• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Konsentrasi H2so4 Dan Berat Dari Bentonit Alam Teraktivasi Dan Komersil Terhadap Adsorpsi Logam Kadmium (Cd) Dan Tembaga (Cu) Dalam Larutan Standar Dalam Metode Spektrofotometri Serapan Atom

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Konsentrasi H2so4 Dan Berat Dari Bentonit Alam Teraktivasi Dan Komersil Terhadap Adsorpsi Logam Kadmium (Cd) Dan Tembaga (Cu) Dalam Larutan Standar Dalam Metode Spektrofotometri Serapan Atom"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI

BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL

TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd)

DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

EKO RAMADANI

070802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI

BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL

TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd)

DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE

SPEKTROFOTOMETRI

SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains

EKO RAMADANI

070802017

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT

DARI BENTONIT ALAM TERAKTIVASI DAN KOMERSIL TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN STANDAR DALAM METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA)UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Disetujui di

Medan, Agustus 2011

Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Prof.Dr.Harry Agusnar.M.Sc.,M.Phill Prof.Dr.Zul Alfian.M.Sc NIP. 195308171983031002 NIP.195504051983031002

Diketahui/Disetujui oleh :

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(4)

PERNYATAAN

PENGARUH KONSENTRASI H2SO4 DAN BERAT DARI BENTONIT ALAM

TERAKTIVASI DAN KOMERSIL TERHADAP ADSORPSI LOGAM KADMIUM (Cd) DAN TEMBAGA (Cu) DALAM LARUTAN

STANDAR DENGAN METODE SPEKTROFOTOMETRI SERAPAN ATOM

SKRIPSI

Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Agustus 2011

(5)

PENGHARGAAN

Bissmillahirrahmanirrahim,

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT semesta alam yang dengan curahan

cinta-Nya saya dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu persyaratan untuk meraih

gelar Sarjana Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara. Serta shalawat dan salam saya sampaikan pada

Rasulullah, Muhammad SAW, sosok yang sangat saya idolakan semoga kelak

mendapat syafaat Beliau. Amin.

Selanjutnya saya menyampaikan penghargaan dan cinta kasih tulus kepada

Ayahanda tersayang Rasidin, yang dengan doa dan tetes peluhnya, mengorbankan

banyak hal untuk membesarkan dan mendidik saya dengan penuh cinta, Engkau selalu

dihati Ayah, juga kepada Ibunda tersayang Surip, yang dengan doa tiada henti dan

cintanya telah mengajarkan banyak hal untuk kehidupan saya sampai detik ini, serta

tak lupa saudara-saudara tercinta Jaya setiawan, Riki Wijaya, dan widia Puspita sari.

Semoga cinta itu selalu mengikat kita. Amin. Serta seluruh keluarga yang telah

memberikan banyak dukungannya.

Dengan segala kerendahan hati, saya mengucapkan terima kasih yang

sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Zul Alfian, M.Sc selaku pembimbing 1 dan Prof. Dr. Harry Agusnar,

M.Sc, M.Phill selaku dosen pembimbing 2 yang telah banyak memberikan

pengarahan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. DR. Rumondang Bulan Nst. Ms dan Drs. Albert Pasaribu, M.Sc selaku Ketua

dan Sekretaris Departemen Kimia FMIPA USU.

3. Drs. Ahmad Darwin Bangun, M.Sc, selaku dosen wali saya yang telah banyak

memberi masukan selama saya mencari ilmu di FMIPA USU.

4. Prof. Dr. Harlem Marpaung selaku dosen penguji dalam yang telah banyak

memberikan saran dan masukan hingga terselesaikannya skripsi ini.

5. Dr. Darwin Yunus Nasution, MS selaku kepala laboratorium kimia dasar

(6)

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya selama masa studi saya

di FMIPA USU.

7. Staf dan seluruh teman-teman asisten Laboratorium Kimia Dasar LIDA USU

Medan, abangda Rivan dan Hendi, Yuki, Deasy, Ani, Andreas, Arifin, Novi,

Nurul, Desi, Salmi, Ilman, Irwanto, Ayu, Dwi, Indah, Rina dan kak Ayu selaku

Analis Laboratorium yang telah memberikan segala fasilitas terbaik selama

saya melakukan penelitian, terutama untuk Bang Boby, terima kasih atas

masukan dan kerjasamanya.

8. Teman-teman seperjuangan saya: Yuki, Deasy, Ani, Fakhreni, Ulan, Kiki,

Husni, Tisna, Lifa dan seluruh personil Kimia stambuk 2007 yang tidaklah

dapat saya sebutkan satu per satu namanya, namun sungguh sangat berkesan di

hati saya. Terima kasih karena kalian telah menambah warna dalam hidup

saya. Persahabatan itu sungguh indah dan tak tergantikan.

9. Abangda Beni Hudaya dan Sony yang telah membantu dalam secara materi

dan moril, serta memberikan masukan kepadda saya. Terima kasih karena

telah membantu saya hingga terselesaikannya skripsi ini.

10.Teristimewa, Adinda Raissa Adelia Harahap yang dengan sabarnya

memberikan dorongan kepada saya. Terima kasih atas inspirasi, motivasi dan

kerjasamanya selama ini.

11.Serta segala pihak yang telah membantu saya menyelesaikan skripsi ini. Untuk

itu semua, semoga Allah membalasnya dengan segala yang terbaik. Amin.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, karena keterbatasan

saya baik dalam literatur maupun pengetahuan. Oleh karena itu, saya

mengharapkan saran dan masukan yang membangun demi kesempurnaan skripsi

ini, dan semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Agustus 2011

(7)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 dan berat dari

bentonit alam teraktivasi dan komersil terhadap adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Pada proses aktivasi bentonit dikaji variasi konsentrasi H2SO4 yaitu 0,4; 0,8;

1,2; 1,6; dan 2,0 M. Ke dalam larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) ditambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 1,2

M dan bentonit komersil, diaduk selama 6 jam, disaring dan diukur konsentrasi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dengan Spektrofotometer Serapan Atom melalui kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentonit H2SO4 1,2 M yang

(8)

THE CONCENTRATION EFFECT’S OF H2SO4 AND WEIGHT OF ACTIVATED BLEACHING EARTH AND COMMERCIAL TO

ADSORPTION CADMIUM METAL (Cd) AND COPPER (Cu) IN STANDARDSOLUTION USING ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The various concentration effect’s of H2SO4 and weight of activated bleaching earth

and commercial to adsoption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) in standard solution using Atomic Absorption Spectrophotometric method has been studied. Bleaching earth activation process assessed various concentration of H2SO4 which is

0,4; 0,8; 1,2; 1,6; and 2,0 M. 1, 2, 3, 4, and 5 g activated bleaching earth and commercial added into cadmium standard solution (Cd) and copper (Cu) , stirred up to 6 hours, filtered and measured by cadmium metal concentration (Cd) and copper (Cu) using Atomic Absorption Spectrophotometer instrument with calibration curve. The result of research show that H2SO4 1,2 M the best can adsorp cadmium metal (Cd) is

(9)

DAFTAR ISI

1.2Permasalahan 2

1.3Pembatasan Masalah 2

1.4Tujuan Penelitian 3

1.5Manfaat Penelitian 3

1.6Lokasi Penelitian 3

1.7Metodologi Penelitian 3

Bab 2 Tinjauan Pustaka 5

2.1 Bentonit 5

2.1.1 Proses Terjadinya di Alam 6

2.1.2 Struktur Bentonit 8

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit 9

2.1.4 Komposisi Bentonit 9

2.1.5 Aktivasi Bentonit 10

2.1.5 Aplikasi Bentonit 10

2.2 Adsorpsi 12

2.6 Toksisitas Logam Berat 16

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom 16 2.7.1 Prinsip dan Dasar Teori 17

2.7.2 Instrumntasi 17

2.7.3 Nyala Pembakar 19

2.7.4 Gangguan Pada SSA dan Cara Mengatasinya 20

Bab 3 Metodologi Penelitian 21

(10)

3.1.1 Alat-alat 21 3.1.2 Bahan-bahan 22

3.2 Prosedur Penelitian 22

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 100 mg/L 22 3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 10 mg/L 22 3.2.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Tembaga (Cu) 0,0; 0,1;

0,5; 1 ; 2 dan 3 mg/L 22

3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 100 mg/L 22 3.2.5 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 10 mg/L 23 3.2.6 Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd) 0,0; 0,1;

