STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
OLEH
SARI FITRIA DAULAY
097011070 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
OLEH
SARI FITRIA DAULAY
097011070 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI
KABUPATEN MANDAILING NATAL
TESIS
Diajukan Untuk Memperoleh Gelar Magister Kenotariatan Pada Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum
Universitas sumatera Utara
OLEH
SARI FITRIA DAULAY
097011070 / M.Kn
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
Judul Tesis : STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI KABUPATEN MANDAILING NATAL
Nama Mahasiswa : SARI FITRIA DAULAY
NIM : 097011070
PROGRAM STUDI : MAGISTER KENOTARIATAN
Menyetujui Komisi Pembimbing
K e t u a
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS, CN
Pembimbing Pembimbing
Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum Notaris Syafnil Gani, SH,MHum
Ketua Program Studi Dekan
(Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS.,CN) (Prof. Dr. Runtung,SH.,M.Hum)
Telah diuji pada
Tanggal : 15 Agustus 2011
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
KETUA : Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS.,CN
Anggota : 1. Prof. Dr. Syafruddin Kalo, SH, MHum
2. Notaris Syafnil Gani, SH,MHum
3. Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum,
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : SARI FITRIA DAULAY
Nim : 097011070
Program Studi : Magister Kenotariatan FH USU
Judul Tesis : STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS
TANAH DAN PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI KABUPATEN MANDAILING NATAL
Dengan ini menyatakan bahwa Tesis yang saya buat adalah asli karya saya sendiri
bukan Plagiat, apabila dikemudian hari diketahui Tesis saya tersebut Plagiat karena
kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia diberi sanksi apa pun oleh Program Studi
Magister Kenotariatan FH USU dan saya tidak akan menuntut pihak mana pun atas
perbuatan saya tersebut.
Demikianlah surat pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya dan dalam keadaan
sehat.
Medan,
Yang membuat Pernyataan
097011070
ABSTRAK
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Penguasaan tanah dalam berbagai bentuk hak atas tanah antara lain adalah Hak Guna Usaha (HGU), Bagi suatu Badan Hukum untuk mendapatkan hak tersebut didahului dengan izin lokasi yang digariskan oleh KBPN No. 2 Tahun 1999. Perusahaan Terbatas Madina Agrolestari (PT. MAL) bekerjasama dengan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dengan mengembangkan usaha pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan semua potensi Sumber Daya Alam dan kekayaan lainnya.
Metode Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis, dengan pendekatan Yuridis Empiris perolehan data bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informa. Sedangkan data Sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara, yang selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Penelitian menunjukkan bahwa tanah yang dimohonkan oleh PT. MAL dalam proses HGU berstatus tanah negara dan tanah garapan masyarakat dengan mengurus Izin Lokasi, melakukan pembebasan tanah dengan cara ganti rugi lahan kepada masyarakat yang dituangkan dalam Surat Pelepasan Hak dan Ganti Rugi yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa Sikapas, mengurus Izin Usaha Perkebunan, menetapkan Kadasteral (batas lahan). Kemudian mengurus Sertifikat Hak Guna Usaha. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu: rumitnya masalah tentang bukti-bukti lahan garapan yang dikuasai oleh perorangan; sebagian lahan yang dimohonkan adalah merupakan kawasan hutan; masyarakat yang tidak mau melepaskan lahan garapan yang dimilikinya; adanya tumpang tindih Izin Lokasi dengan perusahaan lain. Upaya-upaya yang dilakukan yaitu: pendekatan secara musyawarah dengan kelompok masyarakat disekitar lokasi; melakukan revisi Izin Lokasi terhadap masalah yang termasuk kawasan hutan dan tumpang tindih dengan perusahaan lain; memberikan besarnya ganti rugi melalui musyawarah; dan Membiarkan lahan garapan tersebut tetap dimiliki Penggarapnya. Diharapkan perusahaan agar memperhatikan nasib masyarakat, pemerintah daerah memperhatikan lebih objektif lagi mengenai Perda Tata Ruang Kabupaten dan menata ulang lahan-lahan yang ada, dan melakukan sosialisasi tentang peralihan hak atas tanah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. masyarakat agar lebih berhati-hati dan mempunyai kesadaran untuk mengurus keabsahan dari lahan yang telah di kuasainya secara turun temurun.
ABSTRACT
Land as the bounty of the Almighty has an important function to develop the Indonesian people in righteousness and prosperity. One of the land rights in land acquisition is HGU (Leasehold). Legal entity stipulates that before obtaining the land rights, one should obtain location permit according to KBPN No.2/1999. PT MAL, cooperating with the government of Mandailing Natal District, has developed agricultural business which was aimed to improve the standard of living and the prosperity of the people by using natural resources and other assets.
The method of the research was descriptive analytic, with judicial empirical approach. The data were collected from the primary and secondary data. The primary data were collected by conducting interviews with the informants, while secondary data were collected through primary, secondary, and tertiary legal materials. The devices for collecting the data in this research were documentary study and interviews. The data were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the land requested by PT MAL in the process of HGU (Leasehold) was still state land and people’s crop land which was obtained by owning location permit. The management of PT Mal conducted land acquisition by giving land indemnity to the people which was embodied in the Release Right Order and Indemnity Letter signed by subdistrict head and Sikapas village head, obtained Estate Business License, established the cadastral (land boundary), and obtained Leasehold Certificate. Some obstacles were as follows: complicated problems about the legal certainty of the crop land tilled by individuals, some of the land acquisition was forest, some people did not want to release their crop land, and the location permits overlapped with other companies. Some efforts which were done were as follows: carrying out negotiation with the people who lived surround the location, revising the location permit which involved the forest area and overlapped with other companies, giving an amount of money for indemnity through negotiation, and letting the crop land tilled by the tillers. It is recommended that the company should pay attention to the people. It is also recommended that local government should pay attention objectively to Regional Regulation of the District Layout, reorganize the land, and socialize the land endorsement before authorized officials. The people themselves should be aware of obtaining legal certainty of the land which has been traditionally tilled by them.
KATA PENGANTAR
Assalamuallaikum Wr.Wb.
Dengan kerendahan hati pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat taufik dan hidayat-Nya dan atas
izin-Nya maka penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Serta salawat dan salam ke nabi
besar kita Muhammad SAW, yang telah membawa umat-Nya dari alam kegelapan
menuju alam yang terang ini yakni pendidikan.
Telah menjadi kewajiban bagi setiap mahasiswa/I yang akan menyelesaikan
pendidikannya di MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN untuk membuat suatu karya tulis
yang berbentuk Tesis dalam rangka melengkapi tugas-tugas untuk mencapai gelar
Magister Kenotariatan (MKn) Sehubungan dengan ini penulis memilih judul :
” STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN
PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI
KABUPATEN MANDAILING NATAL ”
Dalam penulisan tesis ini penulis menyadari bahwa untuk masuk pada tahapan
seperti ini bukanlah di tempuh dengan mudah, dan tidak hanya mengandalkan
kemampuan penulis tetapi melalui tahap demi tahap penuh warna penulis lewati
sehingga sampai pada saat ini. Semua ini bisa terjadi karna ada pihak – pihak yang
Dalam penulisan ini Penulis telah mendapatkan bantuan dan bimbingan baik
berupa moril maupun materil dari berbagai pihak. Maka pada kesempatan ini penulis
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Bapak
Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS.,CN, Bapak Prof. Dr. Syafruddin Kalo,
SH, MHum, Bapak Notaris Syafnil Gani, SH,MHum, demikian juga kepada Dosen
Penguji Ibu Dr. T. Keizerina Devi A, SH, CN, MHum, Ibu Chairani Bustami,
SH, SpN, MKn atas bimbingan dan arahan untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.
Teristimewa kepada keluarga besar penulis, Ayahanda Wahdansyah Daulay
dan Ibunda Darliana Daulay,yang telah membesarkan penulis sembah sujud ananda
setinggi-tingginya, serta kakanda Intan Daulay, Amd/Abang Azwarman Harahap,
Amd, dan kakanda Permata Daulay, SE / Abang Muhammad Ihsan Lubis, SE,
serta adinda Suryansyah Daulay, Amd , dan Alm adinda tercinta Wahdarsyah
Daulay, yang telah banyak memberikan dorongan moril dan materil serta kasih
sayang yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini. Selanjutnya
ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, MSc (CTM), Sp.A(K),
selaku Rektor Universitas Sumatera Utara, atas kesempatan dan fasilitas yang
diberikan kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan
Program Studi Magister Kenotoriatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera
2.
