UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
MEDAN
ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP
JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
Diajukan oleh:
Masniari Dalimunthe 040501099
Ekonomi Pembangunan
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
ABSTRACT
The purposes of this research is to analyze the influence of government expenditure in education and health sector, domestic capital investment and economic condition influence to the populatin of poverty.
The data in this research are collected from the Statistical Body Center with use the annual time series data, namely in the period 1998 to 2006. The model analysis is Linier Regression Model with employs the Ordinary Least Square (OLS) method.
In the equation model, the ppulation of poverty is the dependent variable and expenditure government in education and health sector, domectic capital investment and economic condition (dummy Variable) are independent variables. The quantitative analysis recommends that population of poverty is influenced by the third independent variables in model.
The determination coefficient (R2) showed that about 85.86%. it means that the population of poerty could be explained by the independent of variables in the model. The result indicate that all independent variable significant ( = 1%). The overall test shows that the third independent variable simultaneously influenced on the population of poverty. { F-test > F- table (30.36841 > 6,23)}.
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh dari pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekonomian terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara..
Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik dengan menggunakan urutan waktu periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2006. Model analisis data adalah regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least Square (OLS).
Dalam persamaan model, jumlah penduduk miskin adalah sebagai variabel terikat sedangkan pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekomian (dummy variabel) adalah sebagai variabel bebas. Analisis perhitungan merekomendasikan bahwa jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekonomian.
Koefisien determinasi menunjukkan bahwa sekitar 85,86%. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk miskin dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang ada di dalam model. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruh variabel independen
signifikan ( = 1%).terhadap jumlah penduduk miskin. Hasil tes keseluruhan
menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas pada model berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin {F-hitung > F-tabel (30.36841 > 6,23)}.
KATA PENGANTAR
Segala Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas
rahmat dan ridho-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dan
juga shalawat dan salam buat junjungan ummat Nabi Besar Muhammad Sallallahu
‘Alaihi Wa Sallam semoga kita mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.
Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Pengeluaran
Pemerintah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara” ditujukan sebagai salah satu syarat
dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan Srata-1
Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata
sempurna, karena penulis hanyalah seorang manusia biasa yang tak lepas dari
kekhilafan dan kekurangan serta kesalahan. Oleh sebab itu, penulis sangat
mengharapkan masukan yang bersifat membangun yang sangat penulis perlukan
sebagai acuan bagi penulis di masa yang akan datang.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan materi dan
pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan
bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:
1. Bapak Drs. John Tafbu Ritongan, M.Ec, Dekan Fakultas Ekonomi
2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen
Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
3. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Dosen pembimbing penulis yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga
skripsi ini dapat penulis selesaikan.
4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. selaku Dosen pembanding I
sekaligus sebagai Dosen Wali dan pembimbing akademis selama penulis
menjadi mahasiswa Ekonomi Pembangunan.
5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Dosen pembanding II.
6. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan staf Administrasi Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi
Pembangunan, yang telah memberikan Ilmu dan perhatiannya kepada
penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
7. Buat Orang Tua tercinta, Ayahanda Alm. H. Awaluddin Dlaimunthe dan
Ibunda Hj. Nuri Ritonga yang sangat saya sayangi, yang telah memberikan
kasih sayang yang tak terhingga, dukungan, didikan, do’a dan semangat
serta motivasi baik moril maupun materi kepada penulis selama ini.
8. Buat my brother “bang Tua”, my sister “Kak Intan” and my little sister
“Ade” terima kasih atas do’a, semangat dan kasih sayangnya. Semoga
Allah selalu menyatukan kita dalam kebaikan dan semoga kita bisa
menjadi mutiara yang paling berharga dan menjadi kebanggaan Ayah dan
9. Sahabat-sahabatku “UNGU” K’ Mia, Fajar, Fitri, Suryanun, Arni, Dedes,
Milfa, Kia, terimakasih atas semangat dan do’anya, Semoga Allah tetap
menyatukan dan mengikat hati kita dalam naungan Cinta dan Ridho-Nya.
10.Buat Firzanah Solihah terimakasih untuk do’a, motivasi dan
pengertiannya selama ini.
11.Special Thanks to “Syfa” jazakillah atas semua bantuan, dukungan dan
do’a yang tak terkira serta telah menemani penulis hingga skripsi ini
selesai, tetaplah jadi adek solehah dan jadilah yang terbaik!
12.Untuk seluruh KRU BP2M:
- Terkhusus buat Presidium ’04: Ukhti: Laila (Bu’ Manajer), Tati’fillah
(Bu’ Kadri), Diah (Bu’ Humasy), Anggi (Bu’ Menkeu) dan Akhi:
Zurrivan P. (P’ Ketum), semoga tetap istiqomah dan tetaplah berikan
kontribusi yang terbaik di jalan dakwah ini hingga akhir hayat.
- Buat seluruh pengurus ikhwan/akhwat baik di bidang kaderisasi,
humasy, daksos, fosei, kenaziran, dan terkhusus buat seluruh staff
keputrian (Azura, Maisarah, Ida, Rizki P, Ina, Halimah, Nisa S, Sri
Rizki), semoga Allah tetap mengokohkan kita di jalan-Nya.
- Buat para alumni; K’ kiki, K’ Nasiah, K’ Nita, K’ Lina, K’ Sohifa, K’
Suri, syukron ya kak....untuk semua bantuan dan pengertiannya.
13.Buat Sahabat-sahabatku di EP ‘04 (Khoiriyah, Zakiyah, Vina, Amie, Ida),
terimakasih untuk semua bantuan, masukan, dan motivasinya serta
kebersamaannya. Semoga jalinan persahabatan dan silaturrahim di antara
14.Untuk semua teman-teman seperjuangan di EP’04 yang tidak dapat saya
sebutkan satu per satu semoga kita bisa menjadi orang-orang sukses di
masa depan.
15.Buat anak kost Sahabat-2: K’ Sri, Ira, Mardiah, Novi dan yang lainnya,
terimakasih untuk bantuan dan kebersamaannya.
Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah
diberikan kepada penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para
pembaca sekalian.
