commit to user
1
IRAK SETELAH JATUHNYA REZIM SADDAM HUSSEIN TAHUN 2003-2005
SKRIPSI Oleh: Sumargono NIM : K 4406042
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
commit to user
IRAK SETELAH JATUHNYA REZIM SADDAM HUSSEIN TAHUN 2003-2005
Oleh : Sumargono NIM : K 4406042
Skripsi
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Sejarah
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2010
commit to user
ABSTRACTSumargono, K4406042. IRAQ AFTER THE FALL OF SADDAM HUSSEIN’S REGIME IN 2003 - 2005. Skripsi: The Faculty of Teacher Training and Education, Sebelas Maret University, Surakarta, December 2010.
The objectives of the research are to describe: (1) the background to the invasion of the United States of America to Iraq in 2003, (2) the policies of the United States of America targeted to Iraq after the fall of Saddam Hussein’s regime, and (3) the impacts of the United States of America’s invasion on the lives of Iraqi in the social, economic and political fields including the formation of temporary Iraqi government.
The research used a historical method. Its data resources were primary and secondary written ones such as books, newspapers, magazines which were relevant to the study. The data of the research were gathered through library research by using catalogued system or computerized system with the internet utilization. The data were analyzed by using a historical technique of analysis, that is, an analysis which is primarily focused on the sharpness and alertness in interpreting historical data by employing theoretical framework approach derived from History science with the politic and sociological approaches. The research went through four phases of activities, namely: heuristic, criticism, interpretation, and historiography.
The results of the research are as follows: 1) The fall of Saddam Hussein’s regime cannot be separated from the United States of America’s invasion, which was backed up by various missions of the invasion, namely: (a) terminating Saddam Hussein’s regime which is regarded as a dictatorial government and creating a transition era so as to establish a representative for the Iraqi citizens; (b) identifying, isolating, and eliminating the mass weapons; (c) hunting for, capturing, and bringing terrorists out of the country. 2) States of America has issued several policies for the reconstruction of Iraq after the fall of Saddam Hussein’s regime, which are: (a) Temporary governmental bodies such as ORHA, CPA, Iraqi Interim Governing Council, and Iraqi Interim Government, all of which are fully under the control of the United States of America (b) Reconstruction policy of Iraqi in economic field, by giving job contracts through bidding, which is accessible only for enterprises from the countries that support the measures of invasion taken by the United State of America upon Iraq. 3) After the invasion, Iraq has undergone various changes in social, economic, and political fields due to the class between the United States of America and Iraq. There has been a dramatically social change that might sharpen and lead to civil war among the nation. The changed in economic which oil has became the principal issue. Therefore after the invation, United States of America has tried to include its private oil companies in the oil infrastructure reconstruction in Iraq. In political field, the invasion by the United States of America, mainly aiming at erecting the democracy in Iraq, has successfully overthrown Saddam Hussein’s regime, which is regarded as an authoritarian government.By held general election altought the result was unhappy for Iraqi. So that the Iraqi people regard the newly formed government as a shadow government and doubt its capability. This caused political instability, so the autority will also fail to control the conflicts.
commit to user
ABSTRAKSumargono. K4406042. IRAK SETELAH JATUHNYA REZIM SADDAM HUSSEIN TAHUN 2003-2005. Skripsi, Surakarta : Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Universitas Sebelas Maret, Desember 2010.
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan: (1) Latar belakang invasi Amerika Serkat (AS) ke Irak pada tahun 2003, (2) Kebijakan-kebijakan AS yang ditargetkan kepada negara Irak pasca Saddam Hussein terguling, (3) Dampak invasi AS terhadap kehidupan masyarakat Irak di bidang sosial, ekonomi, dan politik hingga terbentuknya pemerintahan sementara di Irak.
Penelitian ini menggunakan metode historis. Sumber data yang digunakan adalah sumber tertulis primer dan sumber tertulis sekunder yang berupa buku-buku, surat kabar dan majalah yang relevan dengan masalah penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik studi pustaka, dengan menggunakan sistem kartu/katalog atau komputer dan memanfaatkan internet. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis historis, yaitu analisis yang mengutamakan ketajaman dan kepekaan dalam menginterpretasi data sejarah dengan pendekatan kerangka teoritik yang berasal dari ilmu sejarah dengan pendekatan ilmu Politik dan Sosiologi. Prosedur penelitian dengan melalui empat tahap kegiatan yaitu: heuristik, kritik, interpretasi, dan historiografi.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) Jatuhnya Saddam Hussein tidak lepas dari intervensi AS yang dilatarbelakangi berbagai misi yaitu : (a) Mengakhiri rezim Saddam Hussein yang dianggap diktaktor oleh AS dan menciptakan masa transisi untuk membangun sebuah pemerintahan yang representatif bagi rakyat Irak; (b) Mengidentifikasi, mengisolasi, dan mengeliminasi senjata pemusnah massal; (c) Mencari, menangkap, dan membawa keluar teroris dari Negara itu. (2) Kebijakan-kebijakan AS setelah kekuasaan Saddam Hussein jatuh, yaitu: (a) Membentuk badan-badan pemerintahan sementara seperti ORHA, CPA,
Iraqi Interim Governing Council, dan Iraqi interim Goverment yang sepenuhnya
berada di bawah kendali AS, (b) Kebijakan rekonstruksi Irak di bidang ekonomi, dengan memberikan kontrak-kontrak pekerjaan melalui tender yang hanya boleh diikuti oleh perusahaan-perusahaan yang berasal dari negara yang mendukung langkah AS menginvasi Irak. (3) Pasca invasi AS negara Irak mengalami berbagai macam perubahan, baik perubahan sosial, ekonomi, dan politik sebagai akibat dari perang antara AS dengan Irak. Perubahan sosial yang muncul setelah tumbangnya rezim Saddam Hussein adalah terjadinya perubahan sosial yang drastis sehingga memperuncing ke arah perang saudara di antara rakyat Irak yang merasa berhak terhadap tampuk pemerintahan Irak. Perubahan bidang ekonomi dengan minyak menjadi masalah utama. Oleh karena itu, pasca invasi AS akan mengandalkan cadangan minyak negerinya dari Irak, dengan cara berusaha memasukkan perusahaan-perusahaan swasta miliknya di Irak dalam program rekonstruksi infrastuktur minyak di Irak. Dalam bidang politik secara umum, serangan AS yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi di Irak telah berhasil menggulingkan rezim Saddam Hussein yang dianggap otoriter oleh AS,dengan cara mengadakan pemilihan umum walaupun hasilnya tidak menyenangkanbagi Irak sehingga rakyat Irak menganggap pemerintahan hasil pemilu adalah pemerintahan boneka Amerika dan rakyat ragu terhadap kapabilitasnya. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan politik, maka penguasa juga akan gagal mengendalikan konflik.
commit to user
MOTTO¾ Perdamaian tidak dapat dijaga dengan kekuatan. Hal itu hanya dapat diraih
dengan pengertian (Einstein)
¾ Tidak pernah ada perang yang baik dan perdamaian yang buruk (Mao Tse
Tung)
¾ Mengatur perdamaian sesudah perang adalah jauh lebih sulit daripada
memenangkan sebuah peperangan.(Aristoteles)
commit to user
PERSEMBAHANKarya ini dipersembahkan kepada:
1. Ayah dan ibu Sang Juara Dunia
2. Kakak-kakakku tersayang
3. Adik-adik keponakanku tercinta
4. Seluruh keluarga besarku
5. Jakmania Solo Raya
6. Almamater
commit to user
KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini akhirnya dapat diselesaikan, untuk
memenuhi sebagian persyaratan mendapatkan gelar sarjana pendidikan
Hambatan dan rintangan yang penulis hadapi dalam penyelesaian
penulisan skripsi ini telah hilang berkat dorongan dan bantuan dari berbagai pihak
akhirnya kesulitan-kesulitan yang timbul dapat teratasi. Oleh karena itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan ijin untuk menyusun skripsi.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial yang telah menyetujui
atas permohonan skripsi ini.
3. Ketua Program Pendidikan Sejarah yang telah memberikan pengarahan dan
ijin atas penyusunan skripsi ini.
4. Dra. Sutiyah M. Pd. M. Hum. selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Drs. Syaiful Bachri, M. Pd. selaku dosen Pembimbing II yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Dr. Hermanu Jubagjo selaku dosen Pembimbing Akademik yang telah
memberikan pengarahan dan bimbingan dalam perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu Dosen Program Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan
Sosial yang secara tulus memberikan ilmu kepada penulis selama ini, mohon
maaf atas segala tindakan dan perkataan yang tidak berkenan di hati.
8. Mbak Farida dan Khoirul atas bantuannya dalam pencarian sumber skripsi
9. Dek Aya’, Andin, Nita, Desy, Andry, Pipit, Akhif, Saleh, Simbah, Edwin, Pak
dhe, Brian, Thoriq, Gilang, Budi, Siska, Lidya, Anita, Mas Nur, Bolet, dan
Choky atas persaudaraan yang telah kita bina.
10.Jakmania Solo Raya dan Sera Mania yang telah memberi smangat dan
inspirasi kehidupanku kembali.
