i
NUR AFRINIS
I151070061
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2009
iii
Program on the Utilization of Home Garden and Food Consumption Children Under Five Years. Supervised by SITI MADANIJAH and DADANG SUKANDAR.
The objectives of this study are to analyze (1) the change of home garden utilization and food consumption of children under five years, (2) the socio-economic factors related to garden utilization, and (3) the factors that affect food consumption of children under five years. The research applied experimental design in two districts namely Ciomas and Dramaga. The samples of this research are 8 Posyandu, which are chosen from Ciomas and Dramaga. The results show that (1) utilization of garden after the application of the program is better than before (increase 22,9m2) (2) occupation status of mother and family income per capita have significant effect (p= 0,004; p= 0,030) to the utilization of garden,and (3) mother nutrition knowledge and family income per capita have significant effect (p= 0,0048); p= 0,003) to the food consumption of children under five years.
iv
Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan DADANG SUKANDAR.
Pemanfaatan pekarangan memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan aneka ragam pangan di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Namun saat ini, usaha pemanfaatan pekarangan belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. Demikian juga halnya di Kecamatan Ciomas dan Dramaga Kabupaten Bogor. Sebagian besar pekarangan di Kecamatan Ciomas dan Dramaga belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan usaha pemanfaatan pekarangan sangat diperlukan adanya penyuluhan, bimbingan dan penyediaan sarana yang diperlukan. Dari berbagai peneitian menunjukkan bahwa kombinasi intervensi pertanian dan pendidikan gizi memberikan efek yang lebih baik terhadap tingkat pengetahuan, tingkat kesakitan anak dan intik zat gizi dibandingkan bila hanya kegiatan intervensi seperti suplementasi, MP-ASI semata.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis perubahan pemanfaatan pekarangan dan konsumsi pangan balita sebelum dan setelah memperoleh program home gardening dan penyuluhan gizi (2) Menganalisis faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan (3) menganalisis faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dimana yang menjadi unit eksperimen adalah posyandu. Disain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita”. Penelitian dilakukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Ciomas dan Dramaga Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama 12 bulan yaitu mulai Desember 2007- November 2008.
Posyandu dijadikan sebagai unit eksperimen. Masing-masing unit terdiri atas 15 ibu-ibu balita dan 5 kader, dimana mereka akan mendapatkan penyuluhan gizi dan paket tanaman pekarangan. Penyuluhan gizi dilakukan di masing-masing posyandu selama 5 bulan dengan frekuensi 2 kali sebulan. Masing-masing pertemuan sekitar 90-120 menit. Setiap kali pertemuan dilakukan penyuluhan 1 topik pangan dan gizi sehingga selama 5 bulan terdapat 10 topik penyuluhan. Untuk mendukung intervensi penyuluhan gizi, ada beberapa sarana promosi gizi digunakan yaitu leaflet, brosur dan poster. Materi ini dibagikan kepada peserta (ibu-ibu dan kader) serta posyandu. Paket tanaman pekarangan berupa kegiatan penanaman pekarangan dengan sayuran sumber vitamin dan mineral. Benih sayuran yang dibagikan kepada ibu-ibu adalah bayam, kangkung, kacang panjang, tomat, cabe serta singkong (stek). Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dilibatkan dalam membimbing ibu-ibu menanam pekarangan mereka.
v
– 19 kali dengan rata-rata 6,6 kali selama 5 bulan intervensi. Luas rata-rata lahan pekarangan yang ditanami bayam adalah 1,5 m2 dengan rata-rata produksi sebesar 1255,3 g serta frekuensi panen bayam berkisar antara 0 – 20 kali dengan rata-rata panen 5,9 kali. Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan adalah status bekerja ibu dan pendapatan (p= 0,004; p= 0,030). Ibu yang tidak bekerja memanfaatkan pekarangannya lebih baik dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini berhubungan dengan alokasi waktu yang disediakan untuk pengolahan dan pemeliharaan pekarangan. Demikian juga dalam hal pendapatan, keluarga dengan pendapatan tinggi biasanya mempunyai pekarangan yang lebih luas untuk dimanfaatkan dan hal ini juga berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja.
Setelah 5 bulan intervensi terjadi peningkatan intik energi dan zat gizi balita untuk semua zat gizi. Hal ini terlihat dari selisih total konsumsi untuk energi (awal 1.315,4 kkal dan akhir 1730,9 kkal atau naik sebesar 416,1 kkal), protein (awal 32,7 g dan akhir 39,6 g atau naik sebesar 7,1 g), kalsium (awal 2223,5 mg dan akhir 4637,9 mg atau naik sebesar 2489,2 mg), phosfor (awal 746,73 mg dan akhir 972,7 mg atau naik sebesar 236,7 mg), besi (awal 9,1 mg dan akhir 13,5 mg atau naik sebesar 4,4 mg), vitamin A (awal 523,2 RE dan akhir 524,7 RE atau naik sebesar 1,5 RE), vitamin B1(awal 33,5 mg dan akhir 62,4 mg atau naik sebesar 29,9 mg) dan vitamin C (awal 20,3 mg dan akhir 29,5 g atau naik sebesar 9,3 mg).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita adalah pengetahuan gizi ibu dan pendapatan (p= 0,0048); p= 0,003). Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu dan pendapatan maka konsumsi pangan balitanya juga semakin baik.
vi
Hak cipta IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
vii
NUR AFRINIS
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Mayor Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
Nama : Nur Afrinis NRP : I151070061
Program Studi : Mayor Gizi Masyarakat
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
Diketahui
Koordinator Dekan Sekolah Pascasarjana Mayor Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
ix
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 sampai bulan November 2008 di Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S. dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan ilmu dan saran kepada penulis. Kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. penulis ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk turut berpartisipasi pada proyak penelitian “Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita” IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar program studi GMK Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh studi, serta seluruh staf administrasi GMK dan Pascasarjana atas pelayanan yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S, Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S. dan Ir. Eddy S Mudjianto sebagai tim peneliti “Program home gardening dan penyuluhan gizi” atas arahan dan kerjasamanya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Ellis Endang Nikmawati, Reni Zuraida, Catur, Sanya atas kerjasama yang baik dalam pelaksanaan proyek penelitian ini.
Terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Zulkarnaini Najib dan Ibunda Fatmawati, Bang Ji sekeluarga, Kak Ni sekeluarga, Kak Si keluarga, Yhellis, Yudi, Iki, Khairul dan Adinda tersayang Melvi Melani Putri yang senantiasa mengiringi langkahku dengan doa dan kasih sayang, serta atas dorongan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
x
Community/HIKAPEMAKA (Risman, Riki, Iwan, Frensi, Dedi dan lain-lain) terima kasih atas doanya, bantuan dan kasih sayang yang tak terhingga nilainya serta saudara-saudara di IKPMR Bogor (Astra dan Astri Bogor).
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian studi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikannya.
Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2009
i
NUR AFRINIS
I151070061
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ii
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan Gizi terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir tesis ini.
Bogor, Juni 2009
iii
Program on the Utilization of Home Garden and Food Consumption Children Under Five Years. Supervised by SITI MADANIJAH and DADANG SUKANDAR.
The objectives of this study are to analyze (1) the change of home garden utilization and food consumption of children under five years, (2) the socio-economic factors related to garden utilization, and (3) the factors that affect food consumption of children under five years. The research applied experimental design in two districts namely Ciomas and Dramaga. The samples of this research are 8 Posyandu, which are chosen from Ciomas and Dramaga. The results show that (1) utilization of garden after the application of the program is better than before (increase 22,9m2) (2) occupation status of mother and family income per capita have significant effect (p= 0,004; p= 0,030) to the utilization of garden,and (3) mother nutrition knowledge and family income per capita have significant effect (p= 0,0048); p= 0,003) to the food consumption of children under five years.
iv
Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita. Dibimbing oleh SITI MADANIJAH dan DADANG SUKANDAR.
Pemanfaatan pekarangan memberikan arti yang sangat penting bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan aneka ragam pangan di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang beragam, bergizi seimbang dan aman. Namun saat ini, usaha pemanfaatan pekarangan belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. Demikian juga halnya di Kecamatan Ciomas dan Dramaga Kabupaten Bogor. Sebagian besar pekarangan di Kecamatan Ciomas dan Dramaga belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu untuk lebih meningkatkan usaha pemanfaatan pekarangan sangat diperlukan adanya penyuluhan, bimbingan dan penyediaan sarana yang diperlukan. Dari berbagai peneitian menunjukkan bahwa kombinasi intervensi pertanian dan pendidikan gizi memberikan efek yang lebih baik terhadap tingkat pengetahuan, tingkat kesakitan anak dan intik zat gizi dibandingkan bila hanya kegiatan intervensi seperti suplementasi, MP-ASI semata.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Menganalisis perubahan pemanfaatan pekarangan dan konsumsi pangan balita sebelum dan setelah memperoleh program home gardening dan penyuluhan gizi (2) Menganalisis faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan (3) menganalisis faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dimana yang menjadi unit eksperimen adalah posyandu. Disain penelitian ini mengacu pada penelitian payung “Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita”. Penelitian dilakukan di dua kecamatan, yaitu Kecamatan Ciomas dan Dramaga Kabupaten Bogor. Penelitian dilakukan selama 12 bulan yaitu mulai Desember 2007- November 2008.
