• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

Lampiran 1

FORMULIR PERSETUJUN (INFORMED CONSENT)

Saya yang bernama Indah Astria Pakpahan adalah mahasiswi Program S1

Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan

penelitian tentang “Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor”. Penelitian ini

merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program S1

Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk menjadi

responden dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner yang telah saya persiapkan.

Saya mohon agar mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Saya akan

menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban Bapak/Ibu, informasi yang diberikan

akan hanya digunakan untuk proses penelitian.

Peneitian ini bersifat sukarela, Bapak/Ibu bebas menerima menjadi

responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika bersedia,

silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti bersedia menjadi

responden pada penelitian ini. Terimakasih atas perhatian Bapak/Ibu untuk

penelitian ini.

Medan, Maret 2016

Peneliti Responden

(2)

Lampiran 2

KUESIONER PENELITIAN

HUBUNGAN GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS MEDAN

JOHOR

I. Identitas Responden

(3)

II. Gaya Hidup

Berikan tanda ceklist (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia dibawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang Anda alami. Aktivitas Fisik

No Pertanyaan Ya Tidak

1 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga setiap hari ?

2 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga ≥ 30 menit dalam sehari (senam aerobik, berspeda, jogging, dan lain-lain (sebutkan) ?

3

Apakah anda melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari melakukan pekerjaan rumah, mencuci, membersihkan rumah, bekerja di kantor, mengajar), dan lain-lain (sebutkan) ≥ 30 menit dalam sehari ?

Pola Makan

1 Apakah anda makan daging < 3 kali dalam seminggu ?

2 Apakah anda makan makanan berlemak tinggi (misalnya: bersantan, jeroan) < 3 kali dalam seminggu ?

1 Apakah anda makan makanan gorengan < 3 kali dalam seminggu ?

4 Apakah anda makan makanan di luar rumah (cepat saji) < 3 kali dalam seminggu?

5 Apakah anda mengkonsumsi minuman yang berkafein < 3 kali dalam seminggu ?

6 Apakah anda makan makanan yang diasinkan (ikan asin, udang kering) < 3 kali dalam seminggu ?

7 Apakah anda makan sayuran ≥ 3 kali dalam seminggu ? 8 Apakah anda makan buah-buahan ≥ 3 kali dalam seminggu ?

Kebiasaan Istirahat/ Tidur

1 Apakah anda terbangun < 2 kali pada waktu tidur malam ? 2 Apakah anda mengalami susah tidur < 2 dalam seminggu ?

3 Apakah anda istirahat/ tidur siang (1-2 jam sehari) ≥ 3 kali dalam seminggu ?

4 Apakah anda tidur secara teratur dalam seminggu (6-8 jam pada malam hari) ?

Kebiasaan Merokok 1 Apakah anda merokok ?

III. Tekanan Darah

(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
(10)

Lampiran 5 Gaya Hidup

tekanan darah

Total hipertensi

tidak hipertensi

gaya hidup tidak baik 38 26 64

baik 9 24 33

Total 47 50 97

Aktifitas Fisik

tekanan darah

Total Hipertensi tidak hipertensi

aktivitas fisik cukup 9 25 34

tidak cukup 38 25 63

Total 47 50 97

Pola Makan

tekanan darah

Total hipertensi tidak hipertensi

pola makan baik 13 30 43

tidak baik 34 20 54

(11)

Kebiasaan Istirahat/tidur

tekanan darah

Total hipertensi tidak hipertensi

kebiasaan tidur Cukup 5 11 16

tidak cukup 42 39 81

Total 47 50 97

Kebiasaan Merokok

tekanan darah

Total hipertensi tidak hipertensi

kebiasaan merokok tidak merokok 28 38 66

merokok 19 12 31

Total 47 50 97

Korelasi UJi Spearman Rho

Correlations

gaya hidup tekanan darah

Spearman's rho gaya hidup Correlation Coefficient 1.000 -.304**

Sig. (2-tailed) . .002

N 97 97

tekanan darah Correlation Coefficient -.304** 1.000

Sig. (2-tailed) .002 .

(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

Lampiran 8

TAKSASI DANA

Dana yang telah dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal sampai dengan pembuatan skripsi.

1. Pembuatan Proposal Biaya

a. Kertas A4 80 gr 2 rim : Rp. 100.000

b. Fotocopy sumber-sumber pustaka : Rp. 50.000

c. Internet : Rp. 100.000

d. Fotocopy perbanyak proposal : Rp. 100.000

e. Jilid proposal : Rp. 12.000

f. Konsumsi dosen pembimbing dan penguji : Rp. 200.000

g. Dana tak terduga : Rp. 100.000

2. Pengumpulan Data

a. Transportasi : Rp. 100.000

b. Fotocopy kuesioner dan lembar persetujuan : Rp. 50.000

c. Cendramata : Rp. 200.000

3. Analisa Data dan Penyajian Data

a. Biaya print, kertas a4 80 gr 2 rim : Rp. 150.000

b. Penjilitan : Rp. 100.000

c. Fotocopy laporan penelitian : Rp. 120.000

d. Persiapan sidang skripsi : Rp. 300.000

e. Biaya tak terduga : Rp. 100.000

(18)

Lampiran 9

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Indah Astria Pakpahan

Jenis Kelamin : Perempuan

Tempat/Tanggal Lahir : Tinjowan, 31 Juli 1994

Agama : Islam

Alamat Rumah : Jl Desa Tambak Cekur Kec. Serba Jadi

RIWAYAT PENDIDIKAN

1. 2000-2006 : SD Negeri 101938 Adolina

2. 2006-2009 : SMP Negeri 1 Perbaungan

(19)
(20)

20 59 p islam sd wiraswasta 130/70 tidak cukup tidak baik tidak cukup tidak

32 75 l kristen perguruan tinggi pensiunan pegawai

(21)
(22)
(23)

92 64 l kristen sma pensiunan pegawai

negri 160/100 tidak cukup tidak baik tidak cukup tidak

93 74 l islam smp pensiunan pegawai

negri 200/90 cukup tidak baik tidak cukup tidak

94 61 l islam sma pensiunan pegawai

negri 160/90 cukup tidak baik tidak cukup tidak

(24)

62 DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: TIM.

BPS. 2007. Sumatera Utara dalam Angka. Medan: Badan Pusat Statistik.

Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

__________ . (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. vsumut 2008.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.

________ . (2010). Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga. http://www.depkes.go.id/index.php/-berita/press-release/810-hipertansi % 20penyebabkematian-nomor-tiga. html. Diakses tanggal 25 September 2015.

________ . (2012). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatani ndonesia/ profil -kesehatan-indonesia-2012.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.

Hasdianah, dkk. (2014).Gizi Pemanfaat Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Jufri, Z., dkk. (2011). Jurnal Hubungan antara Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Panaikang Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2015

Marliani & Tantan, S. (2007). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta: Pt Elex Media Komputindo.

(25)

63

Muhammadun. (2010). Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh Sejati. Jogjakarta: In-Books.

Murwani, A. (2009). Perawatan pasien penyakit dalam. Jogjakarta: Mitra bersama kendikia press.

Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular Dan Hemotologi. Jakarta: Salemba Medika.

Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.

Potter, P. A., & Perry, A. G. (Ed). (2009). Fundamental Keperawatan Vol. 1 (7thed). (Adrina Ferderika, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.

_______________________________ . Fundamental Keperawatan Vol.2 (7thed). (Adrina Ferderika & Marina Albar, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.

_______________________________ . Fundamental Keperawatan Vol 3 (7thed). (Diah Nur Fitriani, dkk, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.

Price, S. A. (2006). Hipertensi Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Purwoastuti, E. & Elisabet, S. W. (2015). Perilaku dan Soft Skills Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Baru.

Puspitorini, & Myra. (2009). Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Image Press.

Riwidikdo, H. (2009). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.

Riyanto, A. (2009). Pengelolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.

Romauli. (2014). Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Kejadian Hipertensi Di Rsud Dr. H Kumpulan Pane Tebing Tinggi. FKM USU. Medan.

Santoso, H. (2009). Memahami Krisis Lanjut usia Uraian Medis dan Pedagosis Patoral. Jakarta: Gunung Mulia.

Sarwono, J. (2006). Analisis Data Penelitian. Jakarta: Penerbit Andi.

Sediaoetama, A. (2006). Ilmu Gizi. Jakarta Timur.

(26)

64

Susilo, dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: CV Andi Offset.

Tamber, S. (2009). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.

Udjianti, W. J. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.

(27)

BAB 3

KERANGKA PENELITIAN

1. Kerangka Konsep

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup(aktifitas

fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, riwayat merokok) dengan kejadian

hipertensi pada lansia di Pelayanan Puskesmas Medan Johor. Maka dapat

digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:

Variabel Indenpenden Variabel Dependen

2. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

Ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada

lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor. Gaya hidup :

1. Aktivitas fisik 2. Pola makan

3. Kebiasaan Istirahat 4. Riwayat Merokok

Kejadian Hipertensi

- Ya

(28)

34

3. Definisi Operasional

Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas gaya hidup

(aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok). Sedangkan

variabel terikat adalah kejadian Hipertensi.

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur SkalaUkur

Hipertensi

kuesioner 1.Tidak baik ≤ 16 2.Baik > 16

Kuesioner 1. Tidak cukup ≤ 4

(29)

BAB 4

METODOLOGI PENELITIAN

1. Desain Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan

pendekatan “cross sectional” dimana data yang menyangkut variabel independen

dan variable dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmojo,

2005).

2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 2.1Populasi

Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek

yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh

peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni, 2014).

Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah lansia yang datang

berkunjung ke Puskesmas Medan Johor dengan data pada bulan

Januari-September 2015 sebanyak 3646 orang.

2.2Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh

proposal yang digunakan untuk penelitian. Bila populasi besar, peneliti tidak

mungkin mengambil semua untuk penelitian misal karena terbatasnya dana,

tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil

(30)

36

penelitian ini adalah accidental sampling yaitu dilakukan dengan mendatangi

responden yang datang ke Puskesmas sesuai dengan konteks penelitian.

Sampel yang akan di ambil adalah yang memenuhi kriteria yaitu: lansia yang

datang berobat di puskesmas, berumur 55-70 tahun, dapat mengerti bahasa

Indonesia dan mampu membaca dan menulis, bersedia menjadi responden.

Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus

Slovin (Notoadmojo, 2005) yaitu :

= 97,33

Keterangan :

n : besar sampel

N : besar populasi

d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)

Dengan demikian total sampel penelitian adalah 97 responden.

3. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Medan Johor yang memiliki

jumlah kunjungan lansia yang memenuhi untuk menjadi responden dalam

penelitin ini dan peningkatan hipertensi masih saja terus meningkat, selain itu

(31)

37

dimulai pada bulan November tahun 2015 - Juli tahun 2016 setelah terlebih

dahulu melakukan survey awal.

4. Pertimbangan Etik

Peneliti memperhatikan syarat-syarat kelayakan penelitian dengan

mempertimbangkan kaedah etik penelitian dan kelengkapan izin institusi

pendidikan Fakultas Keperawatan. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat

persetujuan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan

melakukan permohonan izin penelitian kepada Dinas Kesehatan dan selanjutnya

menyerahkan surat penelitian kepada Puskesmas Medan Johor. Sebelum

penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian.Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan etik dalam penelitian ini

yaitu: Informed consent, merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan

responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent

tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar

persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari informed consent adalah agar

subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika

subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika

responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya.

Self determination, dalam penelitian ini peneliti memberikan kebebasan

kepada responden untuk menentukan apakah bersedia menjadi responden atau

tidak dalam penelitian ini setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan

(32)

38

Privacy, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa yang semua

informasi diperoleh dari responden selama penelitian ini hanya digunakan untuk

kepentingan penelitian ini.

Anonymity, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa menjamin

kerahasiaan responden dengan tidak menuliskan atau mencantumkan identitas

responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner. Masalah etika

penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan

subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama

responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar

pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.

Confidentially, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua

informasi yang diperoleh dari responden tidak akan disajikan secara keseluruhan.

Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Etika

penelitian ini bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden,,

melindungi dan menghormati hak responden untuk menolak penelitian.

Protection from discomfort and harm, peneliti memperhatikan

kemungkinan ketidaknyamanan maka peneliti mendampingi responden selama

(33)

39

5. Instrumen Penelitian

Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang akan diungkap dalam

penelitian ini, maka instrument yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari

3 bagian, yaitu: pertama kuesioner data demografi (KDD) responden yang

meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, dan

pekejaan, kedua kuesioner tentang gaya hidup (KGH), ketiga adalah kuesioner

kejadian hipertensi (KKH) yang didapat dari rekam medik pasien dengan kategori

penderita hipertensi dan tidak menderita hipertensi.

