• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK LATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL SISWA.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK LATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL SISWA."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK LATIHAN ASERTIF UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN

INTERPERSONAL SISWA

(Studi Pra-Eksperimen di Kelas X

SMK Bina Budi Purwakarta Tahun Ajaran 2011/2012)

TESIS

diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling

Oleh FIRMANSYAH

1004654

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA

(2)

DISETUJUI DAN DISAHKAN OLEH PEMBIMBING:

Pembimbing I

Prof. Dr. Uman Suherman AS., M. Pd. NIP 19620623 198610 1 001

Pembimbing II

Dr. Ilfiandra, M. Pd. NIP 19721124 199903 1 003

Mengetahui,

Ketua Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia

(3)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul PROGRAM KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK LATIHAN ASERTIF

UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL

SISWA (Studi Pra-Eksperimen di Kelas X SMK Bina Budi Purwakarta Tahun

Ajaran 2011/2012) ini beserta seluruh isinya adalah benar-benar karya sendiri dan tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara-cara yang tidak sesuai dengan etika keilmuan yang berlaku.. Atas pernyataan ini, saya siap menanggung resiko/sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini, atau ada klaim dari pihak-pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Desember 2012 Yang membuat pernyataan,

(4)

ABSTRAK

Firmansyah. 1004654. Program Konseling Kelompok dengan Teknik Latihan Asertif untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal Siswa.

Pembimbing I: Prof. Dr. Uman Suherman AS, M. Pd. dan Pembimbing II: Dr. Ilfiandra, M. Pd. Program Studi Bimbingan dan Konseling Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia.

Penelitian ini dilatarbelakangi kenyataan betapa keterampilan interpersonal berperan vital dalam interaksi remaja dengan lingkungannya, termasuk di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), sehingga keterampilan ini secara khusus harus ditingkatkan. Tujuan penelitian adalah untuk menyusun dan menguji efektivitas program layanan konseling di sekolah dengan teknik latihan asertif yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Penelitian menggunakan metode kuantitatif dengan desain pra-eksperimen satu kelompok tes awal dan tes akhir. Partisipan terdiri dari 20 orang siswa yang semuanya berjenis kelamin perempuan dengan rentang usia 15-16 tahun. Pengolahan data dilakukan dengan memperbandingkan skor hasil pra-tes dan pasca-tes dengan analisis uji Wilcoxon. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konseling kelompok dengan teknik latihan asertif mampu meningkatkan keterampilan interpersonal siswa, yakni dalam aspek mendengarkan, mempresentasikan, dan membantu. Latihan asertif yang efektif untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa adalah berupa pemberian perintah (instruksi), pemberian contoh (pemodelan), umpan balik, pengalihan perilaku (bermain peran), dan penugasan pekerjaan rumah. Penelitian ini terbatas pada tiga aspek dalam keterampilan interpersonal sehingga bisa menjadi rujukan bagi peneliti selanjutnya untuk meneliti aspek-aspek lainnya yang terkait dengan keterampilan interpersonal.

.

(5)

ABSTRACT

Firmansyah. 1004654. Group Counseling Program using Assertive Training

Technique to Improve Student’s Interpersonal Skills (Pre-Experiment Study in 10th Class Students of SMK Bina Budi Purwakarta Academic Year 2011/2012).

This research is based on reality that show interpersonal skills are very important in the relationship between adolescent and their environment, include in vocational school. The reality makes interpersonal skills must be enhanced. Research objective is to test group counseling program using assertive training technique which can improve student’s interpersonal skills level. Study method used quantitative method with single group pre and post test design. This study participant was 20 female students. Data analyzed using Wilcoxon signed rank test. Result of the study show that group counseling program using assertive training technique can improve student’s interpersonal skills level, which are listening skills, presenting skills, and helping skills. Assertive training that

effective in improving student’s interpersonal skills is instruction, role playing, feed back, and home assignment. This study is just focus in three aspects of interpersonal skills. There are still others aspect that have not revealed yet. So, this study can become reference for other researcher to research other aspects in interpersonal skills.

(6)

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN ……….…....... i

LEMBAR PERNYATAAN ……….. ii

LEMBAR MOTTO ………... iii

LEMBAR PERSEMBAHAN ………....... iv

ABSTRAK ………... v

ABSTRACT ………... vi

KATA PENGANTAR ………... vii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. viii

DAFTAR ISI………..... x

DAFTAR TABEL ………. xii

DAFTAR LAMPIRAN………... xiii

BAB I PENDAHULUAN ……….. 1

A. Latar Belakang Masalah ………..………... 1

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah ………. 6

C. Tujuan Penelitian ………... 8

D. Pertanyaan Penelitian ………..……….. 8

E. Manfaat Penelitian ………..……... 9

BAB II KONSEP DASAR LATIHAN ASERTIF DALAM KONSELING KELOMPOK UNTUK MENINGKATKAN KETERAMPILAN INTERPERSONAL SISWA ………...... 11 A. Konsep Dasar Remaja ………...... 11

B. Konsep Dasar Keterampilan Interpersonal …………..………... 19

C. Konsep Dasar Konseling Kelompok ………..………... 31

D. Latihan Asertif dalam Konseling Kelompok ………...... 45

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ..………. 53

A. Pendekatan dan Metode Penelitian ..……….. 53

B. Desain Penelitian ..……….. 54

C. Penentuan Populasi dan Sampel ..………... 55

D. Definisi Operasional Penelitian ..………... 56

E. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen ..………. 58

F. Uji Coba Instrumen Penelitian ..……….. 61

G. Pengolahan dan Analisis Data ..……….. 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN..………....……… 72 A. Gambaran Umum Keterampilan Interpersonal Siswa ……….. 72

B. Pelaksanaan Program Latihan Asertif dalam Bimbingan Kelompok untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal Siswa ……… 81 C. Efektivitas Program Latihan Asertif dalam Bimbingan Kelompok untuk

(7)

