• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Isi serial Korea yang Ditayangkan di Televisi Swasta Indonesia Tentang Muatan Budaya Korea yang Terkandung di Dalamnya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Isi serial Korea yang Ditayangkan di Televisi Swasta Indonesia Tentang Muatan Budaya Korea yang Terkandung di Dalamnya."

Copied!
185
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

ANALISIS ISI SERIAL KOREA YANG DITAYANGKAN DI

TELEVISI SWASTA DI INDONESIA TENTANG MUATAN BUDAYA

KOREA YANG TERKANDUNG DI DALAMNYA

Diajukan Oleh :

Natasya Andriani

050904099

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

DEPARTEMEN ILMU KOMUNIKASI

LEMBAR PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Natasya Andriani

NIM : 050904099

Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Analisis Isi serial Korea yang Ditayangkan di Televisi Swasta Indonesia Tentang Muatan Budaya Korea yang Terkandung di Dalamnya

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dra. Dayana, M.Si Drs. Amir Purba, MA

NIP 196007281987032002 NIP 195102191987011001

Dekan FISIP USU

(3)

ABSTRAKSI

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana makna pesan tentang budaya Korea disampilkan dalam bentuk serial atau drama televisi untuk kemudian diperkenalkan kepada masayarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui fenomena serial Korea di Indonesia, untuk mengetahui bagaimana muatan budaya Korea ditampilkan dalam setiap serial-serial Korea yang diteliti, untuk mengetahui apa saja poin-poin yang sering dijadikan bagian atau adegan dalam serial Korea. untuk mengetahui bagaimana serial Korea yang ditayangkan Indosiar dan ANTV memunculkan wacana tentang pengenalan budaya Korea kepada negara-negara tetangganya, dalam hal ini Indonesia. Secara disadari maupun tidak, khalayak selaku penonton serial ini dikenalkan dengan budaya Korea melalui kisah dalam serial-serial produksinya.

Penelitian ini menggunakan metode Analisis Isi Kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Metode Analisis Isi dalam penelitian ini bertujuan untuk meneliti atau mengamati bagaimana budaya-budaya negara Korea Selatan dikemas dalam bentuk sebuah drama seri televisi dan sukses karena sangat digemari tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Subjek penelitian ini adalah serial Korea Full House, Hello Mis, Love Story in Harvard, dan Princes Hours. Budaya Korea yang diteliti meliputi budaya material dan non material dalam drama seri televisi tersebut dengan menggunakan metode Analisis Isi Semantik yang meliputi Analisis Penunjukan (designation), Analisis Penyifatan (attributions), dan Analisis Pernyataan (assertions).

(4)

KATA PENGANTAR

Bissmillahirrahmanirrahiim

Alhamdulilahi Rabbil ‘Aalamiin, segala puji hanyalah bagi Allah SWT. Semoga Allah Yang Maha Kuasa senantiasa menggolongkan kita menjadi hamba yang banyak bermanfaat bagi hamba Allah yang lain karena “sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya bagi manusia lainnya”. (Al-hadist). Shalawat dan Sallam semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah SAW berserta keluarga, sahabat dan ummatnya.

Penulis menyadari segala kelemahan dan kekurangan yang masih terdapat dalam skripsi ini, semoga dengan adanya penyempurnaan berupa kritik, saran dan pendapat dari para pembaca dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca sekalian. Untuk hal tersebut, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:

1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan FISIP Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Drs. Amir Purba, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi FISIP USU.

3. Ibu Dra. Dayana, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah banyak membantu dan membimbing penulis selama mengerjakan skripsi ini. Penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya atas waktu, nasihat, dan saran yang telah ibu berikan.

4. Bapak Drs. Syafruddin Pohan, M.Si selaku dosen wali penulis.

5. Semua dosen Ilmu Komunikasi maupun dosen-dosen yang pernah membimbing penulis dalam setiap mata kuliah.

(5)

7. Kedua orang tuaku, ayahanda Surianto dan khususnya Ibunda tercinta Florida yang telah memberikan dukungan moril maupun materil serta doa kepada penulis hingga terselesaikannya skripsi ini.

8. Seluruh keluarga besar yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu yang telah memberikan semangatnya kepada penulis

9. Untuk teman-teman angkatan 2005 Ilmu Komunikasi Fisip USU.

Akhir kata penulis memanjatkan doa dan syukur kehadirat Allah SWT atas segala kekuatan dan kemudahan yang telah diberikan, dan penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi seluruh pembaca serta berguna bagi yang membutuhkannya. Amin yaa rabbal alamin.

Penulis,

(6)

DAFTAR ISI

I.5. Manfaat Penelitian... 10

I.6. Kerangka Teori ... 10

I.11. Metodologi Penelitian ... 21

I.11.1 Tipe Penelitian... 21

I.11.2 Subjek Penelitian... 22

I.12. Teknik Pengumpulan Data... 22

I.13. Teknik Analisis Data... 23

IV.2 Sinopsis Singkat Serial Full House, Hello Miss, Love Story in Harvard, dan Princess Hours ... 57

IV.3 Penyajian Data ... 65

IV.4 Analisa Data... 132

IV.5 Uraian Analisis... 166

(7)

BAB V PENUTUP

V.1. Kesimpulan ... 187 V.2. Saran ... 188 DAFTAR PUSTAKA... 191 LAMPIRAN

(8)

Daftar Tabel

Tabel I.1 : Definisi Operasionalisasi Konsep ... 19 Tabel I.2 : Klasifikasi Analisis Isi Semantik tentang

Muatan Budaya dalam Serial Korea... 24

(9)

ABSTRAKSI

Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana makna pesan tentang budaya Korea disampilkan dalam bentuk serial atau drama televisi untuk kemudian diperkenalkan kepada masayarakat. Tujuan dari penelitian ini adalah Untuk mengetahui fenomena serial Korea di Indonesia, untuk mengetahui bagaimana muatan budaya Korea ditampilkan dalam setiap serial-serial Korea yang diteliti, untuk mengetahui apa saja poin-poin yang sering dijadikan bagian atau adegan dalam serial Korea. untuk mengetahui bagaimana serial Korea yang ditayangkan Indosiar dan ANTV memunculkan wacana tentang pengenalan budaya Korea kepada negara-negara tetangganya, dalam hal ini Indonesia. Secara disadari maupun tidak, khalayak selaku penonton serial ini dikenalkan dengan budaya Korea melalui kisah dalam serial-serial produksinya.

Penelitian ini menggunakan metode Analisis Isi Kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, Analisis Isi ditekankan pada bagaimana peneliti melihat keajekan isi komunikasi secara kualitatif, pada bagaimana peneliti memaknakan isi komunikasi, membaca simbol-simbol, memaknakan isi interaksi simbolis yang terjadi dalam komunikasi. Metode Analisis Isi dalam penelitian ini bertujuan untuk meneliti atau mengamati bagaimana budaya-budaya negara Korea Selatan dikemas dalam bentuk sebuah drama seri televisi dan sukses karena sangat digemari tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara lain. Subjek penelitian ini adalah serial Korea Full House, Hello Mis, Love Story in Harvard, dan Princes Hours. Budaya Korea yang diteliti meliputi budaya material dan non material dalam drama seri televisi tersebut dengan menggunakan metode Analisis Isi Semantik yang meliputi Analisis Penunjukan (designation), Analisis Penyifatan (attributions), dan Analisis Pernyataan (assertions).

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Fungsi hiburan dari media terus berkembang, dan karena tuntutan pasar, media televisi berusaha menyajikan hiburan yang bisa memenuhi selera umum. Hal ini dapat kita saksikan pada program-program hiburan yang disuguhkan stasiun-stasiun televisi negeri ini; sinetron. Menyampaikan pesan-pesan budaya melalui sinetron merupakan salah satu cara yang sangat efektif. Karena salah satu produk media massa, sinetron sedikit banyak mampu memberikan pengaruh terhadap perkembangan kepribadian masyarakat yang diterpa media tersebut.

Sinetron merupakan suatu tayangan yang dikemas dalam beberapa episode, berisikan tentang kehidupan manusia yang dianggap mewakili citra dan identitas komunitas tertentu yang ditata sedemikian rupa sehingga hasilnya menarik perhatian dan memikat hati penontonnya. Sinetron-sinetron lokal kebanyakan sinetron-sinetron yang bertemakan dunia remaja, keluarga, percintaan, dan kekayaan.

(11)

citra bangsa Indonesia di mata dunia. Namun, peneliti melihat tidak ada sinetron yang melakukan hal tersebut. Kebanyakan sinetron hanya menonjolkan konflik yang dibuat-buat seperti pertengkaran antara anak dengan orang tua dimana anak tidak lagi menghormati orang tuanya, membentak orang tua, dendam, kemewahan, dan lain sebagainya. Miris jika kita melihat kondisi pesinetronan kita sendiri dimana para sineas tidak begitu ingin menyelipkan sesuatu yang berbau tradisi atau budaya Indonesia di sela-sela ceritanya. Dengan menyelipkan tema budaya tentunya dapat menambah keindahan dari keseluruhan cerita yang ada pada sinetron daripada hanya menonjolkan konflik-konflik tidak berbobot yang selama ini banyak menghiasi cerita-cerita sinetron tanah air.