Kuesioner gaya hidup menggunakan kuesioner yang diadobsi dari

penelitian Romauli tahun 2014 dengan judul Pengaruh Gaya Hidup Terhadap

Kejadian Hipertensi Di RSUD Dr.H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Kuesioner

Gaya Hidup terdiri dari 4 aspek yaitu kuesioner aktifitas fisik yang memiliki

jumlah pertanyaan sebanyak 3 dan total skor sebesar 6 dengan kategori penilaian

Tidak cukup yaitu ≤ 3 dan Cukup yaitu > 3, kuesioner pola makan memiliki

jumlah pertanyan sebanyak 8 dan total skor 16 dengan kategori penilaian Tidak

baik yaitu ≤ 8 dan Baik yaitu > 8, kuesioner istirahat memiliki jumlah pertanyan

sebanyak 4 dan totak skor 8 dengan kategori penilaian Tidak cukup ≤ 4 dan

Cukup > 4, dan kuesioner riwayat merokok disusun dengan 1 pertanyaan yang

diajukan dengan jawaban “ya” dan “tidak”. Keempat aspek ini menggunakan

skala Guttman dimana setiap pertanyaan dijawab “Ya” diberi skore 2 dan “Tidak”

(34)

40

6. Validitas Instrumen Penelitian

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan

atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih

mempunyai validitas tinggi, dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006). Instrumen

dikatakan valid jika instrument itu mampu mengukur yang seharusnya diukur

menurut situasi dan kondisi tertentu.

Untuk menilai apakah kuesioner tersebut dapat mengukur yang hendak

diukur, maka dapat diuji dengan dua cara yaitu dengan melakukan uji instrument

atau dengan memvalidasi kuesioner kepada seorang ahli di bidangnya. Uji

validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang

menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara

mengukur korelasi antara variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai

correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r table, maka

dinyatakan valid dan sebaliknya (Hidayat, 2010).

Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji valid lagi karena

kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang di adobsi dan telah di uji valid

dengan nilai korelasi > 0,361 yaitu dengan rata-rata 0,636, maka dapat dikatakan

bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data

(35)

41

7. Realibilitas Instrument Penelitian

Menurut Arikunto (2006), reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian

bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat

pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.

Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu

significant, maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukur dapat

dipergunakan atau tidak. Dalam mengukur reliabilitas ini menggunakan rumus

Cronbach’s Alpha. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden

terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.

Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup

dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument

tersebut sudah baik. Instrument yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan

menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan

sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap sama (Riwidikdo, 2009).

Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu

alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan

menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur

dari satu kali pengukuran, dengan ketentun jika nilai r Alpha > r table, maka

dinyatakan reliable (Riyanto, 2009).

Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji reliabel karena

kuesioner yang digunakan diadobsi dan didapatkan nilai 0,826. Dari hasil analisis

(36)

42

memenuhi nilai reliabel karena berdasarkan tabel taraf significant yang reliabel

diperlukan nilai 0,6.

8. Pengumpulan Data

Prosedur awal peneliti adalah dengan mengajukan permohonan izin

pelaksanaan penelitian ke Komisi Etik Kesehatan kemudian pada Fakultas

Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian izin yang diperoleh

dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, setelah mendapat izin

selanjutnya menyerahkan surat penelitian kepada Puskesmas Medan Johor dan

langsung melakukan survey awal untuk mengambil populasi dan menentukan

sampel. Kemudian melakukan penelitian dengan menjelaskan maksud dan tujuan

penelitian serta memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada

responden, setelah mendapat persetujuan peneliti langsung membagikan kuesioner

untuk diisi. Setelah pertemuan tersebut peneliti menunggu hasil pengisian

kuesioner sambil menjelasakan hal-hal mana yang belum bisa dimengerti. Setelah

data terkumpul selanjutnya dilakukan proses analisa data dengan menggunakan

program komputerisasi.

9. Analisa Data

Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan

menggunakan komputer dengan langkah-langkah editing atau memeriksa

kelengkapan data termasuk isi instrument yaitu mengecek kelengkapan identitas

dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian

(37)

jawaban-43

jawaban dari para responden kedalam kategori-kategori dan diklasifikasikan

dengan cara memberi tanda atau kode untuk mempermudah melakukan tabulasi

dan analisa data. Selanjutnya data diklarifikasi dengan mentabulasi data yang

telah dikumpulkan, jawaban yang telah diberi kode kategori jawaban kemudian

dimasukkan kedalam tabel.

Setelah data diolah menjadi suatu data yang diharapkan (tepat dan

konsisten) selanjutnya dilakukan analisa untuk menjawab pertanyaan penelitian.

9.1Analisa Univariat

Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan

gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk

memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen yang

meliputi gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat

merokok) dan variabel denpenden yaitu kejadian hipertensi.

9.2Analisa Bivariat

Analisa bivariat dilakukan dengan uji spearman rho yang

digunakan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup (aktifitas fisik,

pola makan, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) terhadap kejadian

hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

dengan tingkat kemaknaan (α): 0,05, jika nilai signifikan (p) lebih kecil

dari α maka dikatakan hasil penelitian diterima, dan jika nilai signifikan

(38)

44

angka korelasi menentukan kuat dan lemahnya hubungan variabel yaitu:

(Sarwono J., 2006).

Korelasi sangat lemah : 0 – 0,25

Korelasi cukup : 0,25 – 0,5

Korelasi kuat : 0,5 – 0,75

(39)

BAB 5

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Hasil Penelitian

Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang hubungan antara gaya

hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di pelayanan kesehatan Puskesmas

Medan Johor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2016

sampai dengan tanggal 27 Mei 2016. Pengumpulan data dilakukan terhadap 97

responden, dengan menampilkan penyajian data meliputi aspek deskripsi

karakteristik responden, aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istrahat, dan

kebiasaan merokok responden, dan serta analisis hubungan pola hidup dengan

kejadian hipertensi di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.