Posyandu dijadikan sebagai unit eksperimen. Masing-masing unit terdiri atas 15 ibu-ibu balita dan 5 kader, dimana mereka akan mendapatkan penyuluhan gizi dan paket tanaman pekarangan. Penyuluhan gizi dilakukan di masing-masing posyandu selama 5 bulan dengan frekuensi 2 kali sebulan. Masing-masing pertemuan sekitar 90-120 menit. Setiap kali pertemuan dilakukan penyuluhan 1 topik pangan dan gizi sehingga selama 5 bulan terdapat 10 topik penyuluhan. Untuk mendukung intervensi penyuluhan gizi, ada beberapa sarana promosi gizi digunakan yaitu leaflet, brosur dan poster. Materi ini dibagikan kepada peserta (ibu-ibu dan kader) serta posyandu. Paket tanaman pekarangan berupa kegiatan penanaman pekarangan dengan sayuran sumber vitamin dan mineral. Benih sayuran yang dibagikan kepada ibu-ibu adalah bayam, kangkung, kacang panjang, tomat, cabe serta singkong (stek). Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) dilibatkan dalam membimbing ibu-ibu menanam pekarangan mereka.
v
– 19 kali dengan rata-rata 6,6 kali selama 5 bulan intervensi. Luas rata-rata lahan pekarangan yang ditanami bayam adalah 1,5 m2 dengan rata-rata produksi sebesar 1255,3 g serta frekuensi panen bayam berkisar antara 0 – 20 kali dengan rata-rata panen 5,9 kali. Faktor sosial ekonomi yang berhubungan dengan pemanfaatan pekarangan adalah status bekerja ibu dan pendapatan (p= 0,004; p= 0,030). Ibu yang tidak bekerja memanfaatkan pekarangannya lebih baik dibandingkan dengan ibu yang bekerja. Hal ini berhubungan dengan alokasi waktu yang disediakan untuk pengolahan dan pemeliharaan pekarangan. Demikian juga dalam hal pendapatan, keluarga dengan pendapatan tinggi biasanya mempunyai pekarangan yang lebih luas untuk dimanfaatkan dan hal ini juga berhubungan dengan ibu yang tidak bekerja.
Setelah 5 bulan intervensi terjadi peningkatan intik energi dan zat gizi balita untuk semua zat gizi. Hal ini terlihat dari selisih total konsumsi untuk energi (awal 1.315,4 kkal dan akhir 1730,9 kkal atau naik sebesar 416,1 kkal), protein (awal 32,7 g dan akhir 39,6 g atau naik sebesar 7,1 g), kalsium (awal 2223,5 mg dan akhir 4637,9 mg atau naik sebesar 2489,2 mg), phosfor (awal 746,73 mg dan akhir 972,7 mg atau naik sebesar 236,7 mg), besi (awal 9,1 mg dan akhir 13,5 mg atau naik sebesar 4,4 mg), vitamin A (awal 523,2 RE dan akhir 524,7 RE atau naik sebesar 1,5 RE), vitamin B1(awal 33,5 mg dan akhir 62,4 mg atau naik sebesar 29,9 mg) dan vitamin C (awal 20,3 mg dan akhir 29,5 g atau naik sebesar 9,3 mg).
Faktor yang mempengaruhi konsumsi pangan balita adalah pengetahuan gizi ibu dan pendapatan (p= 0,0048); p= 0,003). Semakin tinggi pengetahuan gizi ibu dan pendapatan maka konsumsi pangan balitanya juga semakin baik.
vi
Hak cipta IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
(1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber:
a) Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah
b) Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
vii
NUR AFRINIS
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Mayor Gizi Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
viii
Nama : Nur Afrinis NRP : I151070061
Program Studi : Mayor Gizi Masyarakat
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc
Diketahui
Koordinator Dekan Sekolah Pascasarjana Mayor Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S
ix
karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan. Judul tesis ini adalah “Pengaruh Program Home Gardening dan Penyuluhan terhadap Pemanfaatan Pekarangan dan Konsumsi Pangan Balita”. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Desember 2007 sampai bulan November 2008 di Kecamatan Ciomas dan Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
Terima kasih kepada Dr. Ir. Siti Madanijah, M.S. dan Dr. Ir. Dadang Sukandar, M.Sc. yang telah memberikan bimbingan, arahan dan masukan ilmu dan saran kepada penulis. Kepada Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, M.S. penulis ucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada penulis untuk turut berpartisipasi pada proyak penelitian “Studi Peningkatan Pengetahuan Gizi Ibu dan Kader Posyandu serta Perbaikan Gizi Balita” IPB. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh staf pengajar program studi GMK Sekolah Pasca Sarjana IPB yang telah memberikan ilmunya selama penulis menempuh studi, serta seluruh staf administrasi GMK dan Pascasarjana atas pelayanan yang diberikan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Hadi Riyadi, M.S, Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, M.S. dan Ir. Eddy S Mudjianto sebagai tim peneliti “Program home gardening dan penyuluhan gizi” atas arahan dan kerjasamanya. Penulis juga ucapkan terima kasih kepada Ibu Ellis Endang Nikmawati, Reni Zuraida, Catur, Sanya atas kerjasama yang baik dalam pelaksanaan proyek penelitian ini.
Terimakasih yang tak terhingga kepada Ayahanda Zulkarnaini Najib dan Ibunda Fatmawati, Bang Ji sekeluarga, Kak Ni sekeluarga, Kak Si keluarga, Yhellis, Yudi, Iki, Khairul dan Adinda tersayang Melvi Melani Putri yang senantiasa mengiringi langkahku dengan doa dan kasih sayang, serta atas dorongan dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan studi dengan baik.
x
Community/HIKAPEMAKA (Risman, Riki, Iwan, Frensi, Dedi dan lain-lain) terima kasih atas doanya, bantuan dan kasih sayang yang tak terhingga nilainya serta saudara-saudara di IKPMR Bogor (Astra dan Astri Bogor).
Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah berpartisipasi dalam penyelesaian studi ini, penulis ucapkan banyak terima kasih, semoga Allah SWT memberikan balasan atas semua kebaikannya.
