• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu)"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PELESTARI AN FUNGSI LI NGKUNGAN

PERKOTAAN BERBASI S EKOSANI TA- I PLT

(Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu)

DISERTASI

R. PAMEKAS

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(2)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang berjudul “MODEL PELESTARIAN FUNGSI LINGKUNGAN PERKOTAAN BERBASIS EKOSANITA-IPLT” (dengan studi kasus kota Majalata di DAS Citarum Hulu), merupakan gagasan atau hasil penelitian saya sendiri, dengan pembimbingan Komisi Pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Semua sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Desember 2006

(3)

ABSTRAK

R PAMEKAS. Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita-IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu). Dibimbing oleh BIBIANA W LAY sebagai ketua; SURJONO H SUTJAHJO; PARULIAN M HUTAGAOL DAN HARTRISARI HARDJOMIDJOJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Pelestarian fungsi lingkungan perkotaan atau upaya memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan perkotaan sangat berpengaruh terhadap kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk. Pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan, mencerminkan kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan. Namun, melakukan pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup melalui penilaian kinerja program pengelolaan lingkungan perkotaan di Indonesia adalah tugas yang tidak mudah karena belum ada ukuran baku yang dapat dipakai untuk melakukan evaluasi. Sementara itu, pengelolaan air limbah rumah tangga yang merupakan bagian penting dari pelestarian fungsi lingkungan perkotaan di Indonesia sejak pembangunan lima tahun ketiga, belum memperoleh hasil yang optimal. Prasarana dan sarana sanitasi yang dibangun belum berfungsi sesuai harapan, pencemaran air oleh limbah rumah tangga masih relatif tinggi, sumber air minum penduduk masih tercemar lumpur tinja, kasus penyakit diare dan kematian bayi yang diakibatkan sanitasi buruk masih terjadi.

Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengembangkan 2 (dua) model pengelolaan lingkungan perkotaan yang berkelanjutan. Model tersebut akan digunakan untuk sarana atau perangkat kebijakan pelestarian fungsi lingkungan perkotaan. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan pendekatan sistem dengan membangun model indeks pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (IPFLH)

berbasis statistik dan model EkoSanita-IPLT berbasis sistem dinamis. Model IPFLH digunakan untuk menilai kinerja program pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, sedangkan model EkoSanita-IPLT digunakan untuk merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan kinerja sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang ada melalui proses simulasi.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa keadaan optimal pelestarian fungsi lingkungan perkotaan dicapai pada 50% penduduk yang mendapat akses ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved). Nilai optimal tersebut adalah 0.89

skala IPFLH (indeks pelestarian fungsi lingkungan hidup) untuk setiap persen

peningkatan cakupan pelayanan. Perbaikan kinerja pengelolaan air limbah rumah tangga, mencapai keadaan optimal apabila cakupan pelayanan mencapai 60% penduduk di 6 (enam) kota kecamatan, efisiensi pengangkutan lumpur tinja 100%, efisiensi sistem setempat 70%. Nilai optimal tersebut adalah 4,88 skala IDTL

(indeks daya tampung lingkungan) untuk setiap persen peningkatan cakupan pelayanan. Hasil simulasi kedua model yang dikembangkan tersebut menunjukkan kemampu terapan model untuk perangkat kebijakan..

(4)

ABSTRACT

R PAMEKAS. Model For Urban Conservation of Urban Environmental Function Based On Ekosanita-IPLT (Case study of Town of Majalaya at the Catchment Area of Upstream Citarum). Advised by: BIBIANA W LAY as Chairman; SURJONO H SUTJAHJO; PARULIAN M HUTAGAOL DAN HARTRISARI HARDJOMIDJOJO as a member of the Advisor Committee.

The conservation for Urban Environmental Function or the effort to maintain the sustainability of the urban environmental carrying capacity as well as assimilative capacity lead to a siqnificantly influence the quality of life of the people. The conservation of urban environmental function, representing the performance of the urban environmental management. However, a task to monitor and to control the environment quality through evaluating the performance of urban environmental management in Indonesia is not easy task due to the fact that there is no standard measure that can be utililised for evaluation. Meanwhile, the domestic wastewater management as an important part of the conservation of urban environment function in Indonesia since the third of five national development plan, have not meet optimal results. The developed sanitation infrastructures have not function as expected, the domestic water polution still relatively high, the sources of drinking water contaminated by faecal sludge, the cases of diarhe deseases and the infant mortality due to bad sanitation still happens.

This research is aimed to develop 2 (two) models for sustainability managing the urban environment. This models will be used for policy tools for conserving the funktion of urban environment.. To achieve this objective, the system based approach is used through the development of statistically based Indekx Conservation of the Function of Urban Environment (ICFUE) and the

EkoSanita-IPLT based on system dinamic The ICFUE model is used to evaluate

the performance of the conservation of urban environment functions, whereas the EkoSanita-IPLT model is used to formulate policy and straegy to improve the performance of domestic wastewater management through simulation processes.

This research conclude that the optimal condition to conserve the funktion of urban environment is achieved at 50% of the population that get access to the improved sanitation facilities. This optimum value is 0.89 of ICFUE scale for each percent of increase in coverage. The improvement of the performance of domestic wastewater management had reach the optimimum condition if the population coverage of sic kecamatan served area is 60%, the efficiency of faecal sludge transportation is 100%, the efficiency of on-site treatment facilities is 70%. This optimum value is 4.88 of the Indeks of Urban Environment Assimilative Capacity (IUEAC) scale. The simulation result of the developed model had proved their aplicability to be used in policy tools.

(5)

@Hak cipta milik Institute Pertanian Bogor, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

(6)

MODEL PELESTARI AN FUNGSI LI NGKUNGAN

PERKOTAAN BERBASI S EKOSANI TA- I PLT

(Dengan Studi Kasus Kota Majalaya Di DAS Citarum Hulu)

R. PAMEKAS

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Bidang Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam

SEKOLAH PASCA SARJANA

I NSTI TUT PERTANI AN BOGOR

(7)

i

Judul Disertasi : Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis Ekosanita IPLT (Dengan Studi Kasus Kota Majalaya di DAS Citarum Hulu)

Nama Mahasiswa : R. Pamekas Nomor Pokok : P062034164

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof Dr drh Bibiana Widiati Lay Ketua

Dr Ir Surjono H Sutjahjo, MS Anggota

Dr Ir Parulian M Hutagaol Anggota

Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo Anggota

Ketua Program Studi Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodipuro

(8)

ii

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia NYA sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli 2005 adalah Sanitasi dengan judul “Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan berbasis Ekosanita-IPLT” (dengan studi kasus kota Majalaya di DAS Citarum Hulu).

Penelitian disertasi ini ditujukan untuk menghasilkan model pengelolaan air limbah berbasis IPLT yang berkelanjutan (Ekosanita-IPLT) sehingga dapat digunakan sebagai perangkat kebijakan untuk meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan. Penelitian ini dilakukan di kota Majalaya, kabupaten Bandung yang terletak di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Alasan pemilihan kota Majalaya sebagai kota studi kasus didasarkan pada fakta bahwa di kota ini terdapat 2 (dua) instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) yang menganggur sehingga dikhawatirkan akan mengurangi kinerja pengolahan air limbah dan meningkatkan pencemaran.

Penelitian ini menggunakan pendekatan sistem dan pemodelan dinamis karena pengelolaan air limbah pada umumnya dan khususnya pengelolaan lumpur tinja merupakan sistem yang kompleks dan melibatkan aspek-aspek ekologi, ekonomi dan sosial serta kelembagaan. Pemodelan dinamis menggunakan pendekatan sistem

keras (hard system) karena persoalan yang akan ditangani merupakan persoalan

struktural, pola pendekatannya berdasarkan cara dan hasil (means and end),

variabel-variabel yang digunakan bersifat kuantitatif, berorientasi pada tujuan dan mensistemkan kejadian nyata.

Dua perangkat atau alat bantu manajemen lingkungan telah dihasilkan dari penelitian ini yaitu alat (perangkat) untuk menilai kinerja program pengelolaan fungsi lingkungan perkotaan dan alat (perangkat) untuk merumuskan kebijakan dan strategi meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan hidup. Dengan kedua perangkat tersebut diharapkan dapat menambah aset atau kekayaan ilmiah yang dapat digunakan dalam menunjang upaya untuk mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup pada umumnya dan khususnya lingkungan hidup di daerah perkotaan. Peningkatan upaya tersebut, diharapkan membuka peluang yang lebih besar untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupan penduduk perkotaan maupun perdesaan secara berkesinambungan.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus kepada Prof. Dr. drh. Bibiana Widiati Lay, Dr. Ir. Sur jono H Sutjahjo MS, Dr. Ir. Hartrisari Hardjomidjojo, Dr. Ir Parulian M Hutagaol selaku Komisi pembimbing yang telah memberi arahan dan masukan yang kritis sampai tersusunnya disertasi ini dengan baik. Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada pimpinan IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Program Studi Pengelolaan Lingkungan dan Sumberdaya Alam (Dr. Ir. Surjono H. Sutjahjo) yang juga menjadi anggota komisi pembimbing. Ucapan terima kasih, penulis sampaikan pula kepada semua dosen yang telah memberikan ilmu dasar pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang sangat relevan dengan tema dan sasaran penelitian ini. Akhirnya, apabila terdapat kesalahan dalam penulisan disertasi ini, hanya penulis yang bertanggung jawab. Semoga Allah SWT memberi ba lasan berkah dan hidayah kepada semua pihak yang telah banyak membantu penulis, Amien.

