• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)"

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN

TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)

SKRIPSI

OLEH: RIKA ESTRIA G.

060302001 HPT

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(2)

POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS

UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN

TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)

SKRIPSI

OLEH: RIKA ESTRIA G.

060302001 HPT

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana

di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan

Disetujui oleh: Komisi pembimbing

(Ir. Lahmuddin Lubis, MP) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr) Ketua Anggota

DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

(3)

ABSTRACT

Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and

Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a biological control agent that is able to produce growth hormones that can stimulate plant growth.

This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow) with 10 treatment combinations and three replications.

(4)

ABSTRAK

Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos

untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Dau Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh – Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis (0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Rika Estria G. lahir pada tanggal 22 Agustus 1988 di Tarutung dari

Ayahanda Sy. Gurusinga dan Ibunda E. Ginting. Penulis merupakan anak kedua

dari tiga bersaudara.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :

- Lulus dari SD Swasta Bakti Pancurbatu pada tahun 2000

- Lulus dari SLTP Negeri 1 Pancurbatu pada tahun 2003

- Lulus dari SMA Swasta St. Thomas 2 Medan pada tahun 2006

- Pada tahun 2006 diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian,

Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.

Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi

anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) 2006 - 2010,

pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema ”Dengan Pertanian Berkelanjutan

Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan Lingkungan”, Seminar Nasional dengan

tema ”Tindak Lanjut Pembangunan Pertanian Pasca Swasembada Beras 2008”,

dan Seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU ” Change

Your Mind, Setting Your Life, Get The Bright Future”.

Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan

Nusantara III kebun G. Pamela, Tebing Tinggi pada tahun 2010 dan

melaksanakan penelitian skripsi di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh,

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa

karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini dengan baik.

Adapun judul dari skripsi ini adalah ini adalah “POTENSI Trichoderma

harzianum Rifai DAN KOMPOS UNTUK MENGENDALIKAN

PENYAKIT BUSUK DAUN PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)” disusun

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada

Ir. Lahmuddin Lubis, MP, Ir. M. Iskandar Pinem, M.Agr, dan Alm. Ir. Kasmal

Arifin, Msi sebagai komisi pembimbing serta Ir. Fritz Silalahi, MS dan Fatiani

Manik, SP. sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak membantu,

mengarahkan dan memberi saran kepada penulis selama penelitian.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh

karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun

demi kesempurnaan tulisan ini.

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini

bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Mei 2011

(7)

DAFRTAR ISI

Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Tanah... 6

Iklim... 6

Biologi Penyebab Penyakit... 6

Gejala Serangan Penyakit... 8

Daur Hidup penyakit ... 9

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 10

Pengendalian penyakit ... 12

Biologi Trichoderma harzianum Rifai... 13

Ekologi Trichoderma harzianum Rifai... 14

Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai... 15

(8)

Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai... 24

Perbanyakan Trichoderma harzianum... 24

Penyemaian benih... 24

Persiapan Media Tanam... 24

Aplikasi Trichoderma harzianum Rifai... 26

Penanaman... 26

Pemeliharaan... 26

Peubah Amatan... 26

HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan Penyakit... 29

Produksi Tanaman... 32

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35

Saran... 35

(9)

DAFTAR TABEL

Keterangan Halaman

Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Kompos... 20

Tabel 2. Tabel 1. Uji Rataan Intensitas Serangan (%) Pada PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu

Pengamatan (hst)... 29

(10)

DAFTAR GAMBAR

Keterangan Halaman

Gambar 1. Tanaman tomat... 5

Gambar 2.

Gambar 3. Gejala serangan busuk daun (a. Pada daun. b. Pada batang,

c. Pada buah)... 9

Gambar 4. Trichoderma harzianum... 14

Gambar 4. Trichoderma harzianum dalam media jagung... 24

Gambar 5. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap intensitas serangan (%)

untuk setiap waktu pengamatan (mst)... 29

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Keterangan Halaman

Lampiran 1. Bagan Percobaan……….……….38

Lampiran 2. Foto Lahan Penelitian……….………..39

Lampiran 3. Foto Produksi……….………….……..39

Lampiran 4. Foto Plank Penelitian………...40

Lampiran 5. Foto Perlakuan T0KA………...………...40

Lampiran 6. Foto Perlakuan T0KS………...………...41

Lampiran 7. Foto Perlakuan T1KA………...………...41

Lampiran 8. Foto Perlakuan T1KS………...………...42

Lampiran 9. Foto Perlakuan T2KA………...………...42

Lampiran 10. Foto Perlakuan T2KS………...……..……...43

Lampiran 11. Foto Perlakuan T3KA………...……..……...43

Lampiran 12. Foto Perlakuan T3KS………...……..……...44

Lampiran 13. Foto Perlakuan T4KA………...……..……...44

Lampiran 14 Foto Perlakuan T4KS………...……..……...45

Lampiran 15. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 56 HST……...46

Lampiran 16. Data Intensitas Serangan P.infestan pada Umur 61 HST……...….48

Lampiran 17. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 66 HST…...…..50

Lampiran 18. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 71 HST……..….52

Lampiran 19. Data Intensitas Serangan P.i nfestan pada Umur 76 HST………...54

Lampiran 20. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 81 HST……...…56

(12)

Lampiran 22. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 91 HST………...60

Lampiran 23. Data Produksi………..………62

Lampiran 24. Gambar Plank Penelitian……….……….……...64

(13)

ABSTRACT

Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and

Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a biological control agent that is able to produce growth hormones that can stimulate plant growth.

This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow) with 10 treatment combinations and three replications.

(14)

ABSTRAK

Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos

untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Dau Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.

Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh – Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis (0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tomat (Lycopersicon esculentum L.) merupakan salah satu tanaman

sayuran pangan yang paling banyak ditanam di dunia, kedua setelah kentang.

Tanaman tomat memiliki kepentingan sosial ekonomi untuk keluarga, tukang

kebun, para petani, buruh, pemasar, pengecer, koki dan pekerja jasa lainnya dalam

industri makanan dan restoran di Hawaii. Tomat sebagai komoditas peringkat

ke-10 paling bernilai pada sektor pertanian di negara bagian, dengan nilai produksi

tahun 2005 sebesar lebih dari $ 9,7 juta. Selain itu, terdapat banyak budidaya

tomat di pekarangan atau kebun kecil di suatu negara, menjadikan tanaman tomat

salah satu tanaman tomat yang paling penting dan banyak ditanam (Nelson, 2008).

Dengan makin meningkatnya permintaan akan tomat, sesuai dengan

kemajuan perekonomian pada umumnya, penanaman tomat di Indonesia makin

berkembang. Sekarang di sini ditanam berbagai jenis, terutama yang

menghasilkan buah yang bentuk dan warnanya menarik. Untuk penanaman tomat

di dataran tinggi busuk daun merupakan penyakit yang penting, khususnya di

musim hujan. Penyakit tidak terdapat pada tomat dataran rendah

(Semangun, 1991).

Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena

P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi

dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat

(16)

hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat

P. infestans yang mempunyai mating type (tipe perkawinan) berbeda Kerusakan oleh penyakit hawar daun dapat mengakibatkan penurunan hasil antara

10-100%. Di Belarusia (1999), Phytophthora infestans dapat menyerang

daun-daun tanaman bagian atas (daun-daun muda) pada awal periode pertumbuhan vegetatif

tanaman dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas yang

berumur genjah, dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang. Hasil penelitian

Sengooba dan Hakiza (1999), menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat

melebihi 90%, jika patogen menyerang kultivar yang rentan pada awal

pertanaman. Penelitian yang dilakukan di Ethiopia, Kenya, Rwanda, Uganda, dan

Burundi menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat mencapai 40-70%, dan

besarnya kehilangan hasil sangat tergantung baik pada kerentanan varietas

maupun pada kondisi lingkungan tempat tumbuh (Purwanti, 2002).

Agensia hayati meliputi organisme dan substansi yang dihasilkan yang

dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu yang merugikan.

Salah satu jenis biopestisida adalah biofungisida berbahan aktif mikroorganisme

sel jamur antagonis Trichoderma spp., yaitu fungisida penghambat pertumbuhan

kapang patogen penyebab penyakit tanaman budidaya yang diharapkan efektif

mengendalikan serangan kapang patogen Phytophthora infestans tanaman serta

aman bagi tanaman budidaya sebagai tanaman bukan sasaran

(Purwantisari dkk, 2008).

Sehubungan dengan hal diatas, maka dilakukan penelitian ini dengan

tujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma harzianum Rifai dalam

(17)

Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum Rifai dalam

mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

pada tanaman tomat.

Hipotesa Penelitian

- Trichoderma harzianum Rifai dapat mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada tanaman tomat.

- Penggunaan kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah sekaligus

mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry

pada tanaman tomat.

- Interaksi antara Trichoderma harzianum Rifai dan kompos dapat

mengendalikan busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada

tanaman tomat.

Kegunaan Penelitian

- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.

- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas

(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Tanaman

Menurut Anonimous (2004), tanaman tomat dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Spesies : Lycopersicom esculentum Mill.

Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar tunggang

dengan akar samping yang menjalar ditanah. Batang tomat walaupun tidak sekeras

tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan berbentuk persegi

empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus

terutama dibagian yang berwarna hijau. Diantara rambut - rambut tersebut

biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku - bukunya terjadi penebalan

dan kadang - kadang pada buku bagian bawah terdapat akar - akar pendek. Jika

dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan mempunyai banyak cabang yang

menyebar rata (Anonimous, 2004).

Daunnya mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas yaitu

berbentuk oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya

merupakan daun majemuk ganjil dengan jumlah daun antara 5-7. Daunnya

(19)

panjang sekitar 3-6 cm. Umumnya diantara pasangan daun yang besar terdapat

1-2 daun kecil . Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya

(Tim penulis PS, 2009).

Bunga tanaman tomat kuning dan tersusun dalam dompolan dengan

jumlah 5-10 bunga perdompolan atau tergantung varietasnya. Kuntum bunganya

terdiri dari lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang

letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai

kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe

bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi

penyerbukan silang (Wiryanta, 2002).

Buahnya buah buni, berdaging, berbiji banyak terbenam dalam lendir,

pipih bentuknya agak berbulu, dan coklat warnanya. Bentuk buahnya ada yang

bulat, lonjong, bulat pipih, ada pula yang beralur sedang hingga dalam. Besarnya

ada yang sebesar kelereng, namun ada yang berdiameter tidak kurang dari 5 cm.

Apabila masih muda buahnya cukup keras, dan lunak benar bilamana sudah

masak (Rismunandar, 1995).

(20)

Syarat Tumbuh Tanah

Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur liat yang banyak

mengandung pasir. Dan akan lebih disukai bila tanah itu banyak mengandung

humus, gembur, sarang, dan berdrainase baik. Sedangkan keasaman tanah yang

ideal untuk pertumbuhannya adalah pada pH netral, yaitu sekitar 6 - 7

(Hanum, 2008).

Iklim

Tomat secara umum dapat ditanam di dataran rendah, medium, dan tinggi

tergantung varietasnya. Namun, kebanyakan varietas tomat hasilnya lebih

memuaskan apabila ditanam di dataran tinggi yang sejuk dan kering sebab tomat

tidak tahan panas terik dan hujan. Suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah

23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari (Hanum, 2008).

Biologi Penyebab Penyakit

Menurut Agrios (1996), patogen penyebab penyakit busuk daun dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

(21)

Konidiofor tumbuh dari substrat daun melalui stomata dan dari substrat

umbi melalui lentisel, hialin, bercabang, dan tidak beraturan, berdinding tipis,

oval, konidium hialin (21 - 38µ atau 12 - 23µ) dengan papilla apikal tumbuh di

ujung cabang, dan saat mendekati matang, ujung cabang sedikit membengkak,

berproliferasi, dan mengubah konidium terpasang ke sisi sebagai perpanjangan

dari hasil konidiofor. Miselium dalam jaringan coenocytic, intraseluler dan

interselular (Walker,1957).

Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang berukuran

7 x 11 m dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical menuju oval dengan

diameter 25 m (Singh, 1998).

Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32.

Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang)

baru, atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara, konidium

dapat juga disebut sporangium atau zoosporangium (Nurafni, 2010).

Gambar.2 Sumber: www.ctahr.hawaii.edu

Sporangium

Miselium

(22)

Gejala Serangan

Pada buah penyakit juga dapat timbul pada semua tingkat

perkembangannya. Becak yang berwarna hijau kelabu kebasah - basahan meluas

menjadi becak yang bentuk dan besarnya tidak tertentu. Pada buah hijau bercak

berwarna cojklat tua, agak keras dan berkerut. Bercak mempunyai batas yang

cukup tegas, dan batas ini tetap berwarna hijau pada waktu bagian buah yang

tidak sakit matang kewarna yang biasa. Kadang - kadang becak mempunyai cincin

cincin (Semangun, 1991).

Mulai timbul becak tidak terbatas, tetesan air mempercepat becak meluas

menjadi hijau pucat hingga coklat kehitaman dan bisa menutupi seluruh

pernukaan daun. Selama cuaca basah, becak pada permukaan daun abaxial

mungkin ditutupi dengan pertumbuhan jamur abu - abu hingga putih (jangan

dikelirukan dengan penyakit embun tepung). Pada sisi bawah becak lebih besar,

pertumbuhan cincin jamur patogen sering terlihat selama cuaca lembab. Selama

penyakit berlangsung, dedaunan berubah kuning dan kemudian coklat, ikal,

shrivels, dan mati. Gejala hawar daun berbeda dan tidak harus bingung dengan

gejala penyakit embun tepung, spora yang muncul biasanya pada permukaan daun

atas tomat. Pada batang, bercak dimulai tanpa batas, tetesan air mempercepat

perkembangan menjadi coklat hingga hitam yang mencakup besar wilayah di

petioles dan batang. Selama cuaca basah, becak dapat ditutupi dengan

pertumbuhan jamur patogen berwarna abu abu hingga putih. Jika batang dan

(23)

(a) (b)

(c)

Gambar 3. Gejala Serangan busuk daun(a). Pada daun, (b). Pada batang, (c). Pada Buah.

Sumber : foto langsung

Daur Hidup Penyakit

Sporangium jamur terutama disebarkan oleh angin. Jika jatuh pada setetes

air pada permukaan bagian tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan

spora kembara (zoospora) yang dapat berenang, yang seterusnya membentuk

pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi. Dalam, keadaan yang kurang

menguntungkan bagi pertumbuhannya, sporangium tumbuh langsung dengan

membentuk pembuluh kecambah, tanpa melalui pembentukan spora kembara.

