• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor Pendidikan Dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin Di Sumatera Utara"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH PENGELUARAN PEMERINTAH PADA SEKTOR PENDIDIKAN DAN KESEHATAN TERHADAP

JUMLAH PENDUDUK MISKIN DI SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan oleh:

Masniari Dalimunthe 040501099

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

(2)

ABSTRACT

The purposes of this research is to analyze the influence of government expenditure in education and health sector, domestic capital investment and economic condition influence to the populatin of poverty.

The data in this research are collected from the Statistical Body Center with use the annual time series data, namely in the period 1998 to 2006. The model analysis is Linier Regression Model with employs the Ordinary Least Square (OLS) method.

In the equation model, the ppulation of poverty is the dependent variable and expenditure government in education and health sector, domectic capital investment and economic condition (dummy Variable) are independent variables. The quantitative analysis recommends that population of poverty is influenced by the third independent variables in model.

The determination coefficient (R2) showed that about 85.86%. it means that the population of poerty could be explained by the independent of variables in the model. The result indicate that all independent variable significant ( = 1%). The overall test shows that the third independent variable simultaneously influenced on the population of poverty. { F-test > F- table (30.36841 > 6,23)}.

(3)

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisa pengaruh dari pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekonomian terhadap jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara..

Data yang digunakan dalam penelitian ini dikumpulkan dari Badan Pusat Statistik dengan menggunakan urutan waktu periode tahun 1998 sampai dengan tahun 2006. Model analisis data adalah regresi linier berganda dengan memakai metode Ordinary Least Square (OLS).

Dalam persamaan model, jumlah penduduk miskin adalah sebagai variabel terikat sedangkan pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekomian (dummy variabel) adalah sebagai variabel bebas. Analisis perhitungan merekomendasikan bahwa jumlah penduduk miskin dipengaruhi oleh pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan kesehatan, investasi PMDN dan kondisi perekonomian.

Koefisien determinasi menunjukkan bahwa sekitar 85,86%. Hal ini berarti bahwa jumlah penduduk miskin dapat dijelaskan oleh variabel bebas yang ada di dalam model. Hasilnya menunjukkan bahwa seluruh variabel independen

signifikan ( = 1%).terhadap jumlah penduduk miskin. Hasil tes keseluruhan

menunjukkan bahwa ketiga variabel bebas pada model berpengaruh signifikan terhadap jumlah penduduk miskin {F-hitung > F-tabel (30.36841 > 6,23)}.

(4)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan syukur ke hadirat Allah Subhanahu Wa Ta’ala, atas

rahmat dan ridho-Nya lah penulis akhirnya dapat menyelesaikan skripsi ini dan

juga shalawat dan salam buat junjungan ummat Nabi Besar Muhammad Sallallahu

‘Alaihi Wa Sallam semoga kita mendapatkan syafa’atnya di yaumil akhir nanti.

Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Pengaruh Pengeluaran

Pemerintah Pada Sektor Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara” ditujukan sebagai salah satu syarat

dalam rangka meraih gelar Sarjana Ekonomi dari program pendidikan Srata-1

Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini sangat jauh dari kata

sempurna, karena penulis hanyalah seorang manusia biasa yang tak lepas dari

kekhilafan dan kekurangan serta kesalahan. Oleh sebab itu, penulis sangat

mengharapkan masukan yang bersifat membangun yang sangat penulis perlukan

sebagai acuan bagi penulis di masa yang akan datang.

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari

berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat maupun sumbangan materi dan

pemikiran. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah memberikan

bantuan dan bimbingan, yaitu kepada:

1. Bapak Drs. John Tafbu Ritongan, M.Ec, Dekan Fakultas Ekonomi

(5)

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec selaku Ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

3. Bapak Kasyful Mahalli, SE, M.Si, selaku Dosen pembimbing penulis yang

telah memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis hingga

skripsi ini dapat penulis selesaikan.

4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, M.Ec. selaku Dosen pembanding I

sekaligus sebagai Dosen Wali dan pembimbing akademis selama penulis

menjadi mahasiswa Ekonomi Pembangunan.

5. Bapak Drs. Rahmad Sumanjaya, M.Si selaku Dosen pembanding II.

6. Seluruh Dosen, Staf pengajar dan staf Administrasi Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi

Pembangunan, yang telah memberikan Ilmu dan perhatiannya kepada

penulis selama mengikuti perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.

7. Buat Orang Tua tercinta, Ayahanda Alm. H. Awaluddin Dlaimunthe dan

Ibunda Hj. Nuri Ritonga yang sangat saya sayangi, yang telah memberikan

kasih sayang yang tak terhingga, dukungan, didikan, do’a dan semangat

serta motivasi baik moril maupun materi kepada penulis selama ini.

8. Buat my brother “bang Tua”, my sister “Kak Intan” and my little sister

“Ade” terima kasih atas do’a, semangat dan kasih sayangnya. Semoga

Allah selalu menyatukan kita dalam kebaikan dan semoga kita bisa

menjadi mutiara yang paling berharga dan menjadi kebanggaan Ayah dan

(6)

9. Sahabat-sahabatku “UNGU” K’ Mia, Fajar, Fitri, Suryanun, Arni, Dedes,

Milfa, Kia, terimakasih atas semangat dan do’anya, Semoga Allah tetap

menyatukan dan mengikat hati kita dalam naungan Cinta dan Ridho-Nya.

10.Buat Firzanah Solihah terimakasih untuk do’a, motivasi dan

pengertiannya selama ini.

11.Special Thanks to “Syfa” jazakillah atas semua bantuan, dukungan dan

do’a yang tak terkira serta telah menemani penulis hingga skripsi ini

selesai, tetaplah jadi adek solehah dan jadilah yang terbaik!

12.Untuk seluruh KRU BP2M:

- Terkhusus buat Presidium ’04: Ukhti: Laila (Bu’ Manajer), Tati’fillah

(Bu’ Kadri), Diah (Bu’ Humasy), Anggi (Bu’ Menkeu) dan Akhi:

Zurrivan P. (P’ Ketum), semoga tetap istiqomah dan tetaplah berikan

kontribusi yang terbaik di jalan dakwah ini hingga akhir hayat.

- Buat seluruh pengurus ikhwan/akhwat baik di bidang kaderisasi,

humasy, daksos, fosei, kenaziran, dan terkhusus buat seluruh staff

keputrian (Azura, Maisarah, Ida, Rizki P, Ina, Halimah, Nisa S, Sri

Rizki), semoga Allah tetap mengokohkan kita di jalan-Nya.

- Buat para alumni; K’ kiki, K’ Nasiah, K’ Nita, K’ Lina, K’ Sohifa, K’

Suri, syukron ya kak....untuk semua bantuan dan pengertiannya.

13.Buat Sahabat-sahabatku di EP ‘04 (Khoiriyah, Zakiyah, Vina, Amie, Ida),

terimakasih untuk semua bantuan, masukan, dan motivasinya serta

kebersamaannya. Semoga jalinan persahabatan dan silaturrahim di antara

(7)

14.Untuk semua teman-teman seperjuangan di EP’04 yang tidak dapat saya

sebutkan satu per satu semoga kita bisa menjadi orang-orang sukses di

masa depan.

15.Buat anak kost Sahabat-2: K’ Sri, Ira, Mardiah, Novi dan yang lainnya,

terimakasih untuk bantuan dan kebersamaannya.

Semoga Allah SWT membalas segala kebaikan dan pengorbanan yang telah

diberikan kepada penulis. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat bagi para

pembaca sekalian.