1.1 Karakteristik Responden

Sesuai dengan tujuan penelitian, maka data hasil penelitian ini

menguraikan gambaran dalam demografi responden dan hubungan gaya

hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan

Puskesmas Medan Johor. Hasil penelitian menguraikan bahwa mayoritas

pengkajian responden adalah sebagai usia 55-64 tahun sebanyak 60 orang

(62%), jenis kelamin wanita sebanyak 52 orang (54%), beragama Islam

sebanyak 77 orang (79%), jenjang pendidikan terakhir SMA sebanyak 30

(40)

46

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan data demografi (n=97)

(41)

47

1.2. Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan sistol

berada di atas 140 mmHg dan tekanan diastol berada di atas 90 mmHg. Dari

hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa yang mengalami hipertensi

pada lansia di Puskesmas Medan Johor sebanyak 47 orang (48%), sedangkan

yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 50 orang (52%).

Tabel 2. Frekuensi responden berdasarkan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor (n=97)

Tekanan Darah Responden Frekuensi Persentase Tekanan darah tinggi

≥140/90 mmHg (Hipertensi)

47 48

Tekanan Darah Rendah

<140/90 mmHg (Tidak Hipertensi)

50 52

1.3. Kategori Gaya Hidup Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Menurut Purwoastuti (2015), Gaya hidup adalah aktivitas dari manusia

itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,

berbicara, bekerja dan sebagainya.

Gaya hidup yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah dari aspek

(42)

48

Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 47 orang yang mengalami

hipertensi 38 orang (39%) yang gaya hidupnya baik dan 9 orang (9%) yang

tidak baik, sedangkan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 53 orang

(52%) dan yang gaya hidupnya baik sebanyak 26 oran (27%) sedangkan yang

gaya hidupnya tidak baik sebanyak 24 orang (25%).

Tabel 3. Frekuensi responden berdasarkan gaya hidup dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.

Gaya Hidup Kejadian Hipertensi Total

Ya Tidak

Baik

38 (39%) 26 (27%) 64 (66%)

Tidak Baik

9 (9%) 24 (25 %) 33 (34%)

Total 47 (48%) 53 (52%) 97 (100%)

1.3.1 Aktifitas fisik dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 47 orang yang mengalami hipertensi 38 orang (39%) diantaranya melakukan aktifitas yang tidak

cukup dan 9 orang (9%) melakukan aktifitas yang cukup, sama halnya

dengan responden yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 50 orang

kebanyakan mereka melakukan aktifitas tidak cukup, yaitu 25 orang

(43)

49

Tabel 4. Frekuensi responden berdasarkan aktivitas fisik dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.

Aktifitas Fisik Kejadian hipertensi Total

Ya Tidak sebanyak 47 orang (48%) diantaranya 34 orang (35%) yang pola makan

tidak cukup dan 13 orang (13%) yang pola makannya cukup. Sebaliknya,

pada orang yang 50 orang (52%) yang tidak mengalami hipertensi

kebanyakan mereka memiliki pola makan yang cukup sebanyak 30

orang (31%) dan yang pola makannya tidak cukup sebanyak 20 orang

(21%)

(44)

50

1.3.3 Kebiasaan Istirahat/tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa 47 orang (48%) yang

mengalami hipertensi diantaranya 42 orang (34%) kebiasaan

istirahat/tidurnya tidak cukup dan 5 orang (11%) kebiasaan

istirahat/tidurnya cukup. Responden yang tidak mengalami hipertensi

sebanyak 50 orang (52%) dan ditemukan 11 orang (5%) yang kebiasaan

istirahat/tidurnya cukup dan 39 orang (49%) yang kebiasaan istirahat

tidurnya tidak cukup.

Tabel 6. Frekuensi responden berdasarkan kebiasaan istirahat tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

hipertensi sebanyak 50 orang (52%) yang merokok sebanyak 12 orang

(45)

51

Tabel 7. Frekuensi responden berdasarkan kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkan tabel 8 didapatkan hasil uji statistik Spearman rho

dengan nilai r sebesar -0.304 dengan signifikan p = 0,002 (p < 0,05)

artinya Ho ditolak dan H1 diterima atau ada hubungan antara gaya hidup

dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas

Medan Johor dan menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu cukup.

Berdasarkan tabel kriteria penafsiran korelasi menurut Dahlan

(2004) bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan negatif atau

berlawanan arah yang artimya semakin besar nilai satu variabel, semakin

kecil nilai variabel lainnya dengan arti Gaya hidup yang baik akan dapat

mengurangi kejadian hipertensi.

Tabel 8. Hasil analisa hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi

(46)

52

Gaya Hidup Kejadian Hipertensi

Gaya Hidup - -0,304 (p=0,002)

Kejadian Hipertensi -0,304 (p=0,002) -

2. Pembahasan

2.1 Hubungan Gaya Hidup Terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkandata pada tabel 3 dapat dilihat dari 97 responden bahwa 47

orang yang mengalami gaya hidup yang baik sebanyak 33 responden,

diantaranya 9 orang yang mengalami hipertensi dan 24 orang yang tidak

mengalami hipertensi dan dari 33 responden yang gaya hidupnya tidak baik 9

orang diantaranya mengalami hipertensi dan 24 orang tidak mengalami

hipertensi.

Berdasarkan data pada tabel 8 terlihat bahwa hasil analisis penelitian

hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia dalam penelitian

ini diperoleh nilai korelasi bahwa adanya hubungan yang signifikan antara

gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai pValue =

0,002 dan nilai r = -0,304. Nilai korelasi tersebut berada pada rentang korelasi

cukup dan berlawanan arah, yang mana semakin besar nilai satu variabel,

semakin kecil nilai variabel lainnya (Dahlan, 2004). Hal ini menjelaskan

bahwa semakin baik gaya hidup yang dilakukan maka kejadian hipertensi

(47)

53

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suoth et al.,

(2014) mengenai hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi dimana

dalam penelitian ini juga menemukan adanya hubungan anatara gaya hidup

dengan kejadian hipertensi.

Dilihat dari hubungannya maka hipertensi ini dikarenakan sebagian

besar gaya hidup yang tidak baik. Gaya hidup tersebut adalah Pola makanan

yang baik, aktifitas fisik dan olahraga cukup, istirahat/tidur 7-8 jam perhari,

dan tidak merokok (Watson, 2003).