Memperkenalkan nilai-nilai tradisi atau budaya lewat tayangan televisi, menjadikan televisi sempurna dalam menjalankan fungsi regeneratif media massa, yakni menyampaikan warisan sosial kepada generasi baru agar terjadi proses regenerasi. Acara-acara yang dibuat oleh tim kreatif turut mengajarkan nilai-nilai budaya yang selama ini kita banggakan agar kebudayaan Indonesia selamanya ada di hati bangsanya, khususnya remaja. Karena remaja Indonesia sebagai generasi muda penerus bangsa harus didekatkan pada budaya dan tradisi bangsanya sendiri, bukan budaya dan tradisi bangsa lain. Selain itu juga dapat menjadi alat untuk mempromosikan pariwisata negara kita. Oleh karena itu, media televisi disadari memberikan proses pembelajaran nilai-nilai sosial yang lebih intensif.

(12)

memang sangat digemari di Indonesia. Terdapat lebih dari 20 judul yang telah ditayangkan Indosiar hingga kini, di antaranya The Glass Shoes, Friends, My Love Patzi, All About Eve, Winter Sonata, All In, Summer Scent, Full House, Stairway to Heaven, Sad Love Song,

Wonderful Life, Sassy Girl Chun Hyang, Princess Lulu, Lovers in Paris, 18 vs 29,

Oh...Feel Young, Jewel in the Palace, Memorries of Bali, Sunshine of Love, Princess

Hours, My Girl, Hwang Ji Ni, Hello Miss, Wedding, Coffee Prince, dan drama seri terbaru

yang saat ini tengah diputar; Boys Before Flowers dan My Name is Kim Sam Soon. Stasiun televisi swasta lainnya juga pernah menayangkan serial-serial dari negara Asia Timur. SCTV sempat beberapa kali menayangkan serial dari negeri Taiwan, sebutlah At The Dolphin Bay, Twins, dan Snow Angel. RCTI juga pernah menayangkan kembali serial

Korea Endless Love dan serial Taiwan Romantic Princess. Stasiun televisi swasta lainnya yang juga pernah menayangkan serial Korea ialah ANTV yang menayangkan Cats on the Roof, Love Story in Harvard, dan My Little Bride. Namun kini RCTI, SCTV, dan ANTV

tidak lagi menayangkan drama-drama seri Asia.

Kesuksesan serial-serial Korea membuat rumah-rumah produksi (production house) dalam negeri membuat sinetron yang mencontek serial-serial Korea. Sekarang ini

hampir semua sinetron Indonesia yang diputar di berbagai stasiun televisi adalah hasil jiplakan dari drama Asia khususnya India, Jepang, Taiwan dan yang paling banyak menjadi korban jiplakan adalah drama Korea. Sebut saja “Pura-Pura Kawin” yang pernah ditayangkan SCTV merupakan jiplakan dari serial Korea Full House, Benci Bilang Cinta yang juga ditayangkan SCTV merupakan jiplakan serial Korea Princess Hours. “Pengantin Remaja” yang pernah ditayangkan RCTI merupakan jiplakan dari serial Korea My Little Bride. Bahkan sinetron terlaris 2007 “Intan” juga jiplakan dari serial Korea Be Strong

Geum Soon. Hingga “Cinta Fitri Season 1” merupakan jiplakan serial Korea Pure 19.

(13)

sangat digemari di Indonesia dan negara-negara lain. Keterampilan dan kreativitas para crew produksinya berhasil memadukan narasi yang menarik, teknik sinematografi yang

handal, penggunaan background musik yang mendukung dan kemampuan akting yang memadai, menjadi karya seni populer yang bukan hanya menghibur, namun dapat menyentuh hati dan perasaan para penontonnya, terutama orang Asia.

Selain itu juga, di tengah arus globalisasi dan modernisasi yang semakin memudarkan nilai-nilai budaya tradisional, drama Korea secara konsisten menampilkan nilai-nilai budaya Korea dan Asia, seperti sopan santun, penghormatan pada orang tua, pengabdian pada keluarga, nilai kolektivitas atau kebersamaan, serta nilai kesakralan cinta dan pernikahan. Nilai-nilai ini ditampilkan secara unik dalam situasi kehidupan sehari-hari masyarakat Korea modern yang telah mengalami kemajuan teknologi dan ekonomi yang pesat.

Masyarakat Asia yang telah lama mengkonsumsi budaya populer dari Barat dengan banyaknya tampilan seks dan kekerasan yang vulgar serta hal-hal yang bersifat individualisme, dengan kehadiran serial drama Korea, masyarakat Asia menemukan bentuk budaya populer baru, menampilkan nilai-nilai kultural yang dekat dengan mereka, sehingga mereka dapat merefleksikan serta mengidentifikasi diri mereka di dalamnya.

Drama Korea secara terampil dapat memadukan nilai-nilai tradisional Asia dengan nilai-nilai modern, menjadikan Korea sebagai negara Asia panutan untuk diikuti dan dicontoh, baik secara kultur maupun ekonomi. Melalui drama Korea, para penonton juga diingatkan kembali akan nilai-nilai penghormatan pada orang tua yang mulai menghilang.

(14)

dikenal sebagai sebuah negara dunia ketiga dengan pemerintahan otoriter dan masyarakat yang sangat Patriarkis. Impor drama Korea, salah satunya di Taiwan, berhasil mengubah citra Korea menjadi sebuah negara yang maju secara ekonomi, teknologi, maupun kultural serta berkembang dalam kesetaraan gender. Dalam artikel di internet, para penonton di wilayah Amerika Serikat yang menyaksikan lewat TV kabel, mengatakan kesan positif atas drama Korea dalam menampilkan “romantisme khas Korea” dengan cara yang lembut dan artistik, tanpa melibatkan aktivitas seksual yang vulgar seperti dalam kebanyakan opera sabun Amerika.

Dari beberapa judul serial Korea tersebut yang pernah ditayangkan di televisi, peneliti memilih empat judul serial Korea yang akan dijadikan subjek penelitian ini yang dianggap mewakili citra budaya Korea, yaitu “Full House”, “Hello Miss”, “Love Story in Harvard”, dan “Princess Hours” dengan alasan sebagai berikut :

Indosiar sebagai stasiun televisi yang rutin menayangkan serial-serial Korea sempat vakum menayangkan drama-drama Korea selama satu tahun lebih. Kemudian di tahun 2005 Indosiar menayangkan serial Korea ”Full House”. Full House sendiri merupakan serial terfavorit di negaranya. Dan di Indonesia Full House yang pada saat itu ditayangkan pada pukul 17.00 WIB juga mendapat sambutan baik. Anak-anak sekolah ingin bergegas pulang setelah pelajaran usai karena ingin menyaksikan serial favorit mereka tersebut. Dan tidak hanya remaja putri yang menonton serial ini, melainkan remaja putera, ibu-ibu rumah tangga, wanita karir, hingga para orang tua juga sangat menggemarinya.

(15)

pakaian tradisional mereka, dan makanan khas mereka. Serial ini mendapat sambutan baik dari penonton Indonesia. Kesuksesaan serial ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di negara asal tempat serial ini diproduksi. Princess Hours sendiri mengisahkan tentang perjodohan antara seorang gadis Shin Chae-kyoeng dengan seorang pangeran asal Korea yang berhati dingin Lee Shin. Masalahnya selain enggan dinikahkan, Chae-kyeong mendengar sendiri Lee Shin melamar gadis lain yang juga satu sekolah dengan mereka, Min Hyo-rin. Namun belakangan keduanya setuju untuk menikah, namun diam-diam masing-masing pihak memiliki motivasi berbeda.

Budaya Korea yang kental juga dapat kita saksikan pada serial Korea lainnya yakni “Hello Miss”. Meskipun Hello Miss merupakan serial modern yang tidak menceritakan mengenai Korea tempo dulu, namun mereka tetap memasukkan unsur tradisional di dalam kisah ceritanya. Di sini tampak bagaimana kelihaian dan keseriusan sineas film Korea dalam membuat suatu tontonan yang menghibur namun tetap sarat unsur budaya lokalnya. Tak salah serial Hello Miss yang disutradarai Lee Min-hong ini terpilih sebagai salah satu serial Korea Terbaik di antara 10 pilihan di tahun 2007.

”Love Story in Harvard” merupakan serial drama Korea yang melakukan syuting di luar negeri. Tidak hanya menggunakan bahasa Korea, serial ini juga menggunakan bahasa Inggris. Di sini peneliti melihat bagaimana karakter bangsa Korea yang dinamis dan pintar diperlihatkan dalam mengemas sebuah tema menjadi sebuah kisah yang manis dan menyentuh yang dapat menghibur sekaligus memberikan pesan moral pada penonton tanpa menggurui.

(16)

contoh kemajuan dunia perfilman di Asia, bahkan mampu bersaing dengan raksasa perfilman asia dari hongkong dan Taiwan.