Bogor, Desember 2006

(9)

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 15 Oktober 1949 di kota Bogor, Jawa Barat dari pasangan R Yaman Sutiawidjaja (almarhum) dan R Moerminah Ratih (almarhum). Penulis menikah pada tanggal 18 April tahun 1976 dengan mojang priangan Kiki Tarkiah. Dari pernikahan tersebut, penulis dikaruniai 4 (empat) orang anak, 3 (tiga) laki- laki dan 1 (satu) perempuan yaitu R Priatmanto (Peppy), R Nurdewayani (Pipit), R Restianto (Tio) dan R Krisma Hadianto (Mima). Penulis sudah dikaruniai 2 (dua) orang cucu, satu orang dari anak pertama yang diberi nama Ali Jazi Rasyid dan satu orang dari anak kedua yang diberi nama Khairyu Kevin Dzaky Nababan. .

Dari sejak lahir sampai dengan kelas dua sekolah dasar, penulis menikmati masa kecil di kota Bogor yang dikenal sebagai kota hujan. Kelas tiga sampai dengan kelas empat sekolah dasar, penulis menikmati tinggal di desa di lereng gunung Lawu Jawa Timur. Sejak kelas lima sekolah dasar sampai lulus sekolah menengah, penulis tinggal di Surabaya yang dikenal sebagai kota pahlawan.

Sejak tahun 1969, penulis meninggalkan kota Surabaya untuk meneruskan sekolah di Institut Teknologi Bandung (ITB) jurusan Teknik Penyehatan. Pada tahun kedua mengikuti pendidikan di ITB, penulis mulai bekerja sebagai juru gambar dan asisten perencanaan di Biro Konsultan sampai lulus sarjana muda tahun 1972. Sebagai sarjana muda, penulis mendapat kesempatan bekerja selama satu tahun pada Cowiconsult (konsultan Denmark) untuk menangani masalah air minum kotamadya Bandung. Mulai tahun 1973, penulis bekerja di biro konsultan milik negara yaitu PT Persero Indah Karya sebagai asisten teknik.

Penulis berhasil menyelesaikan pendidikan di ITB pada tahun 1975 dan satu tahun kemudian diangkat menjadi kepala bagian Teknik Penyehatan di PT Indah Karya. Pada tahun 1981 atau 6 (enam) tahun sejak lulus dari pendidikan S-1, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi di Asian Institute of Technology (AIT) Ba ngkok, Thailand dan lulus serta memperoleh gelar Master of Engineering (M.Eng) di bidang manajemen lingkungan pada bulan Maret 1983. Pada tahun 2004 atau 21 (duapuluh satu) tahun setelah menyelesaikan pendidikan S-2 dan memiliki masa kerja selama 29 (duapuluh sembilan) tahun, penulis menempuh pendidikan S-3 di bidang Ilmu Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan di Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor (IPB) di Bogor dan selesai pada tahun 2006.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Prakata ... ii

Riwayat Hidup ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan Penelitian ... 6

1.3. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 6

1.4. Manfaat Penelitian ... 8

1.5. Novelty (kebaruan) Penelitian ... 8

1.6. Batasan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) ... 10

2.1.1. Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan dan IPLT ... 10

2.1.2. Komponen Sistem Yang Mempengaruhi IPLT ... 14

2.2. Ekosanita-IPLT ... ... 16

2.2.1. Pengertian Ekosanita-IPLT ... 16

2.2.2. Ekosanita-IPLT dan Pengelolaan Lingkungan DAS ... 17

2.3. Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 19

2.3.1. Pelestarian dan Degradasi Lingkungan ... 19

2.3.2. Permukiman dan Infrastruktur Lingkungan Perkotaan ... 20

2.3.3. Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 20

2.4. Model dan Pendekatan Sistem ... 23

(11)

v

2.5. Penelitian Bidang Sanitasi dan Pelestarian Fungsi Lingkungan ... 32

2.5.1. Penelitian Ekologi Sanitasi ... 32

2.5.2. Penelitian Sanitasi di Indonesia ... 34

2.5.3. Konsepsi dan Kebaruan (Novelty) Model Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Berbasis EkoSanita IPLT ... 38

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi Penelitian ... 41

3.2. Permasalahan Penelitian ... 42

3.3. Rancangan Penelitian ... 43

3.3.1. Analisis Kondisi Eksisting Pelestarian Fungsi Lingkungan 44

3.3.1.1. Tujuan Analisis ... 44

3.3.1.2. Metoda Pengumpulan Data ... 44

3.3.1.3. Variabel yang Diamati ... 47

3.3.1.4. Metoda Analisis ... 47

3.3.1.4.1. Pemodelan Menggunakan Analisis Faktor ... 49

3.3.1.4.2. Pemodelan Menggunakan Analisis Taxonomi ... 49

3.3.1.4.3. Pemodelan Menggunakan Analisis Skalogram ... 50

3.3.2. Analisis Kondisi Eksisting Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga ... 50

3.3.2.1. Tujuan Analisis ... 50

3.3.2.2. Metoda Pengumpulan Data ... 50

3.3.2.3. Variabel yang Diamati ... 51

3.3.2.4. Metoda Analisis ... 51

3.4. Pengembangan Model Ekosanita-IPLT ... 52

3.4.1. Analisis Kebutuhan ... 52

3.4.2. Rumusan Masalah ... 53

3.4.3. Identifikasi Sistem ... 55

3.4.4. Penyusunan Model Sistem Dinamis ... 60

3.4.4.1. Gambaran Kondisi yang Diinginkan ... 61

(12)

vi

3.4.5. Perumusan Model Sistem Dinamis ... 65

3.4.5.1. Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja ... 65

3.4.5.2. Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja ... 68

3.4.5.3. Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)... 70

3.4.5.4. Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan)... 71

3.4.5.5. Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT ... 73

3.4.6. Kalibrasi, Verifikasi dan Validasi Model ... 74

3.4.7. Implementasi dan Analisis Kebijakan ... 75

IV. KEADAAN LINGKUNGAN DAERAH PENELITIAN 4.1. Pembagian Wilayah Kajian ... 77

4.2. Keadaan Lingkungan Fisik ... 78

4.3. Kependudukan ... 79

4.4. Ketersediaan Prasarana dan Sarana Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota... ... 80

4.4.1. Prasarana dan Sarana Kesehatan ... 80

4.4.2. Prasarana dan Sarana Pendidikan ... 81

4.4.3. Prasarana dan Sarana Air Minum & Sanitasi ... 82

4.4.4. Prasarana dan Sarana Perumahan ... 84

4.5. Keadaan Sosial Ekonomi ... 86

4.5.1. Keadaan Kesehatan Masyarakat ... 86

4.5.2. Pendidikan Masyarakat ... 87

4.5.3. Ekonomi Masyarakat ... 88

4.6. Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ... 89

4.6.1. Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik ... 89

4.6.2. Pengelolaan Lumpur Tinja ... 92

4.6.2.1. Pewadahan Lumpur Tinja ... 92

4.6.2.2. Pengangkutan Lumpur Tinja ... 93

(13)

vii

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Keadaan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 96

5.1.1. Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 96

5.1.2. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya dan Sekitarnya ... 97

5.1.2.1. Indeks Ketersediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota ... 97

5.1.2.2. Indeks Keadaan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk ... 99

5.1.2.3. Efektifitas Investasi Prasarana dan Sarana Lingkungan ... 100

5.1.2.4. Peringkat Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 101

5.1.2.5. Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 102

5.1.2.6. Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 103

5.1.2.7. Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 106

5.1.2.8. Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan Secara Spasial ... 107

5.1.2.9 Simulasi Pelestarian Fungsi Lingkungan ... 108

5.1.3. Indeks Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya Ditinjau dari Tiga Metoda ... 109

5.1.3.1. Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota ... 109

5.1.3.2. Dinamika Peningkatan Kualitas Kehidupan dan Penghidupan Penduduk ... 110

5.1.3.3. Dinamika Pengelolaan Lingkungan Perkotaan .... 110

5.1.3.4. Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 112

5.1.3.5. Peringkat Kinerja Pengelolaan Lingkungan Perkotaan ... 113

5.2. Keadaan Pengelolaan Sanitasi Lingkungan ... 114

5.2.1. Keadaan Pengelolaan Air Limbah Domestik ... 114

5.2.1.1. Pewadahan Limbah Cair Rumah Tangga ... 114

(14)

