• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Kebisingan pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tingkat Kebisingan pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2000. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

---. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi v. Jakarta: Renika Cipta.

Fauzi, Tamsil. 2007. Dampak Kebisingan terhadap Kesehatan. Diunduh pada

https://yai.ac.id/karyailmiah-upi-39-dampak-kebisingan-terhadap-kesehatan-html pada tanggal 28 Februari 2015.

Goembira, Fadjar, Vera S. Bachtiar. 2003. Cara Pengukuran Tingkat Kebisingan. Diunduh pada http://inspeksanitasi.blogspot.com/2010/06/pengukuran-kebisingan.html pada tanggal 10 Februari 2015.

Harfano. 2005. Prediksi Kapasitas Gedung Perpustakaan Institut Sains dan Teknologi T.D Pardede Menghadapi Perkembangan Koleksi. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan USU.

Hermawan, Rachman dan Zulfikar Zen. 2006. Teori Kepustakawanan: Suatu Pendekatan terhadap Profesi dan Kode Etik Pustakawan Indonesi. Cet 1. Jakarta: Sagung Seto.

Hertati, Ely.2010. Analisis Kebisingan pada Ruang Baca Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (sebuah kajian dengan Pendekatan Ergonomi). Diunduh pada digilib.uin-suka.ac.id/3622/1/BAB I,V,Daftar Pustaka.pdf pada tanggal 9 Februari 2015.

Huboyo, Haryono Setiyo. 2008. Buku Ajar Pengendalian Bising Dan Bau. Diunduh pada eprints.undip.ac.id/27123/1/182-BA-FT-2008.pdf pada tanggal 25 Februari 2015.

(2)

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789.6917/1/06000431.pdf pada tanggal 27 Februari 2015.

Jatiningrum, Tri Astuti. 2010. Penilaian Risiko Kebisingan Berdasarkan Analisa Noise Mapping dan Noise Dose di Unit Produksi Hot Strip Mill PT. Krakatau Steel Cilegon- Banten. Diunduh pada eprint.uns.ac.id/4773/1/155642308201009221.pdf pada tanggal 25 Februari 2015.

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No: KEP-48/MENLH/11/1996. Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta.

Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No: KEP-51/MEN/1999. Nilai Ambang Batas Kebisingan. Jakarta.

Lasa, HS. 2005. Manajemen Perpustakaan. Yogyakarta: Gama Media.

Marpaung, Simon. 2004. Pengaruh Kebisingan Intensitas Tinggi terhadap Kadar

pada Tikus Jantan. Diunduh pada

repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/6151/04010034.pdf pada tanggal 1 Maret 2015.

Maulana, Rais Ridwan. 2009. Pemetaan Kebisingan Lingkungan Kampus Politeknik (PENS-ITS). Diunduh pada repo.pens.ac.id.1334/2/Paper.pdf pada tanggal 25 Februari 2015.

Muslihah. 2014. Laporan Praktikum II Kebisingan. Universitas Muhammadiyah Surakarta. http://muslihah-m.blogspot.co.id/2014/12/laporan-praktikum-kebisingan_42.html 30/11/2016 diakses pada 30 November 2016 jam 15:06.

(3)

Nuruddin. 2012. Kebisingan dan Pencegahannya. Diunduh pada

https://nuruddin.wordpress.com/2012/11/18/kebisingan-dan-pencegahannya/ pada tanggal 25 Februari 2015.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus. 1999. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum. 2000. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Perguruan Tinggi. 2004. Jakarta: Perpustakaan Nasional RI.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia. 1987. Zona Kebisingan. No. 718/Menkes/Kes/Per/XI/1987.

Poole, Frazer G. 1981. Dasar Perencanaan Gedung Perpustakaan Perguruan Tinggi di Indonesia. Bandung: ITB.

Pringgahapsari, Suci. 2010. Intensitas Kebisingan Pada Ruang Baca di Kantor Arsip dan Perpustakaan Daerah Kota Yogyakarta. Diunduh pada digilib.uin-suka.ac.id/5533/1/BAB I,V,Daftar Pustaka.pdf pada tanggal 9 Februari 2015.

Public Health Home. 2013. Pengertian dan Kategori Kebisingan. Diunduh pada

www.indonesian-publichealth.com/2013-05/pengertian-dan-kategori-kebisingan.html pada tanggal 24 Februari 2015.

Putri, Mirani Dwi. 2004. Gambaran Kebisingan Lalu Lintas dan Stress Kerja pada Operator Pompa Bensin di SPBU X Kecamatan Medan Petisah Tahun

2004. Diunduh pada

repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/14790/001000075.pdf pada tanggal 27 Februari 2015.

(4)

Riduwan. 2003. Skala Pengukuran Variabel-variabel Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Saria. 2005. Persepsi Pengguna Terhadap Kenyamanan Ruang Perpustakaan IAIN Medan. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan USU.

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi Pemula. Jakarta: Mitra Cendikia Press.

Satwiko, P. 2005. Fisika Bangunan 1 (edisi 2).Yogyakarta. Penerbit ANDI.

Siregar, Belling. 2008. Gedung dan Perlengkapan Perpustakaan. Medan: Program Studi Ilmu Perpustakaan USU.

Siregar, Ridwan. 2011. Perencanaan Lokasi Perpustakaan Umum. Medan: USU Press.

Soetminah. 1992. Perpustakaan, Kepustakawanan dan Pustakawan. Yogyakarta: Kanisius.

Standarisasi Nasional Indonesia. 2009. Perpustaakan Umum Kabupaten/Kota. Jakarta.

Sugiyono. 2002. Statistik Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.

Sulistyo-Basuki. 1993. Pengantar Ilmu Perpustakaan. Jakarta: Remaja Rosdakarya.

Susanto, Arif.2006. Kebisingan serta Pengaruhnya terhadap Kesehatan dan

(5)

pengaruhnya-terhadap-kesehatan-dan-lingkungan/ pada tanggal 24 Februari 2015.

Sutarno, NS. 2006. Manajemen Perpustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

---. 2006. Perpustakaan dan Masyarakat. Jakarta: Sagung Seto.

Tandauly, Johan Andrean. 2014. Studi Intensitas Kebisingan Pada Perpustakaan Arsitektur USU. Medan. Departemen Arsitektur USU.

Tambunan, Sihor Tigor B. 2005. Kebisingan di Tempat Kerja (Occupational Noise). Jakarta: ANDI.

Wafiroh, Anza Wana. 2013. Skripsi Pengukuran Tingkat Kebisingan Di Lingkungan SMPN2 Jember. Universitas Jember. https://www.academia.edu/9493580/laporan_praktikum_kebisingan?auto=d ownload Diunduh pada tanggal 29 November 2016 jam 12:15.

Wulandari, Ratna.2014. Makalah Tentang Kebisingan. Diunduh pada www.academia.edu/6942405/makalah-tentang-kebisingan pada tanggal 28 Februari 2015.

Yunita, Evi Noerma. 2011. Perencanaan Dan Perancangan Gedung, Tata Ruang Dan Perlengkapan Perpustakaan Bank Indonesia Medan. Medan: Departemen Studi Ilmu Perpustakaan USU.

(6)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian ilmiah merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Dalam penelitian diperlukan metode-metode yang dipergunakan untuk memecahkan suatu permasalahan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian ini ditujukan untuk memecahkan masalah tentang suatu keadaan yang dihadapi seseorang.

Menurut Sugiyono (2002:112) “ Metode deskriptif adalah metode yang digunakan untuk menganalisa data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum atau generalisasi.

3.1 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian berada di Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi yang bertempat di jalan Dr. Sutomo No.40 Tebing Tinggi.

3.2Populasi dan Sampel

Populasi penelitian pada penelitian ini adalah hasil pengukuran tingkat kebisingan yang dilakukan ruang baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan dokumentasi kota tebing tinggi.

Sedangkan sampel penelitian ini adalah tingkat kebisingan yang dihasilkan dari sumber bising yaitu internal noise dan external noise

3.3Teknik Pengumpulan Data

(7)

2. Menganktifkan alat dengan menekan tombol on/off 3. Melakukan kalibrasi dengan kalibrator pada alat ukur

4. Memilih fitur pengukuran tingkat kebisingan pada weightinh A (dBA) 5. Mempersiapkan noise map untuk menentukan posisi titik sampling

pengukurun dengan membuat titik koordinat.

6. Melalukan pencatatan nilai tingkat kebisingan yang terukur dengan melihat nilai yang tertera pada display SLM.

Sedangkan data Sekunder yaitu data yang mendukung data primer yang berasal dari buku, jurnal dan dokumen lain yang berhubungan dengan topik yang diteliti.

3.4Instrumen Penelitian

1. Alat sound level meter untuk mengukur intensitas kebisingan.

2. Form isian tabel tingkat kebisingan pada tiap titik. 3.5Analisis Data

Setelah dilakukan pengukuran intensitas kebisingan dan diperoleh nilai intensitas bunyi, maka dilakukan analisis data kuantitatif secara manual. Setelah diperoleh nilai intensitas bunyi, maka dilakukan perhitungan L equivalent yang hasilnya berupa nilai intensitas kebisingan yang konstan atau steady.

