• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan"

Copied!
64
0
0

Teks penuh

(1)

UJI VARIASI DIAMETER LUBANG NAMPAN PENGERING

UBI KAYU (

Manihot Esculenta

) TIPE KABINET TERHADAP

KUALITAS HASIL PENGERINGAN

SKRIPSI

OLEH :

GERI F LUMBANTOBING

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

UJI VARIASI DIAMETER LUBANG NAMPAN PENGERING

UBI KAYU (

Manihot Esculenta

) TIPE KABINET TERHADAP

KUALITAS HASIL PENGERINGAN

SKRIPSI

OLEH :

GERI F LUMBANTOBING 100308026/KETEKNIKAN PERTANIAN

Draft Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Melakukan Penulisan Skripsi di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh :

Komisi Pembimbing

(Ainun Rohanah, STP, M.Si) (Sulastri Panggabean, STP M.Si

2015

)

Ketua Anggota

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

i

ABSTRAK

GERI FRANDIANTO LUMBANTOBING: Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan, dibimbing oleh AINUN ROHANAH, dan SULASTRI PANGGABEAN

Ketergantungan masyarakat mengkomsumsi beras yang tidak diikuti oleh naiknya produk beras, membuat langkanya beras dipasaran. Oleh karena itu, diperlukan pencarian alternatif sumber pangan seperti ubi kayu, yang didepan diolah menjadi gaplek, dan tepung ubi kayu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi diameter lubang nampan pengering ubi kayu tipe kabinet terhadap kualitas hasil pengeringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian, dan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial pada taraf diameter lubang nampan (D1) 3 mm, (D2) 5 mm, dan (D3) 7 mm. Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, kadar air, rendemen, dan tingkat kecerahan. Hasil penelitian menunjukkan hasil pengeringan ubi kayu yang paling baik dihasilkan oleh D2 5 mm.

Kata kunci : lubang nampan, ubi kayu, pengeringan.

ABSTRACT

GERI FRANDIANTO LUMBANTOBING: Testing Of Variation Tray’s Hole Diameter Of Cassava Dryer (Cabinet Type) On The Quality Of Drying Yield, supervised byAINUN ROHANAH, dan SULASTRI PANGGABEAN

The dependence of people consume rice is not followed by the increase of rice production. Therefore on, alternative foodstuffs is needed such as cassava which can be processed into gaplek, and cassava flour. This research was done in Agriculture Engineering Laboratory Faculty of Agriculture, and Food Science and Technology Laboratory Faculty of Agriculture in Oktober 2014 until March 2015 using non factorial completely design with tray holes diameter of (D1) 3 mm, (D2) 5 mm, and (D3) 7 mm. The parameters analysed were processing capacity, moisture content, yield, and brightness level. The results, showed that, the best drying cassava is produced by (D2) 5 mm.

(4)

ii

RIWAYAT HIDUP

Geri Frandianto Lumbantobing dilahirkan di Pematang siantar pada tanggal 13 Oktober 1992 dari ayah H. L Tobing dan ibu J. Simanjuntak. Penulis merupakan anak ketiga dari empat bersaudara.

Tahun 2010 penulis lulus dari SMA Negeri 3 Pematang siantar dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Ujian Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (UMB - PTN). Penulis memilih Program Studi Keteknikan Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam berbagai organisasi kampus sebagai Biro pelatihan kader Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian (IMATETA) FP USU, anggota Majelis Permusyawarahan Mahasiswa Fakultas (MPMF) Pertanian, ketua GMKI komisariat FP USU, dan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPW) Kelompok Aspirasi Mahasiswa (KAM) Perubahan FP USU . Selain itu penulis juga aktif sebagai Asisten Laboratorium Mekanisasi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(5)

iii

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Allah yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan draft ini.

Adapun draft ini berjudul “Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan”yang merupakan salah satu syarat untuk melaksanakan penelitian di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ainun Rohanah, STP, M.Si. selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Sulastri Panggabean, STP, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing yang

telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga draft ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Keteknikan Pertanian serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini.

Medan, Maret 2015

(6)

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

Pematasan Masalah ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Ubi Kayu ... 5

Deskripsi ubi dan klasifikasi ubi ... 5

Kandungan dan manfaat ubi ... 5

Proses pengolahan ubi ... 7

SNI (Standar Nasional Indonesia) Tepung Ubi ... 9

Alat Pengering ... 9

Jenis Jenis Alat Pengeringan ... 10

Pengering Tipe Kabinet... 12

Ruang pemanas ... 12

Ruang Pengeringan ... 14

Keluaran Udara ... 15

BAHAN DAN METODE ... 16

Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Bahan dan Alat Penelitian ... 16

Metodologi Penelitian ... 16

Persiapan Penelitian ... 17

Prosedur Penelitian ... 17

Parameter yang Diamati ... 18

Kapasitas Olah ... 18

Kadar Air ... 18

Rendemen ... 18

Tingkat Kecerahan ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

Kapasitas Olah ... 19

Kadar Air ... 19

Renemen ... 22

Tingkat Kecerahan ... 24

KESIMPULAN DAN SARAN ... 27 DAFTAR PUSTAKA

(7)

v

DAFTAR TABEL

No. Hal

1 Perkembangan Produksi dan Impor Ubikayu Tahun 2002 – 2011 ... 5

2. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan) ... 7

3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992) ... 9

4. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap parameter ... 19

5. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap kadar air ... 20

6. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap rendemen... 22

(8)

vi

DAFTAR GAMBAR

(9)

i

ABSTRAK

GERI FRANDIANTO LUMBANTOBING: Uji Variasi Diameter Lubang Nampan Pengering Ubi Kayu (Manihot Esculenta) Tipe Kabinet Terhadap Kualitas Hasil Pengeringan, dibimbing oleh AINUN ROHANAH, dan SULASTRI PANGGABEAN