viii

5.2.2. Keadaan Pengelolaan Lumpur Tinja ... 118

5.2.2.1. Pewadahan Lumpur Tinja ... 118

5.2.2.2. Pengangkutan Lumpur Tinja ... 120

5.2.2.3. Pengolahan Lumpur Tinja ... 122

5.2.3. Pemanfaatan Produk Pengolahan Lumpur Tinja ... 125

5.2.4. Biaya Operasi & Pemeliharaan Sistem IPLT ... 125

5.3. Model Ekosanita IPLT ... 128

5.3.1. Sub Model Bangkitan dan Pewadahan Lumpur Tinja ... 128

5.3.2. Sub Model Pengangkutan dan Pengolahan Lumpur Tinja .. 129

5.3.3. Sub Model Kinerja Instalasi Pengolahan Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) ... 130

5.3.4. Sub Model Daya Tampung Lingkungan Kota (Lingkungan Keairan) ... 131

5.3.5. Sub Model Biaya Operasional Pengelolaan Sistem IPLT ... 131

5.3.6. Uji Model EkoSanita IPLT... 132

5.3.7. Simulasi Model EkoSanita-IPLT ... 137

5.3.7.1. Perbandingan Model Eksisting dengan Model Ideal ... 139

5.3.7.2. Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan ... 140

5.3.7.3 Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tinja ... 141

5.3.7.4 Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT ... 142

5.3.7.5 Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-Site) ... 144

5.3.7.6 Dampak Perluasan Daerah Pelayanan ... 145

5.3.7.7. Dampak Pengendalian Konsumsi Air Rumah Tangga ... 147

5.3.7.8. Dampak Kombinasi Kebijakan Perbaikan Kinerja Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga ... 149

VI. RUMUSAN REKOMENDASI KEBIJAKAN DAN STRATEGI IMPLEMENTASINYA 6.1 Sintesa Hasil Simulasi ... 155

6.1.1 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 155

(15)

ix

6.3 Rumusan Kebijakan Pengangkutan Lumpur Tinja Secara

Terjadwal ... 159

6.4. Rumusan Kebijakan Peningkatan Kapasitas IPLT dan Efisiensi Sistem Setempat ... 160

6.5. Rumusan Kebijakan Pengendalian Konsumsi Air Rumah Tangga 161 6.6. Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi ... 161

6.4. Rumusan Kebijakan Pengendalian Konsumsi Air Bersih ... 149

6.5. Rumusan Kebijakan Investasi IPLT Baru ... 149

6.6. Rumusan Kebijakan Tarif Jasa Sanitasi dan Investasi ... 150

6.7. Rekomendasi Kebijakan ... 162

6.8. Urutan Langkah Implementasi Kebijakan ... 165

VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan ... 167

7.2. Saran ... 170

(16)

x

Halaman 1. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem Setempat (On-site System) ...

...

14 2. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem IPLT...

...

15 3. Rangkuman Penelitian yang Berorientasi pada Model Kebijakan di

Bidang Sanitasi ... ...

37 4. Matrik Rangkuman Rancangan Penelitian...

...

44 5. Daftar Data Yang Dikumpulkan...

...

46 6. Daftar Variabel Yang Digunakan Dalam Analisis...

...

47 7. Analisis Kebutuhan Stakeholder pada Pelestarian Lingkungan...

...

53 8. Identifikasi Adanya Perbedaan Kebutuhan (Permasalahan)...

...

54 9. Keadaan Lingkungan Fisik Daerah Penelitian...

………...

78 10. Keadaan Kependudukan Daerah Penelitian (2000-2004)...

...

79 11. Keadaan Prasarana dan Sarana Kesehatan (2000-2004)...

...

81 12. Keadaan Prasarana dan Sarana Pendidikan (2000-2004)...

………...

82 13. Prasarana dan Sarana Air Minum dan Sanitasi (2000-2004)………...

…………..

83 14. Keadaan Prasarana dan Sarana Rumah (2000-2004)………...

………..

85 15. Keadaan Kesehatan Masyarakat (2002-2004)………..

………...

86 16. Keadaan Pendidikan Masyarakat (2000-2004)...

...

87 17. Keadaan Ekonomi Masyarakat (2002-2004)...

………..

89 18. Pengelolaan Air Limbah Domestik di Daerah Penelitian...

………...

90 19. Umur Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan...

...

93 20. Ukuran Tangki Septik di 3 (tiga) Kecamatan...

...

93 21. Frekue nsi Penyedotan Tangk i Septik di 4 (empat) Kecamatan...

...

94 22. Penggunaan Jasa Truk Tinja di 3 (tiga) Kecamatan...

...

94 23. Biaya Penyedotan Tinja di 3 (tiga) Kecamatan...

...

95 24. Hasil Analisis Faktor Untuk Indeks Pelestarian Lingkungan Kota...

...

97 25. Hasil Pendugaan Parameter Model IKPS...

………

98 26. Hasil Pendugaan Parameter Model IKPP...

………

100 27. Kontribusi Sektor Pada Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan

(17)

xi

29. Hasil Pendugaan Parameter Model IPLH... ………...

105 30. Efektifitas Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya...

...

112 31. Peringkat Pengelolaan Lingkungan 6 Kecamatan Kota (2000-2004)..

..

113 32. Kandungan Bahan Pencemaran Air Limbah Rumah Tangga...

...

116 33. Ukuran Standar Tangki Septik Berdasarkan Jumlah Pemakai ...

...

119 34. Kriteria Evaluasi Kesesuaian IPLT dengan Kriteria Perencanaan. ...

...

123 35. Evaluasi Kinerja Pengolahan IPLT Cibeet...

………...

125 36 Hasil Uji Variabel Model EkoSanita-IPLT... 132 37. Matriks Data untuk Rancangan Simulasi Kebijakan...

...

137 38. Perbandingan Kinerja Model Eksisting dan Model Ideal...

………...

139 39. Hasil Simulasi Peningkatan Cakupan Pelayanan...

...

141

40 Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi Angkutan Tinja ... 141 41. Hasil Simulasi Peningkatan Kapasitas IPLT...

...

143 42. Hasil Simulasi Peningkatan Efisiensi On-Site...

...

145 43 Hasil Simulasi Perluasan Daerah Pelayanan...

...

145 44 Hasil Simulasi Pengendalian Konsumsi Air Rumah Ta ngga...

...

149 45 Hasil Simulasi Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4...

...

(18)

xii

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 7

2. Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya ... 12

3. Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia ... 22

4. Peta Lokasi Penelitian ... 41

5. Penyederhanaan Langkah Operasionalisasi Penelitian ... 45

6. Konsep Dasar Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 48

7. Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop Diagram) Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan ... 56

8. Diagram Lingkar Sebab-Akibat (Causal Loop Diagram) Pengelolaan Lumpur Tinja Berkelanjutan ... 59

9. Penyederhanaan Diagram Input-Output Pengolahan Lumpur Tinja Berkelanjutan ... 60

10. Pembagian Wilayah Kajian ……….. 77

11. Dinamika IKPS Kota Majalaya ……… 98

12. Dinamika IKPP Kota Majalaya ……… 99

13. Grafik Efektifitas Investasi Pembangunan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya ... 101

14. Peringkat Pelestarian Lingkungan Kota Majalaya (2000-2004) ... 102

15. Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya ……... 104

16. Segilima Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya ... 106

17. Peta Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Kecamatan di Kabupaten Bandung (2001-2004) ... 107

18. Skenario Kebijakan Pelestarian Fngsi Lingkungan Perkotaan ... 108

19 Dinamika Penyediaan Prasarana dan Sarana Lingkungan Kota Majalaya 2000-2004 ... 109

20. Dinamika Peningkatan Kehidupan dan Penghidupan Penduduk Kota Majalaya 2002-2004 ... 110

21. Dinamika Pelestarian Fungsi Lingkungan Kota Majalaya 2002-2004 ... 111

22. Bagan Pengolahan Air Limbah Kota Majalaya ... 116

(19)

xiii

25. Bagan Proses Pengolahan Lumpur Tinja di Instalasi Pengolahan

Lumpur Tinja (IPLT) ………... 122

26. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Majalaya ………... 133

27. Perilaku Model Bangkitan Limbah Kota Kecamatan di daerah Pelayanan IPLT ……... 134

28. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Majalaya…... 135

29. Perilaku Model Pengangkutan Lumpur Tinja Kota Kecamatan di Daerah Pelayanan IPLT ... ………... 136

30. Dampak Peningkatan Cakupan Pelayanan ...………... 140

31. Dampak Peningkatan Efisiensi Pengangkutan Lumpur Tunja…... 142

32. Dampak Peningkatan Kapasitas IPLT………... 143

33. Dampak Peningkatan Efisiensi Sistem Setempat (On-site) …... 144

34. Dampak Perluasan Daerah Pelayanan………... 146

35. Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Beban Cemaran Air Limbah ... 147

36. Dampak Pengendalian Konsumsi Air Minum Rumah Tangga pada Daya Tampung Lingkungan ... ... 148

37. Dampak Kombinasi Kebijakan pesimis, moderat, optimis dan ideal pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan ... 150

38. Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 1-4 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan... 151

39 Dampak Kombinasi Kebijakan Optimal 5-8 pada Daya Tampung Lingkungan Perkotaan ... 153

(20)

xiv

Halaman 1 Hasil Pemeriksaan Bakteriologis Kualitas Air Bersih

(dilengkapi keterangan jam pengambilan dan lokasi tintik

(21)

Bab I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) yang berasal dari tangki septik (septic tank). IPLT merupakan bagian dari unsur/komponen sistem setempat (on site) atau sistem terdesentralisasi (decentralized system) yang dikembangkan untuk menggantikan pendekatan sistem konvensional dan/atau sistem terpusat