Bapak Prof. Dr. Runtung, SH.,M.Hum, selaku Dekan Fakultas HukumUniversitas Sumatera Utara.
3. Bapak Prof. Dr. Muhammad Yamin, SH, MS.,CN, selaku Ketua Program Studi
Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, dan selaku
pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis
ini.
4. Bapak Drs. H. Rustam Honein, MBA, Selaku Direktur PT. Madina
Agrolestari, yang telah memberikan kepada penulis izin untuk melakukan
penelitian di perusahaannya.
5. Bapak Gozali, SH, MM, selaku Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan
Kabupaten Mandailing Natal.
6. Bapak Juharnel, SH, selaku Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing
Natal.
7. Bapak Drs. Partahan Pohan, selaku Camat Muara Batang Gadis.
8. Bapak Abdurrahim Lubis, SH, MKn, selaku Pegawai Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional yang juga telah memberikan bimbingan tambahan terhadap tesis
ini.
9. Bapak Hidayatsyah, Selaku Kasubsi PGT Kantor Pertanahan Kabupaten
Mandailing Natal.
10. Bapak Panasien Nasution, SP. MM, Selaku Kepala Bidang Usaha Tani Dinas
11. Bapak Zul Ilmi Harahap, Selaku Kepala Desa Sikapas Kecamatan Muara
Batang Gadis,.
12. Seluruh Masyarakat Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis.
13. Seluruh Staf Pengajar Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
14. Seluruh Staf Administrasi Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
13. Untuk mamak Dr. H. Zainul Daulay, SH, MH, dan Bunde Nikma Nasotion,
yang telah banyak memberikan dorongan moril dan materil serta kasih sayang
yang tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
14. Untuk Moncu Ir. Abdurrahim Daulay dan Alm. Ir Nurhalena Pilo serta
adikku yang cantik Azalia Salsabila Pilo Daulay yang telah banyak
memberikan dorongan moril dan materil serta kasih sayang yang tulus sehingga
penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
15. Seluruh Sahabat-Sahabat Penulis Mahasiswa/I Magister Kenotariatan Fakultas
Hukum Universitas Sumatera Utara khususnya angkatan 2009 yang tidak bisa
penulis sebutkan namanya satu-persatu yang selalu membantu dan memotivai
Penulis untuk bisa menyelesaikan Tesis dan studi di Program Studi Magister
Kenotariatan.
Atas semua bantuan yang telah diberikan penulis tidak dapat membalasnya.
Hanya penulis bisa memohon dan memanjatkan doa semoga Allah SWT membalas
amal baik saudara-saudara yang telah bermurah hati memberikan bantuan dalam
Akhirnya harapan penulis semoga Tesis ini bermanfaat bagi kita semua.
Khususnya bagi ilmu pengetahuan, terlebih kepada penulis pribadi. Amin ya robbal
‘alamin.
Wassalam
Medan, Agustus 2011
Penulis
Sari Fitria Daulay
RIWAYAT HIDUP
I. DATA PRIBADI
Nama : Sari Fitria Daulay
NIM : 097011070
Tempat/ Tanggal Lahir : Singkuang/ 28 Mei 1986
Alamat : JL. STM Ujung Suka Menang No. 4
Pekerjaan : Mahasiswi
Agama : Islam
III. LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
A. SD : 1993 sampai 1999 Sekolah Dasar Negeri No.
142708 Singkuang Kecamatan Muara Batang Gadis
B. SMP : 1999 sampai 2002 Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama Negeri 1 Singkuang Kecamatan Muara Batang Gadis
C. SMA : 2002 Sampai 2005 Sekolah Menegah Atas Negeri 3 Padangsidimpuan
D. Universitas : 2005 sampai 2009 S-1 Fakultas Hukum Universitas Islam Sumatera Utara-Medan
DAFTAR ISI
Halaman :
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... viii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... xii
DAFTAR TABEL ... xiv
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. LataBelakang ... 1
B.Rumusan Masalah... 13
C.Tujuan penelitian... 13
D.Manfaat penelitian... 14
E.Keaslian Penelitin... 14
F. Kerangka Teori dan Konsepsi... 15
1. Kerangka Teori... 15
2. Konsepsi... 20
G.Metode Penelitian... 23
1.Sifat Penelitian... 23
2.Sumber Data... 24
3. Teknik Pengumpulan Data... 26
4.Alat Pengumpulan Data... 26
BAB II: PROSEDUR PEROLEHAN HAK GUNA USAHA PT MADINA AGROLESTARI DI DESA SIKAPAS KABUPATEN MANDAILING NATAL.
A.Gambaran Umum PT. MAL………. 29
B.Kondisi Umum Fisik di Lingkungan Lokasi…………... 30
C.Kondisi Umum Pengembangan wilayah di sekitar Lokasi…… 36
D.Perolehan Tanah Bagi Kegiatan Pengembangan Perkebunan… 42
E. Proses Perolehan Hak Guna Usaha yang dilakukan
oleh PT. MAL………. 81
F. Status Tanah di Perkebunan PT. MAL di desa
Sikapas Kabupoaten Mandailing Natal……….. 92
BAB III : KENDALA-KENDALA YANG DIHADAPI PT MADINA
AGROLESTARI DALAM PEROLEHAN PERKEBUNAN DAN PEMANFAATAN LAHAN DI DESA SIKAPAS MANDAILING NATAL
A. Sengketa Lahan……… 99
B. Kendala-Kendala yang dihadapi oleh PT. MAL Dalam
perolehan lahan Perkebunan ………. 103
BAB IV : UPAYA-UPAYA YANG DILAKUKAN OLEH PT. MADINA AGROLESTARI DALAM MENGATASI KENDALA-KENDALA PENGGUNAN TANAH HAK GUNA USAHA
A.Upaya-Upaya Yang dilakukan oleh PT. MAL Dalam Mengatasi
Kendala Kendala Penggunan Tanah Hak Guna Usaha………… 116
B.Peran Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal dalam
BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan……… 132
B.Saran ... …. 133
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal;
2. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal;
3. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari Direktur PT. Madina Agrolestari;
4. Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari Camat Muara Batang Gadis;
5. Surat Keterangan telah melakukan Pemelitian dari Kepala Desa Sikapas;
6. Surat Permohonan Izin Lokasi Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Madina Agrolestari;
7. Surat Permohonan Perpanjangan Izin Lokasi PT. Madina Agrolestari;
8. Surat dari Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara perihal Rekomendasi Kelayakan Teknis Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit a/n. PT. Madina Agrolestari di Kabupaten Mandailing Natal;
9. Surat Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor: 525.25/124/K/2005 tanggal 8 Maret 2005 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Madina Agrolestari;
10. Surat Keputussan Bupati Mandailing Natal Nomor: 525.25/427/K/2007 btanggal; 27 Juni 2007 tentang Revisi Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor: 525.25/124/K/2005 tanggal 8 Maret 2005 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk Keperluan Perkebunan Kelapa Sawit PT. Madina Agrolestari;
12. Surat Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor: tanggal 28 Juni 2007 525/432/K/2007 tentang Izin Lokasi Perkebunan PT. Madina Agrolestari;
13. Surat Keputusan Bupati Mandailing Natal Nomor : 525.532/K/2008 tanggal 19 Agustus 2008 tentang Pembentukan Tim Pembina Pengembangan Perkebunan Kabupaten Mandailing Natal;
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1. Jumlah Penduduk dan KK di Desa Sekitar dan Kecamatan 33
ABSTRAK
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa mempunyai fungsi yang amat penting untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur. Penguasaan tanah dalam berbagai bentuk hak atas tanah antara lain adalah Hak Guna Usaha (HGU), Bagi suatu Badan Hukum untuk mendapatkan hak tersebut didahului dengan izin lokasi yang digariskan oleh KBPN No. 2 Tahun 1999. Perusahaan Terbatas Madina Agrolestari (PT. MAL) bekerjasama dengan Pemerintahan Kabupaten Mandailing Natal dengan mengembangkan usaha pertanian dengan tujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan mensejahterakan masyarakat dengan memanfaatkan semua potensi Sumber Daya Alam dan kekayaan lainnya.
