• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat

BAB III METODE PENELITIAN

B. Kebijakan Politik Luar Negeri Amerika Serikat

Keamanan nasional merupakan kebutuhan yang sangat mendasar bagi semua bangsa, termasuk AS. Terwujudnya keamanan nasional merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi oleh AS untuk dapat melaksanakan proses pembangunan nasional. Kebutuhan akan keamanan nasional ini berkaitan dengan kemampuan AS untuk melindungi negara dan semua aspek yang terkandung di dalamnya dari semua hal yang berpotensi menjadi ancaman terhadap segala segi kehidupan rakyat, baik dari dalam maupun dari luar negeri. Dengan cara ini pemerintahan AS dapat menjamin bahwa AS akan tetap bebas, merdeka, terjaga integritas wilayahnya serta aman dari pengaruh negatif dari manapun.

Keamanan nasional ini tidak hanya terfokus pada situasi dalam negeri AS, tetapi juga pada representasi AS di Negara-negara lain. Representasi dari AS yang berada di Negara-negara lain ini bisa berupa perusahaan-perusahaan yang beroprasi di manca Negara dan warga AS yang bermukim di Negara lain. Jadi meskipun perusahaan dan warga Negara AS ini berda di luar negeri, namun AS tetap berkewajiban untuk menjamin keselamatan mereka.

Di samping terwujudnya keamanan nasional, pemerintah AS juga berupaya mengenai kesejahteraan yang merata di bidang ekonomi untuk seluruh warga Negara AS. Kesejahteraan ekonomi ini berkaitan erat dengan keamanan nasional karena keduanya memiliki hubungan yang bersifat timbal balik. Tercapainya kesejahteraan ekonomi dapat membantu pemerintah dalam mewujudkan keamanan nasional dan menjadi salah satu modal dasar bagi tercapainya kesejahteraan ekonomi.

Untuk memenuhi kepentingan-kepentingan nasionalnya, pemerintah AS membuat kebijakan-kebijakan di berbagai bidang, termasuk di dalamnya kebijakan di bidang politik luar negeri yaitu mempromorsikan nilai-nilai demokrasi ke dunia internasional, mempromorsikan perdagangan bebas dan terbuka, berperan aktif dalam upaya-upaya menangani konflik-konflik regional, mencegah perkembangan senjata pemusnah massal, perang terhadap terorisme global, dan berusaha untuk mendapatkan citra positif dihadapan dunia internasional.

Kebijakan yang pertama adalah mempromorsikan nilai-nilai demokrasi ke tengah dunia internasional. Upaya promosi nilai-nilai demokrasi ini mempati kedudukan penting dalam politik luar negeri AS, hal ini diindikasikan oleh prioritas yang diberikan kepada kebijakan ini di masa pemerintahan Presiden Bill Clinton maupun Presiden George W. Bush (www.whitehouse. gov/nsc/nss

diunduh pada tanggal 10 Juli 2010).

Ada beberapa alasan yang menjadikan kebijakan ini penting bagi AS : (1) Struktur pemerintahan yang demokratis dianggap mampu membatasi wewenang pemimpin negara untuk memobilisasi warganya ke dalam perang; (2) Norma-norama resolusi konflik nir-kekerasan yang dikembangkan oleh nilai-nilai demokrasi di dalam negeri juga turut berperan dalam pembuatan kebijakan-kebijakan luar negeri suatu negara. Di samping itu, masyarakat yang mengadopsi nilai-nilai demokrasi ke dalam kehidupan sehari-hari, pada umumnya selalu berusaha mencegah agar jangan sampai konflik-konflik yag sedang terjadi mengarah ke perang terbuka (www.whitehouse. gov/nsc/nss diunduh pada tanggal 10 Juli 2010).