(centralized system) yang dinilai kurang berhasil mengatasi masalah pencemaran air di daerah perkotaan (Bakir 2001, Koottatep et al. 2003, Parkinson dan Tayler 2003). Pengolahan lumpur tinja di IPLT tersebut merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah diolah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan. Dampak pembuangan lumpur tinja yang tidak higienis terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat telah dikemukakan oleh Strauss (1991), Shaban (1999), Keraita et al. (2003), Tyrrel and Quinton (2003). Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan. Namun, pengelolaan lumpur tinja tersebut belum mendapat perhatian yang memadai di dalam pengembangan sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Ingallinella et al. 2002) sehingga meningkatkan risiko pencemaran air minum dan membahayakan kesehatan masyarakat. Hal tersebut berakibat pada keberhasilan pembangunan Sanitasi Global pada abad 19 maupun abad 20 yang relatip belum berubah yaitu sekitar 50 %. Hal itu berarti bahwa sebanyak 2 (dua) milyar penduduk dunia, dinilai masih belum aman terhadap penyakit yang ditularkan melalui media air. Indikasinya adalah bahwa jumlah kasus kematian anak yang diakibatkan oleh diarhe masih sekitar 6000 anak per hari. Di negara-negara berkembang, sekitar 90 anak per 15 menit atau sekitar 6 (enam) anak per

detik meninggal dunia akibat pelayanan air yang buruk dan sanitasi yang tidak

(22)

Keadaan tersebut mendorong masyarakat dunia dalam menempatkan aspek sanitasi dan kesehatan sebagai unsur kunci untuk menilai keberhasilan pembangunan lingkungan global yang dikenal dengan MDGs-2015 atau the

Millenium Development Goals 2015” (Mehta, Andreas 2004). Untuk mencapai MDGs-2015 tersebut, aspek sanitasi dan kesehatan diintegrasikan kedalam strategi pengelolaan sumberdaya air terpadu atau ”Integrated Water Resources Management Strategy (Lenton, Wreight 2004).

EkoSanita-IPLT merupakan pengembangan konsep sistem pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT. EkoSanita-IPLT memasukkan aspek pemanfaatan hasil pengolahan lumpur tinja ke dalam model sistem pengelolaan air limbah rumah tangga. Pengembangan konsep sistem tersebut mempertimbangkan kotoran manusia sebagai sumber daya yang mempunyai nilai ekonomi maupun lingkungan dan menempatkan sumber air bukan sebagai tempat buangan atau media pembuangan limbah maupun sampah, namun sebagai sumberdaya yang harus dipelihara daya dukung dan daya tampungnya.

Pelestarian fungsi lingkungan perkotaan adalah upaya untuk mempertahankan daya tampung dan daya dukung lingkungan di daerah perkotaan. Upaya tersebut perlu lebih ditingkatkan intensitasnya karena pelayanan umum sanitasi, khususnya pengelolaan air limbah rumah tangga, masih rendah sehingga pencemaran air di daerah perkotaan semakin meningkat. Tinja dan urine adalah salah satu faktor yang menentukan derajat keberhasilan pengelolaan air limbah dan sanitasi lingkungan (Sasimartoyo 2002).

(23)

dari 39% menjadi 37.85%. Sementara itu, 97.84% pelayanan sanitasi masih menggunakan fasilitas sanitasi setempat (on-site). (Kimpraswil 2003).

Air limbah rumah tangga adalah sumber utama pencemaran badan air di daerah perkotaan dan 76.2% beban organik di sungai pada daerah perkotaan berasal dari sumber ini. Limbah cair rumah tangga (domestik) juga mencemari sumber air minum yang berasal dari air tanah dangkal. Suatu survey sumur dangkal di Jakarta menunjukkan bahwa 84% sampel air tanah telah tercemar oleh tinja. Hal ini ditunjukkan oleh tingginya faecal coliform pada sampel tersebut.

Faecal coliform adalah indikator yang lazim digunakan untuk mengukur pencemaran tinja (KMNLH 1997). Selain itu, survey air minum yang dilakukan di 16 propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa 32.24% sampel air minum dari perpipaan dan 54.16% sampel air minum sistem non perpipaan belum memenuhi persyaratan bakteriologis (DepKes 2001).

Pencemaran air telah berdampak negatif terhadap kesehatan manusia terutama meningkatnya penyakit dia re. Penyakit ini menyebabkan malnutrisi sehingga menurunkan daya tahan tubuh dan meningkatkan kematian, terutama kematian ibu dan anak balita (EcoSanRes 2002). Telaah empiris menunjukkan bahwa penurunan fasilitas pelayanan sanitasi setempat (on-site) sebesar 10% dapat meningkatkan kasus kematian balita sebesar 20 kasus per 1000 kelahiran (Nomura 1997). Sebaliknya, peningkatan 10% dari upaya pelayanan sanitasi dapat menurunkan kasus penyakit diare sebesar 6.37 kasus per 1000 pendud uk dan menurunkan kasus kematian bayi sebesar 17.9 kasus per 1000 kelahiran. Sementara itu, peningkatan pelayanan air bersih sebesar 10% dapat menurunkan kasus kematian bayi sebesar 18.7 kasus per 1000 kelahiran (Kimpraswil 2003).

(24)

limbah rumah tangga. Apabila KOB rata-rata air baku adalah sebesar 30 mg/liter, maka biaya produksi air minum meningkat sebesar Rp 300.- per m3 air yang diproduksi atau sekitar 30% dari tarif rata-rata air minum (Kimpraswil 2003).

Sampai saat ini, belum banyak diketahui tentang pola pelestarian fungsi lingkungan hidup berbasis pengelolaan air limbah rumah tangga yang sesuai untuk kota kecil dan kota sedang, yang selain dapat meningkatkan kualitas lingkungan fisik, juga dapat mendukung kehidupan sosial ekonomi masyarakat secara berkelanjutan. Pembangunan “Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)” merupakan salah satu upaya pelestarian fungsi lingkungan perkotaan, khususnya yang berhubungan dengan pencemaran tinja. Dengan menggunakan pendekatan standar modular, dari sejak Pembangunan Lima Tahun Ketiga (Pelita-III) telah dibangun sekitar 2 700 (dua ribu tujuh ratus) unit IPLT, tetapi sebagian besar belum berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Bahkan, banyak di antaranya tidak berfungsi atau tidak dapat dioperasikan sama sekali seperti yang terjadi di kota Majalaya.

Kota Majalaya terletak di Kabupaten Bandung dan juga di Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum Hulu. Di kota ini terdapat 2 (dua) unit Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang tidak dioperasikan yaitu IPLT Cibeet dan IPLT Babakan (Puskim 2004). Keadaan tersebut dapat menurunkan kinerja tangki septik yang fungsi utamanya adalah mematikan bakteri penyakit dan virus yang terdapat di dalam kotoran manusia. Lingkungan yang menerima hasil olahan air limbah yang tidak memadai, merupakan habitat yang baik bagi tumbuh dan berkembangnya bakteri patogen. Dampak lanjutannya adalah timbulnya berbagai jenis wabah penyakit seperti tipes, kolera, disentri, diare dan penyakit lainnya yang ditularkan oleh lalat melalui media air, media tanah, sampah, air minum dan makanan (Schoning dan Stenstron 2004, Austin 2001).

(25)

Kasus tidak beroperasinya IPLT kota Majalaya dapat menurunkan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved sanitation) dan menimbulkan pencemaran tinja. Penanganan yang telah dilakukan yaitu melalui kampanye publik tentang fungsi dan manfaat IPLT serta pemberian bantuan subsidi biaya operasi, belum berhasil memfungsikan IPLT secara berkelanjutan. Hal tersebut memb uktikan bahwa pendekatan teknis operasional dan pendekatan dari atas (top down) belum mampu mengatasi masalah yang dihadapi sehingga memberi indikasi bahwa terdapat faktor penyebab lain yang belum tergali. Hal tersebut juga mengindikasikan bahwa masalah yang dihadapi merupakan masalah kompleks karena variabel- variabel yang mempengaruhinya tidak hanya faktor teknis teknologis, tetapi juga faktor kelembagaan, ekonomi, sosial dan bahkan kemungkinan juga faktor budaya. Faktor- faktor tersebut saling terkait sehingga harus diselesaikan secara holistik melalui pendekatan sistem.

Untuk menyelesaikan masalah yang kompleks tersebut diperlukan suatu model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan yang sesuai bila ditinjau dari aspek teknis pengelolaan lumpur tinja dan aspek-aspek lainnya yang berkaitan seperti aspek ekonomi, sosial dan budaya masyarakat, serta aspek kelembagaan pemerintah maupun masyarakat.

Pada penelitian ini akan ditunjukkan bahwa model yang dikembangkan berdasarkan pendekatan sistem dapat digunakan senbagai perangkat pengambilan keputusan atau perangkat kebijakan. Model pelestarian fungsi lingkungan perkotaan (PFLH) dapat digunakan sebagai perangkat untuk melakukan evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan, sedangkan model Ekosanita-IPLT untuk merumuskan kebijakan dan strategi penanganan berbagai masalah pengelolaan air limbah rumah tangga pada umumnya dan khususnya pengelolaan lumpur tinja.

(26)

1.2 Tujuan Penelitian

Penelitian ini ditujukan untuk menghasilkan “model pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT berkelanjutan (Ekosanita-IPLT)” yang dapat digunakan sebagai sarana atau perangkat untuk (i) menilai kinerja pengelolaan lingkungan perkotaan, dan (ii) merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan. Hasil rumusan kebijakan dan strategi tersebut dapat dijabarkan ke dalam tindakan operasional yang mampu mendorong peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan.