Ketergantungan masyarakat mengkomsumsi beras yang tidak diikuti oleh naiknya produk beras, membuat langkanya beras dipasaran. Oleh karena itu, diperlukan pencarian alternatif sumber pangan seperti ubi kayu, yang didepan diolah menjadi gaplek, dan tepung ubi kayu. Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi diameter lubang nampan pengering ubi kayu tipe kabinet terhadap kualitas hasil pengeringan. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian, dan di Laboratorium Ilmu Teknologi Pangan Fakultas Pertanian pada bulan Oktober 2014 sampai Maret 2015 dengan menggunakan model rancangan acak lengkap non faktorial pada taraf diameter lubang nampan (D1) 3 mm, (D2) 5 mm, dan (D3) 7 mm. Parameter yang diamati adalah kapasitas olah, kadar air, rendemen, dan tingkat kecerahan. Hasil penelitian menunjukkan hasil pengeringan ubi kayu yang paling baik dihasilkan oleh D2 5 mm.

Kata kunci : lubang nampan, ubi kayu, pengeringan.

ABSTRACT

GERI FRANDIANTO LUMBANTOBING: Testing Of Variation Tray’s Hole Diameter Of Cassava Dryer (Cabinet Type) On The Quality Of Drying Yield, supervised byAINUN ROHANAH, dan SULASTRI PANGGABEAN

The dependence of people consume rice is not followed by the increase of rice production. Therefore on, alternative foodstuffs is needed such as cassava which can be processed into gaplek, and cassava flour. This research was done in Agriculture Engineering Laboratory Faculty of Agriculture, and Food Science and Technology Laboratory Faculty of Agriculture in Oktober 2014 until March 2015 using non factorial completely design with tray holes diameter of (D1) 3 mm, (D2) 5 mm, and (D3) 7 mm. The parameters analysed were processing capacity, moisture content, yield, and brightness level. The results, showed that, the best drying cassava is produced by (D2) 5 mm.

(10)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tanaman ubi kayu adalah tanaman yang dapat tumbuh di seluruh penjuru Indonesia, tanaman ini juga sangat mudah tumbuh dengan hanya menancapkan batangnya saja. Karena itu Jafar (2003) menyatakan di Indonesia, ubi kayu menjadi makanan pokok ketiga setelah beras dan jagung. Ubi kayu menjadi makanan alternatif pengganti makanan pokok ketika Indonesia kekurangan bahan pangan (beras). Pada tahun 1968 Indonesia menjadi negara penghasil ubi kayu terbesar ke-5 di dunia.

Data dari Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008) menunjukkan untuk konsumsi penduduk dunia, khususnya penduduk negara-negara tropis, tiap tahun diproduksi sekitar 300 juta ton ubi kayu. Produksi ubikayu di Indonesia sebagian besar dihasilkan di Jawa (56,6%), Propinsi Lampung (20,5%) dan propinsi lain di Indonesia (22,9%).

(11)

digunakan dalam bentuk tepung tapioka, pellet maupun limbah industri ubikayu (onggok). Penggunaan ubikayu untuk pakan relatif masih rendah, sekitar 2%. Namun usaha peternakan yang meningkat dengan laju pertumbuhan 12,9% per tahun untuk ternak pedaging dan 18,0% per tahun untuk ternak petelur, permintaan ubikayu untuk pakan juga akan meningkat.

Ubi kayu terus di dorong produksinya selain digunakan untuk keperluan bahan pangan dan peternakan ubi kayu juga digunakan untuk keperluan industri seperti yang juga dinyatakan Ginting dkk (2011) ubi kayu banyak digunakan sebagai bahan baku industri diolah melalui proses dehidrasi (chip, pelet, tepung tapioka), hidrolisa (dekstrosa, maltosa, sukrosa, sirup glukosa) dan proses fermentasi (alkohol, butanol, aseton, asam laktat, sorbitol dll). Pencanangan bio-ethanol sebagai sumber energi alternatif terbarukan berupa Gasohol-10 (campuran premium dengan 10% etanol), dimana 8% keperluan etanol berasal dari ubikayu dan peningkatan kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) sebesar 7%/tahun akan lebih memacu kebutuhan ubikayu.

(12)

Menurut Earle (1969) Pengeringan adalah pemindahan air dengan sengaja dari bahan pangan hingga mencapai kadar air tertentu. Bahan pangan kering dapat disimpan untuk waktu yang lama, hal ini disebabkan karena mikroba yang dapat mengakibatkan kebusukan tidak dapat tumbuh dan bertambah karena ketiadaan air, dan enzim yang dapat menyebabkan perubahan yang tidak dikehendaki, tidak dapat berfungsi tanpa adanya air. Sementara itu Desroiser (1988) menyatakan pengeringan merupakan metode tertua pada pengawetan bahan pangan. Pengeringan dengan matahari merupakan cara pengawetan pangan terbesar. Namun dengan kemajuan teknologi, kita tidak dapat bergantung pada unsur-unsur yang tidak dapat diramalkan seperti cuaca. Disamping itu pengeringan matahari biasanya memerlukan area yang luas dan higienitasnya tidak terjamin

