepada orang lain dengan simbol verbal yang sangat sulit dipahami dan sulit membentuk hubungan sosial dan komunikasi

(13)

Kanner (dalam Simanjuntak, 2009:250) mengatakan bahwa autistik itu disebabkan oleh sebuah kerusakan pada kontak afektif, yaitu sebuah gangguan emosi yang parah. Anak-anak autistik ini gagal mengenal dirinya dan manusia lain serta mereka tidak berhasil menguasai bahasa. Mereka hanya mampu meniru bahasa orang lain dan mengulang-ulangnya (ekolalia).

Dalam perkembangannya, bahasa seorang anak bergantung pada lingkungan anak berada. Semakin sering anak tersebut diajak berbicara maka, semakin banyak kosa kata yang cepat anak kuasai. Misalnya anak semakin sering mendengar kata sinonim, maka semakin banyak pula kata sinonim yang anak kuasai.

(14)

1.2 Rumusan Masalah

Masalah adalah persoalan yang membutuhkan penanganan dan pemecahan.

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka pokok masalah yang dibicarakan adalah:

1. Bentuk-bentuk sinonim kebendaan apa sajakah yang diperoleh anak autistik pada Bimbingan Anakku?

2. Bagaimana penggunaan teori psikolinguistik behaviorisme terhadap pemerolehan sinonim kebendaan pada anak autistik?

1.3 Batasan Masalah

Untuk memperoleh pembahasan yang mendasar dan secara terinci, penulis membatasi ruang lingkup pembahasan masalah. Dengan adanya pembatasan ruang lingkup permasalahan ini, penulis dapat melakukan pengkajian masalah secara terarah dan penulisan proposal ini akan tercapai sesuai dengan harapan. Adapun batasan masalah penelitian ini adalah terbatas pemerolehan kosa kata konkrit, semantik leksikal dan bukan semantik gramatikal, dan anak berusia 6 tahun.

1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.4.1 Tujuan Penelitian

(15)

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Mendeskripsikan pemerolehan bentuk-bentuk sinonim anak autistik pada Bimbingan Anakku di Pematangsiantar.

2. Mendeskripsikan hubungan psikolinguistik behaviorisme terhadap pemerolehan sinonim kebendaan pada anak autistik.

1.4.2 Manfaat Penelitian 1.4.2.1 Manfaat Teoretis

1. Sebagai referensi tambahan dalam bidang penelitian pemerolehan dan psikolinguistik umumnya.

2. Melalui penelitian ini, penulis berharap bahwa penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan rujukan dan dapat meningkatkan kualitas penanganan dan bimbingan bahasa Indonesia pada anak penderita autistik khususnya dan para orangtua.

1.4.2.2 Manfaat Praktis

1. Untuk kepentingan bimbingan anak autistik, khususnya Bimbingan Anakku di Pematangsiantar.

(16)

BAB II

KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep

Konsep adalah gambaran mental dari suatu objek, proses, atau apapun yang ada di luar bahasa yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain (KBBI, 2003: 588).

2.1.1 Pemerolehan

Pemerolehan adalah proses, cara, perbuatan memperoleh bahasa dimulai sejak bayi. (KBBI, 2003: 797). Pemerolehan bahasa biasanya dibedakan dengan pembelajaran bahasa. Pembelajaran bahasa berkaitan dengan proses-proses yang terjadi pada waktu seorang kanak-kanak mempelajari bahasa kedua setelah dia memperoleh bahasa pertamanya. Jadi, pemerolehan bahasa berkenaan dengan bahasa pertama, sedangkan pembelajaran bahasa berkenaan dengan bahasa kedua ( Chaer, 2003:167).

2.1.2 Sinonim

(17)

Contoh :

(a) Pintar, pandai, cakap, cerdik, cerdas, banyak akal, mahir. (b) Gagah, kuat, tegap, perkasa, berani, megah, kacak. (c) Mati, meninggal, berpulang, mangkat, wafat, mampus. (d) Bodoh, tolol, dungu, goblok, otak udang.

(e) Cantik, molek, bagus, baik, indah, permai.

2.1.3 Karateristik Anak Autistik

Anak autistik adalah anak yang dalam kondisi sejak lahir ataupun saat masa balita, yang membuat dirinya tidak dapat membentuk hubungan sosial atau komunikasi yang normal, akibatnya anak tersebut terisolasi dari manusia lain dan masuk dalam dunianya sendiri.

Siapakah anak autistik itu dan bagaimana kita mengetahui seseorang menderita autistik? Untuk itu kita harus melihat pada kriteria yang didefenisikan oleh para ahli medis. Kriteria yang paling sering digunakan adalah yang didefenisikan oleh World Healt Organization, yang terdapat dalam ICD-10 (International Classification of Disease), edisi ke – 10 ( WHO, 1987) dan DSM – IV ( Diagnostic Statistical Manual, edisi ke-4, dikembangkan oleh American Psychiatric Association).

Defenisi gangguan autistik dalam DSM-IV adalah sebagai berikut:

(18)

a. Ciri gangguan yang jelas dalam penggunaan berbagai perilaku non- verbal (bukan lisan) seperti kontak mata, ekspresi wajah, gestur, dan gerak isyarat untuk melakukan interaksi sosial.

b. Ketidakmampuan mengembangkan pertemanan hubungan sebaya yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.

c. Ketidakmampuan turut merasakan kegembiraan orang lain.

d. Ketidakmampuan dalam berhubungan emosional secara timbal- balik dengan orang lain.

2. Gangguan kualitatif dalam berkomunikasi.

a. Keterlambatan atau kekurangan secara menyeluruh dalam berbahasa lisan ( tidak disertai usaha untuk mengimbanginya dengan penggunaan gestur atau mimik muka sebagai cara alternatif dalam berkomunikasi ).

b. Ciri gangguan yang jelas pada kemampuan untuk memulai atau melanjutkan pembicaraan dengan orang lain meskipun dalam percakapan sederhana.

c. Penggunaan bahasa yang repetitif ( diulang-ulang ) atau streotip ( meniru-niru) atau bersifat idiosinktratik ( aneh )

(19)

3. Pola minat perilaku terbatas, repetitif (bersifat pengulangan) dan stereotip (berbentuk tetap).

a. Meliputi keasyikan satu atau lebih pola minat yang terbatas atau streotip yang bersifat abnormal baik dalam intensitas maupun fokus. b. Kepatuhan yang tampaknya didorong oleh rutinitas atau ritual spesifik ( kebiasaan tertentu ) yang nonfungsional ( tidak berhubungan dengan fungsi ).

c. Perilaku gerakan streotip dan repetitif ( seperti terus menerus membuka – tutup genggaman, memuntir jari atau tangan atau menggerakkan tubuh dengan cara kompleks).

d. Keasyikan yang terus menerus terhadap bagian-bagian sebuah benda.

Salah satu kesulitan yang dimiliki oleh anak autistik adalah dalam hal komunikasi. Oleh karena itu perkembangan komunikasi pada anak autistik sangat berbeda, terutama pada anak-anak yang mengalami hambatan yang berat dalam penguasaan bahasa dan bicara.

Kesulitan dalam komunikasi ini dikarenakan anak autistik mengalami gangguan dalam berbahasa (verbal dan non verbal), padahal bahasa merupakan media utama dalam berkomunikasi. Mereka sering kesulitan untuk mengkomunikasikan keinginannya baik secara verbal (lisan/bicara) maupun non verbal (isyarat/gerak tubuh dan tulisan).

(20)

ucapkan tidak dipahaminya. Mereka sering meniru ucapan dan membeo (ekolalia). Beberapa diantara mereka sering kali menunjukkan kebingungan akan kata ganti. Contohnya, mereka tidak menggunakan kata saya dan kamu secara benar, atau tidak mengerti ketika lawan bicaranya beralih dari kamu menjadi saya atau sebaliknya.

Pada anak normal yang berusia 6 tahun sudah mengetahui nama, mampu merespon terhadap ya dan tidak, mengerti konsep abstrak laki-laki – perempuan, dan mengikuti perintah-perintah sederhana. Sementara itu pada anak autistik hanya meniru terhadap apa yang dikatakan atau tidak bicara sama sekali.