A. Kesimpulan ………..……….. 101

B. Rekomendasi ………..………... 102

DAFTAR PUSTAKA ……… 104

(8)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Masa remaja merupakan suatu masa yang penuh dengan dinamika. Dikatakan demikian karena memang masa remaja adalah masa yang sedang dalam tahap pertumbuhan. Ini dapat dilihat dari makna kata remaja itu sendiri. Secara etimologis, remaja berasal dari kata Latin adolensence yang berarti tumbuh atau tumbuh menjadi dewasa. Lebih mendalam tentang istilah remaja, menurut Santrock (2008: 16), “pengertian adolescence (remaja) memerlukan pertimbangan tidak hanya dalam hal usia tetapi juga dalam hal pengaruh sosio-historis”. Dengan adanya kerangka sosio-historis, Santrock mendefinisikan remaja sebagai “periode transisi di antara masa anak-anak dan masa dewasa yang melibatkan perubahan-perubahan biologis, kognitif, dan sosio-emosional”. Santrock menegaskan bahwa

“tugas utama masa remaja adalah persiapan menuju masa dewasa. Tentu saja,

masa depan budaya apa pun akan bergantung pada seefektif apakah masa persiapan tersebut” (Santrock, 2008: 16-17).

Ditilik dari aspek perkembangan usia, menurut Teori Piaget, remaja dimotivasi untuk memahami dunia mereka. Pemahaman akan dunia yang dilakukan remaja merupakan adaptasi biologis. Santrock menambahkan bahwa

“remaja secara aktif membentuk dunia kognisi mereka sendiri: informasi tidak

(9)

yang kurang penting, dan menghubungkan satu ide ke ide lainnya. Remaja juga mengadaptasi pemikiran mereka untuk menyertakan ide baru karena informasi tambahan yang mereka peroleh akan memperdalam pemahaman mereka (Santrock, 2008: 96-97).

Selanjutnya, tentang rentang usia remaja, Santrock menerangkan bahwa rentang usia masa remaja dapat berbeda dengan situasi kultural dan historis tertentu. “Di Amerika Serikat dan di kebanyakan budaya masa kini, masa remaja dimulai pada usia mendekati 10 hingga 13 tahun dan berakhir pada masa usia antara 18 dan 22 tahun” (Santrock, 2008: 17). Rentang usia tersebut, menurut Konopka Pikunas (Yusuf, 2009: 10), “diklasifikasikan ke beberapa fase, yakni: 1. remaja awal: usia 12-15 tahun;

2. remaja madya: 15-18 tahun; dan 3. remaja akhir: usia 19-22 tahun”.

Tentu saja, fase-fase tersebut disertai dengan karakteristik aspek-aspek perkembangannya.

(10)

Di antara tugas-tugas perkembangan yang dikemukakan Hurlock, terdapat beberapa aspek yang berhubungan dengan aspek interpersonal (antar-pribadi), yakni aspek mengembangkan keterampilan komunikasi interpersonal (lisan dan tulisan), mampu bergaul dengan teman sebaya atau orang lain secara wajar, dan bertingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial. Dengan demikian, jelaslah bahwa masa usia SMK memiliki keterkaitan yang erat dengan orang di luar dirinya sendiri (orang lain), baik itu dengan teman sejawat, dengan orang lain di sekitar lingkungan sekolah, maupun dengan masyarakat di sekitar lingkungannya. Dalam hal tugas-tugas perkembangan remaja, yang menarik dicermati adalah seringkali fenomena yang terjadi di kalangan siswa SMK seakan bertolak belakang dengan tugas-tugas perkembangan yang seharusnya. Contoh yang sering terjadi adalah tawuran antar-pelajar, terlibat dalam gank tertentu, ataupun fanatisme terhadap kelompok tertentu. Fenomena yang berhubungan dengan tugas-tugas perkembangan remaja juga ditemukan di SMK Bina Budi Purwakarta.

Berdasarkan wawancara awal yang dilakukan pada awal November 2011 terhadap guru Bimbingan Konseling dan guru di SMK Bina Budi dalam rangka studi lanjutan untuk salah satu mata kuliah, diperoleh fakta bahwa terdapat beberapa persoalan yang terkait dengan aspek hubungan interpersonal. Persoalan yang paling sering ditemukan adalah fanatisme kelompok dan pilih-pilih teman. Dalam hal ini, di antara siswa SMK Bina Budi telah terbentuk kelompok-kelompok siswa tertentu yang anggotanya dipilih sesuai standard mereka.

(11)

perasaan kurang percaya diri (minder), terutama disebabkan gaya hidup dan perbedaan status ekonomi. Faktor lainnya yang juga diperoleh adalah ketidakmampuan siswa untuk mengatakan secara tegas hal-hal yang tidak sesuai dengan kehendaknya. Perasaan tidak enak apabila menolak ajakan teman dan takut dianggap tidak setia kawan adalah dua hal yang sering berdampak terhadap kematangan hubungan dengan teman sebaya.

Fakta lain yang penting untuk dikemukakan adalah hasil tes Inventori Tugas Perkembangan yang dilakukan kepada kelas X. Hasil tes ITP tersebut menunjukkan bahwa dari 11 aspek tugas perkembangan siswa SMA/SMK yang tercantum dalam Inventori Tugas Perkembangan, terdapat beberapa aspek yang memperoleh skor terendah, salah satu di antaranya adalah kematangan hubungan dengan teman sebaya. Ini semakin menegaskan bahwa siswa SMK Bina Budi masih memiliki kelemahan dalam hal berhubungan dengan orang lain.

(12)

sosial atau dalam konteks sosial-interaktif”. Dalam pengertian praktis, keterampilan interpersonal adalah “kecakapan atau keterampilan yang dimiliki oleh seseorang dalam hubungannya dengan orang lain, kecakapan atau keterampilan untuk berkomunikasi baik verbal maupun non-verbal” (Hargie, 2004: 4).

Dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal di sekolah, kebutuhan akan bimbingan dan konseling sangat penting karena tidak hanya mencakup aspek pendidikan dan pengajaran, tetapi juga aspek perkembangan kepribadian peserta didik. Menurut Kartadinata (2011) bimbingan sebagai upaya pendidikan diartikan sebagai proses bantuan kepada individu untuk mencapai tingkat perkembangan diri secara optimum di dalam menavigasi hidupnya secara mandiri.

Masih menurut Kartadinata (2011), dari pengertian tersebut terdapat dua kata kunci yang perlu dimaknai lebih mendalam. Pertama, bantuan dalam arti bimbingan yaitu memfasilitasi individu untuk mengembangkan kemampuan memilih dan mengambil keputusan atas tanggung jawab sendiri. Kedua, perkembangan optimum adalah perkembangan yang sesuai dengan potensi dan sistem nilai yang dianut. Dengan demikian, bersandar pada dua kata kunci di atas, bimbingan merupakan suatu upaya yang dilakukan agar peserta didik mampu mencapai tingkat perkembangan yang optimum untuk kemudian mampu hidup secara mandiri.

(13)

tersebut sebagai acuan dasar dalam menyusun program Bimbingan dan Konseling. Secara umum, program Bimbingan Konseling di SMK Bina Budi disusun agar siswa mampu berkembang secara optimal, tidak hanya dalam tataran akademis tetapi juga dalam tataran kehidupannya yang lain, meliputi bimbingan individu, bimbingan sosial, dan bimbingan karier. Namun, terkait dengan konteks penelitian, program BK yang ada di SMK Bina Budi belum mencantumkan aspek yang dapat menjadikan siswa mampu meningkatkan keterampilan interpersonal yang mereka miliki.

Bersandar pada fakta bahwa program Bimbingan Konseling di SMK Bina Budi belum secara khusus mencantumkan aspek yang dapat menjadikan siswa mampu meningkatkan keterampilan interpersonalnya, perlu dimunculkan layanan yang memungkinkan untuk pencapaian hal tersebut. Dengan kata lain, perlu disusun program layanan bimbingan dan konseling yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Dalam tataran inilah layanan latihan asertif layak untuk dikedepankan. Hal ini dimungkinkan karena latihan asertif biasanya diterapkan pada situasi-situasi interpersonal yang di dalamnya individu kesulitan menerima kenyataan bahwa menyatakan atau menegaskan diri adalah tindakan layak dan benar.

B. Identifikasi dan Perumusan Masalah

(14)

konseling kelompok merupakan bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan serta diarahkan pada pemberian kemudahan dalam perkembangan dan pertumbuhannya. Konseling kelompok bersifat pencegahan, dalam arti bahwa individu yang bersangkutan mempunyai kemampuan normal atau berfungsi secara wajar dalam masyarakat, tetapi memiliki beberapa kelemahan dalam kehidupannya sehingga mengganggu kelancaran berkomunikasi dengan orang lain. Konseling kelompok bersifat memberi kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan, juga pengarahan kepada individu-individu yang bersangkutan untuk mengubah sikap dan perilakunya selaras dengan lingkungannya.

Selanjutnya, Nurihsan (2011) menjelaskan bahwa konseling kelompok merupakan proses antar-pribadi yang dinamis, terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar, serta melibatkan fungsi-fungsi terapi, seperti sifat permisif, orientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan hangat, saling pengertian, saling menerima, dan mendukung. Fungsi-fungsi terapi itu diciptakan dan dikembangkan dalam suatu kelompok kecil melalui cara saling mempedulikan di antara para peserta konseling kelompok.

(15)

nilai-nilai dan tujuan-tujuan tertentu untuk mempelajari atau menghilangkan sikap-sikap dan perilaku yang tidak tepat.

Bersandar pada penjelasan di atas, jelas bahwa konseling kelompok dapat digunakan dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal siswa. Kemudian, sejalan dengan peningkatan keterampilan interpersonal, latihan asertif biasanya diterapkan pada situasi-situasi interpersonal. Dengan demikian, secara teoretis, latihan asertif sesuai untuk diterapkan dalam konteks peningkatan keterampilan interpersonal siswa. Pertanyaan yang kemudian muncul adalah benarkah latihan asertif dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa dan layanan latihan asertif seperti apa yang mampu meningkatkan keterampilan interpersonal siswa.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian adalah untuk menghasilkan program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa, khususnya siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Tujuan lainnya adalah untuk menguji sejauh mana efektivitas program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dalam meningkatkan keterampilan interpersonal siswa.

D. Pertanyaan Penelitian

(16)

latihan asertif dalam konseling kelompok dapat meningkatkan kompetensi

interpersonal siswa”. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini diperinci

dalam pertanyaan-pertanyaan berikut.

1. Seperti apa gambaran umum kompetensi interpersonal siswa kelas X SMK Bina Budi Purwakarta.

2. Seperti apa program layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif yang dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa.

3. Bagaimana efektivitas progam layanan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian yang dilakukan setidaknya akan bermanfaat pada dua ranah, yakni ranah teoretis dan ranah praktis. Dalam ranah teoretis, penelitian setidaknya membawa dua manfaat yakni:

1. Memberikan sumbangan dalam khazanah kelimuan tentang layanan bimbingan dan konseling yang bervariatif dan inovatif dalam meningkatkan keterampilan interpersonal siswa di SMK sehingga dapat disesuaikan dengan keragaman individu.

2. Memberikan gambaran tentang tindakan-tindakan yang dapat memfasilitasi peningkatan keterampilan interpersonal siswa, baik dalam perannya di sekolah maupun di masyarakat.

(17)
(18)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Pendekatan dan Metode Penelitian

Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam bab pendahuluan, tujuan dari penelitian ini adalah untuk menghasilkan program latihan asertif dalam konseling kelompok yang dapat digunakan untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Dengan demikian, penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dipilih karena memungkinkan penulis untuk melakukan pencatatan dan analisis data hasil penelitian secara pasti dengan menggunakan perhitungan-perhitungan statistik. Adapun metode yang dipilih adalah metode eksperimen. Metode ini dipilih karena memungkinkan peneliti untuk mengetahui hubungan kausalitas di antara variabel. Hal ini sebagaimana menurut Lodico yang menyatakan bahwa penelitian eksperimen, yang muncul dari kerangka kerja realisme ilmiah, digunakan oleh banyak peneliti sebagai jenis penelitian yang dapat menghasilkan hubungan kausalitas (Lodico, et. all., 2006: 178).