Dengan keterbatasan dan proses yang cukup lama, maka diperlukan alat penggering untuk memangkas proses yang lama, dan mampu menjamin kehiginitasan produk ubi kayu.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji variasi diameter lubang nampan pengering ubi kayu tipe kabinet terhadap kualitas pengeringan.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syarat untuk menyelesaikan pendidikan di Program Studi Teknik Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

(13)

3. Bagi masyarakat, sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan terutama pada petani.

Pembatasan Masalah

(14)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Ubi Kayu

Deskripsi Ubi Kayu dan Klasifikasi Ubi Kayu

Pemerintah nyata mendorong produksi ubi kayu untuk memenuhi kebutuhan pangan, pakan dan industri dalam negeri dibuktikan melalui perkembangan produksi ubi kayu dari tahun ketahun, bahkan untuk pemenuhan kebutuhan Indonesia juga mengimport ubi kayu dibuktikan melalui Tabel 1 yang dihimpun oleh BPS, dan Pusdatin kementrian Pertanian

Tabel 1 Perkembangan Produksi dan Impor Ubikayu Tahun 2002 – 2011.

(sumber *BPS dan **Pusdatin Kementrian Pertanian dalam Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012) Ubi kayu termasuk tanaman tropis, tetapi dapat pula beradaptasi dan tumbuh dengan baik di daerah sub tropis. Secara umum tanaman ini tidak menuntut iklim yang spesifik untuk pertumbuhannya. Namun demikian ubi kayu akan tumbuh dengan baik pada rentangan curah hujan 750-1.000 mm/thn, di ketinggian 0-1.500 m dpl dengan rentangan suhu diantara 25-28o Celcius. Tumbuhan ini juga tumbuh baik di tanah yang berpasir hingga liat, tanah lempung

(15)

berpasir yang memiliki jumlah hara yang cukup, dan tanah yang gembur serta ber-pH 4,5-8 (LIPTAN, 1995).

Dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan, kedudukan tanaman ubi kayu diklasifikasikan sebagai berikut.

Kingdom : Plantae (tumbuh tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji) Subdivisi : Angiospermae (biji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (biji berkeping dua) Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae Genus : Manihot

Spesies : Manihot esculenta Crantz sin. M. utilissima Pohl. (Rukmana, 1997)

Tanaman ubi kayu atau singkong merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari umbi. Ubi kayu atau ketela pohon merupakan tanaman perdu. Ubi kayu berasal dari benua amerika tepatnya dari Brasil. Penyebarannya hampir ke seluruh dunia antara lain Afrika, Madagaskar, India, dan Tiongkok. Ubi kayu berkembang di negara-negara yang terkenal pertaniannya (Purwono, 2009).

(16)

7

padi dan jagung. Pada daerah yang kekurangan pangan tanaman ini merupakan makanan pengganti (subtitusi) serta dapat pula dijadikan sebagai sumber karbohidrat utama. Adapun sentra produksi ubi kayu di nusantara adalah jawa, lampung, dan NTT (Sunarto, 2002).

Tepung ubi kayu atau kasava merupakan bahan baku pangan yang sangat luas ditinjau dari penggunaannya, yakni dalam industri roti baik dapat sebagai campuran s/d 25% pembuatan mie dapat di tambahkan 50% dari jumlah terigu dengan syarat tambahkan telur ayam pada proses pembuatan lapis pastel, martabak, roti, cake, black forest, talam asin, lapis coklat, sus goreng, cookies, kue kering almond, kue pie, brownies panggang, roti tawar dadar, kerupuk, dll. (Utomo, 2012)

Kandungan dan Manfaat Ubi Kayu

Singkong memiliki nilai gizi yang cukup tinggi dengan komposisi yang lengkap, mampu menyediakan energi dalam jumlah yang cukup tinggi dan kandungan gizinya berguna bagi kesehatan tubuh. Singkong merupakan salah satu bahan makanan sumber karbohidrat (sumber energi). Nilai gizi selengkapnya singkong pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Ubi Kayu (per 100 gram bahan)

(17)

Proses Pengolahan Ubi

Ubi kayu segar dapat diolah menjadi tiga macam bentuk tepung yaitu tepung ubi kayu (cassava flour), tepung gaplek (cassava chip flour), dan tepung tapioka (tapoica starch). Tepung ubi kayu mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan tepung gaplek dan tepung tapioka. Tepung ubi kayu mempunyai kadar HCN yang lebih rendah dari tepung gaplek, serta lebih tahan terhadap serangan hama selama penyimpanan. Proses pengolahan tepung ubi kayu menggunakan teknologi yang relatif sederhana dibandingkan proses pengolahan tepung tapioka sehingga dapat dibuat dengan mudah dan cepat, serta tidak membutuhkan banyak air dan tempat pengolahan yang luas (Febriyanti, 1990).

Ubi kayu umumnya mempunyai kadar air sebesar 65 %, ubi kayu dipanen umbinya pada umur 9-12 bulan. Pemanenan dapat dilakukan 2 (dua) tahap yaitu pencabutan ubi dari tanah dan memisahkannya dari batang. Pemanfaatan ubi kayu untuk bahan makanan dapat dalam bentuk segar yang diolah dalam berbagai jenis makanan maupun dalam bentuk kering untuk bahan makanan baik industri maupun makanan siap saji (Suismono, 2008).