Secara khusus, penelitian ini ditujukan untuk:

a. Mengetahui kondisi eksisting pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan untuk acuan penilaian kinerja pengelolaan lingkungan

b. Mengetahui kondisi eksisting sistem pengelolaan air limbah daerah perkotaan untuk acuan identifikasi kebutuhan perbaikan sistem

c. Membangun model sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan yang disebut model PFLH dan EkoSanita-IPLT

d. Membandingkan kondisi eksisting pengelolaan air limbah perkotaan dengan model PFLH maupun model Ekosanita-IPLT

e. Melakukan simulasi model PFLH dan EkoSanita IPLT untuk me rumuskan rekomendasi kebijakan dan strategi serta tindakan perbaikan sistem pengelolaan air limbah kota Majalaya.

1.3 Kerangka Pemikiran Penelitian

Kualitas lingkungan permukiman perkotaan, pada dasarnya ditentukan oleh 3 (tiga) aspek, yaitu (i) penduduk yang tinggal di kawasan tersebut, (ii) ketersediaan sumberdaya lahan, dan (iii) ketersediaan sumberdaya air.

(27)

air bersih dan bangkitan limbah domestik dan non domestik serta bangkitan lumpur tinja yang berasal dari pengoperasian fasilitas sistem sanitasi setempat

(on-site system). (Gambar 1)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Peningkatan kebutuhan lahan, peningkatan bangkitan sampah dan limbah harus dikendalikan agar tidak menimbulkan degradasi terhadap sumber daya lingkungan yang ada di daerah perkotaan. Berbagai tind akan pengelolaan lingkungan perkotaan harus direncanakan dan dilaksanakan secara baik agar daya dukung dan daya tampung lingkungan dapat terpelihara kelangsungannya. Adanya

Kawasan Permukiman Perkotaan (Kota Sedang dan Kota kecil)

Penduduk Ketersediaan Lahan Ketersediaan Air

Kehidupan Sosial Ekonomi Penduduk Penyediaan dan Utilisasi Prasarana dan Sarana Daya Tampung Sumber Daya Air Daya Dukung Sumber Daya Air Daya Dukung Sumber Daya Lahan Bangkitan Limbah Padat

dan Tindakan Pengelolaannya

Perencanaan Penyediaan Prasarana dan

Sarana yang Ramah Lingkungan Beban Cemaran terhadap tanah yang Diijinkan Peningkatan Kebutuhan Lahan dan Kepadatan Lahan yang Diijinkan Peningkatan Kebutuhan Air Bersih dan Bangkitan Limbah Cair Kondisi yang diharapkan (Ideal) Kondisi yang terjadi dalam praktek Kesenjangan Kualitas Lingkungan Rumusan Kebijakan & Strategi Tindakan Pengelolaan Limbah Rumah Tangga Tindakan Pengendalan

Konsumsi Air Rumah Tangga

(28)

kesenjangan antara kebutuhan penduduk untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan penghidupannya dengan ketersediaan sumberdaya lingkungan yang ada di daerah perkotaan tertentu, merupakan acuan untuk merumuskan tindakan yang diperlukan. Namun, kepadatan rumah dan pengambilan air tanah serta beban cemaran harus dijaga pada tingkat yang masih dapat diterima oleh lingkungan di sekitarnya.

Suatu model pengelolaan air limbah rumah tangga yang berkelanjutan

(Ekosanita-IPLT) dikembangkan untuk memberi gambaran kondisi yang diharapkan

yaitu dengan memberikan akses penduduk ke pelayanan sanitasi yang baik. Model

tersebut digunakan untuk sarana (perangkat) evaluasi kinerja pengelolaan lingkungan

dan perumusan kebijakan serta strategi dalam rangka mendorong upaya peningkatan

pelayanan sanitasi secara komprehensif dan berkelanjutan.

Akhirnya, alternatif pemecahan masalah yang dihasilkan digunakan sebagai

acuan dalam merumuskan rekomendasi perbaikan kinerja pengelolaan lumpur tinja

dan peningkatan intensitas pelestarian fungsi lingkungan hidup di daerah perkotaan.

Tindakan perbaikan kinerja tersebut dila ksanakan secara bertahap berdasarkan skala

prioritas sesuai dengan ketersediaan sumber daya yang dapat dialokasikan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:

a) Menyediakan masukan ilmiah dalam merumuskan kebijakan dan strategi pengelolaan lumpur tinja secara berkelanjutan.

b) Menyediakan masukan ilmiah dalam pengelolaan sumber daya air limbah untuk mengatasi pencemaran lingkungan dan perbaikan kerusakan lingkungan akibat air limbah serta mengurangi krisis sumber daya air.

1.5 Novelty (kebaruan) Penelitian

Hal-hal baru yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang telah

dilakukan sebelumnya (novelty) adalah sebagai berikut:

(29)

Pengembangan perangkat yang menggunakan data yang telah tersedia serta dipublikasikan oleh Biro Pusat Statistik di tingkat kabupaten merupakan salah satu kebaruan (novelty) dari penelitian ini.

b. Kompleksitas masalah yang diselesaikan melalui pendekatan komprehensif dengan menggunakan skala indeks dan penggunaan data yang sudah biasa tersedia dan dipublikasikan di tingkat kabupaten serta kesederhanaan proses perhitungan merupakan unggulan penelitian ini.

c. Pengembangan model sistem dinamis tentang pengelolaan air limbah rumah tangga (domestik) yang mempertimbangkan aspek sosial, ekonomi, budaya serta lingkungan kota sedang dan kecil untuk sarana (alat) bantu dalam merumuskan kebijakan dan strategi perbaikan sistem sanitasi kota sedang dan kecil, merupakan kebaruan (novelty) berikutnya dari penelitian ini.

d. Kompleksitas masalah pengelolaan air limbah rumah tangga termasuk pengelolaan lumpur tinja yang diselesaikan dengan menggunakan pendekatan sistem dinamis dan memperhitungkan umpan balik dari setiap perubahan alternatif kebijakan adalah hal baru di bidang sanitasi

Penggunaan variabel keputusan yang memperhitungkan peningkatan akses penduduk ke fasilitas sanitasi yang diperbaiki (improved) dan berasal dari sumber endogen (sebagian laba dari penerimaan tarif jasa pelayanan sanitasi secara terjadwal) merupakan keunggulan penelitian ini.

1.6 Batasan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2005 sampai dengan Februari 2006 dengan batasan-batasan sebagai berikut:

a. Aspek sanitasi yang dikaji terbatas pada air limbah rumah tangga (domestik).

b. Kajian pengelolaan air limbah di batasi pada limbah rumah tangga yang berasal

dari daerah perkotaan, khususnya kota sedang dan kecil.

c. Kajian pelestarian fungsi lingkungan hidup dibatasi pada kecamatan kota yang

terletak di kabupaten Bandung.

d. Pemodelan dengan menggunakan Sistem Dinamis dibatasi pada sistem

pengelolaan Lumpur Tinja (pewadahan, pengangkutan, dan pengolahannya di

(30)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

2.1.1 IPLT dan Konsepsi Pembangunan Berkelanjutan

Pembangunan berkelanjutan adalah upaya memenuhi kebutuhan saat ini dengan tidak mengabaikan kemampuan generasi masa datang untuk memenuhi kebutuhannya (Marten 2001). Perangkat kebijakan untuk mencapai tujuan pembangunan tersebut adalah AGENDA 21 yaitu suatu Cetak Biru (Blue Print)

untuk acuan melakukan kegiatan atau tindakan (action) pembangunan berkelanjutan (sustainable development) pada abad 21. Agenda ini memuat berbagai hal yang mencakup aspek fisik, biologi, sosial ekonomi dan budaya termasuk di dalamnya penerapan pembangunan itu sendiri. Konsepsi dasar pembangunan berkelanjutan di dalam Agenda 21 tersebut adalah “membangun yang tidak merusak lingkungan yaitu pembangunan yang arif dan bijaksana

sehingga kualitas lingkungan selalu terjaga sepanjang masa”.

(31)

sasaran tersebut adalah : Penduduk dilayani tahun 2015 = [Fraksi Penduduk dilayani pada tahun 2000 + 0.5 (fraksi penduduk dilayani tahun 2015 – fraksi penduduk dilayani tahun 2000)] × Jumlah Penduduk tahun 2015.

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) merupakan salah satu upaya terencana untuk meningkatkan pengolahan dan pembuangan limbah yang akrab lingkungan. IPLT adalah unsur/komponen sistem pengelolaan air limbah rumah tangga yang dibangun di daerah perkotaan dan berfungsi mengolah lumpur tinja (faecal sludge) sehingga hasil olahannya tidak mencemari lingkungan, bahkan dapat digunakan kembali untuk keperluan pertanian. Bahan baku IPLT adalah lumpur tinja yang terakumulasi di cubluk dan tangki septik yang secara reguler dikuras atau dikosongkan kemudian diangkut ke IPLT dengan menggunakan truk tinja. Volume lumpur tinja yang terakumulasi di dalam cubluk atau tangki septik adalah sekitar 40-70 liter/kapita/tahun (Eawag-Sandec 2003). Hasil olahan IPLT berupa lumpur kering dan fraksi air yang pada derajat kualitas tertentu sudah dapat diterima oleh lingkungan sekitarnya dan dapat dimanfaatkan kembali untuk keperluan pertanian.