Perhitungan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut

Leq : tingkat tekanan suara equivalent fi : fraksi dari waktu paparan li :tingkat tekanan suara

Analisis data yang dilakukan adalan univariat yang dilakukan dengan mengetahui distribusi variabel yang disajikan dengan membandingan intensitas kebisangan dengan Nilai Ambang Batas Standar Kebisingan menurut kepmenaker RI No Kep-51/MEN/1999.

(8)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Ruangan Pada Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi terdiri dari beberapa rungan yang terdiri 2 lantai (tingkat) yaitu

1. Ruang Kepala Kantor

2. Ruang Tata Usaha/Kerja Staf 3. Ruang Pelayanan Referensi

4. Ruang Layanan Anak dan Ruangan Layanan Remaja

4.2 Jarak Gedung dengan Sumber Bising

Gedung Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

bisa dikatakan strategis karena berada ditengah kota dan dekat dengan keramaian, namun dari keramain tersebut menimbulkan bunyi/bising yang kontineu/tidak menentu. Dimana dari Bising yang dihasilkan keramaian tersebut dapat mengganggu kenyaman pengguna yang berada didalamnya. Sumber kebising yang dominan diperoleh ialah dari jalan raya, jalan raya dengan perpustakaan tidak ada batasan, kalau pengguna keluar dari pintu perpustakaan 2 atau 3 langkah sudah turun ke jalan raya. Selain jalan ralan raya masih ada sumber bising lainnya yaitu alun-alun Kota Tebing Tinggi yang berada diseberang jalan tepat didepan Gedung Perpustakaan. Karena berada dikeramaian maka pedagang pinggir jalan juga banyak yang bisa menimbulkan bunyi/bising pada Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

4.3 Hasil

(9)

Hasil pengukuran tingkat kebisingan pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Tebing Tinggi menggunakan alat sound level meter dengan lama paparan 5 (lima) detik.

Tabel 4.1 Hasil Pengukuran Menggunakan Sound Level Mete Pengukuran Menggunakan Sound Level Meter

NO Titik Pagi Siang Sore

1 Lantai 2 Sirkulasi 57.9 dBA 60 dBA 59.8 dBA

2 Lantai 1 Dengan Pintu Tertutup 59 dBA 61.5 dBA 63.9 dBA

3 Lantai 1 Dengan Pintu Terbuka 60.4 dBA 66.9 dBA 61.6 dBA

4 Depan Pintu/luar Gedung 74.5 dBA 73.6 dBA 75 dBA

4.3.2 Hasil Perhitungan Tingkat Kebisingan Pada Kantor Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Kota Tebing Tinggi

Perhitungan tingkat kebisingan pada Kantor Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Kota Tebing tinggi dengan kebisingan kontinue sebagai berikut:

1. Menentukan Rata-Rata leq pada Pagi hari jam (08:00-09:00) dari lantai 2, lantai 1 dengan pintu tertutup, lantai 1 dengan pintu terbuka dan depan pintu/luar gedung yaitu:

Leq = 10 log n∑ [fi 10 Li/10 ]

Leq = 10 log 1/5 [1x10 57.9/10 + 1x10 59/10 +1x10 60.4/10 +1x10 74.5/10] Leq = 10 log 1/5 [616.595+794.328,2+1.096.478,2+28.183.830]

Leq = 10 log 1/5 [30.691.231.4]

Leq = 10 log 6138246.28

Leq = 67.88 dBA

2. Menentukan Rata-rata Leq Pada Siang hari hari jam (12:00-13:00) dari lantai 2, lantai 1 dengan pintu tertutup, lantai 1 dengan pintu terbuka dan depan pintu/luar gedung yaitu:

(10)

Leq = 10 log 1/5 [1x10 60/10 + 1x10 61.5/10 +1x10 66.9/10 +1x10 73.6/10] Leq = 10 log 1/5 [1.000.000+1.412.538+4.897.788+22.908.680] Leq = 10 log 1/5 [30219006]

Leq = 10 log 6043801.2 Leq = 67.81 dBA

3. Menentukan Rata-Rata Leq pada Sore hari jam (15:00-16:00) hari dari lantai 2, lantai 1 dengan pintu tertutup, lantai 1 dengan pintu terbuka dan depan pintu/luar gedung yaitu:

Leq = 10 log n∑ [fi 10 Li/10 ]

Leq = 10 log 1/5 [1x10 59.8/10 + 1x10 63.9/10 +1x10 61.6/10 +1x10 75/10]

Leq = 10 log 1/5 [954.992.586+2.454.709+1.445.440+31.622.776.6] Leq = 10 log 1/5 [36477918.186]

Leq = 10 log 7295583.6372 Leq = 68.63 dBA

4. Mennetukan Rata-rata dari hasil keseluruhan rata-rata pagi, siang dan sore yaitu:

Leq = 10 log n∑ [fi 10 Li/10 ]

Leq = 10 log 1/5 [1x10 67.88/10 + 1x10 67.81/10 +1x10 68.63/10] Leq = 10 log 1/5 [6.137.620+6.039.486+7.294.575,1] Leq = 10 log 1/5 [19.471.681,1]

Leq = 10 log 3.894.336,22 Leq = 65.9 dBA

4.4 Pembahasan

(11)

tidak menentu. Untuk itu apakah intesitas kebisingan malebihi atau tidak Nilai Ambang Kebisingnan (NAB), maka peniliti melakukan perhitung rata-rata tingkat kebisingan equivalent (Leq).

Menurut Permenakertrans Nomor 13/Men/X/2011 Nilai Ambang Batas kebisingan di wilayah kerja adalah 85 dBA untuk paparan 8 jam per hari atau 40 jam per minggu. Dari hasil pengukuran yang dilakukan dengan 10 titik pengukuran tidak ada nilai kebisingan yang melebihi nilai ambang batas (85 dBA), maka wilayah kerja tersebut aman untuk dilakukan aktivitas tanpa ada penanganan kebisingan ditempat kerja. Sementara untuk kebisingan dengan intensiats bunyi sebesar 140 dBA tidak boleh terpapar walau sesaat.

Sesuai dengan hasil pengukuran dengan menggunakan sound level meter

dari 4 titik dengan waktu yang berbeda. Pada pagi hari dari tikik 1 pada ruangan sirkulasi di lantai 2, dari titik 2 pada ruang lantai 1 dengan kondisi pintu utama terutup, dari titik 3 pada ruangan laintai 1 dengan kondisi pintu utama tertutup, dan didepan pintu utama atau diluar gedung adalah 57.9 dBA, 59 dBA, 60.4 dBA dan 74.5 dBA. Pada siang hari dari titik 1 pada ruangan sirkulasi di lantai 2, dari titik 2 pada ruang lantai 1 dengan kondisi pintu utama terutup, dari titik 3 pada ruangan laintai 1 dengan kondisi pintu utama tertutup, dan didepan pintu utama atau diluar gedung adalah 60 dBA, 61.5 dBA, 66.9 dBA, dan 73.6 dBA. Pada Siang hari dari tikik 1 pada ruangan sirkulasi di lantai 2, dari titik 2 pada ruang lantai 1 dengan kondisi pintu utama terutup, dari titik 3 pada ruangan laintai 1 dengan kondisi pintu utama tertutup, dan didepan pintu utama atau diluar gedung adalah 59.8 dBA, 63.9 dBA, 61.6 dBA, dan 75 dBA. Sehingga berdasarkan hasil pengukuran yang dilakukan lokasi-lokasi atau zona-zona yang tergolong dalam zona merah, zona kuning, dan zona hijau.

(12)

Sedang hasil yang telah dihitung rata-rata (Leq) adalah 65.9 dBA masih jauh dibawab Nilai Ambang Kebisingan. Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan menyatakan pembagian wilayah dengan empat zona. Wilayah dalam empat zona tersebut yaitu:

5. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial, tingkat kebisingan 35 – 45 dB.

6. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi, tingkat kebisingan 45 – 55 dB.

7. Zona C, untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, tingkat kebisingan 50 60 dB.

8. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus, tingkat kebisingan 60 – 70 dB

Perpustakaan adalah bagian dari pendidikan, karena perpustakaan salah satu aspek penunjang dalam kegiatan lingkungan pendidikan. Jadi perpustakaan berada di zona B dengan tingkat kebisingan 45-55 dB. 65.9 dBA sudah melebihi standard yang dibuat oleh kementrian kesehatan. Maka diperlukan pengendalian kebisingan, dengan mebuat peredam suara (bunyi).

