Lampiran 1
FORMULIR PERSETUJUN (INFORMED CONSENT)
Saya yang bernama Indah Astria Pakpahan adalah mahasiswi Program S1
Keperawatan Universitas Sumatera Utara. Saat ini saya sedang melakukan
penelitian tentang “Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor”. Penelitian ini
merupakan salah satu kegiatan dalam menyelesaikan tugas akhir di Program S1
Keperawatan Universitas Sumatera Utara.
Untuk keperluan tersebut saya mohon kesediaan Bapak/ Ibu untuk menjadi
responden dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner yang telah saya persiapkan.
Saya mohon agar mengisi kuesioner dengan jujur dan apa adanya. Saya akan
menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban Bapak/Ibu, informasi yang diberikan
akan hanya digunakan untuk proses penelitian.
Peneitian ini bersifat sukarela, Bapak/Ibu bebas menerima menjadi
responden penelitian atau menolak tanpa ada sanksi apapun. Jika bersedia,
silahkan menandatangani lembar persetujuan ini sebagai bukti bersedia menjadi
responden pada penelitian ini. Terimakasih atas perhatian Bapak/Ibu untuk
penelitian ini.
Medan, Maret 2016
Peneliti Responden
Lampiran 2
KUESIONER PENELITIAN
HUBUNGAN GAYA HIDUP TERHADAP KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI PELAYANAN KESEHATAN PUSKESMAS MEDAN
JOHOR
I. Identitas Responden
II. Gaya Hidup
Berikan tanda ceklist (√) pada setiap kolom jawaban yang tersedia dibawah ini sesuai dengan kondisi dan situasi yang Anda alami. Aktivitas Fisik
No Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga setiap hari ?
2 Apakah anda melakukan kegiatan olahraga ≥ 30 menit dalam sehari (senam aerobik, berspeda, jogging, dan lain-lain (sebutkan) ?
3
Apakah anda melakukan kegiatan/aktifitas sehari-hari melakukan pekerjaan rumah, mencuci, membersihkan rumah, bekerja di kantor, mengajar), dan lain-lain (sebutkan) ≥ 30 menit dalam sehari ?
Pola Makan
1 Apakah anda makan daging < 3 kali dalam seminggu ?
2 Apakah anda makan makanan berlemak tinggi (misalnya: bersantan, jeroan) < 3 kali dalam seminggu ?
1 Apakah anda makan makanan gorengan < 3 kali dalam seminggu ?
4 Apakah anda makan makanan di luar rumah (cepat saji) < 3 kali dalam seminggu?
5 Apakah anda mengkonsumsi minuman yang berkafein < 3 kali dalam seminggu ?
6 Apakah anda makan makanan yang diasinkan (ikan asin, udang kering) < 3 kali dalam seminggu ?
7 Apakah anda makan sayuran ≥ 3 kali dalam seminggu ? 8 Apakah anda makan buah-buahan ≥ 3 kali dalam seminggu ?
Kebiasaan Istirahat/ Tidur
1 Apakah anda terbangun < 2 kali pada waktu tidur malam ? 2 Apakah anda mengalami susah tidur < 2 dalam seminggu ?
3 Apakah anda istirahat/ tidur siang (1-2 jam sehari) ≥ 3 kali dalam seminggu ?
4 Apakah anda tidur secara teratur dalam seminggu (6-8 jam pada malam hari) ?
Kebiasaan Merokok 1 Apakah anda merokok ?
III. Tekanan Darah
Lampiran 5 Gaya Hidup
tekanan darah
Total hipertensi
tidak hipertensi
gaya hidup tidak baik 38 26 64
baik 9 24 33
Total 47 50 97
Aktifitas Fisik
tekanan darah
Total Hipertensi tidak hipertensi
aktivitas fisik cukup 9 25 34
tidak cukup 38 25 63
Total 47 50 97
Pola Makan
tekanan darah
Total hipertensi tidak hipertensi
pola makan baik 13 30 43
tidak baik 34 20 54
Kebiasaan Istirahat/tidur
tekanan darah
Total hipertensi tidak hipertensi
kebiasaan tidur Cukup 5 11 16
tidak cukup 42 39 81
Total 47 50 97
Kebiasaan Merokok
tekanan darah
Total hipertensi tidak hipertensi
kebiasaan merokok tidak merokok 28 38 66
merokok 19 12 31
Total 47 50 97
Korelasi UJi Spearman Rho
Correlations
gaya hidup tekanan darah
Spearman's rho gaya hidup Correlation Coefficient 1.000 -.304**
Sig. (2-tailed) . .002
N 97 97
tekanan darah Correlation Coefficient -.304** 1.000
Sig. (2-tailed) .002 .
Lampiran 8
TAKSASI DANA
Dana yang telah dipakai dan diperlukan untuk pembiayaan kegiatan mulai dari proses pembuatan proposal sampai dengan pembuatan skripsi.
1. Pembuatan Proposal Biaya
a. Kertas A4 80 gr 2 rim : Rp. 100.000
b. Fotocopy sumber-sumber pustaka : Rp. 50.000
c. Internet : Rp. 100.000
d. Fotocopy perbanyak proposal : Rp. 100.000
e. Jilid proposal : Rp. 12.000
f. Konsumsi dosen pembimbing dan penguji : Rp. 200.000
g. Dana tak terduga : Rp. 100.000
2. Pengumpulan Data
a. Transportasi : Rp. 100.000
b. Fotocopy kuesioner dan lembar persetujuan : Rp. 50.000
c. Cendramata : Rp. 200.000
3. Analisa Data dan Penyajian Data
a. Biaya print, kertas a4 80 gr 2 rim : Rp. 150.000
b. Penjilitan : Rp. 100.000
c. Fotocopy laporan penelitian : Rp. 120.000
d. Persiapan sidang skripsi : Rp. 300.000
e. Biaya tak terduga : Rp. 100.000
Lampiran 9
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Indah Astria Pakpahan
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Tinjowan, 31 Juli 1994
Agama : Islam
Alamat Rumah : Jl Desa Tambak Cekur Kec. Serba Jadi
RIWAYAT PENDIDIKAN
1. 2000-2006 : SD Negeri 101938 Adolina
2. 2006-2009 : SMP Negeri 1 Perbaungan
20 59 p islam sd wiraswasta 130/70 tidak cukup tidak baik tidak cukup tidak
32 75 l kristen perguruan tinggi pensiunan pegawai
92 64 l kristen sma pensiunan pegawai
negri 160/100 tidak cukup tidak baik tidak cukup tidak
93 74 l islam smp pensiunan pegawai
negri 200/90 cukup tidak baik tidak cukup tidak
94 61 l islam sma pensiunan pegawai
negri 160/90 cukup tidak baik tidak cukup tidak
62 DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Aspiani, R. Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik. Jakarta: TIM.
BPS. 2007. Sumatera Utara dalam Angka. Medan: Badan Pusat Statistik.
Bustan, M. N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
__________ . (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta. vsumut 2008.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.
________ . (2010). Hipertensi Penyebab Kematian Nomor Tiga. http://www.depkes.go.id/index.php/-berita/press-release/810-hipertansi % 20penyebabkematian-nomor-tiga. html. Diakses tanggal 25 September 2015.
________ . (2012). Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta: Kemenkes RI.http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profilkesehatani ndonesia/ profil -kesehatan-indonesia-2012.pdf. Diakses tanggal 25 September 2015.
Hasdianah, dkk. (2014).Gizi Pemanfaat Gizi, Diet dan Obesitas. Yogyakarta: Nuha Medika.
Jufri, Z., dkk. (2011). Jurnal Hubungan antara Gaya Hidup Dengan Kejadian Hipertensi pada Pasien Rawat Jalan di Puskesmas Panaikang Kecamatan Sinjai Timur Kabupaten Sinjai. Diakses pada tanggal 1 Oktober 2015
Marliani & Tantan, S. (2007). 100 Question & Answer Hipertensi. Jakarta: Pt Elex Media Komputindo.