Medan, Mei 2008
Penulis
(Masniari
Halam an
ABSTRACT ... i
ABSTRAK ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR SINGKATAN ... xiii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang Masalah ... 1
1.2 Perumusan Masalah ... 6
1.3 Hipotesis ... 6
1.4 Tujuan Penelitian ... 7
1.5 Manfaat Penelitian ... 7
BAB II URAIAN TEORITIS ... 8
2.1 Kemiskinan ... 8
2.1.1 Pengertian Kemiskinan dan Pembagiannya ... 8
2.1.2 Karakteristik Penduduk Miskin ... 10
2.1.3 Penyebab Kemiskinan ... 11
2.1.4 Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi ... 14
2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Solow ... 17
2.2.2 Teori Pertumbuhan Endogen ... 18
2.2.3 Hubungan Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 20
2.3 Teori Human Capital ... 20
2.3.1 Teori Human Capital Bidang Pendidikan ... 22
2.3.2 Teori Human Capital Bidang Kesehatan ... 23
2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah ... 23
2.4.1 Kebijakan Anggaran Pemerintah Terhadap Pendidikan dan Kesehatan ... 28
2.4.2 Teori Rostow dan Musgrave... 29
2.4.3 Hukum Wagner ... 30
2.4.4 Teori Peacock dan Wiseman ... 32
2.5 Investasi ... 36
BAB III METODE PENELITIAN ... 39
3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 39
3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 39
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 39
3.4 Pengolahan Data ... 40
3.5 Model Analisis Data ... 40
3.6.2 Uji t-statistik ... 41
3.6.3 Uji F-sattistik ... 42
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 43
3.8 Defenisi Operasional ... 45
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47
4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian ... 47
4.1.1 Gambaran Wilayah Sumatera Utara ... 47
4.1.2 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara ... 51
4.1.3 Gambaran Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara ... 56
4.2 Pengeluaran Pembangunan Bidang Sosial ... 60
4.3 Perkembangan Investasi PMDN ... 61
4.4 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data ... 63
4.4.1 Pengujian Pengaruh Variable Bebas Terhadap Variabel Terikat ... 63
4.4.2 Interpretasi Model Linier ... 64
4.4.3 Uji Kesesuaian ( Test Of Goodness of Fit ) ... 66
4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 71
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75
5.1 Kesimpulan ... 75
5.2 Saran ... 75
DAFTAR TABEL
No. Judul Halaman
4.1 Inflasi di Sumatera Utara Tahun 1986-2006 53
4.2 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 1986-2006 55
4.3
4.4
Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan
Penduduk Menurut Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara
Tahun 1988-2006
57
56
4.5
4.6
4.7
Realisasi Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan
Kesehatan
Investasi Swasta di Sumatera Utara Tahun 1988-2006
Hasil Estimasi
57
59
60
DAFTAR GAMBAR
No. Judul Halaman
2.2 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner 32
2.3
2.4
Teori Peacock dan Wiseman
Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
Uji t-statistik variabel Pengeluaran Pemerintah
Sektor Pendidikan dan kesehatan (X1)
Uji t-statistik variabel Investasi PMDN (X2)
Uji t-statistik Variabel Dummy (XD)
DAFTAR SINGKATAN
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BBM : Bahan Bakar Minyak
BPS : Badan Pusat Stastistik
GNP : Gross National Product
HDI : Head Count Index
IPM : Indeks Pembangunan Manusia
PDB : Product Domestic Bruto
PDRB : Product Domestic Regional Bruto
PMDN: Penanaman Modal Dalam Negeri
DAFTAR LAMPIRAN
No. Lampiran
I Data Variabel
II
Hasil Regresi Jumlah Penduduk Miskin (Y) terhadap
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan
Kesehatan (X1), Investasi PMDN (X2) dan Variabel
Dummy
III
Hasil Regresi Pengeluaran Pemerintah Sektor
Pendidikan dan Kesehatan (X1) terhadap Investasi
PMDN (X2) dan Variabel Dummy
IV
Hasil Regresi Investasi PMDN (X2) terhadap
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan
Kesehatan (X1), dan Variabel Dummy
V
Hasil Regresi Variabel Dummy terhadap Pengeluaran
Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan (X1),
Investasi PMDN (X2)
VI
Hasil Regresi Jumlah Penduduk Miskin (Y) terhadap
Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (X1),
Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan (X2),
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang
dihadapi wilayah-wilayah baik yang sudah maju maupun yang kurang maju, yang
ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan. Masyarakat
miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatasnya aksesnya
kepada prasarana, modal dan kegiatan sosial ekonomi lainnya, sehingga tertinggal
jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi lebih tinggi.
Kemiskinan menghambat tercapainya pembangunan wilayah, pemerataan
pembangunan dan demokrasi ekonomi. Sehingga pengentasan kemiskinan harus
menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.
Adanya kemiskinan merupakan faktor penduduk yang kehidupannya di
bawah garis kemiskinan akibat dampak dari ketidakmerataan dalam distribusi
pembangunan, yang juga disebabkan oleh faktor penduduknya yang mengalami
kemiskinan secara alamiah maupun kultural yang ditunjukkan oleh situasi
lingkaran ketidakberdayaan bersumber dari rendahnya tingkat pendidikan,
pendapatan, kesehatan dan gizi, produktivitas, penguasaan modal, keterampilan
dan tekonologi serta hambatan infrastruktur maupun etnis sosial beragam lainnya.
Berdasarkan pengalaman program pembangunan selama ini bahwa
tingkat kemiskinan, ternyata kurang mampu mengatasi kemiskinan secara
menyeluruh. Berbagai bimbingan, pembinaan, bantuan dana dan fasilitas
disalurkan untuk meningkatkan keterbelakangan, partisipasi, dan swadaya atau
kemandirian dalam pembangunan, justru sebaliknya menimbulkan ketergantungan
masyarakat terhadap bantuan pemerintah tersebut.
Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan lebih
berorientasi pada pemenuhan target group pembangunan dan tidak
memperhatikan kelanjutan program, proses pendidikan dan peningkatan kualitas
SDM serta perkembangan pembangunan. Dalam arti program pembangunan
kurang berorientasi pada pemberdayaan, perkembangan pembangunan dan
kemampuan kelembagaan dalam menciptakan kualitas sumber daya yang
memiliki kemandirian dan menciptakan ketergantungan.
Upaya pemerintah Indonesia dalam mengurangi jumlah penduduk miskin
selama lebih dari tiga dekade belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Pada tahun 1984, jumlah penduduk miskin mencapai sekitar 35 juta sedangkan
pada tahun 2002 jumlah yang relatif tetap yakni 35,68 juta. Pada tahun 1987,
penduduk miskin ada sekitar 17,4%, sedangkan pada tahun 2002, angka
persentase relatif tetap, yakni 17,6%. Pada masa krisis ekonomi, jumlah penduduk
miskin pada akhir tahun 1998 sekitar 49,5 juta (24,2%).
Keberadaan kondisi krisis ekonomi tahun 1998 sangat berakibat terhadap
adanya kontraksi di sektor-sektor yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi
sektor ini dalam menyerap tenaga kerja yang berdampak pada tingginya tingkat
kemiskinan (Booth dalam Brata: 2005).
Sehingga di satu sisi dibutuhkan penganggulangan kemiskinan sebagai
salah satu prioritas pembaharuan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di
Indonesia. Sedangkan di sisi lain, kemiskinan dihadapkan pada situasi yang
kurang menguntungkan. Secara ekonomis pertumbuhan ekonomi Indonesia terlalu
rendah (sekitar 3,3% sampai 3,5% pada tahun 2001 dan 2002, sedangkan pada
tahun 2000 sebesar 4,8%) sehingga menyebabkan langkah pemulihan ekonomi
tertinggal di belakang Negara-negara tetangga.
UNDP dalam laporannya tahun 2002 menyatakan: “keberhasilan upaya
penanggulangan kemiskinan tidak hanya mensyaratkan adanya pertumbuhan
ekonomi yang baik, tetapi juga harus didukung oleh adanya penduduk miskin
yang memiliki kekuatan politik. Cara terbaik untuk mencapai hal itu seiring
dengan pengembangan sumber daya manusia ialah dengan mambangun tata
pemerintahan yang demokratis, kuat dan berakar di masyarakat pada semua
jenjang pemerintahan”.
Pendekatan baru dalam upaya penanggulangan kemiskinan ini sejalan
dengan semangat yang terkandung dalam kebijakan otonomi daerah (UU No. 22 /
1999). Kebijakan itu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi,
transparansi penegakan hukum, keadilan, menghargai perbedaan, pelayanan,
pemberdayaan dan penempatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang hakiki.
lokal (penduduk miskin) dalam menentukan penggunaan dana atau program
pemberdayaan penduduk miskin harus lebih banyak didengarkan.
Secara nasional, komitmen dalam menanggulangi masalah kemiskinan
cukup tinggi. Pemerintah secara tegas menetapkan prioritas tertinggi pada upaya
penganggulangan kemiskinan. Sebagaimana termuat di dalam UU No. 25/2000
tentang Propenas yang menegaskan bahwa sasaran yang akan dicapai dalam lima
tahun (2000-2004) adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut sebesar
4% dari tingkat kemiskinan pada tahun 1999. Sedangkan di dalam RPJM telah di
tetapkan tiga agenda penting, yaitu:
(i) menciptakan Indonesia yang aman dan damai;
(ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis;
(iii)meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Respon pemerintah daerah dalam mengatasi masalah kemiskinan akan
dilihat dari kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan
bagi penduduk miskin.
Secara nasional penanggulangan kemiskinan melalui program IDT di
Provinsi Sumatera Utara, menurut dampak ekonominya hanya berhasil sebesar
44,6% sehingga secara nasional Provinsi Sumatera Utara hanya menepati urutan
ke 22. Sumatera Utara adalah daerah yang berpenduduk paling banyak dan paling
kaya dengan PDRB total pada tahun 1998 mencapai RP 48,3 Trilyun atau 24,7%
dari PDRB seluruh Sumatera. Dalam perkapita PDRB Sumatera Utara mencapai
Rp 4,17 Juta, tertinggi nomor tiga di Sumatera. Hal ini menunjukkan kuatnya
tahun 1998 sebesar Rp 204,57 Milyar, yang terbesar di Sumatera dan merupakan
38,5% dari total PAD se-Sumatera. Namun kemiskinan masih tinggi (16,74%).
(Mubyarto: 2001)
Sementara, realisasi pengeluaran pembangunan Sumatera Utara di sektor
Pendidikan sebesar 7,04%, dan di sektor kesehatan hanya 7,42%. Sedangkan
pada tahun 2002, realisasi pengeleluaran pembangunan Sumatera Utara pada
sektor pendidikan hanya sebesar 6,24% dari pengeluaran pembangunan,
sedangkan di sektor kesehatan hanya sebesar 6,96% dari pengeluaran
pembangunan. Semenatara jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada
tahun 2002 sebesar 1.883.900 jiwa atau 15,84%. Hal ini menunjukkan bahwa
perlunya perhatian pemerintah daerah Sumatera Utara dalam kebijakan publiknya
dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumaera Utara yang dapat
ditunjukkan dari kinerja keseriusan pemerintah daerah dalam pengalokasian
anggaran pendidikan dan kesehatan yang pro penduduk miskin.
Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan
penelitian guna penyelesaian skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuaraikan, maka ada rumusan masalah
yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.
Perumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan
dari akhir penulisan skipsi ini, antara lain:
1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan
Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara?
2. Bagaimana pengaruh Investasi PMDN terhadap Jumlah Penduduk Miskin
di Sumatera Utara?
3. Bagaimana pengaruh Kondisi Krisis Ekonomi terhadap Jumlah Penduduk
Miskin di Sumatera Utara?
1.3 Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada
dimana kebenarannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul.