11.Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
commit to user
Semoga Allah SWT membalas amal baik kepada semua pihak yang telah
membantu di dalam menyelesaikan skripsi ini dengan mendapatkan pahala yang
setimpal.
Penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran untuk penyempurnaan
skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dan perkembangan Ilmu Pengetahuan pada umumnya.
Surakarta, 22 Desember 2010
Penulis
commit to user
DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PENGAJUAN ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
ABSTRACT ... v
ABSTRAK .. ….. ... vi
HALAMAN MOTTO ... vii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... ... xi
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ………. . xiv
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan Penelitian ... 6
D. Manfaat Penelitian ... 7
BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Konflik ... 8
2. Kekuasaan … ... 18
B. Kerangka Berfikir ... 25
BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 28
B. Metode Penelitian ... 29
C. Sumber Sejarah ... ... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ... 31
E. Teknik Analisi Data ... 32
F. Prosedur Penelitian ... 33
commit to user
BAB IV HASIL PENELITIANA. Profil Negara Irak ... 36
1. Sejarah Irak Modern ... 36
2. Irak Era Saddam Hussein ... 40
B. Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat ... 45
C. Latar Belakang Invasi Amerika Serikat (AS) ke Irak ... 49
D. Kebijakan-kebijakan Amerika Serikat (AS) Dalam Program Rekonstruksi Irak ... 54
E. Dampak Perubahan Sosial, Ekonomi, dan Politik pada Masyarakat Irak Pasca Invasi AS... ... 84
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 96
B. Implikasi ... 97
1. Teoritis ... 98
2. Praktis ... 98
3. Metodologis ... 99
C. Saran ... 99
DAFTAR PUSTAKA ... 101
LAMPIRAN ... ... ... 104
commit to user
DAFTAR TABELTabel 1. Kebijakan AS dan Keuntungan Yang Diperoleh AS atas invasi
Irak ... 63
Tabel 2. Perusahaan-perusahaan AS Yang Mendapat Tender Rekonstruksi
Irak ... 67
Tabel 3. Kontrak-kontrak Halliburton Dengan AS dari Tahun 2002-2003 . 73
Tabel 4. Kontrak Halliburton Dalam Program Rekonstruksi Infrastruktur
Minyak Irak Secara Komulatif ... 74
commit to user
DAFTAR LAMPIRANLampiran 1. Peta Irak ... 104
Lampiran 2. Peta Kelompok Etnoreligi Irak ... 105
Lampiran 3. Foto Ahmed Chalabi Anggota Dewan Eksekutif Iraqi NationalCongress ... 106
Lampiran 4. Foto Ibrahim al-Jaafari Anggota Partai Al-Dawa ... 107
Lampiran 5. Foto Ayyatollah Ali al Sistani Pemimpin Kaum Syiah ... 108
Lampiran 6. Foto Iyad Allawi Pendiri Iraqi National Accord ... 109
Lampiran 7. Foto Jalal Talabani Pemimpin Partai Persatuan Patriotik Kurdistan (PUK) ... 110
Lampiran 8. Foto Massoud Barzani Pemimpin Suku Kurdi dari Partai Demokratik Kurdi (KDP) ... 111
Lampiran 9. Gambar Penurunan Patung Saddam Hussein Sebagai Lambang Berakhirnya Pemerintahan Saddam Hussein ... 112
Lampiran 10. Foto Presiden Saddam Hussein Sebelum Ditangkap Pasukan AS ... 113
Lampiran 11. Foto Presiden Saddam Hussein Saat Ditangkap AS ... 114
Lampiran 12. Gambar Logo PMC Swasta AS yang bekerjasama dalam proyek rekonstruksi Irak ... 115
Lampiran 13. Gambar Kaum Syiah melaksanakan Shalat Jum’at di Baghdad ... 116
Lampiran 14. Gambar Massa Syiah Irak Dalam Peringatan Kematian Hussein di Karbala ... 117
Lampiran 15. Jurnal Luar Negeri : Corruption, Reconstruction and Oil Governance in Iraq ... 118
Lampiran 16. Jurnal Luar Negeri : “And They Called it Peace” US Policy on Iraq ... 137
Lampiran 17. Jurnal Luar Negeri : Intelligence, Policy, and the War in Iraq ... 141
Lampiran 18. Surat Kabar Dalam Negeri ... 154
commit to user
Lampiran 19. Majalah Luar Negeri ... 161
Lampiran 20. Surat keputusan Dekan FKIP tentang ijin penyusunan
skripsi ... 172
Lampiran 21. Surat Permohonan Ijin Research/ Try Out Kepada Rektor
Universitas Sebelas Maret Surakarta ... 173
Lampiran 22. Surat Permohonan Ijin Menyusun Skripsi ... 174
Lampiran 23. Surat Permohonan Ijin Research/ Try Out Kepada Kepala
Monoment Pers Surakarta ... 175
Lampiran 24. Surat Keterangan Obsevarsi Monemen Pers Surakarta ... 176
commit to user
1 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Republik Irak adalah sebuah negara di Timur Tengah atau Asia Barat Daya,
yang meliputi sebagian terbesar daerah Mesopotamia serta ujung barat laut dari
Pegunungan Zagros dan bagian timur dari Gurun Suriah yang mempunyai luas
sekitar 438.052 km2. Negara ini berbatasan dengan Kuwait dan Arab Saudi di
selatan, Yordania dan Suriah di barat, Turki di utara, dan Iran di timur. Irak
mempunyai bagian yang sangat sempit dari garis pantai di Umm Qasr di Teluk
Persia.
Irak merupakan suatu fenomena yang menarik untuk dikaji lebih mendalam,
karena merupakan salah satu negara Timur Tengah yang sering menghadapi
peperangan. Sejak pertama muncul peradaban kuno di Asia Baratdaya, Irak selalu
dikuasi oleh kekuasaan asing. Irak sebagai negara yang menjadi pusat peradaban
dunia Islam pada dinasti Abbasiyah setidaknya pernah diinvasi oleh pasukan
Persia, Yunani, Romawi dan Mongol. Pada awal perjalanan Irak pada abad ke-21
ini, Irak kembali diserbu oleh Amerika Serikat (AS).
Irak telah porak-poranda sesudah AS untuk kedua kalinya dalam sejarah
dunia menggempur negeri tersebut habis-habisan. Invasi AS berlangsung lebih
lama dari yang direncanakan oleh AS yang berjanji akan menaklukkan dan
menangkap Saddam Husein dalam 5 hari. Lebih dari 20 hari AS mengerahkan
tentaranya dengan dibantu oleh tentara Inggris dan Australia membumi hanguskan
negeri Irak. Dimulai pada tanggal 19 Maret sampai 15 April 2003 sejarah dunia
mencatat berlangsungnya Invasi AS ke Irak yang akhirnya dapat menaklukkan
Baghdad dan Tikrit (sebagai kota asal Saddam Husein yang mayoritas
penduduknya pro-Saddam) dan membombardir seluruh bunker-bunker yang
diduga merupakan kediaman Saddam Husein ( Republika, 5 Maret – 15 April
2003).
Akhirnya rezim Saddam Hussein jatuh. Secara simbolik hal ini ditandai
Situasi ini mirip dengan keruntuhan komunisme di Rusia saat patung Stalin
dirobohkan. Di telivisi ditampakkan kerumunan orang-orang yang gembira
menyambut tentara AS. Tentu saja ini belum tentu merupakan cerminan dari
seluruh rakyat Irak. Ada juga yang mensinyalir bahwa itu bagian dan propaganda
AS. Orang-orang yang bergembira tersebut merupakan orang-orang yang dibayar
oleh AS, namun yang jelas tentara AS dan Inggris telah menduduki Irak.
Kejatuhan Saddam yang demikian mudah dan kemudian disambut gembira oleh
sebagian rakyat Irak, bisa dimengerti. Selama ini memang Saddam membangun
kekuasaan dan ketaatan penduduk kepadanya atas dasar kekuatan senjata dan rasa
takut. Sebagaimana ciri negara sosialisme-komunisme lainnya, rakyat dipaksakan
dengan senjata untuk tunduk kepada pemerintah. Ketakutan, penindasan,
penahanan, dan penyiksaan suatu hal yang lazim dalam sistem sosialisme seperti
yang dipraktikkan Saddam selama ini. Wajar jika kemudian, kejatuhan Saddam
oleh sebagian orang dianggap sebagai ‘pembebasan’ dari penindasan.
Mengingat posisi rezim Partai Baath yang selama ini berkuasa, rakyat
Negeri 1.001 Malam itu belum tentu bisa hidup tenteram, aman, sejahtera pasca
jatuhnya Saddam Husein. Pasukan setia Saddam Hussein kurang lebih yang terdiri
dari 60.000-100.000 personel Pengawal Republik, dan 15.000-25.000 personel
pasukan khusus Pengawal Republik, masih misterius keberadaannya. Ditambah
pula posisi 20.000-25.000 perisai hidup Fedi’in, 15.000-25.000 polisi rahasia dan
intelijen, serta pasukan sukarela Al-Quds yang jumlahnya belum diketahui.