Pengolahan lumpur tinja di IPLT merupakan pengolahan lanjutan karena lumpur tinja yang telah dio lah di tangki septik, belum layak dibuang ke media lingkungan. Oleh karena itu, pengolahan lumpur tinja di IPLT ditujukan untuk memastikan bahwa lumpur tinja yang dibuang lebih higienis sehingga tidak mencemari lingkungan dan mengganggu kesehatan masyarakat. Di dalam pengelolaan lingkungan hidup, pengelolaan lumpur tinja merupakan sebagian dari upaya untuk memelihara lingkungan hidup.

(32)

untuk diolah. Pengola han kotoran padat tersebut dilakukan dengan menggunakan teknologi kompos yang menghasilkan pupuk organik atau gas bio.

SUMBER: Diolah dari PACEY (1978), UNEP/GPA (2000), Straus dan Monttangero (2003), Eawag/Sandec (2003)

Gambar 2. Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya

Pengelolaan air limbah di daerah perkotaan, umumnya menggunakan sistem setempat (on-site system) atau sistem terpusat (centralized system atau off site system). Hasil olahan limbah yang menggunakan sistem setempat maupun sistem terpusat, apabila pengolahannya memadai, secara teoritis dapat dimanfaatkan kembali misalnya untuk irigasi, pupuk organik dan air baku air minum. Sistem IPLT (faecal sludge treatment), merupakan bagian dari sistem sanitasi setempat

(on-site system) dan dikelola secara terdesentralisasi (decentralized). Sistem IPLT

Keterangan:

Elemen atau unsur-unsur sistem Sanitasi (Air Limbah) kota berbasis IPLT

Aliran proses pengelolaan Air Limbah berbasis IPLT Eksisting

Potensi Pemanfaatan hasil olahan air limbah (Daur Ulang) di Indonesia TEMPAT BUANGAN

(DISPOSAL)

Gas Bio Ember/Bin Cubluk Basah Tangki Septik (TS) Gerobak Truk Tinja Pipa Outlet (TS) Pupuk Irigasi Kakus Jongkok Kakus Gelontor Siram Kakus Gelontor dg bak Pengge-lontor Bidang Resapan

PENGUMPULAN PENGANGKUTAN PENGOLAHAN PEMANFAATAN

[image:32.596.112.513.146.523.2]
(33)

dibangun di pinggiran kota (peri urban) atau di kota sedang dan kota kecil, khususnya negara- negara berkembang yang pendapatannya termasuk kategori menengah ke bawah. Pengelolaan air limbah dengan pendekatan konvensional dan terpusat (centralized) yang mengalirkan air limbah melalui sistem pipa (sewerasi) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) umumnya digunakan untuk kota besar dan/atau kota kota yang penduduknya padat. Pengelolaan air limbah terpusat untuk kategori kota sedang dan kota kecil serta pinggiran kota banyak mengalami kegagalan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat untuk mengumpulkan, membuang limbah rumah tangga dan lumpur tinja dari tangki septik. Hal tersebut disebabkan karena biaya investasi maupun biaya operasi serta pemeliharaan sistem terpusat relatif mahal sehingga keberlanjutan operasionalnya sulit dijamin bila diaplikasikan di daerah pinggiran kota atau kota sedang dan kota kecil. Oleh karena itu, penerapan sistem terdesentralisasi merupakan perubahan paradigma dalam sistem pengelolaan air limbah rumah tangga (Bakir 2001, Ingallinella et al. 2002, Parkinson dan Tayler 2003).Walaupun demikian, pengembangan sistem IPLT harus disertai dengan peningkatan kapasitas (capacity building) kepada lembaga pengelolanya maupun kepada masyarakat pemilik tangki septik dan peningkatan teknologi sistem sanitasi setempat sedemikian sehingga lebih dapat dijamin keberlanjutannya.

(34)

meningkatkan daya reduksi beban cemaran di sumbernya, juga ditujukan untuk memperingan beban operasional IPLT.

2.1.2 Komponen sistem yang mempengaruhi IPLT

Kelangsungan operasional IPLT dipengaruhi oleh komponen/unsur masing-masing sub sistem pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan serta pemanfaatan kembali lumpur tinja.

Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengumpulan lumpur tinja meliputi (i) keberadaan dan jumlah serta sebaran fasilitas sanitasi setempat (cubluk, tangki septik), (ii) kemampuan fasilitas sistem sanitasi setempat (on-site system) mengolah beban cemaran (Tabel 1), (iii) waktu dan frekuensi penyedotan atau pengurasan, (iv) kemauan dan kemampuan masyarakat membayar tarif penyedotan dan pengangkutan serta pengolahan lumpur tinja. Tabel 1. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem Setempat (On-site System)

Besarnya Reduksi Beban Cemaran

No Jenis Unit Pengolah

KOB Padatan

tersuspensi Amonia Fosfor Koli tinja (*)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Tangki Septik (TS) tanpa bidang peresapan

60% 40-70 mg/l 40-60 mg/l 6-7 mg/l 101-102

2 Tangki Septik (TS) dengan bidang peresapan

0-10 mg 0-10 mg/l 0-40 mg/l 0-2 mg/l 106-107

Catatan: (*) dalam jumlah/100 ml Sumber: UNEP/GPA (2000)

Sebagaimana tertera pada Tabel 1 tersebut, kemampuan tangki septik mengolah beban cemaran organik yang diukur dari parameter Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) dapat mencapai 60%. Kemampuan tangki septik mengolah padatan tersuspensi, amonia, fosfor dan koli tinja masing- masing adalah 40-70 mg/l, 40-60 mg/l, 6-7 mg/l dan 10-100/100 ml. Bila tangki septik dilengkapi dengan bidang peresapan, maka KOB berkurang 10 mg/l, reduksi padatan tersuspensi mencapai 80 mg/l, reduksi amonia mencapai 100%, reduksi fosfor mencapai 9 mg/l dan reduksi koli tinja mencapai 106-107/100 ml.

(35)

(IPAL) terpusat yaitu mengendapkan partikel tersuspensi dan menurunkan sebagian beban cemaran organik yang masuk. Perbedaannya terletak pada proses pengelolaan lumpur yang dihasilkan. Pada sistem tangki septik, lumpur tinja harus dikeluarkan dan diangkut ke IPLT, sedangkan pada IPAL, pengolahan lumpur menjadi bagian sistem integral dari IPAL terpusat. Tangki septik yang diintegrasikan dengan IPAL komunal, dapat meningkatkan mutu hasil pengolahan air limbah dan mengurangi beban air tanah.

Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengangkutan (transportasi) lumpur tinja meliputi (i) volume truk pengangkut lumpur tinja, (ii) jarak dan waktu tempuh serta frekuensi atau ritasi pengangkutan lumpur tinja, (iii) kepadatan lalu lintas, (iv) organisasi pengelola jasa pengangkutan lumpur tinja, (v) tarif pengangkutan dan pengolahan lumpur tinja di IPLT.

[image:35.596.116.511.566.685.2]

Unsur-unsur yang mempengaruhi sub komponen sistem pengolahan lumpur tinja meliputi (i) tepat atau tidaknya disain IPLT dengan kualitas lumpur tinja yang akan diolah, (ii) kemampuan IPLT mengolah lumpur tinja (Tabel 2), (iii) kemampuan operator mengoperasikan dan memelihara IPLT, (iv) alokasi biaya pengoperasian dan pemeliharaan IPLT, dan (v) kemampuan operator memanfaatkan kembali produk IPLT misalnya pupuk, biogas, pakan ikan. Walaupun demikian, efektifitas pemanfaatan kembali produk IPLT juga dipengaruhi oleh kemasan produk yang dihasilkan, kemampuan operator dalam memasarkan produk yang dihasilkan, kegiatan pertanian dan peternakan penduduk di sekitar lokasi IPLT dan kemauan masyarakat menggunakan pupuk organik. Tabel 2. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem IPLT

Besarnya Reduksi Beban Cemaran No Jenis Unit Pengolah

KOB Padatan

tersuspensi Amonia Fosfor Koli tinja (*)

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 IPLT sistem Kolam-kolam

20-30

mg/l 30-80 mg/l 20-30 mg/l 5-7 mg/l 10

3

-105

2 IPLT sistem Lahan Basah alami

5-10 mg/l 5-20 mg/l 5-15 mg/l 0-10 mg/l 101-103

(36)

Sebagaimana tertera pada Tabel 2 tersebut, kemampuan IPLT sistem kolam-kolam dalam mereduksi beban cemaran organik yang diukur dari parameter Kebutuhan Oksigen Biologis (KOB) dapat mencapai 20-30 mg/l, padatan tersuspensi mencapai 30-80 mg/l, amonia mencapai 20-30 mg/l, fosfor mencapai 5-7 mg/l dan koli tinja mencapai 103-105/100 ml. Bahkan PLT dengan sistem lahan basah kemampuannya lebih tinggi lagi sehingga sisa beban cemaran menjadi lebih kecil bila dibandingkan dengan IPLT yang menggunakan sistem kolam-kolam.

2.2 Ekosanita-IPLT

2.2.1 Pengertian Ekosanita-IPLT

Istilah Ekosanita-IPLT diambil dari kata-kata Ekologi, Sanitasi dan IPLT.