Anak pada umumnya mulai mengoceh sekitar umur enam bulan. Ia mulai bicara dalam bentuk kata pada umur satu tahun dan merangkai dua atau tiga kata dalam satu kalimat sebelum delapan belas bulan, sedangkan pada anak autistik sebaliknya, ia tidak memiliki pola perkembangan bahasa. Kemampuan komunikasi anak autistik bervariasi, diantara mereka ada yang tidak pernah bicara seperti anak pada umumnya sampai delapan belas bulan atau dua puluh bulan, kadang-kadang kemampuan bicara mereka hilang begitu saja.

(21)

mengungkapkan keinginan atau kebutuhan “dalam bentuk kata-kata”) akan muncul.

2.2 Landasan Teori 2.2.1 Semantik

Secara etimologis, kata semantik berasal dari bahasa Yunani semantickos ‘penting; berarti’, yang diturunkan pula dari semainen ‘memperlihatkan; menyatakan’, yang berasal pula dari sema ‘tanda’ seperti yang terdapat pada kata semaphore yang berarti ‘tiang sinyal yang dipergunakan sebagai tanda oleh kereta api’. Semantik menelaah serta menggarap makna kata dan makna-makna yang diperoleh oleh masyarakat dari kata-kata. Jadi semantik adalah telaah makna yang maksudnya menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain, dan pengaruhnya terhadap manusia dan masyarakat ( Tarigan 1985:7). Jadi hubungan semantik dengan sinonim adalah semantik itu mempelajari makna yang ada di dalam sinonim.

(22)

2.2.2 Sinonim

Secara semantik, Verhaar (1978) mendefenisikan sinonim adalah ungkapan (bisa berupa kata, frase, atau kalimat ) yang maknanya kurang lebih sama dengan ungkapan lain. Misalnya kata buruk dan jelek adalah dua buah kata yang bersinonim. Hubungan makna antara dua buah kata yang bersinonim bersifat dua arah. Jadi kalau kata bunga bersinonim dengan kata kembang, kata kembang juga bersinonim dengan kata bunga.

Contoh :

- Mahasiswa baru ditugaskan untuk membawa kembang ke kampus. Kembang dalam kalimat ini bermakna tumbuhan yang elok warnanya dan harum baunya (KBBI 2007 : 176)

- Aura kasih adalah bunga desa.

Bunga dalam kalimat ini bermakna gadis yang paling cantik.

2.2.3 Pemerolehan Bahasa

(23)

pemerolehan bahasa kedua yang mengkaji pemerolehan bahasa selain bahasa ibu dan bahasa yang dipelajari di bangku sekolah.

2.2.4 Psikolinguistik Behaviorisme

Teori behaviorisme diperkenalkan oleh John B. Watson (1878 – 1958) seorang ahli psikologi berkebangsaan Amerika. Teori ini sebenarnya merupakan kelanjutan dari teori pembiasan klasik Pavlov dalam bentuk baru dan yang lebih terperinci serta didukung oleh eksperimen baru dengan binatang (terutama tikus) dan anak kecil (bayi).

Di Amerika Serikat, Watson dikenal sebagai Bapak Behaviorisme karena prinsip-prinsip pembelajaran barunya berdasarkan teori Stimulus- Respons Bond, (S –R bond). Menurut behaviorisme yang dianut oleh Watson tujuan utama psikologi adalah membuat prediksi dan pengendalian terhadap perilaku; dan sedikit pun tidak ada kaitannya dengan kesadaran. Yang dapat dikaji oleh psikologi menurut teori ini adalah benda-benda atau hal-hal yang dapat diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons); sedangkan hal-hal yang terjadi dalam otak tidak berkaitan dengan kajian. Maka dalam proses pembelajaran, menurut Watson tidak ada perbedaan manusia dengan hewan.

(24)

maka rangsangan pun dapatlah diprediksikan. Begitu juga, jika rangsangan telah diketahui dan diamati, maka gerak balas pun dapat diprediksikan. Dengan demikian, setiap perilaku itu dapat diprediksikan dan dikendalikan. Watson juga dengan tegas menolak pengaruh naluri (instinct) dan kesadaran terhadap perilaku. Jadi semua perilaku dipelajari menurut hubungan stimulus – respons.

Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus – respons ini, Watson mengemukakan dua prinsip penting yaitu (1) recency principle (prinsip kebaruan), dan (2) frequency principle (prinsip frekuensi). Menurut recency principle jika stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan setelah lama berselang. Menurut frequency principle apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan suatu respon maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respon yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

Selain itu, psikolinguistik behaviorisme berusaha menjelaskan bahwa proses pemerolehan bahasa pertama sebenarnya dikendalikan dari luar diri si anak, yaitu rangsangan yang diberikan melalui lingkungan ( Chaer, 2002:222)

(25)

perintah yang diberikan. Perlu sekali diuperhatikan bahwa imbalan harus terkesan sebagai upah dan bukan sebagai suap atau sogokan (Handojo, 2008:55).

Handojo (2008:56-57) juga menjelaskan bahwa imbalan semacam ini dapat dibertikan dalam bentuk pemberian makanan atau minuman dalam porsi kecil karena harus diberikan secara berulang-ulang. Selain itu, dalam bentuk memberikan mainan kepada anak. Imbalan verbal juga perlu diberikan seperti “bagus”, “pintar” sebagai pujian karena telah melaksankan instruksi dengan benar.

2.3 Tinjauan Pustaka

Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, dan pendapat (sesudah menyelidiki atau mempelajari). Pustaka adalah kitab, buku, buku primbon (KBBI 2007 : 912).

Berdasarkan atas tinjauan pustaka yang dilakukan, maka ada sejumlah sumber yang relevan untuk dikaji dalam penelitian ini. Adapun sumber tersebut antara lain:Peeters (2004 :2-4) bahwa apa yang membuat hidup kita benar-benar berarti dalam berkomunikasi dengan orang lain dan menghadapi orang lain dengan cara kreatif. Dalam ketiga bidang inilah para penyandang autistik mengalami kesulitan dalam hidup mereka. Anak autistik berusaha keras agar dapat memahami bahasa lisan, tetapi selalu dihadapkan pada ketidakberdayaan mereka. Hal ini menyebabkan sebagian besar anak autistik mengalami depresi (tertekan). Perawatan terbaik untuk menghadapi depresi tersebut adalah dengan bantuan psikiater.

(26)

kemampuan anak akan kalimat majemuk pada usia taman kanak-kanak merupakan parameter untuk mengukur keberhasilan dan sekaligus dasar pengajaran di sekolah.

Gustianingsih (2009) dalam desertasinya yang berjudul Produksi dan Komprehensi Bunyi Ujaran bahasa Indonesia Pada Anak Penyandang Autistik

Spectrum Disorder, menyimpulkan bahwa anak autistik sering melakukan penyimpangan pada awal dan akhir kata. Hal ini mengindikasikan bahwa anak autistik mengalami gangguan pada inisiasi dan mengalami kesulitan untuk menuntaskan ujaran. Anak autistik ini sering mengulang-ulang ujaran dan akhirnya tidak tuntas.

Salhiadani Nasution (1995) dalam skripsinya yang berjudul Hubungan Neurolingusitik terhadap Psikolinguistik Terhadap Gangguan Komunikasi

Bahasa Indonesia, menyimpulkan psikolinguistik membahas tentang bahasa dan gangguan komunikasi. Anak yang menderita penyakit autistik ini terlambat kemampuan bicaranya dan mempunyai cara bcara yang ganjil. Misalnya ia tidak dapat membedakan kata ganti seperti “kamu” dan “saya” dan ia mengulang apa yang dikatakan orang kepadanya. Biasnya anak ini suka mengasingkan diri. Ia menghindar dari kontak mata dan kontak fisik. Ia senang permainan yang berulang dan ada kalanya berlebihan.

(27)

lain. Mereka hanya mampu mengujarkan penggalan awal atau akhiran setiap kalimat lisan yang diujarkan guru.

(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.1.1 Lokasi Penelitian

Lokasi adalah letak atau tempat (KBBI 2007 : 680). Adapun yang menjadi lokasi penelitian ini adalah Bimbingan Anakku di Pematangsiantar.

3.1.2 Waktu Penelitian

Penulis melakukan penelitian terhadap bentuk sinonim dan kemampuan berbahasa penderita autistik di Bimbingan Anakku di Pematangsiantar 20 November 2013- 20 Desember 2013.

