• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Tingkat Kemajuan Desa Di Kabupaten Bogor Dengan Metode Chaid dan Regresi Logistik Ordinal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Tingkat Kemajuan Desa Di Kabupaten Bogor Dengan Metode Chaid dan Regresi Logistik Ordinal"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

DENI SUHANDANI. Analisis Tingkat Kemajuan Desa di Kabupaten Bogor dengan Metode CHAID dan Regresi Logistik Ordinal. Dibimbing oleh BAMBANG SUMANTRI dan I MADE SUMERTAJAYA.

Pembangunan yang tidak merata akan menyebabkan perkembangan yang tidak seimbang serta kesenjangan dalam perekonomian akibatnya muncul daerah-daerah miskin dan tertinggal. Oleh sebab itu diperlukan penelitian mengenai upaya mengurangi daerah-daerah yang miskin dan tertinggal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi umum desa di kabupaten Bogor, menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut, dan melihat kecenderungan desa tertentu masuk ke dalam tingkatan desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan karakteristik tertentu.

Berdasarkan peubah-peubah dan kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun oleh BAPEDA Jawa Barat, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%) dan 104 desa maju (24.4%). Dari analisis CHAID didapatkan 4 peubah yang signifikan terhadap tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor. Peubah-peubah tersebut adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk, sarana komunikasi, jenis pasar dan fasilitas kesehatan.

Terdapat lima kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa. Kelompok pertama merupakan desa pertanian dan tidak memiliki sarana komunikasi dimana persentase desa maju 0%, desa sedang 42.37%, dan desa tertinggal 57.63%. Kelompok dua merupakan desa pertanian, memiliki sarana komunikasi tetapi tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik dengan persentase desa maju, sedang dan tertinggal berturut-turut 0%, 94.64%, dan 5.36%. Kelompok tiga mirip dengan kelompok dua hanya pada kelompok tiga fasilitas kesehatannya poliklinik dengan persentase desa maju 11.54%, sedang 88.46% dan tertinggal 0%. Kelompok empat merupakan desa non pertanian dan tidak memiliki pasar dimana persentase desa maju, sedang, dan maju berturut-turut adalah 17.07%, 82.93%, 0% dan yang terakhir kelompok lima merupakan desa non pertanian dan terdapat pasar dengan persentase desa maju 85.26%, desa sedang 14.74% dan desa tertinggal 0%.

(2)

ANALISIS TINGKAT KEMAJUAN DESA DI KABUPATEN BOGOR

DENGAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

DENI SUHANDANI

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

DENI SUHANDANI. Analisis Tingkat Kemajuan Desa di Kabupaten Bogor dengan Metode CHAID dan Regresi Logistik Ordinal. Dibimbing oleh BAMBANG SUMANTRI dan I MADE SUMERTAJAYA.

Pembangunan yang tidak merata akan menyebabkan perkembangan yang tidak seimbang serta kesenjangan dalam perekonomian akibatnya muncul daerah-daerah miskin dan tertinggal. Oleh sebab itu diperlukan penelitian mengenai upaya mengurangi daerah-daerah yang miskin dan tertinggal tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan kondisi umum desa di kabupaten Bogor, menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut, dan melihat kecenderungan desa tertentu masuk ke dalam tingkatan desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan karakteristik tertentu.

Berdasarkan peubah-peubah dan kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun oleh BAPEDA Jawa Barat, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%) dan 104 desa maju (24.4%). Dari analisis CHAID didapatkan 4 peubah yang signifikan terhadap tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor. Peubah-peubah tersebut adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk, sarana komunikasi, jenis pasar dan fasilitas kesehatan.

Terdapat lima kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa. Kelompok pertama merupakan desa pertanian dan tidak memiliki sarana komunikasi dimana persentase desa maju 0%, desa sedang 42.37%, dan desa tertinggal 57.63%. Kelompok dua merupakan desa pertanian, memiliki sarana komunikasi tetapi tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik dengan persentase desa maju, sedang dan tertinggal berturut-turut 0%, 94.64%, dan 5.36%. Kelompok tiga mirip dengan kelompok dua hanya pada kelompok tiga fasilitas kesehatannya poliklinik dengan persentase desa maju 11.54%, sedang 88.46% dan tertinggal 0%. Kelompok empat merupakan desa non pertanian dan tidak memiliki pasar dimana persentase desa maju, sedang, dan maju berturut-turut adalah 17.07%, 82.93%, 0% dan yang terakhir kelompok lima merupakan desa non pertanian dan terdapat pasar dengan persentase desa maju 85.26%, desa sedang 14.74% dan desa tertinggal 0%.

(4)

ANALISIS TINGKAT KEMAJUAN DESA DI KABUPATEN BOGOR

DENGAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

DENI SUHANDANI

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Statistika

DEPARTEMEN STATISTIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

Judul Skripsi

: Analisis Tingkat Kemajuan Desa di Kabupaten Bogor

dengan Metode CHAID dan Regresi Logistik Ordinal

Nama

: Deni Suhandani

NRP

: G14103054

Menyetujui :

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Ir. Bambang Sumantri

Dr. Ir. I Made Sumertajaya, MS

NIP. 130779511

NIP. 132085916

Mengetahui :

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Dr. Drh. Hasim, DEA

NIP. 131578806

(6)

PRAKATA

Alhamdulillah. Segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Karya ilmiah ini berjudul Analisis Tingkat Kemajuan Desa di Kabupaten Bogor dengan Metode CHAID dan Regresi Logistik Ordinal.

Selesainya karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Bambang Sumantri dan Bapak Dr. Ir. I Made Sumertajaya MS selaku pembimbing yang selalu memberikan arahan, saran dan kesabarannya dalam membimbing penulis.

2. Ibu Hanifah yang telah memberikan data dan membantu penulis dalam pencarian literatur.

3. Bapak, Ibu dan Kakak-kakakku tercinta atas segala doa, kasih sayang, serta dukungan yang telah diberikan kepada penulis.

4. Seluruh dosen Departemen Statistika FMIPA IPB atas ilmu yang diajarkan dan seluruh staf Departemen Statistika (Bu Markonah, Bu Sulis, Bu Dedeh, Bu Aat, Pak Iyan, Mang Sudin, Mang Herman, Mang Dur) yang telah membantu penulis selama belajar di Statistika IPB.

5. Mala Septiani yang selalu memberikan motivasi, semangat, kasih sayang, dan doanya. 6. Adit dan Agus (terima kasih atas kebersamaan selama 3 tahun nge-Kost), Anggoro yang

selalu bersedia untuk diskusi dengan penulis, Adis yang sudah mengajarkan CHAID, Daus untuk design pinnya, Rahayu atas informasi GLMnya, Anak-anak paladium (terima kasih atas hiburan PSnya), Tim pembahas seminar (Diyen, Arta, Rina), Anak-anak Statistics Centre (Rina, Njum, Ika, Ami dkk. atas kerjasamanya), dan Anak-anak Batosai yang selalu berbagi keceriaan di kostan.

7. Teman seperjuanganku, Statistika 40. Terima kasih atas kebersamaan dan kenangan yang indah selama 4 tahun.

8. Kakak-kakak kelas STK 38 dan STK 39: Pipin, Dede, Dina, Huda (terima kasih atas saran-saran dan bantuannya) serta adik-adik STK 41 dan 42.

9. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam pembuatan karya ilmiah ini.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, November 2007

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sumedang pada tanggal 14 Maret 1984 sebagai anak ke empat dari empat bersaudara, anak dari pasangan Maman dan Oom.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Cibugel Sumedang pada tahun 1997, studi penulis dilanjutkan di SLTP Negeri 1 Situraja yang ditamatkan pada tahun 2000. Tahun 2003 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Bandung, dan pada tahun yang sama diterima sebagai mahasiswa di Departemen Statistika Institut Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan ... 1

TINJAUAN PUSTAKA Desa ... 1

Metode CHAID ... 1

Regresi Logistik Ordinal ... 2

BAHAN DAN METODE Bahan ... 3

Metode ... 3

HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Desa di Kabupaten Bogor ... 3

Hasil Analisis CHAID ... 4

Karakteristik Tingkat Kemajuan Desa ... 4

Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal ... 5

KESIMPULAN ... 6

DAFTAR PUSTAKA ... 7

(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Total skor desa di kabupaten Bogor ... 3

2 Dugaan parameter model regresi logistik ordinal ... 5

3 Ketepatan prediksi model regresi logistik ordinal ... 5

4 Nilai koefisien dan rasio odds model regresi logistik ordinal ... 6

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram pie tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor (%) ... 3

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Skor dan kode setiap peubah penjelas ... 9

2 Dendrogram hasil analisis CHAID ... 11

3 Peubah penjelas regresi logistik ordinal ... 12

(10)
(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan yang tidak merata akan menyebabkan perkembangan yang tidak seimbang serta kesenjangan dalam perekonomian akibatnya muncul daerah-daerah miskin dan tertinggal. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan proses pembangunan kepada pemerintah daerah masing-masing. Tujuan dari undang-undang ini pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi daerah-daerah yang miskin, kumuh dan tertinggal.