(18)

Cara produksi tepung kasava menurut Utomo (2012) dimulai dari memilih ubi kayu yang sehat dan cukup tua, kemudian dikupas ubi dan dimasukkan ke dalam baskom, lalu ubi kayu dicuci dengan pisau lalu dibilas dengan air bersih, kemudian ubi kayu dipotong tipis-tipis/parut kasar, dan ditampung ke dalam nampan dengan kepadatan 10-15 kg/m2, lalu dijemur di bawah sinar matahari atau dengan alat pengering dengan suhu 60o C hingga kering hingga kadar air mencapai 14% (tanda ubi kayu sudah kering adalah mudah patah), kemudian digiling dengan mesin dan diayak dengan saringan 80 mesh..

Tepung ubi kayu metode sawut, diperoleh melalui tahapan pengupasan kulit, pencucian, penirisan, pengecilan ukuran dengan cara diiris membentuk lempengan tipis (sawut), pengeringan menggunakan sinar matahari, penepungan menggunakan alat penepung disc mill dan pengayakan menggunakan ayakan Tyler 80 mesh (Hidayat, 2009).

SNI (Standar Nasional Indonesia) Tepung Ubi

Menurut SNI 01-2997-1992, tepung ubi kayu adalah tepung yang dibuat dari bagian umbi ubi kayu yang dapat dimakan, melalui proses penepungan ubi kayu iris, parut, maupun bubur kering dengan mengindahkan ketentuan-ketentuan kebersihan. Syarat mutu tepung ubi kayu sesuai SNI dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)

Kriteria Uji Satuan Persayaratan

(19)

Asam Sianida Kehalusan Pati

Bahan tambahan pangan Cemaran logam: - Angka lempeng total - E. Coli

-Salmonella

Mg/kg

% (lolos ayakan 80 mesh) % b/b

Pengeringan adalah suatu proses penguapan air dari bahan basah dengan

media pengering (bisa udara atau gas) melalui induksi panas. Karena kontak udara

yang panas/ hangat maka air dalam bahan akan menjadi lebih kering tergantung dari

kecepatan udara (dalam hal ini angin), tingkat kelembapan relatif dan suhu udara

setempat (Kudra, 2002).

Pengeringan merupakan proses penurunan kadar air bahan sampai mencapai kadar air tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan produk akibat aktivitas biologi dan kimia. Pengeringan pada dasarnya merupakan proses perpindahan energy yang digunakan untuk menguapkan air yang berada dalam bahan, sehingga mencapai kadar air tertentu agar kerusakan bahan pangan dapat diperlambat. Kelembapan udara pengering harus memenuhi syarat yaitu sebesar 55 – 60%. (Pinem, 2004)

(20)

terjadi apabila air yang dikandung oleh suatu bahan teruap, yaitu apabila panas diberikan kepada bahan tersebut. Panas ini dapat diberikan melalui berbagai sumber, seperti kayu api, minyak dan gas, arang baru ataupun tenaga surya (Hasibuan, 2005)

Jenis Jenis Alat Pengeringan

Pada dasarnya, persiapan pengeringan sama dengan penggaraman pada proses pengolahan ikan asin. Secara umum, cara pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar airnya, hal itu dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Pengering dengan sinar matahari

Cara tersebut sangat sederhana sehingga setiap orang dapat melaksanakannya bahkan tanpa alat sekalipun, dikenal dengan penjemuran. Keuntunggan pengeringan dengan sinar matahari tidak diperlukan penanganan khusus dan mahal serta dapat dikerjakan oleh siapapun.

2. Pengering tipe rak

(21)

Ada dua keuntungan penjemuran dibawah sinar matahari, yaitu adanya daya pemutih karena sinar ultra violet matahari dan mengurangi degradasi kimia yang dapat menurunkan mutu bahan. Sedangkan kelemahannya dapat terkontaminasi oleh debu yang dapat mengurangi derajat keputihan tepung (Koswara, 2000).

Jenis bahan yang akan dikeringkan, mutu hasil akhir yang dikeringkan dan pertimbangan ekonomi mempengaruhi pemilihan alat dan kondisi pengering yang akan digunakan misalnya untuk jenis bahan padatan atau yang berbentuk lempeng maka alat yang sesuai untuk mengeringkan bahan tersebut adalah pengering kabinet atau tray drier. Sedangkan untuk bahan yang berbentuk pasta atau puree

maka alat yang sesuai untuk mengeringkannya adalah pengering drum. Pengering dengan sistem yang kontinyu menggunakan spray drier, tunner drier, drum drier,

dan rotery drier (Koswara, 2000).

Pengering Tipe Kabinet

Ruang Pemanas

Ruang pemanas terdiri dari beberapa komponen yaitu, - Kompor Gas LPG

(22)

- Plat Rata

Terbuat dari plat besi berukuran 35 cm x 60 cm dengan ketebalan 2 inchi. Berfungsi sebagai media penghantar panas dari api yang dihasilkan oleh kompor gas ke udara pada ruang pengering.

Suatu plat rata bila dipanaskan akan membentuk suatu lapisan batas konveksi bebas. Daerah aliran yang terbentuk dari tepi plat itu, dimana terlihat pengaruh viskositas disebut lapisan batas. Untuk menandai posisi y dimana lapisan batas itu berakhir, dipilih suatu titik sembarang. Titik sembarang ini dipilih sedemikian rupa pada koordinat y dimana kecepatan menjadi 99 persen dari nilai arus bebas u, jadi u = 0,99 u∞(Koestoer, 2002).

