POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN
TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)
SKRIPSI
OLEH: RIKA ESTRIA G.
060302001 HPT
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
POTENSI Trichoderma harzianum Rifai DAN KOMPOS
UNTUK MENGENDALIKAN PENYAKIT BUSUK DAUN
TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)
SKRIPSI
OLEH: RIKA ESTRIA G.
060302001 HPT
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana
di Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Disetujui oleh: Komisi pembimbing
(Ir. Lahmuddin Lubis, MP) (Ir. Mukhtar Iskandar Pinem, M.Agr) Ketua Anggota
DEPARTEMEN HAMA DAN PENYAKIT TUMBUHAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
M E D A N
ABSTRACT
Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and
Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a biological control agent that is able to produce growth hormones that can stimulate plant growth.
This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow) with 10 treatment combinations and three replications.
ABSTRAK
Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Dau Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh – Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis (0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
RIWAYAT HIDUP
Rika Estria G. lahir pada tanggal 22 Agustus 1988 di Tarutung dari
Ayahanda Sy. Gurusinga dan Ibunda E. Ginting. Penulis merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara.
Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut :
- Lulus dari SD Swasta Bakti Pancurbatu pada tahun 2000
- Lulus dari SLTP Negeri 1 Pancurbatu pada tahun 2003
- Lulus dari SMA Swasta St. Thomas 2 Medan pada tahun 2006
- Pada tahun 2006 diterima di Universitas Sumatera Utara, Fakultas Pertanian,
Departemen Hama dan Penyakit Tumbuhan melalui jalur SPMB.
Penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan yaitu menjadi
anggota IMAPTAN (Ikatan Mahasiswa Perlindungan Tanaman) 2006 - 2010,
pernah mengikuti Seminar Ilmiah dengan tema ”Dengan Pertanian Berkelanjutan
Kita Wariskan Kehidupan Berwawasan Lingkungan”, Seminar Nasional dengan
tema ”Tindak Lanjut Pembangunan Pertanian Pasca Swasembada Beras 2008”,
dan Seminar Peringatan 100 Tahun Kebangkitan Nasional FP USU ” Change
Your Mind, Setting Your Life, Get The Bright Future”.
Penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Perkebunan
Nusantara III kebun G. Pamela, Tebing Tinggi pada tahun 2010 dan
melaksanakan penelitian skripsi di Kebun Percobaan Tanaman Buah Tongkoh,
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik.
Adapun judul dari skripsi ini adalah ini adalah “POTENSI Trichoderma
harzianum Rifai DAN KOMPOS UNTUK MENGENDALIKAN
PENYAKIT BUSUK DAUN PADA TANAMAN TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)” disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara, Medan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
Ir. Lahmuddin Lubis, MP, Ir. M. Iskandar Pinem, M.Agr, dan Alm. Ir. Kasmal
Arifin, Msi sebagai komisi pembimbing serta Ir. Fritz Silalahi, MS dan Fatiani
Manik, SP. sebagai pembimbing lapangan yang telah banyak membantu,
mengarahkan dan memberi saran kepada penulis selama penelitian.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun
demi kesempurnaan tulisan ini.
Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga tulisan ini
bermanfaat bagi kita semua.
Medan, Mei 2011
DAFRTAR ISI
Syarat Tumbuh Tanaman Tomat Tanah... 6
Iklim... 6
Biologi Penyebab Penyakit... 6
Gejala Serangan Penyakit... 8
Daur Hidup penyakit ... 9
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi... 10
Pengendalian penyakit ... 12
Biologi Trichoderma harzianum Rifai... 13
Ekologi Trichoderma harzianum Rifai... 14
Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai... 15
Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai... 24
Perbanyakan Trichoderma harzianum... 24
Penyemaian benih... 24
Persiapan Media Tanam... 24
Aplikasi Trichoderma harzianum Rifai... 26
Penanaman... 26
Pemeliharaan... 26
Peubah Amatan... 26
HASIL DAN PEMBAHASAN Intensitas Serangan Penyakit... 29
Produksi Tanaman... 32
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan... 35
Saran... 35
DAFTAR TABEL
Keterangan Halaman
Tabel 1. Kandungan Unsur Hara Kompos... 20
Tabel 2. Tabel 1. Uji Rataan Intensitas Serangan (%) Pada PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu
Pengamatan (hst)... 29
DAFTAR GAMBAR
Keterangan Halaman
Gambar 1. Tanaman tomat... 5
Gambar 2.
Gambar 3. Gejala serangan busuk daun (a. Pada daun. b. Pada batang,
c. Pada buah)... 9
Gambar 4. Trichoderma harzianum... 14
Gambar 4. Trichoderma harzianum dalam media jagung... 24
Gambar 5. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap intensitas serangan (%)
untuk setiap waktu pengamatan (mst)... 29
DAFTAR LAMPIRAN
Keterangan Halaman
Lampiran 1. Bagan Percobaan……….……….38
Lampiran 2. Foto Lahan Penelitian……….………..39
Lampiran 3. Foto Produksi……….………….……..39
Lampiran 4. Foto Plank Penelitian………...40
Lampiran 5. Foto Perlakuan T0KA………...………...40
Lampiran 6. Foto Perlakuan T0KS………...………...41
Lampiran 7. Foto Perlakuan T1KA………...………...41
Lampiran 8. Foto Perlakuan T1KS………...………...42
Lampiran 9. Foto Perlakuan T2KA………...………...42
Lampiran 10. Foto Perlakuan T2KS………...……..……...43
Lampiran 11. Foto Perlakuan T3KA………...……..……...43
Lampiran 12. Foto Perlakuan T3KS………...……..……...44
Lampiran 13. Foto Perlakuan T4KA………...……..……...44
Lampiran 14 Foto Perlakuan T4KS………...……..……...45
Lampiran 15. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 56 HST……...46
Lampiran 16. Data Intensitas Serangan P.infestan pada Umur 61 HST……...….48
Lampiran 17. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 66 HST…...…..50
Lampiran 18. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 71 HST……..….52
Lampiran 19. Data Intensitas Serangan P.i nfestan pada Umur 76 HST………...54
Lampiran 20. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 81 HST……...…56
Lampiran 22. Data Intensitas Serangan P. infestan pada Umur 91 HST………...60
Lampiran 23. Data Produksi………..………62
Lampiran 24. Gambar Plank Penelitian……….……….……...64
ABSTRACT
Rika Estria G. "The Potential of Trichoderma harzianum Rifai and
Compost to Control Late Blight Disease (Phytophthora infestans (Mont.) de Barry) on Tomato Plants (Lycopersicom esculentum Mill.)" supervisor by Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum is a biological control agent that is able to produce growth hormones that can stimulate plant growth.
This research aimed to observe the potential of Trichoderma harzianum in controlling late blight on tomato plants. Research conducted at Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh - Berastagi, Karo District. This study used a factorial randomized block design consisting of two factors namely fungal factor antagonist (0,25,50,75, and 100 g / plant) and factor compost (chicken and cow) with 10 treatment combinations and three replications.
ABSTRAK
Rika Estria G. “Potensi Trichoderma harzianum Rifai dan Kompos
untuk Mengendalikan Penyakit Busuk Dau Barry) pada Tanaman Tomat (Lycopersicom esculentum Mill.)” dibawah bimbingan Lahmuddin Lubis dan Mukhtar Iskandar Pinem. Trichoderma harzianum merupakan agen pengendali hayati yang mampu menghasilkan hormon tumbuh yang dapat memacu pertumbuhan tanaman.
Penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum dalam mengendalikan penyakit busuk daun pada tanaman tomat. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Buah dan Bunga (KPTB) Tongkoh – Berastagi Kabupaten Karo. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial terdiri dari 2 faktor yakni faktor jamur antagonis (0,25,50,75,dan 100 gr/tanaman) dab faktor kompos (ayam dan sapi) dengan 10 kombinasi perlakuan dan tiga ulangan.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat (Lycopersicon esculentum L.) merupakan salah satu tanaman
sayuran pangan yang paling banyak ditanam di dunia, kedua setelah kentang.