Secara singkat, pemerintah AS membuat kebijakan untuk mempromosikan nilai-nilai demokrasi kepada negara-negara lain karena pemerintah AS meyakini bahwa penerapan nilai-nilai demokrasi akan membuat dunia menjadi lebih damai tanpa perang, dan dengan kondisi dunia yang lebih damai ini AS merasa lebih terjamin keamanan nasionalnya dan dapat berkonsentrasi melakukan proses pembangunan nasional (www.lesperssi. gov/nsc/nss diunduh pada tanggal 10 Juli 2010).

Untuk mendukung kebijakan ini, pemerintah AS seringkali memberikan bantuan luar negeri kepada suatu negara dengan syarat Negara penerima bantuan tersebut mengadopsi nilai-nilai demokrasi dalam pemerintahanya, sembari melakukan propaganda bahwa hanya negara yang menganut nilai-nilai demokrasi yang memiliki kesempatan untuk mewujudkan kemakmuran ekonomi. Contoh dari kasus ini bisa dilihat pada bantuan luar negeri yang diberikan AS kepada Afghanistan pasca runtuhnya rezim Taliban.

Kebijakan kedua yang dibuat oleh pemerintah AS, yaitu mempromorsikan perdagangan bebas dan terbuka, memiliki hubungan erat dengan yang pertama. Seymour Martin Lipset berasumsi bahwa pelaksanaan perdagangan bebas dan terbuka akan mendorong pertumbuhan ekonomi, sedangkan peningkatan taraf ekonomi masyarakat cenderung berdampak pada meningkatnya taraf pendidikan masyarakat secara umum. Peningkatan taraf pendidikan masyarakat ini dapat mendorong terjadinya perubahan kultur dan perilaku politik masyarakat, yang pada gilirannya dapat mendukung tumbuhnya nilai-nilai demokrasi dalam kehidupan bernegara. Pelaksanaan nilai-nilai demokrasi akan berujung pada terwujudnya perdamaian dunia (www.wordpress. gov/nsc/nss diunduh pada tanggal 11 Juli 2010)

Tampak bahwa pemerintah AS menganggap sistem perdagangan bebas dan terbuka akan menghasilkan kemakmuran ekonomi bagi semua warga negara yang menerapkannya sehingga AS rajin memprakarsai dibentuknya institusi yang mendukung sistem ini, seperti FreeTrade Area of Americas (FTAA) yang mulai aktif tahun 2005.

Sistem perdagangan bebas dan terbuka ini tidak luput dari kelemahan. Bagi negara yang sebelumnya sudah memiliki posisi ekonomi yang kuat, perdagangan bebas memang berpotensi meningkatkan kemakmuran ekonomi mereka, tetapi Negara-negara Dunia Ketiga yang belum siap untuk menghadapi sistem ini, dan terpaksa menerapkannya karena berbagai alasan tertentu justru akan mengalami kemrosotan ekonomi karena para pelaku ekonomi dalam negeri tidak memiliki modal yang cukup untuk bersaing dengan para pelaku ekonomi yang datang dari luar. Ketimpangan ini pada akhirnya akan menambah jumlah pihak yang memusuhi negara-negara yang diuntungkan.

Kebijakan perdagangan bebas dan terbuka yang dianjurkan AS ini memilki dampak ganda pada kepentingan nasional. Penerapan perdagangan bebas dan terbuka memang dapat meningkatkan kemakmuran ekonomi, tetapi menambah ancaman terhadap keamanan nasional AS.

Kebijakan ketiga adalah berperan aktif dalam upaya-upaya menangani konflik-konflik regional. Alasannya adalah adanya asumsi bahwa konflik regional

dalam skala sekecil apapun berpotensi untuk mengalami eskalasi dan berkembang menjadi konflik dalam skala yang lebih besar. Konflik dalam skala bisa ini dapat mengganggu stabilitas keamanan internasional yang pada giliranya akan memberikan dampak negatif terhadap upaya-upaya memenuhi kepentingan-kepentingan nasional AS (http:/www.whitouse.gov/nsc/pdf diunduh pada tanggal 10 Juli 2010).