Kelompok-kelompok ini tentunya tidak akan rela apabila tiba-tiba muncul
pemerintahan baru yang tengah dirancang AS, sebab dari awal mereka ditempa
jadi pasukan berkemampuan lebih dengan loyalitas yang tinggi sehingga tidak
mudah membangkang. (www.indonesian.irib.ir diunduh pada tanggal 11 Januari
2010)
Nasib negara Irak setelah jatuhnya Presiden Saddam Hussein belum jelas,
bahkan untuk beberapa hari terjadi kehampaan hukum dan nilai-nilai moral
dengan maraknya penjarahan yang dilakukan oleh warga sipil yang anti-Saddam.
Mereka menjarah segala harta peninggalan Saddam. Hukum tidak berlaku untuk
Ketidakpastian kondisi politik, ekonomi, dan kehidupan sosial warga Irak
merupakan dampak tersendiri setelah berlangsungnya Invasi.
Pro dan kontra terhadap pemerintahan Saddam Husein juga disebut dengan
perseturuan antar suku dan kelompok keagamaan di Irak, hal itu juga akan
menjadi salah satu penyulut yang akan mewarnai wajah perpolitikan dan
kehidupan sosial warga Irak. Suku-suku di Irak masing-masing memiliki sifat
nasionalisme tersendiri yang terkesan menonjolkan sikap eksklusivisme di antara
masing-masing suku. Suku Kurdi, misalnya, yang pada pemerintahan Saddam
merupakan suku yang mengambil posisi sebagai oposisi terhadap pemerintahan
Saddam, saat ini tengah berusaha untuk tampil ke dunia perpolitikan dengan akan
mengambil alih roda pemerintahan Irak di tangan mereka. Apalagi suku Kurdi
pada saat perang antara AS dan Irak berlangsung menjadi pendukung dan ikut
membantu AS untuk melawan Saddam Husein. Sedangkan dari kelompok
keagamaan, Irak yang mayoritas penduduknya sebanyak 60% adalah kelompok
Muslim Syi’ah dan sisanya kelompok Muslim Sunni, dan kelompok keagamaan
lain menjadi tema sentral tersendiri dalam kajian kondisi sosial warga Irak.
Dengan adanya kelompok Syi'ah yang umumnya kontra terhadap Saddam dan
kelompok Sunni yang umumnya pro terhadap Saddam akan menjadi satu bibit
pemicu kekacauan pasca tergulingnya Saddam. Hal itu terlihat jelas dari tragedi
terbunuhnya salah satu Ulama Syi'ah terkemuka, Sayyid Madjid Al-Khui, yang
diduga dibunuh oleh para pengikut Saddam pada pertemuan di Mesjid Imam Ali
di Najaf pada tanggal 12 April 2003. Hal itu menyulut konflik horisontal yang
masih belum dapat diselesaikan sampai saat ini antara para kelompok Syi'ah
dengan kelompok Sunni (www.irna.com. diunduh pada tanggal 11 Januari 2010).
Ketidakberdayaan pemerintahan Irak untuk merekonstruksi Irak pulih
seperti semula sebelum diinvasi AS, menyebabkan pemerintahan Bush merasa AS
memiliki otoritas untuk melakukan rekonstruksi dan recovery di Irak. ” Dari 20
MNC (Multi Nasional Corporation) yang melakukan rekonstruksi di Irak,
80%nya adalah MNC asal Amerika seperti Halliburton, Louis Berger group and
Flour Corporation, Stevedoring Services of America, Kellog, Brown and Root,
Sejak awal, AS memang sudah mengetahui akibat perang ini dan
rekonstruksi akan menjadi sumber dana baru bagi MNC dan AS. AS melakukan
rekonstruksi dan recovery di banyak bidang yaitu perbaikan institusi
pemerintahan, pendidikan, pelayanan kesehatan, penciptaan lapangan kerja,
transportasi dan telekomunikasi, air dan sanitasi, sumber listrik, manajemen
perkotaan, manajemen perumahan, sumber air dan pertanian, BUMN, sektor
keuangan, dan iklim investasi. Untuk melakukan itu pemerintah Irak memerlukan
dana sebesar US$ 35,82 Miliar. Dari data yang diperoleh tentang MNC Amerika
yang sudah menandatangani kontrak rekonstruksi dengan Irak adalah Halliburton
telah menandatangani kontrak senilai US$ 7 Miliar untuk melakukan pengeboran
dan pendistribusian minyak. Kellog, Brown and Root, melakukan proyek
rekonstruksi pengeboran minyak dan mengoprasikannya senilai US$ 71 juta.
Betchel, mendapatkan proyek pembangunan kembali pelayanan listrik dan air
senilai US$ 34,6 sampai dengan US$ 680 juta. MCI Worldcom menandatangani
kontrak senilai US$ 30 juta untuk membangun jaringan telepon di Irak.
Stevedoring Services menyepakati kontrak sejumlah US$ 4,8 juta dalam setahun
untuk merekonstruksi pelabuhan, dan akan meningkat menjadi US$ 62,6 juta
untuk memenuhi keperluan pendidikan dasar di Irak. (www.forums.apakabar.com.
diunduh pada tanggal 11 Januari 2010)
Melihat keterlibatan AS yang bermula dari intervensi ke Irak, yang
berakibat terhadap konflik AS dengan Irak dan berujung pada invasi AS ke Irak
yang akhirnya merobohkan pemerintahan Saddam Hussein yang sah di Irak,
bukan berarti permasalahan di Irak selesai begitu saja tetapi justru memunculkan
permasalahan baru di Irak. Pertama, dalam proses pembentukan pemerintahan
yang baru di Irak tersebut, AS selaku pemimpin dalam invasi ke Irak merasa
memiliki wewenang untuk menentukan arah kebijaksanaannya terhadap masa
depan Irak sedangkan rakyat Irak sendiri menginginkan untuk mandiri dan
membangun pemerintahan sendiri tanpa campur tangan bangsa asing termasuk
AS. Kedua, permasalahan yang muncul adalah masalah-masalah sosial, yaitu
turunnya kesejahteraan rakyat Irak seperti timbulnya bencana kelaparan,
sebagainya. Ketiga, dengan tumbangnya pemerintahan Saddam Husein
menimbulkan konflik antar suku-suku di Irak yang memiliki nasionalisme
tersendiri yang berakibat pada perebutan kekuasaaan antar suku di Irak.
Suku-suku di Irak sejak dahulu mereka sulit diintegrasikan sehingga mereka tidak
mudah bersatu. Problem utama integrasi nasional Irak yaitu penduduknya yang
sangat heterogen dan terkonsentrasi di wilayah tertentu serta adanya campur
tangan asing yang seringkali menghasut dan membantu kelompok tertentu untuk
memberontak pada pemerintah pusat.
Dengan runtuhnya rejim Saddam Hussein di Irak terjadi kevakuman dan
saling tarik menarik antara kelompok-kelompok kepentingan yang ada di Irak
untuk mengisi kekosongan kekuasaan. Kaum Syiah sebagai mayoritas menguasai
parlemen, kaum Sunni semakin terpojokkan dengan peran Syiah dan Kurdi.
Berjalannya proses demokratisasi yang sedang dialami Irak dalam upaya untuk
menjadi sebuah negara baru dengan ditandai dengan terbukanya liberalisasi politik
yang selama ini terpasung dalam rejim Saddam Hussein menjadikan proses
konsolidasi demokrasi di Irak yang masyarakatnya majemuk tidak berjalan
dengan baik, partisipasi politik yang luas malah menimbulkan konflik horizontal
disertai gangguan keamanan yang justru mengancam eksistensi Irak. Proses
pembentukan pemerintahan sementara dan demokratisasi di Irak memang rawan
sekali menimbulkan konflik akibat adanya masa transisi dari rejim otoriter
menuju pada kebebasan dan partisipasi publik yang luas. Karena selama Saddam
berkuasa minoritas Sunni lebih menonjol dibanding Syiah yang mayoritas. Proses
menciptakan negara Irak baru seharusnya didukung oleh solidaritas sosial (nation
building) diantara berbagai macam suku/etnis, agama, dan ideologi yang semakin
berkembang pasca runtuhnya Saddam. Untuk membangun suatu negara bangsa
yang utuh integrasi dan nasion perlu terus diperbaharui dan dijaga. Karena
masyarakat Irak saat ini tidak hanya dihadapkan pada masalah untuk
menyelesaikan persoalan dalam negerinya tapi juga menghadapi hegemoni baru
dibawah komando AS.
Dari uraian latar belakang tersebut di atas, maka peneliti tertarik untuk
politik di Irak Pasca invasi AS sampai dengan terbentuknya pemerintahan
sementara Irak dengan judul "Irak Setelah Jatuhnya Rezim Saddam Hussein
Tahun 2003-2005 ”.