3.2 Sumber Data

(29)

Adapun nama-nama anak autistik yang diteliti antara lain : 1. Nama : Prosperous Perkasa Wahana (PP)

Umur : 6 tahun

Alamat : Pematangsiantar

2. Nama : Irfan Hanif Suranda Pangaribuan (IH)

Umur : 6 Tahun

Alamat : Pematangsiantar 3. Nama : Septiano Simamora (SS)

Umur : 6 Tahun

Alamat: : Pematangsiantar 4. Nama : Saut Rajagukguk (SR)

Umur : 6 Tahun

Alamat: : Pematangsiantar

5. Nama : Martin Imanuel Marganda Ambarita (MI)

Umur : 6 Tahun

Alamat: : Pematangsiantar 6. Nama : Reno Januari Noraha (RJ)

Umur : 6 Tahun

Alamat: : Pematangsiantar 7. Nama : Bryan Kings Tan (BK)

Umur : 6 Tahun

(30)

8. Nama : Griska Paulina Simarmata (GP) Umur : 6 Tahun

Alamat: : Pematangsiantar

Penelitian ini termasuk penelitian studi kasus. Studi kasus yang akan dilakukan merupakan studi yang bersifat eksploratif (Verdenbergt, 1983) dalam (Gustianingsih, 2009:67). Eksploratif maksudnya penelitian lapangan dan tujuan menambah pengetahuan lebih banyak (KBBI, 2007: 290). Sebuah studi kasus merupakan deskripsi dan analisis intensif (berulang-ulang) terhadap subjek individual, Shanghnessy dan Zechmeister (1994: 297-298) dalam (Gustianingsih, 2009:67). Jadi, ciri khas penelitian studi kasus terletak pada subjek yang diamati, yakni terdiri atas berbagai subjek, dalam penelitian ini subjeknya sebanyak delapan anak.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Peneliti memegang peranan penting dalam penulisan proposal ini. Penelitian adalah usaha untuk mengumpulkan data, keterangan-keterangan yang terperinci yang dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya dengan menggunakan metode ilmiah.

(31)

simak yaitu pengambilan data yang dilakukan peneliti dengan cara menyimak penggunaan bahasa dari informan ( Sudaryanto, 1993:133). Maksudnya disini adalah menyimak pengucapan kata sinonim pada anak autistik pada usia 6 tahun secara lisan yang berlangsung dalam suasana formal

Data dikumpulkan melalui pengamatan dan observasi. Observasi merupakan tinjauan secara cermat. Penelitian observasi merupakan studi yang mendalam terhadap suatu unit selama kurun waktu tertentu kemudian dilanjutkan dengan teknik sadap, yaitu peneliti mengumpulkan data dengan cara menyadap pembicaraan seseorang atau beberapa orang (Sudaryanto, 1993:133). Kegiatan menyadap itu dilakukan pertama-tama dengan berpartisipasi sambil menyimak pembicaraan yaitu dengan teknik simak libat cakap. Jadi, si peneliti terlibat langsung dalam dialog. Adapun teknik lanjutan yang digunakan antara lain:

Teknik Perekaman

Tuturan anak autistik direkam dengan menggunakan handphone nokia 2700. Perekaman dilakukan bersamaan dengan berlangsungnya pengamatan.

Teknik Gambar

Dengan Teknik ini, peneliti memberikan gambar kepada anak autistik, kemudian anak autistik memberikan respon terhadap gambar tersebut

.

Teknik Wawancara

(32)

Teknik Pencatatan

Pencatatan dilakukan setelah berlangsungnya pengamatan. Setelah itu, akan didapatkan data tentang wujud ragam kata sinonim yang diucapkan oleh anak penderita autistik.

3.4 Metode dan Teknik Analisis Data

Data penelitian ini dianalisis dengan menggunakan metode padan. Metode padan adalah sebuah metode yang alat penentunya di luar, terlepas, dan tidak menjadi bagian dari bahasa yang bersangkutan (Sudaryanto, 1993 : 13). Metode padan digunakan untuk menyeleksi bahasa lisan yang diucapkan penderita autistik. Dalam mengkaji data, digunakan teknik dasar berupa teknik pilah unsur penentu. Teknik pilah unsur penentu memiliki suatu alat yaitu daya pilah yang bersifat mental yang dimiliki oleh penelitinya.

(33)

Berikut percakapan peneliti dengan anak autistik yang diperoleh :

(1) Peneliti : Apa ini Dek? ( menunjuk ke gambar sepeda ) Martin : (...) terdiam

Peneliti : Ini apa Dek?

Martin : Ee..taa..nin (kereta angin) Peneliti : Pintar kamu...

Kereta angin....

Penelliti : Katakan Dek ? Bagus sepeda bisa juga disebut sebagai kereta angin. Coba ucapkan sekali lagi Dek..

Martin : Ee..taa..aa..nin.. Peneliti : Bagus...

Pada data (1), Martin menilai sepeda itu mirip dengan sebuah kereta angin. Kemampuan daya pikir anak autistik sangat terbatas,kadang-kadang mereka tidak dapat memaknai sebuah kata dengan baik dan benar dan kadang-kadang anak autistik tidak dapat memaknai kata yang baik dan yang benar. Peneliti menanyakan gambar “sepeda” maka anak mengucapkan “ee..taa.. nin”. Berdasarkan KBBI , 2007 : 1043, sepeda bermakna kendaraan beroda dua atau tiga, mempunyai setang, tempat duduk, dan sepasang pengayuh yang digerakkan kaki untuk menjalankannya; kereta angin.

(34)

1. Hubungan analisis psikolinguistik behaviorisme

Berdasarkan percakapan diatas, secara psikolinguistik behaviorisme bahwa pemahaman anak akan kata sepeda sama dengan eta..nin..(kereta angin).

Anak sudah terbiasa memahami sepeda sepeda sebagai eta..nin... Jadi stimulus sepeda dijawab dengan eta..nin..

Peneliti memberikan stimulus yang positif (bagus, pintar) untuk memberikan motivasi yang positif dan anak tidak takut untuk berbicara.

(2) Peneliti : Apa ini dik? ( menunjuk ke gambar sepeda ) Septiano : Oo...daa...ua...

Peneliti : Oh ya..?

Ini artinya “roda dua”

Coba sekali lagi bilang “roda dua” Septiano : Hmm..da..ua...(roda dua)

Peneliti : Jadi sepeda itu apa ya dek?sekali lagi peneliti bertanya Septiano : Oda..ua..

Peneliti : Bagus... Itu “ro..da du...a” dik..

Coba sekali lagi diucapkan dik.. Septiano : Oda..uaa (roda dua )

(35)

dari sepeda tidak dipahami oleh si anak. Jadi, “sepeda” bersinonim dengan “roda dua” dalam bahasa dan pemahaman anak autistik ini.

2. Hubungan secara psikolinguistik behaviorisme

Pada anak autistik, kemampuan anak autistik untuk memahami sebuah gambar “sepeda” berada di bawah anak normal yang berusia 6 tahun. Anak usia 6 tahun pada anak normal sudah mampu berbahasa sederhana secara lengkap dan sempurna dan mampu memaknai sebuah gambar. Anak autistik ini hanya mampu memaknai sebuah “sepeda” sebagai “rod dua” saja. Diatas merupakan percakapan singkat antara si peneliti dengan Septiano, sehingga terlihat bagaimana bahasa anak autistik tersebut bila dianalisis dari sudut pandang behaviorisme.

Sampai tiga kali peneliti bertanya, hasilnya “roda dua”. Jadi semakin sering dilatih pengucapannya, dan diberikan pujian “baik”, “bagus”, “pintar”. maka si anak akan semakin mampu dalam mengucapkan kata tersebut menjadi lebih baik.

(3) Selanjutnya percakapan peneliti dengan anak ketiga

Peneliti : Apa ini dik? ( menunjuk ke gambar sepeda ) Reno : Ceng..klingg..(bonceng kring kring)

Peneliti :Bagus...pintar kamu dik.. Tapi, ini..sepeda...

Coba di ulang dik..sepeda... Reno :Ceng..klingg.

(36)

1. Pada data (3) dapat ujaran Reno sangat terbatas. Anak sangat sulit dapat mengerti benda apa yang ada pada gambar tersebut dan anak tidak mampu mengucapkan dengan baik dua suku kata dari sepeda. Anak masih sulit mengucapkan kata-kata yang panjang.

2. Dari segi analisis psikolingustik behaviorisme

Kasus seperti di atas terjadi, karena Reno selalu diajak boncengan naik sepeda oleh kakaknya sambil membunyikan lonceng sepeda. “ Reno ayok kakak bonceng yok!” “ayo Reno..kring...kringgg..kring...”.