Sebagai realisasi dari kebijakan ini AS selalu tampak aktif dalam memprakarsai diadakanya perundingan-perundingan perdamaian antara negara-negara yang sedang berkonflik, misalnya perundingan damai antara Israel dengan Palestina yang menghasilkan Road Map Peace pada tahun 2003 yang berisi Palestina harus menghentikan semua tindakan terorismenya terhadap Israel, membongkar infrastruktur kelompok militan termasuk melucuti senjata mereka, dan pihak Israel juga harus membongkar 100 pemukiman Yahudi illegal di Tepi Barat. Selain itu AS juga mengirimkan pasukan militernya untuk turut serta sebagai penjaga perdamaian atas nama PBB (Siti Mutti’ah, 2004 : 49).

Kebijakan keempat adalah mencegah perkembangan senjata pemusnah massal. Alasan dari kebijakan ini sangat sederhana. Pemerintah AS tidak mau jika senjata pemusnah massal yang ada dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang memusuhi AS untuk mengancam keamanan nasional. Untuk itu, AS kemudian memaksa melucuti persenjataan pemusnah massal yang diduga dimiliki oleh pihak-pihak yang dianggap membahayakan, seperti ketika sebelum meletusnya Perang Irak tahun 2003, AS melalui PBB memaksa Irak untuk menerima tim inspeksi PBB yang bertugas mencari persenjataan pemusnah massal yang diduga dimiliki Irak. Irak dianggap sebagai negara yang memiliki senjata pemusnah massal, baik itu senjata kimia seperti monstar yang dapat menyebabkan kulit melepuh, tabun dan sarin yang dapat menyerang syaraf, senjata biologi seperti

botulinium yang dapat meracuni dan mencekik orang, serta bacillus anthraxis

yang dapat menyebabkan penyakit Anthrax, serta senjata nuklir dan rudal Scud yang mempunyai jangkauan 900 kilometer untuk melancarkan senjata-senjata tersebut (Siti Mutt’iah, 2004 : 15-16).

Mengenai kebijakannya ini pemerintah AS menerima banyak kritik, karena AS memaksa negara-negara lain untuk menghancurkan persenjataan pemusnah massal yang mereka miliki, tetapi AS sendiri tidak bersedia menghancurkan pemusnah massal yang dimilikinya.

Kebijakan kelima adalah perang terhadap terorime global. Kebijakan ini mencuat pasca tragedi 11 September 2001. Pemerintah AS yang merasa negara menjadi target utama gerakan teroris internasional mengajak semua negara di dunia untuk bekerja sama membasmi gerakan-gerakan teroris tersebut. Salah satu tindakan AS dalam rangka memerangi terorisme yang memancing protes dunia internasional adalah invasi terhadap Afghanistan pasca peristiwa 11 September 2001 dengan dalih untuk menangkap Osama bin Laden, gembong Al Qaeda, yang dituding sebagai dalang peristiwa 11 September 2001 dan diduga berada di Afghanistan dalam perlindungan rezim Taliban yang pada saat itu berkuasa di Afghanistan. Selain Afghanistan, AS juga memusuhi Irak, Iran, dan Korea Utara yang dianggap sebagai Negara Poros Setan (Axis of Evil).

Kebijakan keenam adalah berusaha untuk mendapatkan citra positif di hadapan dunia internasional. Kebijakan ini dimanifestikan melalui pemberian bantuan-bantuan keamanusiaan setiap kali terjadi masalah-masalah sosial dan kemanusiaan, misalnya bencana alam, dan kelaparan. Bantuan tersebut diberikan dalam bentuk teknis, suplai makanan, dan obat-obatan. Tindakan ini dianggap penting karena kebijakan-kebijakan luar negeri AS harus memiliki aspek kemanusiaan jika ingin mendapat dukungan dari publiknya sendiri. Sealain itu, melalui pemberian bantuan-bantuan ini pemerintah AS berharap agar dunia internasioanal menilai AS sebagai sebuah Negara yang baik dan tidak pantas untuk dimusuhi. Dengan demikian keamanan nasional AS akan lebih terjamin.

Dokumen terkait