(19)

terhadap penelitian. Dengan kata lain, objektivitas penelitian eksperimen lebih tinggi karena peneliti mampu menjaga keterlibatannya dalam penelitian.

B. Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain kuasi-eksperimen. Menurut Cohen, penelitian kuasi eksperimen dapat muncul dalam beberapa bentuk, yakni:

1. desain pra-eksperimen: desain satu kelompok tes awal dan tes akhir, desain satu kelompok pascates saja, desain tidak setara pascates saja;

2. desain tes awal dan tes akhir kelompok tidak setara;

3. desain satu kelompok serial waktu. (Cohen, et.all, 2007: 282)

Bersandar pada bentuk penelitian kuasi-eksperimen yang dikemukakan Cohen, desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah pra-eksperimen dengan satu kelompok tes awal dan tes akhir saja. Desain pra-eksperimen dipilih karena desain ini merupakan metode eksperimen yang tidak sebenarnya sehingga tidak ada kelompok pengontrol ataupun pembanding.

(20)

Dalam konteks penelitian ini, sebelum intervensi, keterampilan interpersonal siswa kelas X SMK Bina Budi diungkap dengan menggunakan instrumen non-tes berupa angket. Skala yang digunakan adalah skala Guttman, yakni skala yang mengiginkan tipe jawaban tegas, seperti jawaban benar-salah, ya-tidak, pernah-tidak pernah, positif-negatif, tinggi-rendah, baik-buruk, dan seterusnya. Angket ini juga disebut sebagai pra-tes. Setelah intervensi diberikan, angket yang sama kemudian digunakan kembali untuk mengukur tingkat keterampilan interpersonal siswa setelah perlakuan. Ini yang disebut dengan pasca-tes. Adanya perbedaan di antara skor pra-tes dan pasca-tes diasumsikan merupakan pengaruh dari intervensi. (Arikunto, 2006: 85).

C. Penentuan Populasi dan Sampel

Dalam konteks penelitian ini, populasi adalah siswa kelas X SMK Bina Budi Purwakarta yang terdiri dari empat kelas, yakni dua kelas jurusan Akuntansi, satu kelas jurusan Administrasi Perkantoran, dan satu kelas jurusan Kecantikan. Total siswa yang menjadi populasi adalah sejumlah 89 siswa.

(21)

Mengacu pada penjelasan tersebut, penentuan sampel purposif didasarkan pada hasil pra-tes yang diperoleh siswa. Dua puluh (20) siswa yang memperoleh urutan skor paling rendah dari hasil angket yang mengungkap keterampilan interpersonal ditetapkan sebagai sampel penelitian. Kedua puluh orang siswa yang menjadi partisipan semuanya berjenis kelamin perempuan dengan kisaran umur antara 15-16 tahun yang berasal dari jurusan Administrasi Perkantoran sejunmlah 17 orang dan dari jurusan Kecantikan Kulit sejumlah 3 orang. Ke-20 orang siswa ini yang diberikan intervensi dan akhirnya diberi angket yang sama untuk mengukur ada tidaknya perbedaan antara pra-tes dan pasca-tes.

D. Definisi Operasional Penelitian

Keterampilan interpersonal adalah kemampuan siswa kelas X SMK Bina Budi tahun ajaran 2011/2012, yang terdiri dari empat kelas, untuk berinteraksi di dalam lingkungan sekolah, yang ditandai dengan munculnya aspek-aspek sebagai berikut:

1. Keterampilan mendengarkan, yakni kemampuan siswa SMK untuk mendengarkan orang lain, yang ditandai dengan aspek (a) kemampuan mengirimkan pesan kata-kata secara baik (send good vocal messages), (b) kemampuan mengirimkan pesan bahasa tubuh secara baik (send good body messages), (c) kemampuan menggunakan kalimat pembuka dan memberikan

(22)

2. Keterampilan mempresentasikan, yakni kemampuan siswa SMK untuk mempresentasikan pikiran di depan kelas, yang ditandai dengan aspek (a) kemampuan menjadikan pesan melingkar (getting message around) dan (b) kemampuan menutup presentasi (closing presentation).

3. Keterampilan menolong teman adalah kemampuan siswa SMK untuk memberikan pertolongan kepada teman yang membutuhkan yang ditandai oleh aspek (a) kemampuan berempati (emphaty) dan (b) kemampuan memberikan umpan balik (giving feedback).

Istilah lain yang penting untuk dikemukakan adalah latihan asertif. Latihan asertif dalam konteks penelitian ini adalah aktivitas konseling kelompok yang dirancang untuk membimbing siswa menyatakan, merasa, dan bertindak pada asumsi bahwa mereka memiliki hak untuk menjadi dirinya sendiri dan untuk mengekspresikan perasaannya secara bebas. Adapun teknik latihan asertif yang digunakan adalah:

1. Pemberian perintah (instruksi), yakni teknik yang dilakukan konselor dengan cara memerintahkan partisipan untuk melakukan tindakan tertentu sesuai dengan pemahaman yang dimilikinya.

2. Pemberian contoh (pemodelan), yakni teknik yang dilakukan konselor dengan cara memberikan contoh perilaku asertif yang tepat untuk tindakan tertentu sesuai dengan tema yang sedang dibahas.

(23)

4. Pengalihan perilaku (bermain peran), yakni teknik yang dilakukan konselor dengan cara memberikan kesempatan kepada partisipan untuk memerankan skenario sesuai dengan tema yang dibahas.

5. Latihan bersikap, yakni teknik yang dilakukan konselor dengan cara membisikkan umpan balik di telinga partisipan saat bermain peran berlangsung.