B. Perumusan Masalah
Agar pembahasan dalam skripsi ini lebih terarah dan jelas bahasan
pokoknya, maka penulis merumuskan pokok permasalahan seperti akan tampak di
bawah ini:
1. Bagaimanakah latarbelakang invasi AS ke Irak pada tahun 2003?
2. Bagaimana kebijakan AS terhadap Irak pasca Saddam Husein terguling?
3. Bagaimanakah dampak perubahan sosial (social change), ekonomi dan politik
pada masyarakat Irak pasca Invasi AS sampai terbentuknya pemerintahan
sementara di Irak?
C. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini antara lain :
1. Mengetahui latar belakang invasi AS ke Irak pada tahun 2003.
2. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan AS yang ditargetkan kepada negara
Irak pasca Saddam Husein terguling.
3. Untuk mengetahui dampak invasi AS terhadap kehidupan masyarakat Irak di
bidang sosial, ekonomi, dan poltik hingga terbentuknya pemerintahan
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Ilmiah
a. Mendapatkan data tentang kondisi sosial, ekonomi dan politik di Irak setelah
rezim Saddam Hussein jatuh.
b. Dapat menambah wawasan pembaca khususnya mahasiswa mengenai dampak
invasi AS ke Irak sampai dengan pembentukan pemerintahan Irak setelah
rezim Saddam Hussein jatuh.
2. Manfaat praktis
a. Menambah perbendaharaan referensi di Perpustakaan Program Sejarah FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Merupakan sumber referensi bagi mahasiswa Program Sejarah FKIP
Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang akan meneliti lebih lanjut
mengenai perubahan sosial, ekonomi dan politik di Irak setelah rezim Saddam
Hussein jatuh.
c. Memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat mengenai perubahan
commit to user
8 BAB II LANDASAN TEORI A. Tinjauan Pustaka
1. Konflik
a. Pengertian Konflik
Istilah konflik berasal dari kata Confligere yang berarti saling
memukul. Dalam pengertian sosiologis, konflik dapat didefinisikan sebagi
suatu proses sosial dimana dua orang atau kelompok berusaha menyingkirkan
pihak lain dengan jalan menghancurkanya atau membuatnya tak berdaya (D.
Hendro Puspito O. C., 1989 :247).
Soerjono Soekanto (1985 : 99) mengartikan istilah konflik sebagai
suatu proses pencapaian tujuan dengan cara melemahkan pihak lawan tanpa
memperhatikan norama dan nilai yang berlaku. Hal tersebut terjadi karena
adanya perbedaan pendapat nilai-nilai dari pihak yang bertikai. Saperti yang
dikatakan oleh Ariyono Suyono (1985 : 7) bahwa konflik adalah keadaan
diantara dua atau lebih dari dua pihak berusaha menggagalkan tujuan
masing-masing pihak karena adanya perbedaan pendapat, nilai-nilai atau tuntutan dari
masing-masing pihak.
Menurut Webster dalam Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubbin (2004
:9), istilah konflik di dalam bahasa aslinya berarti ” suatu titik perkelahian,
peperangan atau perjuangan” yaitu suatu konfrontasi fisik antara beberapa
pihak. Sementara Dean G. Pruitt dan Jeffrey Z. Rubin (2004: 10) mengartikan
konflik sebagai persepsi mengenai perbedaan kepentingan atau suatu
kepercayaan bahwa aspirasi pihak-pihak yang berkonflik tidak dicapai secara
simultan.
Menurut Maswadi Rauf (2001 : 2) konflik adalah sebuah gejala sosial
yang selalu terdapat dalam setiap masyarakat dalam setiap kurun waktu.
Konflik dapat diartikan sebagai setiap pertentangan atau perbedaan antara
Kartini Kartono (1990 :173) mendefinisikan konflik sebagai semua
bentuk benturan, tabrakan ketidaksesuaian, pertentangan, perkelahian, oposisi
dan interaksi yang antagonistis bertentangan.
Clinton F. Fink dalam Kartini Kartono (1988 : 173) mendefinisikan
konflik sebagai berikut :
1) Konflik ialah relasi-relasi psikologis yang antagonis berkaitan dengan
tujuan-tujuan yang tidak bisa disesuaikan, interes-interes eksklusif dan
tidak bisa dipertemukan, sikap-sikap emosional yang bermusuhan dan
struktur-struktur nilai yang berbeda.
2) Konflik adalah interaksi yang antagonistis, mencakup tingkah laku
lahiriyah yang tampak jelas, mulai dari bentuk-bentuk perlawanan halus
terkontrol, tersembunyi, sampai pada perlawanan terbuka kekerasan
perjuangan tidak terkontrol, benturan laten, pemogokan, huru-hara, makar,
gerilya, perang dan lain-lain.
K.J Holtsi (1988 : 168) mendefinisikan konflik secara singkat yaitu
ketidaksesuaian sasaran, nilai, kepentingan atau pandangan antara dua pihak
atau lebih.. K.J Veerger (1988 : 210) yang mengutip pendapat Lewis A. Coser
menyatakan bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau
tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang
persediaannya tidak mencukupi, diantara pihak-pihak yang berselisih tidak
hanya bermaksud untuk memperoleh barang yang diinginkan melainkan juga
memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan.
Dari berbagi pendapat tentang konflik dapat disimpulkan bahwa
konflik adalah suatu pertentangan, pertikaian, percekcokkan, ketegangan dan
perbedaan kepentingan atau pendapat antara dua orang atau kelompok yang
terjadi karena adanya interaksi sosial sehingga mengakibatkatkan pihak yang
satu berusaha untuk menyingkirkan pihak yang lain untuk mencapai tujuan
yang dikehendakinya. Konflik adalah suatu proses interaksi yang antagonistis
terjadi sebagai akibat perbedaan paham atau perselisihan tentang tuntutan
sehingga menimbulkan usaha untuk menjatuhkan pihak lawan guna mencapai
perubahan yang dikehendaki kelompoknya.
b. Sebab-Sebab Timbulnya Konflik
Menurut Abu Ahmadi (1975 : 93), konflik biasanya ditimbulkan oleh
adanya kepentingan yang bertentangan terutama kepentingan ekonomi dan
sering juga karena perebutan kekuasaan dan kedudukan. Menurut Maswadi
Rauf (2001: 6) konflik juga terjadi karena adanya keinginan manusia untuk
menguasai sumber-sumber dan posisi yang langka. Kecenderungan manusia
untuk menguasai orang lain merupakan penyebab lainnya dari konflik.
Sumber konflik merupakan pokok pertikaian diantara kedua belah
pihak yang bertikai untuk mencapai posisi yang diinginkan. Konflik terjadi
karena percekcokkan, pertentangan dan perselisihan yang terjadi antara dua
pihak atau lebih untuk mencapai tujuan tertentu dengan cara melemahkan
pihak lawan tanpa memperhatikan nilai dan norma yang berlaku.
Menurut Soejono Soekanto (1990 : 99) yang menjadi sebab atau akar
dari timbulnya konflik adalah :
1) Perbedaan antara individu-individu
Perbedaan pendirian dan perasaaan mungkin akan melahirkan bentrokan
antara mereka.
2) Perbedaan kebudayaan
Perbedaan kepribadian dari orang perorangan tergantung pula dari
pola-pola kebudayaan yang menjadi latar belakang pembentukan serta
perkembangan kepribadian tersebut. Seorang sadar maupun tidak sadar,
sedikit banyak akan terpengaruh oleh pola-pola pemikiran dan pola-pola
pendirian kelompoknya. Selanjutnya keadaan tersebut dapat pula
menyebabkan terjadinya pertentangan antara kelompok manusia.
3) Perbedaan kepentingan
Perbedaan kepentingan antar individu maupun kelompok merupakan
sumber lain dari konflik. Wujud kepentingan dapat bermacam-macam ada
4) Perubahan sosial
Perubahan sosial yang berlangsung dengan cepat untuk sementara waktu
akan mengubah nilai-nilai yang ada dalam masyarakat. Hal ini
menyebabkan terjadinya golongan-golongan yang berbeda pendiriannya
mengenai reorganisasi sistem nilai.
T. Hani Handoko (1992 : 2) menyebutkan penyebab terjadinya konflik
yaitu :
1) Komunikasi
Salah pengertian yang berkenaan dengan kalimat, bahasa yang sulit
dimengerti atau informasi yang mendua dan tidal lengkap serta gaya
individu pemimpin yang tidak efektif.
2) Struktur
Pertarungan kekerasan dengan kepentingan-kepentingan atau sistem
penilaian yang bertentangan, persaingan untuk memperebutkan
sumber-sumber daya yang terbatas atau saling ketergantungan dua atau lebih
kelompok-kelompok kegiatan kerja untuk mencapai tujuan mereka.
