• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

OLEH DADAN HUDAYA

H14103O74

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(2)

Indonesia (dibimbing olehALLA ASMARA).

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sebagian besar negara sedang berkembang serta merupakan salah satu indikator ekonomi untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa. Angka ini pada tahun penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.

Penelitian ini betujuan (1) Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Sedangkan sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Perpustakaan LSI IPB. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa data-data kemiskinan yang telah diperoleh adalah analisis panel data dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2000dan E-Views 5.1.

Hasil analisa menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memiliki nilai koefisien 773.3819, artinya apabila tingkat pengangguran meningkat sebesar 1 persen, maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 773.3819 jiwa. Ini berarti terjadi korelasi yang positif antara TPT dan tingkat kemiskinan. hal tersebut sesuai dengan hipotesis, bahwa tingkat pengangguran memiliki korelasi yang positif dengan tingkat kemiskinan.

Variabel Pendapatan Perkapita (PP) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan yang negatif. Nilai probabilitas ( p-value) sebesar 0.0000 dan koefisien yang diperoleh sebesar -0.044023, artinya apabila PP meningkat sebesar 100 rupiah maka jumlah penduduk miskin menurun sebesar 4,4023 jiwa. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka angka kemiskinan akan menurun.

(3)

penduduk miskin, persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan serta Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia untuk periode 2002-2004 semakin membaik. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia salah satunya tergantung dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat, pengeluaran penduduk terhadap pendidikan serta tergantung pada kebijakan pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran.

(4)

Oleh

DADAN HUDAYA H14103074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(5)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dadan Hudaya

Nomor Pokok : H14103074

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP : 197301131997021001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP : 196410231989032002

(6)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2009

(7)

Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Engkus Kusnadi dan Ibu Nonah Normawati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Al-Irsyad, kemudian melanjutkan ke SLTP N 9 Bogor. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

(8)

Puji serta syukur pertama-tama penulis ucapkan kepada Allah SWT yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin besar revolusi umat manusia menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya.

Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesiaini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Engkus Kusnadi dan Ibunda Nonah Normawati atas doa dan dukungannya serta kakanda Milah Carmilah. 2. Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Spesial thanks to Eriza Kusumadewi yang terus memberikan semangat dan dorongan.

(9)

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Juli 2009

(10)

DAFTAR TABEL... iv

2.1.2. Ukuran-ukuran kemiskinan... 10

2.1.3. Ciri-ciri Kemiskinan... 11

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Analisis deskriftif ... 22

3.2.2. Analisis Panel Data ... 23

3.2.3. Pemilihan Model Data ... 30

3.2.3.1. Chow Test... 31

3.2.3.2. Hausman Test ... 32

(11)

OLEH DADAN HUDAYA

H14103O74

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(12)

Indonesia (dibimbing olehALLA ASMARA).

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup, dan merupakan masalah klasik yang dihadapi oleh sebagian besar negara sedang berkembang serta merupakan salah satu indikator ekonomi untuk melihat tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah. Jumlah penduduk miskin di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa. Angka ini pada tahun penduduk miskin menurun hingga menjadi sekitar 37.17 juta jiwa. Fluktuasi jumlah penduduk miskin di Indonesia disebabkan oleh berbagai faktor, seperti terjadinya krisis ekonomi, pertambahan jumlah penduduk tiap tahun, pengaruh kebijakan pemerintah dan sebagainya.

Penelitian ini betujuan (1) Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia dan (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia. Sedangkan sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Perpustakaan LSI IPB. Metode analisis yang digunakan untuk menganalisa data-data kemiskinan yang telah diperoleh adalah analisis panel data dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2000dan E-Views 5.1.

Hasil analisa menunjukkan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) memiliki nilai koefisien 773.3819, artinya apabila tingkat pengangguran meningkat sebesar 1 persen, maka jumlah penduduk miskin akan meningkat sebesar 773.3819 jiwa. Ini berarti terjadi korelasi yang positif antara TPT dan tingkat kemiskinan. hal tersebut sesuai dengan hipotesis, bahwa tingkat pengangguran memiliki korelasi yang positif dengan tingkat kemiskinan.

Variabel Pendapatan Perkapita (PP) berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan dan memiliki hubungan yang negatif. Nilai probabilitas ( p-value) sebesar 0.0000 dan koefisien yang diperoleh sebesar -0.044023, artinya apabila PP meningkat sebesar 100 rupiah maka jumlah penduduk miskin menurun sebesar 4,4023 jiwa. Hal ini sesuai dengan hipotesis bahwa pendapatan memiliki korelasi yang negatif terhadap tingkat kemiskinan. Dengan meningkatnya pendapatan perkapita maka angka kemiskinan akan menurun.

(13)

penduduk miskin, persentase penduduk miskin, Indeks Kedalaman Kemiskinan serta Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukan bahwa tingkat kemiskinan di Indonesia untuk periode 2002-2004 semakin membaik. Tinggi rendahnya tingkat kemiskinan yang terjadi di Indonesia salah satunya tergantung dari pendapatan yang diterima oleh masyarakat, pengeluaran penduduk terhadap pendidikan serta tergantung pada kebijakan pemerintah dalam menurunkan tingkat pengangguran.

(14)

Oleh

DADAN HUDAYA H14103074

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

(15)

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,

Nama Mahasiswa : Dadan Hudaya

Nomor Pokok : H14103074

Departemen : Ilmu Ekonomi

Judul Skripsi : Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia

dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Alla Asmara, SPt, M.Si. NIP : 197301131997021001

Mengetahui,

Ketua Departemen Ilmu Ekonomi

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP : 196410231989032002

(16)

BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.

Bogor, Juli 2009

(17)

Tasikmalaya, Jawa Barat. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara, dari pasangan Bapak Engkus Kusnadi dan Ibu Nonah Normawati. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Al-Irsyad, kemudian melanjutkan ke SLTP N 9 Bogor. Setelah itu penulis melanjutkan pendidikan menengah umum di SMU Rimba Madya dan lulus pada tahun 2003.

(18)

Puji serta syukur pertama-tama penulis ucapkan kepada Allah SWT yang menggenggam semua jiwa makhluk-Nya dan yang selalu memberi rahmat dan nikmat-Nya sehingga penulis diberi kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. Salawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Muhammad SAW sebagai pemimpin besar revolusi umat manusia menuju zaman yang penuh dengan rahmat dan hidayah-Nya.

Skripsi yang berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesiaini disusun untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan, perhatian, dan dorongan semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Untuk itu, ucapan terima kasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada:

1. Kedua orang tua penulis yaitu Bapak Engkus Kusnadi dan Ibunda Nonah Normawati atas doa dan dukungannya serta kakanda Milah Carmilah. 2. Alla Asmara, SPt, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah

memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik.

3. Tanti Novianti, S.P, M.Si dan Widyastutik, SE, M.Si selaku dosen penguji utama dan komisi pendidikan, yang telah memberi saran-saran dan ilmu yang bermanfaat.