(13)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan di Kantor Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Kota Tebing Tinggi yang berdekatan dengan jalan raya dan keramaian, dapat disimpulkan bahwa sumber bunyi yang dominan dari jalan raya. Tingkat kebisingan yang rendah di ruangan sirkulasi karena jauh dari sumber bunyi yang dominan. Rata-rata tingkat kebisingan pada Kantor Perpustakaan dan Arsip Daerah Kota Tebing Tinggi adalah 65.9 dBA melebihi ambang bising di lingkungan pendidikan yang telah ditentukan oleh Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996; Lingkungan

kegiatan Sekolah (pendidikan) adalah 55 dBA. Sedangkan Peraturan Menteri Kesehatan No. 718 tahun 1987 tentang kebisingan yang berhubungan dengan

kesehatan menyatakan pembagian wilayah dengan empat zona, dimana perpustakaan berada di zona B dengan tingkat kebisingan 45-55 dB. Karena sudah melebihi ambang bising dilingkungan sekalah, maka perlu dilakukan penanganan untuk mengurangi kebisingan yang di Kantor Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

5.2 Saran

Adapun saran yang dapat disampaikan peneliti terhadap Kantor Perpustakaan, Arsip Dokumentasi Kota Tebing Tinggi adalah :

1. Dengan menutup semua lubang yang memungkinkan bunyi/bising masuk dari lubang-lubang tersebut.

2. Dengan membuat peredam ruangan pada dinding seperti, karpet, busa, kain dan wol.

(14)

otomatis pintu pertama tetutup, dan pintu yang dipilih otomatis bisa tertutup sendiri.

4. Aplikasi cat peredam suara yang berfungsi meredam suara dari luar ruangan. Cat ini diformulasikan khusus untuk melapisi dinding dan

mengurangi kebisingan sampai 30 persen. Meski masih terdengar

langka, namun ada perusahaan cat multinasional, seperti Serenity

Coating, yang mulai memproduksi cat ini untuk mengurangi suara yang

(15)

BAB II

KAJIAN TEORITIS

2.1 Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum didirikan dengan maksud sebagai sarana dan media mencerdaskan kehidupan bangsa yang merupakan bagian integral dari kegiatan pembangunan nasional. Perpustakaan umum merupakan pusat informasi bagi masyarakat. Melalui perpustakaan umum masyarakat akan dapat dengan mudah mendapatkan informasi.

2.1.1 Pengertian Perpustakaan Umum

Perpustakaan umum adalah termasuk salah satu lembaga yang demokratis dan salah satu komponen infrastruktur daerah yang berpotensi untuk

memperdayakan sumber daya manusia dan masyarakat yang dilayaninya. Menurut Sulistyo-Basuki (1993: 46) “Perpustakaan Umum adalah perpustakaan

yang diselenggarakan oleh dana umum dengan tujuan melayani umum”.

Menurut Reitz yang dikutip oleh Hasugian (2011:77) “A library or library system that provides unrestricted access to library resources and services free of charge to all the resident of a given community, district, or geographic region, supported wholly or in part by publics funds”. Dalam defenisi yang sederhana dinyatakan bahwa perpustakaan umum adalah sebuah perpustakaan atau sistem perpustakaan yang menyediakan akses yang tidak terbatas kepada sumberdaya perpustakaan dan layanan gratis kepada warga masyarakat di daerah atau wilayah tertentu, yang didukung penuh atau sebahagian dari dana masyarakat.

Sedangkan dalam Buku Pedoman Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Umum (2000: 4) dinyatakan bahwa “ Perpustakaan umum adalah perpustakaan yang diselenggarakan di pemukiman penduduk diperuntukkan bagi semua lapisan dan golongan masyarakat penduduk pemukiman tersebut untuk melayani kebutuhannya akan informasi dan bahan bacaan.

(16)

bangsa, agama yang dianut, jenis kelamin, latar belakang, status sosial, usia, dan pendidikan.

2.1.2 Tujuan dan Fungsi Perpustakaan Umum 2.1.2.1 Tujuan Perpustakaan Umum

Menurut Manifesto Perpustakaan Umum UNESCO pada tahun 1972 yang dikutip oleh Sulistyo-Basuki (1993: 46) menyatakan bahwa perpustakaan umum mempunyai 4 tujuan utama yaitu

1. Memberikan kesempatan bagi umum untuk membaca bahan pustaka yang dapat membantu meningkatkan mereka ke arah kehidupan yang lebih baik.

2. Menyediakan sumber informasi yang cepat, tepat dan murah bagi masyarakat, terutama informasi mengenai topik yang berguna bagi

mereka dan yang sedang hangat dalam kalangan masyarakat.

3. Membantu warga untuk mengembangkan kemampuan yang dimilikinya sehingga yang bersangkutan akan bermanfaat bagi masyarakat sekitarnya, sejauh kemampuan tersebut dapat dikembangkan dengan bantuan bahan pustaka.

4. Bertindak selaku agen kultural artinya perpustakaan umum merupakan pusat utama kehidupan budaya bagi masyarakat sekitarnya.

Sedangkan Hermawan dan Zen (2006: 31) menyatakan bahwa tujuan perpustakaan umum adalah:

1. Memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk menggunakan bahan pustaka dalam meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan kesejahteraan.

2. Menyediakan informasi yang murah, mudah, cepat dan tepat yang berguna bagi masyarakat dalam kehidupannya sehari-hari.

3. Membantu dalam pengembangan dan pemberdayaan komunitas melalui penyediaan bahan pustaka dan informasi.

(17)

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat mengembangkan minat baca dan meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam menemukan informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari masyarakat.

2.1.2.2 Fungsi Perpustakaan Umum

Untuk dapat mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perpustakaan harus mampu melaksanakan fungsinya dengan baik.

Menurut Siregar (2011: 42) “Fungsi perpustakaan umum adalah

membantu orang, terutama orang-orang muda dan anak-anak memiliki literasi informasi. Dalam hal ini termasuk memberitahu mereka bagaimana menemukan

informasi, juga untuk mengembangkan kebiasaan mereka bagaimana menemukan informasi, dan juga untuk mengembangkan kebiasaan membaca. Perpustakaan

umum membantu orang dewasa untuk belajar sepanjang hayat dan belajar kembali untuk perubahan karir. Perpustakaan umum juga berperan dalam memelihara dan

mempromosikan kebudayaan”.

Sedangkan menurut Yusuf ( 1996: 21) Fungsi perpustakaan umum adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Edukatif

Perpustakaan umum menyediakan berbagai jenis bahan bacaan berupa karya cetak dan karya rekam untuk dapat dijadikan sumber belajar dan menambah pengetahuan secara mandiri.

2. Fungsi Informatif

Perpustakaan umum sama dengan berbagai jenis perpustakaan lainnya, yaitu menyediakan buku-buku referensi, bacaan ilmiah populer berupa buku dan majalah ilmiah serta data-data penting lainnya yang diperlukan pembaca.

3. Fungsi Kultural

(18)

4. Fungsi Rekreasi

Perpustakaan umum bukan hanya menyediakan bacaan-bacaan ilmiah, tetapi juga menghimpun bacaan hiburan berupa buku-buku fiksi dan majalah hiburan untuk anak-anak, remaja dan dewasa.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa perpustakaan umum berfungsi sebagai tempat mengumpulkan, mengolah, menyimpan, memelihara dan melestarikan koleksi bahan perpustakaan baik cetak maupun non cetak yang dimanfaatkan oleh pengguna dalam mencari dan menemukan informasi yang dibutuhkan.

2.1.3 Tugas Perpustakaan Umum

Setiap perpustakaan memiliki tugas sesuai dengan jenis perpustakaan.

Begitu juga dengan perpustakaan umum. Menurut Sutarno (2006: 13) “Tugas

perpustakaan umum adalah memberikan layanan kepada seluruh lapisan masyarakat sebagai pusat informasi, pusat sumber belajar, tempat rekreasi,

penelitian, dan pelestarian koleksi bahan pustaka yang dimiliki.”

Beberapa tugas pokok perpustakaan umum adalah:

1. Perpustakaan umum disediakan oleh pemerintah dan masyarakat untuk melayani kebutuhan bahan pustaka untuk masyarakat.

2. Perpustakaan umum menyediakan bahan pustaka yang dapat menumbuhkan kegairahan masyarakat untuk belajar dan membaca sedini mungkin.

3. Mendorong masyarakat untuk terampil memilih bacaan yang sesuai dengan kebutuhannya dalam meningkatkan pengetahuan untuk menunjang pendidikan formal, nonformal dan informal.

4. Menyediakan aneka ragam bahan pustaka yang bermanfaat untuk dibaca agar dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat yang layak sehingga dapat berpartisipasi dalam pengembangan nasional.

(19)

2.2 Gedung Perpustakaan

Perpustakaan sebagai unit pelayanan jasa, harus memiliki sarana kerja yang cukup dan permanen untuk menampung semua koleksi, fasilitas, staf dan kegiatan perpustakaan sebagai unit kerja. Sarana yang dimaksud adalah saran fisik dalam bentuk ruangan/gedung. Gedung atau ruangan untuk suatu perpustakaan secara mutlak perlu ada. Sebab perpustakaan tidak mungkin digabungkan dengan unit-unit kerja yang lain di dalam satu ruangan.