Semoga tesis ini bermanfaat dan dapat memberikan sumbangan yang berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Juni 2009
xi
xii
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xv
DAFTAR GAMBAR ... xix
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
PENDAHULUAN
Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 4 Tujuan Penelitian ... 6 Manfaat Penelitian ... 6
TINJAUAN PUSTAKA
Arti dan Fungsi Pekarangan ... 7 Pemanfaatan Pekarangan ... 9 Penggunaan Hasil Pekarangan ... 10 Perkembangan Posyandu di Indonesia ... 12 Konsumsi Pangan Balita ... 15 Pengukuran Konsumsi Pangan Balita... 19 Sosial Ekonomi Rumah Tangga ... 21 Pengetahuan Gizi Ibu ... 26 Sikap Gizi Ibu ... 28 Praktek Konsumsi Pangan Balita ... 29 Status kesehatan Balita ... 30 Sanitasi Lingkungan ... 30
KERANGKA PEMIKIRAN ... 35
METODOLOGI
xiii
Defini Operasional ... 47
HASIL DAN PEMBAHASAN
xiv
Saran ... 121
DAFTAR PUSTAKA ... 122
xv
Halaman
1. Intik zat gizi yang direkomendasikan untuk balita (per hari) ... 18
2. Lokasi penelitian ... 41
3. Jenis dan cara pengumpulan data ... 42
4. Skor tingkat pengetahuan dan sikap gizi ibu ... 43
5. Sebaran rumah tangga berdasarkan tingkat pendidikan ayah dan ibu ... 51
6. Sebaran ayah dan ibu berdasarkan kemampuan membaca dan menulis ... 52
7. Sebaran rumah tangga berdasarkan umur ayah dan ibu ... 53
8. Sebaran rumah tangga berdasarkan ukuran keluarga ... 53
9. Sebaran rumah tangga berdasarkan pekerjaan ayah dan ibu ... 55
10. Statistik pendapatan dan pengeluaran keluarga (Rp/Kap/Bln) ... 55
11. Sebaran pendapatan rumah tangga berdasarkan BPS (Rp/Kap/Bln) ... 56
12.Sebaran pengeluaran pangan rumah tangga (Rp/Kap/Bln) ... 57
13. Sebaran pengeluaran non pangan rumah tangga (Rp/Kap/Bln) ... 58
14. Sebaran rumah tangga berdasarkan karakteristik rumah, penerangan dan bahan bakar yang digunakan ... 59
15. Sebaran rumah tangga menurut sumber air minum ... 60
16. Sebaran keadaan sanitasi rumah tangga ... 61
17. Sebaran luas rumah dan lahan (m²) ... 61
18. Sebaran anak balita menurut umur anak balita (bulan) ... 63
19. Sebaran balita berdasarkan jenis kelamin dan keikutsertaan playgroup ... 64
xvi
22. Statistik luas pekarangan (m²) ... 66
23. Jumlah pupuk yang dibutuhkan selama 5 bulan intervensi ... 67
24. Jumlah bibit yang dibutuhkan selama intervensi (3-4 kali tanam) ... 68
25. Statistik produktivitas kangkung selama 5 bulan intervensi ... 69
26. Frekuensi panen kangkung selama lima bulan intervensi ... 70
27. Statistik produktivitas bayam selama 5 bulan intervensi ... 71
28. Frekuensi panen bayam selama lima bulan intervensi ... 71
29. Frekuensi panen katuk selama lima bulan intervensi ... 72
30. Frekuensi panen daun singkong selama lima bulan intervensi ... 72
31. Statistik produksi sayur hasil pekarangan ... 73
32. Statistik konsumsi sayur hasil pekarangan ... 74
33. Hubungan karakteristik sosial ekonomi, karakteristik keluarga dengan pemanfaatan pekarangan ... 76
34. Hasil regresi faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pemanfaatan pekarangan ... 77
35. Sebaran kehadiran ibu balita pada setiap kegiatan penyuluhan ... 79
36. Statistik nilai pre-test dan post-test ibu balita selama 5 bulan intervensi ... 80
37. Sebaran pengetahuan gizi ibu berdasarkan materi penyuluhan ... 82
38. Sebaran skor pengetahuan gizi ibu ... 83
39. Sebaran statistik pengetahuan gizi ibu balita... 84
40. Sebaran pengetahuan gizi ibu berdasarkan pendapatan perkapita keluarga dan tingkat pendidikan ... 85
xvii
43. Hubungan pendapatan per kapita dengan sikap gizi ibu ... 88
44. Hubungan Pendidikan gizi ibu dengan sikap gizi ibu ... 89
45. Hubungan antara pengetahuan gizi dengan sikap gizi ... 90
46. Sebaran praktek gizi ibu di Kecamatan Ciomas dan Dramaga ... 91
47. Sebaran statistik praktek gizi ibu balita ... 93
48. Sebaran skor praktek gizi ibu ... 94
49. Hubungan tingkat pendapatan per kapita dengan praktek gizi ibu ... 94
50. Hubungan antara pendidikan ibu dengan praktek gizi ibu ... 95
51. Hubungan antara sikap ibu dengan praktek gizi ibu ... 96
52. Hubungan antara pengetahuan gizi ibu dengan praktek gizi ibu ... 97
53. Sebaran perilaku hidup sehat balita ... 98
54. Sebaran skor perilaku hidup sehat balita ... 99
55. Sebaran Statistik perilaku hidup sehat balita ... 99
56. Rata-rata frekuensi konsumsi pangan (per minggu) ... 101
57. Persentase balita menurut klasifikasi tingkat kecukupan gizi ... 111
58. Sebaran jumlah balita menurut jenis penyakit yang diderita dalam 2 minggu terakhir ... 114
59. Sebaran lama sakit (hari) yang diderita balita selama 2 minggu terakhir ... 114
60. Skor morbiditas balita pada awal dan akhir intervensi ... 115
61. Sebaran jenis imunisasi yang pernah diberikan kepada balita ... 115
xviii
64. Hubungan karakteristik sosial ekonomi, karakteristik keluarga dan status kesehatan dengan tingkat konsumsi protein balita ... 118
xix
1. Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan anak ... 22
2. Kerangka pemikiran peubah-peubah yang mempengaruhi konsumsi pangan dan status gizi balita ... 37
3. Rata-rata intik energi (kkal) balita perhari ... 105
4. Rata-rata intik protein (g) balita perhari ... 106
5. Rata-rata intik kalsium (mg) balita perhari ... 107
6. Rata-rata intik fosfor (mg) balita perhari ... 107
7. Rata-rata intik besi (mg) balita perhari ... 108
8. Rata-rata intik vitamin A (RE) balita perhari ... 109
9. Rata-rata intik vitamin B1 (mg) balita perhari ... 109
xx
1. Sebaran rumah tangga berdasarkan kepemilikan asset ... 128
2. Statistik penggunaan pupuk selama 5 bulan intervensi ... 129
3. Statistik luas pekarangan dan jumlah bibit yang dibutuhkan ... 130
4. Sebaran ibu yang menjawab benar item pengetahuan gizi ... 132
5. Sebaran ibu yang menjawab benar item sikap gizi ... 133
6. Statistik asupan zat gizi balita ... 134
7. Statistik tingkat kecukupan gizi balita ... 134
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh
ketersediaan sumberdaya manusia yang berkualitas, yaitu sumber daya manusia yang
memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat, kesehatan yang prima dan otak yang
cerdas. Ada banyak faktor yang menentukan kualitas sumber daya manusia, salah
satu faktor yang cukup mendasar adalah gizi masyarakat sebagai cerminan dari
keadaan gizi individu, karena gizi adalah zat yang esensial bagi pertumbuhan dan
perkembangan manusia. Apabila kebutuhan zat gizi tidak dicukupi maka akan
menyebabkan timbulnya masalah gizi (Syarief 1997).
Masalah gizi merupakan gangguan pada beberapa segi kesejahteraan
perorangan atau masyarakat yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan
zat gizi yang diperoleh dari makanan. Masalah gizi berkaitan erat dengan kualitas dan
kuantitas makanan. Kelompok balita merupakan kelompok yang rawan terkena
masalah gizi yaitu kelompok yang rentan terhadap berbagai perubahan. Pada usia ini
terjadi pertumbuhan dan perkembangan yang sangat cepat menuju kesempurnaan
organ-organ tubuh. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada balita akan
mempengaruhi kehidupan pada masa yang akan datang (Soekirman 2000).
Gangguan pertumbuhan atau kurang gizi pada anak balita selalu berhubungan
erat dengan keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi. Keadaan sosial
ekonomi dapat dilihat dari besarnya pendapatan dan pengeluaran rumah tangga per
kapita per bulan. Keadaan sosial ekonomi juga mencerminkan besarnya pengeluaran
untuk pangan dan non pangan. Semakin tinggi keadaan ekonomi suatu rumah tangga
maka semakin kecil alokasi pendapatan yang dikeluarkan untuk pangan. Demikian
pula sebaliknya, semakin rendah keadaan ekonomi suatu rumah tangga, maka
semakin besar alokasi pandapatan yang dikeluarkan untuk pangan. Dengan demikian
pendapatan merupakan salah satu aspek ekonomi yang potensial dalam menentukan
jumlah dan jenis barang yang tersedia dalam rumah tangga.
Pendapatan keluarga merupakan faktor yang menentukan kualitas dan
daya beli keluarga. Berg (1986) mengemukakan di negara-negara yang sedang
berkembang 80% pendapatan keluarga dibelanjakan untuk makanan, dan keluarga
dengan tingkat pendapatan yang lebih tinggi dapat membeli makanan lebih beragam
dan jumlah yang lebih banyak dibandingkan dengan yang memiliki tingkat
pendapatan rendah.
Selain konsumsi makanan yang tidak memadai, faktor lain penyebab kurang
gizi adalah adanya penyakit infeksi. Apabila seseorang menderita gizi kurang, maka
daya tahan tubuhnya akan menjadi lemah dan memudahkan masuknya bibit penyakit.
Gizi kurang dapat menurunkan mekanisme pembentukan sistem pertahanan tubuh.
Menurut WHO, tingginya penyakit infeksi pada balita 50-60% karena rendahnya
daya tahan tubuh anak akibat kekurangan gizi. Keadaan sanitasi dan lingkungan yang
kurang baik juga memungkinkan terjadinya berbagai jenis penyakit antara lain diare,
kecacingan dan infeksi saluran pencernaan. Apabila anak menderita infeksi saluran
pencernaan, penyerapan zat-zat gizi akan terganggu yang menyebabkan terjadinya
kekurangan zat gizi dan anak akan mudah terserang penyakit, dan pertumbuhannya
akan terganggu (Supariasa 2002).