4. Spesial thanks to Eriza Kusumadewi yang terus memberikan semangat dan dorongan.

(19)

Semoga hasil dari skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun semua pihak yang membutuhkan.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Bogor, Juli 2009

(20)

DAFTAR TABEL... iv

2.1.2. Ukuran-ukuran kemiskinan... 10

2.1.3. Ciri-ciri Kemiskinan... 11

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan ... 13

2.2. Penelitian Terdahulu ... 17

2.3. Kerangka Pemikiran... 19

2.4. Hipotesis Penelitian ... 21

III. METODE PENELITIAN... 22

3.1. Jenis dan Sumber Data ... 22

3.2. Metode Analisis ... 22

3.2.1. Analisis deskriftif ... 22

3.2.2. Analisis Panel Data ... 23

3.2.3. Pemilihan Model Data ... 30

3.2.3.1. Chow Test... 31

3.2.3.2. Hausman Test ... 32

(21)

3.2.4. Evaluasi Model... 34

3.2.4.1. Multikolinearitas... 34

3.2.4.2. Autokorelasi ... 35

3.2.4.3. Heteroskedastisitas... 35

3.3. Model Umum Penelitian ... 36

IV. GAMBARAN UMUM... 38

4.1. Keadaan Geografis dan Kependudukan ... 38

4.2. Keadaan Perekonomian... 39

4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan ... 40

4.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka Melek huruf ... 41

4.5. Perkembangan Pembangunan Manusia dan Laju Inflasi ... 42

4.6. Program Pengentasan Kemiskinan ... 44

4.6.1. Program Beras Miskin ... 45

4.6.2. PNPM ... 48

4.6.3. Program Bantuan Operasional Sekolah... 49

V. HASIL DAN PEMBAHASAN... 50

5.1. Gambaran Kemiskinan di Indonesia... 50

5.1.1. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin... 50

5.1.2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin ... 52

5.1.3. Indek Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan... 54

5.2. Hasil estimasi Model... 61

5.3. Interpretasi Model... 64

5.3.1. Tingkat Pengangguran Terbuka ... 64

5.5.2. Pendapatan Perkapita ... 64

(22)
(23)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1.1. Produk Domestik Regional atas dasar harga konstan ... 4 3.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi ... 35 4.1. Indikator Perekonomian Indonesia ... 40 4.2. Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin ... 41 4.3. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka

(24)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(25)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

(26)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan sering menjadi topik yang dibahas dan diperdebatkan dalam berbagai forum baik nasional maupun internasional, walaupun kemiskinan itu sendiri telah muncul ratusan tahun yang lalu. Kemiskinan merupakan suatu keadaan yang sering dihubungkan dengan kebutuhan, kesulitan dan kekurangan dalam berbagai keadaan hidup. Perkembangan kondisi kemiskinan di suatu negara secara ekonomis merupakan salah satu indikator untuk melihat perkembangan tingkat kesejahteraan masyarakat. Oleh karenanya, dengan semakin menurunnya tingkat kemiskinan yang ada maka dapat disimpulkan meningkatnya kesejahteraan masyarakat di suatu negara.

Kemiskinan, disamping pengangguran dan ketimpangan merupakan masalah klasik yang besar dan mendasar bagi sebagian besar negara sedang berkembang termasuk di Indonesia. Berbagai indikator dan parameter untuk mengukur tingkat kemiskinan dan menghitung jumlah penduduk miskin telah lama diformulasikan dan dikembangkan para pakar dalam bidang ilmu ekonomi dan sosial lainnya.

(27)

1996 angka kemiskinan dan pengangguran meningkat kembali sehingga hasil kinerja terhadap dua sasaran pembangunan tersebut, hasilnya belum menggembirakan. Kemiskinan di Indonesia sampai saat ini masih terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan, bahkan sekarang ini dapat dikatakan semakin memprihatinkan bila dibandingkan dengan tahun–tahun sebelumnya.

Berdasarkan Gambar 1.1 menunjukan jumlah penduduk miskin di Indonesia pada periode 1976-2007 berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 1976 penduduk miskin sekitar 54,2 juta jiwa (sekitar 44,2 juta jiwa di perdesaan, dan sekitar 10 juta jiwa di perkotaan). Angka ini pada tahun 1980 berkurang hingga menjadi sekitar 42,3 juta jiwa (sekitar 32,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,5 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 21,95 persen dari tahun 1976. Pada tahun 1990 jumlah penduduk miskin berkurang hingga menjadi sekitar 27,2 juta jiwa (sekitar 17,8 juta jiwa di perkotaan, dan sekitar 9,4 juta jiwa di perdesaan), atau berkurang sekitar 35,69 persen dari tahun 1980.

(28)

Sumber : BPS, 2007

Gambar 1.1. Perkembangan Penduduk Miskin Nasional

1.2. Perumusan Masalah

Tiap warga negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak. Demikian diamanatkan oleh UUD 1945 pada pasal 27 ayat (2). Dalam hal ini, berarti dengan dukungan sumber kekayaan yang melimpah, pemerintah bertanggungjawab terhadap masalah kesejahteraan masyarakat, salah satunya adalah masalah kemiskinan yang dialami oleh setiap warga negaranya. Namun pada kenyataannya tingkat pendidikan yang rendah, terjadinya gizi buruk, pengangguran serta kriminalitas yang tinggi menunjukan sebagian rakyat Indonesia masih tergolong hidup miskin.

Tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu daerah dapat dilihat dari pendapatan dan pertumbuhan ekonomi didaerah tersebut. Jika pendapatan dan pertumbuhan ekonomi meningkat maka tingkat kesejahteraan penduduk juga meningkat. Berdasarkan Tabel 1.1 dapat dilihat bahwa PDRB per provinsi di Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun pada periode 2001-2004, hal ini menunjukan pertumbuhan ekonomi di Indonesia terus mengalami

(29)

peningkatan, namun peningkatan tersebut tidak selalu diiringi oleh penurunan tingkat kemiskinan secara signifikan (BPS, 2004). Hal itu dikarenakan pelaksanaan dan pemahaman pengentasan kemiskinan belum dipahami secara menyeluruh terkait dengan masalah kemiskinan, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan (Triliun Rupiah) dan Penduduk Miskin (Persen) menurut Provinsi

Sumber: BPS, 2004

PDRB Persentase Penduduk Miskin Provinsi

2002 2003 2004 2002 2003 2004 NAD 42,34 44,68 40,38 20,09 29,76 28,47

Sumatra Utara 75,19 78,81 83,33 13,60 15,89 14,93

Sumatra Barat 24,84 26,15 27,58 13,34 11,24 10,46

Riau 96,87 99,85 103,73 7,40 13,52 13,12

Jambi 10,80 11,34 11,95 19,04 12,74 12,45

Sumatra Selatan 43,64 45,25 47,34 22,62 21,54 20,92

Bengkulu 5,31 5,60 5,90 25,60 22,69 22,39

Lampung 25,43 26,90 28,26 22,42 22,63 22,22

Bangka Belitung 6,90 7,72 7,97 9,98 10,06 9,07

DKI Jakarta 250,33 263,63 278,52 3,42 3,42 3,18

Jawa Barat 211,40 221,63 233,06 13,62 12,90 12,10

Jawa Tengah 123,04 129,17 135,79 20,50 21,78 21,11

DI Yogyakarta 14,69 15,36 16,15 16,17 19,86 19,14

Jawa Timur 218,45 228,88 242,23 18,90 20,93 20,08

Banten 49,45 51,96 54,88 6,47 9,56 8,58

Bali 18,42 19,08 19,96 5,72 7,34 6,85

NTB 13,54 14,07 14,95 34,10 26,34 25,38

NTT 8,62 9,02 9,44 21,49 28,63 27,86

Kalimantan Barat 20,74 21,38 22,40 17,47 14,49 13,91

Kalimantan Tengah 11,90 12,49 13,18 7,45 11,37 10,44

Kalimantan selatan 18,61 19,48 20,49 6,76 8,16 7,19

Kalimantan Timur 87,85 89,48 91,05 5,17 12,15 11,57

Sulawesi Utara 11,29 11,65 12,15 4,66 9,01 8,94

Sulawesi Tengah 9,60 10,20 10,93 20,04 23,04 21,69

Sulawesi Selatan 33,64 35,41 37,29 7,16 15,85 14,90

Sulawesi Tenggara 6,47 6,96 7,48 10,69 22,84 21,90

Gorontalo 1,65 1,77 1,90 22,94 29,25 29,01

Maluku 2,85 2,97 3,10 12,76 32,85 32,13

Maluku Utara 1,96 2,03 2,13 13,17 13,92 12,42

(30)

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan analisis kesejahteraan masyarakat, adapun perumusan masalah lebih rinci adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana gambaran kemiskinan di Indonesia?

2. Faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan di Indonesia?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mendeskripsikan keadaan kemiskinan di Indonesia.

2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan di Indonesia.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut :

1. Bagi penulis, penelitian ini berguna dalam mengaplikasikan ilmu yang telah diterima selama perkuliahan.

2. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan sebagai sarana pembelajaran dalam menambah wawasan dan sebagai salah satu sumber informasi dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

(31)

II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN

2.1. Kemiskinan

Kemiskinan sering dipahami sebagai keadaan kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Kemiskinan dapat diartikan sebagai ketidakmampuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan seperti pangan, perumahan, pakaian, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya. Kemiskinan adalah suatu kondisi yang dialami seseorang atau kelompok orang yang tidak mampu menyelenggarakan hidupnya sampai suatu taraf yang dianggap manusiawi (BAPPENAS dalam BPS, 2002).