Ketika peneliti bertanya pada ibunya, ibunya menjawab bahwa Reno sudah terbiasa diajak kakaknya dengan “bonceng sepeda” sambil membunyikan lonceng sepeda “kring...kring..kring..”

Sehingga peneliti dapat mengatakan bahwa “sepeda”bersinonim dengan “bonceng kring”dalam bahasa Reno.

Dari sudut psikolinguistik behaviorisme, bahwa Reno sudah terbiasa mengucapkan “sepeda”dengan “bonceng kring” dan sangat sulit untuk mengubahnya. Peneliti hanya mengatakan “bagus”, “pintar” untuk memotivasi Reno lebih banyak berbicara.

(37)

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Bentuk-Bentuk Sinonim Kebendaan yang Diperoleh Anak Autistik pada Bimbingan Anakku di Pematangsiantar

Kasus penyakit autistik yang disebut juga autisme atau spectrum autisme, mula-mula ditemukan oleh Dr. Hans Asperger, seorang psikiater Austria pada tahun 1944. Beliau sebagai ahli penyakit kejiwaan yang menyebut penyakit tersebut sebagai “autistic psychopathy”. Selanjutnya pada perkembangannya disebut sebagai sindrom Asperger, untuk menghormati Asperger sebagai penemunya. Sebaliknya pada tahun 1943, Dr. Leo Kanner seorang dokter Austria yang berkewarganegaraan Amerika, melakukan penelitian yang sama dengan istilah yang berbeda yakni “infantile autism” (autistik anak-anak). Perbedaan nama teori yang terjadi di antara keduanya telah menyebabkan kebingungan di antara ahli-ahli kedokteran saat itu, oleh karena itu para ahli kedokteran menggabungkan nama kedua teori tersebut menjadi penyakit spektrum autistik (“autism spectrum disorder”) karena penyakit ini merupakan sekumpulan kelainan bahasa. Anak penderita sindrom autistik ini juga mempunyai ciri sebagai berikut :

1. Tidak ada kontak mata.

2. Anak autistik akan mengelakkan pandangan mata, sekalipun lingkungan berusaha melihat matanya.

(38)

4. Terdapat kerusakan bahasa, tidak dapat bercakap normal.

5. Anak autistik tidak memiliki empati terhadap orang lain.

6. Anak autistik tidak peduli pada interaksi sosial.

7. Anak autistik susah meniru apapun.

8. Anak autistik kehilangan komponen pragmatik bahasa, yaitu dia mengalami kesukaran dalam memahami metafora, sering menafsirkannya secara literal (Simanjuntak, 2009:249).

(39)

Berikut percakapan peneliti dengan anak autistik yang diperoleh di lapangan :

Prosperous Perkasa Wahana (PP)

(4) Peneliti : Gambar apa ini Dek Kasa? ( menunjukkan gambar pensil)

PP : (diam malu-malu sambil menunduk dan memegang kaki meja )

Peneliti : Loh kenapa jadi malu Kasa? ( berusaha mengajak anak buat konsentrasi)

Peneliti : Gambar apa ini Dek ? (menunjukkan sekali lagi gambar pensil)

PP : Puh..pen...(mengucapkan dengan pelan sekali sambil menunduk)

Peneliti : Pulpen itu apa?

PP : Tu..is..tu..is.. ( tulis-tulis, sesuatu untuk menulis)

Peneliti : Bagus dan benar.. Pensil itu seperti pulpen juga dan berguna untuk menulis, coba kamu katakan sekali lagi Dek.. PP : (diam dan tak mau menjawab sambil berdiri mengambil

mainan yang lain)

Peneliti : Sini lah Dek, nanti kita main ya.. (menarik PP dan menyuruh duduk kembali.)

Peneliti : Dengar ya Dek Kasa... ini pensil...ini pensil..pensil... (mengulangi kata pensil lebih jelas lagi )

(40)

Peneliti : Pensil...pensil..

PP : Pe..sil...( sudah cukup berhasil mengucapkan pensil) Peneliti : Bagus Kasa.. pintar... nanti abang kasih pensil ya.

Dari data (4) di atas menunjukkan bahwa pensil disebut sebagai puh..pen..’pulpen’ dan tu..is..tu..is..’tulis’. Ujaran anak sudah beragam dalam mengenal benda. Anak sudah dapat mengenal alat tulis yang lain walaupun tidak sesuai dengan gambar. Anak berpikir bahwa gambar pensil sama dengan gambar pulpen. Sama bentuk dan dalam pikiran si anak benda yang bulat panjang untuk menulis pasti pulpen. Pensil merupakan alat tulis berupa kayu kecil bulat berisi arang keras (KBBI, 2007:850) sedangkan pulpen adalah pena yang dapat diisi tinta ( KBBI, 2007 : 906). Dalam hal ini PP masih dapat mengucapkan kata pensil dengan pulpen, terkadang mengucapkan kata yang seharusnya dengan pulpen ia sebut pensil. Tetapi yang sering digunakan PP adalah puh..pen dan tuis-tuis. Jadi berarti, pensil bersinonim dengan puh..pen dan tuis-tuis.

Selain itu, peneliti juga memeroleh data dari PP ketika dia sedang di luar belajar sedang asyik duduk menyendiri dan jauh dari kumpulan teman-teman dan guru pembimbingnya.

(5) Peneliti : Oiiii...( sambil menepuk pundak PP dengan pelan)

PP : (...) (menatap kosong sesaat dan kembali melihat ke arah yang lain)

Peneliti : Apa ini Dek? (menunjukkan buah jeruk yang asli ke hadapannya)

(41)

Peneliti : Liat ke sini lah Dek... ini apa Dek? (menarik tangannya dari keasyikannya sendiri)

PP : O..ha...(bola)

Peneliti : Ini bukan bola Kasa... ini jeruk yang sering Kasa makan di rumah (berusaha meyakinkan)

Peneliti : Ini jeruk...jeruk... bilang jeruk Dek... PP : I...uk... (berusaha mengucapkan jeruk)

Peneliti : Pintar Kasa ya... ini jeruk ya Dek.. jeruk..bilang lagi Dek... PP : I...uk (mengucapkan cepat, namun kurang jelas)

Peneliti : Bagus Kasa.... (memberi pujian)

Pada data (5) PP awalnya mengucapkan jeruk sebagai bola, karena mereka sering bermain lempar bola kasti yang berwarna kuning atau bermain mandi bola bersama teman-temannya. Jadi jelas bahwa jeruk bersinonim dengan O..ha...’bola’.

Peneliti bertanya dengan menggunakan bola yang sesungguhnya :

(6) Peneliti : Apa ini dek? (menunjukkan bola kasti yang berwarna kuning)

PP :O..ha..

Peneliti : Adek bilang bola ? ( sambil memainkan bola seperti yang sering mereka mainkan )

PP : Ha.. (iya..)

(42)

duri, mempunyai beberapa jenis dan varietas (KBBI, 2007: 472) sedangkan bola adalah benda bulat yang dibuat dari karet dan sebagainya untuk bermain-main (KBBI, 2007: 160). Jadi berarti, jeruk bersinonim dengan bola.

Peneliti juga menanyakan gambar Piring pada PP. (7) Peneliti : Kasa, ini gambar apa dek?

PP : Pi..hing... Peneliti : Gambar apa Dek? PP : Pi..hing.... Peneliti : Pintar Dek, bagus....

Pada data (7) PP sudah mampu menjawab dengan baik, kalau itu memang gambar piring yang sebenarnya.

Berikut merupakan percakapan Irfan Hanif Suranda Pangaribuan (IH) dengan gurunya yang pada saat istirahat menunggu jadwal IH untuk diterapi. IH merupakan anak baru yang masih satu minggu di yayasan tersebut, dan masih pertama sekali duduk di yayasan terapi anak autis, jadi IH masih sangat lamban untuk berkomunikasi jika dibandingkan dengan teman-temannya yang sudah cukup lama di terapi.

(43)

(8) IH : Haa... haa... ( IH berteriak seraya memancing perhatian guru)

Guru : Ada apa sayang ? (mendekati IH)

IH : Ha... (menangis sambil menunjukkan sebuah gambar jendela)

Guru : Gambar apa itu Fan? IH : IH masih terus menangis

Guru : Jangan nangis lah.. Irfan mau apa sayang?

IH : (...) (Terisak-isak sambil menunjukkan gambar jendela Guru tersebut penasaran dengan IH kemudian guru menggendong IH dan mengajak IH ke toilet.