63
Muhammadun. (2010). Hidup Bersama Hipertensi Seringai Darah Tinggi Sang Pembunuh Sejati. Jogjakarta: In-Books.
Murwani, A. (2009). Perawatan pasien penyakit dalam. Jogjakarta: Mitra bersama kendikia press.
Muttaqin, A. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan System Kardiovaskular Dan Hemotologi. Jakarta: Salemba Medika.
Notoadmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
Padila. (2013). Asuhan Keperawatan Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika.
Potter, P. A., & Perry, A. G. (Ed). (2009). Fundamental Keperawatan Vol. 1 (7thed). (Adrina Ferderika, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.
_______________________________ . Fundamental Keperawatan Vol.2 (7thed). (Adrina Ferderika & Marina Albar, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.
_______________________________ . Fundamental Keperawatan Vol 3 (7thed). (Diah Nur Fitriani, dkk, Penerjemah). Jakarta: Salemba Medika.
Price, S. A. (2006). Hipertensi Dalam Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Purwoastuti, E. & Elisabet, S. W. (2015). Perilaku dan Soft Skills Kesehatan. Yogyakarta: Pustaka Baru.
Puspitorini, & Myra. (2009). Hipertensi Cara Mudah Mengatasi Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta: Image Press.
Riwidikdo, H. (2009). Statistik Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.
Riyanto, A. (2009). Pengelolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta: Mitra Cendika Press.
Romauli. (2014). Pengaruh Gaya Hidup Terhadap Kejadian Hipertensi Di Rsud Dr. H Kumpulan Pane Tebing Tinggi. FKM USU. Medan.
Santoso, H. (2009). Memahami Krisis Lanjut usia Uraian Medis dan Pedagosis Patoral. Jakarta: Gunung Mulia.
Sarwono, J. (2006). Analisis Data Penelitian. Jakarta: Penerbit Andi.
Sediaoetama, A. (2006). Ilmu Gizi. Jakarta Timur.
64
Susilo, dkk. (2011). Cara Jitu Mengatasi Hipertensi. Yogyakarta: CV Andi Offset.
Tamber, S. (2009). Kesehatan Usia Lanjut Dengan Pendekatan Asuhan Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.
Udjianti, W. J. (2011). Keperawatan Kardiovaskular. Jakarta: Salemba Medika.
BAB 3
KERANGKA PENELITIAN
1. Kerangka Konsep
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup(aktifitas
fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, riwayat merokok) dengan kejadian
hipertensi pada lansia di Pelayanan Puskesmas Medan Johor. Maka dapat
digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut:
Variabel Indenpenden Variabel Dependen
2. Hipotesis
Hipotesis dari penelitian ini adalah:
Ada hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada
lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor. Gaya hidup :
1. Aktivitas fisik 2. Pola makan
3. Kebiasaan Istirahat 4. Riwayat Merokok
Kejadian Hipertensi
- Ya
34
3. Definisi Operasional
Variabel dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas gaya hidup
(aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok). Sedangkan
variabel terikat adalah kejadian Hipertensi.
Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur SkalaUkur
Hipertensi
kuesioner 1.Tidak baik ≤ 16 2.Baik > 16
Kuesioner 1. Tidak cukup ≤ 4
BAB 4
METODOLOGI PENELITIAN
1. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kuantitatif dengan
pendekatan “cross sectional” dimana data yang menyangkut variabel independen
dan variable dependen dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoadmojo,
2005).
2. Populasi, Sampel Penelitian dan Teknik Sampling 2.1Populasi
Populasi adalah keseluruhan jumlah yang terdiri atas obyek atau subyek
yang mempunyai karakteristik dan kualitas tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk diteliti dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sujarweni, 2014).
Populasi dalam penelitian ini adalah sejumlah lansia yang datang
berkunjung ke Puskesmas Medan Johor dengan data pada bulan
Januari-September 2015 sebanyak 3646 orang.
2.2Sampel Penelitian
Sampel adalah bagian dari sejumlah karakteristik yang dimiliki oleh
proposal yang digunakan untuk penelitian. Bila populasi besar, peneliti tidak
mungkin mengambil semua untuk penelitian misal karena terbatasnya dana,
tenaga, dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil
36
penelitian ini adalah accidental sampling yaitu dilakukan dengan mendatangi
responden yang datang ke Puskesmas sesuai dengan konteks penelitian.
Sampel yang akan di ambil adalah yang memenuhi kriteria yaitu: lansia yang
datang berobat di puskesmas, berumur 55-70 tahun, dapat mengerti bahasa
Indonesia dan mampu membaca dan menulis, bersedia menjadi responden.
Perhitungan besar sampel ditetapkan dengan menggunakan rumus
Slovin (Notoadmojo, 2005) yaitu :
= 97,33
Keterangan :
n : besar sampel
N : besar populasi
d2 : tingkat kepercayaan atau ketepatan yang diinginkan (0,1)
Dengan demikian total sampel penelitian adalah 97 responden.
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Medan Johor yang memiliki
jumlah kunjungan lansia yang memenuhi untuk menjadi responden dalam
penelitin ini dan peningkatan hipertensi masih saja terus meningkat, selain itu
37
dimulai pada bulan November tahun 2015 - Juli tahun 2016 setelah terlebih
dahulu melakukan survey awal.
4. Pertimbangan Etik
Peneliti memperhatikan syarat-syarat kelayakan penelitian dengan
mempertimbangkan kaedah etik penelitian dan kelengkapan izin institusi
pendidikan Fakultas Keperawatan. Penelitian ini dilakukan setelah mendapat
persetujuan dari Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara dan
melakukan permohonan izin penelitian kepada Dinas Kesehatan dan selanjutnya
menyerahkan surat penelitian kepada Puskesmas Medan Johor. Sebelum
penelitian dilakukan, peneliti terlebih dahulu menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian.Terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan etik dalam penelitian ini
yaitu: Informed consent, merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan. Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar
persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan dari informed consent adalah agar
subjek mengerti maksud, tujuan penelitian, dan mengetahui dampaknya. Jika
subjek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormatinya.
Self determination, dalam penelitian ini peneliti memberikan kebebasan
kepada responden untuk menentukan apakah bersedia menjadi responden atau
tidak dalam penelitian ini setelah diberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
38
Privacy, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa yang semua
informasi diperoleh dari responden selama penelitian ini hanya digunakan untuk
kepentingan penelitian ini.
Anonymity, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa menjamin
kerahasiaan responden dengan tidak menuliskan atau mencantumkan identitas
responden pada lembar pengumpulan data atau kuesioner. Masalah etika
penelitian merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan
subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama
responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
Confidentially, peneliti menjelaskan kepada responden bahwa semua
informasi yang diperoleh dari responden tidak akan disajikan secara keseluruhan.
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan
hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua
informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti. Etika
penelitian ini bertujuan untuk menjamin kerahasiaan identitas responden,,
melindungi dan menghormati hak responden untuk menolak penelitian.
Protection from discomfort and harm, peneliti memperhatikan
kemungkinan ketidaknyamanan maka peneliti mendampingi responden selama
39
5. Instrumen Penelitian
Sesuai dengan permasalahan dan variabel yang akan diungkap dalam
penelitian ini, maka instrument yang digunakan adalah kuesioner yang terdiri dari
3 bagian, yaitu: pertama kuesioner data demografi (KDD) responden yang
meliputi nomor responden, umur, jenis kelamin, agama, tingkat pendidikan, dan
pekejaan, kedua kuesioner tentang gaya hidup (KGH), ketiga adalah kuesioner
kejadian hipertensi (KKH) yang didapat dari rekam medik pasien dengan kategori
penderita hipertensi dan tidak menderita hipertensi.