Pada permulaan, pembentukan lapisan batas itu laminar, tetapi pada suatu jarak kritis sifat-sifat fluida, gangguan-gangguan kecil pada aliran itu membesar dan mulailah terjadi proses transisi hingga akhirnya aliran menjadi turbulen. Karakteristik aliran ini ditentukan oleh suatu besaran yang disebut bilangan Reynolds. Untuk aliran melintas plat rata, bilangan Reynolds didefenisikan sebagai :

(23)

dilepaskan plat untuk mencapai suhu fluida yang mengalir diatasnya diperlukan bilangan Nusselt, yaitu fungsi dari bilangan Reynold dan Prandtl, dapat dituliskan sebagai berikut:

��= 0,332��1 3⁄ .��1 2⁄ ………..………(2)

Dimana : Re = Bilangan Reynolds Pr = Bilangan Prandtl (Koestoer, 2002).

Perpindahan kalor total dapat dirumuskan menjadi ;

� =ℎ . A (Tω−T)……….……..(3) Dimana : h = koefisien perpindahan kalor rata-rata

A = luas penampang

Tω = suhu plat rata

T = suhu aliran fluida (Koestoer, 2002).

- Blower

Blower pada dasarnya sama dengan fan, dalam bangun yang lebih besar,

blower sering digunakan karena tekanan antarannya yang tinggi yang diperlukan untuk mengatasi turun tekan dalam sistem ventilasi. Sebagian besar blower

berbentuk sentrifugal. Blower juga dapat digunakan untuk memasok udara draft

ke boiler dan tungku (Harahap, 1993).

(24)

lb/in2(10.32 kPa), secara umum fan dan blower dapat dikategorikan menjadi dua bentuk, yaitu aliran sentrifugal dan aliran aksial (Harahap, 1993).

Ruang Pengeringan

- Nampan/ Tray

Nampan pada alat pengering tipe kabinet, terbuat dari alumunium berbentuk persegi. Nampan dibuat berongga supaya udara panas dapat melalui bahan yang akan dikeringkan. Pemilihan alumunim sebagai bahan nampan karena berat jenis alumunium relative rendah (Sumanto, 1994) sehingga mempermudah dalam memuat bahan ke ruang pengeringan.

- Pintu

Pemasangan pintu bertujuan untuk mempermudah memasukkan dan mengeluarkan bahan dari ruang pengeringan serta untuk memerangkap panas.

Pada pintu juga dipasang kaca, agar pemakai dapat memeriksa bahan selama pengeringan tanpa membuka pintu, sehingga efisiensi lebih tinggi.

Keluaran Udara

(25)

16

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, mulai pada bulan September-Desember 2014.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubi kayu, air, dan LPG 3 kg.

Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis, nampan, baskom, alat pengering tipe kabinet, stopwatch, termometer, kamera, dan timbangan.

Metodologi Penelitian

Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur (kepustakaan), melakukan eksperimen menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) non faktorial dengan variasi diameter (D) yang terdiri dari 3 taraf:

D1 =3 mm D2 =5 mm D3 = 7 mm

Model rancangan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) non-faktorial dengan perlakuan diameter (D) dengan kode rancangan :

(26)

Dimana :

Yij = hasil pengamatan dari faktor T pada taraf ke-i pada ulangan ke-j

� = nilai tengah sebenarnya

�� = efek faktor T pada taraf ke-i

��� = pengaruh galat (pengacakan).

Persiapan Penelitian

Sebelum penelitian dilaksanakan terlebih dahulu dilakukan pengukuran ruang nampan alat pengering tipe kabinet, dan mempersiapkan alat dan bahan yang akan digunakan selama penelitian.

Prosedur Penelitian

1. Dikupas dan dibersihkan ubi kayu.

2. Dipotong ubi kayu dengan alat pengiris ubi kayu sehingga berbentik chip

setebal 1mm.

3. Disusun Ubi pada nampan plat.

4. Dimasukkan nampan pada ruang pengering, diletakkan pada rak yang tersedia.

5. Dihidupkan alat pengering tipe kabinet hingga mencapai suhu 700C. 6. Dikeringkan ubi selama 3 jam.

7. Dimatikan alat pengering.

8. Dikeluarkan bahan dari alat pengering. 9. Ditimbang hasil pengeringan.

(27)

12.Diulangi dengan nampan ukuran diameter 5 mm, dan 7mm.

Parameter Yang Diamati

Adapun Parameter yang diamati adalah sebagai Berikut: 1. Kadar Air

Kaadar air bahan menunjukkan banyaknya kandungan air yang terdapat per satuan bobot bahan.

Kabahan=

Berat awal−berat akhir

berat basah 100%...(2)

2. Rendemen

Rendemen menunjukkan persentase perbandingan berat bahan akhir terhadap berat bahan awal. Rendemen diperoleh dengan cara sebagai berikut, bahan ditimbang sebelum percobaan, bahan setelah percobaan ditimbang kembali, kemudian dihitung dengan rumus:

Rendemen=Berat Akhir(kg)

Berat Awal(kg)× 100%……….………....(3)

3. Uji Tingkat Kecerahan Tepung.

(28)

19

HASIL DAN PEMBAHASAN

Dari penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa diameter lubang nampan berpengaruh terhadap jumlah kadar air, rendemen dan tingkat kecerahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini:

Tabel 4. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap parameter

Perlakuan Kadar air (%) Rendemen (%) Tingkat keputihan (%)

D1 21,36 58,08 56,35

D2 11,76 47,42 63,69

D3 9,97 46,20 67,06

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan D1 yaitu sebesar 21,36 % dan terendah pada D3 yaitu sebesar 9,97 %. Nilai rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan P1 yaitu sebesar 58,08% dan terendah pada D3 yaitu sebesar 46,2%. Tingkat nilai derajat keputihan diperoleh pada perlakuan D3 yaitu sebesar 67,06% dan terendah pada D1 yatu sebesar 56,35%. Kapasitas olah yang di dapat adalah 1,33 kg/jam

Kadar Air

(29)

Tabel 5. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap kadar air

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%.