Penelitian mengenai desa tertinggal pernah dilakukan oleh Handayani (2005) yang berjudul analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ketertinggalan desa di kabupaten Bogor. Sumber data yang digunakan pada penelitiannya berasal dari data potensi desa (Podes) tahun 2003. Peubah-peubah yang digunakan serta kriteria mengenai tertinggal atau tidaknya suatu desa disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam penelitian ini peubah-peubah yang digunakan serta kriteria tingkat kemajuan desa disusun oleh Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat. Metode CHAID digunakan untuk menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut sedangkan analisis regresi logistik ordinal digunakan untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

Tujuan

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu :

1. Menentukan tingkat kemajuan desa di

kabupaten Bogor berdasarkan peubah-peubah dan kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun oleh BAPEDA Jawa Barat.

2. Menelusuri peubah yang signifikan dan

menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut.

3. Melihat kecenderungan desa tertentu

masuk ke dalam tingkatan desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan karakteristik tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA

Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah).

Metode CHAID

Metode CHAID (Chi-square Automatic Interaction Detection) merupakan bagian dari metode AID (Automatic Interaction Detection). AID adalah suatu teknik untuk menganalisis kelompok data berukuran besar dengan membaginya menjadi sub-sub kelompok yang tidak saling tumpang tindih (Kass dalam Soemartojo, 2002).

Metode CHAID merupakan teknik eksplorasi nonparametrik untuk menganalisis sekumpulan data yang berukuran besar dan cukup efisien untuk menduga peubah-peubah bebas yang paling signifikan terhadap peubah tak bebas (Du Toit et. al, 1986).

Metode CHAID menggunakan kriteria Khi-kuadrat dalam pengoperasiannya.

∑∑

= = − = r i c j ij ij ij E E O 1 1 2

2 ( )

χ

r = Total baris

c = Total kolom

i = Indeks baris

j = Indeks kolom

Oij = Frekuensi baris ke-i kolom ke-j

Eij = Frekuensi harapan baris ke-i kolom ke-j

Algoritma CHAID menurut Kass dalam Soemartojo (2002) adalah sebagai berikut :

1. Buat tabulasi silang untuk masing-masing

kategori peubah bebas dengan kategori peubah tak bebas.

2. Buat sub tabulasi silang berukuran 2xd

yang mungkin tersusun, dengan d adalah banyaknya kategori peubah tak bebas. Cari nilai χ2hitung dari semua sub tabel

yang terbentuk. Dengan α ditetapkan, cari nilai χ2hitung yang terkecil. Jika

2 hitung

terkecil < χ2

α (db=d-1), maka kedua

(12)

2

menjadi r kategori (r<c). Untuk peubah

ordinal penggabungan hanya dapat dilakukan untuk kategori yang berurutan.

3. Jika terdapat kategori gabungan yang

terdiri atas tiga atau lebih kategori asal, maka dilakukan pembagian biner terhadap kategori gabungan tersebut. Dari pembagian ini dicari χ2hitung terbesar. Jika χ2

hitung terbesar > χ 2

α, maka pembagian

biner dilakukan. Selanjutnya kembali ke tahap 2.

4. Dari setiap peubah bebas yang telah

digabungkan, hitung nilai-p untuk masing-masing Tabel yang terbentuk. Tabel yang mengalami reduksi menjadi r kategori, nilai-pnya dikalikan dengan pengganda Bonferroni sesuai dengan tipe peubahnya. Jika nilai-p terkecil < α yang ditetapkan, maka peubah tersebut merupakan peubah bebas yang pengaruhnya paling signifikan bagi peubah tak bebas.

5. Kembali ke tahap pertama untuk setiap

data hasil pemisahan.

Tabel kontingensi pada algoritma CHAID membutuhkan suatu uji signifikansi. Jika tidak ada pengurangan dari Tabel kontingensi asal, maka statistik uji khi-kuadrat dapat digunakan. Tetapi apabila terjadi pengurangan yaitu c kategori dari peubah asal menjadi r kategori (r<c) maka nilai-p dari khi-kuadrat yang baru dikalikan dengan pengganda Bonferroni berikut sesuai dengan tipe peubah asal (Kass dalam Soemartojo, 2002 ) :

1. Peubah bebas/nominal

= −

− −

= 1

0 !( )!

) ( ) 1 ( r i c i r i i r B

2. Peubah monotonik/ordinal

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 1 r c B

3. Peubah float

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 2 2 2 2 r c r c B

Regresi Logistik Ordinal

Analisis regresi logistik dipergunakan untuk memeriksa hubungan antara peubah bebas respon yang kualitatif. Untuk peubah respon yang lebih dari dua kategori yang berskala ordinal maka analisis yang digunakan adalah model regresi logistik ordinal.

Untuk membentuk model regresi logistik ordinal adalah dengan menggunakan fungsi peluang kumulatif j (x) (Agresti, 1990).

j (x) = Pr(Y≤j|x)

= π1(x) + ... + πj(x) ; j = 1,2, ... J

dimana J adalah banyaknya kategori pada

peubah respon dan πj(x) adalah peluang

peubah respon kategori j pada nilai x tertentu Kemudian dibuat fungsi logit kumulatif Lj(x). Untuk membuat fungsi ini diperlukan

transformasi logit dari fungsi peluang kumulatif Lj(x).

Lj(x) = logit [Pr(Y≤j|x)]

= logit j (x)

= log [ j (x)/(1- j (x))]

= θ j - βT(x) ; j = 1,2, ... J-1

Pengujian terhadap parameter-parameter model dilakukan baik secara simultan maupun secara parsial. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), pengujian parameter model secara simultan menggunakan uji nisbah kemungkinan (Likelihood Ratio Tests), dengan hipotesis :

H0 : i= ... = p= 0

H1 : minimal ada i ≠ 0 ; i = 1,2...,p

Statistik uji G :

G = -2 ln (L0/Lk)

dengan L0 adalah fungsi kemungkinan tanpa

peubah penjelas dan Lk merupakan fungsi

kemungkinan dengan peubah penjelas. Dengan mengasumsikan H0 benar, statistik uji

G akan mengikuti sebaran khi kuadrat dengan derajat bebas p. Keputusan tolak H0 jika G > χ2

p(α).

Pengujian parameter secara parsial menggunakan uji Wald. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : i = 0

H1 : i ≠ 0 ; i = 1,...,p

Statistik uji W yaitu :

) ( i i SE W ∧ = ∧ β β β

dengan β∧i sebagai penduga i dan SE( i)

β

sebagai penduga galat baku i. Statistik W

akan mengikuti sebaran normal baku jika H0

benar. Keputusan tolak H0 diambil jika |W| >

Zα/2.

Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik ordinal dapat dilakukan dengan menggunakan nilai rasio oddsnya. Parameter

i menyatakan perubahan dalamfungsi logit

L(x) untuk perubahan satu unit peubah

penjelas xi=a dan xi=b yang disebut log odds dan dinotasikan sebagai ln[ (a,b)] dimana :

ln[ (a,b)] = L(xi=a) – L(xi=b) = i (a-b)

Sehingga didapat penduga untuk rasio odds sebagai berikut :

exp = ∧

(13)

Perhitungan peluang dilakukan sebagai berikut : ) exp( 1 ) exp( ) Pr( x x j Y T j T j β θ β θ − + − = ≤

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Potensi Desa Sensus Ekonomi 2006 (Podes SE’06) kabupaten Bogor. Dari data Podes SE’06 tersebut, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat memilih peubah-peubah yang dianggap dapat mewakili potensi dan kondisi suatu desa. Kemudian peubah-peubah tersebut diberi skor dan besarnya total skor setiap desa menunjukan besarnya kontribusi desa tersebut terhadap pengklasifikasian desa.