Kuesioner gaya hidup menggunakan kuesioner yang diadobsi dari
penelitian Romauli tahun 2014 dengan judul Pengaruh Gaya Hidup Terhadap
Kejadian Hipertensi Di RSUD Dr.H. Kumpulan Pane Tebing Tinggi. Kuesioner
Gaya Hidup terdiri dari 4 aspek yaitu kuesioner aktifitas fisik yang memiliki
jumlah pertanyaan sebanyak 3 dan total skor sebesar 6 dengan kategori penilaian
Tidak cukup yaitu ≤ 3 dan Cukup yaitu > 3, kuesioner pola makan memiliki
jumlah pertanyan sebanyak 8 dan total skor 16 dengan kategori penilaian Tidak
baik yaitu ≤ 8 dan Baik yaitu > 8, kuesioner istirahat memiliki jumlah pertanyan
sebanyak 4 dan totak skor 8 dengan kategori penilaian Tidak cukup ≤ 4 dan
Cukup > 4, dan kuesioner riwayat merokok disusun dengan 1 pertanyaan yang
diajukan dengan jawaban “ya” dan “tidak”. Keempat aspek ini menggunakan
skala Guttman dimana setiap pertanyaan dijawab “Ya” diberi skore 2 dan “Tidak”
40
6. Validitas Instrumen Penelitian
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukan tingkat-tingkat kevalidan
atau kesahihan suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih
mempunyai validitas tinggi, dan juga sebaliknya (Arikunto, 2006). Instrumen
dikatakan valid jika instrument itu mampu mengukur yang seharusnya diukur
menurut situasi dan kondisi tertentu.
Untuk menilai apakah kuesioner tersebut dapat mengukur yang hendak
diukur, maka dapat diuji dengan dua cara yaitu dengan melakukan uji instrument
atau dengan memvalidasi kuesioner kepada seorang ahli di bidangnya. Uji
validitas bertujuan mengetahui sejauh mana suatu ukuran atau nilai yang
menunjukan tingkat kehandalan atau kesahihan suatu alat ukur dengan cara
mengukur korelasi antara variabel pada analisis reliabilitas dengan melihat nilai
correlation corrected item, dengan ketentuan jika nilai r hitung > r table, maka
dinyatakan valid dan sebaliknya (Hidayat, 2010).
Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji valid lagi karena
kuesioner yang digunakan adalah kuesioner yang di adobsi dan telah di uji valid
dengan nilai korelasi > 0,361 yaitu dengan rata-rata 0,636, maka dapat dikatakan
bahwa item alat ukur tersebut valid dan dapat digunakan dalam pengumpulan data
41
7. Realibilitas Instrument Penelitian
Menurut Arikunto (2006), reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian
bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat
pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.
Untuk mengetahui apakah nilai korelasi tiap-tiap pertanyaan itu
significant, maka perlu mengukur reliabilitas data, apakah alat ukur dapat
dipergunakan atau tidak. Dalam mengukur reliabilitas ini menggunakan rumus
Cronbach’s Alpha. Pertanyaan dikatakan reliabel, jika jawaban responden
terhadap pertanyaan (kuesioner) adalah konsisten atau stabil dari waktu ke waktu.
Reliabilitas menunjukkan pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup
dapat dipercaya, untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument
tersebut sudah baik. Instrument yang sudah dapat dipercaya atau reliabel akan
menghasilkan data yang dapat dipercaya juga. Apabila datanya memang benar dan
sesuai dengan kenyataan, maka berapa kali diambil tetap sama (Riwidikdo, 2009).
Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu
alat pengukur dapat menunjukkan ketepatan dan dapat dipercayai dengan
menggunakan metode Cronbach’s Alpha, yaitu menganalisis reliabilitas alat ukur
dari satu kali pengukuran, dengan ketentun jika nilai r Alpha > r table, maka
dinyatakan reliable (Riyanto, 2009).
Dalam penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji reliabel karena
kuesioner yang digunakan diadobsi dan didapatkan nilai 0,826. Dari hasil analisis
42
memenuhi nilai reliabel karena berdasarkan tabel taraf significant yang reliabel
diperlukan nilai 0,6.
8. Pengumpulan Data
Prosedur awal peneliti adalah dengan mengajukan permohonan izin
pelaksanaan penelitian ke Komisi Etik Kesehatan kemudian pada Fakultas
Keperawatan Universitas Sumatera Utara, kemudian izin yang diperoleh
dikirimkan kepada Dinas Kesehatan Kota Medan, setelah mendapat izin
selanjutnya menyerahkan surat penelitian kepada Puskesmas Medan Johor dan
langsung melakukan survey awal untuk mengambil populasi dan menentukan
sampel. Kemudian melakukan penelitian dengan menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian serta memberikan surat persetujuan (informed consent) kepada
responden, setelah mendapat persetujuan peneliti langsung membagikan kuesioner
untuk diisi. Setelah pertemuan tersebut peneliti menunggu hasil pengisian
kuesioner sambil menjelasakan hal-hal mana yang belum bisa dimengerti. Setelah
data terkumpul selanjutnya dilakukan proses analisa data dengan menggunakan
program komputerisasi.
9. Analisa Data
Data yang diperoleh dari hasil pengisian kuesioner diolah dengan
menggunakan komputer dengan langkah-langkah editing atau memeriksa
kelengkapan data termasuk isi instrument yaitu mengecek kelengkapan identitas
dan data responden serta memastikan bahwa semua jawaban telah diisi. Kemudian
jawaban-43
jawaban dari para responden kedalam kategori-kategori dan diklasifikasikan
dengan cara memberi tanda atau kode untuk mempermudah melakukan tabulasi
dan analisa data. Selanjutnya data diklarifikasi dengan mentabulasi data yang
telah dikumpulkan, jawaban yang telah diberi kode kategori jawaban kemudian
dimasukkan kedalam tabel.
Setelah data diolah menjadi suatu data yang diharapkan (tepat dan
konsisten) selanjutnya dilakukan analisa untuk menjawab pertanyaan penelitian.
9.1Analisa Univariat
Analisa data secara univariat dilakukan untuk mendapatkan
gambaran distribusi frekuensi responden. Analisa ini digunakan untuk
memperoleh gambaran pada masing-masing variabel independen yang
meliputi gaya hidup (aktifitas fisik, pola makan, istirahat dan riwayat
merokok) dan variabel denpenden yaitu kejadian hipertensi.
9.2Analisa Bivariat
Analisa bivariat dilakukan dengan uji spearman rho yang
digunakan untuk mengetahui hubungan antara gaya hidup (aktifitas fisik,
pola makan, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) terhadap kejadian
hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
dengan tingkat kemaknaan (α): 0,05, jika nilai signifikan (p) lebih kecil
dari α maka dikatakan hasil penelitian diterima, dan jika nilai signifikan
44
angka korelasi menentukan kuat dan lemahnya hubungan variabel yaitu:
(Sarwono J., 2006).
Korelasi sangat lemah : 0 – 0,25
Korelasi cukup : 0,25 – 0,5
Korelasi kuat : 0,5 – 0,75
BAB 5
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Hasil Penelitian
Dalam bab ini akan diuraikan hasil penelitian tentang hubungan antara gaya
hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di pelayanan kesehatan Puskesmas
Medan Johor. Penelitian ini telah dilaksanakan pada tanggal 29 Februari 2016
sampai dengan tanggal 27 Mei 2016. Pengumpulan data dilakukan terhadap 97
responden, dengan menampilkan penyajian data meliputi aspek deskripsi
karakteristik responden, aktifitas fisik, pola makan, kebiasaan istrahat, dan
kebiasaan merokok responden, dan serta analisis hubungan pola hidup dengan
kejadian hipertensi di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.