Menurut Depkes (2007), angka kematian bayi di Indonesia sebesar 23,7 per
seribu kelahiran hidup, angka kematian balita sebesar 46 per seribu serta angka
kematian ibu sebesar 307 per seratus ribu kelahiran hidup. Selama periode 1998-2000
persentase balita gizi buruk dan gizi kurang menurun (dari 29,51% ke 24,66%).
Namun mulai tahun 2001 hingga 2005 persentase balita gizi buruk dan gizi kurang
meningkat yaitu dari 26,1% ke 28,04%). Selain itu kekurangan gizi akan menurunkan
potensi pencapaian pendidikan karena rendahnya tingkat kecerdasan anak yang
bersifat permanen dan intergenerasi, dimana berujung pada kemiskinan (Soekirman
2000).
Sejak tahun 1997, Indonesia mengalami serentetan krisis yang berpengaruh
negatif terhadap kondisi ekonomi secara menyeluruh dan khususnya terhadap
kesejahteraan penduduk. Krisis menyebabkan terjadinya kenaikan drastis harga-harga
kebutuhan pokok dan komoditi-komoditi lainnya. Kenaikan harga akan berpengaruh
yang hidup di bawah garis kemiskinan. Akibat krisis ekonomi, proporsi jumlah
penduduk miskin pada tahun 1999 naik menjadi 23,4%. Pada tahun 2002 turun
menjadi 18,2% selanjutnya pada tahun 2003 sebesar 17,4%. Jumlah penduduk miskin
pada bulan Maret 2006 mencapai 39,05 Juta (17,75%) atau meningkat sebesar 3,95
juta dari data tahun sebelumnya.
Adanya kenaikan harga kebutuhan sehari-hari akibat krisis menyebabkan
masyarakat kesulitan untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, maka
masyarakat diharapkan bisa menggali kembali potensi lingkungan yang dimiliki
dengan menata dan memanfaatkan pekarangan. Pekarangan merupakan salah satu
aset yang dimiliki oleh hampir setiap rumah tangga namun masih belum banyak
dimanfaatkan secara maksimal. Pekarangan bila diolah dan dimanfaatkan dengan
baik, dapat menghasilkan berbagai bahan makanan yang bergizi untuk keperluan
keluarga sehari-hari.
Pemanfaatan pekarangan dapat mendukung penyediaan aneka ragam pangan
di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang
beragam, bergizi seimbang dan aman. Pekarangan dikatakan baik dan menarik, jika
mengandung nilai keindahan, bermanfaat dan sehat. Pekarangan yang ditanami
dengan berbagai jenis tanaman yang produktif, dapat memberikan kesehatan yang
memenuhi kepuasan jasmani dan rohani. Di pekarangan bisa ditanam dengan
beraneka jenis tanaman yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah, sayuran,
bunga, tanaman obat, dan lain-lain. Bercocok tanam di pekarangan, pemeliharaannya
dapat dilakukan setiap saat, mudah dijangkau, menghemat waktu, ekonomis, efisien
dan efektif. Hasilnya dapat dipanen dengan hati-hati sehingga tidak rusak, pada saat
yang diinginkan dengan kualitas yang tinggi serta tidak memerlukan penyimpanan
khusus.
Pemanfaatan lahan pekarangan di berbagai daerah sampai saat ini masih
banyak yang belum mendapat perhatian dan penanganan yang optimal serta masih
banyak dijumpai lahan pekarangan yang dibiarkan tanpa diusahakan. Lahan yang
dapat diusahakan di Pulau Jawa, sebesar 20% atau sekitar 8 juta Ha adalah lahan
sebagai penopang untuk menunjang kebutuhan bagi kehidupan sehari-hari. Bagi
masyarakat di pedesaan, pengusahaan lahan pekarangan merupakan usaha
sampingan setelah usaha pokok di lahan sawah dan tegalan. Kontribusi pekarangan
terhadap pendapatan rumah tangga petani di wilayah DAS Brantas (Jawa Timur)
berkisar antara 1,25-10,50%. Besarnya kontribusi pendapatan ini ditentukan oleh
jenis usaha di lahan pekarangan. Pekarangan dapat memberikan banyak manfaat
sehingga perlu dikembangkan secara intensif.
Pemanfaatan pekarangan memberikan arti yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Pekarangan dapat memberikan nilai tambah dalam mencukupi
kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Namun saat ini, usaha pemanfaatan pekarangan
belum dilakukan secara sungguh-sungguh dan menyeluruh. Demikian juga halnya di
Kecamatan Ciomas dan Dramaga. Sebagian besar pekarangan di Kecamatan Ciomas
dan Dramaga belum dimanfaatkan secara maksimal. Oleh karena itu untuk lebih
meningkatkan usaha pemanfaatan pekarangan sangat diperlukan adanya penyuluhan,
bimbingan dan penyediaan sarana yang diperlukan. Adanya usaha pemanfaatan
pekarangan untuk jenis sayuran merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan
konsumsi sayuran keluarga. Hal ini diharapkan akan mendorong masyarakat untuk
mengonsumsi sayuran sesuai dengan anjuran, yaitu 150 g/kap/hari atau 54,75
kg/kap/tahun.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk menggali
informasi mengenai dampak program home gardening dan penyuluhan gizi terhadap
pemanfaatan pekarangan dan konsumsi pangan balita.
Perumusan Masalah
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah yang sangat penting karena
menyangkut berbagai segi kehidupan masyarakat, baik kehidupan sosial, ekonomi
maupun politik. Kegagalan menanggulangi masalah kekurangan gizi akan berakibat
sangat serius terhadap masa depan bangsa dan negara. Oleh karena itu maka
Perbaikan gizi merupakan suatu investasi yang dapat memberikan dampak
jangka pendek dan jangka panjang yang nyata. Hasil investasi di bidang gizi ini
dalam jangka panjang dapat menanggulangi kemiskinan dan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Gizi yang baik dapat merubah kehidupan anak, meningkatkan
pertumbuhan fisik dan perkembangan mental, melindungi kesehatan dan meletakan
pondasi untuk masa depan produktivitas anak. Penyuluhan dan pemberian paket
tanaman pekarangan merupakan salah satu upaya pendekatan yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan pengetahuan serta mendukung penyediaan aneka ragam pangan
di tingkat rumah tangga, sehingga terwujud pola konsumsi pangan keluarga yang
beragam, bergizi seimbang dan aman. Kombinasi intervensi pertanian dan pendidikan
gizi memberikan efek yang lebih baik terhadap tingkat pengetahuan, tingkat
kesakitan anak dan intik zat gizi dibandingkan bila hanya kegiatan intervensi seperti
suplementasi, MP-ASI semata (Laurie et al 2008, Waters 2006, Penny et al 2005)
Pembentukan pekarangan dipengaruhi oleh faktor sosial, budaya dan ekonomi
dari pemilik lahan pekarangan yang bersangkutan. Keanekaragaman jenis tanaman
pekarangan tersebut sangat bervariasi tergantung dari interest dan kondisi ekonomi
pemiliknya. Pada pekarangan anggota masyarakat yang kondisi ekonominya tinggi
berbeda dengan pekarangan yang ekonomi pas-pasan. Melihat peran dan fungsi
pekarangan yang cukup penting bagi penghuninya tersebut, maka pekarangan
mempunyai daya tarik untuk diteliti mengenai berbagai aspek yang
mempengaruhinya.
Berdasarkan uraian di atas, maka timbul pertanyaan (1) apakah karakteristik
sosial ekonomi mempengaruhi pemanfaatan pekarangan? (2) berapa besar pengaruh
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak program
home gardening dan penyuluhan gizi terhadap pemanfaatan pekarangan dan konsumsi pangan balita.
Tujuan Khusus
Penelitian ini secara khusus bertujuan untuk:
1. Menganalisis pemanfaatan pekarangan pada keluarga yang mendapat program
home gardening dan penyuluhan gizi.
2. Menganalisis pengaruh sosial ekonomi terhadap pemanfaatan pekarangan.
3. Menganalisis konsumsi pangan balita pada keluarga yang mendapat program
home gardening dan penyuluhan gizi.
4. Menganalisis perilaku hidup bersih dan sehat balita pada keluarga yang
mendapat program home gardening dan penyuluhan gizi.