Ekologi adalah ilmu tentang hubungan timbal balik mahluk hidup dengan

lingkungan hidupnya. Ekologi berasal dari bahasa yunani yaitu “Oikos” yang berarti rumah dan “Logos” yang berarti ilmu. Karena itu, Ekologi berarti ilmu tentang mahluk hidup dalam rumahnya atau dapat diartikan pula sebagai ilmu tentang rumah tangga mahluk hidup (Sumarwoto 1989).

Sanitasi adalah kegiatan yang merupakan kebutuhan mendesak dari

keluarga dan masyarakat untuk mengelola kotoran manusia secara pribadi sehingga lingkungan menjadi bersih dan sehat. Di dalam pengertian yang lebih luas lagi, sanitasi meliputi pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah cair dan sampah padat (Mehta dan Andreas 2004). Penyelenggaraan sanitasi ditujukan untuk melindungi dan melestarikan sumber-sumber air terhadap kerusakan atau gangguan yang disebabkan oleh faktor alam termasuk kekeringan dan yang disebabkan oleh tindakan manusia misalnya pencemaran air (UU-7 2004).

(37)

daya dan melindungi lingkungan, (iii) memulihkan dan mendaur ulang zat hara. Hal tersebut didasarkan pada asumsi bahwa kotoran adalah sumber daya dan sumber air bukan tempat buangan atau media sampah.

Di abad 19 kedua asumsi tersebut sesuai dengan konsep pembangunan berkelanjutan. Faktor penentu keberhasilan EkoSan adalah adanya indikator, perubahan pendekatan dan tata pikir serta norma-norma keberlanjutan. Proses-proses di dalam konsep EkoSan mencakup (i) containment atau penghilangan mikroorganisme patogen dengan cara memperburuk habitatnya, (ii) sanitization

atau tindakan menyehatkan, dan (iii) daur ulang (recycling) kotoran manusia (Esrey 2001). Menurut SANDEC 1998, EkoSan merupakan pendekatan sanitasi yang bersifat strategis dan komprehensif karena mengintegrasikan semua aspek sanitasi (kotoran manusia, sampah, air limbah non kakus atau greywater dan drainase) serta menghubungkan sanitasi dengan pertanian. Sistem Ekologi Sanitasi harus memenuhi 6 (enam) kriteria yaitu (i) sederhana, (ii) terjangkau, (iii) dapat diterima, (iv) mengembalikan zat hara, (v) melindungi lingkungan, dan (vi) mencegah wabah penyakit.

Berdasarkan pengertian tersebut, maka ”EkoSanita-IPLT atau Sistem pengelolaan air limbah rumah tangga berbasis IPLT yang berkelanjutan”

merupakan kombinasi antara unsur-unsur kakus untuk semua tipe dengan tangki septik, bidang peresapan dan IPLT (kompos dan kolam-kolam) yang mampu meningkatkan kesehatan masyarakat sekaligus memperbaiki kualitas sumber air baku air minum.

2.2.2 Ekosanita-IPLT dan Pengelolaan Lingkungan DAS

Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sering pula disebut sebagai Daerah

Pengaliran Sungai (DPS) adalah suatu kawasan yang merupakan kesatuan wilayah tata air dan terbentuk secara alamiah, dibatasi oleh pemisah topografis yang dapat berfungsi menampung, menyimpan atau meresapkan curah hujan yang jatuh di atasnya, dan/atau mengalirkan air di permukaan ke sungai yang mengalir ke danau atau lautan maupun di dalam tanah ke sungai dan anak-anak sungainya dari hulu hingga ke hilir atau muara sungai sebelum akhirnya masuk ke laut (Puskim 2004).

(38)

alami berupa hutan primer, danau dan situ alami, kelokan-kelokan sungai (meander). Infrastruktur buatan berupa waduk, embung, sistem teras, sistem pemilihan tanaman budi daya dan jenis infrastruktur lainnya yang mampu menahan dan mengatur serta mengalirkan air secara seimbang.

Berbeda dengan infrastruktur yang berfungsi menahan dan mengalirkan air tersebut, infrastruktur sistem EkoSanita-IPLT berperan memelihara kualitas airnya. Dengan terpeliharanya kualitas air di bagian hulu, maka pemanfaatan sumber daya air di bagian hulu maupun hilir DAS menjadi lebih optimal. Pengguna air memerlukan biaya yang lebih ringan untuk mengolah air baku sebelum digunakan untuk berbagai keperluan misalnya air minum, air irigasi dan air industri.

Pengelolaan lingkungan DAS akan berhubungan dengan upaya-upaya untuk memelihara sumber daya alam (air, lahan, udara) dan sumber daya buatan (infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas) yang terdapat di lingkungan perkotaan maupun lingkungan DAS. Penyediaan, pengoperasian dan pemeliharaan infrastruktur lingkungan buatan atau binaan di kawasan perkotaan maupun DAS, dapat dikategorikan sebagai upaya untuk memelihara daya dukung dan daya tampung lingkungan di kawasan itu.

Sampai saat ini, belum ada standar baku mengenai ukuran keberhasilan pelestarian fungsi lingkungan untuk kedua kawasan tersebut. Selain itu, ukuran mengenai tingkat pelayanan prasarana dan sarana lingkungan yang sudah dapat dilakukan adalah untuk prasarana dan sarana perkotaan yaitu berdasarkan pedoman Standar Pelayanan Minimum atau SPM (Kimpraswil 2001) sedangkan untuk DAS belum ada pedomannya.

(39)

2.3 Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan

2.3.1 Pelestarian dan Degradasi Lingkungan

Pelestarian fungsi lingkungan hidup adalah “rangkaian upaya untuk memelihara kelangsungan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup”

(UU-23/1997). Daya dukung lingkungan adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia dan mahluk hidup lain, sedangkan daya tampung lingkungan adalah kema mpuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya. Daya tampung lingkungan dapat disebut pula sebagai daya lenting yaitu kemampuan suatu sistem untuk pulih setelah terkena gangguan (Sumarwoto 1989). Semakin cepat sistem pulih atau semakin pendek masa pulih setelah menerima gangguan atau semakin besar gangguan yang dapat ditanggulangi, maka semakin tinggi daya tampung atau daya lenting sistem tersebut. Semakin tinggi daya tampungnya, maka semakin besar pula daya dukungnya.

Konsep daya dukung lingkungan dikembangkan berdasarkan fakta bahwa lingkungan manusia yaitu bumi ini, pada dasarnya mempunyai keterbatasan misalnya lahan di bumi yang dapat ditanami adalah sekitar 3.2 milyar ha. Sekira 50% dari luas tersebut telah menghasilkan makanan, sedangkan sisanya masih memerlukan modal besar sebelum mampu menghasilkan makanan. Pasokan air tawar, logam dan minyak juga sudah menurun meskipun dengan harga tinggi. Kemampuan lingkungan untuk menyerap beban cemaran yang berasal dari kegiatan pertanian dan industri juga terbatas (Randers dan Meadow 1973).

Daya dukung lingkungan tersebut dinyatakan dalam jumlah maksimum individu manusia, binatang atau populasi spesies yang dapat didukung dalam suatu lingkungan atau daerah tertentu tanpa adanya degradasi sumber daya alam yang dapat menurunkan populasi maksimumnya di masa datang (Sitorus 2004).

(40)

pembentukan tanah dan juga dapat diakibatkan oleh kegiatan manusia misalnya pengolahan lahan pertanian, pengelolaan lahan perkotaan dan pengelolaan lahan industri. Pencemaran oleh sampah dan air limbah domestik maupun industri berhubungan dengan pengelolaan lahan perkotaan dan industri yang tidak memadai (Barrow 1991).

2.3.2 Permukiman dan Infrastruktur Lingkungan Perkotaan

Permukiman adalah bagian lingkungan hidup di luar kawasan lindung yang berupa perkotaan maupun perdesaan dan berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang mendukung perikehidupan dan penghidupan. Perkotaan atau kawasan kota adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama “bukan pertanian” dan berfungsi sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi (UU-24 1992). Berdasarkan jumlah penduduknya, kota dibagi ke dalam 4 (empat) kategori yaitu kota metropolitan (> 1 juta jiwa), kota besar (0.5 - 1.0 juta jiwa), kota sedang (0.1 - 0.5 juta jiwa), kota kecil (20 000 - 100 000 jiwa).

Untuk menjamin bahwa fungsi- fungsi permukiman perkotaan tersebut dapat berlangsung sebagaimana mestinya, diperlukan infrastruktur atau prasarana dan sarana serta utilitas lingkungan. Prasarana lingkungan (misalnya jaringan jalan, air limbah, drainase, persampahan) adalah kelengkapan dasar fisik lingkungan sedangkan sarana lingkungan (sarana-sarana niaga, pendidikan, pelayanan kesehatan, pelayanan umum, ruang terbuka hijau, ruang pertemuan,

perpustakaan umum) adalah fasilitas penunjang yang berfungsi untuk penyelenggaraan dan pengembangan kehidupan ekonomi, sosial dan budaya. Utilitas umum (air minum, listrik, telepon, pemadam kebakaran) adalah sarana penunjang untuk pelayanan lingkungan (UU-04 1992).