2.2.1 Perencanaan Gedung Perpustakaan

Untuk menghasilkan gedung yang baik, perencana perlu memahami

keperluan pengguna dan fungsi perpustakaan. Menurut Siregar (2008: 2) “Untuk

menghasilkan gedung perpustakaan yang dapat menjadi tempat kerja yang efisien, nyaman dan menyenangkan bagi staf perpustakaan dan pengunjung, maka

gedung/ruangan perpustakaan haruslah direncanakan secara baik agar dapat menampung segala jenis kegiatan dalam pelaksanaan fungsi perpustakaan.

Menurut Trimo yang dikutip oleh Siregar (2008: 2), perencana juga harus memahami organisasi perpustakaan dan sistem yang digunakan karena kesalahan dalam perencanaan akan mengakibatkan kerugian besar dan tidak mudah untuk memperbaikinya. Beberapa masalah yang akan dihadapi adalah:

1. Kurang terciptanya rasa kesenangan maupun betah dari pembaca atau staf perpustakaan sebagai akibat dari tidak baiknya pengaturan cahaya, udara, suara, ataupun tata ruang di perpustakaan.

2. Terjadinya tata ruang yang tidak menguntungkan usaha peningkatan efektifitas dan efesiensi kerja, baik bagi para petugas perpustakaan maupun bagi para pengunjung.

3. Pada saat perpustakaan berkembang, gedung/ruang tidak memungkinkan dilakukan perluasan yang semestinya baik secara horizontal maupun vertikal.

(20)

5. Timbulnya kadar lembab yang tinggi di dalam gedung/ruang perpustakaan sehingga mempercepat proses kerusakan bahan-bahan pustaka maupun menurunnya kesehatan para petugas perpustakaan. Untuk menghindari kesalahan dalam pembangunan gedung perpustakaan, agar gedung tersebut dapat menampung seluruh kegiatan, serta fungsi dan tugas perpustakaan dapat terlaksana.

Ada beberapa alasan utama, baik secara teoritis maupun dari segi praktis, yang mengharuskan pembangunan gedung perpustakaan direncanakan secara baik dan cermat, antara lain:

1. Pada umumnya dana/anggaran yang disediakan untuk pembangunan gedung/ruang perpustakaan terbatas. Untuk itu pemanfaatan

dana/anggaran biaya yang tersedia dapat dilakukan dengan membuat perencanaan yang baik dan cermat.

2. Untuk dapat mengikuti perkembangan perpustakaan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta perkembangan pengguna dituntut pemikiran/perhitungan yang cermat dari perencana atau pustakawan atas daya tampung gedung/ruang perpustakaan serta kemungkinan pengembangan dimasa mendatang.

3. Ada beberapa ciri khas perpustakaan baik dari segi kegiatan, aktifitas yang dilakukan perpustakaan serta teknologi yang digunakan menuntut para perencana mempunyai pengetahuan yang baik tentang kekhususan aktifitas tersebut.

4. Pembangunan gedung perpustakaan menuntut persyaratan-persyaratan khusus berkaitan dengaan ciri khas masyarakat pengguna perpustakaan, serta hubungannya dengan semua unit yang ada pada institusi yang menyelenggarakan.

Pada tahapan perencanaan, ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan. Menurut Sulistyo-Basuki (1993:305) yang dikutip oleh Harfano ( 2005: 19), perlu dipertimbangkan beberapa hal, antara lain:

(21)

3. Deskripsi jasa perpustakaan yang direncanakan. 4. Penyediaan ruangan untuk hal berikut:

a. Koleksi perpustakaan b. Staf perpustakaan

c. Ruang lain yang diperlukan sebagai sarana penunjang perpustakaan seperti ruang pameran, laboratorium, dan ruang konferensi.

5. Bagan organisasi yang menunjukkan bagaimana perpustakaan menyusun sumber, jasa, dan personalia untuk melaksanakan berbagai fungsi perpustakaan.

Dari beberapa pendapat di atas dapat diketahui bahwa gedung atau ruang

perpustakaan mutlak harus ada. Gedung atau ruang perpustakaan harus berada di tempat yang strategis dan bisa dengan mudah dijangkau oleh pengguna.

2.2.2 Ruang Perpustakaan

Kata ruangan dan ruang dalam pemakaian sehari-hari sering dipakai secara bergantian untuk pengertian yang sama dalam konteks yang sama pula atau

berbeda. Menurut Siregar (2008: 12) “Ruangan perpustakaan adalah tempat atau

bagian tertentu dalam satu gedung perpustakaan yang dipakai untuk meletakkan suatu barang tertentu yang mempunyai fungsi tertentu, yang dibatasi oleh pemisah atau penyekat.

2.2.2.1 Persyaratan Ruang

Keadaan ruangan perpustakaan merupakan salah satu faktor penting yang menentukan berhasil tidaknya penyelenggaraan suatu perpustakaan. Hal ini menyangkut hal bagaimana pembagian ruang, perbandingan luas satu dengan lainnya, letaknya, kondisinya dan sebagainya. Di dalam membagi ruangan, yang perlu diperhatikan adalah supaya ruang-ruangan yang tersedia dapat menyimpan koleksi bahan pustaka dan menampung aktifitas atau kegiatan yang diselenggarakan perpustakaan.

(22)

sehingga komposisi antara ruang koleksi, ruang baca, ruang pelayanan dan ruang kerja dapat serasi dan nyaman. Tujuan dari pengaturan tersebut adalah:

1. Aktifitas layanan perpustakaan dapat berlangsung dengan lancar 2. Para pengunjung tidak saling mengganggu waktu bergerak dan belajar 3. Memungkinkan sirkulasi udara dan masuknya sinar matahari dalam

ruangan

4. Pengguna perpustakaan merasa betah dan nyaman serta mudah memperoleh informasi yang dibutuhkan.

5. Pengawasan dan pengamanan bahan pustaka dapat dilaksanakan dengan baik.

Dalam merencanakan letak ruangan-ruangan perpustakaan, perlu

diperhatikan hubungan suatu ruangan dengan yang lain. Pengadaan harus ada hubungan langsung dengan katalog untuk mengetahui sudah atau belum adanya

buku yang diminta di koleksi perpustakaan, sedangkan bagian pengolahan maupun peminjaman harus ada hubungan langsung dengan katalog maupun koleksi.

Tempat yang disediakan untuk ruang perpustakaan harus terpisah-pisah dari aktifitas lain, seperti penempatan ruang kepala, ruang rapat dan sebagainya. Harus mudah dicapai secara langsung dan tidak melalui ruang kerja orang lain. Betapa pun kecilnya ruangan yang tersedia di perpustakaan namun kenyamanan perlu dijaga, sehingga pengunjung dan pengguna perpustakaan merasa betah berada di dalam perpustakaan.

Dalam Buku Pedoman Perpustakaan Umum (1992:5) yang dikutip oleh Saria (2005: 6) “Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, tempat melaksanakan kegiatan layanan perpustakaan dan tempat bekerja petugas perpustakaan”. Suatu ruang perpustakaan sebaiknya dirancang dan dibangun sesuai dengan fungsi perpustakaan. Faktor-faktor yang harus diperhatikan dalam perancangan ruangan perpustakaan adalah:

(23)

Sehubungan dengan kebutuhan ruangan tersebut Soetminah (1992:19) menyatakan bahwa ada tiga komponen yang memerlukan ruangan yaitu:

1. Koleksi

Penempatan koleksi pada perpustakaan dengan sistem terbuka berbeda dari sistem tertutup, luas ruangan yang dibutuhkan juga berbeda. Untuk sistem tertutup satu meter bujur sangkar dapat menampung 180-220 pustaka, pada sistem terbuka hanya 130-170 pustaka.

2. Pembaca

Setiap pembaca memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar dan perlu ketenangan untuk berkonsentrasi. Oleh karena itu ruangan harus bersih, terang, tenang, longgar, sejuk, ventilasi cukup dan sebagainya.

3. Petugas perpustakaan

Setiap petugas, baik untuk pekerja, pengolahan maupun pelayanan

memerlukan tempat seluas 3 meter bujur sangkar.

Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 (Badan Standarisasi Nasional 2009, 6) tentang perpustakaan umum kabupaten/kota, menyatakan bahwa:

Perpustakaan menempati gedung sendiri dan menyediakan ruang untuk koleksi, staf dan penggunanya dengan luas sekurang-kurangnya 600 m2 (ruang koleksi dan baca anak-anak, remaja, dewasa, ruang kepala, ruang administrasi, ruang pengolahan, ruang serba guna, ruang teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang perpustakaan keliling). Lokasi gedung berada di pusat kegiatan masyarakat, dan mudah dijangkau. Perpustakaan memperhatikan aspek kenyamanan, keindahan, pencahayaan, ketenangan, keamanan, sirkulasi udara.