1.1 Karakteristik Responden
Sesuai dengan tujuan penelitian, maka data hasil penelitian ini
menguraikan gambaran dalam demografi responden dan hubungan gaya
hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan
Puskesmas Medan Johor. Hasil penelitian menguraikan bahwa mayoritas
pengkajian responden adalah sebagai usia 55-64 tahun sebanyak 60 orang
(62%), jenis kelamin wanita sebanyak 52 orang (54%), beragama Islam
sebanyak 77 orang (79%), jenjang pendidikan terakhir SMA sebanyak 30
46
Tabel 1. Distribusi frekuensi dan persentase karakteristik responden berdasarkan data demografi (n=97)
47
1.2. Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Seseorang dikatakan mengalami hipertensi apabila tekanan sistol
berada di atas 140 mmHg dan tekanan diastol berada di atas 90 mmHg. Dari
hasil penelitian pada tabel 2 menunjukkan bahwa yang mengalami hipertensi
pada lansia di Puskesmas Medan Johor sebanyak 47 orang (48%), sedangkan
yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 50 orang (52%).
Tabel 2. Frekuensi responden berdasarkan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor (n=97)
Tekanan Darah Responden Frekuensi Persentase Tekanan darah tinggi
≥140/90 mmHg (Hipertensi)
47 48
Tekanan Darah Rendah
<140/90 mmHg (Tidak Hipertensi)
50 52
1.3. Kategori Gaya Hidup Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Menurut Purwoastuti (2015), Gaya hidup adalah aktivitas dari manusia
itu sendiri yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain: berjalan,
berbicara, bekerja dan sebagainya.
Gaya hidup yang dipaparkan dalam penelitian ini adalah dari aspek
48
Dari tabel 3 dapat dilihat bahwa dari 47 orang yang mengalami
hipertensi 38 orang (39%) yang gaya hidupnya baik dan 9 orang (9%) yang
tidak baik, sedangkan yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 53 orang
(52%) dan yang gaya hidupnya baik sebanyak 26 oran (27%) sedangkan yang
gaya hidupnya tidak baik sebanyak 24 orang (25%).
Tabel 3. Frekuensi responden berdasarkan gaya hidup dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.
Gaya Hidup Kejadian Hipertensi Total
Ya Tidak
Baik
38 (39%) 26 (27%) 64 (66%)
Tidak Baik
9 (9%) 24 (25 %) 33 (34%)
Total 47 (48%) 53 (52%) 97 (100%)
1.3.1 Aktifitas fisik dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 47 orang yang mengalami hipertensi 38 orang (39%) diantaranya melakukan aktifitas yang tidak
cukup dan 9 orang (9%) melakukan aktifitas yang cukup, sama halnya
dengan responden yang tidak mengalami hipertensi sebanyak 50 orang
kebanyakan mereka melakukan aktifitas tidak cukup, yaitu 25 orang
49
Tabel 4. Frekuensi responden berdasarkan aktivitas fisik dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor.
Aktifitas Fisik Kejadian hipertensi Total
Ya Tidak sebanyak 47 orang (48%) diantaranya 34 orang (35%) yang pola makan
tidak cukup dan 13 orang (13%) yang pola makannya cukup. Sebaliknya,
pada orang yang 50 orang (52%) yang tidak mengalami hipertensi
kebanyakan mereka memiliki pola makan yang cukup sebanyak 30
orang (31%) dan yang pola makannya tidak cukup sebanyak 20 orang
(21%)
50
1.3.3 Kebiasaan Istirahat/tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa 47 orang (48%) yang
mengalami hipertensi diantaranya 42 orang (34%) kebiasaan
istirahat/tidurnya tidak cukup dan 5 orang (11%) kebiasaan
istirahat/tidurnya cukup. Responden yang tidak mengalami hipertensi
sebanyak 50 orang (52%) dan ditemukan 11 orang (5%) yang kebiasaan
istirahat/tidurnya cukup dan 39 orang (49%) yang kebiasaan istirahat
tidurnya tidak cukup.
Tabel 6. Frekuensi responden berdasarkan kebiasaan istirahat tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
hipertensi sebanyak 50 orang (52%) yang merokok sebanyak 12 orang
51
Tabel 7. Frekuensi responden berdasarkan kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan tabel 8 didapatkan hasil uji statistik Spearman rho
dengan nilai r sebesar -0.304 dengan signifikan p = 0,002 (p < 0,05)
artinya Ho ditolak dan H1 diterima atau ada hubungan antara gaya hidup
dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas
Medan Johor dan menunjukkan bahwa kekuatan korelasi yaitu cukup.
Berdasarkan tabel kriteria penafsiran korelasi menurut Dahlan
(2004) bahwa kedua variabel tersebut memiliki hubungan negatif atau
berlawanan arah yang artimya semakin besar nilai satu variabel, semakin
kecil nilai variabel lainnya dengan arti Gaya hidup yang baik akan dapat
mengurangi kejadian hipertensi.
Tabel 8. Hasil analisa hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi
52
Gaya Hidup Kejadian Hipertensi
Gaya Hidup - -0,304 (p=0,002)
Kejadian Hipertensi -0,304 (p=0,002) -
2. Pembahasan
2.1 Hubungan Gaya Hidup Terhadap Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkandata pada tabel 3 dapat dilihat dari 97 responden bahwa 47
orang yang mengalami gaya hidup yang baik sebanyak 33 responden,
diantaranya 9 orang yang mengalami hipertensi dan 24 orang yang tidak
mengalami hipertensi dan dari 33 responden yang gaya hidupnya tidak baik 9
orang diantaranya mengalami hipertensi dan 24 orang tidak mengalami
hipertensi.
Berdasarkan data pada tabel 8 terlihat bahwa hasil analisis penelitian
hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia dalam penelitian
ini diperoleh nilai korelasi bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia dengan nilai pValue =
0,002 dan nilai r = -0,304. Nilai korelasi tersebut berada pada rentang korelasi
cukup dan berlawanan arah, yang mana semakin besar nilai satu variabel,
semakin kecil nilai variabel lainnya (Dahlan, 2004). Hal ini menjelaskan
bahwa semakin baik gaya hidup yang dilakukan maka kejadian hipertensi
53
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Suoth et al.,
(2014) mengenai hubungan gaya hidup dengan kejadian hipertensi dimana
dalam penelitian ini juga menemukan adanya hubungan anatara gaya hidup
dengan kejadian hipertensi.
Dilihat dari hubungannya maka hipertensi ini dikarenakan sebagian
besar gaya hidup yang tidak baik. Gaya hidup tersebut adalah Pola makanan
yang baik, aktifitas fisik dan olahraga cukup, istirahat/tidur 7-8 jam perhari,
dan tidak merokok (Watson, 2003).
2.1.1 Aktivitas Fisik dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan data pada tabel 4 terlihat bahwa dari 97 responden yang
diteliti terdapat 34 responden ynag memiliki aktivitas fisik cukup, dari 34
responden tersebut terdapat 9 responden yang hipertensi dan 25 responden
yang tidak hipertensi, sedangkan responden yang aktivitas fisik tidak cukup
sebanyak 63 orang diantaranya terdapat 38 orang yang mengalami hipertensi
dan 25 orang yang tidak hipertensi.
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Jufri et al., (2012)
mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejaian hipertensi didapatkan
hasil bahwa yang mengalami aktifitas tidak cukup lebih banyak sebanyak 51
54
Semakin jarang orang beraktifitas maka peluang untuk terjadinya
hipertensi semakin tinggi. Hal ini disebabkan karena sebagian besar responden
merupakan anggota rumah tangga dimana aktivitas fisik tidak terlalu banyak.