5. Menganalisis faktor-faktor lain yang mempengaruhi konsumsi pangan balita.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi
mengenai pengaruh aspek sosial ekonomi terhadap pemanfaatan pekarangan. Dengan
demikian penelitian ini akan bermanfaat sebagai bahan masukan bagi perencanaan,
pelaksanaan dan perluasan jangkauan program penanggulangan masalah gizi dan
kesehatan di masyarakat, sehingga bisa memberikan masukan bagi pemerintah dan
pihak berkepentingan dalam menentukan pelaksanaan program gizi yang lebih efektif
TINJAUAN PUSTAKA
Arti dan Fungsi Pekarangan
Menurut Danoesastro (1976) pekarangan adalah sebidang tanah yang terletak
langsung di sekitar rumah tinggal dan jelas batas-batasannya, ditanami dengan satu
atau berbagai jenis tanaman dan masih mempunyai hubungan pemilikan dan atau
fungsional dengan rumah yang bersangkutan. Menurut Sastrapradja et al (1979)
pekarangan adalah sebidang tanah di sekitar rumah yang mudah di usahakan dengan
tujuan untuk meningkatkan pemenuhan gizi mikro melalui perbaikan menu keluarga.
Pekarangan sering juga disebut sebagai lumbung hidup, warung hidup atau apotik
hidup. Di pekarangan bisa ditanam dengan beraneka jenis tanaman yang
menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti tanaman buah-buahan,
sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan, bumbu-bumbuan, rempah-rempah
dan lain-lain.
Lembaga Ekologi Universitas Padjajaran (UNPAD) menetapkan definisi
pekarangan adalah sebidang tanah dengan batas-batas tertentu, di dalamnya terdapat
sebuah rumah/tempat tinggal yang biasanya (tidak selalu) digunakan untuk budidaya
terpadu berbagai jenis tanaman dan ternak yang mempunyai fungsi biofisik, ekonomi
dan sosial budaya (Abdoellah 1991). Menurut Irwan (2008) pekarangan adalah
sebidang tanah disekitar rumah yang terbatas sering dipagari ada juga yang tidak
dipagari, biasanya ditanami dengan beranekaragam jenis ada yang berumur panjang,
berumur pendek, menjalar, memanjat, semak, pohon rendah dan tinggi serta terdapat
ternak. Dalam hal ini pekarangan merupakan sebuah ekosistem buatan.
Lahan pekarangan dapat dimanfaatkan untuk berbagai tujuan, misalnya
sebagai warung hidup atau apotik hidup, menambah pendapatan keluarga,
menyediakan bahan-bahan bangunan dan memberikan keindahan dilingkungan
tempat tinggal. Penataan bentuk dan pola pekarangan berbeda-beda, tergantung pada
banyak faktor. Misalnya: faktor luas tanah, ketinggian tempat dari permukaan laut
Pekarangan sangat potensial untuk dijadikan lahan usaha tani sayuran sebagai
warung hidup. Warung hidup di pekarangan memiliki berbagai fungsi, antara lain
sebagai berikut:
1. Sumber vitamin. Vitamin adalah zat makanan yang diperlukan untuk
mempertahankan kesehatan tubuh. Kebutuhan akan vitamin tidak terlalu
besar, tetapi sangat penting artinya. Peranan dan pengaruh vitamin dalam
tubuh manusia antara lain sebagai berikut:
a. Vitamin A berperan dalam pertumbuhan fisik dan penglihatan.
b. Vitamin B berperan dalam pertumbuhan fisik, menambah nafsu
makan, menyempurnakan pencernaan, memelihara kesehatan jaringan
tubuh, dan membantu proses pembentukan sel-sel darah merah.
c. Vitamin C berperan untuk meningkatkan daya tahan tubuh serta
berperan dalam pembentukan sel-sel darah dan jaringan tubuh.
d. Vitamin D berperan dalam pembentukan tulang dan gigi.
e. Vitamin E berperan dalam hal kesanggupan untuk menghasilkan
keturunan.
f. Vitamin K berperan dalam proses pembekuan darah.
2. Sumber mineral. Mineral menempati sekitar 4% dari total berat tubuh
manusia. Unsur mineral yang dibutuhkan oleh manusia adalah unsur K, Na,
Mg, P, S dan Cl sebagai mineral makro serta unsur Fe, Cu, Co, Se, Zn, Cr dan
Mo sebagai mineral mikro.
3. Sumber penganekaragaman (diversifikasi) makanan. Penanaman pekarangan
dengan aneka jenis sayuran, buah-buahan merupakan sumber
penganekaragaman makanan.
4. Sarana kesehatan. Produk dari tanaman pekarangan dibutuhkan untuk
perbaikan gizi keluarga dan sarana kesehatan masyarakat, karena pekarangan
bisa ditanami dengan berbagai jenis tanaman obat (Rukmana 2005).
Fungsi lahan pekarangan berdasarkan rumusan yang diputuskan dalam
Seminar Ekologi Pekarangan III di Bandung tahun 1980 bahwa pekarangan
perlindungan sebagai plasma nutfah, fungsi ekonomi, fungsi sosial dan fungsi
estetika. Fungsi pekarangan yang sama dikemukan oleh Soetomo (1996) adalah: 1)
Pelestarian sumberdaya alam, meningkatkan kesejahteraan lingkungan, menjaga
kesuburan tanah, mencegah erosi dan melindunginya secara hidrologis, memperbaiki
ekosistem, dan merupakan paru-paru lingkungan, 2) Fungsi estetika: keindahan,
kesejukan dan kenyamanan, 3) Fungsi ekonomi (sumber pendapatan): lumbung
hidup, warung hidup dan bank hidup, 4) Fungsi sosial: memenuhi kebutuhan sosial,
budaya dan agama, 5) Melindungi sumber plasma nutfah: timbulnya beranekaragam
tanaman.
Pemanfaatan Pekarangan
Menurut Danoesastro (1976) pemanfaatan pekarangan adalah pekarangan
yang dikelola melalui pendekatan terpadu berbagai jenis tanaman, ternak dan ikan,
sehingga akan menjamin ketersediaan bahan pangan yang beranekaragam secara
terus menerus guna pemenuhan gizi keluarga. Di pekarangan bisa ditanam dengan
beraneka jenis tanaman yang menghasilkan yang dibutuhkan sehari-hari seperti
tanaman buah-buahan, sayur-sayuran, bunga-bungaan, tanaman obat-obatan,
bumbu-bumbuan, rempah-rempah, kelapa dan lain-lain.
Pemanfaatan lahan pekarangan di desa dan dikota biasanya mempunyai tujuan
dan arti yang berbeda. Terutama di kota-kota besar di Indonesia, pekarangan
dimanfaatkan untuk tanaman yang dapat memberikan keindahan dan kesejukan. Di
daerah pedesaan pemanfaatan lahan pekarangan adalah untuk memenuhi kebutuhan
konsumsi pangan rumah tangga disamping menambah pendapatan keluarga (dijual).
Secara garis besar, pemanfaatan lahan pekarangan menurut lokasinya
dikelompokkan menjadi tiga kateori, yaitu:
1. Di daerah pedalaman, pekarangan pada umumnya dimanfaatkan sebagai
sumber pangan dan gizi, obat-obatan, dan rempah-rempah serta untuk
2. Di daerah pedesaan yang dekat dengan pusat konsumsi, pekarangan
dimanfaatkan sebagai penghasil buah-buahan, sumber penghasilan, dan
pelestarian lingkungan.
3. Di daerah perkotaan, pekarangan dimanfaatkan sebagai sumber pangan untuk
perbaikan gizi, memberikan kenyamanan dan keindahan, serta melestarikan
lingkungan (Rukmana 2005).
Bercocok tanam di pekarangan dan pemeliharaannya dapat dilakukan setiap
saat, mudah dijangkau, menghemat waktu, ekonomis, efisien dan efektif. Hasilnya
dapat dipanen dengan hati-hati sehingga tidak rusak, pada saat yang diinginkan
dengan kualitas yang tinggi (Marsh 1998). Pemanfaatan pekarangan itu sangat
menguntungkan, karena pekarangan dapat:
1. Menciptakan lingkungan hidup nyaman, sehat dan estetis, dengan taman
pekarangan akan dapat mengkreasikan seluruh aktivitas secara maksimal
setiap anggota keluarga.
2. Menciptakan taman pekarangan yang menarik akan membuat penghuni betah
dirumah dan dapat dinikmati setiap saat.
3. Pemanfaatan pekarangan dengan apotik hidup dan warung hidup akan
menunjang lingkungan yang nyaman, sehat dan estetis.
Taman pekarangan mempunyai banyak fungsi, pemanfaatan pekarangan
dengan apotik hidup dan warung hidup perlu dikembangkan secara intensif, terutama
dalam menggali potensi pekarangan, sehingga dapat merupakan usaha yang
menguntungkan. Oleh karena itu perlu ada penyuluhan dan bantuan dana bagi
keluarga yang berpotensi untuk mengembangkannya (Irwan 2008).
Penggunaan Hasil Pekarangan
Pekarangan mempunyai peranan yang sangat besar dalam menunjang
kebutuhan pangan dan gizi keluarga. Hal ini telah dikaji dalam berbagai penelitian.
Di Thailand, Utai Patanacheep dan Gerson (1985) mendapatkan pola konsumsi dan
intik zat gizi yang tidak berbeda antar kelompok petani yang memanfaatkan dan yang
peningkatan konsumsi sayuran dan pemanfaatan pekarangan dapat lebih menghemat
pengeluaran/belanja keluarga. Di Bangladesh, pemanfaatan pekarangan bisa
meningkatkan 8-10% pendapatan masyarakat (Midmore et al, 1991).
Marsigit (1986) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa konstribusi yang
rendah dari pekarangan terhadap konsumsi pangan disebabkan pemilihan jenis
tanaman yang ditanam. Sebagian besar lahan pekarangan ditanami tanaman non
pangan, sedangkan tanaman pangan yang ada rusak diserang hama. Konstribusi
pekarangan terhadap total konsumsi energi dan zat gizi adalah 27% energi, 3,21%
protein, 7,5% Fe dan 34,8% vitamin A. Penelitian yang dilakukan oleh Lestari et al
(1986) bahwa pekarangan memberikan sumbangan terhadap pendapatan petani di
Kabupaten Banyumas sebanyak 24,09%. Sedangkan sumbangan tanaman pekarangan
terhadap kecukupan zat gizi keluarga di Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Mesuji
Kabupaten Tulang Bawang Lampung yang paling besar adalah sumbangannya
terhadap konsumsi vitamin C (103%) dan vitamin A (71%) (Murniati dan Indriani
1998).
Faber (2001) menyatakan terjadi peningkatakan intik vitamin A anak-anak
usia 2 – 5 tahun dari keluarga yang mengikuti proyek home gardening (p=0,0004)
melalui peningkatan buah dan sayur yang kaya vitamin A. Selanjutnya penelitian
yang dilakukan Faber (2002) menyatakan bahwa program home gardening dan
pendidikan gizi secara signifikan dapat meningkatkan status vitamin A anak umur 2
– 5 tahun di pedesaan Afrika selatan. Konsentrasi serum retinol anak di pedesaaan
meningkat signifikan (p=0,0078) yaitu 0,81 ± 0,22 µmol/L; n=110 daripada desa
control yaitu (0,73 ± 0,19 µmol/L; n=110).
Penelitian yang dilakukan Murthy et al. (2007) bahwa keluarga miskin di
Kecamatan Andhra Pradesh India Selatan memperlihatkan peningkatan yang
signifikan jumlah rumah tangga yang mengkonsumsi sayuran dan buah yang kaya β
-karoten. Program home gardening dan pendidikan gizi dapat meningkatkan
Perkembangan Posyandu di Indonesia
Upaya perbaikan gizi di Indonesia telah dirintis sejak tahun 1950-an yang
dimulai dengan pembentukan panitia perbaikan makanan rakyat di Jawa Tengah.
Pada tahun yang bersamaan dilaksanakan kegiatan serupa di berbagai negara lain.
FAO dan WHO merumuskan suatu program yang dinamakan Applied Nutrition
Program (ANP) yaitu upaya yang bersifat edukatif untuk meningkatkan gizi rakyat terutama golongan rawan gizi dengan peran serta masyarakat setempat dengan
dukungan dari berbagai instansi secara terkoordinasi.
Tahun 1969 terbentuklah Upaya Perbaikan Gizi Keluarga (UPGK) dengan
menggunakan konsep ANP (Applied Nutrition Program) dari FAO-WHO. Dalam
perkembangannya pada tahun 1984 dicanangkan oleh masyarakat dengan bantuan
alat dan tenaga khusus dari pemerintah. Posyandu merupakan salah satu bentuk
Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD). PKMD merupakan suatu
pendekatan yang kekuatannya terletak pada pelayanan kesehatan dasar, kerjasama
lintas sektoral dan peran serta masyarakat.
Menurut Depkes RI (1986) tujuan dari posyandu adalah :
1) Mempercepat penurunan angka kematian bayi dan anak balita serta penurunan
angka kelahiran.
2) Mempercepat penerimaan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS).
3) Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan
kesehatan dan kegiatan-kegiatan lain yang menunjang sesuai dengan kebutuhan
(Depkes 1986,1997).
Menurut Depkes (1997) Posyandu digolongkan menjadi 4 tingkatan yaitu :
1. Posyandu tingkat pratama adalah posyandu yang masih belum optimal
kegiatannya dan belum bisa melaksanakan kegiatan rutinnya tiap bulan dan kader
aktifnya masih terbatas.
2. Posyandu tingkat madya adalah posyandu yang sudah dapat melaksanakan
kegiatan lebih dari 8 kali per tahun, dengan rata-rata jumlah kader 5 atau lebih,
yaitu kurang dari 50%. Kelestarian dari kegiatan posyandu ini sudah baik tetapi
masih rendah cakupannya.
3. Posyandu tingkat purnama adalah posyandu yang frekuensi pelaksanaannya lebih
dari 8 kali per tahun, rata-rata jumlah kader yang bertugas 5 orang atau lebih,
cakupan program utamanya (KB,KIA,GIZI dan Imunisasi) lebih dari 50 % sudah
dilaksanakan, serta sudah ada program tambahan bahkan sudah ada Dana Sehat
yang masih sederhana.
4. Posyandu tingkat mandiri adalah posyandu yang sudah bisa melaksanakan
programnya secara mandiri, cakupan program utamanya sudah bagus, ada
program tambahan dana sehat yang telah menjangkau lebih dari 50 % kepala
keluarga.
Pelayanan Posyandu dan Pelayanan Dasar Gizi
Posyandu merupakan pusat kegiatan masyarakat dalam bidang kesehatan yang
melaksanakan pelayanan KB, gizi, imunisasi, penanggulangan diare dan KIA.
keterpaduan pelayanan ini diharapkan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
jangkauan pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan keterpaduan 5 program
tersebut baik dari segi lokasi, sarana maupun kegiatan dalam diri petugas, akan sangat
memudahkan dalam memberikan pelayanan. Oleh sebab itu, sebaiknya Posyandu
berada pada tempat yang mudah didatangi masyarakat dan ditentukan oleh
masyarakat sendiri seperti ditempati pertemuan RT/RW atau tempat khusus yang
dibangun masyarakat (Harianto 1992).
Pelayanan gizi di posyandu diupayakan dan dikelola oleh lembaga swadaya
masyarakat setempat dan berakar pada masyarakat pedesaan terutama oleh organisasi
wanita termasuk PKK. Dengan semakin meluasnya Posyandu di hampir semua desa,
maka pelayanan gizi di pedesaan makin dekat dan makin terjangkau oleh keluarga.
Keterpaduan pelayanan kesehatan dasar khususnya untuk ibu dan anak, posyandu
akan menjadi ujung tombak dalam penanggulangan masalah kurang gizi (Kodyat
Adapun kegiatan pelayanan gizi di posyandu meliputi;
1. Pemantauan pertumbuhan dan perkembangan anak balita antara lain dengan
penimbangan berat badan secara teratur sebulan sekali.
2. Pemberian paket pertolongan gizi berupa tablet tambah darah untuk ibu hamil dan
pemberian kapsul yodium untuk ibu hamil, ibu nifas (menyusui) dan anak balita
pada daerah rawan gangguan akibat kekurangan yodium (GAKY) serta
pemberian vitamin A pada bayi, balita dan ibu nifas (menyusui).
3. Pemberian makanan tambahan sumber energi dan protein bagi anak balita kurang
energi protein (KEP), jenis makanan tambahan disesuaikan dengan keadaan
setempat dan sejauh mungkin menjadi tanggung jawab keluarga dan masyarakat.
4. Pemantauan dini terhadap perkembangan kehamilan dan persiapan persalinan
terutama mengenai pemanfaatan ASI untuk kebutuhan gizi bayi.
Kegiatan Posyandu dilaksanakan oleh kader yang dilaksanakan dengan pola
lima meja. Pola lima meja tersebut adalah :
Meja 1 : Pendaftaran
Meja 2 : Penimbangan bayi dan balita
Meja 3 : Pencatatan (pengisian KMS)
Meja 4 : Penyuluhan perorangan meliputi :
a. Informasi kesehatan tentang anak balita berdasarkan hasil penimbangan
berat badan, diikuti pemberian makanan tambahan, oralit dan vitamin A
dosis tinggi.
b. Memberikan informasi kepada ibu hamil yang termasuk risiko tinggi
tentang kesehatannya diikuti dengan pemberian tablet tambah darah.
c. Memberikan informasi kepada PUS (Pasangan Usia Subur) agar menjadi
anggota KB lestari diikuti dengan pemberian dan pelayanan alat
kontrasepsi.
Meja 5 : Pelayanan oleh tenaga profesional meliputi pelayanan KIA, KB, imunisasi
serta pelayanan lain sesuai kebutuhan setempat.
Kegiatan posyandu dilaksanakan sebulan sekali, khusus meja 1 sampai meja 4
kegiatan UPGK di luar jadwal Posyandu seperti kegiatan pemanfaatan pekarangan,
motivasi dan penggerakan UPGK melalui jalur agama dan BKKBN, PMT dan
pemberian ASI dalam keluarga dapat dilaksanakan sebagai kegiatan sehari-hari
UPGK dalam keluarga.
Upaya pendidikan atau penyuluhan gizi merupakan salah satu upaya yang
sangat penting. Dengan usaha ini diharapkan orang bisa memahami pentingnya
makanan bergizi, sehingga mau bersikap dan bertindak mengikuti norma-norma gizi
(Suhardjo 1989). Penyuluhan disini diartikan lebih luas dan menyeluruh. Penyuluhan
merupakan upaya perubahan perilaku manusia yang dilakukan melalui pendekatan
edukatif. Pendidikan edukatif diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang dilakukan
secara sistematik, terencana, terarah dengan peran aktif individu maupun kelompok
untuk memecahkan masalah dengan memperhitungkan faktor sosial ekonomi budaya
setempat. Dengan pendekatan edukatif ini diharapkan selain terpecahnya masalah
atau terpenuhinya kebutuhan individu/masyarakat, sekaligus ingin dikembangkan
kemampuan individu atau masyarakat untuk bertindak sendiri memecahkan masalah
yang dihadapai.
Konsumsi Pangan Balita
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang diperlukan untuk
perkembangan dan pertumbuhan tubuh. Pangan harus selalu tersedia dan mutunya
harus memadai. Tinggi rendahnya nilai gizi suatu pangan merupakan salah satu
kriteria yang dapat digunakan untuk menilai mutu pangan tersebut. Selain nilai gizi,
mutu pangan juga ditentukan oleh keadaan fisik, mikrobiologis serta penerimaan
secara inderawi (organoleptik). Konsumsi pangan didefinisikan sebagai informasi
tentang jenis dan jumlah pangan yang dimakan seseorang atau kelompok orang
(keluarga atau rumah tangga) pada waktu tertentu.
Menurut Hardinsyah dan Martianto (1989) konsumsi pangan adalah sejumlah
pangan (tunggal/beragam) yang dimakan oleh seseorang atau sekelompok orang
dengan tujuan untuk mendapatkan sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh.
gizi tersebut berfungsi untuk menyediakan tenaga bagi tubuh, mengatur proses
metabolisme dalam tubuh, memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang rusak serta
untuk pertumbuhan. Konsumsi pangan yang kurang atau lebih dari yang dibutuhkan
tubuh dan berlangsung dalam waktu lama akan berdampak buruk bagi kesehatan.
Kebiasaan mengkonsumsi pangan yang baik akan menyebabkan status gizi yang baik
pula, dan keadaan ini akan dapat terwujud apabila telah terjadi keseimbangan antara
banyaknya jenis-jenis zat gizi yang dikonsumsi dengan banyaknya nilai gizi yag
dibutuhkan oleh tubuh.
Menurut Sediaoetama (2006) konsumsi pangan adalah jumlah pangan
(tunggal ataupun beragam) yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang
dengan tujuan tertentu. Dari segi aspek gizi, tujuan mengkonsumsi pangan adalah
untuk memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Konsumsi pangan
harus memenuhi keperluan untuk dapat mempertahankan dan meningkatkan
kesehatan tubuh. Tingkat kesehatan yang dicapai sangat tergantung pada tingkat
konsumsinya, baik kualitas maupun kuantitas (Sediaoetama 1996). Mutu makanan
berhubungan dengan tingkat kesehatan seseorang dan mutu makanan yang baik akan
memberikan harapan hidup lebih lama dan akan meningkatkan mutu kehidupan itu
sendiri.
Menurut Harper, Deaton dan Driskel dalam Suhardjo (1989) terdapat empat
faktor utama yang mempengaruhi konsumsi pangan sehari-hari, yaitu: (a) produksi
pangan untuk keperluan rumah tangga, (b) pengeluaran uang untuk keperluan rumah
tangga, (c) pengetahuan gizi, (d) tersedianya pangan. Sanjur (1982) menyatakan
bahwa konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap
makanan tergantung terhadap lingkungan baik masyarakat maupun keluarga.
Konsumsi pangan keluarga dipengaruhi antara lain oleh pola makanan sebagain besar
penduduk di sekitarnya, ketersediaan bahan pangan, tingkat pendapatan keluarga,
jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan dan pengetahuan ibu serta selera
sebagian besar anggota keluarga (Suhardjo 1989).
Konsumsi pangan keluarga, individu maupun golongan tertentu (balita) dapat
kualitatif. Survei konsumsi pangan secara kualitatif dimaksudkan untuk mengetahui
frekuensi konsumsi menurut jenis pangan yang dikonsumsi dan menggali informasi
tentang kebiasaan makan serta cara memperoleh pangan. Survei konsumsi pangan
secara kuantitatif dapat dilakukan dengan empat yaitu (a) metode recall (mengingat),
(b) metode inventaris, (c) metode pendaftaran, (d) metode penimbangan (Riyadi
1995).
Masa balita merupakan masa kritis pertumbuhan dan perkembangan anak.
Balita merupakan golongan rawan yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang belum
berkembang sehingga mudah terkena penyakit infeksi. Pada periode ini pertumbuhan
otak masih terus berlanjut dan jika terjadi gangguan maka kerusakan yang
ditimbulkan bersifat permanen. Dalam mengkonsumsi pangan, anak balita sangat
tergantung pada konsumsi pangan keluarga atau kebiasaan konsumsi pangan
keluarga.
Konsumsi pangan balita perlu mendapat perhatian penting karena usia balita
merupakan masa pertumbuhan yang penting. Pada masa ini pertumbuhan gigi, tulang
dan organ-organ vital lainnya berkembang dengan cepat. Selain itu, masa
kanak-kanak juga merupakan masa pengenalan lingkungan dimana anak yang sehat akan
selalu aktif bergerak. Oleh karena itu, makanan yang dikonsumsi anak sebaiknya
bukanlah sekedar untuk memenuhi kebutuhan energinya, melainkan juga memenuhi
kebutuhan tumbuh kembang, memelihara daya tahan tubuh dari berbagai serangan
infeksi, dan membangun persediaan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan
kelak (Yuliana et al 2002).
Makanan yang cukup untuk balita adalah yang jika dikonsumsi setiap harinya
dapat memenuhi kebutuhan zat-zat gizi dalam kualitas maupun kuantitasnya. Kualitas
makanan ditunjukkan dengan adanya semua zat gizi yang diperlukan tubuh, didalam
susunan makanan dan perbandingannya yang satu terhadap yang lain. Kuantitas
menunjukkan kuantum atau jumlah masing-masing zat gizi terhadap kebutuhan tubuh
(Sediaoetama 1996).
Praktek pemberian makan pada balita memberikan kontribusi pada kesehatan
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, perlu diberikan pangan tambahan
selain ASI. Makanan tersebut harus mengandung energi yang cukup, protein, vitamin
dan mineral yang sesuai dengan kebutuhan anak (Tabel 1 ).
Asupan gizi yang berasal dari konsumsi makanan sehari-hari akan
berpengaruh terhadap status gizi anak. Status gizi akan baik dan optimal jika tubuh
memperoleh cukup zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan
pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara
umum. Namun sebaliknya, jika asupan zat gizi tidak mencukupi maka tubuh akan
mengalami kekurangan satu atau lebih zat gizi essensial, yang pada akhirnya akan
terjadi gangguan terhadap proses dalam tubuh yang akan menurunkan derajat
kesehatan (Almatsier 2002).
Tabel 1. Intik zat gizi yang direkomendasikan untuk balita (per hari)
No Zat Gizi Satuan Kelompok Umur
Walsh et al. (2001) menyatakan bahwa program intervensi pendidikan gizi (NEIP) yang dikombinasikan dengan pemberian makanan dapat meningkatkan status
berat badan anak balita tetapi untuk meningkatkan tinggi badan anak yang stunted
membutuhkan waktu yang lama yaitu setelah 2 tahun intervensi.
Pengukuran Konsumsi Pangan
Penilaian konsumsi pangan dimaksudkan sebagai cara untuk mengukur
keadaan konsumsi pangan guna mengukur status gizi. Penilaian konsumsi pangan
dapat dipakai untuk menentukan jumlah dan sumber zat gizi yan dimakan.