E. Pengembangan Alat Pengumpul Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara membuat instrumen non-tes dengan menggunakan angket (kuesioner) untuk mengungkap tingkat keterampilan interpersonal siswa. Angket disebar kepada siswa yang menjadi populasi penelitian, yakni sebanyak 89 orang siswa yang kesemuanya berjenis kelamin wanita. Angket sendiri menggunakan bentuk forced-choice dengan alternatif respons pernyataan subjek berskala dua, yakni jawaban “Ya” dan “Tidak”.

Jawaban “Ya” menunjukkan bahwa item pertanyaan tersebut sesuai dengan

kondisi, kebiasaan, maupun perilaku yang berhubungan dengan keterampilan interpersonal sehingga diberi nilai 1 (satu), sedangkan jawaban “Tidak”

merupakan kondisi sebaliknya sehingga diberi nilai 0 (nol).

F. Pengembangan Kisi-Kisi Instrumen

(24)

Tabel 3.1.

Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Interpersonal Siswa

No. Aspek Sub-Aspek Indikator No.

Pernyataan 1. Keterampilan

Mendengarkan 1. Mengirimkan pesan kata-kata secara baik (send good vocal messages);

a. Mampu memberikan respons dengan volume suara yang dapat didengar.

1, 2, 3

b. Mampu memberikan penekanan terhadap respons-respons tertentu.

4, 5

c. Mampu memberikan respons dengan artikulasi yang jelas.

6, 7

2. Mengirimkan pesan bahasa tubuh secara baik (send good body messages)

a. Mampu memberikan ekspresi wajah yang sesuai dengan pemberian respons.

8, 9

b. Mampu

mempertahankan tatapan dan kontak mata.

10, 11

c. Mampu menunjukkan posisi tubuh yang serius.

12, 13, 14

d. Mampu menyesuaikan jarak duduk.

15, 16, 17

3. Menggunakan kalimat pembuka dan memberikan penghargaan secukupnya.

a. Mampu memberikan kalimat pembuka.

18, 19

b. Mampu memberikan respons yang menunjukkan penghargaan.

20, 21, 22, 23, 24

4. Mereflesikan perasaan (reflecting feelings)

a. Mampu mereflesikan pokok inti pesan yang disampaikan.

25, 26, 27

b. Mampu

mempertahakan agar respons yang diberikan tetap mudah dipahami

(25)

Mempresentasikan materi presentasi tersampaikan secara serempak

melakukan suatu presentasi.

b. Mengetahui informasi apa yang sebaiknya disampaikan atau tidak disampaikan..

31, 32

c. Paham seperti apa nantinya presentasi akan dipresentasikan.

33, 34, 35

d. Pesan disampaikan secara jelas sehingga dipahami pendengar.

36, 37, 38

e. Memberi contoh-contoh yang sesuai dengan materi presentasi.

39, 40, 41

f. Mengetahui pesan atau informasi mana yang harus lebih dijelaskan atau dipertegas.

42, 43

g. Menjawab pertanyaan yang diajukan pendengar.

44, 45

2. Menutup Presentasi

a. Menggunakan cara-cara yang tepat untuk menutup presentasi.

46, 47, 48

b. Memfokuskan perhatian pendengar terhadap esensi presentasi yang disampaikan 49, 50

3. Keterampilan Membantu

1. Menunjukkan Empati

a. menunjukkan diri kepada pembicara bahwa ikut merasakan.

51, 52

b. Mengkomunikasikan ulang kepada pembicara apa yang dipahami dari pemikiran dan perasaan pembicara.

53, 54, 55

c. Memberikan komentar dan sikap yang sesuai terhadap tanggapan

(26)

oleh pembicara.

2. Memberikan umpan balik

a. Memahami bahwa pemberian umpan balik untuk

menanggapi bukannya menghakimi.

60, 61, 62

b. Memberikan umpan balik yang fokus ke persoalan dan sesuai dengan kebutuhan.

63, 64, 66, 66, 67

c. memberikan umpan balik yang dimengerti oleh pembicara.

68

Jumlah 68

G. Uji Coba Instrumen Penelitian

Sebelum disebar kepada sampel, instrumen terlebih dahulu diuji coba, yang meliputi uji validitas rasional, uji keterbacaan, dan uji validitas empirik.

1. Uji Validitas Rasional

Instrumen yang telah disusun kemudian ditimbang oleh tiga orang ahli. Penimbangan instrumen dilakukan untuk mengukur kesesuaian butir-butir pernyataan, baik dari segi konstruk, isi, maupun redaksional. Pertimbangan hasil kuesioner diklasifikasikan menjadi tiga kategori, yakni Memadai (M) yang berarti butir instrumen bisa langsung digunakan, Kurang Memadai (KM) yang berarti butir instrumen harus direvisi terlebih dahulu sebelum digunakan, dan Tidak Memadai (TM) yang berarti butir instrumen tidak bisa digunakan atau harus dibuang. Hasil pertimbangan yang diberikan oleh ahli menjadi landasan peneliti dalam menyempurnakan instrumen yang telah disusun.

(27)

disusun, 6 di antaranya dinilai kurang memadai sehingga dibuang. Dengan demikian, total butir pernyataan yang siap untuk diuji coba adalah sebanyak 70 butir pernyataan.

2. Uji Keterbacaan

Sebelum instrumen pengungkap kemampuan interpersonal siswa diuji validitas dan reliabilitasnya secara empirik, terlebih dahulu dilakukan uji keterbacaan kepada subjek uji coba. Subjek uji keterbacaan terdiri atas lima orang siswa kelas X SMK Purnawarman dengan tujuan untuk mengukur sejauh mana siswa memahami butir-butir pernyataan yang terdapat dalam penelitian. Hasil yang diperoleh dari uji keterbacaan adalah siswa mengalami kesulitan untuk memahami butir pernyataan nomor 6 dan nomor 53 sehingga kedua butir pernyataan tersebut dibuang. Dengan demikian, jumlah butir pernyataan yang siap untuk diuji validitas dan reliabilitasnya adalah sebanyak 68 butir pernyataan.