Peubah-peubah yang terpilih mewakili tiga aspek , yaitu:

1. Aspek potensi desa

2. Aspek perumahan dan lingkungan

3. Aspek keadaan penduduk

Peubah dan skornya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun adalah :

a)

x

i

>

x

+

s

berstatus desa maju

b) xsxix+s berstatus desa sedang

c) xi<xs berstatus desa tertinggal dimana :

i

x

: Total skor desa ke-i

x

: Rata-rata total skor desa di Jawa Barat

s : Simpangan baku total skor desa di Jawa Barat

Berdasarkan total skor seluruh desa di Jawa Barat diperoleh

x

dan s sebesar 44.99 dan 7.71. Dengan demikian, diperoleh kriteria tingkat kemajuan desa sebagai berikut : a)

x

i> 52.7 berstatus desa maju

b) 37.28 ≤

x

i ≤ 52.7 berstatus desa sedang

c)

x

i < 37.28 berstatus desa tertinggal

Metode

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memberi dan menghitung skor setiap

desa di kabupaten Bogor

2. Mengklasifikasikan desa di kabupaten

Bogor. Status desa ini nantinya akan

menjadi respon untuk analisis CHAID dan regresi logistik ordinal.

3. Melakukan analisis CHAID untuk

menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa.

4. Melakukan analisis regresi logistik

ordinal untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

5. Menghitung nilai peluang ketiga tingkat

kemajuan desa untuk berbagai macam karakteristik.

Software yang digunakan adalah Answertree 2.01, SPSS 13, dan Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa

di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa. Berdasarkan Tabel 1, total skor minimum dan maksimum desa di kabupaten Bogor adalah 71 dan 31. Rata-rata total skor 47 dengan simpangan baku 8. Rata-rata total skor desa berada pada status sedang sehingga secara umum seluruh desa di kabupaten Bogor dapat dikategorikan sebagai desa sedang.

Tabel 1 Total skor desa di kabupaten Bogor

Keterangan Desa

Total 20102

Rata-rata 47

Standar deviasi 8

Maksimum 71 Minimum 31

Berdasarakan Gambar 1 dibawah ini, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%)

dan 104 desa maju (24.4%). Dengan

demikian, sebagian besar desa yang ada di kabupaten Bogor berstatus desa sedang.

(14)

4

Dendrogram Hasil Analisis CHAID

Analisis CHAID menghasilkan suatu dendrogram yang menggambarkan pengelompokan berdasarkan hubungan terstruktur peubah respon dengan peubah penjelas yang signifikan pada taraf nyata 5%.

Dari 26 peubah yang dianalisis, terdapat 4 peubah yang signifikan terhadap tingkat kemajuan desa. Peubah-peubah tersebut adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk (X25), sarana komunikasi (X8), jenis pasar (X15) dan fasilitas kesehatan (X4).

Peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk. Dari 249 desa pada kategori pertanian terdiri atas 59 desa tidak memiliki sarana komunikasi dan 190 desa memiliki sarana komunikasi (pos dan telepon). Pada kategori pertanian, persentase desa maju adalah 0%.

Fasilitas kesehatan merupakan peubah berikutnya yang berperan dalam mengelompokkan desa yang memiliki sarana komunikasi pada sumber penghasilan utama penduduk dari pertanian. Pada kategori poliklinik, persentase desa tertinggal adalah 0% sedangkan pada kategori non poliklinik, (tidak ada, puskesmas pembantu, puskesmas) persentase 0% ada pada desa maju.

Berdasarkan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian (industri pengolahan, perdagangan, jasa), kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa dipisahkan oleh jenis pasar. Dari 177 desa pada kategori ini terdiri dari 82 desa tidak terdapat pasar dan 95 desa terdapat pasar (tanpa bangunan, semi permanen, permanen).

Karakteristik Tingkat Kemajuan Desa

Berdasarkan dendrogram hasil analisis CHAID dihasilkan lima kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa. Kelompok pertama adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan tidak memiliki sarana komunikasi. Kelompok dua adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan memiliki sarana komunikasi tetapi tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik. Kelompok tiga adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan memiliki sarana komunikasi dengan fasilitas kesehatan poliklinik. Kelompok empat adalah desa

dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian tetapi tidak terdapat pasar dan yang terakhir kelompok lima adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian dan terdapat pasar.

Kelompok satu memiliki persentase desa maju sebesar 0%, desa sedang sebesar 42.37% dan desa tertinggal sebesar 57.63%. Perbedaan persentase antara desa maju dengan desa lainnya cukup signifikan. Perbedaan ini mengindikasikan desa yang berada pada kelompok ini akan berpeluang besar menjadi desa tertinggal atau sedang dibandingkan menjadi desa maju. Dari dendrogram dapat dilihat bahwa pembangunan sarana komunikasi mampu merubah keragaman tingkat kemajuan desa yang sangat signifikan dimana persentase desa maju dan sedang meningkat menjadi 4.74% dan 92.11% sedangkan persentase desa tertinggal menurun tajam menjadi 3.16%. Hasil ini menandakan pentingnya sarana komunikasi bagi penduduk dalam memajukan desa tersebut. Dari uraian di atas dapat diambil informsi penting bahwa pada kelompok ini untuk memajukan desa dapat diupayakan dengan membangun infrastruktur desa yang menunjang pada aktivitas masyarakatnya.

Pada kelompok dua, persentase desa maju sebesar 0%, desa sedang sebesar 94.64% dan desa tertinggal sebesar 5.36%. Persentase desa sedang perbedaannya sangat signifikan dengan persentase desa lainnya. Hal ini menandakan bahwa desa pada kelompok ini akan berpeluang besar menjadi desa sedang dibandingkan menjadi desa lainnya.

Persentase desa sedang pada kelompok tiga sebesar 88.46% sedangkan desa maju dan tertinggal berturut-turut sebesar 11.54% dan 0%. Karakteristik pada kelompok tiga hampir sama dengan kelompok dua dimana persentase terbesar desa berada pada desa sedang.

(15)

kesehatan poliklinik berbanding terbalik dengan pengaruh fasilitas kesehatan bukan poliklinik dimana persentase desa maju meningkat menjadi 11.54% dan persentase desa tertinggal menurun menjadi 0%.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa fasilitas kesehatan poliklinik atau bukan poliklinik merupakan faktor penting dalam memajukan desa. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa keberadaan fasilitas kesehatan yang lebih berkualitas sangat menunjang aktivitas masyarakat dalam memajukan desanya.

Kelompok empat dan lima memiliki karakteristik yang hampir sama di mana persentase desa tertinggal sama-sama sebesar 0%. Persentase desa tertinggal pada kedua kelompok ini bernilai 0% akibat dari keragaman tingkat kemajuan desa pada kelompok sumber penghasilan utama non pertanian memiliki persentase desa tertinggal sebesar 0%. Hasil ini menggambarakan bahwa desa dengan sumber mata pencaharian penduduk dari non pertanian peluangnya kecil sekali untuk menjadi desa tertinggal. Hal ini bisa dipahami karena sumber penghasilan masyarakat dari non pertanian jauh lebih besar dibandingkan dari pertanian.

Pada kelompok empat persentase desa sedang (82.93%) lebih besar dibandingkan kelompok lima (14.74%) dan sebaliknya persentase desa maju pada kelompok lima (85.26%) lebih besar dibandingkan kelompok empat (17.07%). Uraian di atas menandakan bahwa keberadaan pasar lebih mampu memajukan desa karena pasar dapat menjamin kelancaran aktivitas ekonomi masyarakatnya.

Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal

Sesuai dengan yang dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa regresi logistik pada penelitian ini dilakukan untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID. Oleh sebab itu, peubah penjelas yang digunakan untuk analisis regresi logistik adalah peubah hasil dari analisis CHAID. Peubah respon dan penjelas serta kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan Tabel 2 di samping, pendugaan model dengan mengikutsertakan empat peubah penjelas hasil dari analisis CHAID menghasilkan nilai statistik uji G sebesar 402.53 dengan nilai-p 0.000. Pada taraf nyata 5% maka H0 ditolak yang berarti

bahwa minimal ada satu peubah penjelas yang tidak sama dengan nol.

Tabel 2 Dugaan Parameter Model

Peubah i Wald Nilai-p

Intersep1 2.562 52.781 0.000

Intersep2 11.232 142.851 0.000

X4 2.148 30.465 0.000

X8 3.229 45.366 0.000

X15 3.212 64.746 0.000

X25 3.246 50.969 0.000

G=402.53, Nilai-p=0.000

Uji wald pada model menunjukkan bahwa semua peubah penjelas signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat dilihat dari

nilai-p semua koefisien i lebih kecil dari taraf

nyata 5%. Hasil ini menguatkan hasil analisis CHAID bahwa keempat peubah tersebut signifikan terhadap tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor.