3) Pribadi
Ketidaksesuaian tujuan atau nilai-nilai sosial pribadi pengikut atau
bawahan dengan perilaku yang diperankan atasan dan perbedaan nilai-nilai
atau persepsi.
c. Bentuk Konflik
Menurut Pheni Chalid (2005 : 104-108) konflik dikelompokkan dalam
kategori sifat, motif, dan bentuk, yaitu :
1) Berdasarkan sifatnya, terdiri atas :
a) Konflik bersifat laten, yaitu ketika pertentangan dan ketegangan
diantara pelaku konflik samar dan tidak jelas, namun telah ada dalam
diri pelaku konflik, seperti penilaian negatif terhadap lawan yang
dikontruksi melalui proses budaya sehingga menciptakan penilaian
stereotip satu etnis terhadap etnis lain. Selain itu, ketika pihak yang
karena berada pada posisi tawar yang rendah, baik secara kultural
maupun struktural, maka konflik berlangsung secara laten.
b) Konflik bersifat manifes, yaitu konflik yang dapat terjadi secara
spontan dan juga adanya ketidakseimbangan dalam masyarakat, seperti
perilaku tidak adil, ketimpangan sosial, politik dan ekonomi.
2) Berdasarkan motifnya, terdiri atas :
a) Konflik irasional, yaitu konflik berdasarkan perspektif utilitirianisme,
individu selalu mempertimbangankan aspek kepentingan pribadinya
(keuntungan) dalam berhubungan dengan sesamanya.
b) Konflik emosional, yaitu konflik yang dilandasi emosi karena adanya
perasaan untuk membela dan mempertahankan kepentingan
kelompoknya.
3) Berdasarkan bentuknya, terdiri atas :
a) Konflik vertikal, yaitu konflik terjadi karena suatu kelompok
menghadapi ketidakseimbangan distribusi sumber daya akibat
dominasi politik satu kelompok yang kuat menutup jalan bagi
kelompok lain untuk mendapatkan akses terhadap sumber daya yang
menjadi kepentingan bersama.
b) Konflik horizontal, yaitu konflik yang terjadi karena masing-masing
kelompok ingin menunjukkan identitas budaya yang dimiliki yang
melibatkan masalah sosial, politik dan ekonomi.
K. J. Holtsi (1988 : 174) menyebutkan ada enam bentuk utama dari
konflik yaitu :
1) Konflik wilayah terbatas, yaitu terdapat pandangan yang tidak cocok
dengan acuan pada pemilikan suatu bagian khusus wilayah atau pada
hak-hak yang dinikmati suatu negara di atau dekat wilayah negara lain.
2) Konflik yang berkaitan dengan komposisi pemerintah. Tipe konflik ini
sering mengandung nada tambahan idiologis yang kuat, maksudnya adalah
menjatuhkan rezim dan sebagai gantinya mendirikan suatu pemerintahan
yang cenderung lebih menguntungkan kepentingan pihak yang melakukan
3) Konflik kehormatan nasional, yaitu pemerintah mengancam atau bertindak
untuk membersihkan pelanggaran tertentu yang telah diduga.
4) Imperialisme regional, ketika suatu pemerintah berusaha untuk
menghancurkan kemerdekaan negara lain, biasanya demi kombinasi tujuan
idiologis, keamanan dan perdagangan.
5) Konflik pembebasan atau perang revolusioner yang dilakukan satu negara
untuk membebaskan rakyat negara lain, biasanya karena alasan etnis atau
idiologis.
6) Konflik yang timbul dari tujuan suatu pemerintah untuk mempersatukan
suatu negara yang pecah.
Menurut Ramlan Surbakti (1992 : 243) konflik dapat dibedakan
menjadi dua yaitu konflik yang berwujud kekerasan dan konflik non
kekerasan. Konflik yang mengandung kekerasan biasanya terjadi dalam
masyarakat negara yang belum memiliki konsesus bersama tentang dasar,
tujuan negara dan lembaga pengatur atau pengendali konflik yang jelas.
Pemberontakan, sabotase merupakan contoh konflik yang mengandung tindak
kekerasan. Konflik yang berwujud non kekerasan biasanya terjadi pada
masyarakat yang telah memiliki dasar tujuan yang jelas sehingga penyelesaian
konflik sudah bisa ditangani melalui lembaga yang ada. Adapun konflik non
kekerasan biasanya berwujud perbedaan kelompok antar kelompok (individu)
dalam rapat, pengajuan petisi kepada pemerintah, polemik melalui surat kabar
atau sebagainya.
Soerjono Soekanto (1990: 102) menyebutkan bahwa konflik
mempunyai beberapa bentuk khusus, antara lain :
1) Konflik pribadi
Konflik ini berupa pertentangan antar individu yang terjadi dalam
suatu hubungan sosial.
2) Konflik rasial
Konflik ini terjadi karena perbedaan pada ciri-ciri fisik, perbedaan
3) Konflik antara kelas-kelas sosial
Konflik ini disebabkan oleh perbedaan kepentingan, misalnya
perbedaan kepentingan antara majikan dengan buruh.
4) Konflik politik
Konflik ini menyangkut baik antara golongan-golongan dalam
suatu masyarakat maupun antara negara-negara yang berdaulat.
5) Konflik yang bersifat internasional
Konflik ini disebabkan perbedaan-perbedaan kepentingan yang
kemudian merembes ke kedaulatan negara. Mengalah berarti mengurangi
kedaulatan negara dan itu berarti kehilangan muka dalam forum
internasional.
d. Cara Penyelesaian Konflik
Menurut Maswadi Rauf (2001 : 8-12) penyelesaian konflik adalah
usaha-usaha yang dilakukan untuk menyelesaikan atau menghilangkan konflik
dengan cara mencari kesepakatan antara pihak-pihak yang terlibat dalam
konflik. Penyelesaian konflik diperlukan untuk mencegah : (1) semakin
mendalamnya konflik, yang berarti semakin tajamnya perbedaan antara
pihak-pihak yang berkonflik ; (2) semakin meluasnya konflik, yang berarti semakin
banyaknya jumlah peserta masing-masing pihak yang berkonflik yang
berakibat konflik semakin mendalam dan meluas, bahkan menimbulkan
disintergrasi masyarakat yang dapat menghasilkan dua kelompok masyarakat
yang terpisah dan bermusuhan. Ada dua cara penyelesaian konflik yaitu :
1) Secara persuasif, yaitu menggunakan perundingan dan musyawarah untuk
mecari titik temu antara pihak-pihak yang berkonflik. Pihak-pihak yang
berkonflik melakukan perundingan, baik antara mereka saja maupun
manggunakan pihak ketiga yang bertindak sebagai mediator atau juru
damai.
2) Secara koersif, yaitu menggunakan kekerasan fisik atau ancaman
kekerasan fisik untuk menghilangkan perbedaan pendapat antara
Menurut D. Hendropuspito OC (1989 : 250-251), cara penyelesaian
konflik yakni :
1) Konsolidasi
Konsolidasi berasal dari kata Latin concilioto atau perdamaian,
yaitu suatu cara untuk mempertemukan pihak-pihak yang berselisih guna
mencapai persetujuan bersama untuk berdamai. Dalam proses ini
pihak-pihak yang berkepentingan dapat meminta bantuan pihak-pihak ketiga yang
bertugas memberikan pertimbangan-pertimbangan yang dianggapnya baik
kepada kedua pihak yang berselisih untuk menghentikan sengketanya.
2) Mediasi
Mediasi berasal dari kata Latin mediatio, yaitu suatu cara untuk
menyelesaikan pertikaian dengan menggunakan seorang perantara
(mediator). Seorang mediator tidak berwenang untuk memberikan
keputusan yang mengikat (hanya bersifat konsultatif). Pihak-pihak yang
bersengketa sendirilah yang harus mengambil keputusan untuk
menghentikan perselisihan.
3) Arbitrasi
Arbitrasi berasal dari kata Latin arbitrium, artinya melalui
pengadilan, dengan seorang hakim (arbiter) sebagai pengambil keputusan
yang mengikat kedua pihak yang bersengketa, artinya keputusan seorang
hakim harus ditaati.
4) Paksaan (Coercion)
Paksaan ialah suatu cara menyelesaikan pertikaian dengan
menggunakan paksaan fisik atau psikologis. Pihak yang bisa
menggunakan paksaan adalah pihak yang kuat, pihak yang merasa yakin
menang dan bahkan sanggup menghancurkan pihak musuh.
5) Detente
Detente berasal dari kata Perancis yang berarti mengendorkan,
yang berarti mengurangi hubungan tegang antara dua pihak yang bertikai
guna persiapan untuk mengadakan pendekatan dalam rangka pembicaraan
Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 77-78) cara penyelesaian konflik
mempunyai beberapa bentuk, yaitu :
1) Coercion, adalah suatu cara penyelesaian konflik yang prosesnya
dilaksanakan oleh karena adanya paksaan, di antara salah-satu pihak
berada dalam keadaan yang lemah bila dibandingkan dengan pihak lawan.
Pelaksanaannya dapat dilakukan secara fisik (secara !angsung), maupun
secara psikologis (secara tidak langsung).
2) Compromise, adalah suatu cara penyelesaian konflik di antara pihak-pihak
yang terlibat saling mengurangi tuntutannya, agar tercapai suatu
penyelesaian terhadap perselisihan yang ada. Sikap dasar untuk dapat
sanakan compromise ada!ah bahwa salah satu pihak bersedia untuk
merasakan dan memahami keadaan pihak lainnya dan begitu pula
sebaliknya.
3) Arbitration, merupakan suatu cara untuk mencapai compromise apabila
pihak-pihak yang berhadapan tidak sanggup mencapainya sendiri.