3. Uji Validitas Empirik

1) Uji Validitas Butir

(28)

Uji validitas butir instrumen penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program aplikasi Ms Excel 2007. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa nilai t tabel adalah 1,677. Kaidah keputusan: jika thitung > ttabel maka butir soal dinyatakan valid atau sahih, sedangkan jika thitung < ttabel maka butir soal dinyatakan tidak valid atau tidak sahih. Kesimpulan dari uji validitas butir dapat dilihat dalam tabel 2 di bawah ini. Sedangkan, hasil perhitungan uji validitas butir terlampir dalam lampiran 1.

Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas

Kesimpulan Butir Pernyataan Jumlah

Valid 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 10, 11, 12, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49, 50, 51, 52, 53, 54, 55, 56, 58, 59, 60, 61, 62, 63, 64, 65, 66, 67, 68

63

Tidak Valid 8, 9, 13, 27, 57 5

Berdasarkan pada tabel tersebut, terdapat lima butir pernyataan yang tidak valid sehingga harus dibuang. Dengan demikian, total butir pernyataan yang siap untuk dijadikan bahan penskoran adalah sejumlah 63 butir soal.

2) Uji Reliabilitas

(29)

yang baik adalah instrumen yang dapat dengan ajeg memberikan data sesuai dengan kenyataan (Arikunto, 2009: 86).

Adapun tolak ukur untuk menginterpretasikan derajat reliabilitas instrumen yang diperoleh dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel 3.3.

Interpretasi Reliabilitas

Koofisien Korelasi Kriteria Reliabilitas 0,81 < r < 1,00 Sangat Tinggi

0,61 < r < 0,80 Tinggi

0,41 < r < 0,60 Cukup

0,21 < r < 0,40 Rendah

0,00 < r < 0,20 Sangat Rendah

Hasil penghitungan menggunakan metode split half menunjukkan bahwa harga reliabilitas yang diperoleh adalah 0.762 sehingga, bersandar pada tabel interpretasi reliabilitas yang diberikan di atas, kriteria reliabilitas instrumen penelitian ini termasuk dalam kategori “Tinggi”.

H. Pengolahan dan Analisis Data

1. Penentuan Konversi Skor

(30)

tinggi, sedang, dan rendah. Penentuan kategorisasi tinggi, sedang, dan rendah didasarkan skor ideal dan rata-rata skor ideal dengan ketentuan sebagai berikut:

Kategori Tinggi: Rata-Rata Skor + 1.5 x simpangan baku Kategori Sedang: Rata-Rata Skor + 0.5 x simpangan baku Kategori Rendah: Rata-Rata Skor - 0.5 x simpangan baku

2. Uji Komparatif

Data yang terkumpul berupa nilai tes pertama (pra-tes) dan nilai tes kedua (pasca-tes). Data kemudian diperbandingkan. Tujuannya adalah untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan signifikan di antara kedua nilai tersebut. Pengujian perbedaan di antara nilai tes awal dan tes akhir hanya dilakukan terhadap nilai rata-ratanya dengan menggunakan uji Wilcoxon.

3. Penentuan Teknik Analisis untuk Menjawab Pertanyaan Penelitian

Sebagaimana dijelaskan dalam bab pendahuluan, dalam penelitian ini dirumuskan tiga pertanyaan. Secara berurut, masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan analisis sebagai berikut:

(31)

2. Pertanyaan 2, untuk memperoleh gambaran umum perubahan keterampilan interpersonal siswa, dilakukan dengan cara memperbandingkan selisih skor pra-tes dan pasca-tes.

3. Pertanyaan 3, untuk memperoleh gambaran efektivitas latihan asertif dalam meningkatkan keterampilan interpersonal siswa, dilakukan dengan cara melakukan uji Wilcoxon terhadap hasil pra-tes dan pasca-tes.

4. Tahap-Tahap Penelitian

Setelah melewati tahapan ujian seminar proposal, tahapan-tahapan berikutnya dalam melakukan penelitian ini adalah:

1. Melakukan identifikasi awal terhadap lokasi penelitian dan melakukan riset pendahuluan. Identifikasi awal dan riset pendahuluan dilakukan untuk mengumpulkan data-data yang memperkuat isi proposal penelitian.

2. Melakukan revisi terhadap proposal seminar proposal yang telah diujikan. Revisi disesuaikan dengan masukan-masukan dari penguji pada saat sidang seminar proposal.

3. Mulai melakukan bimbingan kepada dosen pembimbing yang ditunjuk berdasarkan surat keputusan yang berlaku.

4. Menyusun instrumen untuk mengungkap keterampilan interpersonal siswa. 5. Melakukan judgment (penilaian) terhadap instrumen yang telah disusun.

Judgment dilakukan oleh tiga orang dosen di lingkungan Fakultas Ilmu

(32)

6. Melakukan revisi terhadap instrumen yang telah dinilai oleh ahli. Revisi dilakukan dengan memperhatikan masukan-masukan dari ahli yang memberikan judgment.

7. Melakukan uji coba keterbacaan kepada siswa.

8. Menyebarkan angket kepada siswa dan menghitung skor validitas dan reliabilitasnya.

9. Melakukan pra-tes kepada sampel penelitian. 10. Menyusun rencana program intervensi (terlampir). 11. Melakukan intervensi.

[image:32.595.117.513.204.749.2]

Pelaksanaan program latihan asertif dalam konseling kelompok untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa kelas X SMK Bina Budi Purwakarta dilakukan selama 7 sesi bimbingan, di luar pra-tes dan pasca-tes. Waktu pelaksanaan konseling kelompok disesuaikan dengan jadwal pertemuan yang diperoleh berdasarkan kesepakatan dengan para anggota kelompok dan diketahui oleh guru BK sekolah. Adapun jadwal kegiatan konseling kelompok terlampir sebagai berikut.

Tabel 3.4.