Berdasarkan perumusan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:
1. Besarnya Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan
berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara
2. Besarnya Investasi PMDN berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk
Miskin di Sumatera Utara
3. Kondisi Krisis Ekonomi berpengaruh positif terhadap Jumlah Penduduk
1.4 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pengeluaran Pemerintah
Sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di
Sumatera Utara
2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Investasi PMDN terhadap
Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kondisi Krisis Ekonomi terhadap
Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara
1.5 Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa
Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang
ingin melakukan penelitian selanjutnya.
2. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik untuk
membahas mengenai Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor
Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin.
3. Sebagai masukan bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam
pengentasan kemiskinan.
4. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian
yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.
BAB II
URAIAN TEORITIS
2.1. Kemiskinan
2.1.1. Pengertian Kemiskinan dan Pembagiannya
United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan
kemiskinan sebagai kelaparan, ketiadaan tempat berlindung,
ketidakmampuan berobat ke dokter jika sakit, tidak mempunyai akses ke
sekolah dan buta huruf, tidak mempunyai pekerjaan, takut akan masa
depan, hidup dalam hitungan harian, ketidakmampuan mendapatkan air
bersih, ketidakberdayaan, tidak ada keterwakilan dan kebebasan.
Dalam arti sederhana kemiskinan dipahami sebagai keadaan
kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam
arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensional
(Suryawati; 2005)
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari
sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index,
Chambers (dalam Suryawati: 2005) mengatakan bahwa kemiskinan
adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)
kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan
menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan
(dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun
sosiologis.
Karena itu, kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang,
tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,
perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak
kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan
dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.
Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu:
a. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan
atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,
perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan
bekerja.
b. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan
pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga
menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.
c. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau
berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak
kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.
d. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena
rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem
sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan
kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.
(Suryawati: 2005)
Dalam perkembangan terakhir, kemiskinan struktural lebih banyak
menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga
kemiskinan yang lain.
2.1.2. Karakteristik Penduduk Miskin
Walaupun kemiskinan merupakan istilah yang umum, ditandai
dengan tidak mampunya seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup
minimal yang dianggap layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang
berbeda antar wilayah. Perbedaan ini terkait pada kemiskinan sumber daya
alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan setempat.
Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu:
a. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah,
modal, peralatan kerja dan keterampilan
b. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah
c. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil
(sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak
d. Kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan
(slum area)
e. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang
cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas
kesehatan sosial lainnya. (Suryawati: 2005)
Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan
dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani
gurem, pedagang kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan,
pemulung, pengemis dan pengangguran.
2.1.3. Penyebab Kemiskinan
Nasikun (dalam Suryawati: 2005) menyoroti beberapa sumber dan
proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:
a. Policy induces processes: proses pemiskinan yang dilestarikan,
direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy)
diantaranya adalah kebijakan antikemiskinan, tetapi realitanya justru
melestarikan.
b. Socio-economic dualism: negara ekskoloni mengalami kemiskinan
karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena
tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi
c. Population growth: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa
pertambahan penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan
seperti deret hitung.
d. Recources management and the environment: adanya unsur
mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen
pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.
e. Natural cycles and processes: kemiskinan terjadi karena siklus alam.
Misalnya tinggal di lahan kritis, di mana lahan ini jika turun hujan
akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air,
sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan
terus-menerus.
f. The marginalization of woman: peminggiran kaum perempuan karena
perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga
akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari
laki-laki.
g. Cultural and ethnic factors: bekerjanya factor budaya dan etnik yang
memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani
dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat
upacara adat atau keagamaan.
h. Exploitative intermediation: keberadaan penolong yang menjadi
i. Internal political fragmentation and civil stratfe: suatu kebijakan yang
diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat
menjadi penyebab kemiskinan.
j. International processes: bekerjanya sistemsistem internasional
(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi
semakin miskin.
Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat
khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki,
yaitu:
a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat
desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata
pencahariannya.
b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif
masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan,
pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan
teknologi).
c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum
seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.
d. Financial assets: berupa tabungan, serta akses untuk memperoleh
e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal
ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan
keputusan-keputusan politik.
2.1.4. Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi
Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan
sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan
sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan
yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dikategorikan miskin
bilamana seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok
minimnya, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.
Dimensi ekonomi dapat diukur dengan nilai rupiah meskipun harganya
selalu berubah-ubah tergantung pada tingkat inflasi rupiah..
Kemiskinan dalam dimensi ekonomi paling mudah untuk diamati,
diukur, dan diperbandingkan. Ada beberapa metode pengukuran tingkat
kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia, yaitu:
a. Biro Pusat Statistik (BPS): tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah
rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per
orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola
konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi
nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan
nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan).
kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta
perkiraan status fisiologis penduduk.
b. Sayogyo: tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran
rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras
per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.
Daerah pedesaan:
a. Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg
nilai tukar beras per orang per tahun.
c. Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg
nilai tukar beras per orang per tahun.
Daerah perkotaan:
a. Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai
tukar beras per orang per tahun.
b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg
nilai tukar beras per orang per tahun.
c. Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg
c. Bank Dunia: Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada
pendapatan seseorang kurang dari US$1 per hari (setara Rp8.500,00 per
hari)
d. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN): mengukur
kemiskinan berdasarkan kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) dan
Keluarga Sejahterara I (KS 1). Kriteria Keluarga Pra KS yaitu keluarga
yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama
dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu
stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%,
dan berobat ke Puskesmas bila sakit. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS
1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan
perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan
daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas
lantai rumah 8 m2 per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga
umur 10 sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara
5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai
penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.
2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi
2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Solow
Robert Solow menggunakan model yang merupakan pengembangan
dari formulasi Harrod-Domar, dengan menambahkan faktor kedua yakni
pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang
terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika
keduanya dianalisis secara terpisah: jika dianalisis secara bersamaan dan
sekaligus, Solow juga memakai hasil tetap tersebut. Kemajuan teknologi
ditetapkan sebagai faktor residu untu menjelaskan pertumbuhan ekonomi
dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu tersendiri
oleh Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen,
atau selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.
Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik
Solow memakai fungsi produksi agregat standar yakni:
Y = A e tK L
1-Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan
modal manusia, L adalah tenaga kerja nonterampil, A adalah suatu
konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar, sedangkan e
melambangkan konstanta tingkat kemajuan teknologi. Adapun symbol
αmelambangkan elastisitas out put terhadap modal (persentase kenaikan
GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal
manusia). Hal itu biasanya dihitung secara statistik sebagai pangsa modal
dalam total pendapatan nasional suatu negara. Karena αdiasumsikan
kurang dari 1 dan modal swasta diasumsikan dibayar berdasarkan produk
Ringkasnya teori Neoklasik Solow berpendapat bahwasanya sebagian
besar pertumbuhan ekonomi tersebut bersumber dari hal-hal yang bersifat
“eksogen” atau proses-proses kemajuan teknologi yang sepenuhnya
independent (Todaro: 2000).
2.2.2 Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan yang baru menyajikan suatu kerangka teoritis
untuk menganalisis apa yang disebut sebagai pertumbuhan endogen atau
proses pertumbuhan GNP yang bersumber dari suatu sistem yang mengatur
proses produksi.
Model-model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa pertumbuhan
GNP itu sebenarnya merupakan suatu konsekuensi alamiah atas adanya
ekuilibrium jangka panjang.
Model-model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa hasil
investasi justru akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara
semakin besar; lebih lanjut, model ini juga memberikan perhatian yang
besar kepada peranan eksternalitas dalam penentuan tingkat hasil investasi
permodalan. Dengan mengasumsikan bahwa investasi swasta dan publik
(pemerintah) di bidang sumber daya atau modal manusia dapat
menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu
peningkatan produktivity yang mampu mengimbangi kecenderungan
alamiah penurunan skala hasil.
Y = AK
Dimana A mewakili setiap faktor yang memperngaruhi teknologi,
sedangkan K melambangkan modal fisik dan modal manusia yang ada.
Dari model pertumbuhan endogen ini dapat diketahui bahwa potensi
keuntungan investasi yang tinggi di negara-negara berkembang yang rasio
modal tenaga kerjanya masih rendah, ternyata terkikis oleh rendahnya
tingkat investasi komlementer (complementary investment) dalam modal
atau sumber daya manusia (terutama melalui pengembangan fasilitas dan
lembaga pendidikan), sarana-sarana infrastruktur serta aneka kegiatan
penelitian dan pegembangan.
Model pertumbuhan endogen melihat perubahan teknologi sebagai
hasil endogen dari investasi dalam sumber daya manusia dan
industri-industri padat teknologi, baik itu yang dilakukan oleh pihak swasta maupun
pemerintah. Model-model pertumbuhan endogen menganjurkan
keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian
nasional demi mempromosikan pembangunan ekonomi melalui investasi
langsung dan tidak langsung dalam pembentukan modal manusia dan
mendorong investasi swasta asing dalam industri padat teknologi seperti
perangkat lunak komputer dan telekomunikasi (Todaro: 2000).
2.2.3 Hubungan Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi
C
sumber input bagi total fungsi produksi (the agregate function) (Todaro:
2003)
Menurut meraka pendidikan dan kesehatan, selain dari tujuan
pembangunan juga merupakan prasyarat untuk meningktkan produktifitas.
Selain dari pada itu kemampuan untuk menyerap tekhnologi modren juga
disebabkan oleh tingginya kemampuan sumber daya manusia sehingga
mampu untuk semakin meningkatkan mesin-mesin ekonomi dalam
menggerakkan pertumbuhan ekonomi.
2.3 Teori Human Capital
Mc. Connell (dalam Pratomo:2006), investasi pada human capital dapat
dilakukan dalam hal: (1) pendidikan dan latihan, (2) migrasi, dan (3) perbaikan
gizi dan kesehatan. Keputusan untuk melakukan investasi pada human capital
dapat dilihat dari gambar berkut:
Gambar 2.1. Teori Human Capital 1
Indirect
Kurva HH menggambarkan pendapatan seseorang jika orang tersebut tidak
melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Orang tersebut langsung bekerja
pada usia 18 tahun. Kurva CC menggambarkan jika seseorang masuk ke
perguruan tinggi selama empat tahun dan kemudian bekerja pada usia 22 tahun.
- Daerah 1 (satu) atau Direct Cost yaitu daerah dimana sejumlah pengeluaran
untuk biaya pendidikan selama di perguruan tinggi.
- Daerah 2 (dua) disebut daerah Indirect Cost yaitu menggambarkan
penghasilan yang tidak diperoleh oleh seseorang yang masuk ke perguruan
tinggi dibanding jika dia bekerja di usia 18 tahun (tidak kuliah). Jadi
kerugian yang yang diderita oleh mereka yang kuliah dibandingkan yang
tidak kuliah adalah seluas area 1 dan area 2.
- Daerah 3 (tiga) adalah daerah Incremental Earning yaitu daerah yang
menggambarkan selisih pendapatan yang diterima seseorang yang
berpendidikan perguruan tinggi dibanding mereka yang tidak masuk
perguruan tinggi.
2.3.1 Teori Human Capital Bidang Pendidikan
Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat
meningkatkan penghasilan melalui peningkatan pendidikan (Simanjuntak:
1998). Setiap tambah satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan
kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang akan tetapi di pihak
lain menunda penerimaan penghasilan selama 1 tahun dalam mengikut i
orang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara langsung
seperti uang sekolah, pembelian buku dan lain-lain.
Misalnya, seorang tamatan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) tidak
melanjutkan sekolah dan lansung mencari dan memperoleh pekerjaan. Tiap
tahun dia memperoleh upah V(t). Misalnya orang tersebut tamat dan
memperoleh pekerjaan pada umur 20 tahun dan tidak memperoleh
penghasilan lagi pada umur 60 tahun atau sesudah 40 tahun bekerja. Maka
jumlah penghasilan yang diterimanya seumur hidupnya dihitung dalam
nilai sekarang atau Net Present Value adalah:
Y(sla) =
∑
Dimana: Y(sla) adalah nilai sekarang atau net present value dari arus
penghasiln seumur hidup, V(t) adalah besarnya penghasilan pada tahun
t dan r adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menggambarkan
time preference seseorang atas konsumsi seseorang saat sekarang
dibandingkan dengan satu tahun yang akan datang.