2.3.3 Kebijakan Pelestarian Fungsi Lingkungan Perkotaan

(41)

Alternatif pilihan teknologi pengolahan air limbah rumah tangga yang ditawarkan terdiri dari 2 (dua) sistem setempat (onsite-system)dan sistem terpusat

(off-site system). Sistem setempat yang ditawarkan terdiri dari 4 (empat) elemen yaitu (i) cubluk kembar atau twin leaching pit, (ii) tangki septik dengan bidang resapan, (iii) tangki septik pribadi dengan upflow filter, (iv) tangki septik kolektif denga n upflow filter. Adapun sistem terpusat yang ditawarkan adalah sistem sewerasi yang dilengkapi dengan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).

Variabel keputusan yang digunakan untuk menyaring terdiri dari 8 (delapan) kriteria yaitu (i) kepadatan penduduk, (ii) jenis sumber air, (iii) konsumsi air minum, (iv) jarak ke sumber air, (v) kedalaman muka air tanah, (vi) permeabilitas tanah, (vii) pendapatan perkapita, dan (viii) tingkat pendidikan masyarakat.

Pendekatan tersebut telah digunakan sebagai acuan dalam proses penyusunan Master Plan Air Limbah kota Cimahi (DLH Cimahi 2004).

Outputnya adalah kebutuhan teknologi pengolahan air limbah di setiap bagian wilayah administratif kota sampai setingkat kelurahan.

Gambar 3 menjelaskan proses pemilihan dan penetapan teknologi pengolahan air limbah rumah tangga. Namun, dalam penerapan model kebijakan tersebut masih ditemukan kesulitan-kesulitan, misalnya dalam menetapkan kawasan prioritas pembangunan yang disesuaikan dengan ketersediaan dana pembangunan.

Model kebijakan lainnya yang telah digunakan adalah model disain IPLT secara modular. Model tersebut merupakan standardisasi kapasitas disain IPLT yang ditetapkan berdasarkan jumlah penduduk kota atau daerah pelayanan yang ditetapkan. Penerapan kebijakan tersebut dapat membantu mempercepat proses pembangunan karena waktu yang diperlukan untuk menyiapkan dokumen kontrak menjadi lebih pendek. Namun, dalam praktek banyak ditemukan hasil disain yang terlalu kecil sehingga tidak mampu menampung kebutuhan yang sebenarnya.

(42)

biaya operasi dan pemeliharaan menjadi lebih besar dari penerimaan retribusi atau menimbulkan kerugian operasional.

[image:42.596.110.512.145.587.2]

Sumber: Dikemas ulang dari Puskim, 2004 dan DLH Cimahi, 2004

Gambar 3. Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia Karena investasi IPLT dibiayai dari pinjaman bank, meskipun dengan pinjaman lunak atau dengan bunga pinjaman yang ringan, pengelola seringkali mengalami kesulitan mengembalikan pinjaman modalnya. Sampai saat ini, belum ada standar baku untuk pemilihan lokasi IPLT yang paling baik apabila ditinjau dari aspek teknis, lingkungan dan ekonomi serta keuangan. Namun, telah ada kriteria yang biasa digunakan dalam memilih lokasi IPLT misalnya (i) dibangun

Kepadatan Penduduk (jiwa/ha) A < 300, B < 500

Kedalaman Air Tanah (> 3 m dari permukaan tanah)

Jarak Pembuangan kotoran ke sumber air Minum (>10m) Konsumsi Air Minum (< 50 l/or/hari)

Jenis Sumber Air Minum

(PAM/Sumur) ?

? ? ? ? ? ? ? ? B ? ? ? ? ? ? ? ? ? PDAM/ Lainnya ? ? ? Cubluk Kembar pribadi Tangki Septik pribadi dg bidang resapan Tangki Septik pribadi dg Upflow Filter Tangki Septik komunal dg Upflow filter Tangki Septik Upflow filter, Tangki Bio Filter, UASB.

tdk tdk

ya

tdk tdk tdk

tdk tdk tdk tdk ya ya tdk tdk ya tdk

tdk tdk

ya tdk ya ya ya tdk tdk ya tdk ya tdk tdk ya tdk

ya tdk

ya ya tdk ya ya ya

1.

ya ya ya

4.

ya ya Sistem Sewerasi (perpipaan) Permeabilitas Tanah (Tinggi) Pendapatan Keluarga (Rp/KK/Bulan) Tingkat Pendidikan Keluarga (> SD)

PILIHAN TEKNOLOGI

A

(43)

dalam radius kurang dari 15 km, (ii) dekat dengan badan air, (iii) berjarak minimum 5 km dari lokasi permukiman. Selain itu, kriteria-kriteria yang tertera dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) tentang tata cara pemilihan lokasi Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah sering digunakan pula sebagai acuan dalam memilih lokasi IPLT (DPU 1991).

Meskipun kriteria-kriteria tersebut telah mewakili aspek teknis operasional, lingkungan dan sosial-ekonomi, hasil pemilihan lokasi sering tidak sesuai dengan keinginan pemerintah daerah setempat. Oleh karena itu, dalam proses pemilihan lokasi IPLT mulai digunakan pendekatan partisipatif dan hasilnya dianalisis dengan menggunakan metode “Analytical Hierarchy Process (AHP)” yang dikembangkan oleh Saaty (1980). Variabel-variabel keputusan yang digunakan dan ditawarkan kepada stakeholder dipilih dari kriteria-kriteria yang tertera dalam SNI ditambah variabel lain yang diusulkan oleh stakeholder pada saat proses perumusan berlangsung.

Pendekatan inipun seringkali belum memuaskan, karena sangat dipengaruhi oleh pemahaman dan persepsi perwakilan stakeholder pada masalah yang dihadapi dan harus diselesaikan. Oleh karena itu, ketika yang mewakili berubah, maka keputusan yang telah dicapai pada proses sebelumnya seringkali berubah sehingga waktu yang diperlukan dalam pengambilan keputusan secara partisipatif menjadi bertambah.

2.4 Model Dan Pendekatan Sistem

2.4.1 Model dan Pemodelan

Model, adalah abstraksi atau penyederhanaan dari sistem atau dari

keadaan yang sebenarnya atau suatu bentuk yang dibuat untuk menirukan suatu gejala atau proses (Muhammadi et al. 2001). Model, pada dasarnya merupakan gambaran suatu realitas dari seorang pemodel dan menjadi jembatan antara dunia nyata (real world) dengan dunia berpikir (thinking) untuk memecahkan masalah (Fauzi dan Anna 2005). Atas dasar hal tersebut, maka pemodelan (modeling) merupakan proses berpikir melalui urutan urutan yang logis.

(44)

berbentuk rumus-rumus matematik, statistik, atau komputer. Model kualitatif adalah model yang berbentuk gambar, diagram, atau matriks, yang menyatakan hubungan antar unsur. Dalam model kualitatif tidak digunakan rumus-rumus matematik, statistik, atau komputer. Model ikonik adalah model yang mempunyai bentuk fisik sama dengan barang yang ditirukan, meskipun skalanya dapat diperbesar atau diperkecil. Dengan model ikonik tersebut dapat diadakan percobaan untuk mengetahui perilaku gejala atau proses yang ditirukan. Pendekatan untuk membangun model, juga bervariasi tergantung jenis dan tujuannya.

Dalam membangun model fisik, bentuk yang ditirukan sama dengan bentuk yang akan dibangun, namun dibedakan ukuran atau skalanya. Model fisik skala laboratorium, meskipun ukurannya kecil proses operasinya harus sama dengan keadaan yang sebenarnya. Oleh karena itu, model Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) skala laboratorium yang ukurannya bisa dirancang 1/10 atau 1/100 skala sebenarnya, dioperasikan dengan mengalirkan air limbah yang kuantitasnya disesuaikan dengan ukuran atau skala laboratorium tersebut. Model fisik skala laboratorium tersebut dibangun untuk mempelajari efisiensi dan efektifitas unit yang dimodelkan sebelum dibangun skala prototipnya. Hasil model fisik tersebut adalah kriteria disain dan syarat syarat operasi dan pemeliharaan apabila diinginkan tingkat efisiensi dan efektifitas tertentu.

(45)

kemampuan wilayah dalam melayani penduduknya. Model matematis lainnya yang dikembangkan dalam rangka menilai keadaan atau peringkat program pembangunan manusia, program peningkatan kesejahteraan masyarakat dan program peningkatan kesetaraan gender dilakukan oleh BPS, Bappenas, UNDP (2004). Model- model tersebut memberi gambaran tentang keadaan dan peringkat wilayah-wilayah yang diperbandingkan dalam meningkatkan kesejahteraan penduduknya yang dinilai dari Human Development Index (HDI), Human Poverty Index (HPI), Gender related Development Index (GDI) dan Gender Empowerment Measure (GEM).

(46)

Model- model non fisik untuk membantu proses pengambilan keputusan, khususnya yang menggunakan pendeka

Gambar

Gambar 2. Unsur-Unsur Sistem Pengelolaan Air Limbah Rumah Tangga dan Berbagai Cara Kombinasinya
Tabel 2. Efisiensi Unsur-Unsur Sistem IPLT
Gambar 3.  Bagan Alir Pemilihan Teknologi Pengolahan Air Limbah Manusia
Tabel 3. Rangkuman Penelitian yang Berorientasi pada Model Kebijakan di  Bidang Sanitasi
+7

Referensi

Dokumen terkait