Jadwal Pelaksanaan Latihan Asertif dalam Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal Siswa

Sesi Tanggal Materi 1. 06 Juni 2012 Perkenalan

Mendengarkan dengan menyampaikan kata-kata dan bahasa tubuh secara baik.

2. 11 Juni 2012 Mendengarkan dengan menggunakan kalimat pembuka dan memberikan penghargaan seperlunya.

(33)

5. 20 Juni 2012 Berpresentasi dengan menutup presentasi yang baik

6. 23 Juni 2012 Membantu dengan menunjukkan empati yang tepat

7. 27 Juni 2012 Membantu dengan memberikan umpan balik yang sesuai

8. 30 Juni 2012 Pasca-tes

[image:33.595.108.555.251.655.2]

Dalam pelaksanaannya, program latihan asertif dalam konseling kelompok untuk meningkatkan keterampilan interpersonal siswa mengikuti mengikuti tahap-tahap sebagaimana terlihat pada tabel berikut.

Tabel 3.5.

Matrik Tahap Pelaksanaan Program Latihan Asertif dalam Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Keterampilan Interpersonal Siswa

Tahap Konseling

Tujuan Deskripsi Kegiatan Penunjang Teknis SESI 1

Perkenalan dan materi 1 dan 2 1 x

pertemuan (60 menit)

-Konselor dan anggota kelompok saling mengenal -Anggota kelompok paham dan mampu menyampaika n pesan kata-kata dan bahasa tubuh secara baik

1. Konselor memperkenalkan diri kepada anggota kelompok 2. Konselor meminta anggota

kelompok memperkenalkan diri satu per satu

3. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan proses konseling secara keseluruhan

4. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi

5. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh, latihan bersikap, dan penugasan pekerjaan rumah. 6. Konselor meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi

7. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya

(34)

SESI 2 Pemberian Materi 3 “Mulai Lagi Dong untuk Menghargai” 1 x pertemuan (60 menit) Anggota kelompok menjadi paham dan mampu membuka obrolan pembuka dan memberikan penghargaan secukupnya

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk membacakan hasil penugasan pekerjaan rumah.

2. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

3. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

4. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh dan latihan bersikap

5. Konselor meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi

6. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya. 1. Bahan bacaan di laptop 2. SKLBK SESI 3 “Mampu Mengulang Berarti Berhasil Mereflesikan ” 1 x pertemuan (60 menit) Anggota kelompok menjadi paham dan mampu mengulang pesan yang disampaikan sebagai wujud mereflesikan perasaan

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

2. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

3. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh, latihan bersikap, dan penugasan pekerjaan rumah. 4. Konselor meminta anggota

kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi.

5. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya. 1. Bahan bacaan di laptop 2. SKLBK SESI 4 “Pesan Serempak Pesan yang Sampai Bersamaan” 1 x pertemuan (60 menit) Anggota kelompok menjadi paham dan mampu menyampaikan pesan dalam presentasi secara serempak kepada audiens

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk membacakan hasil penugasan pekerjaan rumah.

2. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

3. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

4. Konselor menggunakan teknik pemberian perintah, umpan balik, dan pemberian contoh.

5. Konselor meminta anggota

(35)

kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi.

6. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya. SESI 5 “Menutup Presentasi dengan Kejutan” 1 x pertemuan (60 menit) Anggota kelompok menjadi paham dan mampu menutup presentasi dengan baik

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

2. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

3. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh dan latihan bersikap.

4. Konselor meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi.

5. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya. 1. Bahan Bacaan 2. SKLBK SESI 6 “Tunjukkan Empatimu” 1 x pertemuan (60 menit) Anggota kelompok menjadi paham dan mampu menunjukkan empati dengan baik

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

2. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

3. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh dan latihan bersikap.

4. Konselor meminta anggota kelompok untuk menyampaikan kesan selama sesi.

5. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya. 1. Bahan bacaan 2. SKLBK SESI 7 “Umpan Balikmu Bukti Bantuanmu” 1 x pertemuan Anggota kelompok menjadi paham dan mampu memberikan umpan balik yang sesuai.

1. Konselor meminta perwakilan anggota kelompok untuk mereview sesi sebelumnya.

2. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan sesi.

3. Konselor menggunakan teknik pemberian contoh dan latihan bersikap.

4. Konselor meminta anggota

(36)

kesan selama sesi.

5. Konselor dan anggota kelompok membuat kesepakatan pelaksanaan sesi berikutnya.

SESI 8

Pasca-tes 1 x

pertemuan (25 menit)

Anggota kelompok mengisi lembar post test dengan baik.

1. Konselor menjelaskan maksud dan tujuan post test.

2. Konselor meminta anggota kelompok untuk mengerjakan pasca-tes.

3. Konselor mengumpulkan hasil pasca-tes.

Lembar pasca-tes

12. Melakukan pasca-tes.

Sebagaimana terlihat dari tabel 3.2. di atas, post tets dilakukan pada pertemuan kedelapan dengan hasil pasca-tes secara lengkap disajikan dalam bab 4.

(37)

BAB V

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. Kesimpulan

Progam konseling kelompok dengan teknik latihan asertif dapat meningkatkan keterampilan interpersonal siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan skor keterampilan interpersonal siswa sebelum dan sesudah mengikuti sesi latihan asertif dalam konseling kelompok serta tidak ada ranking skor negatif di antara hasil pra-tes dan pasca-tes untuk setiap aspek yang diteliti. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa konseling kelompok dengan teknik latihan asertif memiliki efektivitas yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan mendengarkan, keterampilan mempresentasikan, dan keterampilan membantu siswa.

(38)

harus merasa malu, merasa sangat dihargai, dan merasa bahwa tidak hanya dirinya sendiri yang memiliki kekurangan dalam aspek-aspek yang sedang dibahas.

2. Rekomendasi

Rekomendasi yang penulis kemukakan ditujukan kepada guru bimbingan konseling dan peneliti selanjutnya.