Sampai sekarang belum diketahui dengan cara bagaimana Ph. infestan pada tomat

(24)

karena tanaman tomat selalu terdapat di daerah sayuran di pegunungan, jamur

akan selalu dapat menemukan tumbuhan inang untuk bertahan. Selain itu, jamur

juga dapat bertahan pada tanaman kentang dan terung yang biasanya terdapat

didaerah penanaman sayuran pegunungan. Meskipun demikian diduga di suatu

daerah ras Ph. infestan pada kentang dan tomat tidak selalu sama, sehingga ada

kalanya satu pertanaman kentang binasa oleh Phytophthora, sedang pertanaman

tomat didekatnya bebas dari penyakit (Semangun,1991).

Patogen dapat tersebar sampai kebatang dengan sangat cepat dalam

jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya

miselium tumbuh di antara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan

vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai kepermukaan tanah. Ketika

miselium mencapai udara di sekitar bagian tanaman miselium memproduksi

sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar

melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel - sel

dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas

sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor

timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi

tanaman baru (Agrios, 1996).

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. Infestans sangat di

pengaruhi oleh kelembapan dan suhu terutama kelembapan. Pada udara yang

kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan

(25)

membentuk spora kembara dalam waktu ½-2 jam. Perkembangann bercak pada

daun paling cepat terjadi pada suhu 16-24°C. Di dataran tinggi di Jawa busuk

daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan

Desember dan Februari. Keadaan lingkungan di Indonesia sangat membantu

perkembangan penyakit busuk daun kentang. Desiree, suatu varietas kentang yang

di Eropa mempunyai ketahanan yang cukup terhadap beberapa ras Ph. Infestans

(race non-specific), ternyata di Indonesia menjadi rentan. Menurut Suhardi (1983)

terdapat korelasi yang positif anatara intesitas penyakit dan curah hujan. Di

Segunung, Cipanas, kentang yang ditanam bulan Oktober - Februari mendapat

serangan berat dari Ph. Infestans, sehingga sering fungisida tidak tampak

pengaruhnya. Pada bulan - bulan kering, Mei - Agustus, hanya sedikit spora yang

tertangkap oleh alat penangkap spora (Nurafni, 2010).

Tingkat kenaikan pupuk nitrogen berpengaruh dua kali lipat pada hawar

daun. Pada tanah subur disertai dedaunan yang lebat pada tanaman menyediakan

kondisi iklim mikro yang ideal untuk infeksi dan sporulasi jamur yang bahkan

mungkin luput dampak perubahan tiba - tiba dalam cuaca luar terhadap kondisi

kering. Selain itu, pertumbuhan linear becak pada daun juga meningkat. Tanaman

muda yang paling rentan. Pada tanaman yang lebih tua daun atas menunjukkan

lebih gejala cepat dari daun yang lebih rendah. Tanaman terinfeksi yang virus

lebih rentan dibandingkan tanaman bebas virus. (Singh, 1998).

Konidia, sekali terbentuk dapat segera terlepas dan menyebar diudara.

Kondisi yang mendukung produksi spora, penyebaran, dan infeksi merupakan

penentu besarnya epidemi. Mereka telah mendapat perhatian oleh banyak peneliti,

(26)

pada kelembaban relatif minimal 91% dengan optimal 100%, dan berbagai suhu

3-26°C, dengan optimum 18-22°. Konidia terbentuk pada 15°C mencapai puncak

pembentukan zoospora pada suhu yang menguntungkan dalam 1-2 jam, terbentuk

di 25° memerlukan 5-7 jam, untuk mencapai puncak ini. Suhu optimum untuk

pembentukan zoospora adalah 12° untuk pembentukan germ tube dari sporangia

25°. Zoospora berkecambah paling cepat pada 12-15°. Setelah perkecambahan,

germ tube dari zoospora tumbuh terbaik pada 21-24°. Dingin, malam lembab

demikian diperlukan untuk memberikan yang paling cepat membangun inokulum

dan yang paling menguntungkan bagi pembentukan zoospora dan perkecambahan.

Sedikit suhu yang lebih tinggi baik untuk pertumbuhan setelah infeksi. Cuaca

dingin berkepanjangan mungkin kurang baik. Penyakit ini begitu penting di

Norwegia utara pada account ini (Walker, 1957).

Pengendalian

1. Tanaman yang telah terserang segera dicabut dan dibakar;

2. Tanaman yang sakit tidak boleh dipendam di areal pertanaman tomat;

3. Menanam varietas tomat yang resisten;

4. Melakukan rotasi tanaman;

5. Tanah yang telah dicangkul dibiarkan beberapa waktu agar terkena sinar

matahari;

6. Disemprot dengan fungisida, misalnya Dithane M-45, Difolatan, zineb,

(27)

Trichoderma harzianum Rifai

Biologi Trichoderma harzianum Rifai

Menurut Anonimous (2010), jamur Trichoderma dapat diklasifikasikan

sebagai berikut:

Spesies : Trichoderma harzianum Rifai

Koloni pada medium OA (Oats Agar) (20˚C) mencapai diameter lebih dari

5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih

kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan

banyak terdapat konidia. Sebaliknya koloni tidak berwarna. Konidiofor dapat

bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang

berulang ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek.

Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada aspeks dari cabang, dan

berukuran 18 x 2,5 μm. Konidia berbentuk semibulat hingga oval pendek,

berukuran (2,8 - 3,2) x (2,5 - 2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora

umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar

dan kadang - kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan

(28)

Gbr.4. Trichoderma harzianum Sumber: Foto Langsung

Ekologi Trichoderma harzianum Rifai

Trichoderma merupakan jamur yang tersebar luas pada suhu wilayah

tropis dan umum ditemukan pada tanah dan kayu. Trichoderma juga sering

ditemukan di air yang tercemar, kertas, di kayu bangunan, dan mineral fiber

panels. Jamur tanah ini terlibat sebagai dekomposer pada bahan-bahan tanaman

dan degradasi selulosa. Trichoderma dikabarkan mempunyai gen type I dan III.

Species Trichoderma viride sering diisolasi dari udara terbuka dan debu rumah.

Beberapa species bersifat parasit dari jamur lain. Spesies Trichoderma dapat

tumbuh dengan hypa pada jamur lain, mengikat reaksi lectin - mediated dan

degradasi dinding sel dari jamur target. Mekanisme ini (Mikoparasit) membatasi

pertumbuhan dan aktifitas dari jamur parasit patogen tanaman. Sifat antagonis ini

telah digunakan sebagai agensia pengendalian hayati beberapa jamur penyebab

penyakit tanaman (Kunkel, 2007).

Konidium T. harzianum berkecambah pada kelembapan tanah antara

-100 hingga -70 bar dan optimum pada kelembapan 30% di tanah. Perkecambahan

jamur memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2 pada kondisi miskin nutrisi.

Konidiofor

Fialid

(29)

Bahkan pada kondisi asam, presentase perkecambahannya lebih besar bila

dibandingkan dengan kondisi netral. Suhu optimum untuk pertumbuhannya pada

kisaran 15 - 350C, dengan rerata suhu yang terbaik pada 30 - 360C. Jamur

mempunyai daya hambat tertinggi pada pH 5 - 6,4, sedangkan pH optimumnya

antara 3,7 - 4,7 pada tekanan CO2 normal. Jamur antagonis ini mampu

menguraikan pati dan selulosa serta herbisida dialat di dalam tanah meskipun

lambat (Soesanto, 2008).