0,5; 1; 2 dan 3 mg/L 23

3.2.7 Pembuatan Kurva Standar Logam Tembaga (Cu) 23 3.2.8 Pembuatan Kurva Standar Logam Kadmium (Cd) 23

3.2.9 Aktivasi Bentonit 23

3.2.10 Pengaruh H2SO4 Yang Digunakan 24

3.2.11 Pengaruh Berat Bentonit Alam Teraktivasi 24 3.2.12 Pengaruh Berat bentonit Komersil 24 3.2.13 Pembuatan H2SO4 0,4 M 24

3.2.14 Pembuatan H2SO4 0,8 M 25

3.2.15 Pembuatan H2SO4 1,2 M 25

3.2.16 Pembuatan H2SO4 1,6 M 25

3.2.17 Pembuatan H2SO4 2,0 M 25

3.3 Bagan Penelitian 26

3.3.1 Aktivasi Bentonitt 26

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi

Logam Tembaga (Cu) 27

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi

Logam Kadmium (Cd) 28

3.3.4 Pengaruh H2SO4 Yang Digunakan 29

3.3.5 Pengaruh Berat Bentonit Alam Teraktivasi 30 3.4.6 Pengaruh Berat Bentonit Komersil 31

Bab 4 Hasil dan Pembahasan 32

4.1 Hasil Penelitian 32

4.1.1 Logam Kadmium (Cd) 32

4.1.2 Pengolahan Data Logam Kadmium (Cd) 33 4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan

Metode Least Square 33

4.1.2.2 Koefisien Korelasi 34 4.1.2.3 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Logam

Kadmium (Cd) 35

4.1.3 Logam Tembaga (Cu) 37

4.1.4 Pengolahan Data Logam Tembaga (Cu) 38 4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan

Metode Least Square 38

4.1.4.2 Koefisien Korelasi 40 4.1.4.3 Persentasi (%) Penurunan Konsentrasi Logam

Tembaga 41

(11)

Bab 5 Kesimpulan dan Saran 45

5.1 Kesimpulan 45

5.2 Saran 45

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1 Komposisi Bentonit 9 Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar 19 Tabel 4.1 Kondisi alat SSA merek Shimadzu tipe AA-6300 pada

pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd) 32 Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd) 32 Tabel 4.3 Penentuan persamaan garis regresi logam Kadmium (Cd)

berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Kadmium

(Cd) 33

Tabel 4.4 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teaktivasi dengan konsentrasi H2SO4 yang berbeda 36

Tabel 4.5 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M 36

Tabel 4.6 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

komersil 37

Tabel 4.7 Kondisi alat SSA merek Shimadzu tipe AA-6300 pada

pengukuran konsentrasi logam Tembaga (Cu) 37 Tabel 4.8 Data Absorbansi larutan standar Tembaga (Cu) 38 Tabel 4.9 Penentuan persamaan garis regresi logam Tembaga (Cu)

berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Tembaga

(Cu) 39

Tabel 4.10 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 yang berbeda 41

Tabel 4.11 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M 41

Tabel 4.12 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 2.1 Struktur bentonit 8

(14)

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 dan berat dari

bentonit alam teraktivasi dan komersil terhadap adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dalam larutan standar menggunakan metode Spektrofotometri Serapan Atom. Pada proses aktivasi bentonit dikaji variasi konsentrasi H2SO4 yaitu 0,4; 0,8;

1,2; 1,6; dan 2,0 M. Ke dalam larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) ditambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 1,2

M dan bentonit komersil, diaduk selama 6 jam, disaring dan diukur konsentrasi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dengan Spektrofotometer Serapan Atom melalui kurva kalibrasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentonit H2SO4 1,2 M yang

(15)

THE CONCENTRATION EFFECT’S OF H2SO4 AND WEIGHT OF ACTIVATED BLEACHING EARTH AND COMMERCIAL TO

ADSORPTION CADMIUM METAL (Cd) AND COPPER (Cu) IN STANDARDSOLUTION USING ATOMIC

ABSORPTION SPECTROPHOTOMETRIC METHOD

ABSTRACT

The various concentration effect’s of H2SO4 and weight of activated bleaching earth

and commercial to adsoption of cadmium metal (Cd) and copper (Cu) in standard solution using Atomic Absorption Spectrophotometric method has been studied. Bleaching earth activation process assessed various concentration of H2SO4 which is

0,4; 0,8; 1,2; 1,6; and 2,0 M. 1, 2, 3, 4, and 5 g activated bleaching earth and commercial added into cadmium standard solution (Cd) and copper (Cu) , stirred up to 6 hours, filtered and measured by cadmium metal concentration (Cd) and copper (Cu) using Atomic Absorption Spectrophotometer instrument with calibration curve. The result of research show that H2SO4 1,2 M the best can adsorp cadmium metal (Cd) is

(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Mineral lempung merupakan salah satu kekayaan Indonesia yang berlimpah dan

belum dimanfaatkan secara optimal. Tanah lempung secara geolois adalah mineral

alam dari keluarga silikat yang berbentuk kristal dengan struktur berlapis (Karna,

2002). Bentonit merupakan salah satu jenis lempung yang banyak terdapat di beberapa

wilayah Indonesia diantaranya terdapat di sebagian besar daerah Nusa Tenggara,

Sulawesi, Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatera Selatan,

Jambi, dan Sumatera Utara (Soedjoko, 1987).

Bentonit mempunyai kemampuan daya koloid yang kuat, bila bercampur

dengan air maka dapat mengembang. Prinsip mengubah permukaan dan pori – pori

bentonit adalah dengan melarutkan logam – logam yang terdapat pada pori – pori

menjadi lebih luas (Supeno, M dan Sembiring, S. B, 2007).

Lempung bentonit sangat menarik untuk diteliti karena lempung ini

mempunyai struktur berlapis dengan kemampuan mengembang (swelling) dan

memiliki kation-kation yang dapat ditukarkan. Meskipun lempung bentonit sangat

berguna untuk adsorpsi, namun kemampuan adsorpsinya terbatas. Kelemahan tersebut

dapat diatasi melalui proses aktivasi menggunakan asam (HCl, H2SO4 dan HNO3)

sehingga dihasilkan lempung dengan kemampuan adsorpsi yang lebih tinggi. Asam

sulfat merupakan asam yang memiliki bilangan ekivalen H+ lebih tinggi dibanding

dengan asam klorida ataupun asam nitrat. Aktivasi lempung menggunakan asam akan

menghasilkan lempung dengan situs aktif lebih besar dan keasamaan permukan yang

lebih besar, sehingga akan dihasilkan lempung dengan kemampuan adsorpsi yang

(17)

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi lempung

menggunakan H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. Konsentrasi yang

terlalu rendah menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan situs aktif, sebaliknya

rasio yang terlalu besar akan menyebabkan rusaknya struktur lempung (Johnson and

Maxwell, 1981).

Dalam penelitian ini penulis menggunakan logam kadmium (Cd) dan tembaga

(Cu) yang diperoleh dari larutan standar. Logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu)

digunakan sebagai parameter pembanding untuk melihat aktivitas adsorpsi dari

bentonit alam teraktivasi dan komersil. Bentonit komersil yang digunakan peneliti

adalah bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4 pada konsentrasi tertentu

yang dipeoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan Hamparan Perak.

Metode pengujian pengaruh variasi konsentrasi H2SO4 yang digunakan

penulis adalah dengan membandingkan hasil penurunan persentase (%) kadar logam

kadmium (Cd) dan tembaga (Cu). Dan untuk pengujian berat bentonit alam teraktivasi

dan komersil dilakukan dengan membandingkan hasil penurunan persentase (%) kadar

logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) sebelum dan setelah ditambahkan bentonit

alam teraktivasi dan komersil.

1.2 Permasalahan

1. Pada konsentrasi H2SO4 berapakah bentonit alam teraktivasi dapat

mengadsorpsi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dalam larutan standar

secara optimal.

2. Apakah kemampuan adsorpsi dari bentonit alam teraktivasi lebih baik dari

pada bentonit komersil dalam mengadsorpsi logam kadmium (Cd) dan

tembaga (Cu) dalam larutan standar.

1.3 Pembatasan Masalah

(18)

1. Penentuan kadar logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) pada larutan

standar.

2. Bentonit alam dan komersil diperoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan

Hamparan Perak.