1. Sebelum menerapkan konseling kelompok dengan teknik latihan asertif, guru Bimbingan dan Konseling perlu melakukan identifikasi asertivitas siswa berdasarkan dua ciri tersebut. Selanjutnya, kuesioner yang terdapat dalam penelitian ini bisa dijadikan landasan awal untuk mengungkap tingkat keterampilan mendengarkan, mempresentasikan, dan membantu yang dimiliki siswa.

(39)
(40)

DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Edisi Revisi.

Akbari, Bahman, et. all. 2012. Effect of Assertiveness Training Methods on Self- Esteem and General Self Efficacy Female Students of Islamic Azad University Anzali Branch, Iran: Journal of Basic and Applied Scientific Research, pp. 2265-2269.

, et. all. 2012. Determine the Effectiveness of Assertiveness Training on Student Achievement and Happiness. Iran: Journal of Basic and Applied Scientific Research, pp. 415-417.

Arikunto, Suharsimi. 2003. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Berg, Robert C. et. all. 2006. Group Counseling Concepts and Procedure, New York and London: Routledge Taylor and Francis Group. Fourth Edition. Cohen, Louis. 2007. Researchs in Education. London and New York:

Routledge-Falmer. Sixth Edition.

Corey, Gerald. 2005. Teori dan Praktek Konseling dan Psikoterapi. Bandung: PT. Refika Aditama.

Creswell, John W. 1997. Qualitative Inquiry and Research Design. London: SAGE Publications.

..1994. Research Design Qualitative & Quantitative Approaches. London: SAGE Publications.

Desmita. 2010. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Dwyer, Diana. 2000. Interpersonal Relationship. London: Routledge.

Fall, Kevin A. et. all. 2004. Theoritical Models of Counseling and Physcotherapy. New York: Brunner-Routledge.

(41)

Flanagan, John Sommers- and Rita Sommers-Flanagan. 2004. Counseling and Physcotherapy Theoris in Context and Practice: Skills, Strategies, and Technique. Canada: John Wiley and Sons. Inc.

Furqon. 1997. Statistika Terapan untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Hargie, Owen and David Dickson. 2004. Skilled Interpersonal Communication: Research, Theory, and Practice. London: Routledge.

Hartley, Peter. 1999. Interpersonal Communication. London, Routledge. Second Edition.

Hayes, John. 2002. Interpersonal Skills at Work. London, Routledge. Second Edition.

Hough, Margaret. 2001. Groupwork Skills and Theory. Great Britain: Hodder & Stoughton.

http://eko13.wordpress.com/2011/04/14/teknik-konseling-behavorial/ tersedia online diunduh pada 21 Oktober 2011.

http://irvanhavefun.blogspot.com/2012/03/teknik-asertif-training.html tersedia onlibe diunduh pada 21 Oktober 2011

http://lutfifauzan.wordpress.com/2010/01/12/makalah-konseptual-assertive-training/ tersedia online diunduh pada 21 Oktober 2011.

http://setyafi.multiply.com/journal/item/11/Assertive_Training/ tersedia online diunduh pada 21 Oktober 2011.

Jones, Richard Nelson-. 2006. Human Relation Skills: Coaching and Self-Coaching. London: Routledge.

Kartadinata, Sunaryo. 2011. Menguak Tabir Bimbingan dan Konseling sebagai Upaya Pedagogis. Bandung: UPI Press.

Managing Partner The Jakarta Consulting Group. 2006. Memilih Asertif Bukan Agresif.” http//www.The Jakarta Consulting Group.com. online diunduh tanggal 21 Oktober 2011.

Moleong, Lexy J., 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.

(42)

Nytsul, Michael S. 2011. Introduction to Counseling: An Art and Science Perspective. USA: Pearson.

Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Rineka Cipta.

Rosenthal, Howard. 2008. Encyclopedia of Counseling. New York: Routledge. Rusmana, Nandang. 2009. Bimbingan dan Konseling Kelompok di Sekolah

(Metode, Teknik dan Aplikasi). Bandung: Rizqi.

Santrock, John. W. 2008. Adolescence. New York: McGraw-Hill higher education. Twelfth Edition.

__________. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Jakarta: Erlangga. Suitmann, Bill and Tony Burton. 2003. People Skill: Guiding you to Effective

Interpersonal Behaviour. Australia: Australian Academic Press.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&B). Bandung: Alfabeta.

Yusuf, Syamsu. 2009. Program Bimbingan & Konseling Di Sekolah. Bandung: Rizqi.

Gambar

Tabel 3.1. Kisi-Kisi Instrumen Keterampilan Interpersonal Siswa
Tabel 3.2. Hasil Uji Validitas
Tabel 3.3. Interpretasi Reliabilitas
Tabel 3.4. Jadwal Pelaksanaan Latihan Asertif dalam Konseling Kelompok untuk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah layanan konseling kelompok dengan teknik penokohan (modelling) efektif untuk meningkatkan etika dalam pergaulan peserta

digunakan untuk meningkatkan perilaku asertif saja, beberapa penelitian di bidang bimbingan dan konseling yang menggunakan teknik AT seperti dilaporkan oleh: Ida

Yunika Harianti, (2023): Pelaksanaan Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal pada Santri di Madrasah Aliyah Pondok Pesantren Teknologi Riau.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model layanan konseling kelompok menggunakan teknik psikodrama efektif untuk meningkatkan self-efficacy siswa, karena model

Berpijak dari pertimbangan di atas, hal ini mendorong peneliti untuk memberikan layanan bimbingan kelompok melalui teknik diskusi dalam meningkatkan keterampilan

Permasalahan yang akan diteliti: “ Apakah Layanan Konseling Kelompok dengan Teknik Asertif dapat Mereduksi Intensi Tawuran pada siswa Kelas XI Multimedia SMK Taman Siswa Kudus

Konseling kelompok dengan teknik sosiodrama sangat efektif untuk meningkatkan sikap toleransi antar agama di era industri 4.0 karena dengan konseling kelompok

Jadi dapat disimpulkan bahwa layanan konseling kelompok dengan teknik self management berpengaruh secara signifikan dalam meningkatkan kedisiplinan belajar siswa SMA Al Azhar Medan