2.1. 1. Definisi Kemiskinan

Menurut Suparlan (1984) kemiskinan merupakan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah yaitu adanya tingkat kekurangan materi pada sejumlah atau golongan orang dibandingkan dengan standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung tampak pengaruhnya terhadap tingkat keadaan kesehatan kehidupan moral, dan rasa harga diri dari mereka yang terolong sebagai orang miskin.

Menurut Saldanha (1998) persoalan kemiskinan mengandung enam masalah pokok, yaitu :

(32)

yang memadai, akan tetapi kekeringan musim dua tahun berturut- turut akan dapat menurunkan tingkat hidupnya sampai titik yang terendah.

2. Kemiskinan berarti tertutupnya akses kepada berbagai peluang kerja karena hubungan produksi di dalam masyarakat tidak memberi peluang bagi mereka untuk berpartisipasi dalam proses produksi, atau mereka terperangkap dalam hubungan produksi yang eksploitatif yang menuntut kerja keras dalam jam kerja panjang dengan imbalan rendah. Hal ini disebabkan oleh posisi tawar menawar mereka dalam struktur hubungan produksi amat lemah. Kemiskinan dengan demikian juga berarti hubungan dependensi kepada pemilik tanah, pimpinan proyek, elit desa dan sebagainya.

3. Kemiskinan adalah masalah ketidakpercayaan, perasaan impotensi emosional dan sosial menghadapi elit desa dan para birokrat yang menentukan keputusan menyangkut dirinya tanpa memberi ksempatan untuk mengaktualisasikan diri, ketidakberdayaan menghadapi penyakit dan kematian, kekumuhan dan kekotoran.

4. Kemiskinan juga berarti menghabiskan semua atau sebagian terbesar penghasilannya untuk konsumsi, gizi mereka amat rendah yang mengakibatkan produktivitas mereka rendah.

(33)

dalam masyarakat, anak-anak kaum miskin akan berada pada pihak yang lemah.

6. Kemiskinan juga terefleksikan dalam budaya kemiskinan yang diwariskan dari satu generasi ke generasi lainnya.

Menurut Sumodiningrat (1999) klasifikasi kemiskinan ada lima kelas, yaitu :

1. Kemiskinan Absolut

Kemiskinan absolut selain dilihat dari pemenuhan kebutuhan dasar minimum yang memungkinkan seseorang dapat hidup layak, juga ditentukan oleh tingkat pendapatan untuk memenuhi kebutuhan. Dengan demikian, tingkat pendapatan minimum merupakan pembatas antara keadaan yang disebut miskin atau sering disebut dengan istilah garis kemiskinan. Seseorang termasuk golongan miskin absolut apabila hasil pendapatannya berada dibawah garis kemiskinan, tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup minimum, seperti pangan, sandang, kesehatan, papan dan pendidikan.

Kemiskinan absolut merupakan kemiskinan yang tidak mengacu atau tidak didasarkan pada garis kemiskinan. Kemiskinan absolut adalah derajat dari kemiskinan dibawah, dimana kebutuhan-kebutuhan minimum untuk bertahan hidup tidak dapat terpenuhi (Tambunan, 2006).

2. Kemiskinan Relatif

(34)

Penekanan dalam kemiskinan relatif adalah adanya ketimpangan pendapatan dalam masyarakat antara yang kaya dan yang miskin atau dikenal dengan istilah ketimpangan distribusi pendapatan. Kemiskinan relatif untuk menunjukkan ketimpangan pendapatan berguna untuk mengukur ketimpangan pada suatu wilayah. Kemiskinan relatif juga dapat digunakan untuk mengukur ketimpangan antar wilayah yang dilakukan pada suatu wilayah tertentu. Pengukuran relatif diukur berdasarkan tingkat pendapatan, ketimpangan sumberdaya alam serta sumberdaya manusia berupa kualitas pendidikan, kesehatan, dan perumahan. 3. Kemiskinan Struktural

(35)

4. Kemiskinan Kronis

a. Kemiskinan kronis disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kondisi sosial budaya yang mendorong sikap dan kebiasaan hidup masyarakat yang tidak produktif.

b. Keterbatasan sumberdaya dan keterisolasian (daerah-daerah yang kritis akan sumberdaya alam dan daerah terpencil).

c. Rendahnya derajat pendidikan dan perawatan kesehatan, terbatasnya lapangan kerja dan ketidakberdayaan masyarakat dalam mengikuti ekonomi pasar.

5. Kemiskinan Sementara

Kemiskinan sementara terjadi akibat adanya: 1) perubahan siklus ekonomi dari kondisi normal menjadi krisis ekonomi, 2) perubahan yang bersifat musiman, dan 3) bencana alam atau dampak dari suatu yang menyebabkan menurunnya tingkat kesejahteraan suatu masyarakat.

2.1.2. Ukuran Kemiskinan

(36)

tahun beras sebanyak 240-360 kg, dan lapisan paling miskin yang memiliki pendapatan perkapita per tahun beras sebanyak kurang dari 240 kg. Bank Dunia dalam BPS (2000) menetapkan bahwa seseorang dikatakan miskin apabila pendapatannya dibawah US $ 2 per hari.

Badan Pusat Statistik (BPS) juga memberikan pemikiran untuk mengukur garis kemiskinan dengan cara menentukan berapa besar kalori minimum yang harus dipenuhi oleh setiap orang dalam sehari. Badan ini mengusulkan bahwa setiap orang harus memenuhi 2100 kalori setiap harinya. Jadi, 2100 kalori ini merupakan batas garis kemiskinan yang ditentukan oleh BPS dengan memperhitungkan kebutuhan non pangan seperti kebutuhan perumahan, bahan bakar, penerangan listrik, pendapatan air bersih serta jasa-jasa. Kemudian kriteria-kriteria ini diubah dalam angka Rupiah. Garis kemiskinan yang ditetapkan oleh BPS sendiri akan selalu mengalami penyesuaian, karena harga kebutuhan itu berubah (BPS, 2004).

2.1.3. Ciri-Ciri Kemiskinan

Menurut Hartomo dan Aziz (1997) mereka yang hidup dibawah garis kemiskinan memiliki beberapa ciri, yaitu :

(37)

2. Mereka tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh aset produksi dengan kekuatan sendiri. Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan maupun modal usaha, sedangkan syarat tidak terpenuhi untuk memperoleh kredit perbankan seperti adanya jaminan kredit dan lain-lain, sehingga mereka yang perlu kredit terpaksa berpaling kepada “lintah darat” yang biasanya meminta syarat yang berat dan memungut biaya yang tinggi. 3. Tingkat pendidikan mereka yang rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar.

Waktu mereka habis tersisa untuk mencari nafkah sehingga tidak tersisa lagi untuk belajar. Anak-anak mereka tidak dapat menyelesaikan sekolah, karena harus membantu orang tua mencari tambahan penghasilan atau menjaga adik-adik di rumah, sehingga secara turun-temurun mereka terjerat dalam keterbelakangan garis kemiskinan.

4. Kebanyakan mereka tinggal di perdesaan. Banyak diantara mereka tidak memiliki tanah, walaupun ada kecil sekali. Umumnya mereka menjadi buruh tani atau pekerja kasar di luar petani, karena pertanian bekerja dengan musiman maka kesinambungan kerja kurang terjamin. Banyak diantara mereka kemudian bekerja sebagai “pekerja bebas”, berusaha apa saja. Dalam keadaan penawaran tenaga kerja yang besar maka tingkat upah menjadi rendah sehingga mengurung mereka dibawah garis kemiskinan, di dorong dengan kesulitan hidup di desa maka banyak diantara mereka mencoba berusaha di kota.