3. Bentonit alam dan komersil diaktivasi dengan H2SO4 dengan konsentrasi yang

berbeda.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi H2SO4 yang optimum dan

persentase (%) penurunan kadar logam Kadium (Cd) dan Tembaga (Cu) pada larutan

standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil.

1.5 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang berguna tentang

aktivasi bentonit menggunakan H2SO4 dan perbandingan kemampuan adsorpsi dari

bentonit alam teraktivasi dengan komersil terhadap logam Kadmium (Cd) dan

Tembaga (Cu) dalam larutan standar.

1.6 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Dasar LIDA Universitas Sumatera

Utara dan analisis Spektrofotometri Serapan Atom dilakukan di Laboratorium Kimia

Analitik Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas

Sumatera Utara.

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah analisis laboratorium, dimana bentonit alam dan komersil yang

digunakan adalah bentonit yang diperoleh dari pabrik bentonit di Kecamatan

Hamparan perak. Bentonit alam direndam dengan H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M

(19)

menambahkan 5 gram bentonit alam teraktivasi ke dalam 30 mL larutan standar

kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dan diaduk dengan magnetik bar selama 6 jam.

Pengujian berat bentonit alam teraktivasi dan komersil dilakukan dengan

menambahkan 1, 2, 3, 4, dan 5 gram bentonit alam teraktivasi dan komersial ke dalam

30 mL larutan standar kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) dan diaduk dengan magnetik

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Bentonit

Bentonit adalah clay yang sebagian besar terdiri dari montmorillonit dengan

mineral-mineral seperti kwarsa, kalsit, dolomit, feldspars, dan mineral-mineral lainnya. Montmorillonit

merupakan bagian dari kelompok smectit dengan komposisi kimia secara umum

(Mg,Ca)O.Al2O3.5SiO2.nH2O. Nama monmorilonit itu sendiri berasal dari Perancis

pada tahun 1847 untuk penamaan sejenis lempung yang terdapat di Monmorilon

Prancis yang dipublikasikan pada tahun 1853 – 1856 (www.dim.esdm.go.id).

Bentonit berbeda dari clay lainnya karena hampir seluruhnya (75%)

merupakan mineral monmorillonit. Mineral monmorillonit terdiri dari partikel yang

sangat kecil sehingga hanya dapat diketahui melalui studi mengunakan XRD (X-Ray

Difraction). Berdasarkan kandungan alumino silikat hidrat yang terdapat dalam

bentonit, maka bentonit tersebut dapat dibagi menjadi dua golongan :

a. Activated clay, merupakan lempung yang mempunyai daya pemucatan yang

rendah.

b. Fuller’s earth, merupakan lempung yang secara alami mempunyai sifat daya

serap terhadap zat warna pada minyak, lemak, dan pelumas.

Berdasarkan tipenya, bentonit dibagi menjadi dua, yaitu :

1. Na-bentonit

Na bentonit memiliki daya mengembang hingga delapan kali apabila

dicelupkan ke dalam air, dan tetap terdispersi beberapa waktu di dalam air.

(21)

terkena sinar matahari akan berwarna mengkilap. Suspensi koloidal

mempunyai pH: 8,5-9,8.

2. Ca-bentonit

Tipe bentonit ini kurang mengembang apabila dicelupkan ke dalam air, tetapi

secara alami setelah diaktifkan mempunyai sifat menghisap yang baik.

Suspensi koloidal mempunyai pH: 4-7. Dalam keadaan kering berwarna

abu-abu, biru, kuning, merah, coklat.

Na-bentonit dimanfaatkan sebagai bahan perekat, pengisi, lampur bor,

sesuai sifatnya mampu membentuk suspensi koloidal setelah bercampur

dengan air. Sedangkan Ca-bentonit banyak dipakai sebagai bahan penyerap.

Dengan penambahan zat kimia pada kondisi tertentu, Ca-bentonit dapat

dimanfaatkan sebagai bahan lumpur bor setelah melalui pertukaran ion,

sehingga terjadi perubahan menjadi Na-bentonit dan diharapkan menadi

peningkatan sifat reologi dari suspensi mineral tersebut

(http://www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit).

2.1.1 Proses Terjadinya Bentonit di Alam

Secara umum, asal mula terjadinya endapan bentonit ada 4, yaitu ;

1. Terjadi karena Proses Pelapukan Batuan

Faktor utama yang menyebabkan pelapukan batuan adalah komposisi kimiawi

mineral batuan induk, dan kelarutannya dalam air. Mineral-mineral utama

dalam pembentukan bentonit adalah plagioklas, kalium-feldspar, biotit,

muskovit, serta sedikit kandungan senyawa alumina dan ferromagnesia. Secara

umum, faktor yang mempengaruhi pelapukan batuan ini adalah iklim, jenis

batuan, relief, dan tumbuh-tumbuhan yang berada di atas bantuan tersebut.

Pembentukan bentonit sebagai hasil pelapukan batuan dapat juga

(22)

air, dan di dalam tanah dengan persenyawaan silikat yang terdapat di dalam air

dan batuan.

2. Terjadi karena Proses Hidrotermal di Alam

Proses batuan mempengaruhi alternasi yang sangat lemah, sehingga

mineral-mineral yang kaya akan magnesium, seperti biotit cenderung membentuk

mineral klorit. Kehadiran unsur-unsur logam alkali dan alkali tanah (kecuali

kalium), mineral mika, ferromagnesia, feldspar, dan plagioklas pada umumnya

akan membentuk monmorilonit, terutama disebabkan karena adanya unsur

magnesium.

Larutan hidrotermal merupakan larutan yang bersifat asam dengan

kandungan klorida, sulfur, karbon dioksida, dan silika. Larutan alkali ini

selanjutnya akan terbawa keluar dan bersifat basa, dan akan tetap bertahan

selama unsur alkali tanah tetap terbentuk sebagai akibat penguraian batuan asal

dan adanya unsur alakali tanah akan membentuk bentonit.

3. Terjadi karena Proses Transformasi

Proses transformasi (pengabuan) abu vulkanis yang mempunyai komposisi

gelas akan menjadi mineral lempung yang lebih sempurna, terutama pada

daerah danau, lautan, dan cekungan sedimentasi. Transformasi dari gunung

berapi yang sempurna akan terjadi apabila debu gunung berapi diendapkan

dalam cekungan seperti danau dan air. Bentonit yang terjadi akibat proses

transformasi pada umumnya bercampur dengan sedimen laut lainnya yang

berasal dari daratan, seperti batu pasir dan danau.

4. Terjadi karena Proses Pengendapan Batuan

Proses pengendapan bentonit secara kimiawi dapat terjadi sebagai endapan

sedimen dalam suasana basa (alkali), dan terbentuk pada cekungan sedimen

yang bersifat basa, dimana unsur pembentuknya antara lain: kabonat, silika,

fosfat, dan unsur lainnya yang bersenyawa dengan unsur alumunium dan

(23)

2.1.2 Struktur Bentonit

Struktur monmorillonit memiliki konfigurasi 2:1 yang terdiri dari dua silikon oksida

tetrahedral dan satu alumunium oksida oktahedral. Pada tetrahedral, 4 atom oksigen

berikatan dengan atom silikon di ujung struktur. Empat ikatan silikon terkadang

disubtitusi oleh tiga ikatan alumunium. Pada oktahedral atom alumunium

berkoordinasi dengan enam atom oksigen atau gugus-gugus hidroksil yang berlokasi

pada ujung oktahedron. Al3+ dapat digantikan oleh Mg2+, Fe2+, Zn2+, Ni2+, Li+ dan

kation lainnya. Subtitusi isomorphous dari Al3+ untuk Si4+ pada tetrahedral dan Mg2+

atau Zn2+ untuk Al3+ pada oktahedral menghasilkan muatan negatif pada permukaan

clay, hal ini diimbangi dengan adsorpsi kation di lapisan interlayer.

Gambar 2.1 Struktur Bentonit (http//:www.tekmira.esdm.go.id/data/bentonit)

Adanya atom-atom yang terikat pada masing-masing lapisan struktur

montmorillonit memungkinkan air atau molekul lain masuk di antara unit lapisan.