Film Seri televisi Korea Selatan sangat kuat di tema atau thematic. Message atau pesan dalam setiap film seri yang disuguhkan sangat jelas, sehingga penonton bukan sekedar melihat film dengan alur yang dibuat dramatik, tapi ada pesan yang jelas pada setiap film seri yang menampilkan latar budaya Korea, dan menimbulkan keingintahuan lebih lanjut tentang Korea dan budayanya. Peneliti melihat bahwa tema-tema sinetron kita masih sangat terbatas pada tema percintaan remaja dan kisruh rumah tangga. Memang ada juga film seri televisi kita yang berlatar belakang sejarah, namun lebih menonjolkan laga dan bersifat mistik, tidak mampu melihat tema yang lebih dalam.

Padahal tema-tema film seri Korea tersebut sebetulnya adalah tema yang sangat umum dan pasti bisa digali di bumi Indonesia. Seperti jamu, tarian klasik Jawa, Bali, dan dan daerah-daerah tentunya merupakan tema yang juga sangat menarik. Dari budaya masa lalu Indonesia, kita masih punya banyak budaya bangsa yang bisa ditonjolkan dan tidak kalah dari budaya bangsa lain. Beberapa budaya Jawa yang sudah dapat pengakuan International dari Unesco untuk dilestarikan: Budaya Wayang Kulit dan Keris.

Kita bisa membangun bangsa ini mulai dari budaya masa lalu yang tidak kalah dari bangsa lain manapun di dunia. Yang penting kita sebagai bangsa mulai dari menghargai budaya bangsa sendiri dengan mempelajari dan mengembangkan untuk dimunculkan ke forum Internasional. Sedikit demi sedikit pasti kepercayaan diri dari bangsa Indonesia akan muncul dan berani bersaing dengan bangsa lain di bidang apa saja dan memenangkan persaingan tersebut.

(17)

bentuk tayangan drama televisi “Full House”, “Princess Hours”, “Hello Miss”, dan “Love Story in Harvard”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka peneliti mengajukan perumusan masalah sebagai berikut :

”Bagaimana budaya Korea ditampilkan dalam bentuk serial atau drama televisi untuk kemudian diperkenalkan kepada masayarakat?”

1.3 Pembatasan Masalah

Untuk menghindari lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah yang akan diteliti adalah sebagai berikut :

1. Penelitian ini hanya terbatas pada serial drama Korea ”Full House”, “Hello Miss”, “Love Story in Harvard”, dan “Princess Hours”.

2. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis muatan budaya Korea yang ada pada serial yang akan diteliti.

3. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Isi Kualitatif.

1.4 Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui fenomena serial Korea di Indonesia.

2. Untuk mengetahui bagaimana muatan budaya Korea ditampilkan dalam setiap serial-serial Korea yang diteliti.

(18)

4. Untuk mengetahui bagaimana serial Korea yang ditayangkan Indosiar dan ANTV memunculkan wacana tentang pengenalan budaya Korea kepada negara-negara tetangganya, dalam hal ini Indonesia. Secara disadari maupun tidak, khalayak selaku penonton serial ini dikenalkan dengan budaya Korea melalui kisah dalam serial-serial produksinya.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu yang diterima peneliti selama menjadi mahasiswa Ilmu komunikasu FISIP USU, serta menambah cakrawala pengetahuan dan wawasan peneliti terhadap dunia pertelevisian, khususnya sinetron.

2. Secara akademis, penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khasanah penelitian di bidang Ilmu Komunikasi.

3. Secara praktis, data yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan yang berarti bagi pihak produsen di Indonesia dalam meningkatkan mutu sinetron dan dapat mencontoh Korea dalam meperkenalkan, mempromosikan, serta melestarikan budayanya melalui serial-serial drama yang mereka buat.

1.6 Kerangka Teori

Fungsi teori dalam suatu penelitian adalah membantu peneliti menerangkan fenomena sosial atau fenomena alami yang menjadi pusat perhatiannya. Teori adalah himpunan konstruk (konsep), definisi dan proposisi yang mengemukakan pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel, untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut (Kriyantono, 2006 : 45).

(19)

1.6.1 Analisis Isi (Content Analysis)

Analisis Isi (Content Analysis) adalah teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable), dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya. Analisis Isi berhubungan dengan komunikasi atau isi komunikasi. Analisis Isi adalah setiap prosedur sistematik yang dirancang untuk mengkaji isi informasi terekam. Datanya bisa berupa dokumen-dokumen tertulis, film-film, rekaman-rekaman audio, sajian-sajian video, atau jenis media komunikasi yang lain.

Janis membuat kalsifikasi-klasifikasi untuk metode Analisis Isi (Bungin, 2007 : 157), yakni sebagai berikut :

a. Analisis Isi Pragmatis, dimana klasifikasi dilakukan terhadap tanda menurut sebab akibatnya yang mungkin. Misalnya, berapa kali suatu kata tertentu diucapkan yang dapat mengakibatkan munculnya sikap suka terhadap produk sikat gigi A.

b. Analisis Isi Semantik, dilakukan untuk mengklasifikasikan tanda menurut maknanya. Analisis ini terdiri dari tiga jenis sebagai berikut :

1) Analisis penunjukan (designation), menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. 2) Analisis penyifatan (attributions), menggambarkan frekuensi seberapa

sering karakterisasi tertentu dirujuk (misalnya, referensi kepada ketidakjujuran, kenakalan, penipuan, dan sebagainya).

(20)

perilaku nyontek di kalangan mahasiswa sebagai maling, pembohong, dan sebagainya.

c. Analisis Sarana tanda (sign-vehicle), dilakukan untuk mengklasifikasikan isi pesan melalui sifat psikofisik dari tanda, misalnya berapa kali kata cantik muncul, kata seks muncul.

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan metode ”Analisis Isi Semantik” meliputi Analisis Penunjukan (designatioan), Analisis Penyifatan (attributions), dan Analisis Pernyataan (assertions).

1.6.2 Komunikasi dan Komunikasi Massa

Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu (Mulyana, 2001 : 136). Selain itu, pengertian komunikasi secara paradigmatis adalah komunikasi yang mengandung tujuan tertentu; ada yang dilakukan secara lisan, tatap muka, atau melalui media, baik media massa seperti surat kabar, radio, televisi, film, maupun media nonmassa seperti surat, telepon, papan pengumuman, poster, spanduk, dan sebagainya. Secara paradigmatis komunikasi merupakan proses penyampaian pesan oleh seseorang kepada orang lain untuk memberi tahu atau untuk mengubah sikap (attitude), pendapat (opinion), atau perilaku (behavior), baik langsung secara lisan maupun tidak langsung melalui media massa

(Effendi, 2004 : 2-4) dan salah satu cara dalam menyampaikan pesan tersebut adalah melalui sinetron ataupun drama televisi.

(21)

tampak pada pengendalian arus informasi, umpan balik, stimulasi alat indera, dan proporsi unsur isi dengan hubungan (Rakhmat, 2005 : 188 – 189). Mengendalikan arus informasi berarti mengatur jalannya pembicaraan yang disampaikan dan yang diterima. Ketika kita menonton sinetron, kita tidak dapat menghentikan apa yang mereka katakan atau lakukan (apalagi menghentikan jalan ceritanya). Kita terpaksa harus mengikuti apa yang mereka tayangkan (bicarakan) dan tidak dapat mengarahkan jalannya cerita. Jika tidak suka kita hanya bisa memencet remote menggantinya ke saluran lain atau mematikan televisi kita, namun kita tidak akan dapat mempengaruhi mereka supaya mengubah jalan ceritanya atau apa yang mereka bicarakan.

Dalam komunikasi, umpan balik dapat diartikan sebagai respons; yakni pesan yang dikirim kembali dari penerima ke sumber, memberitahu sumber tentang reaksi penerima, dan memberikan landasan kepada sumber untuk menentukan perilaku selanjutnya.

1.6.3 Media Massa Televisi

(22)

televisi-televisi swasta di Indonesia, salah satu tayangan yang banyak merebut perhatian penonton adalah Sinema Asia.

1.6.4 Teori Triple M

Menurut Mowlana, ada tiga unsur penting dalam teori ini, yaitu masyarakat massa, media massa, dan budaya massa. Ketiga unsur tersebut berkaitan satu sama lain membentuk satu segi tiga sebagaimana terlihat dalam gambar berikut :

Gambar 1.1 masyarakat massa

media budaya massa

massa

Teori Triple M memandang media massa merupakan media yang berfungsi sebagai pembagi pesan. Pesan-pesan yang dibagi dan dipertukarkan ke dalam masyarakat itu selalu mengandung nilai dan norma, ide-ide, dan simbol yang mewakili pola pikir, perasaan, dan tindakan suatu masyarakat tertentu. Proses pertukaran pesan melalui media massa didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi yang memerlukan biaya yang semakin mahal sehingga timbullah paham media massa dengan mengandalkan pengeluaran yang kecil namun pesan dapat menyebar luas kepada khalayak.

(23)

1.6.5 Kebudayaan dan Kebudayaan Korea

Kata kebudayaan berasal dari kata Sansakerta yaitu Buddhayah, yaitu bentuk jamak dari buddhi yang berarti “budi atau akal”. Dengan demikian kebudayaan dapat diartikan sebagai hal-hal yang bersangkutan dengan akal. Tetapi ada sarjana lain yang mengupas kata budaya sebagai suatu perkembangan dari majemuk budi daya yang berarti daya dari budi. Karena itu mereka membedakan budaya dari kebudayaan.