(24)

2.2.3 Tata Ruang Dalam Perpustakaan

Penataan ruang perpustakaan erat hubungannya dengan cara bagaimana pelayanan diatur dalam perpustakaan. Biasanya pengunjung tertarik masuk ke gedung perpustakaan atau ruangan yang suasananya menyenangkan, maka ruang perpustakaan perlu diatur agar bersih, sejuk tentram dan aman. Pengaturan mebel yang kurang baik kadang-kadang memberi kesan yang kurang menyenangkan sehingga pengunjung tidak kerasan tinggal di ruang perpustakaan.

Dari uraian diatas dapat dinyatakan bahwa ruang perpustakaan harus ditata agar bersih, sejuk, tentram dan aman, karena apabila ruang perpustakaan tidak ditata, pengguna perpustakaan tidak merasa nyaman dan mereka tidak betah berlama-lama di perpustakaan.

Untuk kenyamanan pengguna, pihak perpustakaan perlu memperhatikan penataan ruang koleksinya. Menurut Lasa (1996: 27), ada tiga sistem tata ruang

perpustakaan yaitu: 1. Tata sekat

Yakni suatu cara penempatan koleksi yang terpisah dengan meja baca pengunjung. Hanya petugas yang boleh masuk ke ruang itu jadi antara koleksi dan pembaca terdapat sekat/batas. Sistem ini cocok untuk perpustakaan yang menganut sistempinjam tertutup/closed acces. 2. Tata parak

Sistem ini hampir sama dengan sistem tata sekat antara koleksi dan meja baca tidak dicampur. Dalam sistem ini pembaca dimungkinkan mengambil sendiri koleksi yang terletak di ruangan lain kemudian dibon pinjam untuk dibaca di ruangan yang disediakan.

3. Tata baur

Cara penempatan koleksi yang ditata baur yakni antara ruangan/ meja baca dan koleksi dicampur, dengan demikian pembaca lebih mudah mengambil koleksi sendiri. Cara ini lebih cocok untuk perpustakaan yang menganut sistem terbuka/ open access.

(25)

2.2.3.1 Jenis-jenis Ruangan

Ruangan perpustakaan adalah tempat dalam satu perpustakaan yang digunakan sekat. Ruangan yang ada di perpustakaan berfungsi sebagai tempat menyimpan bahan pustaka, pelaksanaan pelayanan, dan tempat petugas perpustakaan bekerja.

Jumlah ruangan yang ada di perpustakaan tergantung kepada banyaknya aktifitas/layanan yang dilaksanakan oleh perpustakaan tersebut. Menururt Siregar (2008: 12-13) faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan ruangan di perpustakaan antara lain:

1. Kegiatan yang dilakukan didalam ruangan tersebut. Identifikasi secara rinci kegiatan/pekerjaan serta tahapan pelaksanaan pekerjaan tersebut.

Rincian pekerjaan, dan rangkaian pelaksanaan pekerjaan harus jelas, sehingga dapat diketahui perabot dan perlengkapan yang dibutuhkan

setiap tahap pelaksanaannya.

2. Kegiatan yang dilakukan harus sesuai dengan luas ruangan yang dibutuhkan, kondisi dan daya tampung ruangan tersebut serta hubungannya dengan ruangan lain, karena hal ini akan menentukan perlengkapan yang dibutuhkan, sehingga dapat diketahui apakah suatu ruangan dapat digunakan untuk kegiatan dimaksud.

3. Perlu dipertimbangkan koleksi yang dimiliki dan yang direncanakan pada masa 10 tahun kemudian. Disamping itu jangkauan pelayanan yang akan diselenggarakan, petugas yang dibutuhkan pada setiap pelayanan, serta rencana pengembangannya untuk 10 tahun mendatang. Penentuan ruangan ini juga dipengaruhi oleh pengelolaan bidang administrasi dan pengembangannya.

4. Pertimbangan khusus sesuai dengan penggunaan ruangan tersebut, seperti ruangan khusus untuk petugas perpustakaan dimana pengunjung tidak diperkenankan masuk, dan ruangan dimana pengguna dapat masuk.

(26)

ruangan untuk setiap perpustakaan berbeda sesuai dengan kondisi perpustakaan itu sendiri. Namun demikian setiap perpustakaan harus memiliki minimal beberapa ruangan antara lain:

1. Ruang koleksi 2. Ruang baca

3. Ruang operasional perpustakaan 4. Ruang khusus

2.2.3.1.1 Ruang Koleksi

Ruang koleksi adalah ruangan yang berfungsi untuk penempatan koleksi bahan pustaka baik berupa bahan tercetak yaitu: buku, majalah, surat kabar,

kliping, brosur dan lain-lain, maupun bahan terekam seperti kaset, film, mikrofish, slide, piringan hitam dan lain-lain. Ruangan koleksi ini juga harus dapat menampung pengunjung yang akan mencari bahan pustaka/informasi. Selain itu ada juga ruang referensi yang dibuat tersendiri.

Untuk mengetahui luas ruangan koleksi, dapat ditentukan dengan mengetahui banyaknya koleksi yang dimiliki. Perhitungan jumlah koleksi perpustakaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah/populasi pengguna. Untuk memprediksi luas ruangan yang diperlukan pada masa akan datang, dapat dilakukan dengan menghitung pertambahan koleksi per tahunnya. Untuk dapat mengetahui besar pertambahan koleksi pertahun, dapat digunakan perhitungan pertambahan perkapita sederhana.

2.2.3.1.2 Ruang Baca

Ruang baca adalah tempat yang digunakan oleh pengguna/pengunjung perpustakaan untuk membaca bahan pustaka. Ruang baca biasanya terletak dekat dengan koleksi atau ruang koleksi dan ruang baca digabungkan dalam satu ruangan. Ruang baca sebaiknya ditempatkan dekat sumber cahaya (agar berfungsi bila lampu mati) dan tidak di daerah lalu lintas pengunjung. Menurut Pedoman

Umum Penyelenggaraan Perpustakaan Khusus (1999: 53)”secara umum ruangan

(27)

Sebagai pertimbangan lain dalam memperkirakan luas ruangan adalah perabot yang digunakan. Sebagai acuan menurut Poole (1981: 53), “ukuran meja

belajar (meja perak), yaitu “meja perak tunggal yang cukup luas untuk latar kerja

0,55 m2, berukuran 910 mm x 610 mm. Jadi meja untuk empat orang dengan luas 0,55 m2 per orang mempunyai ukuran 1.821 mm x 1.220 mm”.

2.2.3.1.3 Ruang Operasional Perpustakaan

Ruangan operasional perpustakaan dipergunakan untuk ruang kerja pustakawan atau staf perpustakaan dan kepala perpustakaan.

Keberadaan kepala dan staf perpustakaan memerlukan alokasi ruangan yang dapat ditentukan dengan menggunakan standar yang dikeluarkan oleh negara lain. Tetapi menggunakan standar dari negara maju tidak selamanya cocok dengan kondisi Indonesia terutama masalah keterbatasan dana. (Harfano, 2005: 27)

2.2.3.1.4 Ruang Khusus

Selain ruang koleksi, ruang baca dan ruang operasional, hendaknya sebuah perpustakaan mamiliki ruang khusus yang dipergunakan untuk ruang tertentu untuk menunjang aktifitas perpustakaan.

Dalam Standar Nasional Indonesia 7495 ( Badan Standarisasi Nasional

2009, 6), dinyatakan bahwa, “ruang khusus seluas 30% yang terdiri dari ruang

teknologi informasi dan komunikasi serta multimedia, ruang manajemen

perpustakaan keliling, dan ruang serba guna”.

Berdasarkan pernyataan tersebut, ruang khusus perpustakaan umum terdiri dari ruang administrasi dan ruang sirkulasi serta ruang khusus lainnya dengan luas 30% dari luas ruangan perpustakaan tersebut.

2.3 Kebisingan

2.3.1 Pengertian Kebisingan

Bunyi merupakan gelombang zat yang sampai ke telinga manusia. Bising merupakan bunyi yang dikehendaki karena tidak sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga menimbulkan gangguan kenyamanan dan kesehatan manusia.

(28)

KEP-atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan. Bising ini merupakan kumpulan nada-nada dengan macam-macam intensitas yang tidak diinginkan sehingga mengganggu kesehatan orang terutama pendengaran. Sedangkan menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEP-51/MEN/1999, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan aau alat-alat-alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.

Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan.

2.3.2 Jenis-jenis Kebisingan

Menurut Roestam yang dikutip oleh Tandauly (2014), kebisingan dapat diklarifikasikan menjadi dua bagian yaitu sebagai berikut:

1. Kebisingan Tetap

Kebisingan tetap dapat dibagi menjadi 2 yaitu:

a. Kebisingan dengan frekuensi terputus (discrete frequency noise) Kebisingan ini berupa nada-nada murni pada frekuensi yang beragam, contoh suara mesin, suara kipas dan sebagainya.

b. Broad Band Noise

Kebisingan dengan frekuensi terputus dan broad band noise sama-sama digolongkan sebagai kebisingan tetap (steady noise). Perbedaannya dengan broad band noise terjadi pada frekuensi yang lebih bervariasi (bukan nada murni).