Hal ini sesuai teori yang mengatakan bahwa secara teori, aktivitas fisik adalah
pergerakan anggota tubuh yang pergerakkan anggota tubuh yang
menyebabkan pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi
pemulihan fisik, mental, dan kualitas hidup yang sehat bugar (Dirga, 2007).
Aktifitas fisik adalah pergerakkan anggota tubuh yang menyebabkan
pengeluaran tenaga secara sederhana yang sangat penting bagi pemeliharaan
fisik, mental, dan kualitas hidup sehat. Aktifitas fisik mingguan apapun
disamping kegiatan hidup rutin sehari-hari mempunyai daya proteksi terhadap
kematian kardiovaskuler. Aktifitas fisik sudah memberi dampak proteksi,
asalkan dilakukan secara rutin hampir setiap hari, yang terpenting adalah
keteraturan. Selain itu sejumlah studi juga menunjukkan bahwa oalhraga
teratur, mengurangi beberapa factor resiko terhadap penyakit jantung koroner
termasuk hipertensi (Kusuma, 1997).
2.1.2. Pola Makan Terhadap dan Hipertensi pada Lnasia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan data pada tabel 5 terlihat bahwa dari 97 responden yang
diteliti terdapat 43 orang yang pola makannya baik dan diantaranya 13 orang
yang mengalami hipertensi dan 30 orang yang tidak hipertensi, sedangakan
yang pola makan tidak baik sebanyak 54 orang yang diantaranya 34 orang
55
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Jufri (2012) mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi
di Kabupaten Sinjai juga menemukan adanya hubungan antara pola makan
dengan kejadian hipertensi, bahwa pola makan yang tidak baik lebih banyak
sebanyak 37 orang dari 62 responden dan 29 yang mengalami hioertensi dan
12 yang tidak mengalami hipertensi. Ini terbukti dengan banyaknya responden
yang mengatakan bahwa pernah mengkonsumsi makanan yang mengandung
kadar lemak jenuh tinggi, garam natrium tinggi, makan dan minuman yang
diawetkan.
Hal ini sesuai dengan teori yang mengatakan bahwa konsumsi lemak
dan garam natrium tinggi yang berlebih mempunyai pengaruh kuat pada
resiko penyakit jantung koroner dan stoke, efek lain pada lipid darah, dan
tekanan darah tinggi (WHO, 2003).
Pola makan adalah cara bagaimana kita mengatur asupan gizi yang
seimbang serta yang di butuhkan oleh tubuh. Pola makan yang sehat dan
seimbang bukan hanya menjaga tubuh tetap bugar dan sehat tapi juga bisa
terhindar dari berbagai penyakit termasuk hipertensi. Pola makan yang
menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi karena pengkonsumsian makanan
yang tidak sehat seperti jeroan, keripik asin, otak-otak, makanan dan minuman
yang didalam kaleng (sarden, kornet). Hal ini dikarenakan makanan diatas
tidak sesuai dengan kalori yang dibutuhkan dan mengandung banyak bahan
56
2.1.3. Kebiasaan Istrahat/Tidur dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan data pada tabel 6 terlihat bahwa dari 97 responden yang
diteliti terdapat 16 responden yang kebiasaan istirahat/tidurnya cukup,
diantaranya 5 orang yang mengalami hipertensi dan 11 orang yang tidak
hipertensi, sedangkan 81 responden yang kebiasaan istirahat/tidurnya yang
tidak cukup diantaranya 42 orang mengalami hipertensi dan 39 orang tidak
hipertensi.
Hasil dalam penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Simanullang (2011) mengenai pengaruh gaya hidup terhadap
status kesehatan lansia di Puskesmas Darusalam Medan dimana dalam
penelitian ini ditemukan kebiasaan istirahat yang tidak cukup sebanyak 57
orang. Pengaruh kebiasaan istirahat dengan kesehatan lansia salah satunya
hipertensi.
Hasil penelitian dengan lansia yang istiratnya kurang bukan kurang
waktu tidur, mereka banyak waktu untuk tidur hanya saja gampang terbangun
dimalam hari karena ingin ke kamar mandi untuk buang air kecil dank arena
sakit kepala. Keadaan ini diperlukan suatu pendekatan terhadap lansia dan
keluarganya, bahwa lansia yang masih kurang istirahat sebaiknya lebih
meningkatkan perhatiannya terhadap kebiasaan istirahat sangat penting bagi
pemeliharaan kesehatan, karena tidur bermanfaat untuk menyimpan energy
57
Kebiasaan istirahat adalah model, bentuk atau corak tidur dalam
jangka waktu yang relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur
dan bangun, irama tidur, frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan
kondisi tidur dan kepuasan tidur (Depkes RI, 2008). Kebutuhan istirahat lansia
harus cukup apabila kebutuhan istirahat tidak cukup maka tubuh akan lemas
dan tidak bergairah. Istirahat yang cukup sangat dibutuhkan badan kita.
Kurang tidur dapat menyebabkan badan lemas, tidak ada semangat, lekas
marah dan stres (Santoso, 2009). Apabila stres berlangsung lama dapat
mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Stres dapat
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu dan bila stress sudah
hilang tekanan darah bisa normal kembali. Jika stres berlanjut, tekanan darah
akan tetap tinggi sehingga orang tersebut mengalami hipertensi (Junaidy,
2010).
2.1.4. Kebiasaan Merokok dan Kejadian Hipertensi pada Lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor
Berdasarkan data pada tabel 7 terlihat bahwa dari 97 responden yang diteliti terdapat 66 responden yang tidak merokok, diantaranya 28 orang yang
mengalami hipertensi dan 38 orang yang tidak hipertensi, sedangkan yang
merokok sebanyak 31 orang, diantaranya 19 orang yang mengalami hipertensi
dan 12 orang yang tidak hipertensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa yang
tidak merokok lebih banyak dari pada yang merokok, hal ini mungkin
58
terutama hipertensi, namun ada yang tidak bisa berhenti merokok karena
terbiasa dan sulit untuk berhenti walaupun sudah sering mencoba berhenti
merokok.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian oleh Jufri et al., (2012)
mengenai hubungan antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi di
Kabupaten Sinjai juga menemukan adanya responden yang tidak merokok
lebih banyak sebanyaka 50 orang dari 62 responden dan 24 yang mengalami
hipertensi dan 26 yang tidak hipertensi.
Dalam hal ini lansia masih perlu mendapat perhatian, sebaiknya
lansiabagar mengurangi kebiasaan merokok dan bahkan sampai tidak merokok
lagi, karena merokok dapat mengganggu kerja paru-paru normal. Selain itu
kebiasaan merokok dapat menyebabkan datangnya berbagai penyakit
termasuk salah satunya penyakit kardiovaskular karena jumlah nikotin yang
terdapat dalam darah yang dapat menyebabkan terganggunya sistem sirkulasi
darah dalam tubuh yang dapat menyebabkan terjadinya kejadian hipertensi.
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa apabila makin
banyak kita menghisap rokok maka akan mengganggu kerja paru-paru yang
normal, karena hemoglobin lebih mudah membawa karbondioksida daripada
membawa oksigen, jika terdapt karbondioksida dalam paru-paru, maka akan
dibawa oleh hemoglobin sehingga tubuh memperoleh pemasukan oksigen
yang kurang dari biasanya. Kandungan nikotin dalam rokok yang terbawa
59
mempercepat denyut jantung sampai 20 kali lebih cepat dalam satu menit
daripada dalam keadaan normal. Selain itu zat yang dihisap melalui rook
seperti zat-zat kimia beracun seperti nikotin dan karbonmonoksida dibawa
masuk kedalam aliran darah. Selanjutnya zat ini merusak lapisan endotel
pembuluh darah arteri, sehingga mengakibatkan tekanan darah tinggi. Selain
itu merokok pada penderita tekanan darah tinggi, semakin meningkatkan
60 BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa:
1.1 Ada hubungan yang bermakna antara gaya hidup dengan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan
Johor dengan kekuatan korelasi cukup/sedang.