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa perlakuan D1 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan D2, dan D3, sedangkan perlakuan D2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan D3.

Hubungan antara perlakuan (taraf diameter lubang nampan) dan kadar air dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.

Gambar 1. Hubungan diameter lubang nampan terhadap kadar air

Gambar 1 menunjukkan bahwa semakin besar diameter lubang nampan maka semakin kecil kadar air yang akan dihasilkan hal ini diduga karena jika diameter lubang nampan semakin kecil maka massa air yang diuapkan akan semakin sedikit atau kadar air yang tinggal didalam bahan semakin banyak, hal ini

(30)

disebabkan panas udara pengeringan yang lebih tinggi, sesuai dengan pernyataan Taib dkk (1988) yang mengatakan kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya panas udara pengeringan yang digunakan.

Jika dilihat nilai kadar air untuk pencegahan aktivitas mikro-organisme maka perlakuan D2, dan D3 yaitu 11,76% dan 9,97%, adalah perlakuan yang sesuai dengan pernyataan Barret dan Damardjati (1984) yang menyatakan kerusakan bahan pangan yang dilakukan oleh mikro-organisme maka dilakukan pengeringan karena mikro-organisme tidak dapat tumbuh di sekitar kadar air 15%. Hasil kadar air terkecil adalah pelakuan D1 (7 mm) yaitu 9,97% hal ini sesuai dengan pernyataan Soehardjo (1999) yang menyatakan semakin banyak jumlah lubang semakin besar jumlah panas dan semakin cepat panas melewati tumpukan bahan. Panas yang melewati tumpukan bahan menyebabkan air keluar dari bahan. Semakin besar jumlah panas, jumlah air yang diuapkan juga semakin besar, sehingga kadar air bahan akan berkurang.

Hasil dari D2 dan D3 yaitu 11,76% dan 9,97% dalam penelitian ini telah sesuai dengan Standard Nasional Indonesia (1992) menyatakan standart mutu terbaik tepung ubi kayu adalah kadar air di bawah 12%, sementara hasil dari D1 yaitu 21,36% dalam penelitian ini tidak memenuhi Standard Nasional Indonesia.

Rendemen

(31)

pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap rendemen

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0.05 0.01

D3 58,08 b B 2 2,7929 4,2321 D2 47,42 a A 3 2,8946 4,3903 D1 46,18 a A

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa perlakuan D3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan D2, dan D1, sedangkan perlakuan D2 berbeda tidak nyata terhadap perlakuan D1.

Hubungan antara perlakuan (taraf diameter lubang nampan) dan rendemen dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.

Gambar 2. Hubungan diameter lubang nampan terhadap rendemen Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar diameter lubang nampan maka semakin kecil rendemen yang akan dihasilkan hal ini diduga karena jika

(32)

diameter lubang nampan semakin kecil maka massa air yang diuapkan akan semakin sedikit atau kadar air yang tinggal didalam bahan semakin banyak sehingga menambah massa bahan, sesuai dengan pernyataan Taib dkk (1988) yang mengatakan kemampuan bahan untuk melepaskan air dari permukaannya akan semakin besar dengan meningkatnya panas udara pengeringan yang digunakan.

Pada perlakuan D2 dan D1 memilki perbedaan sangat nyata, hal ini disebabkan karena rendemen yang dihasilkan terlalu berbeda, D1 dalam penelitian ini memang memiliki rendemen yang paling besar namun kadar air yang dihasilkan belum sesuai dengan SNI (Standard Nasional Indonesia), sehingga rendemen yang terbaik adalah perlakuan D2 yaitu 47,82 karna memiliki rendemen yang lebih tinggi dari perlakuan D3 yaitu 46,18 dan kualitas tepung ubi kayu yang dihasilkan sudah sesuai dengan SNI (Standard Nasional Indonesia).

Semakin besar lubang nampan yang digunakan maka rendemen yang dihasilkan semakin menurun mengikuti garis linier. Diameter lubang nampan berpengaruh terhadap rendemen karena akan mempengaruhi kadar air yang hilang pada bahan, jika kadar air yang hilang banyak maka perbandingan antara massa

chip ubi kayu kering dan massa chip ubi kayu sebelum dikeringkan akan semakin kecil.

(33)

rendemen yang dihasilkan semakin besar disebabkan oleh sedikitnya massa air yang menguap karena lubang aliran udara panas yang menyentuh bahan pengeringan semakin kecil.

Tingkat Kecerahan

Dari analisis sidik ragam (Lampiran 3) dapat dilihat bahwa diameter lubang nampan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap tinkat kecerahan. Hasil pengujian menggunakan DMRT (Duncan Multiple Range Test) menunjukkan pengaruh suhu pengeringan terhadap derajat keputihan untuk tiap perlakuan dapat dilihat pada tabel 7:

Tabel 7. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap tingkat kecerahan

Jarak DMRT Perlakuan Rataan Notasi

0,05 0,01 0.05 0.01

D3 67,06 C B 2 2,788945 4,226138 D2 63,70 B B 3 2,890508 4,384125 D1 56,35 A A

Keterangan : notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari tabel 7 dapat dilihat bahwa perlakuan D3 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan D2, dan D1, dan perlakuan D2 berbeda sangat nyata terhadap perlakuan D1.

(34)

Gambar 3. Hubungan diameter lubang nampan terhadap tingkat kecerahan Gambar 3 menunjukkan bahwa semakin besar diameter lubang nampan maka semakin tinggi tingkat keceahan yang akan dihasilkan hal ini diduga karena semakin banyak massa air yang diuapkan pada bahan membuat tampilan chip ubi kayu menjadi warna asli ubi kayu yaitu warna putih.

(35)
(36)

27

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Perbedaan diameter lubang nampan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kadar air, rendeman, serta tingkat kecerahan.

2. Persentase kadar air terbaik pada diameter 5 mm (D1), dan 7 mm (D3) yaitu sebesar 11,76% dan 9,97% karena berada di bawah 12% yang berarti masih sesuai standar SNI.

3. Persentase rendemen tertinggi dihasilkan oleh diameter lubang nampan 3mm (D1) yaitu sebesar 58,08% dan persentase kadar air terendah pada diameter lubang nampan 7 mm (D3) yaitu sebesar 46,2%.

4. Persentasi tingkat kecerahan tertinggi dihasilkan oleh diameter lubang nampan 7mm (D3) yaitu sebesar 67,06% dan terendah dihasilkan oleh diameter lubang nampan 3mm (D1) yaitu sebesar 46,18%.

Saran

1. Perlu dilakukan pengujian mengenai pengaruh aliran udara.

(37)

28

DAFTAR PUSTAKA

Adawyah, R., 2007. Pengolahan dan Pengawetan Ikan. Bumi Aksara, Jakarta. Anonim.

Dengan Pengeringan dan Pengasapan [diakses tanggal 3 maret 2015]. Augustin, I, S. Simamora dan Z. Wulandari, (2003). Pembuatan Mie Kering

dengan Fortifikasi Tepung Tulang Rawan Ayam Pedaging. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. 2008. Teknologi Budidaya Ubi Kayu. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Lampung. Lampung.

Badan Standararisasi Nasional, 1992. SNI 01-2997-1992. Badan Stadarisasi Indonesia. Jakarta.

Barret, D dan Damardjati, J, 1984. Peningkatan Mutu Hasil Ubi Kayu di Indonesia. Balai Penelitian Tanaman Pangan. Sukamandi.

Desroier, N. M., 1988. Teknologi Pengawetan Makanan. Terjemahan M Muljohardjo. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.

Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, 2012. Road Map Peningkatan Peoduksi Ubi Kayu. Direktorat Jendral Tanaman Pangan Kementrian Pertanian. Jakarta.

Earle, R.R., 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. P.T. Sastra Hudaya, Bogor.

Febryanti, T. 1990. Studi Karakteristik Fisiko Kimia dan Fungsional Beberapa Varietas Tepung Singkong (Manihot esculenta crantz). Skripsi. FATETA, IPB. Bogor.

Ginting, E., J.S. Utomo, R. Yulifianti, dan M. Yusuf. 2011. Potensi ubijalar ungu sebagai pangan fungsional. IPTEK Tanaman Pangan 6(1):116-138.

Harahap, Z., 1993. Pompa dan Blower Sentifugal. Penerbit Erlangga, Jakarta. Hasibun Rosdaneli, 2005. Proses Pengeringan. Program Studi Teknik Kimia

Fakultas Teknik Sumatra Utara. Medan.

(38)

Jafar.M. H. 2003. Bisnis Ubi Kayu Indonesia.Cetakan Pertama. PT Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Koestoer, R.A., 2002. Perpindahan Kalor. Salemba Teknika, Jakarta.

Koswara. 2000. Teknologi Pengolahan Umbi-Umbian. Bogor Agriculture University.Bogor.

Kudra, T., 2002. Advanced Drying Technology. Marcel Deker Inc, New York.

LIPTAN. 1995. Budi Daya Ubi Kayu (Manihot Esculenta Crantz). Balai Informasi Pertanian Irian Jaya. Jayapura.

Murniyati, AS dan Sunarman, 2000. Pendinginan, pembekuan, dan pengawetan ikan. Kanisius, Yogyakarta.

Pinem, 2004. Rancang Bangun Alat Pengeringan Ikan Teri Kapasitas 12kg/jam. Staf Pengajar Jurusan Teknik Mesin. Politeknik Negeri Malang. Jurnal Teknik SIMETRIKA Vol.3. No.3. 249-253. Malang.

Purwono, 2009. Budidaya 8 jenis tanaman unggul. Penerbit Swadaya. Jakarta. Rukmana, R. 1997. Ubi Kayu Budidaya dan Pasca Panen. Kanisius. Yogyakarta Soehardjo, 1999. Bidang Pengolahan Kakao PTPN-IV. Lembaga Pendidikan

Perkebunan Kampus Medan.

Suismono. 1995. Kajian Teknologi Pembuatan Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) dan Manfaatnya untuk produk Ekstruksi Mie Basah. Tesis. Program Studi Pascan Panen, IPB. Bogor.

Suismono, 2008.

Sumanto, M. A., 1994. Pengetahuan Bahan untuk Mesin dan Listrik. Penerbit AndiOffset, Yogyakarta.

Sunarto, 2002. Membuat Kerupuk Singkong Dan Keripik Kedelai. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Taib, G., Said, G. Dan Wiraatmadja, S., 1988. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil Pertanian, P. T. Mediatama Sarana Perkasa, Jakarta. Utomo dan Nugroho, 2012.