Guru : Oh... pintu toilet tertutup (tertawa kecil)

Setelah IH selesai buang air kecil dan guru memasangkan kembali celana IH, guru pun mengajak IH duduk.

Guru : Sayang.. tadi pintu yang tertutup. Gambar pintu yang ini sayang.. ( sambil mencari gambar pintu dari tas pinggang IH).

Guru : Ini gambar apa Fan? ( sambil menunjuk gambar pintu) IH : E..la ( Jendela)

Guru : Ini pintu sayang..pintu yah.. coba bilang pintu sayang... IH : E..la (IH mencoba keluar dari pangkuan guru)

(44)

Guru : Nah.. itu Irfan pintar.. bilang sekali lagi sayang... IH : Tuh.. (sambil memukul kecil guru)

Guru : Bagus sayang.. ini gambar pintu ya... Irfan kalau mau keluar dari mana sayang?

IH : Iya.. bagus sayang. Irfan kalau mau masuk atau keluar dari pintu ya sayang..

Pada data (8) IH yang merupakan anak autistik kurang bisa berkonsentrasi, dan mempunyai kosa kata yang masih kurang. IH menunjukkan gambar jendela, padahal sebenarnya pintu yang tertutup. IH berpikir benda yang letaknya saling berdekatan, mempunyai bentuk yang hampir sama dan mempunyai gerakan yang sama yakni sama-sama dibuka merupakan satu jenis. Setelah pulang, peneliti bertanya pada ibu IH, seperti apakah bentuk jendela di rumah IH. Si ibu kemudian menjelaskan bentuk jendela di rumah mereka yakni jendela yang menyerupai bentuk pintu, dan apabila dibuka seperti membuka pintu juga mengarah ke luar. Pintu merupakan tempat untuk masuk dan keluar (KBBI, 2007:877). Sedangkan jendela adalah lubang yang diberi tutup dan berfungsi sebagai tempat keluar masuk udara (KBBI, 2007:468). Jadi pada data (8) pintu bersinonim dengan jendela.

(45)

melihat pemandangan luar sehingga IH mau makan sambil membawa semua mainan yang disukai IH, dan peneliti juga mengikut IH keluar.

(9) IH : Ha..ha.. ( Ma..ma.) (sambil tertawa dengan kuat dan memainkan mainan gelangnya)

Ibu : Ia Bang... sini..sini makan dulu Abangnya ya (sambil memberi suapan kepada IH)

IH : Heh..ha..ha (tertawa dengan sendirinya)

Ibu : (mencari mainan gambar untuk IH) ini gambar apa abang? (sambil menunjukkan sebuah gambar angsa).

IH : Hek..hek.. (IH berpikir itu bebek dan berusaha meraih gambar tersebut, namun langsung ditahan oleh ibu IH) Ibu : Angsa bang..angsa...(menjelaskan kepada IH. Namun IH

tidak memperdulikan dan seolah-olah tidak mendengar penjelasan Ibu IH. IH masih terus asyik berteriak menyebut hek..hek...(bebek).

IH : Hek..hek..

Ibu : Bukan sayang..ini angsa..angsa.. bilang angsa abang.. IH : Sa..(sambil bermain mobil-mobilan)

Ibu : Angsa abang ya...jangan bebek lagi ya.. IH : Ha..(mengucapkan iya sambil berlari)

Ibu : (menarik IH kembali sambil bertanya gambar angsa tersebut) ini gambar apa abang?

(46)

Ibu : Loh..koq bebek lagi abang? Ini angsa ya...ang...sa... bilang angsa abang..

IH : Sa..

Ibu : Iya... pintar abang nya..angsa ya sayang mama... IH : Ha..ha (IH bermaksud mengucapkan iya).

IH pada data (9) memang mengikuti apa yang di ujarkan oleh ibunya, tetapi sambil tertawa dengan sendiri. Walaupun ibunya mengulangi ucapan yang sama, IH pada data (9) tetap mengujarkan hek..hek.. dengan tertawa dan berlari.

IH pada data (9) hanya mampu mengujarkan hek..hek. ketika ibunya mengajarkan untuk mengucapkan angsa. Apabila IH dipaksa untuk mengujarkan apa yang dikatakan oleh ibunya maka IH akan tertawa karena IH terkadang susah untuk diajak berkomunikasi sesuai yang diinginkan oleh orang lain. Berdasarkan info yang di peroleh peneliti dari ibu IH, IH memang masih mempunyai sedikit kosa kata dan sangat susah untuk mengingat kata yang baru.

Angsa adalah itik besar yang berleher panjang (KBBI, 2007:52), sedangkan bebek adalah itik (KBBI, 2007:118). Jadi angsa bersinonim dengan hek..hek ‘bebek’ Berikut peneliti menanyakan gambar jeruk kepada IH :

(10) Peneliti : Gambar apa ini Dek? (menunjuk gambar jeruk)

IH : ( diam sambil menggoyang-goyang kakinya) Peneliti : Adek, ini gambar apa Irfan ?

IH : Bu...

Peneliti : Jambu ya Dek?

(47)

Peneliti : Bukan Dek, ini gambar jeruk ya...bilang jeruk sayang. Je..ruk.. je...

IH : Uk...

Peneliti : Bagus Irfan... ini jeruk ya.. bukan jambu ya Dek Irfan....

Pada data (10) Jeruk diucapkan dengan bu Jambu’, karena hampir mempunyai bentuk dan warna yang sama. Jambu yang sering ditunjuk kepada anak di yayasan ini adalah berbagai jenis jambu termasuk jambu yang berwarna kuning. Jambu adalah pohon bercabang banyak, tinggi dapat mencapai 10 m, daunnya lonjong bunganya berwarna putih atau kehijau-hijauan dan berambut halus yang menjadi kering coklat atau hitam ketika bunganya menjadi buah (KBBI, 2007 : 455). Jadi jeruk bersinonim dengan bu.. ‘jambu’.

Peneliti juga menanyakan gambar Piring kepada IH.

(11) Peneliti : Ini gambar apa dek ? (menunjuk gambar piring)

IH : Ma..

Peneliti : Makan masud Irfan? IH : (...)

Peneliti : Benar Dek.. ini gunanya untuk makan, tapi ini gambar piring ya. Piring... piring ya Dek... coba ulangi piring Dek.. IH :Pi..ng...

Peneliti : Ia benar Dek..

Ini piring ya..pi... IH : Ing...

(48)

Pada data (11) IH mengucapkan piring dengan ma ‘makan’, berarti piring bersinonim dengan ma.. ‘makan’ dalam pengertian IH. Kemudian dibetulkan oleh peneliti kalau itu adalah gambar piring. Makan adalah memasukkan makanan pokok ke dalam mulut serta mengunyah dan menelannya (KBBI, 2007 : 700).

Berikut merupakan percakapan peneliti dengan Septiano Simamora (SS):

(12) Peneliti : Apa ini Dek Tian? (menunjukkan sebuah gambar permen)

SS : (...)

Peneliti : Adek.. jangan lah diam yah...sini biar belajar kita bentar ya..

SS : (menangis dengan kuat)

Peneliti : Koq jadi nangis sih Dek? Sambil menenangkan SS Setelah SS diam dan mau untuk di ajak bicara.

Peneliti : Gitu kan enak.. biar kawan kita Dek..(kemudian peneliti mengambil gambar permen dari kotak belajar SS)

Peneliti : Ini gambar apa Dek?

SS : Men..nis..

Peneliti : Apa ini Dek?

SS : Men..nis..

(49)

Peneliti : Oh.. ini permen manis ya Dek.. SS : (...) diam

Peneliti : Kalau ini apa Dek? (peneliti menunjukkan permen yang asli)

SS : (...) (SS diam sambil mengisap kelima jari kanannya) Peneliti : Ini apa Dek??

SS : (...)

Peneliti : Ini permen ya Dek.. coba bilang permen Dek.. permen manis ya..permen manis

SS : Men..nis...

Peneliti : Bagus...pintar...ini permen manis ya Dek. Permen manis ya..

SS : Men..nis (permen manis)

Dari data (12) peneliti memperoleh data bahwa SS mengucapkan gambar permen dengan kata men..nis.. (permen manis), apabila kita hendak memberi permen yang asli tanpa dia minta, SS tidak akan mau menerima. Bukan hanya itu saja, apabila dia menunjukkan gambar permen manis, namun kita memberi permen yang rasanya tidak manis seperti rasa mint atau rasa pedas, SS tidak akan memakan. Karena SS cuma tahu permen itu rasanya yang manis dan apabila dia merasakan pedas dia tidak suka karena mempunyai rasa yang berbeda di lidahnya. SS juga Cuma tahu permen itu yang punya warna-warni yang menarik perhatiannya. Jadi Permen mempunyai sinonim dengan men..nis..