Metode Penelitian ini bersifat Deskriptif Analitis, dengan pendekatan Yuridis Empiris perolehan data bersumber dari data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dengan informa. Sedangkan data Sekunder diperoleh melalui bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier. Alat pengumpulan data yang digunakan di dalam penelitian ini adalah studi dokumentasi dan wawancara, yang selanjutnya data dianalisis secara kualitatif.
Penelitian menunjukkan bahwa tanah yang dimohonkan oleh PT. MAL dalam proses HGU berstatus tanah negara dan tanah garapan masyarakat dengan mengurus Izin Lokasi, melakukan pembebasan tanah dengan cara ganti rugi lahan kepada masyarakat yang dituangkan dalam Surat Pelepasan Hak dan Ganti Rugi yang diketahui oleh Camat dan Kepala Desa Sikapas, mengurus Izin Usaha Perkebunan, menetapkan Kadasteral (batas lahan). Kemudian mengurus Sertifikat Hak Guna Usaha. Kendala-kendala yang dihadapi yaitu: rumitnya masalah tentang bukti-bukti lahan garapan yang dikuasai oleh perorangan; sebagian lahan yang dimohonkan adalah merupakan kawasan hutan; masyarakat yang tidak mau melepaskan lahan garapan yang dimilikinya; adanya tumpang tindih Izin Lokasi dengan perusahaan lain. Upaya-upaya yang dilakukan yaitu: pendekatan secara musyawarah dengan kelompok masyarakat disekitar lokasi; melakukan revisi Izin Lokasi terhadap masalah yang termasuk kawasan hutan dan tumpang tindih dengan perusahaan lain; memberikan besarnya ganti rugi melalui musyawarah; dan Membiarkan lahan garapan tersebut tetap dimiliki Penggarapnya. Diharapkan perusahaan agar memperhatikan nasib masyarakat, pemerintah daerah memperhatikan lebih objektif lagi mengenai Perda Tata Ruang Kabupaten dan menata ulang lahan-lahan yang ada, dan melakukan sosialisasi tentang peralihan hak atas tanah dilakukan dihadapan pejabat yang berwenang. masyarakat agar lebih berhati-hati dan mempunyai kesadaran untuk mengurus keabsahan dari lahan yang telah di kuasainya secara turun temurun.
ABSTRACT
Land as the bounty of the Almighty has an important function to develop the Indonesian people in righteousness and prosperity. One of the land rights in land acquisition is HGU (Leasehold). Legal entity stipulates that before obtaining the land rights, one should obtain location permit according to KBPN No.2/1999. PT MAL, cooperating with the government of Mandailing Natal District, has developed agricultural business which was aimed to improve the standard of living and the prosperity of the people by using natural resources and other assets.
The method of the research was descriptive analytic, with judicial empirical approach. The data were collected from the primary and secondary data. The primary data were collected by conducting interviews with the informants, while secondary data were collected through primary, secondary, and tertiary legal materials. The devices for collecting the data in this research were documentary study and interviews. The data were analyzed qualitatively.
The result of the research showed that the land requested by PT MAL in the process of HGU (Leasehold) was still state land and people’s crop land which was obtained by owning location permit. The management of PT Mal conducted land acquisition by giving land indemnity to the people which was embodied in the Release Right Order and Indemnity Letter signed by subdistrict head and Sikapas village head, obtained Estate Business License, established the cadastral (land boundary), and obtained Leasehold Certificate. Some obstacles were as follows: complicated problems about the legal certainty of the crop land tilled by individuals, some of the land acquisition was forest, some people did not want to release their crop land, and the location permits overlapped with other companies. Some efforts which were done were as follows: carrying out negotiation with the people who lived surround the location, revising the location permit which involved the forest area and overlapped with other companies, giving an amount of money for indemnity through negotiation, and letting the crop land tilled by the tillers. It is recommended that the company should pay attention to the people. It is also recommended that local government should pay attention objectively to Regional Regulation of the District Layout, reorganize the land, and socialize the land endorsement before authorized officials. The people themselves should be aware of obtaining legal certainty of the land which has been traditionally tilled by them.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tanah sebagai karunia Tuhan Yang maha Esa mempunyai fungsi yang amat
penting untuk membangun masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.1
Seluruh wilayah Indonesia adalah merupakan suatu kesatuan tanah air
Indonesia yang merupakan milik bangsa Indonesia yang telah dikaruniakan oleh
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh sebab itu bumi, air dan ruang angkasa termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya mempunyai hubungan yang abadi
dengan bangsa Indonesia. Bumi, air dan ruang angkasa atau dalam arti sempit disebut
dengan tanah, harus benar-benar dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat Indonesia. Bahwa hubungan bangsa Indonesia dengan bumi, air dan ruang
angkasa adalah bersifat abadi yang berarti tidak dapat dialihkan kepada bangsa lain
dalam bentuk apapun juga.
Sehubungan dengan hal tersebut, dalam pelaksanaan pembangunan nasional
digariskan kebijakan nasional di bidang pertanahan, sebagaiman dimuat dalam Pasal
33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi : “Bumi, air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”.
1
Bumi, air dan ruang angkasa (BAR), yang dalam arti sempit disebut tanah
adalah merupakan karunia Tuhan kepada bangsa Indonesia.2
Demikian antara lain disebutkan dalam Pasal 1 Undang-Undang Pokok
Agraria. Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) yang diundangkan pada tanggal 24
September 1960, merupakan peraturan dasar dan ketentuan pokok tentang kebijakan
pertanahan di Indonesia. UUPA bertujuan untuk meletakkan dasar bagi penyusunan
hukum pertanahan yang bersifat nasional. Hukum pertanahan yang memberikan
kesederhanaan dan kepastian hukum, yang merupakan alat untuk membawa
kemakmuran dan keadilan bagi negara dan rakyat, terutama rakyat.
Oleh sebab itu tanah
merupakan milik bangsa, yang harus dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk
kemakmuran rakyat. Penggunaan bumi, air dan kekayaan alam untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat tersebut menunjukkan bahwa tujuan pemanfaatannya
semata-mata untuk mensejahterakan rakyat sekaligus dengan memperhatikan aspek
keadilan yang ditujukan dari kata “sebesar-besarnya”, artinya hasil dari penggunaan
dan pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam tersebut bukan untuk perorangan atau
kelompok tertentu tetapi untuk rakyat banyak.
Di dalam Negara Republik Indonesia yang susunan kehidupan rakyatnya
termasuk perekonomiannya masih bercorak agraris dan saat ini dikembangkan untuk
mendukung pengembangan industrialisasi, maka fungsi dan peranan tanah adalah
memegang peranan yang sangat penting. Tanah sebagai suatu sumber daya alam,
2
sangat penting artinya bagi kehidupan manusia. Pemanfaatan tanah dalam berbagai
sektor kegiatan seperti pertanian, pemukiman, sarana umum dan lain-lain
mengakibatkan tanah menjadi suatu benda yang kian hari kian dibutuhkan.3 Selain itu
tanah merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia adalah
merupakan kenyataan, bahwa permintaan akan kebutuhan terhadap tanah terus
bertambah sesuai dengan pertambahan penduduk dan kegiatan pembangunan.4
Sejalan dengan meningkatnya pembangunan di segala bidang, maka
meningkat pula kebutuhan akan tanah, Sebagaimana yang termuat dalam
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 tahun 2000 tentang
“Tujuan dari program ini adalah mengembangkan administrasi pertanahan untuk meningkatkan pemanfaatan dan penguasaan tanah secara adil dengan mengutamakan hak-hak rakyat setempat termasuk hak ulayat masyarakat hukum adat dan meningkatkan kapasitas kelembagaan pengelolaan pertanahan di pusat dan daerah. “
Program Pembangunan
Nasional (Propenas) tahun 2000-2004, pada Bab IX Pembangunan Daerah, yang di
titik beratkan pada program pengelolaan Pertanahan, yaitu :
5
Saat ini, masalah tanah makin lama makin berkembang sebagai objek yang
kontroversial. Disatu sisi hutan harus dijaga dan diselamatkan demi kelestarian untuk
menjalankan fungsi-fungsinya dan disisi lain hutan harus dimanfaatkan untuk
3
Hasim Purba, Penyelesaian Sengketa Pertanahan Melalui Asas Musyawarah Mufakat, dalam Buku Hasim Purna, dkk, Sengketa Pertanahan dan Alternatif Pemecahan, Cahaya Ilmu, Medan, 2006, hal 1
4 Ibid 5
menunjang pembangunan dan tidak menutup kemungkinan untuk dikonversi bagi
peruntukan lain.6
Bahwa PT MAL, melakukan permohonan Lokasi perkebunan berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor : SK. 44/Menhut-II/2005 tanggal 16
Pebruari 2005, Jo SK Nomor : 201/Menhut-II/2006 tanggal 5 Juni 2006 yang
statusnya Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK).