2.3.2 Teori Human Capital Bidang Kesehatan
Perbaikan bidang kesehatan sangat penting untuk meningkatkan
produktifitas kerja (Simanjuntak;1998). Oleh sebab itu investasi yang
dilaksanakan untuk perbaikan gizi dan kesehatan dapat dipandang sebagai
salah satu aspek Human Capital, dapat ditunjukkan pada persamaan di
Dimana dalam hal ini V(t) merupakan tingkat upah atau penghasilan pada
tahun t, seandainya tidak ada program perbaikan kesehatan C(t) merupakan
besarnya biaya yang dikeluarkan dalam tahun t untuk program perbaikan
kesehatan dan W(t) merupakan tingkat upah atau penghasilan setelah
program perbaikan kesehatan dilakukan.
2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah
Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu
anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggran defisit. Dalam pengertian
umum, anggaran berimbang adalah suatu kondisi dimana penerimaan sama
dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari
penerimaan (G < T) sedangkan anggaran defisit adalah anggaran dimana
komposisi pengeluaran lebih besar daripada penerimaan (G > T).
Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah
inflasi sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi
masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah
merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka
pengangguran, pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. Pengeluaran
pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sampai
dengan tahun 2004, rincian belanja pemerintah pusat masih terdiri dari: (1)
pengeluaran rutin dan (2) pengeluaran pembangunan. Namun sejak tahun 2005
1. Pengeluaran Rutin
Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan
dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang,
pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui
pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga
kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan
aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan
kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas
perekonomian.
Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan
yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan
stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,
penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat
sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah terutama dari pos belanja pegawai
yang dialokasikan untuk menaikkan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu,
lonjakan pengeluaran pemerintah yang terjadi pada pos pembayaran bunga utang
luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara
pinjaman dari dalam dan luar negeri yaitu pada implikasi disaat pengembalian
(amortisasi).
Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh
pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia kerena terjadi
transfer pendapatan dari kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada
berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara
Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak
ekonomi (multiplier effect) yang berbeda. Pihak-pihak yang menerima
pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur di luar negeri (Mangkoesoebroto,
1994).
Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran
yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat.
Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh
membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai
tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai
dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran
pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup
besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada tahun
1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia
menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM hingga melebihi hasil
penjualan BBM itu sendiri, akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi
terutama terhadap minyak tanah dan solar.
2. Pengeluaran Pembangunan
Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk
membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik
pembangunan secara fisik maupun non fisik. Peranan anggaran pembangunan
bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN
secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka
pencapaian sasaran-sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin
(Nota Keuangan dan APBN, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, formulasi
distribusi alokasi dan penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan
penting dalam pencapaian target kebijakan fiskal.
Di samping itu, pengelolaan anggaran pembangunan juga harus tetap
ditempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran
pendapatan dan belanja negara yang sehat, melalui upaya mengurangi secara
bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi
upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Pembiayaan
pembangunan rupiah dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, dan
pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada
departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk
Departemen Hankam, dan pemerintah daerah, yang diklasifikasikan ke dalam
dana pembangunan yang dikelola oleh instansi pusat, dan dana pembangunan
yang dikelola daerah (Djamin, 1993).
Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan
dengan kemampuan dana dalam negeri, maka pembiyaan proyek masih tetap
dibutuhkan. Pada tahun 1999-2004 pembiayaan pembangunan dengan dana yang
bersumber dari luar negeri diupayakan untuk secara bertahap dikurangi. Untuk itu,
pembiayan proyek harus dimanfaatkan secara lebih optimal terutama bagi
dan efesien. Dengan demikian, pemilihan proyek-proyek yang pembiayaan
bersumber dari pinjaman luar negeri harus dilakukan berdasarkan prioritas
sehingga dapat mendukung penciptaan sasaran.
Persentase pembiayaan proyek terhadap PDB terus diupayakan menurun sebagai
cerminan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri,
sekaligus mencerminkan adanya upaya untuk mencapai fiscal sustainability
sebagai sasaran strategis dari APBN. Pembiayaan proyek dimanfaatkan untuk
pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan, dan
kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman sosial,
penyediaan sarana dan prasarana transportasi, pembangunan di bidang pertanian,
tenaga listrik, dan pengairan. Di samping itu juga akan dimanfaatkan untuk
pengadaan prasarana pendukung Hankam, telekomunikasi, dan pembangunan
prasarana perkotaan.
2.4.1. Kebijakan Anggaran Pemerintah Terhadap Pendidikan dan Kesehatan
Pengalokasian anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan
kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam kebijakan anggaran
(Rosen dalam Brata: 2005). Kebijakan ini dikaitkan peran pemerintah
sebagai penyedia barang publik. Dampak eksternalitas (eksternalitas
positif) dari kebijakan pengalokasian anggaran untuk kedua bidang tersebut
tentunya diharapkan berpengaruh pada peningkatan tingkat pendidikan dan
a. Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan
Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik
terhadap total pengeluaran pembangunan maupun produk Domestik Bruto,
secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin
tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Secara tidak
langsung hal itu menunjukkan seberapa jauh masyarkat menyadari
pentingnya peranan pendidikan.
Secara umum rasionya dapat dituliskan sebagai berikut (Susanti: 1995):
Pengeluaran untuk Sektor Pendidikan Total Pengeluaran Pembangunan
dan
b. Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor kesehatan
Pengeluaran untuk Sektor Pendidikan Produk Domestik Bruto
Besarnya pengeluaran pemerintah untuk sub sektor kesehatan
menunjukkan seberapa jauh prioritas alokasi dana pemerintah untuk
subsektor ini. Pada umumnya yang dilihat adalah besarnya rasio antara
pengeluaran untuk sector kesehatan terhadap total pengeluaran
pembangunan dan terhadap PDB, atau:
Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan Total Pengeluaran Pembangunan
dan
Dalam anggaran Pembangunan dan Belanja Negara pengeluaran
pembangunan untuk subsektor Kesehatan adalah dibawah sektor Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan
Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita, serta Kependudukan dan
Keluarga Berencana (Susanti: 1995).