Medan, Mei 2008

Penulis

(Masniari

(8)

Halam an

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR SINGKATAN ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 6

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

BAB II URAIAN TEORITIS ... 8

2.1 Kemiskinan ... 8

2.1.1 Pengertian Kemiskinan dan Pembagiannya ... 8

2.1.2 Karakteristik Penduduk Miskin ... 10

2.1.3 Penyebab Kemiskinan ... 11

2.1.4 Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi ... 14

(9)

2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Solow ... 17

2.2.2 Teori Pertumbuhan Endogen ... 18

2.2.3 Hubungan Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi ... 20

2.3 Teori Human Capital ... 20

2.3.1 Teori Human Capital Bidang Pendidikan ... 22

2.3.2 Teori Human Capital Bidang Kesehatan ... 23

2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah ... 23

2.4.1 Kebijakan Anggaran Pemerintah Terhadap Pendidikan dan Kesehatan ... 28

2.4.2 Teori Rostow dan Musgrave... 29

2.4.3 Hukum Wagner ... 30

2.4.4 Teori Peacock dan Wiseman ... 32

2.5 Investasi ... 36

BAB III METODE PENELITIAN ... 39

3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 39

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 39

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ... 39

3.4 Pengolahan Data ... 40

3.5 Model Analisis Data ... 40

(10)

3.6.2 Uji t-statistik ... 41

3.6.3 Uji F-sattistik ... 42

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 43

3.8 Defenisi Operasional ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 47

4.1 Deskriptif Wilayah Penelitian ... 47

4.1.1 Gambaran Wilayah Sumatera Utara ... 47

4.1.2 Gambaran Perekonomian Sumatera Utara ... 51

4.1.3 Gambaran Kesejahteraan Rakyat Sumatera Utara ... 56

4.2 Pengeluaran Pembangunan Bidang Sosial ... 60

4.3 Perkembangan Investasi PMDN ... 61

4.4 Hasil Evaluasi dan Interpretasi Data ... 63

4.4.1 Pengujian Pengaruh Variable Bebas Terhadap Variabel Terikat ... 63

4.4.2 Interpretasi Model Linier ... 64

4.4.3 Uji Kesesuaian ( Test Of Goodness of Fit ) ... 66

4.5 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 71

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

5.1 Kesimpulan ... 75

5.2 Saran ... 75

(11)

DAFTAR TABEL

No. Judul Halaman

4.1 Inflasi di Sumatera Utara Tahun 1986-2006 53

4.2 PDRB Provinsi Sumatera Utara Tahun 1986-2006 55

4.3

4.4

Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan

Penduduk Menurut Kabupaten/Kota

Jumlah Penduduk Miskin Sumatera Utara

Tahun 1988-2006

57

56

4.5

4.6

4.7

Realisasi Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan

Kesehatan

Investasi Swasta di Sumatera Utara Tahun 1988-2006

Hasil Estimasi

57

59

60

(12)

DAFTAR GAMBAR

No. Judul Halaman

2.2 Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner 32

2.3

2.4

Teori Peacock dan Wiseman

Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

Uji t-statistik variabel Pengeluaran Pemerintah

Sektor Pendidikan dan kesehatan (X1)

Uji t-statistik variabel Investasi PMDN (X2)

Uji t-statistik Variabel Dummy (XD)

(13)

DAFTAR SINGKATAN

APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

BBM : Bahan Bakar Minyak

BPS : Badan Pusat Stastistik

GNP : Gross National Product

HDI : Head Count Index

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

PDB : Product Domestic Bruto

PDRB : Product Domestic Regional Bruto

PMDN: Penanaman Modal Dalam Negeri

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran

I Data Variabel

II

Hasil Regresi Jumlah Penduduk Miskin (Y) terhadap

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan

Kesehatan (X1), Investasi PMDN (X2) dan Variabel

Dummy

III

Hasil Regresi Pengeluaran Pemerintah Sektor

Pendidikan dan Kesehatan (X1) terhadap Investasi

PMDN (X2) dan Variabel Dummy

IV

Hasil Regresi Investasi PMDN (X2) terhadap

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan

Kesehatan (X1), dan Variabel Dummy

V

Hasil Regresi Variabel Dummy terhadap Pengeluaran

Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan (X1),

Investasi PMDN (X2)

VI

Hasil Regresi Jumlah Penduduk Miskin (Y) terhadap

Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan (X1),

Pengeluaran Pemerintah Sektor Kesehatan (X2),

(15)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kemiskinan merupakan masalah pembangunan di berbagai bidang yang

dihadapi wilayah-wilayah baik yang sudah maju maupun yang kurang maju, yang

ditandai oleh pengangguran, keterbelakangan dan keterpurukan. Masyarakat

miskin umumnya lemah dalam kemampuan berusaha dan terbatasnya aksesnya

kepada prasarana, modal dan kegiatan sosial ekonomi lainnya, sehingga tertinggal

jauh dari masyarakat lain yang mempunyai potensi lebih tinggi.

Kemiskinan menghambat tercapainya pembangunan wilayah, pemerataan

pembangunan dan demokrasi ekonomi. Sehingga pengentasan kemiskinan harus

menjadi prioritas utama dalam pembangunan nasional dan pembangunan wilayah.

Adanya kemiskinan merupakan faktor penduduk yang kehidupannya di

bawah garis kemiskinan akibat dampak dari ketidakmerataan dalam distribusi

pembangunan, yang juga disebabkan oleh faktor penduduknya yang mengalami

kemiskinan secara alamiah maupun kultural yang ditunjukkan oleh situasi

lingkaran ketidakberdayaan bersumber dari rendahnya tingkat pendidikan,

pendapatan, kesehatan dan gizi, produktivitas, penguasaan modal, keterampilan

dan tekonologi serta hambatan infrastruktur maupun etnis sosial beragam lainnya.

Berdasarkan pengalaman program pembangunan selama ini bahwa

(16)

tingkat kemiskinan, ternyata kurang mampu mengatasi kemiskinan secara

menyeluruh. Berbagai bimbingan, pembinaan, bantuan dana dan fasilitas

disalurkan untuk meningkatkan keterbelakangan, partisipasi, dan swadaya atau

kemandirian dalam pembangunan, justru sebaliknya menimbulkan ketergantungan

masyarakat terhadap bantuan pemerintah tersebut.

Berbagai program pembangunan yang telah dilaksanakan lebih

berorientasi pada pemenuhan target group pembangunan dan tidak

memperhatikan kelanjutan program, proses pendidikan dan peningkatan kualitas

SDM serta perkembangan pembangunan. Dalam arti program pembangunan

kurang berorientasi pada pemberdayaan, perkembangan pembangunan dan

kemampuan kelembagaan dalam menciptakan kualitas sumber daya yang

memiliki kemandirian dan menciptakan ketergantungan.

Upaya pemerintah Indonesia dalam mengurangi jumlah penduduk miskin

selama lebih dari tiga dekade belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Pada tahun 1984, jumlah penduduk miskin mencapai sekitar 35 juta sedangkan

pada tahun 2002 jumlah yang relatif tetap yakni 35,68 juta. Pada tahun 1987,

penduduk miskin ada sekitar 17,4%, sedangkan pada tahun 2002, angka

persentase relatif tetap, yakni 17,6%. Pada masa krisis ekonomi, jumlah penduduk

miskin pada akhir tahun 1998 sekitar 49,5 juta (24,2%).

Keberadaan kondisi krisis ekonomi tahun 1998 sangat berakibat terhadap

adanya kontraksi di sektor-sektor yang menjadi mesin pertumbuhan ekonomi

(17)

sektor ini dalam menyerap tenaga kerja yang berdampak pada tingginya tingkat

kemiskinan (Booth dalam Brata: 2005).

Sehingga di satu sisi dibutuhkan penganggulangan kemiskinan sebagai

salah satu prioritas pembaharuan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di

Indonesia. Sedangkan di sisi lain, kemiskinan dihadapkan pada situasi yang

kurang menguntungkan. Secara ekonomis pertumbuhan ekonomi Indonesia terlalu

rendah (sekitar 3,3% sampai 3,5% pada tahun 2001 dan 2002, sedangkan pada

tahun 2000 sebesar 4,8%) sehingga menyebabkan langkah pemulihan ekonomi

tertinggal di belakang Negara-negara tetangga.

UNDP dalam laporannya tahun 2002 menyatakan: “keberhasilan upaya

penanggulangan kemiskinan tidak hanya mensyaratkan adanya pertumbuhan

ekonomi yang baik, tetapi juga harus didukung oleh adanya penduduk miskin

yang memiliki kekuatan politik. Cara terbaik untuk mencapai hal itu seiring

dengan pengembangan sumber daya manusia ialah dengan mambangun tata

pemerintahan yang demokratis, kuat dan berakar di masyarakat pada semua

jenjang pemerintahan”.

Pendekatan baru dalam upaya penanggulangan kemiskinan ini sejalan

dengan semangat yang terkandung dalam kebijakan otonomi daerah (UU No. 22 /

1999). Kebijakan itu mengedepankan prinsip-prinsip demokrasi, partisipasi,

transparansi penegakan hukum, keadilan, menghargai perbedaan, pelayanan,

pemberdayaan dan penempatan rakyat sebagai pemegang kedaulatan yang hakiki.

(18)

lokal (penduduk miskin) dalam menentukan penggunaan dana atau program

pemberdayaan penduduk miskin harus lebih banyak didengarkan.

Secara nasional, komitmen dalam menanggulangi masalah kemiskinan

cukup tinggi. Pemerintah secara tegas menetapkan prioritas tertinggi pada upaya

penganggulangan kemiskinan. Sebagaimana termuat di dalam UU No. 25/2000

tentang Propenas yang menegaskan bahwa sasaran yang akan dicapai dalam lima

tahun (2000-2004) adalah berkurangnya jumlah penduduk miskin absolut sebesar

4% dari tingkat kemiskinan pada tahun 1999. Sedangkan di dalam RPJM telah di

tetapkan tiga agenda penting, yaitu:

(i) menciptakan Indonesia yang aman dan damai;

(ii) menciptakan Indonesia yang adil dan demokratis;

(iii)meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Respon pemerintah daerah dalam mengatasi masalah kemiskinan akan

dilihat dari kinerja pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan dan kesehatan

bagi penduduk miskin.