Akibatnya kisi akan membesar pada arah vertikal. Selain itu karena adanya pergantian

atom Si oleh Al menyebabkan terjadinya penyebaran muatan negatif pada permukaan

bentonit. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site) dari bentonit dimana bagian

ini dapat menyerap kation dari senyawa-senyawa organik atau dari ion-ion senyawa

(24)

2.1.3 Sifat Fisik dan Kimia Bentonit

Dalam keadaan kering bentonit mempunyai sifat fisik berupa partikel butiran yang

halus berbentuk rekahan-rekahan atau serpihan yang khas seperti tekstur pecah kaca

(concoidal fracture), kilap lilin, lunak, plastis, berwarna kuning muda hingga abu-abu,

bila lapuk berwarna coklat kekuningan, kuning merah atau coklat, bila diraba terasa

licin, dan bila dimasukan ke dalam air akan menghisap air. Bentuk fisik dari bentonit

diperlihatkan pada gambar berikut :

Gambar 2.2 Bentuk fisik bentonit

Sifat fisik lainnya berupa massa jenis 2,2-2,8 g/L; indeks bias 1,547-1,557; dan titik

lebur 1330-1430oC. Bentonit termasuk mineral yang memiliki gugus aluminosilikat.

2.1.4 Komposisi Bentonit

Unsur-unsur kimia yang terkandung dalam bentonit diperlihatkan pada tabel berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Bentonit

Komposisi kimia Na-Bentonit (%) Ca-Bentonit (%) SiO2 61,3-61,4 62,12

Al2O3 19,8 17,33

Fe2O3 3,9 5,30

CaO 0,6 3,68

MgO 1,3 3,30

Na2O 2,2 0,50

K2O 0,4 0,55

H2O 7,2 7,22

(25)

2.1.5 Aktivasi Bentonit

Sebelum digunakan dalam berbagai aplikasi, bentonit harus diaktifkan dan diolah

terlebih dahulu. Ada dua cara yang dapat dilakukan untuk aktivasi bentonit, yaitu :

1. Secara Pemanasan

Pada proses ini, bentonit dipanaskan pada temperatur 300-350oC untuk

memperluas permukaan butiran bentonit.

2. Secara Kontak Asam

Tujuan dari aktivasi kontak asam adalah untuk menukar kation Ca+ yang ada

dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg dan

pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik

bentonit tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam

klorida adalah zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching

tersebut, Al, Fe, dan Mg larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan

asam ke dalam struktur bentonit, sehingga rangkaian struktur mempunyai area

yang lebih luas.

Menurut Thomas, Hickey, dan Stecker, atom-atom al yang tersisa

masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral dengan empatt atom oksigen

tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi tetrahedralmembuat kisi

kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga dapat dinetralisir

oleh ion hidrogen (Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007).

2.1.6 Aplikasi Bentonit

1. Bentonit sebagai Bahan penyerap (adsorben) atau Bahan Pemucat pada

(26)

Proses penyerapan zat warna (pigmen) merupakan proses yang sering

digunakan, seperti penyerapan zat warna pada minyak hewani, minyak nabati,

minyak bumi, dan lain-lain.

2. Bentonit sebagai Katalis

Penggunaan lempung sebagai katalis telah lama diperkenalkan, yaitu pada

proses perengkahan minyak bumi dengan menggunakan mineral

monmorillonit yang telah diasamkan. Namun, penggunaan lempung sebagai

katalis memiliki kelemahan, yaitu tidak tahan terhadap suhu tinggi.

3. Bentonit sebagai Bahan Penukar Ion

Pemanfaatan bentonit sebagai penukar ion didasarkan pada sifat permukaan

bentonit yang bermuatan negatif, sehingga ion-ion dapat terikat secara

elektrostatik pada permukaan bentonit.

4. Bentonit sebagai lumpur Bor

Penggunaan uatama bentonit adalah pada industri lumpur bor, yaitu sebagai

lumpur terpilar dalam pengeboran minyak bumi, gas bumi serta panas bumi.

Aktivasi bentonit untuk lumpur bor adalah merupakan suatu perlakuan

untuk mengubah Ca-bentonit menjadi Na-bentonit dengan penambahan bahan

alkali. Bahan alkali yang umum digunakan adalah Natrium karbonat dan

natrium hidroksida.

5. Bentonit untuk pembuatan Tambahan Makanan Ternak

Untuk dapat digunakan dalam pembuatan tambahan makanan ternak, bentonit

harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : • Kandungan bentonit < 30 %

• Ukuran butiran bentonit adalah 200 mesh • Memiliki daya serap > 60 %

(27)

6. Bentonit untuk Industri kosmetik

Untuk dapat digunakan dalam industri kosmetik, bentonit harus memenuhi

persyaratan sebagai berikut :

• Mengandung mineral magnesium silikat (Ca-bentonit) • Mempunyai pH netral

• Kandungan air dalam bentonit adalah < 5 % • Ukuran buturin adalah 325 mesh

(Supeno, M dan Sembiring, S. B. 2007)

2.2. Adsorpsi

Adsorpsi adalah suatu proses pemisahan bahan dari campuran gas atau cair, bahan

yang harus dipisahkan ditarik oleh permukaan sorben padat dan diikat oleh gaya-gaya

yang bekerja pada permukaan tersebut.

Berkat selektivitasnya yang tinggi, proses adsorpsi sangat sesuai untuk

memisahkan bahan dengan konsentrasi yang kecil dari campuran yang mengandung

bahan lain yang berkonsentrasi tinggi. Bahan yang akan dipisahkan tentu saja harus

dapat diadsorpsi. Sebaliknya, untuk memisahkan bahan dengan konsentrasi yang lebih

besar lebih disukai proses pemisahan yang lain, karena mahalnya regenerasi adsorben.

2.2.1 Jenis Adsorpsi

Jenis Adsorpsi ada dua macam :

1. Adsorpsi fisik

- Panas adsorpsi kurang dari 40 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada suhu rendah

- Kesetimbangan adsorsi reversible dan cepat

- Tidak ada energi aktivasi yang terlibat dalam proses ini

(28)

2. Adsorpsi kimia

- Panas adsorpsi lebih besar dari ± 80 KJ/mol

- Adsorpsi berlangsung pada temperatur tinggi

- Kesetimbangan adsorpsi irreversible

- Energi aktivasi mungkin terlibat di dalam proses ini

- Terjadi adsorpsi monolapisan

(Gordon, M. Barrow, 1979)

2.2.2 Adsorben

Adsorben adalah bahan padat dengan luas permukaan dalam yang sangat besar.

Permukaan yang sangat luas ini terbenuk karena banyaknya pori yang halus pada

padatan tersebut. Biasanya luasnya berada dalam orde 200 – 1000 m2/g adsorben.

Diameter pori sebesar 0,0003 – 0,02 µm.

Di samping luas spesifik dan diameter pori, kerapatan, distribusi ukuran

partikel maupun kekerasannya merupakan data karakteristik yang penting dari suatu

adsorben. Tergantung pada tujuan penggunaannya, adsorben dapat berupa granulat

(dengan ukuran butir sebesar beberapa mm) atau serbuk (khusus untuk adsorpsi

campuran cair) (G. Bernasconi, 1995).

2.3 Logam

Logam menurut pengertian awam adalah barang yang padat dan berat yang biasanya

selalu digunakan oleh orang untuk alat-alat dapur atau untuk perhiasan, yaitu besi,

baja, emas, dan perak. Padahal masih banyak logam lain yang penting dan sangat kecil

serta berperan dalam proses biologis makhluk hidup misalnya selenium, kobalt,

mangan dan lain-lainya.

Logam juga dapat menyebabkan timbulnya suatu bahaya pada makhluk hidup.

Hal ini terjadi jika sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu

(29)

logam tersebut mempunyai sifat merusak tubuh makhluk hidup. Di samping hal

tersebut, beberapa logam sangat diperlukan dalam proses kehidupan makhluk hidup.

Dalam hal ini logam dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu logam esensial dan

nonesensial. Logam esensial adalah logam yang sangat membantu di dalam proses

fisiologis makhluk hidup dengan jalan membantu kerja enzim atau pembentukan

organ dari makhluk yang bersangkutan. Sedangakan logam non esensial adalah logam

yang perananya dalam tubuh makhluk hidup belum diketahui, kandungannya dalam

jaringan hewan sangat kecil dan apabila kandungannya tinggi akan merusak

organ-organ tubuh makhluk yang bersangkutan (Vogel, A.I, 1994).