(50)

seperti rasa gula (KBBI, 2007:712). Jadi permen bersinonim dengan men..nis.. ‘permen manis’

Peneliti juga menanyakan gambar jeruk kepada SS. ( 13) Peneliti : Gambar apa ini Dek?

SS : I..uukk..

Peneliti : Iya... pinter Dek.. bilang sekali lagi Dek... SS : I..Uk...

Peneliti : Bagus ....

Pada data (13) SS sudah mampu mengucapkan kalau gambar jeruk memang gambar jeruk sebenarnya.

Peneliti juga menanyakan gambar piring kepada SS. (14) Peneliti : Ini gambar apa Dek?

SS : (...) (diam sambil mencubit tangan peneliti)

Peneliti : Hei... gak boleh gitu ya.. itu jahat ya..nanti abang kasih tahu ibu ya.

SS : (berteriak sambil mencoba meraih tangan peneliti buat di cubit)

Peneliti : Tidak..tidak..tidak (sambil menenangkan SS) dijawab dulu pertanyaan Abang ya.. Ini gambar apa ?

SS : Mam.na..si.

Peneliti : Apa? Makan nasi?

(51)

Ini tempat makan nasi, tapi ini gambar piring. Tian kalau makan nasi pake piring ya... bilang sama mama piring ya Tian. Pi..ring ya dek.. piring ya..

Ini gambar apa dek?

SS : Pi..hing...

Peneliti : Iya bagus ya dek.. ini piring tempat makan nasi ya.. Pi...

SS : Hing...

Pada data (14) piring diucapkan dengan mam..na..si.. ‘makan nasi’. Jadi piring bersinonim dengan mam.na..si.. Kemudian, peneliti lebih menjelaskan lagi kalau untuk makan nasi menggunakan piring. Sehingga SS tahu jika mau makan mengucap piring. Piring adalah wadah berbentuk bundar pipih dan sedikit cekung (atau ceper), terbuat dari porselen (seng, plastik), tempat meletakkan nasi yang hendak dimakan (tempat lauk-pauk dsb) (KBBI, 2007 : 879)

Berikut merupakan percakapan peneliti dan guru dengan Saut Rajagukguk (SR) : (15) Guru : Saut...Saut...Saut...(memanggil Saut)

SR : Ha...ha.. (apa..apa) Guru : Apa kabar Saut? SR : Ik ...(baik) Guru : Siapa nama mu?

SR : (...) (memeluk dirinya sendiri)

Guru : Loh kok gak gak tahu nama sendiri? Saut..Saut..Saut bilang dulu Saut...

(52)

Guru : Kita belajar ya sayang... (sambil menunjukkan gambar buah alpokat)

SR : Pih...

Guru : Bukan ini alpokat..tapi, ini pir (sambil menunjukkan gambar buah pir) ini alpokat ya...bilang sayang...

SR : O..kat.. (memeluk dirinya sendiri) Guru : Bilang sekali lagi alpokat sayang... SR :O...kat..

Guru : Kalau yang ini gambar apa sayang? (sambil menunjukkan gambar buah pir)

SR : O..kat...

Guru : Bukan sayang..pokat itu yang ini..buah pir itu yang ini ya sayang.. bilang sekali lagi pir...pir..pir yah...

SR : Pih..pih...

Guru : Iya..pintar ya sayang...ini buah pir ya ganteng...ingat yah ini gambar pir...

SR : Ha...

(53)

rasanya manis, berair seperti jambu biji (KBBI, 2007: 878). Jadi Avokat bersinonim dengan Pir

Peneliti juga menanyakan gambar jeruk kepada SR. (16) Peneliti : Gambar apa ini Dek?

SR : A..uuu....

Peneliti : Apa adek bilang? ( peneliti bingung dengan ucapan SR dan kemudian menanyakan maksud nya kepada Guru nya langsung dan setelah itu Peneliti mendapatkan keterangan bahwa SR bermaksud mengucapkan jambu)

Peneliti : Oh.. adek bilang jambu? Bukan Dek.. ini gambar jeruk ya... coba bilang jeruk Dek.

SR : E..uk...

Peneliti : Pintar... ini jeruk ya Dek... Jeruk..je..ruk.. je....

SR : Uk...

Peneliti : Bagus...

Pada data (16) Sama halnya dengan IH, SR juga menyebut jeruk dengan au.. ‘jambu’ yang berwarna kuning yang sering ditunjukkan oleh gurunya. Jadi Berikut peneliti menanyakan gambar piring kepada SR.

(17) Peneliti : Ini gambar apa Dek ?

SR : U..e...

Peneliti : Kue Adek maksud? SR : (...)

(54)

(peneliti bingung dan penasaran kenapa SR menyebut piring itu kue. Kemudian peneliti bertanya kepada ibu SR yang berada di yayasan tersebut. Ibu SR menjelaskan kalau awalnya ibunya serng mengajarkan kalau piring itu tempat kue, karena SR jika makan kue sering meletakkan kue yang dimakan di lantai.)

SR : Ha..

Peneliti : Iya benar dek, ini tempat kue ya.. tapi ini piring ya.. piring ya Dek. Bilang piring dek

SR : Hing...

Peneliti : Bagus... pintar Saut nya.

Pada data (17), SR mengucapkan piring dengan u..e.. ‘tempat kue’ Jadi piring bersinonim dengan tempat kue. SR selalu berpikir kalau piring itu tempat kue saja.

4.2 Penggunaan Teori Psikolinguistik Behaviorisme terhadap Pemerolehan Sinonim Kebendaan pada Anak Autistik

(55)

yang diamati secara langsung, yaitu rangsangan (stimulus) dan gerak balas (respons).

Dalam pembelajaran yang didasarkan pada hubungan stimulus dan respon, Watson mengemukakan dua hal penting:

1.Recency Principle (prinsip kebaruan)

Yaitu Jika suatu stimulus baru saja menimbulkan respons, maka kemungkinan stimulus itu untuk menimbulkan respons yang sama apabila diberikan umpan lagi akan lebih besar daripada kalau stimulus itu diberikan umpan setelah lama berselang.

2.Frequency Principle (prinsip frekuensi)

Menurut prinsip ini apabila suatu stimulus dibuat lebih sering menimbulkan satu respons, maka kemungkinan stimulus itu akan menimbulkan respons yang sama pada waktu yang lain akan lebih besar.

Berikut merupakan data peneliti dengan Martin Imanuel Marganda Ambarita (MI):

Hari Pertama

(18) Guru : Martin....Martin....siapa Martin? Tunjuk mana Martin? MI : (Menunjuk diri sendiri sambil tersenyum sendiri) Guru : Siapa nama mu?

(56)

MI : (tertunduk sambil tersenyum sendiri) Guru : Martin yah...

Mar..tin... Mar..

MI : Ti...

Guru : Martin..Mar..Tin... MI : A...tin...

Guru : Pintar Martin ya..gambar apa ini Martin? (menunjuk gambar gayung)

MI : Be..be...(MI hanya melihat sekilas pada gambar dan hal ini disampaikan dua kali kemudian MI menunduk kembali sambil menggaruk-garuk tangannya)

Guru : Bukan sayang, ni gayung... yang biasa Martin pake tiap mandi. Coba Martin bilang Gayung..

MI : Be...be (ember..ember)

Guru : Bukan Martin... ini gayung...liat dulu gambar nya bagus...liat ke sini sayang...fokus Martin...ini apa sayang?

MI : A..ung...a...ung

Guru : Pintar Martin...ga..yung...

(57)

Bilang sekali lagi gayung sayang..

MI : A...ung...

Guru : Bagus Martin..(sambil mengelus kepala Martin) MI : Ih.ih..(sambil menggaruk-garuk tangannya kembali) Berdasarkan data percakapan di atas, secara psikolinguistik behaviorisme bahwa pemahaman anak akan kata ember sama dengan a..ung..a...ung...(gayung). Anak sudah terbiasa memahami ember sebagai a..ung.... Jadi peneliti memberikan stimulus agar MI dapat menjawab gambar gayung dengan gayung yang sebenarnya.

Guru memberikan stimulus yang positif (bagus, pintar) untuk memberikan motivasi yang positif dan anak tidak takut untuk berbicara.