Kebudayaan dalam bahasa latin / Yunani berasal dari kata “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merubah alam. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

(24)

Secara historis, Korea sangat dipengaruhi kebudayaan Cina. Sekaligus, menjadi perantara masuknya kebudayaan Cina ke Jepang. Korea mengadopsi banyak kesenian Cina yang dipadu dengan inovasi, sehingga membuat kebudayaan Korea berbeda. Masyarakat Korea mulai memasukkan budaya Barat setelah Korea membuka diri pada akhir tahun 1800-an. Selama pemerintahan kolonial Jepang (1910-1945), tradisi kebudayaan lokal sangat dikucilkan. Walau begitu, masyarakat Korea tetap berusaha melestarikan kebudayaan mereka. Masyarakat Korea memberi apresiasi tinggi pada warisan kebudayaan mereka. Pemerintah memberikan dukungan terhadap kesenian tradisional dan kesenian modern, dengan mengucurkan dana dan program pendidikan serta menjadi sponsor bagi kompetisi pameran nasional setiap tahunnya.

Sama seperti Indonesia, budaya Korea meliputi budaya perkawinan, budaya dalam hal keturunan, budaya makanan, kebiasaan/tradisi, kesenian, bahasa, dan peninggalan bersejarah. Pada serial Hello Miss dan Princess Hours meskipun bersetting modern, namun adegan pernikahan tradisional antara tokoh utamanya diperlihatkan dengan jelas. Di serial Korea biasanya konflik antara tokoh utama pria dan wanita tidak jauh-jauh dari urusan pernikahan. Dari dijodohkan (Princess Hours), Pura-pura nikah (Full House), sampai terpaksa menikah (Wonderful Life). Keluarga dan pernikahan dianggap penting bagi orang Korea, karena pada saat orang menikah tali kekeluargaan semakin erat dan masyarakat pun semakin kuat.

1.7 Kerangka Konsep

(25)

menggambarkan secara abstrak tentang suatu kejadian, keadaan, kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial (Singarimbun, 1995 : 57). Kerangka konsep merupakan hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis yang merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya.

Kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

 Drama seri televis Korea Full House dan Hello Miss.

Kategorisasi nilai-nilai budaya berdasarkan perbuatan dan perkataan baik verbal ataupun nonverbal merupakan cerminan nilai-nilai budaya dan norma moral Korea, meliputi:

o Budaya material o Budaya nonmaterial

1.8 Model Teoritis

Variabel-variabel yang telah dikelompokkan dalam kerangka konsep akan dibentuk menjadi suatu model teoritis sebagai berikut :

Gambar 1.2

1.9 Operasionalisasi Konsep

Operasionalisasi konsep berguna untuk memudahkan kerangka konsep dalam operasionalisasi. Adapun operasionalisasi konsep dalam penelitian ini adalah:

Budaya material (overt material) - Makanan dan minuman Menemukan lambang

/ simbol

Klasifikasi data berdasarkan lambang /

simbol

(26)

- Upacara pernikahan

- Pakaian tradisional bangsa Korea (Hanbok) - Alat-alat teknologi

- Kesenian :  Alat musik  Tari-tarian - Tulisan - Kebiasaan :

 Kebiasaan saat makan dan minum

 Kebiasaan yang sering dilakukan orang Korea di setiap film-filmnya.

Budaya nonmaterial (covert material) meliputi pesan moral dan pelajaran-pelajaran hidup, seperti :

- Menghormati orang tua - Tolong-menolong - Keteguhan hati - Sportivitas

1.10. Definisi Operasional

(27)

Tabel 1.1 : Definisi Operasionalisasi Konsep

NO KONSEP DEFINISI

1 Budaya material (overt material)

Hasil produksi suatu kebudayaan berupa benda yang dapat ditangkap indera, misalnya makanan, pakaian, metode perjalanan, alat-alat teknologi, dan sebagainya. Budaya material tidak hadir dengan sendirinya tetapi dibangun berdasarkan nilai tertentu. Kita dapat membedakan antara overt material yang merefleksikan benda nyata

menjadi simbol kebudayaan. 2 Budaya nonmaterial (covert

material)

covert material merupakan nilai-nilai utama

kebudayaan, yang bersifat abstrak, misalnya nilai keberanian dan kekuasaan. Misalnya, orang Yir Yoront di Australia menjadikan kapak batu sebagai symbol utama suku. Anggota suku itu begitu yakin atas kapak batu yang dapat menjaga tanaman, mengawal rumah, dan menjauhi pemiliknya dari hawa dingin. Pemilik kapak batu dinilai memiliki keberanian, kejantanan, hingga ke pengakuan atas seorang yang patut dituakan. Kapak sebagai artefak adalah budaya material, sedangkan keberanian dan kekuasaan adalah nonmaterial (covert).

(28)

4 Bahasa dan Tulisan Dalam studi kebudayaan, bahasa ditempatkan sebagai sebuah unsur penting selain unsur-unsur lain seperti sistem pengetahuan, mata pencaharian, adat istiadat, kesenian, sistem peralatan hidup, dan lain-lain. Bahkan bahasa dapat dikategorikan sebagai unsur kebudayaan yang berbentuk nonmaterial selain nilai, norma, dan kepercayaan (belief).

5 Kebiasaan Hal-hal yang sering dilakukan oleh orang korea sehingga menjadi kebiasaan bagi mereka yang sering muncul dalam serialnya, seperti mencuci baju dengan kaki, mencuci piring dengan menggunakan sarung tangan, menggendong kekasih atau orang lain di punggung belakang, kissing, dan lain sebagainya.

6 Menghormati orang tua Tidak berbicara kasar kepada orang tua, tidak membentak, dan tidak memotong pembicaraan orang tua.

7 Tolong-menonolong Saling membantu sesama manusia yang membutuhkan.

(29)

9 Sportifitas Sikap mengakui keunggulan lawan dan menerima kekalahan.

1.11 Metodologi Penelitian

1.11.1 Tipe Penelitian

Analisis Isi dalam penelitian ini adalah model Analisis Isi Kualitatif disebut juga sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan observasi partisipan. Analisis isi kulitatif bersifat sistematis, analitis, tapi tidak kaku.

Penelitian kualitatif adalah penelitian yang menggunakan cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir yang berangkat dari hal-hal yang khusus (fakta empiris) menuju hal-hal yang umum (tataran konsep). Analisis data kualitatif dimulai dari analisis berbagai data yang berhasil dikumpulkan peneliti di lapangan. Data tersebut dapat terkumpul baik melalui observasi, wawancara mendalam, focus group discussion maupun dokumen-dokumen. Kemudian data tersebut diklasifikasikan ke dalam kategori-kategori tertentu.

(30)

1.11.2 Subjek Penelitian

Subjek penelitian pada penelitian ini adalah serial-serial korea yang pernah ditayangkan stasiun televisi swasta di Indosiar, yaitu “Full House”, “Hello Miss”, “Love Story in Harvard”, dan “Princess Hours”.

1.12 Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah : a. Library Research, yaitu penelitian yang dilakukan dengan menghimpun data

dari buku-buku serta bacaan yang relevan dan mendukung penelitian.

b. Dokumentasi, yaitu menghimpun data dari dokumentasi serial-serial Korea yang dijadikan subjek penelitian.

1.13 Teknik Analisis Data

Analisis data menurut Maleong (Kriyantono, 2006 : 163) adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang dasarankan oleh data. Bigdan dan Tayllor mendefinisikan analisis data sebagai proses yang merinci usaha secara formal untuk menemukan tema dan merumuskan hipotesis kerja (ide) seperti yang disarankan oleh data dan sebagai usaha untuk memberikan bantuan pada tema dan hipotesis kerja itu.

(31)

Penelitian ini menggunakan klasifikasi yang dibuat Janis serta menggunakan teknik analisis domain Burhan Bungin yang dipadukan dengan kategori yang dibuat Spradley yang disebut dengan ”kategori semantik” yang dimodifikasi.

Tabel 1.2

Klasifikasi Analisis Isi Semantik tentang Muatan budaya dalam Serial Korea

Analisis Isi Semantik Defenisi

Analisis Penunjukan (designation) Menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk yang memperlihatkan tradisi atau budaya bangsa Korea

Analisis Penyifatan (attributions) Menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk yang secara tidak langsung juga memperlihatkan kebiasaan yang telah menjadi budaya masyarakat Korea (misalnya, referensi kepada kerja keras, kenakalan, perilaku seks bebas, dan sebagainya).

(32)

BAB II

URAIAN TEORITIS

Teori mempunyai peranan yang besar dalam penelitian, karena teori mengandung tiga hal : pertama, teori adalah serangkaian preposisi atau konsep yang saling berhubungan. Kedua, teori menerangkan secara sistematis suatu fenomena sosial dengan cara menentukan hubungan antar konsep. Ketiga, teori menerangkan fenomena tertentu dengan cara menentukan konsep mana yang berhubungan dengan konsep lainnya dan bagaimana bentuk hubungannya (Kriyantono, 2006 : 45).