2. Kebisingan Tidak Tetap

Kebisingan tidak tetap dapat menjadi: a. Kebisingan fluktuatif (fluctuating noise)

(29)

b. Intermitten Noise

Sesuai dengan terjemahannya, intermitten noise adalah kebisingan yang terputus-putus dan besarnya dapat berubah-ubah, contohnya kebisingan lalu lintas.

c. Impulsive Noise

Kebisingan impulsif dihasilkan oleh suara-suara berintensitas tinggi (memekakkan telinga) dalam waktu relatif singkat, misalnya suara senjata dan alat-alat sejenis lainnya.

2.3.3 Sumber Kebisingan

Sumber bising adalah suatu hal yang tidak dapat diragukan lagi sebagai

asal atau aktivitas yang menghasilkan suara bising yang merusak pendengaran baik sementara ataupun permanen. Menurut Jatiningrum (2010), sumber

kebisingan yang utama adalah sebagai berikut: 1. Jalan Raya

Sumber utama: motor, sistem exhaust mobil, smaller trucs dan bis. Kebisingan ini dapat diperbesar oleh jalanan yang sempit dan gedung yang tinggi dimana dapat menghasilkan suara bergema.

2. Pesawat terbang 3. Rel kereta api

Sumber dari mesin lokomotif, klakson dan peluit. 4. Konstruksi

Sumber utama: pneumatic hammer, air compressor, bull dozer, loader dump truck dan parement breakers.

5. Industri

(30)

6. Gedung-gedung

Kebisingan di dalam gedung berasal dari plumbing, boilers, generator, air conditioners dan fans. Kebisingandi luar gedung berasal dari emergency vechicles, traffic dan refuse collection.

7. Produk-produk konsumen

Kebisingan dapat bersumber dari peralatan rumah tangga seperti vacuum cleaner dan peralatan halaman seperti mesin pemotong rumput dan penyapu salju.

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kebisingan

Kebisingan merupakan suara yang tidak diinginkan oleh para pendengar.

Menurut WHO yang dikutip oleh Tandauly (2014), adapun faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kebisingan antara lain:

1. Intensitas, intensitas bunyi yang dapat didengar telinga manusia berbanding langsung dengan logaritma kuadrat tekanan akustik yang dihasilkan getaran yang rentang yang dapat didengar.

2. Frekuensi, frekuensi yang dapat didengar oleh telinga manusia terletak antara 16-20000 Hertz. Frekuensi bicara terdapat antara 250-4000 Hertz.

3. Durasi, efek bising yang merugikan sebanding dengan lamanya paparan dan berhubungan dengan jumlah total energi yang mencapai telinga dalam.

(31)

2.3.5 Prosedur Pengukuran Tingkat Kebisingan

Menurut Public Health Home (2013), ada beberapa prosedur pengukuran tingkat kebisingan yaitu sebagai berikut:

1. Tingkat kebisingan sinambung setara (Equivalent Contimuous Noise Level) adalah tingkat kebisingan terus menerus dalam ukuran dBA, berisi energi yang sama dengan energi kebisingan terputus-putus dalam satu periode atau interval waktu pengukuran.

2. Tingkat kebisingan yang dianjurkan dan maksimum yang diperbolehkan adalah rata-rata nilai modus dari tingkat kebisingan pada siang, petang dan malam hari.

3. Tingkat ambien kebisingan (Background noise level) atau tingkat latar

belakang kebisingan adalah rata-rata tingkat suara minimum dalam keadaan tanpa gangguan kebisingan pada tempat dan saat pengukuran

dilakukan.

Suara atau bunyi memiliki intensitas yang berbeda, contohnya jika kita berteriak suara kita lebih kuat daripada berbisik, sehingga teriakan itu memiliki energi lebih besar untuk mencapai jarak yang lebih jauh. Unit untuk mengukur intensitas bunyi adalah desibel(dB). Skala desibel merupakan skala yang bersifat logaritmik. Penambahan tingkat desibel berarti kebisingan yang cukup besar.

Kebisingan bisa mengganggu karena frekuensi dan volumenya. Sebagai contoh, suara berfrekuensi tinggi lebih mengganggu dari suara berfrekuensi rendah. Untuk menentukan tingkat bahaya dari kebisingan, maka perlu dilakukan monitoring dengan bantuan alat:

1. Noise Level Meter dan Noise Analyzer (untuk mengidentifikasi paparan)

2. Peralatan audiometric, untuk mengetes secara periodik selama paparan dan untuk menganalisis dampak paparan pada pekerja.(Public Health Home, 2013)

(32)

1. Sound Level Meter (SLM)

Adalah instrumen dasar yang digunakan dalam pengukuran kebisingan. SLM terdiri atas mikropon dan sebuah sirkuit elektronik termasuk attenuator, 3 jaringan perespon frekuensi, skala indikator dan amplifier. Tiga jaringan tersebut distandarisasi sesuai standar SLM. Tujuannya adalah untuk memberikan pendekatan yang terbaik dalam pengukuran tingkat kebisingan total. Respon manusia terhadap suara bermacam-macam sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Telinga kurang sensitif terhadap frekuensi lemah maupun tinggi pada intensitas yang rendah. Pada tingkat kebisingan yang tinggi, ada perbedaan respon manusia terhadap berbagai frekuensi. Tiga

pembobotan tersebut berfungsi untuk mengkompensasi perbedaan respon manusia.

2. Octave Band Analyzer (OBA)

Saat bunyi yang diukur bersifat komplek, terdiri atas tone yang berbeda-beda, oktaf yang berbeda-beda, maka nilai yang dihasilkan di SLM tetap berupa nilai tunggal. Hal ini tentu saja tidak representatif. Untuk kondisi pengukuran yang rumit berdasarkan frekuensi, maka alat yang digunakan adalah OBA. Pengukuran dapat dilakukan dalam satu oktaf dengan satu OBA. Untuk pengukuran lebih dari satu oktaf, dapat digunakan OBA dengan tipe lain. Oktaf standar yang ada adalah 37,5 – 75, 75-150, 300-600,600-1200, 1200-2400, 2400-4800, dan 4800-9600 Hz. (Public Health Home, 2013)

2.3.6 Standar Kebisingan

Setelah pengukuran kebisingan dilakukan, maka perlu dianalisis apakah kebisingan tersebut dapat diterima oleh telinga. Berikut ini standar atau kriteria kebisingan yang ditetapkan oleh berbagai pihak yaitu:

1. Keputusan Menteri Negara Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 tentang nilai ambang batas kebisingan.

(33)

Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 tentang NAB faktor fisika di tempat kerja pasal 1 ayat 3 menyebutkan bahwa Nilai Ambang Batas yang disingkat NAB untuk kebisingan di tempat kerja adalah intensitas tertinggi dan merupakan nilai rata-rata yang masih dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan hilangnya daya dengar yang tetap untuk waktu kerja yang terus menerus tidak lebih dari 8 jam sehari dan 40 jam seminggu.

[image:33.595.133.480.309.622.2]

NAB untuk kebisingan di tempat kerja berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Kep. 51/MEN/1999 dikenal sebagai hukum 3 dB.

Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja

Waktu Pemaparan Sehari Waktu Intensitas kebisingan (NAB)

1 Jam 3

8 Jam 85

4 Jam 88

2 Jam 91

1 Menit 94

30 Menit 97

1.5 Menit 100

7.5 Menit 103

3.75 Menit 106

1.88 Menit 109

0.94 Menit 112

28,12 Detik 115

14,06 Detik 118

7,03 Detik 121

3,52 Detik 124

1,75 Detik 127

0,88 Detik 13

0,44 Detik 133

0,22 Detik 136

0,11 Detik 139

(34)
[image:34.595.107.513.104.214.2]

Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan No Zona Maksimum dianjurkan (dBA) Maksimum diperbolehkan (dBA)

1 A 35 45

2 B 45 55

3 C 50 60

4 D 60 70

Keterangan:

Zona A = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan dsb; Zona B = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya;

Zona C = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya; Zona D = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

Sedangkan Kriteria Kebisingan menurut Formula ACGIH dan NIOSH yang dikutip oleh Public Health Home. Formula ini, dengan menggunakan rumus tertentu, dipakai untuk menghitung waktu maksimum yang diperkenankan bagi seorang pekerja untuk berada dalam tempat kerja dengan tingkat kebisingan tidak aman.

2.3.7 Metode Pengendalian Kebisingan

Pengendalian kebisingan mutlak diperlukan untuk memperkecil pengaruhnya pada kesehatan kita. Usaha pengendalian kebisingan harus dimulai dengan melihat komponen kebisingan, yaitu Sumber radiasi, jalur tempuh radiasi,

serta penerima (telinga). Antisipasi kebisingan dapat dilakukan dengan intervensi terhadap ketiga komponen ini.