2.1.1 Aktivitas Fisik dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkan data pada tabel 4 terlihat bahwa dari 97 responden yang

diteliti terdapat 34 responden ynag memiliki aktivitas fisik cukup, dari 34

responden tersebut terdapat 9 responden yang hipertensi dan 25 responden

yang tidak hipertensi, sedangkan responden yang aktivitas fisik tidak cukup

sebanyak 63 orang diantaranya terdapat 38 orang yang mengalami hipertensi

dan 25 orang yang tidak hipertensi.

Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jufri et al., (2012)

mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejaian hipertensi didapatkan

hasil bahwa yang mengalami aktifitas tidak cukup lebih banyak sebanyak 51

(48)

54

Semakin jarang orang beraktifitas maka peluang untuk terjadinya

hipertensi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden

merupakan anggota rumah tangga dimana aktivitas fisik tidak terlalu banyak.

Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa secara teori, aktivitas fisik adalah

pergerakan anggota tubuh yang pergerakkan anggota tubuh yang

menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi

pemulihan fisik, mental, dan kualitas hidup yang sehat bugar (Dirga, 2007).

Aktifitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan

pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan

fisik, mental, dan kualitas hidup sehat. Aktifitas fisik mingguan apapun

disamping kegiatan hidup rutin sehari-hari mempunyai daya proteksi terhadap

kematian kardiovaskuler. Aktifitas fisik sudah memberi dampak proteksi,

asalkan dilakukan secara rutin hampir setiap hari, yang terpenting adalah

keteraturan. Selain itu sejumlah studi juga menunjukkan bahwa oalhraga

teratur, mengurangi beberapa factor resiko terhadap penyakit jantung koroner

termasuk hipertensi (Kusuma, 1997).

2.1.2. Pola Makan Terhadap dan Hipertensi pada Lnasia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkan data pada tabel 5 terlihat bahwa dari 97 responden yang

diteliti terdapat 43 orang yang pola makannya baik dan diantaranya 13 orang

yang mengalami hipertensi dan 30 orang yang tidak hipertensi, sedangakan

yang pola makan tidak baik sebanyak 54 orang yang diantaranya 34 orang

(49)

55

Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh

Jufri (2012) mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi

di Kabupaten Sinjai juga menemukan adanya hubungan antara pola makan

dengan kejadian hipertensi, bahwa pola makan yang tidak baik lebih banyak

sebanyak 37 orang dari 62 responden dan 29 yang mengalami hioertensi dan

12 yang tidak mengalami hipertensi. Ini terbukti dengan banyaknya responden

yang mengatakan bahwa pernah mengkonsumsi makanan yang mengandung

kadar lemak jenuh tinggi, garam natrium tinggi, makan dan minuman yang

diawetkan.

Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa konsumsi lemak

dan garam natrium tinggi yang berlebih mempunyai pengaruh kuat pada

resiko penyakit jantung koroner dan stoke, efek lain pada lipid darah, dan

tekanan darah tinggi (WHO, 2003).

Pola makan adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang

seimbang serta yang di butuhkan oleh tubuh. Pola makan yang sehat dan

seimbang bukan hanya menjaga tubuh tetap bugar dan sehat tapi juga bisa

terhindar dari berbagai penyakit termasuk hipertensi. Pola makan yang

menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena pengkonsumsian makanan

yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak, makanan dan minuman

yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan makanan diatas

tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan mengandung banyak bahan

(50)

56

2.1.3. Kebiasaan Istrahat/Tidur dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkan data pada tabel 6 terlihat bahwa dari 97 responden yang

diteliti terdapat 16 responden yang kebiasaan istirahat/tidurnya cukup,

diantaranya 5 orang yang mengalami hipertensi dan 11 orang yang tidak

hipertensi, sedangkan 81 responden yang kebiasaan istirahat/tidurnya yang

tidak cukup diantaranya 42 orang mengalami hipertensi dan 39 orang tidak

hipertensi.

Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Simanullang (2011) mengenai pengaruh gaya hidup terhadap

status kesehatan lansia di Puskesmas Darusalam Medan dimana dalam

penelitian ini ditemukan kebiasaan istirahat yang tidak cukup sebanyak 57

orang. Pengaruh kebiasaan istirahat dengan kesehatan lansia salah satunya

hipertensi.

Hasil penelitian dengan lansia yang istiratnya kurang bukan kurang

waktu tidur, mereka banyak waktu untuk tidur hanya saja gampang terbangun

dimalam hari karena ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil dank arena

sakit kepala. Keadaan ini diperlukan suatu pendekatan terhadap lansia dan

keluarganya, bahwa lansia yang masih kurang istirahat sebaiknya lebih

meningkatkan perhatiannya terhadap kebiasaan istirahat sangat penting bagi

pemeliharaan kesehatan, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energy

(51)

57

Kebiasaan istirahat adalah model, bentuk atau corak tidur dalam

jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur

dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan

kondisi tidur dan kepuasan tidur (Depkes RI, 2008). Kebutuhan istirahat lansia

harus cukup apabila kebutuhan istirahat tidak cukup maka tubuh akan lemas

dan tidak bergairah. Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita.

Kurang tidur dapat menyebabkan badan lemas, tidak ada semangat, lekas

marah dan stres (Santoso, 2009). Apabila stres berlangsung lama dapat

mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat

meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress sudah

hilang tekanan darah bisa normal kembali. Jika stres berlanjut, tekanan darah

akan tetap tinggi sehingga orang tersebut mengalami hipertensi (Junaidy,

2010).

2.1.4. Kebiasaan Merokok dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor

Berdasarkan data pada tabel 7 terlihat bahwa dari 97 responden yang diteliti terdapat 66 responden yang tidak merokok, diantaranya 28 orang yang

mengalami hipertensi dan 38 orang yang tidak hipertensi, sedangkan yang

merokok sebanyak 31 orang, diantaranya 19 orang yang mengalami hipertensi

dan 12 orang yang tidak hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang

tidak merokok lebih banyak dari pada yang merokok, hal ini mungkin

(52)

58

terutama hipertensi, namun ada yang tidak bisa berhenti merokok karena

terbiasa dan sulit untuk berhenti walaupun sudah sering mencoba berhenti

merokok.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Jufri et al., (2012)

mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi di

Kabupaten Sinjai juga menemukan adanya responden yang tidak merokok

lebih banyak sebanyaka 50 orang dari 62 responden dan 24 yang mengalami

hipertensi dan 26 yang tidak hipertensi.