Model ordinal logit yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Logit[1] = 2.562 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

Logit[2] = 11.232 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

Logit [1] adalah model logit untuk tingkat kemajuan desa tertinggal dan Logit [2] adalah model logit untuk tingkat kemajuan desa sedang.

Tabel 3 Ketepatan Prediksi Model

Aktual Prediksi % benar Maju Sedang Tertinggal

Maju 80 24 0 76.92 Sedang 14 251 17 89.01 Tertinggal 0 8 32 80.00 % keseluruhan 85.21

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dari 104 desa maju dapat dikategorikan dengan benar sebanyak 80 desa (76.92%), dari 282 desa sedang sebanyak 251 desa (89.01%) dan dari 40 desa tertinggal sebanyak 32 desa (80%). Secara keseluruhan ketepatan prediksi model ini sebesar 85.21%. Hasil ini menandakan model telah cukup untuk dapat menduga kategori respon dengan baik.

(16)

6

Tabel 4 Nilai koefisien dan rasio odds model

Peubah i Rasio odds

Intersep1 2.562 -

Intersep2 11.232 -

X4 2.148 8.56

X8 3.229 25.26

X15 3.212 24.83

X25 3.246 25.69

Koefisien peubah fasilitas kesehatan (X4) bernilai positif dengan nilai rasio odds lebih dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa desa yang mempunyai fasilitas kesehatan berupa poliklinik cenderung akan lebih maju 8.56 kali dibandingkan dengan desa yang memiliki fasilitas kesehatan lainnya. Uraian di atas dapat diartikan bahwa fasilitas kesehatan suatu desa yang lebih berkualitas maka akan dapat menjamin kesehatan masyarakatnya sehingga masyarakat lebih mungkin untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik yang pada akhirnya desa dengan masyarakat seperti ini akan lebih maju.

Peubah sarana komunikasi (X8) mempunyai nilai koefisien yang positif dengan rasio odds 10.55. Hal ini berarti desa yang memiliki sarana komunikasi cenderung akan lebih maju dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki sarana komunikasi. Keberadaan komunikasi sangat penting bagi masyarakat dalam mengakses informasi yang diperlukan dalam memajukan desanya.

Nilai rasio odds peubah pasar (X15) sebesar 24.83 artinya bahwa desa yang memiliki pasar cenderung akan lebih maju 24.83 kali dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki pasar. Keberadaan pasar sangat mempengaruhi kemajuan desa karena pasar mampu membuat aktifitas perdagangan lebih lancar dan pasti sehingga segala aktifitas ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lebih baik.

Peubah sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk merupakan peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa dikarenakan nilai rasio odds peubah ini nilainya paling besar dibandingkan peubah lainnya yaitu sebesar 25.69. Hasil ini menguatkan hasil analisis CHAID bahwa peubah ini merupakan peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa.

Desa dengan sumber penghasilan utama penduduk (X25) dari non pertanian cenderung akan lebih maju 25.69 kali dibandingkan dengan desa yang sumber penghasilan utama penduduknya dari pertanian. Uraian di atas dapat dengan mudah

dimengerti karena penghasilan penduduk dari non pertanian jauh lebih besar dibandingkan dari pertanian.

Besarnya peluang desa masuk ke dalam tingkat desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan peubah yang signifikan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari 14 karakteristik desa diketahui bahwa Desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik, tidak terdapat sarana komunikasi, tidak terdapat pasar, dan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian mempunyai peluang terbesar masuk ke dalam status desa tertinggal dan peluang terkecil masuk ke dalam status desa maju.

KESIMPULAN

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa yang terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%) dan 104 desa maju (24.4%).

Peubah-peubah yang signifikan terhadap tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk, sarana komunikasi, jenis pasar dan fasilitas kesehatan.

Hasil analisis CHAID menghasilkan lima kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa yang berbeda. Pada kelompok desa dengan sumber penghasilan utama dari pertanian, pembangunan fasilitas infrastruktur sangat membantu dalam memajukan desa. Hal ini dapat dilihat pada dendrogram bahwa persentase desa maju meningkat dengan adanya pengaruh sarana komunikasi dan fasilitas kesehatan yang lebih berkualitas. Sedangkan pada kelompok desa non pertanian keberadaan pasar juga sangat membantu dalam memajukan desa. Hal ini terlihat dengan tingginya persentase desa maju pada kelompok tersebut.

Model regresi logistik ordinal yang didapatkan adalah :

1. Model logit untuk status desa tertinggal Logit[1] = 2.562 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

2. Model logit untuk status desa sedang

Logit[2] = 11.232 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

(17)

DAFTAR PUSTAKA

Agresti, A. 1990. Categorical Data Analysis. New York : John Wiley & Sons.

Alamudi, A., A. H. Wigena & Aunuddin.

1998. Eksplorasi Struktur Data

menggunakan Metode CHAID. Forum Statistika dan Komputasi. 3:1-9.

Du Toit, S.H.C, A.G.W. Steyn, R.H. Stumpf.

1986. Graphical Exploratory Data

Analysis. Springer-Verlag, New York Inc.

[Bapeda] Badan Perencanaan Daerah. 2006. Penyusunan Kriteria Desa di Jawa Barat (tidak dipublikasikan). Bandung.

Hosmer, D.W. & Lemeshow, S. 1989. Applied Logistic Regression. New York : John Wiley & Sons, Inc.

McCullagh, P. dan J.A. Nelder. 1989. Generalized Linear Model. London : Chapman and Hall.

Soemartojo, SM. 2002. Kajian Metode CHAID dan CHAID Exhaustive sebagai Analisa Pohon Berstruktur [Tesis].

Jurusan Statistika FMIPA IPB.

(18)

8

(19)

Lampiran 1 Kode dan skor peubah penjelas

Aspek Potensi Desa

Notasi Peubah

Kategori

Skor

X1

Potensi ekonomi yang menonjol

dan sudah diberdayakan

perdagangan dan jasa

3

industri pengolahan

2

pertanian 1

tidak ada

0

X2 Fasilitas

pendidikan

SLTA

3

SLTP 2

SD 1

X3

Lembaga pendidikan keterampilan

ada 3

tidak ada

1

X4 Fasilitas

kesehatan

poliklinik 3

puskesmas 2

puskesmas pembantu

1

tidak ada

0

X5

Tenaga kesehatan tinggal di desa

doker 3

paramedis 2

dukun 1

tidak ada

0

X6 Jalan

utama

desa

aspal 3

diperkeras 2

tanah 1

X7

Waktu tempuh ke ibu kota

kecamatan

<10 menit

3

10-30 menit

2

>30 menit

1

X8 Sarana

komunikasi

telepon umum

3

kantor pos

2

tidak ada

1

X9 Kawasan

industri

ada 3

tidak ada

1

X10 Sentra

Industri

ada 3

tidak ada

1

X11 Lingkungan

industri

kecil

ada 3

tidak ada

1

X12 Industri

besar

ada 3

tidak ada

1

X13 Industri

sedang

ada 3

tidak ada

1

X14 Industri

kecil

ada 3

tidak ada

1

X15 Pasar

pertokoan 3

semi permanen

2

tanpa bangunan

1

tidak ada

0

X16 Lembaga

keuangan

BPR 3

mikro/informal 2

(20)

10

Lampiran 1 (lanjutan)

Aspek Perumahan dan Lingkungan

X17

Keluarga yang menggunakan listrik

ada 3

tidak ada

1

X18 Bahan

bakar

LPG 3

minyak tanah

2

kayu bakar

1

X19

Tempat buang sampah

tempat sampah dan

diangkut

3

lubang 2

sungai 1

X20

Tempat buang air besar

sendiri 3

bersama atau umum

2

bukan jamban

1

X21 Sumber

pencemaran

pabrik 3

limbah keluarga

1

tidak ada

0

X22 Sumber

air

minum

PAM 3

sumur 2

mata air, air hujan dan

air sungai

1

Aspek Keadaan Penduduk

X23

Persentase RT pertanian

<15% 3

16-29%

2

>30% 1

X24

Persentase pra KS dan KS I

<15% 3

16-29% 2

>30% 1

X25

Sumber penghasilan utama

sebagian besar penduduk

perdagangan dan jasa

3

industri pengolahan

2

pertanian 1

X26

Persentase penduduk yang bekerja

sebagai buruh tani

(21)
(22)