1.1.1 Aktifitas fisik dan hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak cukup.
1.1.2 Pola makan dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak baik.
1.1.3 Kebiasaan istirahat/tidur dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak
cukup.
1.1.4 Kebiasaan merokok dan kejadian hipertensi pada lansia di Pelayanan Kesehatan Puskesmas Medan Johor berkategori tidak
merokok.
2. Saran
2.1Bagi Pendidikan Keperawatan
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan gaya
hidup dengan kejadian hipertensi untuk semua umur dan perlu dilakukan
61
2.2 Bagi Pelayanan Keperawatan Komunitas
Petugas pelayanan kesehatan khususnya bagian keperawatan
komunitas untuk lebih proaktif memberikan penyuluhan mengenai gaya
hidup sehat dan melakukan kunjungan secara berkala untuk mengobservasi
secara langsung penerapan gaya hidup sehat.
2.3 Bagi Penelitian Keperawatan
Penelitian berikutnya sampel lebih ditingkatkan untuk hasil yang
lebih representative dan untuk peneliti berikutnya diharapkan untuk meneliti
faktor-faktor gaya hidup yang lainnya, untuk mengetahui apakah ada
6 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
1. Konsep Lansia 1.1 Pengertian
Manusia usia lanjut usia, biasa disingkat MANULA, atau disebut saja
kelompok lanjut usia (LANSIA) (ageing/elderly) adalah kelompok penduduk
berumur tua. Golongan penduduk yang mendapat perhatian atau
pengelompokan tersendiri ini adalah populasi berumur 60 tahun atau lebih
(Bustan, 2015). Semua orang akan mengalami proses menjadi tua dan masa
masa tua merupakan masa hidup manusia yang terakhir, yang pada masa ini
seseorang mengalami kemunduran fisik, mental dan sosial sedikit sampai
tidak melakukan tugasnya sehari-hari lagi hingga bagi kebanyakan orang masa
tua itu merupakan masa yang kurang menyenangkan (R.Hasdianah, et al.,
2014).
1.2 Batasan Lansia
Menurut Aspiani (2014), sampai saat ini belum ada kesepakatan batas
umur lanjut usia secara pasti, karena seseorang tokoh psikologis membantah
bahwa usia dapat secara tepat menunjukkan seseorang individu tersebut lanjut
usia atau belum maka merujuk dari bebragai pendapat di bawah ini.
Menurut WHO dalam bukunya Aspiani (2014) mengelompokkan usia
lanjut atas tiga kelompok yaitu: Usia lanjut yang berumur 60-74 tahun, usia
7
Menurut UU No. 13 tahun 1998, batasan orang dikatan lansia berumur
60 tahun. Depkes dikutip dari Azis (1994) lebih lanjut membuat penggolongan
lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yaitu : (1). Kelompok lansia dini (55-64
tahun), yakni kelompok yang baru memasuk lansia (2). Kelompok lansia (65
tahun keatas). (3). Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia
lebih 70 tahun (Aspiani, 2014).
Selain itu klasifikasi lansia juga diuraikan oleh Maryam (2008), yaitu
pralansia, lansia, lansia resiko tinggi, lansia potensial, dan lansia tidak
potensial. Pralansia (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59
tahun. Lansia yaitu seorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Lansia resiko
tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih. Lansia potensial yaitu
lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang dapat
menghasilkan barang/jasa. Lansia tidak potensial yaitu lansia yang tidak
berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain/keluarga.
1.3 Proses Menua
Menua buakanlah suatu penyakit tetapi merupkan daya tahan tubuh
dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun luar tubuh walaupun
demikian harus diakui bahwa dihadapi berbagai penyakit yang sering
menghinggapi berbagiai penyakit. Proses menua sudah mulai berlangsung
seseorang mencapai usia dewasa (Aspiani, 2014).
Proses menua dapat terlihat secara fisik dengan perubahan yang terjadi
8
tersebut. Penuaan atau proses terjadinya tua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri/mrngganti dan mempertahankan fungsi normalnya sehingga
tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki kerusakan yang
diderita (Constantinides, 1994). Seiring dengan proses menua tersebut, tubuh
akan mengalami bebrbagai masalah kesehatan atau yang biasa disebut sebagai
penyakit degeratif (Maryam, 2008).
1.4Teori Penuaan
Maryam (2008) mengatakan ada beberapa teori yang berkaitan dengan
proses penuaan, yaitu teori biologi, teori psikologis teori sosial, dan teori
spiritual.
1.4.1 Teori biologi
Teori biologi mencakup teori genetic dan mutasi, immunology slow
theory, teori stress, teori radikal bebas, dan teori rantai silang.
Menurut teori genetik dan mutasi, menua telah terprogram secara
genetik untuk spesies-spesies tertentu. Tiap spesies di dalam inti selnya
mempunyai suatu ajm genetic yang telah diputar menurut suatu replikasi
tertentu, lingkungan atau penyakit. Secara teoritis dapat dimungkinkan
memutar jam ini lagi meski hanya beberapa waktu dengan
pengaruh-pengaruh dari luar, berupa peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit
9
Menurut Immunology slow theory, system imun menjadi efektif
dengan bertambahnya usia dan masuknya virus ke dalam tubuh yang dapat
menyebabkan kerusakan organ tubuh (Maryam, 2008).
Teori stress mengungkapkan menua terjadi akibat hilangnya sel-sel
yang biasa digunakan tubuh. Regenerasi jaringan tidak dapat
mempertahankan kestabilan lingkungan internal, kelebihan usaha, dan
stress yang menyebabkan sel-sel tubuh telah terpakai (Maryam, 2008).
Menurut teori radikal bebas, radikal bebas dapat terbentuk di alam
bebas, tidak stabilnya radikal bebas (kelompok atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan-bahan organic seperti karbohidrat dan protein.
Radikal ini menyebabkan sel-sel tidak dapat melakukan regenerasi
(Maryam, 2008).
Pada teori rantai silang diungkapkan bahwa reaksi kimia sel-sel
yang tua atau using menyebabkan ikatan yang kuat, khususnya jaringan
kolagen. Ikatan ini menyebabkan kurangnya elestisitas, kekacauan, dan
hilangnya fungsi sel (Maryam, 2008).
1.4.2 Teori psikologi
Pada usia lanjut, proses penuaan terjadi secara alamiah seiring
dengan penambahan usia. Perubahan psikologis yang terjadi dapat
dihubungkan pula dengan keakuratan mental dan keadaan fungsional yang
efektif. Teori psikologis dipengaruhi juga oleh biologi dan sosiologi salah
satu teori yang ada. Kepribadian individu yang terdiri atas motivasi dan
10
Konsep diri yang positif dapat menjadikan seorang lansia mampu
berinteraksi dengan mudah terhadap nilai-nilai yang ada ditunjang dengan
status sosialnya. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi
persepsi, kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut
menyebabkan mereka sulit untuk dipahami dan berinteraksi. Kemampuan
belajar yang menurun dapat terjadi karena banyak hal. Selain keadaan
fungsional organ otak, kurangnya motivasi pada lansia juga berperan.
Motivasi akan semakin menurun dengan menganggap bahwa lansia sendiri
merupakan beban bagi orang lain dan keluarga (Maryam, 2008).
1.4.3 Teori sosial
Ada beberapa teori social ynag berkaitan dengan proses penuaan,
yaitu teori interksi social (social exchange theory), teori penarikan diri
(disengagement theory), teori aktivitas (activity theory), teori
kesinambungan (continuity theory), teori perkembangan (development
theory), dan teori stratifikasi usia (age stratification theory) (Maryam,
2008).