Sedangkan berdasarkan pemeriksaan panitia tanah B Plus Provisinsi Sumatera
Utara dalam risalahnya tanggal 14 Juni 2010 Nomor 10/PPT/B Plus/2010,
meyatakan: tanah yang dimohonkan berstatus tanah negara dan berdasarkan hasil
telaahan pada Peta Penunjukan Kawasan Hutan Provinsi Sumatera Utara sesuai
lampiran Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 44/Menhut-II/2005, secara
keseluruhan berada di luar kawasan hutan dengan fungsi Areal Penggunaan Lain
(APL). Selain tanah negara, tanah yang dimohonkan juga termasuk tanah garapan
masyarakat yang diperoleh dengan system ganti rugi.
Pemilihan lokasi penelitian di Perusahaan Terbatas Madina Agrolestari (PT
MAL) karena PT MAL adalah sebuah perusahaan berbadan hukum yang
berpengalaman di bidang perkebunan dengan pola kemitraan. Dimana perusahaan
tersebut telah mendapatkan izin lokasi dengan luas + 6.500 Ha pada tahun 2005
dengan nomor izin lokasi 525.25/427/K/2005 dengan revisi nomor 525.25/
427/K/2007. tanggal 27 Juni 2007 dan perpanjangan Izin Lokasi Nomor
6
525.25/455/K/2010 Dan terakhir memperoleh status hukum Hak Guna Usaha dengan
Nomor 66/HGU/BPN RI/2010, dengan luas 3.196,01 Ha.
Berdasarkan status hukum Hak Guna Usaha dan berdasarkan keputusan
Bupati Mandailing Natal Nomor 525.25/124/K/2005 dan revisi tersebut di atas
tentang Pemberian Izin Lokasi Untuk keperluaan Perkebunan Kelapa Sawit berupa
hutan dan ladang, kebun garapan masyarakat.
Dalam kasus tumpang tindih hak kepemilikan tanah di dalam tanah yang telah
dikeluarkan izin lokasinya, dimana diatas areal tersebut terdapat lahan-lahan yang
secara turun temurun telah digarap masyarakat, perusahaan harus melakukan
pembebasan tanah untuk memperoleh tanah tersebut. Proses perolehan tanah tersebut
diserahkan sepenuhnya kepada pihak perusahaan melalui ganti rugi secara langsung
dengan pemegang hak atas tanah.
Persoalan ganti rugi seringkali terindentifikasi sebagai penyebab munculnya
konflik, sehingga upaya penyelesaian yang dilakukan hanya sebatas pemberian ganti
rugi atas lahan masyarakat yang terpakai. Sementara substansi persoalan adalah pada
persepsi kepemilikan tanah yang berbeda antara masyarakat dan pemerintah maupun
perusahaan perkebunan. Sebab dengan terjadinya pembukaan terhadap lahan,
perubahan status atau fungsi dapat berpengaruh terhadap pada putusnya hubungan
masyarakat dengan tanah atau bahkan kemungkinan menyebabkan hilangnya mata
pencarian mereka. 7
7
Usaha perkebunan sangat erat kaitannya dengan masalah pertanahan, karena
usaha perkebunan membutuhkan lahan atau tanah yang sangat luas dalam
mengembangkan usaha perkebunan tersebut.8
Sebagai salah satu Kabupaten baru, berupaya untuk mengejar
ketertinggalannya dengan menyusun program dan skala prioritas dengan sasaran
diberbagai sektor dan wilayah. Hal ini jelas terlihat dalam visi dan misi Kabupaten
Mandailing Natal tahun 2010, yang di prioritaskan dalam pembangunan khususnya
dalam bidang Pertanian, yaitu diarahkan dalam rangka upaya meningkatkan taraf
hidup dan kesejahteraan masyarakat, dengan memanfaatkan semua potensi Sumber
Daya Alam dan kekayaan lainnya. 9
Usaha perkebunan untuk luas lahan 25 ha atau lebih wajib memiliki ijin. Ijin
Usaha Perkebunan (IUP) adalah ijin tertulis dari pejabat yang berwenang
(Walikota/Bupati bila di wilayah kota/kabupaen dan Gubernur untuk lintas
kabupaten), khusus kelapa sawit harus memenuhi minimal 20 % kebutuhan bahan
bakunya dari kebun yang diusahakan sendiri. Perusahaan wajib membangaun kebun
untuk masyarakat sekitar minimal 20 % dari total luas kebun yang diusahakan.
Sesuai dengan Kepres No. 34 tahun 2003 tentang kebijakan Nasional di
bidang pertanahan menyerahkan Sembilan kewenangan pemerintah dibidang
pertanahan kepada kabupaten dan kota, antara lain:
8
Supriadi, Hukum Kehutannan Hukum Perkebunan di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta, 2010, hal 549
9
pemberian ijin lokasi; penyelenggaraan pengadaan tanah untuk kepentingan pembangunan; pemberian ijin membuka tanah; perencanaan penggunaan tanah wilayah kabupaten/kota, penyelesaian sengketa tanah garapan, pemanfaatan dan penyelesaian tanah kosong, penetapan dan penyelesaian tanah ulayat, penetapan subyek dan dan obyek retribusi tanah, serta ganti rugi tanah kelebihan maksimum dan tanah absante, penyelesaian masalah ganti rugi dan santunan tanah untuk pembangunan. 10
Permohonan ijin lokasi di ajukan kepada Bupati/Walikota dengan lampiran
status penguasaan tanah yang telah dilakukan. Izin lokasi biasanya berlaku 2 tahun.
Setelah mendapat izin lokasi, perusahaan harus melakukan Analisis Dampak
Lingkungan (AMDAL) sebagai syarat untuk mendapatkan Izin Usaha Perkebunan
(IUP). Setelah IUP diterbitkan, perusahaan harus mengajukan Izin Pembukaan Lahan
Land Clearing (LC) dan dapat segera beroperasi sejalan dengan permohonan HGU
kepada BPN.
Dalam pelaksanaan izin lokasi bukan merupakan bukti pemilikan, 11 akan
tetapi berupa surat keputusan dalam upaya perusahaan untuk memperoleh tahah /
lahan yang dibutuhkan, oleh karena itu setelah perusahaan menerima surat keputusan
perusahaan baru dapat menguasai tanah apabila dapat membebaskan tanah tersebut
tentunya harus dengan jual beli.12
10
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2003 Tentang Kebijakan Nasional di Bidang Pertanahan, Pasal 2 Ayat (2)
Artinya di dalam perjanjian jual beli tersebut harus
ada kesepakatan baik mengenai harga ganti rugi maupun peneyerahan tanah/ lahan
tersebut.
11
Affan, Mukti,Pokok-Pokok Hukum Agraria, USU Press, Medan, 2006, hal 125 12
Seiring dengan diberikannya Izin Lokasi kepada perusahaan, banyak dalam
praktek ditemukan adanya ketentuan-ketentuan yang tidak dilaksanakan oleh
perusahaan tersebut, seperti tidak terlaksananya ganti rugi yang merata kepada
pemilik tanah sebelumnya, ataupun penguasaan tanah tanpa memperdulikan
kewajiban-kewajiban dari pemegang izin lokasi yang telah disepakati, oleh sebab itu
untuk mencegah terjadinya hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan mauapun garis-garis besar kebijaksanaan pemerintah mengenai persediaan,
dan peruntukan tanah, maka diwajibkan kepada pemerintah daerah untuk mengawasi
pelaksanaan pembebasan dan pembayaran ganti rugi yang dilakukan oleh pihak
swasta.13
Pengawasan terhadap kemungkinan yang tersebut diatas, maka Kabupaten
Mandailing Natal, sebuah kabupaten yang baru mendeklarasikan pemekarannya pada
tahun 1999, yang dalam tahap melakukan pembangunan disegala bidang termasuk
dalam bidang perkebunan, oleh karena itu melalui Peraturan Menteri Pertanian
Nomor 33/Permentan/OT.140/7/2006, tentang Pengembangan Perkebunan Melalui
Program Revitalisasi Perkebunan, maka Bupati Mandailing Natal mengeluarkan
Keputusan dengan Nomor 525/532/K/2008 tentang Pembentukan Tim
Pengembangan Perkebunan Kabupaten ( TP3K) Mandailing Natal.