12

Lampiran 3 Peubah regresi logistik ordinal

Peubah respon

Notasi Peubah

penjelas Kategori

Kode

Y

Tingkat kemajuan desa

maju 3

sedang 2

tertinggal 1

Peubah penjelas

Notasi Peubah

penjelas Kategori

Kode

X4 Fasilitas

kesehatan

poliklinik 1

lainnya 0

X8 Sarana

komunikasi

ada

1

tidak ada

0

X15 Pasar

ada

1

tidak ada

0

X25

Sumber penghasilan utama

sebagian besar penduduk

non pertanian

1

pertanian 0

Lampiran 4 Tabel peluang dugaan peubah respon

X4 X8 X15 X25 P(Y=1) P(Y=2) P(Y=3)

0

0 0 0

0.928392

0.071595

0.000013

1

0 0 0

0.602190 0.397696 0.000113

0

0 1 0

0.343067 0.656604 0.000329

0

0 0 1

0.335363 0.664297 0.000340

1

0 1 0

0.057471 0.939721 0.002808

1

1 0 0

0.056548 0.940595 0.002857

1

0 0 1

0.055637 0.941457 0.002906

0

0 1 1

0.019920 0.971703 0.008378

0

1 0 1

0.019587

0.971891

0.008521

1

1 1 0

0.002408 0.931191 0.066400

1

0 1 1

0.002367 0.930157 0.067475

1

1 0 1

0.002327 0.929109 0.068563

0

1 1 1

0.000804 0.823345 0.175851

(23)

ANALISIS TINGKAT KEMAJUAN DESA DI KABUPATEN BOGOR

DENGAN METODE CHAID DAN REGRESI LOGISTIK ORDINAL

DENI SUHANDANI

DEPARTEMEN STATISTIKA

(24)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan yang tidak merata akan menyebabkan perkembangan yang tidak seimbang serta kesenjangan dalam perekonomian akibatnya muncul daerah-daerah miskin dan tertinggal. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan proses pembangunan kepada pemerintah daerah masing-masing. Tujuan dari undang-undang ini pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi daerah-daerah yang miskin, kumuh dan tertinggal.

Penelitian mengenai desa tertinggal pernah dilakukan oleh Handayani (2005) yang berjudul analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ketertinggalan desa di kabupaten Bogor. Sumber data yang digunakan pada penelitiannya berasal dari data potensi desa (Podes) tahun 2003. Peubah-peubah yang digunakan serta kriteria mengenai tertinggal atau tidaknya suatu desa disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam penelitian ini peubah-peubah yang digunakan serta kriteria tingkat kemajuan desa disusun oleh Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat. Metode CHAID digunakan untuk menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut sedangkan analisis regresi logistik ordinal digunakan untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

Tujuan

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu :

1. Menentukan tingkat kemajuan desa di

kabupaten Bogor berdasarkan peubah-peubah dan kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun oleh BAPEDA Jawa Barat.

2. Menelusuri peubah yang signifikan dan

menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut.

3. Melihat kecenderungan desa tertentu

masuk ke dalam tingkatan desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan karakteristik tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA

Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah).

Metode CHAID

Metode CHAID (Chi-square Automatic Interaction Detection) merupakan bagian dari metode AID (Automatic Interaction Detection). AID adalah suatu teknik untuk menganalisis kelompok data berukuran besar dengan membaginya menjadi sub-sub kelompok yang tidak saling tumpang tindih (Kass dalam Soemartojo, 2002).

Metode CHAID merupakan teknik eksplorasi nonparametrik untuk menganalisis sekumpulan data yang berukuran besar dan cukup efisien untuk menduga peubah-peubah bebas yang paling signifikan terhadap peubah tak bebas (Du Toit et. al, 1986).

Metode CHAID menggunakan kriteria Khi-kuadrat dalam pengoperasiannya.

∑∑

= = − = r i c j ij ij ij E E O 1 1 2

2 ( )

χ

r = Total baris

c = Total kolom

i = Indeks baris

j = Indeks kolom

Oij = Frekuensi baris ke-i kolom ke-j

Eij = Frekuensi harapan baris ke-i kolom ke-j

Algoritma CHAID menurut Kass dalam Soemartojo (2002) adalah sebagai berikut :

1. Buat tabulasi silang untuk masing-masing

kategori peubah bebas dengan kategori peubah tak bebas.

2. Buat sub tabulasi silang berukuran 2xd

yang mungkin tersusun, dengan d adalah banyaknya kategori peubah tak bebas. Cari nilai χ2hitung dari semua sub tabel

yang terbentuk. Dengan α ditetapkan, cari nilai χ2hitung yang terkecil. Jika

2 hitung

terkecil < χ2

α (db=d-1), maka kedua

(25)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pembangunan yang tidak merata akan menyebabkan perkembangan yang tidak seimbang serta kesenjangan dalam perekonomian akibatnya muncul daerah-daerah miskin dan tertinggal. Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah memberikan legitimasi untuk menyerahkan kewenangan proses pembangunan kepada pemerintah daerah masing-masing. Tujuan dari undang-undang ini pada dasarnya merupakan suatu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi kesenjangan pembangunan dengan mengurangi daerah-daerah yang miskin, kumuh dan tertinggal.

Penelitian mengenai desa tertinggal pernah dilakukan oleh Handayani (2005) yang berjudul analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor ketertinggalan desa di kabupaten Bogor. Sumber data yang digunakan pada penelitiannya berasal dari data potensi desa (Podes) tahun 2003. Peubah-peubah yang digunakan serta kriteria mengenai tertinggal atau tidaknya suatu desa disusun oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Dalam penelitian ini peubah-peubah yang digunakan serta kriteria tingkat kemajuan desa disusun oleh Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat. Metode CHAID digunakan untuk menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut sedangkan analisis regresi logistik ordinal digunakan untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

Tujuan

Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yaitu :

1. Menentukan tingkat kemajuan desa di

kabupaten Bogor berdasarkan peubah-peubah dan kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun oleh BAPEDA Jawa Barat.

2. Menelusuri peubah yang signifikan dan

menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor berdasarkan kelompok peubah-peubah yang signifikan tersebut.

3. Melihat kecenderungan desa tertentu

masuk ke dalam tingkatan desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan karakteristik tertentu.

TINJAUAN PUSTAKA

Desa

Desa adalah kesatuan masyarakat hukum

yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal usul dan adat istiadat setempat yang diakui dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di daerah kabupaten (Undang-undang Republik Indonesia nomor 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah).

Metode CHAID

Metode CHAID (Chi-square Automatic Interaction Detection) merupakan bagian dari metode AID (Automatic Interaction Detection). AID adalah suatu teknik untuk menganalisis kelompok data berukuran besar dengan membaginya menjadi sub-sub kelompok yang tidak saling tumpang tindih (Kass dalam Soemartojo, 2002).

Metode CHAID merupakan teknik eksplorasi nonparametrik untuk menganalisis sekumpulan data yang berukuran besar dan cukup efisien untuk menduga peubah-peubah bebas yang paling signifikan terhadap peubah tak bebas (Du Toit et. al, 1986).

Metode CHAID menggunakan kriteria Khi-kuadrat dalam pengoperasiannya.

∑∑

= = − = r i c j ij ij ij E E O 1 1 2

2 ( )

χ

r = Total baris

c = Total kolom

i = Indeks baris

j = Indeks kolom

Oij = Frekuensi baris ke-i kolom ke-j

Eij = Frekuensi harapan baris ke-i kolom ke-j

Algoritma CHAID menurut Kass dalam Soemartojo (2002) adalah sebagai berikut :

1. Buat tabulasi silang untuk masing-masing

kategori peubah bebas dengan kategori peubah tak bebas.

2. Buat sub tabulasi silang berukuran 2xd

yang mungkin tersusun, dengan d adalah banyaknya kategori peubah tak bebas. Cari nilai χ2hitung dari semua sub tabel

yang terbentuk. Dengan α ditetapkan, cari nilai χ2hitung yang terkecil. Jika

2 hitung

terkecil < χ2

α (db=d-1), maka kedua

(26)

2

menjadi r kategori (r<c). Untuk peubah

ordinal penggabungan hanya dapat dilakukan untuk kategori yang berurutan.

3. Jika terdapat kategori gabungan yang

terdiri atas tiga atau lebih kategori asal, maka dilakukan pembagian biner terhadap kategori gabungan tersebut. Dari pembagian ini dicari χ2hitung terbesar. Jika χ2

hitung terbesar > χ 2

α, maka pembagian

biner dilakukan. Selanjutnya kembali ke tahap 2.