Logam berat biasanya ditemukan sangat sedikit sekali dalam air secara

alamiah, yaitu kurang dari 1 µg/L. Bila terjadi erosi alamiah, konsentrasi logam

tersebut dapat meningkat. Dalam mempelajari konsentrasi dalam lingkungan perairan,

terlebih dahulu perlu diketahui tujuan dan pengetahuan mengenai spesiasi logam.

Idealnya penelitian tersebut harus terlebih dahulu mengetahui alur pergerakan logam

yang diteliti, hubungan interaksi masing-masing logam terhadap logam lain, model

distribusi logam dalam jaringan biota air, dan akumulasinya dalam setiap jaringan

(Darmono, 2001).

2.4 Kadmium (Cd)

Kadmium adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Kadium terutama terdapat

dalam kerak bumi bersama dengan seng. Kadmium yang terdapat di dalam lingkungan

pada kadar yang rendah berasal dari kegiatan penambangan seng, timah, dan kobalt

serta kuprum. Sementara dalam kadar tinggi, kadmium berasal dari emisi industri,

antara lain dari hasil sampingan penambangan, peleburan seng dan timbal

(Widowati,W.2008).

2.4.1 Efek Toksik Kadmium

Kadmium belum diketahui fungsinya secara biologis. Bagi manusia kadmium

sebenarnya merupakan logam asing. Tubuh sama sekali tidak membutuhkannya dalam

(30)

yang tidak terbatas, karena tidak adanya mekanisme tubuh yang dapat membatasinya.

Apabila kadmium masuk kedalam tubuh, maka sebagian besar akan terkumpul

didalam ginjal, hati dan ada sebagian yang keluar lewat saluran pencernaan.

Keracunan akut akan menyebabkan penyakit ginjal, penderita mengalami

pelunakan seluruh kerangka, dan kematian biasanya disebabkan gagal ginjal. Selain

itu didapat, bahwa masyarakat yang kekurangan gizi lebih peka terhadap Cd daripada

yang normal (Slamet, 1994).

2.5 Tembaga (Cu)

Tembaga adalah logam merah-muda, yang lunak, dapat ditempa, dan liat. Ia melebur

pada suhu 1038oC. Karena potensial elektroda standarnya positif, (+0,34 V untuk

pasangan Cu/Cu2+), ia tak larut dalam asam klorida dan asam sulfat encer, meskipun

dengan adanya oksigen ia dapat larut sedikit. Asam nitrat yang sedang pekatnya (8M)

dengan mudah melarutkan tembaga.

2.5.1 Efek Toksik Tembaga

Unsur Cu bisa ditemukan pada berbagai jenis makanan, air dan udara sehingga

manusia bisa terpapar Cu melalui jalur makanan, minuman, dan saat bernafas. Cu

merupakan unsur yang dibutuhkan dalam jumlah kecil. Apabila jumlah Cu telah

melampaui batas aman, akan muncul toksisitas. Manusia biasanya terpapar Cu dari

tanah, debu, makanan, serta minuman yang tercemar Cu yang berasal dari pipa bocor

pada penambangan Cu atau industri yang menghasikan limbah Cu. Kira-kira 75-99%

total in take Cu berasal dari makanan dan minuman. Setiap hari, manusia bisa terpapar

Cu yang antara lain berasal dari peralatan dapur ataupun koin.

Keracunan logam berat bersifat kronis dan dampaknya baru terlihat setalah

beberapa tahun. Logam berat bersifat akumulatif di dalam tubuh organisme dan

konsentrasi mengalami peningkatan (biomagnifikasi) dalam rantai makanan.

Biomagnifikasi berhubungan langsung dengan manusia yang menempati posisi top

(31)

makanan manusia telah mengalami peningkatan mulai dari komponen tingkat dasar

(produsen). Keracunan kronis Cu dapat mengurangi umur, menimbulkan berbagai

masalah reproduksi dan menurunkan fertilitas (Widowati, 2008).

2.6 Toksisitas Logam Berat

Toksisitas logam pada manusia menyebabkan beberapa akibat negatif, tetapi yang

terutama adalah timbulnya kerusakan jaringan, terutama jaringan detoksikasi dan

ekskresi (hati dan ginjal). Beberapa logam memiliki sifat karsinogenik (pembentuk

kanker), ataupun teratogenik (salah bentuk organ). Daya toksisitas ini dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu kadar logam yang termakan, lamanya mengkonsumsi,

umur, spesies, jenis kelamin, kebiasaan makan makanan tertentu, kondisi fisik, dan

kemampuan jaringan tubuh untuk mengakumulasi logam. Beberapa logam toksik

dapat menyerang saraf sehingga dapat menyebabkan kelainan tingkah laku.

Toksisitas logam pada manusia kebanyakan terjadi karena logam berat

nonesensial saja, walaupun tidak menutup kemungkinan adanya keracunan logam

esensial yang melebihi dosis. Toksisitas logam esensial kadang-kadang dijumpai pada

orang, tetapi hanya terbatas pada logam tertentu saja, misalnya, Cu, Zn, dan Se

(Darmono, 1994)

2.7 Spektrofotometri Serapan Atom

Spektrofotometer serapan atom adalah suatu metode pengukuran kuantitatif suatu

unsur yang terdapat dalam suatu cuplikan berdasarkan penerapan cahaya pada panjang

gelombang tertentu oleh atom – atom bentuk gas dalam keadaan dasar. perpanjangan

SSA ke unsur lain semula merupakan akibat perkembangan spektroskopi pancaran

cahaya. Telah lama ahli kimia mengunakan pancaran radiasi oleh atom yang

dieksitasikan dalam suatu nyala sebagai alat analisis. Suatu nyala yang lain,

kebanyakan atom berada dalam keadaan tereksitasi. Fraksi atom – atom yang

tereksitasi berubah secara eksponensial dengan temperatur. Teknik ini digunakan

untuk penetapan sejumlah unsur, kebanyakan logam, dan sampel yang sangat

(32)

2.7.1 Prinsip Dan Dasar Teori

Spektrofotometri serapan atom didasarkan pada bahwa atom-atom pada suatu unsur

dapat mengabsorpsi energi sinar pada panjang gelombang tertentu. Banyak energi

sinar yang diabsorpsi berbanding lurus dengan jumlah atom-atom unsur yang

mengabsorpsi. Atom terdiri atas inti atom yang mengandung proton bermuatan positif

dan neutron berupa partikel netral, di mana inti atom dikelilingi oleh elektron-elektron

bermuatan negatif pada tingkat energi yang berbeda-beda. Jika energi diabsorpsi oleh

atom, maka elektron yang berada di kulit terluar (elektron valensi) akan tereksitasi dan

bergerak dari keadaan dasar atau tingkat energi yang terendah (ground state) ke

keadaan tereksitasi dengan tingkat energi yang lebih tinggi (excited state). Jumlah

energi yang dibutuhkan untuk memindahkan elektron ke tingkat energi tertentu

dikenal sebagai potensial eksitasi untuk tingkat energi tersebut. Pada waktu kembali

ke keadaan dasar, elektron melepaskan energi sebagai energi panas ataupun energi

sinar (Clark, D.V, 1979).

2.7.2 Instrumentasi

Komponen penting yang membentuk spektrofotometer serapan atom diperlihatkan

pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.3 Instrumentasi SSA

(Day, R. A. Jr. dan Underwood A.L. 1988)

M onokrom ator D etektor

Penguat arus

searah Pencatat

Sum ber tenaga

B ahan

bakar C ontoh O ksigen

(33)

1. Sumber sinar

Sumber sinar yang lazim dipakai adalah lampu katoda berongga. Lampu ini

terdiri atas tabung kaca tertutup yang mengandung suatu katoda dan anoda.

Katoda sendiri berbentuk silinder berongga yang terbuat dari logam atau

dilapisi dengan logam tertentu. Tabung logam ini diisi dengan gas mulia (neon

atau argon) dengan tekanan rendah. Neon biasanya lebih disukai karena

memberikan intensitas pancaran lampu yang lebih rendah.