Dalam penelitian ini, teori-teori yang dianggap relevan di antaranya adalah Content Analysis, teori Komunikasi dan Komunikasi Massa, Media Massa Televisi, Teori

Triple M, dan Kebudayaan Korea.

II.1 Analisis Isi (Content Analysis)

Logika dasar dalam komunikasi, bahwa setiap komunikasi selalu berisi pesan dalam sinyal komunikasinya itu, baik berupa verbal maupun nonverbal. Sejauh itu, makna komunikasi menjadi amat dominan dalam setiap peristiwa komunikasi.

Altheide (Kriyantono, 2006 : 247) menyebut Analisis Isi Kualitatif sebagai Ethnographic Content Analysis (ECA), yaitu perpaduan analisis isi objektif dengan

observasi partisipan. Artinya, peneliti berinteraksi dengan material-material dokumentasi atau bahkan melakukan wawancara mendalam sehingga pernyatan-pernyataan yang spesifik dapat diletakkan pada konteks yang tepat untuk dianalisis.

(33)

menggunakan teknik analisis tertentu dalam membuat prediksi. Penggunaan Analisis Isi dapat dilakukan sebagaimana Paul W. Massing melakukan studi-studi tentang “The Voice of America”. Analisis Isi didahului dengan melakukan coding terhadap istilah-istilah atau

penggunaan kata dan kalimat yang relevan, yang paling banyak muncul dalam media komunikasi. Dalam hal pemberian coding, perlu juga dicatat dalam konteks mana istilah itu muncul. Kemudian, dilakukan klasifikasi terhadap coding yang telah dilakukan. Klasifikasi dilakukan dengan melihat sejauh mana satuan makna berhubungan dengan tujuan penelitian. Klasifikasi ini dimaksudkan untuk membangun kategori dari setiap klasifikasi. Kemudian, satuan makna dan kategori dianalisis dan dicari hubungan satu dengan lainnya untuk menemukan makna, arti, dan tujuan isi komunikasi itu. Hasil analisis ini dideskripsikan dalam bentuk draf laporan penelitian sebagaimana umumnya laporan penelitian.

Analisis Isi mempunyai pendekatan sendiri dalam menganalisis data. Secara umum, pendekatan ini berasal dari cara memandang obyek analisisnya. Analisis Isi adalah suatu teknik penelitian untuk membuat inferensi-inferensi yang dapat ditiru (replicable) dan sahih data dengan memperhatikan konteksnya (Krippendorff, 1993 : 15).

Sebagai suatu teknik penelitian, Analisis Isi mencakup prosedur-prosedur khusus untuk pemrosesan data ilmiah. Sebagaimana sebuah teknik penelitian, ia bertujuan memberikan pengetahuan, membuka wawasan baru, menyajikan ”fakta” dan panduan praktis pelaksanaannya.

(34)

1) Analisis Isi Pragmatis ; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut sebab atau akibatnya yang mungkin. Misalnya, penghitungan berapa kali suatu kata diucapkan, yang dapat mengakibatkan sikap suka terhadap negara Jerman pada audiens tertentu).

2) Analisis Isi Semantik ; prosedur yang mengklasifikasikan tanda menurut maknanya (misalnya, penghitungan berapa kali negara Jerman dijadikan referensi, tidak jadi masalah kata apa yang digunakan untuk menunjukkan referensi itu).

a) Analisis penunjukan (designation) ; menggambarkan frekuensi seberapa sering objek tertentu (orang, benda, kelompok, atau konsep) dirujuk. Analisis ini secara kasar disebut analisis pokok bahasan (subject-matter).

b) Analisis penyifatan (attributions) ; menggambarkan frekuensi seberapa sering karakterisasi tertentu dirujuk (misalnya, referensi kepada ketidakjujuran).

c) Analisis pernyataan (assertions) ; menggambarkan frekeuensi seberapa sering objek tertentu dikarakteristikkan secara khusus. Analisis ini secara kasar disebut analisis tematik.

3) Analisis Sarana tanda (sign-vehicle) ; prosedur yang mengklasifikasikan isi menurut sifat psikofisik dari tanda, misalnya penghitungan berapa kali kata ”Negara Jerman” muncul.

II.2 Teori Komunikasi dan Komunikasi Massa

(35)

kita, dan apa pemahaman sesama. Oleh karena itu untuk berhubungan dengan manusia lainnya, manusia memerlukan jalinan komunikasi.

Secara epistemologi istilah kata komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari bahasa Latin yakni communicatio, dan bersumber dari kata

communis yang berarti ”sama” (Mulyana, 2005 : 41). Makna kata ”sama” ini bisa

diinterpretasikan dengan ”sama makna”. Jadi, secara sederhana proses komunikasi bermuara pada usaha untuk mendapatkan kesamaan makna atau pemahaman pada subjek yang melakukan proses komunikasi tersebut.

Komunikasi sendiri merupakan kebutuhan naluriah yang ada pada semua makhluk hidup. Sifat manusia untuk menyampaikan keinginannya dan hasratnya kepada orang lain, merupakan awal dari keterampilan manusia berkomunikasi secara otomatis melalui lambang-lambang isyarat (nonverbal), kemudian disusun dengan kemampuan untuk memberi arti setiap lambang-lambang itu dalam bentuk bahasa verbal. Unsur-unsur dalam komunikasi merupakan bagian yang sangat penting dan saling melengkapi satu sama lain dalam sebuah rangkaian sistem yang memungkinkan berlangsungnya suatu aktivitas komunikasi. Dalam sebuah proses komunikasi yang sangat sederhana paling tidak memerlukan tiga unsur, yakni komunikator, pesan, dan komunikan.

(36)

Pesan-pesan nonverbal sangat berpengaruh dalam komunikasi. Untuk memperkenalkan ”Korea Selatan merupakan sebuah negeri yang indah dan dinamis” dapat dilakukan lewat komunikasi nonverbal dalam bentuk sebuah drama seri televisi. Dimana dalam serial-serial tersebut penonton diajak menyaksikan beragam jenis kesenian, masakan tradisional, pakaian, serta kebiasaan-kebiasaan masyarakat Korea. Hal inilah yang coba dikenalkan kepada negara-negara lain melalui komunikasi verbal dan nonverbal, dalam artian mereka tidak harus secara langsung mengatakan bahwa negara mereka adalah sebuah negara yang indah dimana penduduknya sangat dinamis dan kaya akan budaya-budaya yang unik, melainkan cukup dengan menyelipkan adegan-adegan seperti memakai baju Hanbok (pakaian tradisional korea), minum sup rumput laut di hari ulang tahun, memberi salam dengan cara membungkukkan badan, minum arak di warung-warung tenda pinggir jalan, membuat sup kimchi, dan lain sebagainya.

Penonton juga dapat mendengarkan bahasa asli mereka jika menonton serial-serial Korea lewat VCD atau DVD, karena semua serial-serial-serial-serial Korea yang ditayangkan di televisi telah melalui proses dubbing. Penyampaian pesan-pesan budaya mereka juga dilakukan melalui komunikasi verbal tentunya, yakni bahasa Korea. Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa itu sendiri dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Bahasa verbal adalah sarana utama untuk menyatakan pikiran, perasan, dan maksud.

Carl I Hovland dalam bukunya Social Communication (Amir Purba, dkk dalam buku Pengantar Ilmu Komunikasi) menyebutkan : communication is the process by which an individual (the communicator) transmit stimuly (usually verbal symbol) to modify the

(37)

seorang individu (komunikator) mengirimkan stimuli (biasanya dalam bentuk simbol verbal atau kata-kata) untuk mengubah perilaku orang lain (komunikan).

Formula Lasswell melengkapi unsur-unsur yang ada dengan memfokuskan analisis pada komunikasi massa dengan menjawab Who (siapa), Says what (berkata apa), In which channel (saluran apa), To whom (kepada siapa), With what effect (dengan efek

apa). Dapat dilihat elemen yang ditambahkan dalam proses ini dari tiga menjadi lima, yaitu media (saluran) dan efek atau pengaruh yang diharapkan.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur komunikasi terdiri dari sumber (source) dalam hal ini komunikator, pembentukan kode (encoding), pesan (message), saluran (channel), penerima atau komunikan, pembacaan kode (decoding), umpan balik (feedback), efek (effect). Sumber atau komunikator dalam sebuah

aktivitas komunikasi adalah seseorang atau sekelompok orang yang bertindak memulai suatu pembicaraan. Serial-serial Korea melalui kegiatan komunikasi baik yang dilakukan para pemerannya (komunikasi verbal) maupun hanya melalui visualisasi berupa tempat-tempat bersejarah, tulisan, dan sebagainya (komunikasi nonverbal) merupakan sumber atau komunikator dalam proses penyampaian pesan ini. Seseorang menjadi komunikator ketika sedang mengirimkan pesan, misalnya sedang berbicara, menulis, menggambar, ataupun sedang melakukan tindakan, gerak-gerik, menampilkan ekspresi wajah, dan sebagainya. Sedangkan penerima (komunikan) adalah orang yang menerima pesan tersebut. Penonton yang menonton sebuah film menjadi komunikan yang menerima pesan-pesan yang disampaikan dalam film yang mereka tonton.

Encoding dan decoding dalam proses komunikasi merupakan dua fungsi yang

(38)

(encode) merupakan suatu tindakan untuk menghasilkan pesan. Fungsi decoding ada pada

diri seseorang yang berperan sebagai komunikan (penonton). Tindakan menerima pesan tersebut misalnya membaca, mendengarkan, melihat, mengamati, dan selanjutnya memberikan penafsiran atau interpretrasi terhadap pesan tersebut. Decoding (decode) dapat berarti tindakan membaca dan menginterpretasikan pesan.

(39)

Saluran (channel) merupakan media yang digunakan oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Saluran berperan sebagai mata rantai yang harus dilalui pesan untuk sampai kepada tujuan. Jenis saluran berbeda-beda tergantung kepada jenis proses komunikasi yang berlangsung dan jarang sekali menggunakan hanya satu saluran saja. Dalam komunikasi tatap muka, misalnya, proses penyampaian ide, gagasan, atau perasaan seseorang dapat menggabungkan pemakaian beberapa saluran yang berbeda-beda secara simultan, seperti saluran suara, saluran visual, dan sebagainya.

Seluruh saluran tersebut digunakan dalam proses komunikasi secara primer atau langsung (face to face). Proses komunikasi secara primer adalah penyampaian pesan atau lambang-lambang dengan menggunakan media primer, seperti kata-kata atau bahasa (saluran suara) dan penglihatan (saluran visual). Selain proses komunikasi secara primer, proses komunikasi juga berlangsung secara sekunder. Proses komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media (saluran) kedua setelah pemakaian lambang sebagai media pertama. Komunikasi ini disebut juga komunikasi bermedia (mediated communication).

Pada saat komunikasi sedang berlangsung maka pihak-pihak yang terlibat dalam proses tersebut akan melakukan fungsi sebagai komunikator maupun komunikan. Fungsi ini akan terus berjalan sepanjang aktivitas komunikasi terus berlangsung. Berlanjut tidaknya aktivitas komunikasi tersebut tergantung kepada umpan balik yang diterima.

(40)

isyarat (misalnya dengan menggelengkan kepala, tertawa, menangis), gambar, warna, dan sebagainya.

Efek dalam komunikasi merupakan dampak atau hasil yang dicapai dari sebuah proses komunikasi. Salah satu dampak atau hasil tersebut dapat berupa aspek kognitif, seperti terjadinya peningkatan pengetahuan, kemampuan, intelektual yang semakin baik, wawasan yang semakin luas, meningkatnya kemampuan menganalisis atau melakukan evaluasi terhadap budaya-budaya yang ditonjolkan dalam serial Korea.

Komunikasi massa merupakan salah satu bentuk dari komunikasi itu sendiri. Komunikasi massa merupakan suatu tipe komunikasi manusia (human communication) yang lahir bersamaan dengan mulai digunakannya alat-alat mekanik, yang mampu melipatgandakan pesan-pesan komunikasi. Dalam sejarah publisistik dimulai satu setengah abad setelah ditemukan mesin cetak oleh Johannes Gutenberg (Wiryanto, 2000 : 1). Sejak itu dimulai suatu zaman yang dikenal dengan zaman publisistik atau awal dari era komunikasi massa. Di Amerika Serikat, komunikasi massa sebagai ilmu baru lahir pada 1940-an, ketika para ilmuwan sosial mulai melakukan pendekatan-pendekatan ilmiah mengenai gejala komunikasi. Di Indonesia gejala komunikasi yang menggunakan media massa ini dipelajari di perguruan tinggi sekitar tahun 1950-an (Wiryanto, 2000 : 1).

Pada dekade sebelum abad ke-20, alat-alat mekanik yang menyertai lahirnya publisistik atau komunikasi massa adalah alat-alat percetakan (press printed) yang menghasilkan surat kabar, buku-buku, majalah, brosur, dan materi cetakan lainnya. Gejala ini makin meluas pada dasawarsa pertama abad ke-20, ketika film dan radio mulai digunakan secara luas. Kemudian disusul televisi pada dekade berikutnya.

(41)

(komunikan atau audience) yang luas serta secara serentak dengan kecepatan yang relatif tinggi. Begitu eratnya penggnaan peralatan tersebut, maka komunikasi massa dapat diartikan sebagai jenis komunikasi yang menggunakan media massa untuk pesan-pesan yang disampaikan.

Istilah komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa Inggris, mass communication, kependekan dari mass media communication, yang artinya komunikasi

dengan menggunakan media massa. Istilah mass communications atau communications diartikan sebagai salurannya, yaitu mass media (media massa). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia kata massa berarti ”orang banyak”. Namun, dalam komunikasi massa dapat diartikan lebih dari sekedar ”orang banyak”. Massa di sini meliputi semua orang yang menjadi sasaran alat-alat komunikasi massa. Mereka tidak harus berada di suatu lokasi tertentu yang sama, tetapi dapat tersebar atau terpencar di berbagai lokasi yang dalam waktu yang sama atau hampir bersamaan dapat memperoleh pesan-pesan komunikasi yang sama. Massa juga meliputi semua lapisan masyarakat atau khalayak ramai dalam berbagai tingkat umur, pendidikan, keyakinan, status sosial. Tentu saja yang terjangkau oleh saluran media massa.

Komunikasi massa juga terdiri dari unsur-unsur sumber (source), pesan (message), saluran (channel), dan penerima (receiver), serta efek (effect). Menurut Harold

D Lasswell untuk memahami komunikasi massa, kita harus mengerti unsur-unsur itu yang diformulasikan olehnya dalam bentuk pertanyaan, who says what in which channel to whom and with what effect ? Unsur who merupakan sumber utama dalam komunikasi

(42)

yang sangat banyak jumlahnya. Charles Wright (Wiryanto, 2000 : 5) memberikan karakteristik pesan-pesan komunikasi sebagai berikut :

a. Publicity

Pesan-pesan komunikasi massa pada umumnya tidak ditunjukkan kepada perorangan-perorangan tertentu yang eksklusif, melainkan bersifat terbuka untuk umum atau publik.

b. Rapid

Pesan-pesan komunikasi massa dirancang untuk mencapai audiens yang luas dalam waktu yang singkat dan simultan.

c. Transient

Pesan-pesan komunikasi massa umumnya dibuat untuk memenuhi kebutuhan segera, dikonsumsi ”sekali pakai” dan bukan untuk tujuan-tujuan bersifat permanen. Namun, ada pengecualian seperti buku-buku, film, transkripsi-transkripsi radio, dan rekaman-rekaman audiovisual.

Unsur in which channel menyangkut semua peralatan mekanik yang digunakan untuk menyebarluaskan pesan-pesan komunikasi massa. Media dalam penelitian ini yang memiliki kemampuan tersebut adalah televisi. Unsur to whom menyangkut sasaran-sasaran komunikasi massa, yakni penonton yang sedang menikmati serial Korea. Unsur with what effect sesungguhnya ”melekat” pada unsur audiens. Efek adalah perubahan-perubahan

(43)

suka terhadap suatu hal, dan sebaliknya. Citra positif Korea yang berusaha dibangun dalam setiap produksi serial mereka, sedikit banyak telah berhasil membentuk sikap positif terhadap para penonton di seluruh dunia. Jepang, misalnya, bangsa Jepang Jepang selama ini kita ketahui sangat antipati terhadap Korea, namun lewat serial Winter Sonata, pandangan mereka sungguh banyak berubah terhadap ”negeri ginseng” tersebut. Dengan menampilkan citra positif Korea, bagaimana kebiasaan-kebiasaan unik masyarakatnya, tempat-tempat wisata yang indah, beragam kuliner yang membangkitkan selera dalam setiap serial-serial yang mereka buat sedikit banyak juga telah membuat penonton ingin berwisata ke negeri itu dan mencicipi masakannya. Hal ini dinamakan aspek behavioral.

Wilbur Schramm menyatakan, komunikasi massa berfungsi sebagai decoder, interpreter, dan encoder. Pendapat Schramm pada dasarnya tidak berbeda dengan pendapat

Harold D Lasswell (Wiryanto, 2000 : 11) yang menyebutkan fungsi-fungsi komunikasi massa sebagai berikut :

a. Surveillance of the environment ; pengamatan lingkungan.

b. Correlation of the parts of society in responding to the environment ;

menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai dengan lingkungannya. c. Transmission of the social heritage from one generation to the next ; penerusan

atau pewarisan sosial dari satu generasi ke generasi selanjutnya. II.3 Media Massa Televisi

Dari semua media komunikasi yang ada, televisilah yang paling berpengaruh pada kehidupan manusia. Sebanyak 99 % orang Amerika memiliki televisi di rumahnya. Tayangan televisi mereka dijejali hiburan, televisi, dan iklan. Mereka menghabiskan waktu menonton televisi sekitar tujuh jam dalam sehari (Ardianto, 2004 : 125).

(44)

negeri dengan bantuan satelit dan diterima langsung pada layar televisi di rumah dengan menggunakan wire atau microwave (wireless cable) yang membuka tambahan saluran televisi bagi pemirsa. Televisi tambah marak lagi setelah dikembangkannya Direct Broadcast Satellite (DBS).