Dalam hal ini lansia masih perlu mendapat perhatian, sebaiknya

lansiabagar mengurangi kebiasaan merokok dan bahkan sampai tidak merokok

lagi, karena merokok dapat mengganggu kerja paru-paru normal. Selain itu

kebiasaan merokok dapat menyebabkan datangnya berbagai penyakit

termasuk salah satunya penyakit kardiovaskular karena jumlah nikotin yang

terdapat dalam darah yang dapat menyebabkan terganggunya sistem sirkulasi

darah dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian hipertensi.

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa apabila makin

banyak kita menghisap rokok maka akan mengganggu kerja paru-paru yang

normal, karena hemoglobin lebih mudah membawa karbondioksida daripada

membawa oksigen, jika terdapt karbondioksida dalam paru-paru, maka akan

dibawa oleh hemoglobin sehingga tubuh memperoleh pemasukan oksigen

yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa

(53)

59

mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit

daripada dalam keadaan normal. Selain itu zat yang dihisap melalui rook

seperti zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida dibawa

masuk kedalam aliran darah. Selanjutnya zat ini merusak lapisan endotel

pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan tekanan darah tinggi. Selain

itu merokok pada penderita tekanan darah tinggi, semakin meningkatkan

(54)

60 BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa:

1.1 Ada hubungan yang bermakna antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan

Johor dengan kekuatan korelasi cukup/sedang.

1.1.1 Aktifitas fisik dan hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak cukup.

1.1.2 Pola makan dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak baik.

1.1.3 Kebiasaan istirahat/tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak

cukup.

1.1.4 Kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak

merokok.

2. Saran

2.1Bagi Pendidikan Keperawatan

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan gaya

hidup dengan kejadian hipertensi untuk semua umur dan perlu dilakukan

(55)

61

2.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Komunitas

Petugas pelayanan kesehatan khususnya bagian keperawatan

komunitas untuk lebih proaktif memberikan penyuluhan mengenai gaya

hidup sehat dan melakukan kunjungan secara berkala untuk mengobservasi

secara langsung penerapan gaya hidup sehat.

2.3 Bagi Penelitian Keperawatan

Penelitian berikutnya sampel lebih ditingkatkan untuk hasil yang

lebih representative dan untuk peneliti berikutnya diharapkan untuk meneliti

faktor-faktor gaya hidup yang lainnya, untuk mengetahui apakah ada

(56)

6 BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Konsep Lansia 1.1 Pengertian

Manusia usia lanjut usia, biasa disingkat MANULA, atau disebut saja

kelompok lanjut usia (LANSIA) (ageing/elderly) adalah kelompok penduduk

berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat perhatian atau

pengelompokan tersendiri ini adalah populasi berumur 60 tahun atau lebih

(Bustan, 2015). Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa

masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini

seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sampai

tidak melakukan tugasnya sehari-hari lagi hingga bagi kebanyakan orang masa

tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (R.Hasdianah, et al.,

2014).

1.2 Batasan Lansia

Menurut Aspiani (2014), sampai saat ini belum ada kesepakatan batas

umur lanjut usia secara pasti, karena seseorang tokoh psikologis membantah

bahwa usia dapat secara tepat menunjukkan seseorang individu tersebut lanjut

usia atau belum maka merujuk dari bebragai pendapat di bawah ini.

Menurut WHO dalam bukunya Aspiani (2014) mengelompokkan usia

lanjut atas tiga kelompok yaitu: Usia lanjut yang berumur 60-74 tahun, usia

(57)

7

Menurut UU No. 13 tahun 1998, batasan orang dikatan lansia berumur

60 tahun. Depkes dikutip dari Azis (1994) lebih lanjut membuat penggolongan

lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu : (1). Kelompok lansia dini (55-64

tahun), yakni kelompok yang baru memasuk lansia (2). Kelompok lansia (65

tahun keatas). (3). Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia

lebih 70 tahun (Aspiani, 2014).

Selain itu klasifikasi lansia juga diuraikan oleh Maryam (2008), yaitu

pralansia, lansia, lansia resiko tinggi, lansia potensial, dan lansia tidak

potensial. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59

tahun. Lansia yaitu seorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Lansia resiko

tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih. Lansia potensial yaitu

lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat

menghasilkan barang/jasa. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak

berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang

lain/keluarga.

1.3 Proses Menua

Menua buakanlah suatu penyakit tetapi merupkan daya tahan tubuh

dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh walaupun

demikian harus diakui bahwa dihadapi berbagai penyakit yang sering

menghinggapi berbagiai penyakit. Proses menua sudah mulai berlangsung

seseorang mencapai usia dewasa (Aspiani, 2014).

Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi

(58)

8

tersebut. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses

menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk

memperbaiki diri/mrngganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga

tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang

diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh

akan mengalami bebrbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai

penyakit degeratif (Maryam, 2008).

1.4Teori Penuaan

Maryam (2008) mengatakan ada beberapa teori yang berkaitan dengan

proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis teori sosial, dan teori

spiritual.

1.4.1 Teori biologi

Teori biologi mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow

theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.

Menurut teori genetik dan mutasi, menua telah terprogram secara

genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya

mempunyai suatu ajm genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi

tertentu, lingkungan atau penyakit. Secara teoritis dapat dimungkinkan

memutar jam ini lagi meski hanya beberapa waktu dengan

pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit

(59)

9

Menurut Immunology slow theory, system imun menjadi efektif

dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat

menyebabkan kerusakan organ tubuh (Maryam, 2008).

Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel

yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat

mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan

stress yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai (Maryam, 2008).

Menurut teori radikal bebas, radikal bebas dapat terbentuk di alam

bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan

oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein.

Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi

(Maryam, 2008).

Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel

yang tua atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan

kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elestisitas, kekacauan, dan

hilangnya fungsi sel (Maryam, 2008).

1.4.2 Teori psikologi

Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring

dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat

dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang

efektif. Teori psikologis dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah

satu teori yang ada. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan

(60)

10

Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu

berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan

status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi

persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut

menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Kemampuan

belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan

fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan.

Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri

merupakan beban bagi orang lain dan keluarga (Maryam, 2008).

1.4.3 Teori sosial

Ada beberapa teori social ynag berkaitan dengan proses penuaan,

yaitu teori interksi social (social exchange theory), teori penarikan diri

(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori

kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development

theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory) (Maryam,

2008).