Pada umumnya sifat baik dan efisien yang dimiliki Trichoderma lignorum

untuk pengendalian secara hayati cukup banyak diantaranya : dapat ditemukan

pada berbagai tempat, cepat, dan dapat tumbuh di berbagai substrat, kisaran

parasitismenya terhadap patogen tumbuhan sangat luas, jarang yang bersifat

patogen pada tumbuhan tingkat tinggi, dapat bekerja sebagai

mikoparasit/hiperparasit, berkemampuan tinggi dalam berkompetisi makanan,

ruang (tempat), menghasilkan antibiotik, sistem kerja enzim yang memungkinkan

merusak pada berbagai kapang patogen termasuk didalamnya kapang P. infestan

(Djafaruddin, 2000).

Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai

Trichoderma spp mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase

sehingga dapat merusak dinding sel kapang patogen pada kelompok jamur famili

Pythiaceae seperti Phytophthora infestans. Selain itu kapang tanah Trichoderma

spp mempunyai kemampuan melakukan pelilitan dan penetrasi hifa pathogen serta

menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin bagi patogen lawannya. Mekanisme

antibiosis dilakukan dengan menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin untuk

(30)

tanah sebagai substrat tumbuhnya. T. viride lebih suka pada kondisi tanah yang

asam, apabila T. viride ini terdapat pada tanah yang asam kemungkinannya untuk

memproduksi antibiotik lebih tinggi (Purwantisari, Rejeki dan Budi, 2008).

Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat

spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari

serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan

hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati.

Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih

maupun melalui kompos. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis

mudah dibiakkan secara massal, mudah disimpan dalam waktu lama dan dapat

diaplikasikan sebagai seed furrow dalam bentuk tepung atau granular /butiran

Beberapa keuntungan dan keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah mudah

dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan

dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia lantaran

tidak menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah

(Purwantisari dan Rini, 2009).

Mekanisme pengendalian populasi jamur patogen dilakukan melalui

interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum diintroduksikan

ke tanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman.

Dengan laju pertumbuhan cepat akibat rangsangan jamur patogen, dalam waktu

yang singkat (sekitar tujuh hari) daerah perakaran tanaman sudah didominasi oleh

biofungsida tersebut yang bersifat mikroparasitik dan akan menekan populasi

(31)

hifanya terhadap jamur patogen yang akan membentuk struktur seperti kait yang

disebut haustorium dan menusuk jamur patogen. Bersamaan dengan penusukan

hifa, jamur itu mengeluarkan enzim yang akan menghancurkan dinding sel jamur

patogen, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur

patogen akan rusak protoplasmanya keluar dan jamur akan mati. Secara

bersamaan juga terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya senyawa antifungi

golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Trichoderma harzianum yang dapat

menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen (Suara Merdeka, 2002).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur antagonis Trichoderma

lignorum mampu menekan pertumbuhan jamur pathogen Phytophthora infestan secara in vitro. Hal ini dapat dilihat diameter pertumbuhan jamur Phytophthora

infestan pada umur 3 hari, dimana pada kontrol diameter pertumbuhannya lebih besar yaitu sebesar 4,16 cm sedangkan pada perlakuan hanya sebesar 0,66 cm.

Penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa inokulasi jamur Trichoderma

lignorum pada media tanah tanaman kentang dapat menekan serangan Phytophthora infestan ditunjukkan dengan menurunnya indeks kelayuan daun

selama 3 bulan umur tanaman. Penggunaan jamur Trichoderma lignorum sebagai

pengendali hayati untuk menanggulangi penyakit oleh jamur pathogen

Phythophthora infestans cukup menjanjikan karena mempunyai aktivitas selulolitik sedangkan selulosa merupakan komponen utama dinding sel jamur

yang spesifik jamur Oomycota yang dalam hai ini Phythophthora infestans

termasuk di dalamnya. Selain mempunyai aktivitas selulolitik jamur antagonis

(32)

memacu pertumbuhan tanaman sebagai tanaman bukan sasaran

(Purwantisari dkk, 2004).

Formulasi padat Trichoderma spp. dapat diaplikasikan secara langsung

sebelum maupun setelah penanaman. Aplikasi dilakukan dengan memasukkan

sekitar 10 g biakan pada lubang di sekitar perakaran tanaman atau dapat pula

melarutkan biakan dalam air dan selanjutnya disemprotkan pada tanaman.

Cendawan ini akan mengadakan kolonisasi pada perakaran tanaman, sehingga

memungkinkan tidak terjadinya infeksi oleh patogen. Hal ini tentunya didukung

oleh kemampuan cendawan Trichoderma ini dalam berkompetisi dengan

cendawan lainnya. Selain itu, dapat membantu mempercepat penyerapan unsur

hara oleh tumbuhan. Aplikasi produk biofungisida berbahan aktif cendawan

Trichoderma spp. ini juga dapat dilakukan melalui perlakuan benih (seed

treatment) sehingga tanaman yang tumbuh akan tahan terhadap serangan penyakit

(Syahri dan Tumarlan, 2011).

Pada setiap tanaman yang diberi perlakuan, tanah disekitar pokok batang

dibuka dengan menggali tanah, selanjutnya bubuk fungisida ditaburkan disekitar

pokok batang dan pada akar yang terlihat jamur pathogen. Kemudian lubang

bukaan ditutup kembali dengan tanah, dan ditutup dengan mulsa selam 6-7 hari.

Tujuannya untuk memberikan kelembaban pada tanah yang sesuai untuk

pertumbuhan jamur Trichoderma didalam tanah. Untuk perlindungan tanaman

cukup diberikan 50 gr sedangkan yang sudah terserang penyakit jika belum parah,

(33)

Kompos

Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan

bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk

mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat

bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini

membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba

tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.

Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya

daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih

tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Anonimous, 2011b).

Pemberian kompos pada tanaman sayuran sangat penting untuk

menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Sayuran memerlukan banyak sekali

hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak

seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari

kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N

dan dapat menjadi polusi lingkungan. Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk

N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk

mendapatkan hasil yang tinggi (Adil dkk, 2006).

Pupuk organik berupa pupuk kandang atau pupuk kompos jika

dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:

1. Memperbaiki tekstur tanah.

2. Meningkatkan pH tanah.

3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.

(34)

5. Relatif tidak menimbulkan polusi

Sedangkan kelemahannya antara lain:

1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk

anorganik.

2. Respon tanaman lebih lambat.

3. Sumber hama dan penyakit bagi tanaman (Anonimous,2011c).

Pemakaian kotoran baik yang segar maupun yang sudah difermentasikan

telah banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan

mengendalikan penyakit tanaman. Sebagai contoh, kotoran ayam dapat

meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mengendalikan penyakit

busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari hasil penelitian penulis,

kotoran ayam dan sapi yang dikomposkan selama 5 minggu telah berhasil

menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol penyakit busuk akar

oleh Phytopthora cinnamomi. Keberhasilan ini berkorelasi positif dengan aktivitas

mikroba dan populasi mikroba antagonist (aktinomiset dan bakteri penghasil

endospora) dalam tanah. Keragaman jenis mikroba juga tampak paling tinggi pada

tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam. Kotoran sapi segar juga

ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematode (Aryantha, 2002).

Tabel 1. Kandungan unsur hara kompos dari berbagai bahan organik.

(35)

KTK Me/100g 129,02 122,59

P % 3,48 1,09

P tersedia % 0,48 0,48

K total % 1,55 1,10

K tersedia % 0,79 5,62

Na total % 0,46 0,29

Na tersedia % 0,52 1,41

Ca total % 21,59 3,55

Ca tersedia % 1,44 3,73

Mg total % 1,14 0,79

Mg % 1,24 1,70

Fe total ppm 2609,5 1131,7

Fe tersedia ppm 2,7 9,4

Cu total ppm 24,9 24,0

Cu tersedia ppm 2,8 3,7

Zn total ppm 177,2 182,3

Zn tersedia ppm 3,3 60,1

Mn total ppm 377,7 445,1

Mn tersedia ppm 24,4 274,8

(36)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Percobaan

Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Buah

Berastagi,Tongkoh dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl. Pelaksanaan dimulai

bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011.

Bahan dan Alat

Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat,

kompos ayam, kompos sapi, Urea, Phonska, NPK, Hydro Compleks, Paten X, top

soil, air, polibag, aquadest, Trichoderma harzianum, PDA, clorox, jagung giling.

Adapun alat yang dipergunakan adalah cangkul, pisau, timbangan,

erlenmeyer, petridish,beaker glass, gelas ukur, mikroskop, pipet tetes, jarum ose,

inkubator, meteran, objek glass, pinset, bunsen, aluminium foil, cling wrap,

selotip, autoclave, kukusan tanah, ayakan tanah, knapsack, dan bambu.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari

2 faktor, yaitu:

Faktor 1 adalah banyaknya Trichoderma harzianum

T0 = Kontrol

T1 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 25 gr/polibag

T2 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 50 gr/polibag

(37)

T4 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 100 gr/polibag

Faktor 2 adalah kompos, yaitu:

KA = Kompos ayam

KS = Kompos sapi

Kombinasi Perlakuan = 10

T0KA T1KA T2KA T3KA T4KA

T0KS T1KS T2KS T3KS T4KS

Ulangan sebanyak 3 kali, diperoleh dari:

(t-1) (r-1) > 15

Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :

Yijk = µ + αi +βj + (αβ)ij + Σijk

Dimana :

Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

µ = Nilai tengah umum

αi = Pengaruh perlakuan ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

αβ = pengaruh taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II

Σij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

(38)

Jumlah perlakuan = 10 perlakuan

Jumlah ulangan = 3 ulangan

Jumlah polibag per plot = 4 polibag

Jumlah plot = 30 plot

Jumlah tanaman seluruhnya = 120 tanaman

Pelaksanaan Penelitian

Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai

Isolat Trichoderma harzianum diperoleh dari Balai Pengembangan

Proteksi Tanaman Perkebunan. Isolat T. harzianum kemudian ditanam di dalam

media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.

Perbanyakan Trichoderma harzianum

Ditimbang jagung dan bersihkan, kemudian cuci bersih selanjutnya

dikukus dengan menggunakan dandang (1/2 matang) atau selama 30 menit mulai

dari keluar uap. Hamparkan jagung yang telah dikukus di atas nampan/baki

sampai dingin, kemudian masukkan masing-masing ke dalam kantong plastik

sesuai perlakuan dan sterilkan selama 2 kali 60 menit. Diinokulasi biakan murni

Trichoderma pada media jagung sebanyak 3 coxborer. Diaduk hingga rata

kemudian disusun di dalam inkubator. Diinkubasikan pada suhu kamar. Setelah

(39)

Gbr.5. Trichoderma harzianum dalam media jagung Sumber : Foto langsung

Penyemaian Benih

Benih yang sudah dipersiapkan dapat langsung disemai pada tempat

penyemaian yang telah disediakan. Biji yang telah tersebar itu kemudian ditutup

dengan kompos, lalu disiram. Untuk menghindarkan kerusakan akibat kekeringan

atau hujan, petakan ditutup dengan jerami kering atau atap.

Persiapan Media Tanam

Tanah top soil dan kompos yang akan digunakan 3 : 1 diayak terlebih

dahulu. Media campuran tersebut disterilkan dengan menggunakan uap panas

untuk membunuh mikroorganisme pada media tanam. Sterilisasi dilakukan

dengan menggunakan drum pengkukus selama ± 1 jam. Media yang telah

dipanaskan dikeluarkan dari kukusan, lalu dikering-anginkan di atas plastik di

ruangan tertutup sampai dingin. Kemudian media tanam tersebut diberi pupuk,

kemudian diaduk rata. Hal ini bertujuan agar unsur hara yang diberikan merata

(40)

Pengaplikasian Trichoderma harzianum Rifai

Aplikasi jamur Trichoderma dilakukan 1 minggu sebelum penanaman

bibit tomat ke polibag.

Penanaman

Bibit tomat yang telah berumur 4 minggu ditanam ke dalam polibag

dengan menggunakan tugal kecil. Bibit ditanam 1 bibit/polibag.

Pemeliharaan

Pemeliharaan tanaman tomat meliputi :

1. Penyiraman.

2. Pengajiran setelah tanaman berumur 4 minggu setelah tanam.

3. Pemupukan yaitu pemupukan I (urea 10gr/tanaman, phonska 5gr/tanaman, dan

NPK 5 gr/tanaman) dan pemupukan II (hydro complex 5 gr/tanaman dan paten

x 5 gr/tanaman).

4. Penyiangan gulma.

5. Pemangkasan.

Peubah Amatan

Intensitas Seranga

Pengamatan terhadap intensitas serangan dilakukan pada saat tanaman

berumur 56 hari sampai 91 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan sekali lima

hari, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang pada setiap

(41)

∑ (ni x Vi)

IS = x 100%

(N x Z)

Dimana :

I = Intensitas Serangan (%)

ni = Tanaman Ke-i yang menunjukkan gejala pada perlakuan tertentu vi = Nilai skala pada tiap tanaman ke-i

(42)

Nilai

Tidak ada busuk daun

Busuk daun terlihat. Maksimum 10 bercak/tanaman

Tanaman tampak sehat, tetapi bila dilihat lebih dekat terlihat bercak. Daun

yang terserang/rusak maksimum tidak lebih dari 20 daun.

Mudah dilihat pada banyak tanaman. Sekitar 25% ditutupi bercak/rusak

Plot tampak hijau, namun seluruh tanaman terserang. Daun terendah mati. Sekitar setengahnya dari daun

diareal mati.

Plot tampak hijau dengan bintik coklat. Sekitar 75% tanaman terserang. Daun

paling bawah setengahnya dari tanaman rusak.

Tak satu pun plot yang menonjol, baik hijau ataupun coklat. Hanya daun

diatas yang hijau. Banyak batang berbecak besar.

Plot nampak berwarna coklat. Masih ada sedikit daun dibagian atas hijau.

Banyak batang luka dan mati.

Seluruh daun dan batang mati.

(Henfling,1987)

Produksi Tomat

Produksi dicatat pada saat panen dengan kriteria panen pada umur

tanaman 97 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan sebanyak 4 kali pemetikan

(43)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Intensitas Serangan (%) Phytopthora infestan

Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum

berpengaruh sangat nyata mengendalikan Phytopthora infestans. Pengaruh

pemberian T. Harzianum terhadap intensitas serangan Phytopthora Infestans

dapat dilihat dari tabel 1.

Tabel 2. Uji Rataan Intensitas Serangan

PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu Pengamatan (hst).

Perlakuan Hari Setelah Tanam (hst)

56 hsT 61 hst 66 hst 71 hst 76 hst 81 hst 86 hst 91 hst Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% dan huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.

Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian T. harzianum pada pengamatan

56 hst tidak berpengaruh nyata, pengamatan 61 - 71 hst berpengaruh nyatadan

pengamatan 76 – 91hst berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan (%)

penyakit Phytopthora Infestans. Hasil pngamatan intensitas serangan Phytopthora

Infestans pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada lampiran 2.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat

pada perlakuan kontrol (T0) yaitu 10,34 % diikuti dengan perlakuan dosis 25

(44)

dosis 100 gr (T4) yaitu 8,14. Sedangkan intensitas serangan terendah terdapat

pada perlakuan dosis 75 gr (T3) yaitu 7,95 %.

Dari hasil sidik ragam, jamur Phytopthora Infestans terhadap perlakuan

Trichoderma harzianum menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dalam mengendalikan serangan jamur Phytopthora Infestans. Hal ini karena

Trichoderma harzianum mampu menghambat petumbuhan jamur Pythopthora

infestans. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suara Merdeka (2002) bahwa Interaksi diawali dengan pelilitan hifanya terhadap jamur patogen yang akan

membentuk struktur seperti kait yang disebut haustorium dan menusuk jamur

patogen. Bersamaan dengan penusukan hifa, jamur itu mengeluarkan enzim yang

akan menghancurkan dinding sel jamur patogen, seperti enzim kitinase dan

b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak protoplasmanya keluar dan

jamur akan mati. Secara bersamaan juga terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya

senyawa antifungi golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Trichoderma

harzianum yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen.

Gambar 6. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap intensitas

(45)

Penambahan kompos mampu meningkatkan daya antagonis Trichoderma

harzianum terhadap Phytopthora infestans. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian kompos ayam maupun kompos sapi tidak menujukkan

perbedaan yang nyata. Tetapi, pada perlakuan (T0) kontrol yang diberi kompos

menunjukkan bahwa intensitas serangan Phytopthora infestans menurun hingga

10,31%. Hal ini dikarenakan kompos memiliki kemampuan mengendalikan

penyakit. Anonimous (2011b) Kompos memperbaiki struktur tanah dengan

meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan

kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba

tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan

kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara

dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman

menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga

cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk

kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih

enak.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi faktor Trichoderma

harzianum dan kompos tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap

intensitas serangan Phytopthora infestans. Pemakaian kotoran baik yang segar

maupun yang sudah difermentasikan telah banyak dilaporkan berhasil untuk

menunjang pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Sebagai contoh,

kotoran ayam dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat

mengendalikan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari

(46)

minggu telah berhasil menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol

penyakit busuk akar oleh Phytopthora cinnamomi. Keberhasilan ini berkorelasi

positif dengan aktivitas mikroba dan populasi mikroba antagonist (aktinomiset

dan bakteri penghasil endospora) dalam tanah. Keragaman jenis mikroba juga

tampak paling tinggi pada tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam.

Kotoran sapi segar juga ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematoda.

Produksi Tanaman

Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian

T. harzianum berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Untuk mengetahui perlakuan mana yang nyata maka dilakukan Uji Jarak Duncan, dapat dilihat pada

table lampiran.

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum

dengan dosis yang berbeda member pengaruh nyata terhadap produksi tomat. hasil

penelitian menunjukkan produksi tertinggi 100,81 (gr/plot) pada perlakuan T4

(dosis 100 gr) tidak berbeda nyata dengan perlakuan T3 (dosis 75 gr) yaitu 100,72

(gr/plot), dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol TO yaitu 60,95 (gr/plot)

sebagai produksi terendah.

Tabel 3. Uji Rataan produksi tomat (gr/plot)

Perlakuan Rataan

(47)

P

Dari hasil analisis sidik ragam pemberian T. harzianum memberikan

pengaruh nyata terhadap produksi tomat. hali ini karena T. harzianum merupakan

jamur antagonis yang menhasilkan hormone tumbuh yang dapat memacu

pertumbuhan tanaman, sehingga produksi tanaman juga meningkat. Hal ini sesuai

pernyataan Purwantisari dan Rini (2009) Trichoderma spp. merupakan jamur

antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme

pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer

dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat

pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi

keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan melalui

tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun melalui kompos.

Gambar 7 . Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap produksi Tomat.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos tidak

menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap hasil produksi. Hal ini dikarenakan

(48)

menyatakan Pemberian kompos pada tanaman sayuran sangat penting untuk

menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Sayuran memerlukan banyak sekali

hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak

seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari

kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N

dan dapat menjadi polusi lingkungan. Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk

N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk

mendapatkan hasil yang tinggi.

Interaksi faktor Trichoderma harzianum dan kompos tidak menunjukkan

perbedaan yang nyata terhadaphasil produksi tomat. Hal ini dikarenakan respon

pemberian kompos pada tanaman berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan

pernyataan Anonimous (2011c) yang menyatakan Pupuk organik berupa pupuk

kandang atau pupuk kompos jika dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik)

mempunyai kelebihan antara lain:

1. Memperbaiki tekstur tanah.

2. Meningkatkan pH tanah.

3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.

4. Meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah.

5. Relatif tidak menimbulkan polusi

Sedangkan kelemahannya antara lain:

1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk

anorganik.

2. Respon tanaman lebih lambat.

(49)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan T0 yaitu 10,34 % dan

yang terendah pada perlakuan T3 ( dosis 75 gr) yaitu 7,95 %

2. Pemberian Trichoderma harzianum efektif dalam mengendalikan serangan

jamur Phytopthora Infestan.

3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan T4 ( dosis 100 gr) yaitu 100,81

gr/plot dan yang terendah pada perlakuan T0 yaitu 60,95 gr/plot.

Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara

Trichoderma harzianum Rifai dan kompos untuk mengendalikan penyakit busuk

(50)

DAFTAR PUSTAKA

Adil, W.H., Novianti S., dan Ika R., 2006. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk

Nitrogen terhadap Tanaman Sayuran. Biodiversitas Vol 7(1)Hlm:

77-80 Diakses 20 Maret 2010.

, 2011a. Kompos

Aryantha, I.P. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One

Day Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage,

Menristek-BPPT, 6th May 2002, Jakarta.

Djafarudin , 2000. Dasar – Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.

Gandjar, I., Robert A.S., Karin V.D., Ariyanti O., dan Iman S., 1999. Pengenalan

Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.

Hanum, C. , 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.

Henfling, J.W., 1987. Late Blight of Potato: Phytophthora infestans.Technical Information Buletin 4. International Potato Center, Lima, Peru,25 pp.

Kunkel, D. , 2007. Soil Fungus Conidiophore and Conidia (Trichoderma spp.)

Nelson, S . C. , 2008 .

Late Blight of Tomato (Phytophthora infestans).

(51)

Nurafni, 2010. Busuk daun kentang ( late blight ).

Purwanti, H. 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de

Bary) pada Kentang dan Tomat: Identifikasi Permasalahan di Indonesia. Buletin AgroBio 5(2):67-72.

Purwantisari, S., Rejeki S.F., dan Sri Pujianto, 2004. Uji Potensi Kapang

Trichoderma lignorum Sebagai Agen Pengendali Hayati kapang Patogen Phytophthora infestans Penyebab penyakit Utama tanaman Kentang. Laporan Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang.

Purwantisari, S., Rejeki S.F, dan Budi R., 2008. Pengendalian Hayati

Penyakit Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-jamur Antagonis Isolat Lokal. BIOMA Vol. 10(2), Hlm. 13-19

Purwantisari, S. dan Rini B.H, 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen

Phytophthora infestans Penyebab Penyaki Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. BIOMA Vol. 11(1),Hlm. 24-32

Rismunandar, 1995. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo. Bandung.

Semangun, H., 1991. Penyakit - Penyakit Penting Tanaman Hortikultura di

Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Singh, R.S., 1998. Plant Disease. Oxford & IBH Publishing Co.Pvt. Ltd. New Delhi

Soesanto, L. , 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman

Suplemen ke Gulma dan nematode. Rajawali-Press, Jakarta. Hlm.292 -

299.

Suara Merdeka, 2002. Trichoderma harzianum Biofungisida yang Ramah

Ligkungan. http://www.suaramerdeka.com. Diakses 20 Maret 2010.

Suryani, A., 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan berbagai

Bahan Organik dalam Bentuk Kompos. IPB. Bogor.

Tim Penulis PS, 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.

Walker, J.C., 1957. Plant Pathology. McGraw-Hill Book Company, INC. London.

(52)

Lampiran 1 : Bagan Percobaan

T1 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 25 gr/polibag

T2 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 50 gr/polibag

T3 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 75 gr/polibag

T4 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 100 gr/polibag

KA = Kompos ayam

KS = Kompos sapi

Jumlah tanaman per plot = 4 Jumlah tanaman seluruhnya = 120

(53)

Lampiran 2 : Foto Lahan Penelitian

(54)

Lampiran 4 : Foto Lahan Penelitian

(55)

Lampiran 6 : Foto Perlakuan T0KS

(56)

Lampiran 8 : Foto Perlakuan T1KS

(57)

Lampiran 10 : Foto Perlakuan T2KS

(58)

Lampiran 12 : Foto Perlakuan T3KS

(59)
(60)

Lampiran 15. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 56 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T0KA 18,75 16,66 12,5 47,91 15,97

T1KA 14,58 11,11 13,88 39,57 13,19

T2KA 18,05 15,27 15,97 49,29 16,43

T3KA 11,11 13,88 10,41 35,40 11,80

T4KA 13,88 15,97 18,75 48,60 16,20

T0KS 13,19 17,36 12,5 43,05 14,35

T1KS 13,88 15,97 15,97 45,82 15,27

T2KS 14,58 13,88 13,19 41,65 13,88

T3KS 13,88 15,27 11,11 40,26 13,42

T4KS 13,19 12,5 13,19 38,88 12,96

Total 145,09 147,87 137,47 430,43

Rataan 14,51 14,79 13,75 14,35 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 4,39 4,14 3,61 12,14 4,05

T1KA 3,88 3,41 3,79 11,08 3,69

T2KA 4,31 3,97 4,06 12,34 4,11

T3KA 3,41 3,79 3,30 10,50 3,50

T4KA 3,79 4,06 4,39 12,24 4,08

T0KS 3,70 3,97 3,61 11,28 3,76

T1KS 3,79 4,06 4,06 11,91 3,97

T2KS 3,88 3,79 3,70 11,38 3,79

T3KS 3,79 3,97 3,41 11,17 3,72

T4KS 3,70 3,61 3,70 11,01 3,67

Total 38,64 38,77 37,62 115,03

Rataan 3,86 3,88 3,76 3,83

Tabel Dwi Kasta

Kompos Trichoderma Total Rataan

T0 T1 T2 T3 T4

KA 12,14 11,08 12,34 10,50 12,24 58,30 11,66

KS 11,28 11,91 11,38 11,17 11,01 56,74 11,35

Total 23,41 22,99 23,71 21,67 23,24 115,03

(61)

Daftar Sidik Ragam

Sumber db JK KT F.Hit F.05 F.01

Ulangan 2 0,08 0,04

Perlakuan 9 1,13 0,13

Trichoderma 4 0,42 0,10 1,66 tn 2,93 4,58

Kompos 1 0,08 0,08 1,29 tn 4,41 8,29

T x K 4 0,64 0,16 2,54 tn 2,93 4,58

Error 18 1,13 0,06 Total 29 2,26 0,08

FK 441,08 Ket : tn = tidak nyata

KK 1,74 % * = nyata

(62)

Lampiran 16. Data Intensitas Serangan Ph.infestan pada umur 61 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T0KA 18,75 16,66 11,8 47,21 15,74

T1KA 12,5 11,11 13,19 36,80 12,27

T2KA 18,05 13,19 14,58 45,82 15,27

T3KA 9,72 11,8 9,02 30,54 10,18

T4KA 12,5 11,8 15,97 40,27 13,42

T0KS 12,5 15,27 11,11 38,88 12,96

T1KS 13,88 13,88 13,88 41,64 13,88

T2KS 13,88 12,5 11,8 38,18 12,73

T3KS 11,8 13,19 9,72 34,71 11,57

T4KS 12,5 11,8 11,8 36,10 12,03

Total 136,08 131,20 122,87 390,15

Rataan 13,61 13,12 12,29 13,01

Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 4,39 4,14 3,51 12,04 4,01

T1KA 3,61 3,41 3,70 10,71 3,57

T2KA 4,31 3,70 3,88 11,89 3,96

T3KA 3,20 3,51 3,09 9,79 3,26

T4KA 3,61 3,51 4,06 11,17 3,72

T0KS 3,61 3,97 3,41 10,98 3,66

T1KS 3,79 3,79 3,79 11,38 3,79

T2KS 3,79 3,61 3,51 10,90 3,63

T3KS 3,51 3,70 3,20 10,40 3,47

T4KS 3,61 3,51 3,51 10,62 3,54

Total 37,40 36,84 35,64 109,89

Rataan 3,74 3,68 3,56 3,66

Tabel Dwi Kasta

Kompos Trichoderma Total Rataan

T0 T1 T2 T3 T4

KA 12,04 10,71 11,89 9,79 11,17 55,60 11,12

KS 10,98 11,38 10,90 10,40 10,62 54,29 10,86

Total 23,02 22,09 22,80 20,19 21,79 109,89

(63)

Daftar Sidik Ragam

Uji Jarak Duncan Faktor T

Sy 0,14

P 2 3 4 5 6

SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32

LSR 0,05 0,42 0,44 0,45 0,46 0,47

Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0

Rataan 10,10 10,90 11,04 11,40 11,51

a ·b

(64)

Lampiran 17. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 66 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T0KA 18,75 14,58 10,41 43,74 14,58

T1KA 12,5 11,8 11,11 35,41 11,80

T2KA 14,58 12,5 13,19 40,27 13,42

T3KA 9,72 9,72 6,9 26,34 8,78

T4KA 11,8 11,11 13,88 36,79 12,26

T0KS 11,11 14,58 10,41 36,10 12,03

T1KS 13,88 13,88 13,19 40,95 13,65

T2KS 12,5 11,8 11,8 36,10 12,03

T3KS 9,72 12,5 9,72 31,94 10,65

T4KS 11,8 11,11 11,11 34,02 11,34

Total 126,36 123,58 111,72 361,66

Rataan 12,64 12,36 11,17 12,06 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 4,39 3,88 3,30 11,57 3,86