2.4.2 Teori Rostow dan Musgrave
Rostow dan Musgrave mengembangkan teori yang menghubungkan
perkembangan pengeluaran pemerintah dan tahap-tahap pembangunan
ekonomi:
Tahap Awal:
Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi
pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pemerintah harus
meyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan,
prasarana transportasi, dan sebagainya.
Tahap Menengah:
Pembangunan ekonomi, investasi pemerintah dapat tinggal landas,
namun peran investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan
swasta yang semakin besar ini banyak meimbulkan kegagalan pasar,
dan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam
jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.
Tahap Lanjut:
Pembangunan ekonomi da aktifitas pemerintah beralih dari
penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktifitas
sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan
2.4.3 Hukum Wagner
Wagner mengembangkan teori mengenai perkembangan persentase
pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadp GNP didasarkan
pengamatan di negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19.
Dalam satu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat,
secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama
disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul
dalam masyarakat, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya.
Pk PP1 > Pk PP2 > … >
Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut
organic theory of state yaitu teori yang menganggap pemerintah sebagai
individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain.
Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.2 secara relatif peranan
pemerintah semakin meningkat. Menurut Wagner ada lima hal yang
menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu: tuntutan
peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat
pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, Pk PPn
PPK1 PPK2 PPKn
Dimana:
PkPP : pengeluaran pemerintah perkapita
PPk : pendapatan perkapita
perkembangan demografi dan ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi
perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).
Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara
industri-industri dan hubungan industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan
kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif
menjadi semakin besar. Namun hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu
tidak didasar pada suatu teori pemilihan barang-barang publik. Hukum
Wagner ini ditunjukkan dalam gambar 2.2, dimana kenaikan pengeluaran
pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1
di bawah ini:
Pengeluaran pemerintah/GDP
Sumber: Mangkoesoebroto, 2001
Gambar 2.2. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner
Kurva 1
Kurva 2
2.4.4 Teori Peacock dan Wiseman
Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu
berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan
dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin
besar. Peacock dan wiseman menyatakan sebagai berikut: masyarakat
mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana
masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan
oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.
Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang
semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya
penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin
meningkat. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional
meningkatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan
normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas lain,
maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk
mengatasi gangguan tersebut.
Konsekuensinya menimbulkan tuntutan untuk memperoleh
penerimaan dari pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar
menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi
berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement effect)
yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan
pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai
luar negeri. Selelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang
dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah,
bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya kewajiban baru
tersebut.
Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat
semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas
pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut
efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan
menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah, efek
ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya
ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah
sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali pada
tingkat sebelum terjadi perang. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.3
berikut ini (Mangkoesoebroto, 2001):
Pengeluaran pemerintah/ GDP
C
D
A G
F
B Pengeluaran pemerintah
Sumber: Mangkoesoebroto, 2001 Gambar 2.3 Teori Peacock dan Wiseman
Dalam keadaan normal dari t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam
persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana ditunjuk garis AG.
Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah
meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukkan
pada segmen CD. Setelah perang selesai (pada tahun t+1), pengeluaran
pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan karena setelah perang,
pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman
pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pemerintah.
Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga
tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak
yang lebih basar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara
grafik perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman
bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat
dalam pendapat Rostow dan Musgrave, melainkan berslope positif dengan
bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar 2.4 di
Pengeluaran pemerintah/ GDP
Peacock dan Wiseman
Sumber : Mangkoesoebroto, 2001
Gambar 2.4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah
2.5 Investasi
Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan ekonomi
untuk pembelian atau penambahan barang modal. Barang modal adalah
barang yang siap untuk dikonsumsi. Sedangkan barang konsumsi adalah
barang-barang yang siap untuk dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan tidak
memberikan pendapatan bagi yang mengkonsumsinya.
Jenis investasi secara garis besar dapat dibagi atas dua kategori, yaitu:
1. Investasi sektor riil yaitu investasi terhadap barang-barang yang tahan
lama (barang-barang modal).
2. Investasi sektor finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga di
pasar modal seperti saham, obligasi, dan lain-lain. Wagner Rostow Musgrave
0
2.5.1 Teori Keynes
Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu
negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume
pekerjaan yang dihasilkannya, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan
tergantung pada permintaan efektif yang akan menentukan tingkat
keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif terdiri dari
permintaan konsumsi dan investasi. Jurang antara pendapatan dan konsumsi
dapat dijembatani oleh investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya
pendapatan, dan karena pendapatan meningkat, muncul perminataan yang
lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan
kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Akibat kenaikan
tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat pada
pendapatan melalui kecenderungan berkonsumsi. Oleh Keynes, hubungan
antara kenaikan investasi dan pendapatan ini disebut multiplier K. pengali
(multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat, berkat adanya
kecenderungan berkonsumsi tersebur, antara pekerjaan agregat dan
pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti, bila investasi
agregat naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali
kenaikan investasi tersebut yang dirumuskan: ∆Υ= Κ∆Ι dan
K
−
1 1
mewakili kecenderungan marginal mengkonsumsi. Jadi pengali K =
MPC
−
1 1
. Karena kecenderungan marginal berkonsumsi turun, berkat
dosis besar guna memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih
tinggi dalam perekonomian. (Jhingan: 2007)
2.5.2 Kriteria Investasi
Kriteria investasi menyangkut asas-asas yang mendasari alokasi
sumber invenstasi langka dengan cara yang rasional agar memaksimalkan
pendapatan nasional pada suatu perekonomian terbelakang.
Berbagai macam kriteria investasi:
a. Produktivitas Marginal Sosial, menurut kriteria ini investasi harus
dilakukan pada bidang dan arah yang mempunyai produktivitas
marginal yang tertinggi.