Pertentangan diselesaikan oleh pihak ketiga yang dipi!ih oleh kedua belah
pihak atau oleh suatu badan yang berkedudukan lebih tinggi dari
pihak-pihak yang bertentangan.
4) Mediation, adalah suatu cara penyelesaian konflik dengan mengundang
pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada. Pihák ketiga
tersebut tugas utamanya adalah mengusahakan suatu penyelesaian secara
damai. Kedudukan pihak ketiga hanya sebagai penasihat dan tidak
mempunyai wewenang untuk memberi keputusan-keputusan penyelesaian
perselisihan tersebut.
5) Conciliation, adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan
keinginan dari pihak-pihak yang berselisih demi tercapainya suatu
persetujuan bersama.
6) Toleration (tolerant-participation) adalah suatu cara penyelesaian konflik
tanpa persetujuan yang formal bentuknya. Kadang-kadang toleration
7) Stalemate, adalah suatu cara penyelesaian konflik ketika pihak-pihak yang
bententangan karena mempunyai kekuatan yang seimbang berhenti pada
suatu titik tertentu dalam melakukan pertentangannya. Hal ini disebabkan
karena bagi kedua belah pihak sudah tidak ada kemungkinan lagi baik
untuk maju maupun untuk mundur.
8) Adjudication, adalah suatu cara penyelesaian konflik atau sengketa di
pengadilan.
e. Akibat Konflik
Menurut D. Hendropuspito OC (1989 : 249), konflik fisik berupa
bentrokan antara individu dengan individu, kerabat dengan kerabat, suku
dengan suku, bangsa dengan bangsa, golongan agama yang satu dengan yang
lain, umumnya mendatangkan penderitaan bagi kedua pihak yang terlibat,
seperti korban jiwa, material dan spiritual serta berkobarnya kebencian dan
balas dendam. Apabila konflik terjadi di suatu negara yang terdiri dari
berbagai suku bangsa dan bersifat separatif, konflik juga menghambat
persatuan bangsa serta integrasi sosial dan nasional.
Menurut Soerjono Soekanto (1990 : 103) akibat yang ditimbulkan oleh
terjadinya pertentangan atau konflik adalah :
1) Tambahnya solidaritas in-group. Apabila suatu kelompok bertentangan
dengan kelompok lain, maka solidaritas antara warga-warga kelompok
biasanya akan bertambah erat. Mereka bahkan bersedia berkorban demi
keutuhan kelompoknya.
2) Apabila pertentangan antara golongan-golongan terjadi dalam satu
kelompok tertentu, akibatnya adalah sebaliknya, yaitu goyah dan retaknya
persatuan kelompok tersebut.
3) Perubahan kepribadian para individu. Pertentangan yang berlangsung di
dalam kelompok atau antar kelompok selalu ada orang yang menaruh
simpati kepada kedua belah pihak. Ada pribadi-pribadi yang tahan
menghadapi situasi demikian, akan tetapi banyak pula yang merasa
4) Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Salah satu bentuk
konflik yakni peperangan telah menyebabkan penderitaan yang berat, baik
bagi pemenang maupun bagi pihak yang kalah, baik dalam bidang
kebendaan maupun bagi jiwa raga manusia.
5) Akomodasi, dominasi dan takluknya salah-satu pihak.
AS dengan Inggris telah sukses menggelar operasi militer di Irak. Perang
yang berlangsung singkat diklaim membawa kemenangan bagi pihak AS, dan
mantan Presiden George W. Bush mengumumkan perang di Irak telah berakhir
pada Mei 2003. Perang di Irak memang telah dianggap selesai oleh pihak AS,
tetapi bagi rakyat Irak perang sesungguhnya baru dimulai. Secara mengejutkan
rakyat Irak yang dianggap akan merasa senang pasca tumbangnya Saddam
Hussein, justru melakukan perlawanan bersenjata pada pasukan koalisi. Ditambah
lagi dengan adanya oposisi-oposisi yang selama ini tenggelam di bawah rezim
Saddam, mulai muncul kepermukaan dan bersaing untuk menyalurkan
kepentingannya masing-masing, tetapi aspirasi oposisi Irak ternyata tidak sejalan
dengan keinginan AS untuk membentuk Irak baru. Kehadiran pasukan AS di Irak
yang tidak disenangi oleh rakyat Irak itu memicu munculnya perlawanan
bersenjata rakyat Irak, dan dalam usaha penyelesaian konflik tersebut AS
mengambil langkah coercion, yaitu memaksakan untuk membentuk pemerintahan
yang sesuai dengan AS karena merasa berkuasa atas Irak. Keadaan seperti itu
membuat kondisi Irak menjadi penuh konflik yang berkepanjangan.
2. Kekuasaan
a. Pengertian
Kekuasaan secara umum berarti ‘’kemampuan pelaku untuk
mempengaruhi tingkah laku pelaku lain sedemikian rupa, sehingga tingkah
laku pelaku terakhir menjadi sesuai dengan keinginan dari pelaku yang
mempunyai kekuasaan’’ (Harold D. Laswell, 1984:9). Sejalan dengan itu,
adanya kemampuan untuk mempengaruhi dari seseorang kepada orang lain,
atau dari satu pihak kepada pihak lain’’.
Kekuasaan merupakan kemampuan seseorang atau sekelompok orang
untuk mempengaruhi pikiran atau tingkah laku orang atau kelompok orang
lain, sehingga orang yang dipengaruhi itu mau melakukan sesuatu yang
sebetulnya orang itu enggan melakukannya. Bagian penting dari pengertian
kekuasaan adalah syarat adanya keterpaksaan, yakni keterpaksaan pihak yang
dipengaruhi untuk mengikuti pemikiran ataupun tingkah laku pihak yang
mempengaruhi (Mochtar Mas’oed dan Nasikun, 1987:22). Dinyatakan oleh
Ramlan Surbakti (1992:58) bahwa kekuasaan merupakan suatu kemampuan
menggunakan sumber-sumber pengaruh yang dimiliki untuk mempengaruhi
perilaku pihak lain, sehingga pihak lain berperilaku sesuai dengan kehendak
pihak yang mempengaruhi. Dalam pengertian yang lebih sempit, kekuasaan
dapat dirumuskan sebagai kemampuan menggunakan sumber-sumber
pengaruh untuk mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan keputusan,
sehingga keputusan itu menguntungkan dirinya, kelompoknya dan masyarakat
pada umumnya.
‘’Kekuasaan merupakan penggunaan sejumlah besar sumber daya
(aset, kemampuan) untuk mendapat kepatuhan dan tingkah laku menyesuaikan
dari orang lain’’ (Charles F. Andrain, 1992:130). Kekuasaan pada dasarnya
dianggap sebagai suatu hubungan, karena pemegang kekuasaan menjalankan
kontrol atas sejumlah orang lain. Pemegang kekuasaan bisa jadi seseorang
individu atau sekelompok orang, demikian juga obyek kekuasaan bisa satu
atau lebih dari satu.
Menurut Miriam Budiarjo (1983:35) kekuasaan adalah ‘’kemampuan seseorang atau sekelompok manusia untuk mempengaruhi tingkah laku seseorang atau kelompok lain sedemikian rupa sehingga tingkah laku orang ltu menjadi sesuai dengan keinginn dan tujuan dari orang yang mempunyai kekuasaan’’.
Menurut Walter S. Jones (1993:3) kekuasaan dapat didefinisikan
(1) Kekuasaan adalah alat aktor-aktor internasional untuk berhubungan satu dengan lainnya. Itu berarti kepemilikan, atau lebih tepat koleksi kepemilikan untuk menciptakan suatu kepemimpinan; (2) Kekuasaan bukanlah atribut politik alamiah melainkan produk sumber daya material (berwujud) dan tingkah laku (yang tidak berwujud) yang masing-masing menduduki posisi khusus dalam keseluruhan kekuasaan seluruh aktor; (3) Kekuasaan adalah salah satu sarana untuk menancapkan pengaruh atas aktor-aktor lainnya yang bersaing menggapai hasil yang paling sesuai dengan tujuan masing-masing; dan (4) Penggunaan kekuasaan secara rasional merupakan upaya untuk membentuk hasil dari peristiwa internasional untuk dapat mempertahankan atau menyempurnakan kepuasan aktor dalam lingkungan politik internasional.
Lebih lanjut Walter S. Jones (1993:6) menyatakan unsur-unsur potensi
kekuasaan adalah :
(1) Sumber daya alam sebagai sumber kekuasaan, dalam hal ini sumber daya alam yang penting adalah sumber daya alam geografi; (2) Unsur psikologis dan sosiologis kekuasaan, sama halnya besarnya penduduk suatu bangsa yang mempunyai arti penting bagi kekuasaan, seperti halnya citra, sikap, dan harapan penduduk. Yang paling penting adalah citra diri bangsa, yang sangat mempengaruhi konsep peran yang harus dimainkan bangsa itu; dan (3) Unsur-unsur sintetik dari kekuasaan ketrampilan penggunaan sumber daya manusia dan sumber daya yang lain dalam rangka mengkoordinir, mengembangkan, menyiagakan kekuasaan negara yang paling penting adalah kapasitas industri dan kesiagaan.