Secara garis besar, ada dua jenis pengendalian kebisingan, yaitu pengendalian bising aktif (active noise control) dan pengendalian bising pasif (passive noise control).

(35)

melengkapi peredam pada mesin, serta pemeliharaan rutin terhadap mesin. Tetapi cara ini memerlukan penelitian intensif dan umumnya juga butuh biaya yang sangat tinggi (Goembira, Fadjar, Vera S Bachtiar, 2003). Beberapa upaya untuk mengurangi kebisingan di sumber antara lain (Tambunan, 2005):

• Mengganti mesin-mesin lama dengan mesin baru dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah

• Mengganti jenis proses mesin (dengan tingkat kebisingan yang lebih rendah) dengan fungsi proses yang sama, contohnya pengelasan digunakan sebagai penggantian proses riveting.

• Modifikasi tempat mesin, seperti pemberian dudukan mesin dengan material-material yang memiliki koefisien redaman getaran lebih

tinggi.

Pemasangan peredam akustik (acoustic barrier) dalam ruang kerja. Antisipasi kebisingan dengan kontrol sumber ternyata 10 kali lebih murah (unit harga terhadap reduksi dB) daripada antisipasi pada propagasi atau kontrol lingkungan.

Jika kita berada pada lingkungan kerja dengan kebisingan > 100 dB A, maka usaha kontrol pada sumber kebisingan harus dilakukan. Menurut Standard Basic Requirement OSHA yang dikutip oleh Public Health Home, rekayasa mesin harus dilakukan pada kondisi ini, dengan beberapa teknik berikut :

Cladding, adalah teknik untuk mengurangi pancaran bising dari pipa akibat aliran fluida di dalamnya. Cladding terdiri atas lapisan penyerap suara dan bahan impermeable. Lapisan ini ada berbagai jenis dengan tingkat atenuasi yang bervariasi.

Silencer, Attenuator, Muffler. digunakan untuk mereduksi bising fluida dengan meletakkannya di daerah atau jalur aliran fluida. (Public Health Home, 2013)

(36)

Metode lain untuk meredam bising seperti penggunaan alat peredam bising

silencer” yang diletakkan pada vent gas. Silencer dapat digunakan untuk mengurangi kebisingan dengan frekuensi tinggi, kompresor, blower, dan pompa vakum. Alat ini didesain sedemikian rupa sehingga aliran udara melewati tabung akustik berlubang yang dikelilingi oleh lapisan tebal dari material penyerap suara yang akan menurunkan kebisingan dengan range frekuensi tinggi dengan penurunan tekanan minimum. (Public Health Home, 2005)

Silencer terbuat dari konstruksi baja dimana permukaan luar dilapisi dengan baik. Alat ini didisain untuk menangani udara kering dengan temperatur di bawah 93oC. Untuk temperatur tinggi digunakan kemasan fiberglass. (Public Health Home, 2005)

Selain pengendalian dengan melakukan kontrol pada sumber bising, pengendalian kebisingan juga dapat dilakukan dengan pengendalian pada medium

perambatan. Usaha ini bertujuan untuk menghalangi perambatan suara dari sumber suara yang menuju ke telinga manusia. Untuk menghalangi perambatan, ditempatkanlah sound barrier antara sumber suara dan telingan. Pemblokiran rambatan ini hanya akan berhasil jika sound barrier tidak ikut bergetar (resonansi) saat tertimpa gelombang yang merambat, hal ini sangat tergantung pada bahan dimensi. (Public Health Home, 2005)

Pengendalian kebisingan pada medium propagasi (medium rambat) sangat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain usaha untuk melakukan pemisahan ruangan dengan sekat atau pembatas akustik; Penggunaan material yang memiliki daya serap suara; Pembuatan barrier yang berfungsi untuk menghalangi paparan bising dari sumber ke penerima dan dibangun di jalur propagasi antara sumber dan penerima. Usaha lain dapat dilakukan misal dengan memasang panel dan penghalang, serta memperluas jarak antar sumber dan melakukan pemagaran.

(37)

Usaha terakhir untuk mengendalikan kebisingan dengan melakukan usaha proteksi secara personal. Proteksi personal yang bisa diterapkan adalah penggunaan earplugs dan earmuffs. Pemilihan antara kedua proteksi ini disesuaikan dengan kondisi. Secara umum, penggunaan earmuffs bisa mengurangi desibel yang masuk ke telinga lebih besar dari earplugs. Namun juga harus diingat bahwa proteksi yang berlebihan sangat dimungkinkan dapat mengurangi efektifitas proses.

2.3.8 Dampak Kebisingan Terhadap Kesehatan

Pengaruh bising terhadap kesehatan tergantung pada intensitas, frekuensi, lama paparan, jenis bising dan sensitivitas individu. Intesitas bising yang tinggi

lebih menggangu dibanding intesitas bising yang rendah. Bising hilang timbul lebih menggangu dari bising kontinyu. Diantara bising hilang timbul, maka bising

pesawat udara lebih mengganggu dibanding bising lalu lintas dan bising kereta api.

Dampak negatif utama yang timbul sebagai akibat dari kebisingan terutama pada aspek kesehatan. Bunyi mendadak yang keras secara cepat diikuti oleh reflek otot di telinga tengah yang akan membatasi jumlah energi suara yang dihantarkan ke telinga dalam. Meskipun demikian di lingkungan dengan keadaan semacam itu relatif jarang terjadi. Kebanyakan seseorang yang terpajan pada kebisingan mengalami pajanan jangka lama, yang mungkin intermiten atau terus menerus. Transmisi energi seperti itu, jika cukup lama dan kuat akan merusak organ korti dan selanjutnya dapat mengakibatkan ketulian permanen.

(38)

tekanan darah. Apakah kebisingan dapat menyebabkan perubahan yang menetap seperti penyakit tekanan darah tinggi.

Gangguan kesehatan lainnya selain gangguan pendengaran biasanya disebabkan karena energi kebisingan yang tinggi mampu menimbulkan efek viseral, seperti perubahan frekuensi jantung, perubahan tekanan darah, dan tingkat pengeluaran keringat. Sebagai tambahan, ada efek psikososial dan psikomotor ringan jika dicoba bekerja di lingkungan yang bising.

Menurut Tandauly (2014), lebih rinci dampak kebisingan terhadap kesehatan pekerja dijelaskan sebagai berikut:

1. Gangguan Fisiologis

Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi

bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi,

konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.

Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual, susah tidur dan sesak napas disbabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.

2. Gangguan Psikologis

Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.

3. Gangguan Komunikasi

(39)

pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.

4. Gangguan Keseimbangan

Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.

5. Efek pada pendengaran

Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek

bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila

bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.(dikutip oleh Tandauly, 2014)

Menurut Fauzi (2011), macam-macam gangguan pendengaran (ketulian), dapat dibagi atas :

1. Tuli sementara (Temporaryt Treshold Shift =TTS)

Diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.

2. Tuli Menetap (Permanent Treshold Shift =PTS)

Diakibatkan waktu paparan yang lama (kronis), besarnya PTS di pengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :

 Tingginya level suara  Lama paparan

(40)

Temporal pattern, bila kebisingan yang kontinyu maka kemungkinan terjadi TTS akan lebih besar

 Kepekaan individu

 Pengaruh obat-obatan, beberapa obat-obatan dapat memperberat (pengaruh synergistik) ketulian apabila diberikan bersamaan dengan kontak suara, misalnya quinine, aspirin, dan beberapa obat lainnya

 Keadaan Kesehatan 3. Trauma Akustik

Trauma akustik adalah setiap perlukaan yamg merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan

tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara

ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusakkan tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.

4. Prebycusis

Penurunan daya dengar sebagai akibat pertambahan usia merupakan gejala yang dialami hampir semua orang dan dikenal dengan prebycusis (menurunnya daya dengar pada nada tinggi). Gejala ini harus diperhitungkan jika menilai penurunan daya dengar akibat pajanan bising ditempat kerja.

5. Tinitus

(41)

2.3.9 Tingkat Kebisingan Pada Perpustakaan

Tingkat kebisingan yang dihasilkan dari setiap ruangan di dalam perpustakaan berbeda-beda. Karena itu perlu diperhatikan penempatan ruangan agar ruangan yang tingkat kebisingannya tinggi tidak berdekatan atau menyatu dengan ruangan yang tingkat kebisingannya rendah. Hal ini perlu mendapatkan perhatian karena pada beberapa ruangan di dalam perpustakaan memerlukan ketenangan terutama di ruang baca. Godfrey Thompson dalam bukunya Planning and Design of Library Buildings (1974: 152-154) yang dikutip oleh Harfano (2005: 34). Membagi sumber kebisingan di dalam perpustakaan menjadi dua bagian:

1. External noise

Yang berasal dari luar perpustakaan seperti suara yang berasal dari koridor disekitar perpustakaan dan suara mesin yang berasal dari sepeda motor dan

mobil.