Galenson dkk. menyatakan beberapa asas penuntun kriteria ini ialah:
1. Investasi harus diarahkan pada penggunaan yang paling produktif
sehingga rasio output uang (current output) terhadap investasi
menjadi maksimum atau sebaliknya rasio modal-output menjadi
minimum.
2. Investasi harus dilakukan terhadap proyek yang akan
memanfaatkan buruh secara maksimum, dalam hal ini rasio
buruh-investasi maksimum.
3. Proyek investasi itu harus diseleksi sehingga menghasilkan barang
yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan meningkatkan
ekonomi eksternal lebih luas
5. Proyek investasi tersebut harus diseleksi sehingga dapat
memperbaiki distribusi pendapatan nyata
6. Investasi harus diarahkan pada industri yang mengemat devisa,
mengurangi beban neraca pembayaran dan memaksimumkan rasio
barang ekspor terhadap investasi.
b. Overhead Ekonomi dan Sosial, menurut kriteria investasi ini dalam
memilih industri pada saat pengambilan keputusan investasi hal yang
terpenting adalah prospek ekonomi eksternal yang pada gilirannya akan
menimbulkan reaksi berantai dan mempengaruhi keseluruhan
perekonomian. Dari sisi penawaran, investasi ini mengharuskan
terciptanya ekonomi eksternal dalam bentuk fasilitas kredit, angkutan
dan sebagainya. Sedangkan dari sisi permintaan, investasi ini harus
menciptakan overhead sosial dan ekonomi yang luas dalam bentuk
sekolah, ruma sakit, jalan raya dan sebagainya.
c. Pertumbuhan Berimbang, yang mana berbagai sektor perekonomian
harus tumbuh dengan cara yang serasi sehingga tidak ada sektor yang
tertinggal di belakang atau tumbuh terlalu cepat dari yang lain baik itu
keseimbangan antara investasi di bidang industri dan pertanian serta
antara sektor domestik dan sektor luar negeri.
d. Pilihan Teknologi, yang mana dalam pemilihan teknik produksi juga
mempengaruhi jumlah dan pola investasi. Apakah pilihannya jatuh pada
teknik produksi yang bersifat padat modal atau padat karya tergantung
e. Rasio Modal Output, di dalam menjatuhkan pilihan investasi, rasio
modal out-put dari berbagai proyek dan di dalam menentukan pilihan
terhadap berbagai proyek investasi dan di dalam menentukan prioritas,
rasio modal-output dari berbagai proyek harus diperbandingkan.
Investasi harus dibatasi pada proyek-proyek yang memperkecil rasio
modal-output.
Disamping rasio modal-output, ada hal lain yang penting dipertimbangkan
seperti rasio buruh-investasi dan dampak investasi terhadap distribusi
BAB III
METODE PENILITIAN
Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan
dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan
dan menguji hipotesis penelitian.
3.1Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh peneluaran
pemerintah pada sector pendidikan dan kesehatan terhadap jumlah penduduk
miskin di Sumatera Utara.
3.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Sumber datanya adalah data sekunder dalam bentuk data berkala (time series)
dengan kurun waktu 19 tahun yakni dari tahun 1988 sampai 2006 yang bersumber
dari Badan Pusat Statistik.
3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian
kepustakaan (library research), yaitu yang dilakukan melalui bahan-bahan
kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan
penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik
pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan langsung
3.4Pengolahan Data
Penulis menggunakan program komputer E-Views 5.0 untuk mengolah
data dalam penulisan skripsi ini.
3.5Model Analisis Data
Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model
ekonometrika. Metode analisis data yang digunakan adalah kuadrat terkecil biasa
(ordsinery Least Square).
Model persamaannya adalah sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,XD)……….(1)
Dengan spesifikasi model sebagai berikut:
LogY = - 1LogX1 - 2LogX2 + DLogXD + ………(2)
Dimana:
Y = jumlah penduduk miskin (jiwa)
= intercept
1, 2, D = koefisien regresi
X1 = pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan
kesehatan (ribuan Rupiah)
X2 = investasi PMDN (jutaan Rupiah)
XD = variable dummy: (kondisi sblm krisis (1988-1997) = 0
(kondisi sesudah krisis ekonomi (1998- 2006) = 1.
Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai
berikut:
1 x
y
∂∂ < 0, artinya jika X1 (pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan
kesehatan) meningkat, maka Y (jumlah penduduk miskin) mengalami
penurunan, cateris paribus.
2
x
y
∂
∂
< 0, artinya jika X2 (investasi PMDN) meningkat, maka Y (jumlahpenduduk miskin) mengalami penurunan, cateris paribus.
xD y
∂∂ > 0, artinya jika XD (kondisi krisis ekonomi) terjadi, maka Y (jumlah
penduduk miskin) akan meningkat, cateris paribus
3.6Test of Godness of Fit (uji kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)
Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar
kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi
penjelasan terhadap variabel dependen.
3.6.2 Uji t-statistik
Uji t-statistik merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
apakah koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen
dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini
H0 : bi = b
Ha : bi≠ b
Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter
hipotesis, biasanya b dianggap = 0. artinya tidak ada pengaruh variabel Xi
terhadap Y. Bila nilai hitung t-hitung > t-tabel maka pada tingkat
kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen
yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel
dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:
t-hitung =
(
)
Sbi b bi−
dimana:
bi = koefisien variabel independen ke-i
b = nilai hipotesis nol
Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i
3.6.3 Uji F-statistik
Uji F- statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap
variabel dependen.
Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:
H0 : bi = b2 = bk………….bk = 0 (tidak ada pengaruh)
Ha : bi = 0……….i = 1 (ada pengaruh).
F-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi F-variabel
dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:
F-hitung =
( )
K = jumlah variabel independen, intercept dari suatu persamaan model
n = jumlah sampel
Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1- ) 100% sebagai
berikut:
H0 diterima : jika F* < F
H0 ditolak : jika F* > F
3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Multikolinearity
Uji multikolinearity digunakan untuk mengetahui apakah terdapat
korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk
mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari R-Square,
F-hitung, t-hitung serta standar error.
Keberadaan multikolinearity jika R-Square, F-hitung tinggi sedangkan
nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan (uji tanda berubah tidak sesuai