Hari Kedua

(19) Peneliti : Halo Martin.... Martin ngapain saja hari ini?

MI : Ha..ha...

Peneliti : Martin tahu gak ini gambar apa? (menunjuk gambar gayung)

MI : (...)

Peneliti : Kok diam? Fokus dulu Dek. Coba liat dulu. Ini gambar apa Dek?

MI : Be..be..

Peneliti : Bukan Martin. Semalam sudah pande bilang. Kok lupa lagi. Ini gambar apa Dek?

(58)

Ayo coba bilang Dek, selain pakai be..be.. (ember) pakai apa lagi? Pakai ga...

MI : A..ung....

Peneliti : Bagus... pinter... jangan salah lagi ya ini ga...yung....

Menurut teori psikolinguistik behaviorisme Watson, stimulus yang diberikan kepada MI adalah Recency Principle (prinsip kebaruan), karena MI awalnya mengartikan kata gayung hanya dengan kata ember. Setelah peneliti berusaha melalui penjelasan selain kata be..be.. ‘ember’ anak juga menyebut dengan a..ung ‘gayung’. Maka dalam hal ini MI harus lebih sering diberi stimulus, sehingga akan terbiasa mengartikan gambar gayung tersebut dengan gayung yang sebenarnya. MI dapat mengingat gambar gayung itu dengan gayung sebenarnya, pada hari kedua anak ini harus terus menerus diberi stimulus yang benar seperti gayung sehingga MI masih dapat mengingat kata itu. Ember adalah tempat air berbentuk silinder (terbuat dari plastik, seng, dsb) dipakai juga untuk menimba air dsb (KBBI, 2007 : 296), sedangkan gayung adalah tempurung dsb yang diberi bertangkai untuk mengambil air ; sibur (KBBI, 2007 : 340)

Berikut merupakan data yang diperoleh peneliti dengan Reno Januari Noraha (RJ). Dalam data ini situasinya RJ hendak makan jajanan yang telah di persiapkan dari rumah. Awalnya gurunya menanyakan kepada RJ mengenai warna tutup kotak makanannya :

Hari Pertama

(20) Guru : (mengambil kotak makanan nya dan bertanya pada RJ warna kotak makanannya) ini warna apa Reno?

(59)

Guru : Pintar sayang... sekarang kita makan ya.. Reno makan pake apa sayang? Coba kasih sama ibu gambar nya, pake apa Reno makan.

RJ :(berusaha mencari gambar, dan kemudian dia menunjukkan gambar garpu) ih....(ini..)

Guru :Bukan sayang..Reno gak bisa makan nasi pake garpu. Coba ambilkan ibu yang lain yah...

RJ : Ih...(ini..) sambil berteriak dan menendang-nendang guru nya...

Guru : Gak boleh gitu sayang (sambil memberikan gambar telapak tangan yang bermakna melarang). Reno itu makan pake sendok. Sendok itu ini sayang. (sambil menunjukkan gambar sendok) ini apa sayang?

RJ : (belum memberi respon)

Guru : Ini sendok...sen..dok..(sambil menunjukkan gambar sendok dan sendok yang asli) ini gambar apa reno?

RJ : Dok...

Guru : Reno makan pake sen...

RJ : Dok...

Guru : Pinter.... Sen..dok... Reno makan pake Sen..dok...

RJ : Dok..

(60)

Sendok dan Garpu memang memiliki bentuk dan fungsi yang hampir sama, sendok dan garpu juga biasanya memiliki warna yang sama. Sehingga pada data (20), RJ menyebut garpu itu sebagai sendok yang bisa dipakai ketika makan nasi. Sehingga guru membenarkan pengertian RJ kalau gambar yang ditunjukkan adalah gambar sendok. Garpu adalah sendok yang bentuk ujungnya seperti jari-jari tangan, runcing, dan tajam untuk mencocok daging, lauk, dsb (KBBI, 2007 : 337) sedangkan sendok adalah alat yang digunakan sebagai pengganti tangan dalam mengambil sesuatu (spt nasi), bentuknya bulat, cekung dan bertangkai (KBBI, 2007 : 1034)

Hari Kedua

(21) Peneliti : Ini gambar apa Dek Reno? (menunjukkan gambar sendok)

RJ : Dok...

Peneliti : Pinter Dek. Ini sendok ya Dek.. sen... RJ : Dok....

Menurut teori behaviorisme Watson, perkembangan bahasa RJ tergolong Frequency Principle (prinsip frekuensi), pemahaman RJ akan fungsi sendok sama dengan garpu. Namun gurunya memberi stimulus kepada RJ secara terus-menerus, kalau untuk makan nasi adalah sendok makan bukan garpu, sehingga hari berikutnya , ketika RJ ingin menggunakan sendok, sudah dapat menunjukkan gambar sendok makan. RJ juga diberi hadiah agar RJ semakin semangat dan lebih cepat berkembang.

(61)

mengucapkan a,i,u,a secara berulang ulang dan terus menerus. Guru seringkali memberi imbalan langsung kepada si anak agar si anak mau memberikan respon seperti yang diharapkan oleh guru :

Hari Pertama

(22) Guru : Bryan..Bryan... (memanggil sampai lima kali dan nada semakin meninggi karena si anak sama sekali tidak perduli dan malah asyik mencari kursi kecil yang memang mainan paling disukai anak tersebut. Pada akhirnya, guru menarik anak karena tidak menghiraukan panggilan guru.

BK : A..i.u..u..a...

Guru : Mana Bryan nya? Tunjuk dulu mana Bryan nya...

BK : A..i..u..(menutup muka nya sendiri, bertanda ia menunjuk ke diri sendiri)

Guru : Pinter sayang... kita belajar dulu ya sayang.

Mana gambar Keledai Bryan...? (sambil mengambil kursi kecil dari tangan BK).

BK : (berteriak kuat sambil meminta kursi kecil yang di pegangnya)

Guru : Tidak ya... tidak boleh...(menunjukkan gambar telapak tangan, yang bermakna melarang)

BK : (menendang-nendang meja dan guru sambil berteriak-teriak)

(62)

Kita belajar dulu ya sayang, nanti ibu kasih ya..

Bryan jawab dulu pertanyaan ibu ya, ini gambar apa sayang?

BK : A..i..u..u.ah..

Guru : Gambar apa ini sayang? (mengelus-elus wajah BK) BK : U..da..(kuda) a..ii..uuu

Guru : Bukan sayang...ini gambar keledai...keledai ya sayang.. Ini gambar apa Bryan?

BK : U..da.. (sambil mencubit tangan guru nya) Guru : Bukan Bryan..ini Keledai...keledai..

Ini kele....

BK : Aii...

Guru : Keledai ya Bryan.. Bilang dulu sekali lagi, ini kele....

BK : Ai...ai...

Guru :Pinter sayang...ini keledai ya sayang....(sambil memberikan kursi kecil sebagai hadiah buat si anak )

(63)

dengan bicara, dan penyakit. Penyebab umum lainnya termasuk karena rasa lapar atau lelah. Tantrum BK juga terlihat ketika kursi kecil yang menjadi mainan kesukaannya diambil.

Dikutip dari Children’s Hospital of Philadelphia, berikut ini adalah petunjuk yang paling tepat dan bermanfaat tentang cara mengatasi temperamen tantrum:

 Tetap tenang.

 Terus lakukan kegiatan Anda. Abaikan anak sampai dia lebih tenang dan tunjukkan aturan yang sudah disepakati bersama.

 Jangan memukul anak Anda. Lebih baik mendekapnya dalam pelukan sampai ia tenang.

 Cobalah untuk menemukan alasan kemarahan anak Anda.

 Jangan menyerah pada kemarahan anak. Ketika orang tua menyerah, anak-anak belajar untuk menggunakan perilaku yang sama ketika mereka menginginkan sesuatu.

 Jangan membujuk anak Anda dengan imbalan yang lain untuk menghentikan kemarahannya. Anak akan belajar untuk mendapatkan imbalan.

 Arahkan perhatian anak pada sesuatu yang lain.

 Singkirkan benda-benda yang berpotensi berbahaya dari anak Anda.

 Berikan pujian dan penghargaan perilaku bila tantrum telah selesai.

(64)

Berdasarkan teori behaviorisme, semakin sering anak diberikan stimulus, maka semakin sering juga respon dari anak diperoleh. Pada saat BK tidak menjawab pertanyaan, gurunya memberikan stimulus dengan mengelus-elus wajah BK, sehingga BK mau tenang dan memberikan respon dan menjawab pertanyaan guru, walaupun awalnya salah namun pada akhirnya BK dapat menjawab pertanyaan guru dengan benar.