T1KA 3,61 3,51 3,41 10,52 3,51

T2KA 3,88 3,61 3,70 11,19 3,73

T3KA 3,20 3,20 2,72 9,11 3,04

T4KA 3,51 3,41 3,79 10,71 3,57

T0KS 3,41 3,97 3,30 10,68 3,56

T1KS 3,79 3,79 3,70 11,28 3,76

T2KS 3,61 3,51 3,51 10,62 3,54

T3KS 3,20 3,61 3,20 10,00 3,33

T4KS 3,51 3,41 3,41 10,32 3,44

Total 36,09 35,88 34,04 106,01

Rataan 3,61 3,59 3,40 3,53

Tabel Dwi Kasta

Kompos Trichoderma Total Rataan

T0 T1 T2 T3 T4

KA 11,57 10,52 11,19 9,11 10,71 53,10 10,62

KS 10,68 11,28 10,62 10,00 10,32 52,91 10,58

Total 22,26 21,80 21,81 19,11 21,03 106,01

(65)

Daftar Sidik Ragam

Uji Jarak Duncan Faktor T

Sy 0,11

P 2 3 4 5 6

SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32

LSR 0,05 0,32 0,34 0,35 0,35 0,36

Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0

Rataan 9,56 10,51 10,90 10,90 11,13

a ·b

(66)

Lampiran 18. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 71 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III

T0KA 18,05 13,19 11,11 42,35 14,12

T1KA 11,11 13,19 11,8 36,10 12,03

T2KA 14,58 11,11 13,19 38,88 12,96

T3KA 9,72 9,72 6,9 26,34 8,78

T4KA 10,41 11,8 11,8 34,01 11,34

T0KS 10,41 13,88 10,41 34,70 11,57

T1KS 13,19 12,5 13,19 38,88 12,96

T2KS 12,5 11,11 11,8 35,41 11,80

T3KS 9,02 11,8 7,63 28,45 9,48

T4KS 11,8 11,11 11,11 34,02 11,34

Total 120,79 119,41 108,94 349,14

Rataan 12,08 11,94 10,89 11,64 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 4,31 3,70 3,41 11,41 3,80

T1KA 3,41 3,70 3,51 10,61 3,54

T2KA 3,88 3,41 3,70 10,99 3,66

T3KA 3,20 3,20 2,72 9,11 3,04

T4KA 3,30 3,51 3,51 10,32 3,44

T0KS 3,30 3,97 3,30 10,58 3,53

T1KS 3,70 3,61 3,70 11,01 3,67

T2KS 3,61 3,41 3,51 10,52 3,51

T3KS 3,09 3,51 2,85 9,44 3,15

T4KS 3,51 3,41 3,41 10,32 3,44

Total 35,30 35,41 33,61 104,32

Rataan 3,53 3,54 3,36 3,48

Tabel Dwi Kasta

Kompos Trichoderma Total Rataan

T0 T1 T2 T3 T4

KA 11,41 10,61 10,99 9,11 10,32 52,45 10,49

KS 10,58 11,01 10,52 9,44 10,32 51,87 10,37

Total 21,99 21,62 21,51 18,56 20,64 104,32

(67)

Daftar Sidik Ragam

Uji Jarak Duncan Faktor T

Sy 0,09

P 2 3 4 5 6

SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32

LSR 0,05 0,26 0,27 0,28 0,29 0,29

Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0

Rataan 9,28 10,32 10,76 10,81 11,00

a ·b

(68)

Lampiran 19. Data Intensitas Serangan Ph.i nfestan pada umur 76 HST

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 17,36 13,19 10,41 40,96 13,65

T1KA 10,41 11,11 10,41 31,93 10,64

T2KA 13,19 9,72 11,11 34,02 11,34

T3KA 6,9 9,02 6,9 22,82 7,61

T4KA 7,63 9,72 10,41 27,76 9,25

T0KS 11,11 13,88 9,72 34,71 11,57

T1KS 10,41 11,8 13,19 35,40 11,80

T2KS 11,11 10,41 10,41 31,93 10,64

T3KS 7,63 11,11 9,02 27,76 9,25

T4KS 11,11 11,11 10,41 32,63 10,88

Total 106,86 111,07 101,99 319,92

Rataan 10,69 11,11 10,20 10,66 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5

Perlakuan Ulangan Total Rataan

I II III

T0KA 4,23 3,70 3,30 11,23 3,74

T1KA 3,30 3,41 3,30 10,01 3,34

T2KA 3,70 3,20 3,41 10,30 3,43

T3KA 2,72 3,09 2,72 8,53 2,84

T4KA 2,85 3,20 3,30 9,35 3,12

T0KS 3,41 3,97 3,20 10,58 3,53

T1KS 3,30 3,51 3,70 10,51 3,50

T2KS 3,41 3,30 3,30 10,01 3,34

T3KS 2,85 3,41 3,09 9,34 3,11

T4KS 3,41 3,41 3,30 10,12 3,37

Total 33,18 34,18 32,63 99,98

Rataan 3,32 3,42 3,26 3,33

Tabel Dwi Kasta

Kompos Trichoderma Total Rataan

T0 T1 T2 T3 T4

KA 11,23 10,01 10,30 8,53 9,35 49,42 9,88

KS 10,58 10,51 10,01 9,34 10,12 50,56 10,11

Total 21,80 20,52 20,32 17,87 19,47 99,98

Gambar

Gambar.2.  Phytophthora infestans Sumber: www.ctahr.hawaii.edu
Gambar 3. Gejala Serangan busuk daun(a). Pada daun, (b). Pada  batang,             (c) (c)
Tabel 1. Kandungan unsur hara kompos dari berbagai bahan organik.
Tabel 2. Uji Rataan Intensitas Serangan (%)Phytophthora Infestans pada  PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu Pengamatan (hst)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Judul Tesis Kemampuan Minyak Cengkeh dan Filtrat Trichoderma harzianum dalam Mengendalikan Rhizopus stolon{fer Penyebab Penyakit Lodoh Semai Pinus merkusii. Nama

PENGARUH BEBERAPA JENIS MULSA TERHADAP PERKEMBANGAN PENYAKIT HAWAR DAUN TOMAT.. (Pltytoplltlzora infestans Mont.)

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi isolat Trichoderma terpilih dengan bahan organik untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang lada di lapangan.. Pemilihan isolat

Tabel 6 memperlihatkan bahwa pemberian suspensi tepung daun sirih hutan dengan konsentrasi 0 g/l air menghasilkan saat muncul gejala awal penyakit busuk buah kakao

Penelitian berjudul uji efektifitas Trichoderma harzianum dengan formulasi granular ragi untuk mengendalikan penyakit jamur akar putih ( Rigidoporus microporus

Penelitian ini bertujuan untuk menguji efikasi isolat Trichoderma terpilih dengan bahan organik untuk mengendalikan penyakit busuk pangkal batang lada di lapangan.. Pemilihan isolat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan kemampuan Trichoderma spp lokal Riau dalam kompos jerami padi untuk miengendalikan penyakit busuk pelepah pada

2) Insidensi penyakit atau kejadian penyakit yang merupakan persentase jumlah tanaman yang terserang patogen (n) dari total tanaman yang diamati (N) tanpa melihat