Secara nasional penanggulangan kemiskinan melalui program IDT di

Provinsi Sumatera Utara, menurut dampak ekonominya hanya berhasil sebesar

44,6% sehingga secara nasional Provinsi Sumatera Utara hanya menepati urutan

ke 22. Sumatera Utara adalah daerah yang berpenduduk paling banyak dan paling

kaya dengan PDRB total pada tahun 1998 mencapai RP 48,3 Trilyun atau 24,7%

dari PDRB seluruh Sumatera. Dalam perkapita PDRB Sumatera Utara mencapai

Rp 4,17 Juta, tertinggi nomor tiga di Sumatera. Hal ini menunjukkan kuatnya

(19)

tahun 1998 sebesar Rp 204,57 Milyar, yang terbesar di Sumatera dan merupakan

38,5% dari total PAD se-Sumatera. Namun kemiskinan masih tinggi (16,74%).

(Mubyarto: 2001)

Sementara, realisasi pengeluaran pembangunan Sumatera Utara di sektor

Pendidikan sebesar 7,04%, dan di sektor kesehatan hanya 7,42%. Sedangkan

pada tahun 2002, realisasi pengeleluaran pembangunan Sumatera Utara pada

sektor pendidikan hanya sebesar 6,24% dari pengeluaran pembangunan,

sedangkan di sektor kesehatan hanya sebesar 6,96% dari pengeluaran

pembangunan. Semenatara jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara pada

tahun 2002 sebesar 1.883.900 jiwa atau 15,84%. Hal ini menunjukkan bahwa

perlunya perhatian pemerintah daerah Sumatera Utara dalam kebijakan publiknya

dalam mengurangi jumlah penduduk miskin di Sumaera Utara yang dapat

ditunjukkan dari kinerja keseriusan pemerintah daerah dalam pengalokasian

anggaran pendidikan dan kesehatan yang pro penduduk miskin.

Berdasarkan uraian tersebut, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian guna penyelesaian skripsi dengan judul “Analisis Pengaruh

(20)

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuaraikan, maka ada rumusan masalah

yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan.

Perumusan masalah ini diperlukan sebagai suatu cara untuk mengambil keputusan

dari akhir penulisan skipsi ini, antara lain:

1. Bagaimana pengaruh Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan

Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara?

2. Bagaimana pengaruh Investasi PMDN terhadap Jumlah Penduduk Miskin

di Sumatera Utara?

3. Bagaimana pengaruh Kondisi Krisis Ekonomi terhadap Jumlah Penduduk

Miskin di Sumatera Utara?

1.3 Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang ada

dimana kebenarannya masih perlu dikaji dan diteliti melalui data yang terkumpul.

Berdasarkan perumusan di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Besarnya Pengeluaran Pemerintah Sektor Pendidikan dan Kesehatan

berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara

2. Besarnya Investasi PMDN berpengaruh negatif terhadap Jumlah Penduduk

Miskin di Sumatera Utara

3. Kondisi Krisis Ekonomi berpengaruh positif terhadap Jumlah Penduduk

(21)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Pengeluaran Pemerintah

Sektor Pendidikan dan Kesehatan terhadap Jumlah Penduduk Miskin di

Sumatera Utara

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Investasi PMDN terhadap

Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh kondisi Krisis Ekonomi terhadap

Jumlah Penduduk Miskin di Sumatera Utara

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai bahan studi dan tambahan ilmu pengetahuan bagi mahasiswa

Fakultas Ekonomi terutama Departemen Ekonomi Pembangunan yang

ingin melakukan penelitian selanjutnya.

2. Sebagai masukan bagi kalangan akademisi dan peneliti yang tertarik untuk

membahas mengenai Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Pada Sektor

Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Jumlah Penduduk Miskin.

3. Sebagai masukan bagi pemerintah sebagai pengambil kebijakan dalam

pengentasan kemiskinan.

4. Sebagai penambah, pelengkap sekaligus pembanding hasil-hasil penelitian

yang sudah ada yang menyangkut topik yang sama.

(22)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1. Kemiskinan

2.1.1. Pengertian Kemiskinan dan Pembagiannya

United Nations Development Programme (UNDP) mendefinisikan

kemiskinan sebagai kelaparan, ketiadaan tempat berlindung,

ketidakmampuan berobat ke dokter jika sakit, tidak mempunyai akses ke

sekolah dan buta huruf, tidak mempunyai pekerjaan, takut akan masa

depan, hidup dalam hitungan harian, ketidakmampuan mendapatkan air

bersih, ketidakberdayaan, tidak ada keterwakilan dan kebebasan.

Dalam arti sederhana kemiskinan dipahami sebagai keadaan

kekurangan uang dan barang untuk menjamin kelangsungan hidup. Dalam

arti luas, kemiskinan merupakan suatu fenomena multidimensional

(Suryawati; 2005)

Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan

memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini,

kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk

memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari

sisi pengeluaran. Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Head Count Index,

(23)

Chambers (dalam Suryawati: 2005) mengatakan bahwa kemiskinan

adalah suatu integrated concept yang memiliki lima dimensi, yaitu: 1)

kemiskinan (proper), 2) ketidakberdayaan (powerless), 3) kerentanan

menghadapi situasi darurat (state of emergency), 4) ketergantungan

(dependence), dan 5) keterasingan (isolation) baik secara geografis maupun

sosiologis.

Karena itu, kemiskinan bukan hanya hidup dalam kekurangan uang,

tetapi juga banyak hal lain, seperti: tingkat kesehatan, pendidikan rendah,

perlakuan tidak adil dalam hukum, kerentanan terhadap ancaman tindak

kriminal, ketidakberdayaan menghadapi kekuasaan, dan ketidakberdayaan

dalam menentukan jalan hidupnya sendiri.

Kemiskinan dapat dibagi dalam empat bentuk, yaitu:

a. Kemiskinan absolut: bila pendapatannya di bawah garis kemiskinan

atau tidak cukup untuk memenuhi pangan, sandang, kesehatan,

perumahan, dan pendidikan yang diperlukan untuk bisa hidup dan

bekerja.

b. Kemiskinan relatif: kondisi miskin karena pengaruh kebijakan

pembangunan yang belum menjangkau seluruh masyarakat, sehingga

menyebabkan ketimpangan pada pendapatan.

c. Kemiskinan kultural: mengacu pada persoalan sikap seseorang atau

(24)

berusaha memperbaiki tingkat kehidupan, malas, pemboros, tidak

kreatif meskipun ada bantuan dari pihak luar.

d. Kemiskinan struktural: situasi miskin yang disebabkan karena

rendahnya akses terhadap sumber daya yang terjadi dalam suatu sistem

sosial budaya dan sosial politik yang tidak mendukung pembebasan

kemiskinan, tetapi seringkali menyebabkan suburnya kemiskinan.

(Suryawati: 2005)

Dalam perkembangan terakhir, kemiskinan struktural lebih banyak

menjadi sorotan sebagai penyebab tumbuh dan berkembangnya ketiga

kemiskinan yang lain.

2.1.2. Karakteristik Penduduk Miskin

Walaupun kemiskinan merupakan istilah yang umum, ditandai

dengan tidak mampunya seseorang untuk memenuhi kebutuhan hidup

minimal yang dianggap layak, namun kemiskinan itu memiliki ciri yang

berbeda antar wilayah. Perbedaan ini terkait pada kemiskinan sumber daya

alam (SDA), sumber daya manusia (SDM) dan kelembagaan setempat.

Ciri-ciri kelompok (penduduk) miskin, yaitu:

a. Rata-rata tidak mempunyai faktor produksi sendiri seperti tanah,

modal, peralatan kerja dan keterampilan

b. Mempunyai tingkat pendidikan yang rendah

c. Kebanyakan bekerja atau berusaha sendiri dan bersifat usaha kecil

(sektor informal), setengah menganggur atau menganggur (tidak

(25)

d. Kebanyakan berada di daerah pedesaan atau daerah tertentu perkotaan

(slum area)

e. Kurangnya kesempatan untuk memperoleh (dalam jumlah yang

cukup), bahan kebutuhan pokok, pakaian, perumahan, fasilitas

kesehatan sosial lainnya. (Suryawati: 2005)

Kelompok penduduk miskin yang berada pada masyarakat pedesaan

dan perkotaan, pada umumnya dapat digolongkan pada buruh tani, petani

gurem, pedagang kecil, buruh, pedagang kaki lima, pedagang asongan,

pemulung, pengemis dan pengangguran.