Hari Kedua

(23) Peneliti : Bryan.. ini gambar apa Dek? Masih ingat kan semalam yang baru diajarkan ibu? (menunjukkan gambar keledai).

BK : a..ii..u..u..

Peneliti : Liat sini Dek.. ini gambar apa? Semalam Bryan Pintar jawabnya.

BK : A...iii...

Peneliti : Keledai Bryan bilang?

BK : Ha..

Peneliti : Bagus Dek.. Pintar..ini keledai ya...

(65)

Berikut merupakan data peneliti dengan Griska Paulina Simarmata (GP). GP merupakan satu-satunya anak perempuan di yayasan tersebut. GP tergolong anak yang sangat pendiam dan bahkan sangat tidak memperdulikan sekitar bahkan dalam suasana belajar. GP sangat suka tiduran di lantai.

Hari Pertama

(24) GP : (menunjukkan gambar air bening di dalam gelas) Guru : Riska haus? Mau minum?

GP : (...) (Diam dan seakan-akan tidak mendengar, sambil menunjukkan gambar air putih di dalam gelas )

Guru : Bentar ya Riska, Ibu ambil kan minum...

Setelah beberapa saat, guru datang dan membawakan segelas air putih. GP : Haaaa.... (nggak....) (Riska hanya mengucapkan itu,

namun tidak memandag ke arah guru dan tidak mau meminum air tersebut)

Guru : Griska mau apa? Ini minum sayang... GP : (menggelengkan kepala)

Guru : Bingung Ibu, Riska mau apa. (sambil mencari tahu kepada teman-teman guru yang lain Riska mau apa. Namun tidak ada yang mengerti maksud GP, sehingga mereka memutuskan menelepon ibu Gp dan menanyakan maksud GP. Kemudian ibu GP memberitahu, kalau GP ingin minum susu)

(66)

gambar susu dalam kemasan yang ada gambar sapi, dan sesaat kemudian memberikan susu kepada GP).

Ini gambar apa sayang? (gambar susu)

GP : Tu...su.. (memandang ke arah tembok tanpa ekspresi) Guru : Ini gambar susu ya Riska. Mana gambar susu sayang..

coba pilih yang mana gambar susu. (memberikan pilihan ke GP, antara air putih dan susu)

GP : Mengambil gambar susu.

Guru :Bagus sayang... susu yang ini yah... susu.. susu.. (memberikan gambar tersebut kepada GP). Kasih ke ibu yang mana susu sayang?

GP : (memberikan gambar susu.)

Guru : Ini apa sayang ? tadi Riska kasih gambar apa sama ibu? GP : Tu..su (mengucapkan walupun kurang jelas)

Guru : Iya..pintar... ini susu ya sayang... ini gambar su...

GP : Su...

(67)

Hari Kedua

(25) Peneliti : Ini gambar apa Dek Riska? (menunjukkan gambar susu dalam gelas)

GP : Inum putih....

Peneliti : Ya susu memang berwarna putih Dek. GP : Ha...( mengiyakan perkataan ibu guru)

Peneliti : Ini gambar apa Dek sekali lagi? Riska sering minum apa dikasih mama tiap pagi?

GP : Tu..su..

Peneliti : Adek, ini gambar susu ya.. Riska suka kan minum susu? Coba bilang sekali lagi...

GP : Tu..Su.. ehhmm (diam sejenak) inum putih (minum susu putih)

Peneliti : Iya Pintar Dek.. ini gambar susu ya.. kalau Riska mau minta susu, tunjukkan gambar yang ini ya Dek... Ini gambar apa Dek?

GP : Tu...su..(mengucapkan dengan sangat lambat) dan dia berkata lagi inum...pu..tih...

Peneliti : Iya.. jangan lupa lagi ya Dek Riska...

(68)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN 5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh penulis dari lapangan, penulis menyimpulkan bahwa pemerolehan sinonim kebendaan pada Yayasan Anakku di Pematangsiantar. Pemerolehan sinonim pada anak autistik hanya mampu pada benda sehari-hari saja dan yang paling sering mereka gunakan dalam kehidupan mereka. Anak autistik juga terkadang mengucapkan benda yang dilihat berdasarkan fungsi benda tersebut dan anak autistik tersebut bahkan tidak tahu nama benda yang akan mereka gunakan. Bukan seperti anak normal, anak yang normal yang berusia enam tahun sudah mampu membagi dan mengucapkan benda berdasarkan bentuk dan fungsinya.

(69)

Anak yang tergolong dalam Frequency Principle (prinsip frekuensi) sebanyak tiga orang yakni Reno Januari Noraha (RJ), Bryan Kings Tan (BK), Griska Paulina Simarmata (GP).

Recency Principle (prinsip kebaruan) hanya Martin Imanuel Marganda Ambarita (MI),

5.2 Saran

Skripsi ini membahas pemerolehan sinonim kebendaan pada anak autistik pada Yayasan Anakku di Pematangsiantar. Pada yayasan tersebut masih banyak hal yang perlu dikembangkan terutama dalam perkembangan bahasa anak autistik. Ketika anak menyampaikan suatu hal yang menurutnya itu benar, kita sebagai pihak yang lebih beruntung dari mereka tidak langsung menyalahkan apa yang mereka ucapkan, melainkan lebih sering memberikan stimulus yang positif dan perlahan mengajari anak bahasa yang lebih baik lagi dengan sabar. Pertahankan lah kesabaran dalam mendidik anak autistik, sehingga hari berikutnya anak autistik yang dididik bisa lebih baik lagi.

(70)

Daftar Pustaka

Chaer, Abdul.2003. Psikolinguistik: Kajian Teoretik. Jakarta: Rineka Cipta

Handojo, Y. 2008. Autisma: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi Untuk Mengajar Anak Normal, Autis dan Perilaku Lain. Jakarta: Gramedia

Keraf, Gorys. 1979. Tata Bahasa Indonesia. Jakarta: Nusa Indah

Peeters, Theo. 2004. Autisme: Hubungan Pengetahuan Teoritis dan Intervensi Pendidikan Bagi Penyandang Autis. Jakarta : Dian Rakyat

Simanjuntak, Mangantar. 2009. Pengantar Neuropsikolinguistik. Medan : Perpustakaan Republik Indonesia.

Sudaryanto, 1993. Metode Dan Aneka Teknik Analisis Bahasa. Jakarta: Duta Wacana university Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1985. Pengajaran Semantik. Bandung: Angkasa Bandung.

Skripsi

Gustianingsih. 2002. “Pemerolehan kalimat Majemuk Bahasa Indonesia Anak Usia Taman Kanak-Kanak” (Tesis). Program Pascasarjana USU.

Gustianingsih. 2009. “Produksi dan Komprehensi Bunyi Ujaran Bahasa Indonesia Pada Anak Penyandang Autistik Spektrum Disorder” (Desertasi). Medan : Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.

Referensi

Dokumen terkait

• Mengembangkan struktur organisasi Pusdatin sehingga di Kanwil ada unit TIK yang mewakili Pusdatin • Melakukan persiapan untuk kantor yang belum menggunakan sistem

7. Proses panggilan antar VoIP client. VoIP client yang dituju berhasil menerima panggilan dan bisa berkomunikasi sesama VoIP client. Tahap selanjutnya adalah

Besides, know about semantic analysis, the students should understand about translation methods that apply in translating and the strategies that should use in translating

Hasil pengujian menunjukan bahwa kepemilikan institusional dan komite audit yang mempengaruhi nilai perusahaan secara signifikan sementara kepemilikan manajerial,

Jejaring makanan ini menggambarkan jenis makanan utama dan sekunder yang dimanfaatkan oleh setiap ikan dalam serikat trofik tersebut (Gambar 4-2).. Variasi spasio-temporal

Dalam rangkaian acara Fasilogi 2019, logo perusahaan akan lebih besar dari perusahaan/lembaga sponsor yang lainnya dan lebih kecil dari sponsor gold dan

Kerjasama Indonesia dan Jepang Melalui Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA) dalam Bidang Ekspor Kopi.. Japan - Indonesia 20/21 Market Access Workshop: Food

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apa yang melatarbelakangi Mohamad Roem melibatkan diri dalam Politik Nasional Indonesia dan bagaimana peranan Mohamad Roem