Tanaman tomat memiliki kepentingan sosial ekonomi untuk keluarga, tukang
kebun, para petani, buruh, pemasar, pengecer, koki dan pekerja jasa lainnya dalam
industri makanan dan restoran di Hawaii. Tomat sebagai komoditas peringkat
ke-10 paling bernilai pada sektor pertanian di negara bagian, dengan nilai produksi
tahun 2005 sebesar lebih dari $ 9,7 juta. Selain itu, terdapat banyak budidaya
tomat di pekarangan atau kebun kecil di suatu negara, menjadikan tanaman tomat
salah satu tanaman tomat yang paling penting dan banyak ditanam (Nelson, 2008).
Dengan makin meningkatnya permintaan akan tomat, sesuai dengan
kemajuan perekonomian pada umumnya, penanaman tomat di Indonesia makin
berkembang. Sekarang di sini ditanam berbagai jenis, terutama yang
menghasilkan buah yang bentuk dan warnanya menarik. Untuk penanaman tomat
di dataran tinggi busuk daun merupakan penyakit yang penting, khususnya di
musim hujan. Penyakit tidak terdapat pada tomat dataran rendah
(Semangun, 1991).
Penyakit hawar daun sangat merusak dan sulit dikendalikan, karena
P. infestans merupakan jamur patogen yang memiliki patogenisitas beragam. Pada umumnya, patogen ini berkembangbiak secara aseksual dengan zoospora, tetapi
dapat juga berkembangbiak secara seksual dengan oospora. Jamur ini bersifat
hanya terjadi apabila terjadi mating (perkawinan silang) antara dua isolat
P. infestans yang mempunyai mating type (tipe perkawinan) berbeda Kerusakan oleh penyakit hawar daun dapat mengakibatkan penurunan hasil antara
10-100%. Di Belarusia (1999), Phytophthora infestans dapat menyerang
daun-daun tanaman bagian atas (daun-daun muda) pada awal periode pertumbuhan vegetatif
tanaman dengan tingkat kerusakan daun mencapai 80-100% pada varietas yang
berumur genjah, dan 70-80% pada varietas yang berumur sedang. Hasil penelitian
Sengooba dan Hakiza (1999), menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat
melebihi 90%, jika patogen menyerang kultivar yang rentan pada awal
pertanaman. Penelitian yang dilakukan di Ethiopia, Kenya, Rwanda, Uganda, dan
Burundi menunjukkan bahwa kehilangan hasil dapat mencapai 40-70%, dan
besarnya kehilangan hasil sangat tergantung baik pada kerentanan varietas
maupun pada kondisi lingkungan tempat tumbuh (Purwanti, 2002).
Agensia hayati meliputi organisme dan substansi yang dihasilkan yang
dapat digunakan untuk mengendalikan organisme pengganggu yang merugikan.
Salah satu jenis biopestisida adalah biofungisida berbahan aktif mikroorganisme
sel jamur antagonis Trichoderma spp., yaitu fungisida penghambat pertumbuhan
kapang patogen penyebab penyakit tanaman budidaya yang diharapkan efektif
mengendalikan serangan kapang patogen Phytophthora infestans tanaman serta
aman bagi tanaman budidaya sebagai tanaman bukan sasaran
(Purwantisari dkk, 2008).
Sehubungan dengan hal diatas, maka dilakukan penelitian ini dengan
tujuan untuk mengetahui kemampuan Trichoderma harzianum Rifai dalam
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui potensi Trichoderma harzianum Rifai dalam
mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
pada tanaman tomat.
Hipotesa Penelitian
- Trichoderma harzianum Rifai dapat mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada tanaman tomat.
- Penggunaan kompos dapat meningkatkan kesuburan tanah sekaligus
mengendalikan penyakit busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry
pada tanaman tomat.
- Interaksi antara Trichoderma harzianum Rifai dan kompos dapat
mengendalikan busuk daun Phytophthora infestans (Mont.) de Barry pada
tanaman tomat.
Kegunaan Penelitian
- Sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
- Sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Fakultas
TINJAUAN PUSTAKA
Biologi Tanaman
Menurut Anonimous (2004), tanaman tomat dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Spesies : Lycopersicom esculentum Mill.
Sebagaimana tanaman dikotil lainnya, tanaman tomat berakar tunggang
dengan akar samping yang menjalar ditanah. Batang tomat walaupun tidak sekeras
tanaman tahunan, tetapi cukup kuat. Warna batang hijau dan berbentuk persegi
empat sampai bulat. Pada permukaan batangnya ditumbuhi banyak rambut halus
terutama dibagian yang berwarna hijau. Diantara rambut - rambut tersebut
biasanya terdapat rambut kelenjar. Pada bagian buku - bukunya terjadi penebalan
dan kadang - kadang pada buku bagian bawah terdapat akar - akar pendek. Jika
dibiarkan (tidak dipangkas), tanaman tomat akan mempunyai banyak cabang yang
menyebar rata (Anonimous, 2004).
Daunnya mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas yaitu
berbentuk oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya
merupakan daun majemuk ganjil dengan jumlah daun antara 5-7. Daunnya
panjang sekitar 3-6 cm. Umumnya diantara pasangan daun yang besar terdapat
1-2 daun kecil . Daun majemuk tersusun spiral mengelilingi batangnya
(Tim penulis PS, 2009).
Bunga tanaman tomat kuning dan tersusun dalam dompolan dengan
jumlah 5-10 bunga perdompolan atau tergantung varietasnya. Kuntum bunganya
terdiri dari lima helai mahkota. Pada serbuk sari bunga terdapat kantong yang
letaknya menjadi satu dan membentuk bumbung yang mengelilingi tangkai
kepala putik. Bunga tomat dapat melakukan penyerbukan sendiri karena tipe
bunganya berumah satu. Meskipun demikian tidak menutup kemungkinan terjadi
penyerbukan silang (Wiryanta, 2002).
Buahnya buah buni, berdaging, berbiji banyak terbenam dalam lendir,
pipih bentuknya agak berbulu, dan coklat warnanya. Bentuk buahnya ada yang
bulat, lonjong, bulat pipih, ada pula yang beralur sedang hingga dalam. Besarnya
ada yang sebesar kelereng, namun ada yang berdiameter tidak kurang dari 5 cm.
Apabila masih muda buahnya cukup keras, dan lunak benar bilamana sudah
masak (Rismunandar, 1995).
Syarat Tumbuh Tanah
Tanah yang dikehendaki adalah tanah bertekstur liat yang banyak
mengandung pasir. Dan akan lebih disukai bila tanah itu banyak mengandung
humus, gembur, sarang, dan berdrainase baik. Sedangkan keasaman tanah yang
ideal untuk pertumbuhannya adalah pada pH netral, yaitu sekitar 6 - 7
(Hanum, 2008).
Iklim
Tomat secara umum dapat ditanam di dataran rendah, medium, dan tinggi
tergantung varietasnya. Namun, kebanyakan varietas tomat hasilnya lebih
memuaskan apabila ditanam di dataran tinggi yang sejuk dan kering sebab tomat
tidak tahan panas terik dan hujan. Suhu optimal untuk pertumbuhannya adalah
23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari (Hanum, 2008).
Biologi Penyebab Penyakit
Menurut Agrios (1996), patogen penyebab penyakit busuk daun dapat
diklasifikasikan sebagai berikut:
Konidiofor tumbuh dari substrat daun melalui stomata dan dari substrat
umbi melalui lentisel, hialin, bercabang, dan tidak beraturan, berdinding tipis,
oval, konidium hialin (21 - 38µ atau 12 - 23µ) dengan papilla apikal tumbuh di
ujung cabang, dan saat mendekati matang, ujung cabang sedikit membengkak,
berproliferasi, dan mengubah konidium terpasang ke sisi sebagai perpanjangan
dari hasil konidiofor. Miselium dalam jaringan coenocytic, intraseluler dan
interselular (Walker,1957).
Zoospora yang dihasilkan sporangia berjumlah 5-30 zoospora yang berukuran
7 x 11 m dan mempunyai dua flagel. Klamidospora sphaerical menuju oval dengan
diameter 25 m (Singh, 1998).
Konidium berbentuk buah peer, 22-32 x 16-24 µm, berinti banyak 7-32.
Konidium berkecambah secara tidak langsung dengan membentuk hifa (benang)
baru, atau secara tidak langsung dengan membentuk spora kembara, konidium
dapat juga disebut sporangium atau zoosporangium (Nurafni, 2010).
Gambar.2 Sumber: www.ctahr.hawaii.edu
Sporangium
Miselium
Gejala Serangan
Pada buah penyakit juga dapat timbul pada semua tingkat
perkembangannya. Becak yang berwarna hijau kelabu kebasah - basahan meluas
menjadi becak yang bentuk dan besarnya tidak tertentu. Pada buah hijau bercak
berwarna cojklat tua, agak keras dan berkerut. Bercak mempunyai batas yang
cukup tegas, dan batas ini tetap berwarna hijau pada waktu bagian buah yang
tidak sakit matang kewarna yang biasa. Kadang - kadang becak mempunyai cincin
cincin (Semangun, 1991).
Mulai timbul becak tidak terbatas, tetesan air mempercepat becak meluas
menjadi hijau pucat hingga coklat kehitaman dan bisa menutupi seluruh
pernukaan daun. Selama cuaca basah, becak pada permukaan daun abaxial
mungkin ditutupi dengan pertumbuhan jamur abu - abu hingga putih (jangan
dikelirukan dengan penyakit embun tepung). Pada sisi bawah becak lebih besar,
pertumbuhan cincin jamur patogen sering terlihat selama cuaca lembab. Selama
penyakit berlangsung, dedaunan berubah kuning dan kemudian coklat, ikal,
shrivels, dan mati. Gejala hawar daun berbeda dan tidak harus bingung dengan
gejala penyakit embun tepung, spora yang muncul biasanya pada permukaan daun
atas tomat. Pada batang, bercak dimulai tanpa batas, tetesan air mempercepat
perkembangan menjadi coklat hingga hitam yang mencakup besar wilayah di
petioles dan batang. Selama cuaca basah, becak dapat ditutupi dengan
pertumbuhan jamur patogen berwarna abu abu hingga putih. Jika batang dan
(a) (b)
(c)
Gambar 3. Gejala Serangan busuk daun(a). Pada daun, (b). Pada batang, (c). Pada Buah.
Sumber : foto langsung
Daur Hidup Penyakit
Sporangium jamur terutama disebarkan oleh angin. Jika jatuh pada setetes
air pada permukaan bagian tanaman yang rentan, sporangium akan mengeluarkan
spora kembara (zoospora) yang dapat berenang, yang seterusnya membentuk
pembuluh kecambah yang mengadakan infeksi. Dalam, keadaan yang kurang
menguntungkan bagi pertumbuhannya, sporangium tumbuh langsung dengan
membentuk pembuluh kecambah, tanpa melalui pembentukan spora kembara.
Sampai sekarang belum diketahui dengan cara bagaimana Ph. infestan pada tomat
karena tanaman tomat selalu terdapat di daerah sayuran di pegunungan, jamur
akan selalu dapat menemukan tumbuhan inang untuk bertahan. Selain itu, jamur
juga dapat bertahan pada tanaman kentang dan terung yang biasanya terdapat
didaerah penanaman sayuran pegunungan. Meskipun demikian diduga di suatu
daerah ras Ph. infestan pada kentang dan tomat tidak selalu sama, sehingga ada
kalanya satu pertanaman kentang binasa oleh Phytophthora, sedang pertanaman
tomat didekatnya bebas dari penyakit (Semangun,1991).
Patogen dapat tersebar sampai kebatang dengan sangat cepat dalam
jaringan korteks yang menyebabkan kerusakan sel didalamnya. Selanjutnya
miselium tumbuh di antara isi sel batang, tetapi jarang terdapat dalam jaringan
vaskuler. Miselium tumbuh menembus batang sampai kepermukaan tanah. Ketika
miselium mencapai udara di sekitar bagian tanaman miselium memproduksi
sporangiospor yang dapat menembus stomata dan menetap serta menyebar
melalui daun. Sporangiospor akan terlepas dan menyebabkan infeksi baru, sel - sel
dimana miselium berada dapat mati dan menjadi busuk, miselium menyebar luas
sampai ke bagian yang sehat. Beberapa hari setelah infeksi baru, sporangiospor
timbul dari stomata dan memproduksi banyak sporangia yang dapat menginfeksi
tanaman baru (Agrios, 1996).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Pembentukan dan perkecambahan konidium Ph. Infestans sangat di
pengaruhi oleh kelembapan dan suhu terutama kelembapan. Pada udara yang
kering konidium sudah mati dalam waktu 1-2 jam, sedang pada kelembapan
membentuk spora kembara dalam waktu ½-2 jam. Perkembangann bercak pada
daun paling cepat terjadi pada suhu 16-24°C. Di dataran tinggi di Jawa busuk
daun terutama berkembang hebat pada musim hujan yang dingin, antara bulan
Desember dan Februari. Keadaan lingkungan di Indonesia sangat membantu
perkembangan penyakit busuk daun kentang. Desiree, suatu varietas kentang yang
di Eropa mempunyai ketahanan yang cukup terhadap beberapa ras Ph. Infestans
(race non-specific), ternyata di Indonesia menjadi rentan. Menurut Suhardi (1983)
terdapat korelasi yang positif anatara intesitas penyakit dan curah hujan. Di
Segunung, Cipanas, kentang yang ditanam bulan Oktober - Februari mendapat
serangan berat dari Ph. Infestans, sehingga sering fungisida tidak tampak
pengaruhnya. Pada bulan - bulan kering, Mei - Agustus, hanya sedikit spora yang
tertangkap oleh alat penangkap spora (Nurafni, 2010).
Tingkat kenaikan pupuk nitrogen berpengaruh dua kali lipat pada hawar
daun. Pada tanah subur disertai dedaunan yang lebat pada tanaman menyediakan
kondisi iklim mikro yang ideal untuk infeksi dan sporulasi jamur yang bahkan
mungkin luput dampak perubahan tiba - tiba dalam cuaca luar terhadap kondisi
kering. Selain itu, pertumbuhan linear becak pada daun juga meningkat. Tanaman
muda yang paling rentan. Pada tanaman yang lebih tua daun atas menunjukkan
lebih gejala cepat dari daun yang lebih rendah. Tanaman terinfeksi yang virus
lebih rentan dibandingkan tanaman bebas virus. (Singh, 1998).
Konidia, sekali terbentuk dapat segera terlepas dan menyebar diudara.
Kondisi yang mendukung produksi spora, penyebaran, dan infeksi merupakan
penentu besarnya epidemi. Mereka telah mendapat perhatian oleh banyak peneliti,
pada kelembaban relatif minimal 91% dengan optimal 100%, dan berbagai suhu
3-26°C, dengan optimum 18-22°. Konidia terbentuk pada 15°C mencapai puncak
pembentukan zoospora pada suhu yang menguntungkan dalam 1-2 jam, terbentuk
di 25° memerlukan 5-7 jam, untuk mencapai puncak ini. Suhu optimum untuk
pembentukan zoospora adalah 12° untuk pembentukan germ tube dari sporangia
25°. Zoospora berkecambah paling cepat pada 12-15°. Setelah perkecambahan,
germ tube dari zoospora tumbuh terbaik pada 21-24°. Dingin, malam lembab
demikian diperlukan untuk memberikan yang paling cepat membangun inokulum
dan yang paling menguntungkan bagi pembentukan zoospora dan perkecambahan.
Sedikit suhu yang lebih tinggi baik untuk pertumbuhan setelah infeksi. Cuaca
dingin berkepanjangan mungkin kurang baik. Penyakit ini begitu penting di
Norwegia utara pada account ini (Walker, 1957).
Pengendalian
1. Tanaman yang telah terserang segera dicabut dan dibakar;
2. Tanaman yang sakit tidak boleh dipendam di areal pertanaman tomat;
3. Menanam varietas tomat yang resisten;
4. Melakukan rotasi tanaman;
5. Tanah yang telah dicangkul dibiarkan beberapa waktu agar terkena sinar
matahari;
6. Disemprot dengan fungisida, misalnya Dithane M-45, Difolatan, zineb,
Trichoderma harzianum Rifai
Biologi Trichoderma harzianum Rifai
Menurut Anonimous (2010), jamur Trichoderma dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Spesies : Trichoderma harzianum Rifai
Koloni pada medium OA (Oats Agar) (20˚C) mencapai diameter lebih dari
5 cm dalam waktu 9 hari, semula berwarna hialin, kemudian menjadi putih
kehijauan dan selanjutnya hijau redup terutama pada bagian yang menunjukkan
banyak terdapat konidia. Sebaliknya koloni tidak berwarna. Konidiofor dapat
bercabang menyerupai piramida, yaitu pada bagian bawah cabang lateral yang
berulang ulang, sedangkan kearah ujung percabangan menjadi bertambah pendek.