2.1.3. Penyebab Kemiskinan

Nasikun (dalam Suryawati: 2005) menyoroti beberapa sumber dan

proses penyebab terjadinya kemiskinan, yaitu:

a. Policy induces processes: proses pemiskinan yang dilestarikan,

direproduksi melalui pelaksanaan suatu kebijakan (induced of policy)

diantaranya adalah kebijakan antikemiskinan, tetapi realitanya justru

melestarikan.

b. Socio-economic dualism: negara ekskoloni mengalami kemiskinan

karena pola produksi kolonial, yaitu petani menjadi marjinal karena

tanah yang paling subur dikuasai petani skala besar dan berorientasi

(26)

c. Population growth: perspektif yang didasari pada teori Malthus bahwa

pertambahan penduduk seperti deret ukur sedang pertambahan pangan

seperti deret hitung.

d. Recources management and the environment: adanya unsur

mismanagement sumber daya alam dan lingkungan, seperti manajemen

pertanian yang asal tebang akan menurunkan produktivitas.

e. Natural cycles and processes: kemiskinan terjadi karena siklus alam.

Misalnya tinggal di lahan kritis, di mana lahan ini jika turun hujan

akan terjadi banjir tetapi jika musim kemarau akan kekurangan air,

sehingga tidak memungkinkan produktivitas yang maksimal dan

terus-menerus.

f. The marginalization of woman: peminggiran kaum perempuan karena

perempuan masih dianggap sebagai golongan kelas kedua, sehingga

akses dan penghargaan hasil kerja yang diberikan lebih rendah dari

laki-laki.

g. Cultural and ethnic factors: bekerjanya factor budaya dan etnik yang

memelihara kemiskinan. Misalnya, pola hidup konsumtif pada petani

dan nelayan ketika panen raya, serta adat istiadat yang konsumtif saat

upacara adat atau keagamaan.

h. Exploitative intermediation: keberadaan penolong yang menjadi

(27)

i. Internal political fragmentation and civil stratfe: suatu kebijakan yang

diterapkan pada suatu daerah yang fragmentasi politiknya kuat, dapat

menjadi penyebab kemiskinan.

j. International processes: bekerjanya sistemsistem internasional

(kolonialisme dan kapitalisme) membuat banyak negara menjadi

semakin miskin.

Selain beberapa faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat

khususnya di pedesaan disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki,

yaitu:

a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar masyarakat

desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata

pencahariannya.

b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang relatif

masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat pendidikan,

pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan penguasaan

teknologi).

c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan fasilitas umum

seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.

d. Financial assets: berupa tabungan, serta akses untuk memperoleh

(28)

e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik, dalam hal

ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan

keputusan-keputusan politik.

2.1.4. Kemiskinan dalam Dimensi Ekonomi

Dimensi ekonomi dari kemiskinan diartikan sebagai kekurangan

sumber daya yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan

sekelompok orang, baik secara finansial maupun semua jenis kekayaan

yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dikategorikan miskin

bilamana seseorang atau keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan pokok

minimnya, seperti: sandang, pangan, papan, kesehatan, dan pendidikan.

Dimensi ekonomi dapat diukur dengan nilai rupiah meskipun harganya

selalu berubah-ubah tergantung pada tingkat inflasi rupiah..

Kemiskinan dalam dimensi ekonomi paling mudah untuk diamati,

diukur, dan diperbandingkan. Ada beberapa metode pengukuran tingkat

kemiskinan yang dikembangkan di Indonesia, yaitu:

a. Biro Pusat Statistik (BPS): tingkat kemiskinan didasarkan pada jumlah

rupiah konsumsi berupa makanan yaitu kurang dari 2100 kalori per

orang per hari (dari 52 jenis komoditi yang dianggap mewakili pola

konsumsi penduduk yang berada di lapisan bawah), dan konsumsi

nonmakanan (dari 45 jenis komoditi makanan sesuai kesepakatan

nasional dan tidak dibedakan antara wilayah pedesaan dan perkotaan).

(29)

kelamin, dan perkiraan tingkat kegiatan fisik, berat badan, serta

perkiraan status fisiologis penduduk.

b. Sayogyo: tingkat kemiskinan didasarkan jumlah rupiah pengeluaran

rumah tangga yang disetarakan dengan jumlah kilogram konsumsi beras

per orang per tahun dan dibagi wilayah pedesaan dan perkotaan.

Daerah pedesaan:

a. Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 320 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 240 kg

nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 180 kg

nilai tukar beras per orang per tahun.

Daerah perkotaan:

a. Miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 480 kg nilai

tukar beras per orang per tahun.

b. Miskin sekali: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 380 kg

nilai tukar beras per orang per tahun.

c. Paling miskin: bila pengeluaran keluarga lebih kecil daripada 270 kg

(30)

c. Bank Dunia: Bank Dunia mengukur garis kemiskinan berdasarkan pada

pendapatan seseorang kurang dari US$1 per hari (setara Rp8.500,00 per

hari)

d. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN): mengukur

kemiskinan berdasarkan kriteria Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS) dan

Keluarga Sejahterara I (KS 1). Kriteria Keluarga Pra KS yaitu keluarga

yang tidak mempunyai kemampuan untuk menjalankan perintah agama

dengan baik, minimum makan dua kali sehari, membeli lebih dari satu

stel pakaian per orang per tahun, lantai rumah bersemen lebih dari 80%,

dan berobat ke Puskesmas bila sakit. Kriteria Keluarga Sejahtera 1 (KS

1) yaitu keluarga yang tidak berkemampuan untuk melaksanakan

perintah agama dengan baik, minimal satu kali per minggu makan

daging/telor/ikan, membeli pakaian satu stel per tahun, rata-rata luas

lantai rumah 8 m2 per anggota keluarga, tidak ada anggota keluarga

umur 10 sampai 60 tahun yang buta huruf, semua anak berumur antara

5 sampai 15 tahun bersekolah, satu dari anggota keluarga mempunyai

penghasilan rutin atau tetap, dan tidak ada yang sakit selama tiga bulan.

2.2 Teori Pertumbuhan Ekonomi

2.2.1 Teori Pertumbuhan Ekonomi Model Solow

Robert Solow menggunakan model yang merupakan pengembangan

dari formulasi Harrod-Domar, dengan menambahkan faktor kedua yakni

(31)

pertumbuhan neoklasik Solow berpegang pada konsep skala hasil yang

terus berkurang (diminishing return) dari input tenaga kerja dan modal jika

keduanya dianalisis secara terpisah: jika dianalisis secara bersamaan dan

sekaligus, Solow juga memakai hasil tetap tersebut. Kemajuan teknologi

ditetapkan sebagai faktor residu untu menjelaskan pertumbuhan ekonomi

dalam jangka panjang, dan tinggi rendahnya pertumbuhan itu tersendiri

oleh Solow maupun para teoretisi lainnya diasumsikan bersifat eksogen,

atau selalu dipengaruhi oleh berbagai macam faktor.

Dalam bentuknya yang lebih formal, model pertumbuhan neoklasik

Solow memakai fungsi produksi agregat standar yakni:

Y = A e tK L

1-Dimana Y adalah produk domestik bruto, K adalah stok modal fisik dan

modal manusia, L adalah tenaga kerja nonterampil, A adalah suatu

konstanta yang merefleksikan tingkat teknologi dasar, sedangkan e

melambangkan konstanta tingkat kemajuan teknologi. Adapun symbol

αmelambangkan elastisitas out put terhadap modal (persentase kenaikan

GDP yang bersumber dari 1 persen penambahan modal fisik dan modal

manusia). Hal itu biasanya dihitung secara statistik sebagai pangsa modal

dalam total pendapatan nasional suatu negara. Karena αdiasumsikan

kurang dari 1 dan modal swasta diasumsikan dibayar berdasarkan produk

(32)

Ringkasnya teori Neoklasik Solow berpendapat bahwasanya sebagian

besar pertumbuhan ekonomi tersebut bersumber dari hal-hal yang bersifat

“eksogen” atau proses-proses kemajuan teknologi yang sepenuhnya

independent (Todaro: 2000).

2.2.2 Teori Pertumbuhan Endogen

Teori pertumbuhan yang baru menyajikan suatu kerangka teoritis

untuk menganalisis apa yang disebut sebagai pertumbuhan endogen atau

proses pertumbuhan GNP yang bersumber dari suatu sistem yang mengatur

proses produksi.

Model-model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa pertumbuhan

GNP itu sebenarnya merupakan suatu konsekuensi alamiah atas adanya

ekuilibrium jangka panjang.