2. Tempat Sampel

Dalam analisis dengan spektrofotometri serapan atom, sampel yang akan

dianalisis harus diuraikan menjadi atom-atom netral yang masih dalam

keadaan asas. Ada berbagai macam alat yang dapat digunakan untuk

mengubah suatu sampel menjadi uap atom-atom yaitu dengan nyala dan tanpa

nyala.

a. Nyala (flame)

Nyala digunakan untuk mengubah sampel yang berupa padatan atau cairan

menjadi bentuk uap atomnya, dan juga berfungsi untuk atomisasi.

b. Tanpa nyala (flameless)

Teknik atomisasi dengan nyala dinilai kurang peka karena atom gagal

mencapai nyala, tetesan sampel yang masuk kedalam nyala terlalu besar,

dan proses atomisasi kurang sempurna. Oleh karena itu muncullah suatu

teknik atomisasi yang baru yakni atomisasi tanpa nyala. Pengatoman dapat

dilakukan dalam tungku dari grafit. Sampel diletakkan dalam tabung grafit,

kemudian tabung tersebut dipanaskan dengan sistem elektris dengan cara

melewatkan arus listrik grafit. Akibat pemanasan ini, maka zat yang akan

dianalisis berubah menjadi atom-atom netral (Rohman, A. 2007).

(34)

Monokromator memisahkan, mengisolasi dan mengontrol intensitas dari

radiasi energi yang mencapai detektor. Pada hakekatnya mungkin saja dapat

dianggap sebagai suatu saringan yang dapat disesuaikan dengan suatu daerah

yang spesifik, yang mana spectrum transmisi yang tidak sesuai akan ditolak.

Idealnya monokromator harus mampu memisahkan garis resonansi. Karena

ada beberapa unsur yang mudah dan ada beberapa unsur yang sulit

(Haswell,S.J. 1991).

4. Detektor

Detektor dapat diatur sedemikian rupa pada nilai frekuensi tertentu, sehingga

tidak memberikan respon terhadap nilai emisi yang berasal dari eksitasi termal

(Khopkar,S.M. 2003).

5. Readout

Readout merupakan suatu alat penunjuk atau dapat juga diartikan sebagai

sistem pencatat hasil.

2.7.3 Nyala Pembakar

Untuk spektroskopi nyala suatu persyaratan penting adalah bahwa nyalayang dipakai

hendaknya menghasilkan temperatur lebih dari 2000 K.

Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar

Gas pembakar Temperatur (T/K)

Udara Dinitrogen oksida

Asetilena 2400 3200

Hidrogen 2300 2900

Propana 2200 3000

Gas kota 2100 -

Sejauh susunan nyala itu dipentingkan, dapatlah dicatat bahwa suatu campuran

asetilena-udara sesuai untuk penetapan sekitar tiga puluh logam, tetapi suatu nyala

(35)

uap atom. Untuk logam seperti alumunium dan titanium yang membentuk oksida

tahan api, temperatur nyala asetilena-nitrogen oksida yang lebih tinggi itu mutlak

perlu dan nyata kepekaan bertambah bila nyala kaya akan asetilena (Vogel, A.I,

1994).

2.7.4 Gangguan pada SSA dan Cara Mengatasinya

Gangguan nyata pada SSA adalah seringkali didapatkan suatu harga yang tidak sesuai

dengan konsentrasi sampel yang ditentukan. Penyebab dari gangguan ini adalah faktor

matriks sampel, faktor kimia adanya gangguan molekuler yang bersifat radiasi.

Sampel dalam bentuk molekul karena disosiasi yang tidak sempurna akan

cenderung mengabsorpsi radiasi dari sumber radiasi. Demikian juga terjadinya

ionisasi atom akan menjadi sumber kesalahan pada SSA oleh karena spektrum radiasi

oleh ion jauh berbeda dengan spektrum absorpsi atom netral yang memang akan

ditentukan. Ada beberapa usaha untuk mengurangi gangguan kimia pada SSA yaitu

dengan jalan:

1. Menaikkan temperatur nyala agar mempermudah penguraian untuk itu dipakai

gas pembakar campuran C2H2 + N2O yang memberikan nyala dengan

temperatur yang tinggi.

2. Menambahkan elemen pengikat gugus atom penyangga, sehingga terikat kuat

akan tetapi atom yang ditentukan bebas sebagai atom netral. Misalnya,

penentuan logam yang terikat sebagai garam, dengan penambahan logam,

yang lainnya akan terjadi ikatan lebih kuat dengan anion pengganggu.

3. Pengeluaran unsur pengganggu dari matriks sampel dengan cara eksitasi.

(36)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Alat dan Bahan

3.1.1 Alat-alat

- Alu dan Lumpang

- Ayakan Mesh

- Corong

- Gelas Beaker Pyrex 500 mL

- Gelas Beaker Pyrex 250 mL

- Gelas Ukur Pyrex 50 mL

- Hotplate Cimarec

- Kertas Saring Whatman No 4

- Labu Takar Pyrex 100 mL

- Labu Takar Pyrex 50 mL

- Magnetik Bar

- Neraca Analitis AND

- Oven

- Pipet Skala Pyrex 5 mL

- Pipet Tetes

- Pipet Volum Pyrex 10 mL

- Pipet Volum Pyrex 5 mL

- Spatula

- Statif dan Klem

(37)

3.1.2 Bahan-bahan

- Bentonit alam Kec. Hamparan Perak

- Bentonit komersil Kec. Hamparan Perak

- H2SO4(p) p.a. (E. Merck)

- Akuades

- Larutan standar Cu 1000 mg/L p.a. (E. Merck)

- Larutan standar Cd 1000 mg/L p.a. (E. Merck)

3.2 Prosedur Penelitian

3.2.1 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 100 mg/L (SNI 06-6989.6-2004)

Sebanyak 5 mL larutan induk Tembaga 1000 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar

50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.2 Pembuatan Larutan Standar Tembaga (Cu) 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Tembaga 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar

100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.3 Pembuatan Larutan Seri Standar Tembaga (Cu) 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan

3,0 mg/L

Sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL larutan standar Tembaga 10 mg/L

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis

tanda dan dihomogenkan.

3.2.4 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cu) 100 mg/L (SNI

06-6989.16-2004)

Sebanyak 5 mL larutan induk Kadmium 1000 mg/L dimasukkan kedalam labu takar

(38)

3.2.5 Pembuatan Larutan Standar Kadmium (Cd) 10 mg/L

Sebanyak 10 mL larutan standar Kadmium 100 mg/L dimasukkan ke dalam labu takar

100 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis tanda dan dihomogenkan.

3.2.6 Pembuatan Larutan Seri Standar Kadmium (Cd) 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan

3,0 mg/L

Sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL larutan standar Kadmium 10 mg/L

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL lalu diencerkan dengan akuades sampai garis

tanda dan dihomogenkan.

3.2.7 Pembuatan Kurva Standar Tembaga (Cu)

Larutan blanko diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan

Atom pada λspesifik 324,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang

sama untuk larutan seri standar Tembaga 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

3.2.8 Pembuatan Kurva Standar Kadmium (Cd)

Larutan blanko diukur absorbansinya dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm. Perlakuan dilakukan sebanyak 3 kali. Dilakukan hal yang

sama untuk larutan seri standar Kadmium 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L.

3.2.9 Aktivasi Bentonit

Sampel bentonit alam dihaluskan hingga 200 mesh. Selanjutnya ditimbang sebanyak

25 g. Dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL. Ditambahkan 100 mL H2SO4 0,4

M. Diaduk dengan magnetik bar selama 24 jam dan disaring. Dicuci endapan dengan

akuades hingga pH 7, kemudian disaring. Dipanaskan endapan di dalam oven pada

suhu 100-110oC. Dihaluskan, dan disimpan hasilnya di dalam desikator. Dilakukan

(39)

3.2.10 Variasi Konsentrasi H2SO4

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL. Ditambahkan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4

0,4 M. Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat

diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm.

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M.

Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L λspesifik

324,8 nm.

3.2.11 Variasi Berat Bentonit Alam Teraktivasi

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL. Ditambahkan 1 g bentonit alam yang telah diaktivasi dengan H2SO4

1,2 M. Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat

diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm.

Diulangi perlakuan yang sama untuk berat bentonit alam tearaktivasi 2, 3, 4, dan 5 g.

Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L dengan λspesifik 324,8 nm.

3.2.12 Variasi Berat Bentonit Komersil

Sebanyak 30 mL larutan seri standar Kadmium 3 mg/L dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL. Ditambahkan 1 g bentonit komersil. Diaduk dengan menggunakan

magnetik bar selama 6 jam. Disaring, dan filtrat diukur absorbansinya dengan

Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm. Diulangi perlakuan yang sama

untuk berat bentonit komersil 2, 3, 4, dan 5 g. Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3 mg/L pada λspesifik 324,8 nm.