Sediaoetama (1996) mengemukakan ada 3 tingkatan konsumsi pangan dan sebagai
hasilnya, serta tingkat kesehatannya yaitu:
1. Tingkat konsumsi pangan kurang, bila intik lebih rendah dibandingkan
dengan kebutuhan tubuh.
2. Tingkat konsumsi pangan mencukupi kebutuhan kesehatan yang
sebaik-baiknya disebut konsumsi cukup, dan tingkat kesehatan yang dihasilkan
adalah tingkat kesehatan optimim.
3. Tingkat konsumsi pangan berlebih, bila intik melebihi keperluan tubuh,
hasilnya kesehatan gizi lebih. Kelebihan energi dalam bentuk lemak akan
tertimbun ditempat penyimpaan lemak (jaringan adipose) dan sekitar organ
vital tubuh seperti jantung, ginjal sehingga pada akhirnya mengganggu proses
metabolisme dan fungsi berbagai organ.
Prinsip metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah
bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Ibu atau pengasuh
(bila anak masih kecil) disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu (Supariasa et al 2001). Metode recall adalah metode
penelitian konsumsi pangan, dimana pewawancara menanyakan apa yang telah
dikonsumsi oleh responden. Wawancara dilakukan berdasarkan suatu daftar
pertanyaan atau kuesioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Ditanyakan
dengan lengkap apa yang telah dikonsumsi ketika makan pagi, siang, malam dan
wawancara. Tanggal dan waktu makan serta besar porsi setiap makanan dicatat
dengan teliti. Hasil pencatatan wawancara kemudian diolah, dikembalikan kepada
bentuk bahan mentah dan dihitung zat-zat gizinya berdasarkan Daftar Komposisi
Bahan Makanan (DKBM) yang berlaku. Jumlah masing-masing zat gizi dijumlahkan
dan dihitung rata-rata konsumsi setiap hari (Sediaoetama 2006).
Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang
diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan individu.
Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan harinya tidak
berturut-turut (Supariasa et al. 2001). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
minimal 2 kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan asupan zat gizi
lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intik harian individu.
Supariasa et al. (2001) menjelaskan bahwa metode recall 24 jam ini
mempunyai beberapa kelebihan yaitu: (1) mudah melaksanakannya serta tidak terlalu
membebani responden, (2) biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan
khusus dan tempat yang luas untuk wawancara, (3) cepat, sehingga dapat mencakup
banyak responden, (4) dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar
dikonsumsi individu sehingga dapat dihitung intik zat gizi sehari.
Metode recall 24 jam ini juga memiliki kekurangan, yaitu: (1) tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya dilakukan recall satu hari,
(2) ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden, sehingga metode ini
tidak cocok dilakukan pada anak usia di bawah 7 tahun, orang tua berusia di atas 70
tahun dan orang yang hilang ingatan atau orang yang pelupa, (3) the flat slope
syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan bagi responden yang gemuk
cenderung melaporkan lebih sedikit (under estimate), (4) membutuhkan tenaga atau
petugas yang terlatih atau terampil dalam menggunakan alat-alat bantu Ukuran
Rumah Tangga (URT) dan ketepatan alat bantu yang dipakai menurut kebiasaan
masyarakat, (5) responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
Menurut Elizabeth dan Sanjur (1981) dalam Suhardjo (1989) faktor-faktor
yang mempengaruhi konsumsi makanan/pangan seseorang adalah: (a) Karakteristik
individu (umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi,
keterampilan memasak, kesehatan), (b) Karakteristik makanan (rasa, rupa, tekstur,
harga, bentuk, bumbu, kombinasi makanan), (c) karakteristik lingkungan (musim,
pekerjaan, mobilitas, perpindahan penduduk, jumlah keluarga, tingkat sosial pada
masyarakat).
Sosial Ekonomi Rumah Tangga
Menurut Martorell dan Habicht (1986) dalam Jalal dan Soekirman (2000)
menyatakan hubungan antara sosial ekonomi dengan pertumbuhan anak (gambar 1).
Pertumbuhan anak ditentukan oleh kecukupan zat gizi pada tingkat sel, sedangkan
kecukupan zat gizi di tingkat sel dipengaruhi oleh kecukupan konsumsi zat gizi dan
penyakit infeksi. Tingkat sosial ekonomi mempengaruhi kemampuan keluarga untuk
mencukupi kebutuhan zat gizi. Persediaan makanan yang terbatas dan seringnya anak
menderita infeksi merupakan faktor utama yang menyebabkan kurang gizi.
Gangguan pertumbuhan pada anak balita berhubungan erat dengan
keterbelakangan dalam pembangunan sosial ekonomi. Kekurangan gizi erat
hubungannya dengan sindrom kemiskinan. Adapun tanda-tanda sindrom kemiskinan
antara lain berupa penghasilan yang sangat rendah sehingga tidak bisa mencukupi
kebutuhan sandang, pangan dan papan; kualitas dan kuantitas zat gizi makanan yang
rendah; sanitasi lingkungan yang jelek dan kurangnya sumber air bersih; akses
terhadap pelayanan kesehatan yang terbatas; jumlah anggota keluarga yang terlalu
Pertumbuhan
Sumber: Martorell and Habbicht 1986 dikutip dari Jalal dan Soekirman 1990) Gambar 1 Faktor-faktor sosial ekonomi yang mempengaruhi pertumbuhan anak.
Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat diperlukan
untuk pengembangan diri. Semakin tinggi pendidikan semakin mudah menerima serta
mengembangkan pengetahuan, tekhnologi, dan semakin meningkatkan produktivitas,
serta kesejahteraan keluarga. Dalam suatu keluarga tingkat pendidikan ibu sangat
mempengaruhi konsumsi melalui pemilihan bahan pangan, perawatan kesehatan dan
higiene serta penyusunan makanan untuk rumah tangga. Ibu yang berpendidikan
tinggi akan cendrung memilih makanan yang lebih baik dalam jumlah dan mutunya
dibandingkan dengan ibu yang berpendidikan rendah (Moehdji 1986), sebaliknya ibu
dengan pendidikan rendah memiliki akses yang lebih sedikit terhadap informasi dan
keterampilan yang terbatas untuk menggunakan informasi tersebut, sehingga
Pendapatan Praktek pemberian
makanan
Sanitasi lingkungan Praktek
kesehatan Tanah
Sumber pangan
Masukan zat gizi
Ketersediaan zat gizi pada tingkat seluler
Infeksi Status Sosial Ekonomi
mempengaruhi kemampuan ibu untuk merawat anak-anak mereka dan melindunginya
dari gangguan kesehatan. Hal ini juga sesuai dengan Sanjur (1982) yang menyatakan
bahwa tingkat pendidikan formal ibu rumah tangga berhubungan positif dengan
perbaikan dalam pola kosumsi dan pola pemberian makanan pada bayi dan balita.
Menurut Soekirman (2000) makin tinggi pendidikan orang tua, makin baik
status gizi anaknya. Anak-anak dari ibu yang mempunyai latar belakang pendidikan
lebih tinggi akan mendapatkan kesempatan hidup serta tumbuh lebih baik. Anak yang
sehat dan cerdas adaah dambaan setiap orang tua. Hasil penelitian di Amerika Serikat
menyebutkan bahwa orang tua berharap anaknya lebih cerdas dari pada dirinya
(Furnharm, Rakow dan Mak 2002). Semakin tinggi pendidikan ayah dan ibu semakin
cenderung mempunyai anak dengan keadan gizi baik. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan gizi ibu berpengaruh terhadap konsumsi pangan anggota keluarga
karena ibu berperan penting dalam pemilihan dan pengelolaan pangan (Pranadji et al
2001).
Pendapatan
Menurut Berg (1986) pendapatan merupakan faktor yang menentukan
kuantitas dan kualitas pangan yang dikonsumsi. Pendapatan keluarga adalah jumlah
semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang
sebagai hasil pekerjaannya. Pendapatan keluarga mempunyai peran yang penting
terutama dalam penentuan taraf hidup. Pendapatan akan menentukan daya beli
terhadap pangan dan fasilitas lain (pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain)
yang dapat mempengaruhi status gizi. Rendahnya pendapatan (keadaaan miskin)
merupakan salah satu penyebab rendahnya konsumsi pangan dan gizi serta buruknya
status gizi. Kurang gizi akan mengurangi daya tahan tubuh, rentan terhadap penyakit,
menurunnya produktivitas kerja dan menurunkan pendapatan (Suhardjo &
Hardinsyah 1988).
Sanjur (1982) menyatakan bahwa pendapatan merupakan penentu utama
yang berhubungan dengan kualitas makanan. Apabila pendapatan keluarga meningkat
maka penyediaan lauk-pauk akan meningkat pula. Apabila pendapatan rendah,