2. Internal noise

Yang berasal dari dalam perpustakaan seperti suara percakapan baik oleh pemakai maupun staf perpustakaan, suara kursi yang digeser, dan suara yang berasal dari peralatan yang digunakan di dalam perpustakaan seperti trolley, mesin fotokopi, printer, ataupun suara mesin ketik.

Jika ada sumber kebisingan yang berasal dari luar dan dalam perpustakaan, maka perlu diperhatikan hal-hal yang mempengaruhi tingkat kebisingan pada saat pembangunan perpustakaan. Berdasarkan buku Perpustakaan Perguruan Tinggi: Buku Pedoman (2004:133), “Hal yang perlu diperhatikan dalam aspek akustik perancangan bangunan perpustakaan adalah sebagai berikut:

1. Pemenuhan tingkat intensitas suara (noise criteria) yang memadai pada setiap fungsi ruang berikut:

Ruang baca NC 3035

Ruang buku NC 3035

Ruang kerja umum NC 3035

(42)

2. Mengurangi secara optimal gangguan suara dari luar dengan menerapkan sistem pemilihan bangunan dan rancangan sisi luar bangunan, baik buruk rancangan bentuk maupun bahan bangunan. 3. Menerapkan sistem kompartemenisasi sumber suara, yaitu dengan

pendaerahan ruang-ruang yang merupakan sumber suara pada lokasi/ daerah yang terisolasi; dan

4. Penggunaan bahan bangunan yang dapat mereduksi suara untuk lantai/ langit-langit/ dinding pada ruang-ruang yang dianggap dapat menjadi sumber suara dan pada ruang yang memerlukan intensitas suara yang rendah.

Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa tingkat kebisingan tersebut dapat

dikurangi dengan meningkatkan kedisiplinan staf perpustakaan untuk tidak banyak melakukan percakapan, memasang karpet juga merupakan langkah yang

(43)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Perpustakaan sebagai pusat sumber informasi bagi masyarakat umum maupun kalangan pendidikan. Mempunyai pelayanan yang terbaik dengan dibantu menyediakan teknologi, khususnya teknologi informasi perpustakaan yang dapat memudahkan semua kegiatan-kegiatan dalam perpustakaan, seperti diketahui bahwa kegiatan-kegiatan di perpustakaan banyak yang bersifat klerikal dan rutin sehingga mudah terjadi kesalahan serta kekurangan. Dengan menggunakan teknologi informasi maka kegiatan yang bersifat klerikal dan rutin tersebut dapat

diatasi secara tuntas dan tepat dalam memberikan pelayanan kepada pengguna perpustakaan. Teknologi informasi perpustakaan adalah teknologi yang digunakan

untuk menyimpan, menghasilkan, mengolah, serta menyebarkan informasi.

Dampak kemajuan teknologi selain membawa kemudahan bagi manuasia, ternyata juga dapat menimbulkan masalah tersendiri bagi kehidupan manusia. Dampak negatif kemajuan teknologi antara lain berupa pencemaran kebisingan, pencemaran udara dan pencemaran limbah. Kebisingan adalah bunyi atau suara yang tidak dikehendaki telinga seseorang. Kebisingan tersebut dalam waktu lama dapat mengganggu konsentrasi, merusak pendengaran, dan bisa menimbulkan kesalahan komunikasi para pengunjung di perpustakaan yang sedang membaca, belajar, berdiskusi dan mencari koleksi. Bahkan menurut penyelidikan, kebisingan yang serius dapat menyebabkan kematian (Lasa, 2005:164).

(44)

1. Zona A adalah zona untuk tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan atau sosial, tingkat kebisingan 35 – 45 dB.

2. Zona B untuk perumahan, tempat pendidikan, dan rekreasi, tingkat kebisingan 45 – 55 dB.

3. Zona C, untuk perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, tingkat kebisingan 50 60 dB.

4. Zona D bagi lingkungan industri, pabrik, stasiun kereta api, dan terminal bus, tingkat kebisingan 60 – 70 dB.

Perpustakaan adalah bagian dari pendidikan, karena perpustakaan salah satu aspek penunjang dalam kegiatan lingkungan pendidikan. Kemudian kebisingan adalah salah satu faktor yang dapat mengurangi konsentrasi dan

kenyamanan di dalam kegiatan membaca, belajar, berdiskusi dan mencari koleksi. Dalam lingkungan pendidikan dan lingkungan perpustakaan kebisingan yang

sangat mengganggu adalah suara kendaraan dari lingkungan di luar ruangan, suara percakapan dalam ruangan, dan suara benda-benda elektronik yang digunakan untuk memudahkan kegiatan-kegiatan di perpustakaan.

(45)

suara kendaraan yang keras dari luar ruangan perpustakaan. Kemudian intensitas kebisingan dinyatakan dalam dB(A). Desibel dB(A) adalah satuan yang dipakai untuk menyatakan besarnya pressure yang terjadi oleh karena adanya benda yang bergetar. Makin besar desibel umumnya semakin besar suaranya. Sedangkan frekuensi dinyatakan dalam jumlah getaran/detik (Hertz/Hz) dan telinga manusia mampu mendengar frekuensi antara 16-20.000 Hz. Kebisingan yang dapat diterima oleh pekerja dalam ruangan tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu yaitu 85 dB. (Public Health Home, 2005)

Dari beberapa penjelasan di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang kebisingan pada ruang baca perpustakaan, karena perpustakaan adalah suatu

lembaga yang digunakan semua lapisan masyarakat untuk tempat belajar dan menambah pengetahuan. Oleh sebab itu perpustakaan harus melayani masyarakat

dengan benar-benar memperhatikan kenyamanan masyarakat dalam memanfaatkan fasilitas ruang baca dan mengakses informasi. Kemudian dikaitkan oleh kebisingan yang merupakan salah satu hal yang dapat menurunkan kualitas kenyamanan suatu ruang dan pemakai ruang. Kebisingan menimbulkan dampaknegatif yaitu akan merusak pendengaran dan konsentrasi para pengguna ruang baca perpustakaan.

Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi merupakan salah satu sarana lembaga pendidikan bagi masyarakat umum dengan menyediakan berbagai informasi, ilmu pengetahuan, teknologi dan budaya, sebagai sumber belajar untuk memperoleh dan meningkatkan ilmu pengetahuan bagi seluruh lapisan masyarakat. Sehingga kemampuan yang dimiliki oleh masyarakat berkembang dan bermanfaat untuk kehidupannya.

(46)

bagian depan perpustakaan dan jarak yang begitu dekat dengan jalan raya kurang lebih 5-10 meter dari jalan raya.

Dengan pertimbangan itulah maka penulis tertarik untuk menjadikan tempat penelitian tentang pencemaran kebisingan pada ruang baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kebisingan dan kenyamanan pada ruang baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan menetapkan judul Analisis Kebisingan Pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang yang telah dikemukan, maka yang

menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah tingkat

kebisingan dan sumber kebisingan pada Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi?”

1.3Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kebisingan dan sumber kebisingan pada ruang baca Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

1.4Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini antara lain:

(47)

2. Bagi peneliti, diharapkan dapat menambah pengetahuan dibidang ilmu ergonomi yang menyangkut tentang suatu aspek kebisingan pada ruang baca perpustakaan. Sehingga dapat mengetahui seberapa kenyamanan para pengunjung dalam memanfaatkan fasilitas ruang baca di perpustakaan.

3. Bagi penulis, dapat memberikan pengetahuan yang bermafaat untuk mengetahui tentang tingkat kebisingan pada ruang baca di perpustakaan.

1.5Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini untuk mengukur tingkat kebisingan pada ruang baca dan

(48)

ABSTRAK

Johar Siregar. 2016. Analisis Tingkat Kebisingan Pada Ruang Baca Kantor Perpustakaan, Arsip Dan Dokumentasi Kota Tebing Tinggi.

Penelitian ini dilakukan pada Kantor Perpustakaan, Arsip dan dokumentasi Kota Tebing Tinggi yang berlokasi di Jl. DR. Sutomo No. 40 Tebing

Gambar

Tabel 2.1: Nilai Ambang Kebisingan Menurut
Tabel 2.2: Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

Referensi

Dokumen terkait

Kep-48/11/1996 Bising adalah Bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

Kebisingan adalah suatu bunyi yang tidak diinginkan yang berasal dari kegiatan atau usaha dalam tingkat atau waktu tertentu yang mana dapat menyebabkan gangguan kesehatan

KPAD Kota Tebing Tinggi yang di lengkapi dengan ruang/gedung luas 1034 M2 di dalamnya terbagi lagi menjadi beberapa ruangan yaitu ruang kepala perpustakaan, ruang tata usaha,

Kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan

48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia

Kebisingan dalam kaitan dengan pencemaran suara yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

Kebisingan yaitu bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan

48 tahun 1996 bising adalah bunyi yang tidak diinginkan dan usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan