A MILD SAMPOERNA
(Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh :
HERIKSON SIMBOLON
A14104106
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
2
RINGKASAN
HERIKSON SIMBOLON. Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada Konsumen Rokok A Mild (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor). Dibawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO.
Industri rokok memberikan kontribusi yang sangat besar dan signifikan sebagai sumber devisa negara. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok terus meningkat, pada tahun 2000 realisasi penerimaan cukai rokok sebesar Rp 12,46 triliun dan selalu mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 2007 penerimaan dari cukai rokok ini telah mencapai Rp 43,93 triliun (Ditjen Bea Cukai dalam Indocomercial CIC, 2008). Indonesia menempati posisi kelima dalam jumlah konsumsi rokok perkapita di dunia. Sebanyak 31,4 persen atau 62.800.000 orang dari penduduk Indonesia merokok (Koran Pembaharuan, 2006). Sementara, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 59,04 persen laki-laki perokok dan 4,83 persen perempuan perokok. Kampanye anti rokok oleh LSM-LSM merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Selain itu, beberapa peraturan dari pemerintah juga telah diterapkan. Melalui PP No 81/1999. Peraturan lainnya, adalah berupa pengharusan bagi setiap pengiklanan rokok untuk selalu menyertakan peringatan pemerintah setelah iklan rokok ditayangkan. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang timbul dalam mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi dan menginginkan adanya rokok dengan kadar tar dan nikotin yang rendah. PT HM Sampoerna melirik peluang ini dengan mengeluarkan rokok A Mild yaitu rokok yang memiliki kadar tar dan nikotin yang rendah.
Kehadiran rokok A Mild dari produsen PT HM Sampoerna Tbk. tahun 1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Banyak produsen rokok ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan mild. Pasar rokok mild sangat potensial, kondisi ini membuat produsen rokok menerapkan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan dan menjadi pemimpin pasar. Persaingan pasar yang sangat tinggi dan ancaman dari kompetitor membuat produsen A Mild membangun kekuatan merek rokok A Mild dan menjadikan rokok A Mild sebagai brand authority.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probability yaitu metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penentuan sampel dimana sampel yang diambil berdasarkan pada pertimbangan tertentu dan didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989 dalam Fajri, 2005). Penelitian ini menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Ukuran sampel yang disarankan untuk analisis SEM adalah antara 100-200 (Firdaus dan Farid, 2008). Peneliti mengambil 120 responden terpilih dengan menyebarkan 120 kuesioner. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan analisis SEM.
Karakteristik responden rokok A Mild Sampoerna pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, usia 21-25 tahun, rata-rata uang bulanan Rp 750.000-Rp 1000.000, konsumsi rokok tiap hari < 1 bungkus, rata-rata pengeluaran pembelian rokok perbulan Rp 50.000-Rp 100.000, lokasi pembelian di toko/warung terdekat, rokok A Mild menjadi top of mind bagi responden, merek rokok tetap yang dikonsumsi tiap hari yaitu rokok A Mild, frekuensi berganti merek rokok dalam sebulan 0 kali (tidak pernah).
Persepsi responden terhadap elemen-elemen yang membangun brand equity, mayoritas responden menjawab setuju. Pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk mengetahui persentase tingkat kesetujuan responden terhadap indikator-indikator elemen brand equity.
Berdasarkan hasil SEM, variabel kesadaran merek (brand awareness) dan variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh tertinggi dalam membangun nilai brand equtiy rokok A Mild Sampoerna dengan nilai masing-masing sebesar 1,00. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,91. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,85. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,97. Hasil SEM yang diperoleh untuk rokok Class Mild sebagai pembanding yang digunakan untuk mengukur brand equity rokok A Mild, diperoleh nilai untuk variabel kesadaran merek sebesar 0,80. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,75. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,89. Variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh paling tinggi dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 1,00. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,72.
4
APLIKASI PENGGUNAAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND
EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK
A MILD SAMPOERNA
(Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh :
HERIKSON SIMBOLON A14104106
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Judul :
Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada Konsumen Rokok A Mild Sampoerna (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)Nama : Herikson Simbolon
NRP : A14104106
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “APLIKASI PENGGUNAN KONSEP CUSTOMER-BASED
BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA
(STUDI KASUS PADA MAHASISWA DI KOTA BOGOR)”
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal
15 Agustus 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra
pasangan Bapak Gumanti Simbolon dan Ibu Sondang Nababan.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 019 Balam Sempurna,
Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Penulis melanjutkan
pendidikan menengah di SLTP Katolik Yosef Arnoldi Bagan Batu, Kabupaten
Rokan Hilir pada tahun 1997 hingga selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2000
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Santa Maria Medan dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan diantaranya sebagai anggota Komisi Kesenian PMK (Persatuan
Mahasiswa Kristen) periode 2006-2007, Koordinator LPP ( Lembaga Pemantau
Pemira) Fakultas Pertanian tahun 2007. Selain itu, penulis juga aktif di organisasi
mahasiswa daerah (MARTABE) batak IPB sebagai wakil ketua. Penulis juga aktif
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Saat ini persaingan di industri rokok semakin tinggi, khususnya di industri
rokok mild. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang besar dalam
mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi. Hal ini
menyebabkan semakin banyak konsumen rokok yang berganti jenis rokok dan
memilih mengkomsumsi rokok jenis mild karena menganggap rokok mild lebih
sehat. Potensi pangsa pasar yang besar membuat produsen-produsen rokok melirik
pasar ini. rokok A Mild sebagai pionir rokok jenis mild dan pemimpin pasar
menyadari ancaman yang datang dari kompetitor. Untuk menghadapi ancaman
dari kompetitor A Mild melindungi produknya dengan cara membangun kekuatan
merek.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, September 2008
Herikson Simbolon
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan tuntunanNya dalam penulisan skripsi
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam
bentuk bimbingan, saran dan masukan, terutama kepada :
1. Bapa dan mama (alm) untuk semua doa, kasih sayang, bimbingan dan
pengajaran yang telah diberikan.
2. Ir. Yayah K.Wagiono, M.Ec., selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua
masukan, kesabarannya.
3. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc., selaku dosen penguji utama atas semua masukan,
kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala
perbaikan pada penulisan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec., selaku pembimbing akademik atas
semangat, kesabaran dan masukannya kepada penulis.
6. Seluruh dosen, pengelola dan staf Program Studi Manajemen Agribisnis untuk
semua ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini.
7. Bang Pippi, Kak Eva, dan adik-adikku tersayang (Molbinos, Wulan) yang
telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kak Evelin beserta keluarga, terima kasih atas dorongan semangat dan moril
10
9. Erika Nurmala Sari Silitonga, terima kasih atas perhatian, kasih sayang,
dorongan semangat, moril yang membuat penulis mampu bertahan hingga
selesainya skripsi ini.
10.Anak-anak PIM (Pondok Iona memories), Gandhi, Guntur, Aulia, Didit,
wahyu, Satria, Bengbeng, dan Bli atas semua masukan, kritikan, kebersamaan,
dan kekeluargaannya selama ini.
11.Teman-teman AGB 41 lainnya, atas kebersamaan, kekeluargaan,
kekompakan, dan dukungannya selama ini.
12.Teman-teman sebimbingan (Khrisna, Nunik, Qiqi) yang selalu
A MILD SAMPOERNA
(Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh :
HERIKSON SIMBOLON
A14104106
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS PERTANIAN
2
RINGKASAN
HERIKSON SIMBOLON. Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada Konsumen Rokok A Mild (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor). Dibawah bimbingan YAYAH K. WAGIONO.
Industri rokok memberikan kontribusi yang sangat besar dan signifikan sebagai sumber devisa negara. Penerimaan pemerintah dari cukai rokok terus meningkat, pada tahun 2000 realisasi penerimaan cukai rokok sebesar Rp 12,46 triliun dan selalu mengalami peningkatan pada tahun-tahun selanjutnya. Pada tahun 2007 penerimaan dari cukai rokok ini telah mencapai Rp 43,93 triliun (Ditjen Bea Cukai dalam Indocomercial CIC, 2008). Indonesia menempati posisi kelima dalam jumlah konsumsi rokok perkapita di dunia. Sebanyak 31,4 persen atau 62.800.000 orang dari penduduk Indonesia merokok (Koran Pembaharuan, 2006). Sementara, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 59,04 persen laki-laki perokok dan 4,83 persen perempuan perokok. Kampanye anti rokok oleh LSM-LSM merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi dampak buruk dari rokok. Selain itu, beberapa peraturan dari pemerintah juga telah diterapkan. Melalui PP No 81/1999. Peraturan lainnya, adalah berupa pengharusan bagi setiap pengiklanan rokok untuk selalu menyertakan peringatan pemerintah setelah iklan rokok ditayangkan. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang timbul dalam mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi dan menginginkan adanya rokok dengan kadar tar dan nikotin yang rendah. PT HM Sampoerna melirik peluang ini dengan mengeluarkan rokok A Mild yaitu rokok yang memiliki kadar tar dan nikotin yang rendah.
Kehadiran rokok A Mild dari produsen PT HM Sampoerna Tbk. tahun 1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Banyak produsen rokok ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan mild. Pasar rokok mild sangat potensial, kondisi ini membuat produsen rokok menerapkan strategi yang tepat untuk memenangkan persaingan dan menjadi pemimpin pasar. Persaingan pasar yang sangat tinggi dan ancaman dari kompetitor membuat produsen A Mild membangun kekuatan merek rokok A Mild dan menjadikan rokok A Mild sebagai brand authority.
Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan metode non probability yaitu metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan metode penentuan sampel dimana sampel yang diambil berdasarkan pada pertimbangan tertentu dan didasarkan pada tujuan penelitian (Singarimbun dan Effendi, 1989 dalam Fajri, 2005). Penelitian ini menggunakan analisis Structural Equation Model (SEM). Ukuran sampel yang disarankan untuk analisis SEM adalah antara 100-200 (Firdaus dan Farid, 2008). Peneliti mengambil 120 responden terpilih dengan menyebarkan 120 kuesioner. Teknik pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif, dan analisis SEM.
Karakteristik responden rokok A Mild Sampoerna pada penelitian ini berjenis kelamin laki-laki, usia 21-25 tahun, rata-rata uang bulanan Rp 750.000-Rp 1000.000, konsumsi rokok tiap hari < 1 bungkus, rata-rata pengeluaran pembelian rokok perbulan Rp 50.000-Rp 100.000, lokasi pembelian di toko/warung terdekat, rokok A Mild menjadi top of mind bagi responden, merek rokok tetap yang dikonsumsi tiap hari yaitu rokok A Mild, frekuensi berganti merek rokok dalam sebulan 0 kali (tidak pernah).
Persepsi responden terhadap elemen-elemen yang membangun brand equity, mayoritas responden menjawab setuju. Pertanyaan yang diajukan bertujuan untuk mengetahui persentase tingkat kesetujuan responden terhadap indikator-indikator elemen brand equity.
Berdasarkan hasil SEM, variabel kesadaran merek (brand awareness) dan variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh tertinggi dalam membangun nilai brand equtiy rokok A Mild Sampoerna dengan nilai masing-masing sebesar 1,00. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,91. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,85. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,97. Hasil SEM yang diperoleh untuk rokok Class Mild sebagai pembanding yang digunakan untuk mengukur brand equity rokok A Mild, diperoleh nilai untuk variabel kesadaran merek sebesar 0,80. Variabel citra merek (brand image) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,75. Variabel pemilihan elemen merek (choosing brand element) memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,89. Variabel program pengembangan pemasaran memiliki pengaruh paling tinggi dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 1,00. Variabel penggunaan daya ungkit dari asosiasi sekunder memiliki pengaruh dalam membangun nilai brand equity dengan nilai sebesar 0,72.
4
APLIKASI PENGGUNAAN KONSEP CUSTOMER-BASED BRAND
EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK
A MILD SAMPOERNA
(Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)
Oleh :
HERIKSON SIMBOLON A14104106
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN
Judul :
Aplikasi Penggunaan Konsep Customer-Based Brand Equity pada Konsumen Rokok A Mild Sampoerna (Studi Kasus pada Mahasiswa di Kota Bogor)Nama : Herikson Simbolon
NRP : A14104106
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yayah K. Wagiono, M.Ec NIP. 130 350 044
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
6
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG
BERJUDUL “APLIKASI PENGGUNAN KONSEP CUSTOMER-BASED
BRAND EQUITY PADA KONSUMEN ROKOK A MILD SAMPOERNA
(STUDI KASUS PADA MAHASISWA DI KOTA BOGOR)”
BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI TULISAN KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara, pada tanggal
15 Agustus 1985. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara, putra
pasangan Bapak Gumanti Simbolon dan Ibu Sondang Nababan.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 019 Balam Sempurna,
Kabupaten Rokan Hilir dari tahun 1991 sampai tahun 1997. Penulis melanjutkan
pendidikan menengah di SLTP Katolik Yosef Arnoldi Bagan Batu, Kabupaten
Rokan Hilir pada tahun 1997 hingga selesai pada tahun 2000. Pada tahun 2000
penulis melanjutkan pendidikan di SMU Santa Maria Medan dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun 2004, penulis diterima sebagai mahasiswa di Program Studi
Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor melalui jalur SPMB (Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai organisasi
kemahasiswaan diantaranya sebagai anggota Komisi Kesenian PMK (Persatuan
Mahasiswa Kristen) periode 2006-2007, Koordinator LPP ( Lembaga Pemantau
Pemira) Fakultas Pertanian tahun 2007. Selain itu, penulis juga aktif di organisasi
mahasiswa daerah (MARTABE) batak IPB sebagai wakil ketua. Penulis juga aktif
8
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
yang telah melimpahkan kasih dan karunia-Nya kepada penulis, sehingga dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Program Studi Manajemen Agribisnis,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Saat ini persaingan di industri rokok semakin tinggi, khususnya di industri
rokok mild. Konsumen rokok semakin sadar akan bahaya yang besar dalam
mengkomsumsi rokok dengan kadar tar dan nikotin yang tinggi. Hal ini
menyebabkan semakin banyak konsumen rokok yang berganti jenis rokok dan
memilih mengkomsumsi rokok jenis mild karena menganggap rokok mild lebih
sehat. Potensi pangsa pasar yang besar membuat produsen-produsen rokok melirik
pasar ini. rokok A Mild sebagai pionir rokok jenis mild dan pemimpin pasar
menyadari ancaman yang datang dari kompetitor. Untuk menghadapi ancaman
dari kompetitor A Mild melindungi produknya dengan cara membangun kekuatan
merek.
Semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan kontribusi pemikiran
bagi semua pihak yang berkepentingan.
Bogor, September 2008
Herikson Simbolon
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji syukur dan terima kasih penulis sampaikan kepada Tuhan
Yang Maha Kuasa atas segala berkat dan tuntunanNya dalam penulisan skripsi
ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu dalam persiapan, pelaksanaan, dan penyusunan skripsi ini baik dalam
bentuk bimbingan, saran dan masukan, terutama kepada :
1. Bapa dan mama (alm) untuk semua doa, kasih sayang, bimbingan dan
pengajaran yang telah diberikan.
2. Ir. Yayah K.Wagiono, M.Ec., selaku dosen pembimbing skripsi, atas semua
masukan, kesabarannya.
3. Ir. Narni Farmayanti, M.Sc., selaku dosen penguji utama atas semua masukan,
kritik dan saran dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. Tintin Sarianti, SP selaku dosen penguji komisi pendidikan atas segala
perbaikan pada penulisan skripsi ini.
5. Dr. Ir. Henny K. Daryanto, M.Ec., selaku pembimbing akademik atas
semangat, kesabaran dan masukannya kepada penulis.
6. Seluruh dosen, pengelola dan staf Program Studi Manajemen Agribisnis untuk
semua ilmu dan bimbingan yang diberikan selama ini.
7. Bang Pippi, Kak Eva, dan adik-adikku tersayang (Molbinos, Wulan) yang
telah menjadi motivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Kak Evelin beserta keluarga, terima kasih atas dorongan semangat dan moril
10
9. Erika Nurmala Sari Silitonga, terima kasih atas perhatian, kasih sayang,
dorongan semangat, moril yang membuat penulis mampu bertahan hingga
selesainya skripsi ini.
10.Anak-anak PIM (Pondok Iona memories), Gandhi, Guntur, Aulia, Didit,
wahyu, Satria, Bengbeng, dan Bli atas semua masukan, kritikan, kebersamaan,
dan kekeluargaannya selama ini.
11.Teman-teman AGB 41 lainnya, atas kebersamaan, kekeluargaan,
kekompakan, dan dukungannya selama ini.
12.Teman-teman sebimbingan (Khrisna, Nunik, Qiqi) yang selalu
DAFTAR ISI 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 22
3.1.1 Ekuitas Merek (Brand Equity)... 22
3.2 Konsep Customer-Based Brand Equity menurut Kevin. Keller ... 24
3.2.1 Sarana dan Tujuan Membangun Merek (Brand-building Tools andObjectives)... 26
3.2.2 Efek Pengetahuan Pelanggan (Customer Konowledge Effects)... 26
3.2.3 Manfaat yang mungkin diperoleh dengan memiliki Merek (Branding Benefits/Brand Equity)... 26
3.2.4 Indikator Pengukuran Customer-Based Brand Equity... 27
3.2.4.1 Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures)... 28
3.2.4.2 Ukuran Citra Merek (Brand Image Measures) ... 29
3.2.4.3 Ukuran Pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand Element Measures)... 29
3.2.4.4 Ukuran Pengintegrasian Merek ke Dalam Kegiatan Pemasaran dan Dukungan dari Program Pemasaran ... 30
3.2.4.5 Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder (Leverage of Secondary Association Measures)... 30
12
IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 33 4.2 Metode Pengumpulan Data... 33 4.3 Metode Penarikan Sampel ... 34 4.4 Metode Analisis Data ... 36 4.4.1 Skala Likert ... 36 4.4.2 Analisis Deskriptif ... 37 4.4.3 Structural Equation Model (SEM) ... 37 4.4.3.1 Tahap-tahap dalam Structural Equation Model... 38 4.4.3.2 Aplikasi SEM dalam pengukuran Brand
Equity Value... 44
V. KARAKTER RESPONDEN
5.1 Jenis Kelamin ... 47 5.2 Usia... 48 5.3 Rata-rata Uang Bulanan Responden... 49 5.4 Konsumsi Rokok tiap Hari... 50 5.5 Rata-rata Pengeluaran Pembelian Rokok per Bulan ... 51 5.6 Lokasi Pembelian ... 51 5.7 Top of Mind Merek rokok Mild... 52 5.8 Merek rokok Tetap yang Dikonsumsi ... 53 5.9 Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan... 54
VI. UKURAN ELEMEN ELEMEN BRAND EQUITY
6.1 Ukuran Kesadaran Merek (Brand Awareness Measures) ... 55 6.1.1 Depth (tingkat kesadaran merek dalam level mental
konsumen) ... 55 6.1.2 Breadth (luas area jangkauan merek)... 58 6.2 Ukuran Citra Merek ( Brand Image Measures) ... 60 6.2.1 Strong (asosiasi merek yang kuat) ... 60 6.2.2 Favourable (asosiasi merek yang disukai)... 62 6.2.3 Unique (asosiasi merek yang unik)... 63 6.3 Ukuran Pemilihan Elemen Merek (Choosing Brand Element
Measures)... 64 6.3.1 Logo ... 65 6.3.2 Packaging (Kemasan) ... 66 6.3.3 Slogan... 66 6.4 Program pengembangan Pemasaran (Developing Marketing
Program)... 68 6.4.1 Product (Produk yang Berkualitas) ... 68 6.4.2 Promotion (Program Promosi yang Efektif) ... 69 6.5 Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari Asosiasi Sekunder
(Leverage of Secondary Association Measures) ... 70 6.5.1 Perusahaan (Company)... 71 6.5.2 Country of Origin (Identifikasi Negara Asal Produk) ... 72
VII. NILAI EKUITAS MEREK
7.2 Analisis Model Structural Equation Model (SEM)
Rokok A Mild ... 75 7.2.1 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness)
dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai
Ekuitas Merek Rokok A Mild ... 76 7.2.1.1 Depth... 77 7.2.1.2 Breadth... 77 7.2.2 Hubungan antara Ukuran Citra Merek dengan Variabel
Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas
Merek Rokok A Mild ... 78 7.2.2.1 Strong (Asosiasi merek yang tinggi) ... 78 7.2.2.2 Favorable (Asosiasi Merek yang Disukai ... 79 7.2.2.3 Unique ( Keunikan Merek) ... 79 7.2.3 Hubungan antara Ukuran pemilihan Elemen Merek dengan
Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild ... 80 7.2.3.1 Logo... 80 7.2.3.2 Packaging (Kemasan)... 81 7.2.3.3 Slogan ... 81 7.2.4 Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran
Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild ... 82 7.2.4.1 Product (Produk yang Berkualitas) ... 83 7.2.4.2 Promotion (Promosi) ... 83 7.2.5 Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari
Asosiasi Sekunder dengan Variabel Indikator
dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok A Mild... 84 7.2.5.1 Company (Perusahan)... 85 7.2.5.2 Country of Origin... 85 7.2.6 Hubungan antara Kesadaran Merek Citra Merek Ukuran
pemilihan Elemen Merek Program Pengembangan Pemasaran dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari
Asosiasi Sekunder terhadap Ekuitas Merek ... 86 7.3 Analisis Model Structural Equation Model (SEM)
Rokok Class ... 89 7.3.1 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness)
dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild ... 91 7.3.1.1 Depth... 91 7.3.1.2 Breadth... 92 7.3.2 Hubungan antara Kesadaran Merek (Brand Awareness)
dengan Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai
Ekuitas Merek Rokok Class Mild... 93 7.3.2.1 Strong (Asosiasi Merek yang Tinggi) ... 93 7.3.2.2 Favorable (Asosiasi Merek yang Disukai) ... 93 7.3.2.3 Unique ( Keunikan Merek) ... 94 7.3.3 Hubungan antara Ukuran pemilihan Elemen Merek dengan
14
Rokok Class Mild ... 94 7.3.3.1 Logo... 95 7.3.3.2 Packaging (Kemasan)... 95 7.3.3.3 Slogan ... 95 7.3.4 Hubungan antara Program Pengembangan Pemasaran
Variabel Indikator dalam Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild ... 96 7.3.4.1 Product (Produk yang Berkualitas) ... 96 7.3.4.2 Promotion (Promosi) ... 96 7.3.5 Hubungan antara Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari
Asosiasi Sekunder dengan Variabel Indikator dalam
Membentuk Nilai Ekuitas Merek Rokok Class Mild... 97 7.3.5.1 Company (Perusahan)... 97 7.3.5.2 Country of Origin... 97 7.3.6 Hubungan antara Kesadaran Merek Citra Merek Ukuran
Pemilihan Elemen Merek Program Pengembangan Pemasaran dan Ukuran Penggunaan Daya Ungkit dari
Asosiasi Sekunder terhadap Ekuitas Merek ... 98 7.4 Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value)... 99
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan ... 102 8.2 Saran ... 103
DAFTAR PUSTAKA... 105
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Penerimaan Cukai Rokok Tahun 2000-2008... 2 2. Perkembangan Konsumsi Rokok di Indonesia pada Tahun 1999-2007 ... 4 3. Konsumsi Rokok Perkapita pada Tahun 1999-2005... 5 4. Daftar Propinsi di Indonesia dengan Persentase Penduduk Berumur 10
Tahun keatas Yang Merokok Tertinggi pada Tahun 2007... 5 5. Rokok Mild Menurut Produsennya pada Tahun 2007 ... 6 6. Penjualan Rokok Mild (dalam miliar batang) pada Tahun 2003-2006 ... 7 7. Jumlah Penduduk Kota di Jawa Barat Tahun 2005 ... 8 8. Proyeksi Penduduk Menurut Kota di Jawa Barat Projection of
Population by Regency / Municipality in Jawa Barat
(Ribu / Thousands) 2006 – 2010... 9
9. Jenis dan Sumber Data ... 34 10. Notasi Lisrel ... 43 11. Goodness of fit Model rokok A Mild ... 76 12. Faktor Muatan (gamma atau ) dan nilai-t dalam Hubungan Ekuitas
Merek dengan Variabel Laten ... 86
16
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Perkembangan Produksi Rokok Kretek dan Rokok Putih (mild) ... 3 2. Brand Equity (Ekuitas Merek) ... 23 3. Model Customer-Based Equity menurut Kevin L. Keller ... 25 4. Kerangka Pemikiran Operasional ... 32 5. Tahap-tahap dalam SEM ... 38 6. Model Persaman Struktural ... 46 7. Diagram Jenis Kelamin Responden ... 48 8. Diagram Usia Responden ... 49 9. Diagram Rata-rata Uang Bulanan ... 50 10.Diagram Konsumsi Rokok tiap Hari (Bungkus)... 50 11.Diagram Rata-rata Pengeluaran Rokok per Bulan ... 51 12.Lokasi Pembelian ... 52 13.Top Of Mind Rokok Mild... 53 14.Merek Rokok Tetap yang Dikonsumsi oleh Responden ... 54 15.Frekuensi Berganti Merek Rokok dalam Sebulan ... 54 16.Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Mengenal dan
Mengetahui Merek Rokok ... 56 17.Diagram Persepsi Responden terhadap Tingkat Kemudahan
Mengingat Merek Rokok... 57 18.Diagram Persepsi Responden terhadap Kemampuan Membedakan
Merek Rokok A Mild dengan Merek Rokok Lain ... 58 19.Luas Area Jangkauan Merek Rokok A Mild dan Class Mild... 59 20.Tingkat Pembelian Rokok A Mild dan Class Mild per Hari ... 60 21. Persepsi Responden terhadap Kualitas Rasa/taste
Rokok A Mild dan Class Mild ... 61 22. Top of Mind Responden terhadap Merek Rokok A Mild dan Merek
Rokok Class Mild... 62 23. Penerimaan Responden terhadap Cita Rasa Rokok A Mild
yang Berkualitas... 63 24. Persepsi Responden terhadap Merek Rokok Mild Sebagai
25. Persepsi Responden terhadap Logo
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild... 65 26. Persepsi Responden terhadap Kemasan Bungkus
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild... 66 27. Persepsi Responden terhadap Slogan
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild... 67 28. Persepsi Responden terhadap Kualitas Cita Rasa/taste
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild... 69 29.Persepsi Responden terhadap Kemudahan Menemukan Iklan
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild di Berbagai Media ... 70 30.Persepsi Responden terhadap Efek Langsung Citra Perusahaan
terhadap Pembentukan Citra Merek Produk... 72
31. Persepsi Responden terhadap Country of Origin
Rokok A Mild dan Rokok Class Mild... 73 32. Path Model Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value) Rokok A Mild... 75 33. Path Model SEM Rokok A Mild (T-Value)... 89 34. Path Model Nilai Ekuitas Merek (Brand Equity Value)
18
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Kuesioner Penelitian Analisis Brand Equity Rokok A Mild Sampoerna... 107 2. Persentase Mahasiswa Perokok dan Non Perokok IPB ... 111 3. Kondisi Mahasiswa Perokok dan non Perokok di Universitas Pakuan... 112 4. Penduduk Usia 10 Tahun ke Atas Yang Merokok Sebulan Terakhir
Menurut Kab/Kota.dan Beberapa Batang Dihisap Seminggu Terakhir pada Tahun 2005... 114 5. Hasil output LISREL A Mild dan Class Mild ... 115
1.1. Latar Belakang
Upaya pemerintah untuk membangun pertanian Indonesia menuju arah
yang lebih baik dan meningkatkan kesejahterakan masyarakat membuat
pemerintah mengeluarkan kebijakan untuk merevitalisasi pertanian di segala
sektor. Upaya pembangunan pertanian ini tidak terlepas dari konsep agribisnis.
Hal ini disebabkan agribisnis merupakan konsep dari suatu sistem yang integratif,
utuh dan komprehensif yang terdiri dari beberapa subsistem, yaitu subsistem
pengadaan sarana produksi pertanian, subsistem produksi usaha tani, subsistem
pengolahan dan industri hasil pertanian (agroindustry), subsistem pemasaran hasil
pertanian, dan subsistem kelembagaan penunjang kegiatan pertanian.
Salah satu subsistem agribisnis yang sangat berperan dalam menyokong
pertumbuhan ekonomi nasional adalah subsistem industri pengolahan. Sektor ini
terbukti mampu menyumbang sebesar 28,05 persen terhadap Rp 2.729,7 triliun
Produk Domestik Bruto (Depperindag, 2005)1. Industri rokok merupakan salah satu contoh industri pengolahan yang memberikan kontribusi yang sangat besar
dan signifikan sebagai sumber devisa negara. Penerimaan pemerintah dari cukai
rokok terus meningkat, pada tahun 2000 realisasi penerimaan cukai rokok tercatat
sebesar Rp 12,46 triliun dan selalu mengalami peningkatan pada tahun-tahun
selanjutnya (Tabel 1). Pada tahun 2007 nilai dari penerimaan dari cukai rokok ini
telah mencapai Rp 43,93 triliun.
Pemerintah berkeinginan untuk terus meningkatkan penerimaan negara
dari cukai rokok, yaitu dengan meningkatkan tarif cukai rokok. Tahun 2007
1
2
pemerintah menaikkan cukai rokok hingga 40 persen, tahun 2008 pemerintah
berencana menaikkan cukai rokok dalam negeri hingga 100 persen
(www.depperin.go.id, 2008)2 . Hal ini bertujuan untuk mengurangi tingkat konsumsi rokok nasional.
Tabel 1. Penerimaan Cukai Rokok, Tahun 2000-2008 Tahun Total penerimaan
Sumber : Ditjen Bea Cukai dalam indocomercial CIC (2008), data diolah3
Industri rokok termasuk salah satu industri yang mampu menyerap tenaga
kerja dalam jumlah besar. Tidak kurang dari 20 juta penduduk Indonesia
bergantung pada industri rokok. Disamping itu, industri rokok juga mampu
mendorong berkembangnya industri jasa lain seperti periklanan, perdagangan,
transportasi dan penelitian. Selain memiliki kemampuan dalam menyerap tenaga
kerja dalam jumlah yang tidak sedikit, secara sektoral industri ini juga mampu
mendorong tumbuh kembangnya subsektor perkebunan (komoditas tembakau dan
cengkeh).
2
Depperin.2008. Rencana Kenaikan Cukai Rokok oleh Pemerintah. Jakarta (www.depprin.go.id-16 Mei 2008: 19:30:00 WIB)
3
Pertumbuhan produksi industri rokok Indonesia tidak selamanya positif.
Tiap tahun cenderung berfluktuasi, meskipun tidak terlalu signifikan
perbedaannya. Hal ini dapat dilihat dari data berikut (Gambar 1) :
Gambar 1. Perkembangan Produksi Rokok Kretek dan Rokok Putih (mild)
Sumber: www.wartaekonomi.com, 20064
Meskipun secara medis rokok dapat merugikan kesehatan, namun banyak
orang yang mengabaikan bahaya yang timbul akibat rokok. Banyak faktor yang
menyebabkan orang untuk tidak merokok atau untuk menghentikan kebiasaan
merokok. Salah satu faktor yang paling dominan yakni untuk menenangkan
pikiran atau mengurangi beban stres. Di Indonesia, terdapat dua jenis rokok yang
dikenal secara umum, yaitu rokok kretek dan rokok putih (Indocomercial CIC,
2006).
Kampanye anti rokok merupakan usaha yang dilakukan untuk mengurangi
dampak buruk dari rokok. Selain itu, beberapa peraturan dari pemerintah juga
4
4
telah diterapkan. Melalui PP No 81/1999, Pemerintah telah melarang produsen
rokok untuk mempromosikan produknya pada anak-anak dan remaja serta
melarang penanyangan iklan rokok di televisi diluar pukul 21.30-05.00. Peraturan
lainnya, adalah berupa pengharusan bagi setiap pengiklanan rokok untuk selalu
menyertakan peringatan pemerintah setelah iklan rokok ditayangkan.
Meskipun kampanye anti rokok dan peringatan akan bahaya merokok
terus dilakukan, namun konsumsi rokok nasional tetap tinggi. Dari data yang
diperoleh tingkat konsumsi rokok Indonesia cenderung berfluktuasi (Tabel 2).
Tabel 2. Perkembangan Konsumsi Rokok di Indonesia pada Tahun 1999-2007
Indonesia menempati posisi kelima dalam jumlah konsumsi rokok per
kapita di dunia. Sebanyak 31,4 persen atau 62.800.000 orang dari penduduk
Indonesia merokok (Koran Pembaharuan, 2006)6. Sementara, berdasarkan Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 59,04 persen laki-laki perokok dan 4,83 persen
perempuan perokok.
5
IndocomercialCIC.2007.Konsumsi Rokok yang Semakin Mengkhawatirkan (www.indocomercial.com)-24 Mei 2008:20:15:00 WIB
6
Tabel 3 menjelaskan konsumsi rokok per kapita rokok kretek dan rokok
mild. Kondisi konsumsi rokok per kapita berfluktuasi setiap tahun dan cenderung
mengalami penurunan tingkat konsumsi rokok, baik rokok kretek maupun rokok
mild.
Tabel 3. Konsumsi Rokok Per kapita pada Tahun 1999-2005 Konsumsi per kapita
Tingkat perbandingan konsumsi merokok antar propinsi (Departemen
Kesehatan berdasarkan Susenas 2003), Jumlah penduduk berumur sepuluh tahun
ke atas yang merokok terbanyak berdasarkan provinsi ditempati oleh provinsi
Jawa Barat dengan persentase 31,57 persen (Tabel 4).
Tabel 4. Daftar Propinsi di Indonesia dengan Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun keatas yang Merokok tertinggi Tahun 2007
No. Propinsi Persentase Penduduk Berumur 10 Tahun Ke Atas yang Merokok (%)
Sumber : Departemen Kesehatan (2007), data diolah8
7
Indocomercial CIC.2005. Konsumsi Rokok per Kapita Indonesia (www.indocomercial.com)-24 Mei 2008:20:15:00 WIB
8
6
Industri rokok merupakan salah satu industri berskala besar di Indonesia
dan menjadi ajang kompetisi sebab pasar Indonesia sangat potensial bagi industri
tersebut. Berdasarkan data konsumsi rokok dengan konsumsi terbanyak, rokok
kretek merupakan rokok paling banyak dikonsumsi oleh konsumen rokok (Tabel
2). Rokok kretek adalah adalah rokok khas Indonesia yang didalamnya
mengandung campuran cengkeh, sehingga memiliki cita rasa dan aroma yang
berbeda dengan jenis rokok putih. Di Indonesia, rokok kretek dibagi menjadi dua
jenis, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT) dan Sigaret Kretek Mesin (SKM).
Keluarnya PP No. 81 tahun 1999 yang mengatur kadar maksimum tar dan nikotin
pada setiap batang rokok mempengaruhi produsen rokok untuk lebih
mengembangkan rokok kretek jenis mild, yaitu rokok yang memiliki kadar tar dan nikotin yang rendah. Hal ini membuat perusahaan rokok mengeluarkan produk
rokok mild masing-masing untuk bersaing merebut pangsa pasar rokok jenis mild.
Tabel 5. Rokok Mild Menurut Produsennya Tahun 2007
Kandungan
Sumber : Visidata Riset Indonesia dalam Visi Vews, 20079
9
Kehadiran rokok A Mild dari produsen PT HM Sampoerna Tbk. tahun
1989 mengubah lanskap bisnis rokok nasional. Hampir semua produsen rokok
ikut meramaikan persaingan di kategori rokok ringan mild. Perang komunikasi
dan bajak-membajak tenaga kerja tidak terhindarkan. Menjelang akhir tahun 1989,
industri rokok di Indonesia dikagetkan oleh langkah berani PT HM Sampoerna
Tbk. (HMS). Produsen rokok kretek Dji Sam Soe meluncurkan produk terbarunya
yang tergolong unik, karena produk tersebut tidak masuk dalam tiga kategori
besar rokok yang ada saat itu, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT), Sigaret Kretek
Mesin (SKM) reguler, dan Sigaret Putih Mesin (SPM). Lewat produk yang diberi
merek A Mild, PT HM Sampoerna Tbk. membuat sebuah kategori baru yakni
SKM mild.
Rokok mild mengalami pertumbuhan produksi yang sangat signifikan dan
menunjukkan kinerja yang cukup bagus, dalam lima tahun terakhir produksi
rokok mild menunjukkan peningkatan rata-rata sekitar 17,2 persen per tahun (Visi
News, Juni 2005)10. Nilai penjualan rokok mild mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, hal ini disebabkan oleh kenaikan tarif cukai dan harga jual eceran (HJE).
Tabel 6. Penjualan Rokok Mild (dalam miliar batang) pada Tahun 2003-2006 Penjualan (miliar batang)
Visidata Riset Indonesia. 2005. Pertumbuhan Produksi Rokok Mild (www.visinews.com)-25 Mei 2008-17:24:06 WIB
11
8
Berdasarkan data SWA (2006), diketahui bahwa penjualan rokok
Sampoerna A Mild terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun dengan nilai
penjualan tertinggi jika dibandingkan dengan rokok merek jenis mild. Rokok A
Mild memiliki pangsa pasar tertinggi di Indonesia, tahun 2007 PT HM Sampoerna
Tbk. memiliki pangsa pasar sekitar 65 persen pangsa pasar rokok mild (Majalah
Marketing, 2007). Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu pangsa pasar terbesar
rokok A Mild dan menjadi target pemasaran oleh PT HM Sampoerna Tbk., karena
jumlah perokok di wilayah tersebut terbanyak jika dibandingkan dengan provinsi
lain di Indonesia. Demikian juga dengan kota Bogor yang merupakan kota dengan
penduduk terbanyak ke-4 di Jawa Barat.
Tabel 7. Jumlah Penduduk Kota di Jawa Barat Tahun 2005
Kota Jumlah Penduduk
Kota Bogor 749.346
Kota Sukabumi 263.365
Kota bandung 2.270.970
Kota Cirebon 271.795
Kota Bekasi 1.754.019
Kota Depok 1.021.483
Kota Cimahi 451.241
Kota Tasikmalaya 551.012
Kota Banjar 162.226
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2005
Badan pusat statistik Provinsi Jawa Barat memproyeksikan bahwa
penduduk kota Bogor mengalami pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap
tahun. Setiap tahun mengalami pertumbuhan penduduk sebesar 2 persen. (Tabel 8,
data diolah). Pertumbuhan penduduk yang meningkat setiap tahun akan
berbanding lurus terhadap peningkatan jumlah konsumen rokok A Mild. Kota
Bogor berada pada posisi keempat jumlah penduduk terbanyak kota-kota di
Tabel 8. Proyeksi Penduduk Menurut Kota di Jawa Barat (Ribu) 2006 – 2010
Kota 2006 2007 2008 2009 2010
B o g o r 854,15 870,99 887,05 901,50 914,10 Sukabumi 275,21 278,83 282,36 285,57 288,37 Bandung 2 269,87 2 296,54 2 311,74 2 323,27 2 331,71 Cirebon 288,53 291,05 293,48 295,61 297,42
Bekasi 2 150,60 2 236,81 2 324,33 2 410,70 2 494,90
Depok 1 420,48 1 470,25 1 521,35 1 572,02 1 621,93
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat 2008
1.2. Perumusan Masalah
Kemunculan A Mild pada tahun 1989 menimbulkan dampak yang besar
terhadap industri rokok di Indonesia serta merubah peta persaingan di industri
rokok. Banyak yang mengangggap sebelah mata kemunculan rokok A Mild,
bahkan sebagian kalangan menganggap rokok A Mild merupakan rokok banci
karena kadar tar dan nikotinnya yang serba rendah. PT HM Sampoerna Tbk.
menganggap hal tersebut sebagai tantangan dan tetap fokus untuk menggarap
pangsa pasar rokok LTLN (Low Tar, Low Nikotin). Langkah PT HM Sampoerna
Tbk. yang meluncurkan produk rokok mild segera diikuti oleh produsen rokok
lain, karena pangsa pasar ini sangat menjanjikan. Hal ini terlihat jelas dengan
semakin banyaknya produsen rokok yang masuk kedalam industri rokok mild,
mengakibatkan persaingan rokok disegmen rokok rendah tar dan rendah nikotin
menjadi sangat tinggi. Para produsen rokok mild menerapkan berbagai strategi
untuk memenangkan persaingan. Sebagai pemimpin pasar yang menguasai 65
persen pangsa pasar pada tahun 2007, PT HM Sampoerna Tbk. harus fokus dalam
mempertahankan pangsa pasar yang dimilikinya. Meskipun merupakan pemain
pertama di kategori LTLN, tetapi tidak dapat dipungkiri bahwa A Mild juga harus
bersaing dengan merek-merek lainnya dengan kadar tar dan kadar nikotin yang
new-10
category brand” sekaligus challenger brand. Beragamnya merek dan varian
produk seperti komposisi tar dan nikotin yang lebih rendah, rasa, dan harga yang
ditawarkan memberikan banyak pilihan bagi konsumen rokok mild untuk
menentukan pilihan. Hal ini memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap
penurunan penjualan rokok A Mild.
Untuk menjaga loyalitas konsumen rokok A Mild dan menarik konsumen
rokok baru A Mild diperlukan strategi pemasaran yang tepat. PT HM Sampoerna
Tbk berusaha membangun mereknya yang tidak hanya sekedar pelopor atau
pemain pertama, tetapi juga merupakan otoritas (brand authority). A Mild dikenal
sebagai “the first to the market” tetapi juga dikenal sebagai “the first to the
mind”, merek yang dapat mewakili personality para konsumennya (Kartajaya, 2005). Dalam membangun merek dan mempromosikan produk diperlukan
karakteristik konsumen yang menjadi segmentasi pasar rokok A Mild. Segmen
pasar berpengaruh terhadap pesan yang akan disampaikan dalam promosi dan
melalui media promosi mana yang memiliki kemampuan dalam mempengaruhi
konsumen memilih produk Sampoerna A Mild.
Lokasi yang dijadikan tempat penelitian mengenai analisis brand equity
rokok A Mild adalah kota Bogor, khususnya kampus IPB dan kampus Universitas
Pakuan. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa segmen pasar rokok A Mild
adalah kaum muda khususnya mahasiswa dan kota Bogor merupakan kota dengan
jumlah mahasiswa yang cukup banyak.
Berdasarkan uraian permasalahan di atas, maka perumusan masalah dalam
1. Bagaimana kontribusi masing-masing elemen penyusun brand equity terhadap
nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild Sampoerna dan elemen
mana yang memberikan kontribusi paling besar terhadap brand equity value
rokok A Mild
2. Bagaimana kondisi brand equity value rokok A Mild Sampoerna
dibandingkan dengan pesaing utama?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka
penelitian ini bertujuan untuk?
1. Menganalisis besarnya kontribusi masing-masing elemen penyusun brand
equity terhadap nilai ekuitas merek (brand equity value) rokok A Mild
Sampoerna dengan menghitung kontribusi masing-masing elemen penyusun
brand equity value rokok A Mild.
2. Menganalisis brand equity value rokok A Mild Sampoerna dalam mengukur kekuatan merek rokok A Mild dibandingkan dengan kekuatan merek produk
pesaing.
1.4. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan, yaitu :
1. Sebagai masukan bagi perusahaan berupa informasi dan pertimbangan dalam
mengambil keputusan bagi PT HM Sampoerna Tbk. khususnya bagian
12
2. Sebagai sarana pengembangan wawasan dan pengembangan kemampuan
analitis.
3. Sebagai masukan bagi institusi, mahasiswa dan diharapkan dapat dijadikan
studi literatur untuk penelitian lebih lanjut.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dibatasi oleh:
1. Produk yang diteliti adalah produk rokok mild, yang difokuskan pada merek
yang menjadi pemimpin pasar, yaitu Sampoerna A Mild. Dasar dari pemilihan
produk rokok A Mild adalah untuk menindaklanjuti fenomena yang terjadi di
kalangan konsumen rokok mild. Dari pengamatan sehari-hari di lapangan ada
kecenderungan bahwa rokok A Mild dipahami konsumen rokok sebagai rokok
mild. Konsumen rokok ketika melakukan proses pembelian selalu
menyebutkan rokok mild sedangkan yang diinginkan atau yang dibeli adalah
rokok A Mild. Ada suatu pembentukan persepsi merek di benak konsumen
bahwa rokok A Mild adalah merek rokok mild. Rokok mild adalah rokok putih
dengan kandungan tar dan nikotin yang tendah. Rokok mild terdiri dari
beberapa merek rokok yaitu Class Mild, Star Mild, U Mild, dan X Mild.
Fenomena ini mirip dengan produk air mineral dalam kemasan, dimana
konsumen mengidentikkan air mineral dalam kemasan dengan merek Aqua.
2. Objek Penelitian adalah konsumen rokok mild dikalangan mahasiswa di kota
Bogor. Alasan yang mendasari mengambil responden dari kalangan
mahasiswa yaitu untuk mengetahui sejauh mana preferensi mahasiswa dalam
mengkonsumsi rokok dihubungkan dengan hipotesa dengan tingkat
bahaya merokok terhadap kesehatan, dan kemungkinan seseorang
mengkonsumsi rokok sangat kecil. Pada kasus ini hipotesa tersebut berlaku
terhadap mahasiswa, dimana mahasiswa memiliki pemikiran yang rasional
dan tidak bersifat emosional sehingga kemungkinan jumlah mahasiswa yang
mengkonsumsi rokok tergolong rendah. Dari fakta yang diperoleh di lapangan
bertolak belakang dengan hipotesa yang berlaku, jumlah mahasiswa yang
merokok di Kota Bogor baik dari IPB maupun Universitas Pakuan tergolong
tinggi. Responden berjumlah 120 orang. Pengambilan sampel tersebut
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Deskripsi Rokok Mild
Rokok jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) terdiri dari 2 jenis yaitu ringan
(mild) dan non ringan. Rokok kretek filter mild (Sigaret Kretek Mesin Ringan) adalah rokok kretek dengan kandungan tar dan nikotin terendah. Tampilan batang
rokok slim dengan circumference (keliling lingkaran) berukuran 22 mm, total
panjang produk 90 mm, dan setiap kemasan bungkus terdiri dari 16 batang. Pada
umumnya konsumen rokok mengenal Sigaret Kretek Mesin Ringan dengan
sebutan rokok mild12
Untuk mendapatkan rokok mild dengan kadar tar dan nikotin rendah yakni
maksimal 20 mg tar dan 1,5 mg nikotin, umumnya menggunakan mesin khusus
yang harganya relatif tinggi. Namun menurut hasil penelitian, untuk menurunkan
kadar nikotin dan tar dapat juga dilakukan dengan berbagai cara antara lain
mengurangi diameter rokok, penggunaan tembakau sintetis, menggelembungkan
tembakau, penggunaan filamen yang lebih halus, dan penambahan karbon aktif13.
2.2. Industri Rokok Mild
Industri rokok pada awalnya dikuasai oleh merek-merek rokok yang
diproduksi secara konvensional, yaitu Sigaret Kretek Tangan (SKT). Akan tetapi,
seiring perkembangan teknologi produksi rokok menggunakan mesin yang
dikenal dengan Sigaret Kretek Mesin (SKM) yang mengandung komposisi tar dan
nikotin yang cukup tinggi. Dengan penggunaan mesin dalam memproduksi rokok
mengakibatkan volume produksi rokok melonjak tinggi secara drastis.
12
www.wkipedia.org.2006. Rokok (www.wikipedia.org)-26 Mei 2008 : 19:34:12 WIB
13
Maraknya kampanye anti rokok yang disuarakan oleh LSM kesehatan dan
masyarakat yang menuntut produksi rokok nasional segera dikurangi, karena
sangat membahayakan kesehatan baik perokok aktif maupun perokok pasif.
Kondisi ini membuat produsen-produsen rokok besar untuk memproduksi rokok
dengan kandungan tar dan nikotin yang cukup rendah, dengan alasan bahwa rokok
dengan kandungan tar dan nikotin yang rendah lebih dapat menjaga tingkat
kesehatan konsumen rokok.
Rokok mild yang pertama kali dipasarkan di Indonesia adalah A Mild
yang diproduksi oleh PT HM Sampoerna Tbk. Rokok A Mild merupakan pionir di
segmen rokok mild. Pada tahun 1989, saat awal peluncuran produk dan awal
melakukan penetrasi pasar, produsen-produsen rokok menganggap bahwa langkah
yang dilakukan oleh PT HM Sampoerna Tbk. merupakan langkah berani dan
sangat beresiko tinggi. Pangsa pasar saat itu sangat dikuasai oleh SKT (sigaret
Kretek Tangan) dan SKM (Sigaret Kretek Mesin) dengan kadar tar dan nikotin
yang cukup tinggi. Masa-masa awal kemunculan A Mild mengalami tantangan
yang sangat sulit. Persepsi konsumen rokok yang menganggap bahwa rokok low
tar low nikotin kurang memiliki taste yang berdampak penerimaan konsumen
rokok pada rokok low tar low nikotin sangat sulit.
Untuk memperkenalkan produk dan menarik perhatian konsumen rokok
PT HM Samporena Tbk. melakukan penetrasi pasar dengan melakukan berbagai
kegiatan komunikasi pemasaran mulai dari iklan di televisi, media cetak hingga
kegiatan below the line. Tema-tema kampanye iklan rokok A Mild selalu menarik,
kreatif, unik, trend-setter dan mengundang perhatian dari konsumen rokok
16
mengiklankan produk rokok A Mild, tetapi juga bersifat memberikan edukasi
terhadap konsumen rokok maupun masyarakat. Perlahan tapi pasti pasar rokok
mild semakin berkembang seiring dengan tingkat kesadaran konsumen rokok
terhadap kesehatah tubuh. Berbeda dengan pertumbuhan volume penjualan rokok
lainnya yang cenderung turun, rokok rendah tar dan nikotin mild menunjukkan
pertumbuhan cukup baik yaitu tumbuh sekitar 31,8 persen per tahun mulai dari
tahun 1998-2002 (Visi Data Riset Indonesia, 2004)14
Volume penjualan terbesar dikuasai oleh rokok A Mild produksi
PT HM Sampoerna Tbk. yang kontribusinya hingga mencapai 65 persen terhadap
total volume penjualan rokok mild hingga tahun 2006 (Tabel 6). Perkembangan
pertumbuhan pasar rokok mild yang cukup menjanjikan dan memiliki prospek yang sangat cerah, membuat produsen rokok lain melirik pangsa produk rokok
mild. Masuknya sejumlah produsen rokok besar di segmen pasar rokok mild yang dikuasai oleh PT HM Sampoerna Tbk. melalui produk A Mild membuat
persaingan di segmen rokok mild sangat tinggi. Para produsen rokok yang masuk
ke industri rokok dengan segmen pasar rokok mild membawa merek
masing-masing antara lain: Class Mild, Star Mild, L.A. Mild, X Mild, U Mild, Djarum
Light, Signature, Bentoel Light, dan Mezzo.
2.3. Penelitian Terdahulu
Daruwahyudi (2005) melakukan Penelitian Mengenai Analisis Ekuitas
Merek Margarin Konsumen pada Tingkat Rumah Tangga. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa pengaruh langsung dari masing-masing elemen ekuitas
merek Simas terhadap ekuitas merek, dengan menggunakan teknik Structural
14
Equition Model (SEM), yakni kesadaran merek sebesar 66 persen, asosiasi merek
sebesar 90 persen, persepsi kualitas sebesar 78 persen, dan loyalitas merek sebesar
75 persen, dimana pengaruh tersebut dinilai cukup besar terhadap ekuitas merek
Simas. Simas memiliki tingkat asosiasi merek sangat kuat yaitu sebesar 90 persen,
sedangkan nilai pengaruh dari persepsi kualitas yang juga cukup tinggi dapat
dijadikan rujukan bahwa Simas di mata penggunanya memiliki kesan yang cukup
baik. Nilai ekuitas merek Simas yakni sebesar 1,0026 menunjukkan Simas
memiliki peluang yang besar untuk merebut pangsa pasar dan menggeser
kepemimpinan Blue Band yang memiliki nilai ekuitas merek sebesar 1,2999. Hal
ini terjadi karena Simas memiliki nilai indikator yang cukup baik pada elemen
kesadaran merek, persepsi kualitas merek dan loyalitas merek.
Ramadhani (2005) menganalisis Hubungan Faktor-faktor dalam Sistem
Penilaian Karyawan dan Budaya Perusahaan terhadap Pengembangan Sumber
Daya Manusia. Penelitian tersebut bertujuan menganalisis sejauh mana penerapan
sistem penilaian kinerja karyawan dan pengaruh budaya perusahaan
mempengaruhi pengembangan sumberdaya manusia dengan menggunakan teknik
Structural Equition Model (SEM).
Variabel yang diamati untuk mengukur penerapan sistem penilaian kinerja
karyawan ada delapan. Variabel tersebut yaitu kemampuan penilaian, sikap
penilai, sikap dan perilaku karyawan, bias penilaian, uraian pekerjaan, pengakuan
prestasi kerja, keterbukaan antar penilai dan karyawan, dan analisis jabatan.
Kedelapan variabel tersebut dapat diterima sebagai pembentuk penerapan sistem
penilaian kinerja karyawan karena mempunyai nilai t diatas 1,96 (tingkat
18
yaitu 47,8 persen dan sebesar 1,00, sedangkan variabel sikap penilai dengan
sebesar 0,31 memiliki pengaruh terendah yaitu lima persen. Pada budaya
perusahaan, variabel yang memiliki pengaruh terbesar yaitu norma perusahaan
sebesar 47 persen dan gaya kepemimpinan ( =0,77) sebagai variabel dengan
pengaruh terendah yaitu 30 persen. Sedangkan variabel indikator yang paling
mempunyai pengaruh terhadap pembentukan pengembangan sumber daya
manusia adalah penilaian desain pekerjaan yaitu sebesar 32 persen dengan
sebesar 1,00. Penilaian proses recruitment dan seleksi karyawan dengan sebesar
0,62 sebagai variabel indikator dengan kontribusi terendah.
Pratiwi (2006) meneliti tentang Analisis Nilai Bagi pelanggan dan
Loyalitas konsumen Macaroni Panggang. Penelitian ini bertujuan
mengidentifikasi karakteristik konsumen, serta menganalisis nilai bagi pelanggan
Macaroni Panggang dan loyalitas konsumen Macaroni Panggang. Peubah laten
pelayanan, karyawan dan citra memiliki nilai peubah manifest yang positif dan
sama besar dengan koefisien masing-masing sebesar 1,00. setiap penguatan
tawaran pelayanan, karyawan, dan citra sebesar satu unit akan menguatkan
manfaat yang diharapkan pelanggan sebesar 1,00.
Faktor lain yang memiliki kontribusi nilai peubah manifest sebesar 0.14
untuk pengalaman konsumen dan 0,005 untuk kinerja pesaing dan memiliki
pengaruh positif. Pengaruh positif dalam hal ini adalah peningkatan pengalaman
konsumen dan kinerja pesaing sebesar 1 unit akan meningkatkan loyalitas
konsumen sebesar 0,14 dan 0,05. peran kinerja pesaing yang relatif kecil ini
disebabkan karena peubah kinerja pesaing tida berpengaruh secara langsung
Penelitian Saputro (2005) dengan judul skripsi Analisis Sikap Konsumen
dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses Keputusan Pembelian Rokok
Kretek Mild (Studi Kasus konsumen Kota Bogor) bertujuan mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumen dalam proses keputusan pembelian
produk rokok, menganalisis atribut-atribut yang dianggap penting oleh konsumen
pada produk rokok kretek mild, dan mengidentifikasi sikap konsumen terhadap
berbagai atribut produk rokok kretek mild. Dengan menggunakan analisis faktor
dari 15 variabel yang diteliti menunjukkan adanya lima faktor utama yang
terbentuk yaitu faktor pribadi, faktor kenyamanan, faktor pengetahuan, faktor
kesehatan, dan faktor nilai yang dipersepsikan sedangkan hasil analisis Fishbein
menunjukkan bahwa semua atribut dipertimbangkan oleh konsumen. Berdasarkan
urutan kepentingannya, atribut terpenting yang dipertimbangkan oleh konsumen
adalah cita rasa, aroma, dan kemudahan memperoleh. Kemudian atribut yang
berada pada urutan terakhir adalah atribut promosi.
Susanto (2003) menganalisis perbandingan elemen-elemen ekuitas merek
pada jamu kemasan di kota Semarang. Penelitian dilakukan pada tiga merek jamu
kemasan yang paling banyak dikonsumsi oleh responden, yaitu Nyonya Meneer,
Sido Muncul dan Jamu Jago. Responden berjumlah 100 orang dengan teknik
pemilihan sampel judgement sampling yaitu pemilihan sampel dengan
karakteristik konsumen berusia 20-25 tahun, berdomilisi di Semarang, dan pernah
menggunakan produk jamu kemasan bermerek serta mempunyai pengalaman
menggunakannya. Alat analisis yang digunakan adalah skala likert, median, dan
20
Hasil yang diperoleh adalah merek Nyonya Meneer mendapat posisi yang
lebih baik pada elemen kesadaran merek dibanding Sido Muncul dan Jamu Jago.
Asosiasi pembentuk citra merek (brand image) pada merek Sido Muncul yaitu
harga yang terjangkau, kualitas produk tinggi, merek sudah terkenal dan
berkualitas, khasiatnya cepat terasa, dan aman bagi kesehatan. Asosiasi pada
merek Jamu Jago yaitu berkualitas produk tinggi, mereknya sudah terkenal dan
berkualitas, khasiatnya cepat terasa, dan aman bagi kesehatan. Asosiasi pada
merek Nyonya Meneer yaitu rasa yang khas, khasiatnya cepat terasa, dan aman
bagi kesehatan. Merek Nyonya Meneer memperlihatkan persepsi kualitas yang
lebih bagus dibandingkan merek yang lainnya. Sido Muncul menjadi loyalitas
merek dengan persentase switcher terkecil dibanding yang lain, kemudian disusul Nyonya Meneer dan Jamu Jago.
Merek dengan ekuitas terkuat adalah Nyonya Meneer yang bersaing kuat
dengan Sido Muncul. Nyonya Meneer lebih baik dalam elemen kesadaran merek,
persepsi kualitas dan jumlah pengguna yang lebih banyak. Sido Muncul lebih baik
dalam elemen asosiasi dan loyalitas. Jamu Jago belum mempunyai kekuatan yang
bagus dibandingkan Nyonya Meneer dan Sido Muncul.
Wulandari (2003) berjudul Mengetahui Elemen-elemen Ekuitas Merek
Mie Instan. Sesuai dengan judulnya, penelitian Wulandari bertujuan untuk
mengetahui elemen-elemen ekuitas merek dari produk mie instan. Lokasi
penelitian adalah kompleks Perumahan Cimanggu Permai, Kelurahan Kedung
Badak, Kecamatan Tanah Sareal, Kota Bogor. Pemilihan responden dilakukan
dengan metode non probability sampling yaitu convenience sampling,
Analisis tentang elemen-elemen ekuitas merek diolah secara deskriptif, uji
asosiasi Cochran, diagram Cartesius performance-importance, dan brand
switching pattern matrix. Hasilnya, sebanyak 195 responden (95 persen)
menggunakan hanya satu merek sisanya, 10 orang atau 5 persen responden
mengkomsumsi lebih dari satu merek. Merek Indomie mendapat posisi yang lebih
baik pada elemen kesadaran merek. Sarimi dan Supermi unggul pada elemen
asosiasi merek. Supermi mempunyai persepsi kualitas yang lebih baik
dibandingkan merek lainnya. Pada elemen loyalitas merek, Indomie mempunyai
kondisi yang paling baik dengan tingkat perpindahan merek yang kecil, kemudian
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Ekuitas Merek (Brand Equity)
Menurut Durianto, et al (2004) brand equity adalah seperangkat aset dan liabilitas merek yang terkait dengan suatu merek, nama, simbol yang mampu
menambah atau mengurangi nilai yang diberikan oleh sebuah produk atau jasa
baik pada perusahaan maupun pelanggan. Ekuitas merek dapat dikelompokkan
dalam lima kategori (Aaker, 2001) yaitu :
1. Brand Awareness (kesadaran merek), menunjukkan kesanggupan seorang
calon pembeli untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek
merupakan bagian dari kategori produk tertentu.
2. Brand Association (asosiasi merek), mencerminkan pencitraan suatu merek
terhadap suatu kesan tertentu dalam kaitannya dengan kebiasaan, gaya, hidup,
manfaat, atribut produk, geografis, harga, pesaing, selebritis, dan lain-lain.
3. Perceived Quality (persepsi kualitas), menceminkan persepsi pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas/keunggulan suatu produk atau jasa layanan
berkenan dengan maksud yang diharapkan.
4. Brand Loyality (loyalitas merek), mencerminkan tingkat ketertarikan
konsumen dengan suatu merek produk.
Gambar 2. Brand Equity (Ekuitas Merek) Sumber : Aaker (2001)
Empat elemen brand equity (ekuitas merek) diluar aset-aset merek lainnya
dikenal dengan elemen-elemen brand equity (ekuitas merek) yaitu brand
awareness (kesadaran merek), brand association (asosiasi merek), perceived
quality (persepsi kualitas), brand loyality (loyalitas merek). Aset-aset merek
lainnya secara langsung akan dipenuhi oleh kualitas dari empat elemen utama
tersebut. Aset-aset brand equity memberikan keuntungan kompetitif yang
seringkali menghadirkan rintangan nyata terhadap kompetitor. BRAND EQUITY
Nama Simbol Persepsi Kualitas
Asosiasi Merek Kesadaran Merek
Aset-aset Merek Loyalitas Merek
Memberikan nilai pada pelanggan dengan menguatkan :
Interpretasi/proses informasi Rasa percaya diri dalam keputusan pembelian Pencapain kepuasan dari pelanggan
Memberikan nilai bagi
perusahaan dengan menguatkan Efisiensi dan efektifitas program pemasaran Loyalitas merek Harga/laba Perluasan merek