Televisi sebagai media massa mempunyai banyak kelebihan dalam penyampaian pesan-pesannya dibanding media massa lainnya, karena pesan-pesan yang disampaikan disertai gambar dan suara secara bersamaan dan hidup, aktual, serta dapat menjangkau ruang yang sangat luas, televisi dapat mencapai pemirsa yang banyak dalam waktu yang relatif singkat.

Daya tarik televisi semakin diperkuat dengan adanya unsur visual. Gambar hidup ini mampu meninggalkan kesan yang mendalam bagi penontonnya. Saat ini televisi banyak menyajikan acara hiburan yang mampu menarik perhatian penonton, seperti sinetron. Dan serial Asia, khususnya Korea. Memperkenalkan budaya bangsa Korea kepada bangsanya sendiri maupun kepada bangsa lain di seluruh dunia setidaknya berusaha untuk melaksanakan fungsi media massa, social heritage, yakni transmisi warisan sosial yang berfokus pada komunikasi pengetahuan, nilai-nilai, dan norma-norma sosial dari satu generasi ke generasi yang lain atau dari anggota-anggota suatu kelompok kepada para pendatang baru.

(45)

karena serial-serial Korea lebih banyak memuat tradisi-tradisi mereka dengan tampilan visual yang menarik, sedangkan sinetron kita sangat jarang yang menonjolkan sisi budaya bangsa Indonesia. Hal ini sangat mengkhawatirkan mengingat televisi sebagai media massa yang efektif dalam menyampaikan pesan-pesan budaya dan melestarikan budaya bangsa tidak dimanfaatkan secara maksimal.

II.4 Teori Triple M

Komunikasi dan budaya mempunyai hubungan timbal balik, seperti dua sisi mata uang. Budaya menjadi bagian dari perilaku komunikasi, dan pada gilirannya komunikasi pun turut menentukan, memelihara, mengembangkan, dan mewariskan budaya, seperti yang dikatakan Edward T. Hall, bahwa ‘komunikasi adalah budaya’ dan ‘budaya adalah komunikasi’. Pada satu sisi, komunikasi merupakan suatu mekanisme untuk mensosialisasikan norma-norma budaya masyarakat, baik secara horizontal, dari suatu masyarakat kepada masyarakat lainnya, ataupun secara vertikal dari suatu generasi ke generasi berikutnya. Pada sisi lain budaya menetapkan norma-norma (komunikasi) yang dianggap sesuai untuk kelompok tertentu.

Tema tentang komunikasi bukan hal baru, namun ia menjadi lebih menarik setelah dihubungkan dengan konsep ”antarbudaya”. Istilah antarbudaya (interculture) pertama kali diperkenalkan oleh seorang antropolog, Edward T. Hall pada 1959 dalam bukunya The Silent Language (Liliweri, 2001 : 1). Karya Hall tersebut hanya menerangkan tentang keberadaan konsep-konsep unsur kebudayaan, misalnya sistem ekonomi, religi, sistem pengetahuan sebagaimana adanya. Hakikat perbedaan antarbudaya dalam proses komunikasi baru dijelaskan satu tahun setelah itu, oleh David K. Berlo melalui bukunya The Process of Communication (an intoduction to the theory and practice) pada 1960.

(46)

SMCR, yaitu sources, message, channel, dan receiver. Semua tindakan komunikasi itu berasal dari konsep kebudayaan. Berlo berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu. Berartai kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda.

Komunikasi antar budaya terjadi bila produsen pesan adalah anggota suatu budaya lainnya. Dalam keadaan demikian kita segera dihadapkan pada masalah-masalah yang ada dalam suatu situasi dimana suatu pesan disandi dalam suatu budaya dan harus disandi balik dalam budaya lain. Alo Liliweri dalam bukunya Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya mengartikan komunikasi sebagai proses peralihan dan pertukaran informasi oleh manusia melalui adaptasi dari dan ke dalam sebuah sistem kehidupan manusia dan lingkungannya. Proses peralihan dan pertukaran informasi itu dilakukan melalui simbol-simbol bahasa verbal maupun nonverbal yang dipahami bersama.

Ada dua bentuk simbol dalam pengertian komunikasi yang dikemukakan Alo Liliweri yakni verbal dan nonverbal. Manusia melahirkan pikiran, perasaan, dan perbuatan melalui ungkapan kata-kata yang kita sebut verbal. Kalau kata-kata itu diucapkan disebut verbal-vokal, kalau dengan tulisan disebut verbal-visual. Selain itu ada juga simbol nonverbal untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan perbuatan yang disampaikan bukan dengan kata-kata melainkan memakai gerakan-gerakan anggota tubuh, ekspresi wajah, pakaian, waktu, dan ruang / jarak fisik, dan lain-lain.

(47)

adalah komunikasi yang terjadi di bawah suatu kondisi kebudayaan yang berbeda bahasa, norma-norma, adat istiadat, dan kebiasaan.

Menurut Mowlana (Liliweri, 2001 : 67) ada tiga unsur penting dalam teori ini, yaitu masyarakat massa, media massa, dan budaya massa. Ketiga unsur tersebut berkaitan satu sama lain membentuk satu segi tiga sebagaimana terlihat dalam gambar berikut :

masyarakat massa

media budaya massa

massa

Dalam segitiga ini kita bisa melihat hubungan antara individu dalam masyarakat massa ibarat ”titik singgung” yang tidak diatur secara organik. Teori Triple M memandang media massa merupakan media yang berfungsi sebagai pembagi pesan. Pesan-pesan yang dibagi dan dipertukarkan ke dalam masyarakat itu selalu mengandung nilai-nilai dan norma, ide-ide, dan simbol yang mewakili pola pikir, perasaan, tindakan suatu masyarakat tertentu yang kita kenal dengan kebudayaan.

Ketika masyarakat ingin supaya media harus memenuhi keinginan mereka yang sama, perasaan yangn sama, emosi, pikiran-pikiran yang rasional yang sama. Pada saat ini berarti media sudah menciptakan suatu budaya massa. Proses penukaran pesan melalui media massa didukung oleh perkembangan teknologi komunikasi yang memerlukan biaya yang semakin mahal sehingga timbullah paham media massa dengan mengandalkan pengeluaran yang kecil namun pesan dapat menyebar luas kepada khalayak.

(48)

Selanjutnya, budaya massa yang terbentuk dalam konteks ini tidak lain mengacu pada berbagai perilaku yang bersumber dari nilai, norma, ide-ide, serta simbol-simbol dari masyarakat massa tersebut. Nilai, norma, ide, simbol masyarakat itu dipertukarkan melalui media dan didukung oleh perkembangan teknologi media yang semakin maju. Kerapkali nilai-nilai itu malah mengubah ide-ide dasar yang dimiliki oleh suatu masyarakat, hanya karena media lebih mementingkan aspek komersial atau daya jual di pasar khalayak massa.

Arti budaya massa kerap dipergunakan sebagai tanda terhadap suatu produk budaya yang "memassa", misalnya seni, musik, opera, komedi, dan produksi material yang disebarluaskan media massa sehingga menjadi komoditi budaya suatu masyarakat massa.

II.5 Kebudayaan Korea

Kebudayaan (culture) merupakan produk dari seluruh rangkaian proses sosial yang dijalankan oleh manusia dalam masyarakat dengan segala aktivitasnya. Dengan demikian, maka kebudayaan adalah hasil nyata dari sebuah proses sosial yang dijalankan oleh manusia bersama masyarakatnya.

Kata kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta buddhayah yang merupakan kata jamak dari buddhi yang berarti budi atau akal. Kebudayaan diartikan sebagai ”hal-hal yang bersangkutan dengan budi atau akal” (Bungin, 2006 : 52).

Kebudayaan dalam bahasa latin / Yunani berasal dari kata “colere” yang berarti mengolah, mengerjakan terutama mengolah tanah. Dari arti ini berkembang arti culture sebagai segala daya dan usaha manusia untuk merubah alam. Sedangkan pengertian kebudayaan menurut ilmu antropologi, kebudayaan adalah keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar.

(49)

hasil karya, rasa dan cipta masyarakat. Pengertian paling tua atas kebudayaan diajukan oleh Edward Burnett Tylor dalam karyanya berjudul Primitive Culture, bahwa kebudayaan adalah kompleks dari keseluruhan pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat isitiadat, dan setiap kemampuan lain dan kebiasaan yang dimiliki oleh manusia sebagai anggota suatu masyarakat. Atau seperti kata Hebding dan Glick bahwa kebudayaan dapat dilihat secara material maupun non material. Kebudayaan material tampil dalam objek material yang dihasilkan, kemudian digunakan manusia. Misalnya, dari alat-alat paling sederhana seperti asesoris perhiasan tangan, leher dan telinga, alat rumah tangga, pakaian, sistem komputer, desain arsitektur. Mesin otomotif, hingga instrumen untuk penyelidikan besar sekalipun. Sebaliknya budaya nonmaterial adalah unsur-unsur yang dimaksudkan dalam konsep norma-norma, nilai-nilai, kepercayaan / keyakinan serta bahasa.

Kebudayaan Korea berawal dari lahirnya kerajaan pertama Korea, yaitu kerajaan

Choson karena di masa kerajaan ini lahir dongeng yang menceritakan nenek moyang bangsa Korea. Dongeng ini dikenal dengan nama legenda Tan’gun. Dongeng ini bercerita bahwa ada seorang dewa langit yang bernama Hwanung yang turun ke bumi, kemudian dia mengajak anak buahnya untuk ikut turun ke bumi. Di bumi mereka mendirikan kerajaan di suatu tempat, di Semenanjung Korea.

Suatu ketika, ada seekor macan dan beruang menemui Hwanung dengan tujuan meminta Hwanung agar mengubah diri mereka yang berwujud binatang menjadi manusia. Hwanung mengabulkan permintaan mereka, ia memberikan sejumlah rumput dan sejumlah

siung bawang putih serta memerintahkan mereka memakannya dan menghindari matahari selama 100 hari. Mereka harus melaksanakan perintah tersebut jika mereka ingin menjadi manusia.

(50)

melaksanakan perintah Hwanung gagal menjelma menjadi manusia. Karena macan tersebut tidak tahan makan bawang putih dan rumput terus menerus maka, dia akhirnya keluar dari gua dan memakan daging. Padahal, jika macan itu bersabar seminggu lagi saja, menurut Hwanung macan itu menjadi laki-laki dan tentu saja berpasangan dengan beruang yang menjadi perempuan tersebut.

Hwanung merasa empati dengan beruang yang menjelma menjadi perempuan

tersebut karena ia tidak memiliki pasangan hidup sehingga akhirnya Hwanung menikahinya. Kemudian, mereka memiliki putra yang diberi nama Tan’gun yang selanjutnya menjadi nenek moyang bangsa Korea. Sekitar tahun 2300 Sebelum Masehi, Tan’gun menyatukan suku Tungusic dan kemudian mendirikan kerajaan yang dikenal dengan kerajaan Choson kuno dengan ibukota Asadah (Pyongyang sekarang). (www.korea.net)

Meskipun legenda Tan’gun hanya sebuah mitos yang kurang didukung fakta-fakta sejarah, namun legenda tersebut merefleksikan idealisme Korea serta memberikan kebanggan bangsa Korea sebagai bangsa yang memiliki sejarah dan kebudayaan tertua. Oleh karena itu, bangsa Korea tetap melestarikan legenda tersebut dan menjadi sumber kebangkitan spiritual bagi bangsa Korea saat menghadapi krisis rasial dan nasional.

Maju ke abad pertengahan tepatnya abad ke-16, di Korea terdapat seorang laksamana perang bernama, Laksamana Yi Sun Sin. Beliaulah yang membuat kapal anti peluru pertama kali di dunia yang diberi nama “kapal kura-kura”, untuk menangkal invasi Jepang.

(51)

saat orang Eropa, ikut datang ke Korea mereka membawa agama Kristen ke Korea serta etos kerja keras ala Eropa dan individualisme plus liberalisme dan imperalisme Eropa. Korea memperoleh kemerdekaan pada tahun 1945 setelah kemenangan tentara Sekutu atas Jepang, akan tetapi Semenanjung Korea dibagi dua sebagai Korea Utara dan Korea Selatan oleh garis lintang 38o, menurut perjanjian politik antara Amerika dan Uni Soviet. Di belahan selatan berdiri Republik Korea yang lebih dikenal sebagai Korea Selatan setelah diakui oleh PBB melalui pemilihan umum pada tahun 1948, sedangkan di belahan utara didirikan Republik Rakyat Korea oleh tangan komunis.

(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1 Deskripsi Subjek Penelitian

Subjek penelitian ini adalah serial-serial Korea yang pernah ditayangkan di stasiun televisi swasta Indonesia, yaitu Indosiar dan ANTV. Serial-serial tersebut adalah Full House sebanyak 16 episode, Hello Miss sebanyak 16 episode, Love Story in Harvard

sebanyak 18 episode, dan Princess Hours sebanyak 24 episode.

III.2 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Analisis Isi kualitatif. Analisis Isi adalah setiap prosedur sistematik yang dirancang untuk mengkaji isi informasi terekam. Datanya bisa berupa dokumen-dokumen tertulis, film-film, rekaman-rekaman audio, sajian-sajian audio, atau jenis media komunikasi yang lain. Penggunaan Analisis Isi untuk penelitian kualitatif tidak jauh berbeda dengan pendekatan lainnya. Awal mula harus ada fenomena komunikasi yang dapat diamati, dalam arti bahwa peneliti harus lebih dulu dapat merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan semua tindakan harus didasarkan pada tujuan tersebut.

Analisis Isi (Content Analysis) merupakan penelitian yang bersifat pembahasan mendalam terhadap isi suatu informasi tertulis atau tercetak dalam media massa. Pelopor Analisis Isi adalah Harold D. Lasswell, yang memelopori teknik symbol coding, yaitu mencatat lambang atau pesan secara sistematis, kemudian diberi interpretasi.

(53)

1. Data yang tersedia sebagian besar terdiri dari bahan-bahan yang terdokumentasi (buku, surat kabar, pita rekaman, naskah/manuscript). 2. Ada keterangan pelengkap atau kerangka teori tertentu yang menerangkan

tentang dan sebagai metode pendekatan terhadap data tersebut.

3. Peneliti memiliki kemampuan teknis untuk mengolah bahan-bahan/data-data yang dikumpulkannya karena sebagian dokumentasi tersebut bersifat sangat khas/spesifik.

Penggunaan Analisis Isi mempunyai beberapa manfaat atau tujuan yaitu:

a) Menggambarkan isi komunikasi, mengungkapkan kecenderungan yang ada pada isi komunikasi baik melaui cetak maupun elektronik.

b) Membandingkan isi media dengan dunia nyata, melakukan pengujian terhadap apa yang ada di dalam dengan situasi aktual yang ada di dunia nyata.

c) Mendukung studi efek media massa, riset yang digunakan untuk melihat apakah pesan-pesan di media massa tersebut menumbuhkan sikap-sikap yang serupa di antara para penggunanya.

III.3 Unit dan Level Analisis

Unit yang dianalisis adalah langsung film seri korea Full House, Hello Miss, Princess Hours, dan Love Story in Harvard, sedangkan tingkat analisisnya adalah makna

pesan mengenai beragam budaya yang ditampilkan lewat film-film seri tersebut yang meliputi budaya material dan nonmaterial yang disampaikan, baik secara tersurat maupun tersirat dalam film-film seri Korea tersebut.

III.4 Metode Pengumpulan Data

(54)

1. field research, dimana data dikumpulkan dengan menggunakan video recorder untuk merekam seluruh tayangan yang sudah ditetapkan.

2. library research, yakni riset kepustakaan untuk menemukan data atau fakta-fakta seputar kebudayaan Korea.

III.5 Teknik Analisis Data

Analisis data menunjukkan kegiatan penyederhanaan data ke dalam susunan tertentu yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan. Penelitian ini menganalisis muatan-muatan budaya meliputi makanan, minuman, pakaian, kebiasaan, dan pesan-pesan moral yang disajikan dalam drama seri televisi Korea Full House, Hello Miss, Princess Hours, dan Love Story in Harvard dengan menggunakan katagorisasi-katagorisasi terhadap

nilai-nilai budaya Korea yang terdapat dalam serial-serial Korea tersebut, katagorisasi-katagorisasi tersebut kemudian dianalisis dengan menggunakan Analisis isi Semantik, meliputi designation, attributions, dan assertions. Berikut ini adalah penjelasan katagori muatan budaya Korea yang digunakan dalam penelitian ini :

1. Budaya material (overt material) dikatagorikan menjadi :

- Budaya makanan ; dalam budaya Korea ada satu makanan khas yang memiliki suatu arti yang tidak dimiliki oleh makanan lainnya. Makanan ini disebut kimchi. Di setiap session makanan, ketidakberadaan kimchi akan memberikan kesan tidak lengkap.

(55)

dari persoalan yang menyita pikiran adalah minum arak. Hampir di setiap film Korea adegan mabuk-mabukan ini dijumpai.

- Hanbok ; pakaian tradisional bangsa korea.

- Upacara pernikahan ; dewasa ini masyarakat Korea mempunyai kecenderungan untuk memilih upacara pernikahan cara barat, namun sebagian besar dari mereka masih mengikuti adat-istiadat tradisional, seperti pada serial Hello Miss.

- Alat-alat Teknologi ; Korea Selatan sangat terkenal dengan inovasi teknologinya. Pada kebanyakan serial-serial Taiwan dan Jepang juga sinetron Indonesia ponsel digunakan untuk adegan menelpon, tapi di serial Korea maknanya lebih dalam lagi.

- Kesenian, dikatagorikan menjadi :

 Seni musik ; alat musik tradisional dan juga nyanyian yang sering muncul di film-film Korea.

 Tari-tarian ; tarian tradisional ataupun modern yang sering muncul dalam film-film Korea.

Gambar

Tabel 1.1 : Definisi Operasionalisasi Konsep
Tabel 1.2
Tabel IV.1

Referensi

Dokumen terkait