Model-model pertumbuhan endogen menyatakan bahwa hasil

investasi justru akan semakin tinggi bila produksi agregat di suatu negara

semakin besar; lebih lanjut, model ini juga memberikan perhatian yang

besar kepada peranan eksternalitas dalam penentuan tingkat hasil investasi

permodalan. Dengan mengasumsikan bahwa investasi swasta dan publik

(pemerintah) di bidang sumber daya atau modal manusia dapat

menciptakan ekonomi eksternal (eksternalitas positif) dan memacu

peningkatan produktivity yang mampu mengimbangi kecenderungan

alamiah penurunan skala hasil.

(33)

Y = AK

Dimana A mewakili setiap faktor yang memperngaruhi teknologi,

sedangkan K melambangkan modal fisik dan modal manusia yang ada.

Dari model pertumbuhan endogen ini dapat diketahui bahwa potensi

keuntungan investasi yang tinggi di negara-negara berkembang yang rasio

modal tenaga kerjanya masih rendah, ternyata terkikis oleh rendahnya

tingkat investasi komlementer (complementary investment) dalam modal

atau sumber daya manusia (terutama melalui pengembangan fasilitas dan

lembaga pendidikan), sarana-sarana infrastruktur serta aneka kegiatan

penelitian dan pegembangan.

Model pertumbuhan endogen melihat perubahan teknologi sebagai

hasil endogen dari investasi dalam sumber daya manusia dan

industri-industri padat teknologi, baik itu yang dilakukan oleh pihak swasta maupun

pemerintah. Model-model pertumbuhan endogen menganjurkan

keikutsertaan pemerintah secara aktif dalam pengelolaan perekonomian

nasional demi mempromosikan pembangunan ekonomi melalui investasi

langsung dan tidak langsung dalam pembentukan modal manusia dan

mendorong investasi swasta asing dalam industri padat teknologi seperti

perangkat lunak komputer dan telekomunikasi (Todaro: 2000).

2.2.3 Hubungan Pendidikan dan Kesehatan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi

(34)

C

sumber input bagi total fungsi produksi (the agregate function) (Todaro:

2003)

Menurut meraka pendidikan dan kesehatan, selain dari tujuan

pembangunan juga merupakan prasyarat untuk meningktkan produktifitas.

Selain dari pada itu kemampuan untuk menyerap tekhnologi modren juga

disebabkan oleh tingginya kemampuan sumber daya manusia sehingga

mampu untuk semakin meningkatkan mesin-mesin ekonomi dalam

menggerakkan pertumbuhan ekonomi.

2.3 Teori Human Capital

Mc. Connell (dalam Pratomo:2006), investasi pada human capital dapat

dilakukan dalam hal: (1) pendidikan dan latihan, (2) migrasi, dan (3) perbaikan

gizi dan kesehatan. Keputusan untuk melakukan investasi pada human capital

dapat dilihat dari gambar berkut:

Gambar 2.1. Teori Human Capital 1

Indirect

(35)

Kurva HH menggambarkan pendapatan seseorang jika orang tersebut tidak

melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi. Orang tersebut langsung bekerja

pada usia 18 tahun. Kurva CC menggambarkan jika seseorang masuk ke

perguruan tinggi selama empat tahun dan kemudian bekerja pada usia 22 tahun.

- Daerah 1 (satu) atau Direct Cost yaitu daerah dimana sejumlah pengeluaran

untuk biaya pendidikan selama di perguruan tinggi.

- Daerah 2 (dua) disebut daerah Indirect Cost yaitu menggambarkan

penghasilan yang tidak diperoleh oleh seseorang yang masuk ke perguruan

tinggi dibanding jika dia bekerja di usia 18 tahun (tidak kuliah). Jadi

kerugian yang yang diderita oleh mereka yang kuliah dibandingkan yang

tidak kuliah adalah seluas area 1 dan area 2.

- Daerah 3 (tiga) adalah daerah Incremental Earning yaitu daerah yang

menggambarkan selisih pendapatan yang diterima seseorang yang

berpendidikan perguruan tinggi dibanding mereka yang tidak masuk

perguruan tinggi.

2.3.1 Teori Human Capital Bidang Pendidikan

Asumsi dasar teori human capital adalah bahwa seseorang dapat

meningkatkan penghasilan melalui peningkatan pendidikan (Simanjuntak:

1998). Setiap tambah satu tahun sekolah berarti di satu pihak meningkatkan

kemampuan kerja dan tingkat penghasilan seseorang akan tetapi di pihak

lain menunda penerimaan penghasilan selama 1 tahun dalam mengikut i

(36)

orang yang melanjutkan sekolah harus membayar biaya secara langsung

seperti uang sekolah, pembelian buku dan lain-lain.

Misalnya, seorang tamatan sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA) tidak

melanjutkan sekolah dan lansung mencari dan memperoleh pekerjaan. Tiap

tahun dia memperoleh upah V(t). Misalnya orang tersebut tamat dan

memperoleh pekerjaan pada umur 20 tahun dan tidak memperoleh

penghasilan lagi pada umur 60 tahun atau sesudah 40 tahun bekerja. Maka

jumlah penghasilan yang diterimanya seumur hidupnya dihitung dalam

nilai sekarang atau Net Present Value adalah:

Y(sla) =

Dimana: Y(sla) adalah nilai sekarang atau net present value dari arus

penghasiln seumur hidup, V(t) adalah besarnya penghasilan pada tahun

t dan r adalah tingkat diskonto (discount rate) yang menggambarkan

time preference seseorang atas konsumsi seseorang saat sekarang

dibandingkan dengan satu tahun yang akan datang.

2.3.2 Teori Human Capital Bidang Kesehatan

Perbaikan bidang kesehatan sangat penting untuk meningkatkan

produktifitas kerja (Simanjuntak;1998). Oleh sebab itu investasi yang

dilaksanakan untuk perbaikan gizi dan kesehatan dapat dipandang sebagai

salah satu aspek Human Capital, dapat ditunjukkan pada persamaan di

(37)

Dimana dalam hal ini V(t) merupakan tingkat upah atau penghasilan pada

tahun t, seandainya tidak ada program perbaikan kesehatan C(t) merupakan

besarnya biaya yang dikeluarkan dalam tahun t untuk program perbaikan

kesehatan dan W(t) merupakan tingkat upah atau penghasilan setelah

program perbaikan kesehatan dilakukan.

2.4 Teori Pengeluaran Pemerintah

Dalam kebijakan fiskal dikenal ada beberapa kebijakan anggaran, yaitu

anggaran berimbang, anggaran surplus dan anggran defisit. Dalam pengertian

umum, anggaran berimbang adalah suatu kondisi dimana penerimaan sama

dengan pengeluaran (G = T). Anggaran surplus yaitu pengeluaran lebih kecil dari

penerimaan (G < T) sedangkan anggaran defisit adalah anggaran dimana

komposisi pengeluaran lebih besar daripada penerimaan (G > T).

Anggaran surplus digunakan jika pemerintah ingin mengatasi masalah

inflasi sedangkan anggaran defisit digunakan jika pemerintah ingin mengatasi

masalah pengangguran dan peningkatan pertumbuhan ekonomi. Jika pemerintah

merencanakan peningkatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi angka

pengangguran, pemerintah dapat meningkatkan pengeluarannya. Pengeluaran

pemerintah terdiri dari pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan. Sampai

dengan tahun 2004, rincian belanja pemerintah pusat masih terdiri dari: (1)

pengeluaran rutin dan (2) pengeluaran pembangunan. Namun sejak tahun 2005

(38)

1. Pengeluaran Rutin

Pengeluaran rutin yaitu pengeluaran yang digunakan untuk pemeliharaan

dan penyelenggaraan pemerintah yang meliputi belanja pegawai, belanja barang,

pembayaran bunga utang, subsidi, dan pengeluaran rutin lainnya. Melalui

pengeluaran rutin, pemerintah dapat menjalankan misinya dalam rangka menjaga

kelancaran penyelenggaraan pemerintah, kegiatan operasional dan pemeliharaan

aset negara, pemenuhan kewajiban pemerintah kepada pihak ketiga, perlindungan

kepada masyarakat miskin dan kurang mampu, serta menjaga stabilitas

perekonomian.

Besarnya pengeluaran rutin dipengaruhi oleh berbagai langkah kebijakan

yang ditempuh pemerintah dalam rangka pengelolaan keuangan negara dan

stabilitas perekonomian, seperti perbaikan pendapatan aparatur pemerintah,

penghematan pembayaran bunga utang, dan pengalihan subsidi agar lebih tepat

sasaran. Kenaikan pengeluaran pemerintah terutama dari pos belanja pegawai

yang dialokasikan untuk menaikkan gaji pegawai dan pensiunan. Selain itu,

lonjakan pengeluaran pemerintah yang terjadi pada pos pembayaran bunga utang

luar negeri dan dalam negeri. Perbedaan karakteristik yang paling mendasar antara

pinjaman dari dalam dan luar negeri yaitu pada implikasi disaat pengembalian

(amortisasi).