(38)

negara sedang berkembang tidak siap menampung gerak urbanisasi penduduk desa. Apabila di negara-negara maju pertumbuhan industri menyertai urbanisasi dan pertumbuhan kota sebagai penarik bagi masyarakat desa untuk bekerja di kota, maka urbanisasi di negara berkembang tidak disertai proses penyerapan tenaga dalam perkembangan industri. Bahkan, sebaliknya perkembangan teknologi di kota justru menarik pekerjaan lebih banyak tenaga kerja, sehingga penduduk miskin yang pindah ke kota dalam kantong-kantong kemelaratan.

Menurut Sumedi dan Supadi (2004) masyarakat miskin mempunyai beberapa ciri sebagai berikut 1) tidak memiliki akses ke proses pengambilan keputusan yang menyangkut hidup mereka, 2) tersingkir dari institusi utama masyarakat yang ada, 3) rendahnya kualitas SDM termasuk kesehatan, pendidikan, keterampilan yang berdampak pada rendahnya penghasilan, 4) terperangkap dalam rendahnya budaya kualitas SDM seperti rendahnya etos kerja, berpikir pendek dan fatalisme, 5) rendahnya pemilikan aset fisik termasuk aset lingkungan hidup seperti air bersih dan penerangan.

2.1.4. Faktor Penyebab Kemiskinan

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya kemiskinan menurut Hartomo dan Aziz (1997) yaitu :

1). Pendidikan yang Terlampau Rendah

(39)

pendidikan atau keterampilan yang dimiliki seseorang menyebabkan keterbatasan kemampuan seseorang untuk masuk dalam dunia kerja.

2). Malas Bekerja

Adanya sikap malas (bersikap pasif atau bersandar pada nasib) menyebabkan seseorang bersikap acuh tak acuh dan tidak bergairah untuk bekerja.

3). Keterbatasan Sumber Alam

Suatu masyarakat akan dilanda kemiskinan apabila sumber alamnya tidak lagi memberikan keuntungan bagi kehidupan mereka. Hal ini sering dikatakan masyarakat itu miskin karena sumberdaya alamnya miskin.

4). Terbatasnya Lapangan Kerja

Keterbatasan lapangan kerja akan membawa konsekuensi kemiskinan bagi masyarakat. Secara ideal seseorang harus mampu menciptakan lapangan kerja baru sedangkan secara faktual hal tersebut sangat kecil kemungkinanya bagi masyarakat miskin karena keterbatasan modal dan keterampilan.

5). Keterbatasan Modal

Seseorang miskin sebab mereka tidak mempunyai modal untuk melengkapi alat maupun bahan dalam rangka menerapkan keterampilan yang mereka miliki dengan suatu tujuan untuk memperoleh penghasilan.

6). Beban Keluarga

(40)

Menurut Kartasasmita dalam Rahmawati (2006), kondisi kemiskinan dapat disebabkan oleh sekurang-kurangnya empat penyebab, yaitu :

1. Rendahnya Taraf Pendidikan

Taraf pendidikan yang rendah mengakibatkan kemampuan pengembangan diri terbatas dan meyebabkan sempitnya lapangan kerja yang dapat dimasuki. Taraf pendidikan yang rendah juga membatasi kemampuan seseorang untuk mencari dan memanfaatkan peluang.

2. Rendahnya Derajat Kesehatan

Taraf kesehatan dan gizi yang rendah menyebabkan rendahnya daya tahan fisik, daya pikir dan prakarsa.

3. Terbatasnya Lapangan Kerja

Selain kondisi kemiskinan dan kesehatan yang rendah, kemiskinan juga diperberat oleh terbatasnya lapangan pekerjaan. Selama ada lapangan kerja atau kegiatan usaha, selama itu pula ada harapan untuk memutuskan lingkaran kemiskinan.

4. Kondisi Keterisolasian

Banyak penduduk miskin secara ekonomi tidak berdaya karena terpencil dan terisolasi. Mereka hidup terpencil sehingga sulit atau tidak dapat terjangkau oleh pelayanan pendidikan, kesehatan dan gerak kemajuan yang dinikmati masyarakat lainnya.

(41)

ajaran agama, kejujuran dan keadilan. Hal ini mengakibatkan terjadinya penganiayaan manusia terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain. Penganiayaan manusia terhadap diri sendiri tercermin dari adanya : 1) keengganan bekerja dan berusaha, 2) kebodohan, 3) motivasi rendah, 4) tidak memiliki rencana jangka panjang, 5) budaya kemiskinan, dan 6) pemahaman keliru terhadap kemiskinan. Sedangkan penganiayaan terhadap orang lain terlihat dari ketidakmampuan seseorang bekerja dan berusaha akibat : 1) ketidakpedulian orang mampu kepada orang yang memerlukan atau orang tidak mampu dan 2) kebijakan yang tidak memihak kepada orang miskin.

Nasikun dalam Suryawati (2005) menyoroti beberapa sumber dan proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu :

1) Pelestarian Proses Kemiskinan

Proses pemiskinan yang dilestarikan, direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan diantaranya adalah kebijakan anti kemiskinan, tetapi realitanya justru melestarikan.

2) Pola Produksi Kolonial

Negara ekskoloni mengalami kemiskinan karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi ekspor.

3) Manajemen Sumber Daya Alam dan Lingkungan

(42)

4) Kemiskinan Terjadi Karena Siklus Alam.

Misalnya tinggal di lahan kritis, dimana lahan ini jika turun hujan akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air, sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan terus-menerus. 5) Peminggiran Kaum Perempuan

Dalam hal ini perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari laki-laki.

6) Faktor Budaya dan Etnik

Bekerjanya faktor budaya dan etnik yang memelihara kemiskinan seperti, pola hidup konsumtif pada petani dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat upacara adat atau keagamaan.

2.2. Penelitian Terdahulu

Dalam sub bab ini akan dibahas penelitian-penelitian terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian mengenai kemiskinan. Penelitian Intania (2002) menunjukan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penanggulangan kemiskinan adalah 1) umur, 2) tingkat pendapatan, 3) jumlah beban keluarga, 4) pendapatan, 5) pengalaman, dan 6) pelayanan pengelolaan kegiatan.

(43)

perhutanan sosial, menunjukkan faktor-faktor tersebut adalah jenis mata pencaharian pesanggem, luas penguasaan lahan pesanggem, pola usaha tani pesanggem dan pendapatan rumah tangga pesanggem.

Berdasarkan hasil penelitian Nur (2004) mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas komunikasi dalam proyek penanggulangan kemiskinan di perkotaan, didapatkan beberapa faktor-faktor yang berhubungan dengan Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) yaitu faktor internal, faktor eksternal, dukungan pemimpin formal, pendidikan formal, pengalaman berusaha dan motivasi anggota kelompok dengan tingkat pemecahan masalah yang dihadapinya, namun yang berhubungan nyata dengan pola komunikasi dalam kelompok P2KP adalah dukungan pemimpin formal.

Penelitian Wiraswara (2005) menunjukan terdapat beberapa variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Variabel-variabel tersebut antara lain angka melek huruf, keterjangkauan rumah tangga terhadap listrik, selain itu variabel dummy kabupaten/kota di Jawa juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Ketiga variabel ini menurut data tahun 2002 memiliki kemampuan untuk mengurangi angka kemiskinan. Angka kemiskinan lebih tinggi dari kabupaten/kota di luar Jawa dan persentase penduduk yang melek huruf kabupaten/kota di Jawa lebih rendah dari kabupaten/kota di luar Jawa. Kabupaten/kota di Jawa lebih unggul dalam persentase rumah tangga yang terjangkau listrik.

(44)

ekonometrika persamaan simultan 2SLS menghasilkan faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan pada taraf nyata 10 persen adalah pendapatan dan pendidikan.

Penelitian tentang “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Kemiskinan di Indonesia” memiliki perbedaan dengan penelitian sebelumnya, perbedaan terletak pada daerah yang menjadi objek penelitian dimana dalam penelitian ini menggunakan data panel seluruh provinsi di Indonesia dan alat analisis yang digunakan, yaitu menggunakan analisis panel data.

2.3. Kerangka Pemikiran

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki jumlah penduduk terbanyak di Asia. Kemiskinan di Indonesia pada masa kini cukup meluas bila dibandingkan dengan masa-masa sebelumnya, alasan kemiskinan di Indonesia dapat dihubungkan dengan penduduknya yang terus bertambah dari tahun ke tahun, yaitu penduduk Indonesia mencapai 213,55 juta jiwa pada tahun 2003, meningkat menjadi 216,38 juta jiwa pada tahun 2004, dan semakin meningkat menjadi 219,85 juta jiwa pada tahun 2005.

(45)

akhirnya dapat menyebabkan kemiskinan. Penelitian ini menduga bahwa tingkat prndapatan, pendidikan dan pengangguran mempengaruhi kemiskinan.

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran Pemenuhan kebutuhan hidup

Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kemiskinan

Pendapatan

Analisis panel data

Pengangguran Pendidikan

Rekomendasi kebijakan dalam rangka program penanggulangan kemiskinan

Keadaan masyarakat di Indonesia

Laju pertumbuhan penduduk

yang cepat Pengangguran

(46)

2.4. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, semakin banyak masyarakat yang berpendidikan maka tingkat kemiskinan yang terjadi akan semakin rendah.

2. Pendapatan berpengaruh negatif terhadap tingkat kemiskinan, semakin besar jumlah pendapatan maka tingkat kemiskinan akan semakin rendah. 3. Tingkat pengangguran berpengaruh positif terhadap tingkat kemiskinan,

(47)

Jenis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data yang diperlukan meliputi: 1) persentase dan jumlah penduduk miskin menurut provinsi, 2) angka melek huruf, 3) tingkat pengangguran serta berbagai macam data sekunder lainnya yang diambil dari berbagai sumber. Sumber data diperoleh dari: 1) Badan Pusat Statistik (BPS), dan 2) publikasi beberapa penelitian terdahulu. Periode analisis pada penelitian ini adalah tahun 2002 sampai dengan tahun 2006.

3.2. Metode Analisis

Metode analisis yang digunakan untuk menganalisis gambaran kemiskinan di Indonesia dilakukan dengan deskriptif, sedangkan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Indonesia digunakan analisis panel data. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan perangkat lunakMicrosoft Excel 2003dan E-Views 5.1.

3.2.1. Analisis Deskriptif

(48)

pendapatan penduduk miskin dengan garis kemiskinan, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Dimana :

= 0, 1, 2,

Z = Garis Kemiskinan.

yi = Rata-rata pengeluaran perkapita sebulan penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan (i = 1, 2,....q), yi < z.

Q = Banyaknya penduduk yang berada dibawah garis kemiskinan n = Jumlah penduduk.

Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan merupakan kesenjangan diantara penduduk miskin, yang dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

fpi = frekuensi penduduk di kelas pengeluaran ke-i

Fci = frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-i Fci-1 = frekuensi kumulatif jumlah pengeluaran di kelas pengeluaran ke-(i-1)

3.2.2. Analisis Panel Data

Dalam melakukan sebuah penelitian, banyaknya data merupakan salah satu syarat agar penelitian tersebut dapat mewakili perilaku dari model yang

(49)

dikehendaki. Masalah keterbatasan data dalam sebuah penelitian merupakan hal yang sering dialami oleh para peneliti, terkadang dalam penelitian yang menggunakan dataseries, data yang tersedia terlalu pendek sehingga pengolahan datatime series tidak dapat dilakukan. Begitu pula dengan pengolahan data cross section, terkadang jumlah unit data yang dibutuhkan terbatas. Persoalan keterbatasan data seperti itu, dalam ekonometrika dapat diatasi dengan menggunakan analisis panel data (pooled data).

Analisis panel data secara umum dapat didefinisikan sebagai analisis satu kelompok variabel yang tidak saja mempunyai keragaan (dimensi) dalam time series tetapi juga dalamcross section. Analisis panel data adalah subyek dari salah satu bentuk yang cukup aktif dan inovatif dalam literatur ekonometrik. Hal ini dikarenakan metode analisis data panel menyediakan informasi yang cukup kaya untuk perkembangan teknik estimasi dan hasil teori. Dalam bentuk praktis, penggunaan data time series dan cross section untuk menganalisis masalah yang tidak bisa diatasi jika hanya menggunakan salah satu metode saja.

Ada beberapa keuntungan dari penggunaan panel data. Menurut Baltagi (1995), penggunaan panel data telah memberikan banyak keuntungan secara statistik maupun menurut teori ekonomi. Manfaat dari penggunaan data panel antara lain :

(50)

2. Memungkinkan analisis terhadap sejumlah permasalahan ekonomi yang krusial yang tidak dapat dijawab oleh analisis data runtun waktu atau kerat lintang saja.

3. Memperhitungkan derajat heterogenitas yang lebih besar yang menjadi karakteristik dari individual antar waktu.

4. Adanya fleksibilitas yang lebih tinggi dalam memodelkan perbedaan perilaku antar individu dibandingkan data kerat lintang.

5. Dapat menjelaskandynamic adjustment secara lebih baik.

Model umum analisis regresi panel data dapat diformulasikan sebagai berikut: individu sementarat = 1,2,3,...,T adalah observasi runtut waktu. Dalam persamaan (3.9), intersep () dan slope () diasumsikan homogenous diantara seluruh N individu dan T runtut waktu. Namun kondisi ini tidak selamanya sesuai dengan kerangka ekonomi yang akan dianalisis. Ketidaksesuaian ini dimungkinkan atas dua kemungkinan, yaitu:

1. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ij)

sementara slopenya homogen (ij).

2. Suatu kondisi dimana intersep dalam model bersifat heterogen (ij)

(51)

Dari kedua hal tersebut di atas, model estimasi data panel dapat diekspresikan dalam sejumlah bentuk. Jadi terdapat empat macam model estimasi data panel yang dapat digunakan:

1. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t

2. Apabila diasumsikan bahwa intersep bervariasi antar individu dan antar waktu sementara slope bersifat konstan, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t

3. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan slope bervariasi antar individu tetapi konstan antar waktu, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

t

4. Apabila diasumsikan bahwa intersep dan bervariasi antar individu dan antar waktu, maka persamaan (3.1) akan menjadi:

(52)

Tujuan dari penentuan model yang sesuai adalah untuk menghilangkan bias dari variabel-variabel yang digunakan dalam model. Bias yang diakibatkan pengabaian heterogenitas dari koefisien-koefisien estimasi disebut juga sebagai heterogenity bias. Mengabaikan heterogenitas baik intersep maupun slope dapat mengakibatkan hasil estimasi yang tidak konsisten danmeaningless.

Penentuan model analisis data panel dalam rangka menghilangkan heterogenity bias dapat dilakukan dengan plotting variabel dependen terhadap variabel independen. Analisis plotting ini berfungsi sebagai mekanisme identifikasi model yang sesuai dalam analisis data panel. Sementara itu untuk menguji terjadi atau tidaknya heterogenity bias dapat dilakukan uji hipotesis heterogenitas. Uji dilakukan dengan mengestimasi persamaan (3.4) dimana diasumsikan slope bersifat homogen antar individu. Kemudian uji hipotesis dilakukan terhadap:

(53)

Terdapat beberapa asumsi dasar yang melandasi penentuan model data panel. Asumsi dasar ini ditentukan oleh conditionality dari variabel bebas (xi,t)

yang digunakan dalam model data panel itu sendiri. Asumsi dasar dimaksud adalah sebagai berikut:

1. Individual-varying time-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) yang sama untuk sebuah unit kerat lintang sepanjang waktu namun berbeda antar unit kerat lintang. Contohnya adalah jenis kelamin, latar belakang sosioekonomi dan sebagainya.

2. Period-varying individual-invariant, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) sama untuk semua unit kerat lintang namun berubah menurut runtun waktu. Contohnya adalah tingkat bunga.

3. Individual time-varying variables, dimana nilai variabel (baik kuantitatif maupun kualitatif) bervariasi antar unit kerat lintang dan waktu. Contohnya adalah keuntungan perusahaan, tingkat penjualan.

Berdasarkan pemilihan model tersebut di atas kemudian akan menentukan metode estimasi dari model panel panel yang dipilih. Terdapat tiga metode dalam mengestimasi data panel, yaitu:

1. Pooled Least Square(PLS)

(54)

setiap unitnya, maka OLS akan menghasilkan estimasi yang konsisten dan efisien untuk () dan (). Oleh karena itu, metode ini dapat digunakan dalam mengestimasi persamaan (3.2). Metode ini sederhana namun hasilnya tidak memadai karena setiap observasi diperlakukan seperti observasi yang berdiri sendiri.

2. Fixed Effects Model(FEM)

Model ini menggunakan semacam peubah boneka untuk memungkinkan perubahan-perubahan dalam intersep-intersep kerat lintang dan runtut waktu akibat adanya peubah-peubah yang dihilangkan. Intersep hanya bervariasi terhadap individu namun konstan terhadap waktu sedangkan slopenya konstan baik terhadap individu maupun waktu. Jadi

i adalah sebuah grup dari spesifik nilai konstan pada model regresi. Formulasi umum model ini mengasumsikan bahwa perbedaan antar unit dapat diketahui dari perbedaan nilai konstantanya. Kelemahan model efek tetap adalah penggunaan jumlah derajat kebebasan yang banyak serta penggunaan peubah boneka tidak secara langsung mengidentifikasikan apa yang menyebabkan garis regresi bergeser lintas waktu dan lintas individu. Modelnya ditulis sebagai yiixii.

3. Random Effects Models(REM)

Intersepnya bervariasi terhadap individu dan waktu namun slopnya konstan terhadap individu maupun waktu. Jadi (

i) adalah sebuah grup dari

gangguan khusus, mirip seperti (it) kecuali untuk setiap grup ada nilai khusus

(55)

terdistribusi secara acak pada unit-unit kerat lintang. Metode ini juga dikenal sebagaivariance components estimation. Model ini meningkatkan efisiensi proses pendugaan kuadrat terkecil dengan memperhitungkan pengganggu-pengganggu kerat lintang dan deret waktu. Model estimasinya yang digunakan adalah

it i it i

it x

y'  dengan (i) adalah nilai gangguan acak pada observasi (i) dan konstan sepanjang waktu.

Berdasarkan penjabaran metode estimasi di atas dapat dikatakan bahwa FEM digunakan atas asumsi bahwa dampak dari gangguan mempunyai pengaruh yang tetap (dianggap sebagai bagian dari intersep). Sedangkan REM digunakan atas asumsi bahwa gangguan diasumsikan bersifat acak. Penentuan model atas pertimbangan perilaku dari gangguan yang bersifat tetap atau acak pada individu (i) akan berpengaruh terhadap bias dari hasil estimasi. Bias yang terjadi akibat kesalahan menentukan model berdasarkan perilaku gangguannya disebut dengan selectivity bias.

3.2.3. Pemilihan Model dalam Pengolahan Data

(56)

Sumber: Baltagi, 1995

Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel

3.2.3.1. Chow Test

Chow Test (uji F-statistik) adalah pengujian untuk memilih apakah model yang digunakan Pooled Least Square atau Fixed Effect. Sebagaimana yang diketahui bahwa terkadang asumsi bahwa setiap unit cross section memiliki perilaku yang sama cenderung tidak realistis mengingat dimungkinkan setiap unit cross section memiliki perilaku yang berbeda. Dalam pengujian ini dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0: ModelPooled Least Square

H1 : ModelFixed Effect

LM Test

Random Effects Models Pooled Least Square

Fixed Effects Model

Chow Test

(57)

Dasar penolakan terhadap Hipotesa Nol (H0) adalah dengan menggunakan

F-statistik seperti yang dirumuskan oleh Chow:

CHOW =

ESS =Residual Sum Squarehasil pendugaan modelpooled least square 2

ESS =Residual Sum Square hasil pendugaan modelfixed effect N = Jumlah datacross section

T = Jumlah datatime series K = Jumlah variabel penjelas

Statistik Chow Test mengikuti distribusi F-statistik dengan derajat bebas

N 1,NTNK

jika nilai CHOW statistics (F-stat) hasil pengujian lebih

besar dari F-Tabel, maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap Hipotesa Nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu juga sebaliknya. Pengujian ini disebut sebagai Chow Test karena kemiripannya dengan Chow Test yang digunakan untuk menguji stabilitas parameter(stability test).

3.2.3.2. Hausman Test

(58)

Namun, penggunaan metode random effect juga harus memperhatikan ketiadaan pelanggaran asumsi dari setiap komponen galat.

Hausman Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

H0 : ModelFixed Effect

H1 : ModelRandom Effect

Sebagai dasar penolakan Hipotesa Nol maka digunakan Statistik Hausman dan membandingkannya dengan Chi-Square. Statistik Hausman dirumuskan dengan:

m =

b



M0M1

 

1

b

~2

 

K ...(3.7)

Dimana adalah vektor untuk statistik variabel fixed effect, b adalah vektor statistik variabelrandom effect, M0 adalah matriks kovarians untuk dugaan fixed effect model dan M1 adalah matriks kovarians untuk dugaanrandom effect model.

Jika nilai m hasil pengujian lebih besar dari 2

- Tabel, atau nilai hausman test lebih besar dari taraf nyata maka cukup bukti untuk melakukan penerimaan terhadap hipotesa nol sehingga model yang digunakan adalah model fixed effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.2.3.3. LM Test

LM Test atau lengkapnyaThe Breusch-Pagan LM Test digunakan sebagai pertimbangan statistik dalam memilih model Random Effect atau Pooled Least Square. LM Test dilakukan dengan hipotesa sebagai berikut:

(59)

H1 : ModelRandom Effect

Dasar penolakan terhadap H0 adalah dengan menggunakan statistik LM yang

mengikuti distribusi dariChi-Square.

Statistik LM dihitung dengan menggunakan residual OLS yang diperoleh dari hasil estimasi modelPooled, dimana:

untuk melakukan penolakan terhadap hipotesa nol, sehingga model yang digunakan adalah modelrandom effect, dan begitu pula sebaliknya.

3.2.4. Evaluasi Model 3.2.4.1. Multikolinearitas

(60)

3.2.4.2. Autokorelasi

Autokorelasi dapat mempengaruhi efisiensi dari estimatornya. Untuk mendeteksi adanya korelasi serial adalah dengan melihat nilai Durbin-Watson (DW) dalam Eviews. Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, maka dilakukan dengan membandingkan DW-statistik dengan DW-tabel. Adapun kerangka identifikasi autokorelasi terangkum dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Kerangka Identifikasi Autokorelasi

Nilai DW Hasil

DW < dl Tolak H0, korelasi serial positif

dl < DW < du Hasil tidak dapat ditentukan

du < DW < 4-du Terima H0, tidak ada korelasi positif atau negatif

4-du < DW < 4-dl Hasil tidak dapat ditentukan DW < 4-dl Tolak H0, korelasi serial negatif

Sumber : Nachrowi (2006)

Korelasi serial ditemukan jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Hal ini bisa dideteksi dengan melihat pola random error dari hasil regresi. Pada analisis seperti yang dilakukan dalam model, jika ditemukan korelasi serial, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Perlakuan untuk pelanggaran ini adalah dengan menambahkan AR (1) atau AR (2) dan seterusnya, tergantung dari banyaknya autokorelasi pada model regresi yang di gunakan.

3.2.4.3. Heteroskedastisitas

(61)

semua varian mempunyai variasi yang sama. Pada umumnya, heteroskedastisitas diperolah pada data cross section. Jika pada model dijumpai heteroskedastisitas, maka model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Dengan kata lain, jika regresi tetap dilakukan meskipun ada masalah heteroskedastisitas maka pada hasil regresi akan terjadi “misleading” (Gujarati, 1995).

Untuk menguji adanya pelanggaran asumsi Heteroskedastisitas, digunakan uji White-heteroskedasticity yang diperoleh dalam program Eviews. Dengan uji white, membandingkan Obs* R-Squared dengan 2

(Chi-Squared) tabel, jika nilai Obs* R-Squared lebih kecil daripada 2

-tabel maka tidak ada heteroskedastisitas pada model. Dalam pengolahan data panel dalam Eviews 4.1 yang menggunakan metodeGeneral Least Square (Cross Section Weights), maka untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas adalah dengan membandingkanSum Square Resid pada Weighted Statistics dengan Sum Squared Resid Unweighted Statistics. Jika Sum Square Resid padaWeighted Statistics < Sum Squared Resid Unweighted Statistics, maka terjadi heteroskedastisitas. Perlakuan untuk pelanggaran tersebut adalah dengan mengestimasi GLS dengan White Heteroscedasticity.