(39)

Lampiran 1. Flow Chart Pelaksanaan Penelitian.

Mulai

Dikupas dan dibersihkan ubi kayu

Dilakukan Pengamatan Parameter 1. Kadar air

2. Rendemen 3. Kapasitas olah 4. Uji organoleptik

Dipotong dan Disusun ubi kayu pada nampan dengan diameter

3mm, 5mm, dan 7mm

Dimasukkan nampan kealat pengering

Dihidupkan alat pengering dengan suhu 60o C

Diangkat nampan dari alat pengering tipe kabinet

Pengolahan data

(40)

Lampiran 2. Data Pengamatan Kadar Air Awal Setelah pengeringan

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1 21,76 22,35 19,94 64,65 21,36

P2 13,73 10,91 10,63 35,27 11,76

P3 10,06 11,01 8,84 29.91 9.97

Total 45.55 44,27 39,41 129.83 43,06

Rataan 42,01 43,572 45,776 14,36

Analisis sidik ragam uji kadar air

SK DB JK KT F Hitung Sig. ket F0,05 F0,01 Perlakuan 2 225.0084 112.504 59.11041 0.000113 ** 5.143 10.924 Galat 6 11.41973 1.90329

Total 8 236.4281 Ket : tn = tidak nyata

* = nyata

(41)

Lampiran 3. Data uji rendemen(%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1 59,25 58,37 56,62 174,24 58,08

P2 47,5 48,75 46 142,26 47,42

P3 44,5 57,25 46,8 138,6 46,2

Total 151,25 164,37 149,42 455,1

Rataan 50,42 54,76 49,80 50,57

Analisis sidik ragam uji rendemen

DB JK KT F Sig. ket F0.05 F0.01

Perlakuan 2 256.76 128.38 65.679 8.33485E-05 ** 5.14 10.92 Galat 6 11.728 1.9547

Total 8 268.49 Ket : tn = tidak nyata

* = nyata

(42)

Lampiran 3. Data uji tingkat kecerahan(%)

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

P1 55,07 55,41 58,58 169,06 56,35

P2 62,76 63,16 65,17 191,09 63,70

P3 66,76 66,60 67,81 201,17 67,06

Total 184,59 185,17 191,56 455,1

Rataan 61,53 61,72 63,85 62,37

Analisis sidik ragam uji rendemen

DB JK KT F Sig. ket F0.05 F0.01

Perlakuan 2 179.7755 89.888 46.11599 0.000228 ** 5.14 10.92 Galat 6 11.695 1.949

Total 8 191.4705 Ket : tn = tidak nyata

* = nyata

(43)

Lampiran 4. Perhitungan Kadar air.

Perlakuan D1 = 3 mm

Kadar Air =Berat ubi basah – Berat ubi kering

(44)
(45)

Ulangan III

(46)

Perlakuan D2 = 5mm

(47)
(48)

Ulangan III

(49)
(50)

Ulangan II

(51)
(52)
(53)

Ulangan 3 =1,87 ��

4 �� × 100 %

(54)

Lampiran 6. Gambar alat

Alat pengering kabinet

Alat pengering kabinet saat memuat ubi kayu

(55)

Lampiran 7. Komponen alat pengering kabinet

Blower

Rak

(56)

Regulator gas bertekanan tinggi

Screen radiator

(57)

Nampan dengan diameter lubang 3mm

Nampan dengan diameter lubang 5mm

(58)

Lampiran 8.Gambar chip ubi kayu

Chip ubi kayu

Chip ubi kayu sebelum di keringkan

(59)

Lampiran 9. Gambar tampak depan alat

(60)

Lampiran 10. Gambar tampak penampang pemanas

(61)

Lampiran 10. Gambar tampak penampang rak

(62)

Lampiran 11. Gambar screen radiator

(63)

Lampiran 12. Gambar tampak samping lubang pengeluaran udara

(64)

Lampiran 13. Gambar teknik nampan

Gambar

Tabel 1 Perkembangan Produksi dan Impor Ubikayu Tahun 2002 – 2011.
Tabel 3. Spesifikasi Persyaratan Mutu Tepung Ubi Kayu (SNI 01-2997-1992)
Tabel 4. Pengaruh diameter lubang nampan terhadap parameter
Gambar 1. Hubungan diameter lubang nampan terhadap kadar air
+4

Referensi

Dokumen terkait

penelitian Adam yang menunjukkan bahwa jika pelayanan kesehatan di puskesmas tidak dapat memberikan jaminan mutu yang sesuai dengan harapan responden makan akan

Cara untuk mendapatkan password dari suatu nilai hash h yaitu dengan membuat rantai dengan menggunakan fungsi R pada h , kemudian hasilnya dilakukan fungsi

Dari pembahasan enterprise architecture dengan penerapan zachman framework dapat dilihat urutan dan kegiatan yang dilakukan dalam pendefinisian cetak biru teknologi

Pelaksanaan pengeluaran belanja Uang Persediaan (UP)/Ganti Uang (GU)/Tambah Uang (TU)/Langsung (LS) pada Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Sulawesi Utara sudah efektif dan sesuai

Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT serta shalawat dan salam peneliti limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, karena atas rahmat yang telah diberikan,

Keadaan ini lambat laun berubah bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut daerah tersebut dari wilayah

Adapun perangkat yang digunakan pada sisi transmitter tediri dari sinyal RF yang akan dikirimkan, laser, kabel serat optik, modulator, serta multiplexer WDM