Dalam kasus pinjaman dalam negeri, pembayaran bunga utang oleh

pemerintah akan kembali dinikmati oleh masyarakat Indonesia kerena terjadi

transfer pendapatan dari kelompok masyarakat yang membayar pajak kepada

(39)

berputar di dalam negeri karena masing-masing pihak adalah warga negara

Indonesia. Sedangkan dalam kasus pinjaman luar negeri, terjadi aliran dampak

ekonomi (multiplier effect) yang berbeda. Pihak-pihak yang menerima

pengembalian pinjaman adalah pihak kreditur di luar negeri (Mangkoesoebroto,

1994).

Jumlah utang luar negeri yang semakin besar menyebabkan anggaran

yang digunakan untuk membayar bunga utang juga semakin meningkat.

Meningkatnya jumlah pembayaran bunga utang tersebut selain disebabkan oleh

membengkaknya jumlah utang jatuh tempo juga dipengaruhi oleh perubahan nilai

tukar rupiah terhadap mata uang asing. Selain pengeluaran untuk belanja pegawai

dan pembayaran bunga utang, pos lain yang menarik adalah pengeluaran

pemerintah untuk berbagai subsidi. Satu pos diantaranya yang berperan cukup

besar adalah subsidi bahan bakar minyak (BBM). Subsidi ini muncul pada tahun

1997/1998 sebagai akibat dari melonjaknya harga minyak mentah di pasar dunia

menyebabkan meningkatnya biaya pengadaan BBM hingga melebihi hasil

penjualan BBM itu sendiri, akibatnya pemerintah terpaksa memberikan subsidi

terutama terhadap minyak tanah dan solar.

2. Pengeluaran Pembangunan

Pengeluaran pembangunan yaitu pengeluaran yang digunakan untuk

membiayai pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan umum baik

pembangunan secara fisik maupun non fisik. Peranan anggaran pembangunan

(40)

bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam kaitan dengan pengelolaan APBN

secara keseluruhan dengan keterbatasan sumber pembiayaan yang tersedia, maka

pencapaian sasaran-sasaran pembangunan harus dilakukan seoptimal mungkin

(Nota Keuangan dan APBN, 2004). Sehubungan dengan hal tersebut, formulasi

distribusi alokasi dan penentuan besarnya pengeluaran memegang peranan

penting dalam pencapaian target kebijakan fiskal.

Di samping itu, pengelolaan anggaran pembangunan juga harus tetap

ditempatkan sebagai bagian yang utuh dari upaya menciptakan anggaran

pendapatan dan belanja negara yang sehat, melalui upaya mengurangi secara

bertahap peran pembiayaan yang bersumber dari luar negeri tanpa mengurangi

upaya menciptakan pertumbuhan yang berkesinambungan. Pembiayaan

pembangunan rupiah dibiayai dari sumber-sumber pembiayaan dalam negeri, dan

pinjaman program. Pengelolaan dana tersebut akan dialokasikan kepada

departemen dan lembaga pemerintah non departemen di tingkat pusat termasuk

Departemen Hankam, dan pemerintah daerah, yang diklasifikasikan ke dalam

dana pembangunan yang dikelola oleh instansi pusat, dan dana pembangunan

yang dikelola daerah (Djamin, 1993).

Dalam rangka menutupi kesenjangan antara kebutuhan pembangunan

dengan kemampuan dana dalam negeri, maka pembiyaan proyek masih tetap

dibutuhkan. Pada tahun 1999-2004 pembiayaan pembangunan dengan dana yang

bersumber dari luar negeri diupayakan untuk secara bertahap dikurangi. Untuk itu,

pembiayan proyek harus dimanfaatkan secara lebih optimal terutama bagi

(41)

dan efesien. Dengan demikian, pemilihan proyek-proyek yang pembiayaan

bersumber dari pinjaman luar negeri harus dilakukan berdasarkan prioritas

sehingga dapat mendukung penciptaan sasaran.

Persentase pembiayaan proyek terhadap PDB terus diupayakan menurun sebagai

cerminan untuk mengurangi ketergantungan terhadap pinjaman luar negeri,

sekaligus mencerminkan adanya upaya untuk mencapai fiscal sustainability

sebagai sasaran strategis dari APBN. Pembiayaan proyek dimanfaatkan untuk

pembangunan sumber daya manusia di bidang pendidikan, kesehatan, dan

kesejahteraan sosial dalam rangka mendukung program jaringan pengaman sosial,

penyediaan sarana dan prasarana transportasi, pembangunan di bidang pertanian,

tenaga listrik, dan pengairan. Di samping itu juga akan dimanfaatkan untuk

pengadaan prasarana pendukung Hankam, telekomunikasi, dan pembangunan

prasarana perkotaan.

2.4.1. Kebijakan Anggaran Pemerintah Terhadap Pendidikan dan Kesehatan

Pengalokasian anggaran pemerintah untuk bidang pendidikan dan

kesehatan merupakan bagian yang terpenting dalam kebijakan anggaran

(Rosen dalam Brata: 2005). Kebijakan ini dikaitkan peran pemerintah

sebagai penyedia barang publik. Dampak eksternalitas (eksternalitas

positif) dari kebijakan pengalokasian anggaran untuk kedua bidang tersebut

tentunya diharapkan berpengaruh pada peningkatan tingkat pendidikan dan

(42)

a. Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor Pendidikan

Proporsi pengeluaran pemerintah untuk sektor pendidikan, baik

terhadap total pengeluaran pembangunan maupun produk Domestik Bruto,

secara tidak langsung menunjukkan reaksi pemerintah atas semakin

tingginya permintaan atas sarana dan prasarana pendidikan. Secara tidak

langsung hal itu menunjukkan seberapa jauh masyarkat menyadari

pentingnya peranan pendidikan.

Secara umum rasionya dapat dituliskan sebagai berikut (Susanti: 1995):

Pengeluaran untuk Sektor Pendidikan Total Pengeluaran Pembangunan

dan

b. Pengeluaran Pemerintah untuk Sektor kesehatan

Pengeluaran untuk Sektor Pendidikan Produk Domestik Bruto

Besarnya pengeluaran pemerintah untuk sub sektor kesehatan

menunjukkan seberapa jauh prioritas alokasi dana pemerintah untuk

subsektor ini. Pada umumnya yang dilihat adalah besarnya rasio antara

pengeluaran untuk sector kesehatan terhadap total pengeluaran

pembangunan dan terhadap PDB, atau:

Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan Total Pengeluaran Pembangunan

dan

Dalam anggaran Pembangunan dan Belanja Negara pengeluaran

pembangunan untuk subsektor Kesehatan adalah dibawah sektor Pengeluaran untuk Sektor Kesehatan

(43)

Kesejahteraan Sosial dan Peranan Wanita, serta Kependudukan dan

Keluarga Berencana (Susanti: 1995).

2.4.2 Teori Rostow dan Musgrave

Rostow dan Musgrave mengembangkan teori yang menghubungkan

perkembangan pengeluaran pemerintah dan tahap-tahap pembangunan

ekonomi:

Tahap Awal:

Pada tahap awal perkembangan ekonomi, persentase investasi

pemerintah terhadap total investasi besar, sebab pemerintah harus

meyediakan prasarana seperti misalnya pendidikan, kesehatan,

prasarana transportasi, dan sebagainya.

Tahap Menengah:

Pembangunan ekonomi, investasi pemerintah dapat tinggal landas,

namun peran investasi swasta sudah semakin membesar. Peranan

swasta yang semakin besar ini banyak meimbulkan kegagalan pasar,

dan pemerintah harus menyediakan barang dan jasa publik dalam

jumlah yang lebih banyak dan kualitas yang lebih baik.

Tahap Lanjut:

Pembangunan ekonomi da aktifitas pemerintah beralih dari

penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktifitas

sosial seperti program kesejahteraan hari tua dan program pelayanan

(44)

2.4.3 Hukum Wagner

Wagner mengembangkan teori mengenai perkembangan persentase

pengeluaran pemerintah yang semakin besar terhadp GNP didasarkan

pengamatan di negara Eropa, Amerika Serikat dan Jepang pada abad ke-19.

Dalam satu perekonomian apabila pendapatan perkapita meningkat,

secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Terutama

disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul

dalam masyarakat, hukum, pendidikan, kebudayaan dan sebagainya.

Pk PP1 > Pk PP2 > … >

Wagner mendasarkan pandangannya pada suatu teori yang disebut

organic theory of state yaitu teori yang menganggap pemerintah sebagai

individu yang bebas bertindak, terlepas dengan masyarakat yang lain.

Sebagaimana ditunjukkan dalam gambar 2.2 secara relatif peranan

pemerintah semakin meningkat. Menurut Wagner ada lima hal yang

menyebabkan pengeluaran pemerintah selalu meningkat yaitu: tuntutan

peningkatan perlindungan keamanan dan pertahanan, kenaikan tingkat

pendapatan masyarakat, urbanisasi yang mengiringi pertumbuhan ekonomi, Pk PPn

PPK1 PPK2 PPKn

Dimana:

PkPP : pengeluaran pemerintah perkapita

PPk : pendapatan perkapita

(45)

perkembangan demografi dan ketidakefesienan birokrasi yang mengiringi

perkembangan pemerintah (Dumairy, 1997).

Pertumbuhan ekonomi akan menyebabkan hubungan antara

industri-industri dan hubungan industri-industri dengan masyarakat akan semakin rumit dan

kompleks sehingga potensi terjadinya kegagalan eksternalitas negatif

menjadi semakin besar. Namun hukum Wagner terdapat kelemahan yaitu

tidak didasar pada suatu teori pemilihan barang-barang publik. Hukum

Wagner ini ditunjukkan dalam gambar 2.2, dimana kenaikan pengeluaran

pemerintah mempunyai bentuk eksponensial yang ditunjukkan oleh kurva 1

di bawah ini:

Pengeluaran pemerintah/GDP

Sumber: Mangkoesoebroto, 2001

Gambar 2.2. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner

Kurva 1

Kurva 2

(46)

2.4.4 Teori Peacock dan Wiseman

Teori ini didasarkan pada suatu pandangan bahwa pemerintah selalu

berusaha memperbesar pengeluarannya dengan mengandalkan penerimaan

dari pajak, padahal masyarakat tidak suka membayar pajak yang semakin

besar. Peacock dan wiseman menyatakan sebagai berikut: masyarakat

mempunyai suatu tingkat toleransi pajak yaitu suatu tingkat dimana

masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan

oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah.

Perkembangan ekonomi menyebabkan pemungutan pajak yang

semakin meningkat walaupun tarif pajak tidak berubah dan meningkatnya

penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin

meningkat. Jadi dalam keadaan normal kenaikan pendapatan nasional

meningkatkan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Apabila keadaan

normal terganggu misalnya disebabkan oleh perang atau eksternalitas lain,

maka pemerintah terpaksa harus memperbesar pengeluarannya untuk

mengatasi gangguan tersebut.

Konsekuensinya menimbulkan tuntutan untuk memperoleh

penerimaan dari pajak yang lebih besar. Pungutan pajak yang lebih besar

menyebabkan dana swasta untuk investasi dan modal kerja menjadi

berkurang. Efek ini disebut sebagai efek pergantian (displacement effect)

yaitu adanya suatu gangguan sosial menyebabkan aktivitas swasta dialihkan

pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak cukup dibiayai

(47)

luar negeri. Selelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang

dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah,

bukan hanya karena GNP meningkat, tetapi karena adanya kewajiban baru

tersebut.

Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat

semula meskipun gangguan telah berakhir. Selain itu banyak aktivitas

pemerintah yang baru kelihatan setelah terjadinya perang dan ini disebut

efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan

menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah, efek

ini disebut sebagai efek konsentrasi (concentration effect). Dengan adanya

ketiga efek tersebut menyebabkan bertambahnya aktivitas pemerintah

sehingga setelah perang selesai, tingkat pajak tidak menurun kembali pada

tingkat sebelum terjadi perang. Hal ini dapat dilihat pada gambar 2.3

berikut ini (Mangkoesoebroto, 2001):

Pengeluaran pemerintah/ GDP

C

D

A G

F

B Pengeluaran pemerintah

(48)

Sumber: Mangkoesoebroto, 2001 Gambar 2.3 Teori Peacock dan Wiseman

Dalam keadaan normal dari t ke t+1, pengeluaran pemerintah dalam

persentase terhadap GNP meningkat sebagaimana ditunjuk garis AG.

Apabila pada tahun t terjadi perang maka pengeluaran pemerintah

meningkat sebesar AC dan kemudian meningkat seperti yang ditunjukkan

pada segmen CD. Setelah perang selesai (pada tahun t+1), pengeluaran

pemerintah tidak menurun ke G. Hal ini disebabkan karena setelah perang,

pemerintah memerlukan tambahan dana untuk mengembalikan pinjaman

pemerintah yang digunakan dalam pembiayaan pemerintah.

Kenaikan tarif pajak tersebut dimaklumi oleh masyarakat sehingga

tingkat toleransi pajak meningkat dan pemerintah dapat memungut pajak

yang lebih basar tanpa menimbulkan gangguan dalam masyarakat. Secara

grafik perkembangan pengeluaran pemerintah versi Peacock dan Wiseman

bukanlah berpola seperti kurva mulus berslope positif sebagaimana tersirat

dalam pendapat Rostow dan Musgrave, melainkan berslope positif dengan

bentuk patah-patah seperti tangga yang dapat dilihat pada gambar 2.4 di

(49)

Pengeluaran pemerintah/ GDP

Peacock dan Wiseman

Sumber : Mangkoesoebroto, 2001

Gambar 2.4. Perkembangan Pengeluaran Pemerintah

2.5 Investasi

Investasi adalah pengeluaran yang dilakukan oleh pelaku kegiatan ekonomi

untuk pembelian atau penambahan barang modal. Barang modal adalah

barang yang siap untuk dikonsumsi. Sedangkan barang konsumsi adalah

barang-barang yang siap untuk dikonsumsi untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan tidak

memberikan pendapatan bagi yang mengkonsumsinya.

Jenis investasi secara garis besar dapat dibagi atas dua kategori, yaitu:

1. Investasi sektor riil yaitu investasi terhadap barang-barang yang tahan

lama (barang-barang modal).

2. Investasi sektor finansial adalah investasi terhadap surat-surat berharga di

pasar modal seperti saham, obligasi, dan lain-lain. Wagner Rostow Musgrave

0

(50)

2.5.1 Teori Keynes

Pendapatan total merupakan fungsi dari pekerjaan total dalam suatu

negara. Semakin besar pendapatan nasional, semakin besar volume

pekerjaan yang dihasilkannya, demikian sebaliknya. Volume pekerjaan

tergantung pada permintaan efektif yang akan menentukan tingkat

keseimbangan pekerjaan dan pendapatan. Permintaan efektif terdiri dari

permintaan konsumsi dan investasi. Jurang antara pendapatan dan konsumsi

dapat dijembatani oleh investasi. Kenaikan investasi menyebabkan naiknya

pendapatan, dan karena pendapatan meningkat, muncul perminataan yang

lebih banyak atas barang konsumsi, yang pada gilirannya menyebabkan

kenaikan berikutnya pada pendapatan dan pekerjaan. Akibat kenaikan

tertentu pada investasi menyebabkan kenaikan yang berlipat pada

pendapatan melalui kecenderungan berkonsumsi. Oleh Keynes, hubungan

antara kenaikan investasi dan pendapatan ini disebut multiplier K. pengali

(multiplier) ini memperlihatkan hubungan yang tepat, berkat adanya

kecenderungan berkonsumsi tersebur, antara pekerjaan agregat dan

pendapatan agregat dengan tingkat investasi. Ini berarti, bila investasi

agregat naik, pendapatan akan meningkat, yang besarnya adalah K kali

kenaikan investasi tersebut yang dirumuskan: ∆Υ= Κ∆Ι dan

K

1 1

mewakili kecenderungan marginal mengkonsumsi. Jadi pengali K =

MPC

1 1

. Karena kecenderungan marginal berkonsumsi turun, berkat

(51)

dosis besar guna memperoleh tingkat pendapatan dan pekerjaan yang lebih

tinggi dalam perekonomian. (Jhingan: 2007)

2.5.2 Kriteria Investasi

Kriteria investasi menyangkut asas-asas yang mendasari alokasi

sumber invenstasi langka dengan cara yang rasional agar memaksimalkan

pendapatan nasional pada suatu perekonomian terbelakang.

Berbagai macam kriteria investasi:

a. Produktivitas Marginal Sosial, menurut kriteria ini investasi harus

dilakukan pada bidang dan arah yang mempunyai produktivitas

marginal yang tertinggi.

Galenson dkk. menyatakan beberapa asas penuntun kriteria ini ialah:

1. Investasi harus diarahkan pada penggunaan yang paling produktif

sehingga rasio output uang (current output) terhadap investasi

menjadi maksimum atau sebaliknya rasio modal-output menjadi

minimum.