Menurut Benedict Anderson (1972:48) kekuasaan dapat dibedakan
menjadi dua, yaitu konsep pemikiran barat dan konsep pemikiran Jawa.
Menurutnya kekuasaan dalam konsep pemikiran Barat adalah abstrak, bersifat
homogen, tidak ada batasnya, dan dapat dipersoalkan keabsahannya.
Sedangkan kekuasaan menurut konsep Jawa adalah konkrit, bersifat homogen,
jumlahnya terbatas atau tetap dan tidak mempersoalkan keabsahan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kekuasaan sangat penting
kedudukannya dalam masyarakat, dengan kekuasaan suatu kelompok dapat
melakukan apa saja yang diinginkan dan dapat mempengaruhi
b. Cara memperoleh kekuasaan
Menurut Haryanto (2005:22) kekuasaan dapat diperoleh dengan
beberapa cara, yaitu :
1) Dari kedudukan
Kedudukan dapat memberikan kekuasaan kepada seseorang atau
sekelompok orang karena yang bersangkutan menduduki posisi tadi. Semakin
tinggi kedudukan maka akan semakin besar pula kekuasaan yang berada pada
genggaman orang yang menduduki posisi tersebut.
2) Dari kekayaan
Atas dasar kekayaan yang dimilikinya, seseorang atau sekelompok
orang dapat sedikit banyak memaksakan keinginannya kepada pihak-pihak
lain agar bersedia mengikuti kehendaknya. Kekayaan yang digunakan untuk
memperoleh kekuasaan biasanya dikaitkan dengan pemilikan sumber-sumber
ekonomi. Semakin besar kepemilikan terhadap sumber-sumber ekonomi,
apalagi kalau sumber-sumber ekonomi itu merupakan sumber yang langka dan
merupakan kebutuhan primer, maka akan semakin besar pula kekuatan
pemilik sumber-sumber ekonomi untuk memaksakan keinginannya kepada
pihak-pihak lain. Dalam realitas kehidupan, kekuasaan yang bersumberkan
pada kekayaan akan lebih terasa besar pengaruhnya apabila berlangsung di
masyarakat yang relatif kurang sejahtera, dan sekaligus juga merupakan
masyarakat dengan tingkat kesejahteraan yang tidak merata.
3) Dari kepercayaan
Seseorang atau sekelompok orang dapat memiliki kekuasaan karena
yang bersangkutan memang dipercaya untuk memilikinya atas dasar
kepercayaan yang dianut masyarakat. Kekuasaan yang bersumber dari
kepercayaan hanya muncul di masyarakat di mana anggota-anggotanya
mempunyai kepercayaan yang dimiliki pemegang kekuasaan.
Menurut Miriam Budiardjo (1982:36) kekuasaan bisa diperoleh dari
kekerasan fisik (misalnya, seorang Polisi dapat memaksa penjahat untuk
mengakui kejahatannya karena dari segi persenjataan polisi lebih kuat); pada
atasan dapat memecat pegawainya); pada kekayaan (misalnya seorang
pengusaha kaya dapat mempengaruhi seorang politikus melalui kekayaannya);
atau pada kepercayaan (misalnya, seorang pendeta terhadap umatnya).
c. Cara mempertahankan kekuasaan
Kekuasaan yang dimiliki oleh seseorang, sekelompok orang atau suatu
negara terhadap terhadap pihak lain, dapat membuat penguasa tersebut
berupaya untuk mencapai apa yang menjadi keinginan dan tujuannya. Untuk
itu, penguasa berkeinginan mempertahankan kekuasaannya. Cara untuk
mempertahankan kekuasaan dapat dilakukan dengan cara damai, antara lain
dengan demokrasi dan mencari dukungan pihak lain, atau dengan kekerasan,
antara lain dengan penindasan dan memerangi pihak yang menentang
kekuasaannya.
Menurut Haryanto (2005:57) tindakan penguasa untuk
mempertahankan kekuasaannya berbeda-beda. Dalam masyarakat yang
demokrasis, penguasa mencari dukungan warga masyarakat secara konseptual
dan memperbesar kepercayaan warga terhadap penguasa. Sedang dalam
masyarakat yang tidak demokratis, penguasa mempertahankan kekuasaannya
dengan paksaan. Di masyarakat yang tidak demokratis, ada kecenderungan
penguasa untuk masuk terlalu jauh dalam mengatur kehidupan dan
kepercayaan serta pribadi warganya sesuai dengan keinginan penguasa.
Dengan paksaan, warga digiring untuk patuh pada penguasa.
Di antara banyak bentuk kekuasaan, kekuasaan politik merupakan hal
yang paling penting untuk dipertahankan, karena dengan kekuasaan politik,
penguasa dapat mempengaruhi kebijakan umum (pemerintah) baik
terbentuknya maupun akibat-akibatnya sesuai dengan tujuan-tujuan pemegang
kekuasaan. Kekuasaan politik tidak hanya mencakup kekuasaan untuk
mendapat ketaatan warga masyarakat, tetapi juga menyangkut pengendalian
orang lain dengan tujuan untuk mempengaruhi tindakan dan aktivitas
penguasa di bidang administratif, legislatif dan yudikatif (Miriam
Ibnu Khaldun dalam Rahman Zainudin (1992:125) menjelaskan
kekuasaan itu mempunyai dinamika dan prosesnya sendiri, yang dilaluinya
mulai dari kelahirannya sampai kehancurannya. Penguasa atau kelompok yang
berkuasa harus mempertahankan hubungan secara moralitas dan sifat-sifat
kebaikan. Sifat-sifat terpuji itulah yang menunjukkan adanya kekuasaan.
Selama sifat-sifat seperti itu ada, maka kekuasaan masih tetap ada. Dinyatakan
Robert M. Macluer dalam Miriam Budiardjo (1982:36) bahwa untuk
mempertahankan kekuasaan, penguasa harus meluaskan pengaruhnya untuk
meningkatkan kepercayaan dan ketaatan dari masyarakat atau warga di mana
penguasa itu berkuasa.
Jadi dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa meskipun dalam
mempertahankan kekuasaan ada berbagai macam cara, tetapi ada beberapa
persamaannya yaitu pihak satu ingin selalu memerintah pihak lain, ingin lebih
tinggi dari pihak lain dan menginginkan ketaatan pihak lain.
d. Otoritas penguasa
Dinyatakan Walter S. Jones (1993:3) penguasa adalah aktor yang
memiliki, menguasai aktor lain dan memiliki sumber daya yang berwujud
maupun tidak berwujud beserta asetnya untuk mempengaruhi
peristiwa-peristiwa yang terjadi agar sesuai kehendaknya.‘’Penguasa adalah seseorang
yang mempunyai kemampuan untuk menjalain hubungan dan proses yang
menghasilkan ketaatan dari pihak lain untuk tujuan-tujuan yang
ditetapkannya’’ (Ossip K. Flechtheim dalam Miriam Budiarto, 1982:35).
Charles Andrain dalam Haryanto (2005:6) menyatakan ‘’penguasa
adalah seseorang atau sekelompok orang yang mampu mempengaruhi tingkah
laku individu atau kelompok individu yang lain sehingga mereka bersedia
bertindak sesuai dengan keinginannya’’.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa otoritas penguasa
membuat peraturan yang harus ditaati atau diikuti pihak lain atau kekuasaan
dan wewenang yang sah untuk membuat orang atau pihak lain bertindak
sesuai dengan yang diinginkan penguasa.
e. Hancurnya Kekuasaan
Dalam pemikiran Ibnu Khaldun yang dikutip A. Rahman Zainuddin (1992
: 233) ada beberapa tahapan proses jatuhnya kekuasaan, yaitu :
1) Kekuasaan yang sentralistik, dimana pemusatan kekuasaan dan kemegahan
berada pada seorang atau sekelompok penguasa.
2) Kekuasaan yang mempunyai tata cara dan kebiasaan hidup dalam kemegahan.
3) Kekuasaan yang memiliki pertahanan lemah, tidak mempunyai kekuatan
legitimasi. Sehingga tinggal menantikan kehancurannya.
Selanjutnya Ibnu Khaldun menambahkan cirri sebuah kekuasaan yang mendekati
kehancuran yaitu krisis ekonomi dan krisis moral.