3.3. Model Umum Penelitian

(62)

Dimana :

tkm = Tingkat kemiskinan (Jiwa)

tpt =Tingkat pengangguran terbuka (Persen) pp = Pendapatan perkapita (Rupiah)

amh = Angka melek huruf (Persen)

α = Intersep

β =Slope

i = Individu ke-i

t = Periode waktu ke-t

ε =Error/simpangan

(63)

Indonesia terdiri dari beberapa pulau dan kepulauan dengan luas wilayah daratan 1.860.359,67 kilometer persegi. Provinsi Papua mempunyai luas wilayah daratan paling besar ( 309.934,40 kilometer persegi) atau 26,66 persen dari luas Indonesia, sementara Provinsi DI Yogyakarta memiliki luas daratan paling kecil (3.133,15 kilometer persegi) atau 0,17 persen dari luas wilayah Indonesia. Daerah administrasi di Indonesia untuk periode 2002-2006 mengalami pemekaran, yaitu pada tahun 2002 Indonesia memiliki 30 provinsi, 268 kabupaten, 89 kota dan, 4.885 kecamatan serta 70.460 kelurahan. Pada tahun 2006 menjadi 33 provinsi, 349 kabupaten, 91 kota dan, 5.656 kecamatan serta, 71563 kelurahan.

(64)

4.2. Keadaan Perekonomian

Pertumbuhan ekonomi di indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, dengan memasukan sektor migas maupun non migas. Pada tahun 2006 persentase pertumbuhan ekonomi mencapai sebesar 5,5 persen dengan memasukan sektor migas dan 6.1 persen tanpa sektor migas, hal ini menunjukan persentase pertumbuhan ekonomi di indonesia mengalami peningkatan sebesar 1,9 persen dengan sektor migas, dan 1,2 persen tanpa memasukan sektor migas dari tahun 2002.

Sedangkan untuk nilai tukar Rupiah Indonesia terhadap USD berfluktuasi dari tahu ke tahun. Pada tahun 2002 nilai tukar Rupiah sebesar 9318 Rp/USD menurun menjadi 8593 Rp/USD pada tahun 2003, kemudian meningkat kembali sebesar 347 menjadi 8940 Rp/USD pada tahun 2005 dan menurn kembali menjadi 9050 Rp/USD pada tahun 2006.

Selanjutnya, untuk cadangan devisa Indonesia mengalami peningkatan secara terus menerus dari tahun ke tahun, dimana pada tahun 2002 cadangan devisa hanya sebesar 32 (USD milyar) meningkat menjadi 36,6 pada tahun 2003 dan meningkat hingga mencapai 42,6 (USD Milyar) pada tahun 2006 (USD milyar).

(65)

Tabel 4.1 Indikator Perekonomian Indonesai Tahun 2002-2006 Tahun

No Indikator Ekonomi

2002 2003 2004 2005 2006

1 Pertumbuhan Ekonomi migas(%) 4,5 4,8 5,0 5,7 5,5

2 Pertumbuhan Ekonomi non migas (%) 5,2 5,7 6,0 6,6 6,1 3 Nilai Tukar Rupiah (Rp/USD) 9318 8593 8940 9713 9050 4 Cadangan Devisa (USD Milyar) 32 36,6 36,3 34,7 4,.6

5 Defisit anggaran (%thd PDB) 1,3 1,7 1,3 0,5 0,9

Sumber : Bappenas, 2007

4.3. Perkembangan Tingkat Kemiskinan

(66)

perkotaan, dan sekitar 39,30 di perdesaan). Dibandingkan dengan tahun 2002, jumlah penduduk miskin meningkat sekitar 0.9 juta jiwa.

Tabel 4.2 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin Tahun 2002-2006 Penduduk miskin (juta Jiwa) % Penduduk miskin Tahun

Kota Desa Total Kota Desa Total

2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 35,56

2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 33,80

2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 32,24

2005 12,40 22,70 35,10 11,37 19,51 30,88

2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 35,28

Sumber : BPS, 2007

4.4. Perkembangan Tingkat Pengangguran Terbuka dan Angka Melek Huruf

Tingkat pengangguran terbuka di Indonesia cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. pada tahun 2002 tingkat pengangguran terbuka di Indonesia sebesar 9,1 persen. Angka ini meningkat sebesar 0,2 persen dari 9,7 persen pada tahun 2003 menjadi 9,9 persen pada tahun 2004, kemudian seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi tingkat pengangguran terbuka juga meningkat hingga mencapai 11,2 persen pada tahun 2005 dan menurun kembali menjadi 10,3 persen pada tahun 2006.

(67)

Tabel 4.3 Perkembangan Angka Melek Huruf, dan Tingkat Pengangguran Terbuka 2002-2006

Tahun Angka Melek Huruf (%) Tingkat Pengangguran terbuka (%)

2002 91,11 9,1

2003 91,21 9,7

2004 91,79 9,9

2005 92,39 11,2

2006 91,45 10,3

Sumber : BPS, 2007

4.5. Perkembangan Pembangunan Manusia dan Laju Inflasi

Berdasarkan data IPM (Indeks Pembangunan Manusia) kualitas sumberdaya manusia di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002 Indek Pembangunan Manusia (IPM) sebesar 65,8 meningkat menjadi 67,33 pada tahun 2003 (BPS, 2007). Pada tahun 2004 IPM di Indonesia meningkat sebesar 0,3 yaitu menjadi 68.7. Pada tahun 2005 meningkat menjadi 69,6 dan pada tahun 2006 meningkat menjadi sebesar 70,1.

(68)

Tabel 4.4 Perkembangan Indek Pembangunan Manusia

Laju inflasi di Indonesia berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 tercatat laju inflasi tahunan Indonesia sebesar 5,33 persen, laju inflasi meningkat menjadi 6,18 persen pada tahun 2004. Pada tahun 2005 laju inflasi meningkat sebesar 12,2 persen yaitu menjadi 18,38 persen. Pada bulan Oktober 2006 terjadi inflasi 0,86 persen. Dari 45 kota tercatat 41 kota mengalami inflasi dan 4 kota mengalami deflasi. Inflasi tertinggi terjadi di Ternate 2,98 persen dan inflasi terendah di Balikpapan srbesar 0,02 persen. Sedangkan deflasi terbesar di Kendari sebesar 0,66 persen, dan deflasi terkecil di Palu 0,06 persen, sedangkan laju inflasi tahunan di Indonesia tahun 2006 menurun sebesar 12,09 persen menjadi 6.29 persen.

(69)

0,12 persen, kelompok sandang 1,66 persen, kelompok kesehatan 0,26 persen, kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga 0,11 persen. Sedangkan kelompok transpor, komunikasi & jasa keuangan mengalami deflasi 0,27 persen. Sedangkan laju infalasi tahunan di indonesia pada tahun 2007 menurun sebesar 0.42 persen yaitu menjadi menjadi 6,71 persen.

Tabel 4.5 laju inflasi Tahunan

Tahun Laju Inflasi

2003 5,33

2004 6,18

2005 18,38

2006 6,29

Sumber : BPS, 2007

4.6. Program Pengentasan Kemiskinan

Sudah sejak lama kemiskinan dipercaya sebagai sumber utama kesusahan

di masyarakat, seperti munculnya penyakit, keterbelakangan mental, kekurangan

nutrisi, bahkan terjadinya konflik. Tak mengherankan jika dengan semakin

berkembangnya peradaban manusia, dan semakin meningkatnya kesadaran

manusia akan pentingnya kesamaan harkat dan martabat manusia, telah

menjadikan fenomena kemiskinan sebagai suatu permasalahan yang banyak

mendapatkan perhatian lebih. Berbagai telaah dalam ilmu sosial dan juga ekonomi

banyak dilakukan, terutama untuk mendapatkan pemahaman yang lebih

mendalam tentang konsep kemiskinan dan penyelesaian yang benar-benar efektif

(70)

Pemerintah Indonesia dalam upayanya mengentaskan kemiskinan melakukan beberapa langkah, diantaranya program Beras Miskin (Raskin), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Pemberdayaan Nasional Mandiri (PNPM) dan Bantuan Operasional Sekolah (BOS).