Teori interaksi sosial ini mencoba menjelaskan mengapa lansia

bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai

masyarakat. Menurut Dowd (1980), interaksi antara pribadi dan kelompok

merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan

menekan kerugian hingga sesedikit mungkin. Pada lansia, kekuasaan dan

(61)

11

juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka

untuk mengikuti perintah (Maryam, 2008).

Teori penarikan diri ini merupakan teori social tentang penuaan

yang paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan

Henry (1961). Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami

proses penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan

terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta

mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian (Maryam, 2008).

Teori aktivitas menyatakan bahwa penuaan yang sukses

bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam

melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting

dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan (Maryam, 2008).

Teori kesinambungan dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini

menegemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.

Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya

kelak pada saat ia menjadi lansia. Kesulitan untuk menerapkan teori ini

adalah bahwa sulit untuk memperoleh gambaran umum tentang seseorang,

karena kasus tiap orang sangat berbeda (Maryam, 2008).

Teori perkembangan menekankan pentingnya mempelajari apa

yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Teori

perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan

suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai

(62)

12

teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan

atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut (Maryam, 2008).

Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan usia

kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan

kapasitas, peran, kewajiban, dan hak mereka berdasarkan usia (Maryam,

2008).

1.4.4 Teori spiritual

Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada

pengertian hubungan individu dengan alam smesta dan persepsi individu

tentang arti kehidupan. Fowler meyakini bahwa kepercayaan/dimensi

spiritual adalah suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan

seseorang. Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada

lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan

(Maryam, 2008).

1.5 Perubahan Yang Terjadi pada Lansia

Maryam (2008) dalam bukunya mengatakan, bahwa perubuhan yang

terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis.

Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat

sel sampai ke semua system organ tubuh, di antaranya system pernapasan,

pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, system

reproduksi, gastrointestinal, persarafan, endokrin, dan kulit (Maryam, 2008).

Masalah perubahan sosial serta reaksi individu terhadap perubahan

(63)

13

Perubahan yang menjadikan dalam kehidupan akan membuat yang mereka

alami di antaranya , yaitu: peran, keluarga, teman, kekerasan, masalah hukum,

ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikn, agama, dan

panti jompo (Maryam, 2008).

Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,

kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan

keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam et. Al, 2008).

1.6Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia

Aspiani (2014), menyatakan dalam bukunya mengenai kondisi

kesehatan lanjut usia yang mempunyai kemiripin dari seluruh bangsa, dimana

penyakit yang sering menyertai adalah tidak muncul gejala, melainkan

multiple symptom, tetapi penyakit yang dapat teridentifikasi seperti: Gangguan

sirkulasi darah (hipertensi dan kelainan pembuluh darah), penyakit gigi dan

mulut, tuberkulosa, diare, ginjal dan saluran kemih, penyakit infeksi, dll.

2. Konsep Dasar Hipertensi 2.1Pengertian

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan

diastolik yang bernilai lebih dari 90 mmHg dan sistolik di atas 140 mmHg.

Penyakit ini biasanya tidak disertai gejala (asimptomatik) ( Potter & Perry,

2009).

Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90

mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan

(64)

14

tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak

berjalan sebagaimana mestinya mempertahankan tekanan darah secara normal

(Wijaya, 2013).

2.2Klasifikasi Hipertensi

Menurut Wijaya (2013), klasifikasi berdasarkan penyebabnya

dibedakan menjadi dua golongan, yaitu hipertensi primer dan sekunder.

Hipertensi Esensial (Primer) merupakan 90% dari kasus penderita

hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secar pasti.

Beberapa factor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial,

seperti: faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet

(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau

kalsium).

Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui

dengan jelas sehigga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan.

Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti

tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainanendokrin lainnya

seperti resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti

(65)

15

Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi:

Tabel 1. Klasifikasi Menurut European Society of Cardiology, 2007.

Kategori Tekanan Sistolik (mmHg)

Tekanan Diastolik (mmHg)

Normal 120 – 129 80-84

Normal Tinggi 130-139 85-89

Hipertensi derajat I 140-159 90-99

Hipertensi derajat II 160-179 100-109

Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥ 110

Hipertensi Sistolik

terisolsi ≥ 190

< 90

2.3Etiologi

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2

golongan besar yaitu : ( Lany dalam Padila, 2013)

2.3.1 Hipertensi essensial (hipertensi primer)

Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak

diketahui penyebabnya. Hal ini berarti bahwa kondisi hipertensi tidak

mempunyai sumber yang teridentifikasi. Meskipun hipertensi primer

belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah

menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya

hipertensi. Fakor tersebut adalah factor keturunan, ciri perseorangan, dan

(66)

16

Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki

kemungknan lebih besar untuk mendapatkan akan memiliki kemungkinan

lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah

penderita hipertensi (Padila, 2013).

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah

umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki

lebih tinggi drai perempuan) dan ras. Ras kulit hitam lebih banyak dari

kulit putih (Padila, 2013).

Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi

adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau

makan berlebihan, stres dan pengaruh lain misalnya merokok, minm

alkohol (Padila, 2013).

2.3.2 Hipertensi sekunder

Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit

lain, seperti penyakit ginjal dan gangguan adrenal. Hanya 5-10 % dari

seluruh hipertensi disebabkan oleh penyebab lain (Padila, 2013). Faktor

pencetus munculnya hipertensi sekuder antara lain: penggunaan

kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik seperti tumor otak,

gangguan psikiatris, kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, dan

(67)

17

2.4Patofisiologi

Hipertensi adalah proses degenerative system sirkulasi yang dimulai

dengan atherosclerosis, yakni gangguan struktur anatomi pembuluh darah

perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah/arteri. Kekakuan

pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran

plaque yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan

kelambanan aliran darah yang menyebabkan badab jantung bertambah bera

yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung

yang berdampak pada peningkatan tekanan darah dalam system sirkulasi.

Dengan demikian, proses patologis hipertensi ditandai dengan peningkatan

tahanan perifer yang berkelanjutan sehingga secara kronik dikompensasi oleh

jantung dalam bentuk hipertensi (Bustan, 2015).

2.5Komplikasi

Semakin lama menderita hipertensi, semakin besar peluang kerusakan

organ. Akibatnya, kondisi yang serius seperti penyakit jantung, stroke,

penyakit ginjal, dan kerusakan mata pun terjadi (Murwani, 2009).

Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan

penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan

meningkat, dan jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya.

Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan

diparu maupun jaringan tybuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas.

(68)

18

terkena strok 7 kali lebih besar. Tekanan darah tinggi juga menyebabkan

kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system

penyaringan di dalam ginjal, akibatnya semakin lama ginjal tidak mampu

membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk mealalui

aliran darah dan terjadin penumpukan di dalam tubuh. Pada mata hipertensi

dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan

kebutaan (Wijaya & Putri, 2013).

2.6Manifestasi klinis

Gejala hipertensi sangat bervariasi, pada sebagian penderita hipertensi

tidak menimbulkan gejala (tanpa gejala) yang spesifik yang dapat

dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah.

Crowin (2000 dalam wijaya & putri, 2013) menyebutkan bahwa

sebagian besar gejala klinis timbul, seperti : nyeri kepala saat terjaga,

kadang-kadang disertai mual muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,

penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah

yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena

peningkatan aliran darah ginjal, pembengkakan akibat peningkatan kapiler.

2.7 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan bagi klien hipertensi adalah mencegah

terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan

(69)

19

program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan

kualitas hidup sehubung dengan terapi.

2.7.1 Non Farmakologis

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan

nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup seperti; teknik-tekni

mengurangi stress, penurunan berat badan, pembatasan halkohol,

olahraga/latihan, relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus

dilakukan pda setiap terapi antihipertensi. Modifikasi gaya hidup

merupakn hal yang sulit bagi individu karena mera sering harus mengubah

kebiasaan yang menyenangkan, seperti merokok atau makan-makan

tertentu. Modifikasi gaya hidup untuk faktor risiko penting termasuk

berhenti merokok, menurunkan berat badan, diet rendah kolesterol dan

rendah garam, serta olahraga (Potter & Perry, 2009).

Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria

perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap di atas 85 atau 95

mmHg serta sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu

dimulai terapi obat-obatan ( Muttaqin, 2009).

2.7.2 Terapi Farmakologis

Muttaqin (2009) menyebutkan dalam bukunya bahwa obat-obat

antihipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur dengan

(70)

20

yaitu: diuretik, penghambat simpatetik, vasodilator arteriol langsung,

antagonis angiotensin, penghambat saluran kalsium.

Diuretik berfungsi untuk mengeluarkan cairan tubuh sehingga

volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa

jantung menjadi lebih ringan. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin,

dan reserpine) untuk mengahambat aktivitas saraf simpatis, golongan obat

ini memiliki efek minimal terhadap curah jantung dan aliran darah ke

ginjal (Wijaya & Putri, 2013).

Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang dapat

menurunkan tekanan darah dan natrium sertai air tertahan sehingga terjadi

edema perifer. Diuretic dapat diberikan bersamaan dengan vasodilator

untuk mengurangi edema. Obat dalam golongan angiotensin menghambat

enzim pengubah angiotensin (ACE) yang antinya akan menghambabt

pembentukan angiotensin II (vasokonstrikor) dan menghambat

menghambat pelepasan aldosterone. Efek samping dari obat ini adalah

mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing ltih dan insomnia (Muttaqin,

2009).

2.8Faktor yang Dapat Menyebabkan Hipertensi

Menurut aggie Casey dan Herbert Benson (2006) faktor risiko dapat dibagi

(71)

21

2.8.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah

Sekalipun tidak dapat mengendalikan faktor risiko tertentu, bukan

berarti dapat melupakannya. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti:

faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan ras.

Faktor genetik. Jika satu atau dua orang dari orang tua atau saudara kandung yang menderita hipertensi, maka peluang untuk

menderita hipertensi semakin besar. Penelitian menunjukkan bahwa 25%

dari kasus Hipertensi Esensial dalam keluarga mempunyai dasar genetik.

Faktor ini tidak bisa dikendalikan, jika seseorang memiliki orangtua atau

saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia

menderita tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada

yang kembar tidak identik.

Umur. Walaupun penuaan tidak selau memicu hipertensi, tekanan darah tinggi terjadi pada usia lebih tua. Pada usia antara 30 dan 65 tahun,

tekanan sistolik meningkat rata-rata sebanyak 20 mmHg dan terus

meningkat setelah 70 tahun. Faktor ini tidak bisa dikendalikan, penelitian

menunjukkan bahwa semakin usia seseorang bertambah, tekanan darahpun

akan meningkat.

Jenis kelamin. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga bulan, sedangkan wanita sering mengalami hipertensi

Gambar

Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden
Tabel 2. Frekuensi responden berdasarkan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor (n=97)
Tabel 3. Frekuensi responden berdasarkan gaya hidup dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Tabel 4. Frekuensi responden berdasarkan aktivitas fisik dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
+4

Referensi

Dokumen terkait

Uji statistik menggunakan spearman rho pada penelitian ini menunjukkan hasil signifikan (p 0,006&lt;0,05) yang berarti terdapat hubungan antara tingkat kedisplinan

Dari hasil analisis dengan menggunakan uji statistik correlation spearman rho menunjukkan nilai  &lt; 0,05 yaitu 0,002 dan correlation coefficient 0,432 yang berarti bahwa

Hasil analisis dengan uji statistic spearman rho yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kadar gula darah lansia penderita

Hasil uji statistik dengan menggunakan Spearman Rho menunjukkan bahwa dari 113 responden diperoleh nilai signifikan p value 0,000 a ≤ 0,05 R – 468 yang menunjukkan ada

Data yang diperoleh kemudian diuji dengan menggunakan uji statistik Chi Square.Hasil penelitian yaitu lansia yang mengalami stres ringan dengan kejadian pra

Hasil uji statistik dengan menggunakan korelasi Spearman Rho didapatkan nilai dengan tingkat signifikasi sebesar P = 0,03 yang dapat diartikan H1 diterima dan

Hasil uji stastik dengan Chi-Square menunjukkan p value 0,001 nilai ini lebih kecil dari level of significance α sebesar 0,05 yang berarti bahwa ada hubungan antara perilaku merokok,

Hasil Uji Spearman-Rho Aktivitas fisik dengan kejadian obesitas pada usia dewasa di Puskesmas Banyuanyar Koefisiensi Signifikan Keterangan -0,293 0,007 Ada hubungan signifikan