Bahwa izin lokasi ini diberikan setelah pihak yang membutuhkan tanah
tersebut mengajukan permohonan kepada kepala kantor Badan Pertanahan guna
13
usaha penanaman modalnya, setelah memenuhi beberapa syarat yang harus dipenuhi
oleh perusahaan tersebut.
Bukti penguasaan atas tanah secara tertulis ynag menerangkan adanya
hubungan hukum antara tanah dengan yang mempunyai tanah disebut alas hak.14
Penguasaan tanah dalam berbagai bentuk hak atas tanah antara lain adalah
Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pakai. Bagi suatu
Badan Hukum untuk mendapatkan hak tersebut didahului dengan izin lokasi yang
pada dasarnya adalah izin untuk membebaskan tanah yang diinginkan dari semua hak
yang ada sebelumnya.15
Sebagaimana diketahui bahwa untuk perusahaan perkebunan yang
membutuhkan tanah yang luas hanya dapat diberikan tanah dengan status Hak Guna
Usaha.16 Alas hak Hak Guna Usaha ini, berasal dari tanah yang dikuasai oleh negara,
dan untuk keperluan itu harus dengan suatu surat keputusan yang diberikan oleh
instansi yang berhak yaitu BPN.17
Pasal 28 ayat (1) UUPA, menyebutkan tentang Hak Guna Usaha sebagai
berikut: Hak Guna Usaha adalah hak usaha untuk mengusahakan tanah yang dikuasai
langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana tersebut pada Pasal 29, guna
perusahaan pertanian, perikanan dan peternakan.
14
Mhd. Yamin Lubis dan Abd. Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Mandar Maju, Bandung, 2008, hal 234
15
Pendastaren Tarigan. Arah Negara Hukum Demogratis Memperkuat Posisi Pemerintah dengan Delegasi Legislasi namun terkendali dengan delegasi pengaturan dan pengawasan tindakan pemerintah dalam bidang pertanahan, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2008, hal 325
16
Chadidjah Dalimunte, op.cit, hal 11 17
Seiring dengan perkembangan zaman dan pesatnya laju pembangunan dewasa
ini, peranan hak-hak atas tanah semakin besar, sehingga mengakibatkan
penguasaan-penguasaan terhadap tanah semakin meningkat, terutama pada perusahaan pada
umumnya dianggap berekonomi kuat. Sehingga dapat saja dengan uangnya ia
membeli tanah yang luas sekehendaknya. Tanah itu dapat dijadikan objek spekulasi,
untuk memancing untung yang besar. Pemilik-pemilik tanah yang kebanyakan rakyat
berekonomi lemah seringkali dipaksa secara langsung atau tidak langsung sehingga
melepaskan hak atas tanahnya, untuk kemudian suatu perusahaan tertentu menguasai
tanah mereka. Spekulasi tanah ternyata banyak menimbulkan keresahan dalam
masyarakat.18
Perusahaan harus diakui mempunyai peranan penting dalam pembangunan,
untuk menjalankan usahanya, perusahaan memerlukan tanah. Seringkali dalam
praktek, suatu perusahaan mengadapi kesulitan memperoleh tanah yang
diperlukannya.19
Pola sengketa berkisar antara rakyat dan pemerintahan atau rakyat dengan
swasta (yang didukung oleh orang-orang pemerintah) mengenai besarnya ganti rugi.
Antara rakyat dengan pihak perusahaan serta kehutanan mengenai tanah garapan,
antara rakyat denfgan rakyat itu sendiri mengenai maslah kepemilikan, penggarapan, Sebab pada umumnya tanah yang diperlukan sudah dikuasai oleh
seseorang atau banyak orang, acapkali hanya mau melepaskan tanahnya kalau dibeli
dengan harga mahal. Bahkan ada yang tidak mau melepaskan tanahnya.
18
Effendi, Perangin, Praktek Permohonan Hak Atas Tanah, Rajawali Pers, Jakarta, 1991, hal 55
warisan dan sewa-menyewa. Bahwa sengketa tersebut diantaranya karena manipulasi
pejabat atau perantara-perantara dan kecilnya ganti rugi atas tanah yang diambil.20
Tentunya patut diperhitungkan pihak-pihak yang terlibat dalam setiap kasus
pertanahan di areal perkebunan, apakah murni antara pihak pengusaha dengan
masyarakat penggarap, atau telah ikut menyelinap kepentingan tuan-tuan tanah di
antara perjuangan rakyat dengan menabur uangnya untuk spekulasi dan
memanfaatkan keluguan anggota masyarakat penggarap.21 Sementara itu jika
masyarakat penggarap telah ditunggangi kepentingan orang-orang berduit, maka
sudah dapat ditebak bahwa pada akhirnya rakyat jugalah yang menjadi korban,
sementara yang menikmati hasil akhir adalah tuan-tuan tanah.22
Peraturan yang mengatur tentang Tata Cara Perolehan Tanah bagi Perusahaan
dalam Rangka Penanaman Modal adalah Keputusan Meteri Negara Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 yang dimaksudkan sebagai
pelaksanaan lebih lanjut Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993, tentang Tata Cara Memperoleh Izin
Lokasi dan Hak atas Tanah Bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal.
Peraturan Menteri Negara agrari Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, 23
20
Erman Rajagukguk, Hukum dan Masyarakat, Bina Aksara, Jakarta, hal 25 21
H. Muhammad Yamin, dan Abd. Rahim Lubis, Beberapa Masalah Aktual Hukum Agraria, Pustaka Bangsa Press, Medan, 2004, hal 211
22
Ibid 23
Jika dilihat dari tujuan yang tercantum pada penjelasan UUPA Pasal 33 ayat
(3) Undang-Undang Dasar 1945, bahwa hukum agraria bertujuan disamping untuk
mewujudkan kesatuan dan kesadaran hukum, juga dapat memberikan kemakmuran
yang sebesar-besarnya bagi seluruh rakyat Indonesia.24
Dengan status hak yang diperoleh oleh PT MAL, maka PT MAL yang berada
ditengah-tengah masyarakat, dengan membuka suatu kegiatan pemanfaatan lahan,
berarti diharapkan akan meningkatkan taraf hidup masyarakat yang berada di sekitar
PT MAL yang merupakan sumber penghasilan, memperluas kesempatan kerja dan
pendapatan petani, sesuai dengan pemerataan pembangunan, dan memberikan
pengetahuan kepada usaha perkebunan rakyat yang ada disekitar lokasi perkebunan.
Dan tetap memperhatikan dari tanggung jawabnya sebagai sebuah perusahaan yang
secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan lingkungan.
Desa Sikapas adalah sebuah desa yang terletak di kecamatan Muara Batang
Gadis, yang mempunyai perekonomi di bawah rata-rata, dengan keberadaan PT MAL
membawa perubahan yang positif, tapi di lain pihak membawa sisi negative bagi
masyarakat, maka dari itu perlu di teliti lebih lanjut PT MAL tersebut dalam
Pemanfaatan Lahan di desa Sikapas Mandailing Natal, khususnya ditinjau dari
peningkatan taraf hidup masyarakat tempat beroperasinya perusahaan tersebut.
24
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan-permasalahn sebagai berikut:
1. Bagaimanakah prosedur perolehan Hak Guna Usaha PT Madina Agrolestari di
desa Sikapas Mandailing Natal?
2. Bagaimanakah kendala-kendala yang dihadapi oleh PT. Madina Agrolestari
dalam perolehan dan pemanfaatan lahan di desa Sikapas Mandailing Natal?
3. Bagaimanakah upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Madina Agrolestari dalam
mengatasi kendala penggunaan tanah Hak Guna Usaha di desa Sikapas?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengatahui prosedur perolehan Hak Guna Usaha PT Madina Agrolestari
di desa Sikapas Kabupaten Mandailing Natal.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapai PT Madina Agrolestari
dalam perolehan dan pemanfaatan lahan di desa Sikapas Mandailing Natal.
3. Untuk mengetahui upaya-upaya yang dilakukan oleh PT. Madina Agrolestari
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis, yaitu:
1. Kegunaan Teoritis:
Untuk menambah pengetahuan bagi perkembangan hukum secara umum,
khusunya perkembangan hukum pertanahan.
2. Kegunaan Praktis:
Dapat memberikan pemahaman bagi masyarakat dan pihak-pihak yang
berkepentingan, karakteristik permasalahan dan langkah-langkah stategis dalam
Perolehan lahan perkebunan, dan juga berguna bagi para pengusaha
perkebuanan, terutama bagi Badan Pertanahan Nasional dalam menjalankan
fungsinya.
E. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan dan pengamatan terhadap Tesis dan
Disertasi yang ada di perpustakaan Universitas Sumatera Utara (USU) Medan,
penelitian dengan judul “STUDI TENTANG PEROLEHAN HAK ATAS TANAH
DAN PEMANFAATANNYA PADA PT. MADINA AGROLESTARI DI
KABUPATEN MANDAILING NATAL ” belum pernah dilakukan, khususnya
pada Sekolah Pasca Sarjana Magister Kenotariatan Universitas Sumatera Utara.
Dengan demikian bahwa penelitian ini dapat dinyatakan asli, dan dapat
Bahwa yang tercatat dan pernah di teliti mengenai Perolehan Hak atas tanah,
tetapi lebuih siknifikan kepada Peralihan Hak atas tanah tersebut adalah dengan judul:
“PERALIHAN HAK ATAS TANAH YANG BELUM BERSERTIFIKAT DI
KECAMATAN MEDAN JOHOR DAN PENDAFTARAN HAKNYA DIKANTOR
PERTANAHAN MEDAN” atas nama : MUAZ EFENDI/077011043/MKn, dengan
rumusan masalah sebagia berikut:
1. Mengapa terjadi ketidakseragaman atas peralihan hak atas tanah yang belum
bersertifikat di kecamatan Medan Johor?
2. Bagaimana bentuk-bentuk surat peralihan hak atas tanah sebagai landasan
pengalihan hak atas tanah belum bersertifikat?
3. Bagaiman pelaksanaan pendaftaran tanah yang belum bersertifikat serta
kendala-kendaka masyarakat dalam pendaftaran tanah pada kantor pertanahan
medan?
F. Kerangka Teori dan Konsepsi
1. Kerangka Teori
Penelitian adalah suatu kegiatan ilmiah untuk menemukan suatu
pengetahuan yang benar dengan menggunakan metode ilmiah, logis, dan dapat
diverifikasi. Teori mempunyai peran penting dalam setiap kegiatan penelitian ilmiah,
karena setiap kegiatan ilmiah pada umumnya diawali penelusuran teori dan membuat
menjelaskan mengapa gejalah spesipik atau proses tertentu terjadi,25 dan satu teori
harus diuji dengan menghadapkan pada fakta-fakta yang dapat menunjukkan ketidak
benarannya.26
Menurut M. Solly Lubis, sebelum melakukan penelitian perlu melakukan
penelusuran kepustakaan untuk menemukan kerangka teori. Dikatakan bahwa:
Kerangka teori merupakan masukan eksternal bagi peneliti yang dapat digunakan;
sebagai kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, thesis mengenai suatu kasus
atau permasalahan yang dijadikan sebagai bahan perbandingan, pegangan teoritis
apakah disetujui atau tidak. Dengan pegangan teori diharapkan akan memberi
wawasan berpikir untuk menemukan sesuatu yang benar sesuai dengan tujuan
penelitian.27
Teori yang digunakan dalam hal ini adalah teori utilitarisme dari Jeremy
Bentham. Teori utilitass merupakan pengambilan keputusan etika dengan
pertimbangan manfaat terbesar bagi banyak pihak sebagai hasil akhir (the greatest
good for the greatest number). Artinya, bahwa hal yang besar didefenisikan sebagai
hal yang memaksimalisasi apa yang baik atau meminimalisir apa yang berbahaya
bagi kebayakan orang. Semakin bermanfaat pada banyak orang, maka perbuatan itu
makin etis.
25
J.J.J. M. Wuisman, dalam M. Hisyam, Penelitian Ilmu-ilmu Sosial, Asas-Asas, FE UI, Jakarta, 1996, hal. 203
26
Ibid, hal 16 27
Tanggung jawab sosial dan lingkungan yang dapat didefenisikan sebagai
komitmen Perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi
berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkuangan yang
bermanfaat, baik bagi Perseroan sendiri, komunitas setempat, maupun masyarakat
pada umumnya.28
Jeremy Bentham dalam karya tulisnya “An Introduction to the Principles of
Morals and Legislation”. Menyebutkan :
Alam telah menempatkan umat manusai di bawah kendali dua kekuasaan, rasa
sakit dan senang. Hanya keduanya yang menunjukkan apa yang seharusnya kita
lakukan, dan menentukan apa yang akan kita lakukan. Standar benar dan salah di satu
sisi, maupun rantai sebab dan akibat pada sisi lain, melekat erat pada dua kekuasaan
itu. Keduanya menguasai kita dalam senua hal yang kita lakukan, dalam semau hal
yang kita ucapkan, dalam semua hal yang kita pikirkan, setiap upaya yang kita
lakukan agar kita tidak menyerahkan padanya hanya akan menguatkan dan
meneguhkannya. Dalam kata-kata seorang manusia mungkin akan berpura-pura
menolak kekuasaan mereka tapi pada kenyataannya ia akan tetap berada di bawah
kekuasaan mereka. Asas manfaat (utilitas) mengakui ketidakmampuan ini dan
menganggapnya sebagai landasan sistem tersebut, dengan tujuan merajut kebahagian
melalui tangan nalar dan hukum. Sistem yang mencoba untuk mempertanyakannya
28
haberurusan dengan kata-kata ketimbang maknanya, dengan dorongan sesaat
ketimbang nalar, dengan kegelapan ketimbang terang.29
Bentham menjelaskan lebih jauh bahwa asas manfaat melandasi segala kegiatan
berdasarkan sejauh mana tindakan itu meningkatkan atau mengurangi kebahagian
kelompok itu, atau dengan kata lain meningkatkan atau melawan kebahagian itu.
30
Menurut teori ini suatu adalah baik jika membawa manfaat, tapi manfaat itu
harus manyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat banyak sebagai
keseluruhan. Jadi, utilitarisme ini tidak boleh dimengerti dengan cara egoisme. Dalam
rangka pemikiran utilitarisme kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan adalah kebahagian terbesar dari jumlah orang banyak.31
Sesuai dengan Pasal 2 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang
Perkebunan menyatakan, Perkebunan diselenggarakan berdasarkan atas asas manfaat Mengapa
melestarikan lingkunagn hidup, misalnya, merupakan tanggung jawab moral individu
atau korporasi? Utilitarisme menjawab karena hal itu membawa manfaat paling besar
bagi umat manusia sebagai keseluruhan. Jika suatu perusahaan berhasil memainkan
peranannya dengan baik di atas panggung ekonomi sosial, dengan sendirinya ia
memberi kontribusi yang berarti kepada kemakmuran masyarakat.
29
Ian Saphiro, Asas Moral dalam Politik, (Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Indonesia yang bekerjasama dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat Jakarta dan Freedom Institute, 2006) hal. 13
30
Ibid, hal. 14 31
dan berkelanjutan, keterpaduan, kebersamaan, keterbukaan, serta berkeadilan.32
Perkebunan diselenggrakan dengan tujuan:
Sementara itu, Pasal 3 dari undang-undang tersebut, menjelaskan:
a. Meningkatkan pendapatan masyrakat; b. Meningkatkan penerimaan negara; c. Meningkatkan penerimaan devisi negara; d. Menyediakan lapangan kerja;
e. Meningkatkan produktivitas, nilai tambah, dan daya saing;
f. Memenuhi kebutuhan konsumsi dan bahan baku industri dalam negeri; dan g. Mengoptimalkan pengelolaan sumber daya alam berkelanjutan.33
Sejalan dengan hal tersebut di atas, maka Pasal 2 dan 4 UUPA mengatur
bahwa bumi, air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara, dan atas dasar hak menguasai
dari negara tersebut ditentukan adanya bermacam-macam hak atas tanah yang dapat
diberikan kepada perorangan maupun badan hukum (subyek hak).
Dengan kata lain mengalokasikan kekuasaan hak atas tanah oleh negara
kepada orang atau badan hukum yang dilakukan secara terukur supaya dapat
digunakan bagi kelangsungan hidup setiap orang secara bersama-sama.34
Dari ketentuan yang terdapat dalam UUPA dapat dilihat bahwa negara
memberikan hak-hak atas tanah kepada perorangan atau badan hukum (Subyek Hak),
bahkan menjamin, mengakui, melindungi hak-hak tersebut untuk memanfaatkan
dalam rangka mensejahterakan kehidupannya dan tidak boleh diambil alih secara
sewenang-wenang oleh siapapun.
32
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004, tentang perkebunan pasal 2 33
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004, tentang perkebunan pasal 3 34
Akan tetapi Negara tidak hanya memberikan begitu saja hak-hak atas tanah
tersebut kepada subyek hak untuk dimanfaatkan dalam rangka mensejahterakan
kehidupannya, tetapi Negara juga memberikan jaminan kepastian hukum terhadap
hak-hak atas tanah tersebut melalui pendaftaran tanah. Kegiatan pendaftaran tanah
menurut Pasal 19 ayat (2) meliputi :
1. Pengukuran, perpetaan dan pembukaan tanah;
2. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak atas tanah;
3. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian
yang kuat.
Kegiatan pendaftaran tanah baik untuk pendaftaran pertama kali maupun
untuk pendaftaran yang berkelanjutan berupa pendaftaran peralihan haknya, baru
dapat dilakukan apabila subyek hak dapat membuktikan adanya hubungan baik yang
bersifat keperdataan (perorangan) maupun bersifat public (tanah yang dikuasai oleh
instansi Pemerintah atau tanah hak ulat masyarakat hukum adat) antara subyek hak
dengan tanahnya.
2. Konsepsi
Konsep adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam
penelitian adalah untuk menhubungkan dunia teori dan observasi, antara abstrak
dengan realita.35
35
Masri Singarimbun, dkk, Metode Penelitian Survei, LP3ES, Jakarta, 1989, hal 34
digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus, yang disebut dengan defenisi
operasional.36
Pentingnya defenisi operasional adalah untuk menghindari perbedaan
pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Kegunaan
dari adanya konsepsi supaya adanya pegangan dalam melakukan penelitian atau
penguraian, sehingga dengan demikian memudahkan bagi orang lain untuk
memahami batasan-batasan atau pengertian-pengertian yang dikemukakan.
Agraria terdiri atas dua aspek utama yang berbeda yaitu aspek penguasaan
atau kepemilikan, dan aspek penggunaan dan pengelolaan. Hal ini terliaht tegas
dalam batasan tentang reformasi agrarian yang terdapat dalam Ketetapan MPR
Nomor IX\MPR\2001 tentang Pembaharuan dan Pengelolaan Sumberdaya Alam pada
Pasal 2, yang menyebutkan bahwa : “Pembaharuan agrarian mencakup suaatu proses
yang bersinambungan berkenaan dengan penataan kembali penguasaan, pemilikan,
penggunaan, dan pemanfaatan sumber daya agrarian”.
Aspek penguasaan dan pemilikan berkenaan dengan bagaiman relasi hukum
amnusai dengan tanah, sedangkan aspek penggunaan dan pemanfaatan berkenaan
bagaiman tanah dan sumber daya agraria lainnya digunakan dan dimanfaatkan.
Penguasaan terhadap tanah merupakan permasalahan penting dalam agraria.
Penelitian ini mengacu pada konsep yang melandasi UUPA, dalam upaya
mewujudkan cita-cita hukum dalam Pasal 33 ayat (3) UUD 1945.
Maka yang Menjadi konsepsional dalam tesis ini adalah :
36
1. Perolehan tanah adalah setiap kegiatan untuk mendapatkan tanah melalui
pemindahan hak atas tanah atau dengan cara penyerahan atau pelepasan hak atas
tanah dengan pemberiuan ganti kerugian kapada yang berhak.37
2. Pemanfaatan dalam kamus besar Bahasa Indonesia hanya memberikan pengertian
suatu proses atau cara dan suatu perbuatan.38
3. Lahan adalah suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi,
dan tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan
penggunaan lahan.
39
4. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada
tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengelolah
dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pemodalan serta manajemen untuk mewujudkan
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.40
5. Perusahaan adalah perseroan atau badan hokum yang telah memperoleh izin untuk
melakukan penanaman modal di Indonesia sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.41
37
Pasal 1 angka 1, Keputusan Menteri8 Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 21 Tahun 1994 trentang Tata Cara Perolehan Tanah Bagi Perusahaan dalam Rangka Penanaman Modal
38
Anton M. Moeliiono, dkk, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hal 555
39
Purwowidodo, Defenisi Lahan,
2011 40
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan 41
6. Perusahaan Perkebunan adalah pelaku usaha perkebunan warga Negara Indonesia
atau badan hukum yang didirikan menurut hokum Indonesia dan berkedudukan di
Indonesia yang mengelolah usaha perkebunan dengan skala tertentu.42
G. Metode Penelitian
1. Spesifikasi Penelitian
a. Jenis Penelitian
Penelitian adalah pencarian atas sesuatu (inqury) secara sistematis dengan
penekanan bahwa pencarian ini dilakukan terhadap masalah-masalah yang dapat
dipecahkan.Penelitian hukum pada dasarnya merupakan suatu kegiatan ilmiah yang
didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk
menempel gejalah hukum tertentu dengan jalan menganalisanya.
Penelitian ini bersifat deskriptif analitis, maksudnya suatu penelitian yang
menggambarkan, menelaah, menjelaskan dan mengalisis hukum baik dalam bentuk
teori maupun praktek dari hasil penelititian di lapangan.43
Penelitian ini dilakukan melalui pendekatan yuridis empiris, yaitu penelitian
yang dipergunakan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan dengan melihat
berbagai aspek yang terdapat dalam perolehan dan pemanfaatan lahan, serta untuk Dalam hal ini mengenai
Keberadaan Perseoran Terbatas Madina Agrolestari dalam perolehan dan
Pemanfaatan lahan Perkebunan di Desa Sikapas Mandailing Natal.
42
Pasal 1 angka 6 undang-Undnag Nomor 18 Tahun 2004 Tentang Perkebunan 43
mendapatkan data primer, sehingga akan diketahui secara hukum tentang perolehan
dan pemanfaatan lahan tersebut. Artinya penelitian ini termasuk lingkup penelitian
yang menggambarkan, menelaah, dan menjelaskan secara tepat serta menganalisa
peraturan perundang-undangan yang berlaku. 44
b. Lokasi Penelitian
Loskasi penelitian ini dilakukan di empat tempat, yaitu:
1. Kantor Pertanahan Mandailing Natal, di Penyabungan;
2. Dinas Kehutanan dan Perkebunan Mandailing Natal, di Penyabungan;
3. Kantor Cabang Perseroan Terbatas Madina Agrolestari, di Medan;
4. Kantor Camat kecamatan Muara Batang Gadis
5. Tempat beroperaasinya Perkebunan PT MAL, di Desa Sikapas Kecamatan
Muara Batang Gadis, Mandailing Natal.
6. Tokoh Masyarakat
2. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data
primer dan data sekunder.
Untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara mengadakan
wawancara secara langsung terhadap pihak-pihak yang terkait untuk melengkapi dan
mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna
44
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan
mempelajari :
1. Bahan Hukum Primer
Yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumentasi resmi
yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, yaitu
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Pokok-Pokok Agraria, Peraturan Mentri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1993
tentang Memperoleh Izin Lokasi dan Hak atas Tanah bagi Perusahaan dalam
Rangka Penanaman Modal. Instruksi Menteri Negara Agrari / Kepala Badan
Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pemberian Izin Lokasi Dalam
Rangka Pengusaan Tanah Skala Besar. Peraturan Mentri Negara Agraria / Kepala
Badan Pertanahan Nasional Nomor 2 Tahun 1999 tentang Izin Lokasi, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Undang-Undang
Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan, dan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 1999 tentang Kehutanan
2. Bahan Hukum Sekunder
Data sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library
research) yang diperoleh dari berbagai literature yang terdiri dari
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat
3. Bahan Hukum Tersier
Data tersier yaitu data yang memberikan petunjuk dan juga penjelasan terhadap
data primer dan data sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat
kabar dan jurnal-jurnal, laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis dengan
tujuan untuk memahami lebih dalam penelitian ini.
3.Teknik Pengumpulan data
a. Library Research (penelitian kepustakaan), yakni mempelajari buku-buku,
perundang-undangan, pendapat para sarjana, serta juga bahan-bahan perkuliahan,
yang berhubungan dengan masalah yang dibahas.
b. Field Research (penelitian lapangan) yaitu dengan mengadakan wawancara
dengan pihak-pihak yang berwenang yang berhubungan dengan masalah yang
dibahas.
4. Alat Pengumulan Data
Alat pengumpulan data mana yang akan dipergunakan suatu penelitian
hokum, senantiasa tergantung pada ruang lingkung dan tujuan penelitian hukum yang
akan dilakukan yaitu:45
a. Studi dokumentasi atau studi kepustakaan.
Untuk memperoleh data sekunder, maka perlu dilakukan studi dokumentasi
yaitu, dengan cara mempelajari peraturan-peraturan, teori-teori, buku-buku, hasil
45
daripada penelitian, dan dokumentasi-dokumentasi lain yang berhubungan dengan
permasalahan yang diteliti.
b. Wawancara
Wawancara yang dilakukan secara langsung dan mendalam, terarah dan
sistematis yang ditujukan kepada narasumber, untuk mengumpulkna bahan penelitian
berupa data-data kebenaran secara konkrit dan jelas melalui bantuan narasumber yang
terkait dalam penelitian ini, antara lain:
1. Kasubsi PGT Kantor Pertanahan Kabupaten Mandailing Natal :
Bapak Hidayatsyah
2. Kepala Bidang Usaha Tani Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten
Mandailing Natal : Bapak Panasien Nasution, SP. MM
3. Direktur PT MAL : Bapak Drs. H. Rustam Honein, MBA
4. Kapala Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing
Natal : Bapak Zul Ilmi Harahap
5. Bapak Camat Kecamatn Muara Batang Gadis
6. Tokoh Mayarakat.
5. Analisis Data
Semua data yang telah diperoleh dari bahan perpustaan serta data yang
diperoleh dilapangan dianalisis kualitatif. Metode analisa yang dipakai adalah metode
pustaka secara komparatif akan menjadikan pedoman dan dilihat pelaksanaannya
dalam Keberadaan PT MAL di desa Sikapas Mandailing Natal
Data yang terkumpul disusun secara sistematis kemudian dianalisis secara
kualitatif yang menjelaskan sesuatu yang didapat dalam teori dan hasil penelitian,
sehingga dapat ditarik suatu kesimpulan sebagai jawaban dari segala permasalahan
BAB II
PROSEDUR PEROLEHAN HAK GUNA USAHA PT MADINA AGROLESTARI DI DESA SIKAPAS KABUPATEN MANDAILING
NATAL
A. Gambaran Umum PT Madina Agrolestari
PT. Madina Agrolestari (PT MAL) adalah Perusahaan yang berbadan hukum
yang kegiatan usahanya antara lain bergerak dibidang perkebunan. Berkedudukan di
Jakarta, yang didirikan berdasarkan Akta yang dibuat di hadapan Henry Tjong,
Sarjana Hukum, Notaris di Medan tanggal 30 Agustus 2004 Nomor 56. Akta
Perubahan tanggal 3 November 2004 Nomor 05 yang disahkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi manusia Republik Indonesia tanggal 23
November 2004 Nomor C-28541ht.01.01.th.2004, terakhir diubah berdasarkan Akta
Berita Acara Rapat yang dibuat di hadapan Cipto Soenaryo, Sarjana Hukum, Notaris
di Medan tanggal 11 Desember 2007 Nomor 5 yang telah disetujui berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia Tanggal 22
Februari 2008 Nomor AHU-08823.AH.01.02. Tahun 2008, dan didaftarkan pada
Kantor Pendaftaran Perusahaan Kodya Jakarta Pusat tanggal 16 Mei 2006 Nomor
TDP.09.05.1.51.53698.
Tanah untuk lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit PT. Madina
Agrolestari terletak di Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten
Mandailing Natal yang berada di Kawasan Budidaya Non Kehutanan (KBNK). PT.
tersebut sesuai dengan areal pengembangan pertanian dari Rencana Struktur Tata
Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Sumatera Utara 2003-2018 (Perda No. 7 Tahun
2003), areal yang dimohonkan terletak dikawasan budidaya perkebunan besar.
Disamping itu lokasi proyek tersebut sesuai juga dengan Peta Rencana Tata Ruang
Wilayah Kabupaten (RTRWK) Mandailing Natal (Perda No. 14 Tahun 2002), areal
yang dimohonkan berada pada areal budidaya perkebunan.
Lokasi pembangunan perkebunan kelapa sawit milik PT. MAL meliputi
areal seluas + 6.500 hektar, sesuai dengan pertimbangan teknis ketersediaan lahan
untuk usaha perkebunan dari Dinas Kehutanan Kabupaten Mandailing Natal atas
nama PT. MAL Nomor : 522/115/Dishut/2007 Tanggal 26 Juni 2007. terletak di
Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis, Kabupaten Mandailing Natal.
PT. Madina Agrolestari berkantor cabang di Medan, jalan Diponegoro Nomor
51, pertama kali melakukan permohonan izin lokasi pembangunan pembukaan lahan
perkebunan sawit kepada Bupati Mandailing Natal pada tanggal 16 Juni 2004.
B. Kondisi Umum Fisik Lingkungan di Lokasi
1. Gambaran Wilayah
1). Lokasi
Lokasi proyek pembangunan perkebunan kelapa sawit terletak di Desa
Sikapas dan Batu Mundam, Kecamatan Muara Batang Gadis Kabupaten Mandailing
Natal, namun dalam hal ini lokasi penelitian penulis memfokuskan pada satu desa
Kecamatan Muara Batang Gadis terdiri dari 17 desa/kelurahan, antara lain:
1. Rantau Panjang
2. Manuncang
3. Lubuk Kapundung
4. Huta Imbaru
5. Panunggulan
6. Tabuyung
7. Psr II Singkuang
8. Singkuang I
9. Sikapas
10. Batu Mundam
11. Tagilang Julu
12. Sale Baru
13. Suka Rame
14. Lubuk Kapundung
15. UPT Tabuyung
16. UPT Singkuang II
17. UPT Sngkuang I
Sumber : Proyek Proposal Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit PT. MAL
Secara administrasi Desa Sikapas Kecamatan Muara Batang Gadis mempunyai
1. Sebelah Utara : Kab. Tapanuli Selatan
2. Sebelah Selatan : Kec. Natal
3. Sebelah Barat : Samudera Indonesia
4. Sebelah Timur : Kab. Tapanuli Selatan, Kec. Siabu
Sumber: Badan Pusat Statistik, KSK Kec. Muara Batang Gadis
Sementara itu, Batas-Batas Wilayah Administrasi Proyek Pembangunan PT.
MAL adalah:
1. Sebelah Utara : Berbatasan dengan KUD Batu Mundam Sejahtera.
2. Sebelah Selatan : Berbatasan dengan perkebunan PT. Madina Agro Lestari
3. Sebelah Timur : Berbatasan dengan Hutan Negara (HPT)
4. Sebelah Utara : Berbatasan dengan Lahan masyarakat Desa Sikapas dan
Jalan Pantai Barat
a. Jumlah Penduduk
Tabel 1
Jumlah Penduduk dan KK di desa Sekitar dan kecamatan
NO KELOMPOK
Jumlah Penduduk 878 15.076
Jumlah KK 316 4.059
Sumber: Badan Pusat Statistik, KSK Kec. Muara Batang Gadis, 2010
Tabel 2
Kepadatan Penduduk di desa Sikapas dan Kecamatan
N
Sumber : Badan Statistik, KSK Kec. Muara Batang Gadis, 2010
Penduduk di desa ini hampir seluruhnya petani dan pada umumnya bermata
pencaharian dari pertanian tanaman pangan dan perkebunan. Selain petani hanya
penduduk ada yang sebagai nelayan dan sedikit yang menjadi pegawai negri sipil dan