(40)

Sebanyak 2,1739 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di

tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.14 Pembuatan H2SO4 0,8 M

Sebanyak 4,3478 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di

tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.15 Pembuatan H2SO4 1,2 M

Sebanyak 6,5217 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di

tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.16 Pembuatan H2SO4 1,6 M

Sebanyak 8,6956 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di

tunggu sampai larutan benar-benar dingin. Setelah dingin, kemudian dihomogenkan.

3.2.17 Pembuatan H2SO4 2,0 M

Sebanyak 10,8696 mL H2SO4(p) dimasukkan ke dalam labu takar 100 mL secara

perlahan-lahan. Ditambahkan akuades secara perlahan-lahan sampai garis tanda. Di

(41)

3.3 Bagan Penelitian

3.3.1 Aktivasi Bentonit

Dihaluskan

Diayak hingga 200 mesh

Ditimbang 25 g

Dimasukkan ke dalam gelas beaker 500 mL

Ditambahkan 100 mL H2SO4 0,4 M

Diaduk dengan magnetik bar selama 24 jam

Disaring

Dicuci dengan akuades hingga pH 7

Disaring

Dikeringkan dalam oven pada suhu 100-110oC

Dihaluskan

Disimpan dalam desikator

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4 0,8; 1,2; 1,6;

dan 2,0 M

Bentonit alam 200 mesh

Endapan Filtrat

Endapan Filtrat

Hasil

(42)

3.3.2 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi Tembaga (Cu)

(SNI 06-6989.6-2004)

Dipipet sebanyak 5 mL dan dimasukkan ke dalam labu

takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL dan

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan

Atom pada λspesifik 324,8 nm

Larutan standar Tembaga 1000 mg/L

Larutan standar Tembaga 100 mg/L

Larutan standar Tembaga 10 mg/L

Larutan seri standar tembaga 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

(43)

3.3.3 Pembuatan Larutan Seri Standar dan Kurva Kalibrasi Kadmium(Cd)

(SNI 06-6989.16-2004)

Dipipet sebanyak 5 mL larutan dan dimasukkan ke dalam

labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 10 mL dan dimasukkan ke dalam labu

takar 100 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Dipipet sebanyak 0,0; 0,5; 2,5; 5; 10; dan 15 mL dan

dimasukkan ke dalam labu takar 50 mL

Diencerkan dengan akuades sampai garis tanda

Diaduk hingga homogen

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm

Larutan standar Kadmium 1000 mg/L

Larutan standar Kadmium 100 mg/L

Larutan standar Kadmium 10 mg/L

Larutan seri standar Kadmium 0,0; 0,1; 0,5; 1,0; 2,0; dan 3,0 mg/L

(44)

3.3.4 Variasi Konsentrasi H2SO4

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL

Ditambahkan 5 g bentonit alam yang telah diaktivasi

menggunakan H2SO4 0,4 M

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam

Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi H2SO4

0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M.

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu

(45)

3.3.5 Variasi Berat Bentonit Alam Teraktivasi

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL

Ditambahkan 1 g bentonit alam yang telah diaktivasi

menggunakan H2SO4 1,2 M

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam

Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer SerapanAtom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk konsentrasi bentonit

alam teraktivasi 2, 3, 4, dan 5 g

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu

(46)

3.3.6 Variasi Berat Bentonit Komersil

Diukur sebanyak 30 mL dan dimasukkan ke dalam gelas

beaker 250 mL

Ditambahkan 1 g bentonit komersil

Diaduk dengan menggunakan magnetik bar selama 6 jam

Disaring

Diukur absorbansinya dengan Spektrofotometer Serapan Atom pada λspesifik 228,8 nm

Diulangi perlakuan yang sama untuk berat bentonit

komersil 2, 3, 4, dan 5 g

Catatan : Diulangi perlakuan yang sama untuk larutan seri standar Tembaga 3

mg/L dengan λspesifik 324,8 nm

Larutan seri standar Kadmium 3 mg/L

filtrat Residu

(47)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian

4.1.1 Logam Kadmium (Cd)

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi

logam Kadmium (Cd) dapat dilihat pada tabel 4.1.

Tabel 4.1 Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd)

No Parameter Logam Kadmium (Cd)

1

Kecepatan aliran gas pembakar (L/min)

Kecepatan aliran Udara (L/min)

Lebar Celah (nm)

Tabel 4.2 Data absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

(48)

Gambar 4.1 Kurva kalibrasi larutan standar Kadmium (Cd).

4.1.2 Pengolahan Data Logam Kadmium (Cd)

4.1.2.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Kadmium (Cd) pada tabel 4.2.

diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier.

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode

least square dengan data pada tabel 4.3.

Tabel 4.3 Penurunan persamaan garis regresi logam Kadmium (Cd berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Kadmium (Cd)

(49)

Y = = 0,2713

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

dimana :

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan mengunakan metode least square

sebagai berikut :

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.3. pada persamaan

ini maka diperoleh :

a =

a = 0,2365

b = 0,2713 – (0,2365)(1,1)

b = 0,2713 – 0,2601

b = 0,0112

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

4.1.2.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

(50)

Koefisien korelasi untuk logam Kadmium (Cd) adalah:

r =

r =

r = 0,9990

4.1.2.3 Persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd)

Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus :

x 100%

Maka persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) dalam larutan

standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi adalah :

x 100% = 83,85%

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentasi (%) penurunan konsentrasi logam

Kadmium (Cd) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi.

(51)

Tabel 4.4 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teaktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4

Konsentrasi H2SO4

(M)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

penurunan

Tabel 4.5 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M

Berat bentonit

alam teraktivasi

(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

(52)

Tabel 4.6 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Kadmium (Cd) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit komersil

Berat bentonit

komersil(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

penurunan

4.1.3 Logam Tembaga (Cu)

Kondisi alat Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) pada pengukuran konsentrasi

logam Tembaga (Cu) dapat dilihat pada tabel 4.7.

Tabel 4.7 Kondisi alat SSA Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran konsentrasi logam Tembaga (Cu)

No Parameter Logam Tembaga (Cu)

1

Kecepatan aliran gas pembakar (L/min)

Kecepatan aliran Udara (L/min)

(53)

Tabel 4.8 Data absorbansi larutan standar Tembaga (Cu)

Konsentrasi (mg/L) Absorbansi Rata-rata

0,0000 0,0002

Gambar 4.2 Kurva kalibrasi larutan standar Tembaga (Cu)

4.1.4 Pengolahan Data Logam Tembaga (Cu)

4.1.4.1 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square

Hasil pengukuran absorbansi larutan seri standar logam Tembaga (Cu) pada Tabel 4.7.

diplotkan terhadap konsentrasi sehingga diperoleh kurva kalibrasi berupa garis linier.

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi ini dapat diturunkan dengan metode

least square dengan data pada Tabel 4.9.

R² = 0,9998

0,00 0,50 1,00 1,50 2,00 2,50 3,00 3,50

(54)

Tabel 4.9 Penurunan persamaan garis regresi logam Tembaga (Cu) berdasarkan pengukuran absorbansi larutan standar Tembaga (Cu)

No Xi Yi (Xi-X) (Yi-Y) (Xi-X)2 (Yi-Y)2 (Xi-X)(Yi-Y) 1 0,0000 0,0002 -1,1000 -0,1106 1,2100 0,0122 0,1216 2 0,1000 0,0093 -1,0000 -0,1015 1,0000 0,0103 0,1015 3 0,5000 0,0491 -0,6000 -0,0617 0,3600 0,0038 0,0370 4 1,0000 0,1036 -0,1000 -0,0072 0,0100 5,1840.10-5 0,0007 5 2,0000 0,1986 0,9000 0,0878 0,8100 0,0077 0,0790 6 3,0000 0,3040 1,900 0,1932 3,6100 0,0373 0,3670 ∑ 6,6000 0,6648 0,0000 0,0000 7,0000 0,0714 0,7070

X = = 1,1

Y = = 0,1108

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis :

dimana :

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan mengunakan metode least square

sebagai berikut :

Dengan mensubstitusikan harga-harga yang tercantum pada tabel 4.11. pada

(55)

a =

a = 0,1010

b = 0,1108 – (0,1010)(1,1)

b = 0,1108 – 0,1111

b = - 0,0003

Maka pesamaan garis yang diperoleh adalah :

4.1.4.2 Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

r =

Koefisien korelasi untuk logam Tembaga (Cu) adalah:

r =

r =

r = 0,9998

4.1.4.3 Persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu)

Persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) dapat ditentukan dengan

menggunakan rumus :

(56)

Maka persentasi (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) dalam larutan

standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi.

x 100% = 83,16 %

Dengan cara yang sama dapat dihitung persentasi (%) penurunan konsentrasi logam

Tembaga (Cu) dalam larutan standar setelah penambahan bentonit teraktivasi dan

komersial. Data selengkapnya pada tabel 4.10., tabel 4.11., dan 4.12.