4.6.1. Program Beras Miskin (Raskin)

Program Beras Miskin (Raskin) pada dasarnya merupakan kelanjutan dari program Operasi Pasar Khusus (OPK) yang diluncurkan pada Juli 1998 di bawah program Jaring Pengaman Sosial (JPS). Selama sembilan tahun pelaksanaan program, berbagai pihak telah melakukan evaluasi dan hasilnya telah memberikan input bagi perbaikan konsep dan pelaksanaan program. Beberapa penyesuaian yang telah dilakukan antara lain meliputi perubahan nama, jumlah beras per rumah tangga, frekuensi distribusi, sumber dan jenis data sasaran penerima manfaat, dan penyediaan lembaga pendamping.

(71)

sebelumnya menggunakan data keluarga prasejahtera (KPS) dan keluarga sejahtera 1 (KS-1) alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN, sejak 2006 berubah menggunakan data RTM hasil pendataan BPS melalui PSE-05.2. Selain itu, dalam rangka meningkatkan kinerja pelaksanaan program, pada 2005 dan 2006 Bulog melakukan kerja sama dengan 10 perguruan tinggi negeri untuk memberikan pendampingan terhadap pelaksanaan Raskin di 12 provinsi.

Menurut data Susenas 2002–2006, persentase penerima Raskin dari seluruh rumah tangga di Indonesia berfluktuasi pada kisaran 36 persen–45 persen. Di Sumatera Barat, persentase penerima Raskin berkisar antara 11 persen–24 persen, di Jawa Timur 41 persen–53 persen, dan di Sulawesi Tenggara 35 persen– 59persen (Gambar 4.1). Kondisi tersebut sesuai dengan proporsi RTM di wilayah bersangkutan.

Gambar 4.1. Jumlah Penerima Raskin

(72)

mempertimbangkan usulan pemda. Selanjutnya, pemda provinsi menetapkan alokasi untuk setiap kabupaten/kota dan pemda kabupaten/kota menetapkan alokasi untuk setiap kecamatan dan desa/kelurahan yang dibawahinya. Semua pembagian tersebut ditetapkan secara proporsional dengan data sasaran penerima di masing-masing wilayah. Sejak awal pelaksanaan OPK hingga 2005, sasaran penerima manfaat menggunakan data keluarga pra sejahtera (Pra-KS) dan keluarga sejahtera-1 (KS-1) alasan ekonomi hasil pendataan BKKBN, namun sejak 2006 menggunakan data rumah tangga miskin (RTM) hasil pendataan BPS.

Tabel 4.6. Jumlah Rumah Tangga dan Pagu Alokasi Raskin Nasional

Jumlah Rumah Tangga

(73)

berbagai permasalahan pelaksanaan program seperti dalam penargetan, ketepatan jumlah beras yang diterima rumah tangga, dan frekuensi distribusi.

Jika Raskin hanya dibagikan kepada rumah tangga paling miskin maka menurut data Bulog, Raskin akan mampu memenuhi 70 persen–95 persen. RTM yang ada, bahkan menurut BPS akan melebihi RTM (127 persen–152 persen). Selain itu, dengan jumlah rumah tangga 50–59 juta pada 2002–2006, maka realisasi Raskin tersebut seharusnya dapat memberi manfaat kepada sekitar 40 persen rumah tangga di Indonesia dan bisa menjangkau seluruh rumah tangga dengan tingkat kesejahteraan terendah, meskipun dengan jumlah beras di bawah ketentuan.

4.6.2. Penanggulangan Pengangguran Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM)

(74)

4.6.3. Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS)

Sebagai pengganti subsidi BBM, pelaksanaan pemberian Program BOS ditargetkan pada masyarakat yang diwajibkan mengikuti pendidikan dasar 9 tahun namun tidak memiliki kemampuan secara finansial untuk melanjutkan pendidikan. Oleh karena itu, sasaran program BOS adalah semua sekolah setingkat SD dan SMP, baik negeri maupun swasta di seluruh propinsi di Indonesia. BOS diberikan kepada sekolah untuk dikelola sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah pusat. Besarnya dana untuk tiap sekolah ditetapkan berdasarkan jumlah murid.

(75)

Untuk menganalisis gambaran kemiskinan di Indonesia akan dilakukan dengan analisis deskriptif dengan menginterpretasikan data yang telah di peroleh dari BPS.

5.1.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Miskin

(76)

Jawa Barat (4,6 juta jiwa), Sumatera Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung (1,5 juta jiwa). Sementara, 5 (lima) provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terkecil adalah Bangka Belitung (91,8 ribu jiwa), Maluku Utara (107,8 ribu jiwa), Sulawesi Utara (192,2 ribu jiwa), Kalimantan Tengah (194,1 ribu jiwa), dan Bali (231 ribu jiwa). Pada tahun 2006 lima provinsi yang memiliki jumlah penduduk miskin terbesar yaitu provinsi Jawa Timur (7,6 juta jiwa), Jawa Tengah (7,1 juta jiwa), Jawa Barat (5,7 Juta Jiwa), Sumara Utara (1,8 juta jiwa), dan Lampung sebesar (1,6 juta jiwa).

(77)

Sumber: BPS, 2007

Gambar 5.1. Jumlah Penduduk Miskin (ribu jiwa)

5.1.2. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin

Secara regional, pada tahun 2002 provinsi Papua memiliki persentase Penduduk miskin terbesar, yaitu sekitar 41,8 persen. Empat provinsi lainnya yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar adalah Maluku (34,78 persen), Gorontalo (32,12 persen), Nusa Tenggara Timur (30,74), dan NAD (29,83 persen). Sementara, lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terkecil adalah DKI Jakarta (3,42 persen), Bali (6,89 persen), Kalimantan Selatan (8,51 persen), Banten (9,22 persen), dan Sulawesi Utara (11,22 persen). Pada tahun 2003, lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar adalah Papua (39,03 persen), Maluku (32,85 persen), NAD (29,76 persen), Gorontalo (29,25 persen), dan Nusa Tenggara Timur (28,63 persen). Sementara, lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terkecil adalah DKI Jakarta (3,42 persen), Bali (7,43 persen), Kalimantan Selatan (8,16 persen), Sulawesi Utara (9,01 persen), dan Banten (9,56 persen). lima provinsi yang memiliki persentase penduduk miskin terbesar pada tahun 2004 adalah Papua

Gambar

Gambar 1.1. Perkembangan Penduduk Miskin Nasional
Tabel 1.1. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan(Triliun Rupiah) dan Penduduk Miskin (Persen) menurut Provinsi
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Gambar 3.1. Pengujian Pemilihan Model dalam Pengolahan Data Panel
+7

Referensi

Dokumen terkait

Faturahman (2009) Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan di Kecamatan Jelbuk Kabupaten Jember Pendapatan keluarga, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan

Begitu juga dengan pengangguran bahwa tingkat TPT juga tidak berpengaruh terhadap kemiskinan, hal ini menandakan bahwa mereka yang menganggur belum tentu memiliki

1) Secara simultan variabel pertumbuhan ekonomi, upah minimum, tingkat pendidikan dan tingkat pengangguran berpengaruh signifikan terhadap tingkat kemiskinan di

Indikator kemiskinan berikutnya adalah beban tanggungan, besar kecilnya tingkat kemiskinan sangat di pengaruhi oleh garis kemiskinan, karena rumah tangga miskin

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah terdapat pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, Pengangguran, dan Pendidikan terhadap Tingkat Kemiskinan di Kota

lima faktor yang mempengaruhi Tingkat kemiskinan di Provinsi Sumatera Utara. yakni: Laju pertumbuhan ekonomi, Jumlah penduduk, Produk domestik

Hasil penelitian tersebut adalah jumlah penduduk dan pengangguran memengaruhi tingkat kemiskinan dalam pengaruh positif, PDRB dan inflasi berpengaruh negatif

Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat pendidikan berpengaruh negatif terhadap jumlah kemiskinan, jumlah penduduk berpengaruh positif terhadap kemiskinan, jumlah