Fialid tampak langsing dan panjang terutama pada aspeks dari cabang, dan
berukuran 18 x 2,5 μm. Konidia berbentuk semibulat hingga oval pendek,
berukuran (2,8 - 3,2) x (2,5 - 2,8) m, dan berdinding halus. Klamidospora
umumnya ditemukan dalam miselia dari koloni yang sudah tua, terletak interkalar
dan kadang - kadang terminal, umumnya berbentuk bulat, berwarna hialin, dan
Gbr.4. Trichoderma harzianum Sumber: Foto Langsung
Ekologi Trichoderma harzianum Rifai
Trichoderma merupakan jamur yang tersebar luas pada suhu wilayah
tropis dan umum ditemukan pada tanah dan kayu. Trichoderma juga sering
ditemukan di air yang tercemar, kertas, di kayu bangunan, dan mineral fiber
panels. Jamur tanah ini terlibat sebagai dekomposer pada bahan-bahan tanaman
dan degradasi selulosa. Trichoderma dikabarkan mempunyai gen type I dan III.
Species Trichoderma viride sering diisolasi dari udara terbuka dan debu rumah.
Beberapa species bersifat parasit dari jamur lain. Spesies Trichoderma dapat
tumbuh dengan hypa pada jamur lain, mengikat reaksi lectin - mediated dan
degradasi dinding sel dari jamur target. Mekanisme ini (Mikoparasit) membatasi
pertumbuhan dan aktifitas dari jamur parasit patogen tanaman. Sifat antagonis ini
telah digunakan sebagai agensia pengendalian hayati beberapa jamur penyebab
penyakit tanaman (Kunkel, 2007).
Konidium T. harzianum berkecambah pada kelembapan tanah antara
-100 hingga -70 bar dan optimum pada kelembapan 30% di tanah. Perkecambahan
jamur memerlukan sumber nutrisi luar dan CO2 pada kondisi miskin nutrisi.
Konidiofor
Fialid
Bahkan pada kondisi asam, presentase perkecambahannya lebih besar bila
dibandingkan dengan kondisi netral. Suhu optimum untuk pertumbuhannya pada
kisaran 15 - 350C, dengan rerata suhu yang terbaik pada 30 - 360C. Jamur
mempunyai daya hambat tertinggi pada pH 5 - 6,4, sedangkan pH optimumnya
antara 3,7 - 4,7 pada tekanan CO2 normal. Jamur antagonis ini mampu
menguraikan pati dan selulosa serta herbisida dialat di dalam tanah meskipun
lambat (Soesanto, 2008).
Pada umumnya sifat baik dan efisien yang dimiliki Trichoderma lignorum
untuk pengendalian secara hayati cukup banyak diantaranya : dapat ditemukan
pada berbagai tempat, cepat, dan dapat tumbuh di berbagai substrat, kisaran
parasitismenya terhadap patogen tumbuhan sangat luas, jarang yang bersifat
patogen pada tumbuhan tingkat tinggi, dapat bekerja sebagai
mikoparasit/hiperparasit, berkemampuan tinggi dalam berkompetisi makanan,
ruang (tempat), menghasilkan antibiotik, sistem kerja enzim yang memungkinkan
merusak pada berbagai kapang patogen termasuk didalamnya kapang P. infestan
(Djafaruddin, 2000).
Fisiologi Trichoderma harzianum Rifai
Trichoderma spp mempunyai kemampuan menghasilkan enzim selulase
sehingga dapat merusak dinding sel kapang patogen pada kelompok jamur famili
Pythiaceae seperti Phytophthora infestans. Selain itu kapang tanah Trichoderma
spp mempunyai kemampuan melakukan pelilitan dan penetrasi hifa pathogen serta
menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin bagi patogen lawannya. Mekanisme
antibiosis dilakukan dengan menghasilkan antibiotik yang bersifat toksin untuk
tanah sebagai substrat tumbuhnya. T. viride lebih suka pada kondisi tanah yang
asam, apabila T. viride ini terdapat pada tanah yang asam kemungkinannya untuk
memproduksi antibiotik lebih tinggi (Purwantisari, Rejeki dan Budi, 2008).
Trichoderma spp. merupakan jamur antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat
spesifik target, mengoloni rhizosfer dengan cepat dan melindungi akar dari
serangan jamur patogen, mempercepat pertumbuhan tanaman dan meningkatkan
hasil produksi tanaman, menjadi keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati.
Aplikasi dapat dilakukan melalui tanah secara langsung, melalui perlakuan benih
maupun melalui kompos. Selain itu Trichoderma spp. sebagai jasad antagonis
mudah dibiakkan secara massal, mudah disimpan dalam waktu lama dan dapat
diaplikasikan sebagai seed furrow dalam bentuk tepung atau granular /butiran
Beberapa keuntungan dan keunggulan Trichoderma spp. yang lain adalah mudah
dimonitor dan dapat berkembang biak, sehingga keberadaannya di lingkungan
dapat bertahan lama serta aman bagi lingkungan, hewan dan manusia lantaran
tidak menimbulkan residu kimia berbahaya yang persisten di dalam tanah
(Purwantisari dan Rini, 2009).
Mekanisme pengendalian populasi jamur patogen dilakukan melalui
interaksi hifa langsung. Setelah konidia Trichoderma harzianum diintroduksikan
ke tanah, akan tumbuh kecambah konidianya di sekitar perakaran tanaman.
Dengan laju pertumbuhan cepat akibat rangsangan jamur patogen, dalam waktu
yang singkat (sekitar tujuh hari) daerah perakaran tanaman sudah didominasi oleh
biofungsida tersebut yang bersifat mikroparasitik dan akan menekan populasi
hifanya terhadap jamur patogen yang akan membentuk struktur seperti kait yang
disebut haustorium dan menusuk jamur patogen. Bersamaan dengan penusukan
hifa, jamur itu mengeluarkan enzim yang akan menghancurkan dinding sel jamur
patogen, seperti enzim kitinase dan b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur
patogen akan rusak protoplasmanya keluar dan jamur akan mati. Secara
bersamaan juga terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya senyawa antifungi
golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Trichoderma harzianum yang dapat
menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen (Suara Merdeka, 2002).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jamur antagonis Trichoderma
lignorum mampu menekan pertumbuhan jamur pathogen Phytophthora infestan secara in vitro. Hal ini dapat dilihat diameter pertumbuhan jamur Phytophthora
infestan pada umur 3 hari, dimana pada kontrol diameter pertumbuhannya lebih besar yaitu sebesar 4,16 cm sedangkan pada perlakuan hanya sebesar 0,66 cm.
Penelitian di rumah kaca menunjukkan bahwa inokulasi jamur Trichoderma
lignorum pada media tanah tanaman kentang dapat menekan serangan Phytophthora infestan ditunjukkan dengan menurunnya indeks kelayuan daun
selama 3 bulan umur tanaman. Penggunaan jamur Trichoderma lignorum sebagai
pengendali hayati untuk menanggulangi penyakit oleh jamur pathogen
Phythophthora infestans cukup menjanjikan karena mempunyai aktivitas selulolitik sedangkan selulosa merupakan komponen utama dinding sel jamur
yang spesifik jamur Oomycota yang dalam hai ini Phythophthora infestans
termasuk di dalamnya. Selain mempunyai aktivitas selulolitik jamur antagonis
memacu pertumbuhan tanaman sebagai tanaman bukan sasaran
(Purwantisari dkk, 2004).
Formulasi padat Trichoderma spp. dapat diaplikasikan secara langsung
sebelum maupun setelah penanaman. Aplikasi dilakukan dengan memasukkan
sekitar 10 g biakan pada lubang di sekitar perakaran tanaman atau dapat pula
melarutkan biakan dalam air dan selanjutnya disemprotkan pada tanaman.
Cendawan ini akan mengadakan kolonisasi pada perakaran tanaman, sehingga
memungkinkan tidak terjadinya infeksi oleh patogen. Hal ini tentunya didukung
oleh kemampuan cendawan Trichoderma ini dalam berkompetisi dengan
cendawan lainnya. Selain itu, dapat membantu mempercepat penyerapan unsur
hara oleh tumbuhan. Aplikasi produk biofungisida berbahan aktif cendawan
Trichoderma spp. ini juga dapat dilakukan melalui perlakuan benih (seed
treatment) sehingga tanaman yang tumbuh akan tahan terhadap serangan penyakit
(Syahri dan Tumarlan, 2011).
Pada setiap tanaman yang diberi perlakuan, tanah disekitar pokok batang
dibuka dengan menggali tanah, selanjutnya bubuk fungisida ditaburkan disekitar
pokok batang dan pada akar yang terlihat jamur pathogen. Kemudian lubang
bukaan ditutup kembali dengan tanah, dan ditutup dengan mulsa selam 6-7 hari.
Tujuannya untuk memberikan kelembaban pada tanah yang sesuai untuk
pertumbuhan jamur Trichoderma didalam tanah. Untuk perlindungan tanaman
cukup diberikan 50 gr sedangkan yang sudah terserang penyakit jika belum parah,
Kompos
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan
bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk
mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat
bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini
membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba
tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya
daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, misal: hasil panen lebih
tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak (Anonimous, 2011b).
Pemberian kompos pada tanaman sayuran sangat penting untuk
menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Sayuran memerlukan banyak sekali
hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak
seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari
kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N
dan dapat menjadi polusi lingkungan. Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk
N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk
mendapatkan hasil yang tinggi (Adil dkk, 2006).
Pupuk organik berupa pupuk kandang atau pupuk kompos jika
dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik) mempunyai kelebihan antara lain:
1. Memperbaiki tekstur tanah.
2. Meningkatkan pH tanah.
3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.
5. Relatif tidak menimbulkan polusi
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk
anorganik.
2. Respon tanaman lebih lambat.
3. Sumber hama dan penyakit bagi tanaman (Anonimous,2011c).
Pemakaian kotoran baik yang segar maupun yang sudah difermentasikan
telah banyak dilaporkan berhasil untuk menunjang pertumbuhan dan
mengendalikan penyakit tanaman. Sebagai contoh, kotoran ayam dapat
meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat mengendalikan penyakit
busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari hasil penelitian penulis,
kotoran ayam dan sapi yang dikomposkan selama 5 minggu telah berhasil
menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol penyakit busuk akar
oleh Phytopthora cinnamomi. Keberhasilan ini berkorelasi positif dengan aktivitas
mikroba dan populasi mikroba antagonist (aktinomiset dan bakteri penghasil
endospora) dalam tanah. Keragaman jenis mikroba juga tampak paling tinggi pada
tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam. Kotoran sapi segar juga
ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematode (Aryantha, 2002).
Tabel 1. Kandungan unsur hara kompos dari berbagai bahan organik.
KTK Me/100g 129,02 122,59
P % 3,48 1,09
P tersedia % 0,48 0,48
K total % 1,55 1,10
K tersedia % 0,79 5,62
Na total % 0,46 0,29
Na tersedia % 0,52 1,41
Ca total % 21,59 3,55
Ca tersedia % 1,44 3,73
Mg total % 1,14 0,79
Mg % 1,24 1,70
Fe total ppm 2609,5 1131,7
Fe tersedia ppm 2,7 9,4
Cu total ppm 24,9 24,0
Cu tersedia ppm 2,8 3,7
Zn total ppm 177,2 182,3
Zn tersedia ppm 3,3 60,1
Mn total ppm 377,7 445,1
Mn tersedia ppm 24,4 274,8
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Percobaan
Penelitian ini dilaksanakan di Kebun Percobaan Tanaman Buah
Berastagi,Tongkoh dengan ketinggian tempat 1.340 m dpl. Pelaksanaan dimulai
bulan Desember 2010 sampai dengan Mei 2011.
Bahan dan Alat
Adapun bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih tomat,
kompos ayam, kompos sapi, Urea, Phonska, NPK, Hydro Compleks, Paten X, top
soil, air, polibag, aquadest, Trichoderma harzianum, PDA, clorox, jagung giling.
Adapun alat yang dipergunakan adalah cangkul, pisau, timbangan,
erlenmeyer, petridish,beaker glass, gelas ukur, mikroskop, pipet tetes, jarum ose,
inkubator, meteran, objek glass, pinset, bunsen, aluminium foil, cling wrap,
selotip, autoclave, kukusan tanah, ayakan tanah, knapsack, dan bambu.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok yang terdiri dari
2 faktor, yaitu:
Faktor 1 adalah banyaknya Trichoderma harzianum
T0 = Kontrol
T1 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 25 gr/polibag
T2 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 50 gr/polibag
T4 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 100 gr/polibag
Faktor 2 adalah kompos, yaitu:
KA = Kompos ayam
KS = Kompos sapi
Kombinasi Perlakuan = 10
T0KA T1KA T2KA T3KA T4KA
T0KS T1KS T2KS T3KS T4KS
Ulangan sebanyak 3 kali, diperoleh dari:
(t-1) (r-1) > 15
Model linier dari rancangan yang digunakan adalah :
Yijk = µ + αi +βj + (αβ)ij + Σijk
Dimana :
Yij = nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Nilai tengah umum
αi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
αβ = pengaruh taraf ke-i dari faktor I dan taraf ke-j dari faktor II
Σij = galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Jumlah perlakuan = 10 perlakuan
Jumlah ulangan = 3 ulangan
Jumlah polibag per plot = 4 polibag
Jumlah plot = 30 plot
Jumlah tanaman seluruhnya = 120 tanaman
Pelaksanaan Penelitian
Penyediaan Jamur Trichoderma harzianum Rifai
Isolat Trichoderma harzianum diperoleh dari Balai Pengembangan
Proteksi Tanaman Perkebunan. Isolat T. harzianum kemudian ditanam di dalam
media PDA dan diinkubasi selama 3 hari untuk memperoleh biakan murni.
Perbanyakan Trichoderma harzianum
Ditimbang jagung dan bersihkan, kemudian cuci bersih selanjutnya
dikukus dengan menggunakan dandang (1/2 matang) atau selama 30 menit mulai
dari keluar uap. Hamparkan jagung yang telah dikukus di atas nampan/baki
sampai dingin, kemudian masukkan masing-masing ke dalam kantong plastik
sesuai perlakuan dan sterilkan selama 2 kali 60 menit. Diinokulasi biakan murni
Trichoderma pada media jagung sebanyak 3 coxborer. Diaduk hingga rata
kemudian disusun di dalam inkubator. Diinkubasikan pada suhu kamar. Setelah
Gbr.5. Trichoderma harzianum dalam media jagung Sumber : Foto langsung
Penyemaian Benih
Benih yang sudah dipersiapkan dapat langsung disemai pada tempat
penyemaian yang telah disediakan. Biji yang telah tersebar itu kemudian ditutup
dengan kompos, lalu disiram. Untuk menghindarkan kerusakan akibat kekeringan
atau hujan, petakan ditutup dengan jerami kering atau atap.
Persiapan Media Tanam
Tanah top soil dan kompos yang akan digunakan 3 : 1 diayak terlebih
dahulu. Media campuran tersebut disterilkan dengan menggunakan uap panas
untuk membunuh mikroorganisme pada media tanam. Sterilisasi dilakukan
dengan menggunakan drum pengkukus selama ± 1 jam. Media yang telah
dipanaskan dikeluarkan dari kukusan, lalu dikering-anginkan di atas plastik di
ruangan tertutup sampai dingin. Kemudian media tanam tersebut diberi pupuk,
kemudian diaduk rata. Hal ini bertujuan agar unsur hara yang diberikan merata
Pengaplikasian Trichoderma harzianum Rifai
Aplikasi jamur Trichoderma dilakukan 1 minggu sebelum penanaman
bibit tomat ke polibag.
Penanaman
Bibit tomat yang telah berumur 4 minggu ditanam ke dalam polibag
dengan menggunakan tugal kecil. Bibit ditanam 1 bibit/polibag.
Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman tomat meliputi :
1. Penyiraman.
2. Pengajiran setelah tanaman berumur 4 minggu setelah tanam.
3. Pemupukan yaitu pemupukan I (urea 10gr/tanaman, phonska 5gr/tanaman, dan
NPK 5 gr/tanaman) dan pemupukan II (hydro complex 5 gr/tanaman dan paten
x 5 gr/tanaman).
4. Penyiangan gulma.
5. Pemangkasan.
Peubah Amatan
Intensitas Seranga
Pengamatan terhadap intensitas serangan dilakukan pada saat tanaman
berumur 56 hari sampai 91 hari setelah tanam. Pengamatan dilakukan sekali lima
hari, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang terserang pada setiap
∑ (ni x Vi)
IS = x 100%
(N x Z)
Dimana :
I = Intensitas Serangan (%)
ni = Tanaman Ke-i yang menunjukkan gejala pada perlakuan tertentu vi = Nilai skala pada tiap tanaman ke-i
Nilai
Tidak ada busuk daun
Busuk daun terlihat. Maksimum 10 bercak/tanaman
Tanaman tampak sehat, tetapi bila dilihat lebih dekat terlihat bercak. Daun
yang terserang/rusak maksimum tidak lebih dari 20 daun.
Mudah dilihat pada banyak tanaman. Sekitar 25% ditutupi bercak/rusak
Plot tampak hijau, namun seluruh tanaman terserang. Daun terendah mati. Sekitar setengahnya dari daun
diareal mati.
Plot tampak hijau dengan bintik coklat. Sekitar 75% tanaman terserang. Daun
paling bawah setengahnya dari tanaman rusak.
Tak satu pun plot yang menonjol, baik hijau ataupun coklat. Hanya daun
diatas yang hijau. Banyak batang berbecak besar.
Plot nampak berwarna coklat. Masih ada sedikit daun dibagian atas hijau.
Banyak batang luka dan mati.
Seluruh daun dan batang mati.
(Henfling,1987)
Produksi Tomat
Produksi dicatat pada saat panen dengan kriteria panen pada umur
tanaman 97 hari setelah tanam. Pemanenan dilakukan sebanyak 4 kali pemetikan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Intensitas Serangan (%) Phytopthora infestan
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum
berpengaruh sangat nyata mengendalikan Phytopthora infestans. Pengaruh
pemberian T. Harzianum terhadap intensitas serangan Phytopthora Infestans
dapat dilihat dari tabel 1.
Tabel 2. Uji Rataan Intensitas Serangan
PemberianTrichoderma harzianum untuk Setiap Waktu Pengamatan (hst).
Perlakuan Hari Setelah Tanam (hst)
56 hsT 61 hst 66 hst 71 hst 76 hst 81 hst 86 hst 91 hst Keterangan : Angka yang diikuti dengan huruf kecil pada kolom yang sama berbeda nyata pada taraf 5% dan huruf besar pada kolom yang sama berbeda sangat nyata pada taraf 1% menurut Uji Jarak Duncan.
Dari tabel 1 dapat dilihat bahwa pemberian T. harzianum pada pengamatan
56 hst tidak berpengaruh nyata, pengamatan 61 - 71 hst berpengaruh nyatadan
pengamatan 76 – 91hst berpengaruh sangat nyata terhadap intensitas serangan (%)
penyakit Phytopthora Infestans. Hasil pngamatan intensitas serangan Phytopthora
Infestans pada setiap waktu pengamatan dapat dilihat pada lampiran 2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa intensitas serangan tertinggi terdapat
pada perlakuan kontrol (T0) yaitu 10,34 % diikuti dengan perlakuan dosis 25
dosis 100 gr (T4) yaitu 8,14. Sedangkan intensitas serangan terendah terdapat
pada perlakuan dosis 75 gr (T3) yaitu 7,95 %.
Dari hasil sidik ragam, jamur Phytopthora Infestans terhadap perlakuan
Trichoderma harzianum menunjukkan perbedaan yang sangat nyata dalam mengendalikan serangan jamur Phytopthora Infestans. Hal ini karena
Trichoderma harzianum mampu menghambat petumbuhan jamur Pythopthora
infestans. Hal ini sesuai dengan pernyataan Suara Merdeka (2002) bahwa Interaksi diawali dengan pelilitan hifanya terhadap jamur patogen yang akan
membentuk struktur seperti kait yang disebut haustorium dan menusuk jamur
patogen. Bersamaan dengan penusukan hifa, jamur itu mengeluarkan enzim yang
akan menghancurkan dinding sel jamur patogen, seperti enzim kitinase dan
b-1-3-glukanase. Akibatnya, hifa jamur patogen akan rusak protoplasmanya keluar dan
jamur akan mati. Secara bersamaan juga terjadi mekanisme antibiosis, keluarnya
senyawa antifungi golongan peptaibol dan senyawa furanon oleh Trichoderma
harzianum yang dapat menghambat pertumbuhan spora dan hifa jamur patogen.
Gambar 6. Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap intensitas
Penambahan kompos mampu meningkatkan daya antagonis Trichoderma
harzianum terhadap Phytopthora infestans. Dari hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian kompos ayam maupun kompos sapi tidak menujukkan
perbedaan yang nyata. Tetapi, pada perlakuan (T0) kontrol yang diberi kompos
menunjukkan bahwa intensitas serangan Phytopthora infestans menurun hingga
10,31%. Hal ini dikarenakan kompos memiliki kemampuan mengendalikan
penyakit. Anonimous (2011b) Kompos memperbaiki struktur tanah dengan
meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan
kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba
tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan
kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara
dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman
menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga
cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk
kimia, misal: hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih
enak.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi faktor Trichoderma
harzianum dan kompos tidak menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap
intensitas serangan Phytopthora infestans. Pemakaian kotoran baik yang segar
maupun yang sudah difermentasikan telah banyak dilaporkan berhasil untuk
menunjang pertumbuhan dan mengendalikan penyakit tanaman. Sebagai contoh,
kotoran ayam dapat meningkatkan kesuburan tanah dan sekaligus dapat
mengendalikan penyakit busuk akar yang disebabkan oleh Phytophthora. Dari
minggu telah berhasil menyuburkan tanaman Lupinus albus sekaligus mengontrol
penyakit busuk akar oleh Phytopthora cinnamomi. Keberhasilan ini berkorelasi
positif dengan aktivitas mikroba dan populasi mikroba antagonist (aktinomiset
dan bakteri penghasil endospora) dalam tanah. Keragaman jenis mikroba juga
tampak paling tinggi pada tanah yang diberi perlakuan dengan kotoran ayam.
Kotoran sapi segar juga ditemukan dapat mengendalikan keganasan nematoda.
Produksi Tanaman
Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian
T. harzianum berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Untuk mengetahui perlakuan mana yang nyata maka dilakukan Uji Jarak Duncan, dapat dilihat pada
table lampiran.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian T. harzianum
dengan dosis yang berbeda member pengaruh nyata terhadap produksi tomat. hasil
penelitian menunjukkan produksi tertinggi 100,81 (gr/plot) pada perlakuan T4
(dosis 100 gr) tidak berbeda nyata dengan perlakuan T3 (dosis 75 gr) yaitu 100,72
(gr/plot), dan berbeda nyata dengan perlakuan kontrol TO yaitu 60,95 (gr/plot)
sebagai produksi terendah.
Tabel 3. Uji Rataan produksi tomat (gr/plot)
Perlakuan Rataan
P
Dari hasil analisis sidik ragam pemberian T. harzianum memberikan
pengaruh nyata terhadap produksi tomat. hali ini karena T. harzianum merupakan
jamur antagonis yang menhasilkan hormone tumbuh yang dapat memacu
pertumbuhan tanaman, sehingga produksi tanaman juga meningkat. Hal ini sesuai
pernyataan Purwantisari dan Rini (2009) Trichoderma spp. merupakan jamur
antagonis yang sangat penting untuk pengendalian hayati. Mekanisme
pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer
dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi
keunggulan lain sebagai agen pengendali hayati. Aplikasi dapat dilakukan melalui
tanah secara langsung, melalui perlakuan benih maupun melalui kompos.
Gambar 7 . Histogram pengaruh pemberian Trichoderma harzianum terhadap produksi Tomat.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian kompos tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata terhadap hasil produksi. Hal ini dikarenakan
menyatakan Pemberian kompos pada tanaman sayuran sangat penting untuk
menyediakan hara yang dibutuhkan tanaman. Sayuran memerlukan banyak sekali
hara tanaman. Pemberian yang terlalu banyak dapat mengakibatkan ketidak
seimbangan hara di dalam tanah dan tanaman. Selain itu tidak semua N dari
kompos dapat diserap oleh tanaman, sehingga mengakibatkan berlebihnya hara N
dan dapat menjadi polusi lingkungan. Pada tanaman cabe merah dan tomat, pupuk
N sangat diperlukan dalam jumlah yang besar (sekitar 150 kg/ha) untuk
mendapatkan hasil yang tinggi.
Interaksi faktor Trichoderma harzianum dan kompos tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata terhadaphasil produksi tomat. Hal ini dikarenakan respon
pemberian kompos pada tanaman berjalan lambat. Hal ini sesuai dengan
pernyataan Anonimous (2011c) yang menyatakan Pupuk organik berupa pupuk
kandang atau pupuk kompos jika dibandingkan dengan pupuk buatan (anorganik)
mempunyai kelebihan antara lain:
1. Memperbaiki tekstur tanah.
2. Meningkatkan pH tanah.
3. Menambah unsur-unsur makro maupun mikro.
4. Meningkatkan keberadaan jasad-jasad renik dalam tanah.
5. Relatif tidak menimbulkan polusi
Sedangkan kelemahannya antara lain:
1. Jumlah pupuk yang diberikan pada tanaman lebih tinggi daripada pupuk
anorganik.
2. Respon tanaman lebih lambat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Intensitas serangan tertinggi terdapat pada perlakuan T0 yaitu 10,34 % dan
yang terendah pada perlakuan T3 ( dosis 75 gr) yaitu 7,95 %
2. Pemberian Trichoderma harzianum efektif dalam mengendalikan serangan
jamur Phytopthora Infestan.
3. Produksi tertinggi terdapat pada perlakuan T4 ( dosis 100 gr) yaitu 100,81
gr/plot dan yang terendah pada perlakuan T0 yaitu 60,95 gr/plot.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai interaksi antara
Trichoderma harzianum Rifai dan kompos untuk mengendalikan penyakit busuk
DAFTAR PUSTAKA
Adil, W.H., Novianti S., dan Ika R., 2006. Pengaruh Tiga Jenis Pupuk
Nitrogen terhadap Tanaman Sayuran. Biodiversitas Vol 7(1)Hlm:
77-80 Diakses 20 Maret 2010.
, 2011a. Kompos
Aryantha, I.P. 2002, Development of Sustainable Agricultural System, One
Day Discussion on The Minimization of Fertilizer Usage,
Menristek-BPPT, 6th May 2002, Jakarta.
Djafarudin , 2000. Dasar – Dasar Pengendalian Penyakit Tanaman. Bumi Aksara. Jakarta.
Gandjar, I., Robert A.S., Karin V.D., Ariyanti O., dan Iman S., 1999. Pengenalan
Kapang Tropik Umum. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta.
Hanum, C. , 2008. Teknik Budidaya Tanaman. Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan. Jakarta.
Henfling, J.W., 1987. Late Blight of Potato: Phytophthora infestans.Technical Information Buletin 4. International Potato Center, Lima, Peru,25 pp.
Kunkel, D. , 2007. Soil Fungus Conidiophore and Conidia (Trichoderma spp.)
Nelson, S . C. , 2008 .
Late Blight of Tomato (Phytophthora infestans).
Nurafni, 2010. Busuk daun kentang ( late blight ).
Purwanti, H. 2002. Penyakit Hawar Daun (Phytophthora infestans (Mont.) de
Bary) pada Kentang dan Tomat: Identifikasi Permasalahan di Indonesia. Buletin AgroBio 5(2):67-72.
Purwantisari, S., Rejeki S.F., dan Sri Pujianto, 2004. Uji Potensi Kapang
Trichoderma lignorum Sebagai Agen Pengendali Hayati kapang Patogen Phytophthora infestans Penyebab penyakit Utama tanaman Kentang. Laporan Penelitian Universitas Diponegoro. Semarang.
Purwantisari, S., Rejeki S.F, dan Budi R., 2008. Pengendalian Hayati
Penyakit Lodoh (Busuk Umbi Kentang) Dengan Agens Hayati Jamur-jamur Antagonis Isolat Lokal. BIOMA Vol. 10(2), Hlm. 13-19
Purwantisari, S. dan Rini B.H, 2009. Uji Antagonisme Jamur Patogen
Phytophthora infestans Penyebab Penyaki Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. BIOMA Vol. 11(1),Hlm. 24-32
Rismunandar, 1995. Tanaman Tomat. Sinar Baru Algensindo. Bandung.
Semangun, H., 1991. Penyakit - Penyakit Penting Tanaman Hortikultura di
Indonesia. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Singh, R.S., 1998. Plant Disease. Oxford & IBH Publishing Co.Pvt. Ltd. New Delhi
Soesanto, L. , 2008. Pengantar Pengendalian hayati Penyakit Tanaman
Suplemen ke Gulma dan nematode. Rajawali-Press, Jakarta. Hlm.292 -
299.
Suara Merdeka, 2002. Trichoderma harzianum Biofungisida yang Ramah
Ligkungan. http://www.suaramerdeka.com. Diakses 20 Maret 2010.
Suryani, A., 2007. Perbaikan Tanah Media Tanaman Jeruk dengan berbagai
Bahan Organik dalam Bentuk Kompos. IPB. Bogor.
Tim Penulis PS, 2009. Budidaya Tomat Secara Komersial. Penebar Swadaya. Jakarta.
Walker, J.C., 1957. Plant Pathology. McGraw-Hill Book Company, INC. London.
Lampiran 1 : Bagan Percobaan
T1 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 25 gr/polibag
T2 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 50 gr/polibag
T3 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 75 gr/polibag
T4 = Trichoderma harzianum dalam media jagung sebanyak 100 gr/polibag
KA = Kompos ayam
KS = Kompos sapi
Jumlah tanaman per plot = 4 Jumlah tanaman seluruhnya = 120
Lampiran 2 : Foto Lahan Penelitian
Lampiran 4 : Foto Lahan Penelitian
Lampiran 6 : Foto Perlakuan T0KS
Lampiran 8 : Foto Perlakuan T1KS
Lampiran 10 : Foto Perlakuan T2KS
Lampiran 12 : Foto Perlakuan T3KS
Lampiran 15. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 56 HST
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
T0KA 18,75 16,66 12,5 47,91 15,97
T1KA 14,58 11,11 13,88 39,57 13,19
T2KA 18,05 15,27 15,97 49,29 16,43
T3KA 11,11 13,88 10,41 35,40 11,80
T4KA 13,88 15,97 18,75 48,60 16,20
T0KS 13,19 17,36 12,5 43,05 14,35
T1KS 13,88 15,97 15,97 45,82 15,27
T2KS 14,58 13,88 13,19 41,65 13,88
T3KS 13,88 15,27 11,11 40,26 13,42
T4KS 13,19 12,5 13,19 38,88 12,96
Total 145,09 147,87 137,47 430,43
Rataan 14,51 14,79 13,75 14,35 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 4,39 4,14 3,61 12,14 4,05
T1KA 3,88 3,41 3,79 11,08 3,69
T2KA 4,31 3,97 4,06 12,34 4,11
T3KA 3,41 3,79 3,30 10,50 3,50
T4KA 3,79 4,06 4,39 12,24 4,08
T0KS 3,70 3,97 3,61 11,28 3,76
T1KS 3,79 4,06 4,06 11,91 3,97
T2KS 3,88 3,79 3,70 11,38 3,79
T3KS 3,79 3,97 3,41 11,17 3,72
T4KS 3,70 3,61 3,70 11,01 3,67
Total 38,64 38,77 37,62 115,03
Rataan 3,86 3,88 3,76 3,83
Tabel Dwi Kasta
Kompos Trichoderma Total Rataan
T0 T1 T2 T3 T4
KA 12,14 11,08 12,34 10,50 12,24 58,30 11,66
KS 11,28 11,91 11,38 11,17 11,01 56,74 11,35
Total 23,41 22,99 23,71 21,67 23,24 115,03
Daftar Sidik Ragam
Sumber db JK KT F.Hit F.05 F.01
Ulangan 2 0,08 0,04
Perlakuan 9 1,13 0,13
Trichoderma 4 0,42 0,10 1,66 tn 2,93 4,58
Kompos 1 0,08 0,08 1,29 tn 4,41 8,29
T x K 4 0,64 0,16 2,54 tn 2,93 4,58
Error 18 1,13 0,06 Total 29 2,26 0,08
FK 441,08 Ket : tn = tidak nyata
KK 1,74 % * = nyata
Lampiran 16. Data Intensitas Serangan Ph.infestan pada umur 61 HST
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
T0KA 18,75 16,66 11,8 47,21 15,74
T1KA 12,5 11,11 13,19 36,80 12,27
T2KA 18,05 13,19 14,58 45,82 15,27
T3KA 9,72 11,8 9,02 30,54 10,18
T4KA 12,5 11,8 15,97 40,27 13,42
T0KS 12,5 15,27 11,11 38,88 12,96
T1KS 13,88 13,88 13,88 41,64 13,88
T2KS 13,88 12,5 11,8 38,18 12,73
T3KS 11,8 13,19 9,72 34,71 11,57
T4KS 12,5 11,8 11,8 36,10 12,03
Total 136,08 131,20 122,87 390,15
Rataan 13,61 13,12 12,29 13,01
Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 4,39 4,14 3,51 12,04 4,01
T1KA 3,61 3,41 3,70 10,71 3,57
T2KA 4,31 3,70 3,88 11,89 3,96
T3KA 3,20 3,51 3,09 9,79 3,26
T4KA 3,61 3,51 4,06 11,17 3,72
T0KS 3,61 3,97 3,41 10,98 3,66
T1KS 3,79 3,79 3,79 11,38 3,79
T2KS 3,79 3,61 3,51 10,90 3,63
T3KS 3,51 3,70 3,20 10,40 3,47
T4KS 3,61 3,51 3,51 10,62 3,54
Total 37,40 36,84 35,64 109,89
Rataan 3,74 3,68 3,56 3,66
Tabel Dwi Kasta
Kompos Trichoderma Total Rataan
T0 T1 T2 T3 T4
KA 12,04 10,71 11,89 9,79 11,17 55,60 11,12
KS 10,98 11,38 10,90 10,40 10,62 54,29 10,86
Total 23,02 22,09 22,80 20,19 21,79 109,89
Daftar Sidik Ragam
Uji Jarak Duncan Faktor T
Sy 0,14
P 2 3 4 5 6
SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32
LSR 0,05 0,42 0,44 0,45 0,46 0,47
Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0
Rataan 10,10 10,90 11,04 11,40 11,51
a ·b
Lampiran 17. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 66 HST
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
T0KA 18,75 14,58 10,41 43,74 14,58
T1KA 12,5 11,8 11,11 35,41 11,80
T2KA 14,58 12,5 13,19 40,27 13,42
T3KA 9,72 9,72 6,9 26,34 8,78
T4KA 11,8 11,11 13,88 36,79 12,26
T0KS 11,11 14,58 10,41 36,10 12,03
T1KS 13,88 13,88 13,19 40,95 13,65
T2KS 12,5 11,8 11,8 36,10 12,03
T3KS 9,72 12,5 9,72 31,94 10,65
T4KS 11,8 11,11 11,11 34,02 11,34
Total 126,36 123,58 111,72 361,66
Rataan 12,64 12,36 11,17 12,06 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 4,39 3,88 3,30 11,57 3,86
T1KA 3,61 3,51 3,41 10,52 3,51
T2KA 3,88 3,61 3,70 11,19 3,73
T3KA 3,20 3,20 2,72 9,11 3,04
T4KA 3,51 3,41 3,79 10,71 3,57
T0KS 3,41 3,97 3,30 10,68 3,56
T1KS 3,79 3,79 3,70 11,28 3,76
T2KS 3,61 3,51 3,51 10,62 3,54
T3KS 3,20 3,61 3,20 10,00 3,33
T4KS 3,51 3,41 3,41 10,32 3,44
Total 36,09 35,88 34,04 106,01
Rataan 3,61 3,59 3,40 3,53
Tabel Dwi Kasta
Kompos Trichoderma Total Rataan
T0 T1 T2 T3 T4
KA 11,57 10,52 11,19 9,11 10,71 53,10 10,62
KS 10,68 11,28 10,62 10,00 10,32 52,91 10,58
Total 22,26 21,80 21,81 19,11 21,03 106,01
Daftar Sidik Ragam
Uji Jarak Duncan Faktor T
Sy 0,11
P 2 3 4 5 6
SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32
LSR 0,05 0,32 0,34 0,35 0,35 0,36
Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0
Rataan 9,56 10,51 10,90 10,90 11,13
a ·b
Lampiran 18. Data Intensitas Serangan Ph. infestan pada umur 71 HST
Perlakuan Ulangan Total Rataan I II III
T0KA 18,05 13,19 11,11 42,35 14,12
T1KA 11,11 13,19 11,8 36,10 12,03
T2KA 14,58 11,11 13,19 38,88 12,96
T3KA 9,72 9,72 6,9 26,34 8,78
T4KA 10,41 11,8 11,8 34,01 11,34
T0KS 10,41 13,88 10,41 34,70 11,57
T1KS 13,19 12,5 13,19 38,88 12,96
T2KS 12,5 11,11 11,8 35,41 11,80
T3KS 9,02 11,8 7,63 28,45 9,48
T4KS 11,8 11,11 11,11 34,02 11,34
Total 120,79 119,41 108,94 349,14
Rataan 12,08 11,94 10,89 11,64 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 4,31 3,70 3,41 11,41 3,80
T1KA 3,41 3,70 3,51 10,61 3,54
T2KA 3,88 3,41 3,70 10,99 3,66
T3KA 3,20 3,20 2,72 9,11 3,04
T4KA 3,30 3,51 3,51 10,32 3,44
T0KS 3,30 3,97 3,30 10,58 3,53
T1KS 3,70 3,61 3,70 11,01 3,67
T2KS 3,61 3,41 3,51 10,52 3,51
T3KS 3,09 3,51 2,85 9,44 3,15
T4KS 3,51 3,41 3,41 10,32 3,44
Total 35,30 35,41 33,61 104,32
Rataan 3,53 3,54 3,36 3,48
Tabel Dwi Kasta
Kompos Trichoderma Total Rataan
T0 T1 T2 T3 T4
KA 11,41 10,61 10,99 9,11 10,32 52,45 10,49
KS 10,58 11,01 10,52 9,44 10,32 51,87 10,37
Total 21,99 21,62 21,51 18,56 20,64 104,32
Daftar Sidik Ragam
Uji Jarak Duncan Faktor T
Sy 0,09
P 2 3 4 5 6
SSR 0,05 2,97 3,12 3,21 3,27 3,32
LSR 0,05 0,26 0,27 0,28 0,29 0,29
Perlakuan T3 T4 T1 T2 T0
Rataan 9,28 10,32 10,76 10,81 11,00
a ·b
Lampiran 19. Data Intensitas Serangan Ph.i nfestan pada umur 76 HST
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 17,36 13,19 10,41 40,96 13,65
T1KA 10,41 11,11 10,41 31,93 10,64
T2KA 13,19 9,72 11,11 34,02 11,34
T3KA 6,9 9,02 6,9 22,82 7,61
T4KA 7,63 9,72 10,41 27,76 9,25
T0KS 11,11 13,88 9,72 34,71 11,57
T1KS 10,41 11,8 13,19 35,40 11,80
T2KS 11,11 10,41 10,41 31,93 10,64
T3KS 7,63 11,11 9,02 27,76 9,25
T4KS 11,11 11,11 10,41 32,63 10,88
Total 106,86 111,07 101,99 319,92
Rataan 10,69 11,11 10,20 10,66 Transformasi Data Arc Sin √x + 0,5
Perlakuan Ulangan Total Rataan
I II III
T0KA 4,23 3,70 3,30 11,23 3,74
T1KA 3,30 3,41 3,30 10,01 3,34
T2KA 3,70 3,20 3,41 10,30 3,43
T3KA 2,72 3,09 2,72 8,53 2,84
T4KA 2,85 3,20 3,30 9,35 3,12
T0KS 3,41 3,97 3,20 10,58 3,53
T1KS 3,30 3,51 3,70 10,51 3,50
T2KS 3,41 3,30 3,30 10,01 3,34
T3KS 2,85 3,41 3,09 9,34 3,11
T4KS 3,41 3,41 3,30 10,12 3,37
Total 33,18 34,18 32,63 99,98
Rataan 3,32 3,42 3,26 3,33
Tabel Dwi Kasta
Kompos Trichoderma Total Rataan
T0 T1 T2 T3 T4
KA 11,23 10,01 10,30 8,53 9,35 49,42 9,88
KS 10,58 10,51 10,01 9,34 10,12 50,56 10,11
Total 21,80 20,52 20,32 17,87 19,47 99,98