4. Dari setiap peubah bebas yang telah

digabungkan, hitung nilai-p untuk masing-masing Tabel yang terbentuk. Tabel yang mengalami reduksi menjadi r kategori, nilai-pnya dikalikan dengan pengganda Bonferroni sesuai dengan tipe peubahnya. Jika nilai-p terkecil < α yang ditetapkan, maka peubah tersebut merupakan peubah bebas yang pengaruhnya paling signifikan bagi peubah tak bebas.

5. Kembali ke tahap pertama untuk setiap

data hasil pemisahan.

Tabel kontingensi pada algoritma CHAID membutuhkan suatu uji signifikansi. Jika tidak ada pengurangan dari Tabel kontingensi asal, maka statistik uji khi-kuadrat dapat digunakan. Tetapi apabila terjadi pengurangan yaitu c kategori dari peubah asal menjadi r kategori (r<c) maka nilai-p dari khi-kuadrat yang baru dikalikan dengan pengganda Bonferroni berikut sesuai dengan tipe peubah asal (Kass dalam Soemartojo, 2002 ) :

1. Peubah bebas/nominal

= −

− −

= 1

0 !( )!

) ( ) 1 ( r i c i r i i r B

2. Peubah monotonik/ordinal

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 1 r c B

3. Peubah float

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − + ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ − − = 1 2 2 2 2 r c r c B

Regresi Logistik Ordinal

Analisis regresi logistik dipergunakan untuk memeriksa hubungan antara peubah bebas respon yang kualitatif. Untuk peubah respon yang lebih dari dua kategori yang berskala ordinal maka analisis yang digunakan adalah model regresi logistik ordinal.

Untuk membentuk model regresi logistik ordinal adalah dengan menggunakan fungsi peluang kumulatif j (x) (Agresti, 1990).

j (x) = Pr(Y≤j|x)

= π1(x) + ... + πj(x) ; j = 1,2, ... J

dimana J adalah banyaknya kategori pada

peubah respon dan πj(x) adalah peluang

peubah respon kategori j pada nilai x tertentu Kemudian dibuat fungsi logit kumulatif Lj(x). Untuk membuat fungsi ini diperlukan

transformasi logit dari fungsi peluang kumulatif Lj(x).

Lj(x) = logit [Pr(Y≤j|x)]

= logit j (x)

= log [ j (x)/(1- j (x))]

= θ j - βT(x) ; j = 1,2, ... J-1

Pengujian terhadap parameter-parameter model dilakukan baik secara simultan maupun secara parsial. Menurut Hosmer dan Lemeshow (1989), pengujian parameter model secara simultan menggunakan uji nisbah kemungkinan (Likelihood Ratio Tests), dengan hipotesis :

H0 : i= ... = p= 0

H1 : minimal ada i ≠ 0 ; i = 1,2...,p

Statistik uji G :

G = -2 ln (L0/Lk)

dengan L0 adalah fungsi kemungkinan tanpa

peubah penjelas dan Lk merupakan fungsi

kemungkinan dengan peubah penjelas. Dengan mengasumsikan H0 benar, statistik uji

G akan mengikuti sebaran khi kuadrat dengan derajat bebas p. Keputusan tolak H0 jika G > χ2

p(α).

Pengujian parameter secara parsial menggunakan uji Wald. Hipotesis yang akan diuji adalah:

H0 : i = 0

H1 : i ≠ 0 ; i = 1,...,p

Statistik uji W yaitu :

) ( i i SE W ∧ = ∧ β β β

dengan β∧i sebagai penduga i dan SE( i)

β

sebagai penduga galat baku i. Statistik W

akan mengikuti sebaran normal baku jika H0

benar. Keputusan tolak H0 diambil jika |W| >

Zα/2.

Interpretasi koefisien untuk model regresi logistik ordinal dapat dilakukan dengan menggunakan nilai rasio oddsnya. Parameter

i menyatakan perubahan dalamfungsi logit

L(x) untuk perubahan satu unit peubah

penjelas xi=a dan xi=b yang disebut log odds dan dinotasikan sebagai ln[ (a,b)] dimana :

ln[ (a,b)] = L(xi=a) – L(xi=b) = i (a-b)

Sehingga didapat penduga untuk rasio odds sebagai berikut :

exp = ∧

(27)

Perhitungan peluang dilakukan sebagai berikut : ) exp( 1 ) exp( ) Pr( x x j Y T j T j β θ β θ − + − = ≤

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Potensi Desa Sensus Ekonomi 2006 (Podes SE’06) kabupaten Bogor. Dari data Podes SE’06 tersebut, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat memilih peubah-peubah yang dianggap dapat mewakili potensi dan kondisi suatu desa. Kemudian peubah-peubah tersebut diberi skor dan besarnya total skor setiap desa menunjukan besarnya kontribusi desa tersebut terhadap pengklasifikasian desa.

Peubah-peubah yang terpilih mewakili tiga aspek , yaitu:

1. Aspek potensi desa

2. Aspek perumahan dan lingkungan

3. Aspek keadaan penduduk

Peubah dan skornya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun adalah :

a)

x

i

>

x

+

s

berstatus desa maju

b) xsxix+s berstatus desa sedang

c) xi<xs berstatus desa tertinggal dimana :

i

x

: Total skor desa ke-i

x

: Rata-rata total skor desa di Jawa Barat

s : Simpangan baku total skor desa di Jawa Barat

Berdasarkan total skor seluruh desa di Jawa Barat diperoleh

x

dan s sebesar 44.99 dan 7.71. Dengan demikian, diperoleh kriteria tingkat kemajuan desa sebagai berikut : a)

x

i> 52.7 berstatus desa maju

b) 37.28 ≤

x

i ≤ 52.7 berstatus desa sedang

c)

x

i < 37.28 berstatus desa tertinggal

Metode

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memberi dan menghitung skor setiap

desa di kabupaten Bogor

2. Mengklasifikasikan desa di kabupaten

Bogor. Status desa ini nantinya akan

menjadi respon untuk analisis CHAID dan regresi logistik ordinal.

3. Melakukan analisis CHAID untuk

menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa.

4. Melakukan analisis regresi logistik

ordinal untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

5. Menghitung nilai peluang ketiga tingkat

kemajuan desa untuk berbagai macam karakteristik.

Software yang digunakan adalah Answertree 2.01, SPSS 13, dan Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa

di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa. Berdasarkan Tabel 1, total skor minimum dan maksimum desa di kabupaten Bogor adalah 71 dan 31. Rata-rata total skor 47 dengan simpangan baku 8. Rata-rata total skor desa berada pada status sedang sehingga secara umum seluruh desa di kabupaten Bogor dapat dikategorikan sebagai desa sedang.

Tabel 1 Total skor desa di kabupaten Bogor

Keterangan Desa

Total 20102

Rata-rata 47

Standar deviasi 8

Maksimum 71 Minimum 31

Berdasarakan Gambar 1 dibawah ini, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%)

dan 104 desa maju (24.4%). Dengan

demikian, sebagian besar desa yang ada di kabupaten Bogor berstatus desa sedang.

(28)

3

Perhitungan peluang dilakukan sebagai

berikut : ) exp( 1 ) exp( ) Pr( x x j Y T j T j β θ β θ − + − = ≤

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Potensi Desa Sensus Ekonomi 2006 (Podes SE’06) kabupaten Bogor. Dari data Podes SE’06 tersebut, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat memilih peubah-peubah yang dianggap dapat mewakili potensi dan kondisi suatu desa. Kemudian peubah-peubah tersebut diberi skor dan besarnya total skor setiap desa menunjukan besarnya kontribusi desa tersebut terhadap pengklasifikasian desa.

Peubah-peubah yang terpilih mewakili tiga aspek , yaitu:

1. Aspek potensi desa

2. Aspek perumahan dan lingkungan

3. Aspek keadaan penduduk

Peubah dan skornya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun adalah :

a)

x

i

>

x

+

s

berstatus desa maju

b) xsxix+s berstatus desa sedang

c) xi<xs berstatus desa tertinggal dimana :

i

x

: Total skor desa ke-i

x

: Rata-rata total skor desa di Jawa Barat

s : Simpangan baku total skor desa di Jawa Barat

Berdasarkan total skor seluruh desa di Jawa Barat diperoleh

x

dan s sebesar 44.99 dan 7.71. Dengan demikian, diperoleh kriteria tingkat kemajuan desa sebagai berikut : a)

x

i> 52.7 berstatus desa maju

b) 37.28 ≤

x

i ≤ 52.7 berstatus desa sedang

c)

x

i < 37.28 berstatus desa tertinggal

Metode

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memberi dan menghitung skor setiap

desa di kabupaten Bogor

2. Mengklasifikasikan desa di kabupaten

Bogor. Status desa ini nantinya akan

menjadi respon untuk analisis CHAID dan regresi logistik ordinal.