Tabel 4.10 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4

Konsentrasi H2SO4

(M)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

penurunan

konsentrasi Sebelum

Penambahan

Setelah

penambahan

0,4 2,9996 0,5049 83,16

0,8 2,9996 0,4563 84,78

1,2 2,9996 0,2901 90,32

1,6 2,9996 0,3486 88,37

(57)

Tabel 4.11 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dengan konsentrasi H2SO4 1,2 M

Berat bentonit alam

teraktivasi(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

penurunan

Tabel 4.12 Data persentase (%) penurunan konsentrasi logam Tembaga (Cu) 3 mg/L dalam larutan standar setelah penambahan bentonit komersil

Berat bentonit

komersil(g)

Konsentrasi (mg/L) Persentase (%)

penurunan

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa persentase (%) konsentrasi logam

Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) setelah penambahan bentonit alam teraktivasi

dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M mengalami penurunan.

Untuk logam Kadmium (Cd) larutan standar sebelum penambahan bentonit alam

(58)

bentonit teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M

masing-masing berkurang menjadi 0,4845; 0,4485; 0,2743; 0,3202; 0,3796 mg/L.

Dengan kata lain, konsentrasi logam Kadmium (Cd) berkurang setelah penambahan

bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0

M masing – masing sebesar 83,85%, 85,05%, 90,85%, 89,33% dan 87,34% (Tabel

4.4.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan

bentonit alam teraktivasi memiliki konsentrasi sebesar 2,9998 mg/L dan setelah

penambahan bentonit teraktivasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0 M

masing-masing berkurang menjadi 0,5049; 0,4563; 0,2901; 0,3486; 0,3942 mg/L.

Dengan kata lain, konsentrasi logam Tembaga (Cu) berkurang setelah penambahan

bentonit alam teraktivasi dengan variasi konsentrasi H2SO4 0,4; 0,8; 1,2; 1,6; dan 2,0

M masing – masing sebesar 83,16%, 84,78%, 90,32%, 88,37% dan 86,85% (Tabel

4.10).

Dari hasil penelitian juga diperoleh bahwa persentase (%) penurunan

konsentrasi logam Kadmium (Cd) dan Tembaga (Cu) dengan menggunakan bentonit

alam teraktivasi lebih besar daripada bentonit komersil. Untuk logam Kadmium (Cd)

dalam dalam larutan standar, sebelum penambahan bentonit alam teraktivasi dan

komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan setelah penambahan bentonit

alam teraktivasi dan bentonit komersial 1, 2, 3, 4, dan 5 g berkurang masing – masing

menjadi 0,4357; 0,3964; 0,3521; 0,3241; dan 0,2743 mg/L untuk benonit alam

teraktivasi dan 0,4765; 0,4145; 0,3743; 0,3225 dan 0,2901 mg/L untuk bentonit

komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd) berkurang setelah

penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil masing – masing sebesar

85,47; 86,78; 88,20; 89,52 dan 90,85% untuk bentonit alam teraktivasi dan 84,11;

86,18; 87,52; 88,91; dan 90,32% untuk bentonit komersil (Tabel 4.5. dan tabel 4.6.).

Hal yang serupa juga terjadi pada logam Tembaga (Cu). Sebelum penambahan

bentonit alam teraktivasi dan komersil memiliki konsentrasi sebesar 2,9996 mg/L dan

setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan komersil 1, 2, 3, 4, dan 5 g

berkurang masing – masing menjadi 0,4452; 0,4087; 0,3614; 0,3241; dan 0,2837

(59)

mg/L untuk bentonit komersil. Dengan kata lain, konsentrasi Kadmium (Cd)

berkurang setelah penambahan bentonit alam teraktivasi dan bentonit komersil

masing-masing sebesar 85,15; 86,37; 87,95; 89,19 dan 90,54% untuk bentonit alam

teraktivasi dan 83,47; 85,63; 87,21; 88,43; dan 90,04% untuk bentonit komersil (Tabel

4.11. dan 4.12.).

Ada beberapa faktor yang menentukan keberhasilan aktivasi bentonit

menggunakan H2SO4, salah satunya adalah konsentrasi asamnya. . Dari penelitian ini

diperoleh konsentrasi H2SO4 yang optimum adalah 1,2 M, sehingga konsentrasi yang

terlalu rendah, yaitu dibawah 1,2 M menyebabkan tidak sempurnanya pembentukan

situs aktif, sehingga kemampuan adsorpsi dari bentonit tidak optimum, sebaliknya

konsentrasi yang terlalu besar, yaitu diatas 1,2 M asam akan menghidrolisa

alumunium dari kerangka bentonit yang menyebabkan struktur menjadi rusak.

Tujuan dari aktivasi dengan penambahan asam adalah untuk menukar kation

Ca+ yang ada dalam Ca-bentonit menjadi ion H+ dan melepaskan ion Al, Fe, dan Mg

dan pengotor-pengotor lainnya pada kisi-kisi struktur, sehingga secara fisik bentonit

tersebut menjadi aktif. Untuk keperluan tersebut asam sulfat dan asam klorida adalah

zat kimia yang umum digunakan. Selama proses bleaching tersebut, Al, Fe, dan Mg

larut dalam larutan, kemudian terjadi penyerapan asam ke dalam struktur bentonit,

sehingga rangkaian struktur mempunyai area yang lebih luas.

Atom-atom Al yang tersisa masih terkoordinasi dalam rangkaian tetrahedral

dengan empat atom oksigen tersisa. Perubahan dari gugus oktahedral menjadi

tetrahedral membuat kisi kristal bermuatan negatif pada permukaan kristal, sehingga

dapat dinetralisir oleh ion hidrogen. Bagian inilah yang disebut sisi aktif (active site)

dari bentonit dimana bagian ini dapat mengadsorpsi kation dari senyawa-senyawa

organik atau dari ion-ion senyawa logam.

Proses adsorpsi dapat berlangsung ketika permukaan padatan pada molekul

adsorbat (zat yang akan diserap) membentur permukaan padatan, sehingga sebagian

akan menempel di permukaan padatan dan terserap. Pada awalnya, laju adsorpsi

cukup besar karena seluruh permukaan masih kosong. Namun setelah waktu kontak

semakin lama, permukaan yang terisi oleh molekul semakin banyak dan luas daerah

(60)

dalam proses adsorpsi logam kadmium (Cd) dan tembaga (Cu) hanya melibatkan gaya

Gambar

Tabel 2.1 Komposisi Bentonit
Gambar 2.3 Instrumentasi SSA
Tabel 2.2 Temperatur nyala dengan berbagai bahan bakar
Tabel 4.1 Kondisi alat SSA  Merek Shimadzu tipe AA-6300 pada pengukuran konsentrasi logam Kadmium (Cd)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Kemudian kekuatan hukum Rekaman Pembicaraan Telepon sebagai dokumen elektronik dari bentuk awal kontrak elektronik untuk dapat dijadikan alat bukti dalam sengketa

Cukup jelas

Dalam rangka meningkatkan kemampuan penggunaan Sistem Informasi Manajemen Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (SIMLITABMAS) di perguruan tinggi dalam unggah dan

[r]

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memetakan situasi lahan yang ada menuju strategi perencanaan kampus yang berke- lanjutan. Jenis penelitian menggunakan deskriptif

Pada umumnya jumlah sarana ibadah yang terdapat di Desa Pariksabungan.. adalah 8 (unit) bangunan gereja dan tidak mempunyai masjid ataupun

Syllabus update: Cambridge International AS Level Nepal Studies 8024 for examination in 2019 and 2020.. We have updated

Kesimpulan dari hasil analisis dan interpretasi terhadap representasi nasionalisme kebangsaan yang terkandung dalam lirik lagu “Dari Mata Sang Garuda” adalah adanya ungkapan