Teori interaksi sosial ini mencoba menjelaskan mengapa lansia
bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal-hal yang dihargai
masyarakat. Menurut Dowd (1980), interaksi antara pribadi dan kelompok
merupakan upaya untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya dan
menekan kerugian hingga sesedikit mungkin. Pada lansia, kekuasaan dan
11
juga berkurang, yang tersisa hanyalah harga diri dan kemampuan mereka
untuk mengikuti perintah (Maryam, 2008).
Teori penarikan diri ini merupakan teori social tentang penuaan
yang paling awal dan pertama kali diperkenalkan oleh Gumming dan
Henry (1961). Menurut teori ini seorang lansia dinyatakan mengalami
proses penuaan yang berhasil apabila ia menarik diri dari kegiatan
terdahulu dan dapat memusatkan diri pada persoalan pribadi serta
mempersiapkan diri dalam menghadapi kematian (Maryam, 2008).
Teori aktivitas menyatakan bahwa penuaan yang sukses
bergantung dari bagaimana seorang lansia merasakan kepuasan dalam
melakukan aktivitas serta mempertahankan aktivitas tersebut lebih penting
dibandingkan kuantitas dan aktivitas yang dilakukan (Maryam, 2008).
Teori kesinambungan dianut oleh banyak pakar sosial. Teori ini
menegemukakan adanya kesinambungan dalam siklus kehidupan lansia.
Pengalaman hidup seseorang pada suatu saat merupakan gambarannya
kelak pada saat ia menjadi lansia. Kesulitan untuk menerapkan teori ini
adalah bahwa sulit untuk memperoleh gambaran umum tentang seseorang,
karena kasus tiap orang sangat berbeda (Maryam, 2008).
Teori perkembangan menekankan pentingnya mempelajari apa
yang telah dialami oleh lansia pada saat muda hingga dewasa. Teori
perkembangan menjelaskan bagaimana proses menjadi tua merupakan
suatu tantangan dan bagaimana jawaban lansia terhadap berbagai
12
teori ini tidak menggariskan bagaimana cara menjadi tua yang diinginkan
atau yang seharusnya diterapkan oleh lansia tersebut (Maryam, 2008).
Wiley (1971) menyusun stratifikasi usia berdasarkan usia
kronologis yang menggambarkan serta membentuk adanya perbedaan
kapasitas, peran, kewajiban, dan hak mereka berdasarkan usia (Maryam,
2008).
1.4.4 Teori spiritual
Komponen spiritual dan tumbuh kembang merujuk pada
pengertian hubungan individu dengan alam smesta dan persepsi individu
tentang arti kehidupan. Fowler meyakini bahwa kepercayaan/dimensi
spiritual adalah suatu kekuatan yang memberi arti bagi kehidupan
seseorang. Fowler juga berpendapat bahwa perkembangan spiritual pada
lansia berada pada tahap penjelmaan dari prinsip cinta dan keadilan
(Maryam, 2008).
1.5 Perubahan Yang Terjadi pada Lansia
Maryam (2008) dalam bukunya mengatakan, bahwa perubuhan yang
terjadi pada lansia meliputi perubahan fisik, sosial, dan psikologis.
Perubahan kondisi fisik pada lansia meliputi: perubahan dari tingkat
sel sampai ke semua system organ tubuh, di antaranya system pernapasan,
pendengaran, penglihatan, kardiovaskuler, muskuloskeletal, system
reproduksi, gastrointestinal, persarafan, endokrin, dan kulit (Maryam, 2008).
Masalah perubahan sosial serta reaksi individu terhadap perubahan
13
Perubahan yang menjadikan dalam kehidupan akan membuat yang mereka
alami di antaranya , yaitu: peran, keluarga, teman, kekerasan, masalah hukum,
ekonomi, rekreasi, keamanan, transportasi, politik, pendidikn, agama, dan
panti jompo (Maryam, 2008).
Perubahan psikologis pada lansia meliputi short term memory, frustasi,
kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut menghadapi kematian, perubahan
keinginan, depresi, dan kecemasan (Maryam et. Al, 2008).
1.6Penyakit yang Sering Dijumpai pada Lansia
Aspiani (2014), menyatakan dalam bukunya mengenai kondisi
kesehatan lanjut usia yang mempunyai kemiripin dari seluruh bangsa, dimana
penyakit yang sering menyertai adalah tidak muncul gejala, melainkan
multiple symptom, tetapi penyakit yang dapat teridentifikasi seperti: Gangguan
sirkulasi darah (hipertensi dan kelainan pembuluh darah), penyakit gigi dan
mulut, tuberkulosa, diare, ginjal dan saluran kemih, penyakit infeksi, dll.
2. Konsep Dasar Hipertensi 2.1Pengertian
Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah peningkatan tekanan
diastolik yang bernilai lebih dari 90 mmHg dan sistolik di atas 140 mmHg.
Penyakit ini biasanya tidak disertai gejala (asimptomatik) ( Potter & Perry,
2009).
Menurut JNC hipertensi terjadi apabila tekanan darah lebih dari 140/90
mmHg. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana terjadi peningkatan tekanan
14
tekanan darah yang disebabkan satu atau beberapa faktor risiko yang tidak
berjalan sebagaimana mestinya mempertahankan tekanan darah secara normal
(Wijaya, 2013).
2.2Klasifikasi Hipertensi
Menurut Wijaya (2013), klasifikasi berdasarkan penyebabnya
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu hipertensi primer dan sekunder.
Hipertensi Esensial (Primer) merupakan 90% dari kasus penderita
hipertensi. Dimana sampai saat ini belum diketahui penyebabnya secar pasti.
Beberapa factor yang berpengaruh dalam terjadinya hipertensi esensial,
seperti: faktor genetik, stress dan psikologis, serta faktor lingkungan dan diet
(peningkatan penggunaan garam dan berkurangnya asupan kalium atau
kalsium).
Pada hipertensi sekunder, penyebab dan patofisiologi dapat diketahui
dengan jelas sehigga lebih mudah untuk dikendalikan dengan obat-obatan.
Penyebab hipertensi sekunder diantaranya berupa kelainan ginjal seperti
tumor, diabetes, kelainan adrenal, kelainan aorta, kelainanendokrin lainnya
seperti resistensi insulin, hipertiroidisme, dan pemakaian obat-obatan seperti
15
Klasifikasi berdasarkan derajat hipertensi:
Tabel 1. Klasifikasi Menurut European Society of Cardiology, 2007.
Kategori Tekanan Sistolik (mmHg)
Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal 120 – 129 80-84
Normal Tinggi 130-139 85-89
Hipertensi derajat I 140-159 90-99
Hipertensi derajat II 160-179 100-109
Hipertensi derajat III ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi Sistolik
terisolsi ≥ 190
< 90
2.3Etiologi
Hipertensi berdasarkan penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2
golongan besar yaitu : ( Lany dalam Padila, 2013)
2.3.1 Hipertensi essensial (hipertensi primer)
Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak
diketahui penyebabnya. Hal ini berarti bahwa kondisi hipertensi tidak
mempunyai sumber yang teridentifikasi. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya
hipertensi. Fakor tersebut adalah factor keturunan, ciri perseorangan, dan
16
Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki
kemungknan lebih besar untuk mendapatkan akan memiliki kemungkinan
lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah
penderita hipertensi (Padila, 2013).
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah
umur (jika umur bertambah maka TD meningkat), jenis kelamin (laki-laki
lebih tinggi drai perempuan) dan ras. Ras kulit hitam lebih banyak dari
kulit putih (Padila, 2013).
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi
adalah konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau
makan berlebihan, stres dan pengaruh lain misalnya merokok, minm
alkohol (Padila, 2013).