Hancurnya kekuasaan tidak hanya disebabkan oleh factor internal dalam
kekuasaan itu sendiri, akan tetapi bisa dari faktor eksternal, antara lain karena
peperangan yang melibatkan dua negara atau lebih, konflik dan perang saudara,
kudeta (penggulingan kekuasaan) baik oleh militer maupun sipil dan aksi-aksi
demonstrasi yang memungkinkan pergantian kekuasaan (Mukhammad Najib,
2001 : 318). Hancurnya kekuasaan juga bisa disebabkan karena diinvasi oleh
pihak lain. Invasi adalah aksi militer angkatan bersenjata suatu negara memasuki
daerah yang dikuasai oleh suatu negara lain, dengan tujuan menguasai daerah
tersebut atau merubah pemerintahan yang berkuasa. Invasi bisa menjadi penyebab
perang, bisa digunakan sebagai strategi untuk menyelesaikan perang, atau bisa
menjadi inti dari perang itu sendiri. (http://id.answers.yahoo.com/ diunduh pada
tanggal 17 Juli 2010)
Setelah melakukan invasi terhadap Irak pada tahun 2003, dari pada
menyerahkan kembali kekuasaan kepada rakyat Irak, AS lebih memilih menuntut
agar PBB mengeluarkan resolusi yang memberikan wewenang kepada AS untuk
melakukan rekontruksi di Irak. Wewenang untuk melakukan rekontruksi di Irak
untuk AS jika dicermati apa saja kebijakan-kebijakan rekontruksi Irak yang dibuat
oleh pemerintah AS, dan bagaimana dampak jangka panjang dari pelaksanaan
kebijakan-kebijakan tersebut. Maka akan tampak bahwa senjata utama yang
digunakan oleh pemerintah AS untuk menanamkan pengaruhnya di Irak adalah
kebijakan-kebijakan rekontruksi di bidang ekonomi, kebijakan-kebijakan
rekontruksi di bidang politik dan pemerintahan serta di bidang keamanan yang
lebih berperan sebagai kebijakan penunjang.
B. Kerangka Berpikir
Irak di bawah Rezim Saddam Husein
Krisis Irak dengan AS Isu senjata Irak untuk menguasai Irak. Politik
(Ketidakstabilan Politik di Irak)
Keterangan :
Saddam adalah Presiden Irak yang diktator dari 16 Juli 1979 hingga 9
April 2003. Sebagai anggota utama Partai Ba'ath Irak, yang menganjurkan
Pan-Arabisme sekular, modernisasi ekonomi, dan sosialisme Arab, Saddam
memainkan pernaan penting dalam kudeta 1968 yang membuat partainya lama
berkuasa di negara itu. Sebagai presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang
otoriter dan mempertahankan kekuasaannya melalui Perang Iran-Irak (1980–
1988) dan Perang Teluk (1991). Kedua perang itu menyebabkan penurunan drastis
standar hidup dan hak asasi manusia. Pemerintahan Saddam menindas
gerakan-gerakan yang dianggapnya mengancam, khususnya gerakan-gerakan yang muncul dari
kelompok-kelompok etnis atau keagamaan yang memperjuangan kemerdekaan
atau pemerintahan otonom. Sementara ia dianggap sebagai pahlawan yang
populer di antara banyak bangsa Arab karena berani menantang Israel dan
Amerika Serikat, sebagian orang di dunia internasional tetap memandang Saddam
dengan perasaan curiga, khususnya setelah Perang Teluk 1991. Kekuasaannya
berakhir setelah Irak diserang oleh suatu pasukan koalisi yang dipimpin Amerika
Serikat pada tahun 2003. Amerika Serikat beserta sekutunya menyatakan perang
menyerang Irak dan ingin menggulingkan Presiden Saddam Husein. Dalih
kekejaman yang dilakukan Saddam, kepemilikan senjata pemusnah massal yang
dimiliki Irak, dan janji membangun demokrasi serta masa depan bangsa Irak yang
lebih baik.
Dibalik alasan di atas, terdapat persepsi lain yang menyebabkan AS
menginvansi Irak. Faktor ekonomilah yang menjadi faktor dominan AS untuk
menjatuhkan Saddam Hussein. Kekayaan minyak bumi yang dimiliki oleh Irak
merupakan cadangan minyak kedua terbesar setelah Arab Saudi. AS ingin
menguasi ladang minyak timur tengah, khususnya Irak. Hingga saat ini, 42%
kebutuhan minyak AS disokong dari minyak yang berasal dari Timur Tengah.
Selain motif ekonomi, strategi geopolitik AS di kawasan Timur Tengah menjadi
alasan berikutnya. Bagi AS, Irak merupakan ancaman potensial bagi
karena Irak merupakan negara yang menentang keberadaan AS dan Israel di
Timur Tengah.
Namun tidaklah mudah untuk membangun Negeri 1001 Malam yang telah
hancur, tidaklah begitu mudah Irak menggapai masa depannya yang baru. Yang
lebih banyak muncul justru adalah persoalan. Pembangunan juga ternyata tidak
segera bisa dilaksanakan. Tidak adanya pemerintahan yang kuat, membuat bangsa
itu tidak memiliki arah. Akibatnya, banyak orang tidak mempunyai pekerjaan,
kelompok cendikia pun menjadi frustasi. Kekerasan menjadi bagian dari
commit to user
28 BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Dalam penelitian yang berjudul “Irak Pasca Rezim Saddam Hussein
Tahun 2003-2005”, dilakukan teknik pengumpulan data melalui studi pustaka.
Adapun perpustakaan yang digunakan sebagai berikut:
a. Perpustakaan Pusat Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Perpustakaan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas
Maret Surakarta.
c. Perpustakaan Program Studi Pendidikan Sejarah Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
d. Perpustakaan Monumen Pers Surakarta.
e. Perpustakaan Sana Budaya Yogyakarta.
f. Perpustakaan FISIP Universitas Gajah Mada Yogyakarta
2. Waktu Penelitian
Jangka waktu yang digunakan untuk penelitian ini dimulai dari
disetujuinya judul skripsi yaitu bulan Januari 2010 sampai dengan selesainya
penulisan skripsi ini yaitu pada bulan November 2010. Adapun kegiatan
Tabel.1: Kegiatan Penelitian
Kegiatan 2010
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Pengajuan
Judul Skripsi √ Pengajuan
Proposal dan Perijinan
√
Pengumpulan
Data √ √ √
Analisis Data √ √ √
Penyusunan
Laporan √ √ √
B. Metode penelitian
Dalam setiap penelitian ilmiah selalu diperlukan suatu metode tertentu
yang berkaitan dengan obyek atau pemasalahan yang akan diteliti. Menurut
Koentjaraningrat (1986 : 7) kata metode berasal dari bahasa Yunani, methodos
yang berarti cara atau jalan. Sehubungan dengan karya ilmiah, maka metode
menyangkut masalah cara kerja, yaitu cara kerja untuk memahami obyek yang
menjadi sasaran ilmu yang bersangkutan.
Menurut Dudung Abdurahman (1999 : 43) metode adalah suatu cara,
jalan, atau petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis. Sedangkan menurut Helius
Sjamsuddin (2007 : 13) metode ada hubungannya dengan prosedur, proses, atau
teknik yang sistematis dalam penyelidikan suatu disiplin ilmu tertentu untuk
mendapatkan obyek yang diteliti.
Penelitian ini merupakan penelitian yang berusaha merekonstruksikan,
mendiskripsikan dan memaparkan kondisi negara Irak setelah jatuhnya Rezim
Saddam Hussein tahun 2003-2005. Peristiwa yang menjadi pokok penelitian
tersebut adalah peristiwa masa lampau, sehingga metode yang digunakan adalah
metode historis atau sejarah.
Louis Gottschalk (1975 : 32) mengemukakan bahwa metode sejarah
masa lampau. Sedangkan Nugroho Notosusanto (1971 : 17) menyatakan bahwa
metode penelitian sejarah merupakan proses pengumpulan, menguji, menganalisis
secara kritis rekaman-rekaman dan penggalian-penggalian masa lampau menjadi
kisah sejarah yang dapat dipercaya. Metode ini merupakan proses merekonstruksi
peristiwa-peristiwa masa lampau, sehingga menjadi kisah yang nyata.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa metode
penelitian sejarah adalah kegiatan mengumpulkan, menguji dan menganalisis
secara kritis data peninggalan masa lampau dan menyajikannya sebagai hasil
karya melalui historiografi.
C. Sumber Sejarah
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sumber data
sejarah. Sumber data sejarah sering disebut juga data sejarah. Menurut
Kuntowijoyo kata “data” merupakan bentuk jamak dari kata tunggal datum
(bahasa Latin) yang berarti pemberitaan (Dudung Abdurahman, 1999 : 30).
Menurut Nugroho Notosusanto (1971 : 19) sumber sejarah terdiri atas
sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber yang
keterangannnya diperoleh secara langsung dari seseorang yang menyaksikan suatu
peristiwa dengan mata kepala sendiri, sedangkan sumber sekunder adalah sumber
yang keterangannya diperoleh oleh pengarangnya dari orang lain atau sumber lain.
Menurut Dudung Abdurrahman (1999: 31), sumber sejarah dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu :
1. Menurut bahannya; sumber tertulis dan sumber tidak tertulis.
2. Menurut asalnya; sumber primer dan sekunder.
3. Menurut tujuannya; sumber formal dan sumber informal.
Dalam penelitian ini digunakan sumber data tertulis, baik primer maupun
sekunder. Sumber tertulis primer berupa surat kabar seperti Kompas terbitan tahun
2005, Solo Pos terbitan tahun 2005, Republika terbitan tahun
2003-2005 dan majalah News terbitan tahun 2003-2003-2005 . Selain itu juga digunakan
artikel-artikel dan buku-buku yang relevan dengan penelitian sebagai sumber