2. Investasi harus dilakukan terhadap proyek yang akan

memanfaatkan buruh secara maksimum, dalam hal ini rasio

buruh-investasi maksimum.

3. Proyek investasi itu harus diseleksi sehingga menghasilkan barang

yang memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan meningkatkan

ekonomi eksternal lebih luas

(52)

5. Proyek investasi tersebut harus diseleksi sehingga dapat

memperbaiki distribusi pendapatan nyata

6. Investasi harus diarahkan pada industri yang mengemat devisa,

mengurangi beban neraca pembayaran dan memaksimumkan rasio

barang ekspor terhadap investasi.

b. Overhead Ekonomi dan Sosial, menurut kriteria investasi ini dalam

memilih industri pada saat pengambilan keputusan investasi hal yang

terpenting adalah prospek ekonomi eksternal yang pada gilirannya akan

menimbulkan reaksi berantai dan mempengaruhi keseluruhan

perekonomian. Dari sisi penawaran, investasi ini mengharuskan

terciptanya ekonomi eksternal dalam bentuk fasilitas kredit, angkutan

dan sebagainya. Sedangkan dari sisi permintaan, investasi ini harus

menciptakan overhead sosial dan ekonomi yang luas dalam bentuk

sekolah, ruma sakit, jalan raya dan sebagainya.

c. Pertumbuhan Berimbang, yang mana berbagai sektor perekonomian

harus tumbuh dengan cara yang serasi sehingga tidak ada sektor yang

tertinggal di belakang atau tumbuh terlalu cepat dari yang lain baik itu

keseimbangan antara investasi di bidang industri dan pertanian serta

antara sektor domestik dan sektor luar negeri.

d. Pilihan Teknologi, yang mana dalam pemilihan teknik produksi juga

mempengaruhi jumlah dan pola investasi. Apakah pilihannya jatuh pada

teknik produksi yang bersifat padat modal atau padat karya tergantung

(53)

e. Rasio Modal Output, di dalam menjatuhkan pilihan investasi, rasio

modal out-put dari berbagai proyek dan di dalam menentukan pilihan

terhadap berbagai proyek investasi dan di dalam menentukan prioritas,

rasio modal-output dari berbagai proyek harus diperbandingkan.

Investasi harus dibatasi pada proyek-proyek yang memperkecil rasio

modal-output.

Disamping rasio modal-output, ada hal lain yang penting dipertimbangkan

seperti rasio buruh-investasi dan dampak investasi terhadap distribusi

(54)

BAB III

METODE PENILITIAN

Metode penelitian adalah langkah dan prosedur yang akan dilakukan

dalam pengumpulan data atau informasi empiris guna memecahkan permasalahan

dan menguji hipotesis penelitian.

3.1Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah menganalisis pengaruh peneluaran

pemerintah pada sector pendidikan dan kesehatan terhadap jumlah penduduk

miskin di Sumatera Utara.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.

Sumber datanya adalah data sekunder dalam bentuk data berkala (time series)

dengan kurun waktu 19 tahun yakni dari tahun 1988 sampai 2006 yang bersumber

dari Badan Pusat Statistik.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan penelitian

kepustakaan (library research), yaitu yang dilakukan melalui bahan-bahan

kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah, jurnal, artikel, dan laporan-laporan

penelitian ilmiah yang ada hubungannya dengan topik yang diteliti. Teknik

pengumpulan data yang dipergunakan adalah melakukan pencatatan langsung

(55)

3.4Pengolahan Data

Penulis menggunakan program komputer E-Views 5.0 untuk mengolah

data dalam penulisan skripsi ini.

3.5Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dalam menganalisis data adalah model

ekonometrika. Metode analisis data yang digunakan adalah kuadrat terkecil biasa

(ordsinery Least Square).

Model persamaannya adalah sebagai berikut:

Y = f (X1,X2,XD)……….(1)

Dengan spesifikasi model sebagai berikut:

LogY = - 1LogX1 - 2LogX2 + DLogXD + ………(2)

Dimana:

Y = jumlah penduduk miskin (jiwa)

= intercept

1, 2, D = koefisien regresi

X1 = pengeluaran pemerintah pada sektor pendidikan dan

kesehatan (ribuan Rupiah)

X2 = investasi PMDN (jutaan Rupiah)

XD = variable dummy: (kondisi sblm krisis (1988-1997) = 0

(kondisi sesudah krisis ekonomi (1998- 2006) = 1.

(56)

Bentuk hipotesis di atas secara matematis dapat dinyatakan sebagai

berikut:

1 x

y

∂∂ < 0, artinya jika X1 (pengeluaran pemerintah sektor pendidikan dan

kesehatan) meningkat, maka Y (jumlah penduduk miskin) mengalami

penurunan, cateris paribus.

2

x

y

< 0, artinya jika X2 (investasi PMDN) meningkat, maka Y (jumlah

penduduk miskin) mengalami penurunan, cateris paribus.

xD y

∂∂ > 0, artinya jika XD (kondisi krisis ekonomi) terjadi, maka Y (jumlah

penduduk miskin) akan meningkat, cateris paribus

3.6Test of Godness of Fit (uji kesesuaian) 3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar

kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi

penjelasan terhadap variabel dependen.

3.6.2 Uji t-statistik

Uji t-statistik merupakan pengujian yang bertujuan untuk mengetahui

apakah koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen

dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam uji ini

(57)

H0 : bi = b

Ha : bi≠ b

Dimana bi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter

hipotesis, biasanya b dianggap = 0. artinya tidak ada pengaruh variabel Xi

terhadap Y. Bila nilai hitung t-hitung > t-tabel maka pada tingkat

kepercayaan tertentu H0 ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen

yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel

dependen. Nilai t-hitung diperoleh dengan rumus:

t-hitung =

(

)

Sbi b bi

dimana:

bi = koefisien variabel independen ke-i

b = nilai hipotesis nol

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

3.6.3 Uji F-statistik

Uji F- statistik adalah pengujian yang bertujuan untuk mengetahui

seberapa besar pengaruh koefisien regresi secara bersama-sama terhadap

variabel dependen.

Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut:

H0 : bi = b2 = bk………….bk = 0 (tidak ada pengaruh)

Ha : bi = 0……….i = 1 (ada pengaruh).

(58)

F-variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi F-variabel

dependen. Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus:

F-hitung =

( )

K = jumlah variabel independen, intercept dari suatu persamaan model

n = jumlah sampel

Dengan kriteria pengujian pada tingkat kepercayaan (1- ) 100% sebagai

berikut:

H0 diterima : jika F* < F

H0 ditolak : jika F* > F

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik a. Multikolinearity

Uji multikolinearity digunakan untuk mengetahui apakah terdapat

korelasi variabel independen diantara satu sama lainnya. Untuk

mendeteksi ada tidaknya multikolinearity dapat dilihat dari R-Square,

F-hitung, t-hitung serta standar error.

Keberadaan multikolinearity jika R-Square, F-hitung tinggi sedangkan

nilai t-hitung banyak yang tidak signifikan (uji tanda berubah tidak sesuai

Gambar

Gambar 2.1. Teori Human Capital
Gambar 2.2. Pertumbuhan Pengeluaran Pemerintah Menurut Wagner Sumber: Mangkoesoebroto, 2001
Gambar 2.4. Perkembangan Pengeluaran PemerintahSumber : Mangkoesoebroto, 2001
tabel. Jika F-hitung lebih besar dari F-tabel maka H0 ditolak, yang berarti
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari keseluruhan garapan Ngastiti, penata dapat memberikan warna baru sebagai karya inovasi yang dapat memberikan nuansa baru pada bentuk tabuh kreasi karawitan Bali yang

Karya tugas akhir penyutradaraan film dokumenter &#34;The Perpetrator of Klithih&#34; membahas fenomena kejahatan jalanan remaja yang dikenal dengan sebutan klithih melalui

Dengan adanya pengendalian sistem informasi akuntansi penjualan maka lebih memudahkan pihak perusahaan dalam menyajikan informasi tentang penjualan dan akan

WN201 WN202 WN203 WN204.. Aspek-aspek yang diamati pada aktivitas guru dalam pembelajaran model PPKK pada tahap 1 pembukaan : 1) mempersiapkan dan memotivasi

Berdasarkan pengertian peran kajian pendidikan agama Islam, sikap keberagamaan dan pondok pesantren Fatimatuzzhra tersebut diatas, maka yang dimaksud peran kajian

Menurut Resmini, dkk (2008:229) mengungkapkan bahwa menulis sebagai suatu keterampilan, sebagaimana keterampilan berbahasa lainnya perlu dilatihkan secara rekursif dan ajek.

Pengaruh ModernisasiI Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utara. Terdapat pengaruh yang