2.3.2 Hipertensi sekunder
Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit
lain, seperti penyakit ginjal dan gangguan adrenal. Hanya 5-10 % dari
seluruh hipertensi disebabkan oleh penyebab lain (Padila, 2013). Faktor
pencetus munculnya hipertensi sekuder antara lain: penggunaan
kontrasepsi oral, coarctation aorta, neurogenik seperti tumor otak,
gangguan psikiatris, kehamilan, peningkatan volume intravaskuler, dan
17
2.4Patofisiologi
Hipertensi adalah proses degenerative system sirkulasi yang dimulai
dengan atherosclerosis, yakni gangguan struktur anatomi pembuluh darah
perifer yang berlanjut dengan kekakuan pembuluh darah/arteri. Kekakuan
pembuluh darah disertai dengan penyempitan dan kemungkinan pembesaran
plaque yang menghambat gangguan peredaran darah perifer. Kekakuan dan
kelambanan aliran darah yang menyebabkan badab jantung bertambah bera
yang akhirnya dikompensasi dengan peningkatan upaya pemompaan jantung
yang berdampak pada peningkatan tekanan darah dalam system sirkulasi.
Dengan demikian, proses patologis hipertensi ditandai dengan peningkatan
tahanan perifer yang berkelanjutan sehingga secara kronik dikompensasi oleh
jantung dalam bentuk hipertensi (Bustan, 2015).
2.5Komplikasi
Semakin lama menderita hipertensi, semakin besar peluang kerusakan
organ. Akibatnya, kondisi yang serius seperti penyakit jantung, stroke,
penyakit ginjal, dan kerusakan mata pun terjadi (Murwani, 2009).
Tekanan darah tinggi dapat menyebabkan terjadinya gagal jantung dan
penyakit jantung koroner. Pada penderita hipertensi, beban kerja jantung akan
meningkat, dan jantung akan mengendor dan berkurang elastisitasnya.
Akibatnya, jantung tidak mampu lagi memompa sehingga banyak cairan
diparu maupun jaringan tybuh lain yang dapat menyebabkan sesak napas.
18
terkena strok 7 kali lebih besar. Tekanan darah tinggi juga menyebabkan
kerusakan ginjal, tekanan darah tinggi dapat menyebabkan kerusakan system
penyaringan di dalam ginjal, akibatnya semakin lama ginjal tidak mampu
membuang zat-zat yang tidak dibutuhkan oleh tubuh yang masuk mealalui
aliran darah dan terjadin penumpukan di dalam tubuh. Pada mata hipertensi
dapat mengakibatkan terjadinya retinopati hipertensi dan dapat menimbulkan
kebutaan (Wijaya & Putri, 2013).
2.6Manifestasi klinis
Gejala hipertensi sangat bervariasi, pada sebagian penderita hipertensi
tidak menimbulkan gejala (tanpa gejala) yang spesifik yang dapat
dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah.
Crowin (2000 dalam wijaya & putri, 2013) menyebutkan bahwa
sebagian besar gejala klinis timbul, seperti : nyeri kepala saat terjaga,
kadang-kadang disertai mual muntah akibat peningkatan tekanan darah intrakranial,
penglihatan kabur akibat kerusakan retina akibat hipertensi, ayunan langkah
yang tidak mantap karena kerusakan susunan saraf pusat, nokturia karena
peningkatan aliran darah ginjal, pembengkakan akibat peningkatan kapiler.
2.7 Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan bagi klien hipertensi adalah mencegah
terjadinya morbiditas dan mortalitas penyerta dengan mencapai dan
19
program ditentukan oleh derajat hipertensi, komplikasi, biaya perawatan dan
kualitas hidup sehubung dengan terapi.
2.7.1 Non Farmakologis
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pendekatan
nonfarmakologis dengan modifikasi gaya hidup seperti; teknik-tekni
mengurangi stress, penurunan berat badan, pembatasan halkohol,
olahraga/latihan, relaksasi merupakan intervensi wajib yang harus
dilakukan pda setiap terapi antihipertensi. Modifikasi gaya hidup
merupakn hal yang sulit bagi individu karena mera sering harus mengubah
kebiasaan yang menyenangkan, seperti merokok atau makan-makan
tertentu. Modifikasi gaya hidup untuk faktor risiko penting termasuk
berhenti merokok, menurunkan berat badan, diet rendah kolesterol dan
rendah garam, serta olahraga (Potter & Perry, 2009).
Apabila penderita hipertensi ringan berada dalam risiko tinggi (pria
perokok) atau bila tekanan darah diastoliknya menetap di atas 85 atau 95
mmHg serta sistoliknya di atas 130 sampai 139 mmHg, maka perlu
dimulai terapi obat-obatan ( Muttaqin, 2009).
2.7.2 Terapi Farmakologis
Muttaqin (2009) menyebutkan dalam bukunya bahwa obat-obat
antihipertensi dapat digunakan sebagai obat tunggal atau dicampur dengan
20
yaitu: diuretik, penghambat simpatetik, vasodilator arteriol langsung,
antagonis angiotensin, penghambat saluran kalsium.
Diuretik berfungsi untuk mengeluarkan cairan tubuh sehingga
volume cairan ditubuh berkurang yang mengakibatkan daya pompa
jantung menjadi lebih ringan. Penghambat simpatetik (metildopa, klonidin,
dan reserpine) untuk mengahambat aktivitas saraf simpatis, golongan obat
ini memiliki efek minimal terhadap curah jantung dan aliran darah ke
ginjal (Wijaya & Putri, 2013).
Vasodilator yang bekerja langsung adalah obat tahap III yang dapat
menurunkan tekanan darah dan natrium sertai air tertahan sehingga terjadi
edema perifer. Diuretic dapat diberikan bersamaan dengan vasodilator
untuk mengurangi edema. Obat dalam golongan angiotensin menghambat
enzim pengubah angiotensin (ACE) yang antinya akan menghambabt
pembentukan angiotensin II (vasokonstrikor) dan menghambat
menghambat pelepasan aldosterone. Efek samping dari obat ini adalah
mual, muntah, diare, sakit kepala, pusing ltih dan insomnia (Muttaqin,
2009).
2.8Faktor yang Dapat Menyebabkan Hipertensi
Menurut aggie Casey dan Herbert Benson (2006) faktor risiko dapat dibagi
21
2.8.1 Faktor risiko yang tidak dapat diubah
Sekalipun tidak dapat mengendalikan faktor risiko tertentu, bukan
berarti dapat melupakannya. Faktor risiko yang tidak dapat diubah seperti:
faktor genetik, umur, jenis kelamin, dan ras.
Faktor genetik. Jika satu atau dua orang dari orang tua atau saudara kandung yang menderita hipertensi, maka peluang untuk
menderita hipertensi semakin besar. Penelitian menunjukkan bahwa 25%
dari kasus Hipertensi Esensial dalam keluarga mempunyai dasar genetik.
Faktor ini tidak bisa dikendalikan, jika seseorang memiliki orangtua atau
saudara yang memiliki tekanan darah tinggi, maka kemungkinan ia
menderita tekanan darah tinggi lebih tinggi pada kembar identik daripada
yang kembar tidak identik.
Umur. Walaupun penuaan tidak selau memicu hipertensi, tekanan darah tinggi terjadi pada usia lebih tua. Pada usia antara 30 dan 65 tahun,
tekanan sistolik meningkat rata-rata sebanyak 20 mmHg dan terus
meningkat setelah 70 tahun. Faktor ini tidak bisa dikendalikan, penelitian
menunjukkan bahwa semakin usia seseorang bertambah, tekanan darahpun
akan meningkat.
Jenis kelamin. Pria sering mengalami tanda-tanda hipertensi pada usia akhir tiga bulan, sedangkan wanita sering mengalami hipertensi