3. Melakukan analisis CHAID untuk

menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa.

4. Melakukan analisis regresi logistik

ordinal untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

5. Menghitung nilai peluang ketiga tingkat

kemajuan desa untuk berbagai macam karakteristik.

Software yang digunakan adalah Answertree 2.01, SPSS 13, dan Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa

di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa. Berdasarkan Tabel 1, total skor minimum dan maksimum desa di kabupaten Bogor adalah 71 dan 31. Rata-rata total skor 47 dengan simpangan baku 8. Rata-rata total skor desa berada pada status sedang sehingga secara umum seluruh desa di kabupaten Bogor dapat dikategorikan sebagai desa sedang.

Tabel 1 Total skor desa di kabupaten Bogor

Keterangan Desa

Total 20102

Rata-rata 47

Standar deviasi 8

Maksimum 71 Minimum 31

Berdasarakan Gambar 1 dibawah ini, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%)

dan 104 desa maju (24.4%). Dengan

demikian, sebagian besar desa yang ada di kabupaten Bogor berstatus desa sedang.

(29)

Perhitungan peluang dilakukan sebagai berikut : ) exp( 1 ) exp( ) Pr( x x j Y T j T j β θ β θ − + − = ≤

BAHAN DAN METODE

Bahan

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data Potensi Desa Sensus Ekonomi 2006 (Podes SE’06) kabupaten Bogor. Dari data Podes SE’06 tersebut, Badan Perencanaan Daerah (BAPEDA) Jawa Barat memilih peubah-peubah yang dianggap dapat mewakili potensi dan kondisi suatu desa. Kemudian peubah-peubah tersebut diberi skor dan besarnya total skor setiap desa menunjukan besarnya kontribusi desa tersebut terhadap pengklasifikasian desa.

Peubah-peubah yang terpilih mewakili tiga aspek , yaitu:

1. Aspek potensi desa

2. Aspek perumahan dan lingkungan

3. Aspek keadaan penduduk

Peubah dan skornya dapat dilihat pada Lampiran 1.

Kriteria tingkat kemajuan desa yang disusun adalah :

a)

x

i

>

x

+

s

berstatus desa maju

b) xsxix+s berstatus desa sedang

c) xi<xs berstatus desa tertinggal dimana :

i

x

: Total skor desa ke-i

x

: Rata-rata total skor desa di Jawa Barat

s : Simpangan baku total skor desa di Jawa Barat

Berdasarkan total skor seluruh desa di Jawa Barat diperoleh

x

dan s sebesar 44.99 dan 7.71. Dengan demikian, diperoleh kriteria tingkat kemajuan desa sebagai berikut : a)

x

i> 52.7 berstatus desa maju

b) 37.28 ≤

x

i ≤ 52.7 berstatus desa sedang

c)

x

i < 37.28 berstatus desa tertinggal

Metode

Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah :

1. Memberi dan menghitung skor setiap

desa di kabupaten Bogor

2. Mengklasifikasikan desa di kabupaten

Bogor. Status desa ini nantinya akan

menjadi respon untuk analisis CHAID dan regresi logistik ordinal.

3. Melakukan analisis CHAID untuk

menelusuri peubah yang signifikan dan menggambarkan karakteristik tingkat kemajuan desa.

4. Melakukan analisis regresi logistik

ordinal untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID.

5. Menghitung nilai peluang ketiga tingkat

kemajuan desa untuk berbagai macam karakteristik.

Software yang digunakan adalah Answertree 2.01, SPSS 13, dan Minitab 14.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Desa

di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa. Berdasarkan Tabel 1, total skor minimum dan maksimum desa di kabupaten Bogor adalah 71 dan 31. Rata-rata total skor 47 dengan simpangan baku 8. Rata-rata total skor desa berada pada status sedang sehingga secara umum seluruh desa di kabupaten Bogor dapat dikategorikan sebagai desa sedang.

Tabel 1 Total skor desa di kabupaten Bogor

Keterangan Desa

Total 20102

Rata-rata 47

Standar deviasi 8

Maksimum 71 Minimum 31

Berdasarakan Gambar 1 dibawah ini, kabupaten Bogor terdiri atas 40 desa tertinggal (9.4%), 282 desa sedang (66.2%)

dan 104 desa maju (24.4%). Dengan

demikian, sebagian besar desa yang ada di kabupaten Bogor berstatus desa sedang.

(30)

4

Dendrogram Hasil Analisis CHAID

Analisis CHAID menghasilkan suatu dendrogram yang menggambarkan pengelompokan berdasarkan hubungan terstruktur peubah respon dengan peubah penjelas yang signifikan pada taraf nyata 5%.

Dari 26 peubah yang dianalisis, terdapat 4 peubah yang signifikan terhadap tingkat kemajuan desa. Peubah-peubah tersebut adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk (X25), sarana komunikasi (X8), jenis pasar (X15) dan fasilitas kesehatan (X4).

Peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa adalah sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk. Dari 249 desa pada kategori pertanian terdiri atas 59 desa tidak memiliki sarana komunikasi dan 190 desa memiliki sarana komunikasi (pos dan telepon). Pada kategori pertanian, persentase desa maju adalah 0%.

Fasilitas kesehatan merupakan peubah berikutnya yang berperan dalam mengelompokkan desa yang memiliki sarana komunikasi pada sumber penghasilan utama penduduk dari pertanian. Pada kategori poliklinik, persentase desa tertinggal adalah 0% sedangkan pada kategori non poliklinik, (tidak ada, puskesmas pembantu, puskesmas) persentase 0% ada pada desa maju.

Berdasarkan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian (industri pengolahan, perdagangan, jasa), kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa dipisahkan oleh jenis pasar. Dari 177 desa pada kategori ini terdiri dari 82 desa tidak terdapat pasar dan 95 desa terdapat pasar (tanpa bangunan, semi permanen, permanen).

Karakteristik Tingkat Kemajuan Desa

Berdasarkan dendrogram hasil analisis CHAID dihasilkan lima kelompok karakteristik tingkat kemajuan desa. Kelompok pertama adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan tidak memiliki sarana komunikasi. Kelompok dua adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan memiliki sarana komunikasi tetapi tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik. Kelompok tiga adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian dan memiliki sarana komunikasi dengan fasilitas kesehatan poliklinik. Kelompok empat adalah desa

dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian tetapi tidak terdapat pasar dan yang terakhir kelompok lima adalah desa dengan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari non pertanian dan terdapat pasar.

Kelompok satu memiliki persentase desa maju sebesar 0%, desa sedang sebesar 42.37% dan desa tertinggal sebesar 57.63%. Perbedaan persentase antara desa maju dengan desa lainnya cukup signifikan. Perbedaan ini mengindikasikan desa yang berada pada kelompok ini akan berpeluang besar menjadi desa tertinggal atau sedang dibandingkan menjadi desa maju. Dari dendrogram dapat dilihat bahwa pembangunan sarana komunikasi mampu merubah keragaman tingkat kemajuan desa yang sangat signifikan dimana persentase desa maju dan sedang meningkat menjadi 4.74% dan 92.11% sedangkan persentase desa tertinggal menurun tajam menjadi 3.16%. Hasil ini menandakan pentingnya sarana komunikasi bagi penduduk dalam memajukan desa tersebut. Dari uraian di atas dapat diambil informsi penting bahwa pada kelompok ini untuk memajukan desa dapat diupayakan dengan membangun infrastruktur desa yang menunjang pada aktivitas masyarakatnya.

Pada kelompok dua, persentase desa maju sebesar 0%, desa sedang sebesar 94.64% dan desa tertinggal sebesar 5.36%. Persentase desa sedang perbedaannya sangat signifikan dengan persentase desa lainnya. Hal ini menandakan bahwa desa pada kelompok ini akan berpeluang besar menjadi desa sedang dibandingkan menjadi desa lainnya.

Persentase desa sedang pada kelompok tiga sebesar 88.46% sedangkan desa maju dan tertinggal berturut-turut sebesar 11.54% dan 0%. Karakteristik pada kelompok tiga hampir sama dengan kelompok dua dimana persentase terbesar desa berada pada desa sedang.

(31)

kesehatan poliklinik berbanding terbalik dengan pengaruh fasilitas kesehatan bukan poliklinik dimana persentase desa maju meningkat menjadi 11.54% dan persentase desa tertinggal menurun menjadi 0%.

Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa fasilitas kesehatan poliklinik atau bukan poliklinik merupakan faktor penting dalam memajukan desa. Sehingga dapat ditafsirkan bahwa keberadaan fasilitas kesehatan yang lebih berkualitas sangat menunjang aktivitas masyarakat dalam memajukan desanya.

Kelompok empat dan lima memiliki karakteristik yang hampir sama di mana persentase desa tertinggal sama-sama sebesar 0%. Persentase desa tertinggal pada kedua kelompok ini bernilai 0% akibat dari keragaman tingkat kemajuan desa pada kelompok sumber penghasilan utama non pertanian memiliki persentase desa tertinggal sebesar 0%. Hasil ini menggambarakan bahwa desa dengan sumber mata pencaharian penduduk dari non pertanian peluangnya kecil sekali untuk menjadi desa tertinggal. Hal ini bisa dipahami karena sumber penghasilan masyarakat dari non pertanian jauh lebih besar dibandingkan dari pertanian.

Pada kelompok empat persentase desa sedang (82.93%) lebih besar dibandingkan kelompok lima (14.74%) dan sebaliknya persentase desa maju pada kelompok lima (85.26%) lebih besar dibandingkan kelompok empat (17.07%). Uraian di atas menandakan bahwa keberadaan pasar lebih mampu memajukan desa karena pasar dapat menjamin kelancaran aktivitas ekonomi masyarakatnya.

Hasil Analisis Regresi Logistik Ordinal

Sesuai dengan yang dijelaskan pada bab pendahuluan bahwa regresi logistik pada penelitian ini dilakukan untuk melengkapi hasil dari analisis CHAID. Oleh sebab itu, peubah penjelas yang digunakan untuk analisis regresi logistik adalah peubah hasil dari analisis CHAID. Peubah respon dan penjelas serta kategorinya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Berdasarkan Tabel 2 di samping, pendugaan model dengan mengikutsertakan empat peubah penjelas hasil dari analisis CHAID menghasilkan nilai statistik uji G sebesar 402.53 dengan nilai-p 0.000. Pada taraf nyata 5% maka H0 ditolak yang berarti

[image:31.612.328.508.83.194.2]

bahwa minimal ada satu peubah penjelas yang tidak sama dengan nol.

Tabel 2 Dugaan Parameter Model

Peubah i Wald Nilai-p

Intersep1 2.562 52.781 0.000

Intersep2 11.232 142.851 0.000

X4 2.148 30.465 0.000

X8 3.229 45.366 0.000

X15 3.212 64.746 0.000

X25 3.246 50.969 0.000

G=402.53, Nilai-p=0.000

Uji wald pada model menunjukkan bahwa semua peubah penjelas signifikan pada taraf nyata 5%. Hal ini dapat dilihat dari

nilai-p semua koefisien i lebih kecil dari taraf

nyata 5%. Hasil ini menguatkan hasil analisis CHAID bahwa keempat peubah tersebut signifikan terhadap tingkat kemajuan desa di kabupaten Bogor.

Model ordinal logit yang dihasilkan adalah sebagai berikut :

Logit[1] = 2.562 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

Logit[2] = 11.232 + 2.148X4 + 3.229X8

+ 3.212X15 + 3.246X25

[image:31.612.329.507.417.495.2]

Logit [1] adalah model logit untuk tingkat kemajuan desa tertinggal dan Logit [2] adalah model logit untuk tingkat kemajuan desa sedang.

Tabel 3 Ketepatan Prediksi Model

Aktual Prediksi % benar Maju Sedang Tertinggal

Maju 80 24 0 76.92 Sedang 14 251 17 89.01 Tertinggal 0 8 32 80.00 % keseluruhan 85.21

Berdasarkan Tabel 3 di atas, dari 104 desa maju dapat dikategorikan dengan benar sebanyak 80 desa (76.92%), dari 282 desa sedang sebanyak 251 desa (89.01%) dan dari 40 desa tertinggal sebanyak 32 desa (80%). Secara keseluruhan ketepatan prediksi model ini sebesar 85.21%. Hasil ini menandakan model telah cukup untuk dapat menduga kategori respon dengan baik.

(32)

6

Tabel 4 Nilai koefisien dan rasio odds model

Peubah i Rasio odds

Intersep1 2.562 -

Intersep2 11.232 -

X4 2.148 8.56

X8 3.229 25.26

X15 3.212 24.83

X25 3.246 25.69

Koefisien peubah fasilitas kesehatan (X4) bernilai positif dengan nilai rasio odds lebih dari satu. Hal ini mengindikasikan bahwa desa yang mempunyai fasilitas kesehatan berupa poliklinik cenderung akan lebih maju 8.56 kali dibandingkan dengan desa yang memiliki fasilitas kesehatan lainnya. Uraian di atas dapat diartikan bahwa fasilitas kesehatan suatu desa yang lebih berkualitas maka akan dapat menjamin kesehatan masyarakatnya sehingga masyarakat lebih mungkin untuk memperoleh penghasilan yang lebih baik yang pada akhirnya desa dengan masyarakat seperti ini akan lebih maju.

Peubah sarana komunikasi (X8) mempunyai nilai koefisien yang positif dengan rasio odds 10.55. Hal ini berarti desa yang memiliki sarana komunikasi cenderung akan lebih maju dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki sarana komunikasi. Keberadaan komunikasi sangat penting bagi masyarakat dalam mengakses informasi yang diperlukan dalam memajukan desanya.

Nilai rasio odds peubah pasar (X15) sebesar 24.83 artinya bahwa desa yang memiliki pasar cenderung akan lebih maju 24.83 kali dibandingkan dengan desa yang tidak memiliki pasar. Keberadaan pasar sangat mempengaruhi kemajuan desa karena pasar mampu membuat aktifitas perdagangan lebih lancar dan pasti sehingga segala aktifitas ekonomi masyarakat dapat berjalan dengan lebih baik.

Peubah sumber mata pencaharian sebagian besar penduduk merupakan peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa dikarenakan nilai rasio odds peubah ini nilainya paling besar dibandingkan peubah lainnya yaitu sebesar 25.69. Hasil ini menguatkan hasil analisis CHAID bahwa peubah ini merupakan peubah yang paling signifikan terhadap tingkat kemajuan desa.

Desa dengan sumber penghasilan utama penduduk (X25) dari non pertanian cenderung akan lebih maju 25.69 kali dibandingkan dengan desa yang sumber penghasilan utama penduduknya dari pertanian. Uraian di atas dapat dengan mudah

dimengerti karena penghasilan penduduk dari non pertanian jauh lebih besar dibandingkan dari pertanian.

Besarnya peluang desa masuk ke dalam tingkat desa maju, sedang dan tertinggal berdasarkan peubah yang signifikan dapat dilihat pada Lampiran 4. Dari 14 karakteristik desa diketahui bahwa Desa yang tidak memiliki fasilitas kesehatan poliklinik, tidak terdapat sarana komunikasi, tidak terdapat pasar, dan sumber penghasilan utama sebagian besar penduduk dari pertanian mempunyai peluang terbesar masuk ke dalam status desa tertinggal dan peluang terkecil masuk ke dalam status desa maju.

KESIMPULAN

Kabupaten Bogor memiliki 426 desa yang

Gambar

Tabel peluang dugaan peubah respon  ..................................................................................
Tabel 1 Total skor  desa di kabupaten Bogor
Tabel 2 Dugaan Parameter Model
Gambar 1 Diagram  pie tingkat kemajuan    desa di kabupaten Bogor
+4

Referensi

Dokumen terkait

Adapun beberapa saran yang dapat penulis berikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan yaitu (1) diharapkan kepada mahasiswa untuk dapat lebih mempelajari tentang

[r]

Teknologi komputer memungkinkan adanya perpaduan antara tatap-muka ( face to face ) dengan pembelajaran online. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan antara lain

Karena lucutan celah cethus sedemikian cepat dalam orde I-Jdetik (I(T6detik) serta menghasilkan spektrum sinar UV yang sedemikian kuat intensitasnya maka untuk memperoleh citra

Sebaliknya, bila waria PSK tidak memiliki penerimaan hidup dan didukung penerimaan sosial yang baik, maka ia cenderung tidak memiliki strategi penyelesaian

Perhitungan kekuatan baut diperlukan karena gaya dan getaran pada proses punching sangat besar sehingga sangat mungkin baut patah atau terlepas. Bila hal itu terjadi dapat

Upaya mengatasi kendala yang ditemukan